1bab iv hasil dan pembahasan 4.1 gambaran umum objek …repository.ub.ac.id/3044/5/bab iv.pdf ·...
TRANSCRIPT
-
67
1BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
4.1.1 Visi dan Misi Perusahaan
Visi
Menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pengelola Sumber Daya Air
kelas dunia pada tahun 2025
Misi
- Menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air sesuai penugasan,
secara profesional dan inovatif guna memberikan pelayanan prima untuk
seluruh pemangku kepentingan
- Menyelenggarakan pengusahaan dengan optimalisasi sumber daya
perusahaan berdasarkan prinsip korporasi yang sehat dan akuntabel
4.1.2 Sejarah Singkat Perusahaan
Perusahaan Umum (PERUM) Jasa Tirta (PJT) didirikan pada tahun
1990 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1990, dengan tujuan
untuk turut membangun ekonomi nasional dengan berperan serta
melaksanakan program pembangunan di dalam bidang pengelolaan air dan
sumber air. Pada tahun 1999, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 93
tahun 1999, nama PJT diubah menjadi Perusahaan Umum (PERUM) Jasa
Tirta I (PJT I).
Pada awal pembentukannya, wilayah kerja PJT I meliputi 40 (empat
puluh) sungai di Wilayah Sungai (WS) Kali Brantas. Berdasarkan
-
68
Keputusan Presiden No. 129 tahun 2000 wilayah kerja PTJ I diperluas
dengan menambahkan 25 (dua puluh lima) sungai WS Bengawan Solo.
Pada tahun 2014 diberi amanah untuk mengelola WS Toba Asahan, WS
Serayu Bogowonto, dan WS Jratunseluna.
-
69
4.1.3 Struktur Organisasi
Gambar 4.1
STRUKTUR ORGANISASI
PERUM JASA TIRTA I
Sumber: http://www.jasatirta1.co.id, diakses April 2017
DIREKTUR UTAMA
DIREKTUR I DIREKTUR II
SEKERTARIS
PERUSAHAAN
DEPUTI
OPERASIONAL I
DEPUTI
OPERASIONAL II DEPUTI TEKNIK
SATUAN
PENGAWASAN INTERN
DJA WS
BRANTAS
I
(DJA I)
DJA WS
BRANTAS
II
(DJA II)
DJA WS
BENGAWA
N SOLO I
(DJA III)
DJA WS
BENGAWA
N SOLO II
(DJA IV)
DJA WS
Jratun
Seuna &
Serayu
Bogowono
(DJA V)
DJA WS
Toba
Asahan
(DJA VI)
Divisi
Pengemb.
Wilayah
dan
Optimasi
Aset
(DPWOA
)
Divisi
SPAM &
PLTAM
(DSP)
Divisi
Pengemb.
Jasa
Umum
(DPJU)
Biro
Perenc. &
Program
(BPP)
Biro
Informasi &
Lingkungan
(BLL)
Biro
Penelitian
dan
Pengemb
(BLB)
Unit
Manaj.
Mutu
(UMM)
Biro
Pengemb.
SDM &
Umum
(BSU)
Biro
Keuanga
n (BKU)
Unit
Layanan
Pengadaan
(ULP)
69
http://www.jasatirta1.co.id/
-
70
4.1.4 Jenis Kegiatan Usaha
Dalam rangka melaksanakan maksud dan tujuan Perusahaan,
Perusahaan melakukan kegiatan usaha sebagai berikut:
Kegiatan Usaha Utama:
a. Pelayanan air baku untuk air minum, industri, pertanian,
penggelontaran, pelabuhan, pembangkit tenaga listrik, dan pemenuhan
kebutuhan air lainnya;
b. Penyediaan tenaga listrik kepada Perusahaan (Persero) PT Perusahaan
Listrik Negara dan/atau selain Perusahaan Perseroan (Persero) PT
Perusahaan Listrik Negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. Pembangkitan, penyaluran listrik tenaga air, air minum, usaha jasa
konsultansi di bisang teknologi Sumber Daya Air, penyewaan alat
besar, dan jasa laboratorium kualitas air; dan
d. Pengembangan SPAM.
Selain kegiatan usaha utama, Perusahaan menyelenggarakan usaha
optimalisasi potensi sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk
perkantoran, pergudangan, pariwisata, perhotelan dan resort olah raga dan
rekreasi, rumah sakit, prasarana telekomunikasi, pertanian, dan jasa
penyewaan.
4.1.5 Stakeholder
Stakeholder dapat diartikan sebagai orang/pihak yang mempunyai
kepentingan dan pengaruh terhadap proses pencapaian tujuan perusahaan.
