2007-2-00553 bab ii

Upload: azwar-cx

Post on 14-Oct-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB 2

    LANDASAN TEORI

    Pada bab ini dijelaskan landasan teori dari transformasi wavelet khususnya

    Daubechies yang akan dipergunakan dalam pembuatan aplikasi untuk peramalan curah

    hujan. Untuk membantu dalam merancang user interface dan arus kontrol dari aplikasi

    yang akan dihasilkan, maka terlebih dahulu dijelaskan landasaran teori perancangan

    State Transition Diagram .

    2.1. Sinyal

    2.1.1. Pengertian Frekuensi

    Kebanyakan dari sinyal dalam prakteknya, adalah sinyal domain-waktu dalam

    format mentahnya. Berarti, apapun sinyal yang diukur adalah fungsi waktu, dimana

    ketika kita memplot salah satu sumbu dengan variabel waktu (variabel independen)

    maka variabel lainnya (variabel dependen) biasanya adalah amplitudo. Ketika kita

    memplot sinyal domain-waktu, kita mendapatkan representasi waktu-amplitudo dari

    sinyal.

    Seringkali informasi yang penting tersembunyi di dalam frekuensi sinyal.

    Spektrum frekuensi sinyal pada dasarnya adalah komponen frekuensi (spektral

    frekuensi) sinyal yang menunjukkan frekuensi apa yang muncul.

    Frekuensi menunjukkan tingkat perubahan. Jika suatu variabel sering berubah,

    maka disebut berfrekuensi tinggi. Namun jika tidak sering berubah, maka disebut

  • 7

    berfrekuensi rendah. Jika variabel tersebut tidak berubah sama sekali, maka disebut tidak

    mempunyai frekuensi (nol frekuensi).

    Frekuensi diukur dalam satuan cycle/detik atau Hertz (Hz). Gambar berikut

    menunjukkan contoh gelombang sinus berfrekuensi 3 Hz, 10 Hz dan 50 Hz.

    Gambar 2.1 Sinyal gelombang sinus frekuensi 3 Hz

    Gambar 2.2 Sinyal gelombang sinus frekuensi 10 Hz

    Gambar 2.3 Sinyal gelombang sinus frekuensi 50 Hz

  • 8

    2.1.2. Transformasi Fourier

    Untuk mengukur frekuensi ataupun mendapatkan isi frekuensi sinyal, digunakan

    transformasi Fourier. Ketika transformasi Fourier sebuah sinyal domain-waktu diambil,

    maka didapat representasi frekuensi-amplitudo sinyal berupa plot frekuensi di salah satu

    sumbu dan amplitudo di sumbu yang lain. Sumbu frekuensi bermula dari nilai nol naik

    hingga tak hingga. Untuk setiap frekuensi, kita punya nilai amplitudo. Contoh

    transformasi Fourier dari sinyal frekuensi 50 Hz ditunjukkan oleh gambar berikut.

    Gambar 2.4 Transformasi Fourier dari sinyal frekuensi 50Hz

    Transformasi Fourier adalah transformasi yang reversible, dimana dari sinyal

    asal dapat dibentuk sinyal hasil transformasinya dan sebaliknya, dari sinyal hasil

    transformasi dapat dibentuk sinyal asalnya. Akan tetapi, tidak ada informasi frekuensi

    yang tersedia dalam sinyal domain-waktu dan tidak ada informasi waktu yang tersedia

    dalam sinyal Transformasi Fourier.

    Dari sinyal transformasi Fourier tersebut, didapatkan informasi frekuensi dari

    sinyal, yang menginformasikan berapa banyak tiap-tiap frekuensi yang muncul dalam

    sinyal, tapi tidak menginformasikan waktu kemunculan komponen frekuensi tersebut.

    Akan tetapi informasi ini tidak diperlukan jika sinyal tersebut stationer.

  • 9

    2.1.3. Sinyal Stationer

    Sinyal stationer adalah sinyal yang isi frekuensinya tidak berubah dari waktu ke

    waktu. Dengan demikian, informasi mengenai waktu kemunculan komponen frekuensi

    tidak diperlukan, karena semua komponen frekuensi muncul di setiap waktu. Contoh :

    sinyal x(t) = cos(2**10*t) + cos(2**25*t) + cos(2**50*t) + cos(2**100*t)

    adalah sinyal stationer karena memiliki frekuensi 10, 25, 50 dan 100 Hz di setiap waktu.

    Gambar 2.5 Sinyal x(t) = cos(2**10*t) + cos(2**25*t) + cos(2**50*t) + cos(2**100*t)

    Transformasi Fourier dari sinyal tersebut adalah sebagai berikut.

    Gambar 2.6 Transformasi Fourier sinyal

    x(t) = cos(2**10*t) + cos(2**25*t) + cos(2**50*t) + cos(2**100*t)

  • 10

    Pada Gambar 2.6 terdapat 4 buah komponen spektrum yang sesuai dengan

    frekuensi 10, 25, 50 dan 100 Hz.

    2.1.4. Sinyal Non-Stationer

    Bertolak belakang dengan sinyal pada Gambar 2.5, gambar berikut adalah

    contoh sinyal non-stationer, dimana frekuensinya berubah-ubah secara konstan dalam

    waktu. Sinyal ini dikenal dengan nama sinyal chirp.

    Gambar 2.7 Sinyal non-stationer

    Berikut adalah contoh sebuah sinyal non-stationer dengan 4 komponen frekuensi

    yang berbeda pada 4 interval waktu yang berbeda pula. Interval 0 300 ms memiliki

    sinusoid 100 Hz, interval 300 600 ms memiliki sinusoid 50 Hz, interval 600 800 ms

    memiliki sinusoid 25 Hz dan interval 800 1000 ms memiliki sinusoid 10 Hz.

  • 11

    Gambar 2.8 Sinyal non-stationer dengan 4 komponen frekuensi

    Transformasi Fourier dari sinyal tersebut ditampilkan dalam gambar berikut.

    Gambar 2.9 Transformasi Fourier sinyal non-stationer

  • 12

    Amplitudo dari komponen frekuensi yang lebih tinggi punya nilai yang lebih

    besar daripada komponen frekuensi rendah, karena frekuensi tinggi berlangsung lebih

    lama ( dalam waktu 300 ms) daripada frekuensi rendah ( dalam waktu 200 ms ).

    Jika kita perhatikan Gambar 2.5, maka semua komponen frekuensi ( frekuensi

    10 Hz, 25 Hz, 50 Hz dan 100 Hz ) muncul pada semua periode sinyal. Namun jika

    perhatikan Gambar 2.8, komponen frekuensi tinggi muncul pada interval pertama dan

    komponen frekuensi rendah muncul pada interval terakhir. Pada Gambar 2.7,

    komponen frekuensi juga berubah dari frekuensi rendah ke frekuensi tinggi. Pada sinyal

    non-stationer, komponen-komponen frekuensi tidak muncul di semua periode sinyal.

