20111205 untung tw lingkar praktik desa tangguh jogja jateng

13
1 PRAKTIK PENGEMBANGAN DESA TANGGUH DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN JAWA TENGAH OLEH PERKUMPULAN LINGKAR Oleh: Untung Tri Winarso (Anggota Perkumpulan Lingkar Yogyakarta) LATAR BELAKANG Komunitas sebagai pelaku utama dalam menggali informasi, menganalisis, menyimpulkan, merencanaan, melaksanaan, memantau dan mengevaluasi kegiatan untuk mengurangi kerentanannya sekaligus meningkatkan kemampuannya. Prakarsa atau inisiatif lokal dari masyarakat dipercaya efektif untuk mengurangi risiko bencana, sebab masyarakatlah yang memahami wilayah dan kebutuhannya serta mampu menggunakan kemampuannya bagi perubahan diri dan lingkungannya. Pengembangan Desa Tangguh dilaksanakan untuk mencapai komunitas yang mampu mengelola risiko dengan memaksimalkan sumber daya yang ada di komunitas tersebut. Komunitas yang tangguh diartikan sebagai komunitas yang dapat mengelola tekanan atau kekuatan yang menghancurkan (menyerap, mengurangi, menahan, mengalihkan, menghindar, adaptasi) dengan mempertahankan struktur dan fungsi aset penghidupan untuk memulihkan diri setelah bencana. Pendekatan pengurangan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK) merupakan kerangka kerja untuk mewujudkan komunitas yang mampu mengelola risiko bencana dengan memobilisasi sumber daya yang dimiliki dengan menekan keterlibatan pihak luar (external input), lebih dari itu diharapkan masyarakat dapat segera bangkit dari kondisi keterpurukan akibat/dampak bencana. Rangkaian kerja dalam PRBBK diantaranya pengkajian ancamankerentanankapasitasrisiko, pemaduan PRB di dalam perencanaan pembangunan, pembentukan forum PRB desa, perencanaan penanggulangan bencana, aksi PRB komunitas, serta adaya upaya pelembagaan pada sistem dan mekanisme yang telah mapan di masyarakat. Disadari bahwa masyarakat sebagai pihak pertama yang menghadapi ancaman sekaligus aktor utama dalam penanggulangan bencana, maka inisiatif masyarakat harus mendapatkan ruang sehingga penanggulangan bencana. Maka pelaksanaan program secara khusus bertujuan untuk melindungi masayarakat yang rentan terhadap bencana sekaligus melindungi aset-aset penghidupan mereka dari dampak yang merugikan akibat bencana dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, di sisi lain untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintah serta meningkatkan kerjasama lintas sektor. Pengembangan Desa Tangguh dilaksanakan di 4 Desa, yaitu Desa Pengkok Kecamatan Patuk dan Desa Sampang Kecamatan Gedangsari, keduanya di Kabupaten Gunungkidul Provinsi DIY; Desa Negarajati Kecamatan Cimanggu dan Desa Panulisan Barat Kecamatan Dayeuhluhur, keduanya di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah, Kejadian bencana gempa bumi di DIY dan Jawa Tengah khususnya di Desa Pengkok dan Sampang (2006), Panulisan Barat (2009) dan tanah longsor di Desa Negarajati (2009) serta banjir di Desa Panulisan Barat (2005) telah mengakibatkan kerugian jiwa maupun kerusakan harta benda, lahan penghidupan dan infrastruktur desa. Dari kejadian bencana di atas, komunitas diharapkan dapat mengambil hikmah pembelajaran dengan meningkatkan kapasitas dan mengorganisir diri agar lebih aman dengan upaya-upaya pengurangan risiko bencana. Pengembangan praktik-praktik PRB yang terpadu dengan pembangunan menjadi penting agar masyarakat lebih aman terhadap ancaman bencana, pada saat yang sama masyarakat dapat lebih cepat pulih dari kondisi keterpurukan ekonomi, sosial, infrasatruktur, dan lingkungan. Sebab sudah menjadi perhatian umum, bahwa pembangunan yang tidak memperhatikan risiko bencana dapat menambah kerentanan dan dapat menimbulkan

Upload: iwan-setiawan

Post on 05-Dec-2014

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tes

TRANSCRIPT

Page 1: 20111205 Untung TW LINGKAR Praktik Desa Tangguh Jogja Jateng

1

PRAKTIK PENGEMBANGAN DESA TANGGUH DI PROVINSI DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN JAWA TENGAH OLEH PERKUMPULAN

LINGKAR

Oleh: Untung Tri Winarso

(Anggota Perkumpulan Lingkar Yogyakarta)

LATAR BELAKANG

Komunitas sebagai pelaku utama dalam

menggali informasi, menganalisis,

menyimpulkan, merencanaan, melaksanaan,

memantau dan mengevaluasi kegiatan untuk

mengurangi kerentanannya sekaligus

meningkatkan kemampuannya. Prakarsa atau

inisiatif lokal dari masyarakat dipercaya efektif

untuk mengurangi risiko bencana, sebab

masyarakatlah yang memahami wilayah dan

kebutuhannya serta mampu menggunakan

kemampuannya bagi perubahan diri dan

lingkungannya. Pengembangan Desa Tangguh

dilaksanakan untuk mencapai komunitas yang

mampu mengelola risiko dengan

memaksimalkan sumber daya yang ada di

komunitas tersebut. Komunitas yang tangguh

diartikan sebagai komunitas yang dapat

mengelola tekanan atau kekuatan yang

menghancurkan (menyerap, mengurangi,

menahan, mengalihkan, menghindar, adaptasi)

dengan mempertahankan struktur dan fungsi

aset penghidupan untuk memulihkan diri

setelah bencana.

Pendekatan pengurangan risiko bencana

berbasis komunitas (PRBBK) merupakan

kerangka kerja untuk mewujudkan komunitas

yang mampu mengelola risiko bencana dengan

memobilisasi sumber daya yang dimiliki

dengan menekan keterlibatan pihak luar

(external input), lebih dari itu diharapkan

masyarakat dapat segera bangkit dari kondisi

keterpurukan akibat/dampak bencana.

Rangkaian kerja dalam PRBBK diantaranya

pengkajian ancaman—kerentanan—

kapasitas—risiko, pemaduan PRB di dalam

perencanaan pembangunan, pembentukan

forum PRB desa, perencanaan

penanggulangan bencana, aksi PRB komunitas,

serta adaya upaya pelembagaan pada sistem

dan mekanisme yang telah mapan di

masyarakat.

Disadari bahwa masyarakat sebagai pihak

pertama yang menghadapi ancaman sekaligus

aktor utama dalam penanggulangan bencana,

maka inisiatif masyarakat harus mendapatkan

ruang sehingga penanggulangan bencana.

Maka pelaksanaan program secara khusus

bertujuan untuk melindungi masayarakat yang

rentan terhadap bencana sekaligus melindungi

aset-aset penghidupan mereka dari dampak

yang merugikan akibat bencana dan memenuhi

kebutuhan dasar masyarakat, di sisi lain untuk

meningkatkan kapasitas kelembagaan

masyarakat dan pemerintah serta

meningkatkan kerjasama lintas sektor.

