2.1 kondisi geografis kabupaten kediri -...

27
lxii Pada bab ini akan dijelaskan tentang gambaran umum lokasi penelitian, yaitu kampung pengemis yang berada di Dusun Duluran, Desa Gedangsewu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. sebelumnya peneliti akan menjelaskan tentang Kabupaten Kediri, kemudian menguraikan tentang kampung pengemis dan menjelaskan tentang kondisi pengemis-pengemis yang ada di Kediri. 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri Posisi geografi Kabupaten Kediri terletak antara 111 o 47' 05" sampai dengan 112 o 18' 20" Bujur Timur dan 7 o 36' 12" sampai dengan 8 o 0' 32 Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Kediri diapit oleh 5 Kabupaten, yakni : - Sebelah Barat : Tulungagung dan Nganjuk - Sebelah Utara : Nganjuk dan Jombang - Sebelah Timur : Jombang dan Malang - Sebelah Selatan : Blitar dan Tulungagung Kondisi topografi terdiri dari dataran rendah dan pegunungan yang dilalui aliran sungai Brantas yang membelah dari selatan ke utara. Suhu udara berkisar antara 23 o C sampai dengan 31 o C dengan tingkat curah hujan rata-rata sekitar 1652 mm per hari. secara keseluruhan luas wilayah ada sekitar 1.386.05 km 2 atau + 5%, dari luas wilayah provinsi Jawa Timur Ditinjau dari jenis tanahnya, Kabupaten Kediri dapat dibagi menjadi 5 (lima) golongan, yaitu: 1. Regosol coklat kekelabuan seluas 77.397 Ha atau 55,84 %, merupakan jenis tanah yang sebagian besar ada di wilayah kecamatan Kepung, Puncu, ngancar, Plosoklaten, Wates, Gurah, Pare, kandangan, kandat, ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Upload: vanhanh

Post on 13-May-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxii

Pada bab ini akan dijelaskan tentang gambaran umum lokasi penelitian,

yaitu kampung pengemis yang berada di Dusun Duluran, Desa Gedangsewu,

Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. sebelumnya peneliti akan menjelaskan

tentang Kabupaten Kediri, kemudian menguraikan tentang kampung pengemis

dan menjelaskan tentang kondisi pengemis-pengemis yang ada di Kediri.

2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri

Posisi geografi Kabupaten Kediri terletak antara 111o 47' 05" sampai

dengan 112o 18' 20" Bujur Timur dan 7o 36' 12" sampai dengan 8o 0' 32 Lintang

Selatan. Wilayah Kabupaten Kediri diapit oleh 5 Kabupaten, yakni :

- Sebelah Barat : Tulungagung dan Nganjuk

- Sebelah Utara : Nganjuk dan Jombang

- Sebelah Timur : Jombang dan Malang

- Sebelah Selatan : Blitar dan Tulungagung

Kondisi topografi terdiri dari dataran rendah dan pegunungan yang dilalui

aliran sungai Brantas yang membelah dari selatan ke utara. Suhu udara berkisar

antara 23o C sampai dengan 31o C dengan tingkat curah hujan rata-rata sekitar

1652 mm per hari. secara keseluruhan luas wilayah ada sekitar 1.386.05 km2 atau

+ 5%, dari luas wilayah provinsi Jawa Timur

Ditinjau dari jenis tanahnya, Kabupaten Kediri dapat dibagi menjadi 5

(lima) golongan, yaitu:

1. Regosol coklat kekelabuan seluas 77.397 Ha atau 55,84 %, merupakan

jenis tanah yang sebagian besar ada di wilayah kecamatan Kepung,

Puncu, ngancar, Plosoklaten, Wates, Gurah, Pare, kandangan, kandat,

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 2: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxiii

Ringinrejo, Kras, papar, Purwoasri, Pagu, Plemahan, Kunjang dan

Gampengrejo

2. Aluvial kelabu coklat seluas 28,178 Ha atau 20,33 %, merupakan jenis

tanah yang dijumpai di Kecamatan Ngadiluwih, Kras, Semen, Mojo,

Grogol, Banyakan, Papar, Tarokan dan Kandangan

3. Andosol coklat kuning, regosol coklat kuning, litosol seluas 4.408 Ha

atau 3,18 %, dijumpai di daerah ketinggian di atas 1.000 dpl seperti

Kecamatan Kandangan, Grogol, Semen dan Mojo.

4. Mediteran coklat merah, grumosol kelabu seluas 13.556 Ha atau 9,78

%, terdapat di Kecamatan Mojo, Semen, Grogol, banyakan, tarokan,

Plemahan, Pare dan Kunjang.

5. Litosol coklat kemerahan seluas 15.066 Ha atau 10.87%, terdapat di

kecamatan Semen, Mojo, Grogol, banyakan, tarokan dan kandangan.

Wilayah Kabupaten kediri diapit oleh dua gunung yang berbeda sifatnya,

yaitu Gunung Kelud di sebelah Timur yang bersifat Vulkanik dan Gunung Wilis

disebelah barat yang bersifat non vulkanik, sedangkan tepat di bagian tengah

wilayah Kabupaten Kediri melintas sungai Brantas yang membelah Wilayah

Kabupaten Kediri menjadi dua bagian, yaitu bagian Barat sungai Brantas:

merupakan perbukitan lereng Gunung Wilis dan Gunung Klotok. dan bagian

timur Sungai Brantas.

Pusat pemerintahan Kabupaten Kediri masih berada di Kediri, meskipun

ada wacana untuk memindahkan pemerintahannya ke Pare telah lama

direncanakan, akan tetapi hal tersebut dibatalkan. Sudah lama wacana

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 3: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxiv

mengembangkan Pare menjadi ibukota pemerintahan Kabupaten Kediri yang

secara bertahap dipindahkan dari Kota Kediri, akan tetapi niat tersebut tidak

pernah diseriusi dan ditindak lanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Kediri maupun

para bupati yang menjabat. Wacana tersebut ternyata benar-benar dibatalkan

karena dengan memindahkan pusat pemerintahan Kabupaten Kediri ke Pare akan

mendapatkan protes dari warga kabupaten sendiri yang terdapat daerah selatan

dan barat Kabupaten Kediri yang jarak wilayahnya jauh dari Pare, seperti Kras,

Ngadiluwih, Kandat, dan Ringinrejo. Sedangkan daerah barat seperti Tarokan,

Grogol, Banyakan, Semen, dan Mojo. Sehingga pemerintah mengambil jalan

tengah untuk tetap menempatkan pusat pemerintahannya di wilayah Kecamatan

Ngasem, tepatnya di Desa Sukorejo, yang biasanya terkenal degan sebutan

Katang.

Jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Kediri adalah 26 kecamatan dan

344 desa dan kelurahan. Daftar nama kecamatan yang berada di Kabupaten

Kediri, yaitu Kecamatan Badas, Kecamatan Banyakan, Kecamatan Gampengrejo,

Kecamatan Grogol, Kecamatan Gurah, Kecamatan Kandangan, Kecamatan

Kandat, Kecamatan Kayen Kidul, Kecamatan Kepung, Kecamatan Kras,

Kecamatan Kunjang, Kecamatan Mojo, Kecamatan Ngadiluwih, Kecamatan

Ngancar, Kecamatan Ngasem, Kecamatan Pagu, Kecamatan Papar, Kecamatan

Plemahan, Kecamatan Plosoklaten, Kecamatan Puncu, Kecamatan Purwoasri,

Kecamatan Ringinrejo, Kecamatan Semen, Kecamatan Tarokan, Kecamatan

Wates, dan Kecamatan Pare.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 4: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxv

Kecamatan Pare terletak sekitar 25 km dari timur laut Kota Kediri dan 120

km dari barat daya Kota Surabaya. Secara geografis Pare berada pada jalur yang

menghubungkan Kediri-Malang, Tulungagung-Surabaya, Trenggalek-Surabaya,

Jombang-Kediri, Jombang-Blitar, dan Surabaya-Blitar. Dahulu terdapat jalur

kereta api yang menghubungkan Kota Kediri dengan Kota Jombang, akan tetapi

yang tersisa sekarang hanyalah relnya saja. Kota Pare terletak pada ketinggian 125

meter di atas permukaan laut, sehingga mengakibatkan suhu udara yang ada di

wilayah Kota Pare tidak terlalu panas. Berbagai sarana dan prasarana fasilitas

umumnya perkotaan dapat dijumpai dengan mudah, seperti sekolah, hotel, rumah

sakit umum, rumah bersalin, ATM bersama, masjid, dan lain-lain. Pare juga

terkenal di seluruh bagian wilayah di Indonesia dengan kampung inggrisnya. Pare

termasuk kota lama yang dibuktikan dengan keberadaan dua candi yang terletak

tidak jauh dari pusat perkotaan Kota Pare, yaitu Candi Surowono dan Candi

Tegowangi, dan juga adanya patung “Budo” yang berada tepat di pusat kota Pare.

Ketiga penemuan yang ditinggalkan oleh kerajaan membuktikan bahwa Kota Pare

telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Kota Pare sudah lama memunculkan

industri menengah yang bertaraf internasional, seperti industri plywood dan

pengembangan bibit-bibit pertanian. Tempat-tempat rekreasi pun juga sudah ada

sejak tahun 1970-an meskipun tidak terlalu mewah dan dapat dikatakan masih

sangat sederhana pada zamannya, seperti Pemandian “Candra-Bhirawa” Corah

dan alun-alun “Ringin-Budo” dan juga sentra ikan hias di Dusun Surowono, Desa

Canggu.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 5: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxvi

Kecamatan Pare memiliki 10 kelurahan yang termasuk dalam

pemerintahan, yakni Kelurahan Pare, Desa Tulungrejo, Desa Pelem, Desa

Gedangsewu, Desa Tertek, Desa Bendo, Desa Sambirejo, Desa Darungan, Desa

Sumberbendo, dan Desa Sidorejo. Penelitian ini mengambil tempat di salah satu

dusun yang berada di sebuah desa yang di Pare, yakni di Dusun Duluran, Desa

Gedangsewu.

2.2 Sejarah Desa Gedangsewu

Desa ini terletak di selatan Kecamatan Pare kota. Kota kecil yang asri,

yang ada di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Menurut penuturan Kepala Desa

Gedangsewu, secara turun temurun asal muasal desa ini diperoleh dari cerita

nenek moyang mereka. Pisang berbuah seribu itu telah menjadi salah satu legenda

asal muasal sebuah desa di Kecamatan Pare. Menurut Bapak Suroto, seorang

kamituo di desa tersebut, legenda Desa Gedangsewu itu berasal dari pisang

berbuah/bersisir seribu banyak terdapat di daerah selatan Kecamatan Kota Pare.

Namun tidak diketahui siapa yang pertama menanam pisang tersebut, namun tiba-

tiba saja banyak tumbuh pisang yang buahnya berjumlah seribu dan munculnya

pisang seribu itu telah menjadi banyak perhatian, khususnya oleh orang-orang

yang ada di daerah selatan Kota Pare itu.

Konon, sebelum ditemukannya pisang seribu, tetua desa (dukun desa)

telah mendapatkan mimpi-mimpi aneh tentang pisang yag berbuah tidak seperti

layaknya pisang lain yang sering dijumpai. Pada akhirnya, tetua desa

mengeramatkan pisang seribu tersebut, dan menjadikannya sebuah nama desa di

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 6: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxvii

selatan Kota Pare itu. Dan desa tersebut adalah “gedangsewu” yang artinya pisang

seribu.

Seiring perkembangan zaman, desa Gedangsewu menjadi kawasan padat

penduduk dan ramai dengan bermacam latar belakang yang dimiliki. Desa

Gedangsewu ini adalah desa yang cukup kompleks. Sering juga dikenal sebagai

kawasan kriminalitas. Di desa ini juga terdapat lokalisasi yang terletak di depan

pemukiman kampung pengemis. Namun, seiring meredupnya lokalisasi tersebut,

maka para Pekerja Seks Komersial (PSK) yang ada di desa tersebut mulai

berkurang satu persatu, akan tetapi kawasan ini juga masih ramai pengunjung.

