2. porto kematian

22
Borang Portofolio No. ID dan Nama Peserta Dr. Defri Heryadi No. ID dan Nama Wahana RSUD SOLOK Topik ACUTE LUNG EDEM (KEMATIAN) Tanggal (kasus) 28-2-2015 Nama Pasien DASMI No. RM 044330 Tanggal Presentasi Pendamping Dr. Elvi Fitraneti Sp.PD Tempat Presentasi RSUD SOLOK Objektif Presentasi □ Keilmuan □ Keterampilan Penyegaran □ Tinjauan Pustaka Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa □ Neonatus □ Bayi □ Anak Remaja □ Dewasa Lansia □ Bumil □ Deskripsi Laki-laki,65 th, sesak napas,acute lung edem, meninggal Tujuan Tatalaksana Acute lung edem Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka □ Riset Kasus □ Audit Cara Membahas Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E- mail □ Pos Data Pasien Nama : Dasmi No. Registrasi : 044330 Nama RS : RSUD SOLOK Telp : Terdaftar sejak : Data Utama untuk Bahan Diskusi : 1

Upload: defri-heryadi

Post on 25-Aug-2015

249 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Borang Portofolio

No. ID dan Nama Peserta Dr. Defri Heryadi

No. ID dan Nama WahanaRSUD SOLOK

Topik ACUTE LUNG EDEM (KEMATIAN)

Tanggal (kasus) 28-2-2015

Nama Pasien DASMINo. RM 044330

Tanggal Presentasi PendampingDr. Elvi Fitraneti Sp.PD

Tempat Presentasi RSUD SOLOK

Objektif Presentasi

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

DeskripsiLaki-laki,65 th, sesak napas,acute lung edem, meninggal

TujuanTatalaksana Acute lung edem

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos

Data PasienNama : DasmiNo. Registrasi : 044330

Nama RS : RSUD SOLOKTelp : Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis akhir / Gambaran Klinis edema paru akut .

2. Riwayat Pengobatan : Pasien datang dengan keluhan sesak nafas secara tiba-tiba sekitar jam SMRS.sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dan aktivitas.Pasien tidak rutin melakukan pemeriksaan kesehatan

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien tidak pernah mengalami sesak sebelumnya.

4. Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien

5. Riwayat Pekerjaan : Pasien seorang petani

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal dengan seorang istri dan 2 orang anak dirumah semipermanen,sanitasi lingkungan cukup baik

7. Lain-lain : -

Hasil Pembelajaran :

1. Mampu menegakkan diagnosa acute lung edem

2. Mengetahui penatalaksanaan acute lung edem

3. Mengetahui penatalaksanaan kegawatdaruratan acute lung edem

4. Mampu melakukan resusitasi kardiopulmoner

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio1. Subjektif : Sesak napas terasa semakin memberat sejak jam SMRS, sesak sudah dirasakan sejak 2 hari ini Nafas berbunyi menciut (+) Riwayat terbangun karena sesak pada malam hari sebelumnya tidak ada Riwayat sembab pada tungkai sebelumnya tidak diketahui Riwayat sesak napas saat berakifitas disangkal Sembab pada kaki sejak 2 hari lalu Riwayat beraktifitas berat sebelumnya disangkal Riwayat sesak saat dingin tidak ada Riwayat hipertensi tidak diketahui,DM tidak diketahui. Batuk , pilek, demam (-) Mual(-),muntah (-) nafsu makan menurun. BAB biasa,BAK biasa Riwayat Merokok . Riwayat makan obat TB (-) Riwayat benturan didaerah dada(-)

