207372924 referat asthma

20
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Definisi Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. 1 I.2 Epidemiologi Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. 2 Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya melakukan penelitian di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuesioner modifikasi ATS yaitu Proyek Pneumobile Indonesia dan Respiratory symptoms questioner of Institute of Respiratory Medicine, New South Wales, dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak flow meter dan uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6%. 1 I.3 Faktor Risiko Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor-faktor risiko tersebut tertera pada tabel berikut dibawah ini: Tabel 1. Faktor Risiko pada Asma 1 Faktor Pejamu Predisposisi genetik Atopi Hiperresponsif jalan napas Jenis kelamin Ras / etnik Faktor Lingkungan Mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap Alergen di dalam dan di luar ruangan Polusi udara di dalam dan di luar ruangan Infeksi pernapasan Exercise dan hiperventilasi Perubahan cuaca

Upload: anthony-kasena

Post on 30-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 207372924 Referat Asthma

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Definisi

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel

dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang

menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan

batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan

obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau

tanpa pengobatan. 1

I.2 Epidemiologi

Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur

pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan.2

Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya melakukan penelitian di

lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuesioner modifikasi ATS

yaitu Proyek Pneumobile Indonesia dan Respiratory symptoms questioner of Institute of

Respiratory Medicine, New South Wales, dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE)

menggunakan alat peak flow meter dan uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia

13-70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan

rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6%.1

I.3 Faktor Risiko

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor)

dan faktor lingkungan. Faktor-faktor risiko tersebut tertera pada tabel berikut dibawah ini:

Tabel 1. Faktor Risiko pada Asma1

Faktor Pejamu

Predisposisi genetik

Atopi

Hiperresponsif jalan napas

Jenis kelamin

Ras / etnik

Faktor Lingkungan

Mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap

Alergen di dalam dan di luar ruangan

Polusi udara di dalam dan di luar ruangan

Infeksi pernapasan

Exercise dan hiperventilasi

Perubahan cuaca

Page 2: 207372924 Referat Asthma

2

Sulfur dioksida

Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan

Ekspresi emosi yang berlebihan

Asap rokok

Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray)

Faktor Lingkungan

Mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan predisposisi asma

Alergen di dalam ruangan

Mite domestik

Alergen binatang

Alergen kecoa

Jamur (fungi, molds, yeasts)

Alergen di luar ruangan

Tepung sari bunga

Jamur (fungi, molds, yeasts)

Bahan di lingkungan kerja

Asap rokok

Perokok aktif

Perokok pasif

Polusi udara

Polusi udara di luar ruangan

Polusi udara di dalam ruangan

Infeksi pernapasan

Hipotesis hygiene

Infeksi parasit

Status sosioekonomi

Besar keluarga

Diet dan obat

Obesiti

Page 3: 207372924 Referat Asthma

3

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Patogenesis

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan

terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor

lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi

saluran napas pada penderita asma.1

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen,

virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe

cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat. Alergen akan terikat pada IgE

yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut

mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator

seperti leukotrin, prostaglandin dan platelete activating factor (PAF) yang menyebabkan

kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi (Gambar 2.).1

Gambar 1. Patogenesis Asma5

Page 4: 207372924 Referat Asthma

4

Gambar 2. Jalan Napas pada Asthma

Page 5: 207372924 Referat Asthma

5

II.2 Klasifikasi

Tabel 2. Klasifikasi derajat berat Asma berdasarkan gambaran klinis1

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru

Intermiten Bulanan

Gejala <

1x/minggu

Tanpa gejala di

luar serangan

Serangan singkat

≤ 2 kali

sebulan

APE ≥ 80%

VEP1 ≥ 80%

nilai prediksi

APE ≥ 80%

nilai terbaik

Variabiliti

APE < 20%

Persisten Ringan Mingguan

Gejala >

1x/minggu, tetapi

< 1x/hari

Serangan dapat

mengganggu

aktivitas dan tidur

> 2 kali

sebulan

APE > 80%

VEP1 ≥ 80%

nilai prediksi

APE ≥ 80%

nilai terbaik

Variabiliti

APE 20-30%

Persisten Sedang Harian

Gejala setiap hari

Serangan

mengganggu

aktivitas dan tidur

Membutuhkan

bronkodilator

setiap hari

> 1x /

seminggu

APE 60-80%

VEP1 60-

80% nilai

prediksi APE

60-80% nilai

terbaik

Variabiliti

APE > 30%

Persisten Berat Kontinyu

Gejala terus

menerus

Sering kambuh

Aktivitas fisik

terbatas

Sering APE ≤ 60%

VEP1 ≤ 60%

nilai prediksi

APE ≤ 60-%

nilai terbaik

Variabiliti

APE > 30%

II.3 Manifestasi Klinis

Sesak cenderung pada malam hari

Usia muda

Riwayat alergi (+)

Napas berbunyi ‘ngik ngik’

Batuk meningkat pada kondisi tertentu (contoh: terpapar alergen)

Merasa berat di dada

Ada episode normal

Penurunan BB tidak signifikan3

Page 6: 207372924 Referat Asthma

6

II.4 Diagnosis

1) Anamnesis

Penegakan diagnosis asma dapat dilakukan berdasarkan anamnesa yang dilakukan

terhadap pasien mengenai riwayat penyakit asma serta gejala yang dialami oleh pasien. Hal-

hal mengenai riwayat penyakit atau gejala yang penting diketahui dalam menegakkan

diagnosis asma antara lain:

a) Gejala bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan

b) Gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak

c) Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari

d) Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu

e) Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit:

a) Riwayat keluarga

b) Riwayat alergi/atopi

c) Penyakit lain yang memberatkan

d) Perkembangan penyakit dan pengobatan1

Gambar 3. Gejala dan Tanda pada Asma3

Page 7: 207372924 Referat Asthma

7

2) Pemeriksaan Fisik

Inspeksi: Melihat bentuk dada, gerakan dinding dada saat bernapas, melihat apakah ada

kelainan atau tidak pada kulit dada, melihat apakah ada fraktur, benjolan, dan temuan

abnormal lainnya pada dada.

Palpasi: Melakukan palpasi umum dengan menggunakan kedua tangan, melakukan

fremitus taktil dan vokal.

Perkusi: Melakukan perkusi umum di seluruh lapang dada yang akan menghasilkan

suara sonor di seluruh lapang paru. Setelah melakukan perkusi umum, pemeriksaan

peranjakan paru-hepar dapat dilakukan untuk melihat batas antara paru kanan dan hepar.

Perkusi untuk menentukan batas paru-hepar dimulai dari linea mid clavicularis dextra

intercostal 2. Di ketuk sampai redup, lalu pasien diminta untuk menarik napas lalu

menahannya dan pemeriksa langsung mengetuk saat pasien menahan napas. Hasil yang

didapatkan, suara redup akan berubah menjadi sonor saat pasien menahan napas.

Normalnya batas paru-hepar terletak pada linea mid clavicularis dextra intercostal 6.

Auskultasi: Normalnya auskultasi pada orang sehat terdengan suara dasar vesikular di

seluruh lapang paru. Pada penderita asma, biasanya pemeriksan dapat mendengar

wheezing.

3) Pemeriksaan Penunjang

a) Spirometri

Spirometri merupakan suatu pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama

(VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa

melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan ini sangat bergantung kepada

kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan

kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari

2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai

rasio VEP1/KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.1

Pemeriksaan spirometri selain penting untuk menegakkan diagnosis, juga penting

untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.2

Page 8: 207372924 Referat Asthma

8

Gambar 4. Spirometri

b) Arus Puncak Ekspirasi (APE)

Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan

yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang

relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di

berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat

darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/dipahami baik oleh dokter maupun

penderita, sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk memantau

kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan

koperasi penderita dan instruksi yang jelas.

Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru

lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi.

