2. landasan teori 2.1. nalar tiap konsep 2.1.1. stres · 2.1. nalar tiap konsep 2.1.1. stres dalam...

21
6 Universitas Kristen Petra 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres, konseptualisasi stres kerja, sebab-sebab terjadinya stress, reaksi orang terhadap stres, dan cara menanggulangi stres karyawan. 2.1.1.1. Pengertian Stres (Stress) Setiap orang mengenal stres dan hampir dapat dikatakan setiap orang pernah mengalami stres. Perbedaannya, hanya terletak pada intensitasnya, yaitu berat dan ringannya stres yang dialami seseorang. Stres melanda hampir pada setiap jiwa tanpa memandang jenis kelamin, usia, latar belakang sosial, pendidikan, kepercayaan, dan budaya. Berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM) di dalam perusahaan, stres kerja menjadi sangat penting untuk dipelajari dan dianalisis. Hal ini dikarenakan, sumber daya manusia yang bekerja dalam perusahaan membahwa seluruh atributnya di tempat kerja tidak pernah terlepas dari stres, yang dapat disebabkan oleh pekerjaan yang dihadapi, tekanan dari atasan, dan konflik antar pribadi dan antar kelompok di dalam perusahaan. Stres karyawan timbul akibat kepuasan kerja tidak terwujud dari pekerjaannya (Hasibuan, 1995:224). Stres adalah suatu kondisi ketegangan seseorang dalam menghadapi pekerjaan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang (Handoko, 1992:200). Sedangkan menurut Beerhs dan Newman (1996), stres kerja sebagai suatu kondisi yang timbul karena adanya interaksi antara individu dan pekerjaan yang ditandai dengan adanya perubahan dalam diri individu yang mendorong individu melakukan penyimpangan (tidak dapat berfungsi secara normal) (Widyantoro, 2001:55). Berdasarkan dua definisi tersebut dapat dikatakan, bahwa stres adalah ketegangan psikologis yang terjadi karena adanya interaksi seseorang dengan pekerjaan yang cenderung menekan seseorang, yang dapat berpengaruh terhadap perasaan seseorang (afeksi), cara berpikir (kognitif), dan kondisi fisik serta mental seseorang. Intensitas stres yang ada pada seseorang tidak sama. Orang yang

Upload: others

Post on 08-Dec-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

6 Universitas Kristen Petra

2. LANDASAN TEORI

2.1. Nalar Tiap Konsep

2.1.1. Stres

Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi

terjadinya stres, konseptualisasi stres kerja, sebab-sebab terjadinya stress, reaksi

orang terhadap stres, dan cara menanggulangi stres karyawan.

2.1.1.1. Pengertian Stres (Stress)

Setiap orang mengenal stres dan hampir dapat dikatakan setiap orang pernah

mengalami stres. Perbedaannya, hanya terletak pada intensitasnya, yaitu berat dan

ringannya stres yang dialami seseorang. Stres melanda hampir pada setiap jiwa tanpa

memandang jenis kelamin, usia, latar belakang sosial, pendidikan, kepercayaan, dan

budaya. Berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM) di dalam perusahaan, stres

kerja menjadi sangat penting untuk dipelajari dan dianalisis. Hal ini dikarenakan,

sumber daya manusia yang bekerja dalam perusahaan membahwa seluruh atributnya

di tempat kerja tidak pernah terlepas dari stres, yang dapat disebabkan oleh pekerjaan

yang dihadapi, tekanan dari atasan, dan konflik antar pribadi dan antar kelompok di

dalam perusahaan. Stres karyawan timbul akibat kepuasan kerja tidak terwujud dari

pekerjaannya (Hasibuan, 1995:224).

Stres adalah suatu kondisi ketegangan seseorang dalam menghadapi

pekerjaan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang

(Handoko, 1992:200). Sedangkan menurut Beerhs dan Newman (1996), stres kerja

sebagai suatu kondisi yang timbul karena adanya interaksi antara individu dan

pekerjaan yang ditandai dengan adanya perubahan dalam diri individu yang

mendorong individu melakukan penyimpangan (tidak dapat berfungsi secara normal)

(Widyantoro, 2001:55).

Berdasarkan dua definisi tersebut dapat dikatakan, bahwa stres adalah

ketegangan psikologis yang terjadi karena adanya interaksi seseorang dengan

pekerjaan yang cenderung menekan seseorang, yang dapat berpengaruh terhadap

perasaan seseorang (afeksi), cara berpikir (kognitif), dan kondisi fisik serta mental

seseorang. Intensitas stres yang ada pada seseorang tidak sama. Orang yang

Page 2: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

7

mengalami stres ringan akan cepat kembali normal bila mampu mengatasinya

dengan baik, sebaliknya, stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan

seseorang untuk menghadapi lingkungan (Handoko, 1992:203). Sebagai hasilnya,

pada diri karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat

mengganggu pelaksanaan kerja.

2.1.1.2. Indikasi Terjadinya Stres

Stres mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang

(Handoko, 1992:200), atau perubahan dalam diri individu yang mendorong individu

melakukan penyimpangan (tidak dapat berfungsi secara normal) (Widyantoro,

2001:55). Orang yang mengalami stres akan nervous dan merasakan kekuatiran

kronis (Hasibuan, 1995:224), mudah marah (emosi), pikirannya kalut, fisiknya lemah

dan mudah terserang penyakit, misalnya penyakit pencernaan, tekanan darah tinggi,

dan sulit tidur (Handoko, 1992:200). Orang yang mengalami stres juga juga tidak

dapat rileks dan bersikap tidak kooperatif serta cenderung melarikan diri dengan

minum minuman keras dan/atau merokok secara berlebihan.

