repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan...

88

Upload: dangthu

Post on 12-Mar-2019

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan
Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan
Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan
Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan
Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan
Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan
Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan
Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan
Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan
Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Idealnya anak-anak harus berada dalam lingkungan yang mendukung

perkembangan pertumbuhan fisik maupun psikis mereka. Namun pada

kenyataanya, pada masa sekarang ini anak malah sering menjadi korban dari

kehidupan yang berat dan lingkungan yang keras.

Salah satu permasalahan yang terjadi adalah keterlibatan anak dalam

aktivitas ekonomi. Anak dianggap memilliki asset ekonomi potensial yang dapat

diperdayakan dan dioptimalkan. Berlandaskan fenomena yang ada, realitasnya

banyak terjadi hak anak dirampas baik secara fisik maupun psikis1. Inilah yang

mengandung unsur eksploitasi. Kasus eksploitasi anak di Indonesia sangat

bervariasi, contohnya saja bisa terlihat di jalan-jalan bagaimana orang miskin

membawa anak-anak untuk mengemis atau mengamen atau bahkan ada yang

mendidik mereka untuk melakukan ke dua hal itu.2

Salah satu gejala sosial yang tumbuh di perkotaan adalah munculnya

fenomena joki 3 in 1 (three in one). Awalnya kebijakan three in one ini

diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya

agar pengguna jalan lebih efisien, terutama di jam-jam sibuk. Kenyataan ini

kemudian menjadi lahan bisnis baru bagi mereka yang kreatif, seperti munculnya

1 Drs.Argyo Demartoto,M.Si, “Karakteristik Sosial Ekonomi dan Faktor-faktor Penyebab

Anak Bekerja di Sektor Informal di Kota Surakarta,” Artikel ini di akses pada 1 Juli 2011 dari http://www.penelitianpekerja anak.org.html

2 Hadi Supeno, “Eksploitasi Anak Sudah Jadi Budaya,” Artikel ini di akses pada 27 Juni 2011 dari http://www.kpai.go.id

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

2

orang-orang yang menjual jasa kepada para pengguna jalan untuk menemani

melintas di jalur three in one. Mereka ini lazim di sebut sebagai joki three in one.3

Joki-joki ini muncul sekitar Sepuluh tahun yang lalu, saat diberlakukannya

keputusan gubernur Provinsi daerah khusus ibu kota Jakarta No. 4104/2003

Tanggal 23 Desember 2003 tentang penetapan kawasan pengendalian lalu lintas

yang mewajibkan semua kendaraan roda empat berpenumpang minimal tiga orang

di sejumlah jalan protokol seperti jalan Jendral Sudirman, MH Thamrin, Gatot

Soebroto, Medan Merdeka Barat, Gadjah Mada, Majapahit, Pintu besar Selatan,

Pintu Besar Utara dan Kuningan Jakarta. Sistem three in one ini diberlakukan dua

kali dalam sehari. Pagi hari dimulai pukul 07.00 hingga pukul 10.00 dan pukul

16.00 hingga pukul 19.00. dua waktu dimana kemacetan lalu lintas mencapai

puncaknya.4

Kemunculan joki three in one tak bisa dibantah. Tak ada aturan yang

tak menuai dampak begitu pula dengan profesi joki. Profesi ini diminati

oleh orang dewasa, remaja, sampai anak-anak yang tidak memiliki

pekerjaan namun sangat memerlukan uang. Persaingan di jalan yang ketat

antar joki demi mendapat pelanggan menyebabkan muncul berbagai

macam cara untuk mendapat pelanggannya, salah satu cara yang di

gunakan yaitu dengan melibatkan anak yang bisa membuat para pelanggan

iba dan bisa menghasilkan pendapatan dua kali lipat.

3 TB Ardi Januar, “Mengenal Peraturan three in one di Jakarta,” Artikel ini diakses

pada 10 Juni 2011 dari http://Newsokezone.com.Fenomena Joki Jalanan. 4 TB Ardi Januar, “Mengenal Peraturan three in one di Jakarta,” Artikel ini diakses

pada 10 Juni 2011 dari http://Newsokezone.com.Fenomena Joki Jalanan.

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

3

Dengan melibatkan anak dalam profesi joki, maka dapat dipastikan

hak-hak anak yang mereka miliki akan terabaikan baik fisik maupun psikis

dan kadangkala dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk mencari

keuntungan diri sendiri, tanpa peduli bahwa perbuatannya tanpa sadar

telah melanggar hak-hak anak.

Dari kenyataan yang ada, menunjukkan bahwa di dalam kehidupan

masyarakat di mana pun, akan selalu ada perlakuan salah terhadap anak-

anak, oleh karena itu pemerintah perlu memberikan perhatian yang besar

pada aspek perlindungan anak dalam memenuhi kebutuhan hak-haknya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002,

Pasal 4 dinyatakan bahwa “Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan

dan diskriminasi.” Pernyataan ini tidak berlaku di Indonesia saja,

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pun sudah mendeklarasikan hal yang

sama di (Convention on The Rights of The Child) yang menyatakan bahwa

anak mempunyai hak untuk tumbuh, mendapatkan proteksi dari hal-hal

yang berbahaya, kekerasan, eksploitasi, dan hak untuk berpartisipasi di

keluarga, kultur, dan kehidupan sosial. 5

Dimensi persoalan pekerja anak yang dilakukan oleh orangtua

tidak hanya berkaitan dengan persoalan pendidikan, kemiskinan,

ekonomi, dan keluarga, melainkan pula perhimpitan dengan aspek lain

5 Laporan UNICEF tahun 1995,” Aspek Hukum Perlindungan Anak, Dalam Perspektif

Konvensi Hak Anak,” Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti,h.10

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

4

di balik fenomena pekerja anak itu yakni perhatian pemerintah daerah

yang kurang, dan tidak ada program aksi oleh institusi yang

berkompeten dalam membina kehidupan masyarakat. Melihat indikasi-

indikasi kasus perkara norma perundang-undangan dan kebijakan

pemerintah terhadap apa yang telah dilakukan oleh kebanyakan

orangtua yang melibatkan anaknya dalam profesi joki tersebut

merupakan salah satu contoh dari bentuk eksploitasi terhadap anak,

oleh karena itu penting untuk menganalisa lebih detail fenomena ini.

B. Tinjauan Pustaka

Penelitian terkait dengan eksploitasi pekerja anak, antara lain: penelitian

pertama Mukarto Siswoyo, “Eksploitasi Terhadap Pekerja Anak Pada Industri

Kecil studi kasus pada perusahaan genteng, di Desa Budur kecamatan Ciwaringin,

kabupaten DT.II Cirebon”, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Indonesia.6 Penelitian ini mengenai pekerja anak di sektor industri atau

perusahaan yang berada di pedesaan. Dalam hal ini peneliti bertujuan ingin

mengetahui faktor-faktor pendorong anak memasuki dunia kerja dan faktor

penarik melalui pertanyaan mengapa para pengusaha lebih menyukai untuk

memperkerjakan buruh anak dan untuk membuktikan bahwa terdapat eksploitasi

tenaga kerja anak di perusahaan tersebut. Penelitian yang penulis lakukan bersifat

deskriptif, dalam hal ini penulis berusaha untuk menggambarkan permintaan pasar

kerja menyebabkan masuknya anak ke dalam dunia kerja, serta bagaimana

lingkungan pekerjaan anak mengeksploitasi mereka. Adapun faktor pendorong

yang mengakibatkan anak untuk bekerja yaitu dilatarbelakangi oleh kondisi

6 Mukarto Siswoyo, “Eksploitasi Pekerja Anak dalam Industri Kecil,” (Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Jakarta, 1998)

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

5

ekonomi keluarga, tingkat penghasilan yang rendah tidak dapat memenuhi seluruh

kebutuhan hidup anggota keluarga. Maka bagi mereka tidak ada jalan lain selain

mengerahkan semua anggota keluarga termasuk anak-anak untuk bekerja dan

menghasilkan uang. Yang berperan sebagai faktor penarik adalah hadirnya

beberapa industri genteng didesa tersebut dan memberi peluang bagi masuknya

anak-anak bekerja.

Penelitian yang kedua, Muchlis R.Luddin, pada Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Jurusan Sosiologi Universitas Indonesia, yang berjudul “Eksploitasi

Pekerja Anak di Perkebunan Teh”. Studi kasus di perkebunan teh, Cisarua,

Bogor.7 Dalam penelitian ini masalah yang diangkat yaitu mengapa eksploitasi

dilakukan pada anak yang usianya masih sangat belia dan alasan apa yang

menyebabkan pekerja anak terjerumus dalam tindakan eksploitasi yang dilakukan

orangtua atau majikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analisis

dengan maksud untuk menggambarkan secara luas dan mendalam tentang

eksploitasi terhadap anak yang bekerja akibat kemiskinan. Dari penelitian yang

dilakukan dapat diperoleh hasil yaitu, terjunnya anak-anak ke dunia kerja salah

satunya dengan alasan harus membantu keluarga, orangtua memaksakan

kehendakanya kepada anak-anaknya untuk tidak meneruskan sekolahnya. Jika

anak tidak melaksanakan tugasnya maka akan memperoleh perlakuan yang tidak

adil dimana anak yang tidak bekerja berarti tidak mendapat uang untuk biaya

hidupnya. Kasus pekerja anak ini juga dilatarbelakangi oleh faktor kemiskinan.

Anak-anak juga diberi sanksi ketika tidak melakukan fungsinya sebagai pekerja,

sanksi yang diberikan orangtua pada anaknya yaitu dalam bentuk tidak

7 Muchlis R. Luddin, “Eksploitasi Pekerja Anak di Perkebunan Teh,” (Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Jakarta, 2002)

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

6

dipenuhinya kebutuhan/ haknya sebagai anak. Selain itu, anak juga akan

mendapatkan sanksi moral, dimana dia akan dipandang sebagai anak yang tidak

bertanggungjawab terhadap keluarganya kerena tidak mampu membantu

perekonomian keluarga mereka yang kekurangan. Selain dari orangtua, tekanan

pun dilakukan oleh majikan di perusahaan dimana mandor sering kali mengambil

keuntungan dari hasil kerja pekerja anak. Penghasilan yang diterima ditentukan

oleh hasil penilaian sepihak yang diberikan mandor.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Astriani Rahman, Universitas

GunaDarma, yang berjudul “Eksploitasi Orangtua Terhadap Anak dengan

Memperkerjakan Sebagai Buruh.”8. Penelitian ini mengenai eksploitasi anak yang

dilakukan oleh orangtua dengan memperkerjakan anak sebagai buruh pabrik.

Penelitian ini membahas tentang gambaran eksploitasi orangtua terhadap anak

dengan mempekerjakan anak sebagai buruh serta mengapa orangtua melakukan

eksploitasi dengan mempekerjakan anak di bawah umur sebagai buruh. Penelitian

ini menggunakan metode kualitatif, dengan mewawancara orangtua yang

memiliki pekerja anak berusia 13-15 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa orangtua menjadi pengambilan keputusan yang paling dominan bekerjanya

anak pada sektor formal. Hal ini terjadi karena orangtua memanipulasi umur anak

mereka agar diterima di pabrik konveksi. Faktor-faktor yang menyebabkan

orangtua mengeksploitasi anak mereka adalah karena faktor ketidaktahuan

orangtua tentang Konvensi Anak dan Undang-Undang tentang anak, faktor nilai-

nilai budaya masyarakat, dan faktor kemiskinan.

8 Astriani Rahman, “Eksploitasi orangtua Terhadap Anak dengan memperkerjakan

sebagai Buruh”(Skripsi S1 Universitas GunaDarma Jakarta, 2005)

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

7

Dari beberapa lierature review yang ada, pada umumnya lebih memfokuskan pada

eksploitasi pekerja anak dimana anak bekerja secara mandiri sebagai pekerja.

Tetapi penelitian ini bermaksud melihat anak (balita) yang digunakan sebagai

media untuk bekerja, demi mendapatkan penghasilan yang lebih menguntungkan,

selain itu penulis belum menemukan kajian yang secara intensif tentang faktor-

faktor yang mendorong orangtua melibatkan anak dalam profesinya sebagai joki

dan bagaimana kebijakan serta respon pemerintah terkait fenomena tersebut. Oleh

karena itu, penulis bermaksud meneliti “Eksploitasi Anak” ( Studi Kasus Joki

Jalanan 3 in 1 Jalur Senayan ).

C. Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk menjawab dua pertanyaan penelitian utama

sebagai berikut:

1. Faktor apa saja yang mendorong orangtua melibatkan anak dalam profesi

mereka sebagai joki jalanan?

2. Bagaimana respon dan kebijakan pemerintah terhadap maraknya fenomena

joki yang membawa serta anak-anak?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor

pendorong ekploitasi anak dalam profesi joki three in one dengan melihatnya dari

sisi penawaran dan permintaan yang melatarbelakangi para joki ikut

mempekerjakan anaknya.

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

8

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka hasil penelitan ini diharapkan dapat

memberikan manfaat seperti:

1. Secara teoritis dapat memberikan penjelasan mengenai faktor apa saja

yang mendorong orangtua melibatkan anak dalam profesi mereka

sebagai joki jalanan, khususnya diwilayah Senayan, Jakarta Selatan.

2. Manfaat praktis dari hasil penelitian ini adalah:

a. Bagi keluarga, masyarakat dan Negara dalam mengatasi

permasalahan yang berhubungan dengan anak-anak khususnya

tindak eksploitasi.

b. Bagi pemerintah hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai lahan

pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan

masalah pekerja joki jalanan, khususnya tentang perlindungan

terhadap hak-hak anak.

c. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pengetahuan.

E. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian tentang Eksploitasi Anak pada Joki three in one di wilayah

Senayan Jakarta Selatan, yaitu menggunakan pendekatan kualitatif dan

menggunakan metode deskriptif, dimana penelitian kualitatif adalah proses

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

9

pencarian data untuk memahami masalah sosial yang didasari pada penelitian

yang menyeluruh9 dan melalui metode deskriptif ini adalah untuk

menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada suatu

penelitian yang dilakukan, dan memeriksa suatu sebab-sebab dari suatu gejala

tertentu10 yang diperoleh dari situasi yang alamiah, dari data yang diperoleh di

lapangan lalu dideskripsikan dalam bentuk uraian agar data yang didapat mudah

dimengerti oleh pembaca.

2. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara merupakan alat pembuktian terhadap informasi atau

keterangan yang diperoleh sebelumnya. Tekhnik wawancara yang digunakan

dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam terhadap sumber

informasi yaitu para joki jalanan yang membawa anak, sebagai pihak yang

mengeksploitasi.11 Wawancara mendalam adalah memproses keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan sumber informasi, dengan atau tanpa menggunakan

pedoman wawancara. Dalam wawancara yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu

dengan delapan joki yang membawa anak, yaitu informan Y, P, M, N, A, I, Ih, S.

Alasan penulis memilih delapan joki yang membawa anak karena dari delapan

joki ini memiliki karakteristik, pendidikan dan latar belakang kehidupan sosial

yang berbeda. Informan joki yang tidak membawa anak R dan Is, dengan alasan

9 Amirin, Tatang M.2000. “Menyusun Rencana Penelitian”. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.hal15 10 Alimudin Tuwu,1993. “Pengantar Metode Penelitian,” UI Press, Hal 71 11 Alimudin Tuwu, 1993. “Pengantar Metode Penelitian,” UI Press, Hal 72

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

10

hanya sebagai perbandingan melihat keuntungan yang didapat dari berjoki. Dari

pihak pengguna jalan yang memakai jasa joki yaitu informan E dan A, serta dari

pihak pemerintahan yaitu bapak Miftahul Huda selaku Kepala Seksi dan

Pelayanan Rehabilitasi Sosial, Dinas Sosial Jakarta Selatan dan bapak Abdul

Khair selaku Kepala Tata Usaha Panti Sosial Kedoya.

b. Observasi

Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang

(tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu dan

perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan

gambaran realistik perilaku atau kejadian dan sebab-sebab terjadinya eksploitasi

terhadap anak yang dilakukan oleh para joki three in one.

c. Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan individu-individu yang akan memberikan

informasi atau data sesuai dengan kebutuhan penelitian. Adapun subjek penelitian

yang penulis teliti ialah joki yang membawa anak, berjumlah delapan orang yaitu,

Y, P, M, N, A, I, IH, S. Selain itu dua joki yang tidak membawa anak yaitu, R dan

Is. Dari pihak pengguna jasa joki dua informan yaitu, E dan A serta dari pihak

pemerintahan Dinas Sosial Jakarta Selatan Bapak Miftahul Huda (Kepala Seksi

Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial) dan Bapak Abdul Khair (Kepala Bagian Tata

Usaha Panti Sosial Kedoya).

Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

11

d. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah di Jalan Asia Afrika Pintu Satu Senayan,

Kelurahan Senayan, Kecamatan Kebayoran Baru, Kotamadya Jakarta Selatan.

