document1
TRANSCRIPT
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 1/21
1. Pendahuluan
Latar Belakang Permasalahan
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, orientasi pada kekuasaan yang amat kuat
selama ini telah membuat birokrasi menjadi semakin jauh dari misinya untuk memberikan
pelayanan publik. Birokrasi dan para pejabatnya lebih menempatkan dirinya sebagai
penguasa dari pada sebagai pelayan masyarakat. Akibatnya sikap dan perilaku birokrasi
dalam penyelegaraan pelayanan publik cenderung mengabaikan aspirasi dan kepentingan
masyarakat. Berkembangnya budaya paternalistik ikut memperburuk sistem pelayanan
publik melalui penempatan kepentingan elite politik dan birokrasi sebagai variabel yang
dominan dalam penyelengaraan pelayanan publik. Elite politik dan birokrasi, dan atau yangdekat dengan mereka, seringkali memperoleh perlakuan istimewa dalam penyelenggaraan
pelayanan publik. Akses terhadap pelayanan dan kualitas pelayanan publik sering berbeda
tergantung pada kedekatannya dengan elite birokrasi dan politik. Hal seperti ini sering
mengusik rasa keadilan dalam masayrakat yang nerasa diperlakukan secara tidak wajaroleh
birokrasi publik.
Meluasnya praktik-praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme)dalam kehidupan
birokrasi publik semakin mencoreng image masyarakat terhadap birokrasi publik. KKN tidak
hanya telah membuat pelayanan birokrasi menjadi amat sulit dinikmati secara wajar oleh
masyarakatnya, tetapi juga membuat masyarakat harus membayar lebih mahal pelayanan
yang diselenggarakan oleh swasta. Masyarakat harus membayar lebih mahal tidak hanya
ketika menyelesaikan urusan KTP, Paspor dan berbagai perijinan tetapi juga ketika mereka
mengonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor swasta, seperti kendaraan
bermotor, jalan tol dan komoditas lainnya. KKN diyakini oleh publik menjadi sumber dari
biaya birokrasi dan distorsi dalam mekanisme pasar, seperti praktik monopoli dan ologopoliyang amat merugikan kepentingan publik.
Rendahnya kemampuan birokrasi merespons krisis ekonomi me3mperparah krisis
kepercayaan terhadap birokrasi publik. Dinamika ekonomi dan politik yang amat tinggi,
sebgai akibat dari krisis tersebut ternyata tidak dapat direspons dengan baik oleh birokrasi
publik sehingga membuat kehidupan masyarakat menjadi semakin sulit dan tidak pasti.
Inisiatif dan kreatifitas birokrasi dalam merespons krisis dan dampaknya sama sekali tidak
memadai. Masyarakat yang mengharapkanbirokrasi publik dapat memberi respons yang tepat
dan cepat terhadap krisis yang terjadi menjadi amat kecewa karena ternyata tindakan
birokrasi cenderung reaktif dan tidak efektif. Berbagai persoalan yang terjadi dipusat dan
didaerah tidak dapat diselesaikan dengan baik, bahkan cenderung dibiarkan sehingga
masyarakat menjadi semakin tidak percaya terhadap kemampuan birokrasi dalam
menyelesaikan krisis ini.
Berbagai fenomena diatas menunjukkan betapa rapuhnya kepercayaan dan legitimasi
pemerintah dan birokrasinya dimata publik. Ini semua terjadi karena pemerintah dan
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 2/21
birokrasinya telah gagal menempatkan dirinya menjadi institusi yang bisa melindungi dan
memperjuangkan kebutuhan dan kepentingan publik. Praktik-praktik KKN yang terjadi
dalam kehidupan birokrasi telah membuat birokrasi menjadi semakin jauh dari
masyarakatnya. Orientasi kepada kekuasaan membuat birokrasinya menjadi semakin tidak
responsif dan tidak sensitif terhadap kepentingan masyarakatnya. Dominasi birokrasi dalam
kehidupan politik dan ekonomi selama ini ternyata juga menciptakan berbagai distorsi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang cenderung memperburuk krisis ekonomi dan politik
yang terjadi. Dalam situasi seperti ini, maka amat sulit mengharapkan pemerintah dan
birokrasinya mampu mewujudkan kinerja yang baik. Pemerintah dan birokrasinya telah gagal
menyelenggarakan pelayanan publik yang efisien, responsif dan akuntabel.
Ada banyak penjelasan yang bisa digunakan untuk memahami mengapa pemerintah danbirokrasinya gagal mengembangkan kinerja pelayanan yang baik. Dengan menggunakan
metafora biologi, Osborn dan Plastrik (1998) menjelaskan lima DNA, kode genetika, dalam
tubuh birokrasi dan pemerintah yang mempengaruhi kapasitas dan perilakunya. Sikap dan
perilaku dari suatu birokrasi dan pemerintah dalam menyelengarakan pelayanan publik akan
sangat ditentukan oleh bagaimana kelima DNA dari birokrasi itu dikelola, yaitu misi
(purpose), akuntabilitas, konsekuensi, kekuasaan dan budaya. Kelima sistem DNA ini akan
saling mempengaruhi satu sama lainnya dalam membentuk perilaku birokrasi publik.
Pengelolaan dari kelima sistem kehidupan birokrasi ini akan menentukan kualitas sistem
pelayanan publik.
Kemampuan dari suatu sistem pelayanan publik dalam merespons dinamika yang terjadi
dalam masyarakatnya secara tepat dan efisien akan sangat ditentukan oleh bagaimana misi
dari birokrasi dipahami dan dijadikan sebagai basis dan kriteria dalam pengambilan
kebijakan oleh birokrasi itu. Birokrasi publik diIndonesia sering kali tidak memiliki misi
yang jelas sehingga fungsi-fungsi dan aktifitas yang dilakukan oleh birokrasi itu cenderungsemakin meluas, bahkan mungkin menjadi semakin jauh dari tujuan yang dimiliki ketika
membentuk birokrasi itu. Perluasan misi birokrasi ini sering kali tidak didorong oleh
keinginan birokrasi itu agar dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan
sosial ekonominya, tetapi didorong oleh keinginan birorasi unr\tuk memperluas aksesnya
terhadap kekuasaandan anggaran. Dalam situasi yang fragmentasi birokrasi amat tinggi,
maka kecenderungan semacam ini tidak hanya akan membengkakkan birokrasi publik, tetapi
juga menghasilkan duplikasi dan konflik kegiatan dan kebijakn antar departemen dan
berbagai non departemen. Dalam sistem penyelenggaraan pelayanan publik, konflik
kebijakan antar departemen dan lembaga non departemen b8kan hanya melahirkan
inefisiaensi, tetapi juga membingungkan masyarakat pengguna jasa birokrasi.
Ketidakpastian misi juga membuat orientasi birokrasi dan pejabatnya pada prosedur dan
peraturan menjadi amat tinggi. Apalagi dalam birokrasi publik diIndonesia yang cenderung
menjadikan prosedur dan peraturan sebagai panglima, maka ketidakjelasan misi birokrasi
publik mendorong para pejabat birokrasi publik menggunakan prosedur dan peraturan
sebagai kriteria utama dalam penyelenggaraan pelayanan. Para pejabat birokrasi sering
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 3/21
mengabaikan perubahan yang terjadidalam lingkungan dan alternatif cara pelayanan yang
mungkin bisa mempermudah para pengguna layanan untuk bisa mengakses pelayanan secara
lebih mudah dan murah. Ketaatan dan kepatuhan terhadap prosedur dan peraturan menjadi
indikator kinerja yang dominan sehingga keberanian untuk mengambil inisiatif dan
mengembangkan kreatifitas dalam merespons perubahan yang terjadi dalam masyarakat
menjadi amat rendah. Rutinitas dianggap sebagai suatu hal yang wajar dan benar dalam
penyelengaraan pelayanan publik. Birorasi yang seperti ini tentu amat sulit menghadapi
dinamika yang amat tinggi, yang muncul sebagai akibat dari krisis ekonomi dan politik yang
sekarang ini terjadi diIndonesia. Krisis ini mengajarkan kepada kita betapa rapuhnya sistem
birokrasi publik diIndonesia dalam menghadapi perubahan-perubahan yang cepat dalam
lingkungannya.Tentunya kegagalan birokrasi dalam merespons krisis ekonomi dan politik
secara baik juga amat ditentukan oleh bagaimana sistem kekuasaan, akuntabilitas, intensif
dan budaya yang berkembang dalam birokrasi selama ini.