Secara rinci Higgins (1992:431) mengetengahkan 25 indikasi stres yang

terjadi pada seseorang, yaitu:

1. Penggunaan alkohol yang berlebihan.

2. Penggunaan obat bius.

3. Tekanan darah menjadi tinggi.

4. Sering sakit kepala.

5. Nyeri lambung.

6. Ucapan yang ‘pedas’ dan ‘dingin’.

7. Tidak dapat tidur.

8. Nyeri dada.

9. Jantung berdebar atau berpacu keras.

10. Susah nafas karena emosi.

11. Penggunaan obat tidur yang berlebihan.

12. Sering terbangun pada waktu malam hari.

13. Keletihan atau kehilangan tenaga.

14. Kehilangan nafsu makan.

Page 3: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

8

15. Terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur.

16. Perasaan ketakutan yang berlebihan.

17. Mudah marah.

18. Keinginan untuk merubah suasana.

19. Merasa kehilangan waktu kerja.

20. Perasaan yang semakin kritis.

21. Perasaan yang diperbudak oleh pekerjaan.

22. Sering mengalami kecelakaan.

23. Kehilangan kepercayaan diri.

24. Merasa bosan terhadap pekerjaan.

25. Kehilangan kepercayaan kepada perusahaan.

Menurut Higgins (1992:431), seseorang apabila merasa sedikitnya tiga dari

indikasi-indikasi stres di atas, maka seseorang tersebut telah mengalami stres.

Semakin banyak indikasi-indikasi stres yang ada pasa seseorang, maka seseorang

tersebut semakin akut mengalami stres dalam hidupnya (Gustendi, 1999).

2.1.1.3. Konseptualisasi Stres Kerja

Kreitner (1995) berpendapat, stres kerja dapat dikonseptualisasikan dari

tiga titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon, dan stres

sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan (Widyantoro, 2001:55).

Ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Stres sebagai stimulus

Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan

pada lingkungan dan menggambarkan stres sebagai variabel bebas. Sebagai

contoh, keadaan seseorang yang melakukan pekerjaan dengan tingkat stres yang

tinggi, seseorang tersebut selalu dalam keadaan tegang dan tidak menyenangkan.

Peristiwa atau lingkungan yang menimbulkan perasaan tegang itu disebut sebagai

stressor. Gibson (1994) mengemukakan, definisi stimulus melihat stres sebagai

suatu kekuatan atau perangsang yang menekan individu yang menimbulkan

respon terhadap ketegangan (Widyantoro, 2001:55).

2. Stres sebagai respon

Stres sebagai respon, menitik beratkan pada reaksi seseorang terhadap

Page 4: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

9

stressor dan menggambarkan stres sebagai variabel terikat. Sebagai contoh,

seseorang merasa stres atau tertekan bila diminta untuk memberikan sambutan di

depan suatu pertemuan. Respon yang dialami itu mengandung dua komponen,

yaitu: (a) komponen psikologis, yang meliputi tingkah laku, pola pikir, emosi

serta perasaan tertekan, dan (b) komponen fisiologis, berupa rangsangan-

rangsangan fisik, seperti jantung berdebar-debar, mulut kering, tubuh berkeringan

atau perut mules. Respon psikologi dan fisiologis terhadap stressor ini disebut

strain atau ketegangan. Definisi respon memandang stres sebagai tanggapan

fisiologis atau psikologis dari seseorang terhadap tekanan lingkungannya, di

mana stres tersebut kebanyakan berasal dari lingkungan di luar individu.

3. Stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan

Stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan penekanannya

terletak pada interaksi individu dengan lingkungan sekitar individu tersebut.

Robbins (1996) mendefinisikan stres sebagai interaksi adalah suatu kondisi

dinamik dalam mana seseorang individu dikonfrontasikan dengan sesuatu

peluang, kendala atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkan

dan yang dihasilkan, dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Stres dalam

definisi ini tidak dengan sendirinya harus buruk. Walaupun stres lazimnya

dibahas dalam konteks negatif, stres juga mempunyai nilai positif. Stres

merupakan suatu peluang bila stres itu menawarkan perolehan yang potensial.

Douglas (1996) menyebut hal ini sebagai stres kerja negatif dan stres kerja

positif. Stres negatif disebut distress dan seringkali menghasilkan perilaku

karyawan yang disfungsional seperti sering melakukan kesalahan, moral yang

rendah, bersikap masa bodoh, dan absen kerja tanpa alasan. Di sisi lain, stres

positif atau biasa disebut eustress menciptakan tantangan dan perasaan untuk

selalu berprestasi serta berperan sebagai faktor motivator yang kritis bagi banyak

karyawan (Widyantoro, 2001:56).

2.1.1.4. Sebab-Sebab Terjadinya Stres

Stres merupakan suatu keadaan seseorang mengalami ketegangan karena

adanya kondisi-kondisi yang mempengaruhi dirinya. Kondisi-kondisi tersebut dapat

berasal dari dalam diri seseorang maupun dari lingkungan di luar diri seseorang

Page 5: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

10

(Widyantoro, 2001:54). Hasibuan (1992:200) menjelaskan bahwa:

Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressor.

Seseorang yang mengalami stres dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors,

tetapi biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi stressors. Ada dua

kategori penyebab stres, yaitu on-the-job stressor (stressor intern) dan off-the-

job stressor (stressor ekstern).