2. Objektif :

Keadaan Umum : tampak sakit beratKesadaran : CMCTD : 170/110 mmHgNadi : 143 x/menitNafas : 36 x/menitSuhu : 36,20 CStatus InternusMata : konjungtiva anemis -/-, sklera tidak ikterik, pupil isokor, Leher : JVP 5 +1 cm H2OParu : Inspeksi : simetris statis dan dinamis Palpasi : fremitus sukar dinilai Perkusi : sonor Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler, rhonki basah halus +/+ pada basal paru, wheezing +/+ di seluruh lapangan paruJantung : Inspeksi : iktus kordis kuat angkat RIC V Lateral Mid Clavicula S Auskultasi : irama regular, bising (-)Abdomen Inspeksi : perut tidak tampak membuncit Palpasi: supel, NT dan NL sukar dinilai Perkusi : timpani Auskultasi : BU (+)Ekstremitas : edem tungkai +/+, akral dingin, refilling kapiler burukPemeriksaan PenunjangEKG : Irama sinus, regular, frekuensi 143 x/menit, Lab darah :Hb: 12 gr/dl ur: 18,6 kr: 0,99HT: 34,9 % Leukosit : 13.690 Trombosit: 332.000

3. Assesment :

Edema Paru AkutDefinisiEdema paru akut adalah akumulasi cairan di intersisial dan alveolus paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksiaPatofisiologiPada paru normal cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama melalui celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruang interstitial sesuai dengan selisih antara tekanan hidrostatik dan osmotik protein, serta permeabilitas membran kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar intertisial pada keadaan normal tidak dapat masuk ke ruang alveolar hal ini disebabkan epitel alveolus terdiri atas ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika cairan memasuki ruang intertisial, cairan tersebut akan dialirkan ke ruang peribronkovaskular, yang kemudian dikembalikan oleh sistem limfatik ke sirkulasi. Perpindahan protein plasma dalam jumlah lebih besar tertahan. Tekanan hidrostatik yang diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari mikrosirkulasi paru sama dengan tekanan hidrostatik kapiler paru yang dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein.Terdapat duamekanismeterjadinya edema paru:1.1.Membran kapiler alveoliEdema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang interstitial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam kedaan normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dansolute dari pembuluh darah ke ruang interstitial.2.2.Sistem limfatikSistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan cairan balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah interstitial peribronkhial dan perivaskular. Dengan peningkatan kemampuan dari interstitium alveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari saluran limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi edema. Diperkirakan pada pasien dengan berat 70 kg dalam keadaan istirahat kapasitas sistem limfe kira-kira 20ml/jam. Pada percobaan didapatkan kapasitas sistem limfe bisa mencapai 200ml/jam pada orang dewasa dengan ukuran rata-rata. Jika terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang kronik, sistem limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai kemampuan untuk mentransportasi filtrat kapiler dalam jumlah yang lebih besar yang dapat mencegah terjadinya edema. Sehingga sebagai konsekuensi terjadinya edema interstitial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh darah akan terkompresi.

KlasifikasiKlasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus:1.1.Ketidakseimbangan Starling Forcea.a.Peningkatan tekanan vena pulmonalisEdema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat sampai melebihi tekanan osmotik koloid plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara lain: (1) tanpa gagal ventrikel kiri (mis: stenosis mitral), (2) sekunder akibat gagal ventrikel kiri, (3) peningkatan tekanan kapiler paru sekunder akibat peningkatan tekanan arterial paru (sehingga disebut edema paru overperfusi).b.b.Penurunan tekanan onkotik plasmaHipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan menimbulkan edema paru. Hipoalbuminemia dapat menyebabkan perubahan konduktivitas cairan rongga interstitial sehingga cairan dapat berpindah lebih mudah diantara sistem kapiler dan limfatik.c.c.Peningkatan negativitas dari tekanan interstitialEdema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural. Kedaaan yang sering menjadi etiologi adalah: (1) perpindahan yang cepat pada pengobatan pneumothoraks dengan tekanan negatif yang besar. Keadaan ini disebut edema paru re-ekspansi. Edema biasanya terjadi unilateral dan seringkali ditemukan dari gambaran radiologis dengan penemuan klinis yang minimal. Jarang sekali kasus yang menjadikan edema paru re-ekspansi ini berat dan membutuhkan tatalaksana yang cepat dan ekstensif, (2) tekanan negatif pleura yang besar akibat obstruksi jalan nafas akut dan peningkatan volume ekspirasi akhir (misalnya pada asma bronkhial).2.2.Gangguan permeabilitas membran kapiler alveoli: (ARDS =Adult Respiratory Distress Syndrome).Kedaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgikal tertentu yang berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan Straling Force-Pneumonia (bakteri, virus, parasit)-Terisap toksin (NO, asap)-Bisa ular, endotoksin dalam sirkulasi-Aspirasi asam lambung-Pneumonitis akut akibat radiasi-Zat vasoaktif endogen (histamin, kinin)-Dissemiated Intravascular Coagulation-Immunologi: pneumonitis hipersensitif-Shock-lungpada trauma non thoraks-Pankreatitis hemoragik akut3.Insuffisiensi sistem limfe-Pasca transplantasi paru-Karsinomatosis, limfangitis-Limfangitis fibrotik (siilikosis)4.Tidak diketahui atau belum jelas mekanismenya-High altitude pulmonary edema-Edema paru neurogenik-Overdosis obat narkotik-Emboli paru-Eklamsia