Selain pengaruh terhadap pencapaian target pendapatann, stakeholder juga
-
71
dapat memberikan pengaruh yang dapat menentukan baik atau buruknya
reputasi perusahaan. Stakeholder PJT I terdiri dari:
1. Pelanggan
a. Pelanggan Layanan Jasa Air, yang terdiri dari:
1. Perusahaan pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
2. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
3. Industri
b. Pelanggan Layanan Jasa Non Air meliputi antara lain:
1. Pelanggan Layanan Jasa Konstruksi
2. Pelanggan Layanan Jasa Konsultansi
3. Pelanggan Layanan Jasa Peralatan
4. Pelanggan Layanan Jasa Pariwisata
5. Pelanggan Layanan Jasa Laboratorium
2. Pihak Yang Berkepentingan (PYB)
a. Instansi pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah
b. Masyarakat yang pada umunya terkait dalam kegiatan pelayanan
umum PJT I, misalnya penyediaan air irigasi, pengendalian banjir
dan konservasi lingkungan
c. Karyawan perusahaan (PJT I)
4.1.6 Divisi SPAM dan PLTA/PLTM
Divisi SPAM dan PLTA/PLTM adalah salah satu divisi yang berada
dibawah Deputi Operasional III yang mengelola pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air dan
-
72
Tenaga Mini-Hidro (PLTA/PLTM). Perum Jasa Tirta I mengembangkan
bisnis SPAM sebagai upaya diversifikasi usaha dan memperluas layanan
kepada masyarakat. Terdapat dua usaha yang dilakukan Perum Jasa Tirta I
di bidang SPAM tersebut, yaitu pengembangan prasarana SPAM di
Kecamatan Sekaran dan Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, dan
produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan merk Air Sehat
Alami (ASA). Berikut adalah struktur organisasi Divisi SPAM dan
PLTA/PLTM:
Gambar 4.2
STRUKTUR ORGANISASI DIVISI SPAM & PLTA/PLTM
. Manajer UB. SPAM .
Agus Mindarto, S.E.,
M.M. . Manajer UB. LL .
Rifda Churnia, A.Md.
. Manajer UB. AMDK .
Imam Buchori, S.T.,
M.Sc.
. KASUBDIV SPAM & AMDK .
Imam Buchori, S.T., M.Sc.
. Tenaga Ahli Pemula (Sipil) .
Nina Meita Sari, A.Md.
.Tenaga Ahli Muda (Keu).
Wita Ryani Juniar, A.Md.
. Tenaga Pelaksana .
Ami Latief NRI, S.T.
. Kepala Divisi SPAM & PLTA/PLTM .
Gede Nugroho A., S.T., M.M. . Petugas Pengendali Dokumen .
Fenny Maya Septiarin
.Petugas Pemegang UMK.
Faris Subrata
KASUBDIV Perencanaan
. & Pengembangan PLTA/PLTM .
Hamim Gufroni, S.T.
. Tenaga Ahli Pemula (Sipil) .
Bayu Pramadya K., S.T.
. Tenaga Ahli Pemula (Keu) .
Risa Restu S., S.E.
.Tenaga Ahli Pemula (Listrik).
Zendy Yudha P., S.T.
. Mekanik Tingkat III .
M. Bakhtiyar T., S.T.
Sumber: Perum Jasa Tirta I, April 2017
-
73
4.1.7 Unit Bisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) ASA
Unit Bisnis AMDK ASA berdiri dibawah komando manajer yang
sekaligus merupakan Kepala Sub Divisi SPAM dan AMDK, Bapak Imam
Buchori, S.T., M.Sc. Visi dari unit bisnis ini adalah “Menjadi salah satu
bisnis bisnis strategis divisi SPAM dan PLTA/PLTM”. Untuk mencapai
visi tersebut, AMDK ASA menerapkan dua misi yaitu:
1. Menyelenggarakan pengelolaan Unit Bisnis Air Minum Dalam
Kemasan merk “ASA” secara profesional dan inovatif guna
memberikan kualitas produk yang berkualitas
2. Menyelenggarakan Unit Bisnis Air Minum Dalam Kemasan dengan
optimalisasi sumber daya berdasarkan prinsip dasar Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001:2008
Misi tersebut didukung dengan adanya kebijakan mutu yang
digunakan oleh AMDK ASA sebagai berikut:
“Unit Bisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Divisi
SPAM & PLTA/PLTM Perum Jasa Tirta I memproduksi Air
Minum Dalam Kemasan merk “ASA” yang memenuhi standar
mutu SNI 01-3553-2006, sehingga layak untuk dikonsumsi dan
memberikan jaminan produk serta pelayanan terbaik untuk
kepuasan pelanggan serta berupaya melakukan perbaikan
secara terus menerus melalui penerapan prinsip-prinsip
Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008.”
Berikut ini adalah struktur organisasi Unit Bisnis AMDK ASA
Perum Jasa Tirta I:
-
74
GAMBAR 4.3
STRUKTUR ORGANISASI UNIT BISNIS AIR MINUM DALAM KEMASAN ASA
. Supervisor Produksi .
Widya
Operator Filling
(Pencucian, Filling,
. Labeling) .
Andika
Ervan
Priyanto
Imam
Operator
. Packing .
Aji
Agus
Eko Dwi
Ely Susanto
Wahyu Eko
Agung
. Administrasi Gudang .
Eva (Adm. Bahan Baku)
Defri (Adm. Bahan Jadi)
Petugas Bongkar
. Muat Gudang .
Gudang Bahan Baku:
1. Misdi
. Administrasi Keuangan .
Eva (Sengguruh)
Ema (Gadang)
. Quality Assurance .
Jejet Prihandoko
. Supervisor Pemasaran .
Defri
Staf
. Pemasara .
Didik
Kundariadi
.Pengemudi.
