20090513092921skripsi_uii_f. mipa_farmasi_pembuatan niosom berbasis maltodekstrin de 5-10 dari pati...

44
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini penelitian mengenai obat-obatan terus dilakukan sehingga diperoleh obat dengan efikasi yang maksimal. Beberapa obat memiliki indeks terapi yang sempit dan penggunaannya dibatasi karena memiliki efek samping. Oleh karena itu, formulasi obat terus dikembangkan untuk mendapatkan efektivitas terapi yang diharapkan. Beberapa teknik sedang dikembangkan agar obat dapat mencapai target di tempat yang spesifik tanpa mempengaruhi jaringan lain sehingga dapat mencegah efek toksik (Biju et al, 2006). Banyak senyawa aktif memiliki bioavaibilitas dan kelarutan dalam air yang rendah, sehingga diperlukan suatu sistem pembawa yang cocok untuk obat hidrofobik. Obat-obat yang kelarutannya kecil dalam air merupakan suatu permasalahan dalam industri farmasi karena pada umumnya obat diabsorbsi dari saluran cerna dengan mekanisme difusi pasif sehingga kecepatan absorbsi obat akan menentukan bioavaibilitas. Salah satu pendekatan untuk masalah ini adalah menggunakan vesikel yang sudah populer seperti liposom sebagai penghantar obat. Liposom multilamelar dapat digunakan untuk menghantar obat hidrofobik yang dapat memisah ke fase minyak sedangkan vesikel unilamelar dapat digunakan untuk menyerap obat larut air pada ruang dalam molekul cairan. Liposom sudah dapat dibuktikan secara klinis dapat menghantarkan berbagai jenis obat misalnya amphotericin B, doxorubicin, daunaurubicin, antrasiklin, dan cytarabin (Blazek-Welsh and Rhodes, 2001). Berbagai formulasi liposom telah dilakukan untuk memperbaiki stabilitas fisik pada saat pembuatan, namun keadaan vakum atau gas nitrogen masih diperlukan selama proses pembuatan dan penyimpanan untuk mencegah oksidasi fosfolipid. Kesulitan pada teknik ini dapat dihindari dengan alternatif lain untuk mengganti fosfolipid, salah satunya adalah pembuatan vesikel dengan hidrasi campuran kolesterol dan surfaktan non ionik atau dikenal dengan nama niosom (Jufri dkk, 2004). Niosom adalah sistem vesikel yang mirip dengan liposom yang dapat

Upload: ipung-miranti-sari

Post on 28-Jul-2015

4.192 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini penelitian mengenai obat-obatan terus dilakukan sehingga

diperoleh obat dengan efikasi yang maksimal. Beberapa obat memiliki indeks

terapi yang sempit dan penggunaannya dibatasi karena memiliki efek samping.

Oleh karena itu, formulasi obat terus dikembangkan untuk mendapatkan

efektivitas terapi yang diharapkan. Beberapa teknik sedang dikembangkan agar

obat dapat mencapai target di tempat yang spesifik tanpa mempengaruhi jaringan

lain sehingga dapat mencegah efek toksik (Biju et al, 2006).

Banyak senyawa aktif memiliki bioavaibilitas dan kelarutan dalam air

yang rendah, sehingga diperlukan suatu sistem pembawa yang cocok untuk obat

hidrofobik. Obat-obat yang kelarutannya kecil dalam air merupakan suatu

permasalahan dalam industri farmasi karena pada umumnya obat diabsorbsi dari

saluran cerna dengan mekanisme difusi pasif sehingga kecepatan absorbsi obat

akan menentukan bioavaibilitas. Salah satu pendekatan untuk masalah ini adalah

menggunakan vesikel yang sudah populer seperti liposom sebagai penghantar

obat. Liposom multilamelar dapat digunakan untuk menghantar obat hidrofobik

yang dapat memisah ke fase minyak sedangkan vesikel unilamelar dapat

digunakan untuk menyerap obat larut air pada ruang dalam molekul cairan.

Liposom sudah dapat dibuktikan secara klinis dapat menghantarkan berbagai jenis

obat misalnya amphotericin B, doxorubicin, daunaurubicin, antrasiklin, dan

cytarabin (Blazek-Welsh and Rhodes, 2001).

Berbagai formulasi liposom telah dilakukan untuk memperbaiki stabilitas

fisik pada saat pembuatan, namun keadaan vakum atau gas nitrogen masih

diperlukan selama proses pembuatan dan penyimpanan untuk mencegah oksidasi

fosfolipid. Kesulitan pada teknik ini dapat dihindari dengan alternatif lain untuk

mengganti fosfolipid, salah satunya adalah pembuatan vesikel dengan hidrasi

campuran kolesterol dan surfaktan non ionik atau dikenal dengan nama niosom

(Jufri dkk, 2004).

Niosom adalah sistem vesikel yang mirip dengan liposom yang dapat

Page 2: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

2

digunakan sebagai pembawa obat hidrofobik. Niosom dibentuk dari campuran

surfaktan non ionik sebagai pengganti fosfolipid. Beberapa rute pemberian untuk

niosom telah diteliti seperti intramuskular, intravena, subkutan, okular, oral dan

transdermal. Niosom memiliki struktur surfaktan multilamelar sehingga cocok

untuk obat hidrofobik (Blazek-Welsh and Rhodes, 2001). Niosom bersifat

biodegradabel, biokompatibel dan non-imunogenik selain itu niosom bekerja

meningkatkan efek terapetik dengan cara menunda klirens dari sirkulasi,

melindungi obat dari lingkungan biologi serta membatasi efek ke sel target (Biju

et al, 2006).

Berbagai metode untuk pembuatan niosom telah diteliti, tetapi metode ini

memiliki beberapa kelemahan yaitu preparasi yang rumit, waktu yang lama dan

alat-alat khusus. Sekarang ini sedang diteliti pembuatan niosom dari hidrasi

proniosom. Metode ini lebih mudah dan tidak memerlukan alat khusus.

Proniosom dibuat dengan menyemprotkan surfaktan dalam pelarut organik ke

serbuk sorbitol kemudian menguapkan pelarutnya, tetapi untuk melapisi partikel

sorbitol ini sulit karena sorbitol yang digunakan larut dalam pelarut organik

sehingga partikel sorbitol dapat terdegradasi dan menjadi sangat kental. Untuk

mencegah hal ini, beberapa metode pembuatan proniosom telah dicoba, salah

satunya adalah mengganti sorbitol dengan maltodekstrin (Blazek-Welsh and

Rhodes, 2001).

Maltodekstrin merupakan salah satu produk turunan pati yang dihasilkan

dari proses hidrolisis parsial oleh enzim α-amilase yang memiliki nilai Dextrose

Equivalent (DE) kurang dari 20. Maltodekstrin dapat bercampur dengan air

membentuk cairan koloid bila dipanaskan dan mempunyai kemampuan sebagai

perekat, tidak memiliki warna dan bau yang tidak enak serta tidak toksik (Jufri

dkk, 2004).

Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi yang

memiliki kelarutan dalam air sangat kecil bahkan dapat dikatakan praktis tidak

larut dalam air walaupun ibuprofen diabsorbsi secara cepat di lambung. Sembilan

puluh sembilan persen ibuprofen terikat dalam protein plasma sehingga dapat

mempengaruhi munculnya efek terapetik (Anonim, 1993; Ganiswara, 1995).

Pada penelitian Blazek-Welsh dan Rhodes (2001) dilaporkan bahwa niosom

Page 3: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

3

berbasis maltodekstrin dapat digunakan sebagai pembawa obat ampifilik dengan

aprenolol sebagai modelnya. Penelitian Jufri dkk (2004) juga memperlihatkan

bahwa maltodekstrin yang berbasis pati singkong DE 5-10 dapat digunakan untuk

pembuatan niosom. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa maltodekstrin yang

berasal dari pati singkong dapat digunakan sebagai bahan dasar niosom. Oleh

karena itu penelitian ini mencoba mengembangkan maltodekstrin yang berasal

dari pati beras. Pati singkong dan pati beras keduanya memiliki kandungan

amilosa sehingga dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan maltodekstrin.

Diharapkan di akhir penelitian ini dapat dihasilkan niosom dari maltodekstrin

yang berasal dari pati beras.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah maltodektrin yang berasal dari pati beras dapat digunakan untuk

pembuatan niosom?

2. Bagaimana pengaruh variasi total surfaktan terhadap niosom yang dibuat ?

3. Apakah niosom dapat digunakan sebagai penghantar obat ibuprofen?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah maltodekstrin yang berasal dari pati beras dapat

digunakan untuk pembuatan niosom.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variasi total surfaktan terhadap

niosom yang dibuat.

3. Untuk mengetahui apakah niosom dapat digunakan sebagai penghantar obat

ibuprofen.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan metode pembuatan

niosom yang berbasis maltodekstrin dari pati beras sehingga dapat memperbaiki

formulasi sediaan dan membantu sistem penghantaran obat pada tubuh.

Page 4: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

4

BAB II

STUDI PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Liposom

Liposom merupakan vesikel mikrolipid bilayer yang memiliki lapisan

antara didalamnya, dengan air di bagian dalam dan lipid di bagian luar. Liposom

ini berukuran 0,5-100 µm. Susunan dari liposom bilayer tergantung pada sifat

hidrofobik dan hidrofilik lipid. Liposom memiliki perbedaan muatan elektrik pada

bagian permukaan yang tergantung pada jenis material yang digunakan. Liposom

dibentuk dari penumpukan fosfolipid yang didispersikan dalam air sehingga akan

terbentuk vesikel. Vesikel adalah lapisan lipid yang tersusun konsentris yang

dapat diselingi dengan air yang dapat dibedakan antara vesikel mikro (diameter

25nm), yang terdiri dari sejumlah kecil membran berlapis ganda dan vesikel yang

dibangun dari sejumlah besar lapisan ganda tersusun konsentris sehingga

dinamakan vesikel makro (Voigh, 1995).

Liposom memiliki diameter 20nm - 10µm. Ukuran dari liposom ini

tergantung pada metode yang digunakan dan jenis lipid bilayer yang digunakan.

Liposom dibagi menjadi 3 berdasarkan ukurannya yaitu small unilamellar vesicles

(SUV) dengan ukuran 0,02-0,05µm, large unilamellar vesicles (LUV) dengan

ukuran lebih besar dari 0,06µm dan multilamellar vesicles (MLV) ukuran 0,1-0,5

µm. Sifat fisika kimia dari liposom seperti ukuran partikel, lamellarity, muatan

permukaan, dan sensitifitas pH dapat diatur (Patel et al, 2006). Cara kerja liposom

dapat dilihat dari gambar 1.

Gambar 1. Liposom – A = obat larut air yang terlapisi dalam ruang hidrofil; B =

obat tidak larut air pada lapisan membran bilayer; C = lemak polioksietilen hidrofilik yang terikat pada liposom (Uchegbu, 1999).

Page 5: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

5

Menurut Lachman dan Lieberman (1994) liposom memiliki beberapa

keuntungan, yaitu

(1) Liposom dapat menghantarkan obat ke jaringan dan sel, dan ketika liposom

hancur obat dilepaskan dan menempati tempat yang spesifik

(2) Liposom dapat digunakan untuk obat hidrofilik dan lipofilik tanpa modifikasi

kimia

(3) Dapat menurunkan toksisitas obat karena obat dilepas di sel target.

(4) Ukuran, muatan dan sifat lain dapat disesuaikan sesuai dengan penggunaanya.

Liposom yang diformulasi dengan teknik berbeda akan memiliki

karakteristik fisikokimia yang berbeda. Parameter karakteristik diklasifikasikan

menjadi tiga kategori umum meliputi parameter fisika, kimia dan biologi.