Alasan pemilihan tempat di Senayan yaitu karena pada titik ini termasuk titik

teramai para joki menjual jasanya khususnya yang membawa serta anak dan

termasuk salah satu jalur yang akan dilewati para pengendara mobil untuk melaju

ke Jalan Sudirman yang memasuki kawasan three in one.

e. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang dibutuhkan untuk penulis mengumpulkan data-data

yang berkaitan dengan penelitian, terhitung lima bulan, mulai dari bulan

September 2011 sampai bulan Januari 2012.

f. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan

data sekunder.

1. Data primer, yaitu data dari penelitian yang langsung dari sumber asli

(tidak melalui perantara). Data primer yang dimaksud adalah data yang

dikumpulkan melalui metode wawancara dan pengamatan langsung

(observasi). Saat wawancara, peneliti menggunakan digital dan tape

recording untuk merekam langsung data dari para informan. Data yang

berbentuk rekaman tersebut kemudian, peneliti tuliskan kembali dalam

bentuk transkrip yang kemudian peneliti tabulasi dengan cara melihat

poin-poin penting yang mendukung untuk analisis hasil penelitian.

Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

12

2. Data sekunder, merupakan data penelitian yang diperoleh secara tidak

langsung, tapi melalui perantara pihak lain, data sekunder dalam penelitian

ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian

yang diperoleh dari buku-buku, laporan-laporan/ kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintah, lembaga swasta maupun ormas-ormas yang

ada dalam masyarakat.

F. Sistematika Skripsi

Untuk memperoleh gambaran dan untuk memudahkan pembahasan, maka

dalam skripsi ini dikelompokkan dalam lima bab dengan sistematika sebagai

berikut:

BAB I : PENDAHULUAN, dalam bab ini berisi tentang Latar Belakang,

Literatur Review, Pertanyaan Penelitian, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

Metodologi Penelitian, Subjek Penelitian, Tempat Penelitian, Waktu Penelitian,

Jenis data dan Sistematika Penulisan Skripsi.

BAB II : KERANGKA TEORITIS, berisi tentang konsep Eksploitasi

Anak, Faktor Penyebab terjadinya Eksploitasi anak serta Teori Penawaran dan

Permintaan.

BAB III : GAMBARAN UMUM, menguraikan tentang karakteristik

lokasi penelitian, subjek penelitian dan fokus penelitian.

BAB IV : ANALISA HASIL PENELITIAN, dalam bab ini akan

membahas dan menganalisa hasil-hasil penelitian dan studi lapangan berdasarkan

data-data yang didapatkan di lapangan, hal itu meliputi: Faktor apa saja yang

mendorong orangtua melibatkan anak dalam profesi mereka sebagai joki dan

Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

13

bagaimana respon dan kebijakan pemerintah terhadap maraknya fenomena joki

yang membawa serta anak-anak.

BAB V : PENUTUP, berisi kesimpulan dan saran.

Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

14

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Eksploitasi

1. Pengertian Eksploitasi

Dalam ideologi Marx, eksploitasi merupakan istilah yang dijadikan musuh

untuk diserang dan dilawan yang tak kenal kelas, karena kaum Marx (Marxis)

menganggap bahwa eksploitasi adalah upaya buruk yang merenggut keuntungan

dengan tidak adil seperti yang tercatat dalam sejarah antara kaum Borjuis

(Kapital) dengan Proletar (Buruh). Hal serupa didukung oleh Best, bahwa

eksploitasi dan pemaksaan merupakan kejahatan yang harus dibasmi melalui

upaya-upaya perubahan sosial.12 Dalam ensiklopedi ilmu sosial13 dinyatakan

bahwa inti dari pengertian eksploitasi adalah “adanya sementara individu,

kelompok atau kelas yang secara tidak adil atau tidak secara wajar menarik

keuntungan dari kerja atau kerugian orang lain”.

Realitanya dapat kita saksikan dibeberapa media dan bahkan hal itu benar-

benar terjadi di sekitar kita tanpa disadari secara langsung. Permasalahan

eksploitasi di Indonesia makin kompleks dan terus berlangsung, terlebih lagi

eksploitasi yang dilakukan terhadap anak-anak (balita, masa pertumbuhan) sangat

tinggi dan bervariasi.

Menurut Suharto, eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau

perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga ataupun

12 Ben Best. “Thougs of Exploitation Theory”. diakses pada 5 Agustus 2011

http://www.benbest.com/polecon/exploit/html 13 Encyclopedia of The Social Sciences, Vol 6. New York: Macmillan. Hal 16

Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

15

masyarakat14. Sedangkan menurut Thamrin, Eksploitasi anak merupakan sikap

yang memanfaatkan anak secara tidak etis demi kebaikan ataupun keuntungan

orangtua maupun orang lain.15

Unsur pemaksaan yang timbul terhadap anak untuk melakukan sesuatu

demi kepentingan ekonomi, sosial, ataupun politik tanpa memperhatikan hak-hak

anak dalam mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis

dan status sosialnya itu merupakan bentuk dari eksploitasi anak.

Eksploitasi anak paling marak banyak terjadi di masyarakat miskin

perkotaan, akibatnya terjadi perusakan mental secara sosial. Kita dapat melihat

bagaimana orang miskin membawa anak-anak untuk mengemis dan mengamen,

dan bahkan ada yang mendidik mereka untuk melakukan kedua hal itu secara

manajemen. Hal ini terjadi akibat faktor kemiskinan yang membuat keluarga tak

mampu memenuhi kebutuhan dan melindungi anak. Akibatnya, eksploitasi anak

terus meningkat.

Terdeteksi pada tahun 2008 di Indonesia terdapat sebanyak 6,5 juta anak

terpaksa bekerja, sebanyak 2,1 juta diantaranya bekerja dalam kondisi terburuk

dan 1,5 juta anak bekerja sebagai pekerja rumah tangga tersembunyi, selebihnya

anak-anak bekerja di sentra industri pertanian, perikanan, perkebunan bahkan

bekerja dan hidup di jalanan.16 Ini menunjukkan bahwa eksploitasi pada anak

sudah tidak lagi hal yang baru di Indonesia dan peristiwa ini pula menunjukkan

adanya unsur pemaksaan. Maka benar bagi mereka yang memandang bahwa

14 Suharto, K.2005,” Eksploitasi terhadap Anak dan Wanita”, Jakarta: CV.Intermedia. 15 Thamrin, J.1996,” Dehumanisasi Anak Marjinal,” Bandung: Yayasan Akatiga. 16 http://www.Suarapembaruan.com/News/2009/07/22/index.html. Artikel ini diakses

pada 26 September 2011

Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

16

eksploitasi sebagai pengambilan keuntungan sepihak dengan cara tidak adil17.

Eksploitasi juga memiliki beberapa ciri, antara lain:

1. Berlangsung dalam relasi antar manusia

2. Setidaknya ada dua pihak yang terlibat yakni pihak yang

mengeksploitasi dan pihak yang dieksploitisir

3. Ukurannya adalah keadilan

4. Terdapat distribusi yang tidak wajar dalam hubungan itu18

Ukuran ketidakadilan dalam eksploitasi juga dinyatakan oleh Susan dan

Peter Calvert bahwa ketidakadilan sering muncul dalam pekerjaan sehingga

menimbulkan masalah, termasuk masalah pekerja anak yang dieksploitasi.19

2. Jenis Eksploitasi Anak

Beberapa jenis Eksploitasi anak menurut Karundeng, di antaranya

adalah20:

1. Perdagangan Manusia (Trafficking in person)

2. Perbudakan (Slavery)

3. Prostitusi anak (child prostitution)

4. Pekerja anak (child labour)

5. Anak jalanan (children of the street)

Walaupun keterlibatan anak dalam profesi joki tidak bisa tepat

dikategorikan dalam jenis eksploitasi di atas, peneliti berpendapat bahwa anak dan

17 Ben Best dalam, “Thougs of Exploitation Theory”. Diakses pada 12 juli 2011 dari

http://www.benbest.com/Polecon/exploit.html 18 Louis Leahy.1992,” Aliran-aliran Besar Ateisme Tinjauan Kritis,” Yogyakarta: hal128 19 Susan Calvert dan Peter Calvert,” Sociology Today,” Harvester Wheat Sheaf. Hal 89-93 20 Karundeng, V.K, “Sosialisasi Penyadaran Isu Traficking,”. Di akses pada 15 Agustus

2011 dari http://www.Freelist.Org/Archives/msg01078.Html.

Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

17

yang dieksploitasi dalam profesi joki bisa masuk dalam kategori pekerja anak

sekaligus anak jalanan. Dipandang sebagai pekerja anak karena dalam fenomena

joki jalanan anak diikutsertakan dalam pekerjaan joki, guna mendapat penghasilan

yang lebih menjanjikan selain itu juga dapat melatih dan memperkenalkan anak

kepada pekerjaan joki tersebut. Sebagai jenis dari anak jalanan, karena profesi joki

sangat erat sekali kaitannya dengan kehidupan jalanan.

3. Dampak Eksploitasi pada Anak

Fenomena eksploitasi masih menjadi masalah yang serius di dunia,

khususnya di Indonesia. Kerapnya eksploitasi yang terjadi banyak yang menimpa

anak-anak. Dimana seharusnya anak-anak mendapat kesenangan sesuai dengan

kapasitasnya sebagai anak-anak. Misalnya saja tempat bermain, jaminan

kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya yang layak bagi mereka. Namun

kenyataannya, pada masa sekarang ini anak-anak lebih banyak berhadapan dengan

beban hidup yang keras dan hal ini (eksploitasi) menjadi dampak yang serius pada

si anak tersebut. Ada beberapa dampak yang dialami anak dalam beberapa jenis

eksploitasi yang telah dituliskan di atas, diantaranya:

a. Perdagangan manusia

adalah segala transaksi jual beli terhadap manusia. Bentuk transaksi

meliputi; perekrutan, pengiriman, pemindah tangan, penampung atau penerimaan

orang. Setiap tahunnya diperkirakan 60.000-80.000 laki-laki, perempuan dan

anak-anak diperdagangkan menyebrangi perbatasan internasional.21 Para korban

21Alang, “Perdagangan Anak periode 2007-2011,” Diakses pada 25 Agustus 2011 dari

http://www.sosialbudaya.tvonenews.tv/kasus_perdagangan _anak_selama_2007_2011

Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

18

dipaksa untuk bekerja di tempat pelacuran atau bekerja di tambang-tambang,

tempat kerja buruh berpendapatan rendah, di tanah pertanian dan banyak dalam

bentuk perbudakan di luar kemauan mereka. Para korban Perdagangan Manusia

mengalami banyak hal yang mengerikan. Luka fisik dan psikologis, termasuk

penyakit dan pertumbuhan yang terhambat, seringkali meninggalkan pengaruh

permanen yang mengasingkan para korban dari keluarga dan masyarakat mereka.

Para korban perdagangan manusia seringkali kehilangan kesempatan penting

mereka untuk mengalami perkembangan sosial, moral, dan spiritual. Dalam

banyak kasus eksploitasi pada korban perdagangan manusia terus meningkat,

seorang anak yang diperjualbelikan dari satu kerja paksa dapat terus diperlakukan

dengan kejam di tempat lain.22

b. Perbudakan dan Prostitusi Anak

Perbudakan adalah sebuah kondisi di mana terjadi pengontrolan terhadap

seseorang (disebut budak) oleh orang lain. Perbudakan biasanya terjadi untuk

memenuhi keperluan akan buruh atau kegiatan seksual.23

Perbudakan biasanya diikuti oleh kegiatan seksual seperti Prostitusi anak,

adalah tindakan seks komersial. Ini merupakan tindakan yang diberlakukan secara

paksa, dengan cara penipuan, atau kebohongan, atau dimana seorang anak diminta

22Alang, “Perdagangan Anak periode 2007-2011,” Diakses pada 25 Agustus 2011 dari

http://www.sosialbudaya.tvonenews.tv/kasus_perdagangan _anak_selama_2007_2011 .

23Diakses pada 28 Agustus dari http://www.Jakarta.usembassy.gov.news/2003-06-17-14.html

Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

19

secara paksa melakukan suatu tindakan demikian saat usianya belum mencapai

usia 18 tahun.24

Selain penderitaan individu akibat pelanggaran hak asasi manusia,

keterkaitan antara perbudakan dan prostitusi anak terorganisir dengan baik.

Dampak yang terjadi, para korban yang dipaksa dalam perbudakan seks

seringkali dibius dengan obat-obatan dan menderita kekerasan yang luar biasa.

Para korban yang diperjualbelikan untuk eksploitasi seksual menderita cedera

fisik dan emosional akibat kegiatan seksual yang belum waktunya, diperlakukan

dengan kasar, dan menderita penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan

seks termasuk HIV/AIDS. Beberapa korban menderita cedera permanen pada

organ reproduksi mereka. Selain itu, korban biasanya diperdagangkan di lokasi

yang bahasanya tidak mereka pahami, yang menambah cedera psikologis akibat

isolasi dan dominasi. Ironisnya, kemampuan manusia untuk menahan penderitaan

yang amat buruk dan terampasnya hak-hak mereka malah membuat banyak

korban yang dijebak terus bekerja sambil berharap akhirnya mendapatkan

kebebasan.25

c. Pekerja Anak

Adalah mesin produktif yang bekerja sepanjang hari dalam rangka untuk

memenuhi kebutuhan dan keinginannya/keluarganya.26 Pekerja anak termasuk

anak yang bekerja berada di bawah usia minimum tertentu. Penyebab pekerja

anak biasanya dilatarbelakangi oleh faktor kemiskinan. ILO memperkirakan

24Alang, “Perdagangan Anak periode 2007-2011,” Diakses pada 25 Agustus 2011 dari http://www.sosialbudaya.tvonenews.tv/kasus_perdagangan _anak_selama_2007_2011

25 Dr.H.Obsatar Sinaga, M.si. “Fenomena Human Trafficking di Asia Tenggara.”Diakses pada 16 Juli 2011 dari http://Pustaka.Unpad.ac.id/Pustaka_Unpad_Fenomena_Human _Trafficking

26Diakses pada 17 Juli 2011 dari http://www.anujagarwal.hubpages.com/hub/Cause-and-effects-of-Child-Labour.

Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

20

bahwa ada pekerja anak sekitar 250 juta di seluruh dunia, dengan sedikitnya 120

juta dari mereka bekerja di bawah keadaan yang tertekan, masa kanak-kanak dan

dalam kondisi yang membahayakan kesehatan dan bahkan nyawa mereka.27

Pekerja anak secara signifikan dan positif terkait kematian remaja, tingkat

gizi penduduk, dan adanya penyakit menular. Selain itu A.Baquele dan

W.E.Myers menyatakan bahwa:

“Apabila anak-anak dipaksa untuk bekerja dalam waktu yang berlebihan maka pertumbuhan anak itu akan terganggu. Pertumbuhan anak-anak yang terganggu adalah pertumbuhan fisik, kognitif, emosional, sosial dan moral. Pertumbuhan fisik yang terganggu bisa berupa kesehatan secara keseluruhan, koordinasi, penglihatan dan pendengaran. Untuk pertumbuhan kognitif, pekerja anak bisa mempunyai pengetahuan kultural yang kurang, keterampilan untuk belajar literatur maupun numeral. ”28

d. Anak Jalanan

Kebanyakan yang menjadi anak jalanan baik karena mereka adalah anak

yatim dan tidak memiliki pilihan lain atau karena mereka adalah bagian dari

keluarga sangat miskin yang memaksa mereka untuk mendapatkan penghasilan

dalam rangka memberikan kontribusi bagi perekonomian rumah tangga mereka.29

Ketika anak-anak ditinggalkan untuk menjadi individu yang dibesarkan oleh

jalanan, mereka sering dimanfaatkan, disalahgunakan atau dihadapkan pada

situasi berbahaya yang melanggar hak-hak mereka. Pelanggaran-pelanggaran hak-

hak dasar mereka sebagai manusia akan memiliki dampak negatif pada

masyarakat secara keseluruhan.

27Ahmad, “Anak jalanan dan masalah sosial,” Diakses pada 20 Juli 2011 dari

http://www.sosbud.kompasiana.com/anak-jalanan-dan-masalah-sosial.html. 28 Usman Hardius, Nochrowi.2004. “kondisi, Determinan, dan Eksploitasi (kajian

kuantitatif),” Jakarta: Gramedia widiasarana Indonesia 29Diakses pada 15 Agustus 2011 dari http://www. wphr.org/2010/ana_harding/long-

term-effects-of-“street-children”

Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

21

Dampak negatif dari kehidupan di jalanan pada anak-anak sangat besar,

seperti kurangnya hak-hak dasar seperti pendidikan, cinta keluarga, kesehatan,

makanan yang baik, dan keamanan, anak-anak juga sering mendapatkan

pelecehan dan dieksploitasi karena mereka wajib bekerja siang dan malam di

jalanan yang berakibat pada terjangkitnya beragam penyakit.30

Secara hukum, anak seharusnya dilindungi karena anak sesungguhnya

merupakan individu yang belum matang baik secara fisik, mental, maupun secara

sosial. Menurut Konvensi Hak Anak (KHA), anak didefinisikan sebagai manusia

yang umurnya belum mencapai 18 tahun.31

Faktor umur inilah yang menjadi pengaruh pergaulan dan lingkungan dimana

fenomena yang menggejala makin banyaknya kasus-kasus anak sebagai pelaku

dan korban. Tak dipungkiri juga bahwa kondisi anak yang pada dasarnya lemah

dan masih bergantung itu bila dibandingkan dengan orang dewasa lebih beresiko

dampaknya terhadap tindakan eksploitasi, kekerasan, penelantaran dan lain-lain.