Kedua stressor (penyebab timbulnya stres) tersebut secara singkat dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Stressor Intern

Stressor intern (on-the-job stressor), yaitu penyebab stres yang berasal

dari dalam lingkungan pekerjaan di tempat karyawan bekerja

(Handoko, 1992:201). Douglass (1996) menyebutkan tiga hal, yang seringkali

menjadi sumber timbulan distress, yaitu: konflik peran (role conflict), ambiguitas

peran (role ambiguity), dan perbedaan beban kerja (work load variance)

(Widyantoro, 2001:56).

a. Konflik peran (role conflict)

Konflik peran terjadi ketika karyawan sebagai bawahan merasa

adanya persaingan dan kemungkinan akan timbulnya konflik dengan yang

lain. Sebagai contoh, karyawan mungkin merasa bingung antara memenuhi

harapan atasan dengan harapan yang diinginkan rekan sekerja. Konflik juga

sering muncul sebagai akibat tekanan yang datang dari organisasi informal,

bahkan dilema etika juga akan memperbesar konflik peran, bila tujuan

organisasi bertentangan dengan sistem nilai yang dianut karyawan.

b. Ambiguitas peran (role ambiguity)

Terjadinya ambiguitas peran ini adalah sebagai akibat dari

ketidakjelasan harapan, tujuan organisasi, dan deskripsi pekerjaan yang

kabur. Harapan akan peran suatu jabatan yang tidak sejalan dengan diskripsi

jabatan yang diterima karyawan dapat memperbesar terjadinya ambiguitas

peran, bahkan kesalahpahaman akan tujuan yang harus dicapai karyawan,

juga memberikan kontribusi terhadap ketidaknyamanan dan menurunnya

prestasi kerja karyawan (kinerja karyawan).

Page 6: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

11

c. Perbedaan beban kerja (work load variance)

Beban kerja lebih menimbulkan peran yang berlebihan. Hal ini berarti

bahwa karyawan mempunyai harapan lebih dari pada yang dapat dipenuhi.

Perasaan menanggung beban kerja yang lebih banyak dibandingkan yang

lainnya, dapat menyebabkan permasalahan emosional dan fisik yang pada

akhirnya berpengaruh terhadap prestasi karyawan. Di sisi lain, kurangnya

peran dapat juga menjadi sumber terjadinya stres (distress). Meningkatnya

persaingan di antara organisasi, menjadi tantangan bagi organisasi untuk

menjadi lebih profesional. Hal ini akan menyebabkan banyak karyawan akan

bekerja dalam kapasitas yang tidak optimal. Karyawan dengan tingkat

kompensasi tinggi akan merasakan distress yang tinggi, karena penugasan

yang diterima menjadi membosankan dan tidak menantang.

Handoko (1992:201) memerinci faktor-faktor stressor intern (on-the-job

stress), yang ada di dalam perusahaan antara lain:

a. Beban kerja yang berlebihan.

b. Tekanan atau desakan waktu.

c. Kualitas supervisi yang kurang baik.

d. Iklim kerja yang kurang aman.

e. Umpan balik tentang pelasanaan kerja yang tidak memadai.

f. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab.

g. Kemenduaan peran (role ambiguitas).

h. Konflik antar pribadi dan antar kelompok (tim).

i. Berbagai bentuk perusahaan yang terjadi di perusahaan.

Ditambahkan oleh Hasibuan (1992:225), yang termasuk stressor intern

juga: sikap pimpinan yang kurang adil, peralatan atau fasilitas kerja yang kurang

memadai, balas jasa (gaji dan tunjangan kesejahteraan) yang kurang memadai.

2. Stressor Ekstern

Stressor ekstern (off-the-job stressor), yaitu penyebab stres yang berasal

dari luar lingkungan pekerjaan tempat karyawan bekerja (Handoko, 1992:201).

Menurut Handoko (1992:201) dan Hasibuan (1995:225), stressor ekstern

meliputi antara lain:

Page 7: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

12

a. Kekuatiran finansial.

b. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak.

c. Masalah-masalah phisik (kesehatan).

d. Masalah-masalah perkawinan (misalnya perceraian).

e. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal.

f. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian anak, saudara.

Widyantoro (2001:54) menjelaskan, bahwa suatu kondisi yang membuat

stres seorang karyawan, belum tentu akan dapat membuat stres karyawan lainnya.

Demikian juga, konflik yang terjadi di antara sesama karyawan mungkin akan

menimbulkan stres pada salah seorang karyawan, sedangkan yang lainnya tidak

mengalaminya.

2.1.1.5. Reaksi Orang terhadap Stres

Orang-orang mempunyai toleransi yang berbeda terhadap berbagai situasi

stres. Banyak orang mudah sedih hanya karena menghadapi peristiwa ringan. Di lain

pihak, banyak orang lain yang dingin dan tenang (calm) menghadapi masalah,

terutama karena mereka mempunyai kepercayaan dari atas kemampuannya untuk

menghadapi stres.

Menurut Handoko (1992:203), berdasarkan reaksi terhadap situasi stres, tipe

orang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tipe A dan tipe B, yang dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Orang-Orang Tipe A

Orang-orang tipe A adalah orang-orang yang agresif dan

kompetitif, menetapkan standar-standar tinggi dan menempatkan diri di

bawah tekanan waktu yang ajeg (konstan). Giat dalam kegiatan-kegiatan

olah raga yang bersifat rekreasi dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Orang

tipe A sering tidak menyadari bahwa banyak tekanan yang dirasakan lebih

disebabkan oleh perbuatannya sendiri dari pada lingkungan, karena mereka

merasakan tingkat stres yang ajeg. Gangguan phisik yang sering dialamai

oleh orang-orang tipe A akibat stres, seperti serangan jantung, penyakit

lever, dan sejenisnya.

Page 8: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

13

2. Orang-Orang Tipe B

Orang-orang tipe B adalah orang lebih rileks dan tidak suka

menghadapi ‘masalah’ atau ‘ easygoing’. Mereka menerima situasi-situasi

yang ada dan bekerja di dalamnya, serta tidak senang bersaing. Orang-

orang tipe B terutama rileks dalam kaitannya dengan tekanan waktu,

sehingga mereka lebih kecil kemungkinannya untuk menghadapi masalah-

masalah yang berhubungan dengan stres.

Di samping itu, orang-orang juga mempunyai perbedaan dalam memulihkan

kondisi dari situasi stres. Ada orang-orang yang dengan mudah dan cepat pulih

kembali, tetapi banyak orang sulit melupakan dan melepaskan diri dari situasi yang

baru saja dialami. Orang-orang terakhir inilah yang harus diperhatikan oleh

departemen sumber daya manusia (Handoko, 1992:203).

