pengembangan vip

144
 ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN RUANG RAWAT INAP VIP DI RSU MEURAXA BANDA ACEH TAHUN 2007-2008 T E S I S Oleh CUT ANA MARTAFARI 067013005/AKK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2009 Cut Ana Martafari : Analisis Kelayakan Pengembangan Ruang Rawat Inap VIP Di RSU Meuraxa Banda Aceh Tahun 2007-2008, 2009 USU Repository © 2008

Upload: rahmi-fadhila

Post on 02-Nov-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

manajemen rumah sakit

TRANSCRIPT

TAHUN 2007-2008
Oleh
2009 
 
TAHUN 2007-2008
Untuk Memperoleh Gelar Magister Administrasi Rumah Sakit (MARS)
dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit
Oleh
MEDAN
2009
 
RUANG RAWAT INAP VIP DI RSU MEURAXA
BANDA ACEH TAHUN 2007-2008
Nomor Pokok : 067013005
Konsentrasi : Administrasi Rumah Sakit
Ketua
Direktur,
 
Tanggal lulus: 19 Januari 2009
 
Anggota : 1. Drs. Amru Nasution, M.Kes
2. dr. Jules H. Hutagalung, MPH
3. Syahyunan, SE, M.Si
 
TAHUN 2007-2008
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Januari 2009
(CUT ANA MARTAFARI)
 
 ABSTRAK
Rumah Sakit Umum Meuraxa (RSUM) Banda Aceh merupakan rumah sakit tipe C milik Pemerintah Kota Banda Aceh yang merupakan pusat rujukan bagi
 puskesmas yang ada di Banda Aceh. Penelitian ini dilatar belakangi oleh kenyataan 
tahun 2007 jumlah pasien rawat inap RSUM meningkat sebanyak 71 % dari tahun
2006, namun fasilitas ruang rawat inap VIP di RSUM untuk ditawarkan kepada masyarakat menengah ke atas belum ada.
Telah dilakukan penelitian untuk menganalisis kondisi internal dan eksternal,
dan investasi dalam pengembangan ruang rawat inap VIP RSUM. Penelitian dengan rancangan studi kasus ini menggunakan data sekunder selama 4 tahun (2005-2008).
Keputusan pengembangan ruang rawat inap VIP di RSU Meuraxa Banda Aceh
menggunakan analisis SWOT meliputi analisis kekuatan  (Strength), kelemahan 
(Weakness), peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats), serta analisis investasi/
keuangan dengan cara menghitung NPV ( Net Present Value) dan PP  (Payback
Period ).
Hasil analisis SWOT menunjukkan dari faktor internal dan eksternal, secara keseluruhan mendukung untuk pengembangan ruang rawat inap VIP di RSUM Banda
Aceh. Analisis keuangan berpedoman pada aliran kas bersih yang diestimasikan
selama 10 tahun (2010-2019), didapatkan nilai NPV sebesar Rp. 292.658.181,- dengan Payback Periode (PP) 5 tahun 3 bulan, di mana investasi dapat dikembalikan
selama 5 tahun 8 bulan artinya pengembangan ruang rawat inap VIP di Rumah Sakit
Umum Meuraxa Banda Aceh layak untuk dilaksanakan. Disarankan hasil studi keputusan pengembangan ini segera ditindak lanjuti
dengan Rencana Induk yang merupakan penjabaran kegiatan selanjutnya dari studi
keputusan pengembangan.
Kata Kunci: Kelayakan, Pengembangan Ruang Rawat Inap VIP.
 
ABSTRACT
General Hospital of Meuraxa (RSUM) of Banda Aceh is a government hospital type C owned by local government of Banda Aceh city as reference hospital
of health center (Puskesmas) in Banda Aceh. This research based on a fact that in
2007 the number of inpatient at RSUM was increase to 71% than 2006, but
unfortunately there are no VIP inpatient facilities at RSUM could be offered to middle-up social class.
A research was conducted to analyze the internal and external factors, and
investment to develop the VIP inpatient RSUM. The research used case study by using the secondary data during 4 years (2005-2008). The decision of the
development of VIP RSU Meuraxa Banda Aceh applies SWOT analysis consists of
strength, weakness, opportunities and threats. Investment/financial analysis by calculate NPV (Net Present Value) and PP (Payback Period).
The SWOT analysis shows that from the internal and external factors,
generally support to development of VIP inpatient at RSU Meuraxa Banda Aceh. Financial analysis which guided by estimated cash flow during 10 years (2010-2019),
found that the NPV is IDR 292.658.181,- and Payback Period (PP) is 5 years 3
month, means the investment will return in 5 years and 3 months. It is concluded that
the development of VIP inpatient facilities at General Hospital of Meuraxa (RSUM) is feasible.
Based on this study, it is suggested to the RSUM to follow the decision to
develop the hospital according to the master plan.
Key word: Feasible, the Development of VIP Inpatient.
 
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Tesis ini diselesaikan tidak terlepas dari bantuan dari berbagi pihak, untuk itu
 pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih dan
 penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE,
M.Si. dan Bapak Drs. Amru Nasution, M.Kes, yang telah banyak memberikan
 bimbingan dan pengarahan dalam penulisan tesis ini.
Pada kesempatan ini perkenankan juga penulis menyampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1.  Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Ketua Program Studi Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2.  Ibu Prof. Dr. IdaYustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3.  Ibu dr. Hj. Dewi Lailawati, M.Si selaku Direktur Rumah Sakit Umum Meuraxa
Banda Aceh beserta seluruh staf yang telah memberikan izin dan bantuan bagi
 penulis sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
4.  Bapak M. Marwan, S.Si selaku Kepala BPS Banda Aceh beserta seluruh staf yang
telah memberikan izin dan bantuan bagi penulis sehingga penelitian ini dapat
 berjalan dengan lancar.
 
5.  Bapak Bupati dan Ibu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar serta
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang telah
mengizinkan penulis untuk menjalani tugas belajar serta memberikan dukungan
moral dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
6.  Teman-teman semua mahasiswa/i Program Studi Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan khususnya Administrasi Rumah Sakit Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara angkatan 2006 yang telah memberikan bantuan dan
motivasi sehingga penulisan tesis ini selesai.
7.  Suami tercinta Khairul Huda, S.Kom, M.Si dan anak-anak tersayang Awfi Athiya
Salsabila Addini dan Syakhish Ulya Akhira yang selalu memberikan cinta dan
kasih sayangnya, dalam membantu menyelesaikan pendidikan ini.
8.  Ayahanda, ibu mertua dan saudara-saudara yang telah memberikan dukungan dan
 bantuan dan khususnya bagi almarhumah ibunda tersayang dan almarhum bapak
mertua yang telah meninggalkan dunia ini dalam masa pendidikanku, semoga
mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Allah SWT. Terima kasih atas do’a dan
kasih sayangnya yang telah diberikan dalam menjalani masa pendidikan ini.
9.  Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya yang telah
 banyak membantu penulis selama dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga Allah SWT membalas segala bantuan dan kebaikan yang telah
diberikan kepada penulis dengan berlipat ganda dan senantiasa melimpahkan
rahmatnya bagi kita semua.
 
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap bahwa tesis ini
yang jauh dari kesempurnaan dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Banda Aceh, Desember 2008 Penulis
Cut Ana Martafari
 
Agama : Islam
Besar, Nanggroe Aceh Darussalam.
2.  SMPN 3 Banda Aceh, 1986-1989.
3.  SMAN 3 Banda Aceh, 1989-1992.
4.  S-1 Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, 1992-1997.
5.  Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda
Aceh, 1997-2000.
6.  S-2 Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, 2006 s/d 2009.
Riwayat Pekerjaan :
1.  Dokter PTT di Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar, 2001-2002.
2.  Kepala Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar, 2002-2006.
 
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................. 9
2.1  Pengertian dan Pengembangan Rumah Sakit......................... 10
2.2  Studi Kelayakan Pengembangan Rumah Rawat Inap VIP
Rumah Sakit ........................................................................... 20 2.3  Landasan Teori....................................................................... 31
2.4  Kerangka Konsep................................................................... 36
3.1  Jenis Penelitian ...................................................................... 38
3.2  Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ................................ 38 3.3  Subyek dan Informan Penelitian ............................................ 38
3.4  Metode Pengumpulan Data ................................................... 39
3.5  Definisi Operasional .............................................................. 39
3.6  Metode Pengukuran .............................................................. 42 3.7  Metode Analisis Data............................................................. 45
BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................... 48 4.1  Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................... 48
 
RSUM Banda Aceh................................................................. 50
4.3  Keputusan Pengembangan VIP RSU Meuraxa Banda Aceh .. 78 4.4  Hasil Wawancara ................................................................... 89
4.5  Keterbatasan Penelitian .......................................................... 91
BAB 5 PEMBAHASAN ..................................................... 92 5.1  Analisis Faktor Internal terhadap Pengembangan VIP
RSUM ..................................................................................... 92 5.2  Analisis Faktor Eksternal terhadap Pengembangan VIP
RSUM ..................................................................................... 101
6.1  Kesimpulan ............................................................................ 108
6.2  Saran ....................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 113
 
Kelas C .................................................................................................... 21
4.2. Perhitungan Investasi Awal Pengembangan Ruang Rawat Inap VIP
di RSU Meuraxa Banda Aceh ................................................................ 54
4.3. Data Jumlah Pasien Rawat Inap Selama 4 Tahun Terakhir (2005 s/d
2008) di RSU Meuraxa Banda Aceh....................................................... 53
4.4. Penyusutan Aktiva Tetap ........................................................................ 56
4.5. Perhitungan Nilai NPV dengan DF=16% ............................................... 57
4.6. Perhitungan PP Berdasarkan Kas Bersih Per Tahun .............................. 58
4.7. Ketersediaan Sarana dan Prasarana di RSU Meuraxa Banda Aceh
Tahun 2007 ............................................................................................. 64
4.8. Kunjungan Pasien Rawat Jalan di RSU Meuraxa Tahun 2005-2008 ..... 64
4.9 . Proyeksi Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Jalan RSU Meuraxa Tahun
2009-2012 ............................................................................................... 65
4.10. Nilai BOR (%) Rawat Inap RSUM Tahun 2005-2008 .......................... 66
4.11. Estimasi Jumlah Kunjungan Rawat Inap VIP RSUM Tahun 2010 – 2019 ......................................................................................................
67
4.12. Sepuluh Penyakit Terbanyak di RSU Meuraxa Banda Aceh Tahun 2005-2008 ............................................................................................... 68
4.13 Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Kota Banda
Aceh 2007 ............................................................................................... 70
4.15. Pendapatan Domestik Bruto Berdasarkan Lapangan Kerja, Usaha dan
Harga di Kota Banda Aceh Selama Kurun Waktu 2005 s/d 2007 .......... 72
4.16. Pendapatan Perkapita di Kota Banda Aceh Tahun 2006-2007 ............... 73
 
4.17. Pertumbuhan Angkatan Kerja Penduduk di Kota Banda Aceh tahun
2006-2007 ............................................................................................... 73
4.18. Distribusi Pola Penyakit di Kota Banda Aceh Tahun 2007 .................... 74
4.19. Pencarian Pengobatan Berdasarkan Nilai BOR di Rumah Sakit di Kota Banda Aceh Tahun Selama Tahun 2005 s/d Agustus 2008 .................... 75
4.20. Distribusi Tempat Tidur dan Kebutuhan Tempat Tidur pada Rumah
Sakit di Kota Banda Aceh ....................................................................... 77
4.21. Analisis Situasi SDM Kesehatan di RSUM Kota Banda Aceh Tahun
2008......................................................................................................... 79
4.22 Analisis Pesaing dengan 4 RS Lain di Kota Banda Aceh....................... 85
4.23. Analisis Pencermatan Faktor Strategis Pengembangan VIP RSUM ...... 88
 