Pengembangan Desa Tangguh

dilaksanakan di 4 Desa, yaitu Desa Pengkok

Kecamatan Patuk dan Desa Sampang

Kecamatan Gedangsari, keduanya di

Kabupaten Gunungkidul Provinsi DIY; Desa

Negarajati Kecamatan Cimanggu dan Desa

Panulisan Barat Kecamatan Dayeuhluhur,

keduanya di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa

Tengah,

Kejadian bencana gempa bumi di DIY

dan Jawa Tengah khususnya di Desa Pengkok

dan Sampang (2006), Panulisan Barat (2009)

dan tanah longsor di Desa Negarajati (2009)

serta banjir di Desa Panulisan Barat (2005)

telah mengakibatkan kerugian jiwa maupun

kerusakan harta benda, lahan penghidupan dan

infrastruktur desa. Dari kejadian bencana di

atas, komunitas diharapkan dapat mengambil

hikmah pembelajaran dengan meningkatkan

kapasitas dan mengorganisir diri agar lebih

aman dengan upaya-upaya pengurangan risiko

bencana.

Pengembangan praktik-praktik PRB yang

terpadu dengan pembangunan menjadi penting

agar masyarakat lebih aman terhadap ancaman

bencana, pada saat yang sama masyarakat

dapat lebih cepat pulih dari kondisi

keterpurukan ekonomi, sosial, infrasatruktur,

dan lingkungan. Sebab sudah menjadi

perhatian umum, bahwa pembangunan yang

tidak memperhatikan risiko bencana dapat

menambah kerentanan dan dapat menimbulkan

Page 2: 20111205 Untung TW LINGKAR Praktik Desa Tangguh Jogja Jateng

2

bencana, bencana juga dapat meruntuhkan dan

merugikan hasil-hasil pembangunan. Pada

konteks yang berbeda alokasi pembangunan

yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat terkonsentrasi atau

terkurangi untuk memperbaiki infrasturktur

yang hilang atau rusak. Upaya-upaya PRB

tersebut diawali dari perubahan paradigma

penanggulangan bencana yang responsif-

reaktif menuju preventif-terencana yang

terpadu dalam perencanaan pembangunan

desa.

Akhirnya, pengelolaan risiko bencana

berbasis komunitas dengan dukungan multi-

pihak terutama pemerintah sebagai pemanggul

tugas (duty bearer) dapat menjamin

pembangunan yang berkelanjutan dan

komunitas yang tangguh, meskipun

kemampuan masyarakat dalam mengelola

risiko bencana tetap menjadi pondasi utama.

CITA-CITA DESA TANGGUH

Adalah hak setiap warga

negara/masyarakat untuk mendapatkan

jaminan negara atas perlindungan dan rasa

aman. Dalam konteks kebencanaan, upaya

penanggulangan bencana menjadi perwujudan

dan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam

memberikan kepastian perlindungan dan rasa

aman masyarakat. Ini sejalan dengan amanat

UU PB No 24 Tahun 2007. Meski demikian,

masyarakat juga wajib mengerahkan segala

sumber daya yang dimiliki yang didukung

dengan komitmen semua pihak yang

berkepentingan dalam penanggulangan

bencana. Pengerahan sumber daya tersebut

salahsatunya diwujudkan dalam sebuah

kelompok/organisasi (CBO) yang terlibat aktif

dalam kegiatan pengurangan risiko bencana

(PRB), dimana komunitas sebagai pelaku

utama dalam pengambilan keputusan dan

pengelolaan risiko bencana dengan melakukan

analisis, identifikasi, perencanaan,

pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi

kegiatan dalam setiap tahapan penanggulangan

bencana.

Mengutip dari dokumen UN-ISDR (UN-

ISDR, Geneva 2004), resilience merupakan

“Kapasitas sebuah sistem, komunitas atau

masyarakat, yang berpotensi terpapar bahaya,

untuk menyesuaikan diri terhadap ancaman,

memiliki mekanisme bertahan (coping

mechanism) dan mampu memulihkan diri

terhadap dampak bencana. Kapasitas tersebut

ditentukan oleh sejauh mana sistem sosial yang

ada mampu mendorong masyarakat untuk

mengorganisir diri sendiri dalam meningkatkan

kapasitas belajarnya dari bencana yang lalu

demi perlindungan yang lebih baik di masa

depan serta mampu meningkatkan tindakan-

tindakan peredaman risiko.”

Kemampuan komunitas yang mampu

mengelola risikonya menjadi tujuan dalam

PRBBK atau dalam pengertian lain komunitas

sebagai pelaku utama mewujudkan

ketahanan/ketangguhan terhadap bencana.

Definisi umum yang banyak dipakai untuk

menjelasakan „ketahanan atau ketangguhan‟

adalah komunitas yang memiliki kemampuan

untuk: mengantisipasi, mengurangi dan

menyerap tekanan atau kekuatan destruktif

yang potensial melalui adaptasi atau

perlawanan; mengelola atau mempertahankan

fungsi dasar dan struktur tertentu selama

terjadi bencana; memulihkan atau 'bangkit

kembali' atau ‘melenting balik’ setelah terjadi

bencana (John Twigg, 2009).

Maka dapat diambil satu kesimpulan

awal bahwa masyarakat yang tangguh atau

memiliki ketahanan pada saat sebelum, sesaat,

dan setelah bencana merupakan cita-cita

PRBBK atau Desa Tangguh. Inisiasi pihak luar

diposisikan mendorong komunitas akar rumput

memiliki kemampuan untuk mengelola risiko

di tingkat lokal dengan memaksimalkan

sumber daya internal dan meminimalkan

sumber daya eksternal.

PENDEKATAN DAN STRATEGI Pelaksanaan program Desa Tangguh Lingkar

ini menggunakan pendekatan Pengurangan

Risiko Bencana Berbasis Komunitas

(PRBBK). PRBBK merupakan suatu kerangka

kerja pengembangan komunitas yang

diselenggarakan oleh komunitas itu sendiri

dengan mengembangkan kemampuan untuk

mengenali dan mengelola ancaman,

mengurangi kerentanan, mengelola sumber-

sumber daya secara sistematis dan terpadu

dalam upaya pembangunan yang berkelanjutan

tanpa menciptakan ketergantungan untuk

menurunkan risiko bencana, sehingga

masyarakat menjadi lebih aman dan memiliki

ketahanan terhadap bencana.

Page 3: 20111205 Untung TW LINGKAR Praktik Desa Tangguh Jogja Jateng

3

Untuk memastikan keberhasilan

program, strategi yang digunakan antara

lain;

Pengarusutamaan Gender

Pengarusutamaan gender berarti

memasukkan “perspektif gender” dalam

seluruh siklus manajemen program,

meliputi proses; perencanaan, pelaksanaan,

pemantauan, serta evaluasi.

Pengarusutamaan gender menggunakan

perangkat-perangkat dan teknik-teknik

pengarusutaaman gender. Pada level

partisipasi, pengarusutamaan gender

dilaksanakan dengan memastikan

kebermaknaan “partisipasi” pada

kelompok-kelompok gender yang ada

melalui teknik-teknik moderasi, fasilitasi,

kuota, dan kelompok terpisah.

Peningkatan Kapasitas

Peningkatan kapasitas masyarakat bertujuan

mencapai pemberdayaan masyarakat.

Masyarakat yang berdaya adalah

masyarakat yang dapat terlibat aktif dalam

penyelenggaraan pemerintahan, merancang

dan menentukan program pembangunan

yang dinilai tepat berdasar kemampuannya

sendiri. Peningkatan kapasitas diterapkan

dalam bentuk pendidikan dan

pendampingan teknis dalam berbagai

tingkatan: individu, komunitas,

pemerintahan, dan kelembagaan/organisasi.

Pada tingkat individu dan komunitas,

strategi ini ditempuh melalui

penyebarluasan pengurangan risiko bencana

dalam bentuk kajian dan kampanye.