EdemaParu KardiogenikEtiologi dan PatofisiologiEdemaparukardiogenikatauedemavolume overloadterjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi cairan transvaskular. Ketika tekanan interstitial paru lebih besar daripada tekanan pleural maka cairan bergerak menuju pleura visceralis yang menyebabkan efusi pleura. Sejak permeabilitas kapiler endothel tetap normal, maka cairan edema yang meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan protein yang rendah. Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler pulmonal biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri. Peningkatan ringan tekanan atrium kiri (18 25 mmHg) menyebabkan edema di perimikrovaskuler dan ruang intersisial peribronkovaskular. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih tinggi (>25) maka cairan edema akan menembus epitel paru, membanjiri alveolus (gambar 2.4B). Kejadian tersebut akan menimbulkan lingkaran setan yang terus memburuk oleh proses sebagai berikut -Meningkatnya kongesti paruakan menyebabkan desaturasi, menurunnya pasokan oksigen miokard dan akhirnya semakin memburuknya fungsi jantung.-Hipoksemia danmeningkatnya cairan di paru menimbulkan vasokonstriksi pulmonal sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan. Peningkatan tekanan ventrikel kanan melalui mekanime interdependensi ventrikel akan semakin menurunkan fungsi ventrikel kiri.- Insufisiensi sirkulasi akan menyebabkan asidosis sehingga memperburuk fungsi jantung.Penghapusan cairan edema dari ruang udara paru tergantung pada transpor aktif natrium dan klorida melintasi barier epitel alveolar. Bagian utama reabsorbsi natrium dan klorida adalahion channelsepitel yang terdapat pada membran apikal sel epitel alveolar tipe I dan II serta epitel saluran nafas distal. Natrium secara aktif ditranspor keluar ke ruang interstitial dengan cara Na/ K-ATPase yang terletak pada membran basolateral sel tipe II. Air secara pasif mengikuti, kemungkinan melaluiaquaporinsyang merupakan saluran air yang ditemukan terutama pada epitel alveolar sel tipe I.Edema paru akut kardiogenik ini merupakan bagian dari spektrum klinisAcute Heart Failure Syndrome (AHFS). AHFS didefinisikan sebagai munculnya gejala dan tanda secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi jantung yang tidak normal .Secara patofisilogi edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru akibatterjadinyapeningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagiankapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permiabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas.Seringkali keadaan iniberlangsung dengan derajat yang berbeda-beda. Dikatakan pada stage 1 distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru akibat peningkatan tekanan di atrium kiri, dapat memperbaiki pertukaran udara diparu dan meningkatkan kemampuan difusi dari gas karbon monoksida. Pada keadaan ini akan terjadi sesak nafas saat melakukan aktivitas fisik dan disertai ronkhi inspirasi akibat terbukanya saluran nafas yang tertutup .Apabila keadaan berlanjut hingga derajat berikutnya atau stage 2, edema interstitial diakibatkan peningkatan cairan pada daerah interstitial yang longgar dengan jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar, hal ini akan mengakibatkan hilangnya gambaran paru yang normal secara radiografik dan petanda septum interlobuler (garis Kerley B). Pada derajat ini akan terjadi kompetisi untuk memperebutkan tempat antara pembuluh darah, saluran nafas dan peningkatan jumlah cairan didaerah di interstitium yang longgar tersebut, dan akan terjadi pengisian di lumen saluran nafas yang kecil yang menimbulkan refleks bronkokonstriksi. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia yang berhubungan dengan ventilasi yang semakin memburuk. Pada keadaan infark miokard akut misalnya, beratnya hipoksemia berhubungan dengan tingkat peningkatan tekanan baji kapiler paru. Sehingga seringkali ditemukan manifestasi klinis takipnea.Pada proses yang terus berlanjut atau meningkat menjadistage3 dari edema paru tesebut, proses pertukaran gas sudah menjadi abnormal, dengan hipoksemia yang berat dan seringkali hipokapnea. Alveolar yang sudah terisi cairan ini terjadi akibat sebagian besar saluran nafas yang besar terisi cairan berbusa dan mengandung darah, yang seringkali dibatukkan keluar oleh si pasien. Secara keseluruhan kapasitas vital dan volume paru semakin berkurang di bawah normal. Terjadi pirai dari kanan ke kiri pada intrapulmonal akibat perfusi dari alveoli yang telah terisi cairan. Walaupun hipokapnea yang terjadi pada awalnya, tetapi apabila keadaan semakin memburukmakadapat terjadi hiperkapnea dengan asidosis respiratorik akut apalagi bila pasien sebelumnya telah menderita penyakit paru obstruktif kronik. Dalam hal ini terapi morfin yang telah diketahui memiliki efek depresi pada pernafasan, apabila akan dipergunakan harus denganpemantau