2009 vip

Upload: zahra-haifa

Post on 08-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 2009 Vip

    1/88

    KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO

    DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT

    MENGGUNAKAN BIOREAKTOR

    VENTY INDRIANI PAIRUNAN

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2009

  • 7/22/2019 2009 Vip

    2/88

    PERNYATAAN MENGENAI TESIS

    DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik Fermentasi Pulp

    Kakao dalam Produksi Asam Asetat Menggunakan Biorekator adalah karya saya

    dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun

    kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

    dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

    disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

    tesis ini.

    Bogor, Januari 2009

    Venty Indriani Pairunan

    NIM F051060041

  • 7/22/2019 2009 Vip

    3/88

    ABSTRACT

    VENTY INDRIANI PAIRUNAN. Characteristic of Cocoa Pulp Fermentation in

    Acetic AcidProduction using Bioreaktor. Under direction of USMAN AHMAD,

    and TRESNAWATI PURWADARIA

    Acetic acid is produced from two stages of fermentation. At the first stage,

    in the anaerob condition sugars from the mixture of cocoa pulp and sucrose at

    18% brix, was fermented with Saccharomyces cerevisiaeproducing ethanol. The

    next stage was by oxidation in aerobic process, where ethanol was transformed to

    acetic acid by Acetobacter aceti. The purpose of this research is to characterize

    the kinetic changes of acetic acid production from cocoa pulp through alcohol

    fermentation using batch and fed-batch fermentation added without and with

    cellulase (0 and 13.8 U/l medium fermentation). Result showed that the highest

    ethanol production was observed in 96 hours at 9.38% (w/v) max0.01, Y x/s 0.31,

    Y p/s 0.53 by using fed-batch fermentation. Meanwhile the highest acetic acid

    production was observed at 7.84% (w/v) max 0.01, Y x/s 0.30, Y p/s 0.77 byusing fed-batch fermentation.

    Key words: Cocoa pulp, ethanol, acetic acid, batch / fed-batch, and cellulase.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    4/88

    RINGKASAN

    VENTY INDRIANI PAIRUNAN. Karakteristik Fermentasi Pulp Kakao dalam

    Produksi Asam Asetat Menggunakan Bioreaktor. Dibimbing oleh USMAN

    AHMAD, dan TRESNAWATI PURWADARIA.

    Kakao (Theobroma cacaoL.) merupakan salah satu komoditi ekspor non-

    migas yang memiliki potensi yang sangat baik, sebab permintaan dalam negeri

    terus meningkat dengan semakin berkembangnya sektor industri yang

    memanfaatkan biji kakao sebagai bahan bakunya. Salah satu kelemahan kakao

    Indonesia adalah kemasaman biji kakao yang terlalu tinggi sehingga

    menghasilkan biji kakao yang kurang baik. Pengurangan jumlah pulp sebelum biji

    kakao difermentasi merupakan upaya menurunkan kemasaman biji kakao. Pulp

    kakao mengandung glukosa dan sukrosa antara 12-15%, asam-asam organik,

    beberapa asam amino dan selulosa. Komposisi demikian cukup baik digunakan

    dalam proses fermentasi untuk menghasilkan asam asetat.

    Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fermentasi pulpkakao dalam produksi asam asetat dari substrat etanol hasil fermentasi alkohol

    menggunakan bioreaktor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk

    mengevaluasi produksi asam asetat dari substrat etanol hasil fermentasi alkohol

    menggunakan kultur batch dan fed-batch dengan dan tanpa penambahan enzim

    selulase dalam bioreaktor.

    Rancangan acak lengkap faktorial digunakan dalam penelitian ini apabila

    terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple

    Range Test (DMRT). Medium fermentasi 1000 ml (pulp kakao diencerkan 3x

    dengan medium Mandels ditambahkan sukrosa hingga kadar gula total substrat

    18% Brix) dan inokulum Saccharomyces cerevisiae sebanyak 10% (v/v). Pada

    fermentasi alkohol masing-masing perlakuan terdiri dari batch tanpa enzim

    selulase; batch dengan penambahan selulase 13.8 U/l medium fermentasi; fed-batch tanpa enzim selulase, fed-batch dengan penambahan enzim selulase 13.8

    U/l medium fermentasi. Selanjutnya etanol yang dihasilkan dari fermentasi

    alkohol dalam bioreaktor dilanjutkan dengan fermentasi asam asetat dengan

    menambahkan inokulumAcetobacter acetisebanyak 10% (v/v).

    Hasil penelitian mengungkapkan bahwa S. cerevisiae dapat digunakan

    untuk fermentasi alkohol karena pulp kakao mengandung kadar gula reduksi

    sebesar 9.53% (b/v) dengan total padatan terlarut sebesar 18% brix, sedangkan

    A. acetiBTCC-618 dapat digunakan untuk fermentasi asam asetat.

    Kultur fed-batch dalam fermentasi alkohol pada medium pulp kakao

    merupakan perlakuan terbaik dimana etanol yang dihasilkan sebesar 9.38% (b/v)

    dengan max

    0.01, Y p/s 0.53 dan Y x/s 0.31, sedangkan etanol yang dihasilkan

    pada kultur batch sebesar 8.23% (b/v) dengan max 0.03, Y p/s 0.57 dan

    Y x/s 0.65.

    Produksi asam asetat yang dihasilkan dari substrat etanol hasil fermentasi

    alkohol pada medium pulp kakao secara kultur fed-batch merupakan perlakuan

    terbaik sebesar 7.84% (b/v) dengan max0.01, Y p/s 0.77 dan Y x/s 0.30.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    5/88

    Kombinasi penambahan enzim selulase (0 dan 13.8 U/l medium

    fermentasi) pada kultur batch (jam ke-0) dan fed-batch (jam ke-48) dalam

    medium pulp kakaotidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar etanol

    dan produksi asam asetat, demikian halnya dengan Y p/s dan Y x/s.

    Kata kunci: Pulp kakao, etanol, asam asetat, batch/fed-batch, dan selulase.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    6/88

    Hak cipta milik IPB, tahun 2009

    Hak cipta dilindungi Undang-undang

    Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

    atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan

    pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan

    kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan

    kepentingan yang wajar IPB

    Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

    tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

  • 7/22/2019 2009 Vip

    7/88

    KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO

    DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT

    MENGGUNAKAN BIOREAKTOR

    VENTY INDRIANI PAIRUNAN

    Tesis

    sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarMagister Sains pada

    Program Studi Teknologi Pascapanen

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2009

  • 7/22/2019 2009 Vip

    8/88

    Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Suroso, M.Agr. (Alm.)

  • 7/22/2019 2009 Vip

    9/88

    Judul Tesis : Karakteristik Fermentasi Pulp Kakao dalam Produksi

    Asam Asetat Menggunakan Bioreaktor

    Nama : Venty Indriani Pairunan

    NIM : F051060041

    Disetujui

    Komisi Pembimbing

    Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr. Dr. Tresnawati Purwadaria

    Ketua Anggota

    Diketahui

    Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

    Teknologi Pascapanen

    Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

    Tanggal ujian : 16 Januari 2009 Tanggal lulus : 29 Januari 2009

  • 7/22/2019 2009 Vip

    10/88

    PRAKATA

    Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala limpahan kasih-Nya

    sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah yang berjudul

    Karakteristik Fermentasi Pulp Kakao dalam Produksi Asam Asetat Menggunakan

    Bioreaktor.

    Penghargaan yang tulus diberikan kepada Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr.

    dan Dr. Tresnawati Purwadaria sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing

    atas segala arahan, saran, masukan, dan bantuannya dalam penulisan karya

    ilmiah. Disamping itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada

    Dr. Ir. Suroso, M.Agr. (Alm.) selaku penguji luar komisi.

    Penulis bersyukur dan berterimakasih telah diberikan bantuan dalammelaksanakan penelitian oleh Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc. dan

    Dr. Ir. Sofyan Iskandar, M.Si selaku Kepala Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor

    beserta staf. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada staf Laboratorium

    Bioindustri, Teknologi Industri Pertanian, IPB yang tidak dapat penulis sebutkan

    satu per satu yang telah bersedia memberikan bantuan dan fasilitas selama

    penelitian.

    Doa dan kasih sayang yang senantiasa mengalir dari kedua orang tua tercinta

    dr. Ishak Pairunan, SpA. dan Dra. Evitha Nuri Lepongbulan, Apt. beserta kakakdan adik-adik Fredy Revanio Pairunan, SE., Edward Ronaldo Pairunan, dan

    Lorenzo Pairunan untuk canda-tawa dan kasihnya yang selalu ada terimakasih.

    Sahabat-sahabat di program studi Teknologi Pascapanen angkatan 2006

    Ibu Ros, Ibu Nona, Kak Deva, Etha, Darmayanti (Almh.) dan angkatan 2007 serta

    2008 semangat kebersamaan membuat kita menjadi saudara dalam menyelesaikan

    studi.

    Doa senantiasa penulis panjaatkan kepada Tuhan Yesus Kristus agar kasih

    dan berkat serta damai sejahtera melimpah untuk kita semua AMIN.

    Bogor, Januari 2009

    Venty Indriani Pairunan

  • 7/22/2019 2009 Vip

    11/88

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 6 September 1981 dari

    ayah dr. Ishak Pairunan, SpA. dan ibu Dra. Evitha Nuri Lepongbulan, Apt. penulis

    merupakan putri kedua dari empat bersaudara.

    Tahun 2000 penulis tamat dari Sekolah Menengah Umum Gamaliel

    Makassar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Hasanuddin

    melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih program

    studi Agronomi, Fakultas Pertanian dan Kehutanan dan lulus pada tahun 2005.

    Tahun 2006 penulis berkesempatan melanjutkan studi magister sains program

    studi Teknologi Pascapanen pada Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    12/88

    DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiiDAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang ................................................................................... 1

    Tujuan Penelitian ............................................................................... 3

    TINJAUAN PUSTAKA

    Pulp Kakao .......................................................................................... 4

    Fermentasi Alkohol ............................................................................ 5

    Fermentasi Asam Asetat .................................................................... 6

    Enzim Selulase .................................................................................... 8

    Bioreaktor .......................................................................................... 10

    Tipe Fermentor ................................................................................... 11Sistem Operasi Bioreaktor ................................................................. 12

    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi dalam

    Bioreaktor .......................................................................................... 14

    Kinetika Fermentasi ........................................................................... 15

    METODE PENELITIAN

    Waktu dan Tempat ............................................................................. 17

    Bahan dan Alat ................................................................................... 17

    Metode Penelitian .............................................................................. 18

    Pelaksanaan Penelitian ....................................................................... 19

    Parameter yang Diamati ..................................................................... 23

    Rancangan Percobaan .......................................................................... 23HASIL DAN PEMBAHASAN

    Penentuan Galur S.cerevisiae untuk Produksi Etanol ...................... 25

    Penentuan Aerasi Kultur Batch dan Fed-Batch .............................. 26

    Peningkatan Optimasi Kadar Gula pada Substrat ............................ 28

    Fermentasi Alkohol KulturBatch ...................................................... 30

    Fermentasi Alkohol Kultur Fed-batch ............................................... 35

    Kinetika Fermentasi Alkohol ............................................................. 40

    Produksi Asam Asetat dari Substrat Etanol Hasil

    Fermentasi Alkohol dengan Perlakuan Batch dan

    Penambahan Enzim Selulase (0 dan 13.8 U/l medium fermentasi) .. 42

    Produksi Asam Asetat dari Substrat Etanol Hasil

    Fermentasi Alkohol dengan Perlakuan Fed-batch dan

    Penambahan Enzim Selulase (0 dan 13.8 U/l medium fermentasi) .. 44

    Kinetika Fermentasi Asam Asetat ..................................................... 47

    KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 49

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 50

    LAMPIRAN ............................................................................................... 55

  • 7/22/2019 2009 Vip

    13/88

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    1. Komposisi pulp kakao Ivorian, Nigerian dan Malaysian .................... 4

    2. Sakarifikasi dan fermentasi simultan selebiosa menjadi etanol

    menggunakan berbagai katalis .............................................................. 10

    3. Penurunan kadar gula reduksi selama fermentasi alkohol pada

    medium Mandels pada tiga kadar gula total dengan kultur

    fed-batch (anaerob) ............................................................................... 30

    4. Perhitungan kinetika fermentasi alkohol ............................................... 40

    5. Perhitungan kinetika fermentasi asam asetat yang dilanjutkan dari

    perlakuan fermentasi alkohol ................................................................ 47

  • 7/22/2019 2009 Vip

    14/88

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1. Tahapan hidrolisis selulosa oleh enzim dan sistem sakarifikasi

    dan fermentasi sinambung selulosa menjadi etanol .............................. 9

    2 Penampang fermentor untuk fermentasi skala laboratorium ................ 10

    3. Penampang bioreaktor berkapasitas 2 liter ........................................... 18

    4. Diagram alir tahapan penelitian produksi asam asetat dari pulp kakao .. 22

    5. Pembentukan etanol selama fermentasi alkohol pada medium pulp

    kakao dengan dan tanpa penambahan sukrosa serta galur

    S. cerevisiae .......................................................................................... 25

    6. Penurunan gula reduksi selama fermentasi alkohol pada medium pulp

    kakao dengan dan tanpa penambahan sukrosa serta galur

    S. cerevisiae .......................................................................................... 26

    7. Pembentukan etanol selama fermentasi alkohol pada medium

    Mandels dengan pengaturan aerasi dan kultur batch, fed-batch .......... 27

    8. Penurunan kadar gula reduksi selama fermentasi alkohol pada

    medium Mandels dengan pengaturan aerasi dan kultur batch dan

    fed-batch .............................................................................................. 28

    9. Pembentukan etanol selama fermentasi alkohol pada medium

    Mandels dengan kadar gula total 6, 12, dan 18% pada kultur

    fed-batch (anaerob) ............................................................................... 29

    10. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan

    perubahan biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkoholpada medium pulp kakao tanpa penambahan enzim selulase

    dengan menggunakan sistem batch ...................................................... 30

    11. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan

    perubahan biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkohol

    pada medium pulp kakao dengan penambahan enzim selulase

    serta menggunakan sistem batch .......................................................... 31

    12. Perbandingan penurunan kadar gula reduksi dan total padatan terlarut

    selama fermentasi alkohol pada medium pulp kakao tanpa

    penambahan enzim selulase dengan menggunakan sistem batch ......... 33

    13. Perbandingan penurunan kadar gula reduksi dan total padatan terlarut

    selama fermentasi alkohol pada medium pulp kakao dengan

    penambahan enzim selulase dan menggunakan sistem batch ............... 33

    14. Perubahan nilai pH medium fermentasi alkohol menggunakan sistem

    batchdengan dan tanpa penambahan enzim selulase ........................... 34

  • 7/22/2019 2009 Vip

    15/88

    15. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan

    perubahan biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkohol

    pada medium pulp kakao tanpa penambahan enzim selulase

    dengan menggunakan sistemfed-batch ................................................ 35

    16. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan

    perubahan biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkohol

    pada medium pulp kakao dengan penambahan enzim selulase

    serta menggunakan sistemfed-batch .................................................... 36

    17. Perbandingan penurunan kadar gula reduksi dan total padatan terlarut

    selama fermentasi alkohol pada medium pulp kakao tanpa

    penambahan enzim selulase dengan menggunakan sistemfed-batch ... 38

    18. Perbandingan penurunan kadar gula reduksi dan total padatan terlarut

    selama fermentasi alkohol pada medium pulp kakao dengan

    penambahan enzim selulase dengan menggunakan sistemfed-batch ... 38

    19. Perubahan nilai pH medium fermentasi alkohol menggunakan sistem

    fed-batchdengan dan tanpa penambahan enzim selulase ..................... 39

    20. Pembentukan asam asetat, penurunan substrat etanol dan

    perubahan berat kering (dry weight) selama fermentasi asam asetat

    pada medium pulp kakao melalui fermentasi alkohol secara batch

    tanpa penambahan enzim selulase ........................................................ 43

    21. Pembentukan asam asetat, penurunan substrat etanol dan

    perubahan biomassa sel (dry weight) selama fermentasi asam asetat

    pada medium pulp kakao melalui fermentasi alkohol secara batch

    dengan penambahan enzim selulase ..................................................... 43

    22. Pembentukan asam asetat, penurunan substrat etanol dan

    perubahan biomassa sel (dry weight) selama fermentasi asam asetat

    pada medium pulp kakao melalui fermentasi alkohol secara

    fed-batchtanpa penambahan enzim selulase ........................................ 45

    23. Pembentukan asam asetat, penurunan substrat etanol dan

    perubahan biomassa sel (dry weight) selama fermentasi asam asetat

    pada medium pulp kakao melalui fermentasi alkohol secarafed-batch

    dengan penambahan enzim selulase ..................................................... 45

    24. Perubahan nilai pH fermentasi asam asetat pada medium pulp

    kakao melalui fermentasi alkohol secara batch danfed-batchdengan

    penambahan enzim selulase .................................................................. 46

  • 7/22/2019 2009 Vip

    16/88

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1. Komposisi media Mandels .................................................................... 56

    2. Nilai absorbansi dan volume inokulum yang ditambahkan .................. 57

    3. Prosedur analisis parameter fermentasi .................................................. 58

    4. Data awal fermentasi alkohol menggunakan kultur batchdengan

    penambahan selulase ............................................................................... 60

    5. Data awal fermentasi alkohol menggunakan kulturfed-batchdengan

    penambahan selulase ............................................................................. 61

    6. Analisis sakarifikasi enzim selulase terhadap pulp kakao .................... 62

    7. Analisa statistik keragaman fermentasi alkohol...................................... 63

    8. Data awal fermentasi asam asetat menggunakan substratetanol hasil fermentasi alkohol dengan perlakuan kultur

    (batchdanfed-batch) dan penambahan selulase ................................... 67

    9. Analisis statistik keragaman fermentasi asam asetat ............................ 68

  • 7/22/2019 2009 Vip

    17/88

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditi ekspornon-migas yang memiliki potensi yang sangat baik, sebab permintaan dalam

    negeri terus meningkat dengan semakin berkembangnya sektor industri yang

    memanfaatkan biji kakao sebagai bahan bakunya. Kakao juga memiliki peranan

    penting sebagai sumber penghasil devisa negara dan sebagai salah satu sumber

    perekonomian rakyat yang sangat potensial. Buah kakao disamping digunakan

    sebagai bahan minuman penyegar non-alkohol, juga dapat berfungsi sebagai

    bahan baku industri pangan dan industri farmasi.

    Produksi kakao Indonesia pada tahun 2000 sebesar 431 142 ton, tahun

    2001 sebesar 536 804 ton sedangkan pada tahun 2006 terjadi peningkatan

    produksi kakao sebesar 779 474 ton. Peningkatan produksi kakao telah

    memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di kancah

    perkakaoan dunia. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao

    terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading (Cote d'Ivoire) pada tahun 2002

    (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2006).

    Salah satu kelemahan kakao Indonesia adalah kemasaman biji kakao yang

    terlalu tinggi. Biji kakao yang masam mengakibatkan citarasa coklat yang lemah

    sehingga kurang disukai oleh konsumen (Suryatmi 1995). Kondisi asam yang

    berlebihan dapat menghambat proses fermentasi biji kakao. Pengurangan jumlah

    pulp sebelum biji kakao difermentasi merupakan upaya menurunkan kemasaman

    biji kakao. Pengurangan jumlah pulp kakao dapat dilakukan dengan menggunakan

    alat pengurang pulp mekanik (depulper). Pengurangan pulp dengan cara ini

    menghasilkan limbah pulp kakao yang berupa bubur pulp kakao. Jika dikelola

    dengan baik, lendir biji kakao merupakan hasil samping industri pengolahan

    kakao yang cukup menarik. Menurut Adamoko (1984), produksi lendir biji kakao

    mencapai 0.10-0.19 l/kg biji basah. Pulp kakao mengandung glukosa dan sukrosa

    antara 12-15%, asam-asam organik dan beberapa asam amino (Effendi 2002 dan

    Opeke 1984). Komposisi demikian cukup baik digunakan dalam proses fermentasi

    untuk menghasilkan asam asetat.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    18/88

    Pettipher (1986), menyatakan kandungan selulosa dalam pulp kakao

    sebesar 4.73% berat kering (freeze dried), diharapkan dengan penambahan enzim

    selulase akan lebih banyak selulosa yang terpecah menjadi molekul glukosa,

    sehingga jumlah molekul glukosa yang lebih banyak dapat meningkatkan kadar

    etanol sebagai substrat untuk produksi asam asetat yang tinggi.

    Saat ini pemanfaatan pulp kakao belum optimal. Pemanfaatan pulp kakao

    yang selama ini hanya sebagai limbah organik ke lingkungan juga dapat

    dimanfaatkan sebagai substrat produksi alkohol dan asam asetat sehingga perlu

    dilakukan dan perlu dicari teknologi pengolahan limbah kakao yang dapat

    menangani limbah dalam jumlah yang besar.

    Fermentasi adalah salah satu bagian dari bioteknologi yang menggunakan

    mikroorganisme sebagai pemeran utama dalam suatu proses. Fermentasi secarateknik dapat didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi aerob atau partikel

    anaerob dari karbohidrat dan menghasilkan alkohol serta beberapa asam. Hasil

    fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba pada suatu bahan

    pangan dalam keadaan anaerob ataupun dalam keadaan aerob. Hasil penguraian

    adalah energi, CO2, air dan sejumlah asam organik lainnya seperti etanol, asam

    asetat, dan asam laktat.

    Dalam fermentasi alkohol, khamir yang digunakan adalah

    Saccharomyces cerevisiae dimana hasil utamanya adalah etanol. S. cerevisiae

    merupakan salah satu jenis khamir yang cukup banyak digunakan sebagai

    inokolum dalam berbagai proses industri antara lain produksi roti, tape, minuman

    beralkohol dan industri etanol. S. cerevisiaejuga digunakan untuk menghasilkan

    produk-produk seperti biomassa, ekstrak khamir, komponen flavor.

    Asam asetat merupakan salah satu produksi industri yang banyak

    dibutuhkan di Indonesia. Asam asetat dapat dibuat dari substrat yang mengandung

    alkohol, yang diperoleh dari berbagai macam bahan seperti buah-buahan, kulit

    nanas, pulp kopi, air kelapa dan pulp kakao.

    S. cerevisiae dan Acetobacter aceti merupakan jenis khamir dan bakteri

    yang telah digunakan untuk produksi alkohol dan asam asetat secara komersial.

    Kultivasi fed-batch dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi alkohol dan

    asam asetat, serta dapat mengurangi pengaruh inhibisi substrat. Teknik kultivasi

  • 7/22/2019 2009 Vip

    19/88

    fed-batch yang berfokus pada pengumpanan sumber karbon yang murah dan

    pembatasan nutrisi esensial lainnya seperti oksigen, nitrogen, fosfat dan

    magnesium diharapkan dapat meningkatkan produksi alkohol dan asam asetat.

    Tujuan Penelitian

    Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari karakteristik

    fermentasi pulp kakao dalam produksi asam asetat dari substrat etanol hasil

    fermentasi alkohol menggunakan bioreaktor.

    Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :

    a. Menentukan galur biakan, pengaturan aerasi dan kadar gula total substrat

    untuk produksi etanol.

    b. Mengevaluasi produksi asam asetat dari substrat etanol hasil fermentasi

    alkohol dengan metode kultur batch dan fed-batch dengan dan tanpa

    penambahan enzim selulase dalam bioreaktor.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    20/88

    TINJAUAN PUSTAKA

    Pulp Kakao

    Kakao lindak paling banyak dibudidayakan di seluruh negara produsen

    kakao dunia termasuk Indonesia, dan didominasi oleh perkebunan rakyat. Kakao

    lindak Indonesia ditandai dengan ciri pulp yang tebal, keasaman biji keringnya

    tinggi. Pulp yang tebal dapat berasal dari buah yang kurang masak atau biji kecil

    (Suryatmi 1995). Hasil analisis komposisi dari pulp kakao dari Ivorian, Nigerian

    dan Malaysia dapat dilihat pada Tabel 1 (Pettipher 1986).

    Tabel 1. Komposisi pulp kakao Ivorian, Nigerian dan Malaysian (Pettipher 1986)

    Komposisi Ivorian Nigerian Malaysian

    (g/100g berat segar pulpa)

    Etanol 0 0.10 0.20

    Sukrosa 4.35 1.92 1.35

    Glukosa 3.00 5.06 4.90

    Fruktosa 3.80 6.07 5.35

    Dalamfreeze dried(g/kg berat kering)

    Selulosa 51.80 Tidak ditentukan 47.30

    Hemiselulosa 28.50 Tidak ditentukan 15.80

    Pektin 66.10 59.1 37.50Lignin 15.00 Tidak ditentukan 5.00

    Sekitar 15-25% larutan gula dapat diubah selama fermentasi. Berbagai

    jenis bahan seperti pati kentang, sirup glukosa, sukrosa, sirup gula tebu, molases

    tebu dan molases bit dapat digunakan sebagai karbohidrat. Tetapi pada umumnya

    hanya gula yang dapat dengan cepat dimanfaatkan sebagai sumber karbon dalam

    fermentasi. Atmawinata et al. (1998) menyatakan bahwa pulp diketahui

    mempunyai kandungan glukosa antara 10-15% dan air 80-85%. Effendi (2002)menyatakan bahwa, limbah cair pulp kakao dengan kadar gula 12-15% potensial

    untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku berbagai produk proses kimia industri

    melalui pendekatan bioteknologi.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    21/88

    Komposisi media merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan

    mikroorganisme. Menurut Purawisastra et al. (1994) komponen media yang

    diperlukan adalah unsur karbon, nitrogen dan mineral. Pengaruh konsentrasi

    sukrosa awal yang berbeda pada fermentasi gula pasir dan nira tebu terhadap

    etanol yang dihasilkan disebabkan karena konsentrasi glukosa pada awal

    fermentasi untuk kedua medium adalah berbeda. Nira tebu mengandung glukosa

    lebih besar dari gula pasir karena nira tebu merupakan bahan alami, sehingga

    molekul glukosanya tidak hanya secara alami sudah mengandung glukosa, tetapi

    juga berasal dari molekul sukrosa yang terhidrolisis.

    Fermentasi Alkohol

    Etanol adalah nama kimia dari alkohol, rumus kimianya adalah C2H5OH.

    Penggunaannya sangat luas antara lain dalam industri kimia, kosmetik, industri

    minuman, sebagai bahan pelarut dan bahan bakar. Etanol dapat dibuat dari bahan

    hasil pertanian, seperti bahan yang mengandung turunan gula (molase gula tebu,

    sari buah), bahan yang mengandung pati, atau bahan yang mengandung selulosa

    kayu, limbah kayu, onggok, pulp kakao (Hartono 1991).

    Gula sederhana seperti glukosa dapat langsung difermentasi menjadi

    etanol. Bahan yang mengandung senyawa yang lebih kompleks seperti pati atau

    selulosa harus dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana sebelum

    difermentasi menjadi etanol. Hidrolisis dapat dilakukan secara kimiawi atau

    menggunakan enzim. Purawisastra et al. (1994) menjelaskan bahwa medium gula

    pasir dengan penambahan enzim invertase dapat meningkatkan konsentrasi etanol

    yang dihasilkan.

    Susijahadi et al. (1998) lebih lanjut menjelaskan bahwa konsentrasi

    gula awal substrat berpengaruh terhadap jumlah alkohol yang dihasilkan.

    Wardani et al. (1991) menjelaskan bahwa, secara teoritis kadar alkohol

    maksimum yang dapat diperoleh dari 180 g/l gula adalah 12.26% v/v.

    S. cerevisiae adalah galur yang memproduksi etanol dalam jumah tinggi

    sehingga sering digunakan dalam produksi etanol, anggur, minuman keras, dan

    enzim invertase. Purawisastra et al.(1994) menyimpulkan bahwa enzim invertase

    disamping berperan pada hidrolisis molekul sukrosa menjadi fruktosa dan

  • 7/22/2019 2009 Vip

    22/88

    glukosa. Juga dapat membantu proses konversi glukosa menjadi etanol. Dengan

    demikian, etanol yang dihasilkan dipengaruhi oleh konsentrasi awal molekul

    sukrosa dan glukosa sebelum fermentasi berlangsung.

    Baik khamir maupun bakteri dapat digunakan untuk memproduksi etanol.

    Khamir S. cerevisiae var ellipsoids mampu menghasilkan etanol dalam jumlah

    tinggi 16-18% pada media yang sesuai. Damanhuri (2004) menyimpulkan bahwa,

    substrat larutan madu rambutan afkir dengan kadar gula total 20% menghasilkan

    16.10% etanol. Effendi (2002) berpendapat bahwa, fermentasi substrat limbah

    cair pulp kakao dengan kadar gula 12.63% baik tanpa maupun dengan

    penambahan urea dan S. cerevisiaeR60dengan konsentrasi inokulum 10% (v/v),

    suhu 30

    C, waktu fermentasi 48 jam dihasilkan kadar etanol rata-rata 5.30%.

    Untuk menghasilkan kadar etanol sebesar 5% sampai 6% diperlukan waktufermentasi antara 48 sampai 50 jam.

    Pada kondisi aerob atau konsentrasi glukosa tinggi S. cerevisiae tumbuh

    dengan baik, namun etanol yang dihasilkan rendah dibandingkan secara anaerob.

    Pada kondisi anaerob, pertumbuhan lambat dan piruvat dari jalur katabolik

    dipecah oleh enzim piruvat dikarbosilase menjadi asetaldehid dan karbon

    dioksida. Pada umumnya produksi etanol meliputi tiga tahap dimana tiap tahap

    harus dioptimasi, fermentasi dan destilasi (Hartoto 1991).

    Fermentasi Asam Asetat

    Asam asetat merupakan hasil dua tahap proses fermentasi dimana tahap

    pertama adalah fermentasi gula menjadi etanol oleh khamir, sedangkan tahap

    kedua adalah oksidasi etanol menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat.

    Asam asetat (vinegar) adalah senyawa yang cukup penting dalam pengolahan

    bahan pangan baik sebagai bumbu maupun bahan pengawet (Luwihana 1998).

    Menurut Wardani et al. (1991) bahwa vinegar adalah larutan encer asam asetat

    yang dihasilkan melalui dua tahap fermentasi larutan gula menjadi etanol dan

    dilanjutkan dengan proses oksidasi etanol menjadi asam asetat.

    Fermentasi asam asetat membutuhkan medium yang mengandung etanol

    10-13%, umumnya medium tersebut diperoleh dari hasil fermentasi alkohol, yaitu

    fermentasi pengubahan gula menjadi etanol. Bila konsentrasi etanol terlalu tinggi,

  • 7/22/2019 2009 Vip

    23/88

    pembentukan asam asetat akan terganggu, sehingga fermentasi etanol menjadi

    asam asetat tidak berlangsung dengan sempurna, selain itu keasaman medium

    perlu diperhatikan (Darwis dan Sukara 1989). Damanhuri (2004) menjelaskan

    fermentasi asam asetat dengan substrat etanol 16.10% menghasilkan 0.11% asam

    asetat dengan lama fermentasi selama 5 minggu.

    Pada proses pembuatan cuka fermentasi, mula-mula dilakukan tahap

    fermentasi alkohol dimana gula yang ada diubah menjadi etanol menggunakan

    khamir S. cerevisiae dalam kondisi anaerobik, selanjutnya dalam tahap fermentasi

    asetat, etanol akan diubah menjadi asam asetat, galur yang paling umum

    digunakan ialahA. aceti, dalam kondisi aerob (Chandra et al.1990).

    Effendi (2002), menyimpulkan bahwa pada fermentasi etanol hasil

    fermentasi limbah cair pulp kakao oleh A. aceti B127dengan kondisi suhu 30

    C,nilai pH awal 4, konsentrasi etanol 5% (v/v), inokulum 10% (v/v), dengan

    kecepatan pengadukan terbaik 400 rpm dengan hasil asam asetat 4.24%. Ebner

    (1983) dan Standardisasi Nasional (1990) menjelaskan cuka yang baik minimal

    harus mengandung 4% asam asetat.

    Produksi asam asetat dapat ditingkatkan dengan cara pemberian aerasi dan

    agitasi serta pengaturan suhu fermentasi pada suhu optimum pertumbuhan bakteri

    asam asetat. Produksi asam sangat bergantung pada tingkat kesuburan

    pertumbuhan sel bakteri dan tingkat kesuburan tersebut menurun seiring dengan

    peningkatan kadar etanol substrat (Soedarini et al. 1998).

    Pudjiraharti et al. (1998) menyimpulkan bahwa pembuatan asam cuka dari

    sari buah jambu mete telah dilakukan dalam fermentor Biostat B skala 2 liter.

    Fermentasi berlangsung pada suhu 35C, pH awal 4, aerasi 1 vvm dan berbagai

    kecepatan agitasi 500, 600 dan 700 rpm selama 6 hari. Kadar total asam

    maksimum dicapai pada hari ke-tiga fermentasi pada semua kecepatan agitasi.

    Fermentasi dengan kecepatan agitasi 600 rpm menunjukkan total asam tertinggi

    4.01% (b/v) ekivalen dengan 3.90% (b/v) asam asetat dengan efisiensi

    pengubahan dari etanol menjadi asam asetat 58.64%. Dari hasil analisis

    kandungan etanol, pada hari ke-tiga fermentasi kadar etanol sisa dalam media

    mendekati nol pada semua kecepatan agitasi.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    24/88

    Nurika et al. (2001) menyimpulkan bahwa, nilai rata-rata jumlah asam

    asetat yang terbentuk dari media air kelapa secara fermentasi kontinyu dengan

    penambahan 10% (v/v) A. aceti FNCC 0016 (IFO 3283) berkisar antara 0.44

    sampai dengan 1.12 g/hari yang diperoleh dari perlakuan tinggi partikel dalam

    kolom bio-oksidasi 34 cm dengan kecepatan aerasi 0.08 vvm.

    Enzim Selulase

    Irawadi (1999) menyatakan bahwa, enzim yang berperan dalam proses

    hidrolisis limbah lignoselulosa terdiri dari tiga kelompok, yaitu kelompok

    selulase, ligninase dan hemiselulase. Masing-masing kelompok terdiri atas tiga

    jenis enzim. Selulase terdiri dari endoglukanase (CHC-ase), eksoglukanase

    (selobio-hidrolase) dan -glukosidase. Ligninase terdiri dari laccase,

    lignin-peroksidase dan Mn-peroksidase. Hemiselulase (xilanase) terdiri dari

    endoxilanase, eksoxilanase dan -xilosidase. Sudaryati et al. (1993) menyatakan

    bahwa, selulase adalah nama trival bagi semua enzim yang memutuskan ikatan

    glikosidik -1.4 di dalam selulosa, sedodekstrin, selobiosa.

