17 bab ii kajian pustaka 2.1 landasan teori 2.1.1.teori keagenan

40
17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) mendasarkan hubungan antara prinsipal/pemegang saham dengan agen/manajemen. Menurut Jensen dan Meckling dalam Isnanta (2008), agency theory mendeskripsikan pemegang saham sebagai principal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan mereka. Manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajer harus bertanggungjawab kepada pemegang saham. Schipper (1997) dalam Norbarani (2012) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi terhadap suatu proses pelaporan keuangan eksternal untuk memperoleh beberapa keuangan pribadi. Pernyataan itu sejalan dengan Healy dan Wahlen (1999) yang menyatakan bahwa earning management terhadi ketika manajer menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan dan melakukan manipulasi transaksi untuk mengubah laporan keuangan, baik untuk menyesatkan beberapa stakeholders tentang kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi kontrak yang bergantung pada angka-angka dalam laporan keuangan. Laba sering dipergunakan berbagai pihak sebagai alat untuk memprediksi tingkat pertumbuhan laba di masa depa serta tingkat pengembalian pinjaman. Pentingnya laporan keuangan terutama laba yang dilaporkan oleh perusahaan

Upload: phungdien

Post on 12-Jan-2017

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

17

Bab II

Kajian Pustaka

2.1 Landasan Teori

2.1.1.Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan (agency theory) mendasarkan hubungan antara

prinsipal/pemegang saham dengan agen/manajemen. Menurut Jensen dan

Meckling dalam Isnanta (2008), agency theory mendeskripsikan pemegang saham

sebagai principal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak

yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan mereka.

Manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi

kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajer harus

bertanggungjawab kepada pemegang saham.

Schipper (1997) dalam Norbarani (2012) mendefinisikan manajemen laba

sebagai suatu intervensi terhadap suatu proses pelaporan keuangan eksternal untuk

memperoleh beberapa keuangan pribadi. Pernyataan itu sejalan dengan Healy dan

Wahlen (1999) yang menyatakan bahwa earning management terhadi ketika

manajer menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan dan melakukan

manipulasi transaksi untuk mengubah laporan keuangan, baik untuk menyesatkan

beberapa stakeholders tentang kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi

kontrak yang bergantung pada angka-angka dalam laporan keuangan.

Laba sering dipergunakan berbagai pihak sebagai alat untuk memprediksi

tingkat pertumbuhan laba di masa depa serta tingkat pengembalian pinjaman.

Pentingnya laporan keuangan terutama laba yang dilaporkan oleh perusahaan

Page 2: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

18

dalam pengambilan keputusan oleh para stakeholders. Tindakan manajemen laba

terjadi karena manajemen perusahaan yang dalam menjalankan operasional

perusahaan selalu dimonitor oleh para stakeholders, memiliki dorongan yang

besar untuk melakukan praktik manajemen laba. Adanyan sistem reward yang

berdasar pada kinerja laba akan semakin memberikan kebebasan bagi manajer

untuk melakukan manajemen laba (Tobing dan Anggrowati, 2009).

Teori keagenan menganggap bahwa individu berperilaku sesuai dengan

kepentingannya masing-masing. Hendriksen (1992) dalam Septiani (2005)

menyatakan bahwa agen memiliki kontrak untuk menunjukkan kewajibannya

kepada principal, sedangkan principal memiliki kontrak untuk memberikan bonus

kepada agen. Para principal menginginkan laba yang tinggi dari perusahaan agar

investasi yang telah ditanamkan cepat kembali. Besarnya laba berhubungan

dengan besarnya deviden yang akan dibagikan kepada investor. Semakin tinggi

laba, maka harga saham akan semakin tinggi dan semakin besar pula deviden

yang akan diterimanya. Namun disisi lain, para agent memiliki kepentingan

sendiri yakni bonus yang diterima.

Pada dasarnya antara principal dan agen memiliki tujuan yang berbeda.

Principal menginginkan return yang tinggi atas investasinya, sedangkan agent

memiliki kepentingan untuk mendapatkan kompensasi yang besar atas hasil

kerjanya. Perbedaan tujuan itulah yang menyebabkan terjadinya conflict of

interest di antara pihak agen dan prinsipal. Hal inilah yang mendorong terjadinya

asimetri informasi di antara kedua belah pihak tersebut. Karena adanya keinginan

kompensasi yang tinggi itulah, maka kemungkinan besar agen akan melakukan

Page 3: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

19

moral hazard. Di samping itu, para agent memiliki informasi tentang operasi dan

kinerja perusahaan lebih banyak dibandingkan para principal. Hal ini yang

menimbulkan kesempatan (opportunistiy) agen untuk melakukan kecurangan.

Menurut Eisenhardt (1989) dalam Maudy (2013), teori agensi menggunakan

tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri

sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi

masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko

(risk averse). Ketiga sifat tersebut menyebabkan informasi yang dihasilkan

manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan reabilitasnya dan informasi yang

disampaikan biasanya diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang

sebenarnya atau lebih dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau

asymmetric information (Ujiyantho & Pramuka, 2007). Hal tersebut memberikan

kesempatan atau opportunity kepada manajer untuk melakukan manajemen laba.

Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia, manajer akan lebih mengutamakan

kepentingan pribadinya dibandingkan dengan kepentingan pemilik atau lebih

dikenal dengan sifat opportunistiy. Agent akan berusaha mencari keuntungannya

sendiri untuk mendapatkan bonus dari perusahaan dengan berbagai cara seperti

memanipulasi angka-angka di laporan keuangan.

Adanya hal tersebut praktik pelaporan keuangan sering menimbulkan

ketidaktransparanan yang dapat menimbulkan konflik antara principal dan agent.

Akibat adanya perilaku manajemen yang tidak transparan dalam menyajikan

semua informasi ini akan menjadi penghalang dalam mewujudkan praktik GCG

(Good Corporate Governance) karena salah satu prinsip dari GCG adalah

Page 4: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

20

transparansi.

Praktik perataan laba dapat melalui Penyisihan Penghapusan Aktiva

Produktuf (PPAP) atau Loan Loss Provision (LLP). Berdasarkan Bank Indonesia

No. 7/2/PBI/2005 tentang “Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum” pasal 44 dan

45 menyebutkan bahwa bank wajib membentuk penyisihan penghapusan aktiva

untuk aktiva produktif dan aktiva non produktif. Meskipun besarnya penyisihan

dalam batasan persentase tertentu ditentukan oleh Bank Indonesia, namun pihak

manajemen bank masih diberikan keleluasaan untuk menentukan kualitas aktiva

berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PBI tersebut serta membentuk cadangan

PPAP melebihi cadangan yang wajib dibentuk. Sehingga sangat memungkinkan

PPAP dijadikan objek oleh manajer bank dalam meratakan laba. (Tobing dan

Anggrowati, 2009).

Tindakan manajemen laba (earning management) yang dilakukan

manajemen akibat adanya conflict of interest dan asymmetric information dengan

pemilik merupakan salah satu bentuk financial statement fraud. Pernyataan

tersebut sejalan dengan Rezaee (2002) dalam Norbarani (2012) yang menyatakan

bahwa tindakan manajemen laba berkaitan erat dengan financial statement fraud.

Tindakan memanajamen laba yang dilakukan manajemen jika dibiarkan dan tidak

diketahui oleh pemilik, pada akhirnya akan berkembang menjadi suatu financial

statement fraud yang menyesatkan secara material. Berdasarkan uraian tersebut,

dapat disimpulkan bahwa adanya agency problem antara pemilik (principal) dan

manajemen (agent) dapat menyebabkan terjadinya financial statement fraud yang

menyesatkan dan merugikan.

