1etika bisnis modul i ii

33
Modul Seri 1-2 : Ethic & Legal Aspect In Busines DASAR – DASAR ETIKA BISNIS Disusun Oleh : Amyardi, SH, SE, MM.

Upload: jdiplndisjaya

Post on 24-Jul-2015

124 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1etika Bisnis Modul i II

Modul Seri 1-2 : Ethic & Legal Aspect In Busines

DASAR – DASAR ETIKA BISNIS

Disusun Oleh :

Amyardi, SH, SE, MM.

PROGRAM PASCA SARJANA

MAGISTER AKUNTANSI - FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERCU BUANA

JAKARTA 2011

Page 2: 1etika Bisnis Modul i II

I. Apa itu etika bisnis?

Kata “etika” dan “etis” tidak selalu dipakai dalam arti yang sama dan

karena itu pula “etika bisnis” bias berbeda artinya. Suatu uraian sistematis

tentang etika bisnis sebaiknya dimulai dengan menyelidiki dan

menjernihkan cara kata seperti “etika” dan “etis” dipakai. Perlu diakui, ada

beberapa kemungkinan yang tidak seratus persen sama (walupun

perbedaannya tidak seberapa) untuk menjalankan penyelidikan ini. Cara

yang kami pilih untuk menganalisis arti-arti “etika” adalah membedakan

antara “etika sebagai praktis” dan “etika sebagai refleksi”.

Etika sebagai praktis berarti: nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh

dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan, walupun seharusnya

dipraktekkan. Dapat dikatakan juga, etika sebagai praktis adalah apa yang

dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral. Lita

sering mendengar atau membaca kalimat-kalimat seperti ini: “Dalam dunia

modern, etika bisnis mulai menipis”, “Ada unsur tidak etis dalam akuisisi

internal”, “Semangkin terasa urgensi membangun etika bisnis”, Tegakkan

etika bisnis dengan Undang-Undang Anti Korupsi”, dan sebagainya.

Semua kalimat ini diambil dari surat kabar dan hampir setiap hari kita biasa

membaca kalimat-kalimat sejenis. Perlu kita perhatikan maksud kata “etika”

dan “etis” dalam contoh ini. Etika sebagai praksis sama arti dengan moral

atau moralitas: apa yang harus dilakukan, tidak boleh dilakukan, pantas

dilakukan, dan sebagainya.

Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai

refleksi kita berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa

yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Etika sebagai refleksi

berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil; praksis etis sebagai

obyeknya. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik buruknya

Page 3: 1etika Bisnis Modul i II

perilaku orang. Etika dalam arti ini dapat dijalankan pada taraf popular

maupun ilmiah. Dalam surat kabar atau majalah berita hamper setiap

haridapat kit abaca komentar tentang peristiwa-peristiwa yang berkonotasi

etis: perampokan, pembunuhan, kasus korupsi, dan banyak lain lagi. Dan

setiap hari ada banyak sekali orang yang membicarakan peristiwa-peristiwa

itu. Mereka semua melibatkan diri dalam etika sebagai refleksi pada taraf

popular. Tetapi etika sebagai fefleksi bias mencapai taraf ilmiah juga. Hal itu

terjadi, bila refleksi dijalankan dengan kritis, metodis, dan sistematis, karena

tiga cirri inilah membuat pemikiran mencapai traf ilmiah. Pemikiran ilmiah

selalu bersifat kritis, artinya tahu membedakan antara yang tahan uji, antara

yang emmpunyai dasar kukuh dan yang mempunyai dasar lemah. Pemikiran

ilmiah bersifat metodis pula, artinya tidak semeraut tetapi berjalan secara

teratur dengan mengikuti satu demi satu segala tahap yang telah

direncanakan sebelumnya.

Sebetulnya disisi praksis dan refleksi ini tidak menandai paham “etika”

saja. Dibidang lain pun terkadang bias kita bicara tentang praksis disamping

refleksi (ilmu). Contoh jelas adalah ekonomi. Dengan “ekonomi” kita

maksudkan kegiatan jual-beli; membelanjakan dan menerima uang ; untuk

produksi, distribusi, membeli barang. Arti itu kita maksudkan , bila kita

katakana umpamanya bahwa ekonomi di suatu daerah sedang lesu atau

bahwa suatu Negara dilanda resesi ekonomi. Mata pelajaran ekonomi

merupakan refleksi ilmiah atas kegiatan ekonomi dalam arti praktis. Ahli

ekonomi adalah ilmuan yang belum tentu secara langsung melibatkan diri

dalam ekonomi sebagai praksis. Ekonomi sebagai praktis dan ekonomi

sebagai ilmu jelas harus dibedakan, biarpun tentu ada hubungan erat.