B. Pekerja Anak

Dari beberapa jenis Eksploitasi Anak yang telah disebutkan dan

dipaparkan diatas, penelitian ini lebih memfokuskan pada eksploitasi Pekerja

anak, dimana penelitian ini bermaksud melihat faktor-faktor apa saja yang

mendorong orangtua untuk mengikutsertakan anaknya dalam pekerjaan mereka

sebagai joki three in one untuk mendapatkan upah yang lebih banyak.

30Diakses pada 15 Agustus 2011 dari http://www.kayachildren.org/children/impactofsteetlife/html. 31 “Konvensi Hak Anak,” Sahabat Remaja PKBI-DIY dan UNICEF. hal16

Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

22

1. Pengertian Pekerja Anak

Pekerja anak adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin

untuk orangtuanya atau untuk orang lain yang membutuhkan sejumlah besar

waktu, dengan menerima imbalan atau tidak, pekerja anak merupakan tenaga

kerja yang dilakukan anak di bawah umur 15 tahun.32

Putranto, menyebutkan bahwa :

“pekerja anak adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 tahun selain membantu keluarga, pada komunitas tertentu misalnya pada sektor pertanian, perikanan, dan industri kerajinan yang dari sejak kecil mereka sudah dididik untuk bekerja.”33

Anak-anak di bawah umur 15 tahun kemudian paling banyak dipilih

sebagai pekerja, dengan alasan upah yang lebih murah, biaya produksi lebih

sedikit, usia mereka relatif muda, sehingga sangat mudah di atur dan tidak banyak

menuntut seperti pekerja dewasa.34 Pekerja anak tidak hanya berasal dari daerah

setempat tapi juga dari luar daerah. Mereka sengaja keluar dari daerahnya untuk

kebutuhan sehari-hari.

Pekerja anak merupakan sebab dan akibat dari kemiskinan, keluarga yang

miskin mendorong anak-anak mereka bekerja mencari penghasilan untuk

tambahan keluarga atau bahkan sebagai cara untuk bertahan hidup. Adanya

pekerja anak mengabadikan keluarga miskin turun temurun, pertumbuhan

32 Kertonogoro,” Penduduk, Angkatan Kerja, dan Kesempatan Kerja Trend Global Menuju Abad 21,” Jakarta:CV Intermedia 33Nachrowi, N.D. Muhidin, S.A.Beni.R.1997. “masalah pekerja anak dalam perekonomian globa,” Jakarta: Fak. Ekonomi UI hal 154

34Diakses pada 27 Juli 2011 dari http://www.Pendidikanlayanankhusus.com/pemenuhan-hak-pendidikan.html.

Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

23

ekonomi dan perkembangan sosial yang lambat, pekerja anak menghambat anak-

anak memperoleh pendidikan dan kelayakan hidup. Itulah yang menjadi penyebab

utama dan klasik, anak-anak itu harus kehilangan dunia mimpi mereka dan

sebaliknya harus mengalami kenyataan pahit. Anak-anak seharusnya bisa

menikmati masa-masa kecil mereka bukan untuk bekerja.

2. Faktor-faktor Pendorong Munculnya Pekerja Anak

a. Kemiskinan

Secara umum penyebab anak turun kejalan adalah kerena faktor

kemiskinan, keretakan dalam keluarga, dan terpengaruh oleh lingkungan sekitar.

Faktor kemiskinan dalam sebuah keluarga merupakan penentu utama yang

mendorong anak turun ke jalan dan bekerja untuk menambah pendapatan

keluarga. Orangtua mengajari anaknya untuk bekerja supaya dapat memenuhi

kebutuhannya sendiri dan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Kemiskinan merupakan faktor mendasar (underlying factor) terhadap

munculnya pekerja anak. ILO dan UNICEF misalnya menyebutkan bahwa :

“kemiskinan merupakan akar permasalahan terdalam dan faktor utama anak-anak terjun ke dunia kerja.”35

Pada penelitian yang dilakukan oleh Bagong S, menyebutkan bahwa:

“Orangtua akan mengalami penurunan pendapatan rumah tangganya jika anak-anak mereka berhenti bekerja.”36

Hal ini disebabkan anak-anak membutuhkan pekerjaan justru karena

keadaan ekonomi keluarganya yang miskin, sekalipun kemiskinan merupakan

35Bellamy, Carol.1997. “Laporan Situasi Anak-Anak di Dunia,” Unicef. Jakarta,hal 127 36 Bagong, S. 1999. “Analisis Situasi Pekerja Anak dan Permasalahan Pendidikan Dasar

di Jawa Timur,” Surabaya: Universitas Airlangga Pree, hal 238

Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

24

pendorong utama anak-anak terjun ke dunia kerja, tetapi kenyataan menunjukkan

bahwa tidak semua orang miskin membiarkan anak-anaknya terjun ke dunia kerja.

Di Negara Indonesia ini memang banyak sekali anak di bawah umur yang

seharusnya belum pantas untuk bekerja, padahal kenyataannya mereka belum

pantas untuk diperkerjakan, akan tetapi hal ini berkaitan dengan masalah ekonomi

mereka atau memang ada keterlibatan orangtua di belakang semua kejadian ini.

Anak-anak di usia ini seharusnya mereka masih punya banyak waktu untuk

bermain bersama teman-temannya di rumah atau di sekitar lingkungannya, akan

tetapi semua itu sudah tidak bisa mereka rasakan. Pekerja anak sering kali berada

di bawah tekanan di satu sisi yang tidak mungkin ia hindari, misalnya orangtua

yang tidak bertanggungjawab atau memang keadaan ekonomi yang memaksa

mereka untuk bekerja.

Demikian pula dengan permasalahan eksploitasi anak, kemiskinan tanpa

adanya orang-orang yang tega mengeksploitasi anak-anak maka eksploitasi itu

tidak pernah ada.

Menurut Bellamy :

“Bagaimana pun miskinnya keluarga mereka, anak-anak tidak akan dibahayakan dalam pekerjaan, jika tidak ada orang yang sudah siap atau mampu mengeksploitasinya, karena anak-anak lebih mudah untuk dieksploitasi, dalam artian anak-anak melakukan apa yang disuruh tanpa mempermasalahkannya, anak-anak lebih banyak tidak berdaya untuk melawan. ”37

37 Bellamy, Carol.1997. “Laporan Situasi Anak-Anak di Dunia,” Unicef. Jakarta

Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

25

b. Keluarga

Menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem

keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam

lingkungan keluarganya terutama orang tuannya sendiri. Di masa pertumbuhan

dan perkembangan seorang anak peran orang tua sangat berperan selain peran

lingkungan yang kondusif di sekitarnya. Tentunya seorang anak di dalam masa

tersebut juga membutuhkan rangsangan intelektual, emosional dan spiritual. Dan

perkembangan anak akan menjadi lebih optimal jika semuanya dilandasi oleh

kasih sayang dan bimbingan yang tulus dari orang tua dan lingkungannya.38

Pada kenyataanya, anak bekerja karena “dipaksa” oleh orangtuanya dan

menjadi agen penyetor yang memberi kontribusi bagi kelangsungan hidup

keluarganya dan menghidupi dirinya sendiri. Temuan ini sekaligus menunjukkan

bahwa asumsi selama ini mengenai anak-anak bekerja karena ingin membantu

orangtuanya, tidak sepenuhnya benar. Anak yang tidak bekerja akan diberi sanksi,

yakni sanksi untuk tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya sebagai anak dan

sanksi moral karena dianggap tidak bertanggungjawab terhadap orangtua dan

keluarganya. Dalam bekerja anak-anak diperlakuakan oleh orangtuanya yang

memang memiliki otoritas terhadap anaknya juga dibarengi dengan paksaan,

sanksi, dan adanya pengawasan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anaknya.

Jadi, kasih sayang orangtua tereduksi menjadi ukuran pencapaian

pendapatan sang anak atau dapat dikatakan terjadi mekanisme determinasi

38Diakses pada 26 Juli 2011 dari http:// fisip.uns.ac.id/wentiarum/2010/05/31/eksploitasi-

anak/html.

Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

26

ekonomi terhadap perilaku orangtua sebagai balasan atas pencapaian ekonomi

anak. Anak juga kurang mendapat perhatian dari orangtua dikarenakan orangtua

lebih memberikan fokus perhatian terhadap pekerjaannya sendiri untuk mencari

uang. Jadi mekanisme hubungan ini secara global, pekerja anak merupakan

kelompok sub-sistem dari sistem masyarakat yang tidak dapat sejalan dengan

nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat.

Maka, anak dijadikan faktor ekonomi yang menunjang keberlangsungan

keluarga agar mereka dapat hidup dengan mencukupi kebutuhan dasarnya.

Apabila dikaitkan dengan kebijakan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Hak

Asasi Manusia, perbuatan tersebut telah melanggar hak anak untuk dapat hidup

sebagaimana anak-anak mestinya, yang pada umumnya dapat menikmati masa-

masa bermain, berkreatifitas dalam pertumbuhan kecerdasan otak dan bakatnya

dan mendapatkan perhatian yang lebih dari orangtuanya.

c. Pendidikan Orang tua

Pendidikan para orangtua anak yang ikut bekerja pada umumnya

berpendidikan rendah, dapat dilihat dari jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan oleh

orangtua seperti, tukang ojek,buruh, dan pedagang asongan. Orangtua yang

bekerja di sektor informal yang mempunyai pengaruh terbesar untuk bisa

memperkerjakan anak-anaknya itu adalah kepala rumah tangga yang

berpendidikan rendah.

Seperti yang dideskripsikan oleh Wisni Septriasi yang dikutip dari

pendapat Roger, secara sosial kelompok masyarakat marginal ada pada strata

terendah dalam masyarakat, dengan tingkat pendidikan rendah atau sama sekali

Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

27

belum pernah menikmati bangku pendidikan, jauh dari jangkauan fasilitas

umum.39

d. Pekerjaan Orang tua

Anak yang terjun ke dunia kerja, sebagian besar memang berasal dari

keluarga miskin dengan orangtua yang bekerja sebagai buruh, pemulung,

pedagang, tambal ban, dan bahkan ada yang tidak bekerja. Bagi orangtua yang

dianggap hal yang paling mudah adalah menyuruh anaknya ikut mencari uang

untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Karena berdasarkan jenis pekerjaan

orangtua mereka, merupakan jenis pekerjaan dengan pendapatan yang tidak pasti

hasilnya dan penghasilannya pun tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan

keluarga, dengan jumlah anggota keluarga yang cukup besar.

Mengatasi ketidakmampuan orangtua dalam memenuhi kebutuhan hidup

keluarganya biasanya dengan mengajak bahkan mengajarkan anak sejak kecil

untuk mencari uang di jalan supaya bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dan juga

sering kali harus memenuhi kebutuhan keluarga dengan menyetorkan

pendapatannya pada keluarga.

Dalam banyak bukti menunjukkan bahwa keterlibatan anak-anak dalam

aktivitas ekonomi baik di sektor formal maupun informal yang terlalu dini

cenderung rawan eksploitatif, terkadang berbahaya dan mengganggu kesehatan

fisik, psikologis, dan sosial anak40.

39 S. Wisni Septriasi,”Masyarakat Kelompok Marginal dan Permasalahan

Pendidikannya,” Cakrawala Pendidikan.hal 11-12 40 Maiyasyak Johan. 1998.” Perlindungan Hukum Pekerja Anak di Indonesia,”

Medan:Lembaga advokasi Anak Indonesia Medan h.52

Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

28

C. Teori Penawaran dan Permintaan Pekerja Anak

Walaupun seperti dijelaskan di atas, banyak sekali faktor yang mendorong

munculnya pekerja anak, studi ini akan lebih memfokuskan pada teori penawaran

dan permintaan yang mendorong munculnya pekerja anak. Faktor-faktor

penyebab anak bekerja dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu penawaran (supply) dan

permintaan (demand).

Sisi penawaran ditujukan untuk melihat faktor-faktor yang

melatarbelakangi masyarakat menyediakan tenaga anak-anak untuk bekerja,

sedangkan sisi permintaan menunjukkan faktor-faktor yang mendukung

pengusaha atau majikan memutuskan untuk menggunakan pekerja anak sebagai

faktor produksi.41

1. Penawaran Pekerja Anak

a. Kemiskinan dan Pendapatan yang rendah

Kemiskinan diakui sebagai faktor sisi penawaran penting pada masalah

pekerja anak. Dalam Penelitian yang dilakukan oleh Basu dan Van menyebutkan

bahwa jika rumah tangga atau keluarga itu miskin maka, orang tua akan mengirim

orang dewasa dan anak-anak mereka untuk bekerja ataupun membawa dan

menyuruh mereka bekerja dalam usaha keluarga atau dalam pertanian keluarga

karena keluarga tersebut memiliki pendapatan yang rendah dan membutuhkan

uang tambahan (atau tenaga kerja tambahan) yang di sediakan oleh anak mereka

sebagai peyeimbang ekonomi di rumah tangga mereka.42 Dalam riset yang

dilakukan oleh ILO di Ghana pada Perkebunan kelapa sawit dan karet misalnya,

41 Hardius Usman dan Nachrowi Djalal.2004, “Pekerja Anak di Indonesia(Kondisi,

Determinan dan Eksploitasi)” Jakarta:Grasindo. h.100 42 ILO/IPEC-SIMPOC.2007 “Explaining the Demand and Supply of Child Labour:a

Review of the Underlying Theories.” Diakses pada 19 September 2011 dari http://www.ilo.org/ipecinfo, h 6.

Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

29

48% dari pekerja anak mengatakan bahwa mereka bekerja untuk mendukung

keuangan keluarga. Sementara, 16% bekerja untuk membantu pekerjaan orangtua

di perkebunan. 43

Masyarakat dalam transisi perekonomian merupakan salah satu faktor

terjadinya kasus ekonomi yang membutuhkan perhatian. Krisis ekonomi yang

berkepanjangan serta faktor-faktor sosial ini membuat anak-anak rentan terhadap

eksploitasi dan perdagangan.44

Kemiskinan ekonomi secara pendapatan telah diidentifikasi sebagai faktor

yang sangat berpengaruh. Studi penilaian cepat secara jelas mengidentifikasikan

sebagian besar anak-anak yang ikut dipekerjakan berasal dari keluarga yang

rentan secara sosial dengan tuntunan kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dan

bergantung pada pemasukan yang tidak mungkin/ kecil.45

Banyak anak yang ikut bekerja membantu ekonomi keluarga karena

penghasilan yang dimiliki orangtua sangatlah minim. Sehingga anak terpaksa

diikutsertakan dalam kegiatan ekonomi untuk membantu memenuhi kebutuhan

keluarga dan dirinya sendiri.

Humphries menunjukkan bahwa anak-anak kebanyakan dipekerjakan oleh

orangtua mereka. Orangtua membuat keputusan pasar mengenai waktu anak-anak

43ILO. “Pengenalan terhadap Permasalahan Pekerja Anak,” Diakses pada 22 September

2011 dari www.ilo.org/public/english/dialogue/actemp/child_guide3_in.h.17 44 ILO/IPEC-SIMPOC.2007 “Explaining the Demand and Supply of Child Labour:a

Review of the Underlying Theories.” Diakses pada 19 September 2011 dari http://www.ilo.org/ipecinfo. h 12

45 ILO. “Pengenalan terhadap Permasalahan Pekerja Anak,” Diakses pada 22 September 2011 dari www.ilo.org/public/english/dialogue/actemp/./child_guide3_in.

Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

30

mereka. Ini kesenjangan antara orangtua atau majikan dengan pekerja anak dan ini

membuka kemungkinan bahwa kepentingan-kepentingan anak akan di rampas.46

Menurut ILO (1999), diseluruh dunia saat ini lebih dari 250 juta anak

berusia 5-14 tahun terpaksa bekerja dan kehilangan masa kanak-kanaknya karena

mereka harus mencurahkan waktunya terlibat dalam proses produksi, baik

dikeluarganya sendiri maupun di tempat lain, Dari jumlah yang dilaporkan ILO

tersebut 61% ditengarai tersebar di kawasan Asia dan untuk di Indonesia sendiri

diperkirakan terdapat sekitar 5 sampai 6,5 juta pekerja anak, bahkan ada yang

memperkirakan lebih besar lagi yang tersebar diberbagai sektor indusri besar

maupun rumah tangga.47

Penghasilan yang dimiliki oleh keluarga miskin yang sangat minim tidak

mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang semakin hari semakin

melambung tinggi dan disini menjadi celah bagi orangtua untuk menjadikan anak-

anak sebagai korban pertama dan subjek yang paling menderita akibat situasi

krisis yang berkepanjangan.

b. Faktor Sosial, Budaya Masyarakat

Faktor budaya, sosial dan masyarakat mempunyai peran penting dalam

mempengaruhi sisi penawaran tenaga kerja anak.