    Selulase sesungguhnya adalah enzim yang kompleks sehingga dapat

    mendegradasi selulosa membentuk monosakaridanya yaitu glukosa. Aktivitas

    enzim selulase dinyatakan dalam satuan unit per mililiter filtrat enzim (U/ml).

    Satu unit aktivitas enzim setara dengan satu mikromol glukosa yang dihasilkan

    dari perlakuan enzim terhadap larutan karboksimetil selulosa 1% setara 1 unit

    (Wirakartakusumah et al. 1987). Menurut Irawadi (1999) bahwa, semakin tinggi

    aktivitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan.

    Purwadaria et al. (2004) menyatakan bahwa, produksi enzim selulase

    dengan Penicillium nalgiovense S11 pada media pollard gandum dapat

    ditingkatkan dengan perlakuan awal pada substrat. Perlakuan NaOH dengan

    peningkatan konsentrasi substrat dari 2 menjadi 4% dengan waktu inkubasi

    optimum 5 hari meningkatkan produksi enzim selulase (CMCase, FPase,

    -glucosidase). Penambahan 250 ppm glukosa juga meningkatkan aktivitas

    spesifik dari CMCase, FPase, -glucosidase.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    25/88

    Menurut Ghani et al. (1990) bahwa, enzim selulotik terbentuk dari

    beberapa mikroorganisme termasuk fungi, actinomycetes dan bakteri, ada 40

    spesies fungi, 12 spesies bakteri dan 4 spesies dari actinomycetes yang dapat

    memproduksi selulase. Beberapa keuntungan dalam penggunaan bakteri :

    1) Spesies bakteri mempunyai waktu potensial lebih besar dalam manipulasigenetik.

    2) Bakteri memiliki waktu pendek untuk produksi enzimSelulosa yang tersedia berlimpah sangat potensial dipakai sebagai bahan

    baku untuk produksi etanol. Proses hidrolisis enzimatis secara bertahap dari

    selulosa menjadi glukosa dipengaruhi oleh faktor penghambat yang sangat

    menentukan didalam biokonversi selulosa menjadi etanol. Faktor penyebab

    utamanya ialah adanya penghambatan produk (terutama selobiosa dan glukosa)terhadap semua tahapan hidrolisis karena rendahnya aktivitas enzim -glukosidase

    (EC.3.2.1.21) dalam kompleks enzim selulase dapat dilihat pada Gambar 1.

    Gambar 1. Tahapan hidrolisis selulosa oleh enzim dan sistem sakarifikasi dan

    fermentasi sinambung selulosa menjadi etanol (Koesnandar, 2001).

    Koesnandar (2001) menyimpulkan bahwa, konversi selobiosa

    menggunakan sistem batch berulang dengan penambahan substrat selobiosa

    secara bertahap dengan kondisi anaerob, etanol yang diperoleh ialah 60-70 g/l

    selama 50-75 jam inkubasi dengan hasil konversi antara 0.40-0.47 g etanol/g

    selobiosa. Hasil tersebut menunjukkan bahwa imobilisasi sel ganda antara

    Lipomyces starkeyi dan S. cerevisiae sangat potensial untuk memproduksi

    etanol dari selobiosa secara langsung pada konsentrasi yang tinggi (Tabel 2).

    Selulosa

    -- glukosidase

    Glukosa Etanol

    HambatHambat Hambat

    Eksoglukanase

    endoglukanase

    Sakarifikasi dan fermentasi sinambung

    Selobiosa

    gula lain

    Khamir

  • 7/22/2019 2009 Vip

    26/88

    Tabel 2. Sakarifikasi dan fermentasi simultan selebiosa menjadi etanol

    menggunakan berbagai katalis

    Katalis yang digunakan

    Produksi

    etanol final

    (g/l)

    Etanol

    (g/g

    substrat)

    Sumber acuan

    Imobilisasi sel gandaLypomyces starkeyidan

    Saccharomyces cerevisiae

    70.00 0.47 Koesnandar(2001)

    Rekombinan Klebsiella oxytoca 45.20 0.49 Wood & Ingram

    (1992)

    Keuntungan lain dari hidrolisis enzim selain dapat bekerja pada

    kondisi normal atau tidak memerlukan suhu, tekanan dan pH yang tinggi,

    juga produk yang dihasilkan lebih spesifik dan dekomposisi dapat dihindari.

    Laju reaksi enzim sangat dipengaruhi oleh adsorpsi enzim substrat. Semakin

    banyak enzim yang dapat diserap maka semakin tinggi kecepatan reaksi hidrolisis

    enzim. Faktor yang mempengaruhi adsorpsi selulase pada selulosa adalah sifat

    substrat, konsentrasi enzim, perubahan struktur substrat selama hidrolisis,

    inaktivasi selulase oleh produk-produk hidrolisis (Irawadi 1999).

    Bioreaktor

    Bioreaktor adalah alat yang digunakan untuk memperoleh lingkungan

    terkontrol untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga diperoleh produk yang

    diinginkan. Dua kriteria penting dalam penggunaan bioreaktor adalah(1) peralatan harus dapat dioperasikan secara aseptis selama beberapa hari dan

    mampu digunakan untuk jangka waktu yang lama, (2) agitasi dan aerasi harus

    cukup tersedia agar kebutuhan metabolisme mikroorganisme terpenuhi (Stanbury

    dan Whitaker 1984.)

    Penggunaan bioreaktor diharapkan antara lain mampu memberikan

    kondisi lingkungan seperti pH, suhu, oksigen terlarut bagi pertumbuhan

    mikroorganisme beserta aktivitas metabolik yang diharapkan sehingga tercapai

    proses optimum serta dapat dicegah terjadinya kontaminasi yang berasal dari

    lingkungan (Hartato dan Sailah 1989). Berdasarkan cara pemberian medium atau

    substrat dan pengambilan produk, sistem operasi bioreaktor dapat digolongkan

    menjadi sistem batch, kontinyu danfed-bacth (Hartoto 1991).

  • 7/22/2019 2009 Vip

    27/88

    Tipe Fermentor

    Penggolongan tipe fermentor dilakukan berdasarkan mode operasi dan

    pola alir fermentor. Sistem yang paling umum digunakan adalah tangki batch

    berpengaduk. Pada beberapa kasus, reaktor tipe ini juga dikerjakan secara

    fed-batch.

    FermentorBatchFermentor batchrelatif sederhana sesuai dengan cara operasinya, sehingga

    baik untuk percobaan penentuan kinetika reaksi skala kecil. Konfigurasi fermentor

    ini dapat dilihat pada Gambar 2. Beberapa kelebihan fermentor batchantara lain

    adalah fleksibilitas operasinya, yaitu lebih mudah dan cepat. Namun

    kelemahannya perlu banyak tenaga kerja, dan pengawasan mutu produk yang

    rendah selama operasi (Hartato dan Sailah 1989).

    Menurut Machfud et al. (1989) tangki fermentor bacth adalah jenis

    reaktor yang paling sederhana. Reaktor ini digunakan untuk substrat yang

    mempunyai viskositas tinggi. Reaktor jenis ini dapat pula dibuat secara fed-batch

    sehingga reaksi dapat berlangsung lebih efisien.

    Gambar 2. Penampang fermentor untuk fermentasi skala laboratorium

    Uap untuk

    Sterilisasi

    Motor

    Pemecah Busa

    Medium

    Udara Steril

    Impeller

    Pengendali pH

  • 7/22/2019 2009 Vip

    28/88

    Fermentor Tangki Teraduk KontinyuJenis fermentor ini tidak berbeda dengan fermentor batch, kecuali adanya

    saluran untuk memasukan umpan dan mengeluarkan produk. Perbedaan kedua

    jenis fermentor ini terutama pada tangki teraduk kontinyu berjalan secara steady

    stateyaitu kondisi (konsentrasi dan suhu) dalam fermentor tidak berubah selama

    fermentasi. Hal tersebut dapat dicapai dengan adanya aliran umpan masuk dan

    aliran produk yang keluar sama secara kontinyu.

    Karakteristik penting fermentor tangki teraduk kontinyu adalah kondisi di

    dalam fermentor sama dengan kondisi pada aliran keluar. Dengan demikian untuk

    mengetahui kondisi di dalam fermentor seperti sisa umpan atau produk yang

    terbentuk dapat dilakukan dengan menganalisis cairan fermentasi yang keluar

    fermentor (Rahman 1992).

    Sistem Operasi Bioreaktor

    Berdasarkan pemberian medium atau substrat dan pengambilan produk,

    sistem operasi bioreaktor dapat digolongkan menjadi sistem batch, kontinyu dan

    fed-batch.

    SistemBatchPada sistem batch atau curah, substrat dimasukkan ke dalam bioreaktor,

    kemudian dibiarkan teraduk sampai selang waktu tertentu. Setelah tercapai tingkat

    konversi yang dikehendaki, produk yang dihasilkan dikeluarkan. Selang waktu

    operasi sistem batch biasanya lebih pendek dari sistem kontinyu. Disebabkan

    selama proses tidak ada aliran yang keluar dan masuk dimana dikenal dengan

    sistem tertutup. Sistem batch merupakan sistem yang paling sederhana dan efektif

    untuk reaksi-reaksi homogen (Hartato 1991).

    Pada fermentasi sistem tertutup, setelah inokulasi tidak dilakukan lagi

    penambahan medium ke dalam fermentor, kecuali pemberian oksigen,

    antibuih dan asam atau basa untuk mengatur pH. Karena itu pada sistem

    tertutup ini, dengan semakin lamanya waktu fermentasi, laju pertumbuhan

    spesifik mikroorganisme semakin menurun sampai akhirnya pertumbuhan

    berhenti. Penurunan dan berhentinya pertumbuhan disebabkan karena dengan

  • 7/22/2019 2009 Vip

    29/88

    berhenti. Penurunan dan berhentinya pertumbuhan disebabkan karena dengan

    semakin bertambahnya waktu fermentasi, nutrien-nutrien esensial dalam medium

    semakin berkurang yang mempengaruhi laju pertumbuhan (Rahman 1992).

    Sistem KontinyuPada sistem ini terdapat aliran medium yang masuk ke dalam bioreaktor

    serta ada aliran produk beserta sisa substrat yang belum terkonversi keluar.

    Adanya kedua aliran ini menyebabkan sistem ini disebut sebagai sistem terbuka

    (Hartato 1991). Lebih lanjut menurut Machfud et al. (1989), bahwa dalam sistem

    kontinyu, larutan nutrien steril dalam volume tertentu ditambahkan ke dalam

    fermentor secara terus-menerus, dan pada saat bersamaan cairan fermentasi yang

    mengandung sel dan produk fermentasi dikeluarkan dari fermentor dengan

    volume yang sama.

    Sistem kontinyu sangat efektif untuk reaksi homogen dengan jumlah

    substrat yang besar. Modifikasi sistem ini antara lain sistem seri yaitu beberapa

    bioreaktor digabung atau adanya daur ulang untuk meningkatkan konsentrasi

    produk yang diinginkan (Rahman 1992).

    SistemFed-BatchIstilah kulturfed-batchpertama kali digunakan oleh Yoshida et al. (1973)

    untuk menggambarkan pengoperasian kultur batch yang secara bertahap. Dengan

    adanya penambahan nutrien (media) mengakibatkan volume kultur terus

    meningkat. Kultur fed-batch dibandingkan dengan kultur batch konvensional

    memiliki beberapa keuntungan yaitu rendahnya konsentrasi gula tereduksi,

    tingginya konsentrasi oksigen terlarut di dalam media, penurunan waktu

    fermentasi dan meningkatkan produktivitas (Roukas 1996).