Parameter fisika meliputi ukuran partikel, topologi permukaan, efisiensi

enkapsulasi, volume, lamelaritas dan profil pelepasan obat in vitro. Karakteristik

kimia meliputi kemurnian dan kemampuan berbagai unsur liposom. Parameter

karakteristik biologi membantu mengevaluasi keamanan dan kesesuaian dengan

formulasi in vivo pada penggunaan dengan tujuan terapetik (Patel et al, 2006).

Stabilitas produk farmasetika biasanya diukur dari kapasitas sistem

penghantaran atau batas keamanan dari kondisi produk. Belum ada protokol dari

formulasi liposom yang dapat dipakai pada penggunaan jangka pendek dan jangka

panjang. Pada umumnya, stabilitas fisik liposom harus selalu terjaga untuk

memelihara kondisi saat liposom akan digunakan. Masalah stabilitas liposom

mulai dapat dipecahkan dengan mengembangkan beberapa teknik seperti

pembekuan, lipofilisasi dan osmifikasi. Selain itu, stabilitas liposom juga dapat

dijaga dengan menggunakan pelarut dan lemak murni, gas nitrogen inert,

menghindari suhu tinggi dan menambah anti oksidan (Patel et al, 2006).

Adanya kondisi tertentu dalam penanganan liposom mengantarkan pada

alternatif penggunaan surfaktan non ionik untuk mengganti fosfolipid pada sistem

penghantaran obat dengan vesikel. Dengan demikian, sistem baru penghantaran

obat yang mengandung vesikel unilamelar atau multilamelar yang disebut niosom

mulai dikenal (Biju et al, 2006).

Page 6: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

6

2. Niosom

Pada niosom, cairan akan dilingkupi lapisan bilayer yang tersusun dari

surfaktan non ionik, dengan atau tanpa kolesterol, dan bekerja menyerupai

liposom pada in vivo. Struktur vesikel bilayer tersusun dari bagian ekor bersifat

hidrofobik dari monomer surfaktan, yang melindungi dari lingkungan cair, dan

bagian kepala bersifat hidrofilik yang bersentuhan dengan lingkungan cair.

Kolesterol dapat membuat kaku lapisan bilayer sehingga dapat mengurangi

kebocoran pada niosom. Dicetylphosphat (DCP) diketahui dapat meningkatkan

ukuran vesikel dan menyebabkan muatan pada vesikel (Biju et al, 2006).

Niosom memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan liposom. Niosom

memiliki struktur yang stabil meskipun dalam bentuk emulsi. Niosom tidak

memerlukan kondisi yang khusus seperti suhu atmosfer yang rendah atau inert

selama penyimpanan dan secara kimia lebih stabil. Harga material yang lebih

murah juga merupakan kelebihan bagi usaha industri. Beberapa surfaktan non

ionik sudah digunakan dalam pembuatan vesikel seperti poligliserolalkileter,

glukosil dialkil eter dan beberapa span dan tween (Biju et al, 2006).

Niosom memiliki rangka dasar yang tersusun atas sifat hidrofilik dan

hidrofobik sekaligus sehingga dapat mengantarkan molekul obat dengan kelarutan

yang cukup luas. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik struktural niosom

sangat fleksibel dan dapat dibuat berdasarkan situasi yang diinginkan. Niosom

meningkatkan bioavaibilitas obat yang diabsorbsi rendah pada pemakaian oral dan

meningkatkan penetrasi obat ke dalam kulit. Niosom dapat meningkatkan efek

terapetik obat dengan menghambat klirens dan melindungi obat mencapai sel

target. Niosom ini bersifat biodegradabel, biokompatibel dan non-imunogenik

(Biju et al, 2006).

Perbedaan karakteristik niosom ditentukan dari perbedaan sifatnya seperti

diameter vesikel menggunakan mikroskop cahaya, mikroskop korelasi foton,

mikroskop penghitung tingkat kebekuan, efisiensi ikatan dan kecepatan pelepasan

pada in vitro. Aspek lain yang harus dipelajari adalah stabilitas obat, kebocoran

obat pada larutan garam dan plasma saat penyimpanan, aspek farmakokinetik,

toksisitas, dan lain sebagainya (Biju et al, 2006).

Niosom dapat dibuat dengan metode hidrasi lapisan lemak atau reverse

Page 7: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

7

phase evaporation atau perubahan pH pada bagian permukaan hingga membentuk

vesikel multilamellar. Metode yang lain termasuk penggojogan, injeksi eter dan

sonication. Pemilihan metode ini berdasarkan aktif atau pasifnya obat terikat pada

vesikel. Jika obat disimpan dalam bentuk pasif maka metode pembuatannya

sangat tergantung pada sifat hidrofob obat dan muatan elektrostatik. Obat yang

bersifat hidrofilik akan disimpan pada fase air yang terdapat di bagian dalam,

sedangkan bila obat bersifat hidrofobik akan disimpan pada wilayah lipid.

Penyimpanan secara aktif dapat dicapai dengan adanya perbedaan ion yang

melewati membran niosom sehingga obat dapat disimpan setelah niosom selesai

dibuat (Biju et al, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Varshosaz dan timnya yaitu pembuatan

niosom dari sorbitan monoester (span 20, 40, 60 dan 80) menunjukkan bahwa

vesikel yang mengandung span 60 memiliki daya perlindungan yang paling tinggi

terhadap insulin dari serangan enzim proteolitik (Biju et al, 2006).

Menurut Biju et al (2006) ada 3 jenis niosom yaitu

a. Multilamellar vesikel (MLV)

Vesikel jenis ini dapat meningkatkan volume penyimpanan dan distribusi

cairan di dalamnya. Metode yang biasa digunakan dalam pembuatannya yaitu

dengan metode hand shaking. MLV menunjukkan variasi dari komposisi lipid.

MLV mempunyai ukuran > 0,5 um

b. Unilamellar vesikel(SUV)

SUV biasanya dihasilkan dengan metode sonication dan prosedur French

Press. Selain itu juga dapat dipakai metode ultrasonic electrocapillary

emulsification atau dilusi pelarut. SUV memiliki ukuran 0,025-0,05um.

c. Large Unilamellar vesikel (LUV)

Metode yang biasa digunakan dalam pembuatan LUV yaitu dengan

melarutkan lipid dalam pelarut organik dalam suasana buffer. Metode yang paling

baik dalam pembuatan niosom jenis ini yaitu dengan reverse phase evaporation

atau dengan detergent solubisation.

Page 8: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

8

3. Proniosom

Penemuan proniosom mampu menjawab kesulitan dari semua metode

pembuatan niosom. Proniosom merupakan formulasi kering dari surfaktan-lapisan

pembawa yang kadarnya dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan, dan direhidrasi

dengan agitasi singkat pada air panas. Proniosom biasanya dibuat dengan

menyemprotkan surfaktan dalam pelarut organik ke serbuk sorbitol dan kemudian

menguapkan pelarutnya, tetapi karena sorbitol bersifat larut dalam pelarut

organik, maka diperlukan proses pengulangan sampai konsentrasi surfaktan yang

diinginkan tercapai. Surfaktan yang melapisi vesikel sangat tipis dan hidrasi dari

lapisan ini membuat vesikel multilamelar menjadi bentuk yang terlarut.

Pembuatan niosom dari metode ini menghasilkan produk yang serupa seperti

metode konvensional, bahkan ukuran partikelnya lebih seragam (Blazek-Welsh

and Rhodes, 2001).

Pembuatan niosom dari proniosom ini tergolong mudah, namun cukup

sulit untuk melapisi partikel sorbitol karena sorbitol bersifat larut dalam kloroform

dan pelarut organik lainnya. Jika pembuatan larutan surfaktan terlalu cepat maka

partikel sorbitol akan rusak dan larutan menjadi kental. Untuk mencegah

kerusakan tersebut, beberapa metode pembuatan proniosom telah dicoba, salah

satunya adalah mengganti sorbitol dengan maltodekstrin sebagai bahan

pembuatan niosom (Blazek-Welsh and Rhodes, 2001).

4. Pati

Pati merupakan turunan glukosa yang mengandung amilosa dan

amilopektin. Amilosa terdiri dari ratusan residu glukosa yang tidak bercabang

diikat oleh ikatan glikosida antara atom karbon nomor 1 dan 4. Amilopektin

berbeda dengan amilosa. Amilopektin memiliki rantai samping dengan ikatan

glikosida dengan atom karbon nomor 6. Amilopektin memiliki ratusan molekul

glukosa (Whistler et al ,1984).

Pati beras adalah pati yang diperoleh dari biji Oryza sativa L (familia

Poaceae). Pati beras memiliki serbuk sangat halus dan putih. Pati beras praktis

tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol dan bila diamati dengan

mikroskopik tampak butir bersegi banyak ukuran 2µm-5µm, tunggal atau

Page 9: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

9

majemuk, bentuk bulat telur ukuran 10µm-20µm. Pada pati beras hilus di tengah

tidak terlihat jelas dan tidak ada lamela konsentris. Pati beras bila diamati dibawah

cahaya terpolarisasi, tampak bentuk silang berwarna hitam, memotong pada hilus

(Anonim,1995).

Granul pati beras berbentuk polihedral atau pentagonal dodekahedron.

Temperatur optimum gelatinisasi dari pati besarnya sangat bervariasi tergantung

pada varietas padinya. Pati beras mengandung amilosa 40-80% (Whistler et al,

1984).

Pati beras biasa digunakan untuk kosmetik dan pengikat. Pati beras rendah

amilosa digunakan sebagai makanan bayi dan sebagai pemutih pakaian (Whistler

et al, 1984).

5. Enzim α-amilase

Enzim α-amilase adalah enzim yang mempunyai banyak fungsi dalam

kehidupan. Enzim ini dapat diproduksi dari berbagai sumber, antara lain dari

kelenjar ludah dan pankreas manusia, pankreas porcine, pankreas tikus, Baccilus

amyloliquefaciens, Baccilus licheniformis, Baccilus subtilis, Baccilus coagulans,

Aspergillus oryzae, Aspergillus candidas, Pseudomonas saccharophila dan

fermentasi gandum (Whistler et al ,1984).

Aksi α-amilase pada proses hidrolisis pati umumnya bekerja secara acak

namun terorganisir hanya memecah ikatan α-δ (1-4) kecuali rantai substrat paling

akhir. Pada substrat polimer, aksi α-amilase dapat melalui 3 mekanisme, yaitu

single chain, multichain atau single attack dan multiple attack (Whistler et

al,1984).

Banyaknya hidrolisis ikatan glukosida dari pati biasanya dijelaskan dengan

dextrose equivalent (DE). Glukosa murni mempunyai DE 100, maltosa murni DE

sekitar 50 (tergantung metode analitik yang digunakan), dan pati mempunyai DE

sebesar 0. Pada hidrolisis pati, DE menunjukkan tingkatan pati yang diputus.

Hasil dari pemutusan ikatan pati atau dari hidrolisis dapat berupa maltodekstrin

(Chaplin, 2004).

