2011-2-01128-ar ringkasan001
DESCRIPTION
mmTRANSCRIPT
7
CITY HOTEL DENGAN
PENDEKATAN EFISIENSI
PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK DI
KAWASAN GLODOK JAKARTA
DANIEL TIRTA Bina Nusantara University, Jakarta Barat, Indonesia, 11460
Abstrak
Desain City Hotel dengan pendekatan konsep penghematan penggunaan energi
listrik. Penerapannya melalui pengoptimalan penghawaan dan pencahayaan alami.
Dasar pemikiran berasal dari sistem penghawaan dan pencahayaan buatan dalam
bangunan dianggap sebagai pemborosan energi terbesar yaitu sekitar 60% dari total
energi yang digunakan dalam bangunan. Pengoptimalan penghawaan alami dengan
mengaliri udara dari luar untuk masuk ke dalam bangunan sehingga penggunaan energi
listrik untuk Air Conditioner berkurang. Penghawaan tersebut bertujuan untuk menjaga
temperatur dalam bangunan agar tetap rendah sehingga kenyamanan thermal
penghuninya tetap terjaga. Pencahayaan pada ruangan dapat menggunakan energi sinar
matahari agar penggunaan lampu listrik dapat diminimalkan. Perlu untuk
memperhatikan radiasi matahari yang masuk ke dalam ruangan karena radiasi tersebut
akan menyebabkan ruang menjadi panas sehingga dibutuhkan pelindung radiasi
matahari agar suhu di dalam ruangan tetap terjaga.
Kata kunci : arsitektur berkelanjutan, efisiensi energi listrik , hotel, penghawaan alami,
pencahayaan alami
8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hotel menjadi salah satu solusi tempat sementara seseorang/kelompok
untuk menginap selama mereka pelakukan keperluannya di daerah/kota tersebut.
Tidak heran di jaman sekarang ini dengan gampangnya kita dapat menjumpai
Hotel berbintang di kota-kota besar dengan segudang sarana dan fasilitas terbaik
untuk para tamunya. Potensi tapak yang berdekatan dengan salah satu pusat bisnis
di Jakarta memberikan dampak positif untuk menarik para pebisnis untuk
menggunakan akomodasi penginapan dan fasilitas di hotel ini.
Karakteristik pebisnis yang lebih banyak berada di luar lingkungan hotel,
menentukan kelas hotel tersebut. Dari sifatnya terlihat bahwa fasilitas-fasilitas
pendukung akan sangat sedikit terpakai oleh tamu hotel. Oleh karena itu,
penyediaan fasilitas pendukung diminimalkan dan disesuaikan dengan syarat
kelas hotel yang akan dipilih.
Bangunan Hotel dengan fasilitas dan sarana yang ada cenderung sangat
boros dalam penggunaan energi khususnya listrik. Penggunaan energi listrik
tersebut dibutuhkan oleh bangunan hotel untuk memenuhi kebutuhan fasilitas dan
sarananya. Meivirina Hanum dan Chairul Murod (2011) berpendapat bahwa
“Sistem penghawaan dan pencahayaan buatan ditengarai dan dianggap sebagai
sumber pemborosan energi terbesar dalam bangunan, yaitu sekitar 60% dari
energi yang digunakan dalam suatu bangunan”. Dari kutipan tersebut sudah
seharusnya dalam proses perancangan arsitektur perlu memperhatikan dan
meminimalisir penggunaan energi listrik khususnya pada penghawaan dan
pencahayaan buatan dalam desainnya, serta mencari potensi site sehingga
penghawaan dan pencahayaan alami dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Dalam perancangan City Hotel ini diharapkan mampu meminimalkan
penggunaan energi seefisien mungkin sehingga tidak terjadi pemakaian energi
yang besar khususnya listrik tetapi juga tidak mengganggu kenyamanan tamu dan
melupakan fungsi dasar dari Hotel itu sendiri.
9
1.2 Latar Belakang Pemilihan Topik dan Tema
Tidak dipungkiri, bahwa dalam setiap pembangunan memakan energi
yang cukup besar. Energi tersebut berupa energi yang dapat diperbaharui dan
tidak dapat diperbaharui. Menurut Priatman (2002), hampir 50% konsumsi energi
fosil dunia digunakan untuk kebutuhan energi bangunan. Dari kenyataan tersebut
maka sudah seharusnya diperlukan kesadaran untuk memeperhatikan
pembangunan yang sifatnya keberlanjutan yaitu salah satunya dengan cara
menghemat pemakaian energi listrik.
Prianto (2007) berpendapat bahwa, “Di era semakin maju dan serba
modern, kehadiran listrik sudah menjadi kebutuhan primer kehidupan manusia.
Segala kelengkapan kebutuhan hidup kini mengkonsumsi energi listrik, bahkan
untuk tempat berlindungpun (rumah/bangunan) dalam usaha menciptakan
kenyamanan. Seiring dengan terjadinya pemanasan bumi yang terjadi akhir-akhir
ini, maka tak ayal bila sebagian orang membutuhkan penghawaan buatan seperti
AC (Air Conditioner) untuk menjaga suhu ruangan tetap nyaman”.
Untuk bangunan yang berada di daerah tropis, salah satu kunci sukses
dalam konsep hemat energi adalah bangunan yang dapat beradaptasi dengan
kondisi iklimnya. Kondisi iklim tersebut mencakup temperatur udara, kelembaban
udara, pergerakan udara, dan curah hujan. Namun, yang menjadi permasalahan
utama adalah daerah tropis memiliki temperatur dan kelebaban udara yang tinggi
(temperatur maks 32 °C menurut buku Bangunan Tropis) dan pergerakkan udara
yang lambat. Hal ini terkadang menyebabkan aktifitas manusia di dalam
bangunan tersebut terganggu karena tidak adanya kenyaman thermal.
Temperatur udara yang tinggi diluar bangunan seringkali dijawab dengan
penggunaan Air Conditioner (AC) pada interior bangunan. Menurut Prianto
(2007), penghawaan buatan seperti AC akan memakai 40-50% dari total
kebutuhan listrik pada bangunan. Dari kenyataan tersebut, dalam proyek City
Hotel ini perlu adanya pemecahan masalah dalam bentuk desain dan program
ruang agar penghawaan alami dapat dimanfaatkan secara optimal dan udara dapat
mengalir secara baik sehingga dapat mengurangi pemakaian energi untuk
penghawaan buatan tersebut.
10
Pencahayaan pada ruangan dapat menggunakan energi sinar matahari
sehingga dapat menghemat penggunaan energi listrik untuk lampu-lampu disiang
hari. Mengacu pada teori D.K Ching (1999) yang berpendapat bahwa, “Sebuah
bukaan dapat diorientasikan untuk menerima cahaya matahari secara langsung.
