20214020

18
PROPOSAL TESIS IDENTIFIKASI STRUKTUR RESISTIVITAS SESAR PALU KORO BERDASARKAN PEMODELAN MAGNETOTELLURIK 2 DIMENSI Oleh STEPHANIE TARUMINGKENG NIM : 20214020

Upload: stephanie-tarumingkeng

Post on 10-Apr-2016

20 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

proposal mt

TRANSCRIPT

PROPOSAL TESIS

IDENTIFIKASI STRUKTUR RESISTIVITAS SESAR PALU KORO BERDASARKAN PEMODELAN MAGNETOTELLURIK 2 DIMENSI

Oleh

STEPHANIE TARUMINGKENGNIM : 20214020

PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG2015

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang.................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................. 2

1.3 Tujuan Penelitian.............................................................. 2

BAB II LANDASAN TEORITIS............................................................. 3

2.1 Persamaan Gelombang Elektromagnetik (EM)................. 3

2.2 Metode Magnetotelurik 2D............................................... 6

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................. 8

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................ 8

3.2 Metode Penelitian.............................................................. 8

3.2.1 Akusisi Data.......................................................... 8

3.2.2 Pengolahan Data.................................................... 8

3.2.3 Pemodelan Magnetotelurik.................................... 9

3.2.4 Interpretasi dan Analisa......................................... 9

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terletak di wilayah zona subduksi antara

beberapa lempeng dunia, sehingga menyebabkan indonesia sangat rawan

terjadinya bencana alam seperti gempa bumi. Salah satu kawasan seismik aktif di

Indonesia yaitu di daerah Palu, Sulawesi Tengah. Tingginya tingkat aktivitas

kegempaan di kawasan ini tidak lepas dari lokasinya yang berada pada zona

benturan tiga lempeng tektonik utama dunia, yaitu Indo-Australia, Eurasia dan

Pasifik. Pertemuan ketiga lempeng ini bersifat konvergen dan ketiganya

bertumbukan secara relatif mengakibatkan Daerah Sulawesi Tengah dan

sekitarnya menjadi salah satu daerah yang memiliki tingkat kegempaan yang

cukup tinggi di Indonesia berkaitan dengan aktivitas sesar aktif yaitu sesar Palu

Koro. Oleh karena itu, penelitian tentang gempa bumi sangat diperlukan sehingga

dampak yang ditimbulkan dapat diminimalisasi.

Beberapa metoda penelitian berkaitan dengan gempa bumi sudah banyak dan

sedang dilakukan baik dari segi keilmuan geofisika maupun sosial. Metoda

geofisika yang sering dan terus berkembang dilakukan untuk mengkaji

kegempaan di Sulawesi tengah adalah metoda seismik dan metoda GPS. Kedua

metoda ini sangat berperan dalam mempelajari sumber gempa bumi dan

perubahan/deformasi struktur sebagai akibat dari peristiwa gempa bumi. Akan

tetapi kedua metoda itu belum bisa menjelaskan secara detail bagaimana

hubungan antara proses terjadinya gempa bumi dengan parameter fisis (misalnya

resistivitas, porositas dan permeabilitas) struktur bawah permukaan secara

menyeluruh. Salah satu metoda yang dapat digunakan untuk mendapatkan

parameter tersebut adalah metoda magnetotellurik.

Metoda magnetotellurik adalah metoda sounding elektromagnetik dengan

mengukur secara pasif komponen medan listrik dan medan magnet alam yang

berubah terhadap waktu. Sifat kelistrikan suatu medium dapat diperoleh dari nilai

impedansinya yaitu dengan membandingkan medan listrik dengan medan magnet

yang saling tegak lurus. Kurva sounding yang dihasilkan menggambarkan variasi

1

resistivitas listrik terhadap kedalaman. Metoda ini memiliki keunggulan

dibandingkan metoda lain dalam hal jangkauan kedalamannya yang mencapai

radius puluhan kilometer yang disebabkan oleh kebergantungannya terhadap

frekuensi yang digunakan. Selain itu, metoda ini juga relatif ramah lingkungan

karena memanfaatkan medan alami bumi. Metoda magnetotellurik ini dapat

memetakan daerah sesar aktif Lembang dengan mengolah sebaran resistivitasnya

(Lukman, 2012).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang

berjudul “Identifikasi Struktur Resistivitas Sesar Palu Koro Berdasarkan

Pemodelan Magnetotellurik 2 Dimensi”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat dajukan

penulis adalah:

1. Bagaimana memperoleh informasi bawah permukaan bumi dari

resistivitas sesar Palu Koro berdasarkan data magnetotellurik?