4.1. Grafik Estimasi Jumlah Pasien Rawat Inap selama 5 Tahun.................. 54
4.2. Analisis SWOT Berdasarkan Strategi dan Pilihan dalam Upaya
Pengembangan VIP RSUM .................................................................... 89
 
Meuraxa Banda Aceh ............................................................................ 116
3.  Perkiraan Pendapatan Unit Rawat Inap ................................................. 118
4.  Perkiraan Pendapatan Farmasi dan Bahan Medis Unit Rawat Inap VIP ......................................................................................................... 119
5.  Perkiraan Pendapatan Radiologi Unit Rawat Inap VIP ........................ 120
6.  Perkiraan Pengeluaran Unit Rawat Inap VIP ........................................ 121
7.  Perkiraan Pengeluaran Jasa Medis dan Para Medis Unit Rawat Inap
VIP ........................................................................................................ 122
8.  Proyeksi Laba (Rugi) Rumah Sakit Umum Meuraxa 2010 s/d 2019 .... 123
9.  Struktur Organisasi RSUM .................................................................... 128
10.  Blue Print Rumah Sakit Meuraxa .......................................................... 129
11.  Surat Keterangan Izin Penelitian ........................................................... 131
12.  Surat Keterangan Melakukan Penelitian ............................................... 132
13.  Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian ................................... 133
 
Kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
optimal dari rumah sakit cenderung terus meningkat. Fenomena ini menuntut pihak
rumah sakit untuk terus mengembangkan kualitas pelayanan atau peningkatan
kualitas pelayanan diantaranya, melalui pengembangan sarana dan prasarana, sistem
manajemen, sumberdaya manusia, dan lain-lainnya.
Rumah sakit menjadi simpul utama yang berfungsi sebagai pusat rujukan
dalam jejaring kerja pelayanan kesehatan. Mengelola rumah sakit merupakan tugas
yang rumit dan penuh tantangan. Sementara itu, dewasa ini perumahsakitan
 berkembang menjadi industri jasa rumah sakit sebagai industri jasa mempunyai
fungsi sosial dan fungsi ekonomi (Djojodibroto, 1997).
Biaya pengelolaan rumah sakit pemerintah tidak sepenuhnya dapat diandalkan
hanya dengan mengharapkan anggaran pemerintah (seperti APBN dan APBD) yang
relatif terbatas. Pada sisi lain terjadi peningkatan permintaan pelayanan rumah sakit
oleh penduduk. Kondisi ini mendorong rumah sakit mencari solusi lain, diantaranya
adalah mendirikan “paviliun swasta”, yaitu ruangan rawat inap yang dilengkapi
dengan sarana sangat memadai, dan pasien dipungut bayaran seperti halnya di rumah
sakit swasta (Iskandar, 1998).
 
  Keberadaan ruang perawatan VIP di rumah sakit pemerintah, dapat membuat
tenaga kesehatan termotivasi untuk memberikan kinerja terbaik, sebab tenaga
kesehatan dapat meningkatkan pendapatannya. Pada sisi lain, sebagian masyarakat
 percaya mutu merupakan sesuatu yang bersifat luks, mewah, dan mahal (Trisnantoro,
2005; Mukti, 2007).
disimpulkan bahwa rencana pengembangan dan realisasi ruang perawatan VIP
di rumah sakit dapat dikategorikan sebagai upaya mendirikan Business Unit. Upaya
mengembangkan sarana fisik rumah sakit, seperti pembangunan ruangan VIP, dan
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit yang melengkapi keberadaan ruangan
VIP, membutuhkan kajian faktor internal rumah sakit dan faktor eksternal rumah
sakit.
Menurut Azwar (1996) dan Rangkuti (2006), analisis lingkungan internal dan
lingkungan ektsernal merupakan landasan kritis dalam pengembangan ruang
 perawatan VIP. Metode analisis yang dapat digunakan antara lain adalah analisis
SWOT , yaitu kajian tentang faktor strengths atau kekuatan internal, weakneasses atau
kelemahan internal, opportunitie atau peluang eksternal, threats atau ancaman
eksternal.
 perubahan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu external forces (kekuatan eksternal)
yang berasal dari luar organisasi, dan  internal forces (kekuatan internal) bersumber
dari dalam organisasi. Kekuatan eksternal meliputi karakteristik demografis,
 
meliputi problem/prospek SDM, dan perilaku serta keputusan manajerial.
Ancaman yang paling menonjol dari lingkungan luar bagi kelangsungan hidup
rumah sakit sebagai institusi publik bidang kesehatan, adalah krisis kesehatan,
kepercayaan, dan etika sosial. Sebagai suatu sistem dan organisasi rumah sakit
terpapar terhadap lingkungan industri maupun lingkungan eksternal yang lebih luas.
Secara garis besar, variabel lingkungan yang berpengaruh terhadap rumah sakit dapat
dikelompokkan menjadi: lingkungan politik, hukum, perundang-undangan,
lingkungan etika, lingkungan sosial, lingkungan ekonomi, dan lingkungan teknologi
(Soeroso, 2002; dan Muninjaya, 2004).
Menurut Umar (2005) mengatakan  studi kelayakan digunakan untuk
memberikan penilaian berupa rekomendasi apakah sebaiknya proyek
(pengembangan/pembuatan rumah sakit) layak dikerjakan ataukah sebaiknya ditunda
dulu. Studi yang dilakukan tentunya meliputi berbagai aspek dan membutuhkan
 pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk memutuskannya. Secara umum aspek-
aspek yang akan dikaji dalam studi kelayakan meliputi aspek pasar dan aspek
 pemasaran, aspek teknik dan teknologi, aspek manajemen, aspek sumber daya
manusia, aspek keuangan/finansial, aspek ekonomi, sosial dan politik, aspek
lingkungan industri, aspek yuridis dan aspek lingkungan hidup.
Menurut Neuman dalam  Handajani (2003) bahwa  faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembangan rumah sakit adalah faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan adalah demografi,
 
 perkembangan alat, serta kemampuan pembiayaan. Faktor Internal yang
mempengaruhi pengembangan adalah analisis mutu pelayanan, karakteristik tenaga
medis dan perawat, pasien, keadaan keuangan, efisiensi biaya, organisasi,
 peningkatan produktifitas, dan penggunaan pelayanan dan fasilitas.
Rumah Sakit Umum Meuraxa (RSUM) adalah rumah sakit umum rujukan
type C, satu-satunya milik Pemerintah Kota Banda Aceh yang mulai beroperasi sejak
tahun 1997 dengan tipe D dan pada tahun 2003 menjadi rumah sakit tipe C dengan
 pengukuhan oleh Menteri Kesehatan RI No.009-E/Menkes/SK/I/2003, dan menjadi
 pusat rujukan seluruh puskesmas di Kota Banda Aceh, jumlah penduduk Kota Banda
Aceh yaitu 214.850 jiwa (Profil RSUM, 2007).
RSUM dalam rencana strategis menetapkan visi dan misinya dalam
 pencapaian tujuan dan sasarannya. Visi RSUM adalah menuju pelayanan prima dan
 profesional bertaraf daerah pada tahun 2010. Misi RSUM adalah meningkatkan
 pelayanan kesehatan secara paripurna, sesuai standard profesional, bermutu dan
terjangkau dalam rangka pencapaian dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat
secara optimal, meningkatkan manajemen SDM RSUM melalui penjenjangan karier,
 pendidikan dan pelatihan sesuai profesionalitasnya, menerapkan RSUM sebagai
rumah sakit rujukan, sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan kesehatan
sesuai kebutuhan secara tepat guna dan berdaya guna serta meningkatkan sarana dan
 prasarana RSUM sesuai dengan standar yang berlaku (Profil RSUM, 2006).
 
  Tenaga kesehatan yang bekerja di RSUM, adalah: (a) dokter spesialis obgin 1
orang dan THT 1 orang; (b) dokter umum sebanyak 29 orang dan dokter gigi 4 orang;
(c) tenaga paramedis sebanyak 172 orang, yang terdiri dari perawat 125 orang, bidan
47 orang. Kebutuhan tenaga spesialis RSUM dipenuhi dari kerjasama dengan RSU
Zainoel Abidin (RSUZA), yaitu RSU milik Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Jumlah tenaga RSUZA yang dapat bekerja sesuai keperluan RSUM
adalah sebanyak 74 dokter dengan berbagai jenis spesialisasi. Dalam rangka
memenuhi kebutuhan tenaga spesialis bagi RSUM, Pemerintah Kota Banda Aceh
telah mengirimkan tenaga dokternya untuk melanjutkan pendidikan yaitu sebanyak
14 orang dengan berbagai macam spesialisasinya (Profil RSUM, 2008).
Jumlah tempat tidur yang dimiliki Rumah Sakit Umum Meuraxa saat ini
sebanyak 106 unit, dengan perincian sebagai berikut: kelas III sebanyak 88 tempat
tidur. Jumlah tempat tidur yang ada untuk kelas II sebanyak 8 tempat tidur, dan untuk
kelas I adalah 10 tempat tidur (Bagian Pelayanan RSUM, 2008).
Perkembangan kinerja RSU Meuraxa sejak beroperasinya gedung baru
(Oktober 2007) tampak peningkatan dari jumlah kunjungan baik rawat inap maupun
rawat jalan. Jumlah pasien rawat inap RSU Meuraxa terjadi peningkatan sebanyak 3,5
kali sejak pindah ke gedung baru dengan fasilitas dan sarana yang sudah memadai
 bila dibandingkan dengan jumlah kunjungan rawat inap pada gedung sementara RSU
Meuraxa selama 3 tahun belakangan. Rata-rata kunjungan rawat inap selama
 beroperasinya gedung RSUM yang baru adalah 269 orang perbulan, sementara
sebelumnya hanya rata-rata 76 orang perbulan jadi peningkatan jumlah pasien rawat
 
inap pada tahun 2008 sebanyak 71 % bila dibandingkan dengan tahun 2007. Atas
dasar pertimbangan ini RSU Meuraxa ingin mengembangkan ruang perawatan untuk
VIP (Bagian Rekam Medik RSUM, 2008).
RSUM dalam upaya peningkatan mutu pelayanan juga sedang mempelajari
dan persiapan akreditasi untuk tahun 2009 untuk 12 kegiatan pelayanan standar yang
mengacu kepada surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
436/MENKES/SK/IV/1993. Hal ini sesuai dengan visi dan misi yang ingin dicapai
oleh RSUM di masa mendatang dalam rangka memberikan pelayanan sebaik
mungkin bagi masyarakat (Wawancara dengan bagian pelayanan RSUM, 2008).
Berdasarkan hasil wawancara dengan pimpinan RSUM (Maret, 2008)
diketahui bahwa salah satu masalah yang dihadapi RSUM yang merupakan satu-
satunya rumah sakit milik Pemerintah Kota Banda Aceh adalah terbatasnya sarana
 pelayanan yang dapat ditawarkan kepada masyarakat, khususnya masyarakat kelas
ekonomi menengah ke atas, yaitu tidak adanya ruangan rawat inap yang baik, dengan
kategori ruang VIP, merupakan salah satu alasan RSUM melakukan perencanaan
 pengembangan ruang rawat inap VIP sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas sekaligus sebagai upaya untuk
meningkatkan pendapatan RSUM yang juga dapat meningkatkan kesejahteraan staf.
Jumlah ruangan VIP yang direncanakan sebanyak 12 ruangan dengan lahan yang
tersedia seluas 500 m 2   yang berada pada bagian belakang RSUM. Luas 1 ruangan
direncanakan adalah 5 x 6,5 m 2
yang dibangun dalam 2 lantai.
 