Pengaruh-pengaruh yang mungkin sangat menentukan dari cahaya matahari
langsung seperti halnya dengan perasaan silau dan rasa panas yang amat sangat
dapat dikurangi dengan alat-alat pelindung yang dibuat menjadi bentuk bukaan
atau dibentuk dari pembayangan pohon-pohon di dekatnya atau struktur-struktur
disebelahnya”. Radiasi matahari yang masuk kedalam ruangan merupakan
penyebab utama ruang menjadi panas. Dari kenyataan tersebut diperlukan
penyelesaian masalah arsitektur agar pencahayaan alami dapat dilakukan secara
optimal tanpa membawa radiasi matahari.
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan utama yang ingin dicapai dalam desain City Hotel
dengan topik Efisiensi dalam penggunaan energi listrik ini adalah:
o Mendesain suatu bangunan yang memperhatikan aspek keberlanjutan serta
menghemat dalam penggunaan energi khususnya listrik yang bertujuan
untuk menekan biaya operasionalnya.
o Penghematan energi melalui pengoptimalan penghawaan dan pencahayaan
alami sehingga penggunaan energi listrik dalam hotel ini dapat
diminimalkan.
o Merancang bangunan yang dapat beradaptasi dengan kondisi iklim tropis
sehingga kenyamanan thermal manusia didalamnya dapat terjaga dengan
baik.
1.4 Lingkup Pembahasan
Lingkup pembahasan karya tulis ini mencakup pembahasan tentang
konsep desain berkelanjutan yang memfokuskan pada penghematan pemakaian
energi listrik. Pencapaiannya dengan cara memaksimalkan potensi site terhadap
penghawaan dan pencahayaan alami sehingga mengurangi penggunaan energi
listrik untuk pemakaian penghawaan dan pencahayaan buatan.
11
1.5 Sistematika Pembahasan
Karya tulis yang mengawali proses perencanaan dan perancangan City
Hotel di kawasan Glodok Jakarta ini disusun dalam beberapa bab dengan
sistematika pembahasan sebagai berikut :
• BAB 1 : PENDAHULUAN
Merancang bangunan hotel yang berkonsep hemat energi dalam
pemakaian listrik sebagai salah satu faktor aspek desain
berkelanjutan. Penerapannya melalui pengoptimalan
penghawaan dan pencahayaan alami dalam bangunan serta
merancang bangunan yang dapat beradaptasi dengan kondisi
iklim tropis guna mencapai kenyamanan thermal manusia yang
berada didalam bangunan hotel tersebut.
• BAB 2 : TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI
Pendekatan hotel sebagai sarana akomodasi penginapan dan
fasilitas-fasilitas pendukungnya serta studi banding proyek yang
menerapkan konsep serupa dengan topik yang diambil.
Pembahasan teori-teori pendukung tentang pemanfaatan
penghawaan dan pencahayaan alami sehingga mampu
menjawab permasalahan arsitektur dalam perancangan nantinya.
• BAB 3 : PERMASALAHAN
Mengungkapkan permasalahan arsitektur yang berpotensi
muncul ketika penerapan konsep penghawaan dan pencahayaan
alami pada bangunan. Permasalahan tersebut ditinjau dari aspek
manusia, lingkungan dan bangunan.
• BAB 4 : ANALISA
Menganalisa permasalahan arsitektur yang kemudian mencari
alternatif desain untuk menjawab pertanyaan tersebut sehingga
penghawaan dan pencahayaan alami dapat diterapkan secara
baik pada bangunan.
• BAB 5 : KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
12
Merancang City hotel dengan meninjau dari sisi makro dan
mikro. Menerapkan konsep penghawaan dan pencahayaan alami
pada bangunan sesuai dengan analisa yang sudah dilakukan
sehingga penerapannya baik secara fungsi, estetika dan struktur.
13
1.6 Kerangka Berpikir
Permasalahan • Hemat energi listrik
• Pencahayaan alami • Penghawaan alami
• Kenyamanan thermal
Analisa Menganalisa permasalahan arsitektur dan mencari jawaban dalam bentuk konsep sehingga penghawaan dan pencahayaan alami dapat diterapkan dalam bangunan.
Konsep Perancangan Kesimpulan dari tahap analisa dan penerapannya pada desain.
Skematik Desain Perancangan
Latar Belakang Merancang bangunan City Hotel yang berkonsep hemat dalam penggunaan energi listrik dengan pemanfaatan penghawaan dan pencahayaan alami pada bangunan.
Maksud dan Tujuan Menghadirkan bangunan hotel yang dapat beradaptasi dengan kondisi iklim tropis sehingga manusia yang ada dibangunan tersebut dapat terjaga kenyamanan thermalnya.
Landasan Teori Teori tersebut antara lain:
• Menghalau radiasi matahari • Distribusi cahaya ke dalam
ruangan • Mengalirkan udara • Orientasi bangunan
• Kenyamanan thermal
Gambar 1.6.1 Kerangka Berpikir
14
BAB II
TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI
II.1 Tinjauan Umum
II.1.1 Pendekatan City Hotel
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hotel memiliki arti
bangunan berkamar banyak yang disewakan sebagai tempat untuk
menginap dan tempat makan orang yang sedang dalam perjalanan;
bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap
orang untuk memperoleh pelayanan, penginapan, makan dan minum.
City Hotel memiliki pengertian sebagai sebuah Hotel yang
terletak di pusat kota atau biasanya berdekatan dengan area bisnis dan
sebagian besar tamunya yang menginap memiliki kegiatan berbisnis di
kota tersebut. Berfungsi menyediakan fasilitas, layanan dan kemudahan
akomodasi yang disesuaikan dengan karakter para pelaku bisnis. Dari
pengertian tersebut, City Hotel dapat juga dikatakan sebagai Hotel Bisnis
karena memiliki fungsi yang sama.
Mengutip dari buku Akomodasi Perhotelan (2008), berikut ini
adalah beberapa karakteristik Hotel bisnis :
15
• Memiliki fasilitas yang mendukung kegiatan bisnis seperti
Ballroom, ruang meeting, dan Banquet Hall
• Berada di pusat kota dan berdekatan dengan pusat bisnis dan
perbelanjaan
• Menyediakan area-area komersil lainnya yang bersifat public,
contoh café, tempat karaoke, dll
Dan berikut ini adalah karakteristik tamu hotel bisnis (pebisnis) :
• Bepergian seorang diri atau berkelompok
• Menginap dalam jangka waktu relatif singkat
• Ingin cepat menyelesaikan tugasnya, sehingga pertimbangan
terhadap pencapaian ke tempat tujuan harus sedekat mungkin
• Pertimbangan ekonomi dan fasilitas
• Tidak mementingkan rekreasi karena tujuan utamanya bekerja
Merujuk pada karakteristik target pasarnya yaitu para pebisnis
maka City Hotel ini dibangun dengan ketentuan dan persyaratan Hotel
bintang 3. Pertimbangan pemilihan hotel bintang 3 yaitu sebagai berikut :
• Target pasarnya yang merupakan seorang pebisnis atau pedagang
atau pemilik toko di glodok, plaza orion, mangga dua, yang
membutuhkan pertimbangan ekonomis untuk biaya menginap.