Hal itu tentu tidak berarti bahwa etika filosofi ingin memiliki monopoli

dalam membahas topik - topik moral. Banyak masalah etis dibicarakan para

Page 4: 1etika Bisnis Modul i II

taraf popular dan hal itu selalu akan terjadi. Ilmu lain juga bisa

menyinggung masalah-masalah etis, walaupun hanya sepintas lalu,

misalnya ilmu-ilmu sosial. Tetapi hanya etika filosofi, topik - topik moral

dibahas secra tuntas dengan metode dan sistematika khusus yang sesuai

dengan bidang moral. Masalah-masalah keadilan banyak sekali dibicarakan

dalam masyarakat dan bukan saja dibicarakan, tetapi sering menjadi juga

objek perjuangan dan aksi sosial.

Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya perilaku

manusia. Karena etika dalam arti ini sering disebut juga “filsafat praktis”.

Cabang-cabang filsafat lain membicarakan masalah yang tampaknya lebih

jauh dari kehidupan konkret. Namun demikian, pada kenyataan etika

filosofis pun tidak jarang dijalankan pada taraf sangat abstrak, tanpa

hubungan langsung dengan realitas sehari-hari. Sampai-sampai filsuf

Austria-Inggris, Ludwig Wittgenstein, pernah mengungkapkan

keheranannya, karena ada buku etika yang tidak menyebut satu pun problem

moral yang sesungguhnya. Perkembangan baru ini sering disebut “etika

terapan”. Mula-mula topic konkret itu menyangkut ilmu-ilmu biomedis,

karena di situ kemajuan ilmiah menimbulkan banyak masalah etis yang

baru. Tidak lama kemudian etika terapan memperluas perhatiannya ke topik

- topik actual lainnya, seperti lingkungan hidup, persenjataan nuklir,

pengunaan tenaga nuklir dalam pembangkit listrik tenaga nuklir, dan lain-

lain.

Seperti etika terapan pada umumnya, etika bisnis pun dapat dijalankan

pada tiga taraf: taraf makro, meso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan

tiga kemungkinan yang berbeda untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan

bisnis. Pada taraf makro, etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari

Page 5: 1etika Bisnis Modul i II

system ekonomi sebagai keseluruhan. Jadi, di sini masalah-masalah etika

disoroti pada skala.

Pada taraf meso (madya atau menengah), etika bisnis menyelidiki

masalah-masalah etis dibidang organisasi. Organisasi di sini terutama berarti

perusahan, tapi bisa juga serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan

profesi, dan lain-lain.

Pada taraf mikro, yang difokuskan ialah individu dalam hubungan

dengan ekonomi atau bisnis. Disini dipelajari tanggung jawab etis dari

karyawan dan majikan, bawahan dan manajer, produsen dan konsumen,

pemasok dan investor.

Georges Enderle memperlihatkan bahwa etika bisnis di semua Negara

tidak memberi perhatian yang sama kepad taraf-taraf tadi. Etika bisnis di

daratan eropa (nggris dan Irlandia tidak termasuk) terutama menaruh

perhatian untuk masalah taraf mikro. Di jepang perhatian etika bisnis

terutama terfokuskan pada masalah taraf meso. Sedangkan di Amerika Utara

(Ameriak Serikat dan Kanada) etika bisnis terutama menyibukkan diri

dengan masalah etis pada taraf mikro dan baru kemudian dengan masalah

taraf meso.

Akhirnya boleh ditambahkan catatan tentang nama “etika bisnis”. Di

Indonesia studi tentang masalah etis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah

biasa ditunjukkan dengan nama itu, sejalan dengan kebiasaan umum dalam

kawasan berbahasa inggris. Tetapi dalam bahasa lain terdapat banyak

variasi. Dalam bahasa Belanda pada umumnya dipakai nama bedriifsethiek

(etika perusahaan) dan bahasa Jerman unternehmensethik (etika usaha).