Agus
Hamid
Dandik
. Manajer UB. AMDK .
Imam Buchori, S.T., M.Sc.
. Kepala Divisi SPAM & PLTA/PLTM .
Gede Nugroho A., S.T., M.M.
. Quality Assurance .
Jejet Prihandoko
PPC: Planning, Programming,
Controlling
CT: Controlling, Troubleshooting
PPE: Planning, Programming,
Evaluating
Sumber: Perum Jasa Tirta I, April 2017 74
-
75
Pada awal pendiriannya, unit bisnis ini merupakan suatu usaha
pemanfaatan sumber daya air untuk keperluan air minum dan konsumsi
internal perusahaan. Melihat adanya potensi minat pasar akan produk
ASA, pada tahun 2011 produk AMDK ASA mulai dijual untuk
masyarakat umum melalui distributor-distributor rekanan di Kota Malang
dan sekitarnya. Pada tahun 2012 Perum Jasa Tirta I melalui unit bisnis ini
mampu meraup keuntungan sebesar dua ratus hingga tiga ratus juta rupiah
per bulan. Pada Tahun 2016 AMDK ASA menghasilkan keuntungan
sekitar tiga ratus enam puluh juta rupiah pada bulan high season.
Unit bisnis ini memiliki fasilitas pabrik dan pengemasan di wilayah
Bendungan Sengguruh, tepatnya pada Jalan Sengguruh, Desa Sengguruh,
Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Di fasilitas ini Air yang berasal
dari Bendungan Sengguruh diolah dan dikemas menjadi beberapa ukuran
kemasan mulai dari cup 120 ml, cup 240 ml, botol 500 ml, dan galon 19 l.
4.2 Pengendalian Bahan Baku Metode Aktual Objek Penelitian
Divisi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Perum Jasa Tirta I
menggunakan sumber air di Bendungan Sengguruh untuk kemudian diolah
sehingga aman untuk dikemas dalam produk Air Minum Dalam Kemasan
dengan merk dagang “ASA”. Perusahaan mengemas air murni olahan
tersebut menjadi empat ukuran produk yaitu ukuran cup 120 ml, cup 240
ml, botol 500 ml, dan galon 19 l. Data bahan baku yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data bahan baku cup 120 ml. Data jumlah persediaan
jenis produk cup 120 ml selama tahun 2016 dijabarkan pada tabel berikut:
-
76
Tabel 4.1
Data Persediaan Bahan Baku Cup 120 ml
Tahun 2016
Bulan
Persediaan
Awal Bulan
(Pcs)
Pengadaan
(Pcs)
Penggunaan
(Pcs)
Sisa
(Pcs)
Total
Persediaan
(Pcs per
bulan)
Januari 310,895 674,499 848,285 137,109 985,394
Februari 137,108 736,000 669,780 203,328 873,108
Maret 203,329 688,000 677,457 213,872 891,329
April 213,872 848,000 1,041,548 20,324 1,061,872
Mei 20,324 1,856,000 1,732,682 43,642 1,876,324
Juni 143,642 2,796,200 2,755,300 184,542 2,939,842
Juli 184,542 1,746,400 1,727,707 203,235 1,930,942
Agustus 203,235 956,000 731,621 427,614 1,159,235
September 427,614 1,092,000 1,324,669 194,945 1,519,614
Oktober 194,945 1,534,400 1,196,211 533,134 1,729,345
November 533,134 461,820 71,314 533,134
Desember 71,314 490,720 501,419 60,615 562,034
Total 13,418,219 13,668,499 16,062,173
Sumber: Data Diolah, 2017
Gambar 4.4
Grafik Persediaan Bahan Baku Cup 120 ml
Tahun 2016
Sumber: Data Diolah, 2017
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
Grafik Jumlah Persediaan
-
77
Gambar 4.5
Grafik Penggunaan Bahan Baku (Production Demand) Cup 120 ml
Tahun 2016
Sumber: Data Diolah, 2017
Kebijakan perusahaan dalam melakukan pembelian bahan baku cup
120 ml adalah dengan menyesuaikan jumlah persediaan di awal bulan
dengan perkiraan kebutuhan produksi pada bulan tersebut. Jika dalam
bulan tersebut persediaan di awal bulan sudah mampu mencukupi jumlah
kebutuhan produksi maka perusahaan tidak melakukan pembelian bahan
baku. Namun demikian, jumlah pesanan untuk setiap kali pesan tidak
selalu 100% sesuai dengan selisih kebutuhan dengan persediaan pada
bulan tersebut, melainkan jumlah yang dipesan lebih banyak dengan tujuan
untuk menurunkan resiko lonjakan kebutuhan yang mendadak dalam bulan
tersebut atau untuk sekaligus memenuhi kebutuhan pada bulan
selanjutnya. Jumlah tersebut ditentukan dengan menggunakan perkiraan
yang didasarkan pada pengalaman pada periode-periode sebelumnya.
Selama tahun 2016, perusahaan memesan sebanyak 13,418,219 buah cup
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
Grafik Penggunaan Bahan Baku
-
78
120 ml dengan frekuensi 11 kali pemesanan, dengan demikian maka rata-
rata jumlah pemesanan bahan baku (Q) cup 120 ml adalah sebagai berikut:
Hasil dari perhitungan tersebut diasumsikan sebagai jumlah bahan
baku (Q) untuk setiap kali pemesanan dengan menggunakan metode aktual
perusahaan, yaitu dengan memesan 1,219,838 buah cup 120 ml pada setiap
pembelian bahan baku.
