2009 vip
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 2009 Vip
1/88
KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO
DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT
MENGGUNAKAN BIOREAKTOR
VENTY INDRIANI PAIRUNAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
-
7/22/2019 2009 Vip
2/88
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik Fermentasi Pulp
Kakao dalam Produksi Asam Asetat Menggunakan Biorekator adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Bogor, Januari 2009
Venty Indriani Pairunan
NIM F051060041
-
7/22/2019 2009 Vip
3/88
ABSTRACT
VENTY INDRIANI PAIRUNAN. Characteristic of Cocoa Pulp Fermentation in
Acetic AcidProduction using Bioreaktor. Under direction of USMAN AHMAD,
and TRESNAWATI PURWADARIA
Acetic acid is produced from two stages of fermentation. At the first stage,
in the anaerob condition sugars from the mixture of cocoa pulp and sucrose at
18% brix, was fermented with Saccharomyces cerevisiaeproducing ethanol. The
next stage was by oxidation in aerobic process, where ethanol was transformed to
acetic acid by Acetobacter aceti. The purpose of this research is to characterize
the kinetic changes of acetic acid production from cocoa pulp through alcohol
fermentation using batch and fed-batch fermentation added without and with
cellulase (0 and 13.8 U/l medium fermentation). Result showed that the highest
ethanol production was observed in 96 hours at 9.38% (w/v) max0.01, Y x/s 0.31,
Y p/s 0.53 by using fed-batch fermentation. Meanwhile the highest acetic acid
production was observed at 7.84% (w/v) max 0.01, Y x/s 0.30, Y p/s 0.77 byusing fed-batch fermentation.
Key words: Cocoa pulp, ethanol, acetic acid, batch / fed-batch, and cellulase.
-
7/22/2019 2009 Vip
4/88
RINGKASAN
VENTY INDRIANI PAIRUNAN. Karakteristik Fermentasi Pulp Kakao dalam
Produksi Asam Asetat Menggunakan Bioreaktor. Dibimbing oleh USMAN
AHMAD, dan TRESNAWATI PURWADARIA.
Kakao (Theobroma cacaoL.) merupakan salah satu komoditi ekspor non-
migas yang memiliki potensi yang sangat baik, sebab permintaan dalam negeri
terus meningkat dengan semakin berkembangnya sektor industri yang
memanfaatkan biji kakao sebagai bahan bakunya. Salah satu kelemahan kakao
Indonesia adalah kemasaman biji kakao yang terlalu tinggi sehingga
menghasilkan biji kakao yang kurang baik. Pengurangan jumlah pulp sebelum biji
kakao difermentasi merupakan upaya menurunkan kemasaman biji kakao. Pulp
kakao mengandung glukosa dan sukrosa antara 12-15%, asam-asam organik,
beberapa asam amino dan selulosa. Komposisi demikian cukup baik digunakan
dalam proses fermentasi untuk menghasilkan asam asetat.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fermentasi pulpkakao dalam produksi asam asetat dari substrat etanol hasil fermentasi alkohol
menggunakan bioreaktor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi produksi asam asetat dari substrat etanol hasil fermentasi alkohol
menggunakan kultur batch dan fed-batch dengan dan tanpa penambahan enzim
selulase dalam bioreaktor.
Rancangan acak lengkap faktorial digunakan dalam penelitian ini apabila
terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple
Range Test (DMRT). Medium fermentasi 1000 ml (pulp kakao diencerkan 3x
dengan medium Mandels ditambahkan sukrosa hingga kadar gula total substrat
18% Brix) dan inokulum Saccharomyces cerevisiae sebanyak 10% (v/v). Pada
fermentasi alkohol masing-masing perlakuan terdiri dari batch tanpa enzim
selulase; batch dengan penambahan selulase 13.8 U/l medium fermentasi; fed-batch tanpa enzim selulase, fed-batch dengan penambahan enzim selulase 13.8
U/l medium fermentasi. Selanjutnya etanol yang dihasilkan dari fermentasi
alkohol dalam bioreaktor dilanjutkan dengan fermentasi asam asetat dengan
menambahkan inokulumAcetobacter acetisebanyak 10% (v/v).
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa S. cerevisiae dapat digunakan
untuk fermentasi alkohol karena pulp kakao mengandung kadar gula reduksi
sebesar 9.53% (b/v) dengan total padatan terlarut sebesar 18% brix, sedangkan
A. acetiBTCC-618 dapat digunakan untuk fermentasi asam asetat.
Kultur fed-batch dalam fermentasi alkohol pada medium pulp kakao
merupakan perlakuan terbaik dimana etanol yang dihasilkan sebesar 9.38% (b/v)
dengan max
0.01, Y p/s 0.53 dan Y x/s 0.31, sedangkan etanol yang dihasilkan
pada kultur batch sebesar 8.23% (b/v) dengan max 0.03, Y p/s 0.57 dan
Y x/s 0.65.
Produksi asam asetat yang dihasilkan dari substrat etanol hasil fermentasi
alkohol pada medium pulp kakao secara kultur fed-batch merupakan perlakuan
terbaik sebesar 7.84% (b/v) dengan max0.01, Y p/s 0.77 dan Y x/s 0.30.
-
7/22/2019 2009 Vip
5/88
Kombinasi penambahan enzim selulase (0 dan 13.8 U/l medium
fermentasi) pada kultur batch (jam ke-0) dan fed-batch (jam ke-48) dalam
medium pulp kakaotidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar etanol
dan produksi asam asetat, demikian halnya dengan Y p/s dan Y x/s.
Kata kunci: Pulp kakao, etanol, asam asetat, batch/fed-batch, dan selulase.
-
7/22/2019 2009 Vip
6/88
Hak cipta milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
-
7/22/2019 2009 Vip
7/88
KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO
DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT
MENGGUNAKAN BIOREAKTOR
VENTY INDRIANI PAIRUNAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarMagister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
-
7/22/2019 2009 Vip
8/88
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Suroso, M.Agr. (Alm.)
-
7/22/2019 2009 Vip
9/88
Judul Tesis : Karakteristik Fermentasi Pulp Kakao dalam Produksi
Asam Asetat Menggunakan Bioreaktor
Nama : Venty Indriani Pairunan
NIM : F051060041
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr. Dr. Tresnawati Purwadaria
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Teknologi Pascapanen
Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal ujian : 16 Januari 2009 Tanggal lulus : 29 Januari 2009
-
7/22/2019 2009 Vip
10/88
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala limpahan kasih-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah yang berjudul
Karakteristik Fermentasi Pulp Kakao dalam Produksi Asam Asetat Menggunakan
Bioreaktor.
Penghargaan yang tulus diberikan kepada Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr.
dan Dr. Tresnawati Purwadaria sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing
atas segala arahan, saran, masukan, dan bantuannya dalam penulisan karya
ilmiah. Disamping itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada
Dr. Ir. Suroso, M.Agr. (Alm.) selaku penguji luar komisi.
Penulis bersyukur dan berterimakasih telah diberikan bantuan dalammelaksanakan penelitian oleh Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc. dan
Dr. Ir. Sofyan Iskandar, M.Si selaku Kepala Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor
beserta staf. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada staf Laboratorium
Bioindustri, Teknologi Industri Pertanian, IPB yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu yang telah bersedia memberikan bantuan dan fasilitas selama
penelitian.
Doa dan kasih sayang yang senantiasa mengalir dari kedua orang tua tercinta
dr. Ishak Pairunan, SpA. dan Dra. Evitha Nuri Lepongbulan, Apt. beserta kakakdan adik-adik Fredy Revanio Pairunan, SE., Edward Ronaldo Pairunan, dan
Lorenzo Pairunan untuk canda-tawa dan kasihnya yang selalu ada terimakasih.
Sahabat-sahabat di program studi Teknologi Pascapanen angkatan 2006
Ibu Ros, Ibu Nona, Kak Deva, Etha, Darmayanti (Almh.) dan angkatan 2007 serta
2008 semangat kebersamaan membuat kita menjadi saudara dalam menyelesaikan
studi.
Doa senantiasa penulis panjaatkan kepada Tuhan Yesus Kristus agar kasih
dan berkat serta damai sejahtera melimpah untuk kita semua AMIN.
Bogor, Januari 2009
Venty Indriani Pairunan
-
7/22/2019 2009 Vip
11/88
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 6 September 1981 dari
ayah dr. Ishak Pairunan, SpA. dan ibu Dra. Evitha Nuri Lepongbulan, Apt. penulis
merupakan putri kedua dari empat bersaudara.
Tahun 2000 penulis tamat dari Sekolah Menengah Umum Gamaliel
Makassar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Hasanuddin
melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih program
studi Agronomi, Fakultas Pertanian dan Kehutanan dan lulus pada tahun 2005.
Tahun 2006 penulis berkesempatan melanjutkan studi magister sains program
studi Teknologi Pascapanen pada Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.