Uraian diatas menjelaskan bahwa kemempuan pemerintah dan birokrasinya dalam
menyelenggarakan pelayanan publik amat dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait
satu dengan yang lainnya. Untuk memahami kinerja birokrasi dalam penyelengaraan
pelayanan publik, tentu tidak cukup hanya dengan menganalisisnya dari satu aspek yang
sempit, tetapi harus bersifat menyeluruh dengan memperhatikan semua dimensi persoalan
yang dihadapi oleh birorasi serta keterkaitan sati dengan yang lainnya. Dengan cara p-andang
seperti ini, maka informasi tepat dan lengkap mengenai kinerja birokrasi dapat diperoleh dan
kebijakan reformasi birokrasi yang holistik dan efektif bisa dirumuskan dengan mudah.
Dengan melaksanakan kebijakan seperti ini, maka diharapkan perbaikan kinerja birokrasi
dalam penyelengaraan pelayanan publik akan bisa segera dinikmati oleh masyarakat luas.
Makalah ini sedikit mengupas bagaimana berbagai faktor tersebut berhubungan dengan
kinerja penyelengaraan pelayanan publik yaitu Pelayanan Pajak Surat Tanda NomorKendaraan (STNK) Bermotor di SAMSAT Slawi. Dengan menggunakan data yang
diperoleh baik dari survei maupun media massa dan wawancara dilapangan, makalah ini
menjelaskan berbagai faktor yang menjadi penyebab dari kegagalan birokrasi publik dalam
menyelengarakan pelayanan publik secara efisien, responsif dan akuntabel. Berbagai faktor,
baik yang sifatnya internal maupun yang secara langsung berpengaruh terhadap praktik
penyelengaraan pelayanan seperti budaya birokrasi, etika pelayanan, kewenangan diskresi
dan sistem intensif dijelaskan dalam makalah ini. Lebih dari itu makalah ini juga
menjelaskan bagaimana lingkungan eksternal birokrasi, seperti budaya dan kondisi politik
lokal ikut mempengaruhi kinerja birokrasi dalam menyelengarakan pelayanan publik.
2. Permasalahan
Kompleksitas masalah pembangunan yang dihadapi pemerintah Orde Baru
menghendaki adanya perubahan struktur birokrasi yang membuat tubuh birokrasi
menjadi semakin membengkak. Dalam kurun waktu tidak lebih dari sepuluh tahun,perkembangan jumlah pegawai negeri terus mengalami peningkatan sangat tinggi.
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 4/21
Menurut Rohdewohld (1995), pada tahun 1993 jumlah pegawai negeri telah mencapai
jumlah 4.009.000 Orang. Jumlah tersebut termasuk yang paling besar dalam sejarah
perkembangan jumlah pegawai negeri diIndonesia. Pertumbuhan jumlah pegawai negeri
sipil apabila diklasifikasikan menurut tingkatan pemerintah terlihat bahwa jumlah
pegawai negeri yang adea didaerah hanya mencapai 12,5 persen (belum termasuk
pegawai pusat yang ditempatkan didaerah), sedangkan jumlah pegawaia negeri ditingkat
pusat mencapai 87,5 persen.
Penambahan jumlah pegawai negeri sipil secara besar-besaran semasa
pemerintahan Orde Baru membawa dua konsekuensi pentung. Pertama, penyediaan
lapangan kerja baru dibidang pemerintahan dan pelayanan oleh pemerintah menjadi
sebuah keharusan. Selama pemerintah Orde Baru berkuasa, pemerintah berusahamenciptakan lapangan pekerjaan untuk menampung jumlah pegawai negeri yang
melebihi kapasitas. Penciptaan struktur organisasi baru diberbagai instansi pemerintahan,
baik dipusat maupun didaerah tumbuh begitu pesat tanpa memperhatikan analisis
kebutuhan organisasi serta penyiapan sumberdaya manusianya. Perekrutan pegawai
dijajaran birokrasi pemerintah terus menerus dilakukan tanpa memperhatikan kejelasan
kriteria, profesionalitas dan kebutuhan organisasi. Penambahan jumlah instansi dan
pegawai birokrasi pemerintah tersebut pada akhirnya tidak membawa dampak pada
terciptanya efisiensi pelayanan publik.
Kedua, akibat dari jumlah pegawai negeri yang terlalu besar menjadikan
dominasi peran birokrasi dalam kehidupan publik menjadi sangat tinggi. Hampir segala
aspek kehidupan masyarakat tersentuh oleh birokrasi semenjak penduduk lahir hingga
meninggal dunia selalu berurusan dengan birokrasi pemerintah. Seorang penduduk yang
lajir diharuskan mengurus surat keterangan lahir dan akta lahir di kantor Catatan Sipil.hal
tersebut belum termasuk berbagai kegiatan politik, seni, ekonomi, sosial, agama maupunbudaya yang harus memerlukan mekanisme perijinan birokrasi yang sangat rumit.
Realitas tersebut menjadikan birokrasi terasa begitu dominan dalam mengatur
kehidupan masyarakat. Birokrasi kemudian cenderung lebuh berperan untuk mengurus
kehidupan publik, dalam arti fungsi pelayanan publiknya. Sebagai kepanjangan tangan
dari pemerintah pusat, birokrasi didaerah hanya menjalankan fungsi pelaksanaan regulasi
atau kebijakan yang telah ditentukan birokrasi pusat untuk melakukan pengaturan atas
segala kehidupan masyarakat. Peran dan posisi birokrasi yang hampir tidak terbatas
menjadikan birokrasi sangat sulit dikontrol oleh publik, sehingga munculnya patologi
birokrasi seperti kolusi, korupsi dan nepotisme menjadi sulit terdeteksi.
Perubahan tata pemerintahan dilakukan secara sistematis selama Orde Baru
berkuasa. Selain kompleksitasnya masalah pembangunan yang dihadapi, pemerintahan
Orde Baru dengan berbagai pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya maupun
geografis wilayah Indonesia yanga demikian besar memerlukan adanya suatu sistem
pengendalian birokrasi yang efektif dalam menjangkau sasaran pembangunan. Menyadari
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 5/21
hal tersebut, pemerintah Orde Baru membentuk jaringan organisasi
birokrasipemerintahan yang mampu menjangkau sampai ke lapisan terbawah masyarakat.
Selama Orde Baru berkuasa jaringan Organisasi pemerintah terbentuk mulai dari pusat
sampai Rukun Tetangga secara hierarkis.
Dalam penyelengaraan pelayanan pajak Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)
bermotor di SAMSAT Slawi penuh dengan KKN. Pelayanan STNK berawal dari
persyaratan pengajuan, proses pembayaran dan pengesahan terlihat banyak yang terlibat
didalamnya oknum baik petugas maupun calo. Persyaratan pengguna jasa atau pemakai
kendaraan dalam mengajukan persyaratannya terdiri dari STNK Asli, Buku Pemilik
Kendaraan Bermotor (BPKB) Asli dan Fotokopi dan KTP Pemilik Asli. Setelah memiliki
kelengkapan persayaratan, pengguna jasa mendaftarkan ke Loket I pendaftaran denganmenyerahkan berkas kelengkapan persyaratan pajak STNK. Petugas menerima berkas
tersebut dengan menggantikan slip pendaftaran yang dikembalikan kepada pengguna jasa
yang bertuliskan Rp.5000,- sebagai pembayaran pendaftaran. Ketika pengguna jasa telah
membayar pendaftaran, slip pendaftaran ditanda tangani . pada Loket II petugas
pengesahan menerima slip pendaftaran untuk ditukarkan dengan kwitansi pembayaran
pajak STNK sesuai tahun keluarnya kendaraan. Dalam kwitansi pajak STNK meliputi
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Sumbangan Wajib (SW) Jasa Raharja, Biaya
Administrasi STNK dan Biaya Administrasi TNKB.
Dalam pelayanan selanjutnya pengguna jasa membayar jumlah pajak kepada kasir
di loket III sesuai dengan nomor antrian. Maka dengan selesainya membayar berarti
pengguna jasa tinggal mengambil STNK yang baru yaitu lembar pajak 1 tahun di
gantikan dengan slip pembayaran dan tertera waktu tagihan pajak untuk tahun depan.
