1.7 angka ketengikan doc

Upload: adhit-mart-ditha

Post on 06-Mar-2016

31 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fsfcd

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA MAKANAN

(Uji Bilangan Peroksida pada Minyak Baru dan Bekas)

Nama

: Regina Vidia Rafiela Da Silva

Nim

: PO.530333312 1201

Kelompok

: II

Tingkat

: II A

JURUSAN ANALIS KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES KUPANG

2014

UJI BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK

I. Latar BelakangPenggorengan merupakan proses thermal-kimia yang menghasilkan karateristik goreng dengan warna coklat keemasan, tekstur kripsi penampakan dan flavor yang diinginkan, sehingga makanan gorengan sangat popular.

Selama penggorengan terjadi hidrolis, oksidasi dan dekomposisi minyak yang dipengaruhi oleh bahan pangan dan kondisi penggorengan.

Produksi komponen-komponen di dalam minyak selama penggorengan ditransfer dari bahan makanan yang digoreng, beberapa dari komponen tersebut dapat menurunkan daya terima konsumen dan memberikan efek yang merugikan kesehatan.

Salah satu fenomena yang dihadapi dalam proses penggorengan adalah menurunnya kualitas minyak setelah digunakan secara berulang pada suhu yang relative tinggi (160-1800C). Paparan oksigen dan suhu tinggi pada minyak goreng memicu terjadinya reaksi oksidasi. Beberapa parameter terjadinya oksidasi seperti free fatty acid (FFA), komponen polar, asam konjugat dienoat meningkat pada setiap pengulangan penggorengan selama 60 kali periode penggorengan.

Salah satu parameter penurunan mutu minyak goring adalah bilangan peroksida. Peroksida merupakan suatu tanda adanya pemecahan atau kerusakan pada minyak karena terjadi oksidasi (kontak dengan udara) yang menyebabkan bau atau aroma tengik pada minyak. Ukuran dari ketengikan dapat diketahui dengan menentukan bilangan peroksida. Semakin tinggi bilangan peroksida maka semakin tinggi pula tingkat ketengikan suatu minyak.II. TujuanMengetahui kadar peroksida pada minyak kelapa murni dan minyak bekas penggorengan.

III. Dasar teoriA. MinyakMinyak adalah istilah umum untuk semua cairan organic yang tidak larut/ atau bercampur dalam air (hidrofobik) tetapi larut dalam pelarut organik. Ada sifat tambahan lain yaitu terasa licin apabila dipegang. Dalam arti sempit kata minyak biasanya mengacu ke minyak bumi (petroleum) atau produk olahannya : minyak tanah (kerosena). Namun demikian, kata ini sebenarnya berlaku luas, baik untuk minyak sebagai bagian dari menu makanan (misalnya minyak goreng), sebagai bahan bakar (misalnya minyak tanah), sebagai pelumas (misalnya minyak rem), sebagai medium pemindahan energy maupun sebagai wangi-wangian (misalnya minyak nilam).

Minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air., tetapi larut dalam pelarut organic non polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3), benzene dan hidrokarbon lainnya yang polaritasnya sama.

Minyak merupakan senyawa trigliserida atau triasgliserol yang berarti trimester dari gliserol. Jadi minyak juga merupakan senyawa aster. Hasil hidrolisa minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.B. Bilangan PeroksidaBilangan proksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka perosida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan denga titrasi iodometri.

Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bias disebabkan laju pembentukkan peroksida rendah bias disebabkan laju pembentukkan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain. Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak curah terdistribusi tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih besar disbanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa factor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa oleofin menghasilkan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru.

Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indicator bahwa minyak akan berbau tengik. IV. Metode Kerja

A. Prinsip kerja

Bilangan peroksida sebagai jumlah asam lemak terokidasi ditentukan berdasarkan jumlah iodium (I2) yang terbentuk dari reaksi peroksida dalam minyak dengan iodie (I) yang sebanding dengan kadar peroksida sapel

B. Alat

1. Erlemeyer 250 mL

2. Buret

3. Beaker glass

4. Neraca analitik

5. Gelas ukur

6. Statif dan klemp

7. Pipet

8. Corong

C. Bahan

a. Sampel1. Minyak goreng baru2. Minyak goring bekas3. Pereaksi

1) Larutan KI jenuh. Larutan kalium iodida jenuh dibuat dengan menambahkan kristal kalium iodida (KI) kedalam aquades sampai kristal tersebut menjadi tidak larut.

