151612260 gagal jantung kongestif
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pada dekade terakhir ini pengobatan gagal jantung mengalami banyak
perubahan. Pengobatan tidak hanya bertujuan hanya meringankan gejala tetapi
sudah mengarah pada mencegah timbulnya gejala gagal jantung serta mencegah
progresivitas gagal jantung. Dengan demikian akan menurunkan angka kematian.
Masalah gagal jantung tidak hanya menyangkut jantung itu sendiri tetapi reaksi
atau tanggapan dari tubuh penderita akibat menurunnya fungsi jantung.
Tanggapan dari tubuh antara lain menurunnya aliran darah tepi, tidak normalnya
struktur dan fungsi otot rangka, perubahan fungsi paru, retensi air dan natrium.
Aktivitas neuroendokrin dan sitokinin merupakan mata rantai untuk terjadinya
gagal jantung yang akan mempengaruhi kondisi klinis dan prognosisnya. Jadi
perhatian yang perlu pada penderita gagal jantung tidak hanya untuk
meningkatkan daya guna jantung. pengeluaran garam dan air saja tetapi juga
membatasi kerja atau pengaruh neuroendokrin dan sitokinin serta memperbaiki
kondisi organ di luar jantung yang menjadi tidak normal. Pengobatan secara medis
saat ini tujuannya adalah menurunkan semua atau sebagian gejala akibat gagalnya
fungsi jantung agar hidup menjadi lebih lama. Pada beberapa penderita dengan
menghilangkan penyebabnya akan menormalkan kembali fungsi jantung.
Sebagian kecil penderita memerlukan transplantasi jantung. Penanganan gagal
jantung sangat tergantung pada diagnosis yang tepat. Untuk mendapatkan
diagnosis yang tepat diperlukan beberapa prasyarat yang menyangkut pengenalan
yang tepat akan adanya gagal jantung, penilaian kondisi fisiologis yang abnormal,
penyebab dasarnya dan penyakit lain yang menyertai. Jadi terdapat variasi yang
luas dalam pengobatan gagal jantung.
Pengobatan gagal jantung beraneka ragam yaitu menyangkut tindakan
umum, pengobatan farmakologis, penggunaan alat mekanik dan operasi. Akibat
yang merugikan dan pengaruh timbal balik antara bentuk pengobatan dapat
mengurangi optimalisasi pengobatan gagal jantung. Memburuknya kondisi klinis
penderita baik secara episodik atau progresif memerlukan modifikasi cara
pengobatan. Bahkan dikatakan tidak ada cara pengobatan yang sama untuk setiap
penderita gagal jantung; semua disesuaikan dengan kondisi atau penyebabnya.1,2
I.2 Manfaat Penulisan
Untuk mengetehui definisi gagal jantung, penyebab gagal jantung,
bentuk gagal jantung , manifestasi klinis, dan penatalaksanaan gagal jantung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Gagal jantung adalah suatu kondisi serius dimana jumlah darah yang dipompa
oleh jantung setiap menit (cardiac output, curah jantung) tidak mencukupi kebutuhan
oksigen dan nutrisi tubuh.
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
volume diastolic secara berlebihan.
Gagal jantung merupakan suatu keadaan abnormalitas fungsi jantung
bertanggung jawab atas ketidakmampuan jantung untuk memompa darah pada
kecepatan sesuai dengan kebutuhan jaringan yang bermetabolisme dan/ atau hanya
dapat melakukan nya dari volume diastolic ventrikel yang meningkat secara
abnormal.
Mekanisme kompensasi
Tubuh memiliki beberapa mekanisme kompensasi untuk mengatasi gagal
jantung,yaitu :
1. Mekanisme respon darurat yang pertama berlaku untuk jangka pendek (beberapa
menit sampai beberapa jam), yaitu reaksi Flight-or-flight. Reaksi terjadi akibat
dari pelepasan adrenalin (epinefrin) dan noradrenalin (norepenefrin) dari kelenjar
adrenal kedalam aliran darah ,norafrenali juga dilepaskan dari syaraf .
Adrenalin dan noradrenalin merupakan system pertahanan tubuh yang
pertama muncul setiap kali terjadi stres mendadak. Pada gagal jantung, adrenalin
dan nonadrenalin menyebabkan jantung bekerja lebih keras, untuk membantu
meningkatkan curah jantung dan mengatasi gangguan pompa jantung sampai
derajat tertentu.curah jantung bisa kembali normal,tetapi biasanya disertai dengan
meningkatnya denyut jantung dan bertabah kuatnya denyut jantung. Pada
seseorang yang tidak mempunyai kelainan jantung dan memerlukan peningkatan
fungsi jantung jangka pendek, respon seperti ini sangat menguntungkan, tetapi
pada penderita gagal jantung kronis, respon ini bisa menyebabkan peningkatan
kebutuhan jangka panjang terhadap system kardiovaskuler yang sebelumnya
sudah mengalami kerusakan. Lama-lama peningkatan kebutuhan ini bisa
menyebabkan menurunnya fungsi jantung.
2. Mekanisme perbaikan lainnya adalah penahan garam (natrium) oleh ginjal.
Penambahan air ini menyebabkan bertambahnya volume darah dalam sirkulasi
dan pada awalnya memperbaiki kerja jantung. Salah satu akibat dari penimbuinan
cairan ini adalah peregangan otot jantung karena bertambahnya volume darah.
Otot yang teregang berkontraksi lebih kuat, hal ini merupakan
mekanisme jantung yang utama untuk meningkatkan kinerjanya dalam gagal
jantung. Tetapi sejalan dengan memburuknya gagal jantung, kelebihan cairan
akan dilepaskan dari sirkulasi dan berkumpul diberbagai bagian tubuh,
menyebabkan pembengkakan (edema). Lokasi penimbunan cairan ini tergantung
kepada banyaknya cairan di dalam tubuh dan pengaruh gaya gravitasi. Jika
penderita berdiri, cairan akan terkumpul pada tungkai dan kaki. Jika penderita
berbaring, cairan akan terkumpul pada punggung dan perut.
3. Mekanisme utama lainnya adalah pembesaran otot jantung (hipertrofi).
Otot jantung yang membesar akan memiliki kekuatan yang lebih besar, tetapi pada
akhirnya bisa terjadi kelainan fungsi dan menyebabkan semakin memburuknya
gagal jantung.
II.2 Penyebab Gagal Jantung
Dalam menilai pasien gagal jantung, penting unuk mengenali tidak saja
penyebab yang mendasari penyakit jantung tetapi juga penyebab yang memicu
timbulnya gagal jantung. Kelainan jantung akibat lesi bawaan atau didapat seperti
stenosis katup aorta dapat menetap selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan
gangguan klinis. Namun demikian, seringkali penampakan klinis gagal jantung
muncul pertama kali selama kejadian beberapa gangguan akut yang memberikan
beban tambahan pada miokard yang sudah mendapat beban berlebih dalam waktu
lama.
Penyebab pemicu :
1. Emboli paru.
Pasien tidak aktif secara fisis dengan curah jantung rendah mempunyai resiko
tinggi membentuk thrombus dalam vena dan tungkai bawah atau panggul. Emboli
paru dapat berasal dari peningkatan lebih lanjut tekanan arteri pulmonalis yang
sebaliknya dapat menyebabkan atau memperkuat kegagalan ventrikel. Dengan
adanya bendungan pembuluh darah paru, emboli paru juga bisa menyebabkan
infark paru.
2. Infeksi.
Pasien dengan bendungan pembuluh darah paru juga lebih rentan terhadap infeksi
paru; infeksi apapun dapat memicu terjadinya gagal jantung. Demam, takikardi,
dan hipoksemia yang terjadi serta kebutuhan metabolic yang meningkat akan
memberikan tambahan beban pada miokard yang sudah kelebihan beban
meskipun masih terkompensasi pada pasien dengan penyakit jantung kronik.
3. Anemia.
Pada keadaan anemia, kebutuhan oksigen jaringan yang melakukan metabolisme
hanya dapat dipenuhi dengan meningkatkan curah jantung. Meskipun peningkatan
curah jantung seperti ini dapat dipertahankan oleh jantung normal, tetapi jantung
yang sakit, kelebihan beban kecuali masih terkompensasi, tidak dapat
meningkatkan volume darah yang cukup untuk di alirkan ke perifer. Pada keadaan
ini, kombinasi anemia dan penyakit jantung terkompensasi sebelumnya dapat
menyebabkan penghantaran oksigen yang tidak memadai ke perifer dan memicu
gagal jantung.