Pada loket IV yatu penyerahan STNK dan Plat Nomor Polisi untuk melayani pengguna
jasa dalam mengambil STNK baik yang membayar pajak maupun perpanjangan PlatNomor. Waktu yang dibutuhkan untuk membayar pajak yaitu satu sampai satu setengah
jam. Penulis sudah 5 kali dalam melakukan pembayaran pajak 1 tahun maupun
perpanjangan Plat Nomor 5 tahun. Selain motor sendiri, alhamdulillah juga dipercaya
oleh teman dan tetangga untuk membayarkannya. Banyak peristiwa menarik dan banyak
persoalan yang harus diselesaikan sebagai kepedulian terhadap kebersihan dan efisiensi
pelayanan untuk mensejahterakan masyarakat. Tidak mudah untuk mengembalikan
kepercayaan masyarakat kepada birokrasi pemerintah dalam suatu penyelengaraan
pelayanan publik. Maka kita sebagai pengguna jasa harus kritis dan berani untuk
membuka persoalan dalam tataran politik. Tujuannya tidak lain untuk transportasi kinerja
dan memberikan konsekuensi baik secara hukum maupun konsekuensi sosial.
Mengenai penyelenggaraan pelayanan publik di SAMSAT Slawi, saya mengalami
dari tahun 2004. mulai dari membayar pajak 1 tahun sepeda motor dan kehilanagan
STNK. Dalam pembayaran pajak STNK merasakan keanehan ketika KTP Pemilik
kendaraan tidak ada, petugas menyarankan untuk menebus uang Rp.25000,-. Padahal
seandanya saya melihat didalam kantor SAMSAT tidak terdapat tarif atau aturan
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 6/21
mengenai tebusan KTP sebesar Rp.25.000,-. Cara pandang saya tidak langsung
memvonis hal tersebut sebagai uang suap tetapi sebagai konsekuensi hukum walaupun
secara tertulistidak ada. Tetapi hal tersebut jika dibiarkan begitu saja tanpa adanya
teguran baik kepada aparat pelayanan SAMSAT maupun pengguna jasa, maka akan
terjadi kolusi secara terus menerus hingga membudaya dan mendarah daging. Karena
pendidikan dan etika dalam pelayanan tidak dipahami oleh keduanya cenderung terjadi
pembodohan dan ketergantungan oleh kekuasaan uang. Dan peristiwa berikutnya dalam
pembayaran perpanjangan Plat Nomor 5 tahun yang sarat dengan KKN. Pada peristiwa
ini saya membantu sepeda motor temannya yang hanya adaa STNK dan sepeda motor.
Persyaratan perpanjangan Plat Nomor 5 tahun harus membawa sepeda motor untuk cek
fisik, STNK Asli, BPKB Asli dan fotokopi serta KTP Pemilik Asli. Saya hanya dapat
membawa sepeda motor dan STNK Asli ke SAMSAT Slawi karena teman saya sedang
bekerja di Jakarta. Rencana sepeda motor tersebut akan digunakan untuk transportasi
pekerjaannya sebagai kolektor koperasi. Melihat kondisi yang seadanya dari sepeda
motor langsung didatangi tukang parkir dan calo yang mendekat didepan kantor
SAMSAT Slawi kepada saya. Mereka menanyakan pembayaran pajak atau perpanjangan
Plat Nomor, dijawab dengan mudah oleh saya dengan mengatakan mau membayar
perpanjangan Plat Nomor. Selain itu saya menyempatkan diri untuk berkenalan dengan
calo tersebut.
Nanang seorang yang berprofesi sebagai calo pembayaran pajak dan
perpanjangan STNK di SAMSAT Slawi, itulah namanya. Saya membuka persoalan
perpanjangan STNK dengan menceritakan yang sebenarnya. Dibawah pohon kami
membicarakannya dan bagaimana cara membayarnya. Di satu sisi ada persoalan 2 tahun
pajak yang lalu belum terbayar, BPKB masih dijadikan jaminan pada koperasi serta KTP
Pemilik tidak berda ditangan saya. Nanang mengatakan bahwa pembayaran perpanjangan
STNK dalam kondisi seperti anda dapat diatasi yang terpenting sepeda motor dapat dicek
fisik dan STNK Asli dibawa kekantor SAMSAT. Masih beruntung kami masih bisa
menyelesaikan persoalan pembayaran, nomor rangka mesin sudah digesek dan
mendapatkan Lembaran Ditlantas yang resmi. Setelah itu kami menghitung 2 tahun pajak
yang belum dibayar. Ternyata dpat digantikan denda sebesar Rp.25000,- pertahun.
Seperti halnya KTP pemilik ditebus Rp.35000,- dan BPKB sebesar Rp.25.000,-. Melihat
hal tersebut saya sebagai pengguna jasa merasaa lega setelah ada solusi dan denda yang
sudah dilunasi oleh teman saya. Makakelegaan itu tidak berlangsung lama walaupunmaslah suadah terselesaikan tinggal menuggu pembayaran tagihan pajak tahun depan.
Kelegaan itu hilang saat saya dikenal sebagai calo atau pengantar dalam pembayaran
pajak dan perpanjangan STNK. Hal ini saya rasakan sebagai hilangnya kepercayaaan
teman dan tetangga kepada aparat pelayanan yang telah dialami langsung oleh
pengalaman saya. Maka penulis dapat memahami pentingnya pelayanan publik yang
dilihat dari pelaku dan pengguna jasa untuk mengukur bagaimana peayanan publik dalam
pembayaran pajak STNK dapat berjalan efektif dan Efisien dengan prioritas peningkatan
pendapatan asli daerah sebgai penunjang pembangunan.
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 7/21
3. Pembahasan Masalah
Berdasarkan penjelasan permasalahan yang telah penulis analisis, dapat
mendorong perbaikan didalam sistem pelayanan publik khususnya bagi aparat pelayanan
publik dan pengguna jasa administrasi pemerintahan. Sebagai warga negara yang terlibat
langsung dengan penyelenggaraan pemerintahan sudah pasti akan bersinggungan
peraturan baik dalam Undang-undang maupun Perda.
Seperti yang kita lakukan yaitu kewajiban dalam membayar pajak, dalam hal ini
pembayaran pajak STNK di kantor SAMSAT Slawi.
Menurut Prof. Dr. Rahmat Sumitro, SH mengatakan mengenai pengertian pajak
yaitu iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang dapat dipaksakan
dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjuk digunakan
untuk pembiayaan sarana umum. Pemungutan iuran tersebut hanya dapat dilakukan oleh
negara yaitu aparat penyelenggara pelayanan publik.
Pembayaran pajak STNK diselenggarakan oleh pemerintah propinsi dengan sistem
Dekonsentrasi, yang mana pemerintah kabupaten atau pemerintah kota sebagai
kepanjangan tangan pemerintah propinsi. Pengelolaan pendapatan pajak STNK
dilaksanakan oleh UPTD SAMSAT dan UPTD Dipenda kabupaten /kota.
Sedangkan untuk hasil dari pemungutan pajak STNK akan langsung diterima pemerintah
propinsi sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan.
Mengenai permasalahan kurang efisiensinya pelayanan oleh aparat sebagai
dampak negatif yang disebabkan besarnya jumlah pegawai dan penambahan jumlah
instansi. Sekarang pemerintah membutuhkan kinerja yang profesional dan orientasi pada
kesejahteraan sosial. Melalui seleksi pegawai yang adil dan proposional dapat melihat
permasalahan yang sebenarnya terjadi ditengah masyarakat baik dari segi ekonomi,
politik, hukum dan budaya. Setelah terwujud pemerintah dalam perekrutan pegawai
langkah selanjutnya mereka yang sudah menjadi pegawai dapat di didik dan dilatih dalam
rangka menguji kembali keahlian dari ilmunya serta kepribadiannya. Untuk melengkapi
tingkat efisiensi secara empiris mereka harus praktek latihan dan penelitian dilapangan
sebagai penyempurnaan profesi. Penempatan pegawai dapat melihat prestasi dan hasil
dari penelitian mengacu pada kepuasan dan pemecahan problem masyarakat.
Birokrasi yang rumit merupakan permasalahan klasik yang diturunkan melalui era
orde baru status quo. Pengalaman yang terjadi adalah prosedur administrasi mulai dari
bawah sampai keatas secara hierarkis tidak mampu menyelesaikan masalah malahan
menambah sumber baru yaitu monopoli aparat penyelenggara pelayanan yang hanya
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 8/21
dapat tunduk kepada atasannya. Tidak terbatasnya kewenangan aparat membuat kontrol
masyarakat sulit dilakukan pada akhirnya cenderung menimbulkan patologi birokrasi.
