2014-kajian-pkpn-kebijakan ppn pada industri galangan kapal nasional (triyono utomo)

Upload: fiskal

Post on 04-Oct-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

2014-Kajian-pkpn-Kebijakan PPN Pada Industri Galangan Kapal Nasional (Triyono Utomo)

TRANSCRIPT

  • KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA INDUSTRI GALANGAN KAPAL NASIONAL

    1. Pendahuluan

    Indonesia merupakan negara kepulauan yang mana dua pertiga wilayahnya berupa perairan atau lautan, dan terdiri atas lebih dari tujuh belas ribu pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Untuk itu bangsa Indonesia harus mampu memanfaatkan secara optimal seluruh potensi laut guna mewujudkan kemakmuran bagi segenap rakyat Indonesia.

    Salah satu syarat untuk mengoptimalkan seluruh potensi laut adalah pembangunan industri berbasis kelautan, yang meliputi setidaknya: (1) jasa transportasi laut; (2) jasa penyeberangan; (3) perikanan tangkap; (4) minyak dan gas lepas pantai; (5) sumber hayati laut; (6) pariwisata laut; dan (7) konversi energi. Secara keseluruhan pembangunan industri berbasis kelautan baik pengelolaan maupun operasionalnya membutuhkan fasilitas pendukung, utamanya adalah kapal-kapal dengan berbagai tipe tertentu yang mampu melayani kepentingan tersebut.

    Untuk memenuhi berbagai kebutuhan jenis kapal, selama ini Indonesia masih mengandalkan impor. Hal ini dikarenakan industri galangan kapal di Indonesia masih sulit berkembang dimana hanya bisa memproduksi 3 sampai 5 kapal per tahunnya. Padahal jumlah armada kapal di dalam negeri tercatat mencapai sekitar 11.547 unit di tahun 2012 dengan kondisi sekitar 50 persen sudah tua dan memiliki teknologi yang jauh tertinggal dengan usia rata-rata di atas 35 tahun. Kondisi tersebut selain menunjukkan bahwa industri galangan kapal Indonesia yang masih lemah, tetapi juga memperlihatkan potensi pertumbuhan industri perkapalan yang besar, mempertimbangkan masih besarnya kebutuhan kapal dalam negeri. Oleh karena itu, terdapat peluang bagi industri galangan kapal lokal bukan hanya untuk memproduksi kapal baru, tetapi juga untuk mereparasi kapal lama yang hampir memasuki usia tua.

    Sehubungan dengan besarnya potensi kebutuhan akan kapal dan masih lemahnya industri galangan kapal dalam negeri saat ini, maka dibutuhkan alternatif kebijakan Pemerintah untuk dapat memperkuat industri galangan kapal dalam negeri sehingga dapat maju dan berkembang sesuai dengan potensi yang ada. Ditambah lagi Kementerian

  • Perindustrian telah memiliki target industri galangan kapal nasional dapat mengembangkan pembangunan kapal berkapasitas 300.000 deadweight tonnage (DWT) di tahun 2025.

    2. Profil Industri Galangan Kapal Indonesia

    Kementerian Perindustrian, selaku regulator industri di Indonesia, telah membuat road map pengembangan industri perkapalan nasional hingga tahun 2025. Road map tersebut memperlihatkan bahwa fokus pengembangan industri perkapalan nasional adalah mengembangkan pembangunan kapal berkapasitas 300.000 DWT dengan tujuan untuk mengurangi impor kapal. Sementara itu, di tahun 2012 sasaran road map pengembangan industri kapal nasional yang telah dilakukan adalah industri kapal nasional mempunyai kemampuan membangun kapal barang, kapal penumpang, kapal tanker dengan kapasitas 50.000 DWT, serta dengan pemberdayaan National Shipbuilding and Engineering Center (NASDEC) kemampuan reparasi kapal telah mencapai 150.000 DWT.

    Selanjutnya, di tahun 2015 ditargetkan industri perkapalan nasional dapat membangun kapal dengan ukuran 85.000 DWT dan mampu mereparasi kapal sampai dengan 150.000 DWT, serta dapat meningkatkan kemampuan mendesain dan merekayasa kapal. Target lainnya yang tercantum dalam road map tersebut adalah industri perkapalan nasional akan mampu membangun kapal dengan kapasitas 200.000 DWT pada 2020 dan ukuran 300.000 DWT pada tahun 2025.

    Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, jumlah perusahaan yang bergerak di industri galangan kapal nasional mencapai 118 perusahaan di Tahun 2011, dengan jumlah tenaga kerja mencapai 15.064 orang dan total nilai output mencapai 790 miliar rupiah.

    Masalahnya industri galangan kapal lebih komplek dibandingkan dengan industri darat lainnya, hal ini dikarenakan menyangkut unsur keselamatan, baik terhadap orang, barang, kapal dan muatannya, serta lingkungan. Disamping itu kecenderungan dari industri maritim ini adalah termasuk investasi jangka panjang dan padat modal, namun lambat dalam pengembaliannya. Sehingga mengakibatkan banyak investor yang tidak tertarik untuk terjun ke dalam bisnis maritim ini. Padahal tingkat ketergantungan industri galangan kapal terhadap peran investor adalah sangat besar.

    Selain itu, industri galangan kapal dalam negeri ini juga terhambat dengan masih sedikitnya industri bahan baku dan komponen lokal sebagai pendukungnya. Akibatnya komponen, peralatan, maupun sistem yang terinstal pada suatu kapal (bangunan baru) masih banyak yang merupakan produk luar negeri (komponen impor). Hal ini menyebabkan harga

  • produk kapal lokal menjadi lebih mahal dibandingkan dengan kapal yang dibangun di luar negeri (kapal impor), terutama untuk kapal modern ataupun yang berukuran relatif besar. Di samping itu, sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi dibidang industri galangan kapal ini juga masih terbatas dibandingkan dengan industri-industri darat lainnya. Sisi lemah ini semakin diperparah oleh kurangnya dukungan terhadap aktivitas riset-riset yang terkait dengan pengembangan dunia industri perkapalan di Indonesia.

    3. Fasilitas Perpajakan Untuk mendukung pertumbuhan pelayaran nasional dan industri galangan kapal,

    Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa kebijakan insentif fiskal, yaitu: a. Insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), diantaranya:

    1) Pembebasan PPN atas barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik (PP Nomor 12 Tahun 2001 dan prubahannya); dan

    2) Pembebasan PPN atas impor dan penyerahan kapal dan suku cadangnya yang digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional (PP Nomor 38 Tahun 2003).

    b. Insentif Pajak Penghasilan (PPh), berdasarkan PP Nomor 52 Tahun 2011 yaitu: 1) Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari

    jumlah Penanaman Modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun;

    2) Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat; 3) Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak

    luar negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku; dan

    4) Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan ketentuan tertentu.

  • c. Insentif Bea Masuk, diantaranya: 1) Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas impor barang dan bahan untuk industri

    pembuatan dan/atau perbaikan kapal (PMK Nomor 57/PMK.011/2013); dan

  • 2) Pengenaan Bea Masuk sebesar 5% untuk beberapa jenis kapal untuk melindungi industri galangan kapal dalam negeri (PMK Nomor 213/PMK.011/2011).

    PP Nomor 38 Tahun 2003 tentang perubahan atas PP Nomor 146 Tahun 2000 tentang impor dan atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai menegaskan bahwa kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional termasuk Barang Kena Pajak yang atas impor atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN.

    Dalam sistem PPN, pembebasan dari pengenaan PPN tersebut membuat industri galangan kapal tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas komponen bahan baku pembuatan kapal mereka. Hal ini berimplikasi terhadap harga jual produk kapal mereka, dimana harga jual kapal mereka menjadi lebih tinggi. Di lain pihak, kapal yang diimpor langsung dari luar negeri tidak dikenai pajak impor yang mengakibatkan harga jual kapal impor lebih rendah dibandingkan kapal hasil produksi dalam negeri. Hal tersebut berdampak melemahkan daya saing kapal lokal dibandingkan dengan industri sejenis di luar negeri seperti Myanmar, Thailand, Korea Selatan, dan Tiongkok terutama terkait perbedaan harga jual produk kapal baru. Ditambah lagi, adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 75/M-DAG/ PER/12/2013 yang mengizinkan impor kapal bekas berumur maksimal 20 tahun juga telah mengakibatkan industri kapal dalam negeri tersaingi oleh kapal-kapal bekas eks impor tersebut, karena harganya jauh lebih rendah dibandingkan harga kapal lokal.