  Profil Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2007), rumah
sakit swasta yang ada di Kota Banda Aceh saat ini berjumlah 5 buah yaitu RSU
Fakinah, RSU Harapan Bunda, RSU Malahayati, RSU Permata Hati dan Rumah Sakit
Bulan Sabit Merah. Tingkat hunian pada rumah sakit swasta Banda Aceh saat ini,
khususnya pada ruang VIP selalu dalam keadaan penuh, sehingga pasien sering kali
harus menunggu untuk dapat dirawat di ruang VIP. Berdasarkan hasil survey
 pendahuluan (April, 2008) di Rumah Sakit Tgk. Fakinah yang merupakan salah satu
rumah sakit swasta di Kota Banda Aceh yang terdekat dengan RSUM, dalam tahun
2007 dari jumlah pasien yang dirawat sebanyak 5738 orang dijumpai 4738 orang
atau 76,4 % menggunakan fasilitas VIP dan ini membuktikan bahwa kebutuhan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan terutama untuk kelas VIP cukup tinggi.
Banyak pasien yang berasal dari Kota Banda Aceh berobat ke luar wilayah
Banda Aceh seperti Medan, Jakarta bahkan ke luar negeri seperti Malaysia. Pada
tahun 2007 penerbitan paspor di Kantor Imigrasi Banda Aceh per hari rata-rata
sebanyak 50 pemohon dengan tujuan ke Malaysia, Mayoritas untuk berobat. Dapat
diestimasikan sekitar 1800 paspor yang diterbitkan pada tahun 2007. Sedangkan pada
akhir tahun 2007 hingga 2008 sampai bulan Mei jumlah masyarakat Aceh yang ke
Malaysia 11.237 orang (Kantor Imigrasi Banda Aceh, 2007; Air Asia, 2008).
Tingkat kepadatan penduduk Kota Banda Aceh yang merupakan
ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam cukup tinggi yaitu 3.501,47/km2.
Penghasilan perkapita penduduk Kota Banda Aceh tahun 2007 adalah Rp. 3.082.690,
rata-rata pekerjaan penduduk adalah PNS dan Swasta (Badan Statistik Banda Aceh,
2007; Profil Dinkes Nanggroe Aceh Darussalam, 2007).
 
  Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui bahwa pengembangan ruang
rawat inap suatu rumah sakit, seperti ruang perawatan VIP, membutuhkan kajian
faktor eksternal dan internal rumah sakit. Selaras pendapat para ahli yang telah
diuraikan di atas, dan kondisi RSUM yang akan mengembangkan ruang perawatan
VIP, maka sangat penting dilakukan analisis faktor internal RSUM (kajian kekuatan
dan kelemahan), yang meliputi kondisi: Ketenagaan, Keuangan, Standar kerja, Pola
Kunjungan Pasien, dan Struktur Organisasi. Selanjutnya penting dilakukan kajian
Faktor eksternal RSUM (kajian peluang dan ancaman), yang meliputi kondisi:
Demografi, Sosio Ekonomi, Morbiditas dan Mortalitas Penyakit, Pola Pencarian
Pelayanan Kesehatan, Kebijakan dan Peraturan, serta Geografi/Lokasi.
1.2.  Permasalahan 
sebagai berikut: 
1. Bagaimana kondisi (kekuatan dan kelemahan), yaitu: faktor internal RSUM,
meliputi kondisi: ketenagaan, keuangan, standar kerja, pola kunjungan pasien, dan
struktur organisasi dan kondisi (peluang dan ancaman), yaitu: faktor eksternal
RSUM, meliputi kondisi: demografi, sosio ekonomi, morbiditas dan mortalitas
 penyakit, pola pencarian pelayanan kesehatan, kebijakan dan peraturan,
geografi/lokasi.
2. Bagaimana penilaian investasi yang dapat menjadi landasan pengembangan ruang
rawat inap VIP RSUM.
 
1. Mengetahui dan menganalisis kondisi (kekuatan dan kelemahan) faktor internal
RSUM (meliputi kondisi: tenaga kesehatan, keuangan, peralatan, prosedur kerja
 pola kunjungan pasien, dan struktur organisasi); dan kondisi (peluang dan
ancaman) faktor eksternal RSUM (meliputi kondisi: morbiditas dan mortalitas
 penyakit, demografi, sosio ekonomi, pola pencarian pelayanan kesehatan,
geografi/lokasi).
2. Melakukan analisis investasi dalam pengembangan ruang rawat inap VIP RSUM
tahun 2007-2008 .
1.4.  Manfaat 
a.  RSU Meuraxa, dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk pengambilan
kebijakan pengembangan RSUM termasuk di dalamnya pengembangan ruang
rawat inap VIP.
 b.  Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada pengembangan
Ilmu Administrasi Rumah Sakit, khususnya di bidang keuangan dan strategi
 pengembangan rumah sakit.
dikembangkan bila bekerja di rumah sakit.
 
Rumah sakit (RS) adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang
menyediakan rawat inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan kesehatan
 jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik
dan rehabilitasi untuk orang-orang yang menderita sakit, cedera dan melahirkan
(Permenkes No. 1045/Menkes/Per/XI/2006).
Rumah sakit menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia adalah suatu lembaga dalam mata rantai Sistem Kesehatan Nasional yang
mengemban tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat (Iskandar, 1998).
Menurut  American Hospital Association dalam Aditama (2003) menyatakan
rumah sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah memberikan
 pelayanan kepada pasien-diagnostik dan terapetik untuk berbagai penyakit dan
masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah.
Rumah sakit umum pemerintah adalah rumah sakit umum milik pemerintah
 baik Pusat, Daerah, Departemen Pertahanan dan Keamanan maupun Badan Usaha
Milik Negara. Rumah sakit umum daerah adalah rumah sakit umum milik pemerintah
 provinsi, kabupaten/kota yang berlokasi di daerah provinsi, kabupaten dan kota
(Departemen Dalam Negeri, 2002).
 
  Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis minimal 4 spesialistik dasar yaitu penyakit
dalam, kesehatan anak, bedah dan obstetri-ginekologi dan ditambah dengan
 penunjang medik, yaitu: radiologi, anestesi/kamar operasi/ICU, laboratorium, gizi/
dapur, farmasi, IPSRS dan laundry (Depkes, 1992; dan Depkes, 1994).
Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri (2002) bahwa rumah sakit daerah
mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan yaitu: upaya penyembuhan,
 pemulihan, peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
Rumah sakit umum daerah mempunyai fungsi sebagai berikut:
(a) Penyelenggaraan pelayanan medis; (b) Penyelenggaraan pelayanan penunjang
medis dan non medis; (c) Penyelenggaraan pelayanan dan asuhan keperawatan;
(d) Penyelenggaraan pelayanan upaya rujukan; (e) Penyelenggaraan pendidikan dan
 pelatihan; (f) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan; (g) Penyelenggaraan
administrasi umum dan keuangan (Qanun Walikota Banda Aceh, 2006).
Menurut Permenkes No. 1045/Menkes/Per/XI/2006 bahwa Rumah Sakit
Umum Daerah Kelas C terdiri dari 1 Bagian dan paling banyak 2 Bidang, Bagian
terdiri paling banyak 3 Sub bagian dan masing-masing Bidang terdiri dari paling
 banyak 3 Seksi.
Menurut Qanun Walikota Banda Aceh (2006), susunan organisasi
RSUM Banda Aceh terdiri dari: (1) Direktur; (2) Sekretariat dan administrasi; (3)
Bidang pelayanan; (4) Bidang keperawatan; (5) Bidang perencanaan dan anggaran;
(6) Bidang pendidikan dan pengembangan; (7) Sub bagian dan sub bidang;
(8) Kelompok jabatan fungsional.
 
  Menurut Departemen Kesehatan (1998), Ruang rawat inap adalah ruang untuk
 perawatan pasien yang harus dirawat lebih dari 24 jam dan memerlukan suatu
 perawatan kesehatan yang intensif baik dalam hal pengobatan, pelayanan, yang sesuai
dengan kondisi pasien dengan mempergunakan prasarana dan sarana dari rumah
sakit. Ruang rawat inap rumah sakit dapat dikelompokkan dalam beberapa kelas
antara lain: (a) Ruang VIP; (b) Ruang kelas I fasilitas 2 orang, luas kamar kelas I
adalah ± 15 m 2 /tempat tidur, (c) Ruang kelas II fasilitas 3 orang, luas kamar kelas II
adalah ± 10 m 2 /tempat tidur, (d) Ruang kelas III fasilitas 6 sampai dengan 8 orang,
luas kamar adalah ± 8 m 2 /tempat tidur.
Berdasarkan lampiran surat keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik
Depkes RI No. 0159/Yan.Med/Keu/1987, pembagian jumlah tempat tidur dan kelas
 perawatan di rumah sakit, maka dari semua tempat tidur didistribusikan lebih dulu
untuk ruang  ICU/ICCU ,  Neonatus Intensive CareUnit ( NICU ), Perinatologi, Ruang
Rawat Intensif di UGD dan Unit Detoksifikasi ( High Care Unit ), dan selebihnya
dibagi untuk ruang perawatan kelas utama, kelas I, kelas II, dan kelas III. Adapun
standar luas ruang perawatan, yaitu : (a) Luas kamar VIP ± 21.5 m 2 /tempat tidur;
(b) Luas kamar kelas I ± 15 m 2 /tempat tidur; (c) Luas kamar kelas II ± 10 m
2 /tempat
tidur; (d) Luas kamar kelas III ± 8 m 2 /tempat tidur.
Pada suatu rumah sakit dalam merencanakan Unit rawat inap VIP perlu
ditetapkan dahulu prinsip dalam perencanaan instalasi rawat inap VIP. Pada
 perawatan terpadu (integrated care) untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang
 
kamar berorientasi kepandangan luar yang lapang atau ke arah taman dengan jumlah
 pasien 1 orang, dengan fasilitas KM/WC di dalam. Luas kamar VIP adalah ± 21,5
m 2 /tempat tidur (Depkes, 1998).
Menurut Jawes dalam Handajani (2002) menyatakan penggunaan ruang rawat
inap di Amerika dengan tipe 1 tempat tidur dengan satu toilet, untuk pasien adalah 18
m 2 , dan untuk perawat 5 m
2,   untuk selasar atau koridor 7 m
2 , dan total kebutuhan
ruang rawat inap VIP = 30 m 2  per tempat tidur. Loebis dkk (2001) mengatakan Luas
kamar untuk 1 orang adalah berukuran 10,00 – 15,00 untuk ruang deluxe dapat dibuat
lebih besar, dilengkapi dengan lemari dan perabot seperti televisi, AC, gorden, vas
 bunga dan kamar mandi.
Ruang VIP perlu dirancang agar mencerminkan suatu gambaran yang baik
dari rumah sakit dan pengguna fasilitas VIP dapat merasakan kenyamanan. Ruang
VIP dilengkapi dengan permadani, penempatan dari tempat duduk yang ditata untuk
 pengunjung VIP, tumbuhan hidup, ruang tunggu harus diatur dengan menarik.
Ruangan pasien yang dianjurkan adalah ukuran minimum kamar-satu bed pasien
tidak kurang dari 11,61 m 2 , (125 feet
2 ) dengan lebar minimal 3,81 meter. Banyak
rumah sakit yang memiliki ruangan VIP cukup luas sehingga dapat menampung 2
tempat tidur; dan kondisi ini juga memberikan keluwesan terhadap penambahan
kapasitas tempat tidur mendatang (Kunders, 2004).
Menurut Supriantoro dalam Yudiastuti (2002) menyatakan bahwa rumah sakit
merupakan salah satu bentuk perusahaan yang sangat kompleks, baik ditinjau dari
 