Sebagai solusi dan tindak lanjut permasalahan tersebut, pemerintah lebih
mengedepankan supremasi hukum sebagai konsekuensi pidana dan ditindak lanjuti
dengan konsekuensi sosial. Ketika penyelenggaraan pelayanan pajak STNK dikantor
SAMSAT terjadi kolusi kepada oknum aparat. Maka pemerintah bersama dengan aparat
hukum langsung menindak dengan membuktikan kepada masyarakat luas melalui media
masa. Seperti POLRI pada kepemimpinan Jenderal Polisi Sutanto yang telah bekerjasama
dengan BIN, Kejaksaan Agung. KPK dan CIA dalam memberantas oknum yang terlibat
pelanggaran kode etik pegawai. Selanjutnya pihak swasta memberikan sosialisasi tindak
pidana oleh aparat kepada masyarakat luas untuk mendapatkan ketidakpercayaan.
Selain itu, peran masyarakat disini tidak lain adalah ikut mendukung,
melaksanakan dan mengawasi dengan penmerintah. Maka disamping sebagai pengguna
jasa diharapkan mampu melakukan pengawasan yang obyektif. Tujuannya tidak lain
adalah untuk memberikan kontribusi materi dan kontrol perilaku aparat penyelenggara
berupa teguran, surat peringatan maupun dialog secara langsung.
4. Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa
dalam menyelenggarakan pelayanan pajak dikantor SAMSAT Slawi harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. pemahaman tentang pajak oleh aparat penyelenggara pelayanan dan masyarakat
b. perekrutan pegawai didasarkan pada keahlian (profesionalisme)
c. penempatan pegawai yang adil dan proposional
d. menjunjung tinggi nilai-nilai hukum terhadap aparat penyelenggara pelayanan dan
masyarakat pengguna jasa
e. bekerjasama antara SAMSAT, BIN, Pengadilan, POLRI, KPK dan Masyarakat
dalam menindaklanjuti
f. adanya konsekuensi hukum dan konsekuensi sosial
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tetang Perimbangan Keuangan Antara PemerintahPusat dan Daerah.
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 9/21
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas
Dwiyanto, Agus. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Gadjah Mada UniversityPress. Yogyakarta.
by. bisniedha (untuk Makalah lebih lengkapnya disini
Diposkan oleh Mutiara Hati di 02:32 Label: Makalah
2 komentar:
indotopten mengatakan...
Account situs Anda telah disetujui admin indotopten, cek panduan di email atau login di
situs indotopten untuk informasi selengkapnya seputar statistik dan rangking situs ini.Terima kasih :)
Selasa, 10 November, 2009
Mutiara Hati mengatakan...
Terima Kasih indotopten
Rabu, 28 Juli, 2010
Poskan Komentar
Link ke posting ini
Buat sebuah Link
Posting Lebih Baru » « Posting Lama Beranda Langgan: Poskan Komentar (Atom)
EVALUASI PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Kajian Indek Kepuasan Masyarakat (IKM) Dalam Pelayanan
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
oleh :
Rahmad Purwanto W
Christine Diah Wahyuningsih
(Staf Pengajar FISIP Universitas 17 Agustus 1945 Semarang)
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 10/21
SUMMARY
Study on Community Satisfied Index in Public Service in Semarang City, was focused on study
of public service in the general hospital in Semarang City. This research had assumption thatcommunities, who had public service, can give evaluation and appraisal hospital but also inhome. In the frame of increasing public service, RSUD Semarang City has been formulatedStandard of Public Service Guide as effort to increase service quality for community. Sinceyear 2009, RSUD Semarang City, as a institution, had been formed Local Public ServiceInstitution (BLUD) as regarding to Government Regulation No. 23 Year 2005. In year 2007,there was internal study on community satisfied index in General Hospital (RSUD) SemarangCity. According to that research, There were some suggestions which had been followed up toeffort increasing of facilities related with community relationship which was better in order tomake good impression for good service in general hospital.
There were some questions in this research which had been formulated in this study, as followed:
1. How is good Community Satisfied Index (IKM) in public service in the Local GeneralHospital (RSUD) in Semarang City?
2. What are problems in the Local General Hospital (RSUD) in Semarang City in order toincrease public service?
3. What are potency which can be benefited in the frame of service increasing LocalGeneral Hospital (RSUD) in Semarang City?
4. How is implementation description of service working at Local General Hospital(RSUD) in Semarang City since implementation local autonomy in year 2000?
In this research, the number of responder were 200 persons who divided into 120 persons whohad been treated out of hospital and 80 persons who had been treated in Local General Hospital(RSUD) Semarang City. This research studied 18 elements of study Community Satisfied Indexfrom Keputusan Menteri Penetiban Aparatur Negara No. 25/KEP/M.PAN/2/2004 General Guideof Formulation Community Satisfied Index on Government Institution Service Unit.
In order to effort increasing public service, there were some problems, as followed; modernequipments were still limited, number of paramedics, quality of human resources, service timehad still long, still need service procedure. Hospital services were good technology, capital andresources quality which better because of development of knowledgment and service.Supporting from Local Government City good enaough, especially related by free of charge for
healthy services, increasing number of Askes (Health Insurance) participant and Jamkesmas, soaccess and services to community enough good.
According to the research result, for 14 services unsures showed that the value of PublicSatisfied Index as amount 2,91 and after conversion as amount 72,86. Those reserach showedthat hospital services got good catagories. According to count from 18 service unsure got value3,01 and after conversion that conversion value as amount 75,29. It can be drawn that quality of hospital services was good catagories. There were some items needed as followed serviceprocedure, waiting time, paramedic decipline and widely informations fasillities.
Keyword : Public Services; Community Satisfied Index In The General Hospital
1. A. Pendahuluan
Penelitian tentang Indek Kepuasan Masyarakat Dalam Pelayanan Publik di Kota Semarang, difokuskan pada studi pelayanan publik di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang, denganasumsi bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan dasar maka masyarakat yang mendapatkanpelayanan dapat memberikan evaluasi dan penilaian terhadap pelayanan yang telah diterima,
baik terkait dengan pelayanan rawat inap dan pelayanan rawat jalan yang pernah dilakukan diRumah Sakit umum Daerah Kota Semarang. Dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 11/21
RSUD Kota Semarang telah menyusun Standar Pedoman Pelayanan Publik sebagai upayapeningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Sejak tahun 2009 RSUD Kota Semarang secara kelembagaan telah berbentuk Badan LayananUmum Daerah sebagaimana amanat dari Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005. Demikian
pula dalam upaya pengkajian pelayanan kepada masyarakat telah dilakukan pengkajian indek kepuasan masyarakat terhadap pelayanan RSUD Kota Semarang secara internal tahun 2007yang lalu. Terdapat beberapa masukkan yang telah ditindak lanjuti dengan upaya peningkatanprasarana dan sarana serta hubungan masyarakat yang lebih baik dalam rangka menumbuhkancitra rumah sakit dengan pelayanan yang mumpuni.
Pelimpahan wewenang urusan kesehatan dari pemerintah pusat kepada daerah sangatmemungkinkan terjadinya peningkatan penyelenggaraan pelayanan dengan jalur birokrasi yanglebih ringkas. Terbuka peluang bagi pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dalampemberian dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Namun apakah selamapelaksanaan otonomi daerah ini telah terjadi perubahan (peningkatan) pelayanan publik? Hasil
penelitian ICW (Jakarta, 2006) menunjukan masih rendahnya kualitas pelayanan publik diIndonesia, era desentralisasi penyakit birokrasi (red tape boreaucarcy) terutama prosedurberbelit, waktu pelayanan lama, biaya mahal, kurang informasi dan aparat sulit ditemui sehinggawilayah publik diabaikan.
Terkait dengan hal-hal tersebut diatas, maka untuk mengetahui kinerja pelayanan publik yangdiselenggarakan oleh rumah sakit umum daerah dipandang perlu untuk melakukan penelitianatau pengkajian terkait dengan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap kegiatanpelayanan yang dilakukan oleh satuan kerja pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota. Halini berdasarkan pada pertimbangan, bahwa pelaksanaan kebijakan otonomi luas adalah di tingkatkabupaten/kota. Dengan demikian maka Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
kabupaten/kota dalam melayani masyarakat secara langsung akan lebih tanggap dan sesuaidengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Upaya peningkatan pelayanan masyarakat ditingkat kabupaten/kota menjadi titik masuk (entry point ) komitmen penyelenggaraankepemerintahan yang amanah (good governance).
1. B. Perumusan Masalah
Prinsip-prinsip dasar dalam pelayanan publik sebagaimana implementasi dari penyelenggaraankepemerintahan yang baik, antara lain dengan meningkatkan akses, pemerataaan dan
keterjangkauan yang luas kepada masyarakat, terutama dilaksanakan secara 1) sederhana; 2)kejelasan; 3) kepastian waktu; 4) akurasi; 5) keamanan; 6) tanggung jawab; 7) kelengkapansarana dan prasarana; 8) kemudahan akses; 9) kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan; dan 10)kenyamanan. Demikian pula dalam pemberian pelayanan harus disertai dengan StandarPelayanan Publik (SPP) yang memberikan kejelasan tentang 1) prosedur pelayanan yang jelas;2) waktu penyelesaian yang pasti; 3) biaya pelayanan yang transparan; 4) sarana dan prasaranayang memadai; dan 5) kompetensi petugas pelayanan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka rumusan masalah (research question) dalampenelitian ini sebagai berikut :
1.
Seberapa besarkah Indek Kepuasan Masyarakat (IKM) dalam pelayanan publik diRumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kota Semarang?2. Permasalahan apasajakah yang terdapat di RSUD di Kota Semarang dalam rangka
peningkatan pelayanan publik?3. Potensi apa sajakah yang dapat dimanfaatkan dalam rangka peningkatan pelayanan
RSUD di Kota Semarang?4. Bagaimanakah gambaran perkembangan kinerja pelayanan RSUD Kota Semarang sejak
pelaksanaan otonomi daerah tahun 2000?
C. Hasil Penelitian
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 12/21
Berdasarkan hasil pengolahan data primer, maka penelitian IKM RSUD Kota semarang untuk cakupan penelitian sebanyak 14 unsur pelayanan menghasilkan total nilai IKM sebesar 2,91.Nilai setelah dikonversi adalah sebesar 72,86. Hasil itu memberikan makna bahwa mutu layananRSUD Kota Semarang mendapat nilai Baik dengan kinerja unit-unit pelayanan di dalamnyatermasuk kategori baik. Berikut ini tabel nilai IKM dengan cakupan penelitian 14 unsur
pelayanan, sebagai berikut :
Tabel 1
Nilai Unsur Pelayanan dan Nilai IKM
No Unsur Pelayanan Nilai Rata-rata
IKM Tertimbang
1. Prosedur Pelayanan 0,213
2. Persyaratan Pelayanan 0,2133. Kejelasan petugas pelayanan 0,209
4. Kedisiplinan petugas pelayanan 0,206
5. Tanggung jawab petugas pelayanan 0,211
6. Kemampuan petugas pelayanan 0,212
7. Kecepatan pelayanan 0,198
8. Keadilan mendapatkan pelayanan 0,208
9. Kesopanan dan keramahan petugas 0,209
10. Kewajaran biaya pelayanan 0,214
11. Kepastian biaya pelayanan 0,211
12. Kepastian jadwal pelayanan 0,20413. Kenyamanan lingkungan 0,2
14. Keamanan pelayanan 0,207
Total IKM 2,91
Total IKM x 25 (nilai konversi) 72,86
Mutu Pelayanan B (Baik)
Kinerja Unit Pelayanan Baik
Untuk nilai IKM dengan cakupan 14 unsur pelayanan, dengan nilai memperoleh sebesar 2,91.Nilai setelah dikonversi menjadi sebesar 72,86. Hasil itu memberikan makna bahwa mutu
layanan RSUD Kota Semarang mendapat nilai baik dengan kinerja unit –
unit pelayanan didalamnya termasuk kategori baik.
Sedangkan hasil perhitungan nilai IKM dengan banyaknya unsur penilaian sebanyak 18 unsurpelayanan rumah sakit mendapatkan nilai skor nilai 3,1 dan nilai setelah dikonversikan dengannilai sebesar 75,29. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut memberikan arti bahwa mutulayanan RSUD Kota Semarang mendapatkan nilai baik, dengan demikian rata-rata nilaipelayanan termasuk kategori baik. Demikian pula kinerja unit-unit pelayanan di rumah sakittermasuk kategori baik. Berikut tabel ini nilai IKM dengan cakupan penelitian 18 unsurpelayanan sebagai berikut :
Tabel 2
Nilai Unsur Pelayanan dan Nilai IKM RSUD Kota Semarang
No Unsur Pelayanan Nilai Rata-Rata IKMTertimbang
1 Prosedur pelayanan 0,168
2 Persyaratan pelayanan 0,168
3 Kejelasan petugas pelayanan 0,165
4 Kedisiplinan petugas pelayanan 0,162
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 13/21
No Unsur Pelayanan Nilai Rata-Rata IKMTertimbang
5 Tanggung jawab petugas pelayanan 0,167
6 Kemampuan petugas pelayanan 0,167
7 Kecepatan pelayanan 0,156
8 Keadilan mendapatkan pelayanan 0,1649 Kesopanan dan keramahan petugas 0,165
10 Kewajaran biaya pelayanan 0,169
11 Kepastian biaya pelayanan 0,161
12 Kepastian jawal pelayanan 0,158
13 Kenyamanan lingkungan 0,158
14 Keamanan pelayanan 0,164
15 Ketertiban administrasi 0,168
16 Kelengkapan fasilitas penunjang 0,164
17 Pelayanan informasi 0,167
18 Pengenaan biaya diluar ketentuan 0,182
Total IKM 3,01
Total IKM dikalikan 25 (nilai konversi) 75,29
Mutu pelayanan B (Baik)
Kinerja unit pelayanan Kategori Baik
Sumber data : Hasil analisis data primer (diolah)
Dengan demikian maka dapat dikemukakan bahwa hasil penelitian tentang indek kepuasanmasyarakat dalam pelayanan publik berdasarkan 18 unsur pelayanan menunjukkan hasil yangbaik. Kinerja unit pelayanan RSUD Kota Semarang termasuk kategori baik.
Namun demikian terdapat beberapa unsur pelayanan yang perlu mendapatkan perhatian untuk ditingkatkan, yaitu :
1. Peningkatan dan penataan kecepatan pelayanan kepada pengguna layanan, tepat waktudan pelayanan petugas.
2. Perhatian dan meningkatkan perhatian terhadap jadwal tugas dan pelayanan yang telahditetapkan agar ditepari secara konsisten.
3. Peningkatan kenyamanan lingkungan yang menunjang pelayanan.4. Peningkatan keamanan pelayanan dan menyiapkan secara internal untuk menanggapi
komplain dari pengguna layanan.5. Peningkatan pelayanan komunikasi dan informasi petugas dengan pengguna layanan dan
masyarakat umum.
Masukkan dari responden yang dikelompokkan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanankepada masyarakat dapat dikelompkkan menjadi : kecepatan layanan, kinerja, biaya, prosedurpelayanan, pelayanan pendukung, dan kenyamanan lingkungan, dapat dikemukakan sebagaiberikut :
No Usulan Masukan Ranking Urgensi
1 Kecepatan pelayanan kepadapasien
1 1. Tepat waktu pelayanan2. Disiplin petugas sesuai dengan jadwal
yang telah ditetapkan.
2 Kinerja petugas 2 1. Sikap sopan dan ramah.2. b. Peningkatan kemampuan dan
ketrampian teknis.
3 Biaya yang wajar 3 1. Penetapan biaya sesuai dengan ketentuan
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 14/21
No Usulan Masukan Ranking Urgensi
2. Memperluas kerjasama pelayanan denganasuransi kesehatan
4 Prosedur pelayanan yanglebih sederhana
4 1. Penyederhanaan pendaftaran;2. Kemudahan pengisian form isian3. Kemudahan menemukan kembali surat
5 Pelayanan pendukung 5 1. Pelayanan laboratorium2. Pelayanan pengambilan obat3. c. Kemudahan mendapatkan rekam medik
dan resep.
6 Kenyamanan dan keamanan
lingkungan
6 1. Penerapan waktu besuk bagi pasien
terjadwal dan diberlakukan agar pasiendapat beristirahat.