-
7/22/2019 2009 Vip
12/88
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiiDAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Pulp Kakao .......................................................................................... 4
Fermentasi Alkohol ............................................................................ 5
Fermentasi Asam Asetat .................................................................... 6
Enzim Selulase .................................................................................... 8
Bioreaktor .......................................................................................... 10
Tipe Fermentor ................................................................................... 11Sistem Operasi Bioreaktor ................................................................. 12
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi dalam
Bioreaktor .......................................................................................... 14
Kinetika Fermentasi ........................................................................... 15
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ............................................................................. 17
Bahan dan Alat ................................................................................... 17
Metode Penelitian .............................................................................. 18
Pelaksanaan Penelitian ....................................................................... 19
Parameter yang Diamati ..................................................................... 23
Rancangan Percobaan .......................................................................... 23HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Galur S.cerevisiae untuk Produksi Etanol ...................... 25
Penentuan Aerasi Kultur Batch dan Fed-Batch .............................. 26
Peningkatan Optimasi Kadar Gula pada Substrat ............................ 28
Fermentasi Alkohol KulturBatch ...................................................... 30
Fermentasi Alkohol Kultur Fed-batch ............................................... 35
Kinetika Fermentasi Alkohol ............................................................. 40
Produksi Asam Asetat dari Substrat Etanol Hasil
Fermentasi Alkohol dengan Perlakuan Batch dan
Penambahan Enzim Selulase (0 dan 13.8 U/l medium fermentasi) .. 42
Produksi Asam Asetat dari Substrat Etanol Hasil
Fermentasi Alkohol dengan Perlakuan Fed-batch dan
Penambahan Enzim Selulase (0 dan 13.8 U/l medium fermentasi) .. 44
Kinetika Fermentasi Asam Asetat ..................................................... 47
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 50
LAMPIRAN ............................................................................................... 55
-
7/22/2019 2009 Vip
13/88
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi pulp kakao Ivorian, Nigerian dan Malaysian .................... 4
2. Sakarifikasi dan fermentasi simultan selebiosa menjadi etanol
menggunakan berbagai katalis .............................................................. 10
3. Penurunan kadar gula reduksi selama fermentasi alkohol pada
medium Mandels pada tiga kadar gula total dengan kultur
fed-batch (anaerob) ............................................................................... 30
4. Perhitungan kinetika fermentasi alkohol ............................................... 40
5. Perhitungan kinetika fermentasi asam asetat yang dilanjutkan dari
perlakuan fermentasi alkohol ................................................................ 47
-
7/22/2019 2009 Vip
14/88
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tahapan hidrolisis selulosa oleh enzim dan sistem sakarifikasi
dan fermentasi sinambung selulosa menjadi etanol .............................. 9
2 Penampang fermentor untuk fermentasi skala laboratorium ................ 10
3. Penampang bioreaktor berkapasitas 2 liter ........................................... 18
4. Diagram alir tahapan penelitian produksi asam asetat dari pulp kakao .. 22
5. Pembentukan etanol selama fermentasi alkohol pada medium pulp
kakao dengan dan tanpa penambahan sukrosa serta galur
S. cerevisiae .......................................................................................... 25
6. Penurunan gula reduksi selama fermentasi alkohol pada medium pulp
kakao dengan dan tanpa penambahan sukrosa serta galur
S. cerevisiae .......................................................................................... 26
7. Pembentukan etanol selama fermentasi alkohol pada medium
Mandels dengan pengaturan aerasi dan kultur batch, fed-batch .......... 27
8. Penurunan kadar gula reduksi selama fermentasi alkohol pada
medium Mandels dengan pengaturan aerasi dan kultur batch dan
fed-batch .............................................................................................. 28
9. Pembentukan etanol selama fermentasi alkohol pada medium
Mandels dengan kadar gula total 6, 12, dan 18% pada kultur
fed-batch (anaerob) ............................................................................... 29
10. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan
perubahan biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkoholpada medium pulp kakao tanpa penambahan enzim selulase
dengan menggunakan sistem batch ...................................................... 30
11. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan
perubahan biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkohol
pada medium pulp kakao dengan penambahan enzim selulase
serta menggunakan sistem batch .......................................................... 31
12. Perbandingan penurunan kadar gula reduksi dan total padatan terlarut
selama fermentasi alkohol pada medium pulp kakao tanpa
penambahan enzim selulase dengan menggunakan sistem batch ......... 33
13. Perbandingan penurunan kadar gula reduksi dan total padatan terlarut
selama fermentasi alkohol pada medium pulp kakao dengan
penambahan enzim selulase dan menggunakan sistem batch ............... 33
14. Perubahan nilai pH medium fermentasi alkohol menggunakan sistem
batchdengan dan tanpa penambahan enzim selulase ........................... 34
-
7/22/2019 2009 Vip
15/88
15. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan
perubahan biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkohol
pada medium pulp kakao tanpa penambahan enzim selulase
dengan menggunakan sistemfed-batch ................................................ 35
16. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan
perubahan biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkohol
pada medium pulp kakao dengan penambahan enzim selulase
serta menggunakan sistemfed-batch .................................................... 36
17. Perbandingan penurunan kadar gula reduksi dan total padatan terlarut
selama fermentasi alkohol pada medium pulp kakao tanpa
penambahan enzim selulase dengan menggunakan sistemfed-batch ... 38
18. Perbandingan penurunan kadar gula reduksi dan total padatan terlarut
selama fermentasi alkohol pada medium pulp kakao dengan
penambahan enzim selulase dengan menggunakan sistemfed-batch ... 38
19. Perubahan nilai pH medium fermentasi alkohol menggunakan sistem
fed-batchdengan dan tanpa penambahan enzim selulase ..................... 39
20. Pembentukan asam asetat, penurunan substrat etanol dan
perubahan berat kering (dry weight) selama fermentasi asam asetat
pada medium pulp kakao melalui fermentasi alkohol secara batch
tanpa penambahan enzim selulase ........................................................ 43
21. Pembentukan asam asetat, penurunan substrat etanol dan
perubahan biomassa sel (dry weight) selama fermentasi asam asetat
pada medium pulp kakao melalui fermentasi alkohol secara batch
dengan penambahan enzim selulase ..................................................... 43
22. Pembentukan asam asetat, penurunan substrat etanol dan
perubahan biomassa sel (dry weight) selama fermentasi asam asetat
pada medium pulp kakao melalui fermentasi alkohol secara
fed-batchtanpa penambahan enzim selulase ........................................ 45
23. Pembentukan asam asetat, penurunan substrat etanol dan
perubahan biomassa sel (dry weight) selama fermentasi asam asetat
pada medium pulp kakao melalui fermentasi alkohol secarafed-batch
dengan penambahan enzim selulase ..................................................... 45
24. Perubahan nilai pH fermentasi asam asetat pada medium pulp
kakao melalui fermentasi alkohol secara batch danfed-batchdengan
penambahan enzim selulase .................................................................. 46
-
7/22/2019 2009 Vip
16/88
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Komposisi media Mandels .................................................................... 56
2. Nilai absorbansi dan volume inokulum yang ditambahkan .................. 57
3. Prosedur analisis parameter fermentasi .................................................. 58
4. Data awal fermentasi alkohol menggunakan kultur batchdengan
penambahan selulase ............................................................................... 60
5. Data awal fermentasi alkohol menggunakan kulturfed-batchdengan
penambahan selulase ............................................................................. 61
6. Analisis sakarifikasi enzim selulase terhadap pulp kakao .................... 62
7. Analisa statistik keragaman fermentasi alkohol...................................... 63
8. Data awal fermentasi asam asetat menggunakan substratetanol hasil fermentasi alkohol dengan perlakuan kultur
(batchdanfed-batch) dan penambahan selulase ................................... 67
9. Analisis statistik keragaman fermentasi asam asetat ............................ 68
-
7/22/2019 2009 Vip
17/88
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditi ekspornon-migas yang memiliki potensi yang sangat baik, sebab permintaan dalam
negeri terus meningkat dengan semakin berkembangnya sektor industri yang
memanfaatkan biji kakao sebagai bahan bakunya. Kakao juga memiliki peranan
penting sebagai sumber penghasil devisa negara dan sebagai salah satu sumber
perekonomian rakyat yang sangat potensial. Buah kakao disamping digunakan
sebagai bahan minuman penyegar non-alkohol, juga dapat berfungsi sebagai
bahan baku industri pangan dan industri farmasi.
Produksi kakao Indonesia pada tahun 2000 sebesar 431 142 ton, tahun
2001 sebesar 536 804 ton sedangkan pada tahun 2006 terjadi peningkatan
produksi kakao sebesar 779 474 ton. Peningkatan produksi kakao telah
memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di kancah
perkakaoan dunia. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao
terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading (Cote d'Ivoire) pada tahun 2002
(Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2006).
Salah satu kelemahan kakao Indonesia adalah kemasaman biji kakao yang
terlalu tinggi. Biji kakao yang masam mengakibatkan citarasa coklat yang lemah
sehingga kurang disukai oleh konsumen (Suryatmi 1995). Kondisi asam yang
berlebihan dapat menghambat proses fermentasi biji kakao. Pengurangan jumlah
pulp sebelum biji kakao difermentasi merupakan upaya menurunkan kemasaman
biji kakao. Pengurangan jumlah pulp kakao dapat dilakukan dengan menggunakan
alat pengurang pulp mekanik (depulper). Pengurangan pulp dengan cara ini
menghasilkan limbah pulp kakao yang berupa bubur pulp kakao. Jika dikelola
dengan baik, lendir biji kakao merupakan hasil samping industri pengolahan
kakao yang cukup menarik. Menurut Adamoko (1984), produksi lendir biji kakao
mencapai 0.10-0.19 l/kg biji basah. Pulp kakao mengandung glukosa dan sukrosa
antara 12-15%, asam-asam organik dan beberapa asam amino (Effendi 2002 dan
Opeke 1984). Komposisi demikian cukup baik digunakan dalam proses fermentasi
untuk menghasilkan asam asetat.
-
7/22/2019 2009 Vip
18/88
Pettipher (1986), menyatakan kandungan selulosa dalam pulp kakao
sebesar 4.73% berat kering (freeze dried), diharapkan dengan penambahan enzim
selulase akan lebih banyak selulosa yang terpecah menjadi molekul glukosa,
sehingga jumlah molekul glukosa yang lebih banyak dapat meningkatkan kadar
etanol sebagai substrat untuk produksi asam asetat yang tinggi.
Saat ini pemanfaatan pulp kakao belum optimal. Pemanfaatan pulp kakao
yang selama ini hanya sebagai limbah organik ke lingkungan juga dapat
dimanfaatkan sebagai substrat produksi alkohol dan asam asetat sehingga perlu
dilakukan dan perlu dicari teknologi pengolahan limbah kakao yang dapat
menangani limbah dalam jumlah yang besar.
Fermentasi adalah salah satu bagian dari bioteknologi yang menggunakan
mikroorganisme sebagai pemeran utama dalam suatu proses. Fermentasi secarateknik dapat didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi aerob atau partikel
anaerob dari karbohidrat dan menghasilkan alkohol serta beberapa asam. Hasil
fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba pada suatu bahan
pangan dalam keadaan anaerob ataupun dalam keadaan aerob. Hasil penguraian
adalah energi, CO2, air dan sejumlah asam organik lainnya seperti etanol, asam
asetat, dan asam laktat.
Dalam fermentasi alkohol, khamir yang digunakan adalah
Saccharomyces cerevisiae dimana hasil utamanya adalah etanol. S. cerevisiae
merupakan salah satu jenis khamir yang cukup banyak digunakan sebagai
inokolum dalam berbagai proses industri antara lain produksi roti, tape, minuman
beralkohol dan industri etanol. S. cerevisiaejuga digunakan untuk menghasilkan
produk-produk seperti biomassa, ekstrak khamir, komponen flavor.
Asam asetat merupakan salah satu produksi industri yang banyak
dibutuhkan di Indonesia. Asam asetat dapat dibuat dari substrat yang mengandung
alkohol, yang diperoleh dari berbagai macam bahan seperti buah-buahan, kulit
nanas, pulp kopi, air kelapa dan pulp kakao.
S. cerevisiae dan Acetobacter aceti merupakan jenis khamir dan bakteri
yang telah digunakan untuk produksi alkohol dan asam asetat secara komersial.
Kultivasi fed-batch dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi alkohol dan
asam asetat, serta dapat mengurangi pengaruh inhibisi substrat. Teknik kultivasi
-
7/22/2019 2009 Vip
19/88
fed-batch yang berfokus pada pengumpanan sumber karbon yang murah dan
pembatasan nutrisi esensial lainnya seperti oksigen, nitrogen, fosfat dan
magnesium diharapkan dapat meningkatkan produksi alkohol dan asam asetat.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari karakteristik
fermentasi pulp kakao dalam produksi asam asetat dari substrat etanol hasil
fermentasi alkohol menggunakan bioreaktor.
Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Menentukan galur biakan, pengaturan aerasi dan kadar gula total substrat
untuk produksi etanol.
b. Mengevaluasi produksi asam asetat dari substrat etanol hasil fermentasi
alkohol dengan metode kultur batch dan fed-batch dengan dan tanpa
penambahan enzim selulase dalam bioreaktor.
-
7/22/2019 2009 Vip
20/88
TINJAUAN PUSTAKA
Pulp Kakao
Kakao lindak paling banyak dibudidayakan di seluruh negara produsen
kakao dunia termasuk Indonesia, dan didominasi oleh perkebunan rakyat. Kakao
lindak Indonesia ditandai dengan ciri pulp yang tebal, keasaman biji keringnya
tinggi. Pulp yang tebal dapat berasal dari buah yang kurang masak atau biji kecil
(Suryatmi 1995). Hasil analisis komposisi dari pulp kakao dari Ivorian, Nigerian
dan Malaysia dapat dilihat pada Tabel 1 (Pettipher 1986).