4. Tirotoksikosis dan kehamilan.
Seperti pada anemia dan demam, pada tirotoksikosis dan kehamilan, perfusi
jaringan yang memadaimembutuhkan peningkatan curah jantung.
5. Aritmia.
Pada pasien dengan penyakit jantung terkompensasi, aritmia merupakan
penyebab pemicu gagal jantung yang paling sering. Aritmia menimbulkan efek
yang mengganggu dengan sejumlah alasan yaitu: a) takitaritmia mengurangi
waktu yang tersedia untuk pengisian. b) pemisahan yang terjadi antara kontraksi
atrium dan ventrikel yang khas pada banyak aritmia menyebabkan hilangnya
mekanisme pompa penguat atrium karena meningkatnya tekanan atrium. c) pada
aritmia yang disertai dengan abnormalitas konduksi intraventrikel, kemampuan
miokard dapat lebih tergaganggu karena hilangnya keselarasan kontraksi ventrikel
yang normal. d)bradikardi yang nyata disertai blok atrioventrikel komplit atau
bradiaritmia berat lainnya akan mengurangi curah jantung kecuali volume
sekuncup meningkat.
6. Reumatik dan bentuk miokarditis lainnya.
Demam rematik akut dan sejumlah proses infeksi atau peradangan lainnya
mengenai miokard dapat mengganggu fungsi miokard pada pasien dengan atau
tanpa penyakit jantung sebelumnya.
7. Endokarditis infektif.
Kerusakan katup tambahan, anemia, demam, dan miokarditis yang sering kali
muncul sebagai akibat endokarditis infektif dapat, sendiri atau bersama-sama,
memicu gagal jantung.
8. Beban fisis, makanan, cairan, lingkungan dan emosional yang berlebihan.
Penambahan asupan sodium, penghentian obat gagal jantung yang tidak tepat,
transfusi darah, kegiatan fisis yang terlalu berat, kelembaban atau panas
lingkungan yang berlebihan dan krisis emosional dapat memacu gagal jantung
pada pasien dengan penyakit jantung yang sebelumnya masih dapat
terkompensasi.
9. Hipertensi sistemik.
Peningkatan tekanan arteri yang cepat , seperti yang terjadi pada beberapa
hipertensi yang berasal dari ginjal atau karerna penghentian obat anti hipertensi,
dapat menyebabkan dekompensasi jantung.
10. Infark miokard.
Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik kronik tetapi terkompensasi, selain
tidak ada gejala klinis (tenang), kadamg-kadang infark baru yang terjadi dapat
lebih mengganggu fungsi ventrikel dan memicu gagal jantung.
II.3 BENTUK GAGAL JANTUNG
GAGAL JANTUNG CURAH TINGGI VERSUS CURAH RENDAH
Gagal jantung curah rendah yaitu pasien dengan gagal jantung menjadi curah
rendah sedangkan gagal jantung curah tingi yaitu pasien dengan gagal jantung
menjadi curah meningkat. Gagal jantung curah rendah terjadi sekunder terhadap
penyakit jantung iskemik, hipertensi, kardiomiopati dilatasi, penyakit katup dan
perikard. Gagal jantung curah tinggi terjadi pada pasien dengan gagal jantung dan
hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula arteri venosa, beri-beri dan penyakit
pagets.
Komponen fisiologik integral dari gagal jantung sisitolik adalah temuan
bahwa jantung tidak menghantarkan kuantitas oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan
yang bermetabolisme. Mekanisme yang bertangung jawab untuk perkembangan gagal
jantung pada pasien yang curah jantungnya pada awalnya tinggi adalah kompleks dan
tergantung pada proses penyakit yang mendasari.
GAGAL JANTUNG KRONIK VEERSUS AKUT
Prototip gagal jantung akut adalah pasien yang secara keseluruhan sehat
sebelumnya, tetapi mendadak mengalami infeksi miokard besar atau rupture katup
jantung. Gagal jantung secara khas diamati pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi
atau penyakit jantung multiple yang berkembang secara lambat. Gagal jantung akut
biasanya adalah sistolik, dan penurunan mendadak pada curah jantung sering
menimbulkan hipotensi sistemik tanpa adanya edem perifer. Walaupun tampak
perbedaan yang mencolok dari manifestasi klinis antara gagal jantung kronis dan
gagal jantung kronik tapi dalam kenyataannya tidak ada perbedaan yang mendasar
antara gagal jantung bentuk akut dan bentuk kronis.
GAGAL JANTUNG KIRI VERSUS KANAN
Ventrikel kiri secar mekanis mengalami kelebihan beban (misalnya stenosis
aorta) atau melemah (misalnya sesudah infark miokard) mengalami dispnea, ortopnea
sebagai akibat dari kongesti paru, keaadan yang dirujuk sebagai gagal jantung kiri.
II.4 Manifestasi klinis
NYERI
Pada saat otot tidak mendapat suplai darah dalam jumlah yang cukup
(iskemia), kekurangan oksigen dan sisa-sisa metabolisme dalam jumlah banyak akan
menyebabkan kram. Bila otot jantung tidak mendapat cukup darah, akan terjadi
angina, rasa ketat atau seperti diperas di dada. Tingkat dan jenis nyeri atau rasa tidak
nyaman ini akan berbeda pada setiap orang.
Pericarditis, kondisi inflamasi atau perlukaan di kantung yang membungkus
jantung akan menimbulkan nyeri, yang bertambah hebat pada saat penderita berbaring
dan berkurang pada posisi duduk dan membungkuk ke depan. Aktivitas berlebihan
tidak menambah nyeri. Menarik atau menghembuskan nafas bisa menambah atau
mengurangi nyeri tergantung terjadi atau tidaknya pleuritis (inflamasi membran yang
menyellimuti paru-paru).
Bila arteri robek atau ruptur, seseorang akan merasakan nyeri hebat yang
datang dan pergi secara cepat. Nyeri ini tidak dipengaruhi aktivitas fisik. Kadang-
kadang arteri-arteri yang lebih besar terutama aorta akan mengalami kerusakan.
SESAK NAPAS
Sesak napas merupakan gejala umum gagal jantung. Hal ini terjadi karena
masuknya cairan ke dalam ruang udara di paru-paru, yang disebut kongesti paru atau
edema paru.
Pada tahap awal sesak biasanya timbul pada saat aktivitas fisik yang berat.
Bersamaan bertambah beratnya penyakit sesak akan timbul pada aktivitas yang
semakin ringan sampai akhirnya tidak hilang pada saat istirahat.
Sesak napas akan lebih berat pada posisi berbaring dan berkurang bila
penderita duduk. Nocturnal dyspnea adalah sesak yang timbul pada saat penderita
tidur malam hari.
RASA PENAT
Bila jantung tidak memompa secara efisien, aliran darah ke otot tidak
mencukupi kebutuhan. Pada saat berolahraga kondisi ini mengakibatkan penderita
merasa lemas dan letih. Gejala ini biasanya tidak terlalu diperhatikan, dan diatasi
dengan mengurangi aktivitas atau dianggap sebagai akibat penuaan.
JANTUNG BERDEBAR
Dalam keadaan normal, orang tidak memperhatikan denyut jantungnya. Tapi
pada keadaan-keadaan tertentu denyut ini dapat dirasakan, misalnya pada orang sehat
yang berolahraga berat atau menghadapi kondisi emosional tertentu. Denyut jantung
dapat dirasakan kuat, cepat atau iramanya tidak beraturan.
Dokter akan memeriksa keluhan ini dengan meraba nadi dan mendengarkan
denyut jantung menggunakan stetoskop.
Jantung berdebar diikuti keluhan lain seperti sesak napas, nyeri, rasa lemas
dan penat atau kehilangan kesadaran, biasanya disebabkan irama jantung yang
abnormal atau penyakit serius lainnya.
PUSING DAN KEHILANGAN KESADARAN
Aliran darah yang tidak adekuat akibat gangguan denyut atau irama jantung,
atau akibat jeleknya daya pompa jantung dapat berakibat pusing atau kehilangan
kesadaran. Tapi gejala ini juga bisa timbul oleh penyebab lain seperti penyakit-
penyakit otak dan spinal cord, terlalu lama berdiri, nyeri yang hebat atau emosi yang
kuat.