Page 5: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

21

2.1.2 Fraud

2.1.2.1 Definisi Fraud

Fraud adalah tindakan melawan hukum, penipuan berencana dan bermakna

ketidakjujuran. Fraud dapat terdiri dari berbagai bentuk kejahatan atau tindak

pidana kerah putih (white collar crime) antara lain pencurian, penggelapan asset,

penggelapan informasi, penggelapan kewajiban, penghilangan atau

penyembunyian fakta, rekayasa fakta termasuk korupsi (Razaee,2002).

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) merupakan organisasi

anti-fraud terbesar di dunia dan sebagai penyedia utama pendidikan dan pelatihan

anti-fraud. ACFE mendefinisikan kecurangan (fraud) sebagai tindakan penipuan

atau kekeliruan yang dibuat oleh seseorang atau badan yang mengetahui bahwa

kekeliruan tersebut dapat mengakibatkan beberapa manfaat yang tidak baik

kepada individu atau entitas atau pihak lain (Ernst & Young LLP, 2009).

Menurut Merriam Webster’s Dictionary of Law (1996) seperti yang dikutip

dalam Viton (2003); Daniel (2013), definisi fraud adalah:

any act, expression, omission, or concealment calculated to deceive another

to his or her disadvantage, specifically, a misrepresentation or concealment

with reference to some fact material to a transaction that is made with

knowledge of it is falsity or in reckless disregard of it is truth or falsity and

woth the intent to deceive another and that is reasonably relied on by the

other who is injured thereby

Sedangkan menurut, Tampubolon (2005) berpendapat, fraud tidak selalu

sama dengan tindak kriminal. Tindak kriminal didefinisikan sebagai an

intentional at that violates the criminal law under which no legal excuse applies

sementara itu fraud didefinisikan sebagai any behavior by which one person gains

Page 6: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

22

or intened to gain a dishonest advantage over another. Tindakan fraud dapat

dikatakan sebagai criminal apabila niat atau perbuatan untuk mendapatkan

keuntungan yang tidak jujur tersebut juga sekaligus melanggar ketentuan hukum

misalnya korupsi atau penggelapan pajak. Fraud yang bukan criminal masuk

kategori risiko operasional sedangkan fraud yang sekaligus tindak kriminal masuk

kategori risiko illegal.

Ada pula yang mendefinisikan fraud sebagai tindakan dengan sengaja

menggunakan sumber daya perusahaan dan menyajikan fakta untuk keuntungan

pribadi. Dalam bahasa yang lebih sederhana, fraud adalah penipuan yang

disengaja. Tindakan fraud adalah pembohongan, penipuan, penggelapan, dan

pencurian. Penggelapan disini adalah mengubah asset/kekayaan perusahaan yang

dipercayakan kepadanya secara tidak wajar untuk kepentingan dirinya. Dengan

demikian, perbuatan yang dilakukannya adalah untuk menyembunyikan, menutupi

atau dengan cara tidak jujur lainnya melibatkan atau meniadakan suatu perbuatan

atau membuat pernyataan yang salah dengan tujuan untuk mendapatkan

keuntungan pribadi dibidang keuangan atau keuntungan lainnya atau meniadakan

suatu kewajiban bagi dirinya dan mengabaikan hak orang lain.

Suatu gejala dari penipuan adalah merupakan adanya sinyal atas

kecurangan. Namun, adanya gejala dari penggelapan tersebut tidak berarti bahwa

penipuan ada (Hassink, 2010). Keberadaan terhadap terjadinya kecurangan adalah

suatu panggilan untuk melakukan penyelidikan. Pernyataan Standar Auditing

Internasional (ISAs) harus diikuti ketika diduga adanya suatu penipuan. Ada

beberapa gejala umum yang menyadarkan seorang auditor dalam setiap situasi di

Page 7: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

23

mana penipuan mungkin saja terjadi (Laksmana, 2009):

1. Tidak adanya keseimbangan antara rekening kontrol terhadap akun-akun

terkait.

2. Melakukan pencatatan terhadap tagihan piutang usaha sebagai piutang dan

mencuri uang tunai yang diterima dan pada melakukan penghapusan tagihan

piutang rekening

3. Perbedaan pencatatan yang dilaporkan oleh pelanggan.

4. Adanya kolusi antara pembeli dan penjual untuk memproses pengembalian

uang dan barang untuk tidak dikembalikan

5. Kurangnya tanggapan permintaan atas konfirmasi yang diterima

6. Penagihan barang dagangan yang dicuri dimasukkan ke rekening fiktif.

7. Setiap transaksi tidak memiliki dokumentasi yang tepat.

8. Memanipulasi catatan penggajian untuk mengalihkan upah, pajak atas gaji,

atau gaji.

9. Transaksi yang mencurigakan akhir tahun.

10. Kelebihan jam kerja (lembur) yang tidak sah

11. Transaksi dicatat tanpa izin dari manajemen.

12. Kelebihan atas akun rekening pengeluaran atau mengalihkan uang muka

tersebut kepada kepentingan pribadi.

13. Kegagalan untuk memperbaiki kelemahan yang serius di dalam pengendalian

internal.

14. Kurang pembagian dividen kepada investor dari yang seharusnya serta

mengalihkan untuk kepentingan pribadi.

Page 8: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

24

15. Pencatatan pada rekening pengeluran tidak sesuai dengan posisi pada akun

karena kurangnya pengawasan

16. Pembayar tagihan palsu diperoleh melalui kolusi dengan pemasok.

17. Balasan tidak jelas atau menghindar untuk melakukan pemeriksaan

18. Tugas yang diberikan kepada karyawan tidak sesuai deskripsi pekerjaan.

Sementara pengertian fraud dalam definisi tersebut adalah (BPK, 2012.):

a) Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan

yang disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi

orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya,

biasanya merupakan kesalahan namun dalam beberapa kasus (khususnya

dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu kejahatan.

b) Penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara ceroboh/tanpa

perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat pada

mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat. Suatu

kerugian timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau penyajian yang

salah (salah pernyataan), penyembunyian fakta material atau penyajian yang

ceroboh/tanpa perhitungan yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau

bertindak yang merugikannya.

c) Suatu kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau

penyajian yang salah, penyembunyian fakta material atau penyajian yang

ceroboh/tanpa perhitungan yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau

bertindak yang merugikannya.

Dari beberapa definisi atau pengertian fraud (kecurangan) di atas, maka

Page 9: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

25

dapat diketahui bahwa pengertian fraud sangat luas dan dapat dilihat pada

beberapa kategori kecurangan. Menurut BPK RI (2008) secara umum, unsur-

unsur dari kecurangan adalah:

1. Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation);

2. Dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present);

3. Fakta bersifat material (material fact);

4. Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or

ecklessly);

5. Dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi;

6. Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut

7. Yang merugikannya (detriment).

2.1.2.2 Jenis-Jenis Fraud

Menurut Albrecth (dikutip oleh Nguyen, 2008 dalam Daniel 2013), fraud

diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu:

1. Embezzlement employee atau occupational fraud

Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh bawahan kepada atasan. Jenis

fraud ini dilakukan bawahan dengan melakukan kecurangan pada atasannya

secara langsung maupun tidak langsung.

2. Management fraud

Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh manajemen puncak kepada

pemegang saham, kreditor dan pihak lain yang mengandalkan laporan

keuangan. Jenis fraud ini dilakukan manajemen puncak dengan cara

menyediakan penyajian yang keliru, biasanya pada informasi keuangan.

Page 10: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

26

3. Invesment scams

Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh individu/perorangan kepada

investor. Jenis fraud ini dilakukan individu dengan mengelabui atau menipu

investor dengan cara menanamkan uangnya dalam investasi yang salah.