4.3 Analisis Biaya Persediaan Bahan Baku Metode Aktual Objek
Penelitian
4.3.1 Rata-rata Persediaan Bahan Baku Cup 120 ml per Bulan
Data persediaan (tabel 4.1) diatas menunjukkan jumlah persediaan
bahan baku cup 120 ml yang disimpan didalam gudang selama tahun 2016
adalah sebanyak 16,062,173 buah. Data yang perlu diketahui selanjutnya
adalah rata-rata persediaan bahan baku tersebut per bulan, yaitu dapat
dicari dengan perhitungan berikut:
Perusahaan menyimpan 1,338,514 buah bahan baku cup 120 ml
setiap bulannya. Nilai tersebut diasumsikan sebagai jumlah rata-rata bahan
baku cup 120 ml yang harus tersedia agar perusahaan mampu menjalankan
produksinya dengan lancar berdasarkan metode aktual perusahaan. Jika
perusahaan tidak memiliki persediaan bahan baku dengan jumlah tersebut,
maka besar kemungkinan perusahaan akan terhambat dalam menjalankan
proses produksinya, dimana hal ini akan menurunkan jumlah produk yang
-
79
bisa dibuat dan pada akhirnya akan menurunkan penjualan dan pendapatan
perusahaan.
4.3.2 Biaya Pemesanan
Biaya pemesanan meliputi biaya-biaya untuk melakukan pemesanan
(misalnya biaya telepon, biaya internet, biaya kirim surat, dan sebagainya)
(Haming, 2012). Pada proses pemesanan bahan baku cup 120 ml,
perusahaan mengeluarkan biaya-biaya sebagai berikut:
1. Biaya Telepon, biaya ini muncul saat perusahaan melakukan kontak
kepada supplier untuk memberitahukan bahwa perusahaan akan
melakukan pesanan. Komponen biaya ini ditentukan sebesar Rp
8.300 untuk setiap kali pemesanan. Penentuan nilai komponen biaya
ini didasarkan pada perkiraan penggunaan telepon setiap kali
melakukan pesanan bahan baku cup 120 ml selama kurang lebih 2
menit.
2. Biaya pengiriman dokumen pesanan, biaya ini muncul saat
perusahaan menyampaikan detail pesanan berupa form Purchase
Order (PO) melalui e-mail (internet) dan dokumen fisik (perusahaan
jasa logistik) kepada supplier. Komponen biaya ini ditentukan
sebesar rata-rata Rp 45.000 untuk setiap kali pemesanan. Penentuan
nilai komponen biaya ini didasarkan pada alokasi biaya pokok
produksi untuk produk cup 120 ml.
3. Biaya transfer atau pembayaran, biaya ini muncul karena adanya
pungutan biaya tambahan oleh bank yang digunakan perusahaan saat
melakukan pembayaran kepada supplier yang menggunakan bank
-
80
yang berbeda dengan perusahaan. Nilai komponen biaya ini
ditentukan berdasarkan rata-rata alokasi biaya pokok produksi untuk
produk cup 120 ml, yaitu sebesar rata-rata Rp 21.900 untuk setiap
kali pemesanan.
Perhitungan biaya pemesanan dapat secara lebih ringkas disajikan
dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.2
Komponen dan Perhitungan Biaya Pemesanan
No. Komponen Biaya Jumlah Biaya
1. Biaya Telepon Rp 8.300
2. Biaya Pengiriman PO Rp 45.000
3. Biaya Transfer/Pembayaran Rp 21.900
Total Rp 75.200
Sumber: Data Diolah, 2017
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dipahami bahwa nilai total biaya
pemesanan yang harus dikeluarkan perusahaan untuk pemesanan bahan
baku cup 120 ml adalah sebesar Rp 75.200 untuk setiap kali melakukan
pesanan.
4.3.3 Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan merupakan biaya persediaan yang muncul akibat
adanya aktivitas penyimpanan persediaan yang umumnya terdiri dari biaya
sewa gudang, biaya penerangan, dan biaya perawatan bahan baku
(Haming, 2012). Berdasarkan data yang didapatkan dari perusahaan,
komponen biaya penyimpanan terdiri dari beberapa poin sebagai berikut:
-
81
1. Biaya listrik, biaya ini muncul karena adanya kegiatan operasional
perusahaan yang berhubungan dengan gudang dan kantor di area
pabrik. Biaya listrik untuk proses produksi tidak termasuk dalam
komponen biaya ini. Penentuan nilai biaya ini dilakukan dengan
memperhitungkan alokasi biaya pokok produksi untuk produk cup
120 ml. Nilai dari biaya ini sebesar rata-rata Rp 738.551 untuk setiap
bulannya, atau Rp 8.862.611 selama satu tahun.