• Karakteristik pebisnis yang lebih banyak menghabiskan waktu
diluar menyebabkan fasilitas-fasilitas yang ada pada hotel jarang
terpakai sehingga membutuhkan pertimbangan dalam penyediaan
fasilitas.
Hotel bintang 3 memiliki persyaratan dan klasifikasi sebagai
berikut :
Fasilitas Keterangan
Kamar tidur o Minimum 20 kamar standar dengan luas 24
m²/ kamar.
o Minimum 2 kamar suite dengan luas 44 m²/
kamar.
16
o Tinggi minimum 2.6 m tiap lantai.
Dinning room Bila tidak berdampingan dengan lobby, maka
harus dilengkapi dengan kamar mandi/WC
sendiri.
Bar
Ruang Fungsional
Lobby o Mempunyai luas minimal 30 m².
o Dilengkapi dengan lounge.
o Toilet umum minimum 1 buah dengan
perlengkapannya.
o Lebar koridor minimum 1,6 m.
Drug store o Minimum terdapat drugstore, bank, money
changer, biro perjalanan, air line agent,
souvenir shop, perkantoran, butik dan salon.
o Tersedia poliklinik
o Tersedia paramedis
Sarana rekreasi
dan olahraga
Terdapat kolam renang dewasa yang terpisah
dengan kolam renang anak
Utilitas penunjang o Terdapat transportasi vertikal (lift).
o Dilengkapi dengan instalasi air panas/ dingin
pada kamar mandi kamar hotel.
o Dilengkapi dengan telepon lokal dan
interlokal.
o Dilengkapi sentral video/TV, radio, paging,
carcall.
Tabel II.1.1.1 Syarat minimal Hotel bintang 3
Sumber : Akomodasi Perhotelan (2008)
II.1.2 Studi Literature
II.1.2.1 Grand Tropic Suites’ Hotel
Grand Tropic Suites hotel merupakan hotel bisnis bintang
3 yang berada di daerah Jakarta Barat. Letaknya cukup strategis
17
karena terletak didekat pusat perbelanjaan Taman anggrek,
Central Park, Mall Ciputra, dan daerah komersil tanjung duren.
Fasade bangunan ini sangat mencerminkan arsitektur tropis
dikarenakan ada atap miring dibagian atas bangunan ini serta
beberapa overstak yang dimanfaatkan sebagai tempat menanam
pohon.
Foto II.1.2.1.1 Grand Tropic Suites’ Hotel
Terdapat 6 jenis kamar yang ada di Grand tropic Suites
Hotel ini. Diantaranya adalah business suite, Deluxe Suite,
Executive Suite, Family Suite, Junior Penthouse, Royal Suite,
dan Penthouse. Masing-masing kamar terdapat dapur, TV,
kamar mandi, dan living room.
Tabel II.1.2.1.1 Jenis kamar di Grand Tropic Hotel
Fasilitas :
� R
uang meeting
� S
pa & massage
18
� S
wimming pool
� H
ealth Club
� 2
Tennis Court
� L
aundry
� L
ounge
� R
etail
� R
estaurant
Seperti pada hotel bintang 3 umumnya, fasilitas-fasilitas
yang ada di hotel ini berada dilantai dasar. Pada saat survey ini
dilakukan, hotel dalam suasana sepi. Hanya beberapa orang
yang terlihat sedang melakukan aktivitasnya/keluar masuk hotel.
Fasilitas-fasilitas yang ada seperti kolam renang, tennis court,
lounge, retail, health club juga terlihat sepi pengguna.
Foto II.1.2.1.2 Lounge dan kolam renang
Massa bangunan terbagi menjadi 2 tower yang berfungsi
sebagai hotel dan apartemen. Penghawaan alami pada hotel ini
sangat terasa pada area lobby outdoor dimana angin mengalir
sangat kencang diantara 2 tower tersebut.
19
Gambar II.1.2.1.3 Gambaran penghawaan alami pada Grand Tropic Hotel
Untuk menurunkan temperatur udara di area tapak,
Grand tropic hotel meletakkan beberapa jenis pohon dan
tanaman. Secara mayoritas jenis vegetasi tersebut berjenis
pohon kelapa dan palem. Jenis pepohonan disesuaikan dengan
konsep hotel yang bertema pantai tropis.
Gambar II.1.2.1.4 Vegetasi disekitar area Grand Tropic Hotel
Peletakkan vegetasi tersebut cukup berhasil membuat
angin mengalir cukup kencang. Radiasi matahari pada siang hari
juga dapat dikurangi sehingga area tapak tidak mendapatkan
panas yang menyengat. Vegetasi pada hotel ini juga diletakkan
pada lantai-lantai atas berdekatan dengan kamar hotel. Hal
tersebut dilakukan untuk menurunkan suhu pada lantai atas.
II.1.2.2 Hotel Ibis Slipi
Hotel Ibis merupakan Hotel bintang 3 yang tersebar
diseluruh dunia, salah satunya di Indonesia.
20
Foto II.1.2.2.1 Hotel Ibis Slipi, Jakarta Barat
Berikut ini adalah data proyek bangunan tersebut :
Lokasi : Jl. Letnan Jend. S. Parman Kav 59, Slipi,
Jakarta Barat
Fungsi : Hotel Bisnis
Jumlah kamar : 338 kamar
Jumlah Lantai : 17 Lantai
Terdapat 2 jenis kamar yang ada di Ibis Hotel ini, antara lain:
� Standard 1 queen bed
1 queen bed, TV, Meja kerja, mesin pembuat teh/kopi,
kamar mandi.
� Standard 2 single bed
2 single bed, TV, Meja kerja, mesin pembuat teh/kopi,
kamar mandi.
Kamar-kamar tersebut terletak di lantai 3-17 dari bangunan ini.
21
Foto II.1.2.2.2 2 single bed dan 1 queen bed
Fasilitas :
� L
ounge
� C
offee Shop
� S
wimming pool
� R
estaurant
� B
ar
� F
itness area
� B
anquet +
Meeting Room
� P
arkir 300 mobil
22
Lantai 1 dan 2 digunakan sebagai public space. Yang
terdapat dilantai tersebut adalah lobby, restaurant dengan view
menuju kolam renang, coffee shop, bar, dan fitness area.
Sedangkan dilantai 2 terletak 2 meeting room dan 1 banquet.
Foto II.1.2.2.3 Lounge, Restaurant, Swimming pool di Hotel Ibis
Pencahayaan koridor kamar hotel di hotel Ibis
sebagian memakai pencahayaan buatan dan sebagian lagi
memakai pencahayaan alami. Sayangnya ada beberapa sudut
koridor yang sama sekali tidak mendapatkan sinar matahari
sehingga membutuhkan pencahayaan buatan. Dari hasil studi
banding tersebut membuktikan bahwa pencahayaan alami
ternyata dapat diterapkan pada koridor kamar hotel dan
membutuhkan banyak bukaan-bukaan sehingga sinar matahari
cukup masuk kedalamnya.
Suasana hotel terlihat sepi, hanya ada beberapa orang
yang sedang melakukan aktivitasnya di hotel tersebut.