    Apabila skema pembebasan PPN atas penyerahan kapal oleh galangan kapal tetap dipertahankan, untuk membantu industri kapal dalam negeri agar lebih memiliki tingkat bersaing yang sama dengan produsen kapal asing adalah dengan memberikan pembebasan PPN atas faktor inputnya, sehingga galangan kapal terbantu secara cash flow karena tidak perlu mengalokasikan working capital untuk pembayaran PPN, dan dapat mengurangi biaya pembuatan kapal karena tidak perlu lagi membiayakan PPN atas faktor input. Tentu saja pemberian pembebasan PPN atas faktor input ini harus sangat selektif karena dapat berpotensi untuk merugikan pemasok industri kapal dalam negeri. Salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk memberikan fasilitas pembebasan atas faktor input adalah bahwa faktor input tersebut tidak mungkin dihasilkan oleh industri pendukung di dalam negeri, misalnya pembebasan PPN atas pembelian mesin yang dipasang di kapal.

  • Skema fasilitas PPN dalam UU PPN selain pembebasan PPN adalah PPN tidak dipungut. Dengan skema ini, Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan yang tidak dipungut PPN dapat mengkeditkan Pajak Masukan yang telah dibayar pada saat membeli faktor input sehingga Pajak Masukan tersebut tidak menambah biaya produksi dan tidak mengganggu daya saing industri domestik. Namun demikian pilihan fasilitas tersebut masih harus memperhatikan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

    a. Pemberian fasilitas PPN tidak dipungut lazimnya diberikan untuk kegiatan di kawasan atau industri tertentu yang berorientasi ekspor.

    b. Pemberian fasilitas PPN tidak dipungut akan mengakibatkan timbulnya kelebihan pembayaran PPN dan restitusi bagi industri galangan kapal, sedangkan proses pengabulan permohonan restitusi tersebut harus melalui pemeriksaan fiskus, dan apabila PKP tidak termasuk dalam Wajib Pajak Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran PPN tersebut memerlukan waktu yang cukup lama. Hal demikian akan mengganggu pula posisi working capital perusahaan.

    c. Menambah risiko bagi penerimaan negara dalam hal penggunaan Faktur Pajak fiktif tidak terdeteksi pada saat proses restitusi.

    4. Simpulan

    Terdapat banyak insentif perpajakan yang disediakan untuk industri galangan kapal, namun di sisi lain masih banyak faktor yang menjadi penghambat perkembangan industri galangan kapal nasional, antara lain:

    a. masih minimnya sumber daya manusia yang kompeten di bidang perkapalan; b. tidak tersedianya beberapa komponen kapal di pasar dalam negeri akibat pelaku

    industri komponen lebih terfokus pada produksi komponen kendaraan bermotor atau produk lain karena industri perkapalan belum dianggap prospektif dan mencapai skala ekonomis;

    c. persyaratan permodalan kerja yang ketat dan suku bunga yang tinggi; d. pemberian izin impor untuk kapal bekas; e. keterbatasan kemampuan industri untuk memproduksi kapal dengan kapasitas

    tertentu; dan f. fasilitas pembebasan PPN untuk penyerahan kapal.

  • Kebijakan PPN atas penyerahan kapal merupakan salah satu penyebab terganggunya daya saing kapal domestik, namun bukan merupakan penyebab satu-satunya. Alternatif kebijakan PPN yang dapat diberikan adalah:

    a. pemberian fasilitas PPN Tidak Dipungut untuk penyerahan kapal oleh galangan kapal, sehingga mereka tidak perlu lagi membebankan Pajak Masukan ke dalam harga jual produk kapal; atau

    b. pemberian pembebasan PPN untuk pembelian faktor input tertentu, misalnya pembelian bahan baku yang paling dominan secara harga,.

    Namun demikian pemberian fasilitas PPN tersebut perlu diselaraskan dengan perubahan kebijakan lain yang menjadi faktor penghambat perkembangan industri galangan kapal, sehingga fasilitas perpajakan yang diberikan dapat berjalan efektif dan tax expenditure yang dikeluarkan oleh pemerintah memiliki dampak ekonomi yang nyata.