Dalam riset yang dilakukan oleh Lopez-Calva, dia mengembangkan

sebuah model sederahana dari aturan-aturan budaya dan perilaku di tingkat

46 ILO. “Pengenalan terhadap Permasalahan Pekerja Anak,” Diakses pada 22

September 2011 dari www.ilo.org/public/english/dialogue/actemp/.../child_guide3_in, h 11 47 Bagong Suyanto,2010. “Masalah Sosial Anak,” Jakarta: Kencana Prenada Media

Group. Hal 115

Page 40: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

31

masyarakat dan melihat dampak model ini terhadap keputusan rumah tangga. Dua

masyarakat dengan stigma yang berbeda dan bervariasi bisa membentuk sebuah

keputusan yang berbeda pada keluarga untuk mempekerjakan anak mereka. 48

Norma dan sikap sosial bisa memiliki dampak pada tingkat pekerja anak.

Sejumlah peneliti menyatakan bahwa dalam masyarakat mungkin memiliki

perbedaan dalam tingkat tekanan sosial atau stigma sosial terkait pekerja anak.

Misalnya, di dalam suatu masyarakat dimana stigma sosialnya rendah, maka

orangtua akan mudah terpengaruh untuk memperkerjakan anak-anak mereka.

Namun, di dalam masyarakat lain dengan stigma sosial yang masih tinggi, maka

orangtua tidak akan terpengaruh oleh tetangga dan akan tetap menyekolahkan

anak-anak mereka dan menjauhkan mereka dari pekerjaan .49

1. Permintaan Pekerja Anak

1. Pasar Kerja atau Lapangan Usaha

Sebuah studi penilaian cepat pada perdagangan anak (IPEC, 2005)

mencatat bahwa kasus permintaan pekerja anak berasal dari faktor pada sisi

penawaran. Banyaknya jumlah permintaan oleh konsumen yang diminta pada

pasar tertentu merupakan kesempatan bagi seseorang untuk mengambil

keuntungan. Pada hakikatnya hubungan antara jasa/barang yang diminta oleh para

konsumen memiliki keterkaitan, yaitu bila harga meningkat atau naik maka

48ILO/IPEC-SIMPOC.2007 “Explaining the Demand and Supply of Child Labour:a

Review of the Underlying Theories.” Diakses pada 19 September 2011 dari http://www.ilo.org/ipecinfo. h 23

49 ILO. “Pengenalan terhadap Permasalahan Pekerja Anak,” Diakses pada 22 September 2011 dari www.ilo.org/public/english/dialogue/actemp/.../child_guide3_in

Page 41: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

32

jumlah jasa/barang akan menurun dan sebaliknya jika harga turun maka jumlah

jasa/barang akan naik.50

Dengan demikian, jika sisi permintaan pasar kerja tinggi maka akan lebih

banyak membutuhkan pasokan anak untuk di pekerjakan.

Pada hasil penelitian yang dilakukan Indrasari Tjandraningsih dan

Benjamin White (1992), era Industrialisasi di Indonesia saat ini, yang berubah

bukanlah keterlibatan anak-anak itu dalam angkatan kerja, tetapi yang terjadi

adalah perubahan bentuk dan sifat keterlibatan mereka, pada era sebelumnya,

anak-anak hanya terlibat di sekitar lahan pertanian yang tidak dibayar karena anak

hanya membantu pekerjaan orangtua, sedangkan pada era industrialisasi

keterlibatan anak-anak sudah bergeser pada sektor perdagangan, industri, atau

diikutsertakan sebagai tenaga kerja upahan.51

Dalam hal ini, kasus eksploitasi anak yang dilakukan oleh para joki, yaitu

masalah yang mempengaruhinya ialah faktor permintaan yang muncul dari

Peraturan Daerah untuk mengatasi kemacetan dititik-titik tertentu. Para

pengendara mobil melihat peraturan kebijakan pemerintah terkait three in one

mengharuskan mereka untuk tidak melanggarnya. Akan tetapi usaha untuk

menghindari pelanggaran adalah dengan cara memakai jasa joki agar pemilik

mobil dapat melewati jalan yang tidak boleh dilewati oleh mobil yang

mengangkut penumpang yang kurang dari tiga orang.52 Oleh karena itulah jelas

50 ILO/IPEC-SIMPOC.2007 “Explaining the Demand and Supply of Child Labour:a

Review of the Underlying Theories.” Diakses pada 19 September 2011 dari http://www.ilo.org/ipecinfo, h 25

51 Bagong Suyanto, 2010. “Masalah Sosial Anak,” Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hal 122 52

Page 42: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

33

terlihat bahwa kebijakan three in one telah membuka peluang kerja bagi para joki

dan membuat permintaan akan joki ada dan terus tumbuh berkembang.

53Masyarakat yang kurang mampu melihat joki sebagai bentuk permintaan akan

jasa mereka dan memandang profesi joki sebagai celah untuk mendapatkan uang

dengan cepat dan mudah serta yang terpenting tanpa perlu modal uang.

53

Page 43: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

34

BAB III

DESKRIPSI TENTANG KEBIJAKAN Three in One

A. Gambaran Lahirnya Kebijakan Peraturan Three in One

Untuk memecahkan masalah kemacetan, Pemerintah DKI mengeluarkan

Surat Keputusn (SK) Gubernur DKI Jakarta. Perda No.12 Tahun 2003 tentang

penetapan kawasan pengendalian lalu lintas yang mewajibkan semua kendaraan

roda empat berpenumpang minimal tiga orang. Kebijakan ini dikenal dengan

istilah 3 in 1 (three in one). Sistem three in one ini diberlakukan dua kali dalam

sehari. Pagi hari dimulai pukul 07.00 hingga pukul 10.00 dan pukul 16.00 hingga

pukul 19.00, dua waktu dimana kemacetan lalu lintas mencapai puncaknya.54

Sehingga kewajiban mengangkut paling sedikit tiga penumpang dalam setiap

kendaraan roda empat sudah menjadi peraturan tersendiri di Kota Jakarta.

Perda ini bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan mengurangi jumlah

kendaraan di Jakarta, khususnya pada jam-jam tertentu dan titik-titik tertentu.

Karena jalur tersebut merupakan jalur padat kendaraan. Adapun kawasan three in

one, antara lain Jalan Sisingamangaraja, Jalan Jendral Sudirman, Jalan MH

Thamrin, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Majapahit, Jalan Gajah Mada, Jalan

Pintu Besar Selatan, Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Hayam Wuruk, dan sebagian

Jalan Gatot Subroto, yang merupakan jalan besar jalur pusat Ibu Kota

Metropolitan.

54 TB Ardi Januar, “Mengenal Peraturan three in one di Jakarta,” Artikel ini diakses

pada 10 Juni 2011 dari http://Newsokezone.com.Fenomena Joki Jalanan.

Page 44: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

35

Pemberlakuan kawasan three in one disejumlah ruas jalan di Jakarta

ternyata hingga kini masih jadi sebuah anugerah bagi sebagian orang. Mereka

yang memanfaatkan kesempatan dengan adanya kewajiban bagi pengendara mobil

pribadi untuk berpenumpang tiga orang ini, dikenal dengan sebutan joki three in

one.

B. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penulis melakukan penelitian,

adapun lokasi dalam penelitian ini adalah tempat di mana para joki melakukan

akivitasnya di wilayah sekitar lampu merah Senayan Jakarta Selatan, sebelum

memasuki kawasan three in one, yang berlokasi di Jalan Asia Afrika Pintu Satu

Senayan, Kelurahan Senayan, Kecamatan Kebayoran Baru, Kotamadya Jakarta

Selatan.

Peneliti memilih lokasi penelitian tersebut karena melihat bahwa lokasi itu

merupakan titik teramai para joki beraktivitas khususnya yang membawa serta

anak.

C. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah mereka yang berprofesi sebagai joki

three in one yang berlokasi di Jalan Asia Afrika Pintu satu Senayan, Kelurahan

Senayan, Kecamatan Kebayoran Baru, Kotamadya Jakarta Selatan. Para joki three

in one sebagian besar bertempat tinggal terletak diberbagai daerah, seperti

Petamburan, Sudimara, Cipulir, dan daerah-daerah lain. Untuk mencapai tempat

mereka melakukan aksi berjoki, rata-rata dari mereka melakukan perjalanan

dengan menggunakan angkutan umum. Fenomena profesi dari kebijakan

Page 45: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

36

pemerintah ini sudahlah bukan hal yang asing. Para joki ini berasal dari berbagai

kalangan maupun usia. Mulai dari anak kecil umur lima tahunan, remaja

tanggung, dan orang tua. Tak hanya laki-laki, perempuan juga turut meramaikan

kawasan three in one ini, baik yang masih remaja, ibu-ibu yang sendiri, atau yang

membawa anak, bahkan bayinya.

Profesi yang muncul sebagai efek dari adanya kebijakan pemerintah

provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi kemacetan ini tergolong unik dan mudah.

Para joki cukup berdiri di pinggir jalan dari gerbang masuk kawasan three in one

sambil mengacungkan jari telunjuk ke arah mobil pribadi yang melintas. Sang

pengguna mobil yang membutuhkan jasa mereka pun tinggal memberhentikan

mobil sesaat di pinggir jalan untuk menaikkan joki. Ketika telah melewati batas

kawasan 3 in 1 ini barulah joki dibayar dan diturunkan. Harga mereka bervariasi,

tergantung negoisasi dengan pemilik kendaraan. Tapi umumnya berkisar antara

10.000 sampai 15.000 rupiah untuk satu kali angkutan. Disini terlihat bahwa para

kaum menengah ke atas yang hidupnya individualistis cukup sebagai kebutuhan

pragmatis belaka demi kepentingan sesaat dengan berbagi tumpangan dengan

orang yang mereka tidak kenal dan berbeda status sosialnya setelah itu selesai,

karena hanya penyelamatan dari peraturan berkendaraa yang berlaku.

Meski belum ada jumlah atau data pasti berapa jumlah joki three in one

yang ada, tapi ini bisa terlihat dari data yang dimiliki oleh Dinas Sosial Jakarta

wilayah Selatan dengan jumlah joki yang terjaring pada tahun 2008 sebanyak 367

(tiga ratus enam puluh tujuh), lalu mengalami penurunan pada tahun 2009

sebanyak 239 (dua ratus tiga puluh sembilan) orang joki yang terjaring, lalu

mengalami peningkatan yang cukup drastis yaitu sebanyak 685 (enam ratus

Page 46: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

37

delapan puluh lima) orang joki yang terjaring pada tahun 2010 dan jumlah joki

yang terjaring pada tahun 2011 mengalami penurunan yang drastis sebanyak 215

(dua ratus lima belas) orang).

Tabel 1 Jumlah data joki yang terjaring razia tahun 2008-2011, Sudin Sosial55

Dari data ini terlihat bahwa, jumlah joki yang terjaring saja bisa mencapai

ratusan belum lagi banyak joki-joki yang berhasil menyelamatkan diri saat Satuan

Pamong Praja melakukan razia, jadi sangat mungkin bahwa sangat banyak sekali

jumlah joki yang terdapat disebaran titik Sudirman, Thamrin, Pakubuwono,

Senopati, Diponegoro, dan Imam Bonjol disaat jam-jam diberlakukannya three in

one. Kemunculan joki ini juga menambah daftar panjang masyarakat kelas bawah

yang mencari rezeki dari masyarakat menengah atas.

Jika sebelumnya kita mengenal profesi sebagai satpam, babby sister,

pembantu rumah tangga, tukang kebun tapi sekarang ini muncul yang namanya

profesi joki three in one. Dikatakan sebagai profesi karena memang benar adanya,

dari semua informan peneliti mendapati bahwa mereka dengan percaya diri

55 Data dari Suku Dinas Sosial Jakarta

Page 47: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

38

menganggap bahwa joki sebagai profesi, mereka hidup sehari-hari mengandalkan

hasil dari menjoki untuk menafkahi anak.

Walaupun banyak sekali jenis joki yang ada, peneliti lebih akan

memfokuskan pada para joki yang membawa serta anak mereka dalam

pekerjaannya sehari-hari sebagai joki three in one. Dari fenomena joki yang

membawa anak menunjukan bahwa adanya eksploitasi terhadap anak oleh

orangtua yang bekerja sebagai joki untuk mempermudah pekerjaannya dan

sekaligus menguntungkan.

1. Kehidupan Sosial Ekonomi Joki

Fenomena urbanisasi merupakan konsekuensi logis dari pesatnya

pembangunan serta budaya kompetensi perekonomian di Ibu kota. Masyarakat

berbondong-bondong melakukan migrasi ke Ibu Kota karena tergiur dengan

kestrategisan wilayah tersebut yang menjanjikan perbaikan dalam bidang

ekonomi. Namun, sebagian besar dari para kaum urban tersebut tidak membekali

diri dengan pendidikan dan skill yang memadai, yang sesungguhnya sangat

dibutuhkan sebagai modal utama hidup di Ibu Kota. Maka peran mereka di Ibu

Kota hanya sebagai masyarakat marginal yang salah satu profesinya sebagai joki

three in one. Kemunculan joki three in one tak bisa dibantah terkait langsung

dengan kondisi ekonomi yang semakin sulit terutama sektor ketenagakerjaan yang

minimnya lapangan pekerjaan.

Profesi joki kian marak seiring situasi negeri yang makin sulit. Hukum

ekonomi berlaku, ada permintaan maka muncul penawaran. Masyarakat yang

kurang mampu melihat joki sebagai celah untuk mendapatkan uang dengan cepat,

mudah, dan paling terpenting tidak memerlukan modal uang, hanya dengan modal

Page 48: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

39

menawarkan diri. Setiap tahun populasi joki terus meningkat pesat. Peta situasi

Pemprov DKI Jakarta memperlihatkan ada 31 titik sebaran joki yang jumlahnya

mencapai ribuan orang.

Profesi joki ini digeluti oleh anak-anak, remaja, sampai orang tua. Tak

hanya laki-laki, perempuan juga turut meramaikan kawasan three in one ini, baik

yang masih remaja, ibu-ibu yang sendiri, atau banyak juga ibu-ibu yang membawa

anak, bahkan bayinya. Berbagai hal bisa melatarbelakangi munculnya joki ini,

mulai dari susahnya mencari mata pencaharian, iseng-iseng “berhadiah”,

membantu ekonomi keluarga, sampai menambah uang saku sekolah.

Disinilah terjadi persaingan yang ketat antar joki sampai akhirnya banyak

para joki khususnya ibu-ibu membawa anaknya. Fenomena joki yang membawa

anak kini menjadi semakin marak. Setiap hari senin sampai jum’at pada pagi dan

sore hari mereka melakukan aktivitas berjoki sambil membawa anak-anak yang

notabene masih terbilang dini. Seharusnya anak ini bermain di rumah bersama ibu

dan saudara-saudaranya, bermain, bergembira dengan suasana yang nyaman,

menyenangkan, dan mendapatkan kesempatan serta fasilitas untuk mencapai cita-

citanya sesuai dengan perkembangan fisik, psikologis, dan sosialnya. Tetapi

akibat kemiskinan yang dialami keluarganya si anak mau tak mau ikut serta dalam

meningkatkan ekonomi keluarga dengan mengikuti profesi orangtuanya sebagai

joki. Dengan alasan mencari nafkah, para joki itu pun tidak perduli efek yang bisa

dialami anak-anak dari polusi jalanan, tanpa disadari mereka telah menghisap

racun gas yang dibuang kendaraan setiap pagi dan sore hari.

Bayangkan saja, anak-anak ini berhadapan langsung dengan asap knalpot

yang menyembur dari kendaraan yang memadati jalan raya setiap hari kerja. Satu

Page 49: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

40

atau dua kali mungkin tidak ada pengaruhnya bagi anak-anak ini, namun jika

anak-anak ini berjibaku dengan polusi jalan raya setiap hari maka akan ada efek

terhadap perkembangan si anak. Banyak studi yang menemukan efek negatif asap

kendaraan di jalanan bagi kesehatan dan kecerdasaan anak seperti yang

diungkapkan oleh Joachim Heinrich dari German Research Center for

Environment and Health di Institute of Epidemology di Munich bahwa anak-anak

yang tinggal sangat dekat dengan jalan raya kemungkinan tidak hanya terkena

sejumlah besar partikel debu dan gas, namun juga radiasi aerosol yang

dipancarkan mungkin lebih beracun, dan ternyata polusi udara juga diduga kuat

berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak.57 Di samping itu, yang lebih

memprihatinkan adalah dari segi hak anak, anak-anak yang ikut berperan dalam

aktivitas ekonomi keluarga umumnya berada dalam posisi rentan untuk

diperlakukan salah, termasuk dieksploitasi oleh orang lain, khususnya oleh orang

dewasa atau suatu sistem yang memperoleh keuntungan dari tenaga anak.58

57 Igfar Pramrizki. 2011. “Untuk Kebutuhan Rumah tangga anak pun dikorbankan” Diakses pada 01 Oktober 2011 dari http://www.Erabaru.net.Media Anak Indonesia.