Beberapa fasilitas juga terlihat tidak ada yang memakai,
seperti kolam renang, lounge, bar, dan fitness area. Dilantai 2,
terlihat beberapa orang yang sedang mengikuti meeting.
Fasilitas ruang meeting ini bisa dibilang fasilitas yang cukup
penting dalam bangunan hotel ini karena fasilitas ini cukup
ramai digunakan oleh sebagian pengunjung hotel.
II.1.2.3 The Lenox Hotel
23
The Lenox Hotel merupakan salah satu hotel termewah
yang berlokasi di Boston, Amerika serikat. The Lenox Hotel
memiliki 214 kamar hotel lengkap dengan fasilitas dan
teknologi modern.
Foto II.1.2.3.1 The Lenox Hotel
The Lenox Hotel dikenal sebagai hotel yang ramah
lingkungan, salah satu contohnya dengan pemasangan lampu
hemat energi pada seluruh ruang dalamnya. Hotel ini juga
banyak mendapatkan penghargaan untuk efisiensi dalam
pemakaian energi salah satunya meraih label Energy Star.
Beberapa langkah yang dilakukan The Lenox Hotel
untuk menghemat penggunaan energi listrik, antara lain :
• Pemasangan lebih dari 4.800 lampu yang
efisien penggunaan energi listrik untuk seluruh ruang
dalamnya (menghemat 58,000 kilowatts setiap tahunnya).
24
Foto II.1.2.3.2 Bulp Lamp untuk menghemat energi listrik
• Pemasangan 610+ jendela hemat energi.
Foto II.1.2.3.3 Low “E” window, kaca hemat energi
• Penggunaan sensor gerak untuk lampu-
lampu yang berada di daerah rendah aktivitas.
• Penggunaan sensor gerak pada Vending
Machines (menghemat 21,000 kilowatts per tahun).
II.1.3 Hasil dan Kesimpulan dari Studi Literatur
25
Dari studi literatur dan studi banding terhadap proyek sejenis, maka
diambil sebuah hasil dan kesimpulan yang berguna untuk perancangan
City Hotel ini, hal tersebut antara lain :
• Beberapa fasilitas yang mayoritas ada di hotel bintang 3 ternyata
banyak yang tidak terpakai oleh pengunjung hotel. Contohnya kolam
renang, fitness area, dan lounge. Tetapi disisi lain, banyak pengguna
hotel yang ingin menginap di hotel yang memiliki banyak fasilitas
pendukung. Hal ini dibutuhkan pertimbangan lebih lanjut saat
memasuki proses perancangan.
• Fasilitas yang harus ada untuk hotel bisnis adalah ruang meeting. Dari
hasil studi banding, ruang meeting terlihat sangat efektif terpakai oleh
pengunjung.
• Fasilitas seperti lapangan tennis, lapangan basket,dsb, termasuk
fasilitas yang tidak perlu dalam perancangan hotel bisnis. Selain tidak
terpakai oleh pengunjung, fasilitas tersebut juga memakan sebagian
area tapak.
• Konsep pemanfaatan penghawaan alami cukup berhasil di Grand
Tropic Suites’ Hotel. Udara mengalir cukup kencang dan membawa
angin sejuk pada area lobby outdoor sehingga tidak dibutuhkan lagi
penghawaan buatan.
• Penghematan energi listrik dapat diterapkan dengan pemasangan
lampu listrik berdaya watt rendah.
• Penggunaan jendela hemat energi dapat diterapkan pada kamar-kamar
hotel agar mengurangi intensitas panas radiasi matahari yang masuk
ke dalam ruaangan.
26
II.2 Tinjauan Khusus
Topik perancangan yang diambil adalah Sustainable Design dan tema
yang digunakan adalah Efisiensi penggunaan energi listrik dalam bangunan City
Hotel di kawasan Glodok Jakarta. Tema tersebut difokuskan kepada
pemanfaatan penghawaan dan pencahayaan alami yang kemudian dikaitkan
pada permasalahan thermal untuk menjaga kenyamanan manusia didalam
bangunan tersebut.
II.2.1 Tinjauan Khusus terhadap tapak
Tapak proyek ini berlokasikan di Jl. Pintu Besar Selatan,
Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat. Terletak tidak jauh dari pusat
perbelanjaan dan grosir yaitu Glodok plaza, Orion Plaza, Lindetevez
Trade Center, dan pusat grosir Mangga dua.
Gambar II.2.1.1 Lokasi Tapak
Tapak berada di tengah-tengah kepadatan bangunan umum, pasar
dan orang-orang yang sedang melakukan aktivitas setiap harinya. Di Jl.
Pintu besar Selatan merupakan jalan yang cukup padat dilalui oleh
kendaraan sehingga sering menimbulkan kebisingan, polusi dan
kemacetan.
Tapak proyek ini memiliki :
Luas tapak = 8.538,7 m2
GSB = 3 m
KDB = 50%
27
Luas lantai dasar yang boleh dibangun = 50% x 8.538,7= 4.269,35
m2
Maksimum lantai = 16 lantai.
KLB = 4,0
Luas total bangunan yang boleh dibangun = 4,0 x 8.537,7 = 34.150,8
m2
II.2.2 Pengertian Sustainable Design
Sustainable design / desain berkelanjutan merupakan sebuah
langkah untuk menjaga dan melindungi lingkungan hidup manusia
dikemudian hari. Hal ini berkaitan erat dengan pemakaian sumber daya
alam didalam sebuah pembangunan agar dampaknya tidak merusak
lingkungan dan terjaga keberlanjutannya untuk masa depan.
Mengacu pada Daniel E. Williams dalam bukunya Sustainable
Design Ecology, Architecture, and Planning (2007, p 13) berpendapat
bahwa, “Sustainable design creates solutions that solve the economic,
social and environmental challenges of the project simultaneously and
these solutions are powered by sustainable energies”. Pendapat ini
memperkuat bahwa Susbstainable design sangat diperlukan pada setiap
pembangunan karena dapat memberikan solusi dalam menekan biaya
pembangunan, masalah sosial, dan efek pembangunan tersebut sangat
ramah lingkungan.
Gambar II.2.2.1 Element yang terdapat pada Sustainable Design
Sumber : Daniel E. Williams, FAIA (Sustainable Design Ecology Architecture
and Planning, 2007, p 15)
II.2.3 Pengertian Arsitektur Hemat Energi (Energy-Efficient
Architecture)
28
Berdasarkan pendapat Priatman (2002) arsitektur hemat energi
bisa diartikan sebagai berikut, “Arsitektur yang berlandaskan pada
pemikiran “meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi atau
merubah fungsi bangunan, kenyamanan maupun produktivitas
penghuninya” dengan memanfaatkan sains dan teknologi mutakhir
secara aktif”. Dalam penerapannya pada bangunan hotel ini, hemat
energi pemakaian listrik dapat diterapkan namun tetap harus menjaga
batas-batas kenyamanan penghuni hotel tersebut.
