2. tinjauan pustaka kerangka teoritis konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan...

24
10 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dan World WideFund for Nature (WWF) pada 1980. Pada 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan lingkungan hidup dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini. Menurut Brundtland (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan ekonomi. Berdasarkan konsep berkelanjutan, maka indikator pembangunan berkelanjutan tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, Djajadiningrat (2005) menyatakan bahwa dalam pembangunan berkelanjutan terdapat aspek keberlanjutan yang perlu diperhatikan yaitu; 1) Keberlanjutan ekologis, 2) Keberlanjutan ekonomi, 3) Keberlanjutan politik, 4) Keberlanjutan sosial dan budaya dan 5) Keberlanjutan pertahanan dan keamanan. Soemarwoto (1997) mengajukan tiga tolok ukur pembangunan berkelanjutan secara sederhana dapat digunakan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk menilai keberhasilan seorang kepala pemerintahan dalam proses pembangunan berkelanjutan. Ketiga tolok ukur itu meliputi; 1) Pro ekonomi kesejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk kesejahteraan semua anggota masyarakat yang dapat dicapai melalui teknologi inovatif yang berdampak minimum terhadap lingkungan; 2) Pro lingkungan berkelanjutan, maksudnya adalah etika lingkungan non antroposentris yang menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga mereka selalu mengupayakan kelestarian dan keseimbangan lingkungan, konservasi sumber daya alam vital, dan mengutamakan peningkatan kualitas hidup non material; 3) Pro keadilan sosial, maksudnya adalah keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumber daya alam dan pelayanan publik, menghargai diversitas budaya dan kesetaraan gender. Dengan paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dikonservasi dan yang diberlanjutkan adalah pembangunan itu sendiri dan bukan alam atau ekologi. Menurut Triligayanti (2010) ada beberapa kelemahan utama dari paradigma pembangunan berkelanjutan, yaitu 1) Tidak ada sebuah titik kurun waktu yang jelas dan terukur yang menjadi sasaran pembangunan berkelanjutan, hanya berupa komitmen sehingga sulit untuk diukur kapan tercapainya; 2) Asumsi paradigma pembangunan berkelanjutan didasarkan pada cara pandang yang sangat antroposentris, cara pandang yang menganggap alam sekedar sebagai alat pemenuhan kebutuhan manusia. Sehingga yang dilestarikan bukan alam yang nasibnya justru menjadi keprihatinan dan agenda internasional, melainkan memperluas kepentingan manusia untuk memperoleh kemakmuran;

Upload: lamtuyen

Post on 18-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

10

2. TINJAUAN PUSTAKA

Kerangka Teoritis

Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation Strategy

(Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment

Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural

Resources (IUCN), dan World WideFund for Nature (WWF) pada 1980. Pada 1982,

UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan lingkungan

hidup dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas

penanganan lingkungan selama ini.

Menurut Brundtland (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses

pembangunan yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan

pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk

mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran

lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan

ekonomi.

Berdasarkan konsep berkelanjutan, maka indikator pembangunan berkelanjutan

tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu,

Djajadiningrat (2005) menyatakan bahwa dalam pembangunan berkelanjutan terdapat

aspek keberlanjutan yang perlu diperhatikan yaitu; 1) Keberlanjutan ekologis, 2)

Keberlanjutan ekonomi, 3) Keberlanjutan politik, 4) Keberlanjutan sosial dan budaya dan

5) Keberlanjutan pertahanan dan keamanan. Soemarwoto (1997) mengajukan tiga tolok

ukur pembangunan berkelanjutan secara sederhana dapat digunakan baik oleh pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah untuk menilai keberhasilan seorang kepala

pemerintahan dalam proses pembangunan berkelanjutan. Ketiga tolok ukur itu meliputi;

1) Pro ekonomi kesejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk

kesejahteraan semua anggota masyarakat yang dapat dicapai melalui teknologi inovatif

yang berdampak minimum terhadap lingkungan; 2) Pro lingkungan berkelanjutan,

maksudnya adalah etika lingkungan non antroposentris yang menjadi pedoman hidup

masyarakat, sehingga mereka selalu mengupayakan kelestarian dan keseimbangan

lingkungan, konservasi sumber daya alam vital, dan mengutamakan peningkatan kualitas

hidup non material; 3) Pro keadilan sosial, maksudnya adalah keadilan dan kesetaraan

akses terhadap sumber daya alam dan pelayanan publik, menghargai diversitas budaya

dan kesetaraan gender.

Dengan paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dikonservasi dan yang

diberlanjutkan adalah pembangunan itu sendiri dan bukan alam atau ekologi. Menurut

Triligayanti (2010) ada beberapa kelemahan utama dari paradigma pembangunan

berkelanjutan, yaitu

1) Tidak ada sebuah titik kurun waktu yang jelas dan terukur yang menjadi sasaran

pembangunan berkelanjutan, hanya berupa komitmen sehingga sulit untuk diukur

kapan tercapainya;

2) Asumsi paradigma pembangunan berkelanjutan didasarkan pada cara pandang yang

sangat antroposentris, cara pandang yang menganggap alam sekedar sebagai alat

pemenuhan kebutuhan manusia. Sehingga yang dilestarikan bukan alam yang nasibnya

justru menjadi keprihatinan dan agenda internasional, melainkan memperluas

kepentingan manusia untuk memperoleh kemakmuran;

Page 2: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

11

3) Asumsi yang ada dibalik paradigma ini adalah manusia bisa menentukan daya dukung

ekosistem lokal dan regional. Padahal alam mempunyai kekayaan dan kompleksitas

yang rumit jauh melampui kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia;

4) Paradigma pembangunan berkelanjutan bertumpu pada ideologi materialisme yang

tidak diuji secara kritis tetapi diterima begitu saja sebagai benar. Konsekuensinya,

semua aspek kehidupan yang lain ditempatkan dibawah imperative ekonomi. Dengan

demikian, bisa ditebak bahwa aspek-aspek lain, termasuk sosial-budaya dan

lingkungan hidup, dikorbankan demi imperative ekonomi.

Pertemuan terakhir pada tingkat global yang berkaitan dengan pembangunan

berkelanjutan adalah KTT Bumi Rio +20 tahun 2012 dimana telah menghasilkan gagasan

ekonomi hijau (green economy) sebagai strategi baru pembangunan berkelanjutan

(Wanggay, 2012). Gagasan ini bertolak dari kondisi pembangunan yang menyumbang

pada dampak eksternalitas dan kerusakan lingkungan yang besar sehingga menggradasi

bumi beserta kehidupannya. Hal ini terjadi pada negara-negara berkembang yang

pembangunannya bertumpu pada pertumbuhan tanpa memperhitungkan dampak ekologis.

Oleh karena itu, gagasan pada KTT Rio+20 yang mengusung paradigma ekonomi hijau

sebagai evolusi pembangunan berkelanjutan. Pada pertemuan tersebut dihasilkan pula

target pencapaian pembangunan yang ramah lingkungan di dalam dokumen“ The Future

We Want” yang mengintroduksi Sustainable Development Goals didalamnya, termasuk

pula target terhadap masalah sosial dan ekonomi (United Nation, 2013). Target-target

yang telah ditetapkan oleh masing-masing negara tersebut harus dapat dicapai dengan

baik, sehingga selanjutnya yang lebih penting adalah pada tataran implementasi.

Diperlukan berbagai strategi-strategi implementasi melalui berbagai model-model

pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan sepertihalnya model eko-efisiensi; eko-

industri; dan eco-city.

Berbagai pendekatan dalam konsep pembangunan berkelanjutan mengalami berbagai

pro dan kontra. Pendekatan teori pembangunan berkelanjutan yang sering di samakan

dengan modernisasi ekologi merupakan teori sosial (Buttel, 2000) pertama kali

dipublikasikan dalam laporan utama yang telah disampaikan oleh World Commision on

Environment, Growth and Development (WCED). Dalam prespektif modernisasi ekologi

terdapat lima tema meliputi; 1. Peran iptek dalam perbaikan lingkungan; 2. Pentingnya

pertumbuhan dan pengaruh ekonomi, dinamika pasar dan institusi dalam perbaikan

lingkungan; 3. Perubahan posisi peran dan kinerja negara; 4. Modifikasi ekologi kata

kuncinya adalah masalah lingkungan dapat diatasi melalui inovasi iptek tanpa

meninggalkan modernisasi. Selain teori modernisasi ekologi, berkembang pula teori-teori

yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam yang melihat dari aspek politik

yang berkaitan dengan relasi kekuasaan yang berlangsung dalam pelaksanaan

pembangunan yang lebih dikenal sebagai kajian ekologi politik.

Forsyth (2003) dalam bukunya Critical Political Ecology; The Politics of

Environmental Science menjelaskan bahwa kajian ekologi politik merupakan kelanjutan

dari kajian cultural ecology yang berfokus pada pengelolaan lahan yang dikondisikan

secara budaya dan lokal, sementara ekologi politik lebih memfokuskan kepada aspek

politik atas terjadinya kerusakan sumber daya alam. Terjadinya konflik kepentingan

antara para pihak yang berkepentingan dengan sumber daya alam, masyarakat pada

tingkat lokal, negara dan pihak lain yang berkepentingan, sehingga menimbulkan

ketidakadilan sosial dalam proses pembangunan (Forsyth ,2003). Bryant et al. (1997)

menekankan pada pendekatan aktor dimana asumsi yang mendasari pendekatan aktor

adalah; 1. Biaya dan manfaat yang dinikmati aktor tidak merata; 2. Distribusi biaya

manfaat mendorong ketimpangan dan 3. Dampak sosial ekonomi memiliki implikasi

politik. Disisi lain Forsyth (2003) menawarkan pendekatan kritis dalam mendiskripsikan

Page 3: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

12

fenomena ekologi politik yang meliputi; 1. Dominasi terhadap alam terkait dengan

kapitalisme menyebabkan degradasi lingkungan; 2. Pendekatan baru bersifat post

strukturalist pengaruh sejarah dan budaya terhadap evolusi konsep perubahan degradasi

lingkungan sebagai kekuatan linguistik dan politik; 3. Mengkritik konsep balance of

nature; equilibrium ecology.

