15 naskah terba k lomba menul s cer ta remaja (lmcr) · pdf file15 naskah terba k lomba menul...

192
15 Naskah Terbak Lomba Menuls Certa Remaja (LMCR) Tahun 2011

Upload: doannhi

Post on 06-Feb-2018

373 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

�15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

�� 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

�15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

�� 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

15 Naskah TerbaikLomba Menulis Cerita Remaja (LMCR) Tahun 2011

Lentera Kelam Tiga Puluh FebruariHaryas Subyantara Wicaksana, Hankenina Deafinola, Millati Aulia Hasanah,

Raisya Rasyana, Wiwin Humairoh, Elva Mustika Rini, Alvi Zainita Putri Batistuta,Zuhrotus Syarifah, Renny Andriyanti, Dinda Maulidya Putri Badar,

Safrilia Syifa Dwi Aghnia, Nadia Fatimah Az-Zahra, Yeni Yuliati,M. Zuhdi Darmawan, Nadira Firinda Putri

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANDIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

Gedung E Lantai 5, Jl. Jenderal Sudirman, Senayan,Jakarta 10270

Editor: Agus R. SarjonoLayout: Hanifisti

Ilustrasi sampul & isi: Hanifisti

Diterbitkan pertama kali olehKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASARTahun Anggaran 2012

Cetakan pertama, Januari 2012

ISBN : 978-602-99299-6-6

���15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

�v 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Dari Lomba Menulis Cerita RemajaAgus R, Sarjono

Saat membaca cerita-cerita yang ditulis para remaja SMP dalam Lomba Menulis Cerita Remaja (LMCR), apalagi 15 karya yang memenangkan lomba ini,

sejujurnya saya kaget. Hampir semua cerita yang lolos seleksi dan dibukukan dalam buku ini menunjukkan kepiawaian para remaja kita dalam mengolah cerita. Kekagetan kita akan bertambah saat kita tahu bahwa cerita yang harus mereka tulis itu telah ditentukan temanya: “kejujuran”.

Menulis dengan tema yang sudah ditentukan saja sudah terasa sulit, apalagi tema yang ditentukan itu adalah tema berat, mulia, dan umum; sebuah tema yang bahkan membuat para sastrawan berpengalaman pun kerap jatuh tersungkur ke lembah nasehat penuh pesan moral dan petitah-petitih yang menjemukan. Hasilnya, tentu saja ketidakjujuran, karena pada setiap yang berlebihan –apalagi pesan moral– terkandung kebohongan.

Hebatnya, hampir seluruh cerita dalam buku ini lolos dari jebakan itu. Semuanya mengajak tema berat itu justru sebagai teman bermain, teman berimajinasi, teman bertualang ke berbagai kemungkinan. Disadari atau tidak, justru itulah moral terpenting dari sastra dan cerita: bermain, berimajinasi, bertualang ke berbagai kemungkinan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, lantas mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan itu sejujur dan sebisanya.

Cerita-cerita dalam buku ini menunjukkan semangat itu. Cerita-cerita bergulir dengan lincah, imajinasi mengembara ke berbagai arah, pertanyaan dan gugatan bermunculan dengan tak terduga.

Melihat ini semua, selain bahagia, saya dan para juri lainnya sempat tergoda –sebagaimana umumnya orang tua– untuk curiga. Jangan-jangan, karya-karya itu bukan buatan mereka sendiri melainkan buah tangan orang tua atau gurunya. Bahkan, lebih parah lagi, siapa tahu karya-karya itu hasil menjiplak alias –bahasa kerennya-- plagiat.

Saya sebut sebagaimana umumnya orang tua, karena memang disadari atau tidak saat kita menjadi tua kita cenderung tidak percaya bahwa hal-hal hebat bisa dilakukan oleh anak muda. Namun, karena kami para juri kemudian menyadari bahwa kecurigaan dan anggapan bahwa “anak muda tidak mungkin mampu membuat hal-hal hebat” adalah kecenderungan khas mereka yang menjadi tua tanpa pernah melakukan hal-hal hebat di masa mudanya, maka kami pun membuang kecurigaan itu. Apalagi, hampir semua cerita yang terdapat dalam buku ini nyaris mustahil bisa ditulis oleh guru dan orang tua mereka. Dunia dalam cerita-cerita ini begitu muda dan segar remaja.

Tentu, saat membaca cerita-cerita ini kita segera tahu apa yang dibaca para

v15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

penulisnya. Pepatah yang mengatakan bahwa “Anda adalah apa yang anda baca”, banyak benarnya. Tulisan-tulisan mereka menunjukkan bahwa para siswa ini cukup luas bacaannya, khususnya bacaan novel-novel asing. Bacaan mereka nampaknya meliputi berbagai genre, antara lain: serial petualangan (saga) Harry Potter yang terdiri dari 7 buku yang masing-masing buku tebalnya minta ampun, Twilight saga yang masing-masing bukunya juga lumayan tebal; Alice in the Wonderland, Narnia; The Prince of Caspian, berbagai cerita science fiction dan cerita misteri, novel-novel remaja terbitan FLP, Serial Laskar Pelangi Andrea Hirata, dan tentu saja komik-komik Jepang (manga).

Selain bacaan, karangan-karangan para remaja itu juga dipengaruhi oleh tontonan mereka yang juga lumayan beragam, khususnya film-film asing seperti City of Angel, Transporter, The Matrix Trilogy, The Lord of the Ring Trilogy; dan film-film sejenisnya. Jejak-jejak film kartun Jepang dan sinetron Korea di sana-sini juga terasa. Karya-karya sastra kanon dari sastrawan Indonesia tampaknya belum menjadi khasanah bacaan mereka. Dugaan ini, ternyata terbukti benar saat mereka mengirimkan karangan susulan berisi riwayat diri dan proses kreatif mereka.

Ngomong-ngomong, karangan berupa keseharian mereka dan proses kreatif mereka saat membuat cerita yang disertakan dalam lomba juga asyik dibaca dan menepis semua kecurigaan itu. Karangan ini sebagian dibuat langsung saat penjurian final (proses kreatif), dan sebagian disusulkan kemudian (kisah keseharian mereka).

Novel-novel dan film asing tersebut nampak jelas pada latar dan motif cerita, sementara pengaruh manga terlihat dalam “keliaran”, “kegilaan”, dan kelincahan mereka bercerita. Moral cerita, ternyata, sebagian besar rumusan dan pandangannya, dipengaruhi novel-novel remaja Forum Lingkar Pena dan novel-novel pop Andrea Hirata.

Novel-novel sastra klasik yang sempat populer pada masa dan generasi sebelumnya seperti The Adventures of Tom Sawyer; The Adventures of Hucleberry Finn; atau Prince and Pauver (Mark Twain); The Three Musketeers; The Man with Iron Mask (Alexandre Dumas); Treasure Island (Robert Louis Stevenson); bahkan serial Lima Sekawan dan berbagai novel karya Enid Blyton, sudah tidak terlihat sama sekali jejak-jejaknya.

Dilihat sekilas, para pembaca novel-novel asing memiliki kualitas tulisan lebih baik dibanding para pembaca novel remaja terbitan FLP atau novel pop Andrea Hirata. Namun, itu juga masalahnya. Kebanyakan karya-karya yang bagus memiliki latar asing atau dunia antah-berantah. Pola pengelolaan plot dan teknik berceritanya pun nampaknya dipengaruhi oleh sumber bacaan dan pengalaman apresiasi bacaannya.

Banyak cerita dari peserta yang bertemakan dunia penyihir, science fiction, atau berlatarkan negeri dan situasi asing. Dilihat dari segi itu, inginlah kita ketahui kemampuan dan kelancaran mereka menulis tersebut akan berbentuk apa jika digunakan untuk menggarap persoalan-persoalan di sekitar kehidupan mereka yang nyata.

v� 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Hal lain yang segera terasa adalah: apakah cerita-cerita yang pada dasarnya mutunya patut dipuji itu, membuktikan juga bahwa anak-anak Indonesia merasa asing alias tidak akrab dengan lingkungan hidup mereka sehari-hari?

Untunglah ditemukan sejumlah karya yang berakar pada kehidupan nyata mereka sehari-hari. Beberapa, hasilnya patut dipuji. Karya-karya semacam inilah yang mendapat nilai tinggi dalam pertimbangan para juri. Sekalipun demikian, sejumlah karya yang berlatarkan dunia/negeri asing, berbau science fiction, maupun dunia gaib para penyihir, kami beri nilai cukup tinggi juga jika kami anggap benar-benar bagus secara teknis penceritaan.

Selain pujian dan kekaguman, harus diakui bahwa sebagian besar karya siswa ini memiliki kelemahan dasar di bidang ejaan dan tanda baca. Dalam buku ini, tentu kelemahan elementer itu sudah dibereskan oleh editor. Cukup banyak pula karya yang sebenarnya bagus, segar, dan menarik, menjadi lemah karena kegagapan para siswa dalam mengolah dan mengembangkan cerita. Namun, masalah-masalah dan kelemahan elementer ini dengan mudah dapat diselesaikan dan dibenahi lewat work shop-work shop agar bakat-bakat luar biasa ini kreativitasnya tidak mandek hanya karena masalah elementer belaka.

Jika merujuk pada pendapat Taufiq Ismail dalam Rabun Membaca Lumpuh Menulis yang dikemukakan 10 tahun lalu, maka dapat diandaikan bahwa kondisi minat baca dan kemampuan menulis di kalangan siswa saat itu sangatlah memprihatinkan. Berbagai upaya kemudian dilakukan untuk menanggulangi masalah gawat ini —mendatangkan para sastrawan ke sekolah, memberi workshop Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra pada kalangan guru bahasa Indonesia, dan lain-lain. Setelah sepuluh tahun, kiranya kita patut menguji kembali pendapat itu.