selalu dihadapkan pada lingkungan usaha yang berubah. Perubahan lingkungan usaha
rumah sakit di Indonesia, saat ini dihadapkan pada beberapa kondisi antara lain:
(1) Tantangan pasar global yang berdampak pada makin beratnya tingkat kompetisi
dalam fasilitas maupun kualitas pelayanan; (2) Krisis multidimensional yang
 berdampak semakin tingginya tingkat pembiayaan baik untuk operasional maupun
investasi dan perubahan pada perilaku konsumen; (3) Perkembangan tekhnologi
industri kesehatan yang mengalami kemajuan pesat.
Menurut Siagian (1995); Loebis dkk (2001) mengatakan bahwa rumah sakit
adalah fungsi yang selalu berubah dan berkembang, karena tingkat kebutuhan dan
kapasitas yang berubah, berkembangnya cara-cara dan alat-alat pengobatan baru,
 perubahan cara hidup masyarakat, jenis penyakit yang diderita juga berubah.
Tuntutan berbagai pihak yang berkepentingan, mengharuskan para manajer dalam
dunia bisnis untuk selalu terlibat dalam perubahan. Instrumen ilmiah untuk
mewujudkan perubahan tersebut dikenal dengan pengembangan organisasi, yaitu
suatu disiplin ilmu baru yang sangat banyak kaitannya dengan masalah-masalah
 perilaku organisasi.
yang
diharapkan di masa yang akan datang, suatu keadaan yang lebih baik. Pada
hakikatnya kehidupan manusia maupun organisasi diliputi oleh perubahan secara
 berkelanjutan. Di satu sisi karena adanya faktor eksternal yang mendorong terjadinya
 perubahan, di sisi lainnya justru dirasakan sebagai suatu kebutuhan internal (Wibowo,
2005).
 
  Menurut Hussey dalam Wibowo (2005) faktor yang menjadi pendorong bagi
kebutuhan akan perubahan, yaitu (a) Perubahan teknologi terus meningkat,
(b) Persaingan semakin intensif dan menjadi lebih global, yang menekankan pada
 pencapaian standar kualitas; (c) Pelanggan semakin banyak tuntutan, yang mengarah
 pada mutu produk; (d) Profil demografis negara berubah, yang berpengaruh terhadap
 pola kebutuhan masyarakat.
Robbins (2005) juga mengungkapkan ada 6 faktor yang merupakan kekuatan
untuk perubahan, yaitu: sifat tenaga kerja, teknologi, kondisi ekonomi, persaingan,
kecendrungan sosial, dan politik. Selanjutnya, menurut Kreitner dan Kinicki dalam 
Wibowo (2005) menjelaskan bahawa kebutuhan akan perubahan dipengaruhi oleh
dua faktor, yaitu external forces (kekuatan eksternal) berasal dari luar organisasi dan 
internal forces (kekuatan internal) bersumber dari dalam organisasi. Kekuatan
Eksternal meliputi karakteristik demografis (umur pendidikan, tingkat ketrampilan,
gender, migrasi, dan lain-lain), kemajuan teknologi, perubahan pasar, tekanan sosial
dan politik. Kekuatan internal, meliputi problem/prospek SDM, dan perilaku serta
keputusan manajerial. Beberapa faktor yang merupakan kekuatan di belakang
kebutuhan perubahan terencana, yaitu: perubahan dalam produk atau jasa, ukuran dan
struktur organisasi, sistem organisasi, dan introduksi teknologi baru.
Menurut Kunder (2004), untuk melakukan perubahan rumah sakit perlu
dilakukan kajian perencanaan yang dapat membantu lembaga atau badan
 pengelolanya. Rencana Induk (jangka panjang) rumah sakit mencakup bidang
studi/ analisis: (1) Kependudukan dari daerah yang dilayani; (2) Sosial ekonomi
 
kesehatan;
(4) Kekuatan dan kelemahan organisasi dan kompetensi utamanya; (5) Rencana
organisasional; (6) Ukuran dan fasilitas fisik termasuk bangunan dan keterbatasan
lahan; dan (7) Kelayakan finansial.
Menurut Umar (2005) mengatakan  secara umum aspek-aspek yang akan
dikaji dalam studi kelayakan meliputi: (a) Aspek pasar dan aspek pemasaran,
tergantung besar kecil bisnis yang akan dilakukan, umumnya hasil studi kelayakan
untuk aspek pemasaran akan memberikan informasi antara lain: bagaimana
segmentasi, target dan posisi produk ditetapkan, strategi bersaing, perkiraan
 penjualan yang bisa dicapai dan market share yang bisa dikuasai; (b) Aspek teknik
dan teknologi, meliputi strategi perencanaan dan kualitasnya juga tata letak
ruangannya; (c) Aspek manajemen, menyangkut perencanaan dan pengorganisasian
seperti rincian pekerjaan yang akan dikerjakan dan pembagian beban kerja dan
 pembentukan struktur organisasi; (d) Aspek Sumber Daya Manusia, seperti berapa
 jumlah karyawan yang dibutuhkan, penentuan deskripsi pekerjaan yang jelas,
 pelatihan dan pengembangan; (e) Aspek keuangan, meliputi penentuan kebutuhan
akan dana serta sumbernya, menentukan policy  aliran kas, penilaian rencana bisnis
terhadap prakiraan pemasukan dan pengeluaran dana investasi dengan metode
Profitability Index  (PI),  Net Present Value  (NPV),  Internal Rate of Return  (IRR),
Payback Period   (PP) dan  Break Event Point   (BEP); (f) Aspek ekonomi, sosial dan
 politik, meliputi: kondisi ekonomi dan peran pemerintah dapat menunjang rencana
 
 bisnis, kondisi sosial akan saling mempengaruhi rencana bisnis; (g) Aspek
lingkungan industri, meliputi: situasi dan kondisi ancaman masuk bagi usaha yang
akan dijalankan perlu diketahui kekuatan dan kelemahannya, situasi persaingan bisnis
 perlu diketahui untuk menentukan kekuatan, kekuatan tawar menawar pengguna jasa
dalam mempengaruhi harga produk yang akan ditawarkan; (h) Aspek yuridis yaitu
 berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku; dan (i) Aspek lingkungan hidup
yaitu menyangkut dengan proses pengelolaan dampak lingkungan dilaksanakan.
Supriono (1998) menyebutkan banyak faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi perusahaan/organisasi, yaitu: ekonomi, politik (termasuk pemerintah
dan aturan-aturannya), pasar dan persaingan, teknologi, sosial, geografi. Dalam
mencapai suatu keberhasilan suatu kegiatan maka perusahaan/organisasi menghadapi
tantangan-tantangan lingkungan, mereka harus melaksanakan analisis dan diagnosis
lingkungan secara efektif.
 Nitisemito dan Burhan (2004), secara konsepsional pola pikir dalam suatu
studi kelayakan dicerminkan oleh struktur variabel. Struktur variabel yang
mempengaruhi suatu studi kelayakan adalah: (1) Pasar, yang harus diperhatikan
antara lain: mutu/kualitas, brand loyalitas atau kefanatikan merek para konsumen,
struktur pasar meliputi kekuatan daya saing, organisasi pemasaran, promosi
 penjualan dan harga; (2) Finansial/keuangan, dukungan modal yang cukup; (3)
Pelaksanaan fungsi manajemen yang profesional; (4) Teknis, pemanfaatan
teknologi dan jumlah serta mutu SDM; (5) Faktor Lingkungan, meliputi sistem
nilai masyarakat, perundang-undangan dan sistem birokrasi; (6) Sosio-politik; dan
(7) Aspek yuridis.
 
  Kasmir dan Jakfar (2007) mengatakan ada beberapa aspek yang perlu
dilakukan studi kelayakan untuk menentukan kelayakan suatu usaha. Secara umum
 prioritas aspek-aspek yang diperlukan dilakukan studi kelayakan adalah sebagai
 berikut: (1) Aspek hukum, masalah kelengkapan dan keabsahan dokumen
 perusahaan, bentuk badan usaha, izin yang dimiliki; (2) Aspek pasar dan pemasaran,
 potensi pasar yang ada untuk produk yang ditawarkan, bagaimana strategi pemasaran
yang dijalankan, untuk menangkap peluang pasar yang ada; (3) Aspek keuangan,
 biaya apa saja yang dikeluarkan dan seberapa besar biaya yang akan dikeluarkan,
 juga seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika proyek ini dijalankan,
seberapa lama investasi yang ditanamkan akan kembali; (4) Aspek teknis/operasi,
mengenai lokasi usaha; (5) Aspek manajemen/organisasi, para pengelola usaha dan
struktur organisasi yang ada; (6) Aspek ekonomi sosial; (7) Aspek dampak
lingkungan.
mempengaruhi pengembangan rumah sakit adalah Faktor Internal dan Eksternal.
Faktor eksternal meliputi: demografi, epidemilogi, sosio ekonomi, permintaan
kelayakan, trend pelayanan kesehatan, dan perkembangan alat, kemampuan
 pembiayaan. Masyarakat cukup puas apabila kebutuhan (need ) dalam pelayanan
kesehatan diperoleh. Faktor internal meliputi: analisis mutu pelayanan, karakteristik
tenaga medis dan perawat, pasien, keadaan keuangan, efisiensi biaya, organisasi,
 peningkatan produktifitas, penggunaan pelayanan dan fasilitas.
 
merupakan landasan kritis dalam pengembangan ruang perawatan VIP. Metode
analisis yang dapat digunakan antara lain adalah analisis SWOT , yaitu kajian tentang
faktor strengths  atau kekuatan internal, weakneasses  atau kelemahan internal,
opportunitie atau peluang eksternal, threats atau ancaman eksternal. Analisis SWOT
atau analisis situasi adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi pengembangan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan  (strengths)  dan peluang (opportunitie),  namun secara
 bersamaan dapat meminimalkan kelemahan  (weakneasses)  dan ancaman  (threats).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi,
tujuan, strategi, dan kebijakan. Analisis SWOT membandingkan antara faktor
eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan
rumah sakit.
 pembuatan studi kelayakan adalah: (a) Pengusaha: dengan adanya studi kelayakan
 pengusaha akan mengetahui apakah gagasan usahanya layak untuk dilaksanakan
atau tidak sehingga dapat terhindar dari kerugian yang ditimbulkan oleh
kegagalan usaha. (b) Kreditor: bila dari segi studi kelayakan suatu proyek
dinyatakan layak untuk dilaksanakan maka dapat meyakinkan pihak kreditor
khususnya perbankan untuk memberikan kredit. (c) Penanam modal (Investor):
calon investorpun mempunyai kepentingan atas studi kelayakan yaitu untuk
 