Pandangan serta perkembangan ilmu yang berkaitan dengan sumber daya alam dan

lingkungan menjadi semakin komplek dan akan terus berlanjut seiring dengan terjadinya

perubahan lingkungan yang disertai pula dengan kerusakan lingkungan. Paling tidak

apabila pembangunan akan diarahkan kepada ekonomi ekologi maka 3 (tiga) alternatif

pendekatan yang dapat dipilih meliputi; 1. Pendekatan degrowth dengan mengurangi

skala ekonomi (economy downsizing) dengan mengurangi produksi dan konsumsi supaya

mencapai keadilan sosial, keberlanjutan ekologi dan kesejahteraan. 2. Pendekatan post-

growth society merupakan pendekatan yang menolak pertumbuhan ekonomi. Caranya

dengan memperbaiki kualitas hidup dan stabilitasi daya dukung ekologi dalam jangka

panjang ditengah keterbatasan ekologi dan 3. Solidaritas ekonomi dimana pendekatan ini

menekankan kepada ekonomi alternatif yang bersifat lokalitas yang memposisikan rakyat

menjalankannya kekuatan sendiri serta didukung dengan sistem demokrasi deliberative

yang menomorsatukan kedaulatan rakyat dan berorientasi kepada kebutuhan rakyat

(Karim M, 2014).

Dari pendekatan di atas, pembangunan berkelanjutan maupun keberlanjutan

ekologi adalah dua alternatif yang bisa dipilih untuk diterapkan oleh masing-masing

negara, termasuk Indonesia. Kedua alternatif itu mempunyai sasaran sama yaitu integrasi

ketiga aspek, yaitu aspek pembangunan ekonomi, aspek pelestarian sosial budaya dan

aspek lingkungan hidup. Bedanya, paradigma pembangunan berkelanjutan memusatkan

perhatian secara proporsional pada kedua aspek lain, sementara paradigma berkelanjutan

ekologi mengutamakan pelestarian ekologi dengan tetap menjamin kualitas kehidupan

ekonomi dan sosial budaya bagi masyarakat setempat (Triligayanti, 2010).

Dalam arti itu, sejauh ketiga aspek itu bisa diintegrasikan dengan baik, paradigma

pembangunan berkelanjutan atau paradigma keberlanjutan ekologi harus konsekuen

dilaksanakan sesuai dengan komitmen untuk menjamin ketiga aspek tersebut secara

proporsional. Memang, untuk menghindari jebakan ideologi developmentalisme,

paradigma keberlanjutan ekologi tentu lebih menarik. Sejauh paradigma ini bisa

diterapkan secara konsekuen dan dengan kesabaran tinggi, hasilnya akan lebih

berkelanjutan. Dalam paradigma keberlanjutan ekologi, dilakukan dengan melestarikan

ekologi dan sosial budaya masyarakat demi menjamin kualitas kehidupan masyarakat

yang lebih baik. Dengan paradigma ini, rakyat sendiri yang mengembangkan kemampuan

ekonominya sesuai dengan kondisi yang dihadapi, khususnya kondisi lingkungan dan

sosial budaya. Dalam rangka itu, akan lebih terdorong untuk menjaga lingkungan karena

sadar bahwa kehidupan ekonomi sangat tergantung dari sejauhmana mereka menjaga

lingkungan.

Konsep Pengembangan Wilayah

Kajian pengembangan wilayah perkotaan di Indonesia selama ini selalu didekati

dari aspek sektoral dan aspek spasial. Pada kajian aspek sektoral lebih menyatakan

ukuran dari aktifitas masyarakat suatu wilayah perkotaan dalam mengelola sumberdaya

alam yang dimilikinya. Pada kajian aspek spasial (keruangan) lebih menunjukkan arah

dari kegiatan sektoral atau dimana letak lokasi serta dimana sebaiknya letak lokasi

kegiatan sektoral tersebut.

Page 4: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

13

Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

mendefinisikan wilayah sebagai suatu ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek

administratif dan atau aspek fungsional. Isard (1975) menambahkan bahwa wilayah

merupakan suatu area yang memiliki arti karena masalah-masalah yang ada didalamnya

sedemikian rupa, bukan hanya sekedar area dengan batas tertentu akan tetapi menyangkut

permasalahan ekonomi dan sosial. Pendekatan yang mengacu pada aspek sektoral dan

spasial tersebut mendorong lahirnya konsep pengembangan wilayah perkotaan yang harus

mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ruang, sesuai daya dukung, mampu memberi

kesempatan kepada sektor untuk berkembang tanpa konflik dan mampu meningkatkan

kesejahteraan secara merata. Konsep tersebut digolongkan dalam konsep pengembangan

wilayah perkotaan yang didasarkan pada penataan ruang.

Ada tiga kelompok konsep pengembangan wilayah yaitu konsep pusat

pertumbuhan, konsep integrasi fungsional dan konsep pendekatan desentralisasi (Alkadri

et al.l, 1999). Konsep pusat pertumbuhan menekankan pada perlunya melakukan

investasi secara besar-besaran pada suatu pusat pertumbuhan atau wilayah/kota yang telah

mempunyai infrastruktur yang baik. Pengembangan wilayah di sekitar pusat pertumbuhan

diharapkan melalui proses tetesan ke bawah (trickle down effect). Penerapan konsep ini di

Indonesia telah melahirkan adanya 111 kawasan andalan dalam Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional. Konsep integrasi fungsional mengutamakan adanya integrasi yang

diciptakan secara sengaja diantara berbagai pusat pertumbuhan karena adanya fungsi

yang komplementer. Konsep ini menempatkan suatu kota atau wilayah mempunyai

hirarki sebagai pusat pelayanan relatif terhadap kota atau wilayah yang lain. Pada konsep

desentralisasi ditujukan agar mencegah tidak terjadinya aliran keluar dari sumberdana dan

sumberdaya manusia.

Rencana tata ruang kota yang baik nampaknya juga belum cukup untuk

mewujudkan keberlanjutan. Dalam upaya implementasinya rencana tata ruang harus

disertai dengan perangkat peraturan, diantaranya adalah peraturan zonasi (zoning code),

yang mengatur secara tegas kegiatan apa yang boleh, apa yang bersyarat dan apa yang

dilarang pada setiap jenis zona sesuai peruntukannya. Pelanggaran terhadap peraturan

pemanfaatan tersebut akan diancam dengan sanksi. Sehingga benar apabila dikatakan:

better regulation without planning, than planning without regulation. Tanpa peraturan

semacam ini, rencana tata ruang hanya akan menjadi macan kertas.

Konsep Kawasan

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mendefinisikan

kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. Berdasarkan

kegitan utamanya kawasan dibagi menjadi kawasan perdesaan, agropolitan, perkotaan,

metropolitan dan kawasan megapolitan. Adapun kawasan strategis nasional adalah

wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat

penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,

ekonomi, sosial, budaya atau lingkungan atau wilayah yang telah ditetapkan sebagai

warisan dunia.

Menurut Kustiwan (2006) kawasan adalah ruang yang merupakan kesatuan

geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan

berdasarkan aspek funsional serta memiliki ciri tertentu/spesifik/khusus. Badan

Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) memberikan definisi mengenai

kawasan sebagai berikut: kawasan adalah wilayah yang berbasis pada keberagaman fisik

dan ekonomi tetapi memiliki hubungan erat dan saling mendukung satu sama lain secara

fungsional dan mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan

Page 5: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

14

kesejahteraaan rakyat. Dalam kaitan ini, kawasan didefinisikan sebagai kawasan yang

mempunyai fungsi tertentu, dimana kegiatan ekonominya, sektor dan produk

unggulannya mempunyai potensi mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya.

Dari berbagai kawasan Mizany et al. (2008) mendefinisikan special district atau

yang dapat disetarakan dengan kawasan khusus sebagai any agency of the state for the

local of governmental or proprietary functions within limited boundaries. Kawasan

khusus merupakan pemerintahan lokal yang terpisah yang menyelenggarakan pelayanan

publik pada daerah tertentu. Dawud (2003) mendefinisikan mengenai kawasan khusus

(special district) sebagai konsep kawasan khusus dalam kajian ini mengacu kepada situasi

dan kondisi daerah yang memiliki kekhasan yang potensial dan dominan bagi

pengembangan daerahnya (wilayahnya) dalam satu daerah kabupaten/kota. Selanjutnya

Badan Perencanaan PembangunanNasional (2004) mendifinisikan kawasan sebagai

berikut: konsep kawasan adalah wilayah yang berbasis pada keberagaman fisik dan

ekonomi tetapi memiliki hubungan yang erat dan mendukung satu sama lain secara

fungsional dan mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan

kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini kawasan didefinisikan sebagai kawasan yang

memiliki fungsi tertentu, dimana sektor dan produk unggulannya memiliki potensi

mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitar.

Sejalan dengan konsep di atas, salah satu strategi dalam mendorong investasi dan

meningkatkan daya saing Indonesia maka dibentuk kawasan ekonomi antara Kawasan

Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET),

Kawasan Berikat (KB), Kawasan Industri (KI) dan Kawasan Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan Bebas (KPBPB). Kawasan-kawasan yang telah dibentuk di atas belum secara

optimal meningkatkan perekonomian nasional karena masih terdapat kendala baik dalam

bentuk kelembagaan, konsistensi peraturan yang menunjang serta infrastruktur yang

belum memadai. Kedepan apabila pembangunan nasional bertumpu pada kekuatan

inovasi, maka perlu adanya kebijakan yang memperkuat kawasan PUSPIPTEK sebagai

sebuah kawasan yang memiliki fungsi strategis terhadap perekonomian nasional.

Eko-Inovasi

Penggunaan yang paling umum dari istilah "eko-inovasi" pada dasarnya mengacu

pada produk yang inovatif dan proses yang mengurangi dampak lingkungan. Istilah

tersebut sering digunakan bersama dengan “eko-efisiensi” dan “Eco-design”. Eko-

inovasi mengacu pada semua bentuk inovasi-teknologi dan non-teknologi, produk dan

layanan baru dan praktek bisnis baru yang menciptakan untuk penciptaan dan

pengembangan peluang bisnis baru dan manfaat lingkungan dengan mencegah atau

mengurangi dampaknya terhadap lingkungan, atau dengan mengoptimalkan penggunaan

sumber daya alam. Eko-inovasi berkaitan erat dengan pengembangan dan penggunaan

teknologi lingkungan dan juga untuk konsep eko-efisiensi dan eko-industri. Tujuan umum

dari eko-inovasi adalah untuk memberikan kontribusi terhadap produksi dan

berkelanjutan.

Konsep eko-inovasi merupakan konsep baru. Komisi Eropa dalam mengukur

ekonomi inovasi menggunakan definisi eko-inovasi sebagai "produksi, asimilasi atau

eksploitasi produk, proses produksi, layanan atau manajemen atau metode bisnis yang

baru untuk organisasi (mengembangkan atau mengadopsi itu) dan yang menghasilkan,

sepanjang siklus hidupnya, pengurangan risiko lingkungan, polusi dan lainnya dampak

negatif penggunaan sumber daya (termasuk penggunaan energi) dibandingkan dengan

alternatif yang relevan".