4. Vendor fraud

Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh organisasi atau perorangan yang

menjual barang atau jasa kepada organisasi atau perusahaan yang menjual

barang atau jasa. Jenis fraud ini dilakukan organisasi dengan memasang harga

terlalu tinggi untuk barang dan jasa atau tidak adanya pengiriman barang

meskipun pembayaran telah dilakukan.

5. Customer fraud

Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh pelanggan kepada organisasi atau

perusahaan yang menjual barang atau jasa. Jenis fraud ini dilakukan pelanggan

dengan cara membohongi penjual dengan memberikan kepada pelanggan yang

tidak seharusnya atau menuduh penjual memberikan lebih sedikit dari yang

seharusnya.

Sedangkan menurut the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)

dalam Albretch (dikutip oleh Nguyen, 2008), fraud diklasifikasikan menjadi 5

(lima) jenis.

Page 11: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

27

Tabel 2.1

Jenis – Jenis Fraud

Jenis Fraud Korban Pelaku Penjelasan

Embezzlement

employee atau

occupational fraud

Karyawan Atasan Atasan baik secara

langsung maupun

tidak langsung

melakukan

kecurangan pada

karyawannya.

Management fraud Pemegang

saham, pemberi

pinjaman dan

pihak lain yang

mengandalkan

laporan keuangan

Manajemen

puncak

Manajemen puncak

menyediakan

penyajian yang keliru,

biasanya pada

informasi keuangan.

Investment scams Individu Perorangan Individu yang menipu

investor menanamkan

uangnya dalam

investasi yang salah.

Vendor fraud Organisasi atau

perusahaan yang

membeli barang

atau jasa

Organisasi atau

perorangan yang

menjual barang

atau jasa

Organisasi yang

memasang harga

terlalu tinggi untuk

barang dan jasa atau

tidak adanya

pengiriman barang

walaupun pembayaran

telah dilakukan.

Customer fraud Organisasi atau

perusahaan

yang menjual

barang atau jasa

Pelanggan Organisasi yang

membohongi

penjual dengan

memberikan

kepada pelanggan

yang tidak

seharusnya atau

menuduh penjual

memberikan lebih

sedikit dari yang

seharusnya

Page 12: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

28

2..2 Fraud Tree

Secara skematis, Association Of Certified Fraud Examiner (ACFE)

menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini

menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam bentuk skema hubungan kerja,

beserta ranting dan anak rantingnya. Occupational tree ini mempunya tiga

cabang utama, yaitu Corruption, Asset Missappropriation dan Fraudulent

Statements

Page 13: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

29

The Association Certified Fraud Examiners membagi Fraud (Kecurangan)

dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan perbuatan. Association of Certified

Fraud Examiners (ACFE) menggambarkan occupational fraud dalam bentuk

fraud tree. Pohon ini menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam bentuk

Page 14: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

30

skema hubungan kerja, beserta ranting dan anak rantingnya. Occupational tree ini

mempunyai tiga cabang utama, yaitu:

1. Penyimpangan atas aset (Asset Misappropriation)

Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta

perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah

dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined

value). Ada beberapa teknik yang bisa digunakan untuk mendeteksi

penyimpangan atas aset. Namun, pemahaman yang baik mengenai

pengendalian internal dalam pos-pos adalah teknik terbaik untuk mendeteksi

kecurangan tipe ini.

2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement)

Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau

eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi

keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial

engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh

keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.

3. Korupsi (Corruption)

Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama

dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, dimana hal ini merupakan jenis

yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan

hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik

sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali

tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati

Page 15: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

31

keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah

penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest),

penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities) dan

pemerasan secara ekonomi (economic extortion).

2.3. Teori Fraud Triangle

Teori yang mendasar pada penelitian ini adalah fraud triangle theory.

Konsep segitiga kecurangan pertama kali diperkenalkan oleh Cressey (1953).

Melalui serangkaian wawancara dengan 113 orang yang telah di hukum karena

melakukan penggelapan uang perusahaan yang disebutnya “trust violators” atau

“pelanggar kepercayaan”, Cressey (1953) dalam Gagola (2011) menyiimpulkan

bahwa :

Orang yang dipercaya menjadi pelanggar kepercayaan ketika ia melihat

dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai masalah keuangan yang

tidak dapat diceritakannya kepada orang lain, sadar bahwa masalah ini

secara diam-diam dapat diatasinya dengan menyalahgunakan

kewenangannya sebagai pemegang kepercayaan di bidang keuangan dan

tindak-tanduk sehari-hari memungkinkannya menyesuaikan pandangan

mengenai dirinya sebagai seseorang yang biasa dipercaya dalam

menggunakan dan atau kekayaan yang dipercayakan.

Ilustrasi faktor risiko kecurangan dari standar kecurangan yang ada (yakni

SAS 99, ISA 240, TSAS 43) serta oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)

dalam Pernyataan Standar AKuntansi No. 70 didasarkan pada teori segitiga

kecurangan yang dicetuskan oleh D.R Cressey pada tahun 1953 dalam Lou and

Wang (2009), Cressey menyimpulkan terdapat kondisi yang selalu hadir dalam

kegiatan kecurangan perusahaan yakni tekanan/motif, kesempatan dan

rasionalisasi.

Page 16: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

32

Konsep dari fraud triangle diperkenalkan dalam literatur profesional pada

SAS no. 99, Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit, Cressey

(1953) dalam Skousen e. al. (2009) menyimpulkan bahwa kecurangan secara

umum mempunyai tiga sifat umum. Fraud triangle terdiri dari tiga kondisi yang

umumnya hadir pada saat fraud terjadi, yaitu: pressure, opportunity dan

rationalization (Turner et al., 2003).

1. Pressure (Tekanan), yaitu adanya insentif/tekanan/kebutuhan untuk

melakukan fraud. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya

hidup, tuntutan ekonomi dan lain-lain termasuk hal keuangan dan non

keuangan juga dapat mendorong seseorang untuk melakukan fraud,

misalnya tindakan untuk menutupi kinerja yang buruk karena tuntutan

pekerjaan untuk mendapatkna hasil yang baik.

2. Opportunity (Peluang), yaitu situasi yang membuka kesempatan untuk

memungkinkan suatu kecurangan terjadi. Para pelaku fraud percaya bahwa

aktivitas mereka tidak akan terdeteksi. Peluang dapat terjadi karena

pengendalian internal yang lemah, manajemen pengawasan yang kurang baik

dan atau melalui penggunaan posisi. Kegagalan untuk menetapkan prosedur

yang memadai untuk mendeteksi aktivitas fraud juga meningkatkan

kesempatan terjadinya kecurangan. Dari tiga elemen dalam fraud triangle,

kesempatan memiliki kontrol yang paling atas. Organisasi perlu untuk

membangun sebuah proses, prosedur dan kontrol membuat karyawan dalam

posisi tidak dapat melakukan fraud dan yang efektif dapat mendeteksi

aktivitas kecurangan jika hal itu terjadi.

Page 17: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

33

3. Rationalization (Rasionalisasi), yaitu adanya sikap, karakter atau serangkaian

nilai-nilai etis yang membolehkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan

tindakan kecurangan atau orang-orang yang berada dalam lingkungan yang

cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud. Bagi

mereka yang umumnya tidak jujur mungkin lebih mudah untuk

merasionalisasi penipuan. Bagi mereka dengan standar moral yang lebih

tinggi itu mungkin tidak begitu mudah. Pelaku fraud selalu mencari

pembenaran secara rasional untuk membenarkan perbuatannya.

Berikut disajikan ringkasan kategori, definisi dan contoh fraud risk factor

berdasarkan fraud triangle theory cressey dalam Skousen et.al (2009) dan

berkaitan dengan financial statement fraud.