    Gambar 2.6 dan Gambar 2.9 adalah hasil transformasi Fourier dari Gambar

    2.5 dan Gambar 2.8. Kedua gambar tersebut menunjukkan kemiripan dalam 4

    komponen spektrum tepat pada frekuensi yang sama, yaitu 10 Hz, 25 Hz, 50 Hz dan 100

    Hz meskipun kedua sinyal asal tidaklah sama . Hal ini menunjukkan kelemahan dari

    transformasi Fourier yang tidak bisa memberikan informasi mengenai waktu

    kemunculan komponen frekuensi (komponen spektrum), hanya memberikan informasi

    mengenai nilai komponen spektrum yang muncul.

    Ketika lokalisasi waktu diperlukan, maka harus digunakan transformasi yang

    menghasilkan representasi waktu-frekuensi. Transformasi Wavelet adalah salah satu

    transformasi yang dapat menyediakan informasi waktu dan frekuensi secara bersamaan

    dan juga memberikan representasi waktu-frekuensi dari sinyal.

  • 13

    2.2. Wavelet

    Wave didefinisikan sebagai sebuah fungsi waktu yang bergerak (oscillating),

    seperti kurva sinus. Wave mengembangkan sinyal ataupun fungsi dalam bentuk kurva

    sinus yang telah terbukti sangat berguna untuk dalam matematika, ilmu pengetahuan,

    tehnik mesin terutama untuk fenomena periodik atau stationer. Wavelet adalah sebuah

    wave kecil, yang dimana energinya terkonsentrasi dalam waktu untuk menyediakan alat

    bantu analisis fenomena kesementaraan, non-stationer atau perubahan waktu.

    Karakteristik wave bergerak masih tetap dimiliki, namun juga dapat mensimulasikan

    analisis waktu-frekuensi dengan dasar matematika yang fleksibel.

    Hal ini diilustrasikan dalam Gambar 2.10 dimana wave (kurva sinus) bergerak

    dengan amplitudo sama pada - t dan maka dari itu memiliki energi yang tak

    berhingga, dengan wavelet yang memiliki energi berhingga terkonsentrasi pada suatu

    titik.

    Gambar 2.10 Sebuah wave dan wavelet

    Sumber: Introduction to Wavelets and Wavelets Transform A Primer(1998,p1)

    Sebuah sinyal atau fungsi f(t) dapat dianalisa, dijelaskan atau diproses jika

    dinyatakan dalam dekomposisi linier dengan

    =l

    ll tatf )()(

  • 14

    dimana l adalah index bilangan untuk penjumlahan finite (berhingga) atau infinite (tak

    berhingga, al adalah expansion coefficient dan )(tl adalah fungsi himpunan dari t yang dinamakan expansion set. Jika expansion set tersebut unik, maka set tersebut dinamakan

    basis. Jika basis tersebut orthogonal, dimana :

    ,0)()()(),( lkdttttt lklk == maka koefisien-koefisien tersebut dapat dihitung dengan inner product

    == .)()()(),( dtttfttfa kkk Untuk ekspansi wavelet, sistem dengan dua parameter dikembangkan sehingga

    menjadi

    =k j

    kjkj tatf )()( ,, (2.1)

    dimana j maupun k adalah index bilangan dan )(, tkj adalah wavelet expansion function

    yang biasanya membentuk basis orthogonal.

    Expansion coefficients aj,k dinamakan transformasi wavelet diskrit/discrete

    wavelet transform (DWT) dari f(t) dan f(t) pada persamaan (2.1) adalah invers transform.

    2.2.1. Sistem Wavelet

    Terdapat beberapa sistem wavelet yang dapat dipergunakan, namun semuanya

    memiliki tiga karakteristik umum sebagai berikut :

    a. Sistem wavelet adalah himpunan dari building blocks untuk membangun atau

    merepresentasikan sinyal atau fungsi.

  • 15

    b. Transformasi wavelet melokalisasi waktu-frekuensi dari sinyal. Ini berarti

    kebanyakan energi sinyal direpresentasikan dengan baik oleh beberapa

    expansion coefficients, aj,k.

    c. Perhitungan koefisien dari sinyal dapat dilakukan secara efisien. Kebanyakan

    transformasi wavelet (himpunan dari expansion coefficients) memiliki

    kompleksitas operasional O(N), dimana banyak perkalian bilangan desimal

    dan penjumlahan bertambah secara linier seiring pertambahan panjang sinyal.

    Namun, transformasi wavelet lainnya memiliki kompleksitas O(N log (N)).

    Terdapat tiga karakteristik tambahan (Sweldens, 1996; Daubechies, 1992)

    transformasi wavelet yang lebih spesifik :

    a. Sistem wavelet didapatkan dari sebuah scaling function atau wavelet function

    dengan scaling dan translasi sederhana. Parameterisasi dua dimensi

    didapatkan dari sebuah fungsi (sering dinamakan generating wavelet atau

    mother wavelet) (t) :

    Zkjktt jjkj = ,)2(2)( 2/, (2.2)

    Dimana Z adalah himpunan semua bilangan bulat dan faktor 2/2 j menjaga

    konstanta normal independen dari skala j.

    b. Hampir semua sistem wavelet memenuhi kondisi multiresolusi. Ini berarti

    bahwa jika himpunan sinyal dapat direpresentasikan dengan penjumlahan

    bobot dari (t-k) maka himpunan sinyal yang lebih luas dapat

    direpresentasikan dengan penjumlahan bobot dari (2t-k). Atau, jika

    transformasi sinyal dasar dan transalasi dilakukan setengah kali lebarnya,

  • 16

    maka hasilnya akan tepat merepresentasikan kelas sinyal yang lebih besar

    atau bahkan memberikan perkiraan yang lebih baik dari sinyal apapun.

    c. Koefisien resolusi bawah dapat dikalkulasikan dari koefisien resolusi atas

    dengan algoritma menyerupai struktur pohon yang dinamakan filter bank.

    Hal ini memungkinkan kalkulasi yang sangat efisien dari expansion

    coefficients (yang juga dikenal dengan transformasi wavelet diskrit) dan

    menghubungkan transformasi wavelet dengan pemrosesan sinyal.

    Operasi translasi dan scaling adalah dasar untuk banyak proses pembangkitan

    sinyal dan praktik sinyal, dan penggunaannya adalah salah satu alasan mengapa wavelet

    merupakan fungsi transformasi yang efisien. Gambar 2.11 memperlihatkan representasi

    grafis translasi dan scaling sebuah mother wavelet dengan persamaan (2.2).

    Gambar 2.11 Translasi dan scaling wavelet D4 Sumber: Introduction to Wavelets and Wavelets Transform A Primer(1998,p4)

  • 17

    Seiring perubahan nilai k, lokasi wavelet bergerak sepanjang sumbu horizontal,

    sehingga memungkinkan transformasi tersebut secara eksplisit merepresentasikan lokasi

    suatu kejadian dalam waktu atau ruang. Seiring perubahan nilai j, bentuk wavelet

    berubah dalam skala, sehingga memungkinkan representasi dari detil atau resolusi.