2.3 Kondisi Fisik Desa Gedangsewu

Desa Gedangsewu adalah desa yang terletak di Kecamatan Pare,

Kabupaten Kediri. Desa ini berjarak sekitar 3 km dari jalan raya utama Kecamatan

Pare dan berjarak sekitar 24 km dari ibu kota kabupaten. Desa Gedangsewu

memiliki luas wilayah 834.705 ha/m2. Tanah-tanah tersebut digunakan untuk

pemukiman, persawahan, perkebunan, kuburan, pekarangan, taman, perkantoran,

dan prasarana umum lainnya.

Desa Gedangsewu memiliki jenis tanah sawah dan tanah kering yang

cocok ditanami dengan tanaman tegalan/ladang. Desa Gedangsewu memiliki

tanah yang cukup subur bekas letusan Gunung Kelud dan tidak pernah mengalami

kekeringan yang berkepanjangan. Produk agraria andalan desa adalah bawang

merah, biji mente, pepaya, mangga, pisang, semangka, salak, rambutan, melon,

dan melinjo. Masyarakat di desa Gedangsewu juga menanam tanaman apotik

hidup dan sejenisnya yang kemudian diolah menjadi jamu tradisional, seperti jahe,

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 7: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxviii

Gambar II.1 Balai Desa Gedangsewu

kunyit, lengkuas, mengkudu, temu lawak, mahkota dewa, dan daun dewa.

Sedangkan industri menengah sudah lama bermunculan, seperti makanan dan

pengembangan bibit-bibit pertanian. Hasil perkebunan yang berpotensi di desa

Gedangsewu adalah kelapa, kopi, dan yang paling tinggi adalah tebu. Pemasaran

yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan menjual langsung ke konsumen,

menjualnya ke pasar, menjual ke tengkulak dan pengecer.

Jumlah penduduk di desa

Gedangsewu secara keseluruhan

adalah 17.297 orang yang terdiri dari

8.725 orang laki-laki dan 8.572

orang perempuan. Jumlah penduduk

ini yang paling banyak adalah yang

berusia 7-18 tahun.

Sedangkan jumlah kepala

keluarga di Desa Gedangsewu adalah sebanyak 7.124 Kepala Keluarga pada tabel

berikut :

Tabel II.1

Jumlah Kepala Keluarga

Keterangan Jumlah

Kepala Keluarga 7.124

Kepala Keluarga Miskin 1.021

Sumber: Profil Desa Gedangsewu 2010

Batas-batas wilayah Desa Gedangsewu

- Sebelah utara : Kelurahan Pare

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 8: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxix

- Sebelah selatan : Desa Sidorejo

- Sebelah timur : Desa Gadungan

- Sebelah barat : Desa Sumberbendo

2.4 Sarana Dan Prasarana Desa Gedangsewu

Sarana dan prasarana yang ada di Desa Gedangsewu terdiri dari

pendidikan, kesehatan, keagamaan, pendidikan serta sarana dan prasarana yang

lainnya yang mendukung aktivitas sehari-hari masyarakat.

Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Gedangsewu adalah SD Negeri,

SMP dan SMA swasta. Sedangkan untuk sarana peribadatan, terdapat musholla,

masjid,dan gereja yang dipergunakan masyarakat desa untuk beribadah sesuai

dengan keyakinan dan kepercayaan masing-masing.

2.5 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian ( Dusun Duluran)

Penelitian ini dilakukan di salah satu dusun yang terdapat di Desa

Gedangsewu. Desa Gedangsewu terdiri dari 5 Dusun, yakni Dusun Gedangsewu

Wetan, Dusun Gedangsewu Kulon, Dusun Talun, Dusun Duluran, dan Dusun

Parerejo. Subjek penelitian adalah dengan mengambil tiga RT yakni RT03, RT04,

RT05 dan seluruhnya adalah RW14 yang dikenal sebagai kampung pengemis.

Keseluruhan masyarakat yang merupakan tuna karya, tuna susila dan tuna wisma

yang dulunya terjaring oleh Satpol PP Kabupaten Kediri, sehingga oleh

pemerintah daerah diberikan lahan untuk ditinggali.

Dahulu sebelum tahun 1970-an, setiap desa di Kabupaten Kediri memiliki

tuna wisma dan tuna susila, ini diakibatkan oleh karena pemerintah tidak

membangun sarana dan prasaran yang lebih layak di desa. Masyarakat yang hidup

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 9: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxx

di Dusun Duluran seolah adalah masyarakat pinggiran yang terpinggirkan oleh

segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, Masyarakat desa sering ditemui

dalam keadaan yang memprihatinkan, masih banyak keluarga yang tidak mampu

membeli kebutuhan pokoknya, anak-anak yang putus sekolah, serta ketimpangan

sosial lainnya.

Kandungan Sumber Daya Alam yang ada di lingkungan sekitar tidak

mampu menjadi penopang kehidupan masyarakat, hal ini mengingat bahwa bumi

yang gemah ripah dikuasai dalam cengkeraman pemerintah melalui patenisasi

yang tertuang dalam UU pasal 33 ayat 1 “kekayaan alam dikuasai sepenuhnya

oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat”.

Eksploitasi jelas telah dilakukan dengan segala upaya optimalisasi untuk

mendapatkan produk unggulan, yang nantinya produk tersebut akan dipasarkan.

Sementara itu, di sisi lain, para pelaku modal maupun pengelolanya acuh terhadap

kearifan sosial, sehingga yang terjadi adalah ketidakmerataan hak publik. Keadaan

inilah yang menjadikan Indonesia tidak segera bangkit dari keterpurukan.

Keterpurukan mewabah ke seluruh lapisan masyarakat baik secara nasional

maupun lokal. Fenomena itu juga turut meradang di wilayah Kediri, termasuk

pada Kabupaten Kediri.