II.5 PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan gagal jantung.
Tujuan pengobatan gagal jantung adalah untuk mencegah gangguan fungsi
jantung dan progresivitas lebih lanjut, memperbaiki kualitas hidup penderita gagal
jantung serta, mempertahankan hidup lebih lama.
Banyak penyebab yang merusak otot jantung. Penyebab tersebut dapat
diobati/dicegah untuk mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Misalnya
pengobatan infark jantung, hipertensi, beberapa penyakit jantung yang spesifik,
mencegah infark berulang, mengurangi atau mengubah faktor risiko guna mencegah
terjadinya penyakit jantung koroner dan tidak terlambat memperbaiki atau mengganti
katup jantung yang terganggu. Apabila telah terjadi gangguan fungsi jantung maka
sasaran utama adalah menghilangkan penyakit dasarnya bila memungkinkan seperti
meniadakan penyebab iskemia, menghindari bahan toksik, alkohol, obat tertentu dan
penyakit kelenjar tiroid Sasaran berikutnya adalah pengobatan secara mutakhir untuk
mencegah gangguan fungsi jantung yang belum memperlihatkan gejala.
Penanganan gagal jantung menahun
Pengobatan gagal jantung menahun dengan gangguan fungsi sistolik (systolic
cardiac dysfunction) dimulai dengan langkah-langkah umum, pengobatan
farmakologi, penggunaan alat mekanik dan operasi. Penanganannya mencakup dua
hal utama yaitu: Petunjuk umum dan langkah-langkah umum.
Penatalaksanaan gagal jantung pada kelompok lain seperti penatalaksanaan
gagal jantung usia lanjut atau gagal jantung karena gangguan fungsi diastolik
mempunyai petunjuk tersendiri. Selain itu untuk pengobatan gagal jantung akut,
edema paru, syok kardiogenik merupakan topik tersendiri yang tidak dibahas disini.
Petunjuk umum
1. Memberitahu penderita dan keluarganya untuk mewaspadai kemungkinan gagal
jantung seperti berat badan yang bertambah, sesak napas, cepat lelah, kaki
bengkak dan sebagainya. Berat badan yang tiba-tiba meningkat lebih dari 2 kg
dalam 1- 3 hari harus menjadi perhatian utama.
2. Aktivitas sosial dan pekerjaan
Penderita tidak perlu diisolasi tetapi ia harus menghindari aktivitas sosialnya.
Kalau dapat penderita tetap pada pekerjaannya sehari-hari tetapi harus
menyesuaikan diri dengan kapasitas fisiknya.
3. Perjalanan
Penderita diberi petunjuk bila melakukan perjalanan udara, berada di tempat yang
tinggi, daerah dengan suhu yang tinggi dan lembab. Untuk jarak dekat hindarkan
transportasi melalui udara. Pada penerbangan yang lama dapat timbul dehidrasi,
edema kaki, dan dapat terjadi trombosis vena terutama pada gagal jantung yang
berat(NYHA III dan IV). Untuk penderita gagal jantung berat yang terpaksa
harus melakukan perjalanan udara dianjurkan untuk minum yang cukup, dan
sedikit mobilitas dalam perjalanan. Semua penderita gagal jantung harus
diberitahu akibat dan perubahan diet selama perjalanan, keseimbangan minum
dan pengeluaran cairan tubuh serta pemakaian diuretik.
4. Vaksinasi
Sebaiknya semua penderita gagal jantung harus diberitahu untuk vaksinasi
terhadap influenza dan penyakit yang disebabkan oleh Pneumococcus.
5. Kontrasepsi
Pada penderita gagal jantung lanjut risiko kesakitan dan kematian ibu adalah
tinggi. Kehamilan harus dihindari sekalipun gagal jantungnya masih ringan.
Kontrasepsi hormonal yang aman dapat dipakai . Dosis rendah estrogen dan
generasi ke-3 derivat progesteron risikonya kecil untuk terjadi trombogenesis dan
hipertensi. Alat kontrasepsi intra-uterin merupakan pilihan terbaik kecuali pada
gagal jantung karena gangguan katup di mana infeksi dan atau pengobatan
koagulan dapat menimbulkan masalah. Data-data mendukung kuat bahwa terapi
hormon pengganti pada perempuan menopause akan mengurangi kelainan
koroner. Gagal jantung memang lebih banyak terdapat pada perempuan usia
lanjut.4,5
Langkah-langkah umum
1. Diet
Tujuan utama diet adalah mengurangi kegemukan dan pembatasan penggunaan
garam. Pada gagal jantung ringan sedikit penggunaan garam dapat
dipertimbangkan. Minum/pemakaian cairan perlu dibatasi 1 - 1,5 liter dalam 24
jam pada gagal jantung berat yang bersamaan atau tanpa hiponatremia kecuali
pada iklim panas.
2. Merokok
Menokok memang dilarang pada semua penderita gagal jantung.
3. Alkohol
Apabila ada dugaaan miokardiopatia karena alkohol maka alkohol harus dilarang.
Pada semua penderita tidak boleh minum alkohol lebih dari 40 g/hari untuk laki-
laki dan pada perempuan 30 g/hari.
4. Olah raga
Akibat gagal jantung akan terjadi perubahan dalam metabolisme otot. Aktivitas
yang dianjurkan adalah yang ringan seperti jalan kaki. Hindari olah raga
isometrik (seperti angkat berat, push up dan sebagainya). Dianjurkan aktivitas
aerobik yang dinamik seperti jalan 3 — 5 kali selama 20 — 30 menit dalam satu
minggu atau naik sepeda selama 20 mnenit lima kali seminggu dengan
perhitungan denyut jantung tidak melebihi 70 — 80% denyut jantung maksimal
yang diperbolehkan.
5. Istirahat
Tidak diharuskan untuk penderita gagal jantung menahun yang stabil. Pada
penderita gagal jantung akut atau kambuh secara akut maka istirahat merupakan
keharusan.4-6
Pengobatan farmakologi
Diuretik perlu untuk pengobatan gagal jantunig disertai timbunan cairan
dengan manifestasi bendungan pada paru atau edema perifer. Pemberian diuretik
harus dikombinasi dengan penghambat ACE. Apabila memungkinkan loop diuretic
(furosemid, bumetanid, asam etakrinat); tiazid (hidnokiorotiazid) dan metolazon
digunakan pada berbagai tingkat gagal jantung. Pada gagal jantung sedang dapat
dipakai tiazid tetapi pada gagal jantung yang memburuk diperlukan loop diuretic.
Tiazid kurang efektif kalau filtrasi glomerulus kurang baik atau di bawah 30
ml/menit, seperti pada gagal jantung usia lanjut. Pada gagal jantung berat tiazid
dikombinasi dengan loop diuretic yang kerjanya sinergik. Jangan menaikkan dosis
loop diuretic karena akan berakibat buruk. Metolazon merupakan diuretik yang kuat
dan dipakai sebagai usaha terakhir dan dikombinasi dengan diuretik lain.
Diuretik potassium-sparing
Hampir semua penderita gagal jantung diberi diuretik yang dikombinasi
dengan penghambat ACE Diuretik potassium-sparing (spironolakton, triamteren,
amilorid) pada umumnya tidak dipakai dalam kombinasi dengan penghambat ACE.
Namun pada penelitian akhir-akhir ini dengan dosis rendah spironolakton, kurang dari
50 mg/hari, dapat dikombinasi dengan penghambat ACE dan loop diuretic.