Dalam bahasa Inggris dipakai corporate ethics (etika korporasi). Namun

demikian, pada dasarnya semua nama ini menunjuk kepada studi tentang

aspek-aspek moral dari kegiatan ekonomi dan bisnis.

Page 6: 1etika Bisnis Modul i II

II. Aspek – Aspek / Dimensi pokok dari bisnis

Bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks. Banyak factor

turut mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis. Anatar lain ada factor

organisatoris-manajerial, ilmiah-teknologis, dan politik-sosial-kultural.

Kompleksitas bisnis itu berkaitan langsung dengan kompleksitas masyarakat

modern sekarang. Sebagai kegiatan social, bisnis dengan banyak cara terjalin

dengan kompleksitas masyarakat modern itu. Guna menjelaskan

menjelaskan kekhususan efek etis ini, dalam suatu pendekatan pertama kita

membandingkannya dulu dengan aspek-aspek lain, terutama aspek ekonomi

dan hokum. Sebab, bisnis sebagai kegiatan social bias disoroti sekurang-

kurangnya dari tiga sudut pandang ekonomi, hokum, dan etika.

a. Sudut pandang ekonomis

Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi dalam kegiatan ini adalah

tukar-menukar, jual-beli, memproduksi-memasarkan, bekerja-

memperkerjakan, dan interaksi manusiawi lainnya, dengan maksud

memperoleh keuntungan . mungkin bisnis dapat dilukiskan sebagai

kegiatan ekonomis yang kurang lebih terstruktur atau terorganisasi untuk

menghasilkan untung. Yang penting ialah kegiatan antar-manusia ini

bertujuan mencari untung dank arena itu menjadi kegiatan ekonomi.

Tetapi perlu segera ditambahkan, pencarian keuntungan dalam bisnis

tidak bersifat sepihak, tetapi diadakan dalam interaksi. Bisnis

berlangsung sebagai komunikasi social yang menguntungkan untuk

kedua belah pihak yang melibatkan diri. Bisnis bukanlah karya amal.

Karena itu bias timbul salah paham, jika kita mengatakan, bisnis

merupakan suatu aktivitas social. Kata “social” di sini tidak dimaksudkan

dalam arti “suka membantu orang lain”, sebagaimana sering dimengerti

Page 7: 1etika Bisnis Modul i II

dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam konteks popular. Bisnis justru

tidak mempunyai sifat membantu orang dengan sepihak, tanpa

mengharapkan sesuatu kembali. Bisnis selalu bertujuan mendapatkan

keuntungan dan perusahaan dapat disebut organisasi yang didirikan

dengan tujuan meraih keuntungan.

Teori ekonomi menjelaskan bagaimana dalam system ekonomi pasar

bebas para pengusaha dengan memanfaatkan sumber daya yang langka

menghasilkan barang dan jasa yang berguna untuk masyarakat. Para

pemiliki perusahaan mengharapkan laba yang bias dipakai untuk

ekspansi perusahaan atau tujuan lain. Jika kompetisi pada pasar bebas

berfungsi dengan semestinya, akan menyusul efisiensi ekonomis, artinya

hasil masksimal akan dicapai dengan pengeluaran minimal. Hal itu akan

tampak dalam harga produk atau jasa yang paling menarik untuk public.

Dipandang dari sudut ekonomi, bisnis yang baik adalah bisnis yang

membawa banyak untung. Orang bisnis akan selalu berusaha membuat

bisis yang baik. Perusahaan harus bersaing dengan perusahaan lainnya.

Jika produktivitas menurun, biaya produksi akan bertambah, sehingga

harga produknya perlu di naikkan. Tetapi dengan demikian harga

produknya bisa menjadi terlalu tinggi, dibandingkan dengan harga yang

ditetapkan oleh pesaing. Akibat tingkat produksi cenderung menurun,

perusahaan bias memasuki daerah “angka merah”, fenomena yang sangat

ditakuti setiap manajer.

b. Sudut pandang moral

Dengan tetap mengakui peran sentral dari sudut pandang ekonomis

bisnis, perlu segera ditambahkan adanya sudut pandang lain bagi yang

tidak boleh diabaikan, yaitu sudut pandang moral. Dalam sejarah industri

modern sudah terlalu banyak terjadi kecelakaan yang sebenarnya bias

Page 8: 1etika Bisnis Modul i II

dihindarkan. Para manajer pabrik memikul tanggung jawab besar, bila

terjadi kecelakaan yang menewaskan para pekerja, merugikan kesehatan

pekerja dan masyarakat di sekitar pabrik atau merusak lingkungan.

