document1

22
 1. Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan  Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, orientasi pada kekuasaan yang amat kuat selama ini telah membuat birokrasi menjadi semakin jauh dari misinya untuk memberikan pelayanan publik. Birokrasi dan para pejabatnya lebih menempatkan dirinya sebagai penguasa dari pada sebagai pelayan masyarakat. Akibatnya sikap dan perilaku birokrasi dalam penyelegaraan pelayanan publik cenderung mengabaikan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Berkembangnya budaya paternalistik ikut memperburuk sistem pelayanan publik melalui penempatan kepentingan elite politik dan birokrasi sebagai variabel yang dominan dalam penyelengaraan pelayanan publik. Elite politik dan birokrasi, dan atau yang dekat dengan mereka, seringkali memperoleh perlakuan istimewa dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Akses terhadap pelayanan dan kualitas pelayanan publik sering berbeda tergantung pada kedekatannya dengan elite birokrasi dan politik. Hal seperti ini sering mengusik rasa keadilan dalam masayrakat yang nerasa diperlakukan secara tidak wajaroleh birokrasi publik. Meluasnya praktik-praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme)dalam kehidupan birokrasi publik semakin mencoreng image masyarakat terhadap birokrasi publik. KKN tidak hanya telah membuat pelayanan birokrasi menjadi amat sulit dinikmati secara wajar oleh masyarakatnya, tetapi juga membuat masyarakat harus membayar lebih mahal pelayanan yang diselenggarakan oleh swasta. Masyarakat harus membayar lebih mahal tidak hanya ketika menyelesaikan urusan KTP, Paspor dan berbagai perijinan tetapi juga ketika mereka mengonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor swasta, seperti kendaraan bermotor, jalan tol dan komoditas lainnya. KKN diyakini oleh publik menjadi sumber dari biaya birokrasi dan distorsi dalam mekanisme pasar, seperti praktik monopoli dan ologopoli yang amat merugikan kepentingan publik. Rendahnya kemampuan birokrasi merespons krisis ekonomi me3mperparah krisis kepercayaan terhadap birokrasi publik. Dinamika ekonomi dan politik yang amat tinggi, sebgai akibat dari krisis tersebut ternyata tidak dapat direspons dengan baik oleh birokrasi publik sehingga membuat kehidupan masyarakat menjadi semakin sulit dan tidak pasti. Inisiatif dan kreatifitas birokrasi dalam merespons krisis dan dampaknya sama sekali tidak memadai. Masyarakat yang mengharapkanbirokrasi publik dapat memberi respons yang tepat dan cepat terhadap krisis yang terjadi menjadi amat kecewa karena ternyata tindakan birokrasi cenderung reaktif dan tidak efektif. Berbagai persoalan yang terjadi dipusat dan didaerah tidak dapat diselesaikan dengan baik, bahkan cenderung dibiarkan sehingga masyarakat menjadi semakin tidak percaya terhadap kemampuan birokrasi dalam menyelesaikan krisis ini.

Upload: mell-imeuw-naa

Post on 18-Jul-2015

75 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 1/21

1. Pendahuluan

Latar Belakang Permasalahan 

Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, orientasi pada kekuasaan yang amat kuat

selama ini telah membuat birokrasi menjadi semakin jauh dari misinya untuk memberikan

pelayanan publik. Birokrasi dan para pejabatnya lebih menempatkan dirinya sebagai

penguasa dari pada sebagai pelayan masyarakat. Akibatnya sikap dan perilaku birokrasi

dalam penyelegaraan pelayanan publik cenderung mengabaikan aspirasi dan kepentingan

masyarakat. Berkembangnya budaya paternalistik ikut memperburuk sistem pelayanan

publik melalui penempatan kepentingan elite politik dan birokrasi sebagai variabel yang

dominan dalam penyelengaraan pelayanan publik. Elite politik dan birokrasi, dan atau yangdekat dengan mereka, seringkali memperoleh perlakuan istimewa dalam penyelenggaraan

pelayanan publik. Akses terhadap pelayanan dan kualitas pelayanan publik sering berbeda

tergantung pada kedekatannya dengan elite birokrasi dan politik. Hal seperti ini sering

mengusik rasa keadilan dalam masayrakat yang nerasa diperlakukan secara tidak wajaroleh

birokrasi publik.

Meluasnya praktik-praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme)dalam kehidupan

birokrasi publik semakin mencoreng image masyarakat terhadap birokrasi publik. KKN tidak 

hanya telah membuat pelayanan birokrasi menjadi amat sulit dinikmati secara wajar oleh

masyarakatnya, tetapi juga membuat masyarakat harus membayar lebih mahal pelayanan

yang diselenggarakan oleh swasta. Masyarakat harus membayar lebih mahal tidak hanya

ketika menyelesaikan urusan KTP, Paspor dan berbagai perijinan tetapi juga ketika mereka

mengonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor swasta, seperti kendaraan

bermotor, jalan tol dan komoditas lainnya. KKN diyakini oleh publik menjadi sumber dari

biaya birokrasi dan distorsi dalam mekanisme pasar, seperti praktik monopoli dan ologopoliyang amat merugikan kepentingan publik.

Rendahnya kemampuan birokrasi merespons krisis ekonomi me3mperparah krisis

kepercayaan terhadap birokrasi publik. Dinamika ekonomi dan politik yang amat tinggi,

sebgai akibat dari krisis tersebut ternyata tidak dapat direspons dengan baik oleh birokrasi

publik sehingga membuat kehidupan masyarakat menjadi semakin sulit dan tidak pasti.

Inisiatif dan kreatifitas birokrasi dalam merespons krisis dan dampaknya sama sekali tidak 

memadai. Masyarakat yang mengharapkanbirokrasi publik dapat memberi respons yang tepat

dan cepat terhadap krisis yang terjadi menjadi amat kecewa karena ternyata tindakan

birokrasi cenderung reaktif dan tidak efektif. Berbagai persoalan yang terjadi dipusat dan

didaerah tidak dapat diselesaikan dengan baik, bahkan cenderung dibiarkan sehingga

masyarakat menjadi semakin tidak percaya terhadap kemampuan birokrasi dalam

menyelesaikan krisis ini.

Berbagai fenomena diatas menunjukkan betapa rapuhnya kepercayaan dan legitimasi

pemerintah dan birokrasinya dimata publik. Ini semua terjadi karena pemerintah dan

Page 2: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 2/21

birokrasinya telah gagal menempatkan dirinya menjadi institusi yang bisa melindungi dan

memperjuangkan kebutuhan dan kepentingan publik. Praktik-praktik KKN yang terjadi

dalam kehidupan birokrasi telah membuat birokrasi menjadi semakin jauh dari

masyarakatnya. Orientasi kepada kekuasaan membuat birokrasinya menjadi semakin tidak 

responsif dan tidak sensitif terhadap kepentingan masyarakatnya. Dominasi birokrasi dalam

kehidupan politik dan ekonomi selama ini ternyata juga menciptakan berbagai distorsi dalam

penyelenggaraan pelayanan publik yang cenderung memperburuk krisis ekonomi dan politik 

yang terjadi. Dalam situasi seperti ini, maka amat sulit mengharapkan pemerintah dan

birokrasinya mampu mewujudkan kinerja yang baik. Pemerintah dan birokrasinya telah gagal

menyelenggarakan pelayanan publik yang efisien, responsif dan akuntabel.

Ada banyak penjelasan yang bisa digunakan untuk memahami mengapa pemerintah danbirokrasinya gagal mengembangkan kinerja pelayanan yang baik. Dengan menggunakan

metafora biologi, Osborn dan Plastrik (1998) menjelaskan lima DNA, kode genetika, dalam

tubuh birokrasi dan pemerintah yang mempengaruhi kapasitas dan perilakunya. Sikap dan

perilaku dari suatu birokrasi dan pemerintah dalam menyelengarakan pelayanan publik akan

sangat ditentukan oleh bagaimana kelima DNA dari birokrasi itu dikelola, yaitu misi

(purpose), akuntabilitas, konsekuensi, kekuasaan dan budaya. Kelima sistem DNA ini akan

saling mempengaruhi satu sama lainnya dalam membentuk perilaku birokrasi publik.

Pengelolaan dari kelima sistem kehidupan birokrasi ini akan menentukan kualitas sistem

pelayanan publik.