2) Pelarut. Terdiri dari asam asetat glasial (CH3COOH 100%) dan Chloroform (CHCl3) dengan perbandingan 3:2. Cara membuatnya yaitu dengan memasukkan 600 mL asam asetat glasial ke dalam botol coklat dan kemudian ditambahkan dengan 400 mL kloroform.

3) Larutan Natrium thiosulft (Na2S2O3.5H2O) 0,01 N. Cara pembuatan: ditimbang 2,4187 gr kristal Na2S2O3.5H2O dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL, dan ditambahkan aquades sampai tanda batas.

4) Larutan indikator amilum 1%. Larutan indikator amilum dibuat dengan cara menambahkan 1 ram serbuk amilum kedalam 100 mL aquades, kemudian dipanaskan hingga mendidih sambil diaduk, kemudian didinginkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Larutan amilum dibuat beberapa saat sebelum totrasi dilakukan untuk mencegah rusaknya amilum.

D. Prosedur kerja

1) Timbang dengan saksama 5 gram contoh minyak ke dalam erlenmeyer.

2) Tambhakan 30ml pelarut (asam acetat :kloroform),kocok sampaisemua contoh minyak terlarut.

3) Tambahkan o,5 ml larutan KI jenuh,diamkan pada tempat gelap selama 2 menit,sambil dikocok.

4) Tambahkan 30 ml aquadest,kelebihan iod dititer dengan Natrium tiosulfat dengan amilum sebagai indikator.

5) Dengan cara yang sama buatlah penetapan untuk blanko.V. Hasil dan Pembahasan

A. Hasil

1. Pembakuan

No.Bobot Kertas (gr)Bobot zat

(gr)Sisa zat + kertas

(gr)V TAT

(mL)

1.0,4300,0530,4304

2.0,4290,0500,4293,7

2. Penetapan Angka peroksida

a) Minyak Baru

No.Bobot Beaker glass (gr)Bobot Zat

(gr)Bobot beaker + sisi zat

(gr)V TAT

(mL)

1.61,9755,03462,5110,9

2.62,0925,02962,7221,4

b) Minyakb) Minyak Bekas

No.Bobot Beker glass (gr)Bobot zat

(gr)Bobot beaker + sisa zat

(gr)V TAT

(mL)

1.62,0325,00262,7592,2

2.62,0345,01662,6982,4

3. Perhitungan

Mr K2Cr2O7 = 142a) Pembakuan

N1 = = = 0,0933 N

N2 = = = 0,0951 NN rata-rata = = 0,0942 Nb) Penetapan Kadar

1. Minyak Baru

1) Penetapan Kadar 1

Bilangan peroksida (mek O2/K)

2) Penetapan Kadar 2

Bilangan peroksida (mek O2/Kg) = = 3) Rata-rata

Bilangan peroksida (mek O2/Kg) rata2 = 21,537 % mek O2/gr

=0,021537 % mek O2/kg

2. Minyak Bekas

1) Penetapan Kadar 1

Bilangan peroksida (mek O2/Kg)

= 2) Penetapan Kadar 2

Bilangan peroksida (mek O2/Kg)

= 3) Rata-rata

Bilangan peroksida (mek O2/Kg) rata2 = 88,006 % mek O2/gr

=0,088066 % mek O2/kgB. Pembahasan Dari hasil praktikum diperoleh hasil pada minyak baru 0,021537 % mek O2/kg dan pada minyak bekas 0,088066 % mek O2/kg sedangkan untuk nilai ambang batas bilangan peroksida (nilai ketengikan) suatu minyak adalah 100 ppm.Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain.Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.

VI. KesimpulanA. Normalitas rata-rata

: 0,0942 NB. Kadar rata-rata minyak baru: 0,021537 % mek O2/kgC. Kadar rata-rata minyak bekas : 0,088066 % mek O2/kgDAFTAR PUSTAKA

ASA. 2000. Feed Quality Management Workshop. Penentuan Bilangan Peroksida. Cawi.

Boskou, D., Salta, FN, Chiou, A., Troullidou, E., and Adrikopoulos, NK. 2006. Conten of trans, trans-2,4 decadienal in deep-friend and pan-friend. Journal Lipid Science Technology 108: 109-15.

Chatzilazarou, A., Gartzi O., Lalas, S., Zoidis, E., and Tsaknis, J. 2006. Physicochemical Changes Of Olive Oil and Selected Vegetabel Oil During Frying. Journal Food Lipid 13: 27-35.Galeone, C., Talamini R., Levi F., Pelucchi C., Negri E., Glacosa A., Montnella M., Fransceschi S., and Vecchic. 2006. Fried Foods Olive Oil and Colorectal Cancer. Eur Soc Med Onc 13: 689-92.