Page 10: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

10

Tabel I. Aksi enzim amilase (Chaplin, 2004)

Enzim Sumber Aksi

Bacillus

amyloliquefaciens

Hanya memutus ikatan α-1,4-oligosakarida menjadi α-dekstrin yang umumnya maltosa (G2), G3, G6 dan G7 oligosakarida

Bacillus licheniformis

Hanya memutus ikatan α-1,4-oligosakarida menjadi α-dekstrin yang umumnya maltosa (G2), G3, G4 dan G5 oligosakarida

α-amilase

Aspergillus oryzae, Aspergillus niger

Hanya memutus ikatan α-1,4-oligosakarida menjadi α-dekstrin yang umumnya maltosa (G2) dan G3 oligosakarida

Saccharifying α-amilase

Bacillus subtilis (amylosacchariticus)

Hanya memutus ikatan α-1,4-oligosakarida menjadi α-dekstrin dengan maltosa (G2), G3, G4 dan 50 % glukosa

β-amilase Malted barley Hanya memutus ikatan α-1,4 dari ikatan rantai panjang hanya menjadi dekstrin dan β-maltosa

Glukoamilase Aspergillus niger Memutus ikatan α-1,4 dan α-1,6 dari ikatan rantai panjang menjadi β-glukosa

Pullulanase Bacillus acidopullulyticus

Hanya memutus ikatan α-1,6 menjadi maltodekstrin rantai tunggal

Menurut Mckee dan Mckee (2003) beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi kerja enzim yaitu

a. Suhu

Semua reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu semakin

tinggi kecepatan reaksinya, ini terjadi karena kebanyakan molekul memiliki cukup

energi untuk berubah ke bentuk transition state. Kecepatan reaksi katalis enzim

juga dapat meningkat dengan meningkatnya suhu, tetapi karena enzim merupakan

protein yang akan terdenaturasi pada suhu tinggi maka enzim memiliki suhu

optimum dalam melakukan kerjanya. Setiap enzim memiliki temperatur optimum

yang berbeda-beda sehingga diperoleh efisiensi yang maksimum.

b. Nilai pH

Konsentrasi ion hidrogen dapat mempengaruhi kerja enzim. Aktivitas

Page 11: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

11

kerja enzim biasanya dihubungkan dengan bentuk ion pada sisi aktif. Perubahan

konsentrasi ion hidrogen dapat mempengaruhi ionisasi sisi aktif. Perubahan sisi

aktif dapat merubah struktur enzim. Perubahan pH yang tajam dapat

menyebabkan enzim terdenaturasi. Beberapa enzim aktif hanya pada nilai pH

yang sempit. Nilai pH optimum pada setiap enzim sangat bervariasi.

6. Maltodekstrin

Maltodekstrin merupakan salah satu produk turunan pati yang dihasilkan

dari proses hidrolisis parsial oleh enzim α-amylase. Maltodekstrin memiliki

dextrose equivalent (DE) kurang dari 20. Maltodekstrin dapat bercampur dengan

air membentuk cairan koloid bila dipanaskan dan mempunyai kemampuan sebagai

perekat, tidak memiliki warna dan bau yang tidak enak serta tidak toksik (Jufri

dkk, 2004).

Maltodekstrin dibuat dari hidrolisis pati oleh enzim. Enzim ini digunakan

untuk memutus rantai ikatan yang terdapat pada pati (3-20 rantai terdapat pada

maltodekstrin). Maltodekstrin terdiri dari beberapa molekul glukosa yang terikat

dengan ikatan hidrogen. Ikatan yang terdapat dalam maltodekstrin ini sangat

lemah sehingga mudah terputus (Moore et al, 2005).

Maltodekstrin (C6H10O5)n.H2O merupakan polimer dari sakarida, bergizi,

tidak manis, tersusun atas unit primer glukosa yang terikat dengan ikatan α-1,4

glukosida dengan DE kurang dari 20. DE menjelaskan persentase hidrolisis ikatan

glukosida dan menunjukkan penurunan kekuatannya. Berdasarkan penggunaan

maltodekstrin yang cukup luas, karakteristik kimia dan biologinya harus

diketahui, DE maltodekstrin saja tidak cukup untuk memperkirakan khasiat

produk untuk berbagai penggunaan. Maltodekstrin dengan DE yang sama dapat

memiliki khasiat dan penggunaan yang berbeda tergantung perbedaan dari

komposisi molekul, linearitas dan percabangan yang harus diperhitungkan (Moore

et al, 2005).

Maltodekstrin harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan yaitu susut

pengeringan < 6%, sisa pemijaran < 0,5% dan pH antara 4-7. Maltodekstrin

memiliki derajat putih yang bervariasi mulai dari 66,4% - 88,75%, perbedaan

warna tersebut disebabkan oleh proses pengeringan yang dilakukan tidak sama.

Page 12: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

12

Pengeringan dalam oven menghasilkan warna maltodekstrin lebih gelap

sedangkan yang dikeringkan dengan spray dried warnanya akan lebih putih

karena proses pengeringan berlangsung sangat cepat (Anwar dkk, 2004).

Perubahan pada nilai DE akan memberikan karateristik yang berbeda-

beda. Peningkatan nilai DE akan meningkatkan warna, sifat higroskopis,

plastisitas, rasa manis, kelarutan, dan osmolaritas. Penurunan nilai DE akan

diikuti dengan penurunan berat molekul, viskositas dan kohesivitas (Kuntz, 1997).

7. Surfaktan

Surfaktan adalah subtansi yang dalam keadaan rendah mempunyai sifat

dapat terabsorbsi pada sebagian atau seluruh antar muka sistem. Surfaktan dapat

merubah jumlah energi yang dibutuhkan untuk memperluas permukaan tersebut

secara bermakna. Kerja paling penting dari zat pembasah adalah untuk

menurunkan sudut kontak antara permukaan dengan cairan pembasah dan

membantu memisahkan fase udara pada permukaan dan menggantinya dengan

suatu fase cair. Surfaktan mempunyai gugus hidrofil dan lipofil yang seimbang

sehingga mampu menjadi jembatan penghubung antara polar dan nonpolar yang

dapat menyebabkan terjadinya interaksi antara ke 2 fase tersebut dengan baik.

Apabila surfaktan dilarutkan ke dalam air maka gugus hidrofil akan berikatan

dengan molekul air tetapi gugus nonpolar ditolak oleh air dan didesak ke

permukaan kemudian diadsorbsi pada antarmuka sehingga menurunkan tegangan

permukaan sampai semua permukaan itu penuh ditutupi oleh surfaktan. Apabila

surfaktan dengan konsentrasi rendah berada dalam cairan maka surfaktan akan

teradsorbsi pada permukaan dengan ukuran subkoloid, tetapi pada kadar yang

lebih tinggi surfaktan akan mengumpul membentuk agregat yang disebut misel.

Kadar dimulai terbentuk misel disebut Critical Micelle Concentration (CMC),

sehingga perlu diperhatikan konsentrasi penaikan surfaktan yang cocok untuk

meningkatkan kelarutan obat (Martin et al, 1983).

Menurut Martin et al (1983) berdasarkan struktur kimianya, surfaktan

dibagi menjadi 4 yaitu :

(a) Surfaktan anionik

Surfaktan yang dapat dilarutkan ke dalam air dan mempunyai bagian yang

Page 13: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

13

aktif pada bagian anionnya. Contohnya Na-lauril sulfat, Na-aril sulfat.

(b) Surfaktan kationik

Surfaktan yang apabila dilarutkan ke dalam air akan terionisasi dan

bagian yang aktif terdapat pada kationnya. Contohnya cetrimide.

(c) Surfaktan nonionik

Surfaktan yang tidak mempunyai muatan listrik, mempunyai gugus

terionisasi, aktivitas molekulnya ditunjukan oleh keseluruhan molekul.

Contohnya tween dan span.

(d) Surfaktan amfolitik

Surfaktan yang sekurang-kurangnya mengandung satu gugus ionik, dapat

bermuatan positif, negatif atau netral tergantung pada pH larutan. Surfaktan ini

merupakan kombinasi surfaktan anionik, non ionik dan kationik. Contohnya

acacia.

Menurut Martin et al (1983) dari ke empat golongan surfaktan tersebut,

golongan non ionik paling banyak dipakai karena mempunyai keuntungan antara

lain dapat bercampur dengan berbagai macam obat, tidak toksik dan tidak iritatif.

Peranan surfaktan sebagai penurun tegangan antar muka berdasarkan

gugus yang dikandungnya yang teradsorbsi pada antarmuka yaitu gugus hidrofil

yang mempunyai afinitas besar terhadap senyawa polar. Disamping itu surfaktan

mempunyai sifat dapat mempertahankan obat terlarut tetap dalam bentuk agregat

yang tersebar merata serta berdiri sendiri di dalam medium. Oleh karena itu obat

terlarut akan terdispersi sebagai partikel dengan ukuran yang relatif kecil

sehingga luas permukaan efektifnya menjadi lebih besar. Penggunaan surfaktan

dalam formulasi obat maka kecepatan pelarut obat tergantung jumlah dan jenis

surfaktan yang digunakan. Pada umumya dengan adanya penambahan surfaktan

dalam suatu formula akan menambah kecepatan pelarutan bahannya ( Martin et

al,1983).

Sorbitan monostearat atau span 60 adalah campuran ester dari sorbitol

monoanhidrida dan dianhidridanya dengan asam stearat. Span 60 bersifat padat,

warna kuning pucat, bau lemah seperti minyak, tidak larut tapi terdispersi dalam

air dan sukar larut dalam etanol 95% P. Span 60 biasa digunakan sebagai

pengemulsi dan surfaktan (Anonim, 1993).

Page 14: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

14

8. Ibuprofen

CH3CHCH2 CHCOOH

CH3 CH3

Gambar 2. Struktur Molekul Ibuprofen (Anonim,1995)

Ibuprofen mengandung tidak kurang dari 97% dan tidak lebih dari 103,0%

C13H18O2 dihitung terhadap zat anhidrat. Ibuprofen berbentuk serbuk hablur, putih

hingga hampir putih, berbau khas lemah. Ibuprofen praktis tidak larut dalam air,

sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton dan dalam

kloroform, sukar larut dalam etil asetat. Struktur molekul ibuprofen dapat dilihat

pada gambar 2 (Anonim,1995).

Ibuprofen bersifat analgesik dengan daya anti inflamasi yang tidak terlalu

kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Efek anti inflamasinya terlihat

dengan dosis 1200-1400 mg sehari. Absorbsi ibuprofen cepat melalui lambung

dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam

plasma sekitar 2 jam. Sembilan puluh persen ibuprofen terikat pada protein

plasma. Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari

konjugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi

(Ganiswara,1995).

B. Landasan Teori

Sekarang ini banyak dilakukan penelitian mengenai penghantaran obat.

Pada umumnya tujuan dari pengembangan sistem penghantaran obat ini adalah

untuk meminimalkan efek samping dan mencegah obat rusak di saluran cerna

sehingga dapat meningkatkan bioavaibilitas obat dalam plasma. Beberapa

alternatif penghantar obat telah diteliti namun masih memiliki kekurangan

diantaranya metodenya rumit, mahal dan waktunya lama. Niosom yang saat ini

sedang dikembangkan diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut.

Page 15: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

15

Niosom adalah sistem vesikel yang mirip dengan liposom dalam fungsinya

menghantar obat. Stabilitas niosom lebih baik karena strukturnya lebih sederhana

dan tidak membutuhkan penanganan khusus saat penggunaan dan penyimpanan.

Penggunaan niosom sebagai vesikel dapat dilihat dari penetapan jumlah obat yang

dibawa. Model obat yang dipakai adalah ibuprofen yang bersifat praktis tidak

larut dalam air sehingga formulasi dengan niosom akan meningkatkan

bioavailabilitas obat serta efikasinya dalam tubuh.

Niosom dibuat dari hidrasi proniosom Proniosom dibuat dengan

menyemprotkan surfaktan dalam pelarut organik ke serbuk sorbitol kemudian

menguapkan pelarutnya, tetapi untuk melapisi partikel sorbitol ini sulit karena

sorbitol yang digunakan larut dalam pelarut organik sehingga partikel sorbitol

dapat terdegradasi dan menjadi sangat kental. Untuk mencegah hal ini, beberapa

metode pembuatan proniosom telah dicoba, salah satunya adalah mengganti

sorbitol dengan maltodekstrin yang tidak larut dalam pelarut organik.