Kemampuan dari suatu sistem pelayanan publik dalam merespons dinamika yang terjadi

dalam masyarakatnya secara tepat dan efisien akan sangat ditentukan oleh bagaimana misi

dari birokrasi dipahami dan dijadikan sebagai basis dan kriteria dalam pengambilan

kebijakan oleh birokrasi itu. Birokrasi publik diIndonesia sering kali tidak memiliki misi

yang jelas sehingga fungsi-fungsi dan aktifitas yang dilakukan oleh birokrasi itu cenderungsemakin meluas, bahkan mungkin menjadi semakin jauh dari tujuan yang dimiliki ketika

membentuk birokrasi itu. Perluasan misi birokrasi ini sering kali tidak didorong oleh

keinginan birokrasi itu agar dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan

sosial ekonominya, tetapi didorong oleh keinginan birorasi unr\tuk memperluas aksesnya

terhadap kekuasaandan anggaran. Dalam situasi yang fragmentasi birokrasi amat tinggi,

maka kecenderungan semacam ini tidak hanya akan membengkakkan birokrasi publik, tetapi

 juga menghasilkan duplikasi dan konflik kegiatan dan kebijakn antar departemen dan

berbagai non departemen. Dalam sistem penyelenggaraan pelayanan publik, konflik 

kebijakan antar departemen dan lembaga non departemen b8kan hanya melahirkan

inefisiaensi, tetapi juga membingungkan masyarakat pengguna jasa birokrasi.

Ketidakpastian misi juga membuat orientasi birokrasi dan pejabatnya pada prosedur dan

peraturan menjadi amat tinggi. Apalagi dalam birokrasi publik diIndonesia yang cenderung

menjadikan prosedur dan peraturan sebagai panglima, maka ketidakjelasan misi birokrasi

publik mendorong para pejabat birokrasi publik menggunakan prosedur dan peraturan

sebagai kriteria utama dalam penyelenggaraan pelayanan. Para pejabat birokrasi sering

Page 3: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 3/21

mengabaikan perubahan yang terjadidalam lingkungan dan alternatif cara pelayanan yang

mungkin bisa mempermudah para pengguna layanan untuk bisa mengakses pelayanan secara

lebih mudah dan murah. Ketaatan dan kepatuhan terhadap prosedur dan peraturan menjadi

indikator kinerja yang dominan sehingga keberanian untuk mengambil inisiatif dan

mengembangkan kreatifitas dalam merespons perubahan yang terjadi dalam masyarakat

menjadi amat rendah. Rutinitas dianggap sebagai suatu hal yang wajar dan benar dalam

penyelengaraan pelayanan publik. Birorasi yang seperti ini tentu amat sulit menghadapi

dinamika yang amat tinggi, yang muncul sebagai akibat dari krisis ekonomi dan politik yang

sekarang ini terjadi diIndonesia. Krisis ini mengajarkan kepada kita betapa rapuhnya sistem

birokrasi publik diIndonesia dalam menghadapi perubahan-perubahan yang cepat dalam

lingkungannya.Tentunya kegagalan birokrasi dalam merespons krisis ekonomi dan politik 

secara baik juga amat ditentukan oleh bagaimana sistem kekuasaan, akuntabilitas, intensif 

dan budaya yang berkembang dalam birokrasi selama ini.

Uraian diatas menjelaskan bahwa kemempuan pemerintah dan birokrasinya dalam

menyelenggarakan pelayanan publik amat dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait

satu dengan yang lainnya. Untuk memahami kinerja birokrasi dalam penyelengaraan

pelayanan publik, tentu tidak cukup hanya dengan menganalisisnya dari satu aspek yang

sempit, tetapi harus bersifat menyeluruh dengan memperhatikan semua dimensi persoalan

yang dihadapi oleh birorasi serta keterkaitan sati dengan yang lainnya. Dengan cara p-andang

seperti ini, maka informasi tepat dan lengkap mengenai kinerja birokrasi dapat diperoleh dan

kebijakan reformasi birokrasi yang holistik dan efektif bisa dirumuskan dengan mudah.

Dengan melaksanakan kebijakan seperti ini, maka diharapkan perbaikan kinerja birokrasi

dalam penyelengaraan pelayanan publik akan bisa segera dinikmati oleh masyarakat luas.

Makalah ini sedikit mengupas bagaimana berbagai faktor tersebut berhubungan dengan

kinerja penyelengaraan pelayanan publik yaitu Pelayanan Pajak Surat Tanda NomorKendaraan (STNK) Bermotor di SAMSAT Slawi. Dengan menggunakan data yang

diperoleh baik dari survei maupun media massa dan wawancara dilapangan, makalah ini

menjelaskan berbagai faktor yang menjadi penyebab dari kegagalan birokrasi publik dalam

menyelengarakan pelayanan publik secara efisien, responsif dan akuntabel. Berbagai faktor,

baik yang sifatnya internal maupun yang secara langsung berpengaruh terhadap praktik 

penyelengaraan pelayanan seperti budaya birokrasi, etika pelayanan, kewenangan diskresi

dan sistem intensif dijelaskan dalam makalah ini. Lebih dari itu makalah ini juga

menjelaskan bagaimana lingkungan eksternal birokrasi, seperti budaya dan kondisi politik 

lokal ikut mempengaruhi kinerja birokrasi dalam menyelengarakan pelayanan publik.

2. Permasalahan 

Kompleksitas masalah pembangunan yang dihadapi pemerintah Orde Baru

menghendaki adanya perubahan struktur birokrasi yang membuat tubuh birokrasi

menjadi semakin membengkak. Dalam kurun waktu tidak lebih dari sepuluh tahun,perkembangan jumlah pegawai negeri terus mengalami peningkatan sangat tinggi.

Page 4: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 4/21

Menurut Rohdewohld (1995), pada tahun 1993 jumlah pegawai negeri telah mencapai

 jumlah 4.009.000 Orang. Jumlah tersebut termasuk yang paling besar dalam sejarah

perkembangan jumlah pegawai negeri diIndonesia. Pertumbuhan jumlah pegawai negeri

sipil apabila diklasifikasikan menurut tingkatan pemerintah terlihat bahwa jumlah

pegawai negeri yang adea didaerah hanya mencapai 12,5 persen (belum termasuk 

pegawai pusat yang ditempatkan didaerah), sedangkan jumlah pegawaia negeri ditingkat

pusat mencapai 87,5 persen.

Penambahan jumlah pegawai negeri sipil secara besar-besaran semasa

pemerintahan Orde Baru membawa dua konsekuensi pentung. Pertama, penyediaan

lapangan kerja baru dibidang pemerintahan dan pelayanan oleh pemerintah menjadi

sebuah keharusan. Selama pemerintah Orde Baru berkuasa, pemerintah berusahamenciptakan lapangan pekerjaan untuk menampung jumlah pegawai negeri yang

melebihi kapasitas. Penciptaan struktur organisasi baru diberbagai instansi pemerintahan,

baik dipusat maupun didaerah tumbuh begitu pesat tanpa memperhatikan analisis

kebutuhan organisasi serta penyiapan sumberdaya manusianya. Perekrutan pegawai

dijajaran birokrasi pemerintah terus menerus dilakukan tanpa memperhatikan kejelasan

kriteria, profesionalitas dan kebutuhan organisasi. Penambahan jumlah instansi dan

pegawai birokrasi pemerintah tersebut pada akhirnya tidak membawa dampak pada

terciptanya efisiensi pelayanan publik.

Kedua, akibat dari jumlah pegawai negeri yang terlalu besar menjadikan

dominasi peran birokrasi dalam kehidupan publik menjadi sangat tinggi. Hampir segala

aspek kehidupan masyarakat tersentuh oleh birokrasi semenjak penduduk lahir hingga

meninggal dunia selalu berurusan dengan birokrasi pemerintah. Seorang penduduk yang

lajir diharuskan mengurus surat keterangan lahir dan akta lahir di kantor Catatan Sipil.hal

tersebut belum termasuk berbagai kegiatan politik, seni, ekonomi, sosial, agama maupunbudaya yang harus memerlukan mekanisme perijinan birokrasi yang sangat rumit.

Realitas tersebut menjadikan birokrasi terasa begitu dominan dalam mengatur

kehidupan masyarakat. Birokrasi kemudian cenderung lebuh berperan untuk mengurus

kehidupan publik, dalam arti fungsi pelayanan publiknya. Sebagai kepanjangan tangan

dari pemerintah pusat, birokrasi didaerah hanya menjalankan fungsi pelaksanaan regulasi

atau kebijakan yang telah ditentukan birokrasi pusat untuk melakukan pengaturan atas

segala kehidupan masyarakat. Peran dan posisi birokrasi yang hampir tidak terbatas

menjadikan birokrasi sangat sulit dikontrol oleh publik, sehingga munculnya patologi

birokrasi seperti kolusi, korupsi dan nepotisme menjadi sulit terdeteksi.

Perubahan tata pemerintahan dilakukan secara sistematis selama Orde Baru

berkuasa. Selain kompleksitasnya masalah pembangunan yang dihadapi, pemerintahan

Orde Baru dengan berbagai pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya maupun

geografis wilayah Indonesia yanga demikian besar memerlukan adanya suatu sistem

pengendalian birokrasi yang efektif dalam menjangkau sasaran pembangunan. Menyadari

Page 5: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 5/21

hal tersebut, pemerintah Orde Baru membentuk jaringan organisasi

birokrasipemerintahan yang mampu menjangkau sampai ke lapisan terbawah masyarakat.