2. Bagaimana hubungan struktur sesar dengan sebaran nilai resistivitas yang

diperoleh berdasarkan data magnetotellurik?

3. Bagaimana menginterpretasikan data resistivitas terhadap kedalaman

melalui pemodelan 2 dimensi magnetotellurik?

3.1. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan penelitian ini adalah :

1. Memperoleh informasi bawah permukaan bumi dari resistivitas sesar Palu

Koro berdasarkan data magnetotellurik.

2. Menjelaskan hubungan struktur sesar dengan sebaran nilai resistivitas

yang diperoleh berdasarkan data magnetotellurik.

3. Menginterpretasikan data resistivitas terhadap kedalaman melalui

pemodelan 2 dimensi magnetotellurik.

2

BAB II

Landasan Teoritis

2.1. Persamaan Gelombang Elektromagnetik (EM)

Eksplorasi geofisika diaplikasikan untuk mendapatkan informasi tentang

kondisi di bawah permukaan bumi yang tidak tersedia dari observasi di atas

permukaan bumi. Karena resistifitas dari material bumi yang berbeda memiliki

yang bergantung kepada magnitudnya. Metode elektromagnetik (EM) biasanya

digunakan untuk memetakan keadaan resistivitas bawah permukaan bumi

(Nabighian,1998).

Semua fenomena elektromagnetik dapat dipecahkan dengan menggunakan

persamaan Maxwell (Nabighian,1998). Persamaan Maxwell dalam domain waktu

dapat dinyatakan dengan:

∇⃗⋅E⃗= ρε0 (2.1)

∇⃗×E⃗=−∂ B⃗∂ t (2.2)

∇⃗⋅B⃗=0(2.3)

∇⃗×B⃗=μ0 J⃗+ε0 μ0∂ E⃗∂ t (2.4)

Dimana, E⃗ adalah medan listrik (V/m), B⃗ adalah induksi magnetik (Tesla), ρ

adalah rapat muatan listrik (C/m3), danJ⃗ adalah rapat arus listrik (A/m3).

Hubungan antara variable – variable dalam fenomena elektromagnetik di atas

juga terangkum dalam hubungan konstitutif berikut (Telford,1990):

D⃗=ε E⃗ (2.5)

J⃗=σ E⃗ (2.6)

B⃗=μ H⃗ (2.7)

3

Denganε adalah permitivitas dielektrik, σ adalah konduktivitas listrik, danμ

adalah permeabilitas magnetik. Maka persamaan Maxwell di atas dapat

dinyatakan dalam bentuk:

∇⃗⋅D⃗=ρ (2.8)

∇⃗×E⃗=−μ ∂ H⃗∂ t (2.9)

∇⃗⋅B⃗=0 (2.10)

∇⃗×H⃗=∂ D⃗∂ t

+ J⃗(2.11)

Besaranε , σ , danμ ini biasa disebut juga sebagai parameter-parameter

kostitutif yang merupakan besaran instrinsik yang dapat mengkarakterisasi sifat

fisis medium dimana medan elektromagnetik berada. Berdasarkan nilai

parameter-parameter konstitutif tersebut, medium bumi dapat dikategorikan

menjadi 3 (Supriyadi, 2012), yaitu:

1. Medium linear/nonlinear, medium disebut linear jikaε , σ , danμ tidak bergantung pada medanE⃗ danH⃗ , dan sebaliknya disebut medium nonlinear.

2. Medium homogen/inhomogen, medium disebut homogeny jika nilai dariε , σ , danμ

bukan fungsi spasial, dan sebaliknya disebut medium

homogeny.3. Medium isotropik/anisotropic, medium disebut isotropic jika nilaiε , σ ,

danμ tidak bergantung kepada arah (scalar) dan sebaliknya medium

anisotropik. Jika ditinjau dalam domain frekuensi, medan listrik (E⃗ ) dan medan magnet (

H⃗ ) dapat dinyatakan sebagai berikut:

E⃗=E⃗0 e iωt(2.12)

H⃗=H⃗ 0 e iωt(2.13)

Jika disubstitusikan persamaan (2.9) dan (2.11) dapat dinyatakan dalam

bentuk persamaan Maxwell,

∇⃗×E=i μω { H⃗ ¿ (2.14)