58 Irwanto, “kajian literatur dan penelitian mengenai pekerja anak sejak pengembangan rencana kerja IPEC 1993”.1996. Departemen Tenaga Kerja RI dan ILO/IPEC

Page 50: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

41

Bagi para joki, khususnya yang membawa anak, banyak alasan mengapa

mereka bisa terjun ke sektor yang berbahaya ini. Dari hasil berjoki dengan

membawa anak hasil yang didapat lebih banyak ketimbang sendiri. Berjoki

merupakan pekerjaan yang dilakukan untuk membantu perekonomian keluarga,

dari hasil berjoki bisa membantu meningkatkan pendapatan keluarga. Hal tersebut

dituturkan oleh informan Y .59

“Nge-joki udah jadi pekerjaan saya cari rezeki sehari-hari, hasil nge-joki yang saya dapat digunakan untuk keperluan dapur dan jajan anak-anak. Kalo sendiri mah ga seberapa dapetnya, kalo bawa anak lumayan dapetnya. Kalau nggak nge-joki sehari aja, berarti dapur gak ngebul. Ngandelin suami cuma kerja jadi tukang parkir, ga seberapa. Hasil nge-joki cuma dari tangan ke mulut, maksudnya hasil hari ini juga akan habis untuk kebutuhan makan hari ini juga.”

Sementara berkenaan dengan faktor yang melatarbelakangi mereka

menjadi joki umumnya karena minimnya pendidikan dan skill yang mereka

miliki. Sehingga ngejoki merupakan pekerjaan yang tepat bagi mereka, karena

tidak memerlukan keterampilan khusus dan modal yang besar seperti pekerjaan-

pekerjaan lainnya yang ada di Ibu Kota ini. Seperti penuturan M di bawah ini.

“Saya datang ke Jakarta sama suami,anak saya untuk cari nafkah, pas sampai di sini saya dan suami bingung mau kerja apa. kerna saya cuma punya ijazah SD dan ga punya keahlian apa-apa, sementara kebanyakan pekerjaan di Jakarta perlu tamatan sekolah yang tinggi. Akhirnya mau gak mau sementara ini nge-joki dulu, karena jadi joki cuma tinggal berdiri di pinggir jalan dan gak modal apa-apa..”60

59 Wawancara pribadi dengan Y salah atu joki yang membawa anak. Pada20 Juli 2011 60 Hasil wawancara dengan M salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 4

Oktober 2011

Page 51: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

42

Kesabaran dan mau menanggung segala resiko dalam setiap pekerjaan

merupakan hal yang tidak bisa dilepas dalam setiap menjalani segala bentuk

pekerjaan. Para joki ini pun menanamkan sikap demikian dalam melakoni

pekerjaannya tersebut. Setiap hari para joki ini, rela untuk bangun lebih awal dan

menuju ke tempat biasa mereka mangkal/nge-joki cukup naik angkutan umum

atau kereta api untuk sampai di lokasi. Berdasarkan wawancara mendalam,

diantara mereka ada yang mulai berangkat jam setengah enam pagi sampai jam

enam pagi, tergantung tempat yang menjadi tujuan mereka. Karena jam di

berlakukannya jalan three in one mulai dari jam 07.00 sampai dengan jam 10.00

WIB. Informan Ibu N61 menuturkan, ia biasanya mulai bangun jam empat karena

harus membangunkan anaknya yang masih kecil untuk ikut berjoki dan mulai

berangkat jam setengah enam pagi, karena tempat tinggalnya di BSD jadi mesti

lebih awal untuk menempuh jarak ke Senayan. Lalu sesampai ditempat menjoki

para joki yang membawa anak ini harus rela berpanas-panasan dan mencium asap

knalpot dari kendaraan demi mendapatkan rezeki yang mereka peroleh.

Itulah deskripsi mengenai seputar kehidupan perekonomian masyarakat

yang memilih berprofesi sebagai joki di wilayah tersebut, yang memang

tergambar dalam realita keseharian hidup mereka. Kemudian, untuk kondisi

pendidikan para joki di wilayah ini akan diuraikan dalam pembahasan selanjutnya.

2. Pendidikan

Era globalisasi menuntut tiap individu untuk tetap terampil, eksis, efektif

dan efisien. Melalui pendidikan, tiap individu dapat membangun,

61 Hasil wawancara dengan N salah satu joki yang membawa anak, Pada tanggal 6

Oktober 2011

Page 52: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

43

mengembangkan dan mengelola potensi sumber daya yang ada pada dirinya.

Maka, kini pendidikan menjadi hal yang sangat urgen dan utama bagi masyarakat

di belahan dunia manapun. Meskipun sebagian besar masyarakat telah memiliki

kesadaran akan pentingnya pendidikan, tetap saja secara praktis aspek tersebut

masih terabaikan dalam kehidupan sosial masyarakat, terutama masyarakat yang

secara struktur berada pada lapisan bawah atau masyarakat marginal.

Pendidikan merupakan salah satu masalah penting dan aktual sepanjang

zaman karena melalui pendidikan orang menjadi maju. Dalam kehidupan para

joki, pendidikan menjadi hal yang sangat penting tetapi jalan untuk memperoleh

pendidikan banyak sekali halangan dan rintangan yang dihadapinya terutama

adalah faktor terbatasnya ekonomi yang sangat dominan untuk mendapatkan

pendidikan yang lebih baik. Karena kekecewaan akan terbatasnya perekonomian

sebagai sarana penunjang pendidikan, mereka terkesan mengacuhkan dan tak

peduli akan pentingnya pendidikan dalam kehidupan mereka.

Hal ini sejalan dengan apa yang dideskripsikan oleh Wisni Septriasi, yang

dikutip dari pendapat Roger bahwa pada umumnya kelompok masyarakat

marginal, secara sosial ada pada strata terendah dalam masyarakat, dengan tingkat

pendidikan rendah atau sama sekali belum pernah menikmati bangku pendidikan,

serta jauh dari jangkauan fasilitas umum yang mampu menunjang pendidikan

kaum marginal untuk dapat mendapatkan kelayakan berpendidikan.62

Sejalan dengan pendapat Roger, peneliti menemukan bahwa pendidikan

para joki three in one yang membawa anak di kawasan Senayan, umumnya

62 S. Wisni Septriati, “Masyarakt Kelompok Marginal dan Permasalahan

Pendidikannya” dalam Cakrawala Pendidikan. H.11-12

Page 53: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

44

terbilang rendah. Sangat jarang diantara mereka yang dapat menamatkan Sekolah

Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Mayoritas dari mereka hanya mengenyam

pendidikan di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

(SLTP).

Seperti yang diungkapkan I:

“Ya karena masalah ekonomi saya ga bisa melanjutkan sekolah. Kalo temen-temen saya disini rata-rata ga pada punya ijazah SMA ya boro-boro ijazah, kemampuan aja kita ga punya, karena itu nge-joki, susah mau cari kerja apa”.63

Meskipun kemiskinan lekat dalam kehidupan mereka, namun tak

menghalangi mereka memiliki harapan untuk melakukan perbaikan dan mobilitas

pendidikan pada generasi mereka. Kini, secara praktis mereka berusaha keras

merealisasikan harapan tersebut.

D. Profil Informan Penelitian

Agar penelitian lebih terarah, maka peneliti memfokuskan penelitian pada

sepuluh orang informan. Dari informan ini diharapkan dapat mewakilkan

keragaman latarbelakang pada joki jalanan three in one , guna terciptanya hasil

penelitian yang lebih variatif.

Secara rinci latar belakang para informan yang membawa anak saat

berjoki, dapat dilihat pada table di bawah ini

63 Hasil wawancara dengan I salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 6 Oktober

2011

Page 54: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

45

Tabel 2

Data Usia dan Alamat Informan Penelitian

No Informan Usia Alamat

1 Y 34 tahun Sudimara 2 M 36 tahun Kebayoran Lama 3 N 31 tahun BSD Serpong 4 P 36 tahun Kebayoran lama 5 I 28 tahun Kebayoran lama 6 A 46 tahun Petamburan 7 Ih 38 tahun Cipulir 8 S 38 tahun Tanah abang 9 R 32 tahun Slipi

10 Is 27 tahun Sudimara Sumber : Wawancara Pribadi dengan Para Informan

Para joki yang membawa anak di wilayah ini umumnya berpendidikan

rendah. Mayoritas dari mereka hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat

Sekolah Menengah Pertama. Dan hanya beberapa orang diantara mereka yang

mengenyam pendidikan sampai pada tingkat Sekolah Menengah Atas.

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada sepuluh informan

tersebut, karena memiliki latarbelakang pendidikan yang berbeda.

Tabel 3

Tingkat Pendidikan

No Informan Tingkat Pendidikan 1 Y SLTP tidak tamat 2 M SD 3 N SD 4 P SLTP 5 I SLTA 6 A SD 7 Ih SLTP 8 S SLTP 9 R SLTA tidak lulus

10 Is SLTA tidak lulus Sumber data : Wawancara pribadi dengan Informan

Page 55: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

46

Dari data di atas dapat dilihat bahwa pendidikan yang diperoleh para joki

sebagian besar hanya lulusan SLTP dan sebagian lagi hanya tamat SD. Mereka

mengakui karena keterbatasan biaya dari orangtua pada masanya dan pemikiran

yang masih awam sehingga mereka tidak terlalu memperdulikan masalah

pentingnya pendidikan.

Page 56: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

47

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Faktor Pendorong Orangtua Melibatkan Anak dalam Profesi Joki Three

In One

1. Aspek Penawaran

Poin ini secara garis besar akan menggambarkan tentang faktor-faktor

penyebab orangtua melibatkan anak dalam profesi mereka sebagai joki three in

one dari sisi penawaran.

a. Kemiskinan dan Pendapatan yang rendah

Faktor utama penyebab orangtua melibatkan anak yang masih dini salah

satunya ialah faktor kemiskinan dan pendapatan yang rendah. Untuk lebih

spesifik, maka dari data yang didapat dari lapangan mengenai alasan para isteri

ikut berperan dalam memnuhi kebutuhan keluarga, penulis klasifikasikan kembali

menjadi tiga kelompok.

1. Membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga

Seperti yang diungkapkan oleh Y:

“Pekerjaan suami saya cuma jadi tukang parkir. nge-joki itung-itung buat bantu suami kalo ngandelin pendapatan dari Suami mah ga bakal nutupin kebutuhan sehari-hari”.64

Juga diperkuat oleh A:

64 Hasil wawancara dengan Y salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 4 Oktober 2011.

Page 57: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

48

“Suami saya kerjanya ngejagain makam, udah gajinya kecil ga keliatan, eh tukang mabok juga. Saya ngejoki bawa anak karena kalo ditinggal di rumah ga ada yang jaga. Suami saya isterinya sampe tiga, saya yang kedua. Aduh ga tahan sama kelakuannya kasar sama isteri terus sama anak-anaknya juga ga pernah kasih uang jajan”.65

Juga dipertegas oleh pernyataan N:

“Penghasilan suami saya yang jadi tukang ojek ga tentu, yang penting cukup buat makan sehari-hari aja kalo ada sisanya ya ditabung buat sekolah anak, makanya saya ikut jadi joki buat beli susu anak, bayar sekolah pokoknya kebutuhan dirumah”.66

Hal ini juga dialami oleh R:

“Sebelum jadi joki bantuin suami dagang barang-barang plastik di pasar, penghasilan dagang ga seberapa ya udah saya coba-coba buat ngejoki karena deket rumah saya banyak ibu-ibu, anak muda yang suka pada ngejoki. Dari situ ya saya coba-coba aja eh malah ketagihan sampe sekarang”.67

Dari pernyataan informan di atas jelas menunjukan bahwa kemiskinan

yang menjerat keluarga mereka membuat para istri ikut andil dalam menstabilkan

perekonomian keluarga dengan cara menjadi joki three in one. Para isteri bekerja

sebagai salah satu cara dalam memecahkan masalah ekonomi yang dihadapi oleh

kepala rumah tangga (suami), tetapi jika tenaga ibu rumah tangga atau isteri

65 Hasil wawancara dengan A salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 6 Oktober 2011. 66 Hasil wawancara dengan N salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 6 Oktober 2011. 67 Hasil wawancara dengan R salah satu joki yang tidak membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 18 Oktober 2011

Page 58: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

49

belum bisa memecahkan masalah yang dihadapi biasanya anak-anak yang belum

cukup dewasa pun diikutsertakan dalam menopang ekonomi keluarga.68

Ini terbukti bagi mereka yang melibatkan anaknya untuk ikut andil sebagai

joki 3 in 1, dengan alasan yang beragam.

Seperti yang diungkapkan oleh M:

“Dari awal berjoki memang sudah bawa anak, dari anak yang kedua sudah saya bawa ngejoki nah sampe sekarang yang ketiga saya bawa joki juga kasian anak saya dirumah ga ada yang momong, anak saya yang pertama turun ke jalan ngamen, yang kedua masih belum bisa momong masih kecil ga ngerti apa-apa ya udah saya bawa aja.”69

Hal ini juga ditegaskan oleh A;

“Ga ada yang jagain dirumah, kakaknya sekolah mau ga mau emang harus dibawa sama saya ngejoki”.70

Alasan yang sama juga diungkap oleh N:

“Alasan saya bawa anak, kalo di tinggal ga ada yang jaga di rumah lagian ga repot tapi emang suka rewel namanya anak-anak”

Alasan para informan untuk mengikutsertakan anak mereka didominasi

dengan alasan karena tidak ada anggota keluarga yang menjaga anak tersebut

dirumah, jadi terpaksa anak diikutsertakan dalam aktivitas mereka sebagai joki

three in one. tetapi ada yang unik dari salah satu informan. Ada salah satu

informan yang sengaja membawa anak saudaranya untuk berjoki dengan alasan

68 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Jakarta:Kencana, 2010. Hal 124-125 69 Hasil wawancara dengan M salah satu ibu yang membawa anak saat berjoki. Pada tanggal 4 Oktober 2011. 70 Hasil wawancara dengan A salah satu ibu yang membawa anak saat berjoki. Pada tanggal 6 Oktober 2011.

Page 59: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

50

kalau membawa anak akan membawa keuntungan lebih banyak. Ini dituturkan

oleh informan Ih:

“Saya emang udah biasa bawa anak, kalo pagi sekalian ngejoki juga momongin anak adek saya. ya lumayan buat nambah-nambah karena gaji saya jadi pembantu ga seberapa. ibunya pergi kerja jadi saya bawa joki, ya ada untungnya juga bawa ni anak sambil ngejoki. Udah biasa kaya gini, kan yang penting ada yang momong nanti siangan dititipin lagi sama anak saya di rumah”.71

Hal ini tidak jauh berbeda dengan yang diungkapkan informan I:

“Kalo kita sendirian nge-joki ga cukup, anak 4 butuh biaya sekolah, bukunya, jajannya, baju, belum makan terus ongkosnyalah”.72

Berbagai macam alasan yang diungkapkan oleh para informan, yang

membuat para ibu rumah tangga ini mengikutsertakan anak-anaknya dalam

profesi mereka sebagai joki. Akibat tekanan kemiskinan yang dialami oleh

keluarga mereka, sang anak pun harus ikut terlibat dalam aktivitas ekonomi dan

mereka pun harus kehilangan masa-masa kecil mereka serta hak-hak untuk bisa

bermain di tempat yang nyaman dan aman, mendapatkan perlindungan fisik

maupun psikis dari orang terdekat mereka, tapi justru mereka harus diikutsertakan

dalam aktivitas orangtua mereka sebagai joki jalanan yang notabene merupakan

pekerjaan yang berbahaya untuk anak-anak yang masih cukup dini.

71 Hasil wawancara dengan Ih salah satu joki yang tidak membawa anak saat berjoki.

Pada tanggal 3 Oktober 2011 72 Hasil wawancara dengan I salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 6 Oktober 2011.

Page 60: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

51

Pada kelompok masyarakat marginal, keterbatasan ekonomi keluarga

sering kali menyebabkan anak menjadi korban. Hal ini sering kali disebabkan oleh

kondisi ekonomi keluarga yang benar-benar sulit. Maka hak anak untuk mendapat

jaminan nafkah pun tidak terpenuhi.