Oleh karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai terbaik

sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak diketahui nilai terbaik

penderita yang bersangkutan.1

Cara pemeriksaan variabiliti APE harian

Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk

mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui 2 cara:

i. Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/perbedaan nilai APE

pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari sebelumnya

sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan malam

sebelumnya sesudah bronkodilator menunjukkan presentase rata-rata nilai

APE harian. Nilai > 20% dipertimbangkan sebagai asma.

Page 9: 207372924 Referat Asthma

9

ii. Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE pagi

sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan

persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari).1

Gambar 5. Peak Expiratory Flow meter (PEF meter)

c) Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan

gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus.

Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi

spesifitas rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten,

tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif

dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergi, berbagai gangguan dengan

penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik.1

d) Uji Kulit

Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukan adanya antibodi IgE spesifik dalam tubuh.

Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji alergen yang positif tidak selalu

merupakan penyebab asma, demikian pula sebaliknya.2

e) Foto Dada

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran

napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma

seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.2

f) Pemeriksaan Eosinofil Total

Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini

dapat membantu dalam membedakan asma dari bronkitis kronik. Pemeriksaan ini juga

dapat dipakai sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid

yang dibutuhkan pasien asma.2

Page 10: 207372924 Referat Asthma

10

II.5 Diagnosis Banding

Diagnosis banding asma antara lain:

1. Bronkitis kronik

2. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

3. Emfisema paru

4. Gagal jantung kiri akut

5. Emboli paru1,2

II.6 Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan

kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa ada kendala dalam melakukan

aktivitas sehari-hari.

Tujuan penatalaksanaan asma:

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

2. Mencegah eksaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru se-optimal mungkin

4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise

5. Menghindari efek samping obat

6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) irreversibel

7. Mencegah kematian karena asma.1

Page 11: 207372924 Referat Asthma

11

Gambar 6. Strategi untuk menghindari alergen dan polutan3

Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah

gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang menimbulkan

hiperresponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik. Sehingga penatalaksanaan

asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang dapat dilaksanakan, bermanfaat, aman,

dan terjangkau dari segi harga. Integrasi dari pendekatan tersebut dikenal dengan program

penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen:

1. Edukasi

2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

6. Kontrol secara teratur

7. Pola hidup sehat1

Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan

napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.

Page 12: 207372924 Referat Asthma

12

Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,

diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada

asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol:

I. Kortikosteroid inhalasi

Merupakan pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan-berat)

Efek samping steroid inhalasi adalah efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring,

disfonia, dan batuk karena iritasi saluran napas atas. Semua efek samping tersebut

dapat dicegah dengan penggunaan spacer, atau mencuci mulut dengan berkumur-

kumur dan membuang keluar setelah inhalasi.1

Penggunaan spacer dapat menurunkan bioavailabilitas sistemik dan mengurangi efek

samping sistemik untuk semua glukokortikosteroid inhalasi.1

Gambar 7. Dosis glukokortikosteroid inhalasi untuk dewasa dan anak > 5 tahun3

Page 13: 207372924 Referat Asthma

13

II. Kortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral.

Digunakan sebagai pengontrol pada keadaan asma persisten berat (setiap hari atau

selang sehari), tetapi penggunaannya terbatas mengingat risiko efek sistemik.

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan saat memberikan steroid oral:

1. Gunakan prednison, prednisolon, atau metilprednisolon karena mempunyai

efek mineralkortikoid minimal, waktu paruh pendek dan efek striae pada otot

minimal

2. Bentuk oral, bukan parenteral

3. Penggunaan selang sehari atau sekali sehari pagi hari

Efek samping sistemik penggunaan glukokortikosteroid oral parenteral jangka

panjang adalah osteoporosis, hipertensi, diabetes, supresi aksis adrenal pituitari hipotalamus,

katarak, glaukoma, obesitas, penipisan kulit, striae, dan kelemahan otot.

III. Kromolin (Sodium kromoglikat dan Nedokromil sodium)

Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan.