Selama Orde Baru berkuasa jaringan Organisasi pemerintah terbentuk mulai dari pusat

sampai Rukun Tetangga secara hierarkis.

Dalam penyelengaraan pelayanan pajak Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)

bermotor di SAMSAT Slawi penuh dengan KKN. Pelayanan STNK berawal dari

persyaratan pengajuan, proses pembayaran dan pengesahan terlihat banyak yang terlibat

didalamnya oknum baik petugas maupun calo. Persyaratan pengguna jasa atau pemakai

kendaraan dalam mengajukan persyaratannya terdiri dari STNK Asli, Buku Pemilik 

Kendaraan Bermotor (BPKB) Asli dan Fotokopi dan KTP Pemilik Asli. Setelah memiliki

kelengkapan persayaratan, pengguna jasa mendaftarkan ke Loket I pendaftaran denganmenyerahkan berkas kelengkapan persyaratan pajak STNK. Petugas menerima berkas

tersebut dengan menggantikan slip pendaftaran yang dikembalikan kepada pengguna jasa

yang bertuliskan Rp.5000,- sebagai pembayaran pendaftaran. Ketika pengguna jasa telah

membayar pendaftaran, slip pendaftaran ditanda tangani . pada Loket II petugas

pengesahan menerima slip pendaftaran untuk ditukarkan dengan kwitansi pembayaran

pajak STNK sesuai tahun keluarnya kendaraan. Dalam kwitansi pajak STNK meliputi

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Sumbangan Wajib (SW) Jasa Raharja, Biaya

Administrasi STNK dan Biaya Administrasi TNKB.

Dalam pelayanan selanjutnya pengguna jasa membayar jumlah pajak kepada kasir

di loket III sesuai dengan nomor antrian. Maka dengan selesainya membayar berarti

pengguna jasa tinggal mengambil STNK yang baru yaitu lembar pajak 1 tahun di

gantikan dengan slip pembayaran dan tertera waktu tagihan pajak untuk tahun depan.

Pada loket IV yatu penyerahan STNK dan Plat Nomor Polisi untuk melayani pengguna

 jasa dalam mengambil STNK baik yang membayar pajak maupun perpanjangan PlatNomor. Waktu yang dibutuhkan untuk membayar pajak yaitu satu sampai satu setengah

 jam. Penulis sudah 5 kali dalam melakukan pembayaran pajak 1 tahun maupun

perpanjangan Plat Nomor 5 tahun. Selain motor sendiri, alhamdulillah juga dipercaya

oleh teman dan tetangga untuk membayarkannya. Banyak peristiwa menarik dan banyak 

persoalan yang harus diselesaikan sebagai kepedulian terhadap kebersihan dan efisiensi

pelayanan untuk mensejahterakan masyarakat. Tidak mudah untuk mengembalikan

kepercayaan masyarakat kepada birokrasi pemerintah dalam suatu penyelengaraan

pelayanan publik. Maka kita sebagai pengguna jasa harus kritis dan berani untuk 

membuka persoalan dalam tataran politik. Tujuannya tidak lain untuk transportasi kinerja

dan memberikan konsekuensi baik secara hukum maupun konsekuensi sosial.

Mengenai penyelenggaraan pelayanan publik di SAMSAT Slawi, saya mengalami

dari tahun 2004. mulai dari membayar pajak 1 tahun sepeda motor dan kehilanagan

STNK. Dalam pembayaran pajak STNK merasakan keanehan ketika KTP Pemilik 

kendaraan tidak ada, petugas menyarankan untuk menebus uang Rp.25000,-. Padahal

seandanya saya melihat didalam kantor SAMSAT tidak terdapat tarif atau aturan

Page 6: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 6/21

mengenai tebusan KTP sebesar Rp.25.000,-. Cara pandang saya tidak langsung

memvonis hal tersebut sebagai uang suap tetapi sebagai konsekuensi hukum walaupun

secara tertulistidak ada. Tetapi hal tersebut jika dibiarkan begitu saja tanpa adanya

teguran baik kepada aparat pelayanan SAMSAT maupun pengguna jasa, maka akan

terjadi kolusi secara terus menerus hingga membudaya dan mendarah daging. Karena

pendidikan dan etika dalam pelayanan tidak dipahami oleh keduanya cenderung terjadi

pembodohan dan ketergantungan oleh kekuasaan uang. Dan peristiwa berikutnya dalam

pembayaran perpanjangan Plat Nomor 5 tahun yang sarat dengan KKN. Pada peristiwa

ini saya membantu sepeda motor temannya yang hanya adaa STNK dan sepeda motor.

Persyaratan perpanjangan Plat Nomor 5 tahun harus membawa sepeda motor untuk cek 

fisik, STNK Asli, BPKB Asli dan fotokopi serta KTP Pemilik Asli. Saya hanya dapat

membawa sepeda motor dan STNK Asli ke SAMSAT Slawi karena teman saya sedang

bekerja di Jakarta. Rencana sepeda motor tersebut akan digunakan untuk transportasi

pekerjaannya sebagai kolektor koperasi. Melihat kondisi yang seadanya dari sepeda

motor langsung didatangi tukang parkir dan calo yang mendekat didepan kantor

SAMSAT Slawi kepada saya. Mereka menanyakan pembayaran pajak atau perpanjangan

Plat Nomor, dijawab dengan mudah oleh saya dengan mengatakan mau membayar

perpanjangan Plat Nomor. Selain itu saya menyempatkan diri untuk berkenalan dengan

calo tersebut.

Nanang seorang yang berprofesi sebagai calo pembayaran pajak dan

perpanjangan STNK di SAMSAT Slawi, itulah namanya. Saya membuka persoalan

perpanjangan STNK dengan menceritakan yang sebenarnya. Dibawah pohon kami

membicarakannya dan bagaimana cara membayarnya. Di satu sisi ada persoalan 2 tahun

pajak yang lalu belum terbayar, BPKB masih dijadikan jaminan pada koperasi serta KTP

Pemilik tidak berda ditangan saya. Nanang mengatakan bahwa pembayaran perpanjangan

STNK dalam kondisi seperti anda dapat diatasi yang terpenting sepeda motor dapat dicek 

fisik dan STNK Asli dibawa kekantor SAMSAT. Masih beruntung kami masih bisa

menyelesaikan persoalan pembayaran, nomor rangka mesin sudah digesek dan

mendapatkan Lembaran Ditlantas yang resmi. Setelah itu kami menghitung 2 tahun pajak 

yang belum dibayar. Ternyata dpat digantikan denda sebesar Rp.25000,- pertahun.

Seperti halnya KTP pemilik ditebus Rp.35000,- dan BPKB sebesar Rp.25.000,-. Melihat

hal tersebut saya sebagai pengguna jasa merasaa lega setelah ada solusi dan denda yang

sudah dilunasi oleh teman saya. Makakelegaan itu tidak berlangsung lama walaupunmaslah suadah terselesaikan tinggal menuggu pembayaran tagihan pajak tahun depan.

Kelegaan itu hilang saat saya dikenal sebagai calo atau pengantar dalam pembayaran

pajak dan perpanjangan STNK. Hal ini saya rasakan sebagai hilangnya kepercayaaan

teman dan tetangga kepada aparat pelayanan yang telah dialami langsung oleh

pengalaman saya. Maka penulis dapat memahami pentingnya pelayanan publik yang

dilihat dari pelaku dan pengguna jasa untuk mengukur bagaimana peayanan publik dalam

pembayaran pajak STNK dapat berjalan efektif dan Efisien dengan prioritas peningkatan

pendapatan asli daerah sebgai penunjang pembangunan.

Page 7: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 7/21

 

3. Pembahasan Masalah 

Berdasarkan penjelasan permasalahan yang telah penulis analisis, dapat

mendorong perbaikan didalam sistem pelayanan publik khususnya bagi aparat pelayanan

publik dan pengguna jasa administrasi pemerintahan. Sebagai warga negara yang terlibat

langsung dengan penyelenggaraan pemerintahan sudah pasti akan bersinggungan

peraturan baik dalam Undang-undang maupun Perda.

Seperti yang kita lakukan yaitu kewajiban dalam membayar pajak, dalam hal ini

pembayaran pajak STNK di kantor SAMSAT Slawi.

Menurut Prof. Dr. Rahmat Sumitro, SH mengatakan mengenai pengertian pajak 

yaitu iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang dapat dipaksakan

dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjuk digunakan

untuk pembiayaan sarana umum. Pemungutan iuran tersebut hanya dapat dilakukan oleh

negara yaitu aparat penyelenggara pelayanan publik.

Pembayaran pajak STNK diselenggarakan oleh pemerintah propinsi dengan sistem

Dekonsentrasi, yang mana pemerintah kabupaten atau pemerintah kota sebagai

kepanjangan tangan pemerintah propinsi. Pengelolaan pendapatan pajak STNK

dilaksanakan oleh UPTD SAMSAT dan UPTD Dipenda kabupaten /kota.

Sedangkan untuk hasil dari pemungutan pajak STNK akan langsung diterima pemerintah

propinsi sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan.

Mengenai permasalahan kurang efisiensinya pelayanan oleh aparat sebagai

dampak negatif yang disebabkan besarnya jumlah pegawai dan penambahan jumlah

instansi. Sekarang pemerintah membutuhkan kinerja yang profesional dan orientasi pada

kesejahteraan sosial. Melalui seleksi pegawai yang adil dan proposional dapat melihat

permasalahan yang sebenarnya terjadi ditengah masyarakat baik dari segi ekonomi,

politik, hukum dan budaya. Setelah terwujud pemerintah dalam perekrutan pegawai

langkah selanjutnya mereka yang sudah menjadi pegawai dapat di didik dan dilatih dalam

rangka menguji kembali keahlian dari ilmunya serta kepribadiannya. Untuk melengkapi

tingkat efisiensi secara empiris mereka harus praktek latihan dan penelitian dilapangan

sebagai penyempurnaan profesi. Penempatan pegawai dapat melihat prestasi dan hasil

dari penelitian mengacu pada kepuasan dan pemecahan problem masyarakat.

Birokrasi yang rumit merupakan permasalahan klasik yang diturunkan melalui era

orde baru status quo. Pengalaman yang terjadi adalah prosedur administrasi mulai dari

bawah sampai keatas secara hierarkis tidak mampu menyelesaikan masalah malahan

menambah sumber baru yaitu monopoli aparat penyelenggara pelayanan yang hanya

Page 8: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 8/21

dapat tunduk kepada atasannya. Tidak terbatasnya kewenangan aparat membuat kontrol

masyarakat sulit dilakukan pada akhirnya cenderung menimbulkan patologi birokrasi.

Sebagai solusi dan tindak lanjut permasalahan tersebut, pemerintah lebih

mengedepankan supremasi hukum sebagai konsekuensi pidana dan ditindak lanjuti

dengan konsekuensi sosial. Ketika penyelenggaraan pelayanan pajak STNK dikantor

SAMSAT terjadi kolusi kepada oknum aparat. Maka pemerintah bersama dengan aparat

hukum langsung menindak dengan membuktikan kepada masyarakat luas melalui media

masa. Seperti POLRI pada kepemimpinan Jenderal Polisi Sutanto yang telah bekerjasama

dengan BIN, Kejaksaan Agung. KPK dan CIA dalam memberantas oknum yang terlibat

pelanggaran kode etik pegawai. Selanjutnya pihak swasta memberikan sosialisasi tindak 

pidana oleh aparat kepada masyarakat luas untuk mendapatkan ketidakpercayaan.

Selain itu, peran masyarakat disini tidak lain adalah ikut mendukung,

melaksanakan dan mengawasi dengan penmerintah. Maka disamping sebagai pengguna

 jasa diharapkan mampu melakukan pengawasan yang obyektif. Tujuannya tidak lain

adalah untuk memberikan kontribusi materi dan kontrol perilaku aparat penyelenggara

berupa teguran, surat peringatan maupun dialog secara langsung.

4. Penutup 

Kesimpulan 

Berdasarkan uraian diatas maka penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa

dalam menyelenggarakan pelayanan pajak dikantor SAMSAT Slawi harus

memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. pemahaman tentang pajak oleh aparat penyelenggara pelayanan dan masyarakat

b. perekrutan pegawai didasarkan pada keahlian (profesionalisme)

c. penempatan pegawai yang adil dan proposional

d. menjunjung tinggi nilai-nilai hukum terhadap aparat penyelenggara pelayanan dan

masyarakat pengguna jasa

e. bekerjasama antara SAMSAT, BIN, Pengadilan, POLRI, KPK dan Masyarakat

dalam menindaklanjuti

f. adanya konsekuensi hukum dan konsekuensi sosial

DAFTAR PUSTAKA 

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tetang Perimbangan Keuangan Antara PemerintahPusat dan Daerah.

Page 9: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 9/21

Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas

Dwiyanto, Agus. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Gadjah Mada UniversityPress. Yogyakarta.

by. bisniedha (untuk Makalah lebih lengkapnya disini 

Diposkan oleh Mutiara Hati di 02:32 Label: Makalah 

2 komentar:

indotopten mengatakan...

Account situs Anda telah disetujui admin indotopten, cek panduan di email atau login di

situs indotopten untuk informasi selengkapnya seputar statistik dan rangking situs ini.Terima kasih :)

Selasa, 10 November, 2009

Mutiara Hati mengatakan...

Terima Kasih indotopten

Rabu, 28 Juli, 2010

Poskan Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link  

Posting Lebih Baru » « Posting Lama Beranda Langgan: Poskan Komentar (Atom) 

EVALUASI PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

Kajian Indek Kepuasan Masyarakat (IKM) Dalam Pelayanan

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

oleh :

Rahmad Purwanto W

[email protected]

Christine Diah Wahyuningsih

(Staf Pengajar FISIP Universitas 17 Agustus 1945 Semarang)

Page 10: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 10/21

 

SUMMARY 

Study on Community Satisfied Index in Public Service in Semarang City, was focused on study

of public service in the general hospital in Semarang City. This research had assumption thatcommunities, who had public service, can give evaluation and appraisal hospital but also inhome. In the frame of increasing public service, RSUD Semarang City has been formulatedStandard of Public Service Guide as effort to increase service quality for community. Sinceyear 2009, RSUD Semarang City, as a institution, had been formed Local Public ServiceInstitution (BLUD) as regarding to Government Regulation No. 23 Year 2005. In year 2007,there was internal study on community satisfied index in General Hospital (RSUD) SemarangCity. According to that research, There were some suggestions which had been followed up toeffort increasing of facilities related with community relationship which was better in order tomake good impression for good service in general hospital.

There were some questions in this research which had been formulated in this study, as followed:

1.  How is good Community Satisfied Index (IKM) in public service in the Local GeneralHospital (RSUD) in Semarang City?

2.  What are problems in the Local General Hospital (RSUD) in Semarang City in order toincrease public service?

3.  What are potency which can be benefited in the frame of service increasing LocalGeneral Hospital (RSUD) in Semarang City?

4.  How is implementation description of service working at Local General Hospital(RSUD) in Semarang City since implementation local autonomy in year 2000?

In this research, the number of responder were 200 persons who divided into 120 persons whohad been treated out of hospital and 80 persons who had been treated in Local General Hospital(RSUD) Semarang City. This research studied 18 elements of study Community Satisfied Indexfrom Keputusan Menteri Penetiban Aparatur Negara No. 25/KEP/M.PAN/2/2004 General Guideof Formulation Community Satisfied Index on Government Institution Service Unit.

In order to effort increasing public service, there were some problems, as followed; modernequipments were still limited, number of paramedics, quality of human resources, service timehad still long, still need service procedure. Hospital services were good technology, capital andresources quality which better because of development of knowledgment and service.Supporting from Local Government City good enaough, especially related by free of charge for

healthy services, increasing number of Askes (Health Insurance) participant and Jamkesmas, soaccess and services to community enough good.

According to the research result, for 14 services unsures showed that the value of PublicSatisfied Index as amount 2,91 and after conversion as amount 72,86. Those reserach showedthat hospital services got good catagories. According to count from 18 service unsure got value3,01 and after conversion that conversion value as amount 75,29. It can be drawn that quality of hospital services was good catagories. There were some items needed as followed serviceprocedure, waiting time, paramedic decipline and widely informations fasillities.

Keyword : Public Services; Community Satisfied Index In The General Hospital

1.  A. Pendahuluan

Penelitian tentang Indek Kepuasan Masyarakat Dalam Pelayanan Publik di Kota Semarang, difokuskan pada studi pelayanan publik di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang, denganasumsi bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan dasar maka masyarakat yang mendapatkanpelayanan dapat memberikan evaluasi dan penilaian terhadap pelayanan yang telah diterima,

baik terkait dengan pelayanan rawat inap dan pelayanan rawat jalan yang pernah dilakukan diRumah Sakit umum Daerah Kota Semarang. Dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat

Page 11: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 11/21

RSUD Kota Semarang telah menyusun Standar Pedoman Pelayanan Publik sebagai upayapeningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Sejak tahun 2009 RSUD Kota Semarang secara kelembagaan telah berbentuk Badan LayananUmum Daerah sebagaimana amanat dari Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005. Demikian

pula dalam upaya pengkajian pelayanan kepada masyarakat telah dilakukan pengkajian indek kepuasan masyarakat terhadap pelayanan RSUD Kota Semarang secara internal tahun 2007yang lalu. Terdapat beberapa masukkan yang telah ditindak lanjuti dengan upaya peningkatanprasarana dan sarana serta hubungan masyarakat yang lebih baik dalam rangka menumbuhkancitra rumah sakit dengan pelayanan yang mumpuni.

Pelimpahan wewenang urusan kesehatan dari pemerintah pusat kepada daerah sangatmemungkinkan terjadinya peningkatan penyelenggaraan pelayanan dengan jalur birokrasi yanglebih ringkas. Terbuka peluang bagi pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dalampemberian dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Namun apakah selamapelaksanaan otonomi daerah ini telah terjadi perubahan (peningkatan) pelayanan publik? Hasil

penelitian ICW (Jakarta, 2006) menunjukan masih rendahnya kualitas pelayanan publik diIndonesia, era desentralisasi penyakit birokrasi (red tape boreaucarcy) terutama prosedurberbelit, waktu pelayanan lama, biaya mahal, kurang informasi dan aparat sulit ditemui sehinggawilayah publik diabaikan.

Terkait dengan hal-hal tersebut diatas, maka untuk mengetahui kinerja pelayanan publik yangdiselenggarakan oleh rumah sakit umum daerah dipandang perlu untuk melakukan penelitianatau pengkajian terkait dengan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap kegiatanpelayanan yang dilakukan oleh satuan kerja pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota. Halini berdasarkan pada pertimbangan, bahwa pelaksanaan kebijakan otonomi luas adalah di tingkatkabupaten/kota. Dengan demikian maka Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

kabupaten/kota dalam melayani masyarakat secara langsung akan lebih tanggap dan sesuaidengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Upaya peningkatan pelayanan masyarakat ditingkat kabupaten/kota menjadi titik masuk (entry point ) komitmen penyelenggaraankepemerintahan yang amanah (good governance).

1.  B. Perumusan Masalah

Prinsip-prinsip dasar dalam pelayanan publik sebagaimana implementasi dari penyelenggaraankepemerintahan yang baik, antara lain dengan meningkatkan akses, pemerataaan dan

keterjangkauan yang luas kepada masyarakat, terutama dilaksanakan secara 1) sederhana; 2)kejelasan; 3) kepastian waktu; 4) akurasi; 5) keamanan; 6) tanggung jawab; 7) kelengkapansarana dan prasarana; 8) kemudahan akses; 9) kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan; dan 10)kenyamanan. Demikian pula dalam pemberian pelayanan harus disertai dengan StandarPelayanan Publik (SPP) yang memberikan kejelasan tentang 1) prosedur pelayanan yang jelas;2) waktu penyelesaian yang pasti; 3) biaya pelayanan yang transparan; 4) sarana dan prasaranayang memadai; dan 5) kompetensi petugas pelayanan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka rumusan masalah (research question) dalampenelitian ini sebagai berikut :

1. 

Seberapa besarkah Indek Kepuasan Masyarakat (IKM) dalam pelayanan publik diRumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kota Semarang?2.  Permasalahan apasajakah yang terdapat di RSUD di Kota Semarang dalam rangka

peningkatan pelayanan publik?3.  Potensi apa sajakah yang dapat dimanfaatkan dalam rangka peningkatan pelayanan

RSUD di Kota Semarang?4.  Bagaimanakah gambaran perkembangan kinerja pelayanan RSUD Kota Semarang sejak 

pelaksanaan otonomi daerah tahun 2000?

C. Hasil Penelitian 

Page 12: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 12/21

Berdasarkan hasil pengolahan data primer, maka penelitian IKM RSUD Kota semarang untuk cakupan penelitian sebanyak 14 unsur pelayanan menghasilkan total nilai IKM sebesar 2,91.Nilai setelah dikonversi adalah sebesar 72,86. Hasil itu memberikan makna bahwa mutu layananRSUD Kota Semarang mendapat nilai Baik dengan kinerja unit-unit pelayanan di dalamnyatermasuk kategori baik. Berikut ini tabel nilai IKM dengan cakupan penelitian 14 unsur

pelayanan, sebagai berikut :

Tabel 1

Nilai Unsur Pelayanan dan Nilai IKM

No  Unsur Pelayanan Nilai Rata-rata

IKM Tertimbang 

1. Prosedur Pelayanan 0,213

2. Persyaratan Pelayanan 0,2133. Kejelasan petugas pelayanan 0,209

4. Kedisiplinan petugas pelayanan 0,206

5. Tanggung jawab petugas pelayanan 0,211

6. Kemampuan petugas pelayanan 0,212

7. Kecepatan pelayanan 0,198

8. Keadilan mendapatkan pelayanan 0,208

9. Kesopanan dan keramahan petugas 0,209

10. Kewajaran biaya pelayanan 0,214

11. Kepastian biaya pelayanan 0,211

12. Kepastian jadwal pelayanan 0,20413. Kenyamanan lingkungan 0,2

14. Keamanan pelayanan 0,207

Total IKM  2,91 

Total IKM x 25 (nilai konversi)  72,86 

Mutu Pelayanan  B (Baik)

Kinerja Unit Pelayanan  Baik

Untuk nilai IKM dengan cakupan 14 unsur pelayanan, dengan nilai memperoleh sebesar 2,91.Nilai setelah dikonversi menjadi sebesar 72,86. Hasil itu memberikan makna bahwa mutu

layanan RSUD Kota Semarang mendapat nilai baik dengan kinerja unit – 

unit pelayanan didalamnya termasuk kategori baik.

Sedangkan hasil perhitungan nilai IKM dengan banyaknya unsur penilaian sebanyak 18 unsurpelayanan rumah sakit mendapatkan nilai skor nilai 3,1 dan nilai setelah dikonversikan dengannilai sebesar 75,29. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut memberikan arti bahwa mutulayanan RSUD Kota Semarang mendapatkan nilai baik, dengan demikian rata-rata nilaipelayanan termasuk kategori baik. Demikian pula kinerja unit-unit pelayanan di rumah sakittermasuk kategori baik. Berikut tabel ini nilai IKM dengan cakupan penelitian 18 unsurpelayanan sebagai berikut :

Tabel 2

Nilai Unsur Pelayanan dan Nilai IKM RSUD Kota Semarang

No Unsur Pelayanan Nilai Rata-Rata IKMTertimbang

1 Prosedur pelayanan 0,168

2 Persyaratan pelayanan 0,168

3 Kejelasan petugas pelayanan 0,165

4 Kedisiplinan petugas pelayanan 0,162

Page 13: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 13/21

No Unsur Pelayanan Nilai Rata-Rata IKMTertimbang

5 Tanggung jawab petugas pelayanan 0,167

6 Kemampuan petugas pelayanan 0,167

7 Kecepatan pelayanan 0,156

8 Keadilan mendapatkan pelayanan 0,1649 Kesopanan dan keramahan petugas 0,165

10 Kewajaran biaya pelayanan 0,169

11 Kepastian biaya pelayanan 0,161

12 Kepastian jawal pelayanan 0,158

13 Kenyamanan lingkungan 0,158

14 Keamanan pelayanan 0,164

15 Ketertiban administrasi 0,168

16 Kelengkapan fasilitas penunjang 0,164

17 Pelayanan informasi 0,167

18 Pengenaan biaya diluar ketentuan 0,182

Total IKM  3,01 

Total IKM dikalikan 25 (nilai konversi)  75,29 

Mutu pelayanan B (Baik) 

Kinerja unit pelayanan Kategori Baik 

Sumber data : Hasil analisis data primer (diolah)

Dengan demikian maka dapat dikemukakan bahwa hasil penelitian tentang indek kepuasanmasyarakat dalam pelayanan publik berdasarkan 18 unsur pelayanan menunjukkan hasil yangbaik. Kinerja unit pelayanan RSUD Kota Semarang termasuk kategori baik.

Namun demikian terdapat beberapa unsur pelayanan yang perlu mendapatkan perhatian untuk ditingkatkan, yaitu :

1.  Peningkatan dan penataan kecepatan pelayanan kepada pengguna layanan, tepat waktudan pelayanan petugas.

2.  Perhatian dan meningkatkan perhatian terhadap jadwal tugas dan pelayanan yang telahditetapkan agar ditepari secara konsisten.

3.  Peningkatan kenyamanan lingkungan yang menunjang pelayanan.4.  Peningkatan keamanan pelayanan dan menyiapkan secara internal untuk menanggapi

komplain dari pengguna layanan.5.  Peningkatan pelayanan komunikasi dan informasi petugas dengan pengguna layanan dan

masyarakat umum.

Masukkan dari responden yang dikelompokkan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanankepada masyarakat dapat dikelompkkan menjadi : kecepatan layanan, kinerja, biaya, prosedurpelayanan, pelayanan pendukung, dan kenyamanan lingkungan, dapat dikemukakan sebagaiberikut :

No  Usulan Masukan  Ranking  Urgensi 

1 Kecepatan pelayanan kepadapasien

1 1.  Tepat waktu pelayanan2.  Disiplin petugas sesuai dengan jadwal

yang telah ditetapkan.

2 Kinerja petugas 2 1.  Sikap sopan dan ramah.2.  b. Peningkatan kemampuan dan

ketrampian teknis. 