Tabel 2.2

Kategori, Definisi, dan contoh Fraud Risk Factor dalam SAS 99 berkaitan

dengan Financial Statement Fraud

Fraud Risk

Factor

Kategori menurut

SAS No. 99

Definisi dan Contoh Faktor Resiko

Financial Stability Keadaan yang menggambarkan

kondisi keuangan perusahaan dalam

kondisi stabil. Contoh faktor resiko:

perusahaan mungkin memanipulasi

laba ketika stabilitas keuangan atau

profitabilitasnya terancam oleh kondisi

ekonomi

External Pressure Tekanan yang berlebihan bagi

manajemen untuk memenuhi

persyaratan atau harapan dari pihak

ketiga. Contoh faktor resiko: ketika

perusahaan menghadapi adanya tren

tingkat ekspektasi para analisis

investasi, tekanan untuk memberikan

kinerja terbaik bagi investor dan

kreditor yang signifikan bagi

perusahaan atau pihak eksternal

Page 18: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

34

Pressure

lainnya.

Personal Financial

Need

Suatu keadaan dimana keuangan

perusahaan turut dipengaruhi oleh

kondisi keuangan para eksekutif

perusahaan. Contoh faktor resiko:

kepentingan keuangan oleh

manajemen yang signifikan dalam

entitas, manajemen memiliki bagian

kompensasi yang signifikan yang

bergantung pada pencapaian target

yang agresif untuk harga saham, hasil

operasi, posisi keuangan, atau arus kas

manajemen menjaminkan harta pribadi

untuk utang entitas

Financial Targets Tekanan berlebihan pada manajemen

untuk mencapai target keuangan yang

dipatok oleh direksi atau manajemen.

Contoh faktor resiko: perusahaan

mungkin memanipulasi laba untuk

memenuhi prakiraan atau tolok ukur

para analis seperti laba tahun

sebelumnya.

Opportunity

Nature of Industry Berkaitan dengan munculnya risiko

bagi perusahaan yang berkecimpung

dalam industry yang melibatkan

estimasi dan pertimbangan yang

signifikan jauh lebih besar. Contoh

faktor risiko: penilaian persediaan

mengandung risiko salah saji yang

lebih besar bagi perusahaan yang

persediaannya tersebar di banyak

lokasi. Risiko salah saji persediaan ini

semakin meningkat jika persediaan itu

menjadi usang.

Ineffective

Monitoring

Keadaan dimana perusahaan tidak

memiliki unit pengawas yang efektif

memantau kinerja perusahaan. Contoh

faktor resiko: adanya dominasi

manajemen oleh satu orang atau

kelompok kecil tanpa control

kompensasi tidak efektifnya

pengawasan dewan direksi dan komite

audit atas proses pelaporan keuangan

dan pengendalian internal dan

sejenisnya

Page 19: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

35

Organizational

structure

Struktur organisasi yang kompleks dan

tidak stabil. Contoh faktor risiko:

struktur organisasi yang terlalu

kompleks, perputaran personil

perusahaan seperti senior manajer atau

direksi yang tinggi

Rationalization Rationalization Sikap/rasionalisasi anggota dewan,

manajemen atau karyawan yang

memungkinkan mereka untuk terlibat

dalam dan/atau membenarkan

kecurangan pelaporan keuangan.

Contoh faktor resiko: jika CEO atau

manajer puncak lainnya sangat tidak

peduli pada proses pelaporan

keuangan, seperti terus mengeluarkan

prakiraan yang terlalu optimistik,

pelaporan keuangan yang curang lebih

mungkin terjadi.

2.4.. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)

2.4.1. Definisi Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)

Definisi financial statement fraud menurut Association Of Certified Fraud

Examiners (ACFE) dalam Rezae (2002) dikutip oleh Rahmanti (2013):

The intentional, delibate, misstatement or omission of material facts or

accounting data which is misleading and when considered with all the

information made available would case the reader to change or alter his or

her judgement or decision.

Definisi financial statement fraud menurut American Institute Certified

Public Accountant (2002) dalam adalah tindakan yang disengaja atau kelalaian

yang berakibat pada salah saji material yang menyesatkan laporan keuangan.

Selain itu, menurut Australian Auditing Standards (AAS), financial statement

fraud merupakan suatu kelalaian maupun salah saji yang disengaja dalam jumlah

tertentu atau pengungkapan dalam pelaporan keuangan untuk menipu para

Page 20: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

36

pengguna laporan keuangan (Brennan dan McGrath, 2007) dalam Norbarani

(2012).

Elliott and Willingham (dalam Intal dan Do, 2002), mendefinisikan

financial statement fraud dari sudut pandang yang berbeda. Menurutnya,

financial statement fraud merupakan suatu management fraud yaitu, “the

deliberate fraud committed by management that injures investors and creditors

through materially misleading”. Dengan demikian, istilah management fraud

dan financial statement fraud sering digunakan secara bergantian, namun

secara umum fraud adalah tindakan yang disengaja untuk merugikan pihak lain.

Laporan keuangan palsu dapat digunakan untuk pembenaran dalam menjual

saham, memperoleh pinjaman atau kredit perdagangan dan/atau memperbaiki

kompensasi agerial manusia dan bonus.

Kecurangan laporan keuangan menimbulkan dampak yang besar, yaitu

menciptakan masalah-masalah seperti berikut ini :

1. Merongrong kualitas dan integritas dari proses pelaporan keuangan

2. Membahayakan integritas dan objektivitas profesi audit, khususnya auditor

dan audit perusahaan

3. Mengurangi kepercayaan pasar modal, serta pelaku pasar dalam keandalan

informasi keuangan

4. Membuat pasar modal kurang efisien

5. Keburukan yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi bangsa dan

kemakmuran

6. Mungkin hasilnya mengakibatkan biaya litigasi besar

Page 21: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

37

7. Menghancurkan karir para individu yang terlibat dalam penipuan laporan

keuangan seperti sebagai eksekutif puncak dilarang menjabat sebagai dewan

direksi dari setiap publik perusahaan atau auditor yang dilarang dari praktik

akuntansi publik.

8. Penyebab kebangkrutan atau kerugian ekonomi yang besar oleh perusahaan

yang bergerak pada kecurangan pelaporan keuangan

9. Mendorong intervensi regulasi berlebihan

10. Penyebab kebangkrutan perusakan dalam operasi normal dan dugaan kinerja

perusahaan.

Untuk mencegah dampak-dampak yang ditimbulkan akibat adanya

kecurangan laporan keuangan diperlukan suatu teknik untuk mendeteksi adanya

kecurangan laporan keuangan. Pada dasarnya, kecurangan laporan keuangan

dapat di deteksi dengan cara :

1. Analisis vertikal

Analisis vertikal adalah sebuah teknik analisis yang menghubungkan Antara

komponen-komponen laporan keuangan seperti neraca, laporan laba-rugi dan

laporan arus kas yang disajikan dalam presentase. Sebagai contoh, dalam

neraca telah terjadi kenaikan hutang dagang terhadap total hutangnya, yaitu

dari 28% menjadi 50% namun disisi lain, terjadi penurunan persentase biaya

penjualan dari 25% menjadi 22%. Informasi semacam ini dapat digunakan

sebagai dasar pemeriksaan laporan keuangan karena mengindikasikan adanya

kecurangan.

Page 22: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

38

2. Analisis Horizontal

Analisis horizontal adalah sebuah teknik untuk menganalisis perubahan-

perubahan setiap komponen dalam laporan keuangan selama beberapa periode

pelaporan. Sebagai contoh, terdapat informasi bahwa penjualan meningkat

menjadi 85% dan harga pokok penjualannya juga mengalami kenaikan menjadi

150%. Dengan asumsi tidak ada perubahan unsur-unsur dalam penjualan maupun

pembelian, temuan ini dapat menimbulkan sangkaan bahwa telah terjadi

penggelapan, pembelian fiktif atau transaksi illegal lainnya.