Dapat memperbaiki faal paru dan gejala, menurunkan hiperresponsif jalan

napas walau tidak se-efektif glukokortikosteroid inhalasi.

Efek samping umumnya minimal seperti batuk atau rasa obat tidak enak saat

melakukan inhalasi.

IV. Metilsantin (Teofilin/Aminofilin)

Teofilin juga digunakan sebagai bronkodilator tambahan pada serangan asma

berat. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan bersama/kombinasi

dengan agonis beta-2 kerja singkat.

V. Agonis beta-2 kerja lama (Formoterol/Salmoterol)

Mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosiliar,

menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan

mediator dari sel mast dan basofil.

Penambahan agonis beta-2 kerja lama inhalasi pada pengobatan harian dengan

glukokortikosteroid inhalasi, memperbaiki gejala, menurunkan kebutuhan

agonis beta-2 kerja singkat (pelega) dan menurunkan frekuensi serangan asma.

VI. Leukotrien modifiers

Merupakan obat anti-asma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.

Sebagai terapi tambahan, leukotrien modifiers tidak se-efektif agonis beta-2

kerja lama

Monitor fungsi hati dianjurkan apabila diberikan terapi zileuton.

Page 14: 207372924 Referat Asthma

14

Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan

atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa

berat di dada, dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan

hiperresponsif jalan napas.

Yang termasuk pelega adalah:

I. Agonis beta-2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan

prokaterol.

Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian inhalasi mempunyai

onset yang lebih cepat dan efek samping minimal/tidak ada.

Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai

pra-terapi pada exercise-induced asthma.

Diperlukan untuk mengatasi gejala

Kebutuhan yang meningkat atau bahkan setiap hari adalah pertanda

perburukan asma dan menunjukan perlunya terapi anti-inflamasi.

II. Kortikosteroid sistemik

III. Anti-kolinergik

Pemberiannya secara inhalasi

Onsetnya lama dan dibutuhkan 30-60 menit untuk mencapai efek maksimum

Tidak berpengaruh terhadap inflamasi

Disarankan menggunakan kombinasi inhalasi antikolinergik dan agonis beta-2

kerja singkat sebagai bronkodilator pada terapi awal serangan asma berat atau

pada serangan asma yang kurang respons dengan agonis beta-2 saja, sehingga

dicapai efek bronkodilatasi maksimal.

Tidak bermanfaat diberikan jangka panjang

IV. Aminofilin

V. Adrenalin

Dapat digunakan sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat,

bila tidak tersedia agonis beta-2, atau tidak respons dengan agonis beta-2 kerja

singkat.1

Tabel 3. Pengobatan Asma Sesuai Berat Asma1

Semua tahapan: ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila

dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat

Asma

Medikasi pengontrol

harian

Alternatif/Pilihan lain Alternatif lain

Asma

Intermite

n

Tidak perlu - -

Asma

Persisten

Glukokortikosteroid inhalasi

(200-400 mg BB/hari) Teofilin lepas lambat -

Page 15: 207372924 Referat Asthma

15

Ringan Kromolin

Leukotriene

modifiers

Asma

Persisten

Sedang

Kombinasi inhalasi

Glukokortikosteroid (400-

800 mg BB/hari) dan agonis

beta-2 kerja lama

Glukokortikosteroid

inhalasi (400-800

mg BB) ditambah

teofilin lepas lambat,

atau

Glukokortikosteroid

inhalasi (400-800

mg BB) ditambah

agonis beta-2 kerja

lama oral, atau

Glukokortikosteroid

inhalasi dosis tinggi

(<800 mg BB), atau

Glukokortikosteroid

inhalasi (400-800

mg BB) ditambah

leukotriene

modifiers

Ditambah

agonis

beta-2

kerja lama

oral, atau

Ditambah

teofilin

lepas

lambat

Asma

Persisten

Berat

Kombinasi inhalasi

Glukokortikosteroid (> 800

mg/BB) dan agonis beta-2

kerja lama, ditambah ≥ 1 di

bawah ini:

- Teofilin lepas lambat

- Leukotriene

modifiers

- Glukokortikosteroid

oral

Prednisolon/metilprednisolo

n oral selang sehari 10 mg

ditambah agonis beta-2

kerja lama oral, ditambah

teofilin lepas lambat

Semua tahapan: bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan,

kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan

kondisi asma tetap terkontrol.