    Selain mother wavelet, fungsi basis lainnya yang diperlukan dalam membentuk

    sistem wavelet adalah scaling function )(t . Dengan mengkombinasikan scaling function dan wavelet function, maka sinyal yang lebih besar dapat direpresentasikan

    dengan :

    =

    =

    =+=

    k k j

    jkjk ktdktctf

    0, ).2()()( (2.3)

    Transformasi wavelet terbukti efisien dan efektif dalam menganalisa banyak

    sinyal, dikarenakan :

    a. Ukuran dari expansion coefficients wavelet aj,k pada persamaan (2.1) atau dj,k

    pada persamaan (2.3) turun secara drastis untuk nilai j dan k pada sinyal-

    sinyal luas. Karakteristik ini dinamakan unconditional basis sehingga wavelet

    sangat efektif untuk kompresi sinyal dan gambar, denoising dan deteksi.

    b. Ekspansi wavelet memungkinkan deskripsi lokal yang lebih akurat, mudah

    diintepretasikan dan pemisahan karakteristik komponen sinyal.

    c. Wavelet dapat disesuaikan dan beradaptasi. Kita dapat memilih jenis wavelet

    yang sesuai tergantung sinyal dan aplikasi yang dikembangkan.

    d. Wavelet yang dihasilkan dan perhitungan dari transformasi wavelet diskrit

    dapat dioperasikan dengan komputer digital, tanpa operasi turunan ataupun

    integral namun hanya melibatkan operasi perkalian dan pertambahan.

  • 18

    2.2.2. Scaling Function

    Permasalahan utama dari sistem wavelet adalah merancang fungsi-fungsi dasar

    untuk sistem wavelet. Perancangan fungsi dasar ini didasarkan pada konsep

    multiresolution. Konsep resolusi awalnya dirancang untuk merepresentasikan sinyal

    dimana sebuah event pada sinyal dipecah kedalam bentuk detil-detil yang lebih rinci,

    namun berkembang sehingga dapat merepresentasikan sinyal dimana dibutuhkan

    deskripsi waktu-frekuensi atau waktu-skala bahkan ketika konsep resolusi tidak

    diperlukan.

    Didefinisikan himpunan scaling function dari translasi scaling function dasar

    2)()( LZkkttk = . Subhimpunan dari L2(R) hasil perentangan fungsi tersebut didefinisikan sebagai

    )}({0 tSpanv kk

    =

    untuk semua bilangan k mulai dari - sampai dengan +. Ini berarti

    =k

    kk vtftiapuntuktatf 0)()()(

    Ukuran dari subhimpunan dapat diperluas dengan mengubah skala waktu dari scaling

    function. Kelompok fungsi 2 dimensi dihasilkan dari scaling function dasar melalui

    scaling dan transalasi

    )2(2)( 2/, kttjj

    kj =

    dimana perentangan (span over) k adalah

    )}({)}2({ , tSpantSpanv kjk

    jk

    kj ==

    untuk semua bilangan Zk .Ini berarti jika jvtf )( , maka dapat dinyatakan dalam

  • 19

    +=k

    jk ktatf ).2()(

    Untuk j > 0, perentangan tersebut dapat menjadi lebih lebar karena

    )(, tkj menjadi lebih sempit dan ditranslasikan dalam langkah-langkah yang lebih kecil.

    Untuk j < 0, )(, tkj menjadi lebih lebar dan ditranslasikan dalam langkah-langkah yang lebih besar. Maka, scaling function yang diperlebar ini dapat merepresentasikan hanya

    informasi bentuk kasar dan ruang yang diperluas menjadi lebih kecil.

    Untuk lebih menjelaskan konsep skala dan resolusi, dirumuskan persyaratan

    dasar dari multiresolution analysis (Mallat, 1989) yaitu a nesting of the spanned spaces

    sebagai

    221012 ...... Lvvvvv

    atau

    Zjsemuauntukvv jj +1

    dimana

    { } .,0 2Lvv == Ruang yang mengandung resolusi sinyal tinggi juga akan mengandung resolusi rendah.

    Karena definisi dari vj, ruang-ruang tersebut harus memenuhi persyaratan scaling

    1)2()( + jj vtfvtf

    yang memastikan anggota-anggota dalam ruang hanyalah anggota-anggota ruang

    berikutnya dengan nilai skala tertentu.

  • 20

    Gambar 2.12 Perentangan ruang vektor nested dengan scaling function Sumber: Introduction to Wavelets and Wavelets Transform A Primer(1998,p13)

    Nesting perentangan )2( ktj , dinyatakan dengan vj seperti terlihat pada persamaan di atas diilustrasikan dalam Gambar 2.12 diperoleh dengan syarat bahwa

    1)( vt , yang berarti jika )(t terkandung dalam 1v , maka )(t juga terkandung dalam 1v , himpunan yang diperluas dengan )2( t . Ini berarti )(t dapat dinyatakan dengan penjumlahan berbobot )2( t

    =n

    Znntnht ),2(2)()( (2.4)

    dimana koefisien )(nh adalah deret bilangan riil yang dinamakan scaling function

    coefficients atau scaling filter atau scaling vector dan 2 mempertahankan norm dari

    scaling function dengan nilai skala 2.

    Persamaan berulang (recursive) ini adalah dasar bagi teori scaling function.

    Persamaan tersebut dikenal juga dengan nama yang berbeda untuk menjelaskan

    interpretasi ataupun sudut pandang yang berbeda, yaitu persamaan refinement,

    persamaan multiresolution analysis (MRA) atau persamaan dilation.

  • 21

    Daubechies scaling function ditunjukkan seperti pada Gambar 2.13 dan

    persamaan (2.4) terpenuhi untuk koefisien ,2433)1(,

    2431)0( +=+= hh

    .2431)3(,

    2433)2( == hh

    Gambar 2.13 Daubechies scaling function, N=4

    Sumber: Introduction to Wavelets and Wavelets Transform A Primer(1998,p13)

    2.2.3. Wavelet Function

    Fitur penting dari sinyal dapat dijelaskan atau diparameterisasi lebih baik, bukan

    dengan penggunaan )(, tkj dan menambah nilai j untuk meningkatkan ukuran dari

    subruang diperluas oleh scaling function, tetapi melalui himpunan fungsi )(, tkj yang memperlebar selisih antar ruang hasil perentangan scaling function pada berbagai nilai

    skala. Himpunan fungsi tersebut dinamakan wavelet function.

    Ada beberapa keuntungan mensyaratkan bahwa scaling function dan wavelet

    function harus orthogonal. Fungsi basis orthogonal memungkinkan untuk mempermudah

    kalkulasi expansion coefficients dan penerapan teorema Parseval yang memungkinkan

    partisi dari energi sinyal dalam domain transformasi wavelet.

  • 22

    Jika scaling function dan wavelet function membentuk basis orthogonal, terdapat

    teorema Parseval yang menghubungkan energi sinyal )(tg dengan energi dalam setiap

    komponen dan koefisien waveletnya. Maka dari itu (Donoho, 1993) perentangan wavelet

    dari sinyal memiliki nilai yang turun dengan cepat sehingga sinyal dapat

    direpresentasikan secara efektif oleh sejumlah kecil dari perentangan wavelet tersebut.