Menurut para informan, para joki three in one karena sedikitnya jumlah

pendapatan yang dihasilkan tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga,

maka mereka mengambil keputusan untuk ikut membantu perekonomian keluarga

dengan cara berjoki karena jumlah pendapatan yang dihasilkan dari kepala rumah

tangga sangatlah minim. Ini diakui oleh para joki.

Diungkapkan oleh saudari Y:

“Suami saya cuma jadi tukang parkir ya paling setor sehari cuma 20ribu”73

Hal yang juga sama diungkap oleh N:

“Penghasilan dari ngojek suami saya ga seberapa, kadang sehari dapetnya 35 ribu kadang kalo lagi sepi 20ribu juga Alhamdulillah buat makan sehari-hari”74

Begitu pula diperkuat oleh P:

“Kalo ngandelin suami mah ga nutupin, sehari setoran ojek 15 ribu karna kan pake motor orang bukan motor sendiri”.75

73 Hasil wawancara dengan Y salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 4 Oktober Oktober 2011. 74 Hasil wawancara dengan N salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 6 Oktober 2011 75 Hasil wawancara dengan P salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 4 Oktober 2011

Page 61: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

52

Penghasilan yang kecil dari pendapatan suami ternyata membuat para joki

bekerja membantu suami untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Seperti yang

dijelaskan oleh M:

“ngejoki buat bantu-bantu suami ngidupin tiga orang anak”76

Diungkapkan juga oleh P:

“dari ngejoki Alhamdulillah bisa bantu suami buat nyekolahin anak”77

Dipertegas oleh R:

“Penghasilan dari nge-joki ya untuk makan sehari-hari aja terus buat ongkos lagi sama buat jajan anak-anak”.78

Disisi lain ada juga informan yang menjadikan joki sebagai kerja

sampingan.

“Pekerjaan saya jadi tukang cuci, penghasilannya ga seberapa ya saya ikut ngejoki juga buat nambah-nambah, ya jadinya sekarang kalo pagi nyuci terus sorenya saya pergi ngejoki”79

Hal yang lebih miris lagi dialami oleh I dan anaknya yang hidupnya harus

bergantung pada kaum menengah ke atas, karena harus mencukupi kebutuhan

rumah tangga sendirian sebab suaminya tidak mampu mencari nafkah lagi:

76 Hasil wawancara dengan M salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 4 Oktober 2011 77 Hasil wawancara dengan P salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 4 Oktober 2011 78 Hasil wawancara dengan R salah satu joki yang tidak membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 18 Oktober 2011 79 Hasil wawancara dengan M salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 4 Oktober 2011

Page 62: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

53

“suami saya udah ga bisa kerja karena kecelakaan, jadi saya harus menuhin semua kebutuhan anak sendiri, untungnya saya berdua sama anak saya ngejoki hasilnya ya buat biaya sekolah, bukunya jajannya, bajunya, makan sama ongkosnyalah”80

Ternyata hasil yang menguntungkan dari berjoki sambil membawa anak

juga dirasakan oleh saudari A:

“Keuntungan dari ngejoki bawa anak ya ada sehari bisa dapet 50ribu kalo lagi rame. Ya walau ga begitu banyak tapi lumayanlah buat kebutuhan anak-anak juga ya dicukup-cukupin aja”81

Diprtegas oleh saudari Y:

“Ada pastinya, kalo sendiri kan kita paling sehari dapetnya ga seberapa tapi kalo bawa anak dua kali lipat bayarannya, ya lumayan dapetnya buat beli susunya sama nambah-nambahin uang belanja sama bayar kontrakan” 82

Dari data lapangan yang peneliti kemukakan di atas terlihat bahwa anak

yang mereka ikutsertakan saat berjoki ternyata bisa dijadikan alat atau media

untuk memperoleh keuntungan yang lebih banyak. Akan tetapi masih ada joki

yang memiliki pandangan yang berbeda seperti informan Is yang tidak tega

membawa anaknya untuk ikut berjoki, seperti yang dia ungkapkan :

“kasian mbak naek kereta saya kesininya, desek-desakan dikereta, panas, repot kayanya kalo saya, bener deh bukan apa-apa ga tega aja, kayak di deket rumah saya juga ada yang pada ngejoki gini

80 Hasil wawancara dengan I salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 6 Oktober 2011. 81 Hasil wwancara dengan A salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 6 Oktober 2011. 82 Hasil wawancara dengan Y salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 4 Oktober 2011

Page 63: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

54

bawa anaknya malah saya yang kasian. Kalo saya, selama saya masih bisa ngasilin sendirian lebih baik sendiri” 83

Jika penghasilan yang didapat dari hasil nge-joki membawa anak mampu

membantu mencukupi kebutuhan keluarga, maka jelas hasil yang didapat dari

menjoki tidak sedikit dan cukup menjanjikan. Seperti yang dituturkan oleh Y:

“Sehari itu paling banyak kadang tujuh puluh ribu tapi kalo lagi sepi (maksudnya hanya naik sedikit) tiga puluh ribu juga udah Alhamdulillah, tergantung yang punya mobil juga si kadang kalo dapet orang yang baik ni bisa dikasih lima puluh ribu sekali naik”84

Begitupun yang dinyatakan oleh M:

“Ga nentu penghasilannya, kalo lagi naek mulu sehari bisa enam puluh ribu dapet tapi kalo lagi ga naek maksudnya jarang-jarang gitu naeknya paling dapetnya dikit kira-kira lima puluh ribuan.”85

Dan diungkapkan juga oleh N:

“Namanya juga kerja jadi joki ya ga tentu dapetnya, kita kan tergantung ama yang bawa mobil kalo lagi rame dapet seratus ribu nyampe tu sehari pagi sama sore, kalo lagi naeknya sedikit sehari paling dapet empat puluh ribuan. Tergantung jauh dekatnya juga kalo deket paling sekali naek dua puluh ribu kalo agak jauh bisa dua puluh lima sampe tiga puluh ribu”86

83 Hasil wawancara dengan is salah satu joki yang tidak membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 18 Oktober 2011 84 Hasil wawancara dengan Y salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 4 Oktober 2011 85 Hasil wawancara dengan M salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 4 Oktober 2011 86 Hasil wawancara dengan N salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 6 Oktober 2011

Page 64: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

55

Ditegaskan oleh S:

“kalo bawa anak tu pasti ada lebihnya ketimbang sendirian. Kalo kita sendiri sekali naek ni dapet lima belas ribu apa enggak sepuluh ribu nah kalo bawa anak lebih dari segitu kan tiga orang yang mesti ada dalem mobil kalo ada ibu sama anaknya ya itungannya untuk dua kepala bayarannya”87

Dengan demikian, dari data yang didapat di Lapangan bahwa membawa

anak saat berjoki membawa keberuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan

berjoki sendirian. salah satunya yaitu, para joki yang membawa anak memberikan

efek iba (rasa kasihan, empati) bagi si pemilik jalan.

Seperti yang dijelaskan oleh saudari A:

“saya lebih percaya sama ibu-ibu yang bawa anak ketimbang harus naikin laki-laki atau yang lainnya karena kasian juga lho mbak anak kecil dibawa kejalanan tau sendiri Jakarta panasnya bukan maen kan kalo jam-jam segini belum lagi polusi asap-asap kendaraan saya kadang suka ngerasa kasian juga karena saya juga masih punya anak-anak yang masih kecil, ngenes liatnya”88

Dan dipertegas oleh saudara E:

“kalo saya emang udah langganan sama si ibu, ya selain orangnya enak ya kasian juga mesti cape-capean gendong anak dijalanan tapi hasil dari ngejoki ga seberapa kan”89

Selain itu mereka lebih memilih jasa joki yang membawa anak karena

lebih efisien. Seperti pengakuan dari saudara E:

“kalo saya naikin joki yang dua orang dewasa budgetnya lebih besar karna harus bayar dua orang, tapi kalau saya naikin si ibu

87 Hasil wawancara dengan S salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 3 Oktober 2011 88 Hasil wawancara dengan A salah satu pemakai jasa joki. Pada tanggal 6 Januari 2012 89 Hasil wawancara dengan E salah satu pemakai jasa joki. Pada tanggal 6 Januari 2012

Page 65: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

56

yang bawa anak ya bisa dibilang bayaran untuk satu orang tapi ditambahkan sedikit jadi bisa lebih efisien”90

Dengan demikian, sebagaimana yang diungkapkan oleh saudara E dan

saudari A para pengguna jasa joki, mereka lebih tertarik menggunakan jasa joki

yang mengikutsertakan anaknya karena rasa iba dan juga karena bayaran atau

upah yang diberikan bisa seefisien mungkin.

Walaupun sudah sering dilakukan penertiban oleh aparat tetapi tak

membuat para joki ini kapok dan pantang menyerah. Karena penghasilan menjadi

joki sangat menguntungkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka tak

sedikit dari mereka menjadikan pekerjaan menjoki sebagai mata pencaharian

sehari-hari. Seperti yang dijelaskan oleh Y:

“Ya daripada nganggur dirumah mendingan ngejoki, mau gimana lagi udah kaya mata pencaharian saya begitu, harus lebih hati-hati aja kalo ada razia.”91

Hal senada juga dirasakan oleh I:

“ngapain kapok, ngejoki udah jadi profesi saya mau ga mau harus terus”92

Dipertegas oleh M:

“kalo dibilang kapok engga juga, nyari duit mana ada yang kapok. Udah jadi profesi dah kaya gini (ngejoki)kalo ga gitu ya gak makan”93

90 Hasil wawancara dengan E salah satu pemakai jasa joki. Pada tanggal 6 Januari 2012 91 Hasil wawancara dengan Yuningsih salah satu joki membawa anak pada saat berjoki.

Pada tanggal 4 Oktober 2011 92 Hasil wawancara dengan Ipah salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 3 Oktober 2011 93 Hasil wawancara dengan Maryanah salah satu joki yang membawa anak saat berjoki.

Pada tanggal 4 Oktober 2011

Page 66: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

57

Juga ditegaskan oleh I:

“Ya walau udah pernah kena razia ngejoki seperti biasa aja lagi, kalo ga gitu gimana saya bisa ngidupin terus nyekolahin anak saya”94

Tak dapat dipungkiri bahwa menjadi joki jalanan three in one pun sudah

menjadi profesi bagi mereka yang umumnya termarginalkan, karena dengan

menjadi joki tak perlu memiliki keahlian tertentu atau pendidikan yang tinggi

tetapi bisa menghasilkan dan bisa mencukupi kebutuhan mereka.

Salah satu faktor yang mempengaruhi orangtua memperkerjakan anak

mereka yaitu faktor sosial, budaya dalam masyarakat. Pada hal ini keputusan para

orangtua untuk ikut memperkerjakan anak mereka pada profesi sebagai joki

dipengaruhi oleh lingkungan serta masyarakat tempat mereka tinggal. Beberapa

dari para joki menganggap bahwa membawa anak dalam aktivitas berjoki sudah

bukan menjadi hal yang tabu di lingkungannya.

Seperti yang diungkapkan oleh saudari M:

“Dari anak ke-dua saya udah bawa joki nah sekarang sampe yang ke-tiga saya bawa joki, kalo di tempat saya ada juga orok baru berapa hari masih merah udah berani dibawa ngejoki”95

Dijelaskan oleh Y:

“Awalnya diajak temen tetangga saya gitu saya ngejoki ya karena belum punya pekerjaan apa-apa, anak udah dua ya udah saya ikut

94 Hasil wawancara dengan Ida. Salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 6 Oktober 2011 95 Hasil wawancara dengan M salah satu ibu yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 4 Oktober 2011

Page 67: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

58

eh jadi keterusan. Mau gak mau anak juga harus dibawa karna ga ada yang jaga ”96

Juga ditegaskan oleh S:

“Awalnya saya ngejoki ada tetangga saya suka ngajak ngejoki kalo saya lagi pulang kerumah, emang banyak di kampungan saya anak-anak muda, yang sekolah kalo sore juga pada suka ikut, ibu-ibu apalagi. ya kalo bawa anak emang ada aja yang bawa anak tetangga-tetangga saya, ga ada yang momong lagian juga dibawa ngejoki ada untungnya juga kan ”97

Demikian juga yang ditegaskan oleh N:

“kakak saya, adik saya, mamah saya, sama anak saya yang pertama udah ikut ngejoki. Mau dititipin siapa anaknya suami saya juga kerja jadi harus dibawa.”98

Faktor lain yang mempengaruhi tingginya tingkat pada aspek penawaran

yaitu faktor pendidikan rendah yang dienyam oleh para joki tersebut, pendidikan

yang rendah mempengaruhi pendapatan dan penghasilan mereka, sehingga

mereka memilih untuk menjadi joki karena menjadi joki merupakan pekerjaan

yang sangat mudah tanpa memerlukan ijasah sekolah atau keahlian tertentu.

Selain itu, lima dari delapan informan yang membawa anak pada saat

berjoki juga tidak mengetahui bahwa ada konvensi anak yang didalamnya berisi

tentang hak-hak anak, seperti hak kelangsungan hidup (survival right), hak

berkembang (development right), hak memperoleh perlindungan (protection

right), dan hak untuk berpartisipasi dalam berbagai kepentingan hidupnya. Dalam

96Hasil wawancara dengan Y salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 4 Oktober 2011 97 Hasil wawancara dengan S salah satu joki yang membawa anak saat berjoki. Pada

tanggal 3 Oktober 2011 98 Hasil wawancara dengan N salah satu joki yang membawa anak pada saat berjoki. Pada

tanggal 6 Oktober 2011

Page 68: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

59

hal ini para informan tetap berperan sebagai orangtua pada umumnya yaitu

memberi makan dan memberikan anak-anak mereka rumah untuk berteduh kasih

sayang itulah yang terihat dari orangtua kepada anak, meski tertekan, terbatas dan

terjepit pola kehidupannya. Lebih dari itu, para joki ini juga tidak faham dengan

aturan hukum yang berlaku di Negara ini, bahwa bila dilihat dari Undang-undang

tentang perlindungan hak dan kewajiban terhadap anak serta pasal 88 yang

berbunyi: “Setiap orang yang mengeksploitasi anak dalam bentuk ekonomi

maupun seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri maupun

orang lain akan dipidana penjara paling lama sepuluh tahun atau sebesar

20.000.000,00”.

2. Aspek Permintaan

Selain Faktor penawaran, faktor permintaan juga berperan penting bagi

maraknya fenomena joki terutama joki yang membawa anak. Munculnya para joki

jalanan ini merupakan efek dari kebijakan pemerintah tentang jalan three in one,

dan itu menjadi celah bagi para kaum marginal untuk berduyun-duyun menjadi

joki dan para pemakai jasa joki untuk memanfaatkan para joki tersebut agar aman

dalam perjalanan. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi para pemakai jasa joki

ini untuk tetap memakai jasa joki (ilegal) untuk melewati jalur three in one.

Seperti yang dituturkan oleh E:

“ya mau gimana ga ada temen yang mau diajak, ya emang udah biasa sendiri-sendiri juga kalo berangkat ngantor, emang ga ada pilihan lain, kalo nanti saya ga angkut joki malah ditilang lebih repot”99

99 Hasil wawancara dengan E salah satu pemakai jasa joki. Pada tanggal 6 Januari 2012

Page 69: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

60

Dan diungkapkan juga oleh A:

“kalo saya lebih baik membayar jasa joki ketimbang harus membawa dua penumpang lain lagian ini kan emang lahan pekerjaan joki jadi mau tak mau kita mengangkut joki dan memberikan upah nah saya juga bisa tetap melenggang di jalur three in one, ya istilahnya sama-sama menyelamatkan saya menyelamatkan joki dari himpitan ekonomi dia menyelamtkan saya tuk melewati jalur three in one. Sama-sama menguntungkan kan”100

Selain itu mereka lebih memilih jasa joki yang membawa anak karena

lebih efisien.

Seperti pengakuan dari saudara E:

“kalo saya naikin joki yang dua orang dewasa budgetnya lebih besar karna harus bayar dua orang, tapi kalau saya naikin si ibu yang bawa anak ya bisa dibilang bayaran untuk satu orang tapi ditambahkan sedikit jadi bisa lebih efisien”101

Dari Hasil wawancara di atas ditemukan bahwa permintaan akan joki

terutama joki yang membawa anak cukup tinggi dimana pihak pengguna yakni

pengendara mobil memang membutuhkan mereka dan keikutsertaan anak juga

dipandang memberi keuntungan tersendiri bagi mereka terutama terkait efisiensi.

Sebagai kebutuhan pragmatis bagi para joki, melihat situasi yang sangat

potensial dan berpeluang untuk bisa menambah penghasilan dari profesi tersebut,

maka kecenderungan para joki dalam pengeksploitasian anak cukup terlihat jelas.