Mengejar keuntungan merupakan hal yang wajar, asalkan tidak tercapai

dengan merugikan pihak lain. Jadi, ada batasannya juga dalam

mewujudkan tujuan perusahaan.

c. Sudut Pandang Hukum

Terdapat kaitan erat antara hokum dan etika. “ Quid Leges Sine Moribus

“ yaitu apa artinya undang – undang kalau tidak disertai moralitas “.

Etika selalu harus menjiwai hukum baik dalam proses terbentuknya

undang – undang maupun dalam pelaksanaan peraturan hukum , etika

atau moralitas memegng peranan penting.

Walaupun terdapat hubungan erat antara norma hokum dan norma etika,

namun dua macam norma itu tidak sama. Disamping sudut pandang

hokum, kita tetp membutuhkan sudut pandang moral. Untuk itu dapat

dikemungkakan beberapa alas an :

1. Banyak yang bersifat tidak etis , sedangkan menurut hokum tidak

dilarang.

Contoh : Maneger tidak boleh mengambil keputusan yang

membahayakan karyawan atau lingkungan hidup, atau memindahkan

perusahaan dari suatu Negara ke Negara lain, dimana bahaya akan

kerusakan lingkungan dilarang di Negara asal, tetapi terhadap bahaya

tersebut tidak dilarang di negra yang dituju.

2. Untuk perlunya sudut pandang moral di samping sudut pandang

hukum adalah bahwa proses terbentuknya undang – undang atau

peraturan – peraturan hukum lainya memakan waktu yang lama ,

Page 9: 1etika Bisnis Modul i II

sehingga masalah – masalah baru tidak segera diatur bias diatur

secara hukum.

Contoh : Telah terjadi kerusakan lingkungan yang cukup parah , baru

muncul hukum yang mengatur tentang bahaya kerusakan lingkungan.

3. Hukum itu sendiri sering kali bias disalahkangunakan. Hal ini

disebabkan perumusan hukum tidak pernah sempurna, sehingga orang

yang tidak beritikad buruk bias memamfaatkan celah – celah dalam

hukum ( the loopholes of the law ).

4. Bisa terjadi, memang hukum dirumuskn dengan baik , tetapi Karena

suatu alasan yang sulit untuk dilaksanakan, misalnya, karena sulit

dijalankan kontol yang efektif. Tidak bisa diharpkan , praturan hukum

yang tidak ditegakkan akan ditaati juga.

5. Sudut pandang moral di smping sudut pandang hukum adalah bahwa

hukum kerap kali memnpergunakan pengertian yang dalam konteks

hukum itu sendiri tidak di defenisikan dengan jelas dan sebenarnya

diambil dari konteks moral.

d. Sudut Sosial.

Kegiatan suatu perusahan dalam menciptakan barang dan jasa idak akan

terlepas dari hubungan dengan berbagai elemen, unsure, orang, dan

jaringan yang saling terhubung ( interconnected ), saling berinteraksi (

interacted ) , saling bergantung ( interdepended), dan saling

berkepentingan. Disamping itu keberadaan perusahaan juga dipengaruhi

oleh :

1. Faktor Internal .

Sumberdaya manusia ( tenaga kerja, manajer, eksekutif ).

Page 10: 1etika Bisnis Modul i II

Sumberdaya non- manusia ( uang , peralatan, bangunan , dan

sebagainya )

2. Faktor eksternal

Faktor manusia ( pemasok , pelanggan penanam modal,

pemerintah, dan masyarakat ).