    Komplemen orthogonal jV dalam 1+jV dinyatakan sebagai jW . Ini berarti

    bahwa semua anggota jV orthogonal terhadap semua anggota jW . Kita syaratkan

    == 0)()()(),( ,,,, dttttt ljkjljkj untuk semua .,, Zlkj

    Hubungan antar subhimpunan yang berbeda-beda disajikan sebagai berikut.

    Diformulasikan nesting himpunan-himpunan yang diperluas

    221 ... LVVVo .

    Didefinisikan subhimpunan perentangan wavelet 0W

    001 WVV =

    yang dapat dijabarkan lebih lanjut

    .1002 WWVV =

    Maka dapat ditulis

    ...1002 = WWVL (2.5)

    dimana 0V adalah himpunan perentangan awal oleh scaling function )( kt . Gambar 2.14 memperlihatkan nesting himpunan scaling function jV untuk berbagai skala j dan

    bagaimana himpunan wavelet adalah disjoint differences (kecuali untuk anggota nol)

    atau komplemen orthogonal.

  • 23

    Gambar 2.14 Himpunan vektor scaling function dan wavelet function

    Sumber: Introduction to Wavelets and Wavelets Transform A Primer(1998,p15)

    Karena wavelet ini berada dalam himpunan yang diperluas oleh scaling function

    yang lebih kecil berikutnya, 10 VW , maka dapat direpresentasikan dengan

    penjumlahan berbobot dari scaling function )2( t hasil translasi, dengan

    =n

    Znntnht ),2(2)()( 1 (2.6)

    untuk beberapa himpunan koefisien ).(1 nh Dari persyaratan bahwa wavelet

    merentangkan selisih atau himpunan komplemen orthogonal dan orthogonalitas bilangan

    mentranslasi wavelet (atau scaling function), maka koefisien wavelet berhubungan

    dengan koefisien scaling function yaitu

    ).1()1()(1 nhnhn = (2.7)

    Fungsi yang dihasilkan oleh persamaan (2.5) memberikan bentuk dasar atau

    mother wavelet )(t untuk kelompok expansion functions dari bentuk )2(2)( 2/, ktt

    jjkj =

    dimana j2 adalah skala t ( j adalah log2 dari skala), kj2 adalah translasi dalam t, dan

    2/2 j mempertahankan norm 2L dari wavelet pada skala-skala yang berbeda.

  • 24

    Wavelet Daubechies yang berhubungan dengan scaling function pada Gambar

    2.14 diperlihatkan pada Gambar 2.15. Koefisien dalam persamaan (2.6) adalah

    2431)3(,

    2433)2(,

    2433)1(,

    2431)0( 1111

    +=+=== hhhh yang memenuhi

    persamaan (2.7).

    Gambar 2.15 Wavelet Daubechies, N=4

    Sumber: Introduction to Wavelets and Wavelets Transform A Primer(1998,p16)

    Telah dirancang himpunan fungsi )(tk dan )(, tkj yang dapat merentang

    semua ).(2 RL Berdasarkan ...1002 = WWVL , setiap fungsi )()( 2 RLtg dapat

    ditulis

    =

    =

    =+=

    k j kkjk tkjdtkctg

    0, )(),()()()( (2.8)

    sebagai serangkaian perentangan melalui scaling function dan wavelet function.

    Dalam perentangan tersebut, penjumlahan pertama menghasilkan sebuah fungsi

    beresolusi rendah atau perkiraan kasar dari ).(tg Untuk setiap kenaikan nilai index j

    dalam penjumlahan kedua, resolusi yang lebih tinggi atau lebih baik ditambahkan,

    sehingga menambah tingkat detil.

  • 25

    Jika bentuk fungsi perentangan adalah basis orthonormal atau tight frame, maka

    koefisien tersebut dapat dihitung dengan inner product yaitu

    === dtttgttgkckc kk )()()(),()()( 0 dan

    === .)()()(),(),()( ,, dtttgttgkjdkd kjkjj Koefisien ),( kjd kadang ditulis sebagai )(kd j untuk menegaskan perbedaan

    translasi waktu index k dan parameter skala j. Koefisien )(kc kadang ditulis sebagai

    )(kc j atau ),( kjc jika skala awal umum yang dipergunakan selain j = 0 untuk batas

    bawah penjumlahan fungsi pada persamaan (2.8).

    2.2.4. Filter Banks

    Dalam banyak aplikasi, tidak perlu untuk terlibat langsung dengan scaling

    function ataupun wavelet function. Hanya koefisien )(),( 1 nhnh dalam persamaan (2.4)

    dan (2.6), serta )(),( kdkc j dalam persamaan (2.8) yang perlu diperhatikan, dan

    koefisien-koefisien tersebut dapat ditampilkan masing-masing sebagai filter digital dan

    sinyal digital (Gopinath et al., 1992; Vaidyanathan, 1992).

    Agar dapat langsung menggunakan koefisien transformasi wavelet, harus

    diperoleh hubungan antara expansion coefficients pada skala yang lebih rendah dengan

    skala yang lebih tinggi. Dimulai dengan persamaan recursive dasar

    =n

    ntnht )2(2)()( (2.9)

    dengan asumsi terdapat solusi yang unik, dilakukan scaling dan translasi variabel waktu

    untuk menghasilkan

  • 26

    == +n

    j

    n

    jj nktnhnktnhkt )22(2)())2(2(2)()2( 1

    dimana, setelah mengubah variabel nkm +=2 , menjadi

    = +m

    jj mtkmhkt ).2(2)2()2( 1

    Jika kita notasikan jv sebagai

    { })2(2 2/ ktSpanv jjk

    j =

    kemudian

    = ++++k

    jjjj ktkctfvtf )2(2)()()(

    12/)1(11

    dapat dinyatakan pada skala 1+j hanya dengan scaling function dan tanpa wavelet. Pada suatu skala resolusi rendah, wavelet diperlukan untuk detil yang tidak tersedia pada

    skala j. Terdapat

    +=k k

    jjj

    jjj ktkdktkctf )2(2)()2(2)()(

    2/2/

    dimana syarat 2/2 j mempertahankan unity norm dari fungsi basis pada skala yang

    berbeda-beda. Jika )(, tkj dan )(, tkj adalah orthonormal, koefisien skala level j diperoleh lewat inner product

    dtkttfttfkc jjkjj == )2(2)()(),()( 2/, dimana dengan mengganti persamaan (2.9) dan menukar penjumlahan dan integralnya,

    dapat dituliskan sebagai

    = ++m

    jjj dtmttfkmhkc )2(2)()2()(

    12/)1(

    akan tetapi integral dari inner product dengan scaling function pada skala 1+j menghasilkan

  • 27

    ).()2()( 1 mckmhkc jm

    j + = (2.10) Hubungan yang sesuai dengan koefisien wavelet adalah

    ).()2()( 11 mckmhkd jm

    j + = (2.11)

    2.2.5. Filtering dan Down-Sampling atau Decimating

    Dalam ilmu pemrosesan sinyal digital, filtering (penyaringan) sederet bilangan

    (sinyal input) diperoleh dengan mengoperasikannya dengan himpunan angka yang lain

    yang dinamakan filter coefficients (koefisien filter), taps, weights, atau impulse

    response. Untuk deret input )(nx dan koefisien filter ),(nh deret output )(ny diperoleh

    dari

    =

    =1

    0)()()(

    N

    kknxkhny

    Jika jumlah koefisien filter N adalah finite (berhingga), filter tersebut dinamakan fitler

    Finite Impulse Response (FIR). Jika jumlahnya infinite (tidak berhingga), maka

    dinamakan Infinite Impulse Filter (IIR). Masalah perancangan yang dihadapi adalah

    memilih )(nh sehingga didapatkan efek yang diharapkan, antara lain untuk

    menghilangkan noise atau memisahkan sinyal (Oppenheim et al., 1989; Parks et al.,

    1987).