2. Biaya keamanan dan administrasi, biaya ini muncul karena adanya
usaha perusahaan untuk meningkatkan keamanan di lokasi pabrik
(termasuk gudang dan kantor) serta adanya tenaga kerja untuk
kegiatan administrasi pabrik. Komponen biaya ini dihitung dengan
berdasarkan alokasi biaya pokok produksi untuk cup 120 ml. Nilai
dari komponen biaya ini adalah sebesar Rp 2.295.779 untuk setiap
bulannya, atau sebesar Rp 27.549.349 per tahun.
Perhitungan biaya penyimpanan dapat secara lebih ringkas disajikan
dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.3
Komponen dan Perhitungan Biaya Penyimpanan
No. Komponen Biaya Jumlah Biaya
1. Biaya Listrik Rp 738.551
2. Biaya Keamanan dan administrasi Rp 2.295.779
Total Rp 3.034.330
Total per Tahun Rp 36.411.960
Sumber: Data Diolah, 2017
-
82
4.3.4 Total Biaya Persediaan (Total Inventory Cost, TIC) Aktual Perusahaan
Perhitungan total biaya persediaan dapat dilakukan dengan
menjumlahkan total biaya pemesanan dan total biaya penyimpanan selama
periode yang diperhitungkan. Total biaya persediaan aktual perusahaan
dapat diperhitungkan dengan cara sebagai berikut (Heizer, 2015):
Biaya pemesanan (S) = Rp 75,200 per pemesanan
Biaya penyimpanan (H) = Rp 36,411,960 : 16,062,173
= Rp 2.267 per unit per tahun
Jumlah bahan baku setiap pemesanan (Q) = 1,219,838 unit
Jumlah rata-rata bahan baku yang tersimpan di gudang
(Qi) = 16,062,173 : 12 = 1,338,514 unit per bulan
Rumus yang digunakan adalah:
[
] [
]
[
] [
]
[ ] [ ]
Hasil dari perhitungan diatas menunjukkan total biaya persediaan
yang harus dikeluarkan perusahaan untuk bahan baku cup 120 ml selama
satu tahun adalah sebesar Rp 2,507,364.019, atau jika dibulatkan dengan
aturan uang Rupiah yang beredar di Indonesia menjadi Rp 2,507,400 per
tahun.
-
83
4.4 Pengendalian Bahan Baku Cup 120 ml Metode Economic Order
Quantity (EOQ), Periodic Order Quantity (POQ), dan Min-Max
Terdapat perbedaan data yang digunakan dalam perhitungan biaya
persediaan metode aktual perusahaan dengan metode yang digunakan
penulis. Data yang digunakan dalam perhitungan biaya persediaan metode
aktual perusahaan adalah data jumlah total persediaan selama tahun 2016,
sedangkan data yang digunakan sebagai input metode EOQ, POQ, dan
Min-Max adalah data jumlah total penggunaan bahan baku selama tahun
2016. Perbedaan data ini dilakukan karena dalam perhitungan biaya
persediaan metode aktual perusahaan biaya total dari seluruh persediaan
yang pernah masuk ke dalam gudang harus dihitung untuk mengetahui
biaya aktual berdasarkan total persediaan aktual. Lain halnya dengan data
yang dibutuhkan untuk metode yang diteliti, jumlah persediaan yang akan
dihitung disesuaikan dengan kebutuhan produksi, sehingga kelebihan
biaya akibat jumlah bahan baku yang tidak efisien dapat diminimalisir.
Perhitungan pengendalian persediaan bahan baku cup 120 ml dengan
menggunakan metode yang diajukan akan dijabarkan sebagai berikut:
4.4.1 Metode Economic Order Quantity (EOQ)
Metode EOQ adalah salah satu teknik pengendalian persediaan yang
sederhana untuk permintaan-permintaan produk yang bersifat independen
(Heizer, 2015). Jumlah kuantitas barang yang dicari dalam metode EOQ
mampu memberikan tingkat biaya minimal, jumlah ini dapat juga disebut
jumlah pembelian yang optimal (Riyanto, 2001).
-
84
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan sebelum biaya total
persediaan (TC) dapat dihitung, yaitu menentukan komponen-komponen
yang dibutuhkan dalam model EOQ sebagai berikut:
1. Menentukan biaya pemesanan (S)
2. Menentukan biaya penyimpanan (H)
3. Menentukan jumlah kebutuhan bahan baku (D)
4. Menentukan rata-rata penjualan per bulan ( ̅
̅
5. Menentukan kebutuhan bahan perhari (d)
̅
6. Menentukan waktu tunggu atau Lead Time (L)
Setelah komponen-komponen yang dibutuhkan sudah ditentukan,
langkah selanjutnya adalah menghitung kuantitas pesanan menurut EOQ
dengan perhitungan rumus sebagai berikut (Heizer, 2015):
√
√
-
85
√
√
Berdasarkan hasil perhitungan diatas kuantitas pesanan optimal
menurut metode EOQ adalah 952,266.641 unit, atau dapat dibulatkan
menjadi 952,267 unit untuk setiap kali pemesanan.
Perhitungan selanjutnya adalah menghitung jumlah frekuensi
pemesanan yang harus dilakukan perusahaan berdasarkan kuantitas
pesanan optimal yang sudah dihitung diatas, yaitu sebagai berikut:
Tingkat frekuensi pemesanan yang harus dilakukan perusahaan
menurut perhitungan dengan metode EOQ diatas adalah 14.35 kali, atau
dibulatkan menjadi 14 kali dalam satu tahun.