Penghematan energi pada arsitektur hemat energi pada
umumnya terletak pada pengoptimalan sistim tata udara dan tata
cahaya secara alami dengan memanfaatkan sumber energi yang
‘gratis’. Credo form follows function bergeser menjadi form follows
energy yang berdasarkan pada prinsip konservasi energi (non-
renewable resources).
II.2.4 Hemat Energi dari sisi Penghawaan
Strategi hemat energi pada suatu bangunan dapat dilakukan
dengan mengaplikasikan teori-teori penghawaan alami pada bangunan.
Prianto (2007) berpendapat bahwa, “Di era semakin maju dan serba
modern, kehadiran listrik sudah menjadi kebutuhan primer kehidupan
manusia. Segala kelengkapan kebutuhan hidup kini mengkonsumsi
energi listrik, bahkan untuk tempat berlindungpun (rumah/bangunan)
dalam usaha menciptakan kenyamanan. Seiring dengan terjadinya
pemanasan bumi yang terjadi akhir-akhir ini, maka tak ayal bila
sebagian orang membutuhkan penghawaan buatan seperti AC (Air
Condisioner) untuk menjaga suhu ruangan tetap nyaman”.
Semakin buruknya iklim dan cuaca bumi di masa sekarang ini,
membuat sebagian bangunan membutuhkan penghawaan buatan seperti
AC untuk menjaga kenyamanan suhu thermal. Namun, hal ini menjadi
masalah besar karena pengahawaan buatan pada nyatanya
menghabiskan 40-50% dari kebutuhan keseluruhan listrik pada
bangunan. Hal ini bisa saja dicegah jika bangunan memiliki sistim
29
sirkulasi penghawaan alami yang baik sehingga ruangan tetap sejuk
tanpa harus menggunakan penghawaan buatan.
Penghawaan alami dalam bangunan hemat energi sangat
dibutuhkan, namun perlu juga memperhatikan suhu udara yang ada
diluar agar panas udara diluar tidak terbawa masuk kedalam bangunan.
Menurut Tri Harso Karyono (2007), “Salah satu penyebab
ketidaknyamanan termis bangunan adalah tingginya suhu udara luar.
Rancangan ruang luar dan ruang terbuka kota (taman, jalan dan
lainnya) perlu vegetasi yang memadai baik dari segi jumlah maupun
penempatan. Vegetasi penyerap CO2 dan memberikan peneduh, turut
membantu menyerap radiasi panas matahari dalam jumlah yang besar
sehingga menurunkan suhu udara disekitarnya. Hal ini sangat
membantu pencapaian kenyamanan termis manusia di dalam maupun
di luar bangunan”.
Selain dari memiliki sistim penghawaan alami yang baik dan
orientasi bangunan yang benar, bangunan juga harus didukung oleh
rancangan ruang luar yang tepat dengan perlunya meletakkan vegetasi
agar membantu sistim penghawaan ruang didalam bangunan. Peran
taman dan jalur hijau tampak jelas disini, bahwa jika cukup tumbuhan,
maka penggunaan energi untuk pendinginan bangunan ber-AC pada
kawasan kota akan berkurang karena menurunnya suhu udara kota
akibat keberadaan tumbuhan tersebut.
II.2.4.1 Kenyamanan Thermal
Tujuan utama dari setiap perancangan adalah untuk
menciptakan kenyamanan yang optimal bagi manusia.
Menurut Lippsmeier (1997) faktor-faktor terpenting yang
mempengaruhi kenyamanan di dalam ruangan adalah
temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan pergerakan
udara, dan tingkat pencahayaan.
Standard ASHRAER (1992, p 55-56) mendefinisikan
kenyamanan thermal sebagai perasaan dalam pikiran manusia
yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan
30
thermalnya. Untuk menyelenggarakan aktifitasnya agar
terlaksana secara baik, manusia memerlukan kondisi fisik
tertentu di sekitarnya yang dianggap nyaman.
Untuk mencapai kenyamanan thermal maupun visual
dalam bangunan, kondisi lingkungan internal (temperatur,
kelembaban, tingkat iluminasi) dapat diatur tanpa maupun
dengan menggunakan peralatan teknologi mekanikal elektrikal
yang menggunakan energi dari sumber yang tidak terbaharui
seperti pembangkit listrik dari tenaga uap (minyak bumi, batu
bara, gas alam)
Suhu ruang yang terlalu rendah akan mengakibatan
efek dingin yang berlebih dan mengakibatkan tubuh manusia
menjadi kedinginan serta menggigil sehingga kemampuan
kerjannya menurun. Begitu juga sebaliknya, suhu ruang yang
terlalu rendah membuat efek panas yang tinggi. Hal ini dapat
mengakibatkan tubuh mudah berkeringat dan tentunya
mengurangi produktifitas kerja.
Tabel II.2.4.1.1 Tabel Data Temperatur kenyamanan
Thermal diberbagai negara
Di daerah tropis seperti di Jakarta, suhu udara bisa
dikatakan nyaman bila berada pada temperatur 20°C – 26°C
dengan kelembaban sekitar 70%. Dengan demikian jelas
terlihat bahwa suhu ruang yang nyaman dalam bangunan
sangat diperlukan agar penyelenggaraan aktifitas manusia
dapat berjalan dengan baik.
31
Tabel II.2.4.1.2 Suhu nyaman menurut Standar Tatacara perencanaan Teknis
Konservasi energi pada Bangunan Gedung
II.2.4.2 Menurunkan Suhu pada Bangunan
Prinsip dasar untuk menurunkan suhu / panas dalam
sebuah bangunan adalah dengan cara mengurangi perolehan
panas (heat gain) radiasi matahari yang jatuh mengenai
bangunan. Sinar matahari yang masuk ke dalam bangunan
pada umumnya menebus bidang kaca dan berakibat
menaiknya suhu ruangan dan benda-benda yang ada diruangan
tersebut. Element kaca pada umumnya tidak dapat
meneruskan gelombang panas tersebut sehingga
mengakibatkan suhu panas itu terperangkap didalam ruangan.
Solusi dari permasalah tersebut biasanya dijawab dengan
penggunaan penghawaan buatan seperti AC (Air Conditioner)
yang artinya membutuhkan tambahan energi listrik yang
cukup besar.
Mengacu pada pendapat Tri Harso Karyono (2009),
“Pengurangan radiasi matahari pada bangunan dapat
dilakukan dengan menciptakan ‘pembayangan’ oleh bangunan
lain di sekitarnya, atau dengan pembayangan pohon besar di
sekitar bangunan. jika perolehan panas matahari dapat
diminimalkan, maka suhu udara di dalam bangunan akan
rendah”. Dari pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa penggunaan AC dapat diminimalisir tetapi tetap
menjaga kenyamanan suhu termal.
1. Orientasi Bangunan
Salah satu cara agar panas sinar matahari tidak
langsung masuk ke dalam bangunan melalui dinding dan
bidang kaca yaitu dengan merancang orientasi bangunan
dengan benar. Dengan penempatan bangunan yang tepat
terhadap matahari dan angin, serta bentuk denah dan
32
konstruksi maka temperatur ruangan dapat diturunkan
beberapa derajat tanpa bantuan alat mekanis.