    Ciri lain dari kultur fed-batch adalah adanya keleluasan untuk mengatur

    konsentrasi nutrien tertentu di dalam kultur selama proses berlangsung, yaitu

    dengan memanipulasi laju penambahannya (Minihane dan Brown 1986). Oleh

    karena itu kultur fed-batch umumnya lebih unggul dibandingkan kultur batch

    konvensional khususnya pada proses fermentasi yang produktivitasnya dapat

    ditingkatkan melalui manipulasi konsentrasi nutrien medium.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    30/88

    Kultur fed-batch sangat ideal diterapkan pada fermentasi yang

    pertumbuhan sel atau proses pembentukan produknya peka terhadap konsentrasi

    substrat pembatas. Umumnya teknik ini efektif dalam mengurangi pengaruh

    inhibisi substrat. Selain itu, teknik ini juga dapat digunakan untuk menghasilkan

    konsentrasi sel yang tinggi, mengatasi kehilangan air akibat penguapan

    selama fermentasi serta untuk mempertahankan viskositas medium (Minihane

    dan Brown 1986).

    Faktor Faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi dalam Bioreaktor

    SuhuLaju pertumbuhan mikroorganisme yang terdiri dari serangkaian reaksi

    kompleks yang melibatkan enzim sebagai katalis, akan meningkatkan dua kali

    dengan meningkatnya suhu sebesar 10C. Peningkatan laju pertumbuhan tersebut

    hanya terjadi pada selang suhu tertentu. Pada suhu rendah, laju pertumbuhan

    menurun kematian sel meningkat dan akibat mekanisme pengaturan nutrien dan

    produk ke dalam dan keluar sel. Pada suhu yang tinggi, laju pertumbuhan

    menurun dikarenakan laju kematian sel meningkat akibat denaturasi thermal

    komponen protein dan pemecahan struktur sel yang penting seperti fluiditas

    membran seluler.

    Berdasarkan penelitian Purawisastra et al. (1994) bahwa hasil

    fermentasi etanol meliputi konsentrasi, efisiensi dan yield pada

    Zymomonas mobilisdalam medium gula dan nira tebu dapat ditingkatkan dengan

    penambahan enzim invertase pada suhu 35 C. Pudjiraharti et al. (1998)

    menyatakan bahwa pembuatan asam cuka dari sari buah jambu mete telah

    dilakukan dalam fermentor Biostat-B skala 2 liter dimana fermentasi

    dilangsungkan pada suhu 35C.

    pHKondisi medium seperti pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap

    pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroorganisme. Tingkat pH

    medium juga mempengaruhi produk yang dibentuk, selain mempengaruhi

    pertumbuhan mikroorganisme. Sebagai contoh kebenyakan bakteri pada kondisi

  • 7/22/2019 2009 Vip

    31/88

    anaerob cenderung membentuk produk yang bersifat netral selama pertumbuhan

    pada pH rendah, sementara pada pH alkalis berubah membuat produk bersifat

    asam. Hal ini mengakibatkan pengontrolan pH selama bioreaktor merupakan hal

    yang sangat penting.

    Aerasi dan AgitasiPada fermentasi alkohol hasil fermentasi limbah cair pulp kakao oleh

    A. aceti B127 secara kultur batch dengan kondisi suhu 30C nilai pH awal 4,

    konsentrasi etanol 5.0% v/v, inokulum 10% v/v, diperoleh kecepatan pengadukan

    terbaik adalah 400 rpm dengan hasil asam asetat 4.24% dengan efisien 71.20%.

    Berdasarkan kinetika produksi asam asetat dari etanol hasil fermentasi limbah cair

    pulp kakao oleh A. aceti B127 dengan kecepatan aerasi 1.0 vvm sebesar 4.24%

    lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan aerasi 0.5 vvm dan 1.5 vvm

    (Effendi 2002).

    Roukas (1996) menyimpulkan bahwa, kultur fed-batch membuktikan

    proses fermentasi untuk produksi etanol lebih baik dibanding kultur batch. Kultur

    fed-batch dengan atau tanpa immobilisasi sel S. cerevisiae menghasilkan

    konsentrasi etanol maksimum 53 g/l dengan konsentrasi gula awal 250 g/l dengan

    feeding rate250 ml/jam. Pada repeated fed-batchkultur, secara keseluruhan sel

    imobilisasi S. cerevisiae memberikan konsentrasi etanol tertinggi.

    Kinetika Proses Fermentasi

    Pertumbuhan sel dan pembentukan produk oleh mikroorganisme

    merupakan proses biokonversi dengan nutrien kimiawi yang diumpankan pada

    fermentasi dikonversi menjadi metabolit. Setiap tahap konversi tersebut dapat

    dikuantitatifkan oleh suatu koefisien hasil yang dinyatakan sebagai massa sel atau

    produk yang terbentuk persatuaan massa sel atau produk yang terbentuk per-unit

    massa nutrien yang dikonsumsi yaitu Y x/s untuk sel dan Y p/s untuk produk.

    Hubungan kinetika di antara pertumbuhan dan pembentukan produk

    tergantung pada peranan produk dalam metabolisme sel. Dua buah kinetik yang

    umum digunakan adalah kinetika yang menggambarkan sintesis produk selama

    pertumbuhan, dan kinetika yang menggambarkan sintesis produk selama

    pertumbuhan terhenti (Said 1987).

  • 7/22/2019 2009 Vip

    32/88

    MenurutDarwis dan Sunarti (1991) produk-produk yang dihasilkan pada

    pola pertumbuhan berasosiasi dengan pembentukan produk biasanya merupakan

    produk-produk langsung dari suatu jalur katabolit seperti pada fermentasi anaerob

    glukosa menjadi etanol, atau produk-produk tersebut dihasilkan sebagai

    metabolit-metabolit primer dan hubungannya dengan pertumbuhan dinyatakan

    dalam persamaan berikut :

    Laju pertumbuhan spesifikPeningkatan jumlah biomassa (dx) (b/v) selama interval waktu yang sangat

    kecil sebanding dengan jumlah biomassa yang ada dan interval waktu :

    dtdx = (1)

    dengan adalah laju pertumbuhan spesifik (jam

    -1

    ).

    Xt = X0et

    (2)

    Growth Yieldetanol / asam asetatGrowth yield (Y x/s) didefinisikan sebagai peningkatan jumlah biomassa (x)

    sebagai akibat penggunaan substrat (s).

    ds

    dx

    s

    xY = (3)

    Growth Yielddiasumsikan konstan dan dapat berubah jika terlampaui fase

    pertumbuhan yang berasosiasi dengan fermentasi.

    )(

    )(

    0

    0

    ss

    xx

    s

    xY

    = (4)

    Dengan s dan s0masing-masing adalah substrat akhir dan substrat awal.

    Product yield(Y p/s) dapat dihitung dari persamaan berikut ini :

    ... (5)

    dengan p dan p0 masing-masing adalah konsentrasi produk akhir dan

    konsentrasi produk awal.

    )(

    )(

    0

    0

    ss

    ppY

    s

    p

    =

  • 7/22/2019 2009 Vip

    33/88

    METODOLOGI PENELITIAN

    Waktu dan Tempat

    Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan November

    2008 di Laboratorium Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi-Bogor dan

    Laboratorium Bioindustri, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut

    Pertanian Bogor.

    Bahan dan Alat

    Bahan baku yang digunakan sebagai substrat utama dalam pembuatan

    etanol dan asam asetat dari pulp kakao jenis lindak dari perkebunan rakyat Bone,

    Makassar, sukrosa, gula, enzim selulase Penicillium nalgiovense SS240, PDA

    (agar-agar kentang-dekstrosa) miring, PDB (kentang-dektrosa cair),

    Saccharomyces cerevisiae koleksi IPB dan Balitnak, Acetobacter aceti BTCC-

    618 koleksi LIPI Cibinong, dinitrosalicylic acid (DNS), glukosa, etanol absolute,

    K2Cr2O7, Na asetat, asam sulfat, Na2CO3, NaCl, aquades, medium Mandels.

    Peralatan yang digunakan adalah erlenmeyer volume 250 ml, tabung reaksi,

    gelas ukur, autopipet 1000-5000 l, inkubator bergoyang, vorteks,

    spektrofotometer, cawan conway, autoclave, pengaduk magnetik, bioreaktor

    berkapasitas 2 liter (Gambar 3).

  • 7/22/2019 2009 Vip

    34/88

    Gambar 3. Penampang bioreaktor berkapasitas 2 liter.

    Metode Penelitian

    Pembuatan Media Agar Miring (Agar-Agar Kentang-Dekstrosa)Bahan-bahan pembuatan media agar miring meliputi : aquades 150 ml,

    yeast extract 0.6 gr, potato dextrose agar 6 gr. Bahan-bahan tersebut dicampur dan

    dilarutkan dalam aquades dan dimasak selanjutnya dituang dalam tabung reaksi

    sebanyak 3 ml, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121C selama

    15 menit.

    Pembuatan Media Cair untuk Aktivasi (Kentang-Dektrosa Cair)Bahan-bahan pembuatan media cair untuk aktifasi meliputi : kentang

    200gr, aquades 500 ml, sukrosa 10gr. Bahan-bahan tersebut dimasak dalam

    aquades kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer (volume 500 ml) sebanyak

    100 ml selanjutnya disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121C selama

    15 menit.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    35/88

    Persiapan InokulumS.cerevisiaekoleksi IPB dan Balitnak serta A. aceti dibiakkan pada PDA

    (agar-agar kentang-dekstrosa) miring selama 2 hari pada suhu ruang dalam tabung

    reaksi disuspensikan dengan NaCl sebanyak 5 ml selanjutnya dipindahkan

    sebanyak 2.5 ml dalam 50 ml PDB (kentang-dektrosa cair). PDB diinkubasi

    dalam inkubator bergoyang 150 rpm pada 30C selama 20 jam untuk selanjutnya

    digunakan sebagai inokulum.

    Produksi Enzim SelulaseP. nalgiovense SS240 ditanam pada media agar miring (agar-agar kentang-

    dekstrosa) selama 5 hari, ditambahkan larutan NaCl 0.85%. Produksi enzim

    dilakukan dengan menginokulasi 2 ml inokulum pada 50 ml media Mandels(Lampiran 1) dengan 3% polard NaOH sebagai sumber karbon dalam labu

    erlenmeyer 250 ml. Diinkubasi pada suhu 30C dalam inkubator bergoyang

    dengan kecepatan 150 rpm selama 4 hari. Supernatan yang merupakan enzim

    disimpan dalamfreezeruntuk digunakan dalam penelitian.

    Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian Pendahuluan

    Penentuan Galur S. cerevisiae untuk Produksi Etanol pada Media PulpKakao

    Mengkaji fermentasi anaerob pada media pulp kakao oleh S. cerevisiae

    koleksi IPB dan Balitnak. Masing-masing medium yang dikaji diencerkan 3x

    dan ditambahkan sukrosa 3.3% (b/v) sebagai kontrol tidak ditambahkan gula.

    Inokulum sebanyak 10% (v/v) dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml yang

    berisi medium fermentasi (volume kerja 150 ml) diinkubasikan pada suhu 30 C

    selama 120 jam.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    36/88

    Penentuan Aerasi dan Kadar Gula Total pada Medium Mandels Penentuan Aerasi Kultur Fed-Batch danBatch

    Mengkaji fermentasi alkohol pada medium Mandels dengan kadar gula

    total 6% (b/v) dan pengaturan aerasi fed-batch (anaerob ; anaerob dan aerob ;

    anaerob), batch (anaerob) . Substrat dimasukkan ke dalam erlenmeyer (volume

    250 ml) sebanyak 200 ml, 10% (v/v) inokulum S. cerevisiae koleksi Balitnak.