Pada penelitian Blazek-Welsh dan Rhodes (2001) dilaporkan bahwa

niosom berbasis maltodekstrin dapat digunakan sebagai pembawa obat ampifilik

dengan aprenolol sebagai modelnya. Penelitian Jufri dkk (2005) juga

memperlihatkan bahwa maltodekstrin yang berbasis pati singkong DE 5-10 dapat

digunakan untuk pembuatan niosom. Pada penelitian ini digunakan pati beras

sebagai bahan dari pembuatan maltodekstrin. Pati singkong dan pati beras

keduanya memiliki kandungan amilosa sehingga dapat dipakai sebagai dasar

pembuatan maltodekstrin. Diharapkan di akhir penelitian ini dapat dihasilkan

niosom dari maltodekstrin yang berasal dari pati beras dengan DE 5-10.

C. Hipotesis

Maltodekstrin dengan DE 5 – 10 dapat digunakan sebagai bahan dasar

pembuatan niosom sebagai sistem vesikel penghantaran obat dan variasi

konsentrasi total surfaktan dapat mempengaruhi niosom. Niosom dapat digunakan

sebagai penghantar obat ibuprofen.

Page 16: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

16

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan baku yang digunakan adalah : pati beras (Amylum oryzae) (kualitas

farmasetis); sorbitan monostearat (Merck), dekstros anhidrat (Merck), HCl

(Merck), NaOH (Merck), pereaksi iodium (Merck), CaCl2 anhidrat (Merck),

enzim α-amilase (Fluka BioChemika), alkohol 96% (Merck), kloroform

(Merck), aquadest (kualitas farmasetis), aquadest bebas ion (kualitas

farmasetis), KH2PO4 (Merck), kertas lakmus P, reagensia nelson (kualitas

farmasetis) dan reagensia arsenomolibdat (kualitas farmasetis).

2. Alat

Peralatan yang digunakan adalah waterbath shaker (Memmert WBU 45), pH

meter (Mettler toledo SG 2), hotplate stirer, timbangan analitik (Mettler

Toledo Dragon 204), spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U2810), ayakan 60

mesh, vortex mixer (Thermalyne type 16700 mixer), rotary evaporator

(Heidolph Heizbad WB), alat sentrifugasi (Hitachi Himac CT 4D), oven

(Memert), mikroskop optik (Olympus CX41), motorized tapping device

(Tatonas), mixture balance (Mettler toledo HB 43) dan alat-alat gelas

Page 17: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

17

B. Cara Penelitian

1. Pemeriksaan Pati Beras (Amylum oryzae) (Anonim, 1979)

a. Mikroskopi

Sejumlah serbuk pati beras diletakan diatas gelas objek, diberi air lalu diamati

dibawah mikroskop (bentuk pati, letak hilus)

b. Kelarutan

Satu bagian pati ditambahkan 10.000 bagian air dan etanol, diaduk kemudian

diamati kejernihannya

c. Identifikasi pati beras

Sebanyak 1 g pati disuspensikan dalam 50 ml air yang dipanaskan hingga

mendidih selama 1 menit kemudian didinginkan sampai terbentuk larutan

kanji yang encer. Larutan kanji tersebut diambil 1 ml kemudian dicampur

dengan 0,05 ml iodium 0,005 M kemudian diamati perubahan yang terjadi.

Sejumlah suspensi pati diletakkan diatas kertas lakmus P dan diamati

perubahan warna yang terjadi

d. Organoleptis

Uji organoleptis meliputi bentuk, warna, bau dan rasa

e. Penetapan kadar air

Pemeriksaan kadar air diuji menggunakan alat uji kadar air. Sejumlah serbuk

pati beras dimasukkan ke dalam alat uji kadar air, kemudian permukaan pati

beras diratakan. Alat uji kadar air dinyalakan dan nilai kadar air akan tertera

pada alat.

2. Pembuatan maltodekstrin (Berdasarkan metode Jufri dkk, 2004 yang

dimodifikasi)

Tahap awal pembuatan niosom adalah pembuatan maltodekstrin yang

berasal dari pati beras (Amylum oryzae). Sejumlah 40% b/b pati beras (berat

kering) disuspensikan dalam air bebas ion yang mengandung 200 ppm CaCl2.

Suspensi yang dihasilkan diatur pH-nya sampai 6,5 menggunakan pH meter

dengan menambahkan NaOH 0,1 N. Enzim α-amilase ditambahkan ke dalam

campuran kemudian diinkubasi dalam waterbath shaker. Konsentrasi enzim α-

amilase, waktu inkubasi dan suhu inkubasi divariasikan untuk memperoleh nilai

Page 18: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

18

Dextrose Equivalent 5-10.

Selanjutnya campuran didinginkan dengan merendam wadah dalam air

dingin hingga suhu 30-40°C, untuk menghentikan aktivitas enzim ditambahkan

HCl 0,1 N sampai pH 3,7-3,9. Setelah 30 menit larutan yang diperoleh dinetralkan

kembali dengan NaOH 0,1 N sampai pH 7,0.

Hasil yang diperoleh dikeringkan dalam bentuk lapisan tipis di oven pada

suhu 50°C hingga kering, kemudian dikerik dan dihaluskan dengan blender kering

dan diayak dengan ayakan no 60 mesh.

3. Penentuan Nilai Dextrose Equivalent (Sudarmadji dkk, 1995)

a. Penyiapan kurva standar

Larutan glukosa standart dibuat dengan konsentrasi 10 mg glukosa

anhidrat / 100 ml, dari larutan standart tersebut dibuat seri kadar dengan

konsentrasi 2 mg/ml, 4 mg/ml, 6 mg/ml, 8 mg/ml, 10 mg/ml. Sebanyak 1 ml

larutan glukosa standart tersebut dimasukan ke dalam tabung reaksi yang

berbeda dan 1 tabung diisi dengan 1 ml aquadest sebagai blangko. Sebanyak 1

ml reagensia nelson ditambahkan ke dalam tabung reaksi kemudian tabung

dipanaskan dalam air mendidih selama 20 menit. Selanjutnya tabung

didinginkan sampai suhu mencapai 25oC. Setelah dingin ditambahkan 1 ml

reagen arsenomolibdat. Tabung digojog sampai semua endapan Cu2O yang

ada larut kembali. Setelah semua endapan larut ditambahkan 7 ml aquadest dan

digojog hingga homogen. Semua larutan tersebut kemudian dibaca

absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm sehingga diperoleh persamaan

garis y = a + bx

b. Penentuan gula reduksi

Sebanyak 8 mg maltodekstrin dilarutkan dengan aquadest sehingga

diperoleh konsentrasi 8 mg / 100 ml. Dari larutan maltodekstrin diambil 1 ml

dan dimasukan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan reagensia

Nelson. Tabung reaksi dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 20

menit, kemudian didinginkan sampai suhu 25oC. Setelah dingin ditambahkan 1

ml reagensia arsenomolibdat. Tabung digojog sampai semua endapan Cu2O

larut, setelah larut ditambahkan 7 ml aquadest dan digojog hingga homogen.

Page 19: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

19

DE =

Larutan yang dihasilkan dibaca absorbansinya pada gelombang 540 nm.

Jumlah gula reduksi dapat ditentukan berdasarkan absorbansi larutan contoh

dan dimasukan ke dalam persamaan garis. Dari jumlah gula reduksi tersebut,

dapat dicari nilai Dextrose Equivalent (DE) dengan rumus:

(% gula reduksi)(100)

% susut pengeringan (1)

4. Uji Sifat Fisik Maltodekstrin

Uji sifat fisik maltodekstrin meliputi

a. Organoleptis (Reynolds, 1993)

Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna, rasa dan bau.

b. Penetapan kadar air (Lachman and Lieberman, 1995)

Pemeriksaan kadar air diuji menggunakan alat uji kadar air. Sejumlah serbuk

maltodekstrin dimasukan ke dalam alat uji kadar air, kemudian permukaan

maltodekstrin diratakan. Alat uji kadar air dinyalakan dan nilai kadar air

akan tertera pada alat.

c. Penetapan pH

Penetapan pH ini dilakukan dengan mencelupkan pH meter ke dalam

suspensi dari maltodekstrin yang ditempatkan di atas hotplate stirer

sehingga suspensi selalu homogen. Nilai pH dari suspensi akan tertera pada

alat.

d. Penetapan Sudut Diam (Lachman and Lieberman, 1995)

Maltodekstrin dituang pelan-pelan lewat corong, sementara bagian bawah

corong ditutup. Selanjutnya penutup dibuka dan granul dibiarkan mengalir

keluar. Diukur tinggi dan jari-jari kerucut yang terbentuk, kemudian

ditentukan sudut diamnya.

Tg α = h / r (2)

Keterangan:

α : Sudut diam

h : tinggi kerucut

r : jari-jari kerucut

Page 20: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

20

e. Penetapan indeks kompresibilitas (Lachman and Lieberman, 1995)

Maltodekstrin dituang pelan-pelan ke dalam gelas ukur sampai volume 10

ml. Gelas ukur dipasang pada motorized tapping device, kemudian alatnya

dinyalakan. Pengetapan dilakukan sampai volume konstan. Perubahan

volume setelah pengetapan dicatat.

Vawal - Vakhir (3) Vawal

f. Penetapan densitas (Lachman and Lieberman, 1995)

Serbuk dimasukan ke dalam gelas ukur 10 ml, kemudian diukur berat dari

maltodekstrin. Bobot jenis dihitung dengan rumus :

massa serbuk

x 100% Indeks kompresibilitas =

(4) Volume serbuk

Densitas =

5. Pembuatan Proniosom (Jufri dkk, 2004)

Proniosom dibuat dengan menyalut maltodekstrin dengan surfaktan non

ionik. Surfaktan yang digunakan adalah sorbitan monostearat.

Tabel II . Formula proniosom dengan variasi konsentrasi total surfaktan

Formula Berat maltodekstrin (gram)

Konsentrasi surfaktan Span 60 (mmol)

1 5,00 1x 2,50 2 5,00 2x 5,00 3 5,00 3x 7,50 4 5,00 4x 10,00

Maltodekstrin dimasukkan ke dalam labu bulat, kemudian ditambahkan

volume larutan stok surfaktan (larutan sorbitan monostearat) yang ekivalen

dengan komposisi tiap formula. Jika campuran belum membentuk slurry, perlu

ditambahkan kloroform secukupnya. Campuran kemudian diuapkan dengan

rotary evaporator pada suhu 50-60°C dan kecepatan 60 rpm sampai terbentuk

serbuk kering. Serbuk proniosom yang dihasilkan dibiarkan di desikator selama

dua malam, kemudian disimpan dalam wadah tertutup rapat di lemari es (pada

suhu di bawah 10°C).

Page 21: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

21

6. Uji Sifat Fisik Proniosom

a. Uji Organoleptis

Uji ini meliputi bentuk, warna, rasa dan bau

b. Penetapan kadar air (Lachman and Lieberman, 1995)

Pemeriksaan kadar air diuji menggunakan alat uji kadar air. Sejumlah serbuk

proniosom dimasukan ke dalam alat uji kadar air, kemudian permukaan

proniosom diratakan. Alat uji kadar air dinyalakan dan nilai kadar air akan

tertera pada alat.

c. Penetapan pH

Penetapan pH ini dilakukan dengan mencelupkan pH meter ke dalam

suspensi dari proniosom yang ditempatkan di atas hotplate stirer sehingga

suspensi selalu homogen. Nilai pH dari suspensi akan tertera pada alat.

d. Penetapan sudut diam (Lachman and Lieberman, 1995)

Proniosom dituang pelan-pelan lewat corong, sementara bagian bawah

ditutup. Setelah itu penutup dibuka dan granul dibiarkan mengalir keluar.