Seluruh gelandangan dan pengemis yang telah dijaring oleh Satpol PP dan

Dinas Sosial pada tahun 1970-an setelah diberikan pengarahan dan kemudian

mereka dijadikan di satu dusun yang teletak di Dusun Duluran.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 10: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxi

Gambar II.2 Kondisi Perkampungan pengemis

Menurut penuturan Bapak Agung, seorang perangkat desa Gedangsewu,

dulunya dusun Buluran adalah dusun yang sengaja dibuatkan oleh pemerintah

untuk para tuna wisma dan tuna susila, pemilihan dusun tersebut karena lokasinya

yang terpinggirkan dari masyarakat yang lainnya dan terletak dekat dengan

makam umum dan makam Cina. Penduduk di dusun ini, secara turun-temurun

memilih untuk mengemis guna

menyambung hidup. Dan

kemudian hidup sebagai

pengemis sebagai sesuatu yang

diabadikan tanpa pernah

melakukan usaha yang

sungguh-sungguh untuk keluar

dari persoalan kemiskinan.

Mengemis akan menjadi suatu budaya yang menyimpang jika hal tersebut

dilakukan berulang kali, karena bekerja akan jauh lebih utama dibandingkan

dengan mengemis.

Seiring perkembangan zaman, Dusun Duluran yang awalnya terpinggirkan

dan terisolasi dengan masyarakat lainnya kemudian lama-lama tidak lagi merasa

terpinggirkan dan terisolasi, karena banyaknya orang yang membeli tanah di

sekitar lokasi barak Dinas Sosial Kabupaten Kediri.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 11: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxii

Gambar II.3

Kondisi Jalan Utama Menuju Dusun Duluran

Harga tanah di

Dusun Duluran relatif

sangat murah, sehingga

banyak orang yang

kemudian bermukim di

wilayah tersebut.

Kondisi

penampungan/barak Dinas

Sosial, Kabupaten Kediri ini

semakin lama semakin penuh sesak dengan datangnya orang-orang baru yang

berasal dari berbagai wilayah di Jawa Timur. Hal lainnya yang menyebabkan

pemukiman ini semakin banyak penduduknya adalah ketika ada beberapa orang

pengemis yang sudah mampu membeli rumah sendiri di sekitar penampungan

gelandangan dan pengemis kemudian menjual hak milik bangunan ke pengemis-

pengemis lainnya.

Para gelandangan dan pengemis ini hanya menempati beberapa lokasi ,

yakni yang berada di tiga RT saja dengan jumlah kurang lebih 164 KK. Menurut

penuturan Pak Kasdi, kepala RT03 ini, sekitar tahun 1990-an mulai banyak

pengemis yang datang dan mendirikan bangunan rumah dari bambu dan tidak

mendapat izin dari pihak Dinas Sosial Kabupaten Kediri.

Sarana transportasi menjadi salah satu hal yang sangat penting sebagai alat

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 12: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxiii

Gambar II.4

Kondisi Jalan Menuju Perkampungan Pengemis

Gambar II.5 Makam Umum Dusun Duluran

untuk digunakan untuk mobilitas (berpergian) warga masyarakat setempat. Saat

perjalanan untuk menuju perkampungan pengemis, jalan raya yang beraspal

adalah kondisi jalan utama.

Sedangkan ketika mulai akan memasuki perkampungan pengemis, jalanan yang

dilewati masih berupa makadam,

belum beraspal dan masih banyak

bebatuan kecil. Dan ketika

memasuki perkampungan pengemis,

jalan utamanya tidak beraspal,akan

tetapi jalanannya sudah dipaving.

Sarana lain yang ada di Dusun Duluran adalah poskamling, kuburan

umum, dan juga makam Cina. Hanya ada satu poskamling di perkampungan ini,

yang terkesan sudah tidak digunakan untuk ronda malam setiap harinya. Karena

aktivitas masyarakat sendiri yang

terkadang bekerja hingga larut malam,

serta adanya penjagaan di depan lokalisasi

menjadi alasan mereka untuk tidak

melakukan ronda setiap malamnya. Tepat

di sisi kiri di dekat masjid, kita dapat

menemukan makam umum yang

digunakan oleh warga desa.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 13: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxiv

Gambar II.7 Masjid di Dusun Duluran

Gambar II.6 Makam Cina yang ada di Dusun Duluran

Makam tersebut sudah ada sebelum perkampungan pengemis terbentuk.

Banyak nisan-nisan yang tidak ada namanya. Dan hanya menggunakan patokan-

patokan dari batu bata saja.

Sedangkan di belakang

pemukiman terdapat makam Cina

yang masih digunakan oleh etnis Cina

hingga sekarang ini. Namun

kondisinya sangat tidak terawat.

Banyak ilalang yang tumbuh di sekitar

makam.

2.6 Agama Warga Dusun Duluran

Agama penduduk di Dusun

Duluran, Desa Gedangsewu,

Kabupaten Kediri sebagian besar

memeluk agama Islam, Kepercayaan

(yang dikenal sebagai Kejawen oleh

masyarakat), Katolik, Kristen, dan

Budha. Kegiatan keagaamaan

dilakukan secara rutin setiap dua minggu sekali adalah pengajian yang secara

pelaksanaannya dipisah antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, menurut

penuturan pemuka agama di dusun tersebut, pengajian ini jarang dilakukan

kembali karena minat warga yang minim akan agama. Sedangkan pendirian TPA

dan TPQ di dusun tersebut tidak ada, karena kesadaran masyarakat sangat kurang

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 14: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxv

Gambar II.8 Gereja di Dusun Duluran

dalam penanaman beragama kepada anak-anak mereka. Menurut penuturan Bapak

Tobing selaku Kepala RT05, dahulu ada les baca tulis AlQur’an yang diawali

dengan Iqro’ untuk anak-anak, akan tetapi lambat laun anak-anak mulai merasa

bahwa jika mereka ikut dalam kegiatan tersebut, maka mereka tidak bisa lagi ikut

orang tua mereka mengemis, karena kegiatan ini dilakukan pada jam 15.00 WIB.

Akan tetapi, meskipun peminatnya sangat minim, para pengajar baca tulis

AlQura’an ini tetap melakukan kegiatan tersebut walaupun tidak sesering dahulu.

Kegiatan tersebut hanya dilakukan dua hingga tiga kali dalam seminggu. Seluruh

kegiatan keagamaan, seperti Sholat Juma’at diadakan di musholla di Dusun

Duluran.

Sarana peribadatan di Dusun

Duluran tidak hanya diperuntukan untuk

masyarakat yang beragama Islam saja.

Karena terdapat sebuah gereja di dekat

pemukiman kampung pengemis.