Jika dilihat dari kemampuan para siswa SMP dalam menulis sebagaimana terlihat pada kelima belas pemenang maupun para peserta LMCR lainnya, kita melihat hasil yang mengejutkan, baik jumlah maupun mutunya. Lomba ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis di kalangan siswa —dalam hal ini siswa SMP— sudah menunjukkan kemajuan yang luar biasa dibanding yang banyak diduga orang di masa-masa sebelumnya. Bukan hanya itu, bacaan mereka pun tidak semiskin dan serabun yang kita duga.

Bagaimanapun, bakat-bakat yang ditunjukkan para remaja pelajar SMP dalam lomba ini sangat menggembirakan. Kalau bakat-bakat ini merata dan dibina dengan baik, saya kira dalam tempo tidak terlalu lama kita dapat menyatakan selamat tinggal pada fenomena rabun membaca dan kelumpuhan menulis itu. Bahkan, jika lomba semacam ini diadakan secara besar-besaran serta diikuti dengan workshop dan pembinaan yang memadai, tidak akan makan waktu lama para remaja Indonesia akan tumbuh sebagai remaja yang literat, mandiri, gemar berpikir dan enggan tawuran.

v��15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Terakhir, menjadikan kaum muda Indonesia gemar membaca dan mampu menulis adalah tugas terpenting dalam pendidikan sebuah negara berkembang. Indonesia yang terjajah sekian lama, mampu merdeka berkat segelintir orang muda yang gemar membaca dan mampu menulis. Jika yang gemar membaca dan mampu menulis itu bukan sekedar segelintir kaum muda, melainkan mayoritas anak muda, maka masa depan Indonesia tidak akan sesuram bangsa-bangsa terbelakang, yakni bangsa-bangsa kelas tiga tanpa tradisi membaca dan tradisi menulis hingga sampai saat ini nasibnya masih terlunta-lunta di tangan negara-negara yang masyarakatnya berdiri kokoh di atas tradisi menulis dan membaca.

Selamat bagi para pemenang lomba yang karyanya termuat dalam buku ini. Semoga apapun profesi kalian di masa datang, kalian tetap menjadi pribadi kokoh yang berdiri di khasanah peradaban umat manusia lewat keluasan bacaan, dan pribadi yang murah hati untuk berbagi, lewat menulis. Kita doakan, semoga hak untuk berlomba di dunia modern –lomba menulis ini– juga menjadi hak kakak-kakak kalian di SMA. [*]

Agus R. Sarjono, lah�r d� Bandung 27 Jul� 1962. Menul�s pu�s�, esa�s, dan drama. Karyanya d�muat d� berbaga� med�a terkemuka Indones�a. Karyanya telah d�terjemahkan ke dalam bahasa Inggr�s, Belanda, Peranc�s, Jerman, F�nland�a, Serb�a, Turk�, Kurd�, Jepang, Ch�na, Korea, V�etnam, dan Arab. Leb�h dar� 20 buku tentang sastra, budaya, teater, dan sen�, telah d�ed�tor�nya. Bersama Berthold Damshäuser menjad� penerjemah dan ed�tor Seri Puisi Jerman. Yang telah terb�t antara la�n buku pu�s� Ra�ner Mar�a R�lke, Bertolt Brecht, Paul Celan, Johann Wolfgang von Goethe, Hans Magnus Enzensberger, dan Fr�edr�ch N�etzsche. Buku pu�s�nya yang baru adalah Lumbung Perjumpaan. Buku pu�s�nya yang terb�t d� Berl�n, Jerman, adalah Frische Knochen aus Banyuwangi (Tulang Segar dar� Banyuwang�).

Sehar�-har�, �a bekerja sebaga� dosen Jurusan Teater STSI Bandung, anggota dewan pakar Majel�s Sastra As�a Tenggara, redaktur majalah sastra Horison, redaktur Jurnal Sajak, pem�mp�n redaks� majalah PUSAT, dan pem�mp�n redaks� Jurnal Kritik. Mantan Ketua Dewan Kesen�an Jakarta/DKJ (2003 s.d. 2006) �n� pernah menjad� sastrawan tamu d� International Institute for Asian Studies, Un�vers�tas Le�den; Heinrich Böll Haus, Langenbro�ch; dan �lmuwan tamu Un�vers�tas Bönn. Ia juga kurator sen� pertunjukkan pada Jakarta-Berlin Arts Festival 2011 d� Berl�n. Pu�s�nya dua kal� terp�l�h untuk d�luncurkan ke angkasa luar oleh Badan Antar�ksa Jepang.

v��� 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Tim JuriLomba Menulis Cerita Remaja (LMCR)

Tahun 2011

No. N a m a Jabatan Dalam Tim

1. Prof. Dr. Suminto A. Sayuti Ketua

2. Drs. Agus R. Sardjono, M.Hum Anggota

3. Drs. Jamal D. Rahman, M.Hum Anggota

4. Drs. Sunu Wasono, M. Hum Anggota

5. Drs. Cecep Syamsul Hari, M.Hum Anggota

6. Drs. Adi Wicaksono Anggota

7. Dr. Ganjar Harimansyah, M.Hum Anggota

8. Dr. Safrina Soemadipradja Noorman Anggota

9. Drs. Acep Zamzam Noor Anggota

10. Ahmad Subhannudin Alwy Anggota

�x15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Kata Sambutan ���Dari Lomba Menulis Cerita Remaja Agus R. Sarjono �v

Lentera Kelam Tiga Puluh Februari (Haryas Subyantara Wicaksana) 1

Sepatu Balet dan Petualangan dalam Film (Hankenina Deafinola) 9

Salahku? (Millati Aulia Hasanah) 26

Sepasang Mata dari Balik Dedaunan (Raisya Rasyana) 38

Hutan Terlarang (Wiwin Humairoh) 49

Greatinture (Elva Mustika Rini) 61

Rahasia Besar Sahabatku (Alvi Zainita Putri Batistuta) 75

Si Atang danGunung Ajaib (Zuhrotus Syarifah) 84

Beasiswa Kejujuran (Renny Andriyanti) 95

Perubahan Baru (Dinda Maulidya Putri Badar) 105

Surat Kecil yang Tak Sampai (Safrilia Syifa Dwi Aghnia) 120

CERA 2519 (Nadia Fatimah Az-Zahra) 133

Begitu Indah (Yeni Yuliati) 146

Tragedi (M. Zuhdi Darmawan) 159

Mulut yang Tak Pernah Bicara (Nadira Firinda Putri) 168

Daftar Isi

x 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Lentera KelamTiga Puluh Februari

Haryas Subyantara Wicaksana

2 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Siang menjelang tak ubahnya gurun gersang dipanggang pengapian.Kudapati benda ini menggelepar. Tubuhnya tergolek di bahu jalan.

Sisinya persegi panjang kecil merentang, meremang bersama keramik kusam. Bagian dalamnya menganga serupa mulut bayi buaya. Hatiku meraba-raba. Berkeping-keping receh dan lembar rupiah ditelan bilik-bilik mungilnya. Mataku menatap nanar, menyusuri jalan pikiran. Tanganku masih membelai-belai benda ini.

Aku mematung. Pinggangku melipat. Tanganku menggamit benda itu. Muka kelas 9A berbalik menatapku, aku ragu. Bapak dan ibu guru telah menjauhkan langkahnya, sedangkan kawanku sudah bergegas pulang. Tinggal beberapa penjaga dan karyawan berlalu perlahan. Bagaimana dengan benda ini, haruskah kuterlantarkan? Tapi apabila tangan lain mengambilnya, aku merasa amat berdosa.

“Ambil uangnya! Buang saja dompetnya!” Bentak sisi hitamku.“Jangan! Simpan benda itu di tasmu! Barangkali esok bisa kau kembalikan!”“Halah, cepat, ambil saja uangnya, mumpung tidak ada orang yang

melihatmu!”“Ingat! Tuhan senantiasa memperhatikan gerak-gerikmu!”Dua sisi hatiku berbantah-bantahan. Sisi hitam selalu mengandalkan untung

menggiurkan. Tawarannya bagai surga berlipat ganda. Sedangkan sisi putih senantiasa menawarkan pilihan sulit. Amat rumit.

Aku tekapar di dua arah. Sukar bagiku bersenang hati. Tak mudah pula bersikap mawas diri. Lantas bagaimana? Hatiku terus menimbang-nimbang. Tak kunjung kutemui kepastian. Rasa khawatir menghampiriku. Aku bagai daun kecil, nyaris hanyut di mulut air terjun. Pikiranku melayang-layang. Tanganku kian gemeletar.

Kini kutahu apa yang harus kulakukan. Kupegang benda itu lalu kuselipkan di kantongku. Akan tetapi, hatiku masih menimbang-nimbang. Aku melangkah pelan.

“Hasan, benda itu milik siapa?” Tanya nuraniku dengan nada curiga.“Kapan kau mengembalikannya?” Ia bertanya kembali, tegas.Belum dapat kujawab, hanya langkahku mengendap-endap menuju gerbang.“Hasan, bukankah besok kau harus melunasi biaya administrasi ujian?” Ia

bertanya tak henti-hentinya, nafasku kian jengah membuka gerbang yang hampir tertutup.

Tempo jalanku kupercepat. Pikiranku makin kalut.“Bagaimana kalau kakek belum punya uang? Bagaimana besok?”Anganku berkabut. Kota, siang itu, adalah desing mesin dan laju kesibukan

belaka. Beberapa ruas trotoar harus kulewati. Sisi jalan raya kujajaki, melompati gang demi gang dan menyusuri jembatan, menyebrangi sungai. Tak seperti desaku. Meski asing dari keramaian, hatiku tak pernah sendiri. Ada kakek dan Mas Herman yang senantiasa menemaniku.