Tabel 1. Komposisi pulp kakao Ivorian, Nigerian dan Malaysian (Pettipher 1986)
Komposisi Ivorian Nigerian Malaysian
(g/100g berat segar pulpa)
Etanol 0 0.10 0.20
Sukrosa 4.35 1.92 1.35
Glukosa 3.00 5.06 4.90
Fruktosa 3.80 6.07 5.35
Dalamfreeze dried(g/kg berat kering)
Selulosa 51.80 Tidak ditentukan 47.30
Hemiselulosa 28.50 Tidak ditentukan 15.80
Pektin 66.10 59.1 37.50Lignin 15.00 Tidak ditentukan 5.00
Sekitar 15-25% larutan gula dapat diubah selama fermentasi. Berbagai
jenis bahan seperti pati kentang, sirup glukosa, sukrosa, sirup gula tebu, molases
tebu dan molases bit dapat digunakan sebagai karbohidrat. Tetapi pada umumnya
hanya gula yang dapat dengan cepat dimanfaatkan sebagai sumber karbon dalam
fermentasi. Atmawinata et al. (1998) menyatakan bahwa pulp diketahui
mempunyai kandungan glukosa antara 10-15% dan air 80-85%. Effendi (2002)menyatakan bahwa, limbah cair pulp kakao dengan kadar gula 12-15% potensial
untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku berbagai produk proses kimia industri
melalui pendekatan bioteknologi.
-
7/22/2019 2009 Vip
21/88
Komposisi media merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan
mikroorganisme. Menurut Purawisastra et al. (1994) komponen media yang
diperlukan adalah unsur karbon, nitrogen dan mineral. Pengaruh konsentrasi
sukrosa awal yang berbeda pada fermentasi gula pasir dan nira tebu terhadap
etanol yang dihasilkan disebabkan karena konsentrasi glukosa pada awal
fermentasi untuk kedua medium adalah berbeda. Nira tebu mengandung glukosa
lebih besar dari gula pasir karena nira tebu merupakan bahan alami, sehingga
molekul glukosanya tidak hanya secara alami sudah mengandung glukosa, tetapi
juga berasal dari molekul sukrosa yang terhidrolisis.
Fermentasi Alkohol
Etanol adalah nama kimia dari alkohol, rumus kimianya adalah C2H5OH.
Penggunaannya sangat luas antara lain dalam industri kimia, kosmetik, industri
minuman, sebagai bahan pelarut dan bahan bakar. Etanol dapat dibuat dari bahan
hasil pertanian, seperti bahan yang mengandung turunan gula (molase gula tebu,
sari buah), bahan yang mengandung pati, atau bahan yang mengandung selulosa
kayu, limbah kayu, onggok, pulp kakao (Hartono 1991).
Gula sederhana seperti glukosa dapat langsung difermentasi menjadi
etanol. Bahan yang mengandung senyawa yang lebih kompleks seperti pati atau
selulosa harus dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana sebelum
difermentasi menjadi etanol. Hidrolisis dapat dilakukan secara kimiawi atau
menggunakan enzim. Purawisastra et al. (1994) menjelaskan bahwa medium gula
pasir dengan penambahan enzim invertase dapat meningkatkan konsentrasi etanol
yang dihasilkan.
Susijahadi et al. (1998) lebih lanjut menjelaskan bahwa konsentrasi
gula awal substrat berpengaruh terhadap jumlah alkohol yang dihasilkan.
Wardani et al. (1991) menjelaskan bahwa, secara teoritis kadar alkohol
maksimum yang dapat diperoleh dari 180 g/l gula adalah 12.26% v/v.
S. cerevisiae adalah galur yang memproduksi etanol dalam jumah tinggi
sehingga sering digunakan dalam produksi etanol, anggur, minuman keras, dan
enzim invertase. Purawisastra et al.(1994) menyimpulkan bahwa enzim invertase
disamping berperan pada hidrolisis molekul sukrosa menjadi fruktosa dan
-
7/22/2019 2009 Vip
22/88
glukosa. Juga dapat membantu proses konversi glukosa menjadi etanol. Dengan
demikian, etanol yang dihasilkan dipengaruhi oleh konsentrasi awal molekul
sukrosa dan glukosa sebelum fermentasi berlangsung.
Baik khamir maupun bakteri dapat digunakan untuk memproduksi etanol.
Khamir S. cerevisiae var ellipsoids mampu menghasilkan etanol dalam jumlah
tinggi 16-18% pada media yang sesuai. Damanhuri (2004) menyimpulkan bahwa,
substrat larutan madu rambutan afkir dengan kadar gula total 20% menghasilkan
16.10% etanol. Effendi (2002) berpendapat bahwa, fermentasi substrat limbah
cair pulp kakao dengan kadar gula 12.63% baik tanpa maupun dengan
penambahan urea dan S. cerevisiaeR60dengan konsentrasi inokulum 10% (v/v),
suhu 30
C, waktu fermentasi 48 jam dihasilkan kadar etanol rata-rata 5.30%.
Untuk menghasilkan kadar etanol sebesar 5% sampai 6% diperlukan waktufermentasi antara 48 sampai 50 jam.
Pada kondisi aerob atau konsentrasi glukosa tinggi S. cerevisiae tumbuh
dengan baik, namun etanol yang dihasilkan rendah dibandingkan secara anaerob.
Pada kondisi anaerob, pertumbuhan lambat dan piruvat dari jalur katabolik
dipecah oleh enzim piruvat dikarbosilase menjadi asetaldehid dan karbon
dioksida. Pada umumnya produksi etanol meliputi tiga tahap dimana tiap tahap
harus dioptimasi, fermentasi dan destilasi (Hartoto 1991).
Fermentasi Asam Asetat
Asam asetat merupakan hasil dua tahap proses fermentasi dimana tahap
pertama adalah fermentasi gula menjadi etanol oleh khamir, sedangkan tahap
kedua adalah oksidasi etanol menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat.
Asam asetat (vinegar) adalah senyawa yang cukup penting dalam pengolahan
bahan pangan baik sebagai bumbu maupun bahan pengawet (Luwihana 1998).
Menurut Wardani et al. (1991) bahwa vinegar adalah larutan encer asam asetat
yang dihasilkan melalui dua tahap fermentasi larutan gula menjadi etanol dan
dilanjutkan dengan proses oksidasi etanol menjadi asam asetat.
Fermentasi asam asetat membutuhkan medium yang mengandung etanol
10-13%, umumnya medium tersebut diperoleh dari hasil fermentasi alkohol, yaitu
fermentasi pengubahan gula menjadi etanol. Bila konsentrasi etanol terlalu tinggi,
-
7/22/2019 2009 Vip
23/88
pembentukan asam asetat akan terganggu, sehingga fermentasi etanol menjadi
asam asetat tidak berlangsung dengan sempurna, selain itu keasaman medium
perlu diperhatikan (Darwis dan Sukara 1989). Damanhuri (2004) menjelaskan
fermentasi asam asetat dengan substrat etanol 16.10% menghasilkan 0.11% asam
asetat dengan lama fermentasi selama 5 minggu.
Pada proses pembuatan cuka fermentasi, mula-mula dilakukan tahap
fermentasi alkohol dimana gula yang ada diubah menjadi etanol menggunakan
khamir S. cerevisiae dalam kondisi anaerobik, selanjutnya dalam tahap fermentasi
asetat, etanol akan diubah menjadi asam asetat, galur yang paling umum
digunakan ialahA. aceti, dalam kondisi aerob (Chandra et al.1990).
Effendi (2002), menyimpulkan bahwa pada fermentasi etanol hasil
fermentasi limbah cair pulp kakao oleh A. aceti B127dengan kondisi suhu 30
C,nilai pH awal 4, konsentrasi etanol 5% (v/v), inokulum 10% (v/v), dengan
kecepatan pengadukan terbaik 400 rpm dengan hasil asam asetat 4.24%. Ebner
(1983) dan Standardisasi Nasional (1990) menjelaskan cuka yang baik minimal
harus mengandung 4% asam asetat.
Produksi asam asetat dapat ditingkatkan dengan cara pemberian aerasi dan
agitasi serta pengaturan suhu fermentasi pada suhu optimum pertumbuhan bakteri
asam asetat. Produksi asam sangat bergantung pada tingkat kesuburan
pertumbuhan sel bakteri dan tingkat kesuburan tersebut menurun seiring dengan
peningkatan kadar etanol substrat (Soedarini et al. 1998).
Pudjiraharti et al. (1998) menyimpulkan bahwa pembuatan asam cuka dari
sari buah jambu mete telah dilakukan dalam fermentor Biostat B skala 2 liter.
Fermentasi berlangsung pada suhu 35C, pH awal 4, aerasi 1 vvm dan berbagai
kecepatan agitasi 500, 600 dan 700 rpm selama 6 hari. Kadar total asam
maksimum dicapai pada hari ke-tiga fermentasi pada semua kecepatan agitasi.
Fermentasi dengan kecepatan agitasi 600 rpm menunjukkan total asam tertinggi
4.01% (b/v) ekivalen dengan 3.90% (b/v) asam asetat dengan efisiensi
pengubahan dari etanol menjadi asam asetat 58.64%. Dari hasil analisis
kandungan etanol, pada hari ke-tiga fermentasi kadar etanol sisa dalam media
mendekati nol pada semua kecepatan agitasi.
-
7/22/2019 2009 Vip
24/88
Nurika et al. (2001) menyimpulkan bahwa, nilai rata-rata jumlah asam
asetat yang terbentuk dari media air kelapa secara fermentasi kontinyu dengan
penambahan 10% (v/v) A. aceti FNCC 0016 (IFO 3283) berkisar antara 0.44
sampai dengan 1.12 g/hari yang diperoleh dari perlakuan tinggi partikel dalam
kolom bio-oksidasi 34 cm dengan kecepatan aerasi 0.08 vvm.
Enzim Selulase
Irawadi (1999) menyatakan bahwa, enzim yang berperan dalam proses
hidrolisis limbah lignoselulosa terdiri dari tiga kelompok, yaitu kelompok
selulase, ligninase dan hemiselulase. Masing-masing kelompok terdiri atas tiga
jenis enzim. Selulase terdiri dari endoglukanase (CHC-ase), eksoglukanase
(selobio-hidrolase) dan -glukosidase. Ligninase terdiri dari laccase,
lignin-peroksidase dan Mn-peroksidase. Hemiselulase (xilanase) terdiri dari
endoxilanase, eksoxilanase dan -xilosidase. Sudaryati et al. (1993) menyatakan
bahwa, selulase adalah nama trival bagi semua enzim yang memutuskan ikatan
glikosidik -1.4 di dalam selulosa, sedodekstrin, selobiosa.
Selulase sesungguhnya adalah enzim yang kompleks sehingga dapat
mendegradasi selulosa membentuk monosakaridanya yaitu glukosa. Aktivitas
enzim selulase dinyatakan dalam satuan unit per mililiter filtrat enzim (U/ml).