Factor non - manusia

Dari factor diatas , yang sangat dominan adalah manusianya yang

memiliki kepentingan ( interst ) dan kekuatan atau kekuasan (

force/power ) untuk mendukung atau menghambat keberadaan dan

pertumbuhan perusahaan. Perusahaan akan mampu hidup ( exist ) bila

kepentingan semua fihak ini- tidak semata – mata kepentingan

pemilik / pemegang saham – dapat diakomodasi. Bila ini dapat

dilakukan , maka perusahan berfungsi melayani masyarakat dan

keberadaanya diperlukan oleh masyarakat baik yang ada dalam

perusahaan maupun yang ada diluar perusahan tersebut. Oleh karena

itu , bila perusahaan dilihat dari sudut demensi sosial, tujuan

pokok keberadaan perusahaan adalah untuk menciptakan barang

dan jasa yang diperlukan oleh masyrakat, sedangka keuntungan

akan dating dengan sedirinya bila perusahaan mampu melayani

kebutuhan masyarakat, pelanggan ini selanjutnya akan

melahirkan pradigma dan konsep “ stakeholders “ dalam

mengelola perusahaan.

e. Sudut Spritual

Kegiatan bisnis dalam pandangan barat tidak pernah dikaitkan dengan

agama. Padahal kalau ditelusuri dalam agama – agama besar , ada

ketentuan yang sangat jelas tentang kegiatan bisnis ini. Dalam agama

Page 11: 1etika Bisnis Modul i II

islam dijumpai suatu ajaran bahwa menjalankan kegiatan bisnis itu

merupakan bagian dari ibadah , asalkan kegiatan bisnis ( ekonomi ) diatur

berdasarkan whyu yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Suanah Rasul

( Dawam Rahardjo, 1990 ).

Selanjutnya Dawam Rahardjo mengatakan bahwa ada tiga doktrin dalam

Islam , yaitu :

a. Ibadah,

b. Akhirat,

c. Amal saleh

Dengan bisnis secara spiritual, atau kegiatan bisnis tercerahkan .

Kegiatan bisnis yang spiritual tumbuh berdasarkan paradigm sebagai

berikut :

Pengelola dan pemangku kepentingan ( stakeholders ) menyadari

bahwa kegiatan bisnis adalah bagian dari ibadah.

Tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejateraan semua

pemangku kepentingan atau masyarakat ( prosperous society ).

Dalam menjalankan aktivitas bisnis, pengelola mampu menjamin

kelestarian alam ( planet conservation )

III. Tolak Ukur Untuk Tiga sudut pandang Ini :

1. Hati Nurani

Suatu perbuatn adalah baik , jika dilakukan sesuia dengan hati nurani,

dan suatu perbuatan lain adalah buruk, jika dilakukan bertentangan

dengan suara hati nurani. Dalam bertindak bertentangan dengan hati

nurani , kita menghancurkan integritas pribadi , karena kita

menyimpang dari keyakinan kita yang terdalam . Hati nurani kita

mengikat kita dalam arti, kita HARUS melakukan apa yang apa yang

Page 12: 1etika Bisnis Modul i II

diperintahkan hati nurani dan TIDAK BOLEH melakukan apa yang

berlawanan dengan suara hati nurani, termasuk juga orang yang tidak

beragama. Jadi keputusan yang diambil berdasarkan moral dan hati

nurani, keputusan yang diambil “ dihadapan Tuhan “.

2. Kaidah Emas.

Cara yang lebih objektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral

adalah mengukurnya dengan Kaidah Emas yang berbunyi “ hendaklah

memperlkukan orang lain sebagimana Anda sendiri ingin

diperlakukan.

Bila dirumuskan secara negatif : kaidah emas berbunyi “ Janganlah

melakukan terhadap orang lain, apa yang anda sendiri tidak ingin akan

dilakukan terhadap diri anda “.

3. Penilaian Umum.

Menyerahkannya kepada masyarakat umum untuk dinilai. Cara ini

disebut juga “ audit social “. Sebagimana melalui “ audit “ dalam arti

biasa sehat atau tidak sehatnya keadaan finasial suatu perusahan

dipastikan, demikian juga kualitas “ etis “ suatu suatu perbuatan

ditentukan oleh penilaian masyarakat umum.

IV. Kritik Atas Etika Bisnis

1. Etika Bisnis Mendiskriminasi

Page 13: 1etika Bisnis Modul i II

Peter Drucker “ Etika bisnis menjalakan semacam diskriminasi.

Mengapa dunia bisnis harus dibebankan secara khusus dengan

etika ?. Hanya ada suatu etika yang berlaku untuk perbuatan semua

orang “ Penguasa atau rakyat jelata, kaya atau miskin, yang kuat

atau yang lemah”.