Pelatihan teknis penyelenggaraan

musrenbangdes, penyusunan peraturan-

peraturan desa, anggaran desa, serta

pengoperasian (teknologi) komputer

merupakan bentuk-bentuk peningkatan

kapasitas pada tingkat perangkat pemerintah

desa guna lebih mendorong munculnya

kebijakan-kebijakan desa yang

mengarusutamakan PRB. Pada level

kapasitas kelembagaan, strategi ini

dilaksanakan melalui proses-proses

fasilitasi pengelolaan organisasi,

perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang

partisipatif, serta perluasan hubungan kerja

dengan organisasi lain serta pemerintah

lokal.

Penghidupan Berkelanjutan

Livelihood atau penghidupan terdiri atas (1)

aktivitas-aktivitas pekerjaan (formal dan

informal) dan (2) aset-aset atau modal-

modal, yaitu (a) modal manusia, (b) modal

sosial, (c) modal alam, (d) modal uang,

serta (e) modal fisik. Livelihood merupakan

suatu cara untuk lebih memahami

bagaimana kaum miskin hidup dan bisa

mempertahankan kehidupannya.

Livelihoods menyoroti sistem penghidupan

suatu masyarakat dan merupakan strategi

adaptasi yang mereka gunakan. Strategi

adaptasi adalah penyesuaian jangka panjang

terhadap sistem penghidupan dan menjadi

titik masuk bagi strategi Sustainable

Livelihood. Supaya terus berkelanjutan,

sistem penghidupan semestinya menjaga

keberlanjutan aset dan modal, efisien secara

ekonomi, berdasarkan keadilan dan

kewajaran sosial, tunduk pada hukum

ekologi, serta tahan banting.

Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan merupakan

gagasan pembangunan untuk pemenuhan

kebutuhan masyarakat pada masa sekarang

yang dilakukan tanpa bertentangan dengan

kepentingan generasi mendatang guna

memenuhi kebutuhan mereka pada masa

depan, senada dengan definisi

pembangunan berkelanjutan versi WCED

yaitu pembangunan yang memenuhi

kebutuhan masa kini tanpa harus membatasi

potensi untuk memenuhi kebutuhan dari

generasi-generasi yang akan datang

(Bencana dan Lingkungan, UNDP:1995).

Dengan demikian, upaya-upaya PRB pada

masa kini hendaknya tidak menciptakan

bencana lain pada masa mendatang.

Pembangunan berkelanjutan

memperhitungkan 3 komponen pokok: (1)

lingkungan, (2) sosial, dan (3) ekonomi.

Tingkat keberlanjutan dari ketiga komponen

ini saling terkait satu sama lain. Beberapa

gagasan kunci dalam konsep pembangunan

berkelanjutan adalah:

(1) Pembangunan harus berwawasan

jangka sangat panjang,

(2) Pembangunan harus mempertahankan

keberadaan sumberdaya alam dan

fungsi lingkungan,

(3) Pembangunan harus ditujukan untuk

mencapai keseimbangan yang tepat

untuk memenuhi kebutuhan

Page 4: 20111205 Untung TW LINGKAR Praktik Desa Tangguh Jogja Jateng

4

peningkatan kualitas hidup dengan

pemanfaatan sumberdaya alam dan

kelestarian sumberdaya alam itu

sendiri, serta

(4) Penerapan pembangunan menuntut

adanya keadilan pada saat ini dan masa

depan.

Pengkajian Risiko Bencana secara

Partisipatif

Pengkajian sifat dan tingkat risiko bencana

dilaksanakan melalui proses partisipatif,

melibatkan seluruh unsur komunitas dan

semua sumber keahlian yang ada. Model

pengkajian ini meliputi: (1) persepsi

masyarakat atas risiko, (2) pemetaan

ancaman, kerentanan, dan kapasitas, (3)

identifikasi dan penilaian risiko, (4)

pemetaan potensi sumberdaya, (5)

mobilisasi sumberdaya, serta (6) analisis

dan pelaporan bersama ke komunitas.

Maka, komunitas itu sendiri diharapkan

mampu menentukan sifat dan tingkat risiko

masing-masing ancaman yang ada di

wilayahnya dan menghasilkan gambaran

menyeluruh dari semua ancaman dan risiko

utama yang dihadapi komunitas.

Integrasi PRB dalam Perencanaan

Pembangunan

Upaya-upaya pengurangan risiko bencana

berbasis komunitas diarahkan untuk

menjadi bagian yang terpadu dalam

perencanaan pembangunan (RPJMDes,

RKP, APBDes) dan kebijakan-kebijakan

sektoral. Demikian juga, setiap proses

pengelolaan pembangunan harus

memasukan unsur-unsur pengurangan risiko

bencana. Integrasi tersebut dilaksanakan

dalam proses-proses musrenbangdes,

penyusunan, dan pengesahan yang secara

aktif melibatkan seluruh anggota

masyarakat.

Keberlanjutan Program dan

Pelembagaan

Fasilitasi dan intervensi dilaksanakan

dengan jaminan bahwa hasil-hasil proyek

dapat berguna dan/atau dilanjutkan oleh

komunitas setelah program berakhir.

Strategi ini dijalankan dengan menerapkan

prinsip-prinsip partisipasi sedini mungkin

dalam perencanaan, pelaksanaan,

pemantauan, dan evaluasi, termasuk

memobilisasi sumberdaya komunitas, serta

mengintegrasikan kepentingan bagi

keberlanjutan program dalam implementasi

strategi pengembangan kapasitas.

Pelembagaan diharapkan tercapai pada

komunitas dengan upaya proyek untuk

menciptakan prakondisi seperti (1)

mendorong kebijakan yang kuat, baik

formal maupun informal, pada tingkat

pemerintahan lokal dan komunitas, (2)

mendorong tatakelola pemerintah lokal

yang baik, (3) mendorong upaya

membangun kemitraan dan jejaring, serta

(4) upaya-upaya untuk memasukkan PRB

menjadi bagian dari struktur yang biasanya

telah mapan di komunitas.

PROSES DAN PELAKSANAAN Riset Aksi Partisipatoris Kajian HVCA

Kegiatan ini berbentuk kajian-kajian

bersama masyarakat untuk mengenali dan

menganalisis ancaman, kerentanan,

kapasitas, identifikasi dan penilaian risiko

yang ada di komunitas yang menghasilkan

profil risiko komunitas, dilengkapi dengan

pembedaan risiko berdasarkan gender dan

pandangan perempuan atas kerentanan dan

risiko. Profil risiko kumunitas ini sebagai

dasar penyusunan perencanaan

pembangunan desa, Rencana

Penanggulangan Bencana (RPB), Rencana

Aksi Masyarakat (RAK), dan Rencana

Kontijensi. Lebih dari itu, dengan

mengenali risiko, komunitas dapat

melakukan upaya Pengurangan Risiko

Bencana dalam kehidupan sehari-hari

secara mandiri.

Kajian Manajemen Risiko dan kajian

Building Code

Kegiatan ini dilakukan untuk menganalisis

kerugian pada sektor penghidupan dengan

melakukan kajian proyeksi kerusakan dan

kerugian (damage and loses assesment).

Serial kajian dilengkapi dengan kajian

strategi adaptasi, agar masyarakat dapat

melindungi aset-aset penting dalam

penghidupan dan melakukan adaptasi dalam

mengadapi bencana dan perubahan iklim

sebagai strategi awal penghidupan

berkelanjutan.

Kajian persyaratan bangunan aman

(building code) bertujuan untuk

menganalisis jaminan bangunan terutama

fasilitas umum aman terhadap bencana oleh

Page 5: 20111205 Untung TW LINGKAR Praktik Desa Tangguh Jogja Jateng

5

masyarakat sendiri. Pelaksanaan kegiatan

dilakukan dengan metode pendekatan

partisipatif dimana pengetahuan warga

mengenai pembangunan gedung dan

bangunan pemukiman dipadukan dengan

peraturan dan standar-standar dari

pemerintah. Pelaksanaannya dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut;

mengidentifikasi ancaman dan akibatnya,

menggali pengetahuan warga mengenai

standar-standar yang umum dilakukan,

menyelaraskan dengan peraturan yang ada.