Kegiatan rutin peribadatan diadakan

pada Hari Sabtu dan Minggu, selain hari

tersebut tidak ada kegiatan di gereja. Hanya saja sering terlihat pesuruh yang

datang setiap pagi dan sore untuk membersihkan pelataran gereja.

2.7 Karakteristik Kepala Keluarga Kampung Pengemis

Karakteristik kepala keluarga pengemis dikelompokkan berdasarkan ciri-

ciri tertentu. Ciri-ciri yang dimaksud berupa sosial, demografis dan ekonomi. Ciri

demografis seperti umur, jumlah anggota rumah tangga, dan jenis kelamin. Ciri

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 15: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxvi

sosial seperti pendidikan dan status kawin. Ciri ekonomis seperti kegiatan yang

dilakukan, pendapatan, tempat pekerjaan. Karakteristik kepala keluarga pengemis

sangat penting diuraikan karena dapat memberikan gambaran dasar mengenai

keadaan pengemis serta keluarganya. Dalam kaitannya dengan mutu persediaan

sumber daya manusia, karakteristik yang relatif penting untuk diketahui lebih

lanjut adalah karakteristik kegiatan ekonomi. Karakteristik pendidikan erat

kaitannya dengan mutu pekerja dari segi kemampuan dan ketrampilan. Selain itu,

tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan menentukan jenis dan status

pekerjaan yang dimiliki, yang pada gilirannya akan menentukan tingkat upah dan

pendapatannya. Karakteristik ekonomi kepala keluarga pengemis akan dapat

menggambarkan tingkat pendapatan dan produktivitas pada berbagai kegiatan

ekonomi yang dilakukan.

2.8 Tingkat Pendidikan Warga Dusun Duluran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebagian besar penduduk di

lokasi penelitian, yakni RT03 RW14, RT04 RW14, RT05 RW14 tidak pernah

mengenyam pendidikan, sedangkan yang berpendidikan hingga SD hanya

beberapa saja dan sisanya adalah tidak tamat SD. Secara keseluruhan

memperlihatkan sangat rendahnya kualitas mutu modal manusia dilihat dari

tingkat pendidikan. Bagi mereka pendidikan bukanlah suatu hal yang penting.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 16: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxvii

Tabel II.2

Tingkat Pendidikan

Pendidikan Jumlah

Belum Sekolah 2.834 orang

Usia 7-45 Tidak Pernah Sekolah 1.781 orang

Tamat SD/Sederajat 390 orang

SMP/Sederajat 211 orang

SMA/Sederajat 127 orang

Diploma 4 orang

Sarjana 2 orang

Sumber: Profil Desa Gedangsewu 2010

Tabel di atas menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Desa

Gedangsewu masih sangat rendah dengan jumlah penduduk yang belum sekolah

atau dapat dikatakan buta huruf adalah 2.834 orang, tidak pernah sekolah

sebanyak 1781, tamat SD atau sederajat sebanyak 390, tamat SMP atau sederajat

sebanyak 211, tamat SMA atau sederajat sebanyak 127, diploma sebanyak 4, dan

jumlah penduduk yang menempuh tingkat sarjana adalah sebanyak 2. Tabel di

atas menunjukkan bahwa suatu fenomena yang menarik yaitu semakin tinggi

tingkat pendidikan, maka semakin sedikit pula orang-orang yang dapat

menjangkaunya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat akan

pentingnya suatu pendidikan. Anak-anak setelah tamat SD, mereka diharuskan

untuk bekerja membantu perekonomian keluarga. Dari jumlah tingkat pendidikan

terendah, yaitu belum sekolah dan tidak sekolah, mayoritas adalah dari

masyarakat Dusun Duluran. Dari tingkat pendidikan tersebutlah kita dapat

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 17: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxviii

mengetahui bahwa masyarakat Dusun Duluran tidak mementingkan sekolah tinggi

bagi anak-anaknya, yang lebih dipentingkan oleh masyarakat Dusun Duluran

adalah bertahan hidup dan mendapatkan penghasilan.

2.9 Asal Mula Pengemis

Suatu hal fenomenal yang ada dalam hidup ini, memiliki akar yang

menjadi awal mula terbentuknya suatu hal yang tampak. Demikian dengan

pengemis, yang tidak terlahir semata-mata dengan sendirinya melainkan adanya

asal muasal dan pengemis sendiri memiliki akar sejarah yang unik. Menurut Djodi

Ismanto, ia menyatakan bahwa pada saat penguasa Kerajaan Surakarta

Hadiningrat dipimpin oleh seorang Raja bernama Paku Buwono X, menjelang

hari Jum’at khususnya pada hari Kamis sore beliau membagi-bagikan sedekah

untuk kaum papa yang tak berpunya. Pada hari Kamis tersebut Raja Paku Buwono

keluar dari Istananya untuk melihat-lihat keadaan rakyatnya, dari istana menuju

Masjid Agung, perjalanan dari gerbang Istana menuju Masjid Agung tersebut

ditempuh dengan berjalan kaki yang tentunya melewati alun-alun lor (alun-alun

utara), sambil berjalan kaki tentunya diiringi para pengawal sang raja. Rupanya di

sepanjang jalan sudah dielu-elukan oleh rakyatnya sambil berjejer rapi di kanan-

kiri jalan dan sembari menundukkan kepala sebagai tanda penghormatan kepada

sang pemimpinnya. Pada saat itulah sang raja tidak menyia-nyiakan kesempatan

untuk bersedekah dan langsung diberikan kepada rakyatnya berupa uang tanpa

ada satupun yang terlewatkan dengan kebiasaan berbagi-bagi berkah tersebut

mungkin juga warisan para penguasa sebelumnya (sebelum Paku Buwono X).

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 18: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxix

Ternyata kebiasaan tersebut berlangsung setiap hari Kamis (dalam bahasa

jawa adalah Kemis), maka lahirlah sebutan orang yang mengharapkan berkah di

hari Kemis yang diistilahkan dengan sebutan “ngemis” (kata ganti untuk sebutan

pengguna atau pengharap berkah dihari Kemis) dan pelaku-pelakunyapun biasa

disebut Pengemis (Pengharap berkah pada hari Kemis).