Masyarakat/pemerintah: kepentingan studi kelayakan suatu proyek menyangkut
eksternal lities yakni efek atau dampak positif dan negatif yang ditimbulkan.
Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa sangat penting dilakukan
kajian faktor internal dan eksternal rumah sakit sebagai dasar pengambilan keputusan
dalam pengembangan rumah sakit, khususnya pengembangan ruang rawat inap.
2.2.  Studi Kelayakan Pengembangan Ruang Rawat Inap VIP Rumah Sakit
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan pada Sub Bab 2.1; dapat
diketahui bahwa dalam rangka pengembangan ruang perawatan VIP rumah sakit
diperlukan studi kelayakan atau studi pendahuluan, dengan fokusnya adalah
mengkaji tentang faktor internal dan faktor eksternal rumah sakit.
Studi kelayakan pada hakikatnya adalah suatu metode penjajakan dari suatu
gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha tersebut
dilaksanakan (Nitisemito dan Burhan, 2004).
2.2.1.  Studi Kelayakan Faktor Internal Rumah Sakit
Studi kelayakan untuk pengembangan ruang perawatan VIP rumah sakit,
membutuhkan kajian faktor internal rumah sakit untuk menetapkan faktor
kekuatan dan kelemahan, serta merumuskan solusi dari permasalahan yang
 
dapat ditetapkan aspek yang perlu dikaji dari faktor internal rumah sakit, meliputi:
(1) Ketenagaan,
(2) Keuangan, (3) Standar kerja, (4) Pola kunjungan pasien, dan (5) Struktur
organisasi.
Menurut Wijono (1999), untuk menentukan jumlah ketenagaan minimum bagi
rumah sakit kelas C dapat digunakan angka standar perbandingan antara jumlah
tempat tidur yang ada dan jumlah ketenagaan yang diperlukan (Tabel 2.1).
Tabel 2.1. Kebutuhan Tenaga Berdasarkan Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit
Tipe C
N
2 Tenaga Paramedis Perawatan 1 1
3 Tenaga Paramedis Non Perawatan 5 1 4 Non Medis 4 3
Standarisasi tenaga rumah sakit umum kelas C dengan 100 tempat tidur
adalah 174 orang dengan perincian sebagai berikut: (1) Dokter umum 2 orang,
(2) Dokter gigi 3 orang, (3) Dokter ahli bedah, obgin, penyakit dalam dan kesehatan
anak masing-masing 1 orang, (4) Apoteker 1 orang, (5) Penata rawat 5, (6) Perawat
30, (7) Pembantu perawat 90, (8) Bidan 6, (9) Penata rontgen 2, (10) Penata teknik
rontgen, (11) Penata gizi, (12) Pengatur gizi dan penata anestesi masing-masing 1,
(13) Asisten apoteker 2, (14) Penata analis 2, (15) Penata fisioterapi dan perawat gigi
masing-masing 1, (16) Statistisian tenaga terlatih, pengatur teknik dan house keeping 
 
(SKKA) masing-masing 2, (17) Sanitarian (SPPH) 1, (18) Sopir 4, (19) Planning dan
research  dan development   1, (24) Pengawasan 1, (25) Keuangan dan administrasi
masing-masing 5 orang (Wijono, 1999).
Analisis keuangan sangat penting dilakukan dalam upaya pengembangan
ruang rawat inap rumah sakit. Dalam aspek keuangan yang harus dilihat adalah: biaya
apa saja yang dikeluarkan dan seberapa besar biaya yang akan dikeluarkan, juga
seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika proyek ini dijalankan, berapa lama
investasi yang ditanamkan akan kembali. Untuk menentukan layak tidaknya suatu
investasi ditinjau dari aspek keuangan perlu dilakukan, dapat diukur dengan beberapa
kriteria, yang dijalankan tergantung dari kebutuhan masing-masing perusahaan dan
metode mana yang akan digunakan. Kriteria untuk mengukur suatu rencana investasi,
yaitu: (1)  Net Present Value  (NPV); (2)  Internal Rate of Return (IRR);
(3) Profitability Index (PI); (4) Payback Period (PP); (5) Accounting Rate of Return 
(ARR). Namun yang akan dibahas lebih mendalam hanya PP, NVP dan IRR. Setiap
usulan pengeluaran modal (capital expenditure) selalu mengandung dua macam
aliran kas (cash flow) yaitu: (a) Aliran kas keluar neto (net outflow of cash) yaitu
yang diperlukan dalam investasi baru; (b) Aliran kas masuk netto tahunan (net annual
inflow of cash), yaitu hasil dari investasi baru sering disebut net cash proceeds atau
cukup dengan istilah proceeds (Kasmir dan Jakfar, 2007).
Menurut Kasmir dan Jakfar (2007), Penilaian investasi berdasarkan
 pendapatan bersih dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti: (a)  Metode
Payback Period   (PP), adalah suatu periode yang menunjukkan berapa lama modal
 
 biaya investasi, dapat digunakan 2 macam model perhitungan, sebagai berikut:
 
PP = Tahun BersihKas
/  x 1 Tahun
 b.  Apabila kas bersih setiap tahun berbeda, maka PP dapat dicari sebagai berikut:
Investasi dikurangi kas bersih tahun pertama, kemudian hasilnya dikurangi kas
 bersih tahun kedua, dan seterusnya sampai sisanya tidak dapat dikurangi lagi.
Selanjutnya sisa kas bersih tersebut dibagi dengan kas bersih tahun berikutnya
lalu dikalikan dengan 1 tahun.
Semakin pendek waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi,
rencana investasi tersebut semakin menguntungkan atau semakin kecil waktu
 payback period , proyek tersebut semakin baik; (b) Metode Net Present Value atau
nilai bersih sekarang merupakan perbandingan antara PV kas bersih dengan PV
investasi selama umur investasi.
 NPV negatif, sebaiknya investasi ditolak
c.   Internal Rate of Return, IRR adalah alat untuk mengukur tingkat pengembalian
hasil intern. Ada dua cara yang digunakan untuk mencari IRR.
Cara pertama dengan menggunakan rumus:
IRR = i1 + 21
 x (i2 – i1)
 
Keterangan:
i1  = Tingkat bunga 1 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1) i2  = Tingkat bunga 2 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2)  NPV1  = Net Present value 1
 NPV2  = Net Present value 2
Cara kedua dengan menggunakan rumus:
IRR = P1 – C1 x 12
12
C1 = NPV1
C2 = NPV2
Kesimpulan: (1) Jika IRR lebih besar (>) dari bunga pinjaman, maka diterima; dan (2) Jika IRR lebih kecil (<) dari bunga  pinjaman, maka ditolak.
Analisis investasi diperlukan guna pengambilan keputusan investasi yang
 paling tepat dan sesuai serta menguntungkan bagi rumah sakit. Pengambilan
keputusan investasi lebih dikenal dengan istilah Capital Budgeting atau pengambilan
keputusan untuk alokasi modal (Rangkuti, 2006).
Menurut Keputusan Menteri kesehatan RI No. 582/MENKES/SK/VI/1997
 bahwa pola tarif adalah pedoman dasar dalam pengaturan dan perhitungan besaran
tarif rumah sakit. Tarif adalah sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan kegiatan
 pelayanan di rumah sakit, yang dibebankan kepada masyarakat sebagai imbalan atas
 jasa pelayanan yang diterimanya. Tarif rumah sakit diperhitungkan atas dasar unit 
cost dengan memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, rumah sakit setempat
lainnya serta kebijakan subsidi silang. Besaran tarif untuk rawat inap kelas II,I dan
 
utama ditetapkan oleh direktur rumah sakit setelah mendapat persetujuan dari Kepala
Kantor wilayah Departemen Kesehatan Provinsi setempat.
Tarif tidak hanya digunakan sebagai indikator biaya yang harus dibayar oleh
 pembeli, tetapi juga merupakan suatu tanda dari kualitas produk. Untuk banyak
 pembeli, aspek penting dari tarif konotasi dari kualitas. Tarif yang terbaik adalah tahu
 biaya yang dikeluarkan, tahu kemampuan masyarakat membayar, tahu tarif dari
Rumah sakit yang lain. Secara teoritis tarif harus memperhatikan: biaya, perilaku
 pesaing, kemampuan pasien (Sabarguna, 2003).
Kajian tentang Peralatan, sarana dan prasarana medis dan non medis, perlu
dilakukan dalam pengembangan ruangan perawatan rumah sakit di samping kajian
tentang biaya. Departemen Kesehatan (2007), menetapkan peralatan baik medis
maupun non medis, sarana dan prasarana yang menunjang fungsi rumah sakit harus
memenuhi persyaratan sesuai dengan standar yang berlaku, untuk menjadi pedoman
teknis sarana, prasarana dan peralatan kesehatan rumah sakit kelas C, yang digunakan
dalam proses perencanaan pengembangan rumah sakit.
Berbagai macam investasi dapat dilakukan di rumah sakit, antara lain adalah:
 pergantian peralatan medik yang lama dengan teknologi yang lebih baru,
 perluasan perlengkapan modal yang sudah ada misalnya penambahan kapasitas
dengan menambah ruangan bangsal, perluasan atau penambahan produk baru
dengan pembelian mesin atau peralatan baru yang belum pernah dimiliki, sewa
 peralatan baru
 
dan pembelian rumah sakit oleh sebuah rumah sakit yang lebih baik keadaan
keuangannya (Trisnantoro, 2005).
Menurut Departemen Kesehatan (1992), Data Sarana dan Prasarana, yaitu:
 jumlah rumah sakit, rata-rata puskesmas non tempat tidur dan tempat tidur dengan
rumah sakit, jumlah tempat tidur. Untuk melakukan perhitungan kebutuhan jumlah
tempat tidur dapat dirumuskan sebagai berikut, dapat digunakan rumus dari Griffith
(1987), yaitu:
Di mana:
KT = Kebutuhan tempat tidur
R = Jumlah penderita dirawat/1000 penduduk H = Rata-rata lama hari rawat penderita (ALOS)
P = Jumlah penduduk
Perhitungan tersebut dilakukan dengan menggunakan angka-angka R, H, P
dan TH, angka kebutuhan tempat tidur ini hasil perhitungan proyeksi 5 tahun
kedepan, untuk selanjut ditentukan rencana investasi.
Menurut Wiyono (1999) yang mengutip ketentuan Departemen Kesehatan,
standar pelayanan rumah sakit, berisi kriteria penting mengenai jenis disiplin
 pelayanan yang berkaitan dengan struktur dan proses pelayanan rumah sakit,
sesuai Surat Keputusan No. 436/Menkes/SK/VI/1993. Setiap jenis pelayanan
memuat sebagian atau keseluruhan standar, yaitu: standar falsafah dan tujuan,
 
dan prosedur, pengembangan staf dan program pendidikan, serta evaluasi dan
 pengendalian mutu.
Data penampilan kerja rumah sakit per tahun yang mencakup data penderita
rawat jalan yaitu data kunjungan pasien ke rawat jalan atau poliklinik, data
kunjungan pasien ke instalasi gawat darurat (IGD), data kunjungan pasien yang
masuk ke rawat inap dan jumlah hari rawat, BOR/pemanfaatan tempat tidur yang
dipergunakan untuk melihat berapa banyak tempat tidur di rumah sakit yang
digunakan pasien dalam jangka waktu tertentu nilai ideal BOR adalah 60 – 85 %,
LOS/lama rata-rata hari rawat pasien nilai ideal LOS adalah 6 – 9 hari; sebagai
 bagian dari upaya pengembangan ruang rawat inap rumah sakit (Departemen
Kesehatan, 1992). 
Menurut Kasmir dan Jakfar (2007), struktur organisasi menggambarkan tugas,
wewenang dan tanggung jawab setiap bagian atau unit organisasi, sehingga akan
mempermudah dalam melakukan pengendalian, pendelegasian/pembagian tugas dan
wewenang dalam organisasi.
Menurut Qanun Walikota Banda Aceh (2006), Susunan Organisasi RSUM
Banda Aceh terdiri dari: (1) Direktur; (2) Sekretariat dan administrasi; (3) Bidang
 pelayanan; (4) Bidang keperawatan; (5) Bidang perencanaan dan anggaran;
(6) Bidang pendidikan dan pengembangan; (7) Sub bagian dan sub bidang;
(8) Kelompok jabatan fungsional. Rincian tugas dan fungsi sesuai struktur organisasi.
 