Kritikan ini ditantang oleh Hoffman dan Jennifer Moore” bahwa

pengkritik tidak mempelajari denga serius literature tentang etika

bisnis. Bisnis harus diperlakukan seperti semua kegiatan manusia

lainnya.

2. Etika Bisnis Itu Kontradiktif.

Dari sekelompok skepsis, mereka bertanya : MASA mau

memikirkan etika dalam menjalankan bisnis ?. Etika bisnis

mengandung suatu kontradiksi. Dunia bisnis itu ibarat rimba raya ,

dimana tidak ada tempat untuk etika , tidak ada contoh lebih jelas

dari pada justru bisnis.

3. Etika bisnis Tidak Praktis

Keberatan bahwa etika bisnis ( sebagai ilmu ) , dalam pandangan

kapitalisme neoliberalistis dimana kewajiban yang terpenting

adalah menghasilkan laba paling besar untuk pemegang saham ,

dalam etika tidak melayani tujuan itu.

4. Etikawan Tidak Bisa Mengambil Alih Tanggungjawab.

Setiap manusia merupakan pelaku moral yang bertanggungjawab

atas perbuatannya sendiri ( hal ini salah ). Denga etika bisnis bisa

membantu untuk mengambil keputusan moral yang dapat

Page 14: 1etika Bisnis Modul i II

dipertanggungjawabkan , tapi tidak berniat mengganti tempat dari

para pelaku moral dalam perusahaan. Oleh Karena itu, etika bisnis

bisa memberikan sumbangsih dalam meningkatkan kesadaran

moral di bidang bisnis. Etika bisnis bisa membuka mata pebisnis

untuk segi – segi etis dari usahannya.. Etika bisnis dapat member

informasi yang berharaga sebelum pebisnis megambil keputusan

moral yang diangggap sulit.

V. Konsep dasar etika Bisnis

1. Etika.

Sebagai prinsip – prinsip tentang tingkah laku yang benar atau

yang baik. Etika juga berarti system prinsip atau nilai – nilai moral,

sedangkan ethics ialah ketentuan – ketentuan atau ukuran yang

mengatur tingkah laku para anggota profesi.

2. Moral.

a. Sesuatu yang menyangkut penilaian atau pengajaran tetntang

kebaikan atau keburukan watak atau kelakuan.

b. Sesuatu yang bersetujuan dengan ukuran – ukuran mampan

tentang kelakuan yang baik.

c. Sesuatu yang timbul dari hati nurani.

d. Hal yang mempunyai dampak kejiwan bukan keragaan.

e. Hal yang didasarkan kelayakan dari pada bukti.

f. Prinsip yang diajarkan. ( atau disimpulkan ) lewt sebuah cerita

atau kejadian.

g. Morals ( inggris ), aturan – aturan atau kebiasaan ingkah laku,

khususnya tingkah laku seksual.

Page 15: 1etika Bisnis Modul i II

3. Moralitas.

Sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik

sebagai manusia. Moralitas member aturan atau petunjuk konkrit

tentang bagaimana ia hidup, bagaimana ia hidup, bagaimana ia

harus bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik, dan

bagimana kita hidup secara baik, dan bagimana menghindari

prilaku yang tidak baik.

4. Nilai Moral

Nilai moral, berakibat bahwa seseorang bersalah atau tidak

bersalah , karena ia mempunyai tanggungjawab. Nilai moral

berkaitan dengan :

a. Tanggung jawab.

b. Terkait dengan hati nurani.

c. Terkait dengan kewajiban.

d. Bersifat formal

5. Norma Moral

Untuk menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk, benar

atau salah, ada standar tertentu, yang kita kenal dengan norma

moral. Dengan alas an yang kuat , maka norma moral dan etika

sangat penting :

a. Umat manusia dalam mengambil berbagai keputusan , disitu

ada cara benar atau salah dalam berbuat sesuatu , sedang etika

adalah prilaku manusia untuk menentukan apakah tindakan

tersebut benar atau salah.