Diukur tinggi dan jari-jari kerucut yang terbentuk, kemudian ditentukan

sudut diamnya. Sudut diam dihitung dengan menggunakan persamaan (2).

e. Penetapan indeks kompresibilitas (Lachman and Lieberman, 1995)

Proniosom dituang pelan-pelan ke dalam gelas ukur sampai volume 10 ml.

Gelas ukur dipasang pada motorized tapping device, kemudian alatnya

dinyalakan. Pengetapan dilakukan sampai volume konstan. Perubahan

volume setelah pengetapan dicatat kemudian dihitung indeks kompresibilitas

menggunakan persamaan (3).

f. Penetapan densitas (Lachmann and Lieberman, 1995)

Serbuk dimasukan ke dalam gelas ukur 10 ml, kemudian diukur berat dari

proniosom. Bobot jenis dihitung dengan menggunakan persamaan (4).

7. Pembuatan Niosom (Jufri dkk, 2004)

a. Niosom kosong

Sejumlah serbuk proniosom yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke

dalam tabung reaksi. Sejumlah volume aquadest bebas ion yang bersuhu ±

80°C ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Setelah ditutup rapat, campuran

Page 22: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

22

itu divortex selama ± 30 detik (diulang 4x). Suspensi niosom dibuat dengan

konsentrasi total surfaktan konstan yaitu 10 mmol/L untuk tiap formula.

b. Niosom dengan obat

Bahan aktif yang digunakan sebagai model obat adalah ibuprofen. Larutan

stok ibuprofen dalam alkohol 96% : buffer fosfat pH 7,4 (1:10) dibuat

dengan konsentrasi 10 mmol/L. Niosom dibuat dengan cara yang sama

seperti diatas, hanya volume air yang ditambahkan diganti dengan larutan

ibuprofen dalam campuran alkohol 96% : buffer fosfat pH 7,4 (1:10) yang

bersuhu ± 80°C. Sediaan yang diperoleh didinginkan pada temperatur ruang.

8. Karakterisasi niosom (Jufri dkk, 2004)

a. Mikroskopi optik

Suspensi niosom yang diperoleh, dipipet, diteteskan di atas kaca objek dan

ditempatkan di bawah mikroskop optik kemudian diamati morfologinya, dan

difoto menggunakan kamera.

b. Penetapan jumlah obat yang dibawa

Sejumlah 1,0 mL suspensi niosom diencerkan dengan air (1 : 4) kemudian

disentrifus pada 4000 rpm selama ± 30 menit dan didekantasi. Supernatan

yang diperoleh dipipet 1,0 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 25,0

mL, kemudian ditepatkan volumenya dengan buffer fosfat pH 7,4 hingga

garis batas.

Larutan kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 264 nm dan

dibandingkan dengan serapan larutan standar ibuprofen yang telah diketahui

kadarnya untuk menghitung berapa jumlah ibuprofen yang larut / tidak

dibawa oleh niosom (Cf). Jumlah obat yang dibawa oleh niosom (EP) dapat

dihitung dengan rumus :

EP (%) = [(Ct – Cf) / Ct] x 100 (5)

Keterangan :

Ct : konsentrasi larutan stok Ibuprofen yang digunakan untuk membuat

suspensi.

Cf : jumlah ibuprofen yang larut

Ep : jumlah obat yang dibawa niosom

Page 23: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

23

C. Analisis Hasil

Hasil pengujian berbagai parameter di atas dianalisis dengan

menggunakan pendekatan teoritis. Hasil yang diperoleh dari uji pemeriksaan pati

beras (Amylum oryzae), uji sifat fisik maltodekstrin dan uji sifat fisik proniosom

dibandingkan terhadap persyaratan-persyaratan sesuai dengan kepustakaan yang

ada. Sedangkan data dari penetapan jumlah obat yang dibawa akan digunakan

untuk mengetahui berhasil atau tidaknya niosom yang berasal dari maltodekstrin

DE 5-10 dalam membawa obat.

Page 24: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pemeriksaan pati beras (Amylum oryza)

Pati beras merupakan bahan dasar pembuatan maltodekstrin sehingga perlu

dilakukan uji untuk mengetahui karakteristik dari pati beras.

Tabel III. Hasil pemeriksaan kualitatif pati beras

Uji Kualitatif Standar (Anonim, 1979)

Hasil Keterangan

Mikroskopi Butir bersegi banyak, tunggal atau majemuk bentuk bulat telur, hilus tidak terlihat jelas

Butir-butir majemuk dan tidak terlihat adanya hilus

Sesuai

Kelarutan Tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol

Praktis tidak larut dalam etanol dan air dingin

Sesuai

Identifikasi a. Suspensi dalam

air dengan pemanasan

b. Iodine Test c. Kertas lakmus

Larutan kanji yang tidak transparan Warna biru tua hilang pada saat pemanasan dan timbal kembali pada pendinginan Tidak mengubah warna

Larutan kental berwarna putih tidak transparan Berwarna biru tua, saat dipanaskan warna biru menghilang dan muncul kembali saat didinginkan Tidak mengubah warna

Sesuai

Sesuai

Sesuai

Organoleptis a. Bentuk b. Warna c. Bau d. Rasa

Serbuk sangat halus Putih Tidak berbau Tidak berasa

Serbuk halus Putih Tidak berbau Tidak berasa

Sesuai

Sesuai Sesuai Sesuai

Kadar air Kurang dari 15% 10,37% Sesuai

a. Mikroskopi

Jenis amilum yang berbeda akan memberikan penampakan mikroskop

yang berbeda dan bersifat khas. Pada pati beras ditambahkan sedikit air dan

diamati dibawah mikroskop optik dengan perbesaran 100x. Menurut

Farmakope edisi III (Anonim,1979) pati beras jika diamati dengan mikroskop

Page 25: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

25

terlihat butir bersegi banyak, tunggal atau majemuk, hilus tidak terlihat jelas

dan tidak ada lamela konsentris.

Gambar 3. Bentuk mikroskopik Amylum oryzae dengan perbesaran 100x,

Dari gambar 3 terlihat butir-butir yang majemuk dan tidak terlihat

adanya hilus, sehingga dapat dikatakan bahwa Amylum oryzae yang dipakai

sudah memenuhi persyaratan.

b. Kelarutan

Pati beras dimasukan ke dalam air dingin dan etanol dan dilihat

kelarutannya. Dari hasil uji kelarutan menunjukkan bahwa pati beras tidak larut

dalam air dingin dan etanol. Pati mengandung amilosa dan amilopektin.

Amilosa dapat larut dalam air sedangkan amilopektin tidak larut dalam air.

Semakin kecil kandungan amilosa semakin tinggi kandungan amilopektinnya

(Winarno, 2002). Pati beras memiliki kandungan amilopektin yang lebih besar

dari amilosa sehingga tidak larut dalam air. Menurut Farmakope edisi III

(Anonim,1979) pati beras tidak larut dalam air dan etanol sehingga pati beras

yang digunakan sudah memenuhi standarnya.

c. Identifikasi

Identifikasi pati beras dilakukan dengan mensuspensikan pati beras

dengan air yang dipanaskan hingga terbentuk larutan kental berwarna putih dan

tidak transparan, tidak menimbulkan bau dan tidak mengubah warna kertas

lakmus. Pati ketika dipanaskan hanya akan menghasilkan tenaga yang

melemahkan ikatan hidrogennya sehingga air dapat diserap oleh butiran

amilum dan mulai mengembang sehingga terbentuk larutan kanji yang kental.

Page 26: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

26

Larutan kanji yang terbentuk ditambah dengan pereaksi iodium sehingga

berubah warna menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul pati

yang berbentuk spiral sehingga akan mengikat molekul iodin dan terbentuklah

warna biru. Apabila pati dipanaskan, spiral akan merenggang, molekul-molekul

iodin terlepas sehingga warna biru menjadi hilang (Winarno, 2002). Reaksi ini

bersifat reversible sehingga ketika didinginkan akan terbentuk kembali warna

biru. Hal ini disebabkan iodin akan berikatan kembali dengan molekul pati.

d.Organoleptis

Dalam Farmakope edisi III (Anonim,1979) disyaratkan bahwa pati beras

berbentuk serbuk halus, berwarna putih, tidak berasa dan tidak berbau. Tabel

III menunjukkan bahwa pati beras yang dipakai sudah sesuai kriteria pada

Farmakope edisi III (Anonim,1979) yaitu serbuk halus, berwarna putih, tidak

berasa dan tidak berbau.

e. Uji kadar air

Menurut Farmakope edisi III (Anonim,1979) amilum mempunyai

persyaratan memiliki kadar air tidak lebih dari 15%. Kadar air akan

berpengaruh pada stabilitas saat penyimpanan. Kadar air yang tinggi dapat

menyebabkan pati yang terbentuk kurang stabil. Dari tabel III, diperoleh kadar

air 10,37% sehingga dapat dikatakan bahwa kadar air dari pati beras sudah

memenuhi kriteria yaitu kurang dari 15%.

Dari keseluruhan uji identifikasi pati beras, menunjukkan bahwa hasil

identifikasi pati beras sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh

Farmakope edisi III (Anonim, 1979) sehingga dapat digunakan dalam

pembuatan maltodekstrin.

2. Pembuatan maltodekstrin

Maltodekstrin dibuat dari pati beras sejumlah 40% b/b yang disuspensikan

dalam air bebas ion yang mengandung 200 ppm CaCl2. Pati beras yang digunakan

adalah seberat 80 gram yang kemudian disuspensikan dalam larutan stok air bebas

ion 200 ml yang mengandung CaCl2 sebanyak 0,04 gram, sehingga berat total

suspensi adalah 200 gram. Penggunaan air bebas ion bertujuan untuk

menghilangkan ion-ion yang dapat mengganggu aktivitas enzim, sedangkan

Page 27: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

27

penambahan CaCl2 berfungsi untuk menyediakan ion kalsium (Ca2+) yang akan

mempertahankan stabilitas enzim pada temperatur tinggi. Ion kalsium akan

bereaksi dengan cara membentuk khelat dengan sisi enzim dan akan menjaga

kestabilan struktur tersiernya. Jumlah konsentrasi ion kalsium per molekul pada

tiap enzim sangat bervariasi (Whistler et al, 1984). Apabila konsentrasi ion Ca2+

yang ditambahkan terlalu banyak (500 ppm) akan menghambat aktivitas enzim.

Suspensi pati diatur pH-nya dengan pH meter yaitu dengan menaikkan pH

pati dari 4,5-5 menjadi 6,5 untuk mengaktifkan enzim, karena kerja enzim sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pH. Apabila pH terlalu

tinggi atau terlalu rendah akan dapat mendegradasi enzim sehingga enzim akan

rusak. Enzim α-amilase diketahui bekerja optimum pada pH 6-7.

Suspensi yang telah diatur pH-nya, kemudian ditambahkan enzim α-

amilase sebanyak 0,4% b/b, yaitu 0,5 gram dalam 200 gram suspensi. Suspensi

tersebut dipanaskan dalam waterbath shaker selama 120 menit pada suhu 60ºC

dan kecepatan 80 rpm. Kondisi tersebut berdasar optimasi yang dilakukan dan

merupakan kondisi optimum untuk mencapai DE 5-10. Suhu yang digunakan

adalah 60ºC untuk menjaga agar enzim tidak rusak karena enzim yang digunakan

bersifat termolabil dan mempunyai suhu maksimal 65ºC. Walaupun demikian,

suhu tersebut cukup tinggi untuk dapat melepaskan amilosa dan amilopektin dari

granul pati sehingga dapat dengan mudah dihidrolisis oleh enzim.