2. Penataan ruang tunggu3. Penyediaan tempat duduk untuk ruang
tunggu bagi pasien.4. Kebersihan ruang pasien dan lingkungan
bangsal.5. Keamanan diantara bangsal pada waktu
malam hari.6. WC untuk keluarga pasien yang ikut
menjaga pasien.
7. Penitipan kendaraan keluarga pasien.8. Loker penitipan barang milik keluarga
pasien.9. Tata suara untuk musik ringan penyejuk
suasana.10. Petunjuk arah untuk evakuasi ketempat
yang aman, apabila terjadi bencana, baik bencana alam maupun kebakaran.
Sumberdata : data primer (diolah)
Upaya peningkatan dan penyediaan informasi bagi masyarakat terutama penyediaan leafler,brosur dan menyediakan website untuk keterbukaan informasi publik bagi RSUD KotaSemarang, sehingga mudah diakses masyarakat umum di masa mendatang. Demikian puladiperlukan pembuatan petunjuk arah ke lokasi yang aman terutama untuk evakuasi massa ketempat yang aman, apabila terjadi bencana, baik bencana alam, bencana sosial maupunkebakaran.
1. D. Catatan Penutup
Sesuai dengan ketentuan dalam PP No. 38 tahun 2007 kebijakan pembangunan bidangkesehatan dimasa mendatang lebih diarahkan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan hak-hak dasar masyarakat yang harus dijamin penyelenggaraannya oleh pemerintah dan pemerintahdaerah.
Peran pemerintah/pemerintah daerah dalam pembangunan kesehatan dalam kontekskepemerintahan yang baik (good governance) terdapat tiga peran penting yaitu (1) sebagairegulator; (2) sebagai pemberi dana dan (3) pelaku kegiatan. Pemerintah daerah kabupaten/kotasesuai dengan kewenangannya menyusun perencanaan pembangunan bidang kesehatan dengan
berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan yang bertumpu pada
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 15/21
kewenangan wajib. Target SPM disusun pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan targetcapaian yang akan dicapai dalam target tahun tertentu.
SKPD pengampu urusan kesehatan kemudian menyusun Standar Pedoman Pelayanan Publik (SPPP) yang berlaku bagi pelaksana urusan baik rumah sakit umum pemerintah maupun
Puskesmas. Sedangkan sebagai pemberi dana maka pemerintah/ pemerintah daerah menyediakanalokasi pendanaan melalui APBN/APBD agar pencapaian target dan pelayanan publik urusankesehatan dapat terselenggara dan pelayanan dasar sebagai hak dasar masyarakat dapat terjamin.
Peran sebagai pelaksana dilakukan oleh rumah sakit umum daerah dan Puskesmas yang dalampenyelenggaraan layanan mengacu pada SPPP yang telah ditetapkan oleh SKPD pengampukesehatan. Oleh karena itu, rumah sakit umum daerah sebagai unit pelaksana layanan kesehatanmenyelenggarakan pengkajian tentang Indek Kepuasan Masyarakat adalah sebagai langkahuntuk meminta tanggapan dan evaluasi dari pengguna layanan untuk memberikan tanggapantentang pelayanan yang telah diterima dan masukkan bagi peningkatan pelayanan di masamendatang. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam evaluasi penyelenggaraan pelayanan
publik. Penentuan standar pelayanan dapat meminta pendapat masyarakat dalammenyelenggarakan pelayanan rumah sakit. Pelibatan masyarakat dalam evaluasi pelayanansangat penting dimasa mendatang
Pelayanan kesehatan ke depan lebih merupakan pelayanan jasa kesehatan lebih meluas danproaktif, tidak sekedar mengobati dan merehabilitasi kesembuhan, terapi lebih bersifat promotif dan preventif melalui upaya secara partisipasif mencegah penyakit dan menggalang keikutsertaaan masyarakat dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan perilaku hidup sehat.Daripada pelayanan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif.
Hasil penelitian tentang IKM di RSUD, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari sebanyak 14 unsur penilaian IKM yang diteliti dalam pelayanan RSUD KotaSemarang diketahui nilai penelitian IKM RSUD Kota Semarang untuk cakupanpenelitian sebanyak 14 unsur pelayanan menghasilkan total nilai IKM sebesar 2,91. Nilaisetelah dikonversi adalah sebesar 72,86. Hasil itu memberikan makna bahwa mutulayanan RSUD Kota Semarang mendapat nilai Baik dengan kinerja unit-unit pelayanandi dalamnya termasuk kategori baik.
2. Demikian pula dengan hasil perhitungan nilai IKM dengan banyaknya unsur penilaiansebanyak 18 unsur pelayanan rumah sakit mendapatkan nilai skor nilai 3,1 dan nilaisetelah dikonversikan dengan nilai sebesar 75,29. Berdasarkan hasil perhitungan tersebutmemberikan arti bahwa mutu layanan RSUD Kota Semarang mendapatkan nilai baik,
dengan demikian rata-rata nilai pelayanan termasuk kategori baik dan kinerja unit-unitpelayanan di rumah sakit termasuk kategori baik.3. Hasil penilaian yang paling tinggi sebesar 0,182 terkait dengan pengenaan biaya diluar
ketentuan yang telah ditetapkan dan yang paling rendah adalah penilaian tentangkecepatan pelayanan sebesar 0,156 maka perlu dilakukan upaya peningkatan ketepatanwaktu pelayanan kepada masyarakat.
4. Aspek penilaian tentang kepastian biaya pelayanan yang dikenakan kepada penggunanlayanan mendapatkan penilaian sebesar 0,161. Meskipun termasuk kategori baik namunperlu mendapatkan perhatian. Penetapan biaya pelayanan termasuk peka bagi penggunalayanan karena kemampuan membayar (ablity to pay) masyarakat Kota Semarang dansekitarnya termasuk rendah, yaitu rata-rata sebesar Rp. 300.000 – Rp. 350.000 per kapita
per tahun. Hampir sama dengan rata-rata nasional sebesar US$ 380,00 per kapita pertahun.5. Kedisiplinan petugas pelayanan mendapatkan penilaian sebesar 0,162 yang mengandung
arti bahwa peningkatan kedisipinan petugas baik kedisiplinan dokter, perawat, petugasadminstrasi dan layanan lainnya perlu ditingkatkan kinerjanya.
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan dimuka maka dapat dirumuskan saran-saransebagai berikut :
1. Perlunya ditingkatkan peningkatan dan penataan kecepatan pelayanan kepada penggunalayanan, tepat waktu dan pelayanan petugas.
2.
Perhatian dan meningkatkan perhatian terhadap jadwal tugas dan pelayanan yang telahditetapkan agar ditepati secara konsisten.
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 16/21
3. Perhatian dalam upaya peningkatan pelayanan komunikasi dan informasi petugas denganpengguna layanan dan masyarakat umum melaui penyediaan informasi bagi masyarakatterutama penyediaan leafler, brosur dan menyediakan website untuk keterbukaaninformasi publik bagi RSUD Kota Semarang, sehingga mudah diakses masyarakat umumdi masa mendatang.
4.
Diperlukan pembuatan petunjuk arah ke lokasi yang aman terutama untuk evakuasimassa ke tempat yang aman, apabila terjadi bencana, baik bencana alam, bencana sosialmaupun kebakaran.
5. Perlunya dilakukan secara berkala pengkajian tentang indek kepuasan masyarakatterhadap pelayanan publik di RSUD Kota Semarang yang hasilnya dapat dipergunakansebagai masukkan bagi peingkatan pelayanan publik di tahun mendatang.
Daftar Pustaka
Peraturan Perundangan
Anonim, UU No. 23 tahun 1993 tentang Kesehatan , Sekretariat Negara RI, Jakarta,1993.
Anonim, UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Sekretariat Negara RI, Jakarta,2004.
Anonim, UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah, Sekretariat Negara RI, Jakarta, 2004.
Anonim, KepMenpan No: 63/Kep/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraanpelayanan Publik, Menpan Jakarta.
Anonim, KepMenpan No: 25/Kep/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan IndeksKepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, Menpan Jakarta.
Anonim, Surat Edaran Menpan No: SE/08. A/M.Pan/5/2005 tentang Netralitas PNS DalamPemilihan Kapala Daerah.
Anonim, PP No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Antara Pemerntah Pusat,Pemerintah Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, Departemen Dalam Negeri, Jakarta,2007.
Buku
Anonim, Jawa Tengah Dalam Angka 2008 Penerbit : Kerjasama Bappeda dengan BPS JawaTengah, Semarang, 2009.