Page 6: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

15

Eko-inovasi didefinisikan oleh OECD (2009) pada Laporan Manufaktur

Berkelanjutan dan Eko-inovasi sebagai penciptaan atau penerapan baru, atau secara

signifikan ditingkatkan, produk (barang dan jasa), proses, metode pemasaran, struktur

organisasi dan kelembagaan pengaturan yangdengan atau tanpa maksud menyebabkan

terjadinya perbaikan lingkungan dibandingkan dengan alternatif yang relevan. Kedua,

definisi yang sejalan dengan definisi Oslo Manual (2011) inovasi, meliputi implementasi

teknologi baru yang dikembangkan oleh perusahaan atau lembaga yang berbeda.

Menurut Oslo Manual (2011), perusahaan dapat berinovasi (eko-inovasi) dengan membeli

teknologi produksi bersih dari pemasok dan menerapkan teknologi ke lini produksi. Oslo

Manual menjadi penting karena digunakan sebagai pedoman untuk survei inovasi resmi

dihampir semua negara-negara anggota OECD.

Andersen (2005) mengklasifikasikan eko-inovasi kedalam lima kategori yakni:

1) Add-on innovations (pollution-and resource handling technologies and services)

adalah industri apabila menerapkan teknologi atau memberikan service yang

meningkatkan kepedulian lingkungan dari pelanggan seperti peralatan pembersih,

peralatan yang dapat mengontrol emisi sehingga sering di sebut sebagai industri

berbasis lingkungan;

2) Integrated innovation (cleaner technology processes and products) adalah industri

yang melakukan aktivitasnya dengan mengintegrasikan pemanfaatan teknologi bersih

dalam memproduksi serta menghasilkan barang yang memberikan dampak pada

performance perusahaan serta produk yang berorientasi lingkungan;

3) Eco-efficient technological system innovation (new technological) adalah yang

berkaitan dengan pengembangan teknologi ramah lingkungan yang meliputi

pengembangan teori, kapabilitas serta implementasi yang akan merubah secara

signifikan dalam sistem produksi maupun konsumsi;

4) Eco-organizational system innovation (new organizational structure) adalah

klasifikasi eko-inovasi yang berkaitan dengan pengembangan organisasi masyarakat

secara luas yang dilakukan secara sistemik. Struktur organisasi baru ini akan

menciptakan fungsi baru terhadap hubungan antara sistem industri, keluarga dan

lingkungan kerja dan tatanan baru bagi pengembangan organisasi kota dengan tehnis

infra struktur (ekologi urban). Oleh karena itu diperlukan adanya perubahan

organisasi maupun kelembagaan;

5) General purpose eco-efficient innovations, adalah teknologi yang berfungsi umum

yang dapat memberikan dampak luas terhadap pertumbuhan ekonomi serta proses

inovasi yang dapat membawa effek pada implementasi eko-inovasi seperti halnya

ICT, Bioteknologi, Nano teknologi ( Andersen,2006) .

Berdasarkan klasifikasi di atas, konsep eko-inovasi adalah lebih inklusif daripada

definisi teknologi lingkungan sebelumnya yang biasanya memiliki orientasi teknis.

Konsep teknologi bersih juga memiliki orientasi pasar dan konsep yang sangat dekat

dengan konsep eko-inovasi, konsep eko-inovasi memiliki keuntungan yang meliputi

seluruh inovasi proses dari generasi ide untuk penciptaan nilai di pasar. Ini juga

mengandung arti bahwa konsep tersebut dapat dihubungkan dengan lebih luas "konsumsi

berkelanjutan dan produksi (Andersen, 2008). Dalam rangka memperkuat konsep eko-

inovasi, Jones et al.(2001) melakukan penelitian yang berkaitan aspek proses

pengembangan eko-inovation dan menghasilkan dua kebaruan yang meliputi form proses

standar desin dan diagram pohon produk idea. Penelitian ini memberikan kontribusi

pemahaman terhadap konsep eko-inovasi yang memiliki kompleksitas yang tinggi, baik

dalam tataran teori maupun implementasi.

Page 7: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

16

Eko-inovasi dalam pengembangannya dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu

inovasi lingkungan dan inovasi non-lingkungan. Inovasi lingkungan berkelanjutan

merupakan faktor penting. Oleh karena itu eko-inovasi dapat diklasifikasikan menjadi

teknologi eko-inovasi, eko-inovasi organisasi, eko-inovasi kawasan bisnis dan inovasi

sosial. Esders (2008) menyatakan bahwa yang lebih penting berkaitan dengan gaya hidup

yang berwawasan lingkungan, diantara kebiasaan konsumsi, menerima aturan yang

berkaitan dengan penggunaan energi baru dan terbarukan, merupakan contoh dari sosial

eko-inovasi.

Sarkar (2013) menyatakan bahwa ada berbagai faktor penentu eko-inovasi yang

menyediakan baik potensi keterbatasan maupun untuk pertumbuhan hijau. Keberhasilan

pengembanganeko-industri masa depan sangat ditentukan oleh kesinambungan

pengembangan eko-teknologi. Oleh karena itu, pengembangan eko–teknologi akan terus

bergantung antara lain pada dukungan dana untuk kegiatan penelitian dan pengembangan

dan prioritas yang direncanakan akan diberikan oleh eko-industri di masa depan. Era-

NET ECO-INNOVERA (2012) dalam melakukan penelitian terhadap kawasan eko-

inovasi, menggunakan kriteria eko-inovasi yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Upaya-upaya khusus harus diarahkan untuk meniru model berkelanjutan bagi

keberhasilan kawasan eko-industri atas dasar kondisi ekologi yang beragam. Hal ini

penting dalam rangka membantu membalikkan degradasi ekologis yang disebabkan oleh

perubahan iklim global. Upaya tersebut harus dilakukan secara bersama-sama dengan

mitigasi dan inisiatif program adaptasi dengan dukungan aktif kelembagaan dan

mekanisme pendanaan hijau.

Pengukuran kinerja eko-efisiensi pada kedua proyek eko-industri dan eko-produk

akan menjadi pendorong utama untuk memastikan keberhasilan dan kegagalan proyek

eko-industri. Setelah eko-proyek menetapkan kinerja tinggi dan peringkat keberlanjutan

didasarkan pada indikator kinerja yang terukur lingkup perluasan proyek, yang harus

direncanakan dengan analisis ekonomi untuk memastikan kelangsungan hidup jangka

panjang. Kolaborasi antar-organisasi dan berbagi informasi penelitian dan pengembangan

teknologi, akan memberikan dampak untuk menambah nilai inisiatif baru dalam bisnis

eco-industri di masa depan.

Page 8: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

17

Tabel 1 Kriteria dan variabel dalam pengembangan eko-inovasi

Kriteria Eko-inovasi Variabel Efisiensi energi

Optimasi atau pengurangan penggunaan energi,

termasuk energi dibutuhkan untuk bangunan dan

infrastruktur lainnya serta produksi.

Sumber energi terbarukan

Penggunaan dan atau penukaran produksi energi

terbarukan diantaranya penggunaan energi surya,

energi angin, tenaga air, menggabungkan panas dan

tenaga (CHP) generasi atas limbah, energi panas

bumi, pasang surut atau dihasilkan energi

gelombang, pemanfaatan biofuel.

Pengelolaan limbah

Koleksi tempat, transportasi, penukaran / pengolahan

eksternal (Daur ulang) atau pembuangan limbah.

Pengelolaan air

Pengolahan air limbah pengurangan / optimalisasi

penggunaan air untuk infrastruktur dan produksi,

penggunaan kembali air untuk penghematan

penggunaan air.

Material / bahan kimia aliran Sinergi, pertukaran materi (bahan kimia, limbah, dll)

antara perusahaan, antar-perusahaan kolaborasi.

Skema input output secara teoritis didefinisikan oleh

industri simbiosis.

Keanekaragaman Konservasi keanekaragaman hayati atau revitalisasi

alam di industri / perkotaan dan wilayah sekitarnya.

Mobilitas, transportasi

Transportasi yang layak Efisien barang atau orang

yang dengan rendah dampak lingkungan (misalnya

kendaraan listrik, plug-in hibrida).

Pemanfaatan Lahan

Optimasi / pengurangan penggunaan lahan untuk

industri / perkotaan infrastruktur, revitalisasi lahan

terlantar (Zona industri / perkotaan).

Pencegahan polusi udara

Pengurangan emisi polutan melalui cleaner proses

produksi atau teknologi akhir-of-pipe.

Pencegahan Kebisingan

Pengurangan emisi suara melalui produksi bersih

proses atau teknologi pengelolaan akhir.

Pengelolaan Lingkungan

Sertifikasi dan label dengan standar lingkungan di

skala kawasan seperti ISO 14000.

Budaya, sosial, kesehatan,

keselamatan

Aspek budaya meliputi pelestarian keragaman

budaya dan kekhususan lokal, aspek sosial :

kesetaraan gender, perawatan anak, untuk

kesehatan: aman dan bersih alami dan bekerja

lingkungan di kawasan industri / perkotaan dan

menyenangkan.

Sumber : Era-NET ECO-INNOVERA (2012)

Kebijakan Publik

Menurut beberapa literatur kebijakan publik dalam kepustakaan Internasional

disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang

harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi

sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan

didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi (Nugraha.

2004; 1-7).

Page 9: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

18

Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan

publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya

sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu

yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur, maka formulasi isu

tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh

para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu

kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan

Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah, maka kebijakan publik

tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.

Pakar kebijakan publik mendefinisikan kebijakan publik segala sesuatu yang

dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus

dilakukan dan apa manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang

holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan

berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan. Walaupun

demikian tetap saja ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, pemerintah harus

bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Dye 1992; 2-4).

Dalam rangka memahami kedudukan dan peran yang strategis dari pemerintah

sebagai aktor publik terkait dengan kebijakan publik, maka diperlukan pemahaman

bahwa untuk mengaktualisasikannya diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi pada

kepentingan rakyat. Aminullah dalam Muhammadi 2001: 371 – 372, seorang pakar

mengatakan bahwa kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi

sistem pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud bersifat strategis

yaitu berjangka panjang dan menyeluruh. Namun demikian kata kebijakan yang berasal

dari policy, dianggap sebagai konsep yang relatif (Hill 1993): The concept of policy has a

particular status in the rational model as the relatively durable element against which

other premises and actions are supposed to be tested for consistency.