Satu unit aktivitas enzim setara dengan satu mikromol glukosa yang dihasilkan
dari perlakuan enzim terhadap larutan karboksimetil selulosa 1% setara 1 unit
(Wirakartakusumah et al. 1987). Menurut Irawadi (1999) bahwa, semakin tinggi
aktivitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan.
Purwadaria et al. (2004) menyatakan bahwa, produksi enzim selulase
dengan Penicillium nalgiovense S11 pada media pollard gandum dapat
ditingkatkan dengan perlakuan awal pada substrat. Perlakuan NaOH dengan
peningkatan konsentrasi substrat dari 2 menjadi 4% dengan waktu inkubasi
optimum 5 hari meningkatkan produksi enzim selulase (CMCase, FPase,
-glucosidase). Penambahan 250 ppm glukosa juga meningkatkan aktivitas
spesifik dari CMCase, FPase, -glucosidase.
-
7/22/2019 2009 Vip
25/88
Menurut Ghani et al. (1990) bahwa, enzim selulotik terbentuk dari
beberapa mikroorganisme termasuk fungi, actinomycetes dan bakteri, ada 40
spesies fungi, 12 spesies bakteri dan 4 spesies dari actinomycetes yang dapat
memproduksi selulase. Beberapa keuntungan dalam penggunaan bakteri :
1) Spesies bakteri mempunyai waktu potensial lebih besar dalam manipulasigenetik.
2) Bakteri memiliki waktu pendek untuk produksi enzimSelulosa yang tersedia berlimpah sangat potensial dipakai sebagai bahan
baku untuk produksi etanol. Proses hidrolisis enzimatis secara bertahap dari
selulosa menjadi glukosa dipengaruhi oleh faktor penghambat yang sangat
menentukan didalam biokonversi selulosa menjadi etanol. Faktor penyebab
utamanya ialah adanya penghambatan produk (terutama selobiosa dan glukosa)terhadap semua tahapan hidrolisis karena rendahnya aktivitas enzim -glukosidase
(EC.3.2.1.21) dalam kompleks enzim selulase dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tahapan hidrolisis selulosa oleh enzim dan sistem sakarifikasi dan
fermentasi sinambung selulosa menjadi etanol (Koesnandar, 2001).
Koesnandar (2001) menyimpulkan bahwa, konversi selobiosa
menggunakan sistem batch berulang dengan penambahan substrat selobiosa
secara bertahap dengan kondisi anaerob, etanol yang diperoleh ialah 60-70 g/l
selama 50-75 jam inkubasi dengan hasil konversi antara 0.40-0.47 g etanol/g
selobiosa. Hasil tersebut menunjukkan bahwa imobilisasi sel ganda antara
Lipomyces starkeyi dan S. cerevisiae sangat potensial untuk memproduksi
etanol dari selobiosa secara langsung pada konsentrasi yang tinggi (Tabel 2).
Selulosa
-- glukosidase
Glukosa Etanol
HambatHambat Hambat
Eksoglukanase
endoglukanase
Sakarifikasi dan fermentasi sinambung
Selobiosa
gula lain
Khamir
-
7/22/2019 2009 Vip
26/88
Tabel 2. Sakarifikasi dan fermentasi simultan selebiosa menjadi etanol
menggunakan berbagai katalis
Katalis yang digunakan
Produksi
etanol final
(g/l)
Etanol
(g/g
substrat)
Sumber acuan
Imobilisasi sel gandaLypomyces starkeyidan
Saccharomyces cerevisiae
70.00 0.47 Koesnandar(2001)
Rekombinan Klebsiella oxytoca 45.20 0.49 Wood & Ingram
(1992)
Keuntungan lain dari hidrolisis enzim selain dapat bekerja pada
kondisi normal atau tidak memerlukan suhu, tekanan dan pH yang tinggi,
juga produk yang dihasilkan lebih spesifik dan dekomposisi dapat dihindari.
Laju reaksi enzim sangat dipengaruhi oleh adsorpsi enzim substrat. Semakin
banyak enzim yang dapat diserap maka semakin tinggi kecepatan reaksi hidrolisis
enzim. Faktor yang mempengaruhi adsorpsi selulase pada selulosa adalah sifat
substrat, konsentrasi enzim, perubahan struktur substrat selama hidrolisis,
inaktivasi selulase oleh produk-produk hidrolisis (Irawadi 1999).
Bioreaktor
Bioreaktor adalah alat yang digunakan untuk memperoleh lingkungan
terkontrol untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga diperoleh produk yang
diinginkan. Dua kriteria penting dalam penggunaan bioreaktor adalah(1) peralatan harus dapat dioperasikan secara aseptis selama beberapa hari dan
mampu digunakan untuk jangka waktu yang lama, (2) agitasi dan aerasi harus
cukup tersedia agar kebutuhan metabolisme mikroorganisme terpenuhi (Stanbury
dan Whitaker 1984.)
Penggunaan bioreaktor diharapkan antara lain mampu memberikan
kondisi lingkungan seperti pH, suhu, oksigen terlarut bagi pertumbuhan
mikroorganisme beserta aktivitas metabolik yang diharapkan sehingga tercapai
proses optimum serta dapat dicegah terjadinya kontaminasi yang berasal dari
lingkungan (Hartato dan Sailah 1989). Berdasarkan cara pemberian medium atau
substrat dan pengambilan produk, sistem operasi bioreaktor dapat digolongkan
menjadi sistem batch, kontinyu danfed-bacth (Hartoto 1991).
-
7/22/2019 2009 Vip
27/88
Tipe Fermentor
Penggolongan tipe fermentor dilakukan berdasarkan mode operasi dan
pola alir fermentor. Sistem yang paling umum digunakan adalah tangki batch
berpengaduk. Pada beberapa kasus, reaktor tipe ini juga dikerjakan secara
fed-batch.
FermentorBatchFermentor batchrelatif sederhana sesuai dengan cara operasinya, sehingga
baik untuk percobaan penentuan kinetika reaksi skala kecil. Konfigurasi fermentor
ini dapat dilihat pada Gambar 2. Beberapa kelebihan fermentor batchantara lain
adalah fleksibilitas operasinya, yaitu lebih mudah dan cepat. Namun
kelemahannya perlu banyak tenaga kerja, dan pengawasan mutu produk yang
rendah selama operasi (Hartato dan Sailah 1989).
Menurut Machfud et al. (1989) tangki fermentor bacth adalah jenis
reaktor yang paling sederhana. Reaktor ini digunakan untuk substrat yang
mempunyai viskositas tinggi. Reaktor jenis ini dapat pula dibuat secara fed-batch
sehingga reaksi dapat berlangsung lebih efisien.
Gambar 2. Penampang fermentor untuk fermentasi skala laboratorium
Uap untuk
Sterilisasi
Motor
Pemecah Busa
Medium
Udara Steril
Impeller
Pengendali pH
-
7/22/2019 2009 Vip
28/88
Fermentor Tangki Teraduk KontinyuJenis fermentor ini tidak berbeda dengan fermentor batch, kecuali adanya
saluran untuk memasukan umpan dan mengeluarkan produk. Perbedaan kedua
jenis fermentor ini terutama pada tangki teraduk kontinyu berjalan secara steady
stateyaitu kondisi (konsentrasi dan suhu) dalam fermentor tidak berubah selama
fermentasi. Hal tersebut dapat dicapai dengan adanya aliran umpan masuk dan
aliran produk yang keluar sama secara kontinyu.
Karakteristik penting fermentor tangki teraduk kontinyu adalah kondisi di
dalam fermentor sama dengan kondisi pada aliran keluar. Dengan demikian untuk
mengetahui kondisi di dalam fermentor seperti sisa umpan atau produk yang
terbentuk dapat dilakukan dengan menganalisis cairan fermentasi yang keluar
fermentor (Rahman 1992).
Sistem Operasi Bioreaktor
Berdasarkan pemberian medium atau substrat dan pengambilan produk,
sistem operasi bioreaktor dapat digolongkan menjadi sistem batch, kontinyu dan
fed-batch.
SistemBatchPada sistem batch atau curah, substrat dimasukkan ke dalam bioreaktor,
kemudian dibiarkan teraduk sampai selang waktu tertentu. Setelah tercapai tingkat
konversi yang dikehendaki, produk yang dihasilkan dikeluarkan. Selang waktu
operasi sistem batch biasanya lebih pendek dari sistem kontinyu. Disebabkan
selama proses tidak ada aliran yang keluar dan masuk dimana dikenal dengan
sistem tertutup. Sistem batch merupakan sistem yang paling sederhana dan efektif
untuk reaksi-reaksi homogen (Hartato 1991).
Pada fermentasi sistem tertutup, setelah inokulasi tidak dilakukan lagi
penambahan medium ke dalam fermentor, kecuali pemberian oksigen,
antibuih dan asam atau basa untuk mengatur pH. Karena itu pada sistem
tertutup ini, dengan semakin lamanya waktu fermentasi, laju pertumbuhan
spesifik mikroorganisme semakin menurun sampai akhirnya pertumbuhan
berhenti. Penurunan dan berhentinya pertumbuhan disebabkan karena dengan
-
7/22/2019 2009 Vip
29/88
berhenti. Penurunan dan berhentinya pertumbuhan disebabkan karena dengan
semakin bertambahnya waktu fermentasi, nutrien-nutrien esensial dalam medium
semakin berkurang yang mempengaruhi laju pertumbuhan (Rahman 1992).
Sistem KontinyuPada sistem ini terdapat aliran medium yang masuk ke dalam bioreaktor
serta ada aliran produk beserta sisa substrat yang belum terkonversi keluar.
Adanya kedua aliran ini menyebabkan sistem ini disebut sebagai sistem terbuka
(Hartato 1991). Lebih lanjut menurut Machfud et al. (1989), bahwa dalam sistem
kontinyu, larutan nutrien steril dalam volume tertentu ditambahkan ke dalam
fermentor secara terus-menerus, dan pada saat bersamaan cairan fermentasi yang
mengandung sel dan produk fermentasi dikeluarkan dari fermentor dengan
volume yang sama.
Sistem kontinyu sangat efektif untuk reaksi homogen dengan jumlah
substrat yang besar. Modifikasi sistem ini antara lain sistem seri yaitu beberapa
bioreaktor digabung atau adanya daur ulang untuk meningkatkan konsentrasi
produk yang diinginkan (Rahman 1992).
SistemFed-BatchIstilah kulturfed-batchpertama kali digunakan oleh Yoshida et al. (1973)
untuk menggambarkan pengoperasian kultur batch yang secara bertahap. Dengan
adanya penambahan nutrien (media) mengakibatkan volume kultur terus
meningkat. Kultur fed-batch dibandingkan dengan kultur batch konvensional
memiliki beberapa keuntungan yaitu rendahnya konsentrasi gula tereduksi,
tingginya konsentrasi oksigen terlarut di dalam media, penurunan waktu
fermentasi dan meningkatkan produktivitas (Roukas 1996).
Ciri lain dari kultur fed-batch adalah adanya keleluasan untuk mengatur
konsentrasi nutrien tertentu di dalam kultur selama proses berlangsung, yaitu
dengan memanipulasi laju penambahannya (Minihane dan Brown 1986). Oleh
karena itu kultur fed-batch umumnya lebih unggul dibandingkan kultur batch
konvensional khususnya pada proses fermentasi yang produktivitasnya dapat
ditingkatkan melalui manipulasi konsentrasi nutrien medium.