Indikator asma tidak terkontrol

1. Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala asma

2. Kunjungan ke Instalasi Gawat Darurat, ke dokter karena serangan akut

3. Kebutuhan obat pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau exercise-

induced asthma)1.

Hubungan pasien-dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk terjadi kepatuhan dan

efektif penatalaksanaan asma. Sistem penanganan asma mandiri membantu penderita

memahami kondisi kronik dan bervariasinya keadaan penyakit asma. Penderita diperkenalkan

kepada 3 daerah (zona) yaitu merah, kuning, dan hijau. Zona-zona ini disebut sebagai pelangi

asma.

Page 16: 207372924 Referat Asthma

16

Tabel 4. Pelangi Asma

Pelangi Asma, monitoring keadaan asma secara mandiri

Hijau

Kondisi baik, asma terkontrol

Tidak ada/gejala minimal

APE: 80-100% nilai dugaan/terbaik

Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap

berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi

Kuning

Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut/eksaserbasi

Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi, dada

terasa berat baik saat aktivitas maupun istirahat) dan/ atau APE 60-80%

prediksi/ nilai terbaik

Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi

Merah

Berbahaya

Gejala asma terus menerus dan membatasi aktivitas sehari-hari

APE < 60% nilai dugaan/terbaik

Penderita membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang

disepakati dokter-penderita secara tertulis. Bila tetap tidak ada respons, segera

hubungi dokter atau ke rumah sakit.

Tabel 5. Klasifikasi berat serangan Asma Akut1

Gejala dan

Tanda

Berat Serangan Akut Keadaan

Mengancam

Jiwa

Ringan Sedang Berat

Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat

Posisi Dapat tidur

terlentang

Duduk Duduk

membungkuk

Cara

berbicara

Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata

Kesadaran Mungkin gelisah Gelisah Gelisah Mengantuk,

gelisah,

kesadaran

menurun

Frekuensi

napas

< 20/menit 20-30/menit >30 menit

Nadi < 100 100-120 >120 Bradikardia

Pulsus

Paradoksus

- 10mmHg +/- 10-

20mmHg

+ >25mmHg -

Otot bantu

napas dan

retraksi

suprasternal

- + + Kelelahan otot

Torakoabdominal

paradoksal

Mengi Akhir ekspirasi Akhir Inspirasi dan Silent chest

Page 17: 207372924 Referat Asthma

17

paksa ekspirasi ekspirasi

APE >80% 60-80% <60%

PaO2 >80mmHg 80-60mmHg <60mmHg

PaCO2 <45mmHg <45mmHg >45mmHg

SaO2 >95% 91-95% <90%

Page 18: 207372924 Referat Asthma

18

Gambar 8. Algoritme Penatalaksanaan Asma di Rumah Sakit1

Page 19: 207372924 Referat Asthma

19

Kontrol Teratur

Pola Hidup Sehat

Meningkatkan kebugaran fisik

Berhenti merokok

Self hygiene

II.7 Prognosis

Quo ad vitam : Dubia Ad Bonam

Quo ad functionam : Dubia Ad Bonam

Quo ad sanationam : Dubia Ad Bonam

Page 20: 207372924 Referat Asthma

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma

di Indonesia. PDPI. Jakarta, 2006.

2. Sundaru H, Sukamto. Asma Bronkial. Buku Ajar Penyakit Dalam. EGC. Jakarta:Jilid

I;404-414.

3. Global Initiative For Asthma (GINA). Pocket Guide For Asthma Management and

Prevention. Canada, 2012.

4. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J.

2008. Harrison's principles of internal medicine. 17th ed. McGraw Hill.

5. Asthma Pathophysiology. http://www.alvesco.com/en/About-Asthma/Asthma-

pathophysiology