 
Kajian faktor eksternal rumah sakit merupakan komponen dari studi
kelayakan untuk pengembangan ruang perawatan rumah sakit. Berdasarkan pendapat
 para ahli yang telah diuraikan pada Sub Bab 2.1, dapat diketahui berbagai faktor
eksternal rumah sakit yang perlu dikaji sebagai faktor ancaman dan peluang dalam
 pengembangan ruangan rawat inap di rumah sakit, diantaranya, adalah faktor
morbiditas dan mortalitas penyakit, demografi, sosio ekonomi, pola pencarian
 pelayanan kesehatan, kebijakan dan peraturan, lokasi, dan geografi.
Perlu dilakukan pengkajian morbiditas dan mortalitas penyakit sebagai salah
satu pertimbangan eksternal pengembangan ruang rawat inap rumah sakit. Data
morbiditas dan mortalitas mencakup angka kesakitan dan kematian per tahun
di rumah sakit yaitu: angka kesakitan 10 penyakit utama rawat jalan, angka kesakitan
10 penyakit utama rawat inap, angka kesakitan 10 penyakit utama penderita gawat
darurat, angka kematian kotor dan angka kematian bersih di rumah sakit (Departemen
Kesehatan, 1992). 
Faktor demografi merupakan salah satu faktor eksternal rumah sakit yang
harus dianalisis sebagai komponen pengembangan rumah sakit. Departemen
Kesehatan (1992), menetapkan bahwa data demografi yang harus dipahami untuk
 pengembangan fasilitas kesehatran, seperti rumah sakit, yaitu: luas wilayah, jumlah
 
kelamin, perkawinan, dan lainnya yang berkaitan dengan kependudukan.
Faktor sosio ekonomi perlu dikaji dalam upaya pengembangan rumah sakit.
Komponen penting yang perlu dikaji dari aspek sosio ekonomi, meliputi: tingkat
 pendidikan, variasi pekerjaan, pendapatan per kapita dari penduduk yang akan
dikembangkan dan kecenderungan pertumbuhan untuk memperkirakan
kemampuan biaya kesehatan (Departemen Kesehatan, 1992).
Menurut Trisnantoro (2005), faktor sosio ekonomi masyarakat erat kaitannya
dengan pola pencarian pelayanan kesehatan. Dalam analisis faktor eksternal,
mengetahui kemampuan masyarakat membayar pelayanan kesehatan dilakukan
melalui analisis demand   (permintaan). Rumah sakit harus memperhatikan keadaan
masyarakat, tingkat ekonomi atau penghasilan masyarakat, berpengaruh akan
 permintaan pelayanan kesehatan, terutama terhadap pelayanan bermutu dan tidak
harus menunggu lama (antrian); dan kondisi ini menjadi peluang untuk meningkatkan
 pendapatan, sekaligus menjadi ancaman bagi rumah sakit pemerintah dengan adanya
rumah sakit swasta yang menyediakan pelayanan yang lebih baik.
Pengkajian pola pencarian pelayanan kesehatan atau kebutuhan masyarakat
akan pelayanan kesehatan di rumah sakit pemerintah dan swasta, dukun, dan rumah
sakit di luar negeri, juga perlu dilakukan dalam pengembangan ruang rawat inap VIP
di rumah sakit; selaras kondisi sosio ekonomi dan perkembangan morbiditas dan
mortalitas (Trisnantoro, 2005).
 
Rancangan Qanun Kota Banda Aceh (2007), Pasal 26, mengatur tentang
 pelayanan kesehatan, yaitu: pemanfaatan atau pengembangan ruang untuk pelayanan
kesehatan, dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan penduduk dan juga
wajib memperhatikan aspek aksesibilitas masyarakat, suasana aman, nyaman dan
sejuk dengan mengedepankan penetapan dan penataan ruang yang tertib dan teratur.
Depkes (2007), dalam pengembangan ruang rawat di rumah sakit juga perlu
memperhatikan kondisi geografi atau lokasi setempat yang sesuai dengan standar
 persyaratan, yang meliputi:
1.  Letak yang strategis yaitu letak geografi rumah sakit harus mempunyai lokasi yang
mudah di jangkau oleh masyarakat, dari pencemaran, banjir dan tidak berdekatan
dengan rel kereta api, tempat bongkar muat barang, tempat bermain anak, pabrik
industri dan limbah pabrik (tidak tercemar oleh lingkungan luar rumah sakit) dan
 jauh dari kebisingan, tidak boleh berada satu gedung/satu halaman dengan pasar,
toko, supermarket, hotel, bioskop dan sebagainya (lokasi rumah sakit harus sesuai
dengan tata kota); dan tersedianya lahan parkir yang memadai, dan tidak
menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitarnya.
2.  Tersedianya infrastruktur dan fasilitas dengan mudah (instalasi air bersih, instalasi
listrik, instalasi air kotoran, instalasi komunikasi, dan lain-lain).
3.  Semua area rumah sakit harus mempunyai pencahayaan yang cukup untuk
mendukung kenyamanan dan penyembuhan pasien. Unit rawat inap harus
 berlokasi di daerah yang tenang, aman dan nyaman (Depkes RI, 2007).
 
mengatakan tujuan suatu studi kelayakan adalah: (a) Untuk mendapatkan proyeksi
kebutuhan (need ) dan permintaan (demand ) terhadap jumlah dan jenis pelayanan
medik di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu; (b) Untuk mendapatkan proyeksi
kebutuhan akan jumlah dan jenis sarana/fasilitas dan peralatan, tenaga dan dana yang
diperlukan untuk jangka waktu tertentu; (c) Untuk mendapatkan proyeksi secara
umum kemampuan pembiayaan yang ada untuk melaksanakan rencana
 pengembangan.
Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui kondisi kekuatan dan kelemahan
(faktor internal) dan kondisi peluang dan ancaman (faktor eksternal) rumah sakit
sebagai aspek yang akan dikaji dalam studi kelayakan pengembangan rumah sakit,
khususnya pengembangan ruang rawat inap VIP RSUM tahun 2008.
2.3.  Landasan Teori
Berdasarkan pendapat para ahli (seperti Kreitner, dkk dalam wibowo, 2005;
Kunder, 2004; Suratman, 2002; Nitisemito dan Burhan, 2004; Supriono, 1998;
Kasmir dan Jakfar, 2007) dapat disimpulkan bahwa dalam rangka pengembangan
ruang perawatan VIP rumah sakit, diperlukan studi kelayakan dengan fokusnya
adalah mengkaji tentang faktor internal dan faktor eksternal rumah sakit. Kajian
faktor internal (menetapkan kekuatan dan kelemahan) rumah sakit, meliputi faktor:
 
(1) Ketenagaan, (2) Keuangan, (3) Peralatan, (4) Standar kerja, (5) Pola kunjungan
 pasien, dan (6) Struktur organisasi; yang ditujukan untuk merumuskan solusi dari
 permasalahan yang terjadi.
Kajian tenaga kesehatan menggunakan standar ketenagaan minimum bagi
rumah sakit kelas C; dengan membandingkan jumlah tempat tidur dan tenaga,
sesuai keputusan Departemen Kesehatan. Adapun pengukuran kebutuhan jumlah
tempat tidur digunakan rumus Griffith (1987), yaitu:
KT = 365 xTH 
Menghitung penggunaan dana investasi pengembangan ruang rawat inap
rumah sakit, digunakan pendapat Kasmir dan Jakfar (2007), untuk mengukur rencana
investasi, yaitu: (1)  Net Present Value  atau NPV; (2)  Internal Rate of Return atau
IRR; (3) Profitability Index atau PI; (4) Payback Period atau PP; (5)  Accounting
 Rate of Return atau ARR. Namun yang akan dibahas lebih mendalam hanya PP, NVP
dan IRR.
Menteri Kesehatan No. 436/Menkes/SK/VI/1999, yang menetapkan indikator setiap
 jenis pelayanan harus memuat sebagian atau keseluruhan standar, yaitu: (1) Standar
falsafah dan tujuan, (2) Administrasi dan manajemen, (3) Staf dan pimpinan,
(4) Fasilitas dan peralatan, (5) Kebijakan dan prosedur, (6) Pengembangan staf dan
Program pendidikan, dan (7) Evaluasi dan pengendalian mutu.
 
  Kajian tentang penampilan kerja rumah sakit, khususnya pemanfaatan tempat
tidur atau  Bed Occupancy Rate  (BOR) dan lama rata-rata hari rawat pasien atau
 Lenght of Stay (LOS) per tahun, yang mencakup penderita rawat jalan, kunjungan
 pasien ke IGD, data rawat inap serta hari rawat, menggunakan stadar Depkes (1992),
yaitu: nilai ideal BOR = 60 – 85 %, dan nilai ideal LOS = 6 – 9 hari.
Kajian tentang struktur organisasi difokuskan pada ketentuan Qanun Walikota
Banda Aceh (2006), yang menetapkan struktur organisasi RSUM Banda Aceh terdiri
dari: (1) Direktur; (2) Sekretariat dan administrasi; (3) Bidang pelayanan; (4) Bidang
keperawatan; (5) Bidang perencanaan dan anggaran; (6) Bidang pendidikan dan
 pengembangan; (7) Sub bagian dan sub bidang; (8) Kelompok jabatan fungsional.
Berdasarkan hasil studi kepustakaan yang telah diuraikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa dalam rangka pengembangan ruang perawatan VIP rumah sakit,
 juga diperlukan kajian tentang faktor eksternal (merumuskan ancaman dan peluang)
rumah sakit, meliputi faktor: morbiditas dan mortalitas penyakit, demografi, sosio
ekonomi, pola pencarian pelayanan kesehatan, dan geografi/lokasi yang sesuai
dengan standar persyaratan yang berlaku.
Kajian morbiditas dan mortalitas penyakit ditujukan untuk
memperhitungkan jumlah dan jenis penyakit serta jumlah dan sebab kematian; yang
terkait dengan tugas pokok rumah sakit. Yang mencakup angka kesakitan dan
kematian per tahun
di rumah sakit, yaitu: Angka kesakitan 10 penyakit utama rawat jalan di rumah sakit,
Angka kesakitan 10 penyakit utama rawat inap di rumah sakit, Angka kesakitan 10
 
 penyakit utama penderita gawat darurat, Angka kematian kotor, Angka kematian
 bersih.
dianalisis untuk pengembangan rumah sakit, yaitu: luas wilayah, jumlah penduduk,
angka kepadatan penduduk, distribusi penduduk menurut umur, jenis kelamin,
 perkawinan, dan
 