Hasil kajian ini berupa dokumen building

code yang berisi tentang gambaran profil

ancaman yang berpengaruh terhadap

bangunan gedung (rumah tinggal dan

fasilitas umum) dan sejarah bencana,

persyaratan umum mengenai; lokasi,

administratif, kemudahan akses, sosial

budaya, material dan kontruksi, air bersih

dan sanitasi, serta pelaksana pembangunan.

Dokumen building code menjadi dokumen

desa untuk rekomendasi dan atau acuan

desa dan warga masyarakat dalam

mendirikan bangunan yang aman.

Pengarusutamaan PRB dalam

Pembangunan Desa

Pengarusutamaan Pengurangan Risiko

Bencana dalam pembangunan adalah upaya

menjadikan PRB sebagai bagian yang tak

terpisahkan dalam perencanaan

pembangunan desa dan kebijakan-kebijakan

sektoral. Bagi desa yang belum menyusun

RPJMDesa dapat secara langsung

memasukkan program PRB yang beririsan

dengan bidang-bidang atau berdiri sendiri

sebagai bidang kebencanaan, sedangkan

bagi desa-desa yang sudah memiliki

RPJMDesa dapat melakukan revisi atau

perubahan.

Proses integrasi melalui tiga tahapan.

Pertama, tahap input, dimulai dari penilaian

masalah dan potensi desa menggunakan

perangkat penilaian desa secara

partisipatif/PRA (transek, sketsa desa,

kalender musim, diagram kelembagaan),

dalam tahap input ini masyarakat terlibat

dalam diskusi membahas potensi, masalah,

dan ancaman yang ada di desa yang

menghasilkan daftar masalah dan potensi

atau profil desa sebagai dasar penyusunan

kebijakan dan program, profil risiko

bencana desa menjadi pertimbangan untuk

mengintegrasikan PRB dalam perencanaan

pembangunan desa. Kedua, tahap proses,

dengan melakukan lokakarya desa dengan

pengelompokan masalah, pemeringkatan

masalah, pengkajian alternatif tindakan, dan

penyusunan program dan kegiatan

pembanguman desa yang

mengarusutamakan PRB dalam bidang-

bidang program yang selanjutnya dilakukan

musrenbangdes untuk mengkonfirmasi,

menggali input, dan memprioritaskan

program. Ketiga, tahap hasil, setelah

RPJMDesa direvisi berdasarkan saran dan

masukan masyarakat Pemerintah Desa dan

Badan Permusyawaratan Desa

mengesahkan RPJMDesa. Proses

penyusunan perencanaan pembangunan

desa berdasarkan mekanisme dalam

Permendagri No. 66 Tentang Perencanaan

Pembangunan Desa dan Peraturan Daerah

Kab. Cilacap No. 2 Tahun 2010 Tentang

Perencanaan Pembangunan Desa.

Perencanaan pembangunan desa yang

mengintegrasikan PRB didasari dengan

pendekatan perencanaan yang mengacu

pada UU No. 25 Tentang Sistem Perencaan

Pembangunan Nasional, yaitu: pendekatan

politik, teknokratik, partisipatif, dan atas

bawah (top down) dan bawah atas (bottom

up) dengan prinsip berkesinambungan,

holistik, mengandung sistem yang dapat

berkembang (a learning and adaptive

system), serta terbuka dan demokratis (a

pluralistic social setting).

Kegiatan ini juga disertai dengan

peningkatan kapasitas pemerintahan desa

guna mendorong terciptanya kebijakan-

kebijakan yang mengarusutamakan PRB

dengan memperbaharui profil dusun dan

desa, pelatihan penyusunan RPJM Desa

sesuai dengan Permendagri No. 66/2007

Tentang Perencanaan Pembangunan Desa,

pelatihan penyusunan Perdes, dan

Manajemen Pemerintahan Desa, serta

pendampingan penyusunan RPJM Desa.

Disamping hal diatas, untuk meningkatkan

partisipasi perempuan dalam pembangunan

dengan mengadakan pelatihan public

speaking.

Page 6: 20111205 Untung TW LINGKAR Praktik Desa Tangguh Jogja Jateng

6

Perencanaan Aksi PRB

Setelah risiko bencana telah dikaji dan

risiko prioritas telah ditetapkan sebagai

dasar perencanaan pengurangan risiko

bencana, komunitas menyusun perencanaan

penanggulangan bencana/PRB yang

didahului dengan rembug (musyawarah)

warga untuk memperoleh kesepakatan

(road map) guna mewujudkan desa yang

tangguh. Kesepakatan-kesepakatan tersbut

ditindaklanjuti dengan menyusun Rencana

Penanggulangan Bencana (RPB), Rencana

Aksi Komunitas (program pencegahan,

mitigasi, kesiapsiagaan), dan Rencana

Kontinjensi termasuk pembentukan Forum

PRB Desa yang beranggotakan perwakilan

multi-pihak untuk memastikan upaya PRB

secara lintas sektor dan kepentingan

bersama seluruh komponen masyarakat. Fasilitasi mendorong proses perencanaan,

pelaksanaan, dan monitoring serta evaluasi

aksi sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat

dengan mekanisme dari-oleh-untuk

masyarakat, yang sekaligus sebagai media

belajar dari dan antar masyarakat dalam

mengelola risiko.

Aksi Komunitas

Rencana aksi komunitas (RAK) PRB yang

telah disepakati diaplikasikan dalam aksi

komunitas pengurangan risiko bencana

dalam program pencegahan, mitigasi, dan

kesiapsiagaan oleh komunitas secara

partisipatif yang dimotori oleh Forum PRB

dengan harapan terjadi mobilisasi sumber

daya komunitas secara maksimal dengan

kontribusi dari berbagai pihak (pemerintah

kabupaten, institusi vertikal, pemerintah

desa, pihak swasta) sesuai tanggung jawab

dan tugas masing-masing untuk menuju

desa yang tangguh. Tindakan pengelolaan

risiko bencana tersebut diantaranya:

Peredaman ancaman/pencegahan Serangkaian kegiatan yang dilakukan

sebagai upaya untuk menghilangkan

dan/atau mengurangi ancaman

bencana. Diantaranya:

Pembuatan tanggul

Rehabilitasi lahan dengan

melakukan rehabilitasi lahan

(reboisasi, terasiring, dan

penanaman vegetasi penutup

lahan) terutama pada lahan-lahan

kritis untuk ancaman longsor dan

kekeringan

Fogging untuk ancaman Demam

Berdarah /

Rehabilitasi dilakukan pada kawasan

hutan produksi Perum. Perhutani RPH

Cimanggu BKPH Majenang yang

masuk dalam wilayah KPH Banyumas

Barat yang menjadi titik longsor

(2009) dan berpotensi longsor

kembali. Forum PRB Desa Negarajati

sedang mendesak Perhutani memenuhi

kewajibannya dalam pengelolaan

hutan untuk mengurangi risiko

bencana tanah longsor, diantaranya

dengan melakukan rehabilitasi lahan

dengan reboisasi dan terasiring,

mendesak perubahan status hutan

menjadi kawasan lindung terutama

pada lahan yang sangat berpotensi

longsor dan dekat dengan pemukiman,

serta keterlibatan dalam tindakan

kesiapsiagaan dengan menyediakan

alat peringatan dini dan keterlibatan

dalam sistem peringatan dini tanah

longsor.