Kombinasi tersebut tidak menimbulkan hiperkalemia, sehingga aman pada gagal
jantung. Apabila tetap terjadi hipokalemia dengan atau tanpa penghambat ACE, maka
diuretik potassium—sparing tetap diberikan untuk mencegah atau menghilangkan
pengaruh diuretik yang membuat hipokalemia. Perlu diingatkan bahwa penambahan
kalium peroral adalah kurang efektif untuk mempertahankan kadar kalium darah
selama pengobatan dengan diuretik.4
Kalau penderita tidak mendapat penghambat ACE, diuretik potassium -
sparing dapat dipakai untuk mencegah hipokalemia karena kerjanya sinergik dengan
loop diuretic. Kombinasi diuretik, penghambat ACE dan diuretik potassium-sparing
sering dipakai untuk mengatasi hipokalemia yang lama. Pada gagal jantung yang berat
penambahan dosis rendah diuretik potassium-sparing pada penghambat ACE tetap
bermanfaat sekalipun tidak ada hipokalemia. Apabila diuretik potassium-Sparing
dipakai untuk penderita gagal jantung maka kreatinin dan kalium darah perlu sering
diperiksa. Dalam praktek perlu diperiksa kadar kreatinin dan kalium tiap 5 - 7 hari
sekali. Apabila keadaan stabil dipantau setiap 3 bulan dan akhirnya tiap 6 bulan.
Hindari diuretik potassium—sparing dosis tinggi. Efek samping loop diuretic adalah
hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperurikemia, intoleransi glukosa,
meningkatnya LDL kolesterol dan gangguan asam basa. Efek samping amilorid, suatu
diuretik potassium —sparing, adalah hiperkalemia dan bintik—bintik merah pada
kulit. Efek samping spironolakton adalah ginekomasti.
Penghambat angiotensin-converting enzime (ACE)
Penghambat ACE dipakai untuk semua tingkat gagal jantung terlepas dari ada
atau tidak ada volume overload. Semua penderita gagal jantung yang diberi diuretik
harus dipertimbangkan untuk diberi juga penghambat ACE. Penghambat ACE harus
menjadi pilihan pertama pada gagal jantung dengan penurunan ejection fraction
ventrikel kiri yang disertai dengan keluhan lemah, sedikit sesak napas pada aktivitas
ringan sekalipun belum ada tanda-tanda overload. Penderita yang belum
memperlihatkan gejala baik yang masih pada fase sedang sampai berat gangguan
fungsi sistolikik ventrikel kiri, penghambat ACE sangat bermanfaat untuk jangka
waktu yang lama. Penelitian menunjukan pemberian penghambat ACE pada
gangguan fungsi ventrikel kiri dan sedang sampai berat dengan ejection fraction
kurang dari 35%, keluhannya akan berkurang bahkan hilang gejalanya.8 Angka
kematiannya menurun dan tidak perlu dirawat. Hasilnya lebih baik untuk
kelangsungan hidup dibandingkan dengan kombinasi hidralasin dan nitrat. Demikian
pula hasilnya lebih baik pada gagal jantung yang disebabkan infark jantung dan
menekan angka kematian. Kondisi penderita menjadi lebih baik, kapasitas aktivitas
bertambah, rnengurangi kekambuhan infark jantung dan gangguan unstable angina
berkurang. Namun ada pengaruh buruk dan penghambat ACE yaitu hipotensi, sinkop,
gangguan fungsi ginjal. hiperkalemia dan angioedema (otolaryngeal) .
Walaupun tidak mudah untuk membedakan batuk karena penghambat ACE
dan batuk kanena bendungan pada paru, keluhan batuk tersebut mendorong orang
sekitar 10 — 15% untuk menghentikan pemberian penghambat ACE. Gangguan lain
dari penghambat ACE adalah timbulnya bintik merah pada kulit dan gangguan selera.
Perlu diingat bahwa gangguan ginjal dengan kreatinin serum kurang dari 3 mg/dl atau
265 umol/1 dan tekanan danah sistolik kurang dari 90 mmHg bukan merupakan
kontraindikasi untuk penggunaan penghambat ACE. Hampir semua penderita seperti
ini kreatinin serumnya tetap stabil bahkan menurun seperti sebelum diberi
penghambat ACE. Perlu diingat bahwa sekalipun terjadi perbaikan pada gagal jantung
namun bila kreatinin serumnya meningkat maka angka kematian akan menjadi lebih
tinggi.
Risiko hipotensi dan gangguan fungsi ginjal pada umumnya meningkat pada
penderita gagal jantung yang diberi diuretik dosis tinggi, pada usia lanjut, penderita
yang sudah ada gangguan fungsi ginjal dan hiponatremia, sedangkan peningkatan
kalium serum hanya kecil (0,2 mmnol/l). Adanya hipernkalemia ringan bnkan
merupakan kontraindikasi penggunaan penghambat ACE. Apabila kalium serum lebih
dari 5,5 mmol/l maka merupakan kontraindikasi pernakaian penghambat ACE.
Diuretik potassium—sparing seperti spironolakton dan sebagainya harus dihentikan
lebih dahulu sebelum pemberian penghambat ACE. Kontraindikasi mutlak pemberian
penghambat ACE, adalah stenosis kedua arteri renalis dan angioedema. Informasi dari
penderita bahwa ia selalu batuk kalau menggunakan penghambat ACE merupakan
kontraindikasi relatif, tetapi harus dipastikan dulu bahwa penderita tidak ada
bendungan pada paru.
Sebelum dimulai pemakaian penghambat ACE perlu diperhatikan hal sebagai
berikut
1. Hindari pemberian diuretik yang terlalu lama. Hentikan dulu pemberian diuretik
selama 24 jam.
2. Penghambat ACE diberikan pada sore atau malam hari atau akan tidur untuk
menghindari pengaruh buruk pada tekanan darah.
3. Apabila diberi pagi/siang hari maka perlu dipantau tekanan darahnya. Mulailah
pemakaian penghambat ACE dengan dosis rendah. Selanjutnya dosis disesuaikan
dengan keadaan dan jenis penghambat ACE.
4. Fungsi ginjal/elektrolit harus selalu dipantau setiap 3 - 5 hari sampai keadaan
stabil, selanjutnya periksa ulang setiap 3 bulan, lalu tiap 6 bulan. Apabila fungsi
ginjal memburuk hentikan penghambat ACE.
5. Pada permulaan pemakaian penghambat ACE, hentikan dahulu diuretik
potassium-sparing. Pemberian diuretik potassium-sparing hanya bila terjadi
hipokalemia yang menetap.
6. Hindari obat anti radang nonsteroid.
7. Periksa tekanan darah setiap menaikkan dosis.8,9
Dosis penghambat ACE
Pfeffer et al menganjurkan untuk penderita infark jantung dengan atau tanpa
gagal jantung diberi kaptopnil dengan dosis target 50 mg tiga kali sehari ramipril 5
mg dua kali sehari dan trandolapril 4 mg/hari. Peneliti lain memakai enalapril dengan
dosis target 10 mg dua kali sehari dengan dosis rata-rata 16,6 mg/hari. Cohn et al
memberikan enalapril dosis target 10 mg dua kali sehari dengan dosis rata-rata 15,6
mg/hari.
Dosis dari pabriknya untuk penghambat ACE jenis lain adalah sebagai berikut:
- Benazepril, dosis permulaan 6,25 mg dengan dosis pemeliharaan 5-10 mg dua
kali sehari.
- Kaptopril dosis permulaaan 6,25 mg 3 kali sehari dengan dosis pemeliharaan 25-
50 mg 3 kali sehari.
- Enalapril, dosis permulaan 2,5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 10 mg 2 kali
sehari.
- Lisinopril, dosis permulaan 2,5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 5 - 10
mg/hari.
- Quanapril, dosis permulaan 2,5 - 5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 5-10 mg 2
kali sehari.
- Perindopril, dosis permulaan 2 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 4 mg/hari.
- Ramipril, dosis permulaan 1,25-2,5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 2,5-5 mg
2 kali sehari.
Harus hati-hati pada penderita dengan tekanan darah sistolik yang rendah (100
mmHg). Pada penderita dengan tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg namun tidak
ada keluhan, penghambat ACE dapat dipertahankan.
Pemantauan fungsi ginjal dilakukan sbb:
1. Fungsi ginjal diperiksa sebelum diberi obat, 3-5 hari berikutnya, bulan ke-3 dan
setiap 6 bulan.
2. Apabila pemberian penghambat ACE disertai dengan obat yang mempengaruhi
fungsi ginjal seperti diuretik, prostaglandin dan vasodilator lain.
3. Pada penderita yang sebelum diberi penghambat ACE memang sudah ada
gangguan fungsi ginjal atau gangguan eiektrolit.
Glikosid jantung (cardiac glycosides)
Digoksin dan digitoksin adalah obat yang paling sering dipakai. Keduanya
mempunyai pengaruh farmakodinamik yang sama, tetapi berbeda farmakokinetiknya.