Page 16: 1etika Bisnis Modul i II

b. Agar bisa menikmati kehidupan sosial yang teratur, manusia

memerlukan kespakatan pemahaman, prinsip dan berbagai

ketentuan prosedur yang menyangkut pola perilaku, etika

mencari prinsip yang kokoh kuat dalam berperilaku, karena

dengan demiian hidup lebih bermakna.

c. Dalam kehidupan yang modern sekarang ini perlu meninjau

ulang kembali norma – norma yang berlaku, dan etika yang ada

atau yng diwarisi, apakah perlu analis dan ditinjau kembali dan

adakalanya diinternalisasi dalam berbagai bentuk , seperti rasa

tanggunjawab, hati nurani individu, budaya malu dan

penyesalan.

VI. Tingkat Kesadaran , Teori Etika , dan Paradigma Pengelolaan

Perusahaan:

Tingakat kesadaran

Teori etika Paradigma Perusahaan Sasaran Perusahaan

Kesadaran Hewani Teori egoism Teori Hak

Pradigma Kepemilikan

Paradigma Pemegang Saham

.

Memperoleh kekayaan keuntungan optimal bagi pengelola yang sekaligus merangkap sebagai pemilik perusahaan

Pengelola ( manajemen ) sudah terpisah dari para pemegang selku pemilik perusahaan

Sasaran perusahaan adalah memperoleh keuntungan optimal bagi para pemegang

Page 17: 1etika Bisnis Modul i II

saham

Kesadaran Manusiawi

Teori utilitarianisme

Teori keadilan ( fairness theory

Teori kewajiban ( deontologi )

Paradigm ekuitas ( equity paradigm )

Paradigma Perusahaan ( enterprise paradigm )

Sasaran pengelolaan perusahaan untuk meningkatkan kekayaan dan keuntungan para investor ( pemegang saham dan kreditur ).

Sasaran pengelolaan perusahaan adalah untuk kesejahteraan seluruh masyarakat ( semua pemangku kepentingan/ stakeholders ).

Kesadaran transdental

Teori teonom Pradigma perusahaan tercerahkan (enlightened company ).

Tujuan pengelolaan perusahaan adalah sebagai bagian dari ibadah kepada tuhan melalui pengabdian yang tulus untuk kemakmuran bersama dan menjaga kelestarian alam.

VII. Pentingnya Standar Etika global

Salah satu tantangan yang dihadapi masyarakat demokratis di zaman

informasi modern sekrang ini ialah bagaimana merek dapat menjaga

social order ( tata tertib masyarakat ) menghadapi perubahan

teknologi dan perubahan kehidupan ekonomi . masalah ialah aturan

hidup siapa dan bagimana agar aturan hidup tersebut dapat berlaku ?

Di mana masyrakat barat yang telah maju , bebas dan beraneka ragam

budaya, etnis dan kepentingan, ternya memiliki budaya tertentu yang

Page 18: 1etika Bisnis Modul i II

terkait dengan konsep hidup mereka . budaya merupakan pilihan orang

untuk menciptakan apa yang menjadi suara hatinya. Oleh karena itu

tidak ada aturan moral yang lebih baik dibandingkan aturan moral

dibandingkan aturan moral yang lain yang kedudukannya semacam

subset / bagian dari perangkat norma, dan merupakan bahagian dari

social capital ( Francis Fukuyama , 2000:10 dan 15 ).

Namun perlu disadari, selain norma hidup yang bersumber pada

budaya mupun hasil teori manusia, masih ada sumber – sumber norma

yang lain, yaitu yang bersumber pada keyakinan agama yang dianut

serta hati nurani manusia, yang akan memberikan jawaban terakhir

pilihan norma yang mana yang akn menjadi landasan moral dikala

menghadapi berbagai alternative apa yang akan dilakukan.

Kalau kemudian budaya masyarkat barat yang lebih kuat dalam arti

politik, ekonomi maupun teknologi bertemu dengan masyarakat non –

barat di arena trasaksi bis global, siapa yang menjadi penentu etika

bisnisnya ?

Apakah Negara – Negara non – barat yang akan mengikuti budaya

mereka termasuk norma dan nilai hidup dibidag bisnis atau adakah

nilai – nilai dan norma bisnis yang bisa disepakati bersama, atau

hanya ditentukan secara unilateral oleh Negara di mana kegiatan bisnis

itu berlansung? Itulah yang akn dicoba menjawabnya, dengan

mengemungkakan berbagai alternative norma yang ditawarkan.