3. Analisis Rasio

Analisis rasio merupakan teknik untuk mengukur hubungan Antara nilai item-

item dalam laporan keuangan. Sebagai contoh current ratio, adanya pencurian

kas atau penggelapan uang dapat menurunkan angka rasio.

2.4.2. Pelaku kecurangan laporan keuangan (Financial Statement Fraud)

Kerungan laporan keuangan (financial statement fraud) dilakukan oleh siapa

saja pada level apapun, siapapun yang memiliki kesempatan (Nguyen, 2008).

Menurut, Taylor (2004) dalam Nguyen (2008), terdapat dua kelompok utama

pelaku kecurangan dalam laporan keuangan (financial statement fraud). Urutan

keterlibatan pelaku dijelaskan sebagai berikut:

1. Senior manajemen (CEO, CFO dan lain-lain). CEO terlibat fraud pada tingkat

72%, sedangkan CFO pada tingkat 43%

2. Karyawan tingkat menengah dan tingkat rendah. Karyawan ini bertanggung

jawab pada anak perusahaan, divisi atau unit lain dan mereka dapat melakukan

kecurangan pada laporan keuangan untuk melindungi kinerja mereka yang

Page 23: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

39

buruk atau untuk mendapatkan bonus berdasarkan hasil kerja yang lebih

tinggi. (Welss, 2005)

Pelaporan keuangan yang mengandung unsur kecurangan dapat

mengakibatkan turunnya integritas informasi keuangan dan dapat mempengaruhi

berbagai pihak. Selain investor dan kreditor, auditor adalah salah satu korban

financial statement fraud karena mereka mungkin menderita kerugian keuangan

dan/atau kehilangan reputasi (Rezaee, 2002). Oleh karenanya, auditor harus

memahami cara-cara yang ditempuh pihak tertentu dalam melakukan praktik

financial statement fraud. Menurut SAS No.99, financial statement fraud dapat

dilakukan dengan:

1. Fraudulent financial reporting. Definisi dari salah saji yang disengaja atau

kelalaian dalam jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang

didesain untuk merugikan pengguna laporan keuangan.

2. Misappropriation of assets. Penyalahgunaan asset dapat dilakukan dalam

beberapa cara (termasuk menggelapkan penerimaan, mencuri asset berwujud

dan asset tidak berwujud atau menyebabkan organisasi membayar untuk

barang dan jasa yang tidak diterima). Kwok (dikutip oleh Nguyen, 2008 dalam

Norbarani, 2012) menyatakan bahwa penyalahgunaan asset seringkali disertai

dengan pencatatan palsu dalam menyembunyikan fakta bahwa asset yang

hilang tidak langsung menyebabkan penyimpangan akuntansi dalam laporan

keuangan.

Menurut, The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau

Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat kecurangan laporan keuangan dapat

Page 24: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

40

didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk

salah saji material laporan keuangan yang merugikan investor dan kreditor.

Kecurangan laporan keuangan didefinisikan oleh AICPA sebagai hal yang

disengaja, salah saji atau penghilangan fakta-fakta material atau data akuntansi

yang menyesatkan dan bila dianggap dengan semua informasi yang telah dibuat

akan menyebabkan pembaca mengubah penilaian atau keputusannya. Kecurangan

ini dapat bersifat finansial atau kecurangan non finansial. Meliputi, tindakan yang

dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan untuk menutupi kondisi

keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial

engineering) dalam penyajian laporan keuangan untuk memperoleh keuntungan

atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.

Gravitt (2006) dalam Kurniawati (2012) mengatakan bahwa kecurangan

pada laporan keuangan melibatkan skema berikut:

1. Pemalsuan, perubahan, atau manipulasi catatan keuangan yang material,

dokumen pendukung atau transaksi bisnis;

2. Kelalaian yang disengaja atau misrepresentasi peristiwa, transaksi, rekening

atau informasi penting lainnya dari laporan keuangan yang disusun;

3. Kesalahan yang disengaja pada penggunaan prinsip akuntansi, kebijakan dan

prosedur yang digunakan untuk mengukur, pengakuan, laporan dan

mengungkapkan peristiwa ekonomi dan transaksi bisnis;

4. Kelalaian yang disengaja pada pengungkapan atau penyajian pengungkapan

yang tidak memadai berdasarkan prinsip akuntansi dan kebijakan dan nilai

keuangan yang terkait.

Page 25: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

41

2.5. Manajemen Laba (Earning Management).

Earnings management telah dijelaskan secara berbeda oleh para akademisi,

peneliti, praktisi dan badan lain yang terotorisasi (Rezaee, 2002). Schipper (1997)

dalam Rezaee (2002) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi

terhadap proses pelaporan keuangan eksternal untuk memperoleh beberapa

keuntungan pribadi. Earnings management seringkali dilakukan atas intervensi

manajemen. Pernyataan itu sejalan dengan Healy and Wahlen (1999) yang

menyatakan bahwa earnings management terjadi ketika manajer menggunakan

judgment dalam pelaporan keuangan dan melakukan manipulasi transaksi untuk

mengubah laporan keuangan, baik untuk menyesatkan beberapa stakeholders

tentang kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi kontrak yang bergantung

pada angka-angka dalam laporan keuangan.

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) memberikan fleksibilitas bagi

manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dalam penyusunan laporan

keuangan. Fleksibilitas inilah yang terkadang dimanfaatkan oleh manajemen

untuk memilih kebijakan yang dapat menguntungkannya. Scott (2000)

menyatakan bahwa manajemen laba adalah cara yang digunakan oleh manajer

untuk mempengaruhi angka laba secara sistematis dengan cara memilih kebijakan

akuntansi dan prosedur akuntansi tertentu yang bertujuan untuk memaksimumkan

keuntungan manajer dan atau nilai pasar dari perusahaan.

Dasar akrual telah disepakati sebagai dasar penyusunan laporan keuangan

(Wibisono, 2004). Pemilihan basis akrual sebagai dasar penyusunan laporan

keuangan bertujuan untuk menjadikan laporan keuangan lebih informatif yaitu

Page 26: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

42

laporan keuangan yang mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Chaerul (2003)

meyatakan bahwa dalam mengaplikasikan kebijakan akrual digunakan accrual,

defferal dan prosedur alokasi yang bertujuan untuk menyesuaikan beban dan

pendapatan dengan periodenya bukan mengaitkan beban dan pendapatan

berdasarkan atas pengeluaran dan penerimaan kas (cash basis) (Ujiyantho dan

Pramuka, 2007). Oleh karena itu, kebijakan accrual dalam mengaplikasikan

standar akuntansi ini dapat digunakan untuk melakukan manajemen laba.

Tindakan earnings management merupakan cikal bakal terjadinya suatu

skandal akuntansi. Cornett et al. (dikutip oleh Ujiyantho dan Pramuka 2007)

dalam Norbani (2012) menyatakan bahwa tindakan earnings management telah

memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas

diketahui, antara lain Enron, Merck, World Com dan mayoritas perusahaan lain

di Amerika Serikat. Gideon (2005) juga menyatakan bahwa beberapa kasus

yang terjadi di Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga

melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi

adanya manipulasi laba.

Melihat beberapa contoh tersebut, sangat relevan bila dikatakan bahwa

earning management merupakan bagian dari fraud. Financial statement fraud

seringkali diawali dengan salah saji atau manajemen laba dari laporan keuangan

kartal yang dianggap tidak material tetapi akhirnya tumbuh menjadi fraud secara

besar-besaran dan menghasilkan laporan keuangan tahunan yang menyesatkan

secara material (Rezae, 2002). Perilaku manipulasi yang dilakukan manajemen ini

termasuk dalam financial statement fraud. Tindakan manipulasi laba untuk

Page 27: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

43

memperoleh outlook perusahaan yang baik dilakukan oleh manajemen

perusahaan. Dalam hubungannya dengan kinerja, laporan keuangan sering

dijadikan dasar untuk penilaian kinerja perusahaan. Oleh sebab itu, manajemen

akan memilih metode tertentu untuk memperoleh laba sesuai dengan target yang

ditentukan. Tindakan manipulasi laba oleh manajemen ini dapat digolongkan

sebagai fraud pada laporan keuangan.