Digoksin keluar melalui ginjal sedangkan digitoksin dimetabolisme di hati sehingga
tidak tergantung pada fungsi ginjal. Oleh karena itu digitoksin dapat dipakai pada
gangguan fungsi ginjal dan pada penderita usia lanjut.
Apabila kadar dalam plasma normal, jarang terjadi intoksikasi glikosid.
Glikosid merupakan indikasi yang khusus pada denyut jantung cepat seperti pada
atrium fibrilasi dan pada semua tingkat gagal jantung karena gangguan fungsi sistolik
(systolic disfunction). Pada gagal jantung yang belum memperlihatkan gejala dan
atrium fibrilasi, glikosid dipakai untuk mengontrol denyut jantung sekalipun masih
belum dapat dipastikan lebih unggul dibandingkan dengan verapamil, diltiazem atau
β-blocker. Pemberian glikosid disertai diuretik dan penghambat ACE bermanfaat
untuk memperbaiki gagal jantung NYHA III dan IV, gangguan fungsi sistolik dengan
irama sinus dan diteruskan apabila ada perbaikan. Sebaliknya glikosid dapat
meningkatkan angka kematian karena aritmia yang ditimbulkannya. Jangan
menggunakan glikosid karena merupakan kontraindikasi pada bradikardia, AV block
derajat II-III, sick sinus syndrome (SSS), wolf-parkinson white (WPW), hypertropic
ostium cardio myopathy (HOCM), hipokalemia dan hiperkalsemia. Dosis glikosid
untuk setiap penderita dengan atrium fibrilasi tergantung pada irama ventrikel,
sedangkan penderita dengan irama sinus harus selalu dipantau kadarnya dalam darah,
apalagi kalau sebelum pemberian glikosid tidak diketahui kondisi sebenarnya.
Digoksin
Dosis oral sehari biasanya 0,25-0,375 mg apabila kreatinin serum normal
dengan catatan pada orang tua diberikan dosis 0,0625-0,125 mg dan boleh sampai
0,25 mg. Pada penderita yang sudah sakit menahun tidak diperlukan loading dose.
Mulai saja dengan 0,25 mg 2 kali sehari untuk 2 hari. Fungsi ginjal dan kadar kalium
darah harus selalu diperiksa sebelum pengobatan dimulai. Apabila ada gagal ginjal
maka dosis digoksin perlu dikurangi sesuai dengan keadaan. Karena digoxin
clearance dan creatinin clearance hampir sama maka dapat dibuat formula sebagal
berikut Creatinin clearance = (140 - umur) X bb (kg)/72 X kreatinin serum (mg/100
ml). Pemeriksaan digoksin serum perlu dikerjakan pada orang usia lanjut, pada
penderita yang dicurigai kelebihan dosis dan pada penderita yang juga diberi obat lain
yang berpengaruh pada pemberian digoksin seperti amiodaron, quinidin, verapamil
dan penderita yang atrium fibrilasinya tidak dapat diatasi.
Digitoksin
Pemberian peroral perhari adalah 0,07 - 0, 1 mg boleh diberikan loading dose
0,3 mg/hari selama 3 hari. Apabila fungsi hatinya normal maka dosis perhari tidak
perlu dikurangi. Digitoksin tidak berinteraksi dengan verapamil, amiodaron atau
quinidin. 14
Vasodilator
Penggunaan vasodilator hanya sebagai obat tambahan saja dalam pengobatan
gagal jantung menahun. Kombinasi hidralasin dan isorbid dinitrat sebagai pengobatan
alternatif apabila ada kontraindikasi dan tidak ada toleransi terhadap penghambat
ACE. Dosis harian hidralasin adalah 300 mg, kombinasi dengan isorbiddinitrat 160
mg yang diberikan bersama-sama dengan glikosid dan diuretik, tetapi nitrat dapat
diberikan tersendir tanpa kombinasi. Perlu dikombinasi pada hidralasin apabila ada
gejala angina. Pemberian nitrat tiap 4 - 6 jam lebih baik dari pada tiap 8 - 12 jam.
Kalsium antagonis
Tidak dianjurkan untuk penderita gagal jantung karena gangguan fungsi
sistolik. Generasi ke-2 kalsium antagonis tipe dihidropiridin masih dianjurkan untuk
pengobatan gagal jantung yang bersamaan dengan hipertensi atau angina. Namun
tetap tidak dianjurkan untuk gagal jantung dengan gangguan fungsi sistolik.
β adrenaceptor antagonis
β1-adrenergic blocker selektif seperti metaprolol bermanfaat pada penderita
dengan dilated cardiomyopathy dan pada gagal jantung tertentu. Penggunaan
bisoprolol pada ischaemic dampak vasodilatasi seperti carvedilol bermanfaat pada
ischaemic dan dilated cardiomyopathy.
Carvedilol merupakan non selective β - blocker dan α 1 blocker yang
berfungsi juga sebagai antioksidan. Dapat digunakan pada gagal jantung ringan,
sedang maupun berat. Metaprolol dosis permulaan yang dianjurkan adalah 5 mg/hari,
dinaikkan tiap minggu 5 mg sampai mencapai 150 mg kalau diperlukan. Bisoprolol
dosis permulaan 1,25 mg/hari, dinaikkan 1,25 mg tiap minggu hingga mencapai dosis
10 mg/hari bila diperlukan. Caverdilol dosis permulaan 3,125 mg/hari, dinaikkan
1,125 mg tiap minggu sehingga mencapai dosis 50 mg/hari.
Penjelasan mengapa dipakai β-blocker adalah bahwa obat tersebut dapat
mengurangi tonus simpatik, mengurangi denyut jantung, memperpanjang periode
diastolik dan mungkin pula mengatur sistem reseptor dan β-adrenergik. Namun
penggunaan β-blocker tetap harus hati-hati karena sulit untuk memperkirakan mana
yang perlu β-blocker dan mana yang tidak boleh. Penderita dengan takikardia menjadi
nominasi penggunaan β-blocker. Perlu diketahui bahwa semua β-blocker membuat
depresi otot jantung dan hal ini dapat mempercepat terjadinya gagal jantung. Selain
itu ia dapat mencetuskan asma yang mungkin sudah ada dan dapat menyebabkan
vasokonstriksi penifer.
Dopaminergik
Dopaminergik agonis yang digunakan secara oral adalah ibopamin. Pada gagal
jantung yang ringan dan sedang ibopamin tidak lebih baik dari digoksin. Masih belum
cukup data untuk mendukung penggunaan obat ini. Bahkan penelitian dari obat ini
terhadap gagal jantung tidak diteruskan sebab angka kematiannya tinggi selama
penelitian.
Obat inotropik positif
Obat ini antara lain β-agonis dan penghambat AMP siklik-fosfodiesterase.
Kecuali glikosid maka obat yang mempunyai sifat inotropik positif yang tersedia
hanya untuk pemberian parenteral. Dapat diberikan pada gagal jantung yang
mengalami eksaserbasi akut. Kebanyakan diberikan pada penderita gagal jantung fase
akhir yang dipertahankan sambil menunggu giliran untuk transplantasi jantung. Obat
β-agonis yang ada yaitu dopamin yang mempunyai efek predominan β- 1 sedangkan
β-2 nya kurang dominan. Dopeksamin β-2 nya yang dominan dan β-1 kurang
dominan. Dobutamin mempunyai aktivitas β-adrenergik, sedangkan dopeksamin
mempunyai aktivitas dopaminergik. Aktivitas perbaikannya relatif singkat karena
sesudah beberapa hari terjadi toleransi sebagai akibat berkurangnya reseptor β. Pada
gagal jantung yang berat pemberian dobutamin menaikkan angka kematian walaupun
pada permulaan memperlihatkan perbaikan hemodinamik.
Penghambat AMP siklik-fosfodiesterase
Obat tersebut dengan predominan fosfodiestenase akan meningkatkan
kontraktilitas otot jantung dan menyebabkan vasodilatasi. Pemberiannya parenteral.
Memperbaiki hemodinamik dalam jangka pendek dan bermanfaat untuk gagal jantung
yang mendadak kambuh. Untuk hipotensi sistolik obat ini dikombinasi dengan β-
adrenergik. Pada penderita dalam daftar tunggu untuk transplantasi jantung dan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup? obat ini dapat diberikan terus-menerus atau
boleh juga secara intermiten.