-
7/22/2019 2009 Vip
30/88
Kultur fed-batch sangat ideal diterapkan pada fermentasi yang
pertumbuhan sel atau proses pembentukan produknya peka terhadap konsentrasi
substrat pembatas. Umumnya teknik ini efektif dalam mengurangi pengaruh
inhibisi substrat. Selain itu, teknik ini juga dapat digunakan untuk menghasilkan
konsentrasi sel yang tinggi, mengatasi kehilangan air akibat penguapan
selama fermentasi serta untuk mempertahankan viskositas medium (Minihane
dan Brown 1986).
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi dalam Bioreaktor
SuhuLaju pertumbuhan mikroorganisme yang terdiri dari serangkaian reaksi
kompleks yang melibatkan enzim sebagai katalis, akan meningkatkan dua kali
dengan meningkatnya suhu sebesar 10C. Peningkatan laju pertumbuhan tersebut
hanya terjadi pada selang suhu tertentu. Pada suhu rendah, laju pertumbuhan
menurun kematian sel meningkat dan akibat mekanisme pengaturan nutrien dan
produk ke dalam dan keluar sel. Pada suhu yang tinggi, laju pertumbuhan
menurun dikarenakan laju kematian sel meningkat akibat denaturasi thermal
komponen protein dan pemecahan struktur sel yang penting seperti fluiditas
membran seluler.
Berdasarkan penelitian Purawisastra et al. (1994) bahwa hasil
fermentasi etanol meliputi konsentrasi, efisiensi dan yield pada
Zymomonas mobilisdalam medium gula dan nira tebu dapat ditingkatkan dengan
penambahan enzim invertase pada suhu 35 C. Pudjiraharti et al. (1998)
menyatakan bahwa pembuatan asam cuka dari sari buah jambu mete telah
dilakukan dalam fermentor Biostat-B skala 2 liter dimana fermentasi
dilangsungkan pada suhu 35C.
pHKondisi medium seperti pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroorganisme. Tingkat pH
medium juga mempengaruhi produk yang dibentuk, selain mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme. Sebagai contoh kebenyakan bakteri pada kondisi
-
7/22/2019 2009 Vip
31/88
anaerob cenderung membentuk produk yang bersifat netral selama pertumbuhan
pada pH rendah, sementara pada pH alkalis berubah membuat produk bersifat
asam. Hal ini mengakibatkan pengontrolan pH selama bioreaktor merupakan hal
yang sangat penting.
Aerasi dan AgitasiPada fermentasi alkohol hasil fermentasi limbah cair pulp kakao oleh
A. aceti B127 secara kultur batch dengan kondisi suhu 30C nilai pH awal 4,
konsentrasi etanol 5.0% v/v, inokulum 10% v/v, diperoleh kecepatan pengadukan
terbaik adalah 400 rpm dengan hasil asam asetat 4.24% dengan efisien 71.20%.
Berdasarkan kinetika produksi asam asetat dari etanol hasil fermentasi limbah cair
pulp kakao oleh A. aceti B127 dengan kecepatan aerasi 1.0 vvm sebesar 4.24%
lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan aerasi 0.5 vvm dan 1.5 vvm
(Effendi 2002).
Roukas (1996) menyimpulkan bahwa, kultur fed-batch membuktikan
proses fermentasi untuk produksi etanol lebih baik dibanding kultur batch. Kultur
fed-batch dengan atau tanpa immobilisasi sel S. cerevisiae menghasilkan
konsentrasi etanol maksimum 53 g/l dengan konsentrasi gula awal 250 g/l dengan
feeding rate250 ml/jam. Pada repeated fed-batchkultur, secara keseluruhan sel
imobilisasi S. cerevisiae memberikan konsentrasi etanol tertinggi.
Kinetika Proses Fermentasi
Pertumbuhan sel dan pembentukan produk oleh mikroorganisme
merupakan proses biokonversi dengan nutrien kimiawi yang diumpankan pada
fermentasi dikonversi menjadi metabolit. Setiap tahap konversi tersebut dapat
dikuantitatifkan oleh suatu koefisien hasil yang dinyatakan sebagai massa sel atau
produk yang terbentuk persatuaan massa sel atau produk yang terbentuk per-unit
massa nutrien yang dikonsumsi yaitu Y x/s untuk sel dan Y p/s untuk produk.
Hubungan kinetika di antara pertumbuhan dan pembentukan produk
tergantung pada peranan produk dalam metabolisme sel. Dua buah kinetik yang
umum digunakan adalah kinetika yang menggambarkan sintesis produk selama
pertumbuhan, dan kinetika yang menggambarkan sintesis produk selama
pertumbuhan terhenti (Said 1987).
-
7/22/2019 2009 Vip
32/88
MenurutDarwis dan Sunarti (1991) produk-produk yang dihasilkan pada
pola pertumbuhan berasosiasi dengan pembentukan produk biasanya merupakan
produk-produk langsung dari suatu jalur katabolit seperti pada fermentasi anaerob
glukosa menjadi etanol, atau produk-produk tersebut dihasilkan sebagai
metabolit-metabolit primer dan hubungannya dengan pertumbuhan dinyatakan
dalam persamaan berikut :
Laju pertumbuhan spesifikPeningkatan jumlah biomassa (dx) (b/v) selama interval waktu yang sangat
kecil sebanding dengan jumlah biomassa yang ada dan interval waktu :
dtdx = (1)
dengan adalah laju pertumbuhan spesifik (jam
-1
).
Xt = X0et
(2)
Growth Yieldetanol / asam asetatGrowth yield (Y x/s) didefinisikan sebagai peningkatan jumlah biomassa (x)
sebagai akibat penggunaan substrat (s).
ds
dx
s
xY = (3)
Growth Yielddiasumsikan konstan dan dapat berubah jika terlampaui fase
pertumbuhan yang berasosiasi dengan fermentasi.
)(
)(
0
0
ss
xx
s
xY
= (4)
Dengan s dan s0masing-masing adalah substrat akhir dan substrat awal.
Product yield(Y p/s) dapat dihitung dari persamaan berikut ini :
... (5)
dengan p dan p0 masing-masing adalah konsentrasi produk akhir dan
konsentrasi produk awal.
)(
)(
0
0
ss
ppY
s
p
=
-
7/22/2019 2009 Vip
33/88
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan November
2008 di Laboratorium Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi-Bogor dan
Laboratorium Bioindustri, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan sebagai substrat utama dalam pembuatan
etanol dan asam asetat dari pulp kakao jenis lindak dari perkebunan rakyat Bone,
Makassar, sukrosa, gula, enzim selulase Penicillium nalgiovense SS240, PDA
(agar-agar kentang-dekstrosa) miring, PDB (kentang-dektrosa cair),
Saccharomyces cerevisiae koleksi IPB dan Balitnak, Acetobacter aceti BTCC-
618 koleksi LIPI Cibinong, dinitrosalicylic acid (DNS), glukosa, etanol absolute,
K2Cr2O7, Na asetat, asam sulfat, Na2CO3, NaCl, aquades, medium Mandels.
Peralatan yang digunakan adalah erlenmeyer volume 250 ml, tabung reaksi,
gelas ukur, autopipet 1000-5000 l, inkubator bergoyang, vorteks,
spektrofotometer, cawan conway, autoclave, pengaduk magnetik, bioreaktor
berkapasitas 2 liter (Gambar 3).
-
7/22/2019 2009 Vip
34/88
Gambar 3. Penampang bioreaktor berkapasitas 2 liter.
Metode Penelitian
Pembuatan Media Agar Miring (Agar-Agar Kentang-Dekstrosa)Bahan-bahan pembuatan media agar miring meliputi : aquades 150 ml,
yeast extract 0.6 gr, potato dextrose agar 6 gr. Bahan-bahan tersebut dicampur dan
dilarutkan dalam aquades dan dimasak selanjutnya dituang dalam tabung reaksi
sebanyak 3 ml, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121C selama
15 menit.
Pembuatan Media Cair untuk Aktivasi (Kentang-Dektrosa Cair)Bahan-bahan pembuatan media cair untuk aktifasi meliputi : kentang
200gr, aquades 500 ml, sukrosa 10gr. Bahan-bahan tersebut dimasak dalam
aquades kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer (volume 500 ml) sebanyak
100 ml selanjutnya disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121C selama
15 menit.
-
7/22/2019 2009 Vip
35/88
Persiapan InokulumS.cerevisiaekoleksi IPB dan Balitnak serta A. aceti dibiakkan pada PDA
(agar-agar kentang-dekstrosa) miring selama 2 hari pada suhu ruang dalam tabung
reaksi disuspensikan dengan NaCl sebanyak 5 ml selanjutnya dipindahkan
sebanyak 2.5 ml dalam 50 ml PDB (kentang-dektrosa cair). PDB diinkubasi
dalam inkubator bergoyang 150 rpm pada 30C selama 20 jam untuk selanjutnya
digunakan sebagai inokulum.
Produksi Enzim SelulaseP. nalgiovense SS240 ditanam pada media agar miring (agar-agar kentang-
dekstrosa) selama 5 hari, ditambahkan larutan NaCl 0.85%. Produksi enzim
dilakukan dengan menginokulasi 2 ml inokulum pada 50 ml media Mandels(Lampiran 1) dengan 3% polard NaOH sebagai sumber karbon dalam labu
erlenmeyer 250 ml. Diinkubasi pada suhu 30C dalam inkubator bergoyang
dengan kecepatan 150 rpm selama 4 hari. Supernatan yang merupakan enzim
disimpan dalamfreezeruntuk digunakan dalam penelitian.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian Pendahuluan
Penentuan Galur S. cerevisiae untuk Produksi Etanol pada Media PulpKakao
Mengkaji fermentasi anaerob pada media pulp kakao oleh S. cerevisiae
koleksi IPB dan Balitnak. Masing-masing medium yang dikaji diencerkan 3x
dan ditambahkan sukrosa 3.3% (b/v) sebagai kontrol tidak ditambahkan gula.
Inokulum sebanyak 10% (v/v) dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml yang
berisi medium fermentasi (volume kerja 150 ml) diinkubasikan pada suhu 30 C
selama 120 jam.
-
7/22/2019 2009 Vip
36/88
Penentuan Aerasi dan Kadar Gula Total pada Medium Mandels Penentuan Aerasi Kultur Fed-Batch danBatch
Mengkaji fermentasi alkohol pada medium Mandels dengan kadar gula
total 6% (b/v) dan pengaturan aerasi fed-batch (anaerob ; anaerob dan aerob ;
anaerob), batch (anaerob) . Substrat dimasukkan ke dalam erlenmeyer (volume
250 ml) sebanyak 200 ml, 10% (v/v) inokulum S. cerevisiae koleksi Balitnak.
Pada jam ke-48 ke dalam kultur ditambahkan (fed) media baru dan diinkubasikan
selama 120 jam.