Setelah mengetahui kuantitas optimal dan frekuensi pemesanan
perusahaan dapat menghitung tingkat persediaan pengaman (safety stock)
untuk mengurangi resiko kehabisan bahan baku jika bahan baku yang
dipesan tidak dapat diterima tepat waktu. Perhitungan safety stock
memerlukan adanya analisis standard deviation, sehingga penghitungan
standard deviation dilakukan dengan langkah berikut:
-
86
Tabel 4.4
Perhitungan Nilai Standard Deviation
Bulan Penggunaan
Cup 120 ml ̅ ̅ ̅
Januari 848,285 1,139,042 -290,757 84,539,633,049
Februari 669,780 1,139,042 -469,262 220,206,824,644
Maret 677,457 1,139,042 -461,585 213,060,712,225
April 1,041,548 1,139,042 -97,494 9,505,080,036
Mei 1,732,682 1,139,042 593,640 352,408,449,600
Juni 2,755,300 1,139,042 1,616,258 2,612,289,922,564
Juli 1,727,707 1,139,042 588,665 346,526,482,225
Agustus 731,621 1,139,042 -407,421 165,991,871,241
September 1,324,669 1,139,042 185,627 34,457,383,129
Oktober 1,196,211 1,139,042 57,169 3,268,294,561
November 461,820 1,139,042 -677,222 458,629,637,284
Desember 501,419 1,139,042 -637,623 406,563,090,129
Total 4,907,447,380,687
Sumber: Data Diolah, 2017
Setelah nilai total akhir tabel diketahui, maka nilai standard
deviation dapat dihitung dengan rumus berikut:
√∑( ̅)
√
√
Nilai diatas perlu dikonversikan menjadi nilai perhari untuk menyesuaikan
dengan nilai Lead Time, dilakukan dengan perhitungan berikut:
-
87
Data selanjutnya yang diperlukan dalam perhitungan safety stock adalah
tingkat pelayanan atau service level yang ditetapkan perusahaan agar persediaan
mampu memenuhi kebutuhan produksi. Jika diasumsikan perusahaan menetapkan
service level pada tingkat 90%, maka nilai Z tabel dapat ditentukan dengan
melihat tabel distribusi Z. Dengan nilai Z=0.10 maka dapat diketahui bahwa nilai
Z tabel adalah 1.281. Setelah semua komponen perhitungan safety stock dapat
diketahui, maka nilai safety stock dapat dicari dengan rumus berikut:
√
√
Berdasarkan perhitungan diatas nilai persediaan pengaman atau
safety stock yang harus dimiliki perusahaan untuk meminimalkan resiko
kehabisan stok adalah 67,362.56 unit, atau dibulatkan menjadi 67,363 unit.
Langkah selanjutnya adalah menghitung titik pemesanan kembali
atau re-order point agar perusahaan mengetahui kapan saat yang tepat
untuk melakukan pesanan, sehingga bahan baku yang dipesan dapat tiba
pada waktu yang tepat. Perhitungan re-order point dapat dilakukan setelah
kebutuhan bahan baku cup 120 ml per hari diketahui. Penentuan jumlah
kebutuhan bahan baku per hari yaitu:
̅
-
88
Setelah kebutuhan bahan baku per hari sudah diketahui, perhitungan
re-order point dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:
Tingkat persediaan dimana perusahaan harus melakukan pemesanan
ulang bahan baku cup 120 ml adalah pada tingkat 222,686.48 unit,
dibulatkan menjadi 222,686 unit.
Selanjutnya dapat dicari biaya persediaan total dengan menggunakan
metode Economic Order Quantity (EOQ) sebagai berikut:
[
] [(
) ]
[
] [(
) ]
Hasil dari perhitungan diatas menunjukkan biaya persediaan total yang
harus dikeluarkan perusahaan jika menggunakan metode pengendalian persediaan
Economic Order Quantity (EOQ). Besarnya biaya tersebut berdasarkan metode ini
adalah sebesar Rp 2,311,200 dalam satu tahun.
-
89
4.4.2 Metode Periodic Order Quantity (POQ)
Metode POQ merupakan salah satu metode dalam pengendalian
persediaan bahan baku yang bertujuan menghemat total biaya persediaan
dengan menekankan pada efektifitas frekuensi pemesanan bahan baku.
Metode POQ merupakan salah satu pengembangan dari metode EOQ,
yaitu dengan mentransformasikan kuantitas pesanan menjadi frekuensi
pemesanan yang optimal (Divianto, 2011).