    Pada jam ke-48 ke dalam kultur ditambahkan (fed) media baru dan diinkubasikan

    selama 120 jam.

    Peningkatan Optimasi Kadar Gula pada SubstratPada kondisi terbaik percobaan pengaturan aerasi penelitian dilanjutan

    dengan meningkatkan kadar gula total 6, 12 dan18 % (b/v) dengan kondisi kultur

    fed-batch secara anaerob ; anaerob. Substrat dimasukkan ke dalam erlenmeyer

    (volume 250 ml) sebanyak 200 ml. Pada jam ke-48 ke dalam kultur ditambahkan

    (fed) media baru dan diinkubasikan selama 120 jam.

    Penelitan Utama

    Fermentasi Alkohol dan Fermentasi Asam Asetat

    KulturBatch

    Perlakuan terbaik dari penelitian pendahuluan dilanjutkan dengan

    penelitian utama dimana sebanyak 1000 ml substrat (pulp kakao diencerkan 3x

    dengan medium Mandels) (Lampiran 1) ditambahkan sukrosa hingga total

    padatan terlarut 18% Brix). Inokulasi S. cerevisiae ke dalam substrat sebanyak

    10% (v/v) (Lampiran 2) selanjutnya diinkubasi selama 48 jam.

    Pada fermentasi alkohol beberapa perlakuan yang dilakukan pada kultur

    batchini meliputi :

    o Kultur batch tanpa penambahan enzim selulaseo Kultur batch dengan penambahan enzim selulase 13.8 U/l medium

    fermentasi pada jam ke-0

  • 7/22/2019 2009 Vip

    37/88

    Etanol yang dihasilkan dari fermentasi alkohol pada jam ke-48 dilanjutkan

    dengan fermentasi asam asetat dimana ke dalam bioreaktor ditambahkan

    inokulum A. aceti sebanyak 10% (v/v) (Lampiran 2) diinkubasi selama 96 jam

    dengan kecepatan agitasi 300 rpm dan aerasi 1.0 vvm.

    KulturFed-BatchSebanyak 1000 ml substrat (pulp kakao diencerkan 3x dengan medium

    Mandels) (Lampiran 1) ditambahkan sukrosa hingga kadar gula total substrat 18%

    Brix). Inokulasi S.cerevisiae ke dalam substratsebanyak 10% (v/v) (Lampiran 2)

    selanjutnya diinkubasi selama 96 jam. Pada jam ke-48 dilakukan pemanenan

    sebanyak 500 ml selanjutnya ke dalam kultur tersebut ditambahkan kembali

    substrat sebanyak 500 ml sehingga total substrat menjadi 1000 ml.

    Pada fermentasi alkohol beberapa perlakuan yang dilakukan pada kultur

    fed-batchini meliputi :

    o Kultur fed-batch tanpa penambahan enzim selulaseo Kultur fed-batch dengan penambahan enzim selulase 13.8 U/l medium

    fermentasi pada jam ke-48

    Etanol yang dihasilkan dari fermentasi alkohol pada jam ke-96 dilanjutkan

    dengan fermentasi asam asetat dimana ke dalam bioreaktor ditambahkan

    inokulum A. aceti sebanyak 10% (v/v) (Lampiran 2) diinkubasi selama 96 jam

    dengan kecepatan agitasi 300 rpm dan aerasi 1.0 vvm. Bagan alir produksi asam

    asetat dapat dilihat pada Gambar 4.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    38/88

    Gambar 4. Diagram alir tahapan penelitian produksi asam asetat dari pulp kakao.

    Fermentasi alkohol pada medium pulp kakao secara batch

    dengan penambahan sukrosa 3.3% (b/v) dan inokulum 10%

    (v/v) S. cerevisiaekoleksi IPB dan Balitnak

    Fermentasi alkohol pada medium Mandels(gula 6% (b/v)) secara kultur fed-batch (anaerob ; anaerob

    dan aerob ; anaerob) dan peningkatan optimasi kadar gulapada substrat 6, 12, dan 18% (b/v)

    Fermentasi alkohol pada media pulp kakao secara kultur

    batch danfed-batch (anaerob) diencerkan 3x dengan

    medium Mandels, total padatan terlarut substrat 18% Brix

    Fed-batchBatch

    Penambahan

    enzim selulase jam

    ke-0

    Tanpa penambahan

    enzim selulase jam

    ke-0

    Fed & Penambahan

    enzim selulase jam

    ke-48

    Fed &Tanpa

    penambahan enzim

    selulase jam ke-48

    Etanol jam ke-96Etanol jam ke-96Etanol jam ke-48Etanol jam ke-48

    Asam Asetat Asam Asetat

    Penambahan 10% (v/v) inokulumA. aceti, kecepatan agitasi 300

    rpm, kecepatan aerasi 1.0 vvm

    Penambahan 10% (v/v) inokulumA. aceti, kecepatan agitasi 300

    rpm, kecepatan aerasi 1.0 vvm

  • 7/22/2019 2009 Vip

    39/88

    Parameter yang Diamati

    Parameter yang diamati meliputi :

    1. Analisis kadar gula reduksi pada fermentasi alkohol (Lampiran 3).2. Total padatan terlarut.3. Analisis kadar alkohol pada fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat

    (Lampiran 3).

    4. Dry weight pada fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat(Lampiran 3).

    5. pH substrat pada fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat.6. Kadar asam asetat pada fermentasi asam asetat (Lampiran 3).7. Kenetika Fermentasi maks(jam-1), Y x/s, dan Y p/s.

    Rancangan Percobaan

    Urutan pengerjaan penelitian pada proses fermentasi alkohol yang

    kemudian dilanjutkan dengan fermentasi asam asetat dilakukan mengikuti

    Rancangan Percobaan Acak Lengkap Faktorial (Sudjana 1994). Faktor yang

    diamati pengaruhnya adalah kultur batch dan fed-batch (S1, S2) serta faktor

    penambahan enzim selulase 0, 13.8 U/l medium fermentasi (E1, E2,). Replikasi

    ditetapkan sebanyak 2 kali. Model matematis dari rancangan yang digunakan

    adalah sebagai berikut :

    Y ijk= + Si+ Ej + (SE)ij+ ijk ... ( 6 )

    Keterangan :

    Y ijk = nilai variabel respon unit percobaan yang dikenai taraf ke-i faktor kultur

    dan taraf ke-j faktor penambahan enzim selulase dengan ulangan ke-k

    = rata-rata umum

    Si = pengaruh kultur substratke-i (i = 1, 2, 3)

    Ej = pengaruh penambahan enzim selulase ke-j (j = 1, 2, 3, 4)

    (SE)ij = pengaruh kulturke-i dengan penambahan enzim selulase ke-j

    ijk = error pada unit percobaan yang dikenai faktor S taraf ke-i, faktor E taraf

    ke-j dengan ulangan ke-k.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    40/88

    Hipotesa dapat dirumuskan sebagai berikut :

    1. H1; (S1) 0 (i = 1, 2, 3), dimana H0berarti tidak ada pengaruh faktor kulturyang digunakan terhadap respon yang diamati. H1berarti ada pengaruh faktor

    kultur yang digunakan terhadap respon yang diamati.

    2. H2 ; (E1) 0 (j = 1, 2, 3, 4), dimana H0 berarti tidak ada pengaruh faktorpenambahan enzim selulase terhadap respon yang diamati. H1 berarti ada

    pengaruh faktor penambahan enzim selulase terhadap respon yang diamati.

    3. H3 ; (SE)ij 0, dimana H0 berarti tidak ada pengaruh interaksi antara tarafke-i faktor kultur yang digunakan dan taraf ke-j faktor penambahan enzim

    selulase terhadap respon yang diamati. H1 berarti ada pengaruh interaksi

    antara taraf ke-i faktor kultur yang digunakan dan taraf ke-j faktor

    penambahan enzim selulase terhadap respon yang diamati.H1dan H2menyatakan bahwa faktor S dan faktor E berpengaruh dalam

    eksperimen. H3menyatakan bahwa terdapat pengaruh interaksi faktor S dan faktor

    E terhadap respon yang diamati. Jika nilai F hitung > F dengan merupakan taraf

    signifikasi, maka hipotesa akan diterima. Uji jarak berganda Duncan (Duncan

    Multiple Range Test) dilakukan bila terdapat perbedaan yang signifikan dari

    faktor perlakuan yang dicobakan atau hasil sidik ragam menunjukkan perbedaan

    berpengaruh nyata.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    41/88

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Penentuan Galur S. cerevisiae untuk Produksi Etanol

    Khamir yang sering digunakan pada proses fermentasi alkohol adalahS. cerevisiaesedangkan beberapa bakteri juga mampu membentuk etanol sebagai

    produk utamanya seperti ClostridiumdanZymomonas(Purawisastra et al. 1994).

    Pada penelitian ini menggunakan galur S. cerevisiae dari koleksi IPB dan Balitnak

    dalam proses fermentasi alkohol.

    Sebelum dilakukan proses fermentasi dengan menggunakan bioreaktor,

    maka terlabih dahulu perlu dilakuan penentuan galur S. cerevisiae dengan

    penambahan sukrosa pada medium fermentasi untuk meningkatkan kadar etanol

    pada skala erlenmeyer. Galur S. cerevisiae koleksi balitnak dengan penambahan

    sukrosa 3.30% (b/v) menunjukkan produksi etanol tertinggi pada setiap hari

    pengamatan dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 5).

    0

    12

    3

    4

    5

    6

    0 2 3 4 5

    Waktu Fermentasi (Hari)

    Etanol(%b/v)

    (-) sukrosa & Biakan IPB (-) sukrosa & Biakan Balitnak

    (+) sukrosa & Biakan IPB (+) sukrosa & Biakan Balitnak

    Gambar 5. Pembentukan etanol selama fermentasi alkohol pada medium pulp

    kakao dengan dan tanpa penambahan sukrosa serta galur S. cerevisiae.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    42/88

    0

    1

    2

    3

    0 2 3 4 5

    Waktu Fermentasi (Hari)

    GulaRedu

    ksi(%b/v)

    (-) sukrosa & Biakan IPB (-) sukrosa & Biakan Balitnak

    (+) sukrosa & Biakan IPB (+) sukrosa & Biakan Balitnak

    Gambar 6. Penurunan gula reduksi selama fermentasi alkohol pada medium pulp

    kakao dengan dan tanpa penambahan sukrosa serta galur S. cerevisiae.

    Galur S. cerevisiae koleksi balitnak dapat memanfaatkan substrat pada

    medium pulp kakao dengan baik ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kadar

    gula reduksi pada medium pulp kakao (Gambar 6). Galur S. cerevisiae koleksi

    balitnak (Gambar 6) memperlihatkan konsumsi substrat dalam hal ini gula reduksi

    pada hari ke-3 sangat cepat dibandingkan dengan galur S. cerevisiae koleksi

    koleksi IPB.

    Penentuan Aerasi Kultur Batch danFed-Batch

    Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, maka penelitian fermentasi

    alkohol dilanjutkan dengan menggunakan biakan S. cerevisiae koleksi Balitnak

    serta penambahan konsentrasi gula ditingkatkan, sehingga diharapkan kadar

    etanol yang dihasilkan juga dapat diperoleh hasil yang optimum dimana menurut

    Barlina dan Lay (1994), kadar gula dalam substrat fermentasi etanol 10-12%

    menghasilkan etanol sebesar 5-6%.

    Pada penelitian ini dilakukan fermentasi alkohol dengan meningkatkan

    gula total dari penelitian sebelumnya sebesar 6% (b/v) dengan pengaturan aerasi

    kultur batch (anaerob) dan fed-batch (aerob ; anaerob dan anaerob ; anaerob).