    Dua operasi dasar dalam filter multirate adalah down-sampler dan up-sampler.

    Down-sampler menerima sinyal )(nx sebagai input dan menghasilkan output

    )2()( nxny = seperti pada Gambar 2.16.

  • 28

    Gambar 2.16 Down-sampler atau decimator

    Sumber: Introduction to Wavelets and Wavelets Transform A Primer(1998,p33)

    Pada down-sampling, terdapat kemungkinan kehilangan informasi karena

    setengah dari data dibuang. Akibat yang ditimbulkan, dalam domain frekuensi

    (transformasi Fourier) dinamakan aliasing yang menyatakan bahwa hasil dari

    kehilangan informasi ini adalah pencampuran dari komponen frekuensi (Oppenheim et

    al.,1989; Parks et al.,1987). Hanya jika sinyal awalnya band-limited (setengah dari

    koefisien Fouriernya adalah nol) maka tidak ada kehilangan informasi yang disebabkan

    oleh down-sampling.

    Persamaan (2.10) dan persamaan (2.11) membahas down-sampling dan filtering

    digital. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa scaling coefficients dan wavelet

    coefficients pada tingkat skala yang berbeda dapat diperoleh dengan mengoperasikan

    expansion coefficients pada skala j dengan koefisien recursive invers-waktu )( nh dan

    )(1 nh kemudian melakukan down-sampling atau decimating untuk menghasilkan

    expansion coefficients pada skala 1j berikutnya. Atau dapat dikatakan juga bahwa koefisien pada skala j difilter oleh dua filter digital FIR dengan koefisien )( nh dan

    )(1 nh setelah down-sampling memberikan expansion coefficients dan wavelet kasar

    berikutnya.

    Implementasi kedua persamaan )(kc j dan )(kd j diatas digambarkan pada

    Gambar 2.17 dimana tanda 2 menunjukkan down-sampling bernilai 2 dan gambar

    kotak lainnya menunjukkan filtering FIR atau pengoperasian dengan )( nh dan ).(1 nh

  • 29

    Untuk mempermudah penulisan, digunakan )(nh dan )(0 nh untuk menunjukkan

    koefisien scaling function untuk persamaan perentangan (2.9).

    Gambar 2.17 Analysis bank dua band Sumber: Introduction to Wavelets and Wavelets Transform A Primer(1998,p33)

    Filter FIR yang diimplementasikan dengan )( nh adalah lowpass filter dan yang

    diimplementasikan dengan )(1 nh adalah highpass filter. Jumlah data yang diproses oleh sistem ini menjadi ganda dengan penggunaan 2 filter, kemudian dibagi dua dengan

    penggunaan decimation kembali ke jumlah asal. Ini berarti ada kemungkinan bahwa

    tidak ada informasi yang hilang dan memungkinkan untuk mengembalikan sinyal asal

    dengan lengkap. Aliasing yang terjadi di upper bank dapat dibatalkan dengan sinyal dari

    lower bank. Inilah gagasan dibalik perfect reconstruction dari teori filter bank

    (Vaidyanathan, 1992; Fliege, 1994).

    Gambar 2.18 menunjukkan pemisahan, filtering dan decimation yang dapat

    diulang pada scaling coefficients untuk menghasilkan struktur dua skala. Mengulangi

    langkah-langkah ini pada scaling coefficients dinamakan melakukan iterasi filter bank.

    Meng-iterasi filter bank sekali lagi menghasilkan struktur tiga tingkat seperti pada

    Gambar 2.19.

  • 30

    Gambar 2.18 Analysis tree dua tingkat dengan dua band Sumber: Introduction to Wavelets and Wavelets Transform A Primer(1998,p34)

    Gambar 2.19 Analysis tree tiga tingkat dengan tiga band Sumber: Introduction to Wavelets and Wavelets Transform A Primer(1998,p35)

    Reaksi frekuensi dari filter digital adalah transformasi Fourier waktu-diskrit dari

    reaksi (koefisien) impulse ),(nh yaitu

    =

    =n

    nienhH .)()(

    Besar dari fungsi kompleks ini memberikan ratio dari output terhadap input dari filter

    untuk sampel kurva sinus pada frekuensi dalam satuan radian per detik. Tingkat pertama dari dua bank membagi spektrum dari )(1 kc j+ menjadi lowpass

    dan highpass band, menghasilkan scaling coefficients dan koefisien wavelet pada skala

    yang lebih rendah )(kc j dan ).(kd j Tingkat kedua kemudian membagi lowpass band

    menjadi lowpass band dan highpass band lainnya yang lebih rendah. Tingkat pertama

    membagi spektrum menjadi dua bagian yang sama. Tingkat kedua membagi setengah

    spektrum yang lebih rendah menjadi seperempat dan seterusnya. Maka dihasilkan

  • 31

    himpunan nilai logaritmik dari bandwidth seperti pada Gambar 2.20. Konsep ini

    dinamakan filter Constant-Q dalam peristilahan filter bank karena ratio dari lebar band

    terhadap pusat frekuensi band selalu konstan.

    Gambar 2.20 Band frekuensi untuk analysis tree

    Sumber: Introduction to Wavelets and Wavelets Transform A Primer(1998,p35)

    2.2.6. Filtering dan Up-Sampling atau Stretching

    Rekonstruksi sinyal asal dengan koefisien skala dapat dilakukan dengan

    kombinasi dari scaling function dan koefisien wavelet pada resolusi yang lebih kasar.

    Hal ini dimungkinkan mengingat sinyal dalam scaling function 1+j himpunan

    .)( 1+ jvtf Fungsi ini dapat ditulis dalam bentuk scaling function sebagai

    = +++k

    jjj ktkctf )2(2)()(

    12/)1(1 (2.12)

    atau dalam bentuk skala berikutnya (yang membutuhkan wavelet) sebagai

    +=k k

    jjj

    jjj ktkdktkctf ).2(2)()2(2)()(

    2/2/ (2.13)

    Substitusi persamaan (2.9) dan persamaan (2.6) ke dalam persamaan (2.13)

    menghasilkan

    += ++k

    jj

    nj nktnhkctf )22(2)()()(

    12/)1( ++

    k

    jj

    nj nktnhkd ).22(2)()(

    12/)1(1

  • 32

    Karena semua fungsi tersebut orthonormal, melakukan perkalian persamaan (2.12) dan

    fungsi diatas dengan )'2( 1 ktj + dan integral menghasilkan koefisien

    +=+m m

    jjj mkhmdmkhmckc ).2()()2()()( 11 (2.14)

    Untuk perpaduan dalam filter bank, terdapat deret up-sampling atau stretching

    pertama, diikuti filtering. Berarti input kedalam filter memiliki nilai nol yang disisipkan

    diantara tiap syarat-syarat awal. Atau dapat ditulis juga

    0)12()()2( =+= nydannxny dimana sinyal input direntangkan mencapai 2 kali panjang awal dan nilai nol disisipkan.