Mitigasi

Serangkaian upaya untuk mengurangi

risiko bencana, baik melalui

pembangunan fisik maupun

penyadaran dan peningkatan

kemampuan menghadapi ancaman

bencana. Diantaranya yaitu:

Legalisasi Rencana

Penanggulangan Bencana (RPB)

dan Rencana Aksi Komunitas

(RAK) PRB dengan Peraturan

Desa

Perbaikan dan pembuatan sarana

air bersih, Penampungan Air

Hujan (PAH)

Pembuatan peta ancaman, peta

jalur evakuasi dan tanda evakuasi

Diseminasi pengetahuan tentang

bangunan yang aman-bencana

dalam keluarga

Pelatihan pertanian terpadu

organik

Pembangunan kebun bibit

komunitas

Pengembangan usaha produktif

rumah tangga

Page 7: 20111205 Untung TW LINGKAR Praktik Desa Tangguh Jogja Jateng

7

Peningkatan ketrampilan

pengolahan hasil-hasil pertanian;

budidaya dan pengolahan empon-

empon, umbi-umbian, sale pisang,

dll.

Kesiapsiagaan Program dan kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan untuk mengantisipasi

kemungkinan terjadinya bencana guna

menghindari jatuhnya korban jiwa,

kerugian harta benda dan gangguan

terhadap tata kehidupan masyarakat.

Diantaranya yaitu:

Adanya Radio komunitas (DeTa

FM) di Desa Pengkok

Pendirian posko pemantauan

ancaman banjir dan tanah longsor

Pengadaan alat peringatan dini;

ekstensometer

Adanya rencana kontijensi yang

telah diujicobakan

Pelaksanaan simulasi/gladi teknis

penanganan longsor dan banjir

Pelatihan SAR dan evakuasi dan

manajemen pengungsian

Pengadaan alat tanggap darurat;

tenda, HT, alat dapur umum,

generator set, peralatan P3K,

peralatan evakuasi.

Adanya dana siap pakai pada

keadaan darurat yang dikelola

melalui koperasi simpan pinjam.

Inisiasi Organisasi PRB Tingkat Desa

Tujuan dari pembentukan organisasi

masyarakat adalah untuk memungkinkan

masyarakat untuk menjadi lebih siap

menghadapi bencana yang akan datang dan

menjadi tangguh dalam jangka panjang.

Masyarakat setempat merupakan fokus

perhatian dalam pengelolaan risiko bencana

yang mengakui bahwa masyarakat lokal

mampu memulai dan mempertahankan

pembangunan mereka sendiri dan tanggung

jawab untuk perubahan dan nasib terletak

pada mereka yang hidup di wilayah

setempat. Sebab, masyarakatlah yang

memahami potensi dan risiko di wilayahnya

dan memiliki sumber daya untuk mengelola

risiko secara berkelanjutan.

Pengorganisasian komunitas merupakan

metode untuk memobilisasi sumber daya

agar organisasi memiliki rumusan visi,

tujuan, stuktur, tugas masing-masing

bagian, serta komitmen yang disepakati

oleh anggota. Selain itu, agar menjadi

organisasi yang kapabel untuk mengelola

risiko bencana, diperlukan peningkatan

kapasitas yang terencana minimal dengan

memberikan pelatihan tentang tema-tema

PRB (analisis risiko, kesiapsiagaan dan

respon, penghidupan berkelanjutan,

advokasi) dan manajemen organisasi

(kepemimpinan, perencanaan, negosiasi,

mobisisasi sumber daya, budgeting dan

manajemen keuangan, penulisan proposal

dan pelaporan, fasilitasi pertemuan dan

pelatihan, dokumentasi).

Keberadaan Organisasi sebagai perwujudan

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

risiko bencana sebagai upaya pelembagaan

PRB di masyarakat yang terorganisir,

terkoordinasi, dan sistematis sekaligus

menjadi mitra pemerintah desa terutama

dalam melakukan upaya-upaya

pengurangan risiko bencana pada fase pra

bencana/kondisi normal, sedangkan pada

fase saat dan setelah bencana (tanggap

darurat dan pemulihan) organisasi

komunitas menjadi mitra pemerintah desa

dalam perencanaan dan pelaksanaan

aktifitas tanggap darurat dan pemulihan

dengan semangat kerelawanan. Dengan kata

lain, organisasi komunitas sebagai leading

sector dalam memobilisasi sumber daya

komunitas untuk melakukan upaya

peredaman ancaman, penurunan

kerentanan, dan peningkatan kapasitas yang

pada gilirannya dapat mengurangi

intervensi pihak luar (eksternal input).

Setelah masyarakat mengidentifikasi dan

menganalisis risiko bencana di wilayah

mereka, tahapan selanjutnya adalah

merencanakan upaya-upaya peredaman

ancaman, penurunan kerentanan, dan

peningkatan kapasitas. Rembug desa

menyepakati adanya pembentukan wadah

beranggotakan multipihak untuk

memobilisasi sumber daya komunitas dalam

penanganan bencana. Kesepakatan ini

didasari pada belum adanya

organisasi/lembaga di desa yang

beranggotakan multipihak dalam urusan

PB/PRB. Wadah ini disebut Forum

Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) yang

bertugas untuk merencanakan,

Page 8: 20111205 Untung TW LINGKAR Praktik Desa Tangguh Jogja Jateng

8

melaksanakan, memantau dan

memonitoring kegiatan PB/PRB.

Pada tahap ini organisasi komunitas

berperan dalam (1) penyusunan Rencana

Penanggulanan Bencana (RPB) Desa, (2)

penusunan Rencana Aksi Komunitas (RAK)

PRB, (3) penyusunan Rencana Kontinjensi,

(4) membentuk tim aksi tiap kegiatan dan

memobilisasi sumber daya komunitas, (4)

mendorong proses integrasi PRB dalam

perencanaan pembangunan desa, (5)

pelaksanaan aksi PRB, (6) memonitoring

dan mengevaluasi pelaksanaan aksi.

Misalnya dalam penyusunan rencana

kontinjensi, Forum PRB mengundang para

pemangku kepentingan lintas sektor dalam

merumuskan tahapan, alokasi sumber daya

dan komitmen pada saat tanggap darurat

yang dilanjutkan dengan gladi posko dan uji

materi/simulasi. Pada saat uji materi para

relawan Forum terlibat aktif melakukan

peringatan dini, evakuasi, penyiapan barak

pengungsian, penyiapan pos kesehatan dan

dapur umum. Kemudian pasca simulasi

melakukan evaluasi bersama pemerintah

desa dan para pemangku kepentingan untuk

memperbaiki dokumen rencana kontinjensi

tersebut.

Salah satu aktivitas organisasi komunitas

yang masih aktif melakukan upaya PRB

adalah Forum PRB Desa Negarajati dengan

mengembangkan jejaring dan kemitraan

sekaligus advokasi hak-hak masyarakat

pada Perum Perhutani agar memenuhi

kewajibannya sebagai pengelolaan hutan,

upaya tersebut merupakan realisasi

perencanaan yang tertuang dalam Rencana

Penanggulangan Bencana (RPB) dan

Rencana Aksi Komunitas (RAK).

Walaupun masih ada beberapa kelemahan

yang ditemukan dari sisi manajerial

organisasi, manajemen komunikasi, dan

keaktifan anggota.

Forum PRB beranggotakan minimal

perwakilan dari:

a. Sosial-Fungsional : Pemerintah desa,

BPD, LPPMD, PKK, Karang Taruna,

LMDH (Lembaga Masyarakat Desa

Hutan), Tokoh Masyarakat, Tokoh

Agama

b. Territorial-khusus : Kepala Dusun, RT,

RW, Instansi Pemerintah/swasta

c. Profesi: Petani, Pengrajin, Pengusaha,

Peternak, PNS, TNI, POLRI, bidan

d. Marginal: Kelompok miskin,

Perempuan, difabel.