Berbagai fakta dan teori yang telah diuraikan di atas mengindikasikan

bahwa terdapat hubungan erat antara earnings management dan financial

statement fraud. Pernyataan tersebut diperkuat kembali oleh Rezaee (2002) yang

menyatakan bahwa:

Suatu financial statement fraud sering diawali dengan salah saji

atau manajemen laba dari laporan keuangan kuartal yang dianggap tidak

material tetapi akhirnya berkembang menjadi fraud secara besar-besaran

dan menghasilkan laporan keuangan tahunan yang menyesatkan secara

material.

Earning management juga tidak dapat secara langsung dapat diamati.

Sehingga dibutuhkan suatu proksi untuk dapat mengindikasi terjadinya

manajemen laba. Beberapa penelitian, discreationary accruals digunakan sebagai

proksi untuk earning management. Penggunaan discretionary accruals digunakan

sebagai proksi manajemen laba dihitung dengan menggunakan Modified Jones

Model Dechow et.al (dikutip oleh Ujiyantho dan Pramuka, 2007 ; Molida, 2011)

Berdasarkan uraian di atas, sangat relevan bila penelitian untuk mendeteksi

financial statement fraud diproksikan dengan earnings management yang

dilakukan perusahaan karena keduanya memiliki hubungan kausalitas.

Page 28: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

44

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang membahas tentang fraud telah banyak dilakukan. Tak jarang

pula penelitian-penelitian mengenai fraud yang dihubungkan dengan cara

pendeteksiannya dan prediksi perusahaan yang melakukan fraud. Berikut ini

adalah beberapa contoh penelitian yang berkaitan dengan fraud.

Turner et.al (2003) menguji dampak dari fraud triangle terhadap proses

audit. Turner et.al (2003) mengembangkan jaringan bukti yang memiliki dua sub

jaringan. Pertama, untuk menangkap resiko dan bukti hubungan untuk audit

laporan keuangan konvensional. Kedua, untuk menangkap hubungan resiko dan

bukti untuk penilaian resiko kecurangan. Jaringan ini menggunakan pendekatan

belief function untuk mengekspresikan ketidakpastian yang terlibat dalam bukti

audit laporan keuangan. Hasil analisis pada penelitian ini mendukung konsep

fraud triangle bahwa dalam tiga komponen dan hubungan antar komponen

terbukti memiliki dampak yang besar pada resiko audit.

Skousen et.al (2009) melakukan penelitian secara empiris yang mengkaji

efektivitas teori Cressey (1953) mengenai kerangka faktor resiko kecurangan yang

diterapkan dalam SAS No.99 untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan.

Menurut teori Cressey, pressure, opportunity dan rationalization selalu hadir

dalam situasi fraud. Skousen et.al mengembangkan variabel yang berfungsi

sebagai ukuran proksi untuk tekanan, kesempatan dan rasionalisasi dan menguji

variabel-variabel ini menggunakan informasi umum yang tersedira. Skousen et.al

(2009) mengidentifikasi lima proksi tekanan dan dua proksi kesempatan yang

secara signifikan berhubungan dengan kecurangan. Skousen et.al (2009) juga

Page 29: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

45

menemukan bahwa pertumbuhan asset yang cepat, peningkatan kebutuhan uang

tunai dan pembiayaan eksternal yang secara positif berkaitan dengan

kemungkinan terjadinya fraud. Kepemilikan saham eksternal dan internal serta

kontrol dewan direksi juga terkait dengan peningkatan insiden kecurangan pada

laporan keuangan. Ekspansi jumlah anggota independen di komite audit,

bagaimanapun juga berhubungan negatif dengan terjadinya kecurangan.

Pengunjian lebih lanjut menunjukkan bahwa variabel yang signifikan jgua efektif

memprediksi kelompok perusahaan yang mengalami fraud dan kelompok

perusahaan yang tidak mengalami fraud.

Dari penelitian-penelitian diatas ditemukan bahwa fraud triangle sebagian

besar digunakan untuk mendeteksi adanya kecurangan pada laporan keuangan.

Beberapa penelitian diatas juga membahas faktor-faktor yang menjadi penyebab

adanya fraud. Baik faktor internal maupun faktor eksternal perusahaan nyatanya

mempengaruhi terjadinya kecurangan pada laporan keuangan. Penelitian

mengenai kecurangan pada laporan keuangan menggunakan analisis fraud

triangle masih sedikit dilakukan khususnya di Indonesia. Oleh karena itu,

penelitian ini mencoba melakukan pengaruh financial stability, personal financial

need, dan ineffective monitoring terhadap financial statement fraud untuk

mendeteksi terjadinya kecurangan laporan keuangan perusahaan perbankan

menggunakan proksi perubahan total asset, kepemilikan saham dan jumlah komite

audit.

Page 30: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

46

Tabel 2.3

Ringkasa Penelitian Terdahulu

No Peneliti dan

Judul Penelitian

Metode Penelitian Hasil Penelitian

1. Spathis (2002) Judul: Detecting

False Financial

Statements Using

Published Data:

Some Evidence

from Greece

1. Menggunakan sampel 76 perusahaan yang terdiri dari 38 perusahaan dengan FFS dan 38 perusahaan non-FFS.

2. Memilih sepuluh

variabel keuangan

yang berpotensi

dapat digunakan

untuk

memprediksi

FFS.

3. Menggunakan

statistic univariate

dan multivariate

seperti regresi

logistic.

Membuktikan bahwa model penelitian terbukti akurat dalam mengklasifikasikan total sampel dengan tingkat akurasi melebihi 84 persen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model berfungsi efektif.

2. Lou dan Wang (2009) Judul: Fraud Risk Factor Of The Fraud Triangle Assessing The Likelihood Of Fraudulent Financial Reporting Fraud: The Effectiveness of The Fraud Triangle and SAS No. 99

1. Mengembangkan variabel yang berfungsi sebagai ukuran proksi untuk tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi dan mengujinya.

2. Mengidentifikasi lima proksi tekanan dan dua proksi kesempatan yang secara signifikan berhubungan dengan kecurangan

Menemukan bahwa: 1. Pertumbuhan aset yang

cepat, peningkatan kebutuhan uang tunai, dan pembiayaan eksternal yang secara positif berkaitan dengan kemungkinan terjadinya fraud.

2. Kepemilikan saham

eksternal dan internal

serta kontrol dewan

direksi juga terkait

dengan peningkatan

financial statement

fraud. 3. Ekspansi jumlah anggota

independen di komite audit berhubungan negatif dengan terjadinya kecurangan.

3. Lou dan Wang (2009)

Judul: Fraud Risk

Factor Of The

Fraud Triangle

Assessing The

Likelihood Of

Menggunakan sebuah model

logistik sederhana

berdasarkan contoh faktor

risiko kecurangan ISA

240 dan SAS 99

Mengindikasikan bahwa kecurangan pelaporan berhubungan dengan salah satu kondisi berikut: tekanan keuangan dari suatu perusahaan atau supervisor perusahaan, rasio yang lebih

Page 31: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

47

Fraudulent

Financial

Reporting

tinggi dari transaksi yang kompleks suatu perusahaan, lebih dipertanyakannya integritas manajer sebuah perusahaan, atau penurunan hubungan antara perusahaan dengan auditornya

4. Ema Kurniawati

(2012)

Judul: Analisis

Faktor-Faktor

yang

mempengaruhi

financial statement

fraud dalam

perspektif fraud

triangle

Variabel-variabel dari

fraud triangle yang

digunakan adalah

tekanan/motif yang

diproksi dengan

HIGHGR, LOSS, NCFO,

dan LEVERAGE,

kesempatan yang

diproksi dengan RPT%,

dan rasionalisasi yang

diproksi dengan △ CPA.