Tabel IV. Kondisi pembuatan maltodekstrin dari pati beras

Kadar Enzim (%)

Suhu (oC) Waktu (menit)

Kadar Gula Reduksi

Kadar Air Dextrose Equivalent

0,10 85 65 - - - 0,10 70 85 23,05 8,53 270,39 0,10 60 65 13,08 10,72 122,03 0,20 60 100 3,81 8,72 43,68 0,20 60 100 2,83 9,17 30,87 0,40 60 100 0,95 8,01 11,89 0,40 60 100 0,73 8,65 8,46

Untuk memperoleh nilai DE yang tepat dilakukan optimasi menggunakan

variasi suhu, konsentrasi enzim dan lamanya waktu inkubasi. Hasil optimasi dapat

dilihat pada tabel IV. Dari berbagai variasi pada pembuatan maltodekstrin dapat

Page 28: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

28

terlihat bahwa faktor yang mempengaruhi nilai DE adalah lamanya hidrolisis,

temperatur, jenis dan konsentrasi enzim yang digunakan.

Enzim α-amilase bekerja memecah pati dengan beberapa tahap, pertama

terjadinya gelatinisasi yaitu pembengkakan oleh granula pati. Apabila pati

dimasukan ke dalam air dingin maka granulanya akan menyerap air sekitar 30%

dan mengalami pembengkakkan. Peningkatan pembengkakan granula pati terjadi

pada suhu antara 55-60oC (Deman, 1997). Suspensi pati beras yang dipanaskan

pada suhu 60oC selain berfungsi menjaga agar enzim tidak rusak juga membantu

proses gelatinisasi sehingga memudahkan enzim dalam melakukan kerja.

Tahap yang kedua adalah penurunan viskositas secara cepat. Enzim α-

amilase merupakan endoenzim yang menghidrolisis ikatan α-1,4-glukosida secara

acak sepanjang rantai. Enzim ini menghidrolisis amilopektin menjadi

oligosakarida yang mengandung 2-6 satuan glukosa. Kerja ini mengakibatkan

viskositas menurun secara cepat tetapi pembentukan monosakarida sedikit,

kemudian campuran amilosa dan amilopektin akan dihidrolisis menjadi campuran

dekstrin, maltosa, glukosa dan oligosakarida. Amilosa dihidrolisis sempurna

menjadi maltosa (Deman, 1997).

Enzim α-amilase yang digunakan berasal dari bakteri Aspergillus oryzae

yang bekerja dengan memutus ikatan α-1,4-oligosakarida menjadi α-dekstrin

yang umumnya maltosa (G2) dan oligosakarida (G3). Enzim ini mendegradasi

amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak dan sangat cepat

yang kemudian diikuti dengan pembentukan glukosa dan maltosa. Kerja α-amilase

pada molekul amilopektin menghasilkan glukosa, maltosa dan berbagai α-limit

dekstrin yaitu oligosakarida yang terdiri dari 4 atau lebih gula yang semuanya

mengandung ikatan α-1,6.

3. Penentuan Kadar Dextrose Equivalent (DE)

Pada hidrolisis pati dengan enzim, pati diuraikan secara bertahap menjadi

fragmen yang makin lama makin kecil dan akhirnya menjadi glukosa (dekstrosa)

murni. Derajat depolimerisasi dinyatakan dengan kesetaraan dekstrosa (dextrose

equivalent, DE) yang didefinisikan sebagai jumlah gula reduksi total dinyatakan

sebagai dekstrosa dan dihitung sebagai persentase dari bahan kering total (Deman,

Page 29: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

29

1997).

a. Penyiapan kurva baku

Kurva baku diperlukan untuk menentukan kadar gula yang tereduksi. Dari

kurva baku akan diperoleh persamaan kurva baku yang merupakan hubungan

antara absorbansi versus kadar yang berupa garis lurus dan digunakan untuk

menentukan kadar gula reduksi dari maltodekstrin.

Kurva baku dibuat dengan menggunakan 5 titik sehingga diperoleh suatu

persamaan garis lurus dengan konsentrasi 2 mg/ml, 4 mg/ml, 6mg/ml, 8 mg/ml

dan 10 mg/ml. Pada setiap konsentrasi ditambahkan reagensia nelson. Reagensia

nelson mengandung ion Cu yang akan bereaksi dengan gula reduksi menghasilkan

endapan berwarna merah bata.

2Cu+ + 2 OH- → Cu2O↓ + H2O merah bata Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehid atau keton

bebas yang terdapat dalam karbohidrat. Reaksi reduksi ini dapat dipercepat

dengan pemanasan. Pemanasan dapat meningkatkan energi kinetik dari molekul-

molekul sehingga akan meningkatkan kecepatan reaksi pula. Setelah terbentuk

endapan Cu2O ditambahkan reagen arsenomolibdat yang berfungsi untuk

melarutkan kembali endapan Penambahan reagensia arsenomolibdat berfungsi

untuk melarutkan kembali endapan Cu2O sehingga larutan akan berubah warna

dari biru muda menjadi biru kehijauan. Semakin banyak gula reduksi yang

terkandung dalam campuran, semakin pekat warna hijaunya. Perbedaan warna ini

dapat dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm sehingga

dapat dihitung kadar gula reduksi yang terkandung dalam campuran tersebut.

Kurva baku dekstrose anhidrat dapat dilihat pada gambar 4.

Page 30: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

30

Gambar 4. Kurva Baku Dekstrose Anhidrat

0

0.1

0.2

0.3

0.40.5

0.6

0.7

0.8

0.9

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

Konsentrasi Dekstrose Anhidrat (ppm)

abso

rban

si (n

m)

y = 0,0031 + 0,0077x

Dari hasil absorbansi diperoleh persamaan y = 0,0031 + 0,0077x dengan

nilai r = 0,9990. Persamaan ini digunakan untuk menentukan kadar gula reduksi

dari maltodekstrin dengan cara memasukkan nilai absorbansi pada persamaan y =

0,0031 + 0,0077x.

b. Penentuan kadar gula reduksi

Tabel V. Hasil penetapan kadar gula reduksi maltodekstrin

Kadar gula reduksi *

Kadar air * Dextrose Equivalent *

0,73±0,08 8,47±0,40 8,68±1,39 * : Data disajikan sebagai x ± SD dengan n = 2

Dextrose equivalent didefinisikan sebagai jumlah gula reduksi total

dinyatakan sebagai dekstrosa dan dihitung sebagai persentase dari bahan kering

total (Deman,1997). Semakin kecil kadar gula reduksi semakin kecil nilai DE.

Kadar gula reduksi diperoleh dengan memasukkan nilai absorbansi pada

persamaan y = 0,0031 + 0,0077x, sedangkan nilai DE didapatkan dengan

menggunakan rumus pada persamaan 1. Data pada tabel V menunjukan bahwa

maltodekstrin sudah memenuhi nilai DE yang diinginkan yaitu 8,68 dengan

standar deviasi 1,39. Digunakan maltodekstrin dengan nilai DE 5-10 karena sudah

dibuktikan oleh Jufri dkk (2004) bahwa maltodekstrin DE 5-10 menghasilkan

niosom yang paling baik. Peningkatan nilai DE akan meningkatkan warna, sifat

higroskopis, plastisitas, rasa manis, kelarutan, dan osmolaritas.

Page 31: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

31

4. Uji sifat fisik maltodekstrin

Maltodekstrin yang telah diperoleh diuji sifat fisiknya untuk mengetahui

karakteristik dari bahan ini sebelum digunakan untuk proses lebih lanjut. Uji yang

dilakukan pada bahan ini meliputi uji organoleptis, kadar air, pH, sudut diam,

indeks kompresibilitas dan densitas yang dapat dilihat dari tabel VI berikut.

Tabel VI. Hasil uji sifat fisik maltodekstrin Uji Standar Hasil Keterangan

A. Organoleptis 1. Bentuk 2. Warna 3. Rasa 4. Bau

Serbuk Putih

Tidak berasa -

Serbuk halus Putih tulang Agak manis Tidak berbau

Sesuai Sesuai

Tidak sesuai -

B. Kadar air (%) * - 8,47 ± 0,40 - C. pH * 4 - 7 6,20 ± 0,1 Sesuai D. Sudut diam * - 7,65o ± 0,77 - E. Indeks kompresibilitas (%) *

- 22 ± 2,64 -

F. Densitas(gram/ml) * - 0,34 ± 0,01 - * : Data disajikan sebagai x ± SD dengan n = 3

a. Uji organoleptis

Hasil dari uji organoleptis maltodekstrin dibandingkan dengan standar

yang terdapat dalam Martindale (1993). Uji organoleptis dilakukan dengan

mengamati bentuk, warna, rasa, dan bau dari maltodekstrin. Maltodekstrin

berbentuk serbuk halus karena pada saat pembuatan diayak dengan ayakan mesh

no 60 sehingga ukuran partikelnya dapat lebih homogen. Pengeringan yang

dilakukan pada pembuatan maltodekstrin berpengaruh pada warna dari

maltodekstrin. Pengeringan yang dilakukan dengan spray drying akan

menghasilkan warna yang lebih putih sementara bila dilakukan dengan oven

warnanya lebih gelap. Hal ini terjadi karena pengeringan dengan spray drying

proses pengeringannya terjadi dengan cepat. Apabila dibandingkan dengan pati

beras maka pati beras memiliki warna yang lebih putih. Dari tabel VI diketahui

bahwa maltodekstrin memiliki rasa agak manis. Peningkatan nilai DE akan

meningkatkan gula reduksi walaupun dalan jumlah sedikit oleh karena itu

maltodekstrin mempunyai rasa agak manis, walaupun ini tidak sesuai dengan

standarnya yaitu bahwa maltodekstrin tidak berasa. Maltodekstrin tidak

memiliki bau, hal ini sama dengan pati beras yang juga tidak berbau.

Page 32: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

32

b. Penetapan kadar air

Kadar air akan berpengaruh pada kelembaban maltodekstrin sehingga

juga akan mempengaruhi sudut diam dan waktu alir, selain itu kadar air juga

berhubungan dengan stabilitas pada saat penyimpanan. Kadar air dapat

menyebabkan tumbuhnya bakteri sehingga dapat mengurangi stabilitas dari

maltodekstrin. Semakin rendah kadar air semakin kecil gaya tarik antar

molekulnya. Dari uji diperoleh kadar air (tabel VI) sebesar 8,645 %. Nilai ini

lebih kecil bila dibandingkan dengan kadar air pati beras karena pada proses

pembuatan maltodekstrin dilakukan pengeringan dengan oven.

c. Penetapan pH

Pengukuran nilai pH sangat penting karena akan berpengaruh pada reaksi

antar bahan yang satu dengan bahan yang lain dan juga akan mempengaruhi

stabilitas penyimpanan maltodekstrin. Menurut USP edisi XXIV maltodekstrin

memiliki pH antara 4-7, sedang maltodekstrin yang dibuat memiliki pH 6,2.

d. Penetapan sudut diam

Sudut diam merupakan sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel

bentuk kerucut dengan bidang horisontal. Jika sejumlah serbuk dituang ke

dalam alat pengukur, besar kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh bentuk,

ukuran, dan kelembaban serbuk. Faktor yang mempengaruhi sudut diam adalah

gaya tarik dan gesek antar partikel (Wadke and Jacobson, 1980).