Organisasi yang kababel merupakan

organisasi yang dapat (1) memobilisasi

sumber daya dan aset komunitas yang dapat

mengurangi tingkat risiko dan dampak

bencana, (2) menyebarluaskan pengetahuan

dan ketrampilan, (3) mengembangkan

jejaring dan kemitraan, (4) melakukan

prakarsa-prakarsa peredaman ancaman,

pengurangan kerentanan, peningkatan

kapasitas secara berkelanjutan.

Kampanye

Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan

kesadaratahuan masyarakat dan sekolah

agar dapat terlibat dalam aksi komunitas,

terlebih sekolah merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari komunitas.

Kampanye PRB dilakukan melalui; (1)

pemutaran film dan disertai tanya jawab; (2)

Penyebaran informasi PRB pada kegiatan-

kegiatan formal/informal masyarakat

(pengajian, arisan, posyandu, pertemuan

RT/RW); dan (3) kampanye di sekolah

dengan permainan edukatif dan diskusi

untuk mengenali ancaman, kerentanan,

kapasitas, risiko, dan memahami

kesiapsiagaan bencana, serta workshop

pengintegrasian PRB kedalam pendidikan

sekolah.

Pelembagaan PRB

Untuk menjamin bahwa PRB dapat

terlembaga pada komunitas, upaya yang

dilakukan yaitu: (1) Peningkatan kapasitas

perangkat pemerintahan desa dan lembaga

desa tentang tata kelola dan kebijakan desa;

(2) Forum multi pihak yang tergabung

dalam Forum PRB Desa; (3) memastikan

masyarakat telah merebut dan menjalankan

perangkat-perangkat analisis (VCA, PRA,

dan musrenbangdes) dalam bentuk

lokakarya pengembangan perangkat dan

pendampingan ujicoba perangkat,

komunitas secara bersama-sama

diharapkan dapat mengembangkan alat

kajian untuk selanjutnya diaplikasikan guna

memperbaharui profil risiko, perencanan

penanggulangan bencana dan dokumen

perencanaan pembangunan desa secara

Page 9: 20111205 Untung TW LINGKAR Praktik Desa Tangguh Jogja Jateng

9

periodik yang pada gilirannya upaya

pegurangan risiko bencana dapat menjadi

bagian dalam sistem sosial masyarakat dan

perencanaan pembangunan desa.

Secara sederhana, kerangka kerja diatas

dapat digambarkan pada diagram alur di

bawah:

Diagram 1. Alur Pelaksanaan

HASIL-HASIL

1. Peningkatan pengetahuan dan

ketrampilan masyarakat untuk

mengenali risiko, merencanakan,

melaksanakan, dan memonitoring

upaya pengelolaan risiko bencana.

2. Peningkatan pengetahuan dan

keterampilan pemerintah desa dalam

perencanaan pembangunan dan tata

kelola pemerintahan yang akuntabel

dan partisipatif.

3. Terbentuknya Forum Pengurangan

Risiko Bencana yang terdiri dari

perwakilan kelompok sosial-fungsional,

sektoral, teritorial khusus, dan marginal,

serta Tim Aksi Komunitas.

4. Terdokumentasikannya blue print

perencanaan PRB dalam dokumen

Rencana Penanggulangan Bencana,

Rencana Aksi (PRB) Komunitas, serta

rencana kontinjensi yang telah

diujicobakan.

5. Adanya upaya pengurangan risiko

struktural melalui pembangunan PAH,

tanggul, penyediaan sarana

kesiapsiagaan berupa tenda, jerigen, HT

dan radio komunitas, rehabilitasi lahan

(terasiring lahan dan drainase),

pembuatan gorong-gorong, pos

pemantauan dan alat peringatan dini.

6. Adanya upaya pengurangan risiko non-

struktural diantaranya pelatihan SAR-

Evakuasi, pelatihan public speaking

untuk perempuan, pelatihan pertanian

organik, dana kesiapsiagaan, budidaya

dan pengolahan tanaman lokal, simulasi

penanganan bencana tanah longsor dan

banjir.

7. Masyarakat mampu

mendemonstrasikan penggunaan

perangkat analisis risiko dan perangkat

perencanaan pembangunan.

8. Terpadunya upaya PRB dalam

perencanaan pembangunan desa dan

kebijakan-kebijakan sektoral.

9. Mobilisasi sumber daya komunitas

untuk mengelola ancaman dengan

keswadayaan tenaga, waktu, alat-alat

dan bahan-bahan bangunan.

10. Terbukannya peluang kerjasama yang

lebih erat antara masyarakat dengan

pemerintah kabupaten, institusi

pemerintah vertikal dan swasta dalam

pengelolaan risiko bencana.

11. Meningkatnya kewaspadaan

masyarakat dalam mengenali tanda-

tanda dan peringatan ancaman.

12. Hubungan antar kelompok masyarakat,

kelompok dengan perangkat/ lembaga

desa mengalami peningkatan dengan

rasa saling percaya dan terbuka.

13. Tersedianya alolasi anggaran desa

(APBDES) untuk program dan

kegiatan PRB, termasuk operasional

Forum PRB.

14. Dokumentasi berupa film dokumenter

persepsi perempuan terhadap bencana.

Perempuan lebih sadar terhadap

posisinya dalam perencanaan

pembangunan dan penanggulangan

bencana. Kesadaran ini nampak pada

keterlibatan perempuan dalam setiap

kegiatan, suara perempuan lebih

diperhatikan, mengapresiasi kebutuhan

perempuan dalam kondisi darurat, dan

Page 10: 20111205 Untung TW LINGKAR Praktik Desa Tangguh Jogja Jateng

10

sadar bahwa perempuan harus

meningkatkan kapasitasnya karena

termasuk kaum rentan yang sangat

berisiko terhadap ancaman.

KENDALA YANG DIHADAPI

1. Otonomi desa belum dipahami dan

dipraktikkan dengan baik oleh pemerintah

desa mupun pemerintah kebupaten,

sehingga berdampak pada keberanian

desa mengatur pemerintahannya sendiri

termasuk dalam menerbitkan peraturan

desa dan kebijakan sektoral.

2. Komitmen multistakeholder untuk

melakukan aksi PRB berbenturan dengan

birokrasi dalam perencanaan program.

Maka diperlukan pengawalan secara

berkelanjutan.

3. Pemahaman bahwa PRB/PB merupakan

urusan wajib pemerintah belum

terlembaga dengan baik. Program PRB

belum menjadi kebijakan pemerintah

yang tertuang dalam RPJMD Kabupaten.

4. Paradigma penanggulangan bencana yang

berorientasi pada penanganan gawat

darurat masih tertanam kuat pada

masyarakat dan pemerintah. Tingkat

kehadiran/partisipasi masyarakat pada

kegiatan kajian, rembug, perencanaan,

kegiatan pencegahan dan mitigasi sangat

minimal. Namun pada kegiatan

gladi/simulasi tanggap darurat sangat

maksimal.

5. Kesulitan dalam menerjemahkan istilah-

istilah kebencanaan ke dalam bahasa yang

mudah dipahami oleh masyarakat.

6. Kurangnya optimalnya Pemerintah

Kecamatan dan Kabupaten dalam

meningkatkan kapasitas kelembagaan

desa.

PELUANG DAN TANTANGAN Peluang

1. Budaya gotong royong, keswadayaan,

toleransi masih berjalan baik sebagai

modal sosial untuk mengelola risiko.

2. Pengetahuan dan kebijakan masyarakat

tentang PRB yang belum tertulis sebagai

kapasitas masyarakat yang dapat

dilembagakan.