Selain itu, asal mula pengemis juga tidak terlepas dari santri di dalam

pesantren. Sepanjang sejarahnya, terutama dalam masa penjajahan, pesantren

sebagai tempat belajar para santri adalah satu-satunya lembaga pendidikan yang

terjangkau oleh semua orang karena sifatnya yang gratis. Santri tidak dikenakan

biaya untuk belajar di pesantren dan kyai tidak menerima gaji untuk mengajar dan

juga tidak mematok tarif kepada santri-santrinya. Santri yang mengejar ilmu di

dalam pondok pesantren hanya perlu mengurus keperluan dirinya sendiri, mulai

dari makanan, pakaian, peralatan belajar, bahkan terkadang tempat tinggal. Bagi

santri yang berasal dari keluarga yang cukup, seperti keluarga kyai, mereka tidak

akan mendapatkan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dalam

pesantren. Berbeda halnya jika santri yang berasal dari keluarga yang tidak

mampu, bagi mereka yang dari keluarga biasa dan miskin, yang merupakan

mayoritas santri pada saat itu, tidak jarang harus bekerja untuk dapat

menyambung hidup. Ada yang kerja dengan para petani, menggarap sawahnya,

membantu pedagang berjualan, atau ikut “ngenger” di rumah kyai dan

keluarganya, membantu menyelesaikan tugas sehari-hari. Hal itu terus menerus

dilakukan pada Kamis Malam. Selain itu, ada pula yang menyambung hidup

dengan cara meminta sedekah dari masyarakat sekitar. Tampaknya mereka yang

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 19: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxx

meminta sedekah ini lebih suka melakukannya pada hari Kamis sore atau petang

karena itu berarti sudah hari Jum’at dan Jum’at adalah hari yang mulia dalam

Islam. Umat Islam disarankan melakukan lebih banyak amal baik di hari ini.

Dengan meminta sedekah pada Kamis, para santri berharap lebih banyak umat

Islam yang memberi. Aktivitas di hari Kemis inilah yang kemudian dikenal

dengan “ngemis”. Dalam perkembangannya, kata ini tampaknya mengalamai

perluasan makna, yakni untuk semua kegiatan minta-minta, oleh siapapun dan

kapanpun. Kemudian, kata ini juga diserap dalam bahasa Indonesia.

Perubahan zaman dan perbaikan ekonomi telah mengubah pola kehidupan santri.

Saat ini barangkali tidak ada lagi pesantren yang gratis. Tidak ada pula santri yang

“ngemis”, meminta-minta untuk sekedar menyambung hidup. Bahkan santri yang

ikut kerja dengan petani atau pedagang juga tidak ada. Yang masih tersisa adalah

santri yang “ngenger” di rumah kiyai atau keluarganya. Hal itu dilakukan tidak

karena alasan kemiskinan, seperti masa lalu, tapi lebih merupakan keinginan

santri untuk melayani kiyai dan keluarganya, dengan harapan mendapatkan

berkah dari hal itu. Di sisi lain, persepsi masyarakat terhadap aktivitas meminta-

minta juga berubah, menjadi negatif, karena adanya sebagian orang yang

menggantungkan hidupnya dari meminta-minta dan menjadikannya sebagai

profesi tetap. Tidak heran kalau kita mendengar kata “ngemis” dan “pengemis”

maka pikiran kita langsung tertuju pada gelandangan dan kaum papa yang banyak

kita jumpai di jalanan. Tidak terlintas dalam pikiran kita bahwa kata ini awalnya

dipakai untuk menunjukkan salah satu kebiasan sebagian santri pada zaman dulu.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 20: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxxi

Kebenaran mengenai pengemis ternyata ditopang oleh kenyataan masa

lalu. Dibuktikan dari asal-usul pembentukan kata pengemis itu sendiri, seperti

dapat ditemui dalam buku Khasanah Bahasa dalam Kata per Kata karya Prof.

Gorris Keeraf, Di masa Nusantara, terutama di tanah Jawa masih dipimpin oleh

raja-raja, para penguasa memiliki kebiasaan membagi-bagikan sedekah kepada

yang tak berpunya. Kegiatan ini di Jawa menjadi semacam ritual tersendiri yang

dilaksanakan menjelang datangnya hari Jum’at. Maka setiap hari Kamis Sultan

keluar dari istananya berjalan kaki menuju Masjid Raya, diringi para pengawal,

dielu-elukan rakyat di kedua sisi jalan sambil tertunduk pasrah mengharap berkah

dari sang Raja. Raja tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa bersedekah

secara langsung kepada rakyatnya. Biasanya ia memberi uang tanpa ada ada satu

orangpun yang terlewat. Kebiasaan yang berlangsung setiap hari Kamis (dalam

bahasa jawanya Kemis), maka dari situ lahirlah sebutan orang yang

mengharapkan berkah Raja di hari Kemis dengan sebutan ngemis. Jadi kata

pengemis bukanlah kata yang mendapat sisipan em. Kata benda ini adalah unsur

serapan yang berdiri sendiri.

2.10 Fenomena Pengemis Di Indonesia

Mengemis sudah bukan lagi hal yang asing untuk kita. Sejauh mata kita

memandang, seolah tidak akan lepas dari pengemis. Setiap daerah memiliki

kebiasaan mengemis yang berbeda-beda. Begitu pula di Indonesia yang terdiri

dari kepulauan, tentunya kebiasaan mengemis antara satu kota dengan kota

lainnya akan berbeda. Peraturan yang mengatur tentang mengemis poun juga

berbeda di setiap daerah di Indonesia. Seperti di Jakarta dan Makassar yang

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 21: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxxii

dengan tegas memberlakukan larangan mengemis di muka umum dan memberi

uang kepada pengemis. Sedangkan di Daerah Istimewa Yogyakarta, gelandangan,

pengemis dan anak jalanan yang berkeliaran di Malioboro seringkali dibina oleh

pihak Dinas Sosial dan aktivis, akan tetapi hal tersebut tidak pernah menuntaskan

keberadaan pengemis yang berlalu lalang di Malioboro.

Jakarta, adalah sebuah daerah yang multikompleks permasalahannya.

