document1
TRANSCRIPT
1. Bagaimana Hubungan Penyakit Dengan Kondisi Gizi Buruk Pasien?
a. Hiperleukositosis
Hiperleukositosis adalah peningkatan jumlah sel leukosit darah tepi melebihi 100 000/ul.1,2
Peningkatan berlebihan sel leukosit ini terjadi akibat gangguan pengaturan pelepasan sel
leukosit dari sumsum tulang sehingga leukosit yang beredar dalam sirkulasi berlebihan.2
Hiperleukositosis dapat ditemukan pada 6-15% pasien leukemia limfositik akut (LLA), 13-22%
pasien leukemia non-limfositik akut dan pada hampir semua pasien mielogenus kronis.
Hiperleukositosis dapat menyebabkan viskositas darah meningkat, terjadi agregasi serta
trombus sel blas pada mikrosirkulasi. Selain itu akibat ukuran sel blas yang lebih besar dibanding
sel leukosit matur, serta tidak mudah berubah bentuk menyebabkan sel blas akan mudah
terperangkap dan menimbulkan oklusi pada mikrosirkulasi. Keadaan ini disebut dengan
leukostasis.
Organ tubuh yang paling sering mengalami leukostasis adalah susunan saraf pusat dan paru.
Leukostasis akan menyebabkan perfusi yang buruk dan terjadi hipoksia, metabolisme anaerob,
asidosis laktat, akhirnya akan menimbulkan kerusakan dinding pembuluh darah dan perdarahan.
Bila leukostasis terjadi pada susunan saraf pusat maka akan terdapat gejala klinis berupa pusing,
penglihatan kabur, tinitus, ataksia, delirium, perdarahan retina dan perdarahan intra kranial.
Penghancuran sel abnormal berlebihan pada keadaan hiperleukositosis bisa berlangsung secara
spontan atau setelah terapi sitostatika. Pada keadaan ini harus dipantau terjadinya sindrom lisis
tumor yang dapat mengakibatkan gangguan metabolik dan gagal ginjal akut.
Hyperleukositosis sering ditemukan pada penderita Leukimia. Leukemia adalah golongan
penyakit yang ditandai dengan penimbunan sel darah putih abnormal dalam sumsum tulang. Sel
abnormal ini dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang, hitung sel darah putih sirkulasi
meninggi dan menginfiltrasi organ lain. Dengan demikian gambaran umum leukemia mencakup
sel darah putih abnormal dalam darah tepi, hitung sel darah putih total meninggi, bukti
kegagalan sumsum tulang misalnya : anemia, netropenia atau trombositopenia dan keterlibatan
organ lain misalnya : Hati, limpa, limfonodi, meningen, otak, kulit dan testis.
Manifestasi dari Leukimia adalah :
Anemia normositik normokrom terdapat pada stadium lanjut akibat infiltrasi sumsum tulang
atau hipersplenisme. Hemolisis autoimun juga dapat terjadi.
Trombositopenia terjadi pada banyak pasien · Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan
adanya penggantian elemen sumsum tulang oleh limfosit. Limfosit mencakup 25-95% dari
semua sel. Biopsi trephine menunjukkan adanya keterlibatan limfosit nodular, difus, atau
interstisial.
Hyperleukositosis terjadi pada 9-13% anak dengan leukemia limfoblastik akut (LLA), pada
5-22% anak dengan leukemia non limfoblastik akut (LNLA) dan pada hampir semua anak dengan
leukemia mieloitik kronik (LMK) fase kronik.
Jumlah leukosit darah tepi pada awal diagnosis leukemia akut merupakan faktor yang
sangat penting dalam menentukan prognosis. Jumlah leukosit yang tinggi merupakan salah satu
penyebab tingginya angka relaps, baik relaps di sumsum tulang maupun di luar sumsum tulang
dan rendahnya angka kesintasan (survival) penderita leukemia akut. Di samping merupakan
faktor penyebab terjadinya relaps keadaan hiperleukositosis dapat menyebabkan terjadinya
berbagai komplikasi yang mengancam jiwa penderita yang memerlukan tindakan segera
sehingga keadaan ini dikategorikan sebagai keadaan kedaruratan onkologi (oncology emergency)
yaitu :
Sindrom lisis tumor
Sindrom Lisis Tumor merupakan kondisi kelainan metabolik sebagai akibat nekrosis sel-sel tumor
atau apoptosis fulminan, baik yang terjadi secara spontan maupun setelah terapi. Terutama
pasien LLA dimana selnya rapuh, mudah pecah sehingga keluar DNA, purin , menyebabkan
peningkatan asam urat (hiperurisemia ) menyebabkan pembentukan Kristal asam urat, keadaan
yang berbahaya bagi ginjal karena bisa terjadi sumbatan ( uropati obstruktif ) sehingga bisa
terjadi gagal ginjal. Kelainan yang lain meliputi : hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan
hipokalsemia.
Manifestasi klinis LLA adalah sebagai berikut (Panji, 2007:728; John, 1993:1893; William, 2000:1544):
Anemia sering terjadi pada penderita ALL disebabkan karena sel leukemi berpoliferasi,
menyebabkan eritropoesis dan trombopoesis tertekan. Tanda-tanda anemia pada umumnya
yaitu letih, lesu, lemah, pusing dan nyeri dada.
Anoreksia atau kurangnya nafsu makan pada sebagian besar penderita ALL.
Nyeri tulang dan sendi yang disebabkan oleh infiltrasi sumsumtulang oleh sel leukemia.
Demam yang diikuti berkeringat sebagai tanda dari hipermetabolisme.
Infeksi yang disebabkan limfoblas tidak berdiferensiasi menjadi limfosit yang berfungsi untuk
pertahanan tubuh melawan infeksi. Infeksi ini biasanya seperti otitis media, faringitis atau
peneumonia.