Dari tabel VI diketahui bahwa sudut diam maltodekstrin 7,65o. Hal ini

mungkin terjadi karena maltodekstrin yang dibuat memiliki ukuran yang kecil

sehingga menyebabkan sudut diam yang terbentuk kecil. Pada pembuatan

maltodekstrin dilakukan pengayakan dengan mesh no 60 supaya distribusi

ukuran serbuk dapat terkontrol sehingga waktu alirnya juga lebih baik. Menurut

Fassihi dan Kanfer (1994), granul akan mengalir dengan baik apabila

mempunyai sudut diam antara 25º – 45º. Sudut diam yang didapat dari 5 gram

serbuk maltodekstrin adalah sebesar 7,65º.

e. Penetapan indeks kompresibilitas

Pengetapan merupakan penurunan volume sejumlah serbuk akibat

hentakan (tapped) dan getaran (vibration). Besar kecilnya harga indeks

kompresibilitas sangat ditentukan oleh pengisian ruang antar partikel oleh

Page 33: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

33

sejumlah serbuk dan pemampatan saat terjadinya getaran volumenometer

(Lachman and Lieberman, 1986). Uji pengetapan dilakukan untuk menentukan

indeks kompresibilitas dari maltodekstrin. Data pada tabel VI menunjukan

indeks kompresibilitas maltodekstrin yaitu 22 %.

f. Penetapan densitas

Densitas merupakan perbandingan antara bobot granul dengan volume

granul. Hasil uji densitas maltodekstrin pada tabel VI menunjukan nilai sebesar

0,34 gram/ml. Kerapatan bulk dari suatu serbuk terutama bergantung pada

distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan kecenderungan partikel untuk

melekat satu dengan lainnya. Partikel bisa tersusun sedemikian rupa sehingga

meninggalkan perbedaan yang besar antara permukaan-permukaannya,

menghasilkan serbuk yang ringan atau serbuk yang mempunyai kerapatan bulk

yang rendah. Sementara partikel-partikel yang lebih kecil bisa berada di antara

partikel-partikel yang besar, membentuk serbuk yang berat atau serbuk yang

mempunyai kerapatan bulk tinggi (Martin et al, 1983). Semakin kecil nilai

densitas suatu serbuk , semakin ringan serbuk yang dihasilkan.

5. Pembuatan proniosom

Pada pembuatan proniosom digunakan slurry method karena waktu

pembuatan yang lebih cepat dan tidak membutuhkan peralatan khusus. Formula

yang digunakan adalah maltodekstrin dan sorbitan monostearat. Maltodekstrin

berfungsi sebagai carrier yang akan disalut oleh surfaktan (Blazek-Welsh and

Rhodes, 2001). Digunakan sorbitan monostearat sebagai penyalut karena mudah

didapat dan sudah dibuktikan dapat membentuk niosom.

Proniosom dibuat dengan menambahkan larutan stok surfaktan yaitu span

60 yang dilarutkan dalam kloroform. Pelarut yang digunakan untuk larutan stok

adalah kloroform karena dapat melarutkan sorbitan monostearat dan mudah

menguap sehingga mempercepat penyalutan. Campuran diuapkan dengan rotary

evaporator untuk menguapkan kloroform dan membantu penyalutan

maltodekstrin. Proniosom yang sudah jadi disimpan dalam desikator selama 2

malam untuk menyerap kelembaban dan kemudian disimpan dalam almari es agar

proniosom yang terbentuk tidak rusak dan tetap kering.

Page 34: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

34

6. Uji sifat fisik proniosom

Uji sifat fisik proniosom dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari

proniosom kemudian membandingkannya dengan sifat fisik maltodekstrin. Hasil

selengkapnya dapat dilihat pada tabel VII.

Tabel VII. Hasil uji sifat fisik proniosom

Uji Sifat Proniosom Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4

Organoleptis a. Bentuk b. Warna c. Rasa d. Bau

Serbuk kasar Putih tulang Tidak berasa Tidak berbau

Serbuk kasar Putih tulang Tidak berasa Tidak berbau

Serbuk kasar Putih tulang Tidak berasa Tidak berbau

Serbuk kasar Putih tulang Tidak berasa Tidak berbau

Kadar air (%) * 5,54±0,14 4,67±0,12 3,49±0,08 3,06±0,09 pH * 6,52±0,01 6,67±0,02 6,73±0,02 6,85±0,01 Sudut diam * 8,79±0,28 9,84±0,49 10,65±0,94 11,76±0,38 Indeks kompresibilitas (%) *

12,83±0,29 6,67±0,57 4,67±1,53 3,33±1,16

Densitas (gram/ml) * 0,47±0,03 0,61±0,02 0,63±0,02 0,67±0,02

Keterangan : * = Data disajikan sebagai x ± SD dengan n = 3 Formula 1 = maltodekstrin : span 60 (5g : 2,50 mmol) Formula 2 = maltodekstrin : span 60 (5g : 5,00 mmol) Formula 3 = maltodekstrin : span 60 (5g : 7,50 mmol) Formula 4 = maltodekstrin : span 60 (5g : 10,0 mmol)

a. Uji organoleptis

Uji organoleptis meliputi bentuk, warna, rasa dan bau. Dari hasil uji

organoleptis menunjukkan bahwa proniosom formula 1 berbentuk kasar. Semakin

banyak jumlah surfaktan yang menyalut maltodekstrin maka permukaannya akan

semakin kasar. Proniosom keseluruhannya berwarna putih tulang dan tidak

berbau. Warna putih tulang ini disebabkan oleh surfaktan yang menyalut

maltodekstrin berwarna kuning pucat sehingga akan mempengaruhi warna dari

proniosom. Dari tabel VII diketahui bahwa proniosom tidak berasa.

b. Uji kadar air

Kadar air akan berpengaruh pada stabilitas proniosom selama

penyimpanan. Semakin banyak surfaktan yang ditambahkan, semakin turun kadar

airnya. Hal ini disebabkan jumlah surfaktan yang menyalut maltodekstrin juga

Page 35: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

35

semakin banyak. Selain itu, pada proses pembuatan proniosom dilakukan

penguapan pelarut dengan rotary evaporator dan dilakukan penyimpanan dalam

densikator sehingga dapat menyebabkan menurunnya kadar air bila dibandingkan

dengan maltodekstrin.

c. Uji pH

Nilai pH akan berpengaruh pada stabilitas proniosom. Tabel VII

menunjukkan bahwa semakin banyak surfaktan yang ditambahkan maka nilai pH

juga akan meningkat. Nilai pH proniosom lebih tinggi daripada maltodekstrin

karena telah terjadi penambahan span 60 dan pelarut kloroform.

d. Penetapan sudut diam

Bentuk partikel yang tidak beraturan akan menyebabkan sudut diam

meningkat. Semakin kasar gesekan antar partikel dan semakin tidak beraturan

permukaan partikel juga akan menyebabkan tingginya sudut diam. Dari ke empat

formula proniosom, masing-masing memiliki sudut diam yang berbeda karena

jumlah total surfaktan yang ditambahkan berbeda sehingga cenderung untuk

menghasilkan penyalutan yang berbeda pula. Menurut tabel VII semakin banyak

jumlah total surfaktan yang digunakan sebagai penyalut, semakin tinggi sudut

diamnya. Hal ini terjadi karena semakin banyak jumlah surfaktan maka

permukaan proniosom juga akan semakin kasar sehingga menyebabkan sudut

diam meningkat, walaupun sudut diam yang didapat masih belum memenuhi

syarat yaitu 25o-45o. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa sifat aliran

serbuk dipengaruhi oleh penambahan surfaktan dalam jumlah tertentu karena

bentuk asal partikel maltodekstrin tetap dipertahankan (Jufri dkk, 2004).

e. Penetapan indeks kompresibilitas

Pengetapan merupakan volume dimana satuan massa produk berbentuk

serbuk berada dalam kondisinya yang paling mampat tempat terjadinya perubahan

bentuk partikel. Besar kecilnya harga indeks kompresibilitas sangat ditentukan

oleh pengisian ruang antar partikel oleh sejumlah serbuk dan pemampatan saat

terjadinya getaran volumenometer (Lachman and Lieberman, 1994).

Tabel VII menunjukan terjadinya perbedaan indeks kompresibilitas pada

masing-masing formula. Pada hasil uji menunjukkan bahwa semakin banyak

jumlah surfaktan maka indeks kompresibilitasnya juga semakin kecil. Hal ini

Page 36: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

36

terjadi karena proniosom yang dihasilkan juga semakin kasar yang berarti

kemampuan partikel untuk mengisi ruang antar partikel berkurang sehingga dapat

dikatakan memiliki indeks kompresibilitas yang semakin baik.

f. Penetapan densitas

Densitas merupakan perbandingan antara bobot granul dengan volume

granul. Densitas massa akan berpengaruh pada sifat alir, semakin besar densitas

masssa maka akan semakin baik pula sifat alir serbuk tersebut. Dari hasil uji

menunjukan terjadinya peningkatan densitas dari formula 1 hingga formula 4.

Formula 4 memiliki densitas yang paling tinggi karena penambahan surfaktan

pada formula 4 merupakan yang paling besar. Semakin banyak surfaktan maka

densitas yang diperoleh juga akan semakin besar yang juga berarti semakin berat

serbuk proniosom. Semakin berat partikel akan membuat partikel lebih mudah

jatuh dan mengalir karena mempunyai kecenderungan untuk mengalir ke bawah

karena gaya beratnya.

7. Pembuatan niosom

Niosom dibuat dari hidrasi serbuk proniosom. Hasil dari hidrasi ini akan

menghasilkan suspensi. Untuk membuat niosom yang berisi obat maka niosom

dihidrasi dengan menambahkan larutan obat. Sebagai pembanding digunakan

niosom kosong yang tidak berisi obat. Model obat yang digunakan adalah

ibuprofen karena mudah larut dalam kloroform dan tahan terhadap pemanasan

(Anonim, 1995). Selain itu ibuprofen murah dan mudah didapat. Dalam industri

farmasi, ibuprofen cukup laku di pasaran karena khasiatnya sebagai analgesik

serta anti-inflamasinya.

Ibuprofen bersifat hidrofobik sehingga akan dihasilkan suspensi niosom

yang terpisah dengan jelas. Hal ini terjadi karena ibuprofen terikat dengan kuat

pada molekul span 60 yang juga bersifat hidrofob sehingga menyebabkan

partikel-partikel dalam suspensi menggumpal. Hal ini dapat dibandingkan pada uji

mikroskopi antara niosom kosong dengan niosom yang berisi dengan obat yaitu

pada suspensi yang tidak mengandung obat, agregasi partikel lebih sedikit

dibandingkan suspensi yang mengandung obat.

Page 37: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

37

8. Karakterisasi niosom

a. Mikroskop optik

Karakterisasi dengan mikroskop optik ini dilakukan dengan

membandingkan niosom yang berisi obat dengan niosom tanpa obat. Suspensi

niosom dari masing-masing formula dilihat dibawah mikroskop optik dengan

perbesaran 100x kemudian diamati bentuk molekul.

A B

Gambar 5. Hasil uji mikroskopi suspensi niosom dengan perbesaran 100x ket.A.

Niosom kosong Formula 1, B. Niosom isi Formula 1, C. Niosom kosong Formula 2, D. Niosom isi Formula 2, E. Niosom kosong Formula 3, F. Niosom isi Formula

3, G.Niosom kosong Formula 4, H.Niosom isi Formula 4. a. menunjukan terjadinya aggregasi

Dari hasil uji mikroskopi terlihat adanya partikel kecil berbentuk bulat

yang diduga vesikel niosom yang dihasilkan dari hidrasi proniosom. Pada gambar

5 ditunjukkan bahwa pada suspensi yang tidak mengandung obat memiliki

a

a

G

FE

DC

H

a

a a

a a

a

Page 38: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

38

agregasi partikel yang lebih sedikit dibanding suspensi yang mengandung obat.