    Up-sampling atau stretching dapat dilakukan dengan nilai faktor selain dua, dan kedua

    persamaan diatas dapat saja memiliki nilai )(nx dan 0 terbalik.Jelas bahwa up-sampling

    tidak menyebabkan kehilangan informasi.

    Persamaan (2.14) melakukan up-sampling terhadap deret koefisien skala j yaitu

    ),(kc j yang berarti menggandakan panjangnya dengan mensisipkan nilai nol diantara

    tiap term, kemudian mengoperasikannya dengan scaling coefficients ).(nh Hal yang

    sama dilakukan pada deret wavelet coefficients skala j dan hasilnya dijumlahkan untuk

    menghasilkan scaling function coefficient .1+j Struktur ini diperlihatkan pada Gambar

    2.21 dimana )()(0 nhng = dan ).()( 11 nhng = Kombinasi proses ini dapat diteruskan pada

    level-level manapun dengan menggabungkan koefisien skala wavelet yang sesuai. Hasil

    two-scale tree diperlihatkan pada Gambar 2.22.

  • 33

    Gambar 2.21 Synthesis bank dua band Sumber: Introduction to Wavelets and Wavelets Transform A Primer(1998,p37)

    Gambar 2.22 Synthesistree dua tingkat untuk dua band Sumber: Introduction to Wavelets and Wavelets Transform A Primer(1998,p37)

    2.2.7. Transformasi Forward dan Inverse Wavelet

    Proses forward dan inverse dari transformasi wavelet dapat diterapkan

    menggunakan sejumlah up-sampler, down-sampler dan filter banks dua band yang

    berulang (recursive).

    Koefisien lowpass-filter kh diasosiasikan dengan scaling function. Output dari

    tiap lowpass-filter adalah )(kc j atau komponen approksimasi dari sinyal awal untuk

    level dari tree tersebut. Koefisien highpass-filter kg diasosiasikan dengan wavelet

    function dimana .)1( 1 kkk hg = Output dari tiap highpass-filter adalah )(kd j atau

    komponen detil dari sinyal asal. Nilai )(1 kc j+ dari level sebelumnya dipergunakan untuk

    menghasilkan nilai )(kc j dan )(kd j baru untuk level tree berikutnya.

  • 34

    Gambar 2.23 Transformasi wavelet forward

    Transformasi wavelet inverse melakukan operasi yang berkebalikan dari

    transformasi wavelet forward. Expansion coefficients digabungkan untuk

    merekonstruksi sinyal asal. Nilai koefisien )(kc j dan )(kd j yang sama dalam

    transformasi forward dipergunakan, namun dengan cara yang berkebalikan. Proses ini

    berlangsung menuruni cabang dari tree dan menggabungkan sinyal approksimasi dan

    detil menjadi sinyal approksimasi dengan level detil yang lebih tinggi.

    Sinyal akan diinterpolasi dimana nilai nol disisipkan diantara tiap sampel

    approksimasi dan detil dan sinyal kemudian dilewatkan pada lowpass-filter dan

    highpass-filter. Nilai nol tersebut kemudian digantikan dengan nilai perkiraan yang

    didapatkan dari convolution. Output dari filter kemudian dijumlahkan untuk membentuk

    koefisien approksimasi untuk resolusi level berikutnya yang lebih tinggi. Himpunan

    koefisien approksimasi akhir pada level tree paling atas dari proses transformasi invers

    ini adalah rekonstruksi dari titik-titik data sinyal asal.

  • 35

    Gambar 2.24 Transformasi wavelet invers

    2.2.8. Basis, Basis Orthogonal dan Basis Biorthogonal

    Dalam mempelajari sistem wavelet, istilah basis, basis orthogonal, basis

    biorthogonal, frame dan tight frame diperlukan dan penting untuk dipahami.

    Himpunan vektor atau fungsi )(tf k yang merentang himpunan vektor F (atau F

    adalah perentangan dari himpunan tersebut) jika untuk setiap anggota himpunan tersebut

    dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier anggota himpunan itu. Berarti, jika terdapat

    himpunan fungsi finite atau infinite ),(tf k kita nyatakan { } FfSpan kk = sebagai himpunan vektor dengan semua angota dari himpunan tersebut memiliki bentuk

    =k

    kk tfatg )()( (2.15)

    dimana Zk dan ., Rat Inner product biasanya ditunjukkan oleh himpunan ini dan

    dinyatakan dengan .)(),( tgtf Norm didefinisikan dan ditunjukkan dengan

    ., fff =

    Himpunan (set) )(tf k adalah set basis atau basis untuk himpunan F jika

    himpunan dari { }ka dalam persamaan (2.15) adalah unik untuk .)( Ftg Himpunan

  • 36

    dinamakan basis orthogonal jika 0)(),( =tftf lk untuk semua .lk Jika berada dalam

    himpunan Euclidean tiga dimensi, vektor basis orthogonal adalah vektor koordinat yang

    memiliki sudut 900 terhadap satu sama lain. Dinamakan basis orthonormal jika

    )()(),( lktftf lk = dan juga selain bersifat orthogonal, vektor basis dinormalisasi

    terhadap unity norm : 1)( =tf k untuk semua nilai k.

    Dari definisi diatas, jelas jika terdapat basis orthonormal, setiap anggota dalam

    himpunan vektor, ,)( Ftg persamaan =k

    kk tfatg )()( dapat ditulis sebagai

    =k

    kk tftftgtg )()(),()( (2.16)

    dan dengan melakukan inner product )(tf k pada kedua sisi persamaan (2.15)

    didapatkan

    )(),( tftga kk = (2.17)

    dimana inner product dari sinyal )(tg dengan vektor basis )(tf k menghasilkan

    koefisien ka yang cocok.

    Persamaan perentangan atau representasi ini sangat berharga karena

    menunjukkan bahwa persamaan (2.16) adalah operator identitas dalam pengertian bahwa

    inner product yang dioperasikan pada )(tg menghasilkan himpunan koefisien (yang

    ketika digunakan untuk mengkombinasikan vektor basis secara linier) menghasilkan

    kembali sinyal asal ).(tg Dasar dari teorema Parseval yang menyatakan bahwa norm

    atau energi dapat dipartisi terhadap expansion coefficients .ka Maka dari itu,

    interpretasi, penyimpanan, transmisi, perkiraan, kompresi dan manipulasi koefisien

  • 37

    tersebut sangat berguna. Jelas bahwa persamaan (2.10) adalah bentuk untuk semua tipe

    metode Fourier.