Menurut Kybernology yang dimaksud dengan kebijakan adalah sistem nilai

kebijakan dan kebijaksanaan yang lahir dari kearifan aktor atau lembaga yang

bersangkutan. Selanjutnya kebijakan setelah melalui analisis yang mendalam dirumuskan

dengan tepat menjadi suatu produk kebijakan. Dalam merumuskan kebijakan Dye (1992)

merumuskan model kebijakan menjadi: model kelembagaan, model elit, model kelompok,

model rasional, model inkremental, model teori permainan, model pilihan publik, dan

model sistem. Selanjutnya tercatat tiga model yang diusulkan Dye (1992) yaitu: model

pengamatan terpadu, model demokratis, dan model strategis. Terkait dengan organisasi,

kebijakan menurut Terry (1964) dalam bukunya Principles of Management, adalah suatu

pedoman yang menyeluruh, baik tulisan maupun lisan yang memberikan suatu batas

umum dan arah sasaran tindakan yang akan dilakukan pemimpin. Namun demikian

berdasarkan perspektif sejarah, maka aktivitas kebijakan dalam tataran ilmiah yang

disebut analisis kebijakan, berupaya mensinkronkan antara pengetahuan dan tindakan

(Dunn 2003: 89). Analisis kebijakan (policy analysis) dalam arti historis yang paling luas

merupakan suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah sosial dimulai pada satu

tonggak sejarah ketika pengetahuan secara sadar digali untuk dimungkinkan

dilakukannya pengujian secara eksplisit dan reflektif kemungkinan menghubungkan

pengetahuan dan tindakan.

Setelah memaparkan makna kebijakan, maka secara sederhana kebijakan publik

digambarkan oleh Jenkins (1978) didalam buku The Policy Process bahwa kebijakan

publik adalah suatu keputusan berdasarkan hubungan kegiatan yang dilakukan oleh aktor

politik guna menentukan tujuan dan mendapat hasil berdasarkan pertimbangan situasi

tertentu. Selanjutnya Jenkins (1978) mendefinisikan kebijakan publik sebagai berikut: A

set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors concerning the

Page 10: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

19

selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where

these decisions should, in principle, be within the power of these actors to achieve.

Terkait hal tersebut maka kebijakan publik sangat berkaitan dengan administrasi

negara ketika public actor mengkoordinasi seluruh kegiatan berkaitan dengan tugas

dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat melalui berbagai kebijakan

publik/umum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan negara.

Teori Kelembagaan

Teori kelembagaan (institusionalisme) merupakan sebuah teori yang berangkat dari

konsep-konsep dalam sosiologi yang menjelaskan bagaimana dinamika yang terjadi di

dalam sebuah organisasi yang terdiri dari sekumpulan manusia. Sebuah studi tentang

sistem sosial yang membatasi penggunaan dan pertukaran sumber daya langka, serta

upaya untuk menjelaskan munculnya berbagai bentuk peraturan institusional yang

masing-masing mengandung konsekwensi.

Teori institusional telah berkembang dalam berbagai disiplin ilmu bahkan bersifat

multi disiplin. Diantara kelompok disiplin ilmu yang memberikan kontribusi terhadap

perkembangan teori institusional adalah ilmu ekonomi, ilmu politik dan sosiologi (Scott,

2001).

Dalam kajian sosiologis, pengertian institusi mencakup aspek yang luas. Luasnya

cakupan tersebut dapat dilihat dari definisi sebagaimana yang dikemukakan Scott (2001)

yang meliputi; 1) institusi adalah struktur sosial yang memiliki tingkat ketahanan yang

tinggi; 2) institusi terdiri dari kultur kognetif, normatif dan elemen regulatif yang

berhubungan dengan sumber daya, memberikan stabilitas dan makna kehidupan sosial

beroperasi; 3) institusi pada tingkat yurisdiksi dari sistem dunia sampai ke hubungan

interpersonal; 4) institusi memiliki kestabilan, akan tetapi dapat berubah sesuai proses

baik berkembang ke arah positif maupun negatif.

Scott (2001) mengembangkan tiga pilar dalam tatanan sebuah kelembagaan, yaitu

regulatif, normatif dan kognitif. Pilar regulatif menekankan kepada aturan dan penerapan

sanksi, pilar normatif mengandung dimensi evaluatif dan kewajiban. Pilar kognitif

melibatkan konsepsi bersama dan frame yang menepatkan pada pemahaman makna.

Setiap pilar tersebut memberikan alasan yang berbeda dalam hal legitimasi, baik yang

berdasarkan sanksi hukum, moral maupun dukungan budaya.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa institusi merupakan batasan

sistem sosial yang dilingkupi oleh aturan formal maupun non formal sebagai pengontrol

dan pengarah interaksi antar manusia dan aksesnya terhadap sumber daya. Dalam sebuah

kajian kebijakan publik, diperlukan sebuah teori yang dapat menjelaskan serta membatasi

bagaimana seharusnya organisasi publik berperilaku dalam hubungannya dengan

pembuatan kebijakan publik yang dapat mencapai tujuan akhir.

Teori kelembagaan telah memposisikan dirinya untuk membantu para penentu

kebijakan dalam menjawab pertanyaan penting dalam menentukan kelembagaan yang

sesuai dengan dasar-dasar kesamaan organisasi dan turunannya, hubungan antara struktur

dan perilaku, peran simbol dalam kehidupan sosial, hubungan antara gagasan dan

kepentingan, serta ketegangan antara kebebasan dan ketertiban.

Dalam konteks politik ekologi maka penataan kelembagaan baik dalam skala

makro, meso dan mikro harus dilakukan penataan secara bersama. Penataan dalam

wilayah individu dilakukan melalui pendidikan serta kapasitas kognitif individu,

sedangkan pada wilayah sistem sosial maka dilakukan penataan kelembagaan dan pada

norma serta aturan-aturan yang berlaku (Dharmawan, 2007).

Page 11: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

20

Sistem Utilitas Kawasan

Dalam pembangunan kawasan atau revitalisasi kawasan yang memiliki konsep eko

(green techno park), maka semua aspek di atas harus diselaraskan dengan kriteria dalam

penentuan apakah suatu kawasan tersebut termasuk dalam kategori green atau tidak.

Sederet prasyarat dalam pengembangan kawasan sudah disiapkan oleh Green Building

Council Indonesia (GBCI) dalam rangka penilaian tersebut. Pencapaian penilaian green

atau tidaknya suatu kawasan disebut dengan peringkat. Peringkat ini merupakan

akumulasi nilai yang diperoleh suatu kawasan terhadap penilaian kriteria yang sudah

ditetapkan berdasarkan 6 enam kategori. Adapun kenam kategori yang diterjemahkan ke

dalam kriteria yang memiliki bobot dan nilai yang telah ditetapkan. Penilaian terhadap

suatu kawasan bahwa kawasan tersebut memiliki predikat hijau maka utilitas dalam suatu

kawasan harus memiliki kategori serta kriteria-kriteria sebagaimana Tabel 2 berikut:

Tabel 2 Kriteria penilaian green building di Indonesia

No Kategori Kriteria

1 Peningkatan Ekologi Lahan Area dasar hijau

Area hijau publik

Pelestarian habitat

Revitalisasi lahan

Iklim mikro

Pangan lokal

2 Pergerakan dan Konektivitas Kajian dampak lalu lintas

Konektivitas jaringan jalan

Utilitas dan fasilitas umum

Aksesibilitas universal

Transportasi umum

Jaringan dan fasilitas pedistrian

Jaringan dan tempat penyimpanan sepeda

Parkir lokal

3 Manajemen dan Konservasi

Air Perhitungan neraca air

Pengolahan air limbah

Sumber air alternatif

Manajemen limpasan air hujan

Pelestarian badan air dan lahan basah

4 Manajemen Siklus Material Manajemen limbahpadat-tahap oprasional

Manajemen limbah padat tingkat lanjut

Manajemen limbah konstruksi

Material regional untuk infrastruktur jalan

Material daur ulang untuk infrastruktur jalan

5 Strategi Kesejahteraan

Masyarakat Panduan lokal

Keterlibatan GA/GP

Pengembangan Bisnis

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan

Pengembangan masyarakat

Kebudayaan lokal

Keamanan lingkungan

Inovasi

Page 12: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

21

6

Bangunan dan Infra Struktur

Bangunan hijau Greenship

Hunian berimbang

Kawasan campuran

Efisiensi energi sistem pencahayaan

Sumber : Indonesia Green Building Council, 2013.

Upaya-upaya dalam bentuk kebijakan maupun program telah dan terus dilakukan oleh

pemerintah sebagai respon terhadap komitmen Indonesia untuk mewujudkan

pembangunan berkelanjutan. Melalui Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 2011 tentang

Penghematan Energi dan Air setiap instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan

Usaha Milik Negara maupun Badan Usaha Milik Daerah diintruksikan untuk melakukan

langkah-langkah strategis dalam melakukan penghematan energi dan air dengan tetap

memperhatikan kebutuhan energi dan air. Adapun target yang ditetapkan adalah

penghematan energi sebesar 20 persen serta 10 persen penghematan air dihitung dari rata-

rata penggunaan listrik dalam waktu enam bulan sebelum dikeluarkan instruksi. Oleh

karena itu, sebagai implementasi instruksi presiden, konsep eko-inovasi yang

mengimplementasikan pengelolaan ekologis merupakan upaya strategis.

Pengelolaan Energi

1) Sistem refrigerasi dasar

Sistem refrigerasi merupakan hal yang tidak asing lagi bagi orang-orang yang

bergerak dalam bidang fisika teknik. Fluida yang mengalir dalam siklus ini biasa disebut

refrigeran. Refrigeran adalah fluida kerja yang bersirkulasi dalam siklus refrigerasi.

Refrigeran merupakan komponen terpenting siklus refrigerasi karena menimbulkan efek

pendinginan dan pemanasan pada mesin refrigerasi. Refrigeran menyerap panas dari satu

lokasi dan membuangnya ke lokasi yang lain, biasanya melalui mekanisme evaporasi dan

kondensasi. Refrigerasi pada AC konsep dasarnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Sistem refrigerasi dasar pada AC( diadopsi dari machine-history.com)

Page 13: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

22

Mula-mula kondenser menyebabkan fasa berubah dari gas menjadi cair jenuh akibat

adanya pelepasan kalor ke lingkungan. Refrigeran masuk ke expansion valve, dan

mengalami drop tekanan, fasanya berubah menjadi campuran cair dan gas. Expansion

valve berfungsi untuk mengatur laju aliran. Lalu refrigeran masuk ke evaporator dan

mengalami perubahan fasa dari campuran menjadi uap jenuh. Pada evaporator, terjadi

perpindahan kalor dari objek yang didinginkan ke evaporator. Setelah itu, refrigeran

masuk ke kompresor dan mengalami kenaikan tekanan, kemudian masuk ke kondenser

dan siklus berulang. Pada penggunaan AC, umumnya input energi untuk siklus ini berupa

energi listrik yang digunakan untuk menggerakkan kompresor mekanik.