4

∇⃗×H⃗ =( σ−i εω) E⃗ (2.15)

Persamaan (2.9) dan (2.11) merupakan dua buah persamaan yang saling

terkopel yang memiliki variable medan listrik dan medan magnet. Variabel-

variabel ini bias dipisahkan dengan menggunakan bantuan operasi operasi rotasi,

sehingga menghasilkan,

∇⃗×∇⃗×E+∇⃗×( μ ∂ H⃗∂ t

)=0(2.16)

∇⃗×∇⃗×H⃗−∇⃗×( ∂ D⃗∂ t

)=∇⃗× J⃗(2.17)

Dapat juga ditulis dengan menerapkan hubungan konstitutif, sehingga

menjadi,

∇⃗×∇⃗×E⃗+μ ∂∂ t

( ∇⃗×H⃗ )=0(2.18)

∇⃗×∇⃗×H⃗−ε ∂∂ t

( ∇⃗×E⃗ )=σ ( ∇⃗×E⃗ )(2.19)

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.9) dan (2.11) kedalam persamaan

(2.18 dan persamaan (2.19) di dapatkan persamaan,

∇⃗×∇⃗× E⃗+με ∂2

∂ t2E⃗+μσ ∂

∂ tE⃗=0

(2.20)

∇⃗×∇⃗×H⃗+με ∂2

∂ t2H⃗+μσ ∂

∂ tH⃗=0

(2.21)

Dengan menggunakan identitas vektor,

∇⃗×∇⃗× A⃗=∇⃗ ∇⃗⋅A⃗−∇⃗ 2 A⃗ (2.22)

Dan, untuk bumi yang diasumsikan sebagai medium homogeny memiliki

∇⃗× A⃗=0 dan∇⃗×H⃗ =0 , sehingga persamaan (2.21) dan (2.22) menjadi,

∇⃗2 E−με ∂2

∂ t 2E⃗−μσ ∂

∂ tE⃗=0

(2.23)

∇⃗2 H⃗−με ∂2

∂ t2H⃗−μσ ∂

∂ tH⃗ =0

(2.24)

Jika dituliskan dalam bentuk domain frekuensi menjadi,

5

∇⃗2 E⃗+(ω2 με+i ωμσ ) E⃗=0 (2.25)

∇⃗2 H+(ω2 με+i ωμσ )H =0 (2.26)

Jika,

k 2=(ω2 με+i ωμσ )

Maka dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan Helmhotz,

∇⃗2 E⃗+k2 E⃗=0 (2.27)

∇⃗2 H +k 2 H=0 (2.28)

Jikak 2=(ω2 με+i ωμσ )

,

Dimana k adalah bilangan kompleks, sehingga dapat dinyatakan dalam bentuk

lain,yaitu:

k=α−iβ(2.29)

Pada saat arus konduksi jauh lebih besar dari arus perpindahan (σ >> εω ),

k 2=i ωμσ(2.30)

Sehingga α dan β akan memiliki nilai yang sama, yaitu:

α = β=√ ωμσ

2(2.31)

Solusi persamaan gelombang yang bersifat difusif untuk persamaan (2.12)

dan (2.13) dapat menjadi,

E=E⃗0 e iαz e−iβz e−iωt(2.32)

H⃗=H⃗ 0e iαz e−iβz eiωt(2.33)

Maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa gelombang elektromagnetik yang

terinjeksi ke bawah permukaan bumi akan mengalami atenuasi. Ke dalaman yang

mampu ditempuh oleh gelombang elektromagnetik pada saat amplitudenya

6

menjadi e1 disebut dengan skin depth (δ) yang nilainya sama dengan

1β yang dapat

dinyatakan dalam bentuk,

δ=√ 2ωμσ

2.2. Metode Magnetotelurik 2D

Metoda magnetotellurik (MT) adalah salah satu bentuk metode geofisika

berupa teknik ekplorasi pasif yang bertujuan untuk menentukan nilai dari

resistivitas struktur bawah permukaan dengan memanfaatkan gelombang

elektromagnetik (Simpson, 2005). Teknik ini memafaatkan spektrum lebar dari

variasi geomagnetik yang terjadi secara alamiah sebagai sumber tenaga dari

induksi elektromagnetik di bumi. MT dan geoelektrik memiliki sedikit persamaan,

kedua teknik ini menggambarkan parameter fisis yang sama yaitu konduktifitas

listrik. MT lebih dekat dengan geomagnetic depth sounding (GDS) yang

dikembangkan pada abad 19 setelah keberadaan medan magnet ovariasional yang

meningkat dari induksi yang didemonstrasikan oleh Scuster (1889) dan

Lamb(1889) (Simpson, 2005).