Perdarahan, peteki (50%) atau purpura yang disebabkan sel-sel normal di darah perfier menurun
seperti trombositopenia sehingga perdarahan tidak dapat dicegah.
Splenomegali (60%), Hepatomegali atau Limfadenopati dapat terjadi karena sel-sel leukemik
dilepaskan dari sumsum tulang ke perifer dan menginvasi organ-organ vital.
Leukemia sistem saraf pusat menyebabkan nyeri kepala, muntah bahkan kelumpuhan saraf dan
kelainan neurologik fokal.
b. Anemia gravis (Anemia normositik- normokromik)
Anemia gravia merupakan penghancuran atau penurunan jumlah eritrosit tanpa disertai
kelainan bentuk dan konsentrasi hemoglobin
- Anemia aplastik
- Anemia posthemoragik
- Anemia hemolitik
- Anemia Sickle Cell
- Anemia pada penyakit kronis
Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah atau destruksi darah yang berlebih
sehingga menyebabkan Sumsum tulang harus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis.
Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Pada kelas
ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah
yang normal tetapi individu menderita anemia. Anemia ini dapat terjadi karena hemolitik, pasca
pendarahan akut, anemia aplastik, sindrom mielodisplasia, alkoholism, dan anemia pada
penyakit hati kronik.
Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh
penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat
pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakitpenyakit keganasan, hemoriod atau
menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis,
terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya atau
karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah.
Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang
atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang
dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
a. Keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma,
obat dan zat kimia toksik, dan penyinaran dengan radiasi
b. Penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi
dan defiensi endokrin.
Akibat anemia bisa berbeda-beda pada setiap tahap kehidupan. Pada anak, anemia bisa
menghambat pertumbuhan fisik dan mentalnya. Pada masa remaja atau dewasa, anemia bisa
menurunkan kemampuan dan konsentrasi serta gairah untuk beraktivitas. Sementara pada
wanita hamil, anemia menyebabkan risiko pendarahan sebelum atau saat melahirkan, risiko bayi
lahir dengan berat badan rendah atau prematur, cacat bawaan, dan cadangan zat besi bayi yang
rendah.
Anemia yang terjadi pada anak-anak dapat menggangu proses tumbuh kembangnya. Bahkan
perkembangan berpikir juga bisa terganggu dan mudah terserang penyakit. Anemia yang terjadi
pada seseorang bisa muncul karena bawaan (kongenital), akut atau kronik, tidak berbahaya atau
berbahaya menyangkut kehidupan, dan berat atau ganas. Anemia bisa berakibat pada gangguan
tumbuh kembang, gangguan kognitif (belajar) serta penurunan fungsi otot, aktivitas fisik dan
daya tahan tubuh. Akibatnya, bisa terjadi gangguan konsentrasi, daya ingat rendah, kapasitas
pemecahan masalah dan kecerdasan intelektual (IQ) yang rendah, serta gangguan perilaku.
Anemia membuat transfer oksigen yang memperlancar metabolisme sel-sel otak terhambat,
metabolisme lemak mielin yang mempercepat hantar impuls saraf, perilaku, serta konsentrasi
terganggu.
c. Trombositopenia
Trombositopenia adalah suatu kondisi di mana terdapat sejumlah kecil trombosit abnormal
dalam darah yang bersirkulasi (di bawah 100.000 per mm3). Ini akan memperlama waktu
koagulasi dan memperbesar resiko terjadinya perdarahan dalam pembuluh darah kecil di
seluruh tubuh. Trombositopenia dapat disebabkan oleh reaksi awal terhadap obat-obatan,
maglinansi sumsum tulang, atau radiasi ion yang merusak sumsum tulang.
d. Hubungan penyakit dengan gizi buruk
Hubungan penyakit dengan gizi buruk pada pasien dapat digambarkan sebagai berikut :
Keterangan :
Leukemia menyebabkan Hiperleukositosis, Trombositopenia, Hepatomegali, anoreksia dan lain-
lain.
- Hiperleukositosis erupakan salah satu kondisi yang menyebabkan kerusakan eritrosit dan
penghambatan produksi eritrosit. Kerusakan dan terganggunya produksi eritrosit ini
menyebabkan anemia gravis.
- Trombositopenia yang terjadi menyebabkan jumlah trombosit menurun. Penurunan
trombosit ini menyebabkan proses koagulasi terganggu sehingga penimbulkan perdarahan.
Perdarahan yang terjadi juga merupakan salah satu yang menyebabkan anemia gravis.
- Anoreksia menyebabkan penurunan intake makanan pada pasien. Kondisi penyakit yang
akut dan intake makanan yang rendah ini menyebabkan terjadinya gizi buruk pada pasien.
- Gizi buruk memiliki tanda/gejala berupa anemia dan hepatomegali. Gizi buruk dapat
memperparah kondisi anemia yang diderita, serta memperparah hepatomegali yang juga
merupakan tanda/gejala gizi buruk.
Sumber :
Ma’rufi, Rian. 2010. Acute Lympoblastic Leukemia. Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia.
Preseptor. 2007. Clinical Science Session : Anemia. Rs Dr. Hasan Sadikin. Bandung
Riyani.2011. Hiperleukositosis. Jakarta : Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi
Windiastuti, Endang, Mulawi, Caroline. 2002. Gangguan Metabolik pada Leukemia Limfositik
Akut dengan Hiperleukositosis. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 1, Juni 2002: 31 – 35.
Leukemia
Perdarahan Koagulasi
Kerusakan atau penurunan eritrosit
Anoreksia
Hepatomegali
Trombositopeni
Hyperleukositosis Anemia gravis
Gizi burukIntake makanan rendah