2.1.1.6. Cara Menanggulangi Stres Karyawan

Kebanyakan pimpinan organisasi memandang dirinya sebagai seorang

delegator yang efektif, tetapi sering perilakunya mencerminkan tindakan yang

sebaliknya, yang dapat menimbulkan distress (stres negatif) bagi karyawan, seperti

membatasi otoritas karyawan, pendelegasian tugas yang tidak jelas, dan penugasan-

penugasan yang tidak menantang (Widyantoro, 2001:57). Hal ini apabila dibiarkan

terus-menerus terjadi, akan berakibat negatif terhadap prestasi kerja. Itulah sebabnya,

departemen sumber daya manusia harus berusaha mengurangi stres

karyawan.

Secara konseptual Widyantoro (2001:57) menawarkan solusi untuk

mengurangi stres karyawan, yaitu dengan jalan menciptakan eustress (stres positif),

yang dapat menciptakan tantangan dan menjadi faktor motivator bagi karyawan

untuk selalu meningkatkan kemampuan. Langkah-langkah yang ditawarkan untuk

menciptakan eustres atau mengurangi stres di tempat kerja, yaitu:

1. Sesuaikan kemampuan karyawan dengan suatu tugas yang sesuai

Pimpinan organisasi (perusahaan) seharusnya memulai dengan

mendelegasikan suatu tugas yang sesuai dengan persiapan dan kemampuan

karyawan, jika karyawan telah membuktikan kemampuaannya, baru

kemudian ditambahkan tugas-tugas lain yang lebih kompleks.

Page 9: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

14

2. Yakinkan bahwa batasan kewenangan sebanding dengan besarnya tanggung

jawab

Pimpinan organisasi (perusahaan) seringkali ingin mempertahankan

kewenangan dan tanggung jawab yang dimiliki. Oleh karena itu, harus

dapat didefinisikan secara jelas batasan kewenangan pembuatan keputusan

pada masing-masing bawahan, sehingga mereka dapat melaksanakan

tugasnya tanpa merasa bersalah, karena melampaui kewenangan yang

dimiliki.

3. Pemberian tugas yang jelas

Pimpinan organisasi (perusahaan) harus memberikan tugas kepada

karyawan sesuai dengan deskripsi tugas yang telah ditetapkan. Apabila,

pimpinan ingin menambah beban kerja karyawan, maka terlebih dahulu

pekerjaan didesain ulang, dan hasil desain tersebut harus dikomunikasikan

kepada karyawan yang bersangkutan, untuk mempertanyakan kesiapannya.

Handoko (1992:203-204) secara sistematis mengusulkan beberapa alternatif

yang dapat digunakan untuk mengurangi stres karyawan, yaitu:

1. Memindahkan karyawan ke tempat pekerjaan lain (transfer).

2. Mengganti penyelia yang berbeda.

3. Menyediakan lingkungan kerja yang baru.

4. Memberikan pelatihan dan pengembangan karier agar karyawan mampu

melaksanakan pekerjaan yang baru.

5. Merancang kembali pekerjaan-pekerjaan, sehingga karyawan mempunyai

pilihan keputusan lebih banyak dan wewenang untuk melaksanakan

tanggung jawab. Desain pekerjaan juga dapat mengurangi beban kerja,

tekanan waktu dan kemenduaan peranan (role ambiguity).

6. Menerapkan komunikasi dua arah untuk memberikan umpan balik

pelaksanaan kerja dan partisipasi karyawan dapat ditingkatkan.

7. Pelayanan konseling.

Keberhasilan mengatasi stres kuncinya terletak di tangan pimpinan

organisasi atau perusahaan. Widyantoro (2001:58) menyatakan bahwa:

Kunci dari semua cara untuk mengatasi stres berada di tangan pimpinan

perusahaan. Atasan langsung maupun atasan yang lebih tinggi sebagai pembuat

Page 10: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

15

kebijakan dalam organisasi harus mempunyai kemauan untuk memberikan

stimuli (rangsangan) yang dapat mencorong terciptanya eustress, sehingga akan

dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan prestasi kerjanya.

Jadi, peranan manajemen puncak sangat menentukan keberhasilan dalam

mengeliminir stres yang ada pada karyawan, terutama stressor yang ada di

lingkungan perusahaan.

2.1.1.7. Konseling Stres Karyawan

Pelayanan konseling, merupakan cara yang paling efektif untuk membantu

para karyawan mengadapi stres. Menurut Hasibuan (1995:225), “Konseling adalah

pembahasan suatu masalah dengan seorang karyawan, dengan maksud pokok untuk

membantu karyawan tersebut, agar dapat mengatasi masalah secara lebih baik.”

Konseling bertujuan untuk membuat orang-orang menjadi lebih efektif dalam

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

Menurut Handoko (1992:204-205), pengertian konseling menyangkut

sejumlah karakteristik yang membuat kegiatan ini berguna dalam departemen sumber

daya manusia, yaitu:

1. Kegiatan konseling memerlukan dua orang, orang yang membimbing

(counselor) dan orang yang dibimbing (counselee). Pertukaran gagasan

keduanya menciptakan hubungan konseling, dan oleh karena itu konseling

merupakan suatu kegiatan komunikasi.

2. Konseling dapat memperbaiki prestasi kerja organisasi, karena karyawan

menjadi lebih kooperatif, berkurang kekuatirannya terhadap masalah-

masalah pribadi atau berkurang kesedihan emosionalnya, atau membuat

kemajuan di bidang tertentu.

3. Konseling bisa dilaksanakan, baik oleh para profesional maupun bukan

profesional.

4. Konseling biasanya bersifat rahasia agar para karyawan merasa bebas untuk

mengemukakan berbagai masalah secara bebas.

5. Konseling mencakup, baik masalah-masalah pribadi maupun pekerjaan,

karena kedua tipe masalah tersebut bisa mempengaruhi prestasi kerja

karyawan.