yang ketat .Edema paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik maka sebaliknya edema paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan dan protein masuk ke dalam intersisial paru dan alveolus (Gambar 2.4C). Cairan edema paru nonkardiogenik memiliki kadar protein tinggi karena membran pembuluh darah lebih permeabel untuk dilewati oleh molekul besar seperti protein plasma. Banyaknya cairan edema tergantung pada luasnya edema interstitial, ada atau tidak adanya cidera pada epitel alveolar dan kemampuan dari epitel alveolar untuk secara aktif mengeluarkan cairan edema alveolar. Edema paru akibatacute lung injurydimana terjadi cedera epitel alveolar yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk menghilangkan cairan alveolar.DiagnosisTampilan klinis edema paru kardiogenik dan nonkardiogenik mempunyai beberapa kemiripan.AnamnesisAnamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edema paru, misalnya adanya riwayat sakit jantung, riwayat adanya gejala yang sesuai dengan gagal jantung kronis. Edema paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat dan terjadi hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang menakutkan bagi pasien karena mereka batuk-batuk dan seperti seseorang yang akan tenggelam (Harun dan Sally, 2009; Maria, 2010).Pemeriksaan fisikTerdapat takipnea, ortopnea (manifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi atau tekanan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukkan tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inspirasi, batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan (pink frothy sputum) serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru akan terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4. Terdapat juga edema perifer, akral dingin dengan sianosis (Harun dan Sally, 2009; Maria, 2010).LaboratoriumPemeriksaan laboratorium yang relevan diperlukan untuk mengkaji etiologi edema paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan hematologi / darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa, analisa gas darah, enzim jantung (CK-MB, troponin I) danBrain Natriuretic Peptide(BNP). BNP dan prekursornya Pro BNP dapat digunakan sebagairapid testuntuk menilai edema paru kardiogenik pada kondisi gawat darurat. Kadar BNP plasma berhubungan denganpulmonary artery occlusionpressure,left ventricular end-diastolicpressure danleft ventricular ejection fraction. Khususnya pada pasien gagal jantung, kadar pro BNP sebesar 100pg/ml akurat sebagai prediktor gagal jantung pada pasien dengan efusi pleura dengan sensitifitas 91% dan spesifisitas 93% (Lorraineet al, 2005; Maria, 2010). Richard dkk melaporkan bahwa nilai BNP dan Pro BNP berkorelasi dengan LV filling Pressure (Pasquateet al, 2004). Pemeriksaan BNP ini menjadi salah satu test diagnosis rutin untuk menegakkan gagal jantung kronis berdasarkan pedoman diagnosis dan terapi gagal jantung kronik Eropa dan Amerika. Bukti penelitian menunjukkan bahwa Pro BNP/BNP memiliki nilai prediksi negatif dalam menyingkirkan gagal jantung dari penyakit lainnya (AHA, 2009). Radiologis Pada foto thorax menunjukkan jantung membesar, hilus yang melebar, pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya garis kerley A, B dan C akibat edema interstisial atau alveolar seperti pada gambaran ilustrasi 2.5 (Cremersetal, 2010; Harun dan Sally, 2009). Lebar pedikel vaskuler < 60 mm pada foto thoraxPostero-Anteriorterlihat pada 90% foto thorax normal dan lebar pedikel vaskuler > 85 mm ditemukan 80% pada kasus edema paru. Sedangkan vena azygos dengan diameter > 7 mm dicurigai adanya kelainan dan dengan diameter > 10mm sudah pasti terdapat kelainan, namun pada posisi foto thorax terlentang dikatakan abnormal jika diameternya > 15 mm. Peningkatan diameter vena azygos > 3 mm jika dibandingkan dengan foto thorax sebelumnya terkesan menggambarkan adanya overload cairan (Koga dan Fujimoto, 2009).Garis kerley A (gambar 2.6) merupakan garis linear panjang yang membentang dari perifer menuju hilus yang disebabkan oleh distensi saluran anastomose antara limfatik perifer dengan sentral. Garis kerley B terlihat sebagai garis pendek dengan arah horizontal 1-2 cm yang terletak dekat sudut kostofrenikus yang menggambarkan adanya edema septum interlobular. Garis kerley C berupa garis pendek, bercabang pada lobus inferior namun perlu pengalaman untuk melihatnya karena terlihat hampir sama dengan pembuluh darah (Koga dan Fujimoto, 2009).Gambaran foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edema paru kardiogenik dan edema paru non kardiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan yaitu antara lain bahwa edema tidak akan tampak secara radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah tehnik juga dapat mengurangi sensitivitas dan spesifisitas rontgent paru, seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien dan posisi film .