Peningkatan Optimasi Kadar Gula pada SubstratPada kondisi terbaik percobaan pengaturan aerasi penelitian dilanjutan
dengan meningkatkan kadar gula total 6, 12 dan18 % (b/v) dengan kondisi kultur
fed-batch secara anaerob ; anaerob. Substrat dimasukkan ke dalam erlenmeyer
(volume 250 ml) sebanyak 200 ml. Pada jam ke-48 ke dalam kultur ditambahkan
(fed) media baru dan diinkubasikan selama 120 jam.
Penelitan Utama
Fermentasi Alkohol dan Fermentasi Asam Asetat
KulturBatch
Perlakuan terbaik dari penelitian pendahuluan dilanjutkan dengan
penelitian utama dimana sebanyak 1000 ml substrat (pulp kakao diencerkan 3x
dengan medium Mandels) (Lampiran 1) ditambahkan sukrosa hingga total
padatan terlarut 18% Brix). Inokulasi S. cerevisiae ke dalam substrat sebanyak
10% (v/v) (Lampiran 2) selanjutnya diinkubasi selama 48 jam.
Pada fermentasi alkohol beberapa perlakuan yang dilakukan pada kultur
batchini meliputi :
o Kultur batch tanpa penambahan enzim selulaseo Kultur batch dengan penambahan enzim selulase 13.8 U/l medium
fermentasi pada jam ke-0
-
7/22/2019 2009 Vip
37/88
Etanol yang dihasilkan dari fermentasi alkohol pada jam ke-48 dilanjutkan
dengan fermentasi asam asetat dimana ke dalam bioreaktor ditambahkan
inokulum A. aceti sebanyak 10% (v/v) (Lampiran 2) diinkubasi selama 96 jam
dengan kecepatan agitasi 300 rpm dan aerasi 1.0 vvm.
KulturFed-BatchSebanyak 1000 ml substrat (pulp kakao diencerkan 3x dengan medium
Mandels) (Lampiran 1) ditambahkan sukrosa hingga kadar gula total substrat 18%
Brix). Inokulasi S.cerevisiae ke dalam substratsebanyak 10% (v/v) (Lampiran 2)
selanjutnya diinkubasi selama 96 jam. Pada jam ke-48 dilakukan pemanenan
sebanyak 500 ml selanjutnya ke dalam kultur tersebut ditambahkan kembali
substrat sebanyak 500 ml sehingga total substrat menjadi 1000 ml.
Pada fermentasi alkohol beberapa perlakuan yang dilakukan pada kultur
fed-batchini meliputi :
o Kultur fed-batch tanpa penambahan enzim selulaseo Kultur fed-batch dengan penambahan enzim selulase 13.8 U/l medium
fermentasi pada jam ke-48
Etanol yang dihasilkan dari fermentasi alkohol pada jam ke-96 dilanjutkan
dengan fermentasi asam asetat dimana ke dalam bioreaktor ditambahkan
inokulum A. aceti sebanyak 10% (v/v) (Lampiran 2) diinkubasi selama 96 jam
dengan kecepatan agitasi 300 rpm dan aerasi 1.0 vvm. Bagan alir produksi asam
asetat dapat dilihat pada Gambar 4.
-
7/22/2019 2009 Vip
38/88
Gambar 4. Diagram alir tahapan penelitian produksi asam asetat dari pulp kakao.
Fermentasi alkohol pada medium pulp kakao secara batch
dengan penambahan sukrosa 3.3% (b/v) dan inokulum 10%
(v/v) S. cerevisiaekoleksi IPB dan Balitnak
Fermentasi alkohol pada medium Mandels(gula 6% (b/v)) secara kultur fed-batch (anaerob ; anaerob
dan aerob ; anaerob) dan peningkatan optimasi kadar gulapada substrat 6, 12, dan 18% (b/v)
Fermentasi alkohol pada media pulp kakao secara kultur
batch danfed-batch (anaerob) diencerkan 3x dengan
medium Mandels, total padatan terlarut substrat 18% Brix
Fed-batchBatch
Penambahan
enzim selulase jam
ke-0
Tanpa penambahan
enzim selulase jam
ke-0
Fed & Penambahan
enzim selulase jam
ke-48
Fed &Tanpa
penambahan enzim
selulase jam ke-48
Etanol jam ke-96Etanol jam ke-96Etanol jam ke-48Etanol jam ke-48
Asam Asetat Asam Asetat
Penambahan 10% (v/v) inokulumA. aceti, kecepatan agitasi 300
rpm, kecepatan aerasi 1.0 vvm
Penambahan 10% (v/v) inokulumA. aceti, kecepatan agitasi 300
rpm, kecepatan aerasi 1.0 vvm
-
7/22/2019 2009 Vip
39/88
Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati meliputi :
1. Analisis kadar gula reduksi pada fermentasi alkohol (Lampiran 3).2. Total padatan terlarut.3. Analisis kadar alkohol pada fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat
(Lampiran 3).
4. Dry weight pada fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat(Lampiran 3).
5. pH substrat pada fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat.6. Kadar asam asetat pada fermentasi asam asetat (Lampiran 3).7. Kenetika Fermentasi maks(jam-1), Y x/s, dan Y p/s.
Rancangan Percobaan
Urutan pengerjaan penelitian pada proses fermentasi alkohol yang
kemudian dilanjutkan dengan fermentasi asam asetat dilakukan mengikuti
Rancangan Percobaan Acak Lengkap Faktorial (Sudjana 1994). Faktor yang
diamati pengaruhnya adalah kultur batch dan fed-batch (S1, S2) serta faktor
penambahan enzim selulase 0, 13.8 U/l medium fermentasi (E1, E2,). Replikasi
ditetapkan sebanyak 2 kali. Model matematis dari rancangan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Y ijk= + Si+ Ej + (SE)ij+ ijk ... ( 6 )
Keterangan :
Y ijk = nilai variabel respon unit percobaan yang dikenai taraf ke-i faktor kultur
dan taraf ke-j faktor penambahan enzim selulase dengan ulangan ke-k
= rata-rata umum
Si = pengaruh kultur substratke-i (i = 1, 2, 3)
Ej = pengaruh penambahan enzim selulase ke-j (j = 1, 2, 3, 4)
(SE)ij = pengaruh kulturke-i dengan penambahan enzim selulase ke-j
ijk = error pada unit percobaan yang dikenai faktor S taraf ke-i, faktor E taraf
ke-j dengan ulangan ke-k.
-
7/22/2019 2009 Vip
40/88
Hipotesa dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. H1; (S1) 0 (i = 1, 2, 3), dimana H0berarti tidak ada pengaruh faktor kulturyang digunakan terhadap respon yang diamati. H1berarti ada pengaruh faktor
kultur yang digunakan terhadap respon yang diamati.
2. H2 ; (E1) 0 (j = 1, 2, 3, 4), dimana H0 berarti tidak ada pengaruh faktorpenambahan enzim selulase terhadap respon yang diamati. H1 berarti ada
pengaruh faktor penambahan enzim selulase terhadap respon yang diamati.
3. H3 ; (SE)ij 0, dimana H0 berarti tidak ada pengaruh interaksi antara tarafke-i faktor kultur yang digunakan dan taraf ke-j faktor penambahan enzim
selulase terhadap respon yang diamati. H1 berarti ada pengaruh interaksi
antara taraf ke-i faktor kultur yang digunakan dan taraf ke-j faktor
penambahan enzim selulase terhadap respon yang diamati.H1dan H2menyatakan bahwa faktor S dan faktor E berpengaruh dalam
eksperimen. H3menyatakan bahwa terdapat pengaruh interaksi faktor S dan faktor
E terhadap respon yang diamati. Jika nilai F hitung > F dengan merupakan taraf
signifikasi, maka hipotesa akan diterima. Uji jarak berganda Duncan (Duncan
Multiple Range Test) dilakukan bila terdapat perbedaan yang signifikan dari
faktor perlakuan yang dicobakan atau hasil sidik ragam menunjukkan perbedaan
berpengaruh nyata.
-
7/22/2019 2009 Vip
41/88
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Galur S. cerevisiae untuk Produksi Etanol
Khamir yang sering digunakan pada proses fermentasi alkohol adalahS. cerevisiaesedangkan beberapa bakteri juga mampu membentuk etanol sebagai
produk utamanya seperti ClostridiumdanZymomonas(Purawisastra et al. 1994).
Pada penelitian ini menggunakan galur S. cerevisiae dari koleksi IPB dan Balitnak
dalam proses fermentasi alkohol.
Sebelum dilakukan proses fermentasi dengan menggunakan bioreaktor,
maka terlabih dahulu perlu dilakuan penentuan galur S. cerevisiae dengan
penambahan sukrosa pada medium fermentasi untuk meningkatkan kadar etanol
pada skala erlenmeyer. Galur S. cerevisiae koleksi balitnak dengan penambahan
sukrosa 3.30% (b/v) menunjukkan produksi etanol tertinggi pada setiap hari
pengamatan dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 5).
0
12
3
4
5
6
0 2 3 4 5
Waktu Fermentasi (Hari)
Etanol(%b/v)
(-) sukrosa & Biakan IPB (-) sukrosa & Biakan Balitnak
(+) sukrosa & Biakan IPB (+) sukrosa & Biakan Balitnak
Gambar 5. Pembentukan etanol selama fermentasi alkohol pada medium pulp
kakao dengan dan tanpa penambahan sukrosa serta galur S. cerevisiae.
-
7/22/2019 2009 Vip
42/88
0
1
2
3
0 2 3 4 5
Waktu Fermentasi (Hari)
GulaRedu
ksi(%b/v)
(-) sukrosa & Biakan IPB (-) sukrosa & Biakan Balitnak
(+) sukrosa & Biakan IPB (+) sukrosa & Biakan Balitnak
Gambar 6. Penurunan gula reduksi selama fermentasi alkohol pada medium pulp
kakao dengan dan tanpa penambahan sukrosa serta galur S. cerevisiae.
Galur S. cerevisiae koleksi balitnak dapat memanfaatkan substrat pada
medium pulp kakao dengan baik ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kadar
gula reduksi pada medium pulp kakao (Gambar 6). Galur S. cerevisiae koleksi
balitnak (Gambar 6) memperlihatkan konsumsi substrat dalam hal ini gula reduksi
pada hari ke-3 sangat cepat dibandingkan dengan galur S. cerevisiae koleksi
koleksi IPB.
Penentuan Aerasi Kultur Batch danFed-Batch
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, maka penelitian fermentasi
alkohol dilanjutkan dengan menggunakan biakan S. cerevisiae koleksi Balitnak
serta penambahan konsentrasi gula ditingkatkan, sehingga diharapkan kadar
etanol yang dihasilkan juga dapat diperoleh hasil yang optimum dimana menurut
Barlina dan Lay (1994), kadar gula dalam substrat fermentasi etanol 10-12%
menghasilkan etanol sebesar 5-6%.
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi alkohol dengan meningkatkan
gula total dari penelitian sebelumnya sebesar 6% (b/v) dengan pengaturan aerasi
kultur batch (anaerob) dan fed-batch (aerob ; anaerob dan anaerob ; anaerob).