Page 11: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

16

2.1.2. Prestasi Kerja

Di bawah ini akan dijelaskan mengenai pengertian prestasi kerja, penilaian

prestasi kerja, manfaat penilaian prestasi kerja, metode penilaian prestasi kerja, dan

faktor-faktor prestasi kerja karyawan yang dinilai.

2.1.2.1. Pengertian Prestasi Kerja

Salah satu tujuan manajemen SDM, yaitu memberikan saran kepada

manajemen tentang kebijakan manajemen SDM guna memastikan organisasi

memiliki tenaga kerja yang bermotivasi tinggi dan berprestasi (Cushway, 1996:6).

Mengacu pada pernyataan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa prestasi kerja

karyawan menjadi prioritas dari aktivitas manajemen SDM. Hal ini dikarenakan,

karyawan yang berprestasi tinggi dapat mengerjakan pekerjaan dengan cepat, dengan

hasil yang baik, dengan waktu yang relatif singkat, disiplin, dapat diandalkan,

mempunyai sikap baik, dan mempunyai potensi untuk maju (Bittel & Newstrom,

1994:218). Perusahaan yang memiliki karyawan berprestasi tinggi, akan dapat

mencapai tujuan dengan mudah dalam memperoleh laba yang optimal seperti yang

ditetapkan. Prestasi menjadi sarana penting untuk mencapai tujuan perusahaan.

Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang karyawan

dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan, didasarkan atas kecakapan,

pengalaman, dan kesungguhan serta waktu (Hasibuan, 1995:105). Pendapat Maier

mengenai prestasi kerja adalah “kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu

pekerjaan” (As'ad, 1995:47). Lebih tegas lagi arti prestasi kerja diungkapkan oleh

Lawler dan Porter, yaitu “succesful role achievement yang diperoleh seseorang dari

perbuatan-perbuatan yang dilakukan” (As'ad, 1995:47).

Berdasarkan beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa prestasi kerja

adalah hasil kerja yang dicapai oleh tenaga kerja atau karyawan, yang didasarkan

atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu yang diperlukan. Karyawan

dengan prestasi kerja yang baik menjadi keinginan banyak perusahaan untuk

mendukung pencapaian tujuan yang ditetapkan. Dalam realitasnya, tidak semua

karyawan memiliki kinerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Hal ini

dikarenakan banyak hal yang harus diperhatikan dalam mendukung prestasi kerja

karyawan, misalnya stres.

Page 12: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

17

2.1.2.2. Penilaian Prestasi Kerja

Setiap perusahaan perlu mengambil keputusan, dan keputusan itu akan

semakin tepat apabila informasi yang diperoleh juga tepat. Salah satu cara untuk

mendapatkan informasi yang berkaitan dengan kemampuan karyawan dalam

melaksanakan pekerjaan adalah penilaian prestasi kerja (Panggabean, 2002:66).

Itulah sebabnya, penilaian prestasi kerja itu sendiri harus benar atau obyektif agar

informasi yang diperoleh juga benar dan pengambilan keputusan-keputusan

manajemen selanjutnya juga benar.

Adapun yang dimaksud dengan penilaian prestasi kerja atau performance

appraisal is a formal system of periodic review and evaluation of an individual’s job

performance” (Mondy, Noe, & Premeaux., 1993:394). Maksudnya, penilaian prestasi

kerja adalah sistem pengamatan dan penilaian prestasi individu karyawan secara

periodik atau berkala dan bersifat formal.

Penilaian prestasi kerja adalah suatu proses yang digunakan atasan untuk

menilai apakah seseorang karyawan (bawahan) melakukan pekerjaan sesuai dengan

yang diharapkan (Mangkunegara, 2000:126).

Berdasarkan dua definisi di atas disimpulkan bahwa, penilaian prestasi kerja

adalah suatu proses formal yang digunakan oleh atasan secara periodik untuk menilai

prestasi kerja karyawan yang dipekerjakan, apakah para karyawan sudah melakukan

pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan. Periode penilaian prestasi kerja karyawan

sebaiknya adalah “setahun dua kali” (Bittel & Newstrom, 1994:214). Penilaian

prestasi kerja yang terlalu sering (lebih dari 2 kali dalam setahun), membuat

pimpinan atau atasan akan merasa terganggu oleh kejadian sehari-hari. Sebaliknya,

apabila penilaian prestasi kerja jarang dilakukan, maka atasan (pimpinan) akan

melupakan banyak hal yang sesungguhnya mempengaruhi penilaian.

2.1.2.3. Manfaat Penilaian Prestasi Kerja

Setiap aktivitas manajemen di dalam suatu perusahaan mengandung manfaat

yang dapat diperoleh, demikian halnya dengan aktivitas penilaian prestasi kerja

karyawan. Ada 2 (dua) manfaat dari penilaian prestasi kerja karyawan, yaitu: (1)

Memberikan informasi sebagai dasar promosi dan penetapan gaji. (2) Memberikan

Page 13: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

18

satu peluang bagi atasan dan bawahan untuk meninjau kembali perilaku yang

berhubungan dengan pekerjaan bawahan (Dessler, 1997:2).

Penilaian prestasi kerja memberi keuntungan, baik kepada para karyawan

maupun kepada perusahaan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Bagi para karyawan, dapat menimbulkan perasaan puas. Karyawan merasa

bahwa hasil kerja dinilai oleh perusahaan dengan wajar dan sekaligus

kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri individu karyawan dapat

diketahui.

2. Bagi perusahaan, penilaian prestasi kerja memberikan faedah bagi perusahaan

karena dengan cara ini dapat diwujudkan semboyan ‘orang yang tepat pada

jabatan yang tepat’ (Hasibuan, 1995:101).

Jadi, melalui penilaian prestasi kerja akan dapat diketahui prestasi kerja

karyawan, baik kelebihan maupun kekurangan karyawan. Karyawan yang memiliki

prestasi kerja yang baik, memungkinkan untuk dipromosikan ke jenjang yang lebih

tinggi, sebaliknya karyawan yang memiliki prestasi kerja kurang baik dapat

diperbaiki dengan cara memindahkan karyawan yang bersangkutan ke bagian

lain yang lebih sesuai dengan kecakapan (keahlian) karyawan, ataupun melalui

pemberian pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan kecakapan dan

keterampilan karyawan.

2.1.2.4. Metode Penilaian Prestasi Kerja Karyawan

Setiap bentuk penilaian membutuhkan suatu metode yang dapat dipakai

sebagai alat yang obyektif, demikian halnya dengan penilaian prestasi kerja.

Ketepatan hasil penilaian prestasi kerja banyak tergantung pada metode yang

digunakan.

Metode penilaian prestasi kerja yang paling banyak digunakan dan memiliki

hasil relatif tepat adalah ‘graphic rating scale’ , yaitu memberikan angka berurutan

dari kecil ke besar atau sebaliknya (Handoko, 1992:143). Pada metode ini, evaluasi

yang dilakukan oleh penilai terhadap prestasi kerja karyawan dengan skala tertentu

dari rendah sampai tinggi atau sebaliknya.

Skala pengukuran dapat menggunakan skala ordinal atau skala interval,

sedangkan metode penyusunan skala dapat menggunakan skala Likert atau skala

Page 14: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

19

perbedaan semantik (As’ad, 1995:29). Perolehan angka dari masing -masing jawaban

kuesioner, kemudian dijumlah (total) dan dihitung nilai rata-rata (mean).

Berdasarkan hasil mean tersebut akan dapat interpretasikan prestasi kerja dari setiap

karyawan yang dinilai, apakah baik atau sebaliknya, sehingga pada akhirnya dapat

ditindaklanjuti.

Penilaian prestasi kerja karyawan menggunakan formulir atau blanko isian

untuk materi-materi yang telah ditentukan. Formulir penilaian biasanya diisi oleh

atasan langsung dengan menandai tanggapan yang paling sesuai untuk setiap dimensi

pelaksanaan kerja (Handoko, 1992:144). Atasan langsung (supervisor atau kepala

bagian) ditetapkan sebagai penilai, diasumsikan mengetahui dengan tepat hasil kerja

dan perilaku para karyawan yang dibawahi, walaupun dalam implementasi masih

terdapat unsur subyektivitas. Jadi, yang menilai prestasi kerja karyawan bukan

karyawan yang bersangkutan melainkan atasan, misalnya manajer atau pengawas

(Panggabean, 2002:72).

2.1.2.5. Faktor-Faktor Prestasi Kerja Karyawan yang Dinilai

Dalam usaha menilai prestasi kerja karyawan dengan benar dan obyektif,

pimpinan perusahaan atau atasan perlu mengetahui faktor-faktor prestasi kerja

karyawan yang harus dinilai. Faktor-faktor prestasi kerja yang dinilai,

dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori, yaitu:

1. Faktor obyektif, yaitu faktor yang menfokuskan pada fakta yang bersifat nyata

dan hasil-hasil yang dapat diukur, misal kuantitas, kualitas, dan kehadiran.

2. Faktor subyektif, yaitu faktor yang cenderung berupa opini, seperti sikap,

keandalan, dan kreativitas (Bittel & Newstrom, 1994:219).

Lebih jauh Bittel dan Newstrom (1994:223) menjelaskan bahwa penilaian

prestasi kerja atas dua kategori di atas, secara operasional dapat diimplementasikan

melalui sembilan parameter, yaitu:

1. Mutu pekerjaan (kualitas kerja)

Mutu pekerjaan adalah kualitas hasil kerja yang didasarkan pada standar

atau spesifikasi yang ditetapkan. Kualitas pekerjaan mengevaluasi ketepatan,

kelengkapan dan kerapian pekerjaan yang diselesaikan, tanpa melihat/

memperhatikan kuantitas (jumlah).

Page 15: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

20

2. Kuantitas pekerjaan

Kualitas pekerjaan adalah jumlah hasil kerja yang dihasilkan karyawan

sesuai dengan waktu kerja yang ada (tersedia). Kuantitas pekerjaan mengevaluasi

jumlah pekerjaan yang dilakukan dan/atau jumlah tugas yang dapat diselesaikan

dalam periode waktu tertentu, tanpa memperhatikan mutu atau kualitas.

3. Keandalan

Keandalan adalah kemampuan memenuhi atau mengikuti instruksi,

inisiatif, hati-hati, kerajinan, dan kerja-sama walaupun tanpa diawasi langsung

oleh atasan atau pimpinan. Keandalan mengevaluasi kemampuan memenuhi

komitmen dan batas waktu dan luasnya penyeliaan (supervisi) yang diperlukan.

4. Sikap

Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan seseorang

karyawan terhadap suatu obyek. Sikap mengevaluasi evaluasi atau reaksi umum

karyawan terhadap pekerjaan, teman sekerja, penyeliaan, dan perusahaan.

5. Inisiatif

Inisiatif adalah tindakan korektif yang muncul dalam diri karyawan

apabila melihat permasalahan. Inisiatif mengevaluasi kemampuan karyawan

dalam menangani masalah dan mengambil tindakan korektif, memberikan saran-

saran untuk peningkatan, dan menerima tanggung jawab untuk menyelesaikan

tugas-tugas yang belum diberikan.

6. Kerumahtanggaan (kerajinan)

Kerumahtanggan adalah melakukan pekerjaan dengan tekun walaupun

tanpa diperintah oleh atasan. Kerumahtanggaan mengevaluasi kebersihan dan

ketertataan tempat kerja dan tempat penyimpanan (gudang) serta keadaan lokasi

kerja sesudah selesai bekerja.

7. Kehadiran

Kehadiran adalah keberadaan karyawan di tempat kerja sesuai dengan

waktu atau jam kerja yang telah ditentukan. Kehadiran mengevaluasi kehadiran

dan kemangkiran karyawan dalam suatu periode tertentu.