2) Sistem solar thermal cooling (refrigerasi absorpsi)

AC dengan tenaga surya menggunakan sistem solar thermal cooling, yaitu

pendinginan ruangan dengan menggunakan panas matahari. Pada dasarnya tidak ada

perbedaan yang mendasar antara refrigerator sistem solar thermal cooling yang dirubah

menjadi energi listrik seperti pada Hukum Termodinamika I dengan sistem refrigerasi

konvensional, kecuali pada bagaimana fluida dapat dinaikkan titik didihnya sehingga

dapat mengembun (kondensasi) pada kondenser. Pada sistem biasa yang menggunakan

input listrik, titik didih ini dicapai dengan menggunakan kompresi mekanik. Pada sistem

pendingin yang menggunakan energi matahari, titik didih ini dicapai dengan kompresi

thermal (Kartika, 2012, Akbar, 2014).

Penggantian kompresor pada sistem refrigerasi konvensional, digunakan tiga

komponen di dalam siklus absorpsi, yaitu absorber, pompa, dan generator. Absorber

berfungsi untuk menyerap uap refrigeran ke dalam absorben, sehingga keduanya

bercampur menjadi larutan. Fluida yang digunakan adalah air dengan LiBr (Lithium

Bromida). Air dan LiBr digunakan karena memenuhi kriteria fluida kerja (campuran

antara refrigeran dan absorben), yaitu:

1. Perbedaan titik didih antara refrigeran dan larutan pada tekanan yang sama besar.

2. Refrigeran memiliki panas penguapan yang tinggi dan konsentrasi yang tinggi di

dalam absorben, untuk menekan laju sirkulasi larutan diantara absorber dan generator

per-satuan kapasitas pendinginan.

3. Memiliki sifat-sifat transport, seperti viskositas, konduktivitas termal, dan koefisien

difusi yang baik sehingga dapat menghasilkan perpindahan panas dan massa yang

juga baik.

4. Baik refrigeran dan absorbennya bersifat non-korosif, ramah lingkungan, dan murah.

Kriteria lainnya stabil secara kimiawi, tidak beracun, tidak mudah terbakar, dan

tidak mudah meledak. Dalam sistem solar thermal cooling, air berfungsi sebagai

refrigeran, sedangkan LiBr sebagai absorben. Pada sistem ini, fluida bersuhu dan

bertekanan rendah memasuki evaporator lalu menguap karena adanya kalor dari

lingkungan yang masuk ke evaporator. Lalu fluida berubah fasa dari cair menjadi gas.

Kemudian gas memasuki absorber yang memiliki larutan yang rendah kadar airnya.

Larutan ini menyerap refrigeran dan bertambah kadar airnya. Karena reaksi di dalam

absorber adalah eksoterm (mengeluarkan panas), maka perlu dilakukan proses

pembuangan panas dari absorber. Tanpa dilakukannya proses pembuangan panas, maka

kelarutan uap refrigeran ke dalam absorben akan rendah. Selanjutnya larutan dipompa ke

generator. Daya pompa yang diperlukan sangat kecil, sehingga dalam perhitungan COP

siklus absorpsi, daya ini biasanya diabaikan. Di generator, kalor disuplai dengan energi

panas matahari, sehingga refrigeran (titik didih lebih rendah) menguap dan absorber (titik

didih lebih rendah) dialirkan ke absorber. Uap dengan tekanan tinggi masuk ke kondenser

lalu mengalami perubahan fasa menjadi cair, sehingga kalor dilepas ke lingkungan.

Page 14: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

23

Cairan masuk ke expansion valve lalu mengalami drop tekanan, kemudian, masuk ke

evaporator sehingga siklus terus berulang.

Pada proses ini, input energi panas matahari pada generator menggantikan input

energi listrik pada kompresor. Penyerapan panas terjadi pada evaporator, sama dengan

sistem konvensional dan pembuangan panas terjadi pada absorber dan kondenser. Dengan

menggunakan sistem ini, energi listrik yang mahal dapat digantikan oleh panas matahari

menggunakan proses kompresi. Jika panas matahari sedang tidak mencukupi dapat di-

backup juga dengan pemanas gas. Menurut Eicker dan Pietruschka (2008) dalam

“Optimisation and Economics of Solar Cooling Systems” telah menghitung Biaya dengan

AC solar cell untuk setiap cooling power /KW yang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Biaya yang diperlukan setiap cooling power (Sumber: Eicker

dan Pietruschka, 2008)

Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem adalah pendekatan terpadu yang memandang suatu objek atau

masalah yang kompleks dan bersifat interdisiplin sebagai bagian dari suatu sistem.

Pendekatan sistem mencoba menggali elemen-elemen terpenting yang memiliki

kontribusi signifikan terhadap tujuan sistem. Gagasannya adalah suatu paham sinergi,

yakni jumlah bagian-bagian yang diintegrasikan lebih besar dari jumlah bagian secara

terpisah. Dengan kata lain, hasil suatu sistem secara keseluruhan dapat ditingkatkan bila

bagian-bagian komponennya dapat diintegrasikan. Gagasan lain adalah adanya hubungan

timbal balik antar bagian atau sub sistem (komunikasi), hirarki bagian-bagian sistem,

umpan balik, kontrol, batasan, dan lingkungan sistem (Simatupang 1995; Eriyatno 1999;

Buede 2009; Stair et al. 2010).

Metode sistem pada prinsipnya melalui enam tahap analisis sebelum tahap sintesa

(rekayasa), meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah,

(4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik,

(6) penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan (Eriyatno, 1999; Buede 2009).

Pendekatan sistem dicirikan oleh adanya suatu metodologi perencanaan atau pengelolaan,

bersifat multi disiplin terorganisir, adanya penggunaan model matematik, berpikir secara

kualitatif, optimasi serta dapat diaplikasikan dengan komputer. Pendekatan sistem

menggunakan abstraksi keadaan nyata ataupun penyederhanaan sistem nyata untuk

pengkajian suatu masalah .

Menurut Simatupang (1995); Eriyatno (1999) dan Hadiguna (2009) ada beberapa

alasan mengapa perlu melakukan pendekatan sistem dalam mengkaji suatu permasalahan,

yaitu: 1) memastikan bahwa pandangan yang menyeluruh telah dilakukan, 2) mencegah

analis menyajikan secara dini definisi masalah yang spesifik, 3) mencegah analis

Page 15: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

24

menerapkan secara dini model tertentu, 4) agar lingkungan masalah didefinisikan secara

luas sehingga berbagai kebutuhan yang relevan dapat dikenali.

Pada penelitian ini, pengembangan kebijakaneko-inovasimerupakan proses yang

berorientasi jangka panjang serta memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi.

Kompleksitas ini menyangkut: 1) berbagai tujuan dan kepentingan yang dapat saling

bertentangan, 2) faktor dan kriteria yang tidak seluruhnya dapat dinyatakan secara

kuantitatif-numerik, akan tetapi bersifat kualitatif dan bahkan fuzzy, dan 3) berada pada

lingkungan yang dinamis. Selain itu pengembangan kebijakan eko-inovasi juga

merupakan sistem yang memiliki banyak ketidakpastian, dengan demikian dalam

pengembangan kebijakan eko-inovasi perlu dilakukan pendekatan sistem, sehingga

diperoleh penyelesaian yang utuh dan komprehensif.

Sistem didefinisikan sebagai keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah obyek

dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Pengertian keseluruhan

adalah lebih dari sekedar penjumlahan atau susunan, yaitu terletak pada kekuatan yang

dihasilkan oleh keseluruhan itu jauh lebih besar dari suatu penjumlahan atau susunan.

Sistem adalah seperangkat elemen yang saling berinteraksi, membentuk kegiatan atau

suatu prosedur yang mencari pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan bersama dengan

mengoperasikan data dan/atau barang pada waktu rujukan tertentu untuk menghasilkan

informasi dan/atau energi dan/atau barang. Sistem merupakan totalitas himpunan

hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional

terutama demensi ruang dan waktu.

Syarat awal untuk memulai berpikir sistemik adalah adanya kesadaran untuk

mengapresiasikan dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem (systemic

approach). Kejadian apapun baik fisik maupun non fisik, dipikirkan sebagai unjuk kerja

atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi antar unsur sistem

tersebut dalam batas lingkungan tertentu. Sistem dibagi kedalam tiga bagian yaitu input,

proses dan output yang dikelilingi oleh lingkungannya yang seringkali termasuk

mekanisme umpan balik. Manusia sebagai pengambil keputusan adalah merupakan

bagian dari sistem tersebut (Turban 1993).

Menurut Eriyatno (1999) yang dimaksud dengan pendekatan sistem adalah

merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi

terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu

operasi dari sistem yang dianggap efektif. Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai

oleh dua hal yaitu:

1. Mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk

menyelesaikan masalah.

2. Dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional.

Suatu pendekatan sistem dapat bekerja secara sempurna jika mempunyai delapan

unsur yaitu: (1) metodologi untuk perencanaan dan pengelolaan, (2) suatu tim yang

multidisipliner, (3) pengorganisasian, (4) disiplin untuk bidang non kuantitatif, (5) teknik

model matematik, (6) teknik simulasi, (7) teknik optimasi, (8) aplikasi komputer.

Multidimensi adalah salah satu prinsip terpenting cara berpikir secara sistemik

(Gharajedaghi 1999). Dengan mempertimbangkan berbagai kendala Eriyatno (1999)

menyimpulkan ada tiga karakteristik dalam pendekatan sistem yaitu:

1. Kompleks, dimana interaksi antara elemen cukup rumit.

2. Dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke

masa depan.

3. Probabilistik yaitu diperlukan fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun

rekomendasi.