    S. cerevisiae merupakan khamir anaerob fakultatif, sehingga pada penelitian ini

    bertujuan menentukan kondisi aerasi pada kultur batch danfed-batch yang terbaik

    dalam produksi etanol. Gambar 7 menjelaskan bahwa etanol yang diproduksi hari

    ke-5 pada kultur fed-batch dengan aerasi secara anaerob menghasilkan kadar

  • 7/22/2019 2009 Vip

    43/88

    etanol tertinggi (5%) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Etanol yang

    dihasilkan pada perlakuan kultur fed-batch dengan aerasi secara aerob-anaerob

    hari ke-2 sebesar 5% lebih tinggi dari kedua perlukuan lainnya, dimana kondisi

    aerob menyebabkan sel S. cerevisiae lebih cepat dalam pembelahan sel, namun

    etanol yang dihasilkan hari ke-5 terlihat menurun dibandingkan secara anaerob.

    Kondisi aerob atau konsentrasi glukosa tinggi sel S. cerevisiae dapat tumbuh

    dengan baik, namun etanol yang dihasilkan rendah dibandingkan secara anaerob.

    Pada kondisi anaerob, pertumbuhan sel lambat dan piruvat dari jalur katabolik

    dipecah oleh enzim piruvat dikarbosilase menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

    (Hartoto 1991).

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    0 2 3 4 5

    Waktu Fermentasi (Hari)

    Etanol(%b/v)

    Fed-batch (Anaerob-Anaerob) Fed-batch (Aerob-Anaerob) Batch (Anaerob)

    Gambar 7. Pembentukan etanol selama fermentasi alkohol pada medium Mandelsdengan pengaturan aerasi dan kultur batch, fed-batch.

    Perlakuan batch secara anaerob dari hari ke-2 hingga ke-5 tidak terjadi

    perubahan dalam produksi etanol. Berbeda halnya dengan perlakuan fed-batch,

    kultur batch tidak dilakukan penambahan substrat yang dapat diubah menjadi

    etanol. Gambar 8 menjelaskan gula reduksi pada kultur batch terus menurun

    selama inkubasi sesuai pendapat Roukas 1996, menyatakan bahwa kultur fed-

    batch dibandingkan dengan kultur batch konvensional memiliki beberapa

    keuntungan yaitu rendahnya konsentrasi gula tereduksi, tingginya konsentrasi

    oksigen terlarut di dalam media dan penurunan waktu fermentasi sehingga dapat

    meningkatkan produktivitas.

    Fed

  • 7/22/2019 2009 Vip

    44/88

    0

    0.0008

    0.0016

    0.0024

    0.0032

    0.004

    0 2 3 4 5

    Waktu Fermentasi (Hari)

    GulaReduksi(&b/v)

    Fed-batch (Anaerob-Anaerob) Fed-batch (Aerob-Anaerob) Batch (Anaerob)

    Gambar 8. Penurunan kadar gula reduksi selama fermentasi alkohol pada medium

    Mandels dengan pengaturan aerasi dan kultur batch danfed-batch.

    Jika dilihat dari kadar etanol yang dihasilkan, maka perlakuan fed-batch

    anaerob menghasilkan etanol tertinggi (5%) bila dibandingkan dengan perlakuan

    lain (4%). Perlakuan anaerob dengan adanya penambahan substrat mempengaruhi

    pembelahan sel untuk pemanfaatan substrat yang tersedia dalam meningkatkan

    produksi etanol (Gambar 7). Berbeda halnya dengan fermentasi sistem batch,

    selama inkubasi tidak dilakukan lagi penambahan substrat ke dalam fermentor,

    kecuali pemberian oksigen, antibuih dan asam atau basa untuk pengaturan pH.

    Karena itu pada sistem tertutup ini, dengan semakin lamanya waktu fermentasi,laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme semakin menurun sampai akhirnya

    pertumbuhan berhenti. Penurunan dan berhentinya pertumbuhan disebabkan

    karena semakin bertambahnya waktu fermentasi, sumber nutrisi dalam medium

    semakin berkurang yang menurunkan laju pertumbuhan (Rahman 1992).

    Peningkatan Optimasi Kadar Gula pada Substrat

    Peningkatan optimasi kadar gula substrat dilakukan dengan mencari

    konsentrasi optimal dimana galur S. cerevisiae dapat melakukan metabolisme

    serta menghasilkan kadar etanol yang maksimal. Kadar gula total yang dicobakan

    pada penelitian ini adalah 6, 12, 18% (b/v). Menurut Higins et al. (1984)

    konsentrasi gula yang terbaik untuk fermentasi etanol adalah 16 25% yang akan

    menghasilkan etanol sebesar 6 12%. Menurut Judoamidjojo (1990), jika

    konsentrasi gula terlalu tinggi, maka akan berakibat buruk bagi khamir yang

    Fed

  • 7/22/2019 2009 Vip

    45/88

    digunakan, sehingga waktu fermentasi akan lebih lama, serta sebagian gula tidak

    dapat dikonversi. Akibat apabila konsentrasi gula terlalu tinggi adalah dapat

    menyababkan dehidrasi sel dalam larutan yang pekat.

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    0 2 3 4 5 6

    Waktu Fermentasi (Hari)

    Etanol(%

    b/v)

    Fed-batch anaerob 6% Fed-batch anaerob 12% Fed-batch anaerob 18%

    Gambar 9. Pembentukan etanol selama fermentasi alkohol pada medium Mandels

    dengan kadar gula total 6, 12, dan 18% pada kultur fed-batch

    (anaerob).

    Gambar 9 memperlihatkan perbedaan etanol yang dihasilkan pada ketiga

    perlakuan tersebut. Terlihat bahwa kadar gula total sebesar 18% menghasilkan

    etanol sebesar 10.35% sedangkan total gula 6 dan 12% etanol yang dihasilkan

    masing-masing sebesar 2.05 dan 6.02%. Pada perlakuan gula total 18% hari ke-4

    terlihat bahwa etanol yang dihasilkan terus meningkat hingga hari ke-6.

    Gula reduksi pada perlakuan gula total 18% pada hari ke-4 (Tabel 3)

    terlihat substrat yang tersedia semakin menurun namun produksi etanol hari ke-4

    masih berjalan. Diduga sel S. cerevisiae tidak memanfaatkan substrat untuk

    melakukan proses pembelahan dan peningkatan jumlah sel melainkan digunakan

    untuk pembentukan produk akhir dalam hal ini etanol. Penurunan jumlah gula

    reduksi yang digunakan pada medium menunjukkan bahwa pada kondisi

    yang tidak terdapat suplai oksigen (anaerob), khamir akan melakukan proses

    fermentasi yang akan merubah gula reduksi menjadi etanol dan CO2

    (Judoamidjojo et al.1989).

    Fed

  • 7/22/2019 2009 Vip

    46/88

    Tabel 3. Penurunan kadar gula reduksi selama fermentasi alkohol pada medium

    Mandels pada tiga kadar gula total dengan kulturfed-batch (anaerob)

    Waktu

    Fermentasi(Hari)

    Fed-batchanaerob6%

    Fed-batchanaerob12%

    Fed-batchanaerob18%

    % (b/v)

    2 0.0052 0.0615 0.12654 0.0023 0.0020 0.0418

    Penetapan kadar gula total ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi

    total gula yang optimum untuk menghasilkan kadar etanol. Berdasarkan

    Gambar 8, yang menunjukan bahwa kadar gula total 18% menghasilkan etanol

    tertinggi, dengan demikian penelitian selanjutnya menggunakan bioreaktor, akan

    dilakukan dengan peningkatan konsentrasi substrat sebesar 18%.

    Penelitian Utama

    Fermentasi Alkohol

    KulturBatchFermentasi alkohol menggunakan kultur batch, dilakuan dengan perlakuan

    penambahan enzim selulase (0 dan 13.8 U/l medium fermentasi) pada jam ke-0.

    Hasil dari proses fermentasi yang dilakukan pada sistem batch ini dapat dilihat

    pada Gambar 10 dan 11, sedangkan untuk data awal pada perlakuan ini dapat

    dilihat pada Lampiran 4.

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    0 12 24 36 48

    Waktu Fermentasi (jam ke-)

    Etanol(%

    b/v)

    TPT(%Brix)

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    DryWeight(g/l)

    Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)

    Gambar 10. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan perubahan

    biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkohol pada medium

    pulp kakao tanpa penambahan enzim selulase dengan menggunakan

    sistem batch.

  • 7/22/2019 2009 Vip

    47/88

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    0 12 24 36 48

    Waktu Fermentasi (jam ke-)

    Etanol(%b/v)

    TPT(%

    Brix)

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    DryWeight(g/l)

    Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)

    Gambar 11. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan perubahan

    biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkohol pada medium

    pulp kakao dengan penambahan enzim selulase serta menggunakansistem batch.

    Pada Gambar 10 dan 11 terlihat bahwa pola pertumbuhan dari

    S. cerevisiae yang digunakan berbeda. Pada Gambar 10 dapat dijelaskan bahwa

    fase stasioner terjadi pada jam ke-12 sedangkan pada Gambar 11 fase stasioner

    terjadi pada jam ke-24. Adanya penambahan enzim selulase menyebabkan

    perbedaan pertumbuhan selS. cerevisiae, dimana enzim selulase berperan dalam

    pemanfaatan biokonversi selulosa untuk membentuk monosakaridanya yaitu

    glukosa, oleh karena itu terdapat perbedaan konsentrasi gula reduksi dalam

    medium yang mempengaruhi pertumbuhan sel (dry weight) dan pembentukan

    etanol. Sejalan dengan pendapat Irawadi (1999) yang menjelaskan bahwa, gula

    reduksi hasil degradasi enzim selulase dapat digunakan oleh S. cerevisiae untuk

    pertumbuhan sehingga pada jam ke-24 sel berada pada fase eksponensial. Pada

    fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat

    tumbuhnya seperti kandungan nutrient dalam hal ini gula reduksi (Gambar 12

    dan 13 ).

    Perlakuan batchtanpa penambahan enzim selulase (Gambar 10) pada jam

    ke-12 sel memasuki fase stasioner dimana pada fase ini jumlah populasi sel tetap

    karena jumlah sel tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Aktivitas

    metabolisme dari sel mulai menurun, sedangkan produksi metabolit masih

    berjalan walaupun dengan laju pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan

  • 7/22/2019 2009 Vip

    48/88

    berjalan walaupun dengan laju pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan

    dengan fase sebelumnya. Hal ini dikarenakan habisnya nutrient yang dibutuhkan,

    fase stasioner ini kemudian akan diikuti dengan fase kematian.

    Hasil yang diperoleh berdasarkan uji lanjut Duncan 5% (Tabel 4)

    menunjukkan bahwa perlakuan dengan dan tanpa penambahan enzim selulase

    pada kultur batchtidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar

    etanol (% b/v) yang dihasilkan pada jam ke-48. Kadar etanol yang dihasilkan

    tidak berbeda disebabkan oleh selang pada kadar gula reduksi tidak terlalu besar

    pada kedua perlakuan sehingga etanol yang dihasilkan juga hampir sama.

    Medium fermentasi pulp kakao dengan total gula 18% brix yang di

    inkubasi selama 48 jam pada Gambar 10 menghasilkan etanol sebesar 8.16% (b/v)

    sedangkan Gambar 11 sebesar 8.32% (b/v). Hasil yang diperoleh pada penelitianini lebih efisien dalam penggunaan gula sebagai substrat dimana pada penelitian

    lainnya yang menggunakan substrat pulp kakao dan S. cerevisiae, kadar etanol

    yang dihasilkan sebesar 8% (b/v) dengan total gula sebesar 20% brix lama

    fermentasi 48 jam (Asep 2008).