Anonim, Pendapatan Regional Jawa Tengah 2007 , Penerbit : Kerjasama Bappeda dengan BPSJawa Tengah, Semarang, 2008.
Anonim, Indeks pembangunan Manusia Tahun 2005 - 2006 , Penerbit : BPS , Jakarta, 2007.
Anonim, Laporan Tahunan Indonesian Corruption Watch tentang Kinerja Pelayanan Publik ,ICW, Jakarta, 2006.
Gaffar, Affan, dkk, Otonomi Daerah, Dalam Negara Kesatuan, Kerjasama Pustaka Pelajar danPusat Pengkajian Etika Politik dan Pemerintahan, Yogyakarta, 2001.
Indra J. Pillliang, et. all (ed), Otonomi daerah, Prospek dan Evaluasi, Penerbit : Gramedia,Jakarta, 2003.
Indra N. Fauzi, Implementasi Indek Kepuasan Masyarakat Dalam Pelayanan Publik , Penebit:Rajawali, Jakarta, 2006.
Koentjoro Tjahyono, Regulasi Kesehatan di Indonesia, Penerbit : Andi Yogyakarta, 2007.
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 17/21
Lembaga Administrasi negara RI, Pedoman Penyusunan Indek Kepuasan Masyarakat Dalam
pelayanan Publik , Penerbit; LAN – RI, Jakarta, 2006.
Miftah Thoha, Teori Kebijakan Publik , Penerbit : Tiara Wacana, Yogyakarta, 2006.
Mudrajad Kuncoro, Metode Kuantitatif , Penebit : BPFE – UGM, Yogyakarta, 2006.
M. Nasir, Safar,et.all, Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah, Penerbit : Partnership forGovernance Reform in Indonesia dengan UAD Yogyakarta, 2003.
Rukmini, Mimin, et.all, Pengantar Memahami Hak Ekosob, Penerbit : Pattiro, Jakarta, 2008
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Gelombang reformasi telah bergulir menuntut perubahan dalam segala tatanan kehidupankenegaraan. Salah satu latar belakang bergulirnya reformasi adalah masyarakat kecewa kepada
pemerintah. Pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan baik kepada masyarakat. Rakyat
sebagai pemilik kedaulatan sudah tidak memiliki haknya lagi. Semangat reformasi telah
mewarnai pendayagunaan aparatur Negara dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi
Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan Negara dan pembangunan.
Salah satu aspek reformasi mendapat perhatian hingga kini adalah persoalan kebijakan otonomi
daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (UU 32/2004). Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, yang merupakan limpahan Pemerintah Pusat
kepada Daerah. Meskipun demikian, urusan pemerintahan tertentu seperti politik luar negeri,
pertahanan dan keamanan moneter dan fiskal nasional masih diatur Pemerintah Pusat.
Pendelegasian kewenangan tersebut disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan,
sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal.
Pendanaan kewenangan yang diserahkan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri dan mekanisme perimbangan keuangan Pusat-
Daerah dan antar Daerah. Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan
dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak Daerah danRetribusi Daerah. Sedangkan pelaksanaan perimbangan keuangan dilakukan melalui Dana
Perimbangan yang terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus
(Undang-Undang No. 33 tahun 2004).
Di kebanyakan negara berkembang, perhatian utama terhadap Good Governance dalam kaitan
dengan penggunaan otoritas dan manajemen sektor publik, adalah pervasifnya korupsi yang
cenderung menjadi karakter tipikal yang melekat. Bahkan di beberapa negara terbukti bahwa
budaya korupsi telah begitu melekat di dalam birokrasi pemerintah yang justru ditandai oleh
kelangkaan sumber daya. Dalam konteks itu, absennya akuntabilitas sangat menonjol dan
menjadi satu karakter dominan budaya administrasi selama periode tertentu. (http : //skripsi-tesis.
com/docs/akuntabilitas+dan+transparansi+dalam+pelayanan+publik)
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 18/21
Hingga sekarang ini kualitas pelayanan publik masih diwarnai berbagai masalah seperti
pelayanan yang sulit untuk diakses, prosedur yang berbelit-belit ketika harus mengurus suatu
perijinan tertentu, biaya yang tidak jelas, serta terjadinya praktek pungutan liar (pungli),
merupakan indikator rendahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia. Dimana hal ini juga
sebagai akibat dari berbagai permasalahan pelayanan publik yang belum dirasakan eksistensinya
oleh rakyat. Disamping itu, terdapat pula kecenderungan adanya ketidakadilan dalam pelayanan
publik dimana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit mendapatkan pelayanan. Sebaliknya,
bagi mereka yang memiliki "uang", dengan sangat mudah bisa mendapatkan segala yang
diinginkan.
Apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus-menerus terjadi, maka pelayanan yang
diskriminatif ini akan berpotensi menimbulkan konflik laten dalam kehidupan berbangsa. Potensi
ini antara lain kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa, perbedaan yang lebar antar yang kaya
dan miskin dalam konteks pelayanan, peningkatan ekonomi yang lamban, dan pada tahapan
tertentu dapat meledak dan merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Kemudian, terdapat kecenderungan di berbagai instansi pemerintah pusat yang engganmenyerahkan kewenangan yang lebih besar kepada daerah otonom, akibatnya pelayanan publik
menjadi tidak efektif, efisien dan ekonomis, dan tidak menutup kemungkinan unit-unit pelayanan
cenderung tidak memiliki responsibilitas, responsivitas, dan tidak representatif sesuai dengan
tuntutan masyarakat.
Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma pemerintahan yang masih belum
mengalami perubahan mendasar dari paradigma pelayanan konvensional. Paradigma lama
tersebut ditandai dengan perilaku aparatur negara di lingkungan birokrasi yang masih
menempatkan dirinya untuk dilayani, dan bukannya untuk melayani (to serve). Padahal
pemerintah menurut paradigma pelayanan prima seyogyanya melayani bukan dilayani. Adalah
lebih baik, dalam era demokratisasi dan desentralisasi saat ini, seluruh perangkat birokrasi perlumenyadari bahwa hakikat pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang mengutamakan
efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam
perilaku "melayani, bukan dilayani", "mendorong, bukan menghambat", "mempermudah, bukan
mempersulit", "sederhana, bukan berbelit-belit", "terbuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk
segelintir orang (Mustopadidjaja AR, 2002)."
Menilik dari fungsi utama pemerintah yang merupakan penyelenggara pelayanan publik, seiring
dengan tuntutan perkembangan sudah menjadi seharusnya pemerintah melakukan perbaikan
dalam pelayanan publik tersebut. Akan tetapi dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik
terhadap kinerja pemerintah atau birokrasi mengalami degradasi yang kian semakin parah oleh
akibat dari lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan/birokrasi. Kepercayaan dan kehidupan
masyarakat menjadi semakin sengsara ketika pemerintah/birokrasi yang seharusnya berperan
menghadirkan pelayanan prima kepada publik menjadi didominasi dan ditentukan oleh rezim
yang berkuasa sehingga menyebabkan kebalikan daripada pelayanan publik menjadi publiklah
yang menjadi pelayan bagi birokrasi.
Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur negara dengan tuntutan untuk
mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan
pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan, dengan
mempraktekkan prinsip Good Governance. Terselenggaranya Good governance merupakan
prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-citabangsa negara. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem
pertanggung jawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna, berhasil guna, dan bertanggung jawab.
Tata laksana pemerintahan yang baik adalah seperangkat proses yang diberlakukan dalam
organisasi baik swasta maupun negeri untuk menentukan keputusan. Tata laksana pemerintahan
yang baik ini walaupun tidak dapat menjamin sepenuhnya segala sesuatu akan menjadi
sempurna. Namun, apabila dipatuhi jelas dapat mengurangi penyalahgunaan kekuasaan dan
korupsi. Tata laksana pemerintahan yang baik ini dapat dipahami dengan memberlakukan
karakteristik dasarnya yaitu : partisipasi, penegakan hukum, transparasi, kesetaraan, daya
tanggap, wawasan ke depan, akuntabilitas, pengawasan, efesiensi dan efektifitas, serta
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 19/21
profesionalisme. (http : //thamrin.wordpress.eom/2006/ll/l7/10-prinsip-good-governance)
Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan isu sentral yang paling mengemuka
dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh
masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik
adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat, selain
adanya pengaruh globalisasi. Pola lama penyelenggaraan pemerintah, kini sudah tidak sesuai lagi
dengan tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan ini merupakan hal yang
wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan yang
terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang baik.
Banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat terhadap pelayanan dari pemerintah baik
yang secara langsung maupun melalui media massa, seperti keluhan terhadap prosedur yang
berbelit-belit, tidak adanya kepastian jangka waktu penyelesaian, besaran biaya yang harus
dikeluarkan, persyaratan yang tidak adanya transparansi, dan sikap petugas ataupun pegawai
yang kurang responsif. Hal-hal inilah yang menimbulkan citra yang buruk kepada pemerintah.
Padahal di sisi lainnya masyarakat merindukan pelayanan publik yang baik dengan adanyakeseimbangan antara kekuasaan (power) yang dimiliki dengan tanggung jawab yang mesti
diberikan kepada masyarakat yang dilayani. Pegawai Negeri sebagai aparat birokrasi selain
sebagai aparatur negara dan abdi negara, memiliki peran sebagai abdi masyarakat. Sehingga
kepada kepentingan masyarakatlah aparat birokrasi harusnya mengabdikan diri. Aparat birokrasi
diharapkan memiliki jiwa pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan
pelayanan publik yang berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang prima sebab
pelayanan publik merupakan salah satu fungsi utama pemerintah yang wajib diberikan sebaik-
baiknya oleh penyelenggaraan negara. Salah satu upaya Pemerintah adalah dengan melakukan
penerapan prinsip-prinsip good governance (pemerintahan yang baik), yang diharapkan dapatmemenuhi pelayanan yang prima terhadap masyarakat ataupun publik. Terwujudnya pelayanan
publik (public service) yang berkualitas (prima) merupakan salah satu ciri kepemerintahan yang
baik (good governance) sebagai tujuan dari pendayagunaan aparatur negara. Untuk itu, aparatur
negara diharapkan semakin secara efisien dan efektif melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, dan pengayoman kepada
masyarakat (public) untuk mewujudkan terselenggaranya pemerintahan yang baik (good
governance), serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Dan diharapkan melalui
penerapan tata pemerintahan yang baik dapat mengembalikan dan membangun kembali
kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara pemerintahan.
Selain itu, untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas, transparan dan akuntabel antara lain
telah ditetapkan Keputusan Menteri PAN Nomor. 26/KEP/M.PAN/6/2004 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Maksud ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah
sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas
transparansi dan akuntabilitas pelayanan, sementara tujuan ditetapkannya petunjuk teknis ini
adalah untuk memberikan kejelasan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik dalam
melaksanakan pelayanan publik agar berkualitas sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat.
Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah dalam berbagai
sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak sipil dan kebutuhan dasar
masyarakat, kinerjanya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat antara lain daribanyaknya pengaduan dan keluhan dari masyarakat dan dunia usaha, baik melalui surat pembaca
maupun media pengaduan lainnya, seperti menyangkut prosedur dan mekanisme kerja pelayanan
yang berbelit-belit, tidak transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, dan terbatasnya
fasilitas, sarana, dan prasarana sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu, dan biaya),
serta masih banyak praktek pungutan liar dan tindakan-tindakan yang berindikasikan
penyimpangan dan KKN.
Buruknya kinerja pelayanan publik ini antara lain dikarenakan belum terlaksananya tranparansi
dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu, pelayanan publik
harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel oleh setiap unit pelayanan instansi
pemerintah karena kualitas kinerja birokrasi pelayanan publik belum memiliki implikasi yang
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 20/21
luas dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Kelurahan X Kecamatan Y yang dalam hal ini
sebagai pelaksana pelayanan publik yang langsung bersinggungan dengan masyarakat
diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance antara lain akuntabilitas dan
transparansi.
Kelurahan sebagai tingkat paling rendah dalam struktur pemerintahan, harus dapat memberikan
pelayanan yang prima kepada masyarakat. Para aparatur harus dapat memperlihatkan kinerja
yang baik.
Namun kenyataan di lapangan sering dijumpai adanya berbagai keluhan dari masyarakat atas
pelayanan yang diberikan oleh para aparatur pemerintah di kelurahan. Hal ini juga terjadi di
Kelurahan X. Kurangnya keramahan pegawai dalam pengurusan berbagai keperluan administrasi
menyebabkan masyarakat merasa tidak dilayani dengan baik. Selain itu pengurusan surat-surat
seperti KTP dan KK yang seharusnya gratis dan selesai dalam jangka waktu seminggu, tidak
terlaksana dengan baik. Pegawai kelurahan terkadang mengutip dana dari masyarakat dalam hal
pengurusan KTP dan KK agar cepat siap. Kurangnya transparansi dalam hal biaya administrasi
sangat dikeluhkan masyarakat. Masyarakat juga mengeluhkan prosedur dan mekanisme kerjapelayanan yang berbelit-belit, kurang informatif, kurang akomodatif, dan terbatasnya fasilitas,
sarana, dan prasarana sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu, dan biaya), serta
tindakan-tindakan yang berindikasikan penyimpangan dan KKN.
Kelurahan X juga tidak pernah menginformasikan suatu bentuk laporan pertanggungjawaban
atas kinerja mereka kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak mengetahui apa-apa saja
yang menjadi program kerja kelurahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Transparansi
dalam hal pelaksanaan kegiatan dan pemberian informasi juga sangat terbatas. Hal ini tentu saja
membuat masyarakat kurang simpati dan kurang percaya atas kinerja para pegawai kelurahan.
Atas dasar itulah penulis tertarik untuk mengambil judul studi tentang "Akuntabilitas dan
Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Kasus di Kelurahan X Kecamatan Y)."
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dirumuskan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
adalah : "Bagaimana akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan publik di Kelurahan X
Kecamatan Y?"
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejauhmana implementasi prinsip-prinsip Good Governance khususnya
prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan publik di Kelurahan X Kecamatan Y.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam menerapkan prinsip-
prinsip tersebut ke dalam pelayanan publik di Kelurahan X Kecamatan Y.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Secara Ilmiah
Untuk menambah khasanah ilmiah dan sumbangan bagi pengembangan dan penyempurnaan
teori-teori dalam Ilmu Administrasi Negara khususnya dalam kaitannya dengan akuntabilitas dan
transparansi dalam pelayanan publik.
2. Manfaat Secara PraktisSecara praktis penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah ataupun lembaga-lembaga
lain yang membutuhkan serta menjadi acuan dalam melaksanakan prinsip-prinsip Good
Governance.
3. Manfaat Secara Akademis
Sebagai suatu tahapan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah dan
menuangkannya dalam bentuk karya ilmiah dan sebagai syarat untuk menyelesaikan studi Strata-
1 di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas X.
1.5. Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak
5/16/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15572004949795991699f27c1 21/21
suatu kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat penelitian ilmu sosial (Singarimbun,
1983 : 33). Berdasarkan pengertian tersebut, maka penulis mengemukakan defenisi dari beberapa
konsep yang digunakan, yaitu :
1. Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh
Instansi Pemerintah di Pusat maupun Daerah, dan di Lingkungan Badan Usaha Milik
Negara/Daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Akuntabilitas berarti para pengambil keputusan dalam sektor publik, swasta, dan masyarakat
madani memliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik (masyarakat umum),
sebagaimana halnya kepada para pemilik (stakeholders). Yang menjadi indikator dalam
mengukur akuntabilitas antara lain :
a. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik, dilihat berdasarkan proses yang meliputi; tingkat
ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan
(termasuk kejelasan kebijakan atau peraturan perundang-undangan), dan kedisiplinan. Harus
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka.b. Akuntabilitas biaya pelayanan publik, dipungut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang telah ditetapkan.
c. Akuntabilitas produk pelayanan publik, persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan
dapat dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan. Selain itu
prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan.
3. Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi. Transparansi
mempakan prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh
informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan lainnya, yakni informasi tentang
kebijakan, proses pembuatan, dan pelaksanaan serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansimempakan upaya menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat
melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang
akurat dan memadai. Yang menjadi indikator untuk mengukur transparansi ini antara lain :
a. Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik
b. Prosedur pelayanan
c. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan
d. Rincian biaya pelayanan
e. Waktu penyelesaian pelayanan
f Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
g. Lokasi pelayanan
h. Janji pelayanan
i. Standar pelayanan publik
j. Informasi pelayanan