Antikoagulan
Aspirin merupakan obat yang paling banyak dipakai terutama pada penyakit
jantung koroner, tetapi pemberian aspirin jangka panjang tidak menurunkan angka
kematian. Aspirin berinteraksi dengan penghambat ACE. Antikoagulan yang diberi
secara oral akan mengurangi risiko emboli sistemik pada gagal jantung. Obat oral ini
sangat dianjurkan untuk penderita gagal jantung dengan atrium fibrilasi. Untuk
penderita dengan riwayat emboli sistemik, emboli paru dan trombus dalam rongga
jantung harus diberikan antikoagulan. Antikoagulan oral juga dianjurkan untuk
penderita gagal jantung dengan jantung yang besar dengan ejection fraction rendah
atau kalau ada aneursma ventrikel. Heparin yang diberi secara subkutan digunakan
sebagai profilaksis untuk trombosis vena profunda dengan gagal jantung untuk jangka
waktu yang singkat. Banyak derivat heparin subkutan ini yang dapat digunakan untuk
jangka panjang. Untuk penderita gagal jantung kongestif yang diberi diuretik secara
agresif atau penderita yang imobilisasi maka perlu diberikan heparin sebagai pen-
cegahan.
Antiaritmia
Kelas I A : Quanidin, disopiramid, prokainamid dan sebagainya.
I B : Lidokain, meksiletin, tokanid, dan sebagainya.
I C : Ajmalin, lorkainid, fekainid, enkainid propafenon, apridin.
Kelas II : β-blocker (propanolol).
Kelas III : Amiodaron, britilium.
Kelas IV : Verapamil, diltiazem, dan sebagainya.
Obat yang tidak dimasukan dalam kelas antiaritmia tetapi bekerja sebagai
antiaritmia juga adalah digitalis.
Obat antiaritmia Kelas I harus dihindari penggunaannya pada gagal jantung
karena mempunyai sifat proaritmia dan berpengaruh buruk pada hemodinamik.
Amiodaron efektif untuk semua aritmia supraventrikel dan ventrikel. Obat tersebut
akan mempertahankan irama sinus pada penderita gagal jantung, atrium fibrilasi,
jantung dengan atrium yang besar dan juga diberikan sesudah electrical cardiversion.
Amiodaron tidak bersifat inotropik negatif, bahkan dapat memperbaiki fungsi sistolik
ventrikel, namun tidak dianjurkan sebagai profilaktik. Amiodaron berpengaruh buruk
pada hiper maupun hipotiroid, hepatitis, fibrosis paru dan neuropati. Kurangi dosisnya
bila memang diperlukan pada keadaan tersebut. Pemberian amiodaron secara rutin
tidak dianjurkan.
Oksigen
Oksigen dipakai pada gagal jantung akut dan tidak pada yang kronis.
Pada gagal jantung yang berat oksigen berpengaruh buruk terhadap hemodinamiknya.
Pada kor pulmonale pemberian oksigen jangka panjang menurunkan angka kematian.
Penggunaan alat bantu dan operasi
Revaskularisasi
Revaskularisasi pada gagal jantung yang penyebabnya iskemia akan
mencegah gangguan fungsi ventrikel atau kerusakan otot jantung yang menetap.
Hipoperfusi menahun atau gangguan pada miositas otot jantung sekalipun otot
jantungnya masih hidup, kondisinya sudah menyebabkan terjadinya hipo atau akinetik
otot jantung. Keadaan tersebut dikenal dengan nama hibernating myocardium.
Revaskularisasi dalam kondisi tersebut akan sangat bermanfaat untuk mengembalikan
fungsi jantung.
Pacu jantung
Pacu jantung berperan cukup baik dalam mengatasi gagal jantung.Pacu
jantung diperlukan untuk koreksi denyut jantung yang lamban atau mengoptimalkan
interval atrioventrikulen guna menaikkan cardiac output.
Angka kesakitan lebih rendah dan hidup dipertahankan lebih lama pada gagal
jantung yang disertai dengan sick sinus syndrome (SSS) dan AV blocker yang berat
dan lama. Keadaannya menjadi lebih baik apabila pacu jantung dipasang di atrium
dan ventrikel sekaligus (dual-chamber pacing). Sekalipun jumlah penderita gagal
jantung yang meninggal mendadak karena bradiaritmia cukup banyak tetapi apabila
tidak ada gejala sebelumnya, pemasangan pacu jantung untuk profilaksis tidak
dibenarkan.
Pemasangan cardioverter-defibrilator (Implantable Cardioverter Defibrilator=ICD)
Bila alat tersebut dipasang pada penderita dengan riwayat takikardia ventrikel
dan atau ventrikel fibrilasi akan memberikan arti yang bermakna untuk mencegah
berulangnya gangguan denyut jantung jenis yang berbahaya ini. Dengan demikian
akan mengurangi angka kesakitan atau mengurangi kemungkinan penderita harus
dirawat di rumah sakit dan akhirnya menurunkan angka kematian. lCD dapat
memperbaiki tingkat gagal jantung ke arah yang lebih ringan. Menggunakan lCD
adalah lebih balk dibandingkan dengan obat antiaritmia, termasuk amiodaron. Pada
penderita dengan gagal jantung berat yang disertai takiaritmia penggunaan lCD akan
memperpanjang hidup.
Ultrafitrasi
Dipakai pada penderita dengan edema paru dan atau gagal jantung kongestif
yang sulit diatasi. Ultrafiltrasi dapat mengubah edema paru dan overhidration pada
kasus yang sulit disembuhkan dengan obat farmakologi. Namun hampir semua
penderita gagal jantung berat ultrafiltrasi hanya membantu untuk sementara saja.
Transplantasi jantung
Saat ini operasi diterima sebagai cara pengobatan gagal jantung fase akhir.
Transplantasi jantung secara bermakna mempertahankan kelanjutan hidup,
meningkatkan kapasitas olah raga, dapat kembali bekerja dan memperbaiki kualitas
hidup dibandingkan dengan pengobatan konvensional. Saat ini hasilnya pada
penderita yang diberi pengobatan triple immunosupresive menunjukkan dapat
bertahan hidup selama 5 tahun kira-kira 70- 80% dan kembali dapat bekerja penuh
atau kerja paruh waktu atau mencoba kerja sesudah satu tahun kira-kira 2/3 dari
penderita tersebut. Penderita yang dipertimbangkan untuk transplantasi jantung adalah
yang menderita gagal jantung berat dan tidak ada pengobatan alternatif lainnya.
Terdapat 14 kontraindikasi untuk transplantasi jantung, antara lain usia di atas 60
tahun, peminum alkohol berat, penyalahgunaan obat, perokok, gagal ginjal berat,
penyakit lain dengan prognosis yang buruk, kanker ganas, infeksi yang tidak dapat
diatasi, komplikasi tromboemboli yang baru saja diderita, gangguan faal hati, sakit
mental, penyakit sistemik yang banyak melibatkan organ tubuh, ulkus peptikum yang
berat, tekanan arteri pulmonalis yang tinggi dan sebagainya. Di samping donor yang
terbatas, masalah utama adalah penolakan tubuh penerima, yang dapat menyebabkan
meninggal pada tahun pertama sesudah transplantasi. Penggunaan immunosupresif
yang lama dapat menyebabkan atau mempermudah infeksi, hipertensi, gagal ginjal,
keganasan, dan arteriosklerosis. Keberatan lain adalah pada penderita yang sudah
dikerjakan operasi pintas jantung. 29
Obat yang perlu dihindari/harus hati-hati pemakaiannya
Obat yang harus dihindari atau harus hati-hati penggunaannya pada penderita
gagal jantung antara lain obat antiradang nonsteroid, antiaritmia kelas I, kalsium
antagonis seperti verapamil, diltiazem dan generasi pertama derivat dihidropiridin,
antidepresan trisiklik, kortikosteroid dan lithium.