S. cerevisiae merupakan khamir anaerob fakultatif, sehingga pada penelitian ini
bertujuan menentukan kondisi aerasi pada kultur batch danfed-batch yang terbaik
dalam produksi etanol. Gambar 7 menjelaskan bahwa etanol yang diproduksi hari
ke-5 pada kultur fed-batch dengan aerasi secara anaerob menghasilkan kadar
-
7/22/2019 2009 Vip
43/88
etanol tertinggi (5%) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Etanol yang
dihasilkan pada perlakuan kultur fed-batch dengan aerasi secara aerob-anaerob
hari ke-2 sebesar 5% lebih tinggi dari kedua perlukuan lainnya, dimana kondisi
aerob menyebabkan sel S. cerevisiae lebih cepat dalam pembelahan sel, namun
etanol yang dihasilkan hari ke-5 terlihat menurun dibandingkan secara anaerob.
Kondisi aerob atau konsentrasi glukosa tinggi sel S. cerevisiae dapat tumbuh
dengan baik, namun etanol yang dihasilkan rendah dibandingkan secara anaerob.
Pada kondisi anaerob, pertumbuhan sel lambat dan piruvat dari jalur katabolik
dipecah oleh enzim piruvat dikarbosilase menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
(Hartoto 1991).
0
1
2
3
4
5
6
0 2 3 4 5
Waktu Fermentasi (Hari)
Etanol(%b/v)
Fed-batch (Anaerob-Anaerob) Fed-batch (Aerob-Anaerob) Batch (Anaerob)
Gambar 7. Pembentukan etanol selama fermentasi alkohol pada medium Mandelsdengan pengaturan aerasi dan kultur batch, fed-batch.
Perlakuan batch secara anaerob dari hari ke-2 hingga ke-5 tidak terjadi
perubahan dalam produksi etanol. Berbeda halnya dengan perlakuan fed-batch,
kultur batch tidak dilakukan penambahan substrat yang dapat diubah menjadi
etanol. Gambar 8 menjelaskan gula reduksi pada kultur batch terus menurun
selama inkubasi sesuai pendapat Roukas 1996, menyatakan bahwa kultur fed-
batch dibandingkan dengan kultur batch konvensional memiliki beberapa
keuntungan yaitu rendahnya konsentrasi gula tereduksi, tingginya konsentrasi
oksigen terlarut di dalam media dan penurunan waktu fermentasi sehingga dapat
meningkatkan produktivitas.
Fed
-
7/22/2019 2009 Vip
44/88
0
0.0008
0.0016
0.0024
0.0032
0.004
0 2 3 4 5
Waktu Fermentasi (Hari)
GulaReduksi(&b/v)
Fed-batch (Anaerob-Anaerob) Fed-batch (Aerob-Anaerob) Batch (Anaerob)
Gambar 8. Penurunan kadar gula reduksi selama fermentasi alkohol pada medium
Mandels dengan pengaturan aerasi dan kultur batch danfed-batch.
Jika dilihat dari kadar etanol yang dihasilkan, maka perlakuan fed-batch
anaerob menghasilkan etanol tertinggi (5%) bila dibandingkan dengan perlakuan
lain (4%). Perlakuan anaerob dengan adanya penambahan substrat mempengaruhi
pembelahan sel untuk pemanfaatan substrat yang tersedia dalam meningkatkan
produksi etanol (Gambar 7). Berbeda halnya dengan fermentasi sistem batch,
selama inkubasi tidak dilakukan lagi penambahan substrat ke dalam fermentor,
kecuali pemberian oksigen, antibuih dan asam atau basa untuk pengaturan pH.
Karena itu pada sistem tertutup ini, dengan semakin lamanya waktu fermentasi,laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme semakin menurun sampai akhirnya
pertumbuhan berhenti. Penurunan dan berhentinya pertumbuhan disebabkan
karena semakin bertambahnya waktu fermentasi, sumber nutrisi dalam medium
semakin berkurang yang menurunkan laju pertumbuhan (Rahman 1992).
Peningkatan Optimasi Kadar Gula pada Substrat
Peningkatan optimasi kadar gula substrat dilakukan dengan mencari
konsentrasi optimal dimana galur S. cerevisiae dapat melakukan metabolisme
serta menghasilkan kadar etanol yang maksimal. Kadar gula total yang dicobakan
pada penelitian ini adalah 6, 12, 18% (b/v). Menurut Higins et al. (1984)
konsentrasi gula yang terbaik untuk fermentasi etanol adalah 16 25% yang akan
menghasilkan etanol sebesar 6 12%. Menurut Judoamidjojo (1990), jika
konsentrasi gula terlalu tinggi, maka akan berakibat buruk bagi khamir yang
Fed
-
7/22/2019 2009 Vip
45/88
digunakan, sehingga waktu fermentasi akan lebih lama, serta sebagian gula tidak
dapat dikonversi. Akibat apabila konsentrasi gula terlalu tinggi adalah dapat
menyababkan dehidrasi sel dalam larutan yang pekat.
0
2
4
6
8
10
12
0 2 3 4 5 6
Waktu Fermentasi (Hari)
Etanol(%
b/v)
Fed-batch anaerob 6% Fed-batch anaerob 12% Fed-batch anaerob 18%
Gambar 9. Pembentukan etanol selama fermentasi alkohol pada medium Mandels
dengan kadar gula total 6, 12, dan 18% pada kultur fed-batch
(anaerob).
Gambar 9 memperlihatkan perbedaan etanol yang dihasilkan pada ketiga
perlakuan tersebut. Terlihat bahwa kadar gula total sebesar 18% menghasilkan
etanol sebesar 10.35% sedangkan total gula 6 dan 12% etanol yang dihasilkan
masing-masing sebesar 2.05 dan 6.02%. Pada perlakuan gula total 18% hari ke-4
terlihat bahwa etanol yang dihasilkan terus meningkat hingga hari ke-6.
Gula reduksi pada perlakuan gula total 18% pada hari ke-4 (Tabel 3)
terlihat substrat yang tersedia semakin menurun namun produksi etanol hari ke-4
masih berjalan. Diduga sel S. cerevisiae tidak memanfaatkan substrat untuk
melakukan proses pembelahan dan peningkatan jumlah sel melainkan digunakan
untuk pembentukan produk akhir dalam hal ini etanol. Penurunan jumlah gula
reduksi yang digunakan pada medium menunjukkan bahwa pada kondisi
yang tidak terdapat suplai oksigen (anaerob), khamir akan melakukan proses
fermentasi yang akan merubah gula reduksi menjadi etanol dan CO2
(Judoamidjojo et al.1989).
Fed
-
7/22/2019 2009 Vip
46/88
Tabel 3. Penurunan kadar gula reduksi selama fermentasi alkohol pada medium
Mandels pada tiga kadar gula total dengan kulturfed-batch (anaerob)
Waktu
Fermentasi(Hari)
Fed-batchanaerob6%
Fed-batchanaerob12%
Fed-batchanaerob18%
% (b/v)
2 0.0052 0.0615 0.12654 0.0023 0.0020 0.0418
Penetapan kadar gula total ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi
total gula yang optimum untuk menghasilkan kadar etanol. Berdasarkan
Gambar 8, yang menunjukan bahwa kadar gula total 18% menghasilkan etanol
tertinggi, dengan demikian penelitian selanjutnya menggunakan bioreaktor, akan
dilakukan dengan peningkatan konsentrasi substrat sebesar 18%.
Penelitian Utama
Fermentasi Alkohol
KulturBatchFermentasi alkohol menggunakan kultur batch, dilakuan dengan perlakuan
penambahan enzim selulase (0 dan 13.8 U/l medium fermentasi) pada jam ke-0.
Hasil dari proses fermentasi yang dilakukan pada sistem batch ini dapat dilihat
pada Gambar 10 dan 11, sedangkan untuk data awal pada perlakuan ini dapat
dilihat pada Lampiran 4.
0
4
8
12
16
20
0 12 24 36 48
Waktu Fermentasi (jam ke-)
Etanol(%
b/v)
TPT(%Brix)
0
4
8
12
16
20
DryWeight(g/l)
Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)
Gambar 10. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan perubahan
biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkohol pada medium
pulp kakao tanpa penambahan enzim selulase dengan menggunakan
sistem batch.
-
7/22/2019 2009 Vip
47/88
0
4
8
12
16
20
0 12 24 36 48
Waktu Fermentasi (jam ke-)
Etanol(%b/v)
TPT(%
Brix)
0
4
8
12
16
20
DryWeight(g/l)
Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)
Gambar 11. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan perubahan
biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkohol pada medium
pulp kakao dengan penambahan enzim selulase serta menggunakansistem batch.
Pada Gambar 10 dan 11 terlihat bahwa pola pertumbuhan dari
S. cerevisiae yang digunakan berbeda. Pada Gambar 10 dapat dijelaskan bahwa
fase stasioner terjadi pada jam ke-12 sedangkan pada Gambar 11 fase stasioner
terjadi pada jam ke-24. Adanya penambahan enzim selulase menyebabkan
perbedaan pertumbuhan selS. cerevisiae, dimana enzim selulase berperan dalam
pemanfaatan biokonversi selulosa untuk membentuk monosakaridanya yaitu
glukosa, oleh karena itu terdapat perbedaan konsentrasi gula reduksi dalam
medium yang mempengaruhi pertumbuhan sel (dry weight) dan pembentukan
etanol. Sejalan dengan pendapat Irawadi (1999) yang menjelaskan bahwa, gula
reduksi hasil degradasi enzim selulase dapat digunakan oleh S. cerevisiae untuk
pertumbuhan sehingga pada jam ke-24 sel berada pada fase eksponensial. Pada
fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat
tumbuhnya seperti kandungan nutrient dalam hal ini gula reduksi (Gambar 12
dan 13 ).
Perlakuan batchtanpa penambahan enzim selulase (Gambar 10) pada jam
ke-12 sel memasuki fase stasioner dimana pada fase ini jumlah populasi sel tetap
karena jumlah sel tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Aktivitas
metabolisme dari sel mulai menurun, sedangkan produksi metabolit masih
berjalan walaupun dengan laju pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan
-
7/22/2019 2009 Vip
48/88
berjalan walaupun dengan laju pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan
dengan fase sebelumnya. Hal ini dikarenakan habisnya nutrient yang dibutuhkan,
fase stasioner ini kemudian akan diikuti dengan fase kematian.
Hasil yang diperoleh berdasarkan uji lanjut Duncan 5% (Tabel 4)
menunjukkan bahwa perlakuan dengan dan tanpa penambahan enzim selulase
pada kultur batchtidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar
etanol (% b/v) yang dihasilkan pada jam ke-48. Kadar etanol yang dihasilkan
tidak berbeda disebabkan oleh selang pada kadar gula reduksi tidak terlalu besar
pada kedua perlakuan sehingga etanol yang dihasilkan juga hampir sama.
Medium fermentasi pulp kakao dengan total gula 18% brix yang di
inkubasi selama 48 jam pada Gambar 10 menghasilkan etanol sebesar 8.16% (b/v)
sedangkan Gambar 11 sebesar 8.32% (b/v). Hasil yang diperoleh pada penelitianini lebih efisien dalam penggunaan gula sebagai substrat dimana pada penelitian
lainnya yang menggunakan substrat pulp kakao dan S. cerevisiae, kadar etanol
yang dihasilkan sebesar 8% (b/v) dengan total gula sebesar 20% brix lama
fermentasi 48 jam (Asep 2008).