Tabel 2.1Beda Gambaran Radiologi Edema Paru Kardiogenik dan Non Kardiogenik

NO.Gambaran RadiologiEdema KardiogenikEdema Non Kardiogenik

1Ukuran JantungNormal atau membesarBiasanya Normal

2Lebar pedikel VaskulerNormal atau melebarBiasanya normal

3Distribusi VaskulerSeimbangNormal/seimbang

4Distribusi Edemarata / SentralPatchy atau perifer

5Efusi pleuraAdaBiasanya tidak ada

6Penebalan PeribronkialAdaBiasanya tidak ada

7Garis septalAdaBiasanya tidak ada

8Air bronchogramTidak selalu adaSelalu ada

EkokardiografiPemeriksaan ini merupakangold standarduntuk mendeteksi disfungsi ventrikel kiri. Ekokardiografi dapat mengevalusi fungsi miokard dan fungsi katup sehingga dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab edema paru (Maria, 2010).EKGPemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemia atau infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan krisis hipertensi gambaran ekg biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari non iskemik ini belum diketahui tetapi beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolik atau ketokolamin .Kateterisasi pulmonalPengukuran tekanan baji pulmonal (Pulmonary artery occlusion pressure/ PAOP) dianggap sebagai pemeriksaangold standarduntuk menentukan penyebab edema paru akut. Lorraine dkk mengusulkan suatu algoritma pendekatan klinis untuk membedakan kedua jenis edema tersebut (Gambar 2.7). Disamping itu, ada sekitar 10% pasien dengan edema paru akut dengan penyebab multipel. Sebagai contoh, pasien syok sepsis dengan ALI, dapat mengalami kelebihan cairan karena resusitasi yang berlebihan. Begitu juga sebaliknya, pasien dengan gagal jantung kongesti dapat mengalami ALI karena pneumoniaPenatalaksanaan

Gambar 2.8 Algoritma Penatalaksanaan Edema Paru Akut Kardiogenik (dikutip dari ESC, 2012)Keterangan:1.1.Pada pasien yang telah mendapatkan pengobatan diuretik, dosis yang direkomendasikan sebesar 2,5x dari dosis oral yang biasanya diberikan. Dapat dulang jika diperlukan.2.2.O2saturasi dengan pulse oximeter 20 g/kg/menit jarang sekali diperlukan. Bahkan dobutamine mungkin memiliki aktivitas vasodilator ringan sebagai akibat dari stimulasi beta-2 adrenoseptor.7.5.Pasien harus diobservasi ketat secara reguler (gejala, denyut dan ritme jantung, SpO2, tekanan darah sistolik, produksi urine) sampai stabil dan pulih.8.Contoh, mulai pemberian infus NGT 10 g/menit dan dosis dinaikkan 2x lipat tiap 10 menit tergantung respon (biasanya titrasi naiknya dosis dibatasi oleh hipotensi). Dosis >100 g/min jarang sekali dipelukan.9.6.Respon yang adekuat ditandai dengan berkurangnya dypsnea, diuresis yang adekuat (produksi urine >100 mL/jam dalam 2 jam pertama), peningkatan saturasi O2(jika hipoksemia) dan biasanya terjadi penurunan denyut jantung dan frekuensi pernafasan yang seharusnya terjadi dalam 1-2 jam pertama. Aliran darah perifer juga dapat meningkatkan seperti yang ditandai oleh penurunan vasokonstriksi kulit, peningkatan suhu kulit, dan perbaikan dalam warna kulit. Serta adanya penurunan ronkhi.10.7.Setelah pasien nyaman dan diuresis yang stabil telah dicapai, ganti terapi iv dengan pengobatan diuretik oral.11.8.Menilai gejala yang relevan dengan HF (dyspnea, ortopnea,paroxysmal nocturnal dyspnoea), komorbiditas (misalnya nyeri dada akibat iskemia miokard), dan efek samping pengobatan (misalnya simptomatik hipotensi). Menilai tanda-tanda kongesti/edema perifer dan paru, denyut dan irama jantung, tekanan darah, perfusi perifer, frekuensi pernapasan, serta usaha pernapasan. EKG (ritme / iskemia dan infark) dan kimia darah / hematologi (anemia, gangguan elektrolit, gagal ginjal) juga harus diperiksa. Pulse oximetry (atau pengukuran gas darah arteri) harus diperiksa dan diperiksakan ekokardiografi jika belum dilakukan.12.9.Produksi urine < 100 mL/jam dalam 12 jam pertama adalah respon awal pemberian diuretik iv yang tidak adekuat (dikonfirmasi melalui kateter urine).13.Pada pasien dengan tekanan darah masih rendah / shock, dipertimbangkan diagnosis alternatif (emboli paru misalnya), masalah mekanis akut, dan penyakit katup yang berat (terutama stenosis aorta). Kateterisasi arteri paru dapat mengidentifikasi pasien dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang tidak adekuat ( lebih tepat dalam menyesuaikan terapi vasoaktif).14.10.Balon pompa intra aorta atau dukungan sirkulasi mekanik lainnya harus dipertimbangkan pada pasien yang tidak terdapat kontraindikasi.15.11.CPAP or NIPPV harus dipertimbangkan pada pasien yang tidak terdapat kontraindikasi.Ventilasi non-invasif continuous positive airway pressure(CPAP) dannon-invasive intermittent positive pressure ventilation(NIPPV) mengurangi dyspnea dan meningkatkan nilai fisiologis tertentu (misalnya saturasi oksigen) pada pasien dengan edema paru akut. Namun, penelitian RCT(Randomized controled trial) besar yang terbaru menunjukkan bahwa ventilsasi non-invasif atau invasif tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap penurunan angka kematian bila dibandingkan dengan terapi standar, termasuk nitrat (dalam 90% dari pasien) dan opiat (di 51% dari pasien). Hasil ini berbeda dengan penelitian dari metaanalisis sebelumnya dengan studi yang lebih kecil. Ventilasi Non-invasif dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk meringankan gejala pada pasien dengan edema paru dan gangguan pernapasan parah atau pada pasien yang kondisinya gagal membaik dengan terapi farmakologis. Kontraindikasi untuk penggunaan ventilasi non invasif meliputi hipotensi, muntah, kemungkinan pneumotoraks, dandepressed consciousness.16.Dipertimbangkan untuk dilakukan pemasangan intubasi endotrakeal dan ventilasi invasif jika hipoksemia memburuk, gagal upaya pernapasan, meningkatnya kebingungan / penurunan tingkat kesadaran , dll17.12.Meningkatkan dosis loop diuretik hingga setara dengan furosemide 500 mg ( dosis 250 mg harus diberikan melalui infus lebih dari 4 jam).18.Jika tidak ada respon terhadap penggandaan dosis diuretik meskipun tekanan pengisian ventrikel kiri adekuat (baik disimpulkan atau diukur secara langsung) maka mulai infus dopamin 2,5 g / kg / menit. Dosis yang lebih tinggi tidak dianjurkan untuk meningkatkan diuresis.19.13.Jika tidak menghasilkan diuresis yang adekuat dan pasien tetap terjadi edema paru maka ultrafiltrasi terisolasi venovenous harus dipertimbangkan.Algoritma Hipotensi/syok dan Edema Paru akut (AHA 2010)Tentukan Tekanan darah, lanjutkan ke tindakan keduaBradikardi atau takikardiBerikan :Cairan Transfusi Cairan spesifik Pertimbangkan vasopresorTindakan pertama bila syok (-) : 02dan intubasi NTG/nitrat SL Furosemid IV 0,5-1mg/kgbb MorphinIV 2-4 mg