8. Potensi pertumbuhan dan kemajuan

Potensi pertumbuhan dan kemajuan adalah kemampuan seseorang

karyawan bertumbuh dan mencapai kemajuan. Potensi pertumbuhan dan

Page 16: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

21

kemajuan mengevaluasi potensi meningkatkan pengetahuan tentang pekerjaan

dan untuk meningkatkan ke pekerjaan lain dalam bagian atau dalam organisasi.

9. Tanggung jawab

Tanggung jawab adalah suatu bentuk pelaporan kepada atasan dari segala

sesuatu yang telah dikerjakan, yang didasarkan pada tugas dan wewenang yang

diberikan oleh atasan. Tanggung jawab mengevaluasi sejauhmana sesuatu yang

telah dikerjakan bila dibandingkan dengan tugas dan wewenang yang diberikan.

Menurut Richard R. Still dkk. (1977), beberapa faktor yang perlu

dimasukkan untuk mengadakan penilaian karyawan bagian pemasaran/penjualan

antara lain:

1. Kondisi fisik dan mental karyawan.

2. Kerja sama.

3. Pengetahuan tentang produk yang ditawarkan dan kebijaksanaan perusahaan.

4. Suka menjual.

5. Ambisius dan agresif.

6. Merencanakan pekerjaan dan waktu.

7. Memiliki hubungan baik.

8. Berbakat dan kreatif (Swastha & Irawan, 1997:436-437).

Kedelapan faktor di atas secara singkat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kondisi fisik dan mental karyawan

Seorang tenaga pemasar/penjualan yang ingin berhasil dalam menjual

produk di pasar hendaknya memiliki kondisi fisik dan mental yang baik. Kondisi

fisik yang baik dapat menunjang aktivitas penjualan yang sangat tinggi

mobilisasinya, sedangkan mental yang baik dibutuhkan untuk mendukung

pembawaan tenaga penjualan yang harus dapat menyakinkan calon konsumen dan

tidak kenal putus asa.

2. Kerja sama

Seorang tenaga penjualan yang ingin berhasil dalam menjual produk di

pasar hendaknya mampu menjalin kerja sama (cooperating) yang baik dengan

teman sekerja atau teman seprofesi. Dengan kerja sama yang baik, maka

tambahan informasi-informasi prospek akan mudah diperoleh ketika tenaga

Page 17: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

22

penjualan sedang membutuhkannya, sedangkan adanya kesulitan-kesulitan dalam

menutup transaksi (clossing) dapat diatasi bersama-sama.

3. Pengetahuan tentang produk yang ditawarkan dan kebijaksanaan perusahaan

Seorang tenaga penjualan yang ingin berhasil dalam menjual produk di

pasar hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai mengenai produk yang

dijualnya demikian juga dengan pengetahuan kebijaksanaan perusahaan yang

berlaku. Hal ini sangat dibutuhkan apabila calon konsumen menanyakan tentang

karakteristik produk dan keunggulannya serta sistem penjualan yang diterapkan

perusahaan, berikut pelayanan purna jual.

4. Suka menjual

Seorang tenaga penjualan yang ingin berhasil dalam menjual produk di

pasar hendaknya memiliki perasaan suka atau hobby dalam menjual. Tenaga

penjualan yang memiliki hobby dalam menjual, maka dalam menjalankan tugas

penjualannya sehari-hari akan dihadapi dengan senang hati tanpa ada beban yang

berarti.

5. Ambisius dan agresif

Seorang tenaga penjualan yang ingin berhasil dalam menjual produk di

pasar hendaknya memiliki ambisi dan berperilaku agresif. Ambisi adalah hasrat

yang kuat untuk mencapai tujuan, yaitu tujuan untuk berhasil dalam menjual

produk. Sedangkan agresif adalah bernafsu dalam menyerang prospek dan tak

kenal putus asa sebelum berhasil.

6. Merencanakan pekerjaan dan waktu

Seorang tenaga penjualan yang ingin berhasil dalam menjual produk di

pasar hendaknya dapat membuat perencanaan (planning) pekerjaan dengan baik,

demikian halnya dengan perencanaan waktu. Sebelum memulai kerja, maka

segala sesuatu harus direncanakan dengan baik, kemudian diorganizing,

diimplementasikan atau dioperasionalkan, dan pada sore hari atau akhir setiap

periode dilakukan kontrol (controlling) atas segala aktivitas yang telah

dikerjakan.

7. Memiliki hubungan baik

Seorang tenaga penjualan yang ingin berhasil dalam menjual produk di

pasar hendaknya memiliki hubungan yang baik dan luas. Tenaga penjualan

Page 18: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

23

berhadapan dengan banyak anggota masyarakat dengan berbagai tingkat

pendidikan dan sosial-ekonomi. Siapapun tenaga penjual harus dapat menjalin

komunikasi dua arah, karena setiap individu yang dihargai akan memberikan

kontribusi positif bagi tenaga penjual di waktu-waktu yang datang.

8. Berbakat dan kreatif

Seorang tenaga penjualan yang ingin berhasil dalam menjual produk di

pasar hendaknya memiliki bakat dan kreatif. Bakat adalah sesuatu ketrampilan

yang sudah ada di dalam diri manusia ketika dilahirkan. Bakat menjual berarti

memiliki ketrampilan menjual yang sudah ada di dalam jiwa seseorang, sehingga

tidak terlampau sulit bagi tenaga penjualan untuk meyakinkan seseorang

(prospek) akan produk yang ditawarkan agar bersedia membelinya. Sedangkan

kreatif adalah mempunyai kemampuan untuk mencipta atau banyak akal. Hal ini

sangat dibutuhkan apabila tenaga penjual menghadapi banyak masalah yang tak

kunjung dapat dipecahkan. Tenaga penjualan yang kreatif akan mampu mencari

jalan keluar atau memecahkan masalah dengan kemampuan daya pikirnya.