3 Biaya yang wajar 3 1.  Penetapan biaya sesuai dengan ketentuan

Page 14: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 14/21

No  Usulan Masukan  Ranking  Urgensi 

2.  Memperluas kerjasama pelayanan denganasuransi kesehatan

4 Prosedur pelayanan yanglebih sederhana

4 1.  Penyederhanaan pendaftaran;2.  Kemudahan pengisian form isian3.  Kemudahan menemukan kembali surat

5 Pelayanan pendukung 5 1.  Pelayanan laboratorium2.  Pelayanan pengambilan obat3.  c. Kemudahan mendapatkan rekam medik 

dan resep. 

6 Kenyamanan dan keamanan

lingkungan

6 1.  Penerapan waktu besuk bagi pasien

terjadwal dan diberlakukan agar pasiendapat beristirahat.

2.  Penataan ruang tunggu3.  Penyediaan tempat duduk untuk ruang

tunggu bagi pasien.4.  Kebersihan ruang pasien dan lingkungan

bangsal.5.  Keamanan diantara bangsal pada waktu

malam hari.6.  WC untuk keluarga pasien yang ikut

menjaga pasien.

7.  Penitipan kendaraan keluarga pasien.8.  Loker penitipan barang milik keluarga

pasien.9.  Tata suara untuk musik ringan penyejuk 

suasana.10. Petunjuk arah untuk evakuasi ketempat

yang aman, apabila terjadi bencana, baik bencana alam maupun kebakaran.

Sumberdata : data primer (diolah)

Upaya peningkatan dan penyediaan informasi bagi masyarakat terutama penyediaan leafler,brosur dan menyediakan website untuk keterbukaan informasi publik bagi RSUD KotaSemarang, sehingga mudah diakses masyarakat umum di masa mendatang. Demikian puladiperlukan pembuatan petunjuk arah ke lokasi yang aman terutama untuk evakuasi massa ketempat yang aman, apabila terjadi bencana, baik bencana alam, bencana sosial maupunkebakaran.

1.  D. Catatan Penutup 

Sesuai dengan ketentuan dalam PP No. 38 tahun 2007 kebijakan pembangunan bidangkesehatan dimasa mendatang lebih diarahkan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan hak-hak dasar masyarakat yang harus dijamin penyelenggaraannya oleh pemerintah dan pemerintahdaerah.

Peran pemerintah/pemerintah daerah dalam pembangunan kesehatan dalam kontekskepemerintahan yang baik (good governance) terdapat tiga peran penting yaitu (1) sebagairegulator; (2) sebagai pemberi dana dan (3) pelaku kegiatan. Pemerintah daerah kabupaten/kotasesuai dengan kewenangannya menyusun perencanaan pembangunan bidang kesehatan dengan

berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan yang bertumpu pada

Page 15: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 15/21

kewenangan wajib. Target SPM disusun pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan targetcapaian yang akan dicapai dalam target tahun tertentu.

SKPD pengampu urusan kesehatan kemudian menyusun Standar Pedoman Pelayanan Publik (SPPP) yang berlaku bagi pelaksana urusan baik rumah sakit umum pemerintah maupun

Puskesmas. Sedangkan sebagai pemberi dana maka pemerintah/ pemerintah daerah menyediakanalokasi pendanaan melalui APBN/APBD agar pencapaian target dan pelayanan publik urusankesehatan dapat terselenggara dan pelayanan dasar sebagai hak dasar masyarakat dapat terjamin.

Peran sebagai pelaksana dilakukan oleh rumah sakit umum daerah dan Puskesmas yang dalampenyelenggaraan layanan mengacu pada SPPP yang telah ditetapkan oleh SKPD pengampukesehatan. Oleh karena itu, rumah sakit umum daerah sebagai unit pelaksana layanan kesehatanmenyelenggarakan pengkajian tentang Indek Kepuasan Masyarakat adalah sebagai langkahuntuk meminta tanggapan dan evaluasi dari pengguna layanan untuk memberikan tanggapantentang pelayanan yang telah diterima dan masukkan bagi peningkatan pelayanan di masamendatang. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam evaluasi penyelenggaraan pelayanan

publik. Penentuan standar pelayanan dapat meminta pendapat masyarakat dalammenyelenggarakan pelayanan rumah sakit. Pelibatan masyarakat dalam evaluasi pelayanansangat penting dimasa mendatang

Pelayanan kesehatan ke depan lebih merupakan pelayanan jasa kesehatan lebih meluas danproaktif, tidak sekedar mengobati dan merehabilitasi kesembuhan, terapi lebih bersifat promotif dan preventif melalui upaya secara partisipasif mencegah penyakit dan menggalang keikutsertaaan masyarakat dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan perilaku hidup sehat.Daripada pelayanan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif.

Hasil penelitian tentang IKM di RSUD, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut :

1.  Dari sebanyak 14 unsur penilaian IKM yang diteliti dalam pelayanan RSUD KotaSemarang diketahui nilai penelitian IKM RSUD Kota Semarang untuk cakupanpenelitian sebanyak 14 unsur pelayanan menghasilkan total nilai IKM sebesar 2,91. Nilaisetelah dikonversi adalah sebesar 72,86. Hasil itu memberikan makna bahwa mutulayanan RSUD Kota Semarang mendapat nilai Baik dengan kinerja unit-unit pelayanandi dalamnya termasuk kategori baik.

2.  Demikian pula dengan hasil perhitungan nilai IKM dengan banyaknya unsur penilaiansebanyak 18 unsur pelayanan rumah sakit mendapatkan nilai skor nilai 3,1 dan nilaisetelah dikonversikan dengan nilai sebesar 75,29. Berdasarkan hasil perhitungan tersebutmemberikan arti bahwa mutu layanan RSUD Kota Semarang mendapatkan nilai baik,

dengan demikian rata-rata nilai pelayanan termasuk kategori baik dan kinerja unit-unitpelayanan di rumah sakit termasuk kategori baik.3.  Hasil penilaian yang paling tinggi sebesar 0,182 terkait dengan pengenaan biaya diluar

ketentuan yang telah ditetapkan dan yang paling rendah adalah penilaian tentangkecepatan pelayanan sebesar 0,156 maka perlu dilakukan upaya peningkatan ketepatanwaktu pelayanan kepada masyarakat.

4.  Aspek penilaian tentang kepastian biaya pelayanan yang dikenakan kepada penggunanlayanan mendapatkan penilaian sebesar 0,161. Meskipun termasuk kategori baik namunperlu mendapatkan perhatian. Penetapan biaya pelayanan termasuk peka bagi penggunalayanan karena kemampuan membayar (ablity to pay) masyarakat Kota Semarang dansekitarnya termasuk rendah, yaitu rata-rata sebesar Rp. 300.000  – Rp. 350.000 per kapita

per tahun. Hampir sama dengan rata-rata nasional sebesar US$ 380,00 per kapita pertahun.5.  Kedisiplinan petugas pelayanan mendapatkan penilaian sebesar 0,162 yang mengandung

arti bahwa peningkatan kedisipinan petugas baik kedisiplinan dokter, perawat, petugasadminstrasi dan layanan lainnya perlu ditingkatkan kinerjanya.

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan dimuka maka dapat dirumuskan saran-saransebagai berikut :

1.  Perlunya ditingkatkan peningkatan dan penataan kecepatan pelayanan kepada penggunalayanan, tepat waktu dan pelayanan petugas.

2. 

Perhatian dan meningkatkan perhatian terhadap jadwal tugas dan pelayanan yang telahditetapkan agar ditepati secara konsisten.

Page 16: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 16/21

3.  Perhatian dalam upaya peningkatan pelayanan komunikasi dan informasi petugas denganpengguna layanan dan masyarakat umum melaui penyediaan informasi bagi masyarakatterutama penyediaan leafler, brosur dan menyediakan website untuk keterbukaaninformasi publik bagi RSUD Kota Semarang, sehingga mudah diakses masyarakat umumdi masa mendatang.

4. 

Diperlukan pembuatan petunjuk arah ke lokasi yang aman terutama untuk evakuasimassa ke tempat yang aman, apabila terjadi bencana, baik bencana alam, bencana sosialmaupun kebakaran.

5.  Perlunya dilakukan secara berkala pengkajian tentang indek kepuasan masyarakatterhadap pelayanan publik di RSUD Kota Semarang yang hasilnya dapat dipergunakansebagai masukkan bagi peingkatan pelayanan publik di tahun mendatang.

Daftar Pustaka 

Peraturan Perundangan 

 Anonim, UU No. 23 tahun 1993 tentang Kesehatan , Sekretariat Negara RI, Jakarta,1993.

 Anonim, UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Sekretariat Negara RI, Jakarta,2004.

 Anonim, UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

 Daerah, Sekretariat Negara RI, Jakarta, 2004.

 Anonim, KepMenpan No: 63/Kep/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraanpelayanan Publik, Menpan Jakarta.

 Anonim, KepMenpan No: 25/Kep/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan IndeksKepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, Menpan Jakarta.

 Anonim, Surat Edaran Menpan No: SE/08. A/M.Pan/5/2005 tentang Netralitas PNS DalamPemilihan Kapala Daerah.

 Anonim, PP No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Antara Pemerntah Pusat,Pemerintah Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, Departemen Dalam Negeri, Jakarta,2007.

Buku 

 Anonim, Jawa Tengah Dalam Angka 2008 Penerbit : Kerjasama Bappeda dengan BPS JawaTengah, Semarang, 2009.

 Anonim, Pendapatan Regional Jawa Tengah 2007 , Penerbit : Kerjasama Bappeda dengan BPSJawa Tengah, Semarang, 2008.

 Anonim, Indeks pembangunan Manusia Tahun 2005 - 2006 , Penerbit : BPS , Jakarta, 2007.

Anonim, Laporan Tahunan Indonesian Corruption Watch tentang Kinerja Pelayanan Publik ,ICW, Jakarta, 2006.

Gaffar, Affan, dkk, Otonomi Daerah, Dalam Negara Kesatuan, Kerjasama Pustaka Pelajar danPusat Pengkajian Etika Politik dan Pemerintahan, Yogyakarta, 2001.

Indra J. Pillliang, et. all (ed), Otonomi daerah, Prospek dan Evaluasi, Penerbit : Gramedia,Jakarta, 2003.

Indra N. Fauzi, Implementasi Indek Kepuasan Masyarakat Dalam Pelayanan Publik , Penebit:Rajawali, Jakarta, 2006.

Koentjoro Tjahyono, Regulasi Kesehatan di Indonesia, Penerbit : Andi Yogyakarta, 2007.

Page 17: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 17/21

Lembaga Administrasi negara RI, Pedoman Penyusunan Indek Kepuasan Masyarakat Dalam

 pelayanan Publik , Penerbit; LAN – RI, Jakarta, 2006.

Miftah Thoha, Teori Kebijakan Publik , Penerbit : Tiara Wacana, Yogyakarta, 2006.

Mudrajad Kuncoro, Metode Kuantitatif , Penebit : BPFE  – UGM, Yogyakarta, 2006.

M. Nasir, Safar,et.all, Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah, Penerbit : Partnership forGovernance Reform in Indonesia dengan UAD Yogyakarta, 2003.

Rukmini, Mimin, et.all, Pengantar Memahami Hak Ekosob, Penerbit : Pattiro, Jakarta, 2008

BAB I

PENDAHULUAN 

I.1. Latar Belakang Masalah 

Gelombang reformasi telah bergulir menuntut perubahan dalam segala tatanan kehidupankenegaraan. Salah satu latar belakang bergulirnya reformasi adalah masyarakat kecewa kepada

pemerintah. Pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan baik kepada masyarakat. Rakyat

sebagai pemilik kedaulatan sudah tidak memiliki haknya lagi. Semangat reformasi telah

mewarnai pendayagunaan aparatur Negara dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi

Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi

penyelenggaraan pemerintahan Negara dan pembangunan.

Salah satu aspek reformasi mendapat perhatian hingga kini adalah persoalan kebijakan otonomi

daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan (UU 32/2004). Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangannya, yang merupakan limpahan Pemerintah Pusat

kepada Daerah. Meskipun demikian, urusan pemerintahan tertentu seperti politik luar negeri,

pertahanan dan keamanan moneter dan fiskal nasional masih diatur Pemerintah Pusat.

Pendelegasian kewenangan tersebut disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan,

sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal.

Pendanaan kewenangan yang diserahkan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri dan mekanisme perimbangan keuangan Pusat-

Daerah dan antar Daerah. Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan

dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak Daerah danRetribusi Daerah. Sedangkan pelaksanaan perimbangan keuangan dilakukan melalui Dana

Perimbangan yang terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus

(Undang-Undang No. 33 tahun 2004).

Di kebanyakan negara berkembang, perhatian utama terhadap Good Governance dalam kaitan

dengan penggunaan otoritas dan manajemen sektor publik, adalah pervasifnya korupsi yang

cenderung menjadi karakter tipikal yang melekat. Bahkan di beberapa negara terbukti bahwa

budaya korupsi telah begitu melekat di dalam birokrasi pemerintah yang justru ditandai oleh

kelangkaan sumber daya. Dalam konteks itu, absennya akuntabilitas sangat menonjol dan

menjadi satu karakter dominan budaya administrasi selama periode tertentu. (http : //skripsi-tesis.

com/docs/akuntabilitas+dan+transparansi+dalam+pelayanan+publik)

Page 18: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 18/21

Hingga sekarang ini kualitas pelayanan publik masih diwarnai berbagai masalah seperti

pelayanan yang sulit untuk diakses, prosedur yang berbelit-belit ketika harus mengurus suatu

perijinan tertentu, biaya yang tidak jelas, serta terjadinya praktek pungutan liar (pungli),

merupakan indikator rendahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia. Dimana hal ini juga

sebagai akibat dari berbagai permasalahan pelayanan publik yang belum dirasakan eksistensinya

oleh rakyat. Disamping itu, terdapat pula kecenderungan adanya ketidakadilan dalam pelayanan

publik dimana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit mendapatkan pelayanan. Sebaliknya,

bagi mereka yang memiliki "uang", dengan sangat mudah bisa mendapatkan segala yang

diinginkan.

Apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus-menerus terjadi, maka pelayanan yang

diskriminatif ini akan berpotensi menimbulkan konflik laten dalam kehidupan berbangsa. Potensi

ini antara lain kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa, perbedaan yang lebar antar yang kaya

dan miskin dalam konteks pelayanan, peningkatan ekonomi yang lamban, dan pada tahapan

tertentu dapat meledak dan merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Kemudian, terdapat kecenderungan di berbagai instansi pemerintah pusat yang engganmenyerahkan kewenangan yang lebih besar kepada daerah otonom, akibatnya pelayanan publik 

menjadi tidak efektif, efisien dan ekonomis, dan tidak menutup kemungkinan unit-unit pelayanan

cenderung tidak memiliki responsibilitas, responsivitas, dan tidak representatif sesuai dengan

tuntutan masyarakat.

Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma pemerintahan yang masih belum

mengalami perubahan mendasar dari paradigma pelayanan konvensional. Paradigma lama

tersebut ditandai dengan perilaku aparatur negara di lingkungan birokrasi yang masih

menempatkan dirinya untuk dilayani, dan bukannya untuk melayani (to serve). Padahal

pemerintah menurut paradigma pelayanan prima seyogyanya melayani bukan dilayani. Adalah

lebih baik, dalam era demokratisasi dan desentralisasi saat ini, seluruh perangkat birokrasi perlumenyadari bahwa hakikat pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang mengutamakan

efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam

perilaku "melayani, bukan dilayani", "mendorong, bukan menghambat", "mempermudah, bukan

mempersulit", "sederhana, bukan berbelit-belit", "terbuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk 

segelintir orang (Mustopadidjaja AR, 2002)."

Menilik dari fungsi utama pemerintah yang merupakan penyelenggara pelayanan publik, seiring

dengan tuntutan perkembangan sudah menjadi seharusnya pemerintah melakukan perbaikan

dalam pelayanan publik tersebut. Akan tetapi dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik 

terhadap kinerja pemerintah atau birokrasi mengalami degradasi yang kian semakin parah oleh

akibat dari lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan/birokrasi. Kepercayaan dan kehidupan

masyarakat menjadi semakin sengsara ketika pemerintah/birokrasi yang seharusnya berperan

menghadirkan pelayanan prima kepada publik menjadi didominasi dan ditentukan oleh rezim

yang berkuasa sehingga menyebabkan kebalikan daripada pelayanan publik menjadi publiklah

yang menjadi pelayan bagi birokrasi.

Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur negara dengan tuntutan untuk 

mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan

pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan, dengan

mempraktekkan prinsip Good Governance. Terselenggaranya Good governance merupakan

prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-citabangsa negara. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem

pertanggung jawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintah dan

pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna, berhasil guna, dan bertanggung jawab.

Tata laksana pemerintahan yang baik adalah seperangkat proses yang diberlakukan dalam

organisasi baik swasta maupun negeri untuk menentukan keputusan. Tata laksana pemerintahan

yang baik ini walaupun tidak dapat menjamin sepenuhnya segala sesuatu akan menjadi

sempurna. Namun, apabila dipatuhi jelas dapat mengurangi penyalahgunaan kekuasaan dan

korupsi. Tata laksana pemerintahan yang baik ini dapat dipahami dengan memberlakukan

karakteristik dasarnya yaitu : partisipasi, penegakan hukum, transparasi, kesetaraan, daya

tanggap, wawasan ke depan, akuntabilitas, pengawasan, efesiensi dan efektifitas, serta

Page 19: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 19/21

profesionalisme. (http : //thamrin.wordpress.eom/2006/ll/l7/10-prinsip-good-governance)

Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan isu sentral yang paling mengemuka

dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh

masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik 

adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat, selain

adanya pengaruh globalisasi. Pola lama penyelenggaraan pemerintah, kini sudah tidak sesuai lagi

dengan tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan ini merupakan hal yang

wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan yang

terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang baik.

Banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat terhadap pelayanan dari pemerintah baik 

yang secara langsung maupun melalui media massa, seperti keluhan terhadap prosedur yang

berbelit-belit, tidak adanya kepastian jangka waktu penyelesaian, besaran biaya yang harus

dikeluarkan, persyaratan yang tidak adanya transparansi, dan sikap petugas ataupun pegawai

yang kurang responsif. Hal-hal inilah yang menimbulkan citra yang buruk kepada pemerintah.

Padahal di sisi lainnya masyarakat merindukan pelayanan publik yang baik dengan adanyakeseimbangan antara kekuasaan (power) yang dimiliki dengan tanggung jawab yang mesti

diberikan kepada masyarakat yang dilayani. Pegawai Negeri sebagai aparat birokrasi selain

sebagai aparatur negara dan abdi negara, memiliki peran sebagai abdi masyarakat. Sehingga

kepada kepentingan masyarakatlah aparat birokrasi harusnya mengabdikan diri. Aparat birokrasi

diharapkan memiliki jiwa pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat.

Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan

pelayanan publik yang berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang prima sebab

pelayanan publik merupakan salah satu fungsi utama pemerintah yang wajib diberikan sebaik-

baiknya oleh penyelenggaraan negara. Salah satu upaya Pemerintah adalah dengan melakukan

penerapan prinsip-prinsip good governance (pemerintahan yang baik), yang diharapkan dapatmemenuhi pelayanan yang prima terhadap masyarakat ataupun publik. Terwujudnya pelayanan

publik (public service) yang berkualitas (prima) merupakan salah satu ciri kepemerintahan yang

baik (good governance) sebagai tujuan dari pendayagunaan aparatur negara. Untuk itu, aparatur

negara diharapkan semakin secara efisien dan efektif melaksanakan tugas dan tanggung

 jawabnya dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, dan pengayoman kepada

masyarakat (public) untuk mewujudkan terselenggaranya pemerintahan yang baik (good

governance), serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Dan diharapkan melalui

penerapan tata pemerintahan yang baik dapat mengembalikan dan membangun kembali

kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara pemerintahan.

Selain itu, untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas, transparan dan akuntabel antara lain

telah ditetapkan Keputusan Menteri PAN Nomor. 26/KEP/M.PAN/6/2004 tentang Pedoman

Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Maksud ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah

sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas

transparansi dan akuntabilitas pelayanan, sementara tujuan ditetapkannya petunjuk teknis ini

adalah untuk memberikan kejelasan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik dalam

melaksanakan pelayanan publik agar berkualitas sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat.

Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah dalam berbagai

sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak sipil dan kebutuhan dasar

masyarakat, kinerjanya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat antara lain daribanyaknya pengaduan dan keluhan dari masyarakat dan dunia usaha, baik melalui surat pembaca

maupun media pengaduan lainnya, seperti menyangkut prosedur dan mekanisme kerja pelayanan

yang berbelit-belit, tidak transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, dan terbatasnya

fasilitas, sarana, dan prasarana sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu, dan biaya),

serta masih banyak praktek pungutan liar dan tindakan-tindakan yang berindikasikan

penyimpangan dan KKN.

Buruknya kinerja pelayanan publik ini antara lain dikarenakan belum terlaksananya tranparansi

dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu, pelayanan publik 

harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel oleh setiap unit pelayanan instansi

pemerintah karena kualitas kinerja birokrasi pelayanan publik belum memiliki implikasi yang

Page 20: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 20/21

luas dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Kelurahan X Kecamatan Y yang dalam hal ini

sebagai pelaksana pelayanan publik yang langsung bersinggungan dengan masyarakat

diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance antara lain akuntabilitas dan

transparansi.

Kelurahan sebagai tingkat paling rendah dalam struktur pemerintahan, harus dapat memberikan

pelayanan yang prima kepada masyarakat. Para aparatur harus dapat memperlihatkan kinerja

yang baik.

Namun kenyataan di lapangan sering dijumpai adanya berbagai keluhan dari masyarakat atas

pelayanan yang diberikan oleh para aparatur pemerintah di kelurahan. Hal ini juga terjadi di

Kelurahan X. Kurangnya keramahan pegawai dalam pengurusan berbagai keperluan administrasi

menyebabkan masyarakat merasa tidak dilayani dengan baik. Selain itu pengurusan surat-surat

seperti KTP dan KK yang seharusnya gratis dan selesai dalam jangka waktu seminggu, tidak 

terlaksana dengan baik. Pegawai kelurahan terkadang mengutip dana dari masyarakat dalam hal

pengurusan KTP dan KK agar cepat siap. Kurangnya transparansi dalam hal biaya administrasi

sangat dikeluhkan masyarakat. Masyarakat juga mengeluhkan prosedur dan mekanisme kerjapelayanan yang berbelit-belit, kurang informatif, kurang akomodatif, dan terbatasnya fasilitas,

sarana, dan prasarana sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu, dan biaya), serta

tindakan-tindakan yang berindikasikan penyimpangan dan KKN.

Kelurahan X juga tidak pernah menginformasikan suatu bentuk laporan pertanggungjawaban

atas kinerja mereka kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak mengetahui apa-apa saja

yang menjadi program kerja kelurahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Transparansi

dalam hal pelaksanaan kegiatan dan pemberian informasi juga sangat terbatas. Hal ini tentu saja

membuat masyarakat kurang simpati dan kurang percaya atas kinerja para pegawai kelurahan.

Atas dasar itulah penulis tertarik untuk mengambil judul studi tentang "Akuntabilitas dan

Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Kasus di Kelurahan X Kecamatan Y)."

1.2. Perumusan Masalah 

Dari latar belakang di atas, maka dirumuskan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini

adalah : "Bagaimana akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan publik di Kelurahan X

Kecamatan Y?"

1.3. Tujuan Penelitian 

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui sejauhmana implementasi prinsip-prinsip Good Governance khususnya

prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan publik di Kelurahan X Kecamatan Y.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam menerapkan prinsip-

prinsip tersebut ke dalam pelayanan publik di Kelurahan X Kecamatan Y.

1.4. Manfaat Penelitian 

1. Manfaat Secara Ilmiah

Untuk menambah khasanah ilmiah dan sumbangan bagi pengembangan dan penyempurnaan

teori-teori dalam Ilmu Administrasi Negara khususnya dalam kaitannya dengan akuntabilitas dan

transparansi dalam pelayanan publik.

2. Manfaat Secara PraktisSecara praktis penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah ataupun lembaga-lembaga

lain yang membutuhkan serta menjadi acuan dalam melaksanakan prinsip-prinsip Good

Governance.

3. Manfaat Secara Akademis

Sebagai suatu tahapan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah dan

menuangkannya dalam bentuk karya ilmiah dan sebagai syarat untuk menyelesaikan studi Strata-

1 di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas X.

1.5. Defenisi Konsep 

Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak 

Page 21: Document1

5/16/2018 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 21/21

suatu kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat penelitian ilmu sosial (Singarimbun,

1983 : 33). Berdasarkan pengertian tersebut, maka penulis mengemukakan defenisi dari beberapa

konsep yang digunakan, yaitu :

1. Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh

Instansi Pemerintah di Pusat maupun Daerah, dan di Lingkungan Badan Usaha Milik 

Negara/Daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan

masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Akuntabilitas berarti para pengambil keputusan dalam sektor publik, swasta, dan masyarakat

madani memliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik (masyarakat umum),

sebagaimana halnya kepada para pemilik (stakeholders). Yang menjadi indikator dalam

mengukur akuntabilitas antara lain :

a. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik, dilihat berdasarkan proses yang meliputi; tingkat

ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan

(termasuk kejelasan kebijakan atau peraturan perundang-undangan), dan kedisiplinan. Harus

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka.b. Akuntabilitas biaya pelayanan publik, dipungut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang telah ditetapkan.

c. Akuntabilitas produk pelayanan publik, persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan

dapat dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan. Selain itu

prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang

telah ditetapkan.

3. Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi. Transparansi

mempakan prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh

informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan lainnya, yakni informasi tentang

kebijakan, proses pembuatan, dan pelaksanaan serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansimempakan upaya menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat

melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang

akurat dan memadai. Yang menjadi indikator untuk mengukur transparansi ini antara lain :

a. Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik 

b. Prosedur pelayanan

c. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan

d. Rincian biaya pelayanan

e. Waktu penyelesaian pelayanan

f Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab

g. Lokasi pelayanan

h. Janji pelayanan

i. Standar pelayanan publik 

 j. Informasi pelayanan