Dengan permasalahan yang ada di Jakarta, maka diambil sikap untuk

meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakatnya. Urbanisasi yang berlebihan

terjadi di Jakarta menyebabkan munculnya para gelandangan, pengemis, dan juga

anak jalanan yang dapat kita lihat di berbagai media massa yang memberitakan

keadaan ibukota. Peraturan Daerah nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum

melarang beredarnya gelandangan dan pengemis di DKI Jakarta. Peraturan daerah

ini berisi kewajiban dan larangan yang dimaksudkan untuk meminimalisir jumlah

pendatang yang akan mengadu nasib di Jakarta. Dalam penerapan Peraturan

Daerah di Kota Jakarta, tidak terlepas dari pro dan kontra. Meski dalam

pemberlakuannya mengalami pro dan kontra, Peraturan Daerah tersebut tetap

diberlakukan.

Sedangkan di Kota Makassar, pihak Dinas Sosial Makassar dan

Pemerintah Makassar menindak tegas keberadaan pengemis dan pekerjaan

mengemis. Selain mengeluarkan Peraturan Daerah, pemerintah juga melakukan

sosialisasi tentang program keluarga harapan untuk masyarakat yang termasuk ke

dalam kategori miskin. Untuk mengurangi angka kemiskinan dan pekerjaan

mengemis, program tersebut sudah dilaksanakan sejak tahun 2007. Asri Repita

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 22: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxxiii

(2011,9) mengungkapkan bahwa tujuan dari program Keluarga Harapan yaitu

mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia

terutama pada kelompok masyarakat miskin. Dengan adanya program Keluarga

Harapan, diharapkan mampu untuk mengentaskan kemiskinan yang ada di Kota

Makassar. Melalui Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pembinaan

Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, dan Pengamen, Pemerintah Makassar

berharap mampu mengurangi jumlah anak-anak yang bekerja sebagai pengemis

dan pengamen di jalanan Kota Makassar.

Di Kota Samarinda, para pengemis baik tua maupun muda menjalankan

aktivitas mengemisnya di tempat-tempat yang ramai dengan pengunjung. Karena

di tempat-tempat tersebutlah, mereka akan memanfaatkan belas kasihan dari

orang lain untuk memberikan uang kepada mereka. Anak-anak yang menjadi

pengemis di Kota Samarinda, rata-rata tidak sekolah. Hal tersebut berarti bahwa

akan menyebabkan pendidikan di Kota Samarinda rendah. Kenyataannya jumlah

pengemis yang berada di Kota Samarinda semakin banyak (Sujiman, 2007:257).

Meskipun sudah dibangun rumah-rumah singgah untuk para gelandangan dan

pengemis, mereka enggan menempati dan ditambah pula dengan kondisi mental

orang tua yang buruk yang membiarkan anak-anaknya mengemis di jalanan

daripada menyuruh untuk sekolah. Di Kota Samarinda tidak ada Peraturan Daerah

yang mengatur keberadaan pengemis dan aturan untuk melarang masyarakat

memberi uang kepada para pengemis.

Di Kota Bandung, yang termasuk ke dalam kota besar di wilayah

Indonesia juga tak luput dari permasalahan gelandangan, pengemis, dan anak

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 23: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxxiv

jalanan. Jumlah anak jalanan di Kota Bandung cukup besar yakni 4.821 orang,

belum termasuk anak terlantar (6.643), lansia terlantar (2.575), dan gelandangan

pengemis (4.126) (Dinas Sosial kota Bandung, 2010). Angka-angka tersebut

menunjukkan bahwa kualitas hidup dan masa depan anak-anak tersebut sangat

memprihatinkan. Gelandangan dan pengemis yang berada di Bandung, biasanya

berada di Jalan Laswi, Jalan Ahmad Yani, Jalan Jakarta, dan jalan utama lainnya.

Anak jalanan dan para gepeng sangat memprihatinkan kondisinya, dari pakaian

hingga kesehatan. Tak jarang anak-anak jalanan di Kota Bandung pun sering

mengalami kekurangan gizi.

Di Gresik, keberadaan pengemis dapat dengan mudah ditemui di Komplek

Makam Sunan Giri. Pengemis-pengemis yang berada di sekitar makam wali

tersebut mengemis sejak pukul 08.00 hingga matahari terbenam. Aparat desa dan

pihak yang terkait seolah menutupi keberadaan para pengemis yang berasal dari

desa tersebut, yakni Desa Giri. Para pengemis yang berada di makam Sunan Giri

sudah menentukan lokasi-lokasinya untuk mendapatkan penghasilan. Bagi

mereka, tempat yang strategis akan mempengaruhi pendapatan, sehingga para

pengemis pun akan rela datang sepagi mungkin untuk mendapatkan lokasi yang

bagus. Para pengemis mengaku bahwa mengemis sudah menjadi kebudayaan dan

pekerjaan sehari-hari. Keadaan desa yang tidak berpotensi untuk dikembangkan

lebih maju mengakibatkan perhatian Pemerintah tidak berpusat ke wilayahnya,

sehingga masyarakat pun memilih untuk mengemis.3

2.11 Fenomena Pengemis Di Kediri 3 Hasil wawancara dengan Nn (nama samaran) yang sudah lansia dan lama mengemis di Makam Sunan Giri pada Minggu, 14 Oktober 2012.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 24: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxxv

Gambar II.9 Razia Pengemis Di Sekitar Pasar Pahing, Kediri

Pengemis yang sangat akrab dengan kehidupan kita sehari-hari selalu

muncul dalam penglihatan mata kita. Begitu juga dengan Kediri. Jumlah

pengemis yang semakin meningkat keberadaannya di Kediri, mengakibatkan

Satpol PP dan Dinas Sosial terkait merasa sangat kewalahan untuk menjaring para

pengemis. Pembinaan-pembinaan yang dilakukan seringkali tidak dihiraukan oleh

para pengemis yang terjaring ke dalam razia di Kediri. Mengemis bukanlah suatu

pilihan bagi banyak orang, melainkan sebuah keterpaksaan. Banyak orang dari

daerah datang ke kota besar akhirnya mengemis karena tidak mampu bersaing.