3. Adanya kebijakan Rencana

Penanggulangan Bencana Kabupaten

Gunungkidul.

4. Adanya program dan aktor lain (tagana,

sekolah lapang pertanian, kader

kesehatan/desa siaga) yang bisa bersama-

sama mendukung program.

Tantangan

1. Meningkatkan keterlibatan masyarakat

secara kolektif untuk merencanakan,

melaksanakan, dan memonitoring rencana

aksi komunitas, diperlukan sosialisasi

RPB dan RAK pada masyarakat desa

secara luas oleh pemerintah desa dan

Forum PRB.

2. Pemutakhiran data-data desa/profil desa

secara berkala dengan melakukan

pengkajian risiko, masalah, dan potensi

desa pada berakhirnya periode dokumen

perencanaan PB, RAK, RPJM Desa.

3. Keberlanjutan pengawalan realisasi

komitmen pelaksanaan RPB dan RAK

oleh para pemangku kepentingan. Upaya

yang dilakukan dengan mengintensifkan

komunikasi dengan pemangku

kepentingan.

4. Pelembagaan dan atau pemaduan PRB

pada kegiatan-kegiatan perencanaan

pembangunan wilayah setempat secara

berkelanjutan.

5. Penyusunan kebijakan Kabupaten tentang

RPB, RAK, Rencana Kontinjensi, dan

RPJMD yang telah mengintegrasikan dan

atau mengarusutamakan PRB.

6. Peningkatan Kapasitas UPTD/instansi di

tingkat kecamatan dan kabupaten dalam

hal kerangka kerja PRBBK agar program

Perempuan lebih sering berada di rumah

yang sangat berisiko ketika terjadi

bencana, perempuan juga harus

menyelamatkan anak. Maka, perempuan

juga harus terlatih dan terampil dalam

melakukan evakuasi bagi dirinya dan anak.

(Suciwati).

Bapak sudah mau melakukan pekerjaan

rumah, setelah kadang kami

mendiskusikan hasil-hasil pertemuan. Dan

saya akan terlibat aktif dalam Forum PRB,

karena sangat penting untuk membangun

masyarakat yang aman. (Siti Hanani)

Page 11: 20111205 Untung TW LINGKAR Praktik Desa Tangguh Jogja Jateng

11

dan kegiatan PRB terpadu dan

berkesinambungan.

PEMBELAJARAN 1. Rencana kontinjensi hendaknya terpadu

dengan kegiatan lain, diantaranya

pelatihan evakuasi dan PPGD, pembuatan

peta jalur evakuasi dan rambu evakuasi,

penyediaan alat-alat tanggap darurat.

2. Masyarakat yang pernah mengalami

kejadian bencana besar lebih terbuka dan

kooperatif terhadap program, ketimbang

masyarakat yang belum pernah

mengalami bencana, tantangannya adalah

merubah memori kolektif menjadi aksi

kolektif.

3. Untuk melakukan integrasi PRB pada

perencanaan pembangunan harus didasari

tata kelola pemerintahan yang baik dan

kapasitas perangkat pemerintahan desa

agar dapat melahirkan kebijakan-

kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan

masyarakat dan mengarusutamakan PRB.

Begitu pula dengan partisipasi komunitas,

partisipasi bermakna dari komunitas dapat

terpenuhi apabila komunitas telah

meningkat kapasitasnya.

4. PRBBK tidak berjalan efektif selama

otonomi desa belum dijalankan secara

holistik, baik dalam aturan, sistem,

birokrasi, dan pelaksanaan. Desa sebagai

entitas dan ujung tombak pemerintahan

masih terbelenggu dengan sistem dan

birokrasi pemerintah diatasnya, semisal

inisiatif desa menjalankan program PRB

terpaksa tercerabut karena belum adanya

kebijakan yang mengatur.

5. Tidak semua kearifan lokal masyarakat

dapat meningkatkan kapasitas masyarakat

dalam mengelola risiko, praktik kearifal

lokal yang ada lebih banyak menjadi

pendorong kerentanan semisal pandangan

mistik dan fatalistik.

6. Besarnya dana hibah program membuat

masyarakat tidak tahan terhadap proses,

sebaliknya ingin segera menerima

bantuan tersebut, sehingga adanya

bantuan yang besar dapat mematikan

inisiatif dan keswadayaan masyarakat,

maka diperlukan strategi

pengorganisasian yang tepat dan

pendampingan yang ekstra ketat dalam

pelaporan pembelanjaan agar tidak

disalahgunakan dan tidak menimbulkan

konflik. Sumber daya eksternal sebaiknya

tidak lebih besar dari sumber daya yang

biasa dikelola oleh komunitas/desa yang

akan membuat persepsi bahwa

pengelolaan risiko bencana harus

berbiaya besar. 7. Program PRBBK memberikan peluang

untuk memasukkan pengarusutamaan

gender dalam masyarakat pedesaan,

melalui pendekatan pengarusutamaan

gender dalam program. Hal ini menjadi

wajib, bahwa fakta menunjukkan bahwa

korban bencana kebanyakan adalah

perempuan dan anak-anak yang termasuk

dalam kategori kelompok rentan yang

perlu perhatian khusus dalam upaya

pengurangan risiko bencana. Pentingnya

pengarusutamaan gender dapat dilakukan

pada program dengan prinsip kehati-

hatian terhadap kemungkinan timbulnya

beban ganda pada perempuan yang

merupakan efek atau dampak dari

program.

8. Kesadaran warga akan pentingnya

membangun rumah yang aman sudah

menjadi bagian dari budaya baru warga.

Hal ini karena warga belajar dari dampak

kejadian bencana Gempa Bumi 2006

khususnya di Desa Pengkok dan

Sampang. Secara budaya dalam pemilihan

lokasi yang baik untuk mendirikan

bangunan gedung sudah ada dari jaman

dahulu dan masih digunakan sampai

sekarang.

POTENSI REPLIKASI Program ini bisa berjalan efektif

apabila masyarakat telah memiliki sistem

pengetahuan dan keahlian baru maupun dari

pengalaman mengalami kejadian bencana yang

didorong dengan potensi keswadayaan dalam

mengelola risikonya. Intervensi program Desa

Tangguh dengan membantu

mensistematisasikan pengetahuan dan keahlian

tersebut menjadi bangunan pengetahuan yang

tidak terpisahkan dalam sistem sosial, dari

memori kolektif menuju aksi kolektif. Pihak

ekternal hanya mendorong terciptanya

mobilisasi sumber daya komunitas untuk

mengelola risiko sesuai dengan elemen

perencanaan atau siklus penanganan bencana.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah

tentang gagasan dasar integrasi PRB dalam

perencanaan desa, usulan-usulan program dan

prioritas merupakan hasil dari prioritas risiko

Page 12: 20111205 Untung TW LINGKAR Praktik Desa Tangguh Jogja Jateng

12

dan ancaman juga potensi dan masalah

masing-masing wilayah, bukan hanya masalah

infrastruktur-fisik. Hal tersebut harus disertai

dengan peningkatan kapasitas pemerintah desa

secara teknis dan manajerial dalam

menjalankan pemerintahan, seperti

keterampilan validasi data, pelaksanaan

musrenbangdes, pembuatan peraturan desa dan

anggaran. Pertimbangan lain yang tidak kalah

penting adalah merangkul berbagai pihak

untuk dapat terlibat dalam pelaksanaan

program, terutama kelompok marginal yang

jarang diperhatikan oleh komunitas.