    Disamping keuntungan basis orthonormal, ada kasus-kasus dimana permasalahan

    sistem basis tidak sesuai jika dibuat orthogonal. Untuk kasus-kasus ini masih dapat

    dipergunakan persamaan (2.6) dan juga serupa dengan persamaan (2.16) dengan

    menggunakan dual basis set )(~ tf k yang anggotanya tidak orthogonal satu sama lain, tapi

    terhadap anggota yang berhubungan dari set perentangan

    ).()(~),( kltftf kl =

    Karena jenis orthogonalitas ini membutuhkan dua set vektor, expansion set dan dual set,

    sistem ini dinamakan biorthogonal. Menerapkan rumus diatas dengan perentangan pada

    persamaan (2.15) menghasilkan

    ).()(~),()( tftftgtg kk

    k= (2.18) Meski sistem orthogonal lebih rumit, tidak hanya himpunan perentangan asal tapi juga

    menemukan, menghitung dan menyimpan vektor dual set bersifat umum dan dapat

    menghasilkan himpunan perentangan yang jauh lebih besar. Namun, jika vektor

    basisnya memiliki korelasi yang kuat, sistem biorthogonal dapat menghasilkan masalah-

    masalah numerik yang lebih besar.

    Perhitungan expansion coefficent dengan inner product pada persamaan (2.17)

    dinamakan bagian analysis dari keseluruhan proses dan perhitungan sinyal dari koefisien

    dan vektor perentangan pada persamaan (2.15) dinamakan bagian synthesis. Dalam

    dimensi yang finite, operasi analysis dan synthesis berbentuk perkalian matriks-vektor

    sederhana.

  • 38

    2.2.9. Frame dan Tight Frame

    Sementara persyaratan bagi himpunan fungsi menjadi basis orthonormal sudah

    cukup untuk representasi dalam persamaan (2.16) dan persyaratan dari himpunan (set)

    untuk menjadi basis sudah terpenuhi untuk persamaan (2.18), keduanya tidak

    diperlukan. Agar dapat menjadi basis, diperlukan keunikan dari koefisien atau dapat juga

    dikatakan himpunan tersebut harus independen, yaitu tidak ada anggota yang merupakan

    kombinasi linier dari anggota lainnya.

    Jika himpunan fungsi atau vektor dependen namun tetap memungkinkan

    perentangan seperti tertera pada persamaan (2.18) maka dinamakan frame. Jadi, frame

    adalah spanning set. Istilah frame muncul dari definisi yang mensyaratkan batas

    berhingga pada loncatan yang tidak sama rata (Dauechies, 1992; Young, 1980) dari

    inner product.

    Jika diharapkan bahwa koefisien perentangan sinyal dapat merepresentasikan

    sinyal dengan baik, koefisien-koefisien ini harus punya sifat-sifat tertentu. Koefisien ini

    paling baik ditetapkan dalam syarat energi dan batas energi. Untuk basis orthogonal,

    koefisien ini mengambil bentuk teorema Parseval. Untuk menjadi frame dalam

    himpunan sinyal, himpunan perentangan )(tk harus memenuhi 222 , gBggA

    kk (2.19)

    untuk beberapa 0 < A dan B < dan untuk semua sinyal )(tg dalam himpunan.

    Membagi persamaan tersebut dengan 2g menunjukkan bahwa A dan B dibatasi oleh

    energi yang dinormalisasi dari inner product. A dan B membatasi koefisien normalisasi

    energi. Jika BA= maka himpunan perentangannya dinamakan tight frame. Maka

  • 39

    =k

    k ggA22 , (2.20)

    yang merupakan generalisasi teorema Parseval untuk tight frame. Jika ,1==BA tight frame berubah menjadi basis orthogonal. Dari hal ini, dapat ditunjukkan bahwa untuk

    tight frame (Daubechies, 1992)

    )()(),()( 1 ttgtAtg kk

    k = yang adalah sama dengan perentangan menggunakan basis orthonormal kecuali untuk

    syarat 1A yaitu ukuran redundansi dalam himpunan perentangan.

    Jika himpunan perentangan adalah bukan tight frame, tidak ada teorema Parseval

    yang ketat dan energi dalam domain transformasi tidak dapat dipartisi dengan tepat.

    Namun, semakin kecil selisih nilai A dan B, semakin baik perkiraan partisi yang dapat

    dilakukan. Jika ,BA= dihasilkan tight frame dan partisi dapat dilakukan secara tepat dengan persamaan (2.20). Daubechies (Daubechies, 1992) membuktikan bahwa semakin

    ketat batasan frame dalam persamaan (2.19), maka analysis dan synthesis sistem akan

    lebih baik. Atau, jika nilai A mendekati nol dan/atau nilai B memiliki selisih yang sangat

    besar dibandingkan nilai A, akan terjadi masalah dalam perhitungan analysis-synthesis.

    Frame adalah versi over-complete dari himpunan basis dan tight frame adalah

    versi over-complete dari himpunan basis orthogonal. Jika digunakan frame yang tidak

    termasuk basis ataupun tight frame, himpunan dual frame dapat dispesifikasikan

    sehingga analysis dan synthesis dapat dilakukan juga sama seperti untuk basis non-

    orthogonal. Jika tight frame yang dipergunakan, perhitungan yang dilakukan mirip

    dengan perhitungan untuk basis non-orthogonal.

  • 40

    2.2.10. Jenis-Jenis Wavelet

    Secara umum, transformasi wavelet dapat dikategorikan menjadi transformasi

    wavelet diskrit (Discrete Wavelet Transform atau DWT) dan transformasi wavelet

    kontinu (Continuous Wavelet Transform atau CWT). DWT adalah transformasi wavelet

    yang paling sering digunakan karena selain lebih mudah diimplementasi, DWT juga

    memiliki waktu komputasi yang lebih pendek dibandingkan CWT.

    Ada sejumlah fungsi basis yang dapat dipergunakan sebagai mother wavelet

    dalam transformasi wavelet. Karena mother wavelet menghasilkan semua fungsi wavelet

    yang dipergunakan dalam transformasi lewat translasi dan scaling, mother wavelet

    menentukan karakteristik dari transformasi wavelet yang dihasilkan. Maka dari itu, detil

    dari aplikasi yang dikembangkan harus diperhatikan agar mother wavelet yang dipilih

    dapat mengefektifkan penggunaan transformasi wavelet.

    Gambar 2.25 Jenis-jenis wavelet (a) Haar (b) Daubechies4 (c)Coiflet1 (d) Symlet2 (e) Meyer (f) Morlet (g) Mexican Hat

  • 41

    Gambar 2.23 memberikan gambaran dari fungsi wavelet yang umum

    dipergunakan. Wavelet Haar adalah wavelet yang tertua dan paling sederhana. Wavelet

    Daubechies adalah yang paling sering dipergunakan. Wavelet-wavelet tersebut mewakili

    dasar dari pemrosesan sinyal dengan wavelet dan banyak dipergunakan dalam aplikasi.

    Dinamakan juga wavelet Maxflat karena respon frekuensinya memiliki nilai flatness

    maksimum pada frekuensi 0 dan . Sifat ini sangat diharapkan pada beberapa aplikasi.

    Wavelet Haar, Daubechies, Symlets dan Coiflets disusun oleh wavelet orthogonal.