Page 16: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

25

Metode untuk penyelesaian persoalan yang dilakukan dengan pendekatan sitem

terdiri dari beberapa tahap. Tahapan tersebut meliputi analisis sistem, rekayasa model,

rancangan implementasi sistem dan operasi sistem. Setiap tahap dalam proses tersebut

diikuti oleh evaluasi berulang untuk mengetahui apakah hasil dari tahapan tersebut telah

sesuai dengan yang diharapkan. Bila telah sesuai, dilanjutkan pada tahap berikutnya, bila

tidak kembali pada proses tahapan tersebut.

Model dan Pemodelan Sistem

Model adalah sebagai suatu representasi atau abstraksi dari suatu sistem atau dunia

nyata (Turban 1993; Simatupang 1994; Suryadi et al. 2000). Sistem nyata adalah sistem

yang sedang berlangsung dalam kehidupan atau sistem yang dijadikan titik perhatian dan

dipermasalahkan. Melakukan eksperimen langsung pada sistem nyata untuk memahami

bagaimana perilakunya dalam beberapa kondisi mungkin saja dilakukan. Namun pada

kenyataannya, kebanyakan sistem nyata itu terlalu kompleks atau masih dalam bentuk

hipotesis atau tidak mungkin dapat dilakukan eksperimen secara langsung. Kendala ini

yang menjadi alasan bagi analis untuk membuat model. Alasan lain adalah bahwa model

merupakan representasi yang ideal dari suatu sistem untuk menjelaskan perilaku sistem.

Repesentasi ideal berarti hanya menampilkan elemen-elemen terpenting dari suatu

persoalan sistem nyata, sehingga memungkinkan analis untuk mengkaji dan melakukan

eksperimen atau manipulasi suatu situasi yang rumit sampai pada tingkat keadaan tertentu

yang tidak mungkin dilakukan pada sistem nyatanya.

Model yang dibuat harus memiliki kegunaan, sederhana dan mewakili persoalan.

Kegunaan model bisa dipandang secara akademik dan manajerial. Model dari segi

akademik berguna untuk menjelaskan fenomena atau objek-objek. Di sini model

berfungsi sebagai pengganti teori, namun bila teorinya sudah ada maka model dipakai

sebagai konfirmasi atau koreksi terhadap teori tersebut. Model dari segi manajerial

berfungsi sebagai alat pengambil keputusan, komunikasi, belajar dan memecahkan

masalah. Model pada dasarnya terdiri dari tiga komponen dasar yakni meliputi: (1)

decision variables, (2) uncontrollable variables (dan/atau parameter), (3) result

(outcome) variables. Komponen-komponen tersebut dihubungkan dengan hubungan

matematik, pada model non kuantitatif hubungannya menggunakan simbol atau kualitatif

(Turban 1993).

Model dapat diklasifikasikan kedalam dua bentuk besar yaitu model fisik dan

model matematik, baik model fisik maupun model matematik dapat dibagi lagi menjadi

model statis dan model dinamis (Suryadi et al. 2000). Simatupang (1994)

mengklasifikasikan model kedalam klas yang lebih spesifik berdasarkan: (1) fungsi, (2)

struktur, (3) acuan waktu, (4) acuan tingkat ketidakpastian, (5) derajat generalisasi, (6)

acuan lingkungan, (7) derajat kuantifikasi dan (8) demensi.

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk memodelkan suatu sistem, antara

lain: (1) model harus mewakili (merepresentasikan) sistem nyatanya dan (2) model

merupakan penyederhanaan dari kompleksnya sistem, sehingga diperbolehkan adanya

penyimpangan pada batas-batas tertentu (Simatupang 1994). Model tidak hanya

digunakan untuk menggambarkan sekumpulan pemikiran, tetapi juga mengadakan

evaluasi dan meramalkan kelakuan sistem, sehingga akan didapatkan perancangan terbaik

tanpa membutuhkan konstruksi seluruh kenyataan alamiah. Suryadi dan Ramdhani (2000)

menyebutkan bahwa secara umum model digunakan untuk memberikan gambaran

(description), memberikan penjelasan (prescriotion), dan memberikan perkiraan

(prediction) dari realitas yang diselidiki.

Page 17: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

26

Menurut Turban (1993) proses pemodelan terdiri dari tiga fase utama yakni

meliputi: fase intelligence, fase desain dan fase pemilihan. Konsep formulasi model

merupakan suatu upaya membangun model formal yang menunjukkan ukuran

performansi sistem sebagai fungsi dari variabel-variabel model. Secara garis besar

langkah-langkah konsep formulasi model diawali dengan pemahaman terhadap sistem,

dan dengan sistem yang dibangun, disusun model konseptual, variabel-vaariabel model

dan formulasi model.

Simatupang (1994) mengatakan formulasi model adalah suatu upaya untuk

menghasilkan model yang berisikan variabel, kendala serta tujuan-tujuannya dalam

bentuk istilah matematis sehingga dapat diidentifikasi dengan jelas, mengikuti

penyederhanaan matematis serta siap untuk dimanfaatkan untuk kalkulasi dengan

substitusi kuantitas bagi lambang-lambang. Dengan kata lain formulasi model adalah

merumuskan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk model maatematis yang dapat

mewakili sistem nyata. Formulasi model menghubungkan variabel-variabel yang telah

diidentifikasi dalam model konseptual dengan bahasa simbolik.

Formulasi model merupakan suatu bentuk pernyataan hipotesis dalam pemodelan.

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah, dalam bahasa model, ia sering

dinyatakan dalam suatu ungkapan bahwa suatu variabel merupakan fungsi dari variabel-

variabel lain. Pengujian terhadap hipotesis ini dilakukan pada tahap verifikasi,

parameterisasi dan validasi model.

Sistem Manajemen Ahli

Para pengambil keputusan sering dihadapkan pada tantangan baik internal dan

eksternal yang semakin komplek. Semakin banyaknya informasi pada satu sisi

memberikan keuntungan dalam membantu pengambilan keputusan, namun pada sisi lain

juga akan semakin menambah komplek permasalahan. Sistem penunjang keputusan

(SPK) merupakan alat yang membantu efektifitas pengambilan keputusan yang semakin

komplek tersebut. SPK adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan

komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya (Eriyatno

1999).

Sistem penunjang keputusan merupakan integrasi dari tiga komponen utama yaitu:

sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model dan sistem manajemen

dialog. Sistem manajemen dialog adalah subsistem yang berkomunikasi dengan

pengguna. Tugas utamanya adalah menerima input dan memberikan output yang

dikehendaki pengguna. Pada perkembangan selanjutnya SPK ini dapat diintegrasikan

dengan sistem pakar yang disebut dengan sistem manajemen ahli. Integrasi tersebut dapat

berupa memasukkan sistem pakar ke dalam komponen-komponen sistem penunjang

keputusan atau dengan membuat sistem pakar sebagai sistem terpisah dari sistem

penunjang keputusan. Integrasi sistem pakar ke dalam sistem penunjang keputusan dapat

dilakukan pada sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model, sistem

manajemen dialog serta pada rekayasa sistem dan pengguna (Turban 1993).

Sistem pakar atau sistem berbasis pengetahuan kecerdasan (intelligent knowledge

based system) merupakan salah satu bagian kecerdasan buatan yang memungkinkan

komputer dapat berpikir dan mengambil kesimpulan dari sekumpulan aturan. Proses

tersebut seorang pengguna dapat berkomunikasi secara interaktif dengan komputer untuk

memecahkan suatu persoalan atau seolah-olah pengguna berhadapan dengan seorang ahli

dengan masalah tersebut (Marimin 2005).

Page 18: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

27

Menurut Marimin (2005) sistem pakar terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian

pengembangan dan konsultasi. Bagian pengembangan sistem pakar digunakan oleh

penyusunnya untuk memasukkan pengetahuan dasar ke dalam lingkungan sistem

informasi, sedangkan bagian konsultasi digunakan oleh pemakai untuk mendapatkan

pengetahuan ahli serta saran, nasehat maupun justifikasi. Keterkaitan antar komponen

tersebut disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Struktur dasar sistem pakar (Marimin 2005)

Pada prinsipnya sistem pakar tersusun dari beberapa komponen yang mencakup: (1)

fasilitas akuisis pengetahuan, (2) sistem berbasis pengetahuan (knowledge based system),

(3) mesin inferensi (inference engine), (4) fasilitas untuk penjelasan dan justifikasi dan

(5) penghubung antara pengguna dan sistem pakar (user interface). Tiap bagian

mempunyai hubungan yang erat dengan bagian lainnya.

Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process)

Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya ketidakpastian atau

ketidaksempurnaan informasi, penyebab lain adalah banyaknya faktor yang berpengaruh

terhadap pilihan-pilihan yang ada, beragamnya kriteria pilihan dan pengambil keputusan

lebih dari satu. Jika sumber kerumitan itu adalah beragamnya kriteria maka maka

analytical hierarchy process (AHP) merupakan teknik untuk menyelesaikan masalah ini

(Mulyono 1996).

Proses hirarki analitik ini memungkinkan untuk mengambil keputusan yang

efektif atas persoalan kompleks dengan jalan menyederhanakan dan mempercepat proses

pengambilan keputusan. Pada dasarnya metode ini adalah memecahkan situasi yang

kompleks, tak terstruktur kedalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau

variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan

Pengguna

Penghubung

Sistem berbasis

pengetahuan

Dangkal

Mendalam

Statis Dinamis

fakta

aturan

model

Fasilitas penjelasan

Akuisis ilmu

pengetahuan

Mekanisme inferensi

Strategi

penalaran

Strategi

pengendalian

fakta

aturan

model

Pakar

nasehat

justifikasi

konsultasi fakta

aturan

model

Page 19: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

28

subyektif tentang tentang relatif pentingnya setiap variabel dan mensintesis berbagai

pertimbangan untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas yang paling

tinggi dan bertindak mempengaruhi hasil pada situasi tersebut (Saaty 1993).

AHP mempunyai banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan

keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh

semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Proses keputusan kompleks

dapat diuraikan menjadi keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah

dengan AHP. Selain itu AHP juga menguji konsistensi penilai, bila terjadi penyimpangan

yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa

penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur ulang ( Marimin 2004).

Ada beberapa prinsip yang harus dipahami dalam menyelesaikan persoalan AHP

antara lain adalah : decomposition, comparative judgement, synthesis of priority, dan

logical consistency ( Mulyono 1996).

1. Decomposition yaitu memecahkan persoalan menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin

mendapatkan hasil yang akurat maka pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsurnya

sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan

tingkatan dari persoalan tadi.

2. Comparative judgement berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua

elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya tingkat diatasnya. Penilaian ini

merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen.

Hasil dari penilaian ini akan lebih baik bila disajikan dalam bentuk matrik yang

dinamakan matrik pairwise comparison.