    Etanol merupakan produk utama pada fermentasi anaerob, tetapi etanol ini

    merupakan racun bagi khamir itu sendiri pada konsentrasi yang tinggi untuk itu

    konsentrasi substrat awal harus diperhatikan agar dapat di metabolisme oleh

    khamir dengan baik. Fungsi utama khamir adalah mengubah gula dalam substrat

    menjadi etanol dan karbondioksida. S. cerevisiae yang digunakan pada penelitian

    ini menghasilkan enzim invertase yang berfungsi sebagai pemecah sukrosa

    menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa) serta enzim zimase yang mengubah

    monosakarida tersebut menjadi etanol pada proses fermentasi. Purawisastra et al.

    (1994) menyimpulkan bahwa medium gula pasir dengan biakan

    Zymomonas mobilis dan penambahan enzim invertase dapat meningkatkan

    konsentrasi etanol yang dihasilkan.

    Pengukuran kadar gula reduksi perlu dilakukan untuk membandingkan

    perubahan total padatan terlarut selama proses fermentasi sehingga dapat

    diketahui konversi substrat menjadi produk akhir fermentasi serta pengaruh yang

    ditimbulkan dari penambahan enzim selulase terhadap kadar gula reduksi.

    Perbandingan gula reduksi dan total padatan terlarut pada perlakuan batch tanpa

  • 7/22/2019 2009 Vip

    49/88

    Perbandingan gula reduksi dan total padatan terlarut pada perlakuan batch tanpa

    enzim selulase dan perlakuan batch dengan penambahan enzim selulase dapat

    dilihat pada Gambar 12 dan 13.

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    0 12 24 36 48

    Waktu Fermentasi (jam ke-)

    GulaReduksi(%b/v)

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    TPT(%Brix)

    Gula Reduks i (% b/v) TPT (%Brix)

    Gambar 12. Perbandingan penurunan kadar gula reduksi dan total padatan

    terlarut selama fermentasi alkohol pada medium pulp kakao tanpa

    penambahan enzim selulase dengan menggunakan sistem batch.

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    0 12 24 36 48

    Waktu Fermentasi (jam ke-)

    GulaReduksi(%

    b/v)

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    TPT(%

    Brix)

    Gula Reduksi (% b/v) TPT (%Brix)

    Gambar 13. Perbandingan penurunan kadar gula reduksi dan total padatan

    terlarut selama fermentasi alkohol pada medium pulp kakao dengan

    penambahan enzim selulase dan menggunakan sistem batch.

    Gambar 12 dan 13 menjelaskan bahwa kadar gula reduksi pada jam ke-36

    telah habis seiring dengan pertumbuhan sel S. cerevisiae (dry weight)yang sudah

    menurun namun sel tidak memanfaatkan substrat untuk melakukan proses

    pertumbuhan serta peningkatan jumlah sel melainkan digunakan untuk

  • 7/22/2019 2009 Vip

    50/88

    pembentukan produk akhir. Penurunan jumlah gula reduksi sejalan dengan

    penurunan total padatan terlarut pada kedua perlakuan, dimana penurunan jumlah

    substrat yang digunakan pada media menunjukkan bahwa pada kondisi yang tidak

    terdapat suplai oksigen, khamir akan melakukan proses fermentasi yang akan

    merubah gula menjadi alkohol dan CO2(Judoamidjojo 1989), lebih lanjut Hardjo

    et al. (1991) menyatakan gula merupakan komponen terbesar total padatan

    terlarut, peningkatan konsentrasi gula akan meningkatkan total padatan terlarut.

    Pada kedua perlakuan terjadi penurunan pH, dapat dilihat pada

    Gambar 14. Penurunan pH ini diduga disebabkan oleh akumulasi dari asam-asam

    yang dihasilkan pada fermentasi alkohol tersebut.

    3

    4

    5

    6

    0 12 24 36 48

    Waktu fermentasi (jam ke-)

    pH

    Batch tanpa selulase Batch dengan selulase

    Gambar 14. Perubahan nilai pH medium fermentasi alkohol menggunakan sistem

    batchdengan dan tanpa penambahan enzim selulase.

    Pada awal fermentasi pH yang digunakan adalah 4.8 5.2

    (Romli et al. 2000). Gambar 14 memperlihatkan bahwa penurunan pH ini

    kemungkinan disebabkan oleh akumulasi dari asam-asam yang dihasilkan pada

    fermentasi alkohol. Asam piruvat yang terbentuk selama proses metabolisme

    dimanfaatkan oleh sel S. cerevisiae untuk pembentukan etanol.

    S. cerevisiaemampu mengkonsumsi substrat gula reduksi. Secara umum,

    S. cerevisiae ini dapat tumbuh dan memfermentasi gula reduksi secara efisien

    pada pH 3.5-6.0 dan suhu 28-35C (Ratledge 1991).

  • 7/22/2019 2009 Vip

    51/88

    KulturFed-BatchSama halnya dengan sistem batch, pada sistem fed-batchjuga di lakukan

    dengan 2 perlakuan yaitu dengan dan tanpa penambahan enzim selulase. Namun

    pada kulturfed-batchdiinkubasi selama 96 jam dan dilakuan penambahan substrat

    baru ke dalam medium fermentasi pada jam ke-48, yang disertai dengan perlakuan

    penambahan enzim selulase (0 dan 13.8 U/l medium fermentasi).

    Hasil fermentasi yang dilakukan pada kultur fed-batchditunjukkan oleh Gambar

    15 dan 16, sedangkan untuk data awal pada perlakuan ini dapat dilihat pada

    Lampiran 5. Dari kedua perlakuan tersebut dapat terlihat bahwa pada awal

    fermentasi terjadi penurunan total padatan terlarut dan gula reduksi (Gambar 17

    dan 18). Penurunan konsentrasi total padatan terlarut ini disebabkan sel

    menggunakan substrat untuk melakukan metabolisme untuk pertumbuhan dan

    pembentukan sel baru (dry weight) serta memproduksi etanol, sejalan dengan

    Judoamidjojo et al. 1989 yang menyimpulkan bahwa pada fase eksponensial,

    semua sel mempunyai kemampuan untuk berkembang biak sehingga nutrien yang

    ada banyak digunakan untuk pertumbuhan serta pembentukan sel baru.

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    0 12 24 36 48 48+ 60 72 84 96

    Waktu Fermentasi (jam ke-)

    Etanol(%b/v)

    TPT(%Brix)

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    DryWeight

    (g/l)

    Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    0 12 24 36 48 48+ 60 72 84 96

    Waktu Fermentasi (jam ke-)

    Etanol(%b/v)

    TPT(%Brix)

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    DryWeight

    (g/l)

    Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    0 12 24 36 48 48+ 60 72 84 96

    Waktu Fermentasi (jam ke-)

    Etanol(%b/v)

    TPT(%Brix)

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    DryWeight

    (g/l)

    Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    0 12 24 36 48 48+ 60 72 84 96

    Waktu Fermentasi (jam ke-)

    Etanol(%b/v)

    TPT(%Brix)

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    DryWeight

    (g/l)

    Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)

    Gambar 15. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan perubahan

    biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkohol pada medium

    pulp kakao tanpa penambahan enzim selulase dengan menggunakan

    sistemfed-batch.

    Keterangan 48+ : 30 menit setelahfed.

    Fed

  • 7/22/2019 2009 Vip

    52/88

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    0 12 24 36 48 48+ 60 72 84 96

    Waktu Fermentasi (jam ke-)

    Etanol(%b

    /v)

    TPT(%B

    rix)

    0

    4

    8

    12

    16

    DryWeight

    (g/l)

    Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)

    0

    4

    8

    12

    16

    20

    0 12 24 36 48 48+ 60 72 84 96

    Waktu Fermentasi (jam ke-)

    Etanol(%b

    /v)

    TPT(%B

    rix)

    0

    4

    8

    12

    16

    DryWeight

    (g/l)

    Etanol (% b/v) TPT (%Brix) Dry Weight (g/l)

    Gambar 16. Pembentukan etanol, penurunan total padatan terlarut dan perubahan

    biomassa sel (dry weight) selama fermentasi alkohol pada mediumpulp kakao dengan penambahan enzim selulase serta menggunakan

    sistemfed-batch.

    Keterangan 48+ : 30 menit setelahfed

    Dari hasil penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 15 fase ekponensial

    terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-24 sedangkan Gambar 16 fase eksponensial

    terjadi lebih singkat pada jam ke-0 hingga jam ke-12. Setelah penambahan

    medium baru (fed) pada Gambar 15 terlihat bahwa, sel S. cerevisiae (dry weight)

    kembali meningkat. Fase eksponesial terjadi 30 menit setelah penambahan

    medium baru (fed) hingga jam ke-72. Sedangkan pada Gambar 16 terlihat bahwa

    fase eksponensial terjadi 30 menit setelah penambahan medium baru (fed) hingga

    jam ke-60.

    Menurut Fiechter (1982), produktivitas sel S. cerevisiaemerupakan fungsi

    dari konsentrasi glukosa, suhu dan pH. Glukosa merupakan reaktan dasar untuk

    metabolisme khamir. Fungsi utama khamir dalam pembuatan etanol adalah

    mengubah gula dalam substrat menjadi alkohol dan CO2. Frazier (1977),

    berpendapat enzim yang dihasilkan S. cerevisiae adalah enzim ivertase yang

    berfungsi sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa),

    serta enzim zimase yang mengubah monosakarida tersebut menjadi etanol pada

    proses fermentasi.

    Fed + Selulase

  • 7/22/2019 2009 Vip

    53/88

    Berdasarkan Gambar 15 dan 16, etanol yang dihasilkan pada jam

    ke-96 berturut-turut sebesar 9.07% (b/v) dan 9.70% (b/v). Uji Duncan 5%

    terhadap interaksi kultur batch dan fed-batch dan penambahan enzim selulase

    tidak berbeda nyata terhadap kadar etanol demikian halnya dengan faktor tunggal

    penambahan enzim selulase. Namun kadar etanol pada perlakuan kultur batch

    (8.23%) berbeda nyata terhadap kultur fed-batch (9.38%). Hasil selengkapnya

    dapat dilihat pada Tabel 4.

    Uji Duncan 5% menunjukkan penambahan enzim selulase (0 dan 13.8 U/l

    medium fermentasi) tidak berbeda nyata terhadap pembentukan kadar etanol. Hal

    ini disebabkan oleh masih tersedianya gula reduksi yang cukup banyak pada

    substrat sewaktu penambahan enzim selulase yang menyebabkan enzim selulase

    tidak aktif. Kondisi ini dikenal sebagai efek inhibisi, namun enzim selulase tidakterikat oleh substrat sehingga dapat kembali aktif memproduksi gula reduksi saat

    persediaan gula pereduksi pada medium telah habis. Pada penelitian ini gula

    reduksi habis pada jam ke-72 (Gambar 18) sedangkan perlakuan penambahan

    enzim dilakukan pada jam ke-48 sehingga penambahan enzim selulase kurang

    efektif yang disebabkan oleh inkubasi yang terlalu lama. Hal ini sesuai dengan

    penjelasan Darwis (1995) bahwa konsentrasi yang tinggi dari selobiosa atau

    sumber karbon yang dapat cepat di metabolisme seperti glukosa dapat

    menghambat aktivitas selulase. Lebih lanjut Koesnandar (2001) menyatakan

    bahwa proses hidrolisis enzimatis secara bertahap dari selulosa menjadi glukosa di

    pengaruhi faktor penghambat yang sangat menentukan di dalam biokonversi

    selulosa menjadi etanol. Faktor penyebab utamanya ialah adanya penghambatan

    produk terutama selobio