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode POQ tidak
jauh berbeda dengan langkah-langkah pada metode EOQ. Langkah awal
yang harus dilakukan adalah menentukan variabel-variabel yang
dibutuhkan dalam model POQ. Variabel yang perlu dicari tidak jauh
berbeda dengan metode EOQ, yaitu:
1. Menentukan biaya pemesanan (S)
2. Menentukan biaya penyimpanan per unit per tahun (H)
3. Menentukan jumlah kebutuhan bahan baku per tahun (D)
4. Menentukan rata-rata kebutuhan bahan baku per bulan ( ̅
̅
5. Menentukan kebutuhan bahan perhari (d)
̅
-
90
6. Menentukan waktu tunggu atau Lead Time (L)
Setelah variabel-variabel yang dibutuhkan sudah ditentukan, langkah
selanjutnya adalah menghitung Economic Order Interval (EOI) dengan
perhitungan rumus sebagai berikut:
√
√
√
√
Atau
Berdasarkan perhitungan EOI tersebut, maka frekuensi pemesanan
dapat ditentukan sebagai berikut:
-
91
Frekuensi pemesanan yang harus dilakukan perusahaan dalam satu
tahun (12 bulan) berdasarkan metode POQ diatas adalah sebanyak 14.35
kali, atau dibulatkan menjadi 14 kali.
Seperti halnya metode EOQ, metode POQ juga menggunakan safety
stock untuk meredam resiko kehabisan stok jika terjadi masalah. Nilai
variabel Z dan standard deviation (s) yang digunakan adalah nilai yang
sama dengan yang digunakan pada metode EOQ. Perhitungan nilai safety
stock pada metode POQ adalah sebagai berikut:
√
√
Nilai safety stock yang harus tersedia di gudang bahan baku
perusahaan adalah sebanyak 205,795.91 unit, atau dibulatkan menjadi
205,796 unit cup 120 ml.
Metode POQ membatasi besarnya persediaan maksimum dengan
tujuan agar jika penggunaan bahan baku ternyata dibawah perkiraan maka
penumpukan bahan baku digudang tidak melambung tinggi dan masih bisa
-
92
dibatasi. Perhitungan nilai maximum inventory (Imax) adalah sebagai
berikut:
̅
Nilai maximum inventory yang harus diterapkan perusahaan
berdasarkan metode POQ adalah 1,268,863.4194 unit, atau dibulatkan
menjadi 1,268,863 unit.
Average Inventory Level ( ̅ ) atau rata-rata persediaan
diperhitungkan dalam metode ini dengan menggunakan rumus berikut:
̅
̅
̅
̅
Pada metode POQ jumlah atau kuantitas pesanan juga
diperhitungkan berdasarkan tingkat persediaan maksimum dan tingkat
rata-rata persediaan, yaitu sebagai berikut:
̅
-
93
Besarnya kuantitas bahan baku pada setiap kali perusahaan
melakukan pesanan berdasarkan metode POQ adalah 588,485.8338 unit,
atau dibulatkan menjadi 588,486 unit.
Perhitungan terakhir yang dilakukan dalam penerapan metode POQ
ini adalah perhitungan biaya persediaan total jika pengendalian persediaan
menggunakan metode POQ. Perhitungan untuk bahan baku botol 500 ml
disajikan sebagai berikut:
[ ] [(∑
) ]
[ ] [(
) ]
[ ]
Jika perusahaan menggunakan metode POQ untuk melakukan
pengendalian persediaan bahan baku, maka dalam satu tahun perusahaan
perlu mengeluarkan biaya sebesar Rp 2,212,700 untuk biaya persediaan
bahan baku cup 120 ml.
4.4.3 Metode Min-Max
Konsep metode Min-Max tidak menggunakan dasar perhitungan
pesanan berkala tetap, melainkan pemesanan dapat dilakukan setiap waktu
dengan konsep titik pemesanan kembali atau re-order point (Indrajit,
2005). Konsep Min-Max dimulai dengan langkah pertama menentukan
komponen-komponen berikut:
-
94
1. Biaya pemesanan (S)
2. Biaya penyimpanan per unit per tahun (H)
3. Jumlah kebutuhan bahan baku per tahun (D)
4. Rata-rata kebutuhan bahan baku per bulan ( ̅
̅
5. Menentukan kebutuhan bahan perhari (d)
̅
6. Waktu tunggu atau Lead Time (L)
Langkah kedua metode Min-Max, adalah menentukan tingkat Safety
Stock (SS), perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Nilai safety stock yang dibutuhkan perusahaan adalah sebesar
1,139,041.583 unit, atau dibulatakn menjadi 1,139,042 unit per bulan.
-
95
Setelah mengetahui nilai safety stock, maka tingkat kuantitas
maksimum dan kuantitas minimum dalam metode Min-Max dapat
dihitung, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:
̅
̅
Perhitungan kuantitas persediaan maksimum (Qmax) dan kuantitas
persediaan minimum (Qmin) diatas menunjukkan tingkat persediaan yang
harus diterapkan perusahaan menurut metode Min-Max. Perusahaan harus
memiliki persediaan minimal sebanyak 1,252,946 unit (pembulatan) cup
120 ml untuk memastikan kelancaran proses produksi produk cup 120 ml.
Kuantitas maksimum yang boleh dimiliki perusahaan agar biaya
persediaan tetap efisien yaitu sejumlah 1,366,850 unit (pembulatan) cup
120 ml.
Kuantitas yang harus dipesan oleh perusahaan jika jumlah
persediaan sudah mencapai batas kuantitas persediaan minimum (Qmin)
ditentukan dengan perhitungan berikut:
-
96
Kuantitas bahan baku (QMin-Max) yang harus dipesan perusahaan
dalam setiap kali memesan kepada supplier adalah sebanyak 113,904.1583
unit, atau dibulatkan menjadi 113,904 unit.