Pengorganisasian kelompok/Forum

PRB Desa dapat dilakukan dengan dua

metode. Pertama, dengan membentuk

organisasi baru berbentuk Forum PRB Desa

karena tidak ada organisasi yang melakukan

kegiatan PB/PRB dengan mewadahi

multistakeholder desa. Kedua, jika telah ada

organisasi untuk melakukan PB/PRB upaya

yang dilakukan cukup merevitalisasi organisasi

tersebut. Forum PRB di empat dibentuk

dengan metode pertama, yaitu membentuk

kelompok/organisasi baru untuk melakukan

PB/PRB.

Dalam program ini memberikan dana

hibah kepada desa/komunitas dimana

pemberian dana hibah ini menjadikan

gambaran program Desa Tangguh memerlukan

biaya yang besar. Biaya yang besar ini bisa

dikurangi dengan kegiatan dan pengelolaan

program yang menggunakan sumber daya yang

ada di desa/komunitas.

Anggaran dan pembelanjaan intervensi

program oleh pihak luar (mitra) di komunitas

selama pelaksanaan program PRBBK (Desa

Tangguh) tidak bisa diasumsikan sebagai

gambaran pembiayaan untuk program-program

serupa di tempat lain. Karena pada prinsipnya

pengerahan sumber daya dan kebutuhan untuk

mereplikasi program tersebut bisa dilakukan

secara mandiri oleh komunitas, sehingga bisa

dikatakan tidak membutuhkan biaya yang

besar/terlalu besar; misalnya kegiatan-kegiatan

kajian dan proses-proses penyusunan

dokumen-dokumen desa bisa menyesuaikan

dengan tingkat keswadayaan komunitas

setempat atau mengikuti program yang telah

ada di desa sebelumnya.

KESIMPULAN

Tujuan program ini adalah

“Masyarakat yang lebih aman dan berbudaya

keselamatan melalui praktik PRB berbasis

komunitas (PRBBK) dan mengintegrasikannya

ke dalam proses pembangunan wilayah

setempat”. Indikator keberhasilan tujuan

tersebut adalah adanya praktik dan

pelembagaan PRBBK oleh kelompok-

kelompok masyarakat yang telah dipadukan

dengan perencanaan pembangunan, dengan

demikian kapasitas masyarakat telah

meningkat dan secara tidak langsung telah

dapat menurunkan tingkat risiko bencana.

Program pengembangan Desa Tangguh ini

merupakan program peletakan pondasi bagi

kerangka kerja Pengurangan Bencana Berbasis

Komunitas (PRBBK) untuk menuju Desa

Tangguh.

Dalam program ini terlihat upaya

untuk menurunkan kerentanan seperti

menemukenali ancaman, kerentanan, kapasitas,

risiko, potensi dan masalah di masing-masing

desa. Upaya mandiri lainnya seperti adanya

upaya peredaman risiko dengan melakukan

rehabilitsi lahan. Sedangkan upaya

meningkatkan kapasitas dengan adanya

integrasi PRB dalam RPJMDes, adanya

roadmap Desa Tangguh, adanya dokumen

Rencana Penanggulangan Bencana (RPB),

dokumen Rencana Aksi Komunitas (RAK)

PRB, dan dokumen Rencana kontijensi di

masing-masing desa, penyediaan jalur

evakuasi, penyediaan sarana instalasi air untuk

kekeringan, pengadaan alat peringatan dini,

penyediaan alat-alat tanggap darurat,

penyediaan dana kesiapsiagaan, pembuatan

posko pemantauan ancaman, radio komunitas,

pengolahan sumber daya alam, dan adanya

Forum PRB Desa.

Berangkat dari keyakinan bahwa

pengurangan risiko bencana merupakan urusan

semua pihak, hal ini menjadi pendekatan untuk

melibatkan multi-pihak dalam program yang

diwujudkan dengan keterlibatan pada Forum

PRB secara sukarela. Dorongan lain yang

dilakukan dengan mengadakan audensi antara

Forum PRB dengan pihak-pihak yang

berkepentingan agar terjalin kerjasama dan

kolaborasi yang efektif dan menyukseskan

praktik-praktik PRB.

Upaya pelembagaan kerangka kerja

PRBBK oleh komunitas menggunakan metode

Page 13: 20111205 Untung TW LINGKAR Praktik Desa Tangguh Jogja Jateng

13

peningkatan kapasitas perangkat pemerintahan

desa dan lembaga desa tentang tata kelola dan

kebijakan desa perebutan serta alat/perangkat

kajian ancaman, kerentanan, kapasitas, risiko

dan perebutan alat/perangkat kajian desa

partisipatif (PRA) berikut proses dan

mekanisme perencanaan pembangunan.

Diharapkan komunitas dapat melakukan

kembali analisis risiko sebagai dasar

penyusunan dokumen RPB, RAK, dan

Rencana Kontinjensi, serta dapat melakukan

kajian masalah dan potensi sebagai dasar

perencanaan pembangunan yang memadukan

prakarsa PRB. Terlebih masyarakat dapat

menerapkan PRB dalam kehidupan rutin dan

menjadi sebuah sistem yang tidak terpisahkan

dengan sistem sosial yang telah mapan.

Karakteristik umum Desa Tangguh

adalah dengan praktik-praktik PRBBK yang

dipadukan pada pembangunan desa, hal

tersebut dijabarkan dengan:

1. Adanya proses menemukenali wilayah desa

(risiko, masalah, dan potensi) secara

partisipatif.

2. Komunitas adalah pelaku utama dalam

pengelolaan risiko bencana di wilayahnya.

Adanya proses perencanaan, pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi untuk mengelola

risiko dengan pendekatan dari-oleh-untuk

komunitas,

3. Adanya mobilisasi sumber daya komunitas

untuk mendukung praktik-praktik PRB,

seperti adanya Forum PRB, alokasi dana

desa, keswadayaan dalam bentuk tenaga,

waktu, dan materi.

4. Adanya pemaduan prakarsa PRB ke dalam

perencanaan pembangunan desa dan

kebijakan-kebijakan sektoral dengan pola

intervensi multidisiplin, lintas sektor, dan

lintas ancaman.

5. Adanya media saling berbagi pengetahuan

dari masyarakat pada pihak luar dan antar

masyarakat, maupun pihak luar pada

masyarkat.

Tentunya dalam waktu 1 tahun

pelaksanaan program di Desa Negarajati, Desa

Panulisan Barat, Desa Pengkok, dan Desa

Sampang tidak secara langsung menjadi Desa

Tangguh, secara umun program ini mencapai

peletakan dasar untuk menuju Desa yang

Tangguh telah dimulai dengan meningkatkan

kapasitas komunitas supaya dapat menurunkan

risiko, mengelola aset agar tetap berfungsi

selama terjadi bencana, dan mampu pulih

dengan baik setelah terjadi bencana.

DAFTAR BACAAN

[1] Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional.

[2] Undang Undang No. 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Daerah.

[3] Undang Undang No. 24 Tahun 2007

Tentang Penanggulangan Bencana.

[4] Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008

Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan

Bencana.

[5] Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 66

Tahun 2007 Tentang Perencanaan

Pembangunan Desa.

[6] Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 29

Tahun 2006 Tentang Pedoman

Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan

Peraturan Desa.

[7] Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap No.

24 Tahun 2008 Tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Kabupaten Cilacap 2008-2012.

[8] SC-DRR, Rancangan Panduan Desa

Tangguh, 2009.

[9] UN-ISDR, Living with Risk: A Global

Review of Disaster Rreduction Initiatives,

Geneva: 2004.

[10]Gustavo Wilches and Inter Works,

Bencana dan Lingkungan: Program

Pelatihan Manajemen Bencana (DMTP),

Edisi ke 2, UNDP 1995.

[11] Jhon Twigg, Characteristics of a

Disaster-Resilient Community: A

Guidance Note, Version 2, DFID, 2009.