3. Synthesis of priority, dari setiap matrik pairwise comparison kemudian dicari

eigenvectornya untuk mendapat local priority harus dilakukan sintesa diantara local

priority.

4. Logical consistency, konsistensi mempunyai dua makna pertama adalah bahwa obyek-

obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi

dan arti yang kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara obyek-obyek yang

didasarkan pada kriteria tertentu.

Interpretive Structural Modelling (ISM)

ISM merupakan proses pengkajian kelompok (group learning process) di mana

model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu

sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan mengunakan grafis serta

kalimat. Teknik ISM merupakan salah satu teknik permodelan sistem untuk menangani

kebiasaan yang sulit diubah dari perencanaan jangka panjang yang sering menentukan

secara langsung teknik penelitian operasional atau aplikasi statistik deskriptif (Marimin

2004).

ISM adalah salah satu metodologi berbasis komputer yang membantu kelompok

mengidentifikasi hubungan antara ide dan struktur tetap pada isu yang kompleks. ISM

dapat digunakan untuk mengembangkan beberapa tipe struktur, termasuk struktur

pengaruh, struktur prioritas, dan kategori ide (Kanungo dan Bhatnagar 2002). ISM

merupakan sebuah metodologi yang interaktif dan diimplementasikan dalam sebuah

wadah kelompok. Metodologinya tersebut memberikan lingkungan yang sangat sempurna

untuk memperkaya dan memperluas pandangan dalam konstruksi yang cukup kompleks.

ISM menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafik

dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hierarki. Elemen-elemen dapat

merupakan tujuan kebijakan, target organisasi, faktor - faktor penilaian, dan lain-lainnya.

Hubungan langsung dapat dalam konteks-konteks yang beragam (berkaitan dengan

hubungan konstekstual) (Marimin 2004).

Page 20: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

29

Pada penelitian ini, ISM digunakan untuk merancang kebijakan strategis. Langkah-

langkah dalam ISM adalah identifikasi elemen, hubungan kontekstual (tergantung pada

tujuan dari pemodelan). Selanjutnya adalah matriks internal tunggal terstruktur (Structur

Self Interaction Matrix/SSIM), matriks ini mewakili elemen persepsi responden terhadap

elemen hubungan yang dituju. Selanjutnya, Reachability Matrix (RM) dipersiapkan

kemudian mengubah simbol-simbol SSIM kedalam sebuah matriks biner.

Eriyatno (1999) menyatakan bahwa metodologi dan teknik ISM dibagi menjadi dua

bagian, yaitu penyusunan hierarki dan klasifikasi subelemen. Prinsip dasarnya adalah

identifikasi dari struktur di dalam suatu sistem yang memberikan nilai manfaat yang

tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih

baik. Struktur dari suatu sistem yang berjenjang diperlukan untuk lebih menjelaskan

pemahaman tentang perihal yang dikaji. Menentukan tingkat jenjang mempunyai banyak

pendekatan diamana ada lima kriteria. Pertama, kekuatan pengikat dalam dan antar

kelompok atau tingkat. Kedua, frekuensi relatif dari oksilasi (guncangan) di mana tingkat

yang lebih rendah lebih cepat terguncang dari yang di atas. Ketiga, konteks pada tingkat

yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu yang lebih lambat daripada ruang yang

lebih luas. Keempat, liputan pada tingkat yang lebih tinggi mencakup tingkat yang lebih

rendah. Kelima, hubungan fungsional, pada tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah

lambat yang mempengaruhi peubah cepat tingkat di bawahnya

Verifikasi dan Validasi Model

Verifikasi dan validasi model merupakan bagian penting dari setiap analisis yang

bersifat empirik (Mihram 1972). McCarl dan Apland (1986) menekankan bahwa suatu

model akan dapat digunakan dengan keyakinan bila model yang dikembangkan cukup

mewakili dari permasalahan atau sistem yang dianalisis. Tingkat keyakinan yang obyektif

akan dapat diperoleh bila model yang dikembangkan sudah melalui proses verifikasi dan

validasi. Pada kondisi tersebut, kelemahan dan kelebihan model akan dapat diidentifikasi

sehingga model dapat digunakan secara lebih seksama (McCarl dan Apland 1986).

Walaupun verifikasi dan validasi model dinilai bagian yang penting dalam proses

pengembangan model, penerapannya masih sangat terbatas (Gass 1983 dan McCarl et al.

1986). Kenyataan yang sering ditemui adalah bahwa para penyusun model sering

bersusah payah dalam mengembangkan model namun kurang memberi perhatian pada

masalah verifikasi dan validasi (Gass 1983). Padahal hasil verifikasi dan validasi sering

memberi umpan balik yang sangat penting pada penyusunan model.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan penerapan verifikasi dan validasi model

masih terbatas (Mihram 1972, McCarl et al. 1986). Pertama, masih banyak para penyusun

model yang belum menyadari manfaat verifikasi dan validasi model. Mereka biasanya

baru menyadari setelah mereka mendapatkan nilai atau tanda dari suatu parameter yang

berlawanan dengan yang diharapkan. Faktor kedua adalah adanya keengganan dari

beberapa penyusun model untuk melakukan verifikasi dan validasi. Disamping proses ini

sering memakan waktu lama, validasi khususnya sering menunjukkan demikian

banyaknya kelemahan model yang divalidasi.

Dengan demikian, penyusun model diharapkan memperbaiki model tersebut.

Kenyataan ini sering mengintimidasi penyusun model untuk tidak melakukan validasi

model terutama bila cara memperbaiki model belum ditemukan atau laporan mengenai

model tersebut harus segera diselesasikan. Faktor ketiga yang tidak kalah pentingnya

adalah keterbatasan metode-metode untuk melakukan validasi model. Keterbatasan

tersebut terutama akan sangat kentara untuk model-model matematik atau model

pemrograman. Sebagai teladan, penggunaan perencanaan linier yang sudah demikian

Page 21: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

30

meluas belum diiringi metode validasi yang memadai (McCarl et al. 1986). Sampai saat

ini, metode validasi yang sudah agak berkembang adalah untuk model-model

ekonometrik dan simulasi.

Chattergy dan Pooch (1977) menyebutkan bahwa verifikasi model berkaitan dengan

kesesuaian antara model konsepsional (conceptual model) dengan model matematik

(mathematic model). Validasi model berkaitan dengan kesesuaian antara keluaran dari

model matematik dengan keluaran dari sistem yang sebenarnya. Perbedaan ini

diilustrasikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Proses penyusunan model( dimodifikasi dari Chattergy dan Pooch,1977

didalam Susila , 1991

Seperti terlihat pada Gambar 5, verifikasi model seharusnya mendahului validasi

model. Verifikasi model dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa model matematik yang

dikembangkan bertingkah laku seperti diinginkan oleh penyusun modelnya (Mihram

1972, Chattergy dan Pooch 1977). Dengan demikian perkataan, verifikasi dimaksudkan

untuk memeriksa apakah model kosepsional sudah dapat diterjemahkan oleh model

matematiknya.

Validasi model pada dasarnya dimaksudkan untuk memeriksa kesesuaian antara

tingkah laku model matematik dengan tingkah laku sistem yang diwakili. Sebagai

teladan, jika model yang dikembangkan adalah ekspor karet Indonesia, maka model

validasi dimaksudkan untuk melihat kesesuaian model matematiknya dengan kenyataan

yang sebenarnya dari ekspor karet Indonesia. Banyak parameter yang bisa dipakai untuk

melihat tingkat kesesuaian tersebut seperti kecenderungan harga dan produksi antara yang

diramalkan oleh model matematikanya dengan kenyataan yang ada.

Verifikasi Model

Secara umum, verifikasi model dapat dilakukan melalui pemeriksaan secara

sederhana atau penggunaan uji statistik. Chattergy dan Pooch (1977) memperkenalkan

beberapa pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan aliran logika dari suatu submodel

ke submodel berikutnya, data mentah dan file data. Secara prinsip, pemeriksaan ini

bermaksud mencari kekeliruan dalam program baik yang bersifat logika maupun

kesalahan editorial.

Mengingat pesatnya perkembangan perangkat lunak, kesalahan-kesalahan yang

berkaitan dengan verifikasi model dapat diminimasi. Banyak paket program yang tidak

perlu lagi dimodifikasi sehingga yang menggunakan Paket tersebut hanya bertugas

memasukkan data. Kesalahan logika program akan dibuat minimum sehingga perhatian

Page 22: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

31

hanya dipusatkan pada pemeriksaan data. Hal ini yang menyebabkan verifikasi model

menjadi relatif kurang mendapat perhatian bila dibandingkan dengan validasi model.

Validasi model

Naylor et al. (1967) dan Gass (1983) menekankan bahwa tujuan dari validasi model

bukanlah untuk membuktikan suatu model adalah sah (valid) karena hal ini tidak

mungkin dilakukan. Validasi model pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki

tingkat keyakinan bahwa berdasarkan kondisi yang diasumsikan, model yang

dikembangkan dapat mewakili sistem yang sebenarnya (Mc Carl et al. 1986).

McCarl et al. (1986) membagi validasi model menjadi dua tahapan yaitu validasi

penyusunan (validation by construct) dan validasi hasil (validation by result). Validasi

penyusunan terutama dimaksudkan untuk menilai keabsahan teori dan asumsi-asumsi

yang digunakan, serta metode pengukuran dan pengumpulan data. Dilain pihak, validasi

hasil dimaksudkan untuk menilai kesesuaian antara keluaran dari model dan keluaran dari

sistem yang sebenarnya.

Secara prinsip, validasi penyusunan merupakan suatu persyaratan sebelum

melakukan validasi hasil. Sebelum validasi penyusunan menunjukkan hasil yang

memuaskan, validasi hasil hendaknya belum dilakukan. Harus dicatat pula bahwa dalam

validasi penyusunan, pengetesan mengenai keabsahan teori ataupun asumsi tidaklah dapat

dilaksanakan. Keabsahan suatu teori atau asumsi didasarkan pada banyaknya faktor yang

mendukung, bukan karena dibuktikan atau diuji (McCarl et al. 1986).

Verifikasi dan validasi model yang dilakukan tidak dapat dihindarkan dari unsur

subyektivitas, McCarl et al. (1986) menekankan bahwa verifikasi dan validasi yang

dilakukan secara sistematis akan memberikan umpan balik untuk perbaikan model

tersebut. Disamping itu, kegiatan tersebut juga memberikan kesempatan kepada pembuata

model untuk melihat sifat-sifat dari model yang dikembangkan. Pemahaman sifat-sifat

tersebut, baik kelemahan maupun kekuatannya, akan menuntun para pembuat model

untuk menggunakan secara arif dan luwes.