 pengembangan penyediaan sarana pelayanan kesehatan untuk masyarakat di suatu
wilayah.
 pendapatan per kapita dari penduduk yang akan dikembangkan dan kecenderungan
 pertumbuhan untuk memperkirakan kemampuan biaya kesehatan. Faktor sosio
ekonomi dikaji berkaitan dengan pola pencarian pelayanan kesehatan. Tingkat
ekonomi atau penghasilan masyarakat yang meningkat diasumsikan berpengaruh
akan permintaan pelayanan kesehatan, terutama terhadap pelayanan bermutu dan
tidak harus menunggu lama (antrian). Kajian status ekonomi dan pencarian pelayanan
kesehatan merupakan peluang untuk meningkatkan pendapatan dan juga sekaligus
menjadi ancaman bagi rumah sakit pemerintah dengan adanya rumah sakit swasta
yang menyediakan pelayanan yang lebih baik (Depkes, 1992; Trisnantoro, 2005).
Pelayanan kesehatan rumah sakit berpedoman pada Qanun Kota Banda Aceh
(2007), Pasal 26, yaitu: pemanfaatan atau pengembangan ruang untuk pelayanan
kesehatan, dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan penduduk dan
wajib memperhatikan aspek aksesibilitas masyarakat, suasana aman, nyaman dan
sejuk dengan mengedepankan penetapan dan penataan ruang yang tertib dan teratur.
Pengembangan rumah sakit perlu memperhatikan kondisi geografi atau lokasi
setempat sesuai dengan ketetapan Depkes (2007), yaitu: lokasi rumah sakit harus
 
 juga tersedianya lahan parkir yang memadai, dan tidak menyebabkan pencemaran
lingkungan di sekitarnya, selain itu harus tersedianya infrastruktur dan fasilitas
dengan mudah, serta area rumah sakit harus mempunyai pencahayaan yang cukup
untuk mendukung kenyamanan dan penyembuhan pasien. Unit rawat inap harus
 berlokasi di daerah yang tenang, aman dan nyaman.
Rangkuti (2006), metode analisis yang dapat digunakan antara lain adalah
analisis SWOT , yaitu kajian tentang faktor strengths  atau kekuatan internal,
weakneasses  atau kelemahan internal, opportunitie atau peluang eksternal, threats
atau ancaman eksternal. Analisis SWOT atau analisis situasi adalah identifikasi
 berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengembangan. Analisis
SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor
internal kekuatan dan kelemahan rumah rakit.
Berdasarkan uraian di atas, maka kajian kondisi rumah sakit dalam rangka
 pengembangan ruang rawat VIP, menggunakan variabel: (1) Faktor internal untuk
kajian kekuatan dan kelemahan, meliputi kondisi tenaga kesehatan, keuangan,
 peralatan, prosedur kerja, pola kunjungan pasien, dan struktur organisasi; dan
(2) Faktor eksternal untuk kajian peluang dan ancaman, meliputi: morbiditas dan
mortalitas penyakit, demografi, sosio ekonomi, pola pencarian pelayanan
kesehatan, dan geografi/lokasi.
 
Berdasarkan landasan teori yang mengutip pendapat para ahli (seperti
Kreitner, dkk dalam wibowo, 2005; Kunder, 2004; Suratman, 2002; Nitisemito dan
Burhan, 2004; Supriono, 1998; Kasmir dan Jakfar, 2007), dapat disusun kerangka
konsep penelitian yang dapat dirinci (Gambar 2.1) sebagai berikut:
INPUT  HASIL 
e. Pola kunjungan pasien
e. Geografi/lokasi
Berdasarkan kerangka konsep penelitian, dapat didefinisikan konsep
 penelitian sebagai berikut:
1.  Rumah sakit adalah suatu institusi atau sarana pelayanan yang fungsi utamanya
memberi pelayanan, diagnostik, dan terapeutik kepada pasien; yang dalam
 penelitian ukuran rumah sakit ditetapkan adalah Tipe C.
 
2.  Rumah sakit Tipe C adalah sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medis, minimal 4 spesialistik dasar (penyakit dalam,
kesehatan anal, bedah, dan obgin); dan memiliki ruang rawat inap untuk merawat
 pasien.
3.  Kondisi internal rumah sakit adalah keadaan segala sesuatu yang dimiliki rumah
sakit yang bersifat material maupun non material, yang dalam penelitian ini diukur
dari aspek tenaga kesehatan, keuangan, peralatan, prosedur kerja, pola kunjungan
 pasien, dan struktur organisasi.
4.  Kondisi eksternal rumah sakit adalah keadaan segala sesuatu yang berada pada
lingkungan luar rumah sakit dan dapat mempengaruhi kondisi rumah sakit; yang
dalam penelitian ini diukur dari aspek morbiditas dan mortalitas penyakit,
demografi, sosio ekonomi, pola pencarian pelayanan, kesehatan, dan geografi/
lokasi.
 
dilakukan di Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh dengan menggunakan
analisis trend pada faktor internal dan eksternal serta analisis pembiayaan untuk
menentukan kelayakan pengembangan ruang rawat inap VIP.
3.2.  Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSU Meuraxa Kota Banda Aceh Provinsi
 Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di Jalan Soekarno-Hatta Desa Mibo
Kecamatan Banda Raya Banda Aceh. Penelitian ini dimulai dengan melakukan
 penelusuran literatur, survey awal, konsultasi judul dengan ketua program, konsultasi
dengan dosen pembimbing, mempersiapkan proposal penelitian, seminar proposal,
 pengumpulan data, melakukan pengolahan dan analisis data, penyusunan hasil
 penelitian, seminar hasil penelitian dan ujian komprehensif. Penelitian dilaksanakan
selama 10 bulan terhitung Maret 2008 sampai dengan Desember 2008.
3.3.  Subyek dan Informan Penelitian
Subyek penelitian ini adalah data dan informasi tentang kondisi internal dan
eksternal dalam pengembangan ruang VIP berupa laporan tahunan, kunjungan pasien,
ketersediaan dana dan fasilitas serta SDM di RSU Meuraxa.
 
 penelitian ini adalah direktur RSU Meuraxa Banda Aceh
3.4.  Metode Pengumpulan Data
 pengumpulan data sekunder, yaitu: pengumpulan data internal melalui laporan
tahunan ataupun bulanan yang ada kaitannya dengan rawat jalan dan rawat inap juga
data pendukung lainnya dari bagian keuangan berupa informasi pendapatan dan
 pengeluaran serta tarif maupun biaya di rumah sakit.
Pengumpulan data eksternal yang berhubungan dengan data demografi, sosio
ekonomi masyarakat di wilayah rumah sakit bersumber dari Badan Pusat Statistik
(BPS) dalam kurun waktu 4 tahun (2005 – 2008), pendukung data lain yaitu
morbiditas dan mortalitas penyakit di rumah sakit.
Selain itu dalam penelitian ini juga mewawancarai direktur RSU Meuraxa
untuk memperoleh informasi tentang pengembangan ruangan VIP RSU Meuraxa
Banda Aceh.
3.5.  Definisi Operasional
1.  Kondisi internal rumah sakit adalah keadaan segala sesuatu yang dimiliki rumah
sakit yang bersifat material maupun non material, yang dalam penelitian ini
diukur dari aspek tenaga kesehatan, keuangan, peralatan, prosedur kerja, pola
kunjungan pasien, dan struktur organisasi.
 
2.  Kondisi eksternal adalah keadaan segala sesuatu yang berada pada lingkungan
luar rumah sakit dan dapat mempengaruhi kondisi rumah sakit; yang dalam
 penelitian ini diukur dari aspek morbiditas dan mortalitas penyakit, demografi,
sosio ekonomi, pola pencarian pelayanan kesehatan dan geografi/lokasi.
3.  Kunjungan rawat jalan: adalah kunjungan pasien baru dan lama yang datang
di poliklinik rawat jalan yang tercatat direkam medik selama satu tahun yang
membutuhkan pelayanan singkat dalam penyembuhan suatu penyakit yang
dideritanya, dan tidak memerlukan rawat inap.
4.  Kunjungan rawat inap: adalah kunjungan pasien baru dan lama yang datang
dirawat inap yang tercatat direkam medik selama satu tahun yang membutuhkan
 pelayanan rawat inap.
5.  Ruang rawat inap VIP adalah tempat yang digunakan untuk pasien rawat inap
yang memerlukan suatu perawatan kesehatan untuk pengobatan, pelayanan, yang
sesuai dengan kondisi pasien dengan mempergunakan prasarana dan sarana dari
rumah sakit khususnya di ruang VIP.
6.  Keuangan, kemampuan rumah sakit dalam menyediakan dana yang digunakan
untuk pengembangan ruang rawat inap VIP yang dapat berupa investasi (gedung,
 peralatan medis, peralatan non medis, operasional dan pemeliharaan).
7.  Demografi adalah data dan informasi mengenai kependudukan dilihat dari rata-
rata pertahun yang meliputi: jumlah penduduk, luas wilayah, distribusi penduduk
menurut pendidikan dan status pekerjaan.
 
8.  Morbiditas dan mortalitas adalah angka kesakitan dan angka kematian baik rawat
 jalan dan rawat inap yang ada di masyarakat yang diperoleh dari laporan
kesehatan kabupaten yang digunakan untuk melihat pola penyakit yang banyak
terjadi di masyarakat.
9.  Sosio ekonomi adalah kemampuan sosial dan ekonomi masyarakat yang
digunakan untuk memperkirakan kemampuan pembiayaan terhadap layanan
kesehatan yang dihitung dari perkapita penduduk di daerah Banda Aceh.
10. Fasilitas ruang rawat inap VIP adalah barang dan perlengkapan yang disediakan
di ruangan VIP rumah sakit.
11. Analisis tempat tidur adalah analisis kebutuhan tempat tidur yang dapat dihitung
dengan menggunakan rumus J.R.Griffith (1987).
12. Analisis trend adalah analisis yang dilakukan untuk memproyeksikan dalam
kurun waktu sepuluh tahun, yaitu: jumlah kunjungan rawat jalan, rawat inap, serta
sumber dana, data demografi, morbiditas, sosio ekonomi dan fasilitas rumah sakit,
dari hasil ini didapatkan gambaran mengenai masalah yang ada di masyarakat.
13. Analisis kemampuan pembiayaan adalah analisis yang digunakan untuk
menghitung investasi dengan cara menghitung NPV ( Net Present Value), IRR
( Internal Rate of Return) dan PP (Payback Period ) dengan menggunakan rumus
yang berlaku.
14.  NPV ( Net Present Value) , yaitu nilai bersih sekarang merupakan perbandingan
antara PV kas bersih dengan PV investasi selama umur investasi.
 