Etanol merupakan produk utama pada fermentasi anaerob, tetapi etanol ini
merupakan racun bagi khamir itu sendiri pada konsentrasi yang tinggi untuk itu
konsentrasi substrat awal harus diperhatikan agar dapat di metabolisme oleh
khamir dengan baik. Fungsi utama khamir adalah mengubah gula dalam substrat
menjadi etanol dan karbondioksida. S. cerevisiae yang digunakan pada penelitian
ini menghasilkan enzim invertase yang berfungsi sebagai pemecah sukrosa
menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa) serta enzim zimase yang mengubah
monosakarida tersebut menjadi etanol pada proses fermentasi. Purawisastra et al.
(1994) menyimpulkan bahwa medium gula pasir dengan biakan
Zymomonas mobilis dan penambahan enzim invertase dapat meningkatkan
konsentrasi etanol yang dihasilkan.
Pengukuran kadar gula reduksi perlu dilakukan untuk membandingkan
perubahan total padatan terlarut selama proses fermentasi sehingga dapat
diketahui konversi substrat menjadi produk akhir fermentasi serta pengaruh yang
ditimbulkan dari penambahan enzim selulase terhadap kadar gula reduksi.
Perbandingan gula reduksi dan total padatan terlarut pada perlakuan batch tanpa
-
7/22/2019 2009 Vip
49/88
Perbandingan gula reduksi dan total padatan terlarut pada perlakuan batch tanpa
enzim selulase dan perlakuan batch dengan penambahan enzim selulase dapat
dilihat pada Gambar 12 dan 13.
0
4
8
12
16
20
0 12 24 36 48
Waktu Fermentasi (jam ke-)
GulaReduksi(%b/v)
0
4
8
12
16
20
TPT(%Brix)
Gula Reduks i (% b/v) TPT (%Brix)
Gambar 12. Perbandingan penurunan kadar gula reduksi dan total padatan
terlarut selama fermentasi alkohol pada medium pulp kakao tanpa
penambahan enzim selulase dengan menggunakan sistem batch.
0
4
8
12
16
20
0 12 24 36 48
Waktu Fermentasi (jam ke-)
GulaReduksi(%
b/v)
0
4
8
12
16
20
TPT(%
Brix)
Gula Reduksi (% b/v) TPT (%Brix)
Gambar 13. Perbandingan penurunan kadar gula reduksi dan total padatan
terlarut selama fermentasi alkohol pada medium pulp kakao dengan
penambahan enzim selulase dan menggunakan sistem batch.
Gambar 12 dan 13 menjelaskan bahwa kadar gula reduksi pada jam ke-36
telah habis seiring dengan pertumbuhan sel S. cerevisiae (dry weight)yang sudah
menurun namun sel tidak memanfaatkan substrat untuk melakukan proses
pertumbuhan serta peningkatan jumlah sel melainkan digunakan untuk
-
7/22/2019 2009 Vip
50/88
pembentukan produk akhir. Penurunan jumlah gula reduksi sejalan dengan
penurunan total padatan terlarut pada kedua perlakuan, dimana penurunan jumlah
substrat yang digunakan pada media menunjukkan bahwa pada kondisi yang tidak
terdapat suplai oksigen, khamir akan melakukan proses fermentasi yang akan
merubah gula menjadi alkohol dan CO2(Judoamidjojo 1989), lebih lanjut Hardjo
et al. (1991) menyatakan gula merupakan komponen terbesar total padatan
terlarut, peningkatan konsentrasi gula akan meningkatkan total padatan terlarut.
Pada kedua perlakuan terjadi penurunan pH, dapat dilihat pada
Gambar 14. Penurunan pH ini diduga disebabkan oleh akumulasi dari asam-asam
yang dihasilkan pada fermentasi alkohol tersebut.
3
4
5
6
0 12 24 36 48
Waktu fermentasi (jam ke-)
pH
Batch tanpa selulase Batch dengan selulase
Gambar 14. Perubahan nilai pH medium fermentasi alkohol menggunakan sistem
batchdengan dan tanpa penambahan enzim selulase.
Pada awal fermentasi pH yang digunakan adalah 4.8 5.2
(Romli et al. 2000). Gambar 14 memperlihatkan bahwa penurunan pH ini
kemungkinan disebabkan oleh akumulasi dari asam-asam yang dihasilkan pada
fermentasi alkohol. Asam piruvat yang terbentuk selama proses metabolisme
dimanfaatkan oleh sel S. cerevisiae untuk pembentukan etanol.
S. cerevisiaemampu mengkonsumsi substrat gula reduksi. Secara umum,
S. cerevisiae ini dapat tumbuh dan memfermentasi gula reduksi secara efisien
pada pH 3.5-6.0 dan suhu 28-35C (Ratledge 1991).
-
7/22/2019 2009 Vip
51/88
KulturFed-BatchSama halnya dengan sistem batch, pada sistem fed-batchjuga di lakukan
dengan 2 perlakuan yaitu dengan dan tanpa penambahan enzim selulase. Namun
pada kulturfed-batchdiinkubasi selama 96 jam dan dilakuan penambahan substrat
baru ke dalam medium fermentasi pada jam ke-48, yang disertai dengan perlakuan
penambahan enzim selulase (0 dan 13.8 U/l medium fermentasi).
Hasil fermentasi yang dilakukan pada kultur fed-batchditunjukkan oleh Gambar
15 dan 16, sedangkan untuk data awal pada perlakuan ini dapat dilihat pada
Lampiran 5. Dari kedua perlakuan tersebut dapat terlihat bahwa pada awal
fermentasi terjadi penurunan total padatan terlarut dan gula reduksi (Gambar 17
dan 18). Penurunan konsentrasi total padatan terlarut ini disebabkan sel
menggunakan substrat untuk melakukan metabolisme untuk pertumbuhan dan
pembentukan sel baru (dry weight) serta memproduksi etanol, sejalan dengan
Judoamidjojo et al. 1989 yang menyimpulkan bahwa pada fase eksponensial,
semua sel mempunyai kemampuan untuk berkembang biak sehingga nutrien yang
ada banyak digunakan untuk pertumbuhan serta pembentukan sel baru.
0
4
8
12
16
20
0 12 24 36 48 48+ 60 72 84 96
Waktu Fermentasi (jam ke-)
Etanol(%b/v)
TPT(%Brix)
0
4
8
12
16
20
DryWeight
(g/l)
Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)
0
4
8
12
16
20
0 12 24 36 48 48+ 60 72 84 96
Waktu Fermentasi (jam ke-)
Etanol(%b/v)
TPT(%Brix)
0
4
8
12
16
20
DryWeight
(g/l)
Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)
0
4
8
12
16
20
0 12 24 36 48 48+ 60 72 84 96
Waktu Fermentasi (jam ke-)
Etanol(%b/v)
TPT(%Brix)
0
4
8
12
16
20
DryWeight
(g/l)
Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)
0
4
8
12
16
20
0 12 24 36 48 48+ 60 72 84 96
Waktu Fermentasi (jam ke-)
Etanol(%b/v)
TPT(%Brix)
0
4
8
12
16
20
DryWeight
(g/l)
Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)
Gambar 15. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan perubahan
biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkohol pada medium
pulp kakao tanpa penambahan enzim selulase dengan menggunakan
sistemfed-batch.
Keterangan 48+ : 30 menit setelahfed.
Fed
-
7/22/2019 2009 Vip
52/88
0
4
8
12
16
20
0 12 24 36 48 48+ 60 72 84 96
Waktu Fermentasi (jam ke-)
Etanol(%b
/v)
TPT(%B
rix)
0
4
8
12
16
DryWeight
(g/l)
Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)
0
4
8
12
16
20
0 12 24 36 48 48+ 60 72 84 96
Waktu Fermentasi (jam ke-)
Etanol(%b
/v)
TPT(%B
rix)
0
4
8
12
16
DryWeight
(g/l)
Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)
Gambar 16. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan perubahan
biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkohol pada mediumpulp kakao dengan penambahan enzim selulase serta menggunakan
sistemfed-batch.
Keterangan 48+ : 30 menit setelahfed
Dari hasil penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 15 fase ekponensial
terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-24 sedangkan Gambar 16 fase eksponensial
terjadi lebih singkat pada jam ke-0 hingga jam ke-12. Setelah penambahan
medium baru (fed) pada Gambar 15 terlihat bahwa, sel S. cerevisiae (dry weight)
kembali meningkat. Fase eksponesial terjadi 30 menit setelah penambahan
medium baru (fed) hingga jam ke-72. Sedangkan pada Gambar 16 terlihat bahwa
fase eksponensial terjadi 30 menit setelah penambahan medium baru (fed) hingga
jam ke-60.
Menurut Fiechter (1982), produktivitas sel S. cerevisiaemerupakan fungsi
dari konsentrasi glukosa, suhu dan pH. Glukosa merupakan reaktan dasar untuk
metabolisme khamir. Fungsi utama khamir dalam pembuatan etanol adalah
mengubah gula dalam substrat menjadi alkohol dan CO2. Frazier (1977),
berpendapat enzim yang dihasilkan S. cerevisiae adalah enzim ivertase yang
berfungsi sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa),
serta enzim zimase yang mengubah monosakarida tersebut menjadi etanol pada
proses fermentasi.
Fed + Selulase
-
7/22/2019 2009 Vip
53/88
Berdasarkan Gambar 15 dan 16, etanol yang dihasilkan pada jam
ke-96 berturut-turut sebesar 9.07% (b/v) dan 9.70% (b/v). Uji Duncan 5%
terhadap interaksi kultur batch dan fed-batch dan penambahan enzim selulase
tidak berbeda nyata terhadap kadar etanol demikian halnya dengan faktor tunggal
penambahan enzim selulase. Namun kadar etanol pada perlakuan kultur batch
(8.23%) berbeda nyata terhadap kultur fed-batch (9.38%). Hasil selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 4.
Uji Duncan 5% menunjukkan penambahan enzim selulase (0 dan 13.8 U/l
medium fermentasi) tidak berbeda nyata terhadap pembentukan kadar etanol. Hal
ini disebabkan oleh masih tersedianya gula reduksi yang cukup banyak pada
substrat sewaktu penambahan enzim selulase yang menyebabkan enzim selulase
tidak aktif. Kondisi ini dikenal sebagai efek inhibisi, namun enzim selulase tidakterikat oleh substrat sehingga dapat kembali aktif memproduksi gula reduksi saat
persediaan gula pereduksi pada medium telah habis. Pada penelitian ini gula
reduksi habis pada jam ke-72 (Gambar 18) sedangkan perlakuan penambahan
enzim dilakukan pada jam ke-48 sehingga penambahan enzim selulase kurang
efektif yang disebabkan oleh inkubasi yang terlalu lama. Hal ini sesuai dengan
penjelasan Darwis (1995) bahwa konsentrasi yang tinggi dari selobiosa atau
sumber karbon yang dapat cepat di metabolisme seperti glukosa dapat
menghambat aktivitas selulase. Lebih lanjut Koesnandar (2001) menyatakan
bahwa proses hidrolisis enzimatis secara bertahap dari selulosa menjadi glukosa di
pengaruhi faktor penghambat yang sangat menentukan di dalam biokonversi
selulosa menjadi etanol. Faktor penyebab utamanya ialah adanya penghambatan
produk terutama selobio