Indikasi financial

statement fraud pada

penelitian ini

menggunakan restatement

sebagai variabel

independen

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa

tekanan/motif yang diproksi

dengan HIGHR, LOSS,

NCFO dan LEVERAGE,

kesempatan yang diproksi

dengan RPT% berpengaruh

signifikan terhadap financial

statement fraud dan

rasionalisasi yang diproksi

dengan ∆ CPA tidak

berpengaruh secara

signifkan terhadap financial

statement fraud.

5. Daniel T. H.

Manurung dan

Niki Hadian

(2013)

Judul: Detection

Fraud of Financial

Statement with

Fraud Triangle

Variabel-variabel fraud

triangle yang digunakan

adalah tekanan yang

terdiri dari stabilitas

keuangan (AGROW),

tekanan eksternal (LEV),

target keuangan (ROA),

dan efektivitas

pengawasan (BDOUT)

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa :

1. Stabilitas keuangan yang

diproksikan dengan

tingkat pertumbuhan asset

(AGROW) memiliki

pengaruh positif dengan

kecurangan laporan

keuangan,

2. Target keuangan

diproksikan dengan rasio

profitabilitas (ROA)

memiliki hubungan positif

dengan kecurangan

laporan keuangan,

3. Efektivitas keuangan

diproksikan dengan rasio

dewan komisaris

(BDOUT) memiliki

hubungan negatif dengan

kecurangan laporan

keuangan,

4.Tekanan eksternal

Page 32: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

48

diproksikan dengan rasio

leverage (LEV) memiliki

hubungan positif dengan

kecurangan laporan

keuangan.

2.7. Kerangka Penelitian

Laporan keuangan perusahaan berperan memberikan informasi keuangan

kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan

tersebut. Akan tetapi, menurut Collins et.al (1997) Francis dan SChipper (1999)

relevansi nilai informasi akuntansi semakin turun dari waktu ke waktu (Rahman

dan Oktaviana, 2010). Hal ini dibuktikan dalam lebih dari dua decade ini bahwa

kejadian kecurangan laporan keuangan telah meningkat secara substansial

(Rezae, 2002). Peningkatan tersebut memberikan bukti lebih jauh tentang

kegagalan audit yang membawa akibat serius bagi masyarakat bisnis.

Adanya kecurangan laporan keuangan tersebut, menyebabkan informasi

yang terkandung dalam laporan keuangan suda tidak relevan lagi untuk dijadikan

acuan dalam pengambilan keputusan. Tindak kecurangan tersebut pada akhirnya

akan merugikan pengguna laporan keuangan karena informasi yang terkandung

di dalamnya sangat menyesatkan.

Sesuai dengan tujuan penelitian bahwa pendeteksian adanya fraud penting

dilakukan dalam upaya pencegahan perluasan masalah perusahaan. Hal tersebut

dikarenakan terjadinya fraud menandakan rapuhnya manajemen perusahaan

dalam melakukan pengendalian. Pengendalian internal dan eksternal perusahaan

perlu ditingkatkan dalam upaya mencegah terjadinya fraud. Manajemen

perusahaan perlu melakukan tindakan proaktif untuk mencegah dan

Page 33: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

49

menanggulangi terjadinya fraud demi integritas keuangan, reputasi dan masa

depan organisasi.

Secara umum terdapat tiga kondisi umum yang selalu ada pada saat

terjadinya fraud. Ketiga kondisi tersebut yaitu tekanan (pressure), peluang

(opportunity) dan rasionalisasi (rationalization) yang selanjutnya disebut fraud

triangle seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Faktor-faktor tersebut

tidak dapat secara langsung diteliti sehingga diperlukan variabel proksi agar lebih

mudah diteliti. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Skousen et al.

(2009).

Penelitian ini bertujuan mendeteksi adanya financial statement fraud

sebelum akhirnya berkembang menjadi masalah yang merugikan perusahaan.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada faktor risiko

kecurangan oleh Cresey (1953) yang diadopsi dalam SAS No.99 (Skousen et al.,

2009). Faktor-faktor tersebut tidak dapat secara langsung diteliti sehingga

diperlukan variabel proksi agar lebih mudah diteliti (Skousen et al., 2009).

Penelitian ini menggunakan tiga proksi sebagai variabel independen. Hal

tersebut dikarenakan adanya penyesuaian dengan data laporan keuangan

perusahaan yang tersedia. Meskipun praktek manajemen laba ini sulit dideteksi

pada laporan keuangan, dapat digunakan proksi discretionary accruals model.

Pada penelitian ini earnings management dimasukkan sebagai proksi tambahan

untuk variabel dependen dikarenakan proksi ini terkait erat dengan terjadinya

fraud pada laporan keuangan (Rezaee, 2002). Earnings management dapat

digunakan sebagai indikator telah terjadinya fraud pada laporan keuangan.

Page 34: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

50

Secara singkat, paradigma penelitian yang dapat digambarkan sesuai

kerangka pemikiran di atas adalah sebagai berikut :

Gambar 1.1

Paradigma Penelitian

Fina

Dari definisi sebelumnya, maka hipotesis yang dapat dirumuskan penulis,

yaitu :

H1 : Financial stability berpengaruh positif terhadap financial statement fraud

H2 : Personal financial need berpengaruh positif terhadap financial statement

fraud

H3 : Ineffective monitoring berpengaruh positif terhadap financial statement

fraud

H4 : Financial stability, Personal financial need, dan Ineffective monitoring

berpengaruh positif terhadap financial statement fraud, baik secara simultan

maupun parsial

Financial Stability

(X1)

Ineffective Monitoring

(X3)

Personal Financial Need

(X2) Financial Statement

Fraud

Page 35: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

51

2.8. Pengembangan Hipotesis

2.8.1. Pengaruh Financial Stability Terhadap Financial Statement Fraud

Ketika suatu perusahaan berada dalam kondisi stabil maka nilai

perusahaan akan naik dalam pandangan investor, kreditor, dan publik. Menurut

SAS No. 99, manajer menghadapi tekanan untuk melakukan kecurangan laporan

keuangan ketika stabilitas keuangan dan/atau profitabilitas yang terancam oleh

keadaaan ekonomi, industri atau situasi entitas yang beroperasi (Skousen et

al.,2009). Loebbecke dkk (1989) Bell et al. (1991) menunjukkkan bahwa dalam

kasus dimana perusahaan mengalami pertumbuhan yang berada di bawah rata-

rata industri, manajemen akan memanipulasi laporan keuangan untuk

meningkatkan prospek perusahaan (Skousen et al., 2009).

Perusahaan berusaha untuk meningkatkan outlook perusahaan yang baik

salah satunya dengan memanipulasi informasi kekayaan aset yang dimilikinya.

Bentuk manipulasi pada laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen

berkaitan dengan pertumbuhan aset perusahaan (Skousen et.al. 2009). Oleh

karena itu, rasio perubahan total aset dijadikan proksi pada variabel financial

stability. Semakin tinggi total aset yang dimiliki perusahaan menunjukkan

kekayaan yang dimiliki semakin banyak.