Menurut Suryadi et al. (2000) dalam pemodelan harus diperhatikan validitas model,

yaitu bagaimana kemampuan model untuk mewakili dunia nyata. Validitas diukur dengan

melihat tingkat kesamaan antar data sistem nyata dengan data yang dibangkitkan model.

Validitas memiliki beberapa tingkatan, yaitu:

1. Replicaticely valid, data yang dibangkitkan sama dengan data yang sudah ada dari

sistem nyata.

2. Predictively valid, data yang dibangkitkan diperkirakan atau terlihat sama dengan data

yang belum diambil dari dunia nyata.

3. Structurally valid, model tersebut benar-benar menunjukkan pola tingkah laku sistem

nyata.

Langkah yang dapat dilakukan untuk mengetahui validitas model yang dirancang, yaitu

melakukan perunutan secara terstruktur (walk trough) terhadap model yang dibuat dan

berkonsultasi dengan ahli yang terkait dengan sistem yang dimodelkan. Hal lain yang

perlu diperhatikan selama perunutan (1) asumsi-asumsi yang digunakan dalam model, (2)

tingkat keakuratan model yang diinginkan. Uji coba program dilakukan untuk melakukan

validasi. Cara yang dapat dilakukan untuk melaksanakan validasi program adalah:

1) Menggunakan analisis sensitivitas untuk mengetahui aspek yang berpengaruh

berdasarkan kriteria performansi yang telah ditentukan.

2) Membandingkan hasil simulasi dengan performansi di masa lalu (data historis). Jika

hasil performansi tidak berbeda secara signifikan (berarti) maka model simulasi

dikatakan valid.

Page 23: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

32

Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian penelitian terdahulu yang dipandang relevan dengan pengembangan

kebijakan eko-inovasi (Studi Kasus Kawasan Penelitian Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi, Kota Tangerang Selatan) dapat dijadikan rujukan dalam penelitian ini.

Pendekatan yang diterapkan untuk mengembangkan sebuah kawasan eko-inovasi yang

sangat beragam, yang meliputi aspek budaya, kelembagaan kerangka politik yang

mempengaruhi tindakan dimulai di berbagai negara atau daerah (Boons et al. 2009).

Beberapa kawasan fokus hanya pada aktivitas tunggal seperti pengelolaan sampah

sementara yang lain mencoba untuk klaster dan berinteraksi dalam rangka untuk lebih

dekat dengan materi siklus dan aliran energi. Sebuah studi yang dilakukan oleh

University of Patras, Yunani, menganalisis 33 kawasan eko-industri menunjukkan bahwa

tujuh puluh persen dari kasus yang diteliti menggunakan istilah kawasan eko-industri

karena dibangunnya kawasan hijau serta kerjasama dengan ilmu lingkungan dan

teknologi. Sedangkan proses kerjasama untuk pertukaran aliran energi dan materi sebagai

sebuah kawasan tidak terjadi( Adamides et al. 2009)

Survei internasional tentang eko-inovasi kawasan yang berkaitan dengan Pelajaran

dari pengalaman mengenai spasial dimensi eko-inovasi oleh Era-NET ECO-INNOVERA

(2012) menyimpulkan bahwa eko-inovasiyang dikembangkan oleh negara-negara secara

umum berkaitan dengan pengelolaan energi, limbah dan air. Kesimpulan dari studi ini

menyatakan bahwa eko-inovasi harus dipertimbangkan pada masing-masing dari enam

tahap siklus hidup dari sebuah kawasan:

1. Pengembangan ide untuk menciptakan kawasan baru

2. Pemilihan lokasi untuk pengembangan kawasan baru

3. Organisasi spasial dari kegiatan ekonomi dalam batas-batas kawasan (pengelompokan

dibandingkan keragaman, nilai tambah proximities)

4. Pengembangan plot dan peralatan

5. Operasi

6. Rekualifikasi daerah deindustrialisasi .

Sebagai pendekatan baru dalam mengatasi kerusakan lingkungan dan upaya

mempertahankan keberlanjutan ekosistem studi yang berkaitan dengan kebijakan eko-

inovasi belum banyak dilakukan. Renning (1998) menyimpulkan bahwa ada 3(tiga)

kekhususan yang diidentifikasi dalam eko-inovasi meliputi; 1) permasalahan ganda

eksternal; 2) Efek dari tarik menarik aturan dan; 3) Meningkatnya potensi dari sosial dan

kelembagaan inovasi. Oleh karena itu, dalam pengembangan eko-inovasi diperlukan

adanya sinergi antara kebijakan inovasi dan kebijakan lingkungan. Adapun yang menjadi

faktor krusial dan penting adalah dalam hal meningkatkan arti pentingnya aspek sosial

dan kelembagaan inovasi.

Badriyah (2010) bahwa tingkat urbanisasi di Kabupaten Bandung mengakibatkan

fenomena palau bahang. Fenomena tersebut diakibatkan oleh tingkat emisi CO2 dan

pembangunan yang tinggi sehingga mengakibatkan suhu udara di pusat kota lebih tinggi

dengan pedesaan yang mencapai 7oC. model kota hijau dapat menurunkan tingkat emisi

CO2 dengan menurunkan beberapa parameter yakni laju pertumbuhan penduduk menjadi

1%, kendaraan bermotor roda empat menjadi 2%/tahun; kendaraan roda dua menjadi

10%/tahun; dan menurunkan laju pembangunan menjadi 4%/tahun; meningkatkan laju

penambahan ruang terbuka hijau menjadi 100 ha per tahun, serta penurunan jumlah

industri menjadi 0%/tahun. Model kota hijau dapat memperthankan suhu udara < 30oC

hingga tahun 2046. Pembentukan ruang terbuka hijau minimal 30% dapat menurunkan

fenomena pulau bahang kota sehingga terjadi penurunan suhu udara yang lebih efektif

yakni sebesar 6,3oC.

Page 24: 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Konsep … · tidak terlepas dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sejalan dengan hal itu, ... esejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi

33

Fatimah (2012) meneliti mengenai rancang bangun sistem pengelolaan ruang

terbuka hijau untuk pembangunan kota hijau. Penelitian ini membuktikan bahwa

terjadinya perubahan penggunaan lahan yang signifikan. Lahan lebih besar untuk lahan

terbangun. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan luas bangunan hingga sebesar 44% serta

menurunnya lahan alami hingga ruang terbuka hijau (RTH) menjadi bagian yang

dikesampingkan. Korelasi yang tejadi adalah penurunan luasan RTH kota terhadap

kualitas ekologi. Studi kasus RTH Kota Bogor sebesar 17%. Penurunan RTH

mengakibatkan meningkatnya emisi karbon dan kualitas udara di lingkungan kota Bogor.

Dalam rangka menjaga RTH maka dibutuhkan model kelembagaan yang melibatkan

stakeholder dari kalangan akademis, pelaku bisnis, pemerintah, dan masyarakat. RTH

menjadi salah satu hal yang dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Nanang (2012) melakukan penelitian arahan kebijakan pengembangan kawasan

permukiman berkelanjutan di pinggiran Metropolitan DKI Jakarta (Studi Kasus

Permukiman di Cisauk, Provinsi Banten). Skenario yang terpilih dalam penelitian ini

adalah skenario moderat yang secara operasional meliputi; pemanfaatan lahan terkendali.

Pengembangan sarana dan prasarana dasar yang meningkat, mempertahankan kohesi

sosial, perkembangan penduduk yang terkendali, dan kondisi sub daerah aliran sungai

(DAS) Cisadane yang terkendali. Mulyadi (2001) mengembangkan starategi terpadu

agroindustri rotan. SPK yang dikembangkan terdiri dari model pemerataan, model

analisis nilai tambah, model daya saing, model pemilihan inti dan aliansi, model struktur

klaster, model pemasaran, model sumberdaya manusia dan model keunggulan bersaing.

Agustedi (2001) mengembangkan rancang bangun model perencanaan dan pembinaan

agroindustri hasil laut kualitas ekspor dengan pendekatan wilayah yang diberi nama

AGROSILA. Penelitian tersebut menghasilkan model perencanaan dan pembinaan

agroindustri hasil laut terpadu kualitas ekspor dan mampu merancang suatu kondisi

optimum melalui pemenuhan kebutuhan aktor terkait.

Santoso (2004) mengembangkan SPK M-RISK untuk manajemen resiko

pengembangan agroindustri buah-buahan. Model tersebut terdiri atas enam model utama,

yaitu model penentuan produk olahan unggulan, model analisis resiko, model kelayakan

finansial, model resiko finansial, model manajemen resiko dan model manajemen

pengendalian. Pojoh et al. (2010), meneliti tentang pengembangan agro-eco-industrial

park di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara. Model dinamik pengembangan agro-eco-

industrial park dengan powersim studio expert 2005 telah dirancang sebagai hasil

penelitiannya. Raymond et.al. (1998) meneliti tentang design eco-industrial parks dengan

mensintesis dari beberapa pengalaman untuk mendapatkan 11 karakteristik dari eco-

industrial park. Sintesa terhadap sejumlah hasil penelitian yang telah dilakukan di atas,

apabila ditinjau dari aspek metodologi maka sebagiaan besar menggunakan pendekatan

sistem sebagai alat analisanya. Secara substansi topik-topik yang diteliti bersifat mikro,

meso maupun makro dan bersifat spesifik. Berdasarkan studi pustaka di atas, belum

ditemukan suatu penelitian yang khusus mengkaji tentang Pengembangan Kebijakan Eko-

inovasi di kawasan PUSPIPTEK. Melalui penelitian pengembangan kebijakan eko-

inovasi di Kawasan PUSPIPTEK ini diharapkan akan didapatkan pengembangan

kebijakan yang basis modelnya dikembangkan dari berbagai disiplin keilmuan yang

dirangkai dalam ilmu sistem guna membantu pengguna dalam pengambilan keputusan

yang bersifat dinamis, sibernetik dan efektif. Penyusunan pengembangan kebijakan eko-

inovasi akan menghasilkan model yang dapat menjadi acuan dalam pengambilan

keputusan pengembangan eko-inovasi di kawasan PUSPIPTEK khususnya mengenai

pengembangan sub model ekologis yang meliputi; pengelolaan air, energi dan limbah

dengan prinsip eco-utility,serta sub model kelembagaan yang meliputi sistem pengelolaan

kawasan dan struktur lembaga menuju kawasan eko-inovasi.