Penentuan obat dan waktu pemakaian obat farmakologi
Perlu diperhatikan diagnosis yang tepat untuk menentukan obat dan waktu
yang tepat. Selain itu perlu menjadi perhatian akan adanya gangguan fungsi sistolik
ventrikel kiri yang belum memperlihatkan gejala tetapi ejection fracti on-nya sudah
menurun yang menunjukkan akan terjadi risiko gagal jantung. Pemberian penghambat
ACE perlu untuk penderita dengan fungsi sistolik yang rendah dengan indikasi
ejection fraction ventrikel kiri yang menurun (kurang dari 35% ) dengan ukuran
jantung yang besar.
Pada gangguan fungsi ventrikel kiri yang sudah memperlihatkan gejala pada
tingkat klasifikasi NYHA kelas II dan belum terlihat tanda-tanda adanya retensi
cairan dan dalam waktu 4 - 6 minggu sudah menggunakan penghambat ACE tetapi
tidak memperlihatkan adanya perbaikan maka perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Penyesuaian dosis obat
2. Kemungkinan diagnosis yang tidak tepat sehingga perlu dipertimbangkan
diagnosis lain
3. Naikkan dosis diuretik
4. Apabila ada dugaan penyebabnya iskemia maka pertimbangkan untuk
menggunakan β-blocker, nitrat atau tindakan revaskularisasi.
5. Pertimbangkan tindakan operasi apabila ada aneurisma (aneurysmectomy) atau
operasi katup.
Bila ada tanda-tanda retensi cairan maka kombinasi penghambat ACE dan
diuretik menjadi pertimbangan utama, tetapi apabila terdapat perbaikan gejala
misalnya retensi cairan berkurang atau menghilang maka dosis diuretik dikurangi
tetapi dosis penghambat ACE tetap dipertahankan secara optimal. Untuk menghindari
hiperkalemia maka diuretik potassium-sparing harus dihentikan lebih dahulu sebelum
diberi penghambat ACE. Diuretik potassium-sparing boleh diberikan lagi apabila
terjadi hipokalemia baik yang bersifat sementara atau yang menetap. Penderita
dengan irama sinus diberi glikosid dan bila gagal jantung berat menjadi lebih ringan
maka glikosid harus dipertahankan.
Bila kondisi jantung memburuk perlu diperhatikan
I. Penyebabnya bukan dari jantung: misalnya penggunaan garam berlebihan,
minum berlebihan, obat yang tidak sesuai dengan kondisi terakhir, pemberian
anti-aritmia bukan amiodaron, penggunaan β-blocker yang tidak benar, diberinya
obat antisteroid, verapamil, diltiazem, penggunaan alkohol, gagal ginjal, infeksi
yang menyertai, kemungkinan emboli paru, gangguan fungsi kelenjar tiroid dan
anemia.
II. Penyebabnya dari jantung sendiri: antana lain atrium fibrilasi, aritmia baik supra
maupun ventrikuler, bradikardia, memburuknya insufisiensi mitral atau trikuspid,
adanya iskemia atau infark jantung atau manipulasi preload dan afterload yang
berlebihan.
Kalau kondisi penderita memburuk pada pemberian diuretik dan penghambat
ACE maka tambahkan glikosid, naikan dosis loop diuretic. Kombinasi loop diuretic
dan tiasid sering membantu. Diuretik potassium-sparing seperti spironolakton dapat
ditambahkan untuk memperkuat kerja diuretik lain dengan tidak melupakan kontrol
yang ketat terhadap kalium. Risiko hiperkalemia harus selalu menjadi pertimbangan.
Apabila kondisi jantung tetap memburuk sekalipun diagnosis sudah tepat dan obat
sudah maksimal maka tindakan operasi seperti kardiomioplasti, operasi Batista dan
transplantasi jantung menjadi pertimbangan terakhir. Kalau ada kemungkinan karena
faktor koroner maka revaskularisasi perlu dikerjakan, atau aneurismektomi, atau
operasi katup. Bagaimanapun juga pengobatan farmakologi seperti pemakaian β-
adrenergik agonis, dopaminergik agonis dan atau preparat fosfo-diesterase tetap boleh
digunakan untuk gagal jantung fase akhir. Usaha lain yang masih dapat dikerjakan
adalah dukungan aliran darah dengan menggunakan pompa balon intraaortik atau alat
bantu ventrikel, hemofiltrasi atau dialisis. Preparat opium dapat digunakan untuk
menolong kondisi gagal jantung fase akhir.6
Penanganan gagal jantung yang disebabkan gangguan fungsi diastolik
Penyebabnya antara lain iskemia otot jantung, hipertensi, hipertropi otot
jantung, konstriksi otot jantung atau perikardial. Perlu ditekankan bahwa harus
diidentifikasi secara tepat agar pengobatannya tepat. Takiaritmia harus dikoreksi
dengan mengembalikan ke irama sinus, dapat dimulai dengan β-blocker guna
menurunkan denyut jantung dan menaikkan periode sistolik. Verapamil dapat
digunakan dengan alasan yang sama. Nitrat dapat dipakai apabila dicurigai adanya
iskemia. Pemberian diuretik jangan sampai menurunkan preload berlebihan yang
dapat berakibat menurunkan stroke volume dan cardiac output. Penghambat ACE
dapat memperbaiki relaksasi ventrikel secara langsung dan dalam jangka panjang
akan mengurangi hipentrofi/regresi. Glikosid merupakan kontraindikasi karena akan
mengurangi pengisian jantung. Umumnya pengobatan gangguan fungsi diastolik ini
sulit dan sering tidak memuaskan. Salah satu masalah utama adalah gangguan fungsi
diastolik yang murni jarang sekali bahkan keadaan ini sering terjadi dalam hubungan
dengan beberapa tingkat/kelas gangguan fungsi sistolik. Gangguan fungsi diastolik ini
bervariasi antara satu penderita dengan penderita lain sehingga penanganannya juga
bervariasi.
Pengobatan gagal jantung pada usia lanjut
Pada usia lanjut misalnya di atas 75 tahun, penanganan gangguan fungsi
sistolik sama dengan pada orang usia muda. Karena ada perubahan farmakokinetik
dan farmakodinamik obat kardiovaskuler pada usia lanjut maka pengobatanya harus
hati-hati dan dosisnya disesuaikan. Faktor komplikasi seperti meningkatnya kekakuan
otot jantung, hilangnya miositas, fungsi reseptor yang menumpul, fungsi
kardiovaskuler yang berubah pada waktu istirahat maupun waktu aktivitas, kondisi
ginjal yang menurun, fungsi neuroendokrin yang menurun, gaya hidup yang berubah/
berbeda di mana lebih banyak diam/tidak bergerak/duduk-duduk saja, perubahan
kondisi dan masa otot rangka, perubahan dalam status kebiasaan makan yaitu
berkurangnya makan protein atau makan makanan berkalori rendah, penyakit lain
yang menyertai dan obat yang dipakai. Penggunaaan diuretik tiasid pada usia lanjut
biasanya tidak efektif sebab glomerulo filtration rate sudah menurun oleh faktor usia
dan proses gagal ginjalnya.4 Penyerapan yang menurun dan peningkatan waktu
pengeluaran tiasid dan loop diuretic berakibat pada terlambatnya atau berkurangnya
fungsi obat ini, sehingga dosis obat perlu dinaikkan. Diuretik potassium-sparing
seperti amilorid, triamteren keluarnya dari tubuh lebih lambat sehingga menaikkan
kadar kalium. Walaupun terjadi hiponatremia dan hipomagnesemia, kondisi ini tidak
seburuk seperti pada hiperkalemia. Pada penderita usia lanjut hiperkalemia dapat
terlihat pada penderita yang diobati secara kombinasi antar diuretik potassium-
sparing, penghambat ACE dan non-steroid anti- inflammatory drugs (NSAIDs).
Fungsi jantung pada orang tua tergantung pada Kurva Starling dan gangguan regulasi
pada baroreseptor maka pemberian diuretik pada orang tua mudah terjadi gejala
hipovolumia dan keletihan. Pemakaian penghambat ACE untuk penderita usia lanjut
adalah efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Disarankan untuk menggunakan
dosis rendah. Perlu dipantau tekanan darah, fungsi ginjal dan kadar kalium darah.
Untuk menggunakan glikosid efeknya kurang baik/buruk. Waktu paruh (‘half life)
digoksin untuk eliminasi meningkat menjadi dua kali lipat pada usia 70 - 90 tahun.
Perubahan fungsi ginjal yang terjadi bersamaan dengan infeksi saluran napas
menyebabkan penumpukan dan intoksikasi glikosid. Kadar digoksin dan digitoksin
serum harus diperiksa dalam jangka waktu relatif pendek dan dipertahankan dalam
batas normal antara 0,7 - 1,2 ng/ml. Dengan dosis tersebut hemodinamik dapat
dipertahankan secara normal. Obat vasodilator untuk usia lanjut seperti
venodilator/nitrat pemberiannya harus hati—hati dan perlu ada keseimbangan antara
hidralasin dan isorbidinitrat atau obat vasodilatasi arteri seperti hidralasin sendiri akan
lebih baik.14,16
Gangguan irama jantung pada usia lanjut dengan gagal jantung dapat
menyebabkan meninggal mendadak. Kira-kira 40-50% terutama pada gagal jantung
yang sudah lanjut. Berbagal kondisi seperti peruhahan struktur jantung, iskemia otot
jantung, aktivitas neurohumoral ikut berperan untuk terjadinya gangguan irama
jantung. Sebagai faktor pencetus gangguan irama jantung antara lain gangguan
elektrolit seperti hipokalemia, hipomagnesemnia, hiperkalemia, obat yang kerjanya
berinteraksi dengan fungsi pompa jantung atau stabilitas listrik jantung seperti
antagonis kalsium, beberapa obat antiaritmia, keracunan digitalis dan penyakit yang
menyertai gagal jantung seperti hipertiroidisme atau penyakit paru. Dalam menangani
gagal jantung yang penting adalah mengetahui dengan tepat faktor pencetusnya,
memperbaiki fungsi jantung, turunkan tekanan dari dalam dinding jantung, turunkan
aktivitas simpatik dengan penghambat ACE dan kalau mungkin dengan β-bloeker.
Untuk gangguan irama yang berat gunakan amiodaron. Penderita dengan riwayat
gangguan irama yang berulang-ulang atau takiaritmia dan takikardia ventrikel atau
ventrikel fibrilasi maka pemasangan cardioverter defibrilator menjadi pertimbangan.
Untuk atrium fibrilasi yang menahun mungkin diperlukan electrical ardioversion.
Antikoagulan harus dipertimbangkan walaupun keberhasilannya tergantung dari
besarnya atrium kiri. Amiodaron dapat mnengubah atrium fibrilasi menjadi irama
sinus dan memperbesar angka keberhasilan dibandingkan dengan electrical
cardiaversion. Untuk penderita dengan atrium fibrilasi yang menetap diperlukan
kontrol yang teratur. Bagi penderita yang gagal jantung tetapi belum ada manifestasi
gagal jantungnya maka perlu dipikirkan penggunaan β-blocker, verapamil atau
digitalis. Kalau sudah ada mnanifestasi gejalanya, maka digitalis menjadi pilihan
utama. Kombinasi dengan amiodaron diperlukan juga asal selalu dipantau kadar
digoksin plasma 24,27
Gangguan fungsi ventrikel kiri yang disertai angina dan hipertensi
Rekomendasi khusus untuk pengobatan gagal jantung kiri dalam kedua
keadaan tersebut antara lain :
Apabila ada angina : Pentimbangkan revaskularisasi arteri koronaria dan
tambahkan nitrat yang kerjanya jangka panjang (long acting nitrates). Kalau tidak
berhasil tambahkan generasi kedua dihidropiridin atau gunakan β-blocker dengan
hati-hati.
Apabila ada hipertensi : Optimalkan dosis penghambat ACE, diuretik dan
tambahkan hidralasin. Apabila tidak berhasil coba dengan generasi kedua
dihidropiridin.16,24
Obat yang masih dalam taraf penelitian untuk masa depan
1. Angiotensin I1/AII
Antagonis reseptor penghambat renin dipakai untuk hipertensi. Pada saat ini
peranannya dalam pengobatan gagal jantung baik sebagai pengganti maupun
dipakai bersama-sama dengan penghambat ACE, namun preparat ini masih dalam
penelitian lebih lanjut.
2. Arginine vasopresin (A VP) antagonis.
Penggunaannya untuk pengobatan gagal jantung memberikan harapan, tetapi
masih memerlukan data-data yang lebih banyak agar lebih meyakinkan.
3. Endotelin antagonis.
Beberapa endotelin antagonis selektif maupun nonselektif berkhasiat untuk
jangka waktu yang pendek/singkat pada gagal jantung. Pada manusia memang
terjadi perbaikan hemodinamik.
4. Penghambat neutral endopeptidase (NAP)
Penelitian permulaan pada penderita gagal jantung ringan menunjukan bahwa
pemberian secara oral dalam waktu lama dan penghambat neutral endopeptidase
akan menaikkan kadar faktor natriuretik atrium, diuresis, natriuresis dan
perbaikan hemodinamik. Pengaruhnya pada perbaikan hemodinamik akan lebih
baik bila diberikan hersama-sama dengan diuretik karena penghambat NEP
berpengaruh pada hilangnya rangsangan dan neuroendokrin. Selama sistem renin
angiotensin bekerja berlawanan dengan faktor natriuretik atrium maka
penggunaan penghambat ACE dalam jangka panjang merupakan pilihan yang
menarik.
5. Preparat inotropik positif.
Preparat ini akan meningkatkan kekuatan daya kontraksi jantung dengan cara
mneningkatkan sensitivitas troponin-C terhadap kalsium (calcium sensitizers).
Saat ini sedang dievaluasi pada gagal jantung. Banyak senyawa yang mempunyai
efek tambahan yang memiliki penghambat fosfodiesterase/PDI seperti
pimobendan, vesnarinon. Obat tersebut masih dalam evaluasi karena obat yang
bekerja melalui mekanisme AMP siklik justru angka kematiannya meningkat.
6. Terapi metaholik.
Terapi metabolik merupakan alternatif dalam pengobatan penyakit jantung. L-
carnitine yang berfungsi mengangkut asam PEA melewati lapisan dalam
mitokondria adalah penting untuk menghasilkan energi otot jantung dan menjadi
pengobatan/pertolongan untuk kardiomiopati primer maupun sekunder yang
disebabkan oleh kekurangan carnitine. Kasus tersebut jarang dan memerlukan
pemeriksaan kadar carnitine dan biopsi otot jantung. Perlu diingat bahwa pada
gagal jantung yang menahun baik idiopatik maupun karena iskemik kadar
carintine umumnya menurun. Beberapa penelitian menunjukan terjadi perbaikan
hemodinamik dan fungsi jantung pada pengobatan jangka panjang dengan L-
carnitine atau L-propionil Carnitine. Senyawa seperti koenzim Q 10 dan taurin
sedikit memperbaiki kualitas hidup. 17,31-34
Operasi, alat bantu dan jantung buatan
1. Kardiomioplasti
Merupakan salah satu operasi untuk memperkuat kontraksi jantung dengan
memakai otot latisimus dorsi yang dihalutkan pada jantung yang gagal berfungsi
itu. Keberhasilannya terbaik pada gagal jantung NYHA kelas IIl, sekalipun juga
berhasil pada gagal jantung NYHA kelas IV namun prosentasenya lebih rendah.
Perbaikan teknik operasi ini, masih ditunggu untuk memberikan hasil maksimal.
2. Operasi Batista
Randal Batista melakukan operasi pada gagal jantung dengan cara membuang
sebagian dinding ventrikel kiri lalu diutuhkan kembali untuk mendapatkan
rongga jantung yang lebih kecil. Ternyata hemodinamik membaik tetapi angka
kematiannya masih sangat tinggi. Masih memerlukan teknik operasi yang lebih
baik sehingga dapat diperoleh hasil yang lebik baik lagi.
3. Alat bantu ventrikel
Masih dalam penelitian sejumlah alat bantu jantung yang di masa depan
diharapkan dapat membantu penderita gagal jantung.
4. Jantung Buatan
Masih terus dalam penyelidikan. Sudah ada yang menggunakan untuk jangka
waktu satu tahun. Saat ini alat jantung buatan hanya dipakai untuk
mempertahankan hidup sambil menunggu transplantasi jantung. Mudah-
mudahan di masa mendatang jantung buatan tidak hanya untuk mereka yang
menunggu transplantasi jantung saja.
Anderson JL. Hemodynamic and clinical benefis with intravenous milrinone