Secara umum, sisi barat dan timur mendapatkan panas
yang lebih daripada sisi utara dan selatan. Penempatan ruang-
ruang utama sebisa mungkin dihindari dari sisi barat-timur
karena sisi tersebut akan mendapatkan panas yang lebih dari
sisi utara-selatan. Akan lebih baik ruang-ruang utama yang
sering digunakan oleh penghuninya di orientasikan ke sisi
utara-selatan dan menempatkan ruang service di sisi barat-
timur.
Gambar II.2.4.2.1 Orientasi Bangunan dan Perletakkan ruang
Dalam kasus City Hotel ini, orientasi bangunan terbaik
adalah mengarah ke jalan utama di sisi timur tapak. Hal ini
menjadi perhatian khusus saat perancangan untuk mengurangi
radiasi matahari yang masuk ke ruangan kamar-kamar hotel.
Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah
dengan melakukan tindakan peneduhan / pembayangan agar
radiasi matahari tidak masuk kedalam ruangan. Semakin
sedikit radiasi matahari yang masuk kedalam ruangan maka
semakin sedikit pula peluang ruangan itu menjadi panas
sehingga energi yang dipakai untuk pendingin buatan seperti
AC dapat dikurangi.
2. Ventilasi silang
Di daerah tropis seperti Indonesia, untuk ruang-ruang
dalam bangunan yang tidak memakai AC / pendingin ruangan
33
dapat mengaplikasikannya kepada permainan sirkulasi udara
seperti cross ventilation. Sirkulasi udara yang baik dapat
berpengaruh dalam menciptakan efek sejuk pada tubuh
manusia sehingga dapat membantu dalam menjaga
kenyamanan suhu.
Gambar II.2.4.2.2 Aliran udara di dalam bangunan
Sebelumnya, harus dipastikan terlebih dahulu udara
yang akan dialiri ke dalam ruangan adalah udara yang sejuk
dan bukan hawa panas. Hawa panas yang masuk ke dalam
ruangan akan memberikan dampak menaiknya suhu ruangan
sehingga proses penurunan suhu bisa dikatakan gagal. Angin
yang sejuk dapat diatasi dengan penanaman vegetasi di sekitar
bangunan karena pada siang hari tanaman menghasilkan O2
yang kemudian dibawa oleh angin dan masuk ke ruangan-
ruangan disekiarnya.
Gambar II.2.4.2.3 Aliran udara ke dalam bangunan
34
Sumber : Materi Mata Kuliah Fisika Bangunan FPTK UPI, 2010
Menurut Georg Lippsmeier dalam bukunya Bangunan
Tropis (1997), yang terpenting didalam mengaliri udara untuk
pendinginan bukanlah banyaknya pertukaran udara di dalam
ruangan setiap jam, tetapi masuknya udara. Kecepatan udara
di dalam ruangan dapat ditingkatkan bila lobang keluar lebih
besar daripada lobang masuk udara. Lobang masuk udara
tersebut harus ditempatkan berdasarkan arah sumber
datangnya angin.
Didalam perancangan City Hotel ini, ventilasi silang
dapat diterapkan pada ruang-ruang publik seperti lobby, café,
sarana olahraga, ruang spa, bar, dll.
3. Vegetasi
Vegetasi disekitar bangunan memberikan dampak
yang baik pada bangunan khususnya dalam menurunkan suhu
ruangan disekitarnya. Selain itu, pepohonan juga dapat
mengurangi kebisingan, polusi udara, debu dan radiasi
matahari yang berlebih.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Tri Harso
Karyono ,” Penanaman pohon lindung di sekitar bangunan
akan menurunkan suhu udara sekitar 3°C, sehingga
penggunaan energi listrik pada bangunan yang ber- AC
berkurang hingga sekitar 30%, karena secara teori penurunan
suhu sekitar 1°C setara dengan pengurangan energi sekitar
10%. Dapat disimpulkan penuruan suhu udara hingga 3°C
dapat dicapai jika ruang terbuka sekitar bangunan ditanami
pohon pelindung, dengan pengertian halaman, jalan masuk
kendaraan serta halaman parkir terlindung dari radiasi
matahari” maka sudah seharusnya sistim vegetasi ini perlu
diperhatikan di setiap perancangan karya arsitektur hemat
energi.
35
Gambar II.2.4.2.4 Fungsi Vegetasi terhadap aliran angin
Sumber : Arvind K. Nick B (Climate Responsive Architecture, 2007)
Tanaman juga mampu meningkatkan, menurunkan dan
mengarahkan aliran udara sehingga arah sirkulasi angin dapat
diatur supaya masuk kedalam ruangan. Dalam perancangan
City hotel ini, vegetasi dapat diletakkan di sekitar bangunan
dan tapak seperti penataan ruang luar khususnya bagian barat
untuk mengurangi radiasi matahari dan pada muka bangunan
dengan cara vertical landscape.
II.2.5 Hemat Energi dari sisi Pencahayaan
Pengehematan energi listrik lainnya yaitu dengan cara mengurangi
pemakaian pencahayaan buatan seperti lampu-lampu. Energi listrik yang
dipakai untuk pencahayaan buatan sekitar 15-20% dari total keseluruhan
kebutuhan listrik bangunan. Hal ini dapat diminimalisir dengan cara
pemanfaatan sinar matahari sebagai sumber cahaya alami yang masuk
menerangi ruangan dalam bangunan.
Pencahayaan alami yang baik tidak terlepas dari distirbusi cahaya
yang masuk melalui jendela / bukaan dan orientasi arah bukaan. Semakin
luas bukaan maka akan semakin banyak cahaya yang masuk ke dalam
ruangan. Namun, hal ini juga perlu diperhatikan secara baik, karena
orientasi arah bukaan yang langsung menghadap arah matahari dapat
membawa masuk panas ke dalam ruangan sehingga meningkatkan suhu
ruangan.
36
Gambar II.2.5.1 Besaran bukaan menentukan jumlah cahaya yang masuk
Sumber : D.K. Ching (Form, Space & Order, 1999)
Mengacu pada pendapat D.K Ching (1999) yang mengatakan
“Sebuah bukaan dapat diorientasikan untuk menerima cahaya matahari
secara langsung. Pengaruh-pengaruh yang mungkin sangat menentukan
dari cahaya matahari langsung seperti halnya dengan perasaan silau dan
rasa panas yang amat sangat dapat dikurangi dengan alat-alat pelindung
yang dibuat menjadi bentuk bukaan atau dibentuk dari pembayangan
pohon-pohon di dekatnya atau struktur-struktur disebelahnya”. Pendapat
tersebut memperjelas bahwa pencahayaan alami dapat dimanfaatkan tanpa
harus membawa panasnya ke dalam ruangan.
II.2.5.1 Sumber Pencahayaan Alami
Pada umumnya, ruangan miliki jendela kaca yang
merupakan media transparan yang dapat ditembus oleh cahaya
sinar matahari dari luar ruangan masuk ke dalam ruangan.
Cahaya pada siang hari biasanya berasal dari sinar matahari
langsung, cahaya langit (diffuse) dan cahaya pantulan dari
lingkungan sekitar. Pencahayaan alami yang baik berasal dari
cahaya langit matahari dan bukan cahaya langsung matahari
karena cahaya tersebut akan membawa panas serta adanya efek
penyilauan.
37
Gambar II.2.5.1.1 Beberapa Sumber Cahaya Alami
Pencahayaan alami ini memberi manfaat psikologi
disamping kegunaan praktis berupa pengurangan energi untuk
pencahayaan buatan. Intensitas sinar matahari berubah sesuai
dengan waktu, musim dan lokasi. Sinar matahari dapat dibaurkan
oleh awan, kabut, dan uap air dan dipantulkan dari tanah atau
permukaan lain yang berada disekitar bangunan.
II.2.5.2 Strategi Desain Sistem Pencahayaan Alami pada Ruangan
Secara prinsip dalam strategi desain pencahayaan ruangan
ditentukan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi
terbentuknya suatu penerangan dalam suatu bangunan, antara
lain :
• Arah sumber datangnya cahaya matahari
• Penzonaan ruangan dan lay-out bangunan
• Aspek pemantulan
• Pembentuk daerah bayangan
• Penerangan elektrik
38
Gambar II.2.5.2.1 Terang alami yang berasal dari sinar matahari
Salah satu keberhasilan desain yang berkonsep hemat
energi adalah pemanfaatan distribusi cahaya siang untuk
memenuhi tuntutan aktifitas penghuni di dalamnya. Berikut ini
beberapa point strategi desain agar pemanfaatan cahaya matahari
dapat dimanfaatkan secara maksimal :
1. Orientasi bangunan dan arah lintasan matahari
Orientasi bangunan sangat menentukan banyaknya cahaya
yang masuk kedalam ruangan. Orientasi bangunan yang baik
yaitu mengarah pada arah utara-selatan karena ruangan tidak
akan mendapatkan panas yang berlebih. Sisi selatan sebuah
bangunan mendapatkan sinar matahari yang paling konsisten
sepanjang hari dan tahun. Orientasi terbaik kedua adalah utara
karena cahayanya yang konstan. Walaupun jumlahnya sedikit,
kualitas tetap baik jika cahaya putih sejuk dapat diterima.
Pada perancangan City hotel ini, arah orientasi bangunan
paling baik yaitu menuju jalan utama disisi timur. Permasalahan
akan muncul ketika sinar matahari pagi masuk secara berlebihan
karena muka bangunan langsung berhadapan dengan matahari
sehingga akan menyebabkan silau. Oleh karena itu perlu adanya
pembayangan untuk meminimalkan cahaya matahari yang
masuk. Pembayangan tersebut dapat diterapkan melalui sirip
vertikal dan horizontal atau dengan vegetasi.
2. Jenis dan tipe bukaan
Distribusi cahaya matahari ke dalam ruangan tidak terlepas
dari jenis tipe bukaannya. Prinsipnya semakin besar bukaan atau
jendela maka semakin banyak cahaya dari luar yang masuk ke
dalam ruangan. Disamping itu, jenis dan variasi tipe bukaan juga
dapat menentukan banyaknya cahaya yang masuk.
39
Gambar II.2.5.2.2 Beberapa Jenis bukaan pada ruangan
Sumber : D.K. Ching (Form, Space & Order, 1999)
Salah satu contoh yaitu dengan cara meletakkan bukaan
atau jendela di sudut ruangan. Cahaya yang masuk akan
memantul di dinding sebelahnya dan cahaya didistribusikan
keseluruh ruangan tersebut. Cara ini cukup efektif untuk
menerangi ruangan yang berhadapan langsung dengan sinar
matahari siang karena cahaya masuk secara maksimal tanpa
membawa panas yang berlebih.
3. Pelindungan matahari
Perlindungan matahari pada bangunan bertujuan untuk
mengurangi intensitas radiasi matahari yang masuk kedalam
ruangan. Beberapa elemen yang dapat dijadikan pelindungan
matahari antara lain vegetasi, sirip vertikal, sirip horisontal dan
kaca pelindung matahari. Sebuah vegetasi akan efektif sebagai
pelindung matahari jika diterapkan dibangunan rendah saja.
Dalam perancangan City Hotel ini, vegetasi dapat dimanfaatkan
untuk pembayangan fasilitas-fasilitas publik seperti café, sarana
olahraga, lobby,dll, sedangkan untuk kamar hotel yang berada di
40
lantai tinggi, sirip vetikal dan sirip horisontal dapat menjadi
jawaban untuk mengatasi radiasi matahari yang berlebih.
Sirip horisontal cocok untuk posisi matahari tinggi seperti
fasade utara, selatan, barat daya, tenggara, barat laut dan timur
laut. Bentuknya berupa tirai yang disesuaikan dengan posisi
matahari dan dikombinasikan dengan elemen bangunan yang
menonjol keluar.
Gambar II.2.5.2.3 Contoh sirip horisontal
Sirip vertikal akan efektif jika diletakkan pada posisi
matahari rendah seperti bagian fasade barat, barat daya atau barat
laut, timur, dan tenggara. Material yang sering dipakai untuk
sirip horisontal adalah profil logam yang dipasang vertikal pada
fasade yang jarak elemen-elemennya disesuaikan dengan lama
peneduhan.
Gambar II.2.5.2.4 Contoh sirip vertikal
4. Mengarahkan sinar matahari
Mendistribusikan cahaya matahari dari luar bangunan
untuk masuk menerangi ruangan sehingga penggunaan
pencahayaan buatan dapat dikurangi. Cara ini juga bertujuan
untuk membiaskan cahaya matahari yang masuk kedalam
bangunan agar ruangan tidak menjadi silau akibat sinar matahari
langsung. Beberapa cara mengarahkan sinar matahari yaitu
41
dengan memantulkannya ke elemen-elemen yang dekat dengan
ruangan seperti lantai/ balkon, langit-langit ruangan, sirip vertikal
dan horisontal, dan struktur bangunan lainnya.
Gambar II.2.5.2.5 Memantulkan cahaya melalui lantai/ balkon
Pemantulan cahaya melalui lantai / balkon dapat diterapkan
pada bangunan lantai bawah seperti lobby, sarana olahraga, spa,
bar, café,dll. Sedangkan untuk kamar hotel, pemantulan cahaya
dapat diterapkan dengan memantulkan melalui langit-langit
ruangan dan sirip vertikal/horisontal.