Kediri disinyalir

sebagai tempat untuk

menurunkan para pengemis

dari berbagai kota yang ada

di Jawa Timur. Seperti

Ngajuk, Madiun, Pacitan,

dan kota-kota lainnya.

Secara kasat mata, kita dapat

menemui pengemis-pengemis di jalanan perkotaan, pusat perbelanjaan seperti

Kediri Mall, perempatan jalan utama, bahkan juga di masjid-masjid. Banyaknya

pengemis tua maupun anak-anak mengakibatkan angka kriminalitas di Kediri

meningkat. Satuan Reskrim Polres Kediri Kota berhasil mengungkap praktek

dugaanpenculikan anak untuk dijadikan pengemis. Komplotan itu disinyalir sudah

menculik belasan anak dan saat ini tengah dalam pengejaran. Kasat Reskrim

Polres Kediri Kota AKP Didit Prihantoro membenarkan adanya kejahatan tersebut

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 25: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxxvi

di wilayahnya. Pihak kepolisian saat ini tengah dalam pendalaman hasil

penyelidikan, untuk selanjutnya melakukan penangkapan.

"Kami sudah laporkan dugaan ini sampai ke Mabes (Polri) dan minggu-minggu ini akan melakukan penangkapan," kata Didit saat ditemui detiksurabaya.com di Mapolres, Senin (1/11/2010).

Terungkapnya dugaan penculikan ini bermula pada dari kecurigaan

maraknya pengemis anak, yang sebagian di antaranya bahkan tidak menandakan

sebagai anak dari keluarga miskin. Dari serangkaian penyelidikan, sebuah

komplotan yang mengorganisir aktivitas penculikan dan menjadikan korbannya

sebagai pengemis berhasil diungkap.

“Mobil yang digunakan jenis station dan nomor kendaraannya sudah kami identifikasi. Biasanya mereka masuk Kota Kediri pada pukul 05.00 WIB dan pulang sore harinya," tutur Didit.

Dari aktifitas mengemis, anak-anak yang menjadi korban penculikan dan

dijadikan sebagai pengemis, hanya diperas dengan dipaksa menyerahkan hasil

dari uang kerjanya kepada komplotan penculiknya. Terkait asal muasal anak-anak

yang dijadikan pengemis, diakui diduga diculik dari sejumlah daerah di Jawa

Timur. Atas dasar tersebut Mapolres Kediri Kota telah melakukan koordinasi

dengan jajaran kepolisian lain di Jawa Timur, termasuk dengan Mapolda Jatim.

Pengemis menjadi sebuah profesi yang menghasilkan banyak keuntungan. Ada

yang sehari bisa mendapatkan uang kotor lebih dari Rp. 50.000,- bahkan

Rp.100.000,-. Memasuki bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri keberadaan

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 26: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxxvii

Gambar II.10 Razia Pengemis Di Alun-Alun Kediri

pengemis di Kediri juga meningkat dari hari-hari sebelumnya. Seperti yang

dikatakan oleh Djati Utomo, Kasi Trantib Satpol PP Kota Kediri (dalam Didik

Mashudi,2012,http://surabaya.tribunnews.com/m/index.php/2012/08/01/kota-

kediri-tempat-pembuangan-pengemis)

“Memang benar, gepeng yang banyak berkeliaran di Kota Kediri kiriman dari Tulungagung dan Nganjuk. Kami akan terus intensif melakukan razia siang dan sore hari,” tandas Djati Utomo, Kasi Ketentraman dan Ketertiban (Trantib) Satpol PP Kota Kediri usai melakukan razia, Rabu (1/8/2012).

Dari pernyataannya tersebut, dapat diketahui bahwa adanya kesengajaan

untuk mengemis secara bersama-sama di Kediri. Razia-razia yang dilakukan tidak

membuat jera para pengemis. Di Kediri, setelah para pengemis dirazia kemudian

dikumpulkan dalam barak Dinas

Sosial yang ada di Semampir dan

kemudian para pengemis diberikan

siraman-siraman kerohanian, serta

pembinaan mental para pengemis

agar tidak kembali mengemis di

jalanan dan mencari pekerjaan

lainnya. Para pengemis yang sudah

terjaring tidak dilepaskan begitu saja, akan tetapi tidak menutup kemungkinan

para pengemis, gelandangan dan anak jalanan tersebut kabur meninggalkan barak.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA

Page 27: 2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kediri - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/550/gdlhub-gdl-s1-2013-pradnyapas-27491-14.asal---.pdf · dan menjelaskan tentang kondisi

lxxxviii

Gambar II.11 Razia Gabungan Satpol PP dan Dinas

Sosial Kediri di Rumah Makan (Depan Ramayana Mall)

Kemajuan Kediri yang semakin pesat menjadi pendorong para pengemis

untuk datang dan mengemis di Kediri. Sementara itu, pemerintah Kediri tidak

menindaklanjuti keberadaan para pengemis dan gelandangan yang jumlahnya

semakin meningkat, selain hanya melakukan razia-razia. Peraturan Daerah yang

dikeluarkan oleh Pemerintah Kediri dalam rangka melarang pekerjaan mengemis

dan pemberi uang kepada pengemis pun higga sekarang ini tidak ada dan juga

tidak ada aturan-aturan (himbauan, iklan, pamflet, ataupun iklan untuk tidak

memberi kepada pengemis) yang diberlakukan oleh Pemerintah Kediri sehingga

mengakibatkan para pengemis sering berdatangan ke Kediri.

Gambar di samping

adalah razia yang digelar oleh

Satpol PP dan jajaran Dinas

Sosial Kediri. banyak

gelandangan, pengemis dan juga

anak jalanan yang terjaring

meronta-ronta dan menangis

tidak ingin ditangkap oleh pihak

terkait yang sedang menertibkan

para gelandangan, pengemis (gepeng), dan anak jalanan (anjal) yang

keberadaannya semakin meresahkan warga masyarakat Kediri. Para gepeng dan

anjal tersebut sering mengganggu kenyamanan masyarakat yang sedang

menggunakan fasilitas umum. Razia-razia gabungan seringkali diadakan di Kediri

dengan menyusuri jalanan utama di Kediri, akan tetapi hal tersebut tidak mampu

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi SOSIALISASI MENGEMIS ... DHITA AYU PRADNYAPASA