Hal ini tidak lepas dari faktor eksternal yaitu latar belakang kondisi sosial budaya

100 Hasil wawancara dengan A salah satu pemakai jasa joki. Pada tanggal 6 Januari 2012 101 Hasil wawancara dengan E salah satu pemakai jasa joki. Pada tanggal 6 Januari 2012

Page 70: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

61

masyarakat sekitar yang relatif belum berkembang dan maju, sehingga peran anak

sebagai salah salah satu sumber penghasilan keluarga bagaimanapun tidak akan

dapat diingkari dengan gampang begitu saja. Meski faktor ekonomi yang menjadi

pengaruh munculnya eksploitasi terhadap anak bagi profesi joki three in one,

namun pada variabel yang lain, atas dasar munculnya kebijakan Pemerintah

Daerah DKI Jakarta No.4104/2003 tentang penetapan kawasan pengendalian lalu

lintas yang mewajibkan semua kendaraan roda empat berpenumpang minimal tiga

orang di sejumlah jalan protokol untuk mengatasi kemacetan, terutama dijam-jam

sibuk. Hal ini pun akhirnya menghadirkan efek, yaitu menjadi lahan yang

potensial bagi joki dalam mencari penghasilan yakni sebagai bentuk permintaan

akan jasa joki. Sehingga, dengan adanya profesi joki tersebut, menjadi kebutuhan

bagi para pengendara dan permintaan yang tak bisa dielak dan ditampik. Karena

fenomena ini sama-sama saling menguntungkan antar kedua belah pihak baik itu

bagi pengguna jalan yang aman dalam perjalanannya juga bagi joki yang

mendapatkan hasil berupa uang. Seperti prinsip simbiosis mutualisme.

Walaupun kebijakan Pemerintah ini sudah berjalan lebih dari delapan

tahun tetapi realitanya yang terjadi di lapangan masih saja banyak dari para

pengguna kendaraan beroda empat untuk memanfaatkan jasa-jasa joki tersebut,

secara tidak langsung kebijakan tersebut terkesan tidak berlaku (dilanggar) yang

mengakibatkan kekhawatiran dampak sosial masyarakat terhadap kebijakan-

kebijakan Pemerintah Daerah.

Untuk memaksimalkan pendapatan, para joki mencoba berbagai peluang

dan kemungkinan sebagai alat untuk menambah penghasilannya, termasuk dengan

mengeksploitasi anak. Di sini terlihat ada motivasi yang memunculkan gerak

Page 71: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

62

eksploitasi anak yaitu terkait persentase pendapatan yang diberikan oleh pembeli

jasa/pelanggan menjadi lebih menguntungkan dibandingkan menjoki sendiri

bahkan berdua dengan orang dewasa. Di sisi lain, membawa anak dalam berjoki

juga dapat memuaskan hati pelanggan karena mereka tidak terlalu mengeluarkan

biaya banyak bila dibandingkan dengan membawa orang dewasa lebih dari satu

orang. Seperti yang dijelaskan oleh I:

“kalo pelanggan yang sendiri dia palingan angkut joki yang bawa anak soalnya bayarannya bisa lebih kurang dibanding bawa dua orang joki”102

Hal senada juga diungkapkan oleh N:

“bawa anak selain kita bisa momong, untungnya juga ada, karna banyak juga yang naikin, ya bayaran untuk kita yang bawa anak beda sama bayaran joki-joki yang sendiri,lebih lumayan kita karna pelanggan kan juga ga mau rugi banyak kalo harus naikin joki dua orang ”103

Kreativitas para joki ini terlahir karena keadaan yang memaksa mereka

untuk memenuhi kebutuhan pragmatis yang menggebu-gebu untuk bisa bertahan

hidup dan aspek permintaan ini menjadi pola joki dan pelanggan yang sudah

terkendalikan atas dasar sama-sama suka dalam arti saling menguntungkan.

Dipihak joki, mereka bisa mendapat keuntungan lebih dengan membawa anak,

dan dipihak pelanggan tidak terlalu mengeluarkan biaya besar jika yang dibawa

orang dewasa yang membawa anak.

102 Hasil wawancara dengan I, salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 6

Oktober 2011 103 Hasil wawancara dengan N, salah satu joki yang membawa anak, pada tanggal 6

Oktober 2011

Page 72: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

63

B. Respon dan Kebijakan Pemerintah terhadap Maraknya Fenomena Joki

yang Membawa Anak-anak

Seperti diketahui sesuai dalam Peraturan Daerah (Perda) No.4104 Tahun

2003, tentang three in one. Perda ini dibuat bertujuan untuk meminimlisir

kemacetan dan mengurangi jumlah kendaraan di Jakarta, khusunya pada jam-jam

tertentu dan titik tertentu. Kendati demikian, peraturan ini masih saja diabaikan

oleh para pemakai jalan yang beroda empat dan akibatnya menjadi lahan subur

bagi para joki untuk mengais rezeki. Mirisnya lagi, kebijakan ini berdampak pada

anak-anak yang tereksploitasi dimana setiap harinya banyak joki yang membawa

anak yang masih sangat dini untuk ikut bekerja hanya karena alasan mencari

nafkah.

Terkait dengan fenomena itu, respon yang dilakukan pemerintah demi

menjaga stabilitas ketertiban dan keamanan jalan hanya berupa penertiban dengan

cara berkali-kali aparat Satpol PP diterjunkan untuk mengamankan para joki dan

ditempatkan di pelayanan masyarakat seperti tempat pengasuhan atau panti sosial.

Menjamurnya aktivitas joki di Ibu Kota Jakarta ini dipantau oleh Miftahul

Huda selaku Kepala Seksi Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Jakarta

Selatan, ia menuturkan sebagai berikut:

“Ya di Jakarta ini diibaratkan sebagai magnet, jadi berbagai macam orang datang ke Jakarta sehingga cara mereka untuk tetap hidup ya dengan cara bekerja menjadi joki three in one tidak hanya joki three in one tapi pedagang kaki lima dan lainnya. Karena mereka kan mau cari duit tetapi mereka tidak bisa kerja ditempat formal atau di kantor karena tidak mempunyai skill,

Page 73: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

64

pendidikan dan kemampuan sehingga mereka pun bekerja seadanya aja, seperti jadi joki”.104

Terkesan ada pemakluman yang diisyaratkan dari penuturan dari Kepala

Seksi Pelayanan dan Rehabilitasi sosial terhadap fenomena yang terjadi dari efek

kebijakan Perda No. 4104 tahun 2003 tentang three in one tersebut yang

berdampak terjadinya lahan penghasilan bagi masyarakat untuk menjadi joki.

Diakuinya berbagai hal bisa melatarbelakangi munculnya para joki ini.

“Sebab sulitnya mencari lahan mata pencaharian, sekedar iseng-iseng, males sampai membantu ekonomi keluarga ”.105

Kebijakan pemerintah tentang three in one dirasakan menguntungkan bagi

masyarakat marginal, tetapi di sisi lain kebijakan ini memunculkan suatu

permasalahan baru, yaitu menjamurnya joki-joki yang mengikutsertakan anak-

anak yang usianya masih dini untuk ikut berjoki karena dengan membawa anak

pendapatan akan lebih banyak bila dibandingkan dengan yang hanya sendiri.

Tentunya hal ini membahayakan baik fisik dan perkembangan pertumbuhan anak.

Bentuk eksploitasi anak ini merugikan bagi si anak karena anak dalam posisi tidak

berdaya dan tak tahu apa-apa.

Seperti tanggapan yang dijelaskan oleh Miftahul Huda selaku Kepala

Seksi Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Jakarta Selatan:

104 Hasil wawancara dengan Bpk.Miftahul Huda Suku Dinas Sosial. Pada tanggal 20

Oktober 2011 105 Hasil wawancara dengan Bpk.Miftahul Huda Suku Dinas Sosial. Pada tanggal 20

Oktober 2011

Page 74: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

65

“Kalo berjoki membawa anak ya itu sama saja dengan mengeksploitasi anak, jadi ya jelas melanggar hak-hak anak seperti yang ada pada UU kesejahteraan anak dan juga mereka melanggar perda peraturan ketertiban umum yang bisa membahayakan dia dan si anak”106

Sesuai dengan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tentang three in one,

dimana adanya joki ini pun telah diatur didalam Perda tersebut. Maka upaya

Pemerintah memfungsikan Satpol PP untuk melakukan penertiban dan

pengamanan agar dapat menjaring para joki tersebut karena ditengarai mereka

mengganggu ketertiban di jalan-jalan khususnya di jalur titik three in one.

Walaupun sudah dilakukan razia tetapi para joki ini masih berkeliaran memenuhi

bahu jalan saat jam-jam tertentu.

“Ya itu tadi mereka untuk mencari nafkah secara formal kan susah, dia ni mau cari gampangnya aja. Daripada di rumah gitu dia bengong-bengong momong anak nah kalo dibawa ke pinggir jalan cukuplah penghasilannya untuk anak sama dia (ibu yang membawa anak)”107

Hampir dari semua informan yang ada mereka pernah terjaring razia yang

dilakukan oleh Satpol PP dan kemudian dibawa ke Panti Sosial. Abdul khair

selaku Ka Bag Tata Usaha Panti Kedoya mengakui bahwa jumlah joki three in

one semakin bertambah setiap tahunnya mulai dari ibu-ibu yang membawa anak,

remaja, bahkan pria lanjut usia karena mendapat uang jasa satu kali perjalanan

saja bisa lima belas sampai dua puluh ribu, menurut info yang saya dapat dari para

106 Hasil wawancara dengan Bpk.Miftahul Huda Suku Dinas Sosial. Pada tanggal 20

Oktober 2011 107 Hasil wawancara dengan Miftahul Huda Suku Dinas Sosial. Pada tanggal 20 Oktober

2011

Page 75: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

66

joki, kedudukan jumlah joki saat ini memasuki peringkat ke-5 dari 13 klasifikasi

PMKS108 yang ada.109

Dorongan kebutuhan ekonomi warga kurang mampu nampaknya lebih

kuat daripada kekhawatiran mereka akan sanksi bahkan resiko kecelakaan yang

sewaktu-waktu bisa mengancam diri mereka. Karena itu, Satuan Polisi Pamong

Praja terus melakukan operasi razia joki. Setelah terjaring, para joki kemudian

dibawa ke Panti Sosial di Kedoya, Jakarta Barat untuk diberikan pembinaan.

Kepala Bagian tata usaha Panti Sosial Kedoya Abdul Khair

mengungkapkan,

“Sejauh ini pembinaan kepada mereka baik itu joki perempuan, laki, ibu-ibu, bapak-bapak, ibu-ibu bawa anak sampe anak-anak yang masih pada sekolah itu diberikan motivasi agar mereka memiliki kepercayaan diri dan mereka mengetahui kesalahan dan mereka juga harus mengetahui kenapa mereka terjaring razia, itu karena aturan-aturan dan kebijakan Pemda tentang ketertiban umum dan tertib sosial. Selain itu, di panti kita juga berikan bimbingan sosial, bimbingan mental, bimbingan spiritual, bimbingan psikologis, bimbingan fisik, SKJ, bimbingan kesenian, dan bimbingan hukum.110”

Sebagai panti sosial, wadah tersebut memang sudah semestinya berupaya

seperti itu dan merupakan program yang dijaga dan terus menerus dikembangkan.

Namun, dari ungkapan yang telah dijelaskan oleh Abdul Khair, nyatanya berbeda

seperti yang diungkapkan salah seorang informan, yaitu M, ia menuturkan:

108 Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial 109 Hasil wawancara dengan Abdul Khair Ka Subag Tata Usaha Panti Sosial. Pada tanggal

16 Januari 2012 110 Hasil wawancara dengan Abdul Khair Ka Subag Tata Usaha Panti Sosial. Pada tanggal

16 Januari 2012

Page 76: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

67

“ga ada pemberdayaan selama saya disana, cuma makan tidur aja disana”111

Hal yang sama juga dirasakan oleh Y:

“Engga ada, disana cuma makan, nyapu, tidur nah nanti kalo udah diurusin baru boleh pulang”112

Juga dipertegas oleh I:

“Selama di panti cuma nunggu diurus sama keluarga biar cepat bebas, ya paling makan, tidur, bersih-bersih”113

Berlanjut dari apa yang bertolak belakang tadi, maka peneliti mencoba

mensinkronkan apa yang dituturkan oleh Bapak Abdul Khair, sebagai berikut:

“Pemberdayaan yang dilakukan di Panti Kedoya sifatnya hanya sementara karena panti sosial ini hanya menampung para joki, anak jalanan, lansia, dan lain sebagainya hanya 20 hari selebihnya mereka akan dirujuk kepanti-panti yang jumlahnya ada 27 panti yang Dinas Sosial punya sesuai dengan apa permasalahannya dan klasifikasi umur. Bimbingan skill atau keterampilan ada bagi mereka yang masih dalam usia produktif, yang nantinya sebagai bekal untuk dipanti-panti rujukan. Karena dipanti rehabilitasi yang diklasifikasikan sesuai usia nantinya para joki nantinya akan dibina psikis, moril, dan pribadinya serta mereka mempelajari banyak keterampilan sebagai bekal dan tidak kembali hidup di jalan, tetapi bisa menghasilkan uang dari usaha sendiri”.114

Merujuk hal tersebut, fase-fase yang dilalui para joki yang diberikan

pengasuhan cukup diberdayakan. Proses itu memang memakan waktu. Tetapi,

111 Hasil wawancara dengan M salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 4

Oktober 2011 112 Hasil wawancara dengan Y salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 4

Oktober 2011 113 Hasil wawancara dengan I salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 3

Oktober 2011 114 Hasil wawancara dengan Abdul Khair Ka Subag Tata Usaha Panti Sosial. Pada tanggal

16 Januari 2012

Page 77: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

68

dari keterangan para informan mereka tidak terlalu lama menghabiskan waktunya

di panti, karena keluarga mereka cepat mengurus segala prosedur penyelesaian

masa pemberdayaan di panti. Seperti yang diungkapkan oleh A:

“Saya cuma tiga hari aja, ga betah lama-lama karna sama anak kasian juga anak saya, ya untung suami saya cepet ngurusinnya”115

Hal yang tidak jauh berbeda diungkapkan oleh Ih:

“Saya di panti cuma lima harian”116

Penyelesaian masa pemberdayaan di panti pun harus sesuai dengan

prosedur yang berlaku, seperti yang di utarakan oleh Abdul Khair:

“Yang harus dilengkapi selain surat-surat yaitu yang mengurus harus yang mempunyai ikatan keluarga, harus minta surat keterangan domisili dari Rt, Rw lalu setelah itu dibawa ke kelurahan untuk memperoleh surat PM1 yaitu surat keterangan dari lurah itu menerangkan bahwa yang bersangkutan saat ini ada di panti sosial kedoya lalu PM1 di bawa ke Satpol PP untuk meminta surat rekomendasi penjaringan sesuai daerah dia terjaring, baru setelah itu dibawa ke panti kedoya lalu kita proses dengan dilengkapi KTP atau KK baik yang mengurus dan yang diurus”117

Secara prosedural hal ini memang menjaring para joki agar terdidik

dengan tatanan kewarganegarannya secara normatif dan formalistik. Tetapi, lagi-

lagi fakta yang didapat oleh peneliti di lapangan, tercatat dari para joki yang sudah

pernah terjaring razia dan masuk ke panti Kedoya, mengaku bahwa mereka juga

115 Hasil wawancara dengan A salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 6

Oktober 2011 116 Hasil wawancara dengan Ih salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 3

Oktober 2011 117 Hasil wawancara dengan Abdul Khair Ka Subag Tata Usaha Panti Sosial. Pada tanggal

16 Januari 2012

Page 78: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

69

dibebankan biaya untuk pengurusan pengeluaran mereka. Hal ini diungkapkan

oleh P:

“Pernah waktu joki baru seminggu belum ngerti apa-apa ya langsung ikut aja dibawa Kamtib terus dibawa ke Kedoya nanti kalo mau nebus harus pake surat dari Rt, Rw, Kelurahan. Abis itu bayar seratus lima puluh ribu buat ngamplopin”118

Hal senada juga dirasakan oleh I:

“kalo udah masuk panti hanya bisa keluar pake surat dari Rt, Rw, Kelurahan sama duit deh dua ratus sampe dua ratus lima puluh ribu rupiah”119

Hal ini juga ditegaskan oleh Supi:

“Urus surat dari Rt, Rw, Kelurahan sama ngamplopin seratus lima puluh ribu”120

Sangat miris, melihat data-data diatas mereka para joki yang mempunyai

kehidupan yang sudah kesulitan hidup dan mencari nafkah untuk keluarganya

yang jelas terbatas bahkan terjepit secara perekonomian malah mereka juga harus

dibebankan oleh biaya-biaya yang cukup besar untuk mengeluarkan keluarga

mereka, makin tertekan dan terhimpitlah kehidupan mereka. Namun, pembelaan

pun terjadi oleh pihak panti, yang dijelaskan oleh Abdul Khair selaku Ka Bag

Tata usaha Panti Kedoya:

118 Hasil wawancara dengan P salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 4

Oktober 2011 119 Hasil wawancara dengan I salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 6

Oktober 2011 120 Hasil wawancara dengan S salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 3

Oktober 2011

Page 79: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

70

“Di panti ini tidak ada pungutan kecuali hanya untuk materai dua untuk proses berita acara pengeluaraanya, berita acara untuk tidak mengulangi lagi. Kalo untuk duit itu, itu karena mereka ingin mendapatkan surat-surat (RT, Rw, Kelurahan) itu dengan gampangnya aja, kebetulan ada orang yang mau bantu untuk pengurusannya di lapangan dan itu dimanfaatkan jasa-jasanya oleh para keluarga joki-joki tersebut, jadi bukan pungutan dari Panti ini. sepeser pun tidak dipungut biaya, asalkan semua surat-surat dilengkapi ”121

Paparan ini menegaskan memang di panti tidak terjadi hal semacam yang

dialami oleh para joki seperti yang diutarakan oleh Abdul Khair selaku Ka Bag

Tata Usaha Panti Sosial Kedoya tersebut. Namun, kesan yang didapatkan dari data

mengisyaratkan bahwa tidak adanya kontrol yang optimal dan maksimal dari

Dinas yang menangani perihal tersebut sampai tuntas penanggulangannya. Di sisi

lain, penangkapan dan pembinaan para joki yang dilakukan oleh pemerintah ini

juga tidak memberikan efek pendidikan yang memberikan bimbingan secara

positif kepada mereka yang memang terbiasa mendapatkan nafkah dari jalanan.