Gambar II.2.5.2.6 Memantulkan cahaya melalui langit-langit ruangan dan
sirip
II.2.5.3 Kriteria Dasar Jendela
Untuk memahami strategi pencahayaan alami melalui
jendela, akan menguntungkan jika pertama kali mempelajari
cahaya dari jendela biasa. Pandangan ke langit sering menjadi
sumber silau dan sinar berlebih, juga menimbulkan panas
berlebih selama musim panas. Menurut buku Heating, Cooling,
Lighting (2009) karya Norbert Lechner, untuk mengatasi karakter
negatif jendela biasa, perancang harus memperhatikan beberapa
strategi berikut :
42
1. Jendela dinding harus tinggi, tersebar merata dan pada
area yang optimal
Penetrasi cahaya alami ke dalam ruang akan meningkat
seiring dengan tingginya jendela. Kedalaman yang berguna bagi
cahaya alami terbatas 1,5 kali tinggi atas jendela. Jika
memungkinkan, ketinggian plafon harus dapat dinaikan supaya
jendela dapat lebih tinggi.
Gambar II.2.5.3.1 Pencahayaan alami masuk dari beberapa titik
Sumber : Norbert Lechner (Heating, Cooling, Lighting, p 201)
Area jendela harus sedikitnya 20% dari besaran ruang.
Dengan penggunaan reflektor dan penyebar cahaya, area jendela
kecil dapat mengumpulkan jumlah cahaya alami yang besar.
Dalam perancangan City hotel, meletakkan 2 bukaan pada kamar
hotel dapat memasukkan cahaya dengan efektif. Pembiasan
melalui dinding-dinding interior menyebabkan cahaya yang
masuk tidak terlalu silau karena mata manusia tidak langsung
berhadapan dengan matahari.
2. Tempatkan jendela dekat dinding interior.
Dinding interior yang terdekat dengan jendela akan
berfungsi sebaga pemantul cahaya untuk mengurangi cahaya
alami langsung yang terlalu kuat.
Gambar II.2.5.3.2 Pemantulan cahaya ke dinding samping
Sumber : Norbert Lechner (Heating, Cooling, Lighting, p 201)
43
Silau pada jendela juga dikurangi karena berkurangnya
rasio tingkat terang jendela dan dinding karena pantulan balik
dari dinding di sampingnya.
3. Saring cahaya alami.
Sinar matahari dapat di saring dan diperlembut dengan
pohon atau beberapa benda lain seperti teralis dan pembatas
tembus pandang. Bukaan tembus pandang atau penutup yang
sangat ringan dapat membuat masalah silau bertambah buruk.
Walaupun sinar tersebut menyebarkan cahaya matahari langsung,
sinar tersebut lebih sering menjadi sumber terang berlebih pada
prosesnya.
Gambar II.2.5.3.3 Kaca pelindung matahari
Sumber : Norbert Lechner (Heating, Cooling, Lighting, p 201)
Kaca yang tembus cahaya bisa manjadi sumber silau utama
karena sebagian sinar matahari diarahkan langsung ke mata yang
sedang melihat. Oleh karena itu perlu kaca pelindung matahari
yang khusus untuk melindungi radiasi matahari langsung.
44
BAB III
KESIMPULAN
• Sustainable desain adalah sebuah usaha untuk mengehemat pemakaian
energi / sumber daya alam yang tidak terbaharui sehingga
keberlanjutannya dapat terjaga untuk masa yang akan datang.
• Sustainable desain juga dapat menjadi solusi untuk menekan biaya
operasional bangunan dan ramah dengan lingkungan sekitar.
• Pemakaian energi listrik terbesar dalam sebuah bangunan digunakan
untuk keperluan pencahayaan dan penghawaan buatan, besarnya 60-70%
dari total energi yang dibutuhkan bangunan tersebut. Angka tersebut dapat
ditekan dengan pemanfaatan pencahayaan dan penghawaan alami.
• Kenyamanan thermal diperngaruhi oleh temperatur udara, kelembaban
udara, radiasi matahari, kecepatan udara, tingkat pencahayaan pada
ruangan.
• Penanaman pohon lindung di sekitar bangunan akan menurunkan suhu
udara sekitar 3°C, sehingga penggunaan energi listrik pada bangunan
yang ber- AC berkurang hingga sekitar 30%, karena secara teori
penurunan suhu sekitar 1°C setara dengan pengurangan energi sekitar
10%.
• Cara melakukan penghawaan alami antara lain dengan cross ventilation.
Menyiapkan bukaan dengan melihat arah angin yang dominan. Dalam
proyek City Hotel ini memungkinkan teori tersebut dipakai mengingat
kecepatan angin disekitar tapak memadai.
• Menurunkan suhu pada bangunan dengan cara orientasi massa bangunan
terhadap jalur matahari, ventilasi silang, dan peletakan vegetasi disekitar
bangunan.
• Pencahayaan alami memiliki dampak suhu udara pada ruangan meningkat
jika radiasi matahari masuk secara bebas kedalam ruangan. Hal ini dapat
dipecahkan dengan alat-alat pelindung yang dibuat menjadi bentuk
bukaan atau dibentuk dari pembayangan pohon-pohon di dekatnya atau
struktur-struktur disebelahnya seperti sirip vetikal/horisontal.
45
• Pencahayaan alami pada kamar hotel dapat dilakukan dengan cara
membiaskan cahaya ke sisi dinding interior kamar sehingga ruangan
terlihat terang dan tidak silau.
• Menjaga suhu thermal kamar hotel dengan cara menghindari radiasi
matahari dengan beberapa cara seperti vegetasi, sirip vertikal/horisontal
dan kaca pelindung matahari agar energi yang dipakai untuk penghawaan
buatan / AC dapat diminimalkan.
46
DAFTAR PUSTAKA
• D.K. Ching, Francis. 1999. Arsitektur: Bentuk Ruang dan Susunannya.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
• Fachrizal, N. 2008. Pemandu Cahaya Matahari Untuk Pencahayaan Alami di
Bangunan.
• Karyono, Tri Harso. 2005. Fungsi Ruang Hijau Kota Ditinjau dari Aspek
Keindahan, Kenyamanan, Kesehatan dan Pengehematan Energi.
• Karyono, Tri Harso. 2009. Pemanasan Bumi Sebagai Konsekuensi
Pembangunan Modern yang Tidak Terkontrol.
• Lam, William M. C. 1986. Sunlight as Formgiver for Architecture. America :
Van Nostrand Reinhold.
• Lechner, Norbert. 2009. Heating, Cooling, Lighting: Sustainable Design
Methods for Architects. USA : John Willey & Sons.
• Lippsmeier, Georg. 1999. Bangunan Tropis. Jakarta : Erlangga.
• Meivirina Hanum dan Chairul Murod. 2011. Efisiensi Energi pada ‘Smart
Building’ untuk Arsitektur Masa Depan, p 2.
• Prianto, E. 2007. Rumah Tropis Hemat Energi Untuk Kepedulian Global
Warming.
• Priatman, Jimmy. 2002. “Energy-Efficient Architecture” Paradigma dan
Manifestasi Arsitektur Hijau.
• Suwithi, Ni Wayan. 2008. Akomodasi Perhotelan Jilid1. Jakarta: Direktorat
Sekolah Menengah Kejuruan.
• Williams, Daniel. E. 2007. Sustainable Design Ecology, Architecture, and
Planning. Canada : John Willey & Sons.