Perhitungan frekuensi pemesanan memang tidak secara eksplisit
disebutkan dalam metode ini, namun perhitungan frekuensi tetap dapat
dilakukan karena frekuensi pemesanan tetap menjadi komponen penentu
dalam memperhitungkan biaya persediaan total. Perhitungan frekuensi
dapat dilakukan dengan cara berikut:
Berdasarkan metode Min-Max dengan mempertimbangkan kuantitas
pesanan (QMin-Max) terhadap penggunaan bahan baku selama satu tahun
(D), banyaknya frekuensi pemesanan yang harus dilakukan perusahaan
adalah 120 kali selama satu tahun.
Setelah seluruh perhitungan variabel biaya persediaan dihitung,
maka biaya persediaan dapat ditentukan. Perhitungan biaya persediaan
menggunakan metode Min-Max adalah sebagai berikut:
[
] *(∑ ) +
[
] [ ]
-
97
Berdasarkan pada perhitungan menggunakan rumus Total Cost
metode Min-Max (TCMin-Max) diatas, biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan sebagai biaya persediaan bahan baku cup 120 ml selama satu
tahun adalah sebesar Rp 40,010,500.
4.5 Analisis Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan Aktual
Perusahaan dengan Metode Pengendalian Persediaan Economic Order
Quantity (EOQ, Periodic Order Quantity (POQ), dan Min-Max.
Perhitungan yang sudah dilakukan pada point 4.3 dan 4.4
menunjukkan adanya selisih biaya antara metode pengendalian persediaan
aktual perusahaan dengan metode pengendalian persediaan yang
digunakan penulis. Perbandingan tersebut dapat secara lebih jelas
diterangkan pada tabel berikut:
Tabel 4.5
Perbandingan Metode Aktual dan Metode yang Diteliti
No Uraian Metode
aktual EOQ POQ Min-Max
1 Unit yang dipesan
(unit) 1,219,838 952,267 588,486 113,904
2 Total biaya persediaan
(Rupiah) 2,507,400 2,311,200 2,212,700 40,010,500
3 Frekuensi pemesanan
(kali) 13 14 14 120
4 Safety Stock (unit) 67,363 205,796 1,139,042
5 Reorder Point (unit) 222,686
6 Persediaan maksimum
(unit) 1,268,863 1,366,850
7 Persediaan minimum
(unit) 1,252,946
Sumber: Data Diolah, 2017
-
98
Tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa metode Periodic Order
Quantity (POQ) menawarkan tingkat biaya yang paling rendah diantara
tiga metode yang diajukan penulis dan metode aktual perusahaan, yaitu
dengan biaya persediaan Rp 2,212,700 setiap tahun dengan rata-rata
kuantitas bahan baku setiap kali melakukan pesanan sebanyak 588,486
unit.. Terlihat pula bahwa terdapat dua kelemahan yang dimiliki oleh
metode pengendalian persediaan aktual perusahaan jika dibandingkan
dengan metode POQ, yaitu tidak adanya persediaan pengaman (safety
stock) dan informasi persediaan maksimum.
Perusahaan dapat meminimalisir kehabisan persediaan bahan baku
cup 120ml dengan menerapkan persediaan pengaman pada metode POQ,
yaitu dengan menyediakan persediaan pengaman sebesar 205,796 unit.
Kuantitas persediaan pengaman ini menyebabkan biaya penyimpanan
menjadi lebih tinggi karena bahan baku yang disimpan menjadi lebih
banyak, namun dengan demikian dapat mengurangi resiko kekosongan
persediaan jika sewaktu-waktu terjadi lonjakan kebutuhan. Hal tersebut
sangat perlu diperhatikan mengingat pada catatan penggunaan bahan baku
perusahaan tahun 2016 permintaan atau kebutuhan bahan baku cenderung
sangat fluktuatif atau tidak stabil.
Perusahaan dapat memanfaatkan informasi persediaan maksimum
pada metode POQ untuk membatasi jumlah persediaan sehingga biaya
persediaan dapat lebih terkendali. Persediaan maksimum yang
diperbolehkan jika menggunakan metode POQ adalah 1,268,863 unit.
-
99
Pada metode EOQ, tingkat biaya yang ditawarkan adalah Rp
2,311,200 dengan kuantitas bahan baku yang dipesan sebanyak 952,267
unit setiap kali pesan. jumlahTitik pemesanan kembali juga dapat
membuat perusahaan tahu secara pasti kapan dan pada tingkat persediaan
mana perusahaan harus melakukan pemesanan bahan baku sehingga bahan
baku tersebut dapat datang pada waktu yang tepat atau setidaknya tidak
terlambat. Tingkat persediaan yang dianjurkan oleh metode EOQ untuk
melakukan pesanan adalah pada saat persediaan di gudang mencapai
jumlah 222,686 unit. Tingkat safety stock yang ditawarkan metode EOQ
adalah 67,363 unit.
Hasil perhitungan dari metode Min-Max yaitu biaya persediaan
sebesar Rp 40,010,500 dan jumlah unit bahan baku yang dipesan setiap
kali melakukan pesanan sebesar 113,904 unit. Berdasarkan perhitungan
diatas metode Min-Max tidak mampu menurunkan tingkat biaya
persediaan.