Agregasi partikel pada suspensi yang tidak mengandung obat dapat terjadi karena

sistem yang yang terbentuk tidak stabil. Sistem tersebut dapat terstabilkan dengan

memberikan muatan-muatan listrik pada permukaan partikel karena muatan yang

sama menghasilkan tolak menolak yang mencegah koagulasi partikel. Pada

suspensi yang mengandung obat, agregasi partikelnya lebih besar karena sistem

yang terbentuk lebih stabil. Hal ini terjadi karena ibuprofen terikat dengan kuat

pada molekul span 60 yang juga bersifat hidrofob sehingga menyebabkan

partikel-partikel dalam suspensi menggumpal. Walaupun demikian agregasi

dalam sistem suspensi akan menyebabkan terbentuknya endapan dengan cepat.

Telah dibuktikan bahwa penambahan sejumlah kecil DCP cenderung dapat

menstabilkan sistem span 60-niosom dengan memberikan muatan listrik negatif

yang akan mencegah agregasi niosom. Kombinasi surfaktan yang biasa dipakai

dalam berbagai penelitian adalah span 60, kolesterol dan disetilfosfat (DCP)

sehingga akan menghasilkan niosom yang stabil. Kolesterol dipakai untuk

menambah kekakuan pada proniosom sehingga penyalutan yang terjadi rapat dan

tidak mudah bocor, sedang DCP berfungsi untuk menstabilkan proniosom dengan

memberi muatan listrik pada permukaan partikel. Tetapi kolesterol dan DCP

mahal dan sulit didapat sehingga tidak digunakan dalam penelitian ini.

Gambar 5 menunjukkan perbedaan pada suspensi niosom yang

mengandung obat dan yang tidak mengandung obat. Untuk mengetahui jumlah

obat yang dapat dibawa oleh niosom dilakukan penetapan jumlah obat yang

dibawa niosom.

b. Penetapan jumlah obat yang dibawa

Jumlah obat yang dibawa oleh niosom ditetapkan dengan metode

sentrifugasi karena metode ini lebih cepat. Suspensi niosom yang telah diperoleh

disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm yang berfungsi untuk mempercepat

pemisahan dengan cara meningkatkan gaya gravitasi sehingga pemisahan terjadi

dengan cepat. Dari hasil sentrifuse ini diperoleh supernatan yang mengandung

obat yang larut atau tidak dibawa oleh niosom. Kadar obat yang larut ini

kemudian ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri. Apabila jumlah obat yang

larut sama dengan jumlah obat yang ditambahkan maka diasumsikan tidak ada

Page 39: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

39

obat yang dibawa, apabila berbeda diperkirakan telah terbentuk niosom yang

dapat membawa obat. Jumlah obat yang dibawa ditentukan dengan menghitung

persentase selisih jumlah obat yang ditambahkan dan jumlah obat yang larut (Jufri

et al, 2004).

Dari gambar 6 diperoleh persamaan y = 0,0073 + 0,7151x dengan nilai

r = 0,9995. Persamaan linear ini digunakan untuk menentukan kadar

ibuprofen yang terlarut dalam suspensi niosom kemudian dihitung jumlah

obat yang dibawa oleh niosom dengan menggunakan persamaan 5.

Tabel VIII. Konsentrasi jumlah obat yang dibawa niosom dengan total surfaktan 10 mmol

Formula Jumlah ibuprofen yang ditambahkan

(mmol)

Kadar ibuprofen terlarut (mmol)

Persentase ibuprofen yang

dibawa niosom (%) Formula 1 10,00 0,07 ± 0,01 99,35 ± 0,09 Formula 2 10,00 0,04 ± 0,02 99,58± 0,19 Formula 3 10,00 0,03 ± 0,00 99,67 ± 0,02 Formula 4 10,00 0,05 ± 0,01 99,51 ± 0,11 Keterangan : * : Data disajikan sebagai x ± SD dengan n = 3 Formula 1 = maltodekstrin : span 60 (5g : 2,50 mmol) Formula 2 = maltodekstrin : span 60 (5g : 5,00 mmol) Formula 3 = maltodekstrin : span 60 (5g : 7,50 mmol) Formula 4 = maltodekstrin : span 60 (5g : 10,0 mmol)

Dari hasil percobaan diperoleh bahwa jumlah obat yang terlarut

berbeda dengan jumlah obat yang ditambahkan. Tabel VIII menunjukkan

bahwa persentase jumlah obat yang dibawa oleh niosom memiliki kemampuan

y = 0,0073 + 0,007151 x

Gambar 6. Kurva Baku Larutan Ibuprofen

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1

Konsentrasi Ibuprofen (mmol/L)

Abs

orba

nsi (

nm)

y = 0,0073 + 0,7151x

Page 40: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

40

yang hampir sama dalam membawa obat. Tidak ditambahkannya kolesterol

pada formula kemungkinan menyebabkan kurang rapatnya surfaktan yang

menempel pada carrier (maltodekstrin) sehingga jumlah surfaktan yang

tertempel tidak berbeda jauh. Selain itu konsentrasi surfaktan yang digunakan

pada formula 1 diperkirakan sudah mencapai Critical Micelle Concentration

(CMC) sehingga peningkatan konsentrasi surfaktan tidak menyebabkan

perbedaan yang terlalu jauh.

Tabel VIII menunjukan bahwa jika konsentrasi obat yang ditambahkan

dibuat konstan 10 mmol/L, jumlah obat yang dibawa tergantung pada

konsentrasi surfaktan dalam suspensi dengan jumlah maksimal obat yang

terbawa. Jumlah obat yang dibawa tidak tergantung pada konsentrasi obat

yang ditambahkan karena kapasitas niosom terbatas dalam membawa obat

(Blazek-welsh and Rhodes, 2001)

Secara keseluruhan, niosom yang dibuat dari maltodekstrin DE 5-10

yang berasal dari pati beras terbukti mampu menghantarkan obat dengan

persentase yang tinggi. Jumlah surfaktan pada formula 1 telah mampu

membawa obat dengan optimal sehingga penambahan konsentrasi surfaktan

tidak menyebabkan perbedaan yang terlalu jauh yaitu dengan rata-rata

keempat formula 99,53%.

Page 41: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

41

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Maltodekstrin DE 5-10 yang berasal dari pati beras dapat dibuat niosom.

2. Variasi total surfaktan yang ditambahkan tidak mempengaruhi jumlah obat

yang dibawa oleh niosom. Konsentrasi surfaktan yang digunakan pada

formula 1 diperkirakan sudah mencapai nilai Critical Micelle Concentration

(CMC) sehingga peningkatan konsentrasi surfaktan tidak menyebabkan

perbedaan yang terlalu jauh.

3. Niosom dapat digunakan sebagai penghantar obat ibuprofen dengan

persentase yang tinggi dengan rata-rata 99,53%.

B. Saran

1. Perlu dilakukannya penelitian tentang pembuatan niosom yang berbasis

maltodekstrin dari pati jenis lain.

2. Perlu dilakukannya penelitian pembuatan niosom dengan metode yang lain.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjut untuk membuat niosom dengan obat dalam

bentuk sediaan.

4. Perlu dilakukan penelitian dengan model obat yang berbeda.

Page 42: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

42

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 93

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 108, 449

Anonim, 2006, The United Stated Pharmacopeia, edisi XXIV, Webcom Limited, Toronto, 3368

Anwar, E., Djajadisastra, J., Yanuar, A., Bahtiar, A., 2004, Pemanfaatan Maltodekstrin Pati Terigu Sebagai Eksipien Dalam Formula Sediaan Tablet dan Niosom, Majalah Ilmu Kefarmasian, 1(1): 34-36

Biju, S.S., Talegaonkar, S., Mishra, P.R., Khar, R.K., 2006, Vesikular System: An Overview, Indian Journal Of Pharmaceutical Science, 68(2): 141-153

Blazek-Welsh. A.I., Rhodes, D.G.,2001, Maltodekstrin Based Proniosomes, AAPS Pharm. Sci. 3(1)

Chaplin, M., 2004, The Use of Enzymes in Starch Hidrolysis, available at http://www.lsbu.ac.id/biology/enztech/starch.html (diakses tanggal 3 Februari)

Deman, J.M., 1997, Kimia Makanan, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 455

Fassihi, A.R., and Kanfer, I., 1986, Effect of Compressibility and Powder Flow Properties and Tablet Weigh Variation in Drug Development and Industry Pharmacy, Marccel Dekker Inc, 1947-1966

Ganiswara, S., 1995, Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 218

Gibaldi, M., and Fieldman, S., 1970, Mechanism of Surfactant Effect On Drug absorbtion, J. Pharm. Sci, 5

Gibaldi, M., 1984, Biopharmaceiutic and Clinical Pharmacokinetics, 3th ed, Lea & Febiger, Philadelphia, 15-26

Page 43: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

43

Jufri, M., Anwar, E., Djajadisastra, J., 2004, Pembuatan Niosom Berbasis Maltodekstrin DE 5-10 Dari Pati Singkong, Majalah Ilmu Kefarmasian, 1(1): 10-20

Kuntz, AL., 1997, Making The Most of Maltodextrin, available at http://www.foosproductdesign.com/archive/1997/0897DE.html (diakses tanggal 31 Januari 2007)

Lachman, L., and Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, UI Press, Jakarta, 111, 142, 146-147, 339-357

Limwong, V., Sutanthavibul, N., Kulvanich, P., 2004, Sperical Composite Particles Of Rice Starch and Microcrystalline Cellulosa: A New Composed Excipient for Direct Compression, AAPS Pharm. Sci. Tech, 5(2)

Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A., 1983, Farmasi Fisik, UI-Press,1064-1067

McKee, T., McKee, J.R., 2003, Biochemistry: The Molecular Basis of Life, 3th, McGraww-Hill, New York

Moore, G.R.P., Canto, L.R., Amante, E.A., Soldi, V., 2005, Cassava and Corn Starch In Maltodextrin Production, Quinica Nova 28(4)

Patel, S., Natavarial, M., Mukesh, R., 2006, Liposome: A Versatile Platform for Targeted Delivery of Drugs, available at http://www.pharmainfo.net/exclusive/reviews/liposom:_a_versatile_platform_for_targeted_delivery_of_drug (diakses tanggal 23 Januari 2007)

Reynolds, J.E.F., 1993, Martindale: The Extra Pharmacopeia, Volume 1, Info Acces & Distribution Pte Ltd, Singapore, 1044

Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi, 1995, Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian, Liberty, Yogyakarta, 34-35

Uchegbu, I.F., 1999, Parenteral Drug Delivery : 1, Pharmaceutical Journal, 263(7060): 309-318

Voigh, Rudolf, 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gajah Mada University Press, 890-891

Page 44: 20090513092921SKRIPSI_UII_F. MIPA_Farmasi_Pembuatan Niosom berbasis Maltodekstrin  DE 5-10 dari Pati Beras _Amylum Oryzae_Mita Sukamdiyah_03613052

44

Wadge,H.A., and Jacobson.H., 1980, Preformulation Testing in Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, volume 1, Marcell Dekker inc, New York, 670

Winarno, F.G., 2002, Kimia Pangan dan Gizi, PT GramediaPustaka Utama, Jakarta, 30-33

Whistler, R., Bemiller, J.N., Paschall, E., 1984, Starch: Chemistry and Technology, 2nd , Academic Press Inc, London: 88, 516, 524