Jhon Dalla Costa menambahkan setidaknya ada dua hal yang

menyebabkan pentingnya landasan yang sama tentang etika bisnis

dalam transaksi global :

Page 19: 1etika Bisnis Modul i II

1. Kebutuhan materi bagi dunia yang sedang berkembang dan

pencapaian materi bagi dunia yang sudah maju yang juga ingin

semangkin kaya , menyebabkan kapasitas sumber daya alam di

dunia yang sudah hamper habis terpakai bahkan sudah mendekati

kerusakan total. Demikian juga permintaan ( D ) dan penawaran

( S ) yang dijadikan input dalam model ekonomi kita , dalam situasi

yang tegang sekarang ini perlu menjadikan moral sebagai

komponen dalam trasaksi pasar global.

2. Keterkaitan yang tidak pernah berakhir / bersifat abadi di mana

keamanan, kebebasan, hak dan kewajiban, saling terkait secara erat

dalam masyarakat. Hal tersebut saling terkait satu dengan yang

lainnya . Keberadaan hak hak , membuat kewajiban dan tanggung

jawab tidak dapat dihindari . Peristiwa – peristiwa dunia berpegaruh

bagi nilai – nilai pribadi dan sebaliknya pilihan – pilihan individu

mempengaruhi relita global. Problem global juga menjadi problem

kita. Menurut Juliet B.Schor kita dalam situasi buah simalkama . Di

suatu sisi prioritas pertumbuhan tanpa piker panjang sedang

mengarah pada penghancuran ekologi, sedangkan disisi yang lain

krisis ekologi disaat terjadi jurang perbedaan penduduk dunia yang

maju dan kurang makan, tanpa penjagan kesehatan yang memadai,

problem perumahan, pengangguran dan sebagainya . sehingga ada

pasangan isu moral yang saling terkait; bertanggung jawab

mengelola keterbatasan lingkungan, dan mengelola ketidak adilan

( Costa, 1998: 34-35 ).

VIII. Aspek – aspek Etis dari Korporasi Multinasional

Korporasi mltinasional ( multinasional corporations- MMC ). Adalah

perusahaan yang mempunyai investasi lansung dalam dua Negara atau

Page 20: 1etika Bisnis Modul i II

lebih . Jadi, perusahaan yang mempunyai hubungan dagang dengan

beberapa negara, dan perusahaan tersebut meiliki kekuatan ekonomi

yang sangat besar, apabila beroperasi dinegara- Negara yang

mempunyai kekuatan yang setaraf, hal tersebut mudah diatasi, akan

tetapi apabila beroperasi dinegara yang berkembang sering terjadi

penyalah gunaan yang tidak etis.

Sebagai perbandingan , untuk menilai etis atau tidak etisnya kegiatan

MMC , ( De George ):

1. Korporasi multinasional tidak boleh dengan sengaja mengakibatkan

kerugian lansung. biasanya tidak memperdulikan rakyatnya.

2. Korporasi multinasional harus menghasilkan lebih banyak mamfaat

dari pada kerugian di man mereka beroperasi.

3. Dengan kegitannya korporasi multinasional itu harus member

kontribusi pada pembangunan Negara di mana ia beroperasi.

4. Korporasi multinasional harus menhormati Hak Azazi Manusia.

5. Korporasi multinasional harus menghormati kebudayaan likal.

6. Korporasi multinasional harus membayar pajak yang “ Fair “.

7. Korporasi multinasional harus bekerja dengan pemerintah setempat.

8. Negara yang memiliki mayoritas saham sebuah perusahaan harus

memikul tanggung jawab moral atas kegiatan dan kegagalan

perusahaan tersebut.

9. Jika suatu korporasi multinasional membangun pabrik yang

berisiko tinggi, ia wajib menjaga supaya pabrik itu aman dan

dioperasikan dengan aman.

Page 21: 1etika Bisnis Modul i II

10.Sebelum mengalihkan teknoli tinggi, maka korporasi multinasional

harus merancang dengan aman sebelum teknologi itu diserahkan

kepada Negara yang belum berpengalaman tersebut.

Summaries by Notulen:

Bisnis – ibadah

Bisnis—akhirat

Bisnis amal shaleh