2.2. Kaitan antar Konsep: Hubungan Stres dengan Prestasi Kerja Karyawan

Stres kerja sebagai suatu kondisi yang timbul karena adanya interaksi antara

individu dan pekerjaan yang ditandai dengan adanya perubahan dalam diri individu

yang mendorong individu melakukan penyimpangan (tidak dapat berfungsi secara

normal) (Widyantoro, 2001:55).

Stres dibedakan menjadi dua, yaitu stres positif (eustress) dan stres negatif

(distress) atau yang lazim disebut stres saja (Widyantoro, 2001:56). Stres positif

menawarkan perolehan yang potensial, sedangkan stres negatif (distress) seringkali

menghasilkan perilaku karyawan yang disfungsional, seperti sering melakukan

kesalahan, moral yang rendah, bersikap masa bodoh, dan absen kerja tanpa alasan

(Widyantoro, 2001:56). Orang yang mengalami stres juga juga tidak dapat rileks dan

bersikap tidak kooperatif, sehingga tidak dapat bekerja seperti yang diharapkan

perusahaan (Handoko, 1992:200; Hasibuan, 1995:224). Hubungan stres dengan

prestasi kerja karyawan dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1 di halaman berikut

ini.

Page 19: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

24

Gambar 2.1. Model Hubungan Stres – Prestasi Kerja

2.3.

Gambar 2.1. Model Hubungan Stres dengan Prestasi Kerja Sumber: Handoko (1992:202).

Gambar 2.1 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Dalam kondisi tidak

ada stres, tantangan-tantangan kerja juag tidak ada, dan prestasi kerja karyawan

cenderung rendah. Sejalan dengan meningkatnya stres, prestasi kerja karyawan

cenderung naik, karena stres membantu karyawan untuk mengerahkan segala sumber

daya dalam memenuhi berbagai bersyaratan atau kebutuhan kerja. Adalah suatu

rangsangan sehat untuk mendorong para karyawan agar memberikan tanggapan

terhadap tantangan-tantangan pekerjaan. Stres apabila telah mencapai “puncak”

(optimum stres), maka kemampuan pelaksanaan kerja (prestasi kerja) karyawan

berada pada posisi yang tinggi. Penambahan stres setelah optimum stres, dapat

menurunkan prestasi kerja karyawan. Stres semakin bertambah tinggi, maka prestasi

kerja semakin menurun. Hal ini dikarenakan stres tidak lagi sebagai motivator dalam

mengerahkan segala sumber daya, melainkan sebagai beban psikologis dan phisik

yang dapat menggangu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan kehilangan kemampuan

untuk mengendalikan-nya, menjadi tidak mampu untuk bekerja dengan baik,

mengambil keputusan-keputusan dengan benar, dan perilakunya menjadi tidak

teratur. Akibat paling ekstrim, adalah prestasi kerja menjadi nol, karena karyawan

menjadi sakit atau tidak kuat bekerja lagi, putus asa, keluar atau melarikan diri dari

pekerjaan dan mungkin diberhentikan.

Tinggi Optimum Stres Prestasi Kerja Rendah Rendah Stres Tinggi

Page 20: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

25

2.3. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

2.4. Hipotesa

Hipotesa adalah jawaban sementara atas masalah yang ada, yang harus diuji

kebenarannya (Arcana, 1996:66).

1. Berdasarkan fenomena bahwa volume penjualan yang ditetapkan P.T. Waxco

Pratama di Surabaya selama kurun waktu 5 semester terakhir (semester II/2002-

II/2004) menurun. Prestasi penjualan karyawan bagian pemasaran rendah, maka

diajukan hipotesis:

H1: Tingkat prestasi kerja karyawan bagian pemasaran P.T. Waxco Pratama di

Surabaya adalah rendah.

2. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa karyawan bagian pemasaran, dan

teori mengenai penyebab stres yang terdiri stressor intern dan stressor ekstern

(Hasibuan, 1992:200), maka diajukan hipotesis:

Pengaruh Stres terhadap Prestasi Kerja 1. Positif, karena stres dianggap sebagai motivator karyawan 2. Negatif, karena stres melebihi kemampuan psikologi karyawan

Prestasi Kerja Karyawan

Stres

Penyebab Stres: Stressor Internal Penyebab Stres: Stressor Eksternal

Indikasi Stres

Page 21: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres · 2.1. Nalar Tiap Konsep 2.1.1. Stres Dalam sub bab ini akan dijelaskan pengertian stres (stress), indikasi terjadinya stres,

Universitas Kristen Petra

26

H2: Tingkat stres karyawan bagian pemasaran P.T. Waxco Pratama di Surabaya,

ditinjau dari stressor intern dan stressor ekstern adalah tinggi.

3. Penyebab stres adalah stressor intern dan stressor ekstern (Hasibuan, 1992:200).

Orang yang mengalamai stres tidak dapat rileks dan bersikap tidak kooperatif,

sehingga tidak dapat bekerja seperti yang diharapkan perusahaan (Handoko,

1992:200; Hasibuan, 1995:224). Berdasarkan kedua pendapat di atas maka

diajukan hipotesis:

H3: Terdapat hubungan kuat antara stressor intern dan stressor ekstern secara

simultan dengan prestasi kerja karyawan bagian pemasaran P.T. Waxco

Pratama di Surabaya.

H4: Kontribusi stressor intern dan stressor ekstern secara simultan terhadap

prestasi kerja karyawan bagian pemasaran P.T. Waxco Pratama di Surabaya

adalah relatif besar.

H5: Terdapat hubungan negatif antara stressor intern secara parsial dengan

prestasi kerja karyawan bagian pemasaran P.T. Waxco Pratama di

Surabaya.

H6: Terdapat hubungan negatif antara stressor ekstern secara parsial dengan

prestasi kerja karyawan bagian pemasaran P.T. Waxco Pratama di

Surabaya.