15.  IRR ( Internal Rate of Return) adalah alat untuk mengukur tingkat pengembalian
hasil intern.
16. PP (Payback Period ) adalah suatu periode yang menunjukkan berapa lama modal
yang ditanamkan dalam proyek dapat kembali/pengembalian biaya investasi.
Dalam menghitung PP dapat menggunakan 2 macam model perhitungan yaitu
model dengan kas bersih setiap tahunnya sama dan kas bersih setiap tahunnya
tidak sama/berbeda.
17. Pengembangan VIP adalah keputusan akhir yang diperoleh dari hasil analisis
trend, analisis kebutuhan tempat tidur dan analisis pembiayaan.
3.6.  Metode Pengukuran
1. Analisis faktor internal adalah analisis yang dilakukan terhadap faktor-faktor
di dalam organisasi dengan indikator sarana-prasarana, yang berhubungan dengan
 pola kunjungan pasien yang berobat dan di rawat di RSU Meuraxa, organisasi dan
manajemen RSUM meliputi SDM dan keuangan
a. Cara Ukur : Melihat data laporan tahunan RSU Meuraxa dan tahun 2005
s/d 2008, menghubungi dan melakukan wawancara dengan
 beberapa pihak terkait.
 b. Alat Ukur : Pemeriksaan hasil data yang diperoleh dan data sekunder
RSUM dan hasil wawancara.
c. Hasil Ukur : 1) Jenis pelayanan kesehatan yang dilakukan di RSUM saat
ini dan proyeksinya untuk 5 tahun ke depan.
 
4)  Laporan keuangan.
6)  Struktur organisasi.
yang berhubungan dengan demografi, morbiditas, peningkatan demand/sosio
ekonomi dan supply  tempat tidur ruang perawatan terutama VIP di rumah sakit
sekitar RSU Meuraxa. Faktor ini untuk mendapatkan gambaran pengaruh dari
lingkungan luar penelitian.
a. Cara Ukur : Mengutip data BPS untuk wilayah Banda Aceh dan buku
 profil kesehatan Banda Aceh tahun 2005 sd 2008 serta profil
kesehatan Nanggroe Aceh Darussalam 2006-2007 mengutip
data rumah sakit pesaing dari profil kesehatan.
 b. Alat Ukur : Pemeriksaan buku-buku dan BPS maupun profil kesehatan
serta hasil data dan rumah sakit pesaing.
c. Hasil Ukur : 1) Jumlah penduduk Banda Aceh menurut jenis kelamin, kelompok umur, jenis
 penyakit/morbiditas.
2) Daftar pendapatan perkapita penduduk Banda Aceh.
3) Cakupan pelayanan ruang perawatan VIP rumah sakit pesaing (BOR masing-masing
ruang perawatan VIP).
3. Proyeksi kebutuhan tempat tidur ruang perawatan adalah menghitung kebutuhan
tempat tidur ruang perawatan berdasarkan rumus J.R. Griffith (1987).
a. Cara Ukur : Menghitung kebutuhan tempat tidur.
 b. Alat Ukur : Menggunakan rumus J R Griffith.
 
c. Hasil Ukur : Jumah kebutuhan tempat tidur di RSUM dan di ruang
 perawatan VIP.
4. Rencana pengembangan adalah menghitung kebutuhan peralatan medis dan non
medis sesuai dengan jumlah kebutuhan tempat tidur yang diputuskan oleh RSUM.
a. Cara Ukur : Menghitung kebutuhan peralatan medis dan non medis.
 b. Alat Ukur : Dengan cara memperkirakan dan membandingkan
kebutuhan berdasarkan standar departemen kesehatan untuk
rumah sakit kelas C dan berdasarkan kebutuhan RSU
Meuraxa.
c. Hasil Ukur : Peralatan RSUM sesuai standar rumah sakit tipe C atau
tidak.
ruang perawatan berdasarkan asumsi.
a. Cara Ukur : Menghitung investasi.
 b. Alat Ukur : Asumsi dari perhitungan jumlah ruangan, luas bangunan dan
kebutuhan alat medik serta non medik.
c. Hasil Ukur : Dengan cara menghitung:
1)   Net Present Value (NPV)
2)   Internal Rate of Return (IRR).
3)  Payback Period (PP).
 
Untuk menghitung proyeksi keuangan ini asumsi yang akan digunakan untuk
mendapatkan kas bersih pertahun adalah dengan asumsi pendapatan yang tidak
sama untuk setiap tahunnya. Dalam menghitung estimasi pendapatan untuk ruang
VIP adalah berdasarkan tarif pertahun dengan rata-rata lama tinggal pasien (LOS)
di RSUM dengan asumsi peningkatan tarif setiap 3 tahunnya berdasarkan rata-
rata nilai tumbuh pasien dan mengikuti tingkat pendapatan masyarakat.
6. Keputusan layak atau tidak layak adalah keputusan yang diambil dari hasil semua
 perhitungan dan penilaian kelayakan secara ekonomis.
a. Cara ukur : Menganalisis hasil perhitungan keuangan.
 b. Alat Ukur : Hasil perhitungan proyeksi keuangan (NPV, IRR, dan PP).
c. Hasil Ukur : Rumusan akan keputusan layak/tidak layak secara ekonomis.
3.7.  Metode Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis secara kuantitatif dalam bentuk
trend selama empat tahun (tahun 2005 s/d 2008) dengan cara membuat analisis
situasi rumah sakit menggunakan analisis SWOT yaitu kombinasi dan
membandingkan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses)
dengan faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang
 berpedoman pada diagram SWOT (Rangkuti, 2008), sebagai berikut:
 
 
BERBAGAI PELUANG
KELEMAHAN INTERNAL
KEKUATAN INTERNAL
diversifikasi
Keterangan :
tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan
 peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini
adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth
oriented strategy).
adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka
 panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).
Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain
 pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus
 
internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih
 baik.
Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan
tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
 
Rumah Sakit Umum Meuraxa (RSUM) pada awalnya merupakan rumah sakit
milik Yayasan Meuraxa yang didirikan oleh tokoh-tokoh masyarakat Kecamatan
Meuraxa Kota Banda Aceh, yang kemudian secara resmi menyerahkan rumah sakit
kepada Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Aceh melalui Gubernur Daerah
Istimewa Aceh pada tanggal 26 April 1997 dengan Surat Nomor 15/PKS/1997.
Sejalan dengan perubahan waktu sampai pada tahun 2003 RSUM ditetapkan
sebagai Rumah Sakit Umum Kelas C berdasarkan Surat Keputusan Walikota Banda
Aceh Nomor 474/10009/2003 tanggal 08 Oktober 2003, serta pengukuhan Menteri
Kesehatan pada tanggal 19 Desember 2003 menjadi rumah sakit rujukan kelas C
milik Pemerintah Kota Banda Aceh.
Secara struktural sampai tahun 2007 yang mengacu pada Peraturan Daerah
 No. 07 Tahun 2006, tata kerja dan organisasi RSUM terdiri dari: (1) Direktur rumah
sakit; (2) Kepala sub bagian sekretariatan dan rekam medik; (3) Kepala sub bagian
keuangan dan program; (4) Kepala seksi keperawatan dan (5) Kepala seksi
 pelayanan. Selain itu dibawahi oleh enam kepala sub seksi dan delapan kaur, yaitu
kasubsie pelayanan I, pelayanan II, pelayanan III, asuhan keperawatan, mutu dan
etika keperawatan, dan kasubsie logistik keperawatan, selain itu terdiri dari kaur, tata
 
dana, kaur perbendaharaan dan rekam medik.
Berdasarkan rencana strategis RSUM Banda Aceh, berikut dapat dijabarkan
visi, misi, tujuan, dan sasaran RSUM.
(1) Visi RSUM
“Menuju Pelayanan Prima dan Profesional Bertaraf Daerah pada Tahun 2010”
(2) Misi RSUM
 peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
 b.  Meningkatkan manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) RSUM melalui
 penjenjangan karir, pendidikan, dan pelatihan sesuai profesionalitasnya.
c.  Menerapkan RSUM sebagai rumah sakit rujukan, sarana pendidikan,
 penelitian dan pengembangan kesehatan sesuai dengan kebutuhan, secara
tepat guna dan berdaya guna.
d.  Meningkatkan sarana dan prasarana RSUM sesuai dengan standar yang
 berlaku.
(3) Tujuan RSUM
a.  Mewujudkan pelayanan RSUM dengan kualitas dan kuantitas yang prima dan
sesuai dengan standar profesional, cepat, tepat dan terjangkau.
 b.  Memberikan pelayanan kesehatan yang bernuansa Islami dalam bentuk
 pengobatan, penyuluhan dan rehabilitasi melalui pendekatan kemitraan,
 pembinaan dan bimbingan kekeluargaan.
 
dan sesuai dengan kebutuhan melalui pendidikan, pembinaan, dan
 pengembangan profesi.
d.  Mendorong dan mendukung peran serta masyarakat dalam meningkatkan
derajat kesehatan secara optimal baik langsung maupun tidak langsung.
e.  RSUM secara proaktif ikut serta memperluas jaringan kerja sama lintas
sektoral untuk mewujudkan masyarakat sehat 2010.
(4) Sasaran RSUM
sesuai dengan standar profesional, cepat, tepat dan terjangkau.
 b.  Terwujudnya pelayanan kesehatan bernuansa Islami.
c.  Terwujudnya kebutuhan SDM proporsional dan profesional secara maksimal.
d.  Terwujudnya peran aktif masyarakat dalam mewujudkan derajat kesehatan
secara optimal dan berkesinambungan.
e.  Terciptanya jaringan kerja sama lintas sektoral secara erat dan
 berkesinambungan dalam upaya mendukung pelayanan kesehatan.
4.2.  Analisis Situasi Pengembangan Ruang Perawatan VIP RSUM Banda
Aceh
(SWOT)
 
Kondisi internal dalam penelitian ini adalah keadaan segala sesuatu yang
dimiliki rumah sakit yang bersifat material maupun non material, yang dalam
 penelitian ini diukur dari aspek tenaga kesehatan, keuangan, peralatan, prosedur
kerja, pola kunjungan pasien, dan struktur organisasi.
A.  Analisis Situasi Ketenagaan
Tabel 4.1. Analisis Situasi Ketenagaan di RSU Meuraxa Banda Aceh Sampai
Juli 2008
Obgyn dan THT
4 Apoteker 2 0.46
5 Perawat 125 28.87 S1 8 dan D3 117 orang
6 Bidan 47 10.85
7 Anestesi 1 0.23
8 Penata Rontgen 5 1.15
9 Penata Gizi 15 3.46 S1 1 dan D3 14 orang
10 Asisten Apoteker 25 5.77
11 Penata Analis 15 3.46
12 Penata Fisioterapi 5 1.15
13 Perawat Gigi 14 3.23
14 Sanitarian 12 2.77
  Total 433 100.0
Berdasarkan Tabel 4.1. diketahui bahwa jenis tenaga kesehatan paling banyak
adalah non medis yaitu sebanyak 132 orang (30,48%), dan berdasarkan jenis tenaga
 paramedis terbanyak adalah perawat yaitu sebanyak 125 orang (28,87%). Di RSUM
 juga tersedia dokter spesialis yaitu sebanyak 2 orang yang terdiri dari Dokter spesialis
THT, dan spesialis Obgyn dan dokter umum sebayak 29 orang.
 
Analisis keuangan dalam penelitian ini meliputi dua tahap yaitu tahap
(1) perhitungan investasi awal, (2) estimasi jumlah pasien yang menggunakan
ruangan VIP periode 10 tahun, (3) dan penilaian Investasi.
1.  Asumsi-asumsi yang Digunakan
Berdasarkan hasil analisis dan informasi dari pihak rumah sakit. Masa
konstruksi pembangunan ruang rawat inap VIP direncanakan tahun 2009 sehingga
ruang rawat inap VIP mulai beroperasi pada tahun 2010. Dalam perhitungan aliran
kas bersih pajak penghasilan yang digunakan adalah 15 % sesuai dengan ketetapan
Pemerintah Kot