Bentuk manipulasi pada laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen

berkaitan dengan pertumbuhan aset perusahaan (Skousen et al., 2009). Oleh sebab

itu, financial stability diproksi dengan persentase perubahan total aset

(ACHANGE). FASB mendefinisikan asset sebagai manfaat ekonomik masa

mendatang yang cukup pasti atau diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu

Page 36: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

52

entitas akibat transaksi atau kejadian masa lalu (Sijenius, 2008). Total aset

menggambarkan kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan. Total aset meliputi aset

lancar dan aset tidak lancar.

Tingginya aset yang dimiliki perusahaan menjadi daya tarik bagi investor.

Untuk menarik para investor, manajemen perusahaan tentunya berupaya untuk

menyajikan tampilan perusahaan yang meyakinkan bagi investor. Agar dapat

menampilkan pertumbuhan dan performa perusahaan yang meningkat,

manajemen perusahaan kerapa kali melakukan manipulasi pada laporan keuangan.

Oleh sebab itu, adanya perubahan persentase total aset yang tinggi

mengindikasikan terjadinya manipulasi pada laporan keuangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Skousen et al. (2009) membuktikan bahwa

semakin besar rasio perubahan total aset (ACHANGE) suatu perusahaan maka

probabilitas dilakukannya tindak kecurangan pada laporan keuangan perusahaan

tersebut semakin tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan hipotesis penelitian

sebagai berikut:

H1 : Variabel financial stability berpengaruh positif terhadap financial statement

fraud

2.8.2. Pengaruh Personal Financial Need Terhadap Financial Statement

Fraud

Beasley (1996), Committee of Sponsoring Organizations (1999), dan Dunn

(2004) menyatakan bahwa ketika eksekutif memiliki peranan keuangan yang

signifikan kuat dalam suatu perusahaan, personal financial need mereka akan

terancam oleh kinerja keuangan perusahaan (Skousen et al., 2009). Sebagian

Page 37: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

53

saham yang dimiliki oleh eksekutif perusahaan akan mempengaruhi kebijakan

manajemen dalam mengungkapkan kinerja keuangan perusahaan. Oleh karena itu,

variabel personal financial need diproksikan dengan rasio kepemilikan saham

oleh orang dalam.

Kondisi dimana sebagian saham dimiliki oleh manajer, direktur, maupun

komisaris perusahaan, maka secara otomatis akan mempengaruhi kondisi finansial

perusahaan. Kepemilikan sebagian saham oleh orang dalam ini dapat dijadikan

sebagai kontrol dalam pelaporan keuangan (Skousen et al., 2009). Para pemilik

saham pasti akan lebih berhati–hati dalam mengoperasikan perusahaan agar

kondisi keuangan mereka tetap aman. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap

berbagai kebijakan manajerial yang diterapkan dalam perusahaan agar keuangan

mereka tetap aman. Perusahaan dengan komposisi pemilik saham sebagian berasal

dari orang dalam cenderung tidak melakukan fraud.

Saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu

perusahaan, dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva

perusahaan. Adanya konsentrasi kepemilikan perusahaan di Indonesia yang

dikendalikan melalui institusi yang berbadan hukum atau holding company,

menurut Clessen et.al. (2000), mengakibatkan tidak terdapat adanya pemisahan

yang jelas antara kepemilikan dan kontrol pada perusahaan go public. Ketika

sebagian saham dimiliki oleh manajer, direktur, maupun komisaris perusahaan,

maka secara otomatis akan mempengaruhi kondisi finansial perusahaan.

Kepemilikan sebagian saham oleh orang dalam ini dapat dijadikan sebagai kontrol

dalam pelaporan keuangan (Skousen et al., 2009). Manajemen perusahan akan

Page 38: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

54

lebih bertindak hati-hati dalam menyajikan laporan keuangan. Semakin tinggi

persentase kepemilikan saham oleh orang dalam maka praktek fraud dalam

memanipulasi laporan keuangan semakin berkurang.

Penelitian yang dilakukan oleh Skousen et al. (2009) membuktikan bahwa

ketika rasio kepemilikan saham oleh orang dalam (OSHIP) dalam suatu

perusahaan rendah maka probabilitas dilakukannya fraud dalam perusahaan

tersebut tinggi.

H2 : Variabel personal financial need berpengaruh positif terhadap financial

statement fraud

2.8.3. Pengaruh Ineffective Monitoring Terhadap Financial Statement Fraud

Ineffective monitoring merupakan pemantauan yang tidak efektif oleh

perusahaan dikarenakan lemahnya sistem komite audit yang dimiliki perusahaan

(Skousen et al., 2009). Beasly et al. (2000), Beasly (1996), Dechow et al. (1996),

dan Dunn (2004) mengamati bahwa perusahaan yang melakukan fraud memiliki

anggota di luar Board of Director (BOD) yang lebih sedikit jika dibandingkan

dengan perusahaan yang tidak melakukan fraud (Skousen et al., 2009). Skousen

et.al. (2009) menambahkan insiden fraud akan berkurang dengan perusahaan yang

memiliki komite audit. Selanjutnya Beasly et al. (2000) mengatakan bahwa

anggota komite audit yang lebih besar dapat mengurangi insiden fraud (Skousen

et.al 2009). Oleh sebab itu, ineffective monitoring diproksi dengan jumlah komite

audit (BDOUT).

Dewan Komisaris secara luas dipercaya memainkan peranan penting

khususnya dalam memonitor manajemen tingkat atas (Gunarsih dan

Page 39: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

55

Hartadi,2002). Dewan komisaris bertugas untuk menjamin terlaksananya strategi

perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan serta

mewajibkan terlaksananya akuntabilitas (Forum for Corporate Governance in

Indonesia, 2003). Secara khusus, komisaris independen yang merupakan bagian

dari dewan komisaris sangat berperan dalam meminimumkan manajemen laba

yang merupakan salah satu bentuk financial statement fraud yang dilakukan oleh

pihak manajemen (Andayani, 2010).

Keberadaan Komite Audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor

SE-03/PM/2002 (bagi perusahaan publik) dan Keputusan Menteri BUMN

Nomor KEP-103/MBU/2002 (bagi BUMN). Komite Audit terdiri dari

sedikitnya tiga orang, diketuai oleh Komisaris Independen perusahaan dengan

dua orang eksternal yang independen serta menguasai dan memiliki latar

belakang akuntansi dan keuangan. Selanjutnya bahwa dalam pelaksanaan

tugasnya, Komite Audit mempunyai fungsi membantu Dewan Komisaris untuk

(i) meningkatkan kualitas Laporan Keuangan, (ii) menciptakan iklim disiplin dan

pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya penyimpangan dalam

pengelolaan perusahaan, (iii) meningkatkan efektifitas fungsi internal audit (SPI)

maupun eksternal audit serta (iv) mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan

perhatian Dewan Komisaris/Dewan Pengawas. Komite audit memiliki wewenang

untuk mengakses catatan atau informasi perusahaan. Komite audit selalu

melakukan peninjauan terhadap laporan tahunan dan menghadiri pertemuan akhir

dengan auditor eksternal. Oleh sebab itu, jumlah keanggotaan komite audit dapat

mempengaruhi tingkatan terjadinya fraud pada perusahaan.

Page 40: 17 Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1.Teori Keagenan

56

Hasil penelitian dari Skousen et.al (2009) tidak menguatkan bukti bahwa

BDOUT berhubungan dengan financial statement fraud. Penelitian ini mencoba

membuktikan bahwa proksi Komite Audit (BDOUT) berpengaruh positif terhadap

financial statement fraud. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini mengajukan

hipotesis sebagai berikut:

H3 : Variabel ineffective monitoring berpengaruh positif terhadap financial

statement fraud

2.8.3. Pengaruh Financial Stability, Personal Financial Need, dan Ineffective

Monitoring Terhadap Financial Statement Fraud

H4 : Variabel financial stability , personal financial need, dan ineffective

monitoring berpengaruh positif terhadap financial statement fraud