Karena dengan masih diberlakukanya aturan three in one, disitulah terdapat celah

dan kesempatan bagi mereka untuk tetap menjadi joki asalkan berhati-hati dan

tidak ketahuan, karena sejumlah masyarakat melihat adanya kebutuhan dari para

pengendara pribadi akan pertolongan dari para joki.

Seperti yang diungkapkan oleh para informan, mereka tidak kapok untuk

kembali menjoki walau sudah pernah terkena razia, karena dari berjokilah mereka

bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Seperti yang diungkapkan oleh S:

“Saya abis keluar dari panti besoknya juga udah nge-joki lagi, tapi harus lebih hati-hati lagi aja”122

121 Hasil wawancara dengan Abdul Khair Ka Subag Tata Usaha Panti Sosial. Pada tanggal 16 Januari 2012

122 Hasil wawancara dengan S salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 3 Oktober 2011

Page 80: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

71

Hal senada juga diungkapkan oleh N:

“Ya iyya, mau ngapain lag,. kan dari sini sumber duitnya. Masalah Kamtib asal kita ati-ati aja tapi lebih aman kalo ngejokinya sore-sore aja dulu karna kalo sore kan kaga ada razia ”123

Hal yang sama juga dituturkan oleh I:

“Iya lah joki seperti biasa lagi aja kalo ga gitu gimana saya ngidupin terus sekolahin anak saya” 124

Dengan masih diberlakukannya aturan three in one, maka tak dapat

dipungkiri jumlah joki akan tertuntut jumlahnya, hingga persaingan pasar joki

semakin ketat dan berbagai cara pun bisa dilakukan, dan berimbas pada

bertahannya perlakuan eksploitasi terhadap anak yang bagi mereka makin

menguntungkan. Seperti penuturan Y:

“Ya sampe peraturan ni (three in one) masih ada saya bakal bawa anak saya, kasian juga kan kalo dirumah, mending ngejoki biar dapet uang ”125

Hal senada juga diungkapkan oleh A:

“Ga tau sampe kapan, sekuat saya aja selama saya sehat, anak saya juga sehat-sehat aja ya terus”126

Hal yang sama juga diungkap oleh I:

“Sampe kapan ya,kalo ngomongin sampe kapan ya ga akan pernah cukup, kalo anak udah gede kali baru bisa saya tinggal di rumah

123 Hasil wawancara dengan N salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 6

Oktober 2011 124 Hasil wawancara dengan I salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 6

Oktober 2011 125 Hasil wawancara dengan Y salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 4

Oktober 2011 126 Hasil wawancara dengan A salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 6

Oktober 2011

Page 81: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

72

lagian kalo saya bilang ni selama three in one masih ada ya bakal terus ngejoki”127

Hadirnya joki three in one menandakan bahwa peraturan ini tidak efektif.

Seperti yang di ungkapkan oleh Miftahul Huda (Kasie Pelayanan dan Rehabilitasi

sosial):

“Memang tidak efektif jika kita lihat saat ini, karna disisi lain masih terdapat kemiskinan dan pengangguran pada masyarakat kita. Dan ini menjadi celah bagi mereka. Saya kira semua peraturan yang ada pasti ada dampaknya, pasti ada yang dikorbankan atau terkorbankan, dan pasti terdapat sisi positif maupun negatif,”128

Dari data temuan di atas terlihat, bahwa pemerintah daerah masih melihat

joki ini sebagai sumber masalah bagi ketertiban dan kenyamanan di jalanan. Oleh

karena itu respon mereka adalah melakukan penangkapan terhadap para joki.

Padahal, sekali lagi tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran para joki ini sendiri

merupakan efek samping dari kebijakan three in one pemerintah DKI yang tidak

terfikirkan sebelumnya. Oleh karena itu, daripada menangkap mereka dan

memasukan mereka ke panti, respon pemerintah harusnya lebih besar dari itu

yaitu dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi mereka,

memberikan keterampilan untuk berusaha dan membantu mereka dengan modal

usaha. Sehingga hal ini diharapkan mampu memutus mata rantai yang mampu

membawa mereka kembali ke jalanan menjadi joki. Respon pemerintah yang

memperlakukan joki sebagai sumber masalah dan menangkap mereka justru

127 Hasil wawancara dengan Ih salah satu joki yang membawa anak. Pada tanggal 3

Oktober 2011 128 Hasil wawancara dengan Miftahul Huda Suku Dinas Sosial. Pada tanggal 20 Oktober

2011

Page 82: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

73

memberi peluang bagi masalah lain untuk muncul yakni bentuk eksploitasi aparat

terhadap para joki yang tertangkap untuk membayar sejumlah uang tertentu agar

mereka keluar dari panti. Kondisi ini juga sekali lagi tidak membuat joki jera akan

tetapi kembali ke jalanan dan mencoba mensiasati pekerjaan mereka sebagai joki

dengan lebih hati-hati lagi agar tidak tertangkap aparat.

Page 83: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

74

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Bedasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya, penulis menemukan

beberapa hal yang dapat ditarik menjadi kesimpulan, diantaranya:

1. Faktor yang mempengaruhi orangtua untuk memperkerjakan anak mereka pada

profesi joki three in one, dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar.

Pertama dari sisi penawaran antara lain didorong oleh kemiskinan ekonomi

yang dialami oleh keluarga dan faktor krisis ekonomi yang berkepanjangan

secara tidak langsung juga menjadikan penghasilan yang rendah bagi mereka

sedangkan mereka hanya memikirkan bagaimana caranya untuk tetap bertahan

hidup. Selain dua hal diatas, faktor lainnya dari sisi penawaran adalah faktor

sosial, budaya dalam masyarakat. Pada hal ini, keputusan para orangtua untuk

ikut memperkerjakan anak mereka dalam profesi sebagai joki dipengaruhi oleh

faktor sosial budaya yang ada di lingkungan masyarakat tempat mereka

tinggal. Hasil penelitian ini menemukan bahwa para joki yang membawa anak

karena faktor lingkungan mereka yang cenderung menganggap bahwa

membawa anak bukanlah bentuk eksploitasi dan bukan merupakan hal yang

tabu. Kedua, dilihat dari sisi permintaan yaitu faktor yang mempengaruhi di

luar individu yaitu pasar kerja atau lapangan usaha yaitu para pengguna jalan

yang akan melewati jalur three in one, disini menunjukkan adanya kebutuhan

pengendara demi amannya perjalanan melalui jalur three in one. Dengan kata

lain, kebijakan pemerintah terkait three in one telah membuka peluang bagi

pengguna jalan untuk memakai jasa para joki. Kebutuhan pengguna jalan ini

Page 84: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

75

secara tidak langsung telah membuka peluang pekerjaan bagi para joki untuk

menawarkan jasa mereka. Selanjutnya, karena adanya kebutuhan dari para

pengguna jasa joki ini, persaingan pasar nilai jual bagi para joki dengan bentuk

eksploitasi anak pun melesat, dikarenakan bila dibandingkan dengan nilai

harga jual para joki untuk kalangan dewasa tarifnya relatif lebih murah.

2. Terkait dengan respon pemerintah terhadap maraknya joki, data temuan di atas

menunjukan bahwa pemerintah masih melihat joki sebagai sumber masalah

bagi ketertiban dan kenyamanan di jalanan. Oleh karena itu respon mereka

adalah melakukan penangkapan terhadap para joki. Padahal, sekali lagi tidak

bisa dipungkiri bahwa kehadiran para joki ini sendiri merupakan efek samping

dari kebijakan three in one yang dikeluarkan oleh pemerintah DKI. Usaha

penanganan joki oleh pemerintah daerah belum efektif karena akar

permasalahan yaitu penanganan terhadap faktor penawaran dan permintaan

yang berimplikasi terhadap munculnya eksploitasi terhadap anak belum

teratasi.

B. Saran

1. Bagi para orangtua, khususnya joki yang mengeksploitasi anak diharapkan bisa

menyadari betapa arti pentingnya kehidupan masa depan untuk seorang anak,

karena perkembangan manusia dari masa pertumbuhan sangatlah

mempengaruhi pada saat pendewasaan kepribadian individunya yang secara

langsung bersentuhan dengan kehidupan masyarakat lebih luas lagi. Maka,

saran yang paling memungkinkan ialah berfikir ulang terhadap kepemilikan

anak dan kehidupan yang berlangsung dan yang kompleks ini, hingga tidak

Page 85: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

76

memberikan celah yang menimbulkan masalah-masalah berikutnya seperti

berurusan dengan aparat atau hukum masyarakat pemerintahan setempat.

2. Bagi Pemerintah khususnya, baik daerah maupun pusat hendaknya pemerintah

mengkaji kembali setiap kebijakan yang akan dikeluarkan dan merevisi

kembali tentang kebijakan three in one serta pemerintah juga harus lebih giat

mensosialisasikan tentang hak-hak anak dan aturan hukumnya kepada

masyarakat agar masyarakat memiliki kesadaran untuk tidak mengeksploitasi

anaknya.

3. Adanya usaha yang serius dari berbagai pihak seperti instansi pemerintah,

lembaga swadaya masyarakat serta masyarakat dalam penghapusan eksploitasi

terhadap anak secara ekonomi.

4. Bagi penelitian selanjutnya, agar dapat menggali lebih jauh lagi mengenai

dampak eksploitasi terhadap perkembangan dan kesejahteraan anak, serta

menambahkan referensi-referensi lain yang tentunya dapat bermanfaat dalam

melakukan penelitian tentang eksploitasi anak.

Page 86: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

77

DAFTAR PUSTAKA Buku Calvert, Susan dan Clalvert, Peter. Sociology Today. Harvester Wheat Sheaf, 2007. Hardius, Usman dan Nachrowi. Kondisi, Determinan, dan Eksploitasi: kajian

kuantitatif. Jakarta: Gramedia widiasarana Indonesia, 2004.

Irwanto. Kajian Literatur dan Penelitian Mengenai Pekerja Anak Sejak Pengembangan Rencana Kerja. IPEC 1993.

Johan, Maiyasyak. Perlindungan Hukum Pekerja Anak di Indonesia. Medan:Lembaga advokasi Anak Indonesia Medan, 1998.

J, Thamrin. Dehumanisasi Anak Marjinal. Bandung: Yayasan Akatiga, 1996. Kertonogoro. Penduduk, Angkatan Kerja, dan Kesempatan Kerja Trend Global

Menuju Abad 21. Jakarta:CV Intermedia, 2006.

K, Suharto. Eksploitasi terhadap Anak dan Wanita. Jakarta: CV.Intermedia, 2005. Leahy, Louis. Aliran-aliran Besar Ateisme Tinjauan Kritis. Yogyakarta: Gadjah

Mada, 1992. N D, Nachrowi. dkk. Masalah pekerja anak dalam perekonomian global. Jakarta:

Fak. Ekonomi UI, 1997.

Sahabat Remaja PKBI-DIY dan UNICEF. Konvensi Hak Anak, Yogyakarta:2007.

Septriasi, S Wisni. Masyarakat Kelompok Marginal dan Permasalahan Pendidikannya. Cakrawala Pendidikan, 2002.

Suyanto, Bagong. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

Tatang, Amirin. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

Tuwu, Alimudin. Pengantar Metode Penelitian. UI Press, 1993. UNICEF. Aspek Hukum Perlindungan Anak, Dalam Perspektif Konvensi Hak

Anak. Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 1995. Usman, Hardius dan Djalal, Nachrowi. Pekerja Anak di Indonesia (Kondisi,

Determinan dan Eksploitasi). Jakarta:Grasindo, 2004. “……” dalam Encyclopedia of The Social Sciences, Vol 6. New York: Macmillan. Hal 16.

Page 87: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

78

Skripsi dan Tesis Luddin,R Muchlis. “Eksploitasi Pekerja Anak di Perkebunan Teh.” Tesis S2

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Jakarta, 2002. Rahman, Astriani. “Eksploitasi orangtua Terhadap Anak dengan memperkerjakan

sebagai Buruh.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas GunaDarma Jakarta, 2005.

Siswoyo, Mukarto. “Eksploitasi Pekerja Anak dalam Industri Kecil”. Tesis S2

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Jakarta, 1998. Internet

Ahmad. “Anak jalanan dan masalah sosial.” Artikel ini diakses pada 20 Juli 2011 dari http://www.sosbud.kompasiana.com/anak-jalanan-dan-masalah-sosial.html.

Alang. “Perdagangan Anak periode 2007-2011.” Artikel ini diakses pada 25 Agustus 2011 dari http://www.sosialbudaya.tvonenews.tv/kasus_perdagangan _anak_selama_2007_2011

Artikel ini diakses pada 17 Juli 2011 dari http://www.anujagarwal.hubpages.com/hub/Cause-and-effects-of-Child-Labour.

Artikel ini diakses pada 27 Juli 2011 dari http://Pendidikanlayanankhusus.com/../pemenuhan-hak-pendidikan.html

Artikel ini diakses pada 28 Agustus dari http://www.Jakarta.usembassy.gov.news/2003-06-17-14.html

Arum, Wenti. “Eksploitasi Anak.” Artikel ini diakses pada 26 Juli 2011 dari http://fisip.uns.ac.id/wentiarum/2010/05/31/eksploitasi anak/.

Best, Ben. “Thougs of Exploitation Theory.” Artikel diakses pada 5 Agustus 2011 dari http://www.benbest.com/polecon/exploit/html

Drs, Dermartoto, Argyo,Msi. “Karakteristik Sosial Ekonomi dan Faktor-faktor Penyebab Anak Bekerja di Sektor Informal di Kota Surakarta.” Artikel diakses pada 1 Juli 2011 dari http://www.penelitian pekerja anak.org.html

ILO. “Pengenalan terhadap Permasalahan Pekerja Anak” Artikel ini diakses pada 22 September 2011 dari www.ilo.org/public/english/dialogue/actemp/.../child_guide3_in.

ILO/IPEC-SIMPOC.2007 “Explaining the Demand and Supply of Child Labour:a Review of the Underlying Theories.” Artikel ini diakses pada 19 September 2011 dari http://www.ilo.org/ipecinfo.

Januar, Ardi, TB. “Mengenal Peraturan three in one di Jakarta.” Artikel diakses pada 10 Juni 2011 dari http://Newsokezone.com.Fenomena Joki Jalanan.

Page 88: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24204/1/uswatun...diberlakukan oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan, maksudnya agar pengguna jalan

79

Pramrizky, Igfar2011.“Untuk Kebutuhan Rumah tangga anak pun dikorbankan”. Artikel ini diakses pada 01 Oktober 2011 dari http://www.Erabaru.net.Media Anak Indonesia.

Sinaga, Dr.H Obsatar M.si. “Fenomena Human Trafficking di Asia Tenggara.” Artikel ini diakses pada 16 Juli 2011 dari http://Pustaka.Unpad.ac.id/Pustaka_Unpad_Fenomena_Human _Trafficking

Sunandar, Haris. “Eksploitasi Anak.” Artikel diakses pada 26 September 2011 dari http://www.Suarapembaruan.com.News/2009/07/22/index.html

Supeno, Hadi. “Eksploitasi Anak Sudah Jadi Budaya.” Artikel diakses pada 27 Juni 2011 dari http://www.kpai.go.id

V k, Karundeng. “Sosialisasi Penyadaran Isu Traficking.” Artikel diakses pada 15 Agustus 2011 dari http://www.Freelist.Org/Archives/msg 01078.Html.