Fenomena yang terjadi pada proses magnetotelurik ini adalah fenomena arus

telurik (telluric current). Arus telurik adalah arus yang dibangkitkan oleh adanya

interaksi antara plasma yang dipancarkan dari matahari dengan medan magnetic

bumi. Arus telurik digunakan sebagaisumber untuk mengiduksi material yang ada

di bawah permukaan bumi untuk memperoleh informasi mengenai struktur

konduktifitas bawah permukaan.

7

Gambar 2.1. Ilustrasi sumber EM

Gelombang EM ini akan menjalar sampai permukaan bumi dan sesuai dengan

pembawanya yaitu berfluktuasi terhadap waktu. Bila medan ini menembus bumi

maka akan terja diinteraksi antara medan EM dengan material bumi yang dapat

bersifat sebagai konduktor. Akibatnya interaksi ini akan menimbulkan fenomena

Biot-Savart. Arus induksi ini akan menginduksi kepermukaan bumi sehingga

terjadi arus eddy (arus telluric). Arus inilah yang akan menjadi sumber medan

listrik di permukaan bumi untuk metode MT ini. Metode ini memiliki jangkauan

pemetaan struktur bawah permukaan pada suatu ke dalaman yang bergantung

kepada frekuensi.

BAB III

Metodologi Penelitian

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.

Penelitian direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2015.

3.2. Metode Penelitian

3.2.1 Akusisi Data

Pengukuran magnetotellurik akan dilakukan di sesar aktif Palu Koro,

Sulawesi Tengah dengan titik-titik pengukuran berupa lintasan yang memotong

sesar tersebut. Peralatan yang akan digunakan adalah MTU-5 dengan 3 komponen

medan magnet ( Hx, Hy dan Hz) serta 2 komponen medan listrik (Ex dan Ey).

8

(sumber : Rahman, 2014)

Gambar 3.1. Konfigurasi pengukuran elektromagnetik (Magnetotellurik).

3.2.2. Pengolahan Data

Dalam akuisisi, terkadang terdapat data resistivitas semu yang dihasilkan

memiliki nilai yang berbeda dalam satu kedalaman yang sama, maka dari itu data

perlu dipilah dan dipilih (sorting) sehingga untuk setiap kedalaman hanya memliki

satu nilai resitivitas.

3.2.3. Pemodelan Magnetotellurik

Data magnetotellurik hasil pengukuran akan dimodelkan melalui

pemodelan inversi 2D magnetotellurik (MT) dan pemodelan kedepan 2D MT.

Pemodelan ini akan menggunakan bahasa pemograman Fortran.. Hasil pemodelan

2D MT ini berupa sebaran resistivitas dalam 2 dimensi.

3.2.4. Interpretasi dan Analisa

Interpretasi dan analisa hasil pemodelan magnetotellurik akan dilakukan

dengan melibatkan hasil penelitian di bidang geofisika lainya. Hal ini diharapkan

akan mendapatkan gambaran yang lebih detail tentang proses terjadinya gempa di

daerah Sesar Palu Koro, Sulawesi Tengah.

9

DAFTAR PUSTAKA

Lukman, F. J. (2012). Struktur Resistivitas Sesar Lembang Berdasarkan Pemodelan Magnetotellurik 1 Dimensi. ITB, Bandung.

Nabighian, M. N. (Ed.). (1998). Electromagnetic methods in applied geophysics: theory.

Rahman, N. H. (2014). Sebaran Resistivitas Daerah Sesar Sumatera Berdasarkan Hasil Pemodelan 1D Metoda Magnetotellurik. ITB, Bandung.

Simpson, F. dan Bahr, K., 2005, Practical Magnetotellurics, Cambridge University Press, Cambridge.

Supriyadi. (2012). Pemodelan Elemen Hingga Respon Magnetotellurik 2D Modus Transverse Magnetic (TM) dengan Memperhitungkan Efek Topografi. ITB, Bandung.

10

Telford, W. M., Geldart, L. P., & Sheriff, R. E. (1990). Applied Geophysics. Cambridge University Press.