    Bersama dengan wavelet Meyer, wavelet-wavelet tersebut mampu melakukan perfect

    reconstruction. Wavelet Meyer, Morlet dan Mexican Hat memiliki bentuk simetri.

    2.2.11. Transformasi Wavelet Daubechies D4

    Transformasi wavelet Daubechies ditemukan oleh matematikawan Ingrid

    Daubechies. Transformasi Daubechies D4 memiliki empat koefisien lowpass-filter

    (dinotasikan dengan kh ) dan empat koefisien highpass-filter (dinotasikan dengan kg ).

    Koefisien lowpass-filter adalah :

    2431

    2433

    2433

    2431

    3

    2

    1

    0

    =

    =

    +=

    +=

    h

    h

    h

    h

    Setiap langkah transformasi wavelet mengaplikasikan koefisien lowpass-filter pada data

    input. Jika himpunan data awal memiliki N jumlah data, maka scaling function akan

    diaplikasikan dalam transformasi wavelet untuk menghitung 2/N data yang dihaluskan.

  • 42

    Kemudian nilai-nilai data yang dihaluskan tersebut disimpan dalam bagian bawah dari

    setengah vektor input elemen N.

    Koefisien highpass-filter adalah :

    03

    12

    21

    30

    hghg

    hghg

    ====

    Setiap langkah transformasi wavelet juga mengaplikasikan highpass-filter pada data

    input. Jika himpunan data awal memiliki N jumlah data, koefisien highpass-filter akan

    diaplikasikan untuk menghitung 2/N selisih (mewakili perubahan nilai dalam data).

    Nilai hasil perhitungan tersebut akan disimpan dalam bagian atas dari setengah vektor

    input elemen N.

    Scaling function dan wavelet function dihitung dengan menggunakan inner

    product antara koefisien lowpass-filter dan highpass-filter dengan empat nilai data.

    Persamaan untuk menghitung scaling function Daubechies D4 adalah :

    3322110 +++ +++= iiiii shshshshc

    dan persamaan untuk menghitung wavelet function Daubechies D4 adalah :

    3322110 +++ +++= iiiii sgsgsgsgd

    dimana si adalah data sinyal input dengan index i.

    Setiap iterasi dalam transformasi wavelet menghitung nilai scaling function dan nilai

    wavelet function. Index i di-increment sebanyak 2 dalam tiap iterasi dan nilai scaling

    function dan wavelet yang baru dhitung.

    Pada transformasi forward, dengan himpunan data finite, index i akan di-

    increament hingga mencapai nilai N-2. Data yang pertama dari sinyal dinotasikan

  • 43

    dengan index 0. Pada iterasi yang terakhir, inner product akan dihitung dari nilai data

    sinyal ke N-2, N-1, N dan N+1. Hal ini menjadi masalah karena tidak ada data sinyal asal

    dengan index N dan N+1. Hal ini ditunjukkan pada transformasi matriks berikut :

    7

    6

    5

    4

    3

    2

    1

    0

    3

    3

    2

    2

    10

    10

    3210

    3210

    32

    32

    10

    10

    3210

    3210

    0000

    0000000000000000

    000000000000

    0000

    ssssssss

    gh

    gh

    gghhgggghhhh

    gghh

    gghhgggghhhh

    Masalah yang sama juga terjadi pada transformasi invers, dimana dua nilai

    pertama invers dhitung dari data sinyal ke -2, -1, 0 dan 1. Hal ini ditunjukkan pada

    matriks dibawah :

    +

    +

    +

    +

    +

    +

    3

    3

    2

    2

    1

    1

    1

    0

    1

    0

    33

    22

    1133

    0022

    11

    00

    33

    22

    1133

    0022

    00

    00

    0000

    00000000

    00000000

    000000000000

    i

    i

    i

    i

    i

    i

    i

    i

    cacacaca

    gg

    hh

    ghghghghghgh

    ghgh

    ghghghghghgh

    Untuk mengatasi masalah ini, ada 3 solusi yang dapat diterapkan :

    a. Memperlakukan data seolah-olah data tersebut adalah periodik. Data tak

    tersedia yang berada di awal diisi dengan pengulangan dari data yang berada

    di akhir (untuk transformasi forward) dan data kosong yang berada di akhir

    diisi dengan pengulangan dari data yang berada di awal (untuk transformasi

    invers).

  • 44

    b. Memperlakukan data seolah-olah direfleksikan pada kedua ujung himpunan

    data tersebut (pencerminan/mirroring).

    c. Menerapkan orthogonalisasi Gram-Schmidt untuk menghitung scaling

    function dan wavelet khusus pada ujung awal dan akhir dari himpunan data.

    2.2.12. Peramalan Dengan Autoregressive

    Setelah didapatkan scaling coefficients dan wavelet coefficients dari transformasi

    forward, maka dilakukan prediksi terhadap koefisien-koefisien tersebut dan nilai data

    hasil peramalan diperoleh melalui transformasi invers koefisien-koefisien tersebut.

    Metode peramalan yang akan digunakan adalah model autoregressive (AR) untuk

    prediksi linier forward dari anggota Nnxn ...,,2,1, = dan 0=nx untuk Nnn >< ,1

    =

    =p

    kknkn xax

    1

    dimana nx adalah prediksi dari ,nx ka adalah koefisien filter prediksi, N banyak data

    dan p adalah order dari model AR.

    Algoritma prediksi yang mempergunakan DWT, langkah-langkahnya adalah :

    a. Mengambil elemen data input pNnxn += ,...,2,1, .

    b. Menghitung nilai DWT dari data input dalam interval finite dan menentukan

    scaling function coefficients dan wavelet function coefficients..

    c. Melakukan transformasi forward prediksi linier dari scaling coefficients dan

    wavelet coefficients untuk setiap level skala dengan rumus :

    =

    =p

    k

    jknk

    jk cac

    1

  • 45

    mjuntukdadp

    k

    jknk

    jk ...,,2,1,

    1==

    =

    dimana koefisien ka adalah filter prediksi yang diperoleh dari model AR.

    d. Memperoleh data yang diprediksi dengan melakukan transformasi invers

    terhadap koefisien hasil prediksi.

    2.3. Alat Bantu Rancang State Transition Diagram (STD)

    State Transition Diagram digunakan untuk menggambarkan urutan dan variasi

    layar yang muncul ketika menjalankan program. Dalam State Transition Diagram,

    digunakan dua notasi, yaitu :

    a. State, yaitu kotak persegi panjang untuk mewakili tampilan layar dari bagian

    program tertentu.

    b. Anak panah berarah untuk mewakili arus kontrol dan kejadian yang memicu

    sehingga layar menjadi aktif atau menerima fokus. Arah dari panah

    menunjukkan urutan layar yang muncul.

    Untuk menggambarkan setiap arah kontrol digunakan sebuah panah yang

    berbeda dengan labelnya masing-masing karena aksi yang berbeda memicu

    Kondisi

    Aksi

  • 46

    arus kontrol asal dan arus kontrol pada layar tujuan yang berbeda. Kondisi

    merupakan suatu event yang dapat dideteksi oleh sistem, misalnya sinyal,

    interupsi atau data. Aksi adalah hal yang dilakukan oleh sistem jika terjadi

    perubahan state.