Dobutamine 2-20 g/kg/mnt IVDopamine 2-20 g/kg/mnt IVNorepinefrin 0,5-30 /mnt IVTD 70-100 mmHg gejala syok (-)TD 70-100 mmHg gejala syok (+)TD< 70 mmHg gejala syok (+)Tekanan Darah ?Masalah iramaMasalah pompaMasalah volumeEdema paru akutTanda klinis : syok, hipoperfusi,gagal jantung kongestif,edema paru akut Apakah masalahnya?

Tinakan lini kedua :NTG/nitrat bilaTD>100 mmHg Dopamin bila TD 70-100 mmHg ,dg tanda syok Dobutamin bila TD 70-100 mmHg,tanpa tanda syok

4. Plan :

Diagnosa :Dyspneu ec Edema paru akut +hipertensi Grade 2 Terapi :Konsul dr. Elvi Sp.PD-IVFD drip lasix 5 ampul dalam RL 24 jam /kolf -ceftriaxon 1x 2gr iv-Pasang kateterPantau Vital sign / 15 menit23.00 Td: 150/10023.15 Td: 150/9024.00 Td: 140/8000.15 Td: 130/9000.30 Td: 120/8000.45 Td : 120/8001.00 Td: 90/70 Drip lasix dalam RL dihentikan,dilanjutkan dengan IVFD RL 8 jam /kolf01.15 Td : 110/8001.20 : Ku: Penurunan kesadaran, sesak(+)Td: 120/80, Nd: 96Mata: pupil isokor 2mm/2mm, Rc +/+Thorax: Rh+, Whz +Urine(-)Konsul dr.elviTh/ Rl 8 jam /kolf Observasi KU dan VSAcc rawat ICUKonsul Neurologi( dr.asrizal Sp.S)Cek elektrolitTh/ inj alinamin F 1x1 ivIn Piracetam 4x 3 gr iv02.40 Pasien apneu HR (-) RR (-) Pupil : Isokor, dilatasi maksial 4mm/4mm, Reflek Cahaya -/-Pada pasien dilakukan : RJP (30:2) 4 siklus Inj. Epinefrin 1 amp (IV)Pukul 02.50 HR (- RR (-) Pupil : Isokor, dilatasi 4mm/4mm, Reflek Cahaya -/- EKG : asystolePada pasien dinyatakan meninggal oleh dokter dihadapan paramedic dan keluarga pasien

Pendidikan :Kepada keluarga dijelaskan bahwa pasien dalam keadaan gawat, dan akan dilakukan pemijatan jantung pada pasien sebagai bentuk upaya resusitasi.Konsultasi :Diagnosa dan manajemen terapi pada pasien ini merupakan hasil konsultasi dan advice dari dokter spesialis penyakit dalam.

10