315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Jalan setapak di sepanjang desa mengingatkanku pada masa kecil. Setelah beberapa tahun lalu, bapak dan ibu merantau ke negeri orang, aku dititipkan pada kakek yang baru saja kehilangan nenek. Sebenarnya hatiku tak kuasa menahan rindu. Bapak dan ibu hanya pulang dua tahun sekali.

“Malulah aku! Mengapa baru kali ini terpikirkan olehku? Mengapa aku seperti benalu? Tak ada bedanya antara aku dengan orang dungu. Mengapa aku selalu membebani kakek di hari tuanya? Semestinya kakek menikmati waktunya dengan tenang, bukan menanggung beban. Kasihan, kakek.” hati kecilku berbicara.

Pintu rumah separo menganga. Sepi. Sepertinya Mas belum pulang sekolah. Sepeda onta satu-satunya yang dimiliki kakek dikendarainya. Sekolahnya empat kilo dari sini, sedangkan aku harus berjalan kaki pulang pergi. Nafasku terengah, aku bersandar sebentar, di dalam kamar berdinding anyam. Masih berdentang di benakku tentang benda yang singgah di dalam kantong ini. Namun nyaliku tak kunjung memberanikan diri. Akankah aku mengembalikannya? Tetapi hari esok seperti pedati berjarum duri. Aku tak tega meminta uang kakek. Penghasilan kakek hanya cukup buat makan. Selebihnya uang kiriman dari bapak dan ibu. Itu pun hanya tiga atau bahkan lima bulan sekali.

Dua jam serasa rancu, aku masih membatu. Hanya sepoi angin mengelus punggung pintu. Daun-daun di dahan pepohonan kian berkerisik, nyaliku tercabik. Kuambil benda itu dari kantong. Kubalik-balikkan benda itu, begitu tebal. Tertulis “Harley Davidson” di satu sisinya. Lalu kutimang-timang pelan. Aku mulai menelisik biliknya satu per satu.

Bilik terbesar, berlapis-lapis uang seratus ribuan, kuhitung 20 lembar jumlahnya. Uang itu amat rapi, halus, mulus, tak satu pun kusut dan ternoda. Uang yang benar-benar baru. Betapa kaya pemiliknya, pikirku. Bilik terkecil, foto seorang ibu dan seorang anak, ukuran 4x6 cm. Bilik terakhir, kutemukan sebuah KTP dan buku tabungan. Jantungku berdegup kencang. Kubaca dengan lisan. Tanganku kian gemeletar. Kudekatkan ke mata. Tertera satu nama : Pak Warto Suromenggolo. Nafasku tercekat! Sama sekali tak habis kupikir. Seorang guru yang menghukumku pagi tadi. Sebab tak kubawa tugas rumah darinya, karena basah kena hujan semalam. Masih tersirat kesal di benakku. Begitu jelas membekas.

Tiba-tiba pintu berderit, sebuah langkah berderap, sepotong salam terucap. Kecemasan mengahantamku. Mas Herman mendekat ke arahku. Benda itu kugenggam kian erat. Tatapannya tajam mendarat di tanganku.

“Hasan, dompet itu milik siapa?” Tanyanya sekeras kilat menyambar.“Anu Mas... anu… ini punya...”“Hasan! Kau mencuri?”“Tidak, Mas! Aku tak mencurinya dari siapa-siapa! Kutemukan dompet ini

jatuh di depan kelas. Ini milik guruku. Pak Warto Suromenggolo.”

4 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Coba kulihat!” Ujarnya sembari merenggut benda itu dariku.“Banyak sekali, Hasan! Dua juta?”“Iya, Mas. Apa yang mesti kuperbuat dengan benda itu?”“Bukankah lusa kau harus melunasi biaya administrasi ujian? Sedangkan aku

juga belum membayar pembelian buku diktat tempo hari.”Aku tercengang. Keringat dingin menyusuri logika, terjun ke hati, berhenti di

jantung. Patutkah hal itu kuperbuat? Decitan rem becak di depan pintu menghentak suasana, pertanda kakek telah pulang.

“Apa kita akan selalu minta uang kepada kakek, San?”“Tapi Mas, ini bukan milik kita! Sama sekali kita tak berhak mengambilnya.”“Bagaimana lagi, San? Tinggal benda itu harapan kita satu-satunya.”“Tidak, Mas! Tentu ada cara lain untuk melunasi biaya ujianku dan bukumu!”“Apa? Cara lain apa, Hasan? Kita tak punya apa-apa!”Aku terbungkam. “Lihatlah kakek kita, Hasan! Kakek telah mangkal sejak Subuh tadi, sedangkan

kita tak tahu beliau sudah makan atau belum. Kau tega melihat kakek menarik becak lebih jauh dan lebih lama lagi? Kau tega? Apa kau tidak kasihan?”

“Kakek pasti mengerti, Mas. Beliau akan bertindak sebijak mungkin.”“Tidak, Hasan. Kakek tak akan bertindak semudah itu. Kakek tak akan seenaknya

meminjam uang ke tetangga. Kau tahu sendiri, kan? Tiap uang kiriman bapak ibu habis, pastilah kakek bekerja habis-habisan semalaman.”

Aku termenung. Ibaku kian merajam hati. “Selama ini kita selalu menyusahkan hari tua kakek. Bahkan sampai kini

kita belum bisa mewujudkan impian kecil kakek. Sekedar sepotong kain batik itulah keinginan sederhana kakek. Kau ingat, kan? Kemarin kita berjanji untuk membelikannya. Ini 29 Februari, Mas. Padahal besok, 1 Maret, usia kakek sudah beranjak 70 tahun. Sudahlah, Hasan! Sementara kita gunakan dulu uang di dompet itu.”

Segera kutinggalkan Mas Herman. Ia nampak kesal. Kekhawatiran itu berkelindan, menghanyutkan pikiran. Tetap saja aku tak dapat membiarkannya terjadi. Bagaimanapun juga ini milik Pak Warto. Tapi ia telah menghukumku. Bagaimana jika ia lebih membenciku dan mempermalukanku lagi? Bagaimana jika aku dikiranya mencuri? Angin sepoi bertiup amboi. Kuputuskan untuk merebahkan diri sejenak di lincak belakang rumah. Teduh sore membekukan terik siang.

Mataku memejam.

* * *

Kudatangi pagi yang begitu berbeda. Seperti benar-benar hari baru menjelang. Di belakang, terpancang barisan angka dan bulan. Aku terperangah! Ke angka

515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

bawah, paling penjuru, pandanganku memaku : 30 Februari. Benda itu masih erat kugenggam.

Di bawah, tanpa landasan, tanpa rumah. Tiada celoteh burung maupun koceh ayam. Tak terlihat lagi semak daun pepohonan. Atau bahkan orang-orang. Hanya aku. Sendiri. Melayang-layang.

Di atas, kulihat biru dan awan mengambang. Bagai tanpa jarak. Di depan, aku termangu antara dua jalan. Bercabang. Membentang. Panjang.

Hatiku menimbang-nimbang. Bimbang menentukan jalan pilihan. Perlahan, kulalui jalan pertama. Berlandas kaca, begitu lurus dan lebar, amat

lebar, bagaikan tiada yang lebih lebar lagi. Aku girang. Pastilah itu jalan kedamaian. Di bawahnya menjulur permata aneka warna. Sesaat kurasakan galau meranjau hati. Mataku membeliak! Tiba-tiba kutemui sosok berjubah hitam. Peluh dinginku meluncur deras. Perawakannya gempal. Kepala lonjong menyentuh langit awan. Nyaliku menciut. Terbuka celah jubah itu, potongan kerangka menjejali. Aku tak tahan membau! Bau anyir menguar dari sela gigi tajamnya. Tubuhku kian menggeletar. Matanya tenggelam, hanya dua lingkar kelam. Jeritku bisu! Aku mengerang!

Pelarianku tiba pada jalan kedua. Hanya gersang bebatuan. Aku terpelontang-pelanting kian kemari. Menelikungi naluri. Meski terjal menghunus kaki, aku tak peduli. Sulit sekali jalan itu kutempuh, berkali-kali tersungkur jatuh, aku tetap bangkit kembali. Langkahku tergencat! Sehadapanku laki-laki tambun berdiri. Di punggungnya, membentang dua sayap berlian. Ia tersenyum, lalu berkata tiba-tiba.

“Nak, jangan kau terlalu tergiur dengan jalan lurus berkilau. Dengarkan hati kecilmu. Bawalah benda itu ke arah angin nurani menuju. Biarkan dirimu menerjali jalan berliku yang lebih berarti, lebih sejati.”

“Terima kasih atas jawabmu yang amat kunanti.” Balasku. Di hadapanku berpendar cahaya terang, amat terang, bagaikan tiada yang

melebihi terangnya. Kutembus cahaya itu, dan berlalu.

* * *

Mataku mengerjap, aku tergagap, tubuhku terbanting ke tanah. Adzan Maghrib membahana. Tak kuhiraukan Mas Herman yang berdiri di depan pintu. Kuambil sepeda onta kakek ketika beliau masih di surau. Nafasku menggebu. Dua roda kupacu. Kini jelas arahku tertuju. Jalan Panjaitan nomor 7. Aku kian tak peduli akan dicaci maki atau dituduh mencuri.

* * *

BRAK !!!Jantungku terbang, membelah petang! Mataku nanar! Dua bendera kuning

6 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

berkibar di penjuru pagar. Aku berjalan pelan, menyibak kerumunan orang yang berlalu lalang.

“Siapa yang meninggal dunia, Dik?” Anak perempuan berambut gelombang dengan air mata berlinang itu kuhampiri.

“Ayahku! Ayahku dibunuh uang!” Aku terperangah, tatapannya merana, teriaknya meronta-ronta.

“Siapa ayahmu?” Ia tak kunjung menjawab, justru terus meracau.“Semua ini gara-gara uang, uang dan uang!” “Bagaimana bisa?”“Ayah sedang sakit parah, tapi balai perobatan itu enggan memberikan

pertolongan, sebab ayah tak bisa menebus perawatan.” Katanya terbata-bata.Tiba-tiba sirine menguing, mesin ambulan mendesing. Di siraman cahaya

lampu-lampu mercuri, diturunkan satu tubuh berbalut kain mori.“Pak....Pak...War....to!!!” Hatiku menjerit.Kugampar jidatku sendiri, berharap ini 30 Februari. Tapi bukan! “Ini titipan dari ayahmu, Dik.” Kueratkan benda itu dalam genggam tangannya.

Aku berbalik, berujar tanpa suara. “Aku minta maaf, Dik. Aku sangat minta maaf.” Malam ini aku tak perlu mengasihani diri sendiri lagi. Meski tak dapat kupikirkan

biaya ujian esok hari. Atau keinginan sederhana kakek, di usia 70 tahun, tentang sepotong kain batik, yang belum dapat kami penuhi.

Aku berlari, berlari, dan terus berlari. Kudengar teriakan anak itu.“Kau, pembunuh!!!!!”Aku terhuyung menitikkan air mata antara temaram lampu malam. [*]

Mengapa Saya MenulisLentera Kelam Tiga Puluh Februari

Haryas Subyantara Wicaksana, nama saya. Saya lah�r d� Pac�tan, 9 Januar� 1997. Saya bersekolah d� SMP Neger� 1 Pac�tan, kelas IX A. Sekolah saya berada tepat d� sebelah selatan alun-alun Pac�tan. Karena terletak d� pusat kota, terkadang j�ka ada keg�atan, suasana menjad� rama�. Tetap� p�hak sekolah berusaha membuat suasana sekondus�f mungk�n. Pengaturan jam pelajaran sangat ketat. Sanksi setiap pelanggaran begitu disiplin dan tegas. Saya adalah murid kelas RSBI, sehingga tiada hari tanpa belajar, mengerjakan PR, dan kerja kelompok. Untunglah saya mem�l�k� teman-teman yang ba�k, panda�, lucu dan

715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

tidak usil. Mereka adalah civitas 9A. Ditambah lagi, bapak-ibu guru kami perhatian, kreatif, sabar, dan selalu mendukung bakat murid. Setiap hari kami sharing tentang cara belajar dan saling memotivasi. Selain itu, saya ikut pengembangan diri di bidang jurnalistik dan menjad� redaktur pelaksana. D� s�n�lah saya benar-benar belajar menul�s secara ba�k dan benar. Saya juga aktif Pramuka. Di sana, saya berlatih berorganisasi dan bersosialisasi. Bersama Pramuka, saya pernah mera�h juara 1 menul�s s�nops�s, c�pta pu�s�, dan adm�n�stras�. Membaca, menul�s, dan ma�n g�tar adalah hob� saya. Buku yang saya baca tahun �n� adalah 8 buku cerpen.

Saya tinggal di desa Tanjungsari, 1 km dari sekolah, di sebuah rumah di dusun Gemulung yang dekat dengan jalan raya. Mesk� dekat dengan jalan raya, suasananya cukup asr� karena ada pepohonan d� sepanjang jalan. D� l�ngkungan sek�tar rumah, saya selalu menjumpa� tetangga yang ramah dan r�ngan tangan. Mereka adalah warga yang sangat sederhana. Sebenarnya saya termasuk anak yang jarang bersos�al�sas� dengan l�ngkungan, karena saya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah di hari-hari biasa. Saya kurang aktif di karang taruna, sebab saya lebih aktif di kegiatan ekstra sekolah sehingga jarang ada anak tetangga yang akrab dengan saya.

Saya memang jarang ma�n ke rumah teman, karena merekalah yang berma�n ke rumah saya. Saya mempunya� beberapa teman berma�n yang sangat akrab dar� luar l�ngkungan. Mereka adalah Nova, Jati, Anang, Riski, David, Fai dan Yoga. Nova sudah pindah ke Bekasi dan pulang ke s�n� satu tahun sekal�. D�a sudah saya anggap sebaga� saudara send�r�, sebab 3 tahun dia tinggal bersama saya. Jati adalah sahabat sekelas saya. Setiap berangkat dan pulang sekolah, kam� selalu bersepeda bersama-sama. D�a sangat humor�s dan suka bercanda. Anang dan R�sk� ser�ng berma�n ke rumah. Mereka bersekolah d� SMP 3 Pac�tan. Mereka juga seperti saudara saya, karena kedatangan mereka membuat rumah tak pernah sep�. Dav�d dan Yoga adalah mur�d SMP 2 Pac�tan, sedangkan Fa� mur�d SMP 5 Pac�tan. Hal-hal yang kam� lakukan adalah berma�n play station atau game online, catur, monopol�, dan petualangan seru bersepeda tiap libur semester. Entah sudah berapa wisata alam tersembuny� yang kam� kunjung� d� Pac�tan.

Kebiasaan saya sehari-hari adalah membaca buku fiksi, fisika, biologi, dan menulis, sebab saya berc�ta-c�ta menjad� dokter yang sastrawan. D� rumah saya ada perpustakaan kec�l ber�s� kurang leb�h 100 judul buku. Sela�n �tu, saya gemar berma�n g�tar dan belajar sambil mendengarkan musik. Saya bermain gitar setiap pulang sekolah atau les. Inilah refreshing dar� tekanan tugas dan ulangan har�an d� sekolah. Sehab�s Maghr�b, sampa� pukul 9, adalah waktu yang tepat bag� saya untuk belajar. Mus�k adalah med�a yang membuat saya merasa santa� saat memaham� mater� pelajaran d� rumah. Saya sangat suka mus�k, terutama Koes Plus dan Eb�et G. Ade.

Orang yang tinggal bersama saya ada tiga. Mereka adalah ayah, ibu, dan mbak Watik. Ayah saya, Eko Haru Parw�to, adalah seorang pegawa� d� Kantor Pertanahan Pac�tan. Bel�au lulusan D 4 Sekolah T�ngg� Pertanahan Nas�onal. Keb�asaan ayah d� rumah adalah mengetik sertifikat dan mengurusi hak milik tanah. Hampir setiap hari ayah menerima tamu d� rumah yang �ng�n konsultas� masalah tanah. T�ap pag�, ayah selalu bangun pag� dan jalan-jalan. Ayah sangat perhatian dan selalu memberikan motivasi. Ayah mengajarkan saya untuk senantiasa berusaha dan pantang putus asa. Sedangkan ibu saya, Yayas Wulan Larasati, adalah seorang pustakawan. Ibulah yang menasehati saya untuk terus membaca, membaca, dan membaca. Ibu juga ser�ng mem�njamkan buku d� perpustakaan untuk saya baca. Ibu pula yang melatih saya untuk bersosialisasi dan percaya diri. Selain karya saya, ibu adalah tempat curhat paling aman. Ibu memilihkan tayangan televisi yang inspiratif untuk memacu saya. Mbak Watik adalah saudara dari kakak kakek saya. Mbak Watik sudah

8 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

tinggal bersama kami sejak saya kecil. Mbak Watik dengan ikhlas, membantu ibu merawat saya sewaktu bay�.

Semua bermula dar� hob�. Saya menul�s sejak 5 SD, ya�tu pu�s�. Lalu waktu kelas 1 SMP berkembang menulis cerita mini. Barulah ketika seleksi FLS2N, saya mencoba menulis cerpen. Tahun 2010, saya belum lolos. Saya terus mencoba h�ngga pada 2011, alhamdul�llah, saya lolos. Saya kemudian dibimbing oleh Bu Sri Hartati dan Bu Sri Utami tentang plot dan log�ka cer�ta. Saya pun kemud�an d�perkenalkan dengan dun�a sastra oleh Bapak Endro Prasetyo, Ketua Komun�tas Anak Sastra (KANSAS) Pac�tan. Saya menjad� leb�h tertar�k dan menekuni dunia tulis-menulis. Cerpen pertama saya, “Pesan Terakhir”, dimuat di buletin Kansas. Alhamdul�llah prestas� menul�s cerpen mengantarkan saya ke Makasar tahun 2011 d� ajang FLS2N dan mera�h medal� perak untuk Jawa T�mur yang pertama kal�nya. Pulang ke Pacitan, saya ikut jurnalistik dan menghasilkan produk buletin bernama “GENIUS” tiap tr�wulan. Jumlah karya saya ya�tu pu�s� (30 judul), cer�ta m�n� (10 judul) dan cer�ta pendek (12 judul).

* * *

Mengapa dan baga�mana saya menul�s “Lentera Kelam 30 Februar�”? Tak akan ada rel kereta j�ka tak ada batang-batang bes� yang menyusun dan menentukan

arahnya. D� s�n�, saya umpamakan cerpen saya adalah relnya, dan sebab-musabab serta proses penulisan adalah batang-batang besi. Penulisan cerpen ini, bermula ketika saya berpartisipasi dalam kegiatan pariwisata SMP Negeri 1 Pacitan. Dalam berpariwisata, tentu bis akan berhenti dan menurunkan penumpang di tempat oleh-oleh. Tapi, ketika sedang asyik membeli peyeum di Cibaduyut, tiba-tiba tanpa sadar, dompet saya beserta tiga lembar uang l�ma puluh r�buan d� dalamnya, lenyap entah ke mana. H�ngga pulang, saya d�bayang� penyesalan yang amat dalam. Lalu saya menengok ke jalan. Tap� d� sana terhampar pemandangan la�n. Seorang s�swa SMP berseragam kusam menghamp�r� seorang kakek renta yang mas�h menar�k becak. S�swa tersebut tampak akrab dengan kakek �tu. Kemud�an saya merenung, mengotak-atik pikiran. Lantas menyembul satu keinginan dalam benak saya untuk menul�skan cer�ta pendek yang ter�nsp�ras� dar� dua kejad�an tersebut.

Tap�, saya mengubah jalan cer�ta berbal�k 180 derajat. Saya sudah keh�langan dompet, maka tokoh utama saya pos�s�kan menjad� orang yang menemukan dompet. Sebenarnya, saya �ng�n menama� tokoh utama dengan nama saya, Haryas Subyantara W�caksana. Padahal saya �ng�n member� nama sesua� dengan karakter tokoh utama. Lalu saya ubah namanya menjadi Hasan, artinya selalu merasa diawasi Tuhan. Sehingga saya dapat membentuk konflik, yaitu orang yang menemukan dompet orang lain, tapi di sisi lain ia selalu merasa d�was� Tuhan.

Untuk mempertajam konflik, saya buat latar belakang tokoh adalah siswa SMP kurang mampu yang h�dup bersama kakek tukang becak dan seorang kakak. Dalam perumitan konflik, saya jadikan tokoh kakak sebagai penghalang niat tokoh utama untuk mengembal�kan dompet �tu. Saya tul�s dem�k�an karena waktu kec�l, saya ser�ng bertengkar dengan kakak keponakan. Untuk penyelesa�an, saya ter�nsp�ras� had�st Rasul: “maka ada dua jalan berbeda”, dan s� tokoh utama lar� ke jalan yang benar. D� s�tu saya bubuhkan �maj�nas� dengan setting di alam mimpi dan saat tanggal 30 Februari, yang tidak ada di kalender.

Akh�rnya saya melakukan finishing dengan sad ending, supaya cerpen saya tidak menjad� kl�se. Judul, saya tul�skan pada tahap akh�r proses penul�san. Saya menul�s cer�ta �n� dua har�, yakn� saat setelah tahajud, sebelum Shubuh (golden time).

Akh�r kata, �tulah rel cerpen yang saya susun dan arahkan. Semoga kereta melaju!

915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Sepatu Balet danPetualangan dalam Film

Hankenina Deafinola

10 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Pada suatu hari di musim panas, aku sedang bergelut dengan tikus-tikus loteng yang berlarian nakal mengganggu aktivitasku. Matahari tengah

bersinar terik merayuku manja untuk menjemur diri di halaman belakang. Tapi, sialnya aku harus menjadi seorang gadis loteng seharian penuh. Nasibku memang sedang tidak bagus. Akibat dari perintah Bibi Audrey, aku harus membersihkan loteng yang super kotor ini.

Bibi Audrey adalah pengasuhku sejak kecil. Aku hanyalah seorang gadis yatim piatu. Walau menurutku menyebalkan, namun Bibi Audrey memiliki hati yang mulia karena telah mau mengasuhku yang tanpa orangtua ini. Aku dibesarkan menjadi seorang yang mandiri dalam rumah tua bertingkat yang kami tinggali. Rumah Bibi Audrey bukanlah sebuah panti asuhan, tapi ia mau menampungku yang sebatang kara ini.

Oh iya, namaku Emma. Hari ini aku genap berusia 14 tahun. Aku tidak pernah merasa ada sesuatu yang istimewa di hari ulang tahunku. Rasanya sama saja seperti hari-hari biasa. Lihat saja hari ini. Aku justru ditempatkan bersama debu-debu loteng dan para pasukan tikus yang sesekali memandang sinis ke arahku. Sejujurnya saja aku ingin mendapat sebuah kue ulang tahun dan ucapan selamat ulang tahun, hal yang belum pernah kurasakan sepanjang hidupku ini.

Kembali ke aktivitas yang tengah aku kerjakan. Melelahkan, membosankan, dan menyebalkan. Tapi... bukan Emma namanya kalau tidak berpikir positif. Oleh karena itu, aku mencoba menikmati detik demi detikku di tempat ini, sampai aku mendapat ilham bahwa loteng adalah tempat yang menyenangkan. Banyak barang yang disimpan di sini dan otomatis berbagai rahasia tersimpan dibaliknya. Aku mulai tertarik.

Kuletakkan sapu yang kugenggam ini ke lantai. Aku menerawang ke atap loteng yang penuh dengan dekorasi sarang laba-laba. Aku pun mulai bereksplorasi, mencari rahasia-rahasia yang mungkin tersimpan dalam ruangan berdebu ini. Kuamati satu persatu barang-barang yang disimpan di loteng ini. Hanya perlu sedikit sentuhan untuk mengusir debu yang menutupinya.

Apa ini? Aku menemukan sebuah gaun berenda warna jingga yang sudah sobek di sana-sini —mungkin termakan tikus. Aku mencoba memasukkan badan mungilku ke gaun itu dan segera berlari ke depan cermin besar yang ada di loteng. Gaun ini masih layak pakai dan terlihat cocok kukenakan. Dengan sedikit sentuhan benang dan alat jahit, gaun ini akan menjadi baru kembali. Aku pun memungutnya karena tampaknya sudah tidak terpakai lagi oleh Bibi Audrey.

Loteng ini seperti pasar barang bekas nan antik saja. Aku menemukan sebuah kotak musik klasik yang cantik, peta dunia yang amat besar, kompas sebesar bola basket, dan masih banyak lagi benda antik yang aku temukan, sampai akhirnya aku menemukan suatu hal yang menyita perhatianku: sepasang sepatu balet yang

1115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

tergeletak di atas kardus berwarna cokelat.Sejak kecil aku memang menyukai balet. Bahkan, aku bercita-cita menjadi

seorang balerina. Namun, hingga kini aku tidak memiliki sepatu balet. Tapi kali ini lain, aku menemukan sepasang di loteng ini! Ya, walaupun hanya bisa dibilang barang bekas, selama masih bisa kupakai itu bukan sebuah masalah.

Aku pun bergegas menghampiri sepatu mungil berwarna merah marun tersebut. Terdapat sebuah pita kecil menghias sisi depannya. Aku terpesona memandangnya, seakan sepatu ini memiliki kharisma yang tidak biasa. Teksturnya pun masih bagus, belum lecet sedikit pun. Lalu siapa yang tega mencampakkan sepatu balet seanggun ini?

* * *

Daripada terlalu lama penasaran, akhirnya aku memutuskan untuk mencobanya. Saat aku hendak memakainya di kaki kananku, ada satu hal yang kembali mengalihkan perhatianku, yaitu kardus di bawah tempat sepatu balet tadi bertengger. Aku seperti melihat kertas bertulis aksara tua di dalamnya.

Kuamati kembali dengan jeli. Siapa tahu itu hanya kesalahan penglihatanku. Kuulurkan tanganku ke dalam kardus tersebut. Rasanya seperti menyentuh sesuatu. Ternyata benar bahwa ada sebuah kertas di dalamnya. Kertas apa ini? Sudah lusuh dan tua. Ternyata, di dalamnya bukan tulisan beraksara tua, melainkan huruf latin artistik. Karena penasaran, aku pun berusaha membacanya walau tulisannya mulai sulit dibaca. Namun akhirnya, sedikit demi sedikit aku bisa membacanya.

“Satu pasang... impian, satu sisi.... mengejutkan, dan bila hilang temukan, maka kau bisa kembali.”

Aku tidak mengerti sama sekali. Kalimat itu seperti berlagak memberiku teka-teki. Dengan tampang bingung, kuabaikan kalimat ambigu tersebut. Aku mengantonginya dalam saku bajuku. Kuamati lagi sepasang sepatu balet yang tadi. Setiap detik seakan semakin merayuku untuk memakainya.

Akhirnya, aku benar-benar mencoba memakainya. Wow! Nampak manis sekali menghias kaki kecilku. Tidak sesak maupun terlalu longgar: pas. Bentuknya yang cantik dan berbalut kain sutera seakan memberiku efek sihir yang membuat kakiku berjinjit, lalu mulai menari. Serasa menari pada pentas beriramakan musik klasik dari Ludwig Van Beethoven.

Aku begitu menikmatinya. Hingga akhirnya, suatu hal aneh terjadi. Tiba-tiba terdengar suara yang aneh seperti kolaborasi mercon. BOOM! Seketika aku merasakan perutku mual, hingga aku menyadari pandanganku telah menjadi abstrak.

12 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

* * *

Aww! Badanku terjerembab di permukaan tanah yang sangat lembut bagai tumpukan kapas. Apakah kasur, atau selimut? Entahlah. Kepalaku rasanya pening sekali.

“Hei, dimana aku ini? Tempat macam apa ini??”Tempat ini sunyi sekali. Pemandangan yang bisa ditangkap oleh kedua mataku

hanyalah bukit-bukit yang membentang luas. Aku belum bisa menganalisa tempat ini dengan baik, sementara mataku masih berkunang-kunang. Aku bahkan tidak ingat apapun tentang asal muasal aku terdampar dalam tempat unknown ini. Satu-satunya hal yang aku ingat adalah aku sedang menari balet di loteng sebelum kemudian melewati sebuah dimensi abstrak yang mengaduk-aduk isi perutku. Atau jangan-jangan aku terjatuh saat menari balet tadi dan terbentur sesuatu?

Saat hampir sepenuhnya sadar, aku membuka lebar kedua mataku yang sipit. Aku tidak percaya dengan pemandangan yang sedang kusaksikan. Tempat ini hampir seperti dunia khayalan saja, penuh dengan coklat dan kembang gula yang tergantung pada pepohonan. Indera penciumanku juga termanjakan dengan bau sedap seperti kembang gula yang sedang dibakar. Tak jauh dari tempatku terduduk, bisa kusaksikan sebuah air terjun besar berwarna cokelat pekat yang nampak lezat. Apakah itu coklat cair atau lumpur, aku tak tahu.

Apakah ini mimpi atau sekedar imajinasi? Aku pun menampar kedua pipiku, mencoba mencari kebenaran apakah ini nyata atau hanya ilusi. Ternyata apa yang sedang aku alami ini nyata. Benar-benar nyata. Tapi, dimanakah aku?

Tiba-tiba, aku merasa ada sesuatu yang jatuh dari saku bajuku. Oh, ternyata kertas lusuh yang tadi aku kantongi dalam saku bajuku. Aku pun memungutnya. Saat aku akan menaruhnya kembali pada saku bajuku, kertas tersebut mengalihkan perhatianku selama beberapa detik sebelum aku benar-benar mencermatinya.

Ada sebuah keanehan terjadi. Dengan tiba-tiba, terlihat garis-garis tinta berwarna hitam legam terlukis pada kertas yang sekilas nampak kosong tersebut. Aku membukanya. Kulihat jejeran huruf yang timbul secara perlahan. Sepertinya mereka membentuk sebuah kalimat.

Ini benar-benar aneh dan gila. Semua yang telah aku alami sama sekali tidak ada yang masuk akal. Bom dalam loteng, ruangan abstrak yang mengaduk hebat isi perutku, bukit kembang gula, dan sekarang huruf-huruf aneh yang dengan sendirinya muncul dalam sebuah kertas. Gila. Sepertinya aku memang terbentur saat menari tadi. Tapi apakah separah itu hingga aku tidak lagi terkoneksi dengan akal sehatku?

Lalu, semua pikiran anehku tentang tempat ini mulai berangsur hilang ketika aku bisa membaca kalimat yang tertulis dalam kertas ini:

1315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Dimensi transformasi terlewati. Selamat datang di dunia terindah, Dunia Film! Semua yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin.”

Aku mengernyitkan dahi. Maksudnya?

“Sepatu baletmu telah membawamu ke Dunia Film. Di sini kau bisa menjelajah semua film yang ada.”

Tulisan itu muncul secara perlahan pada kertas seakan menjawab pertanyaan yang ada dalam benakku.

“Bagaimana bisa?” tanyaku. Huft, hari ini aku serasa menjadi gadis terkonyol karena berbicara pada sebuah kertas.

Namun kemudian, tulisan baru pun muncul menenggelamkan tulisan sebelumnya.

“If you complete the adventure, you’ll find the answer.”

Aku terdiam. Kertas ini memang penuh teka-teki dengan bahasa tingkat tinggi. Semua kalimat dan jawabannya selalu perlu penafsiran.

“Lalu bagaimana agar aku bisa melewati petualangan ini? Apakah aku bisa kembali ke dunia normal? Sebenarnya siapa kau?”

“Aku adalah kertas pemandu. Tugasku hanyalah memandu dan menjadi petunjuk dalam perjalananmu. Selama kau mengenakan sepasang dari mereka kau akan menjelajah film yang menyenangkan dan kau sukai. Bila kau kehilangan satu sisi, mungkin keadaan akan sedikit berbeda. Temukanlah maka kau baru bisa kembali.”

Aku kembali terdiam dan mencoba meresapi setiap kalimat yang tertulis pada kertas ini. “Bisa kau katakan di film apa aku sekarang?” tanyaku dengan nada introgasi.

“Charlie and the Chocolate Factory...”

* * *

Aku menerawang ke langit dan mencermati setiap sudut tempat ini. Pantas saja aku merasa tidak begitu asing dengan tempat ini. Pepohonan dengan kembang gula sebagai buahnya, air terjun coklat, dan segerombolan orang kerdil aneh yang tak lain adalah suku Oompa Loompa.

Rasanya tidak percaya bahwa sekarang aku sedang berada di pabrik coklat milik Willy Wonka, dan ini benar-benar nyata. Bahwa aku bisa terlibat dalam cerita

14 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

film ini. rasanya sangat membahagiakan dan tak sanggup kuungkapkan dengan kata-kata, karena Charlie and the Chocolate Factory adalah film favoritku. Sejak pertama kali menyaksikannya di televisi, aku langsung jatuh cinta dan bermimpi untuk mengunjunginya suatu saat nanti. Dan kini... TERCAPAI!

Dengan senyum yang mengembang lebar di bibirku aku mulai berjalan-jalan di pabrik coklat impianku ini. Menghampiri satu persatu pohon dengan rasa kembang gula yang berbeda. Menggigit bola-bola coklat yang tersebar di tanah. Hmm... lezat sekali. Baik, baik... aku berjanji akan menyikat bersih gigiku sepuluh kali bila sampai di rumah nanti. Aku sudah terlalu banyak makan kembang gula.

Ketika aku sedang membungkuk di depan air terjun coklat, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku dari belakang. Aku pun berdiri membalikkan badan. Kudapati seorang anak laki-laki berambut pirang tengah tersenyum kepadaku. Aku membalas senyumannya.

“Siapa kau?” tanyanya.“Kau siapa?” secara refleks aku balik bertanya.Tapi... sepertinya aku tidak asing lagi dengannya. Anak laki-laki yang tidak lebih

tinggi dari aku itu pun mengulurkan tangannya dan menjabat tanganku. “Charlie Bucket,” tuturnya lembut sambil tersenyum. Nah! Persis seperti yang

kuduga. Dia Charlie! Ya, Charlie! Pemeran utama dalam film favoritku ini! Aku nyaris berteriak saat mengetahui hal ini. Tak pernah menduga sebelumnya

bahwa aku bisa bertemu dengan tokoh idolaku, bahkan menjabat tangannya untuk pertama kali.

“Namaku Emma,” kataku dengan bibir gemetar. Gugup sekali.“Mengapa kau tidak ikut dalam rombongan? Tuan Willy Wonka pasti akan

mencarimu,” paparnya dengan lugu. Mataku spontan berbinar-binar mendengar nama yang diucapkan oleh Charlie; Willy Wonka.

Charlie pun mengajakku bergabung bersama rombongan. Aku pun ikut saja. Di dalam rombongan ini aku bisa melihat anak-anak lain beserta orang tuanya yang sudah pernah aku lihat sebelumnya di film. Seorang anak gendut yang sedikit mirip babi merah muda, gadis manja berambut keriting, gadis lentur pengunyah permen karet, dan anak pecinta game yang terlihat seperti orang sakau.

Lalu di depan rombongan, ada seseorang yang berpakaian amat mencolok. Apakah dia pria atau wanita, aku tak tahu. Namun, dari suaranya aku bisa menganalisa siapa dia. Terlebih ketika orang itu membalikkan badan dan menghadap ke arah rombongan. Dia...Willy Wonka.

Rasanya aku setengah tidak percaya dengan apa yang sedang aku saksikan ini. Aku pun mengamati dengan jeli setiap gerak-gerik Willy Wonka. Dia memperhatikan ke arah kami —aku dan anak-anak lainnya. Jantungku berdegup kencang ketika Willy Wonka memandang aneh ke arahku. Dahinya berkerut.

1515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Bukankah seharusnya hanya lima anak saja?” Willy Wonka mengalihkan pandangannya ke arah para orang tua yang kelihatan tidak mengerti. Beberapa detik kemudian ia kembali memandangku dengan tajam.

“Siapa kau?” tanyanya sinis, membuatku sedikit takut.“E..E...Emma Wright,” jawabku gugup dan penuh keraguan.“Hmm, seingatku nama itu tidak ada dalam daftar tamuku. Bagaimana kau bisa

ikut masuk dan bergabung dengan kami? Kau bahkan tidak memiliki tiket emas,” papar Willy Wonka.

Segala perkataannya semakin memojokkanku. Aku tak tahu harus menjawab apa karena aku sendiri pun tidak tahu bagaimana. Semuanya terjadi secara alami. Aku memberanikan diri untuk menjelaskan semuanya. Willy Wonka tampak semakin heran mendengar ceritaku yang memang tak masuk akal tapi nyata. Namun, akhirnya ia mengiyakan dan mempercayaiku. Tentu hal itu mustahil apabila tidak didasari rasa kasihan atau semacamnya. Willy Wonka pun mengizinkanku mengikuti perjalanan di pabrik bersama anak-anak lainnya.

* * *

Hal yang paling membuatku tertarik adalah air terjun coklat yang dari tadi belum berhasil kujamah. Dan akhirnya kini aku bisa menyaksikan secara dekat dan bahkan mencicipinya. Rasanya sangat lezat. Benar-benar coklat cair terbaik yang pernah aku rasakan. Walaupun aku merasa ketagihan dengan kelezatannya, aku tidak sampai lupa diri. Oleh karena aku telah menyaksikan filmnya, aku tahu segala peraturan yang ada di sini. Kita boleh mencoba segala hal yang ada di sini, asalkan tidak terlalu berlebihan.

Tidak jauh dari tempatku berdiri, kulihat anak gendut bak babi merah muda tadi. Ia membungkuk dan dengan rakusnya melahap coklat cair yang mengalir dari air terjun. Anak itu makan dengan tidak karuan seperti kehilangan pengendalian diri, mencerminkan tubuhnya yang tersusun atas gumpalan lemak. Tak lama kemudian, anak itu berdiri dan mendekat ke arahku. Aku sedikit ketakutan melihat wajahnya yang tidak mengenakkan untuk dipandang.

“Minggir kau, Bodoh! Ini wilayah milikku dan kau tidak boleh mengganggu!”Anak laki-laki gendut itu menyerangku dengan tiba-tiba. Aku mencoba

mengelak dan membela diri karena aku tidak salah apa-apa. Namun, tentu saja aku yang berbadan kurus kering ini tidak cukup kuat melawan orang sebesar bison tersebut.

“KYAAAA!” Teriakku nyaring saat anak gendut menyebalkan itu mendorongku hingga tercebur ke dalam sungai coklat. Aku berusaha menyelamatkan diri dari sungai coklat yang tenang namun ternyata menghanyutkan ini. Aku gelagapan terbawa arusnya yang pelan. Hingga tanpa diduga, sepatu balet yang kupakai

16 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

terlepas dari kaki kiriku. Dengan susah payah aku berusaha meraih sepatu yang semakin hanyut tersebut. Aku pun berteriak keras untuk kedua kalinya ketika aku merasakan badanku tersedot pusaran air coklat. Pandanganku menjelma jadi abstrak dalam sekejap.

* * *

BRUUK! Aku kembali terjatuh di atas sebuah permukaan yang empuk —tapi kali ini tidak lebih empuk dari yang tadi. Sekujur tubuhku berlumur lumpur coklat dari pabrik Willy Wonka. Huh, anak gendut menyebalkan! Karena dia aku jadi kehilangan sepatuku bagian kanan dan tersesat di sebuah tempat yang entah apa di mana ini. Penampilanku pun menjadi tidak karuan.

Aku baru saja melewati dimensi transformasi untuk kedua kalinya. Tapi kali ini tidak lagi kurasakan mual dalam perutku. Pandanganku pun masih jelas-jelas saja. Aku mendapati diriku tengah tertidur di atas kasur di bawah naungan tenda besar. Terdengar jelas suara sorakan yang sudah pasti berasal dari lautan manusia di luar tenda. Keadaannya sangat berbeda. Jelas bahwa kini aku telah terdampar di tempat yang lain.

Berhubung anggota tubuhku beserta organnya tetap bekerja dengan baik, aku pun mencoba bangun dari kasur tempatku tertidur tadi. Aku ingin menengok keluar tenda untuk memastikan dimana aku kali ini. Ah, aku hampir lupa satu hal. Kuulurkan tanganku ke dalam saku bajuku untuk mengambil sesuatu. Kertas Pemandu.

“Dimana aku?” tanyaku dengan nada tak sabar. Perlahan kubuka kertas ini. Satu persatu huruf muncul merangkai kalimat dengan cantiknya.

“Satu kakimu tidak memakai sepatu. Kau ada di tempat yang baru. Di sini tidak selalu sesuai harapanmu.”

“Apa maksudmu? Aku tak mengerti,” tanyaku menggebu namun kertas pemandu tak lagi menjawab. Huruf-huruf artistik itu tak lagi muncul. Kepanikan dan emosi bercampur jadi satu. Kertas Pemandu justru tertidur dalam keadaan genting seperti ini. Aku meremas kertas ini dengan sebalnya, lalu menaruhnya kembali pada saku bajuku. Kucermati tempat di mana aku berada sekarang. Lautan suara manusia itu masih terdengar jelas, bahkan semakin jelas, seperti para suporter pertandingan sepak bola.

Saat aku memutuskan hendak keluar dari tenda ini, aku melihat beberapa orang yang tengah berjalan tergesa-gesa. Tunggu... sepertinya aku tahu mereka. Gadis cantik berambut pirang, laki-laki tampan dengan kacamata bulatnya, dan seorang kakek berjenggot putih panjang. Gadis itu siapa lagi kalau bukan Hermione

1715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Granger. Lelaki berkacamata itu adalah Harry Potter. Dan kakek berjenggot putih itu tak lain tak bukan adalah Profesor Albus Dumbledore. Jadi, tak salah lagi, kali ini aku tengah berada dalam film Harry Potter.

Ketiga orang tadi tampaknya berjalan menuju ke arahku. Bukannya heran atau apa, aku justru terkesima karena bisa melihat langsung tokoh-tokoh idola sejuta umat di dunia itu. Ternyata benar bahwa mereka mendatangiku. Aku hanya terdiam kaku tak tahu apa yang harus kulakukan. Perasaanku melayang tak karuan saat dapat menatap mata indah Harry Potter sedekat ini.

“Sekarang giliranmu,” kata Profesor Dumbledore secara tiba-tiba kepadaku yang tak tahu apa-apa. Spontan kebingungan membuncah dalam pikiranku.

“Apa yang kau lakukan hingga berlumur lumpur seperti ini?” Hermione memandang galak ke arahku kemudian mengayunkan tongkat sihirnya, menyapu bersih lumpur coklat yang menempel pada tubuhku.

“Nah, sekarang kau sudah bersih kembali!” katanya dengan senyum sumringah. Ia pun menghentikan langkah salah seorang wartawan surat kabar untuk memotret kami berempat. Kepulan asap berwarna ungu muncul dari kamera ketika jepretannya terdengar. Ternyata kamera tersebut semacam polaroid dalam dunia sihir yang hasilnya langsung jadi. Aku pun meminta satu cetak foto tersebut untuk kukantongi dalam saku.

“Cepat, sekarang giliranmu!” Profesor Dumbledore mengatakan hal seperti itu lagi. Namun masih sama saja, aku tidak paham apa maksudnya. Aku membuka mulut dan mencoba bertanya padanya, tapi ia tak menjawab. Ia hanya terus dan terus mendorongku, memaksaku untuk keluar dari tenda. Dengan pikiran yang belum jernih ini aku menurut saja walaupun tak mengerti maksudnya.

* * *

Betapa terkejutnya aku mendapati keadaan yang ada di luar tenda. Aku berada di sebuah arena seperti stadion. Desain tempatnya mirip sekali dengan Colosseum di Roma, namun tempat ini penuh bebatuan besar. Oh, Tuhan! Apa jangan-jangan aku akan dijadikan gladiator dan mempertaruhkan nyawa mengalahkan seekor singa? Sungguh mengenaskan. Tapi, seingatku dalam film Harry Potter tidak ada adegan pertandingan gladiator.

Aku berusaha mengingat saga demi saga kisah Harry Potter. Aku juga mencoba mengingat setiap adegan dalam filmnya. Analisaku terbantu saat kulihat seekor naga memberontak galak tak jauh dari hadapanku. Dan pekikan seorang wanita yang mengatakan, “Turnamen Triwizard!”

Oh, ini tidak salah lagi. Aku sedang berada di film seri Harry Potter and the Goblet of Fire. Lebih tepatnya sekarang berada di lokasi turnamen Triwizard. Aku benar-benar tak percaya. Terlebih ketika namaku berkumandang di pengeras suara.

18 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Aku benar-benar takut dan tak tahu apa yang harus kulakukan. Kukira petualangan dalam film Harry Potter ini akan mengasyikkan. Namun, ini benar-benar mengerikan. Kuulurkan kembali tanganku merogoh isi dalam saku bajuku.

“Mengapa aku terjebak dalam adegan film seperti ini? Aku takut! Aku ingin pulang saja,” kataku sambil berurai air mata. Ketakutanku sudah mencapai tingkat akut.

“Perjanjian awal memang seperti itu. Temukan sepatu yang hilang maka kau bisa pulang.”

“Di mana aku bisa menemukannya?” tangisku semakin menjadi-jadi.

“Ikuti instruksi dariku. Dalam turnamen Triwizard setiap peserta diharuskan melawan naga untuk mengambil telur emas. Sepatumu ada di dalamnya.”

“Bagaimana caranya? Aku bahkan tidak bisa ilmu sihir. Aku ingin pulang! Aku tidak mau berada di tempat ini!”

“Belajarlah menghadapi kenyataan...”

begitu jawaban terakhir dari Kertas Pemandu sebelum ia tak mau lagi menjawab.

Kuusap air mataku yang terurai membasahi pipi. Aku menghela napas panjang dan memantapkan hati sebelum kemudian menjejakkan kakiku di tanah arena. Sorak-sorai penonton yang berjejer di atas arena terdengar jelas merasuki telingaku. Aku melangkahkan kaki dengan pasti. Rasa takut hanyalah omong kosong. Akan kuhadapi takdirku.

Kulihat telur emas itu di atas batu-batu yang menggunung. Sangat dekat... sangat dekat. Tanpa pikir panjang aku segera berlari dengan kaki telanjang sebelah untuk mengambilnya. Kelihatannya sang naga api tak ada, jadi ini kesempatan yang bagus untukku.

Tiba-tiba, aku merasakan tanah di sekitarku bergoncang dan beberapa kerikil di depanku berhamburan. Aku terkejut setengah mati ketika mengetahui ada ekor naga yang menghalangi jalanku. Kuperhatikan perlahan dan menerawang ke langit.

“Aaaaa!!!” teriakku tak tertahan ketika mengetahui sang naga api itu ternyata telah berada di dekatku. Tidak ada yang bisa kulakukan selain berteriak dan berlari sekencang mungkin. Aku berusaha menghindari serangannya dengan berlindung di bawah bebatuan. Aku mengeluarkan tongkat sihir pemberian Profesor Dumbledore yang terselip di bajuku bagian belakang. Dalam persembunyian ini, aku berusaha

1915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

mengingat-ingat apa yang dilakukan Harry Potter saat ia berada dalam situasi sepertiku.

“Accio Firebolt,” kuacungkan tongkatku ke udara sambil melafalkan satu-satunya mantra yang kuingat —entah mantra untuk apa itu.

Beberapa detik setelahnya, ada sebuah sapu yang terbang menghampiriku. Sepertinya mantra tadi adalah mantra untuk memanggil sapu terbang. Sapu terbang itu pun berhenti tepat di depanku seakan mengajakku kabur dari arena ini. Aku pun menaikinya dan terbang bebas meninggalkan arena. Ketentraman menyelimuti hatiku saat aku tahu bahwa sang naga api terikat oleh rantai besi. Ia tak mungkin mengejarku.

Tapi, dugaanku salah. Naga api itu berhasil terlepas dari ikatannya dan berusaha mengejarku. Aku terperanjat. Aku kemudikan sapu terbang ini secepat mungkin. Menembus kabut-kabut yang menyelimuti Hogwarts.

Walaupun awalnya terlihat mengerikan, ternyata petualangan ini asyik juga. Yuhuuu! Ini adalah pengalaman pertamaku melayang-layang di langit luas dengan mengendarai sapu terbang. Pengalaman pertamaku melihat naga asli bahkan berhadapan langsung dengannya. Pengalaman pertamaku mengikuti turnamen Triwizard. Dan pengalaman pertamaku bertemu dengan tokoh-tokoh idolaku dalam film Harry Potter.

Aku sangat menikmati perjalanan udara dengan sapu terbang ini. Sang naga api masih mengejar jadi aku pun menaikkan kecepatan sampai tingkat tertinggi. Hingga tak kusadari aku akan menabrak sesuatu di depan. Oh, tidak itu adalah dedalu perkasa —pohon paling ganas di Hogwarts. Badan mungilku bisa hancur lebur bila tersentuh sedikit saja olehnya. Aku tak tahu bagaimana cara mengubah arah terbangnya. Jika aku tahu pun ini sudah terlambat untuk mengubah arah. Aku tak tahu bagaimana cara menghentikannya.

Akhirnya, dengan nekat aku terjun dari sapu terbang dan jatuh meluncur. Aku kehilangan kendali hingga sepatu yang tinggal satu pada kaki kananku pun terjatuh. Aku berusaha meraihnya dengan susah payah. Tapi, sudah terlambat. Sepatu itu hilang entah dimana, dan dimensi transformasi telah kembali menjemputku. Semoga ia akan membawaku pulang ke rumah.... semoga.

* * *

BRUUK! Aku pasti telah keluar dari film Harry Potter dan sekarang berada di tempat lain. Tapi ini bukan rumahku seperti yang aku harapkan sebelumnya. Hanya sebuah padang rumput luas dengan langit yang sedikit mendung. Oh, ternyata aku masih berada dalam sebuah film. Tapi, film apakah ini?

Aku mengulurkan tanganku ke dalam saku baju untuk mengambil Kertas Pemandu. Aku sangat terkejut saat mengetahui tanganku tak menyentuh apapun di

20 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

dalamnya. Jangan-jangan kertas itu terjatuh saat aku terbang tadi dan hilang tanpa jejak.

Tamatlah riwayatku. Tanpanya aku tidak akan bisa meneruskan petualangan dan menemukan jalan untuk pulang. Aku hanya akan menunggu bertahun-tahun lamanya sampai mati membusuk di tempat ini. Bagaimana tidak, aku terjebak pada film yang hanya terdiri dari padang rumput yang tak terbilang luasnya. Di mana aku bisa menemukan sudut dari tempat ini?

Aku pun terkulai lemas dan menangis sesegukan. Aku hanya sendirian di tempat ini dan tak ada orang lain. Tiba-tiba, aku merasakan seseorang menyentuh bahuku. Aku bangkit dan membalikkan badan. Kulihat seorang laki-laki bertubuh kurus dan berjenggot putih yang tengah berdiri tegak di belakangku. Orang ini sedikit aneh. Kedua tangannya berbulu, berkaki seperti manusia, tapi telinganya seperti kelinci —lebar, panjang, dan terletak di atas kepalanya.

“Siapa kau?” tanyaku penasaran kepada makhluk aneh yang ada di hadapku. Jujur saja, aku merasa sedikit lega karena ternyata bukan aku saja yang ada di tempat ekstra asing ini.

“Robbie,” jawabnya sambil menggerak-gerakkan telinga panjangnya, “lalu siapa kau? Apakah kau salah satu pemeran dalam film ini?”

“Aku Emma. Aku bukan pemeran film ini. Aku hanyalah seorang gadis yang tersesat karena sebuah jalan kisah yang tak masuk akal,” paparku panjang lebar. “Bisa kau beritahu aku film apa ini?”

“Aku juga tak tahu,” jawabnya membuatku tertegun, “ini adalah film yang belum jadi. Tokoh-tokohnya baru sebatas rancangan. Sang penulis skenario pun belum menulis satu kalimat pun pada kertas skenario.”

Penjelasan dari Robbie membuatku sangat terkejut. Film ini belum jadi. Lalu, bagaimana aku bisa keluar dari tempat ini dan menemukan sepatuku?

Robbie adalah satu-satunya tokoh yang sudah selesai dirancang dalam film ini. Ia menanyakan bagaimana aku bisa sampai di tempat ini. Aku pun menjelaskan segalanya secara panjang lebar mengenai sepatu balet itu, perjalanan dan petualangan yang telah kulalui, juga tentang si Kertas Pemandu. Robbie pun merenung sejenak.

“Nah, aku tahu tentang sepatu itu,” katanya tiba-tiba. Antusiasme langsung terlihat di wajahku saat ia mengatakan hal itu.

“Bisakah kau jelaskan kepadaku tentang sepatu itu? Dan bagaimana kronologi petualangan di dalamnya?”

“Sepatu balet itu adalah milik seorang balerina yang juga sekaligus aktris. Dibuat pada tanggal 19 September 1728. Sepatu itu sangat dicintai oleh sang empunya, dan selalu dipakai setiap ia tampil pada sebuah pentas. Gemulainya tarian balet yang begitu indah itu menciptakan efek magis pada sepatu tersebut. Tak lama setelah

2115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

sepatu itu dihinggapi sihir, sang empunya juga mengalami hal yang sama sepertimu. Ia mengalami petualangan hebat dari film ke film. Sang balerina tersebut juga memiliki selembar kertas sihir yang menjadi kompas saat ia berpetualang” jelasnya panjang lebar.

Aku tertegun mendengar penjelasan Robbie. Sungguh tak dapat kupercaya. Rupanya sepatu balet ini sudah melegenda. Aku langsung berpikir mungkin saja sepatu itu sudah turun-temurun dari nenek moyang Bibi Audrey.

Kemudian, Robbie memberiku sebuah kacamata berlensa ungu dan memerintahkan aku untuk memakainya. Ajaib! Pemandanganku berubah seketika. Aku melihat sungai, hutan-hutan, gunung, lembah, dan sebuah kastil di ujung sana. Tapi saat kacamata ini aku lepas, pemandanganku kembali berubah menjadi padang rumput yang luas.

“Itu adalah kacamata transparan. Kacamata ini memungkinkan kau melihat rancangan yang ada di film ini namun kini belum dibangun. Ambilah kertas skenario ini,” Robbie memberikan selembar kertas putih yang masih kosong kepadaku.

“Sepasang sepatu balet itu ada dalam kastil di ujung sana. Temukan, lalu kau bisa kembali ke dunia nyata. Buatlah petualanganmu sendiri agar film ini bisa jadi. Kau bisa menjadi pemeran, penulis skenario, sekaligus produser dalam film ini. Tapi, kau tak bisa menjadi sutradara yang bisa re-take ulang adegan dan editor yang bisa mengedit film,” Pesannya padaku.

Ternyata berpetualang dalam film yang belum jadi jauh lebih sulit daripada kesulitan tersulit dalam sebuah film jadi, karena kita tak tahu jalan cerita untuk mencapai sebuah ending. Kita sendiri yang menentukan.

Akhirnya, kumulai petualanganku yang sesungguhnya. Semua yang aku lakukan dan setiap perkataanku tertulis jelas dalam skenario yang tadinya masih kosong. Berbagai rintangan di tengah jalan kulalui bersama Robbie. Menyeberangi sungai yang tak ramah, mendaki gunung yang kejam, dan melewati hutan mati hingga akhirnya sampai di kastil tujuan.

Di dalam kastil, aku melihat seorang pria bersama seorang wanita cantik tengah tersenyum kepadaku. Di depan mereka terdapat sebuah kue ulang tahun berwarna merah muda dengan lilin berangka 14.

“Selamat ulang tahun, Emma anakku,” kata wanita cantik itu sembari memberiku sebuah kotak seperti bingkisan kado. Aku tercengang dan mengucapkan terima kasih kepadanya.

Aku pun membuka bingkisan kado tersebut. Aku benar-benat tak menyangka bahwa ternyata isinya adalah sepasang sepatu balet itu. Aku bahagia tak terkira dan mengucapkan terimakasih sekali lagi pada wanita tersebut. Ketercengangan sekaligus rasa haru melandaku ketika aku membuka kertas ucapan selamat ulang tahun di dalamnya yang berbunyi, “Selamat ulang tahun, Emma. Maaf bila Ayah dan

22 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Bunda telah lebih dulu ke surga. Dengan cinta, Johny Wright & Emily Wright.”“Ayah,” pandangku ke arah pria tampan di depanku, “Bunda...” kataku sembari

melempar pandangan ke arah wanita cantik yang memberiku kado tadi. Aku belum pernah melihat mereka seumur hidupku sejak aku kecil. Air mataku tumpah untuk kesekian kali. Kuhampiri dua orang yang ternyata adalah orang tuaku tersebut —atau mungkin bayangan kedua orang tuaku, karena sebanyak apapun aku mencoba memeluk mereka, tetap tak bisa.

“Aku ingin tinggal di sini saja bersama Ayah dan Bunda...”“Tidak, Emma,” sanggah ayahku, “pakailah sepatu balet ini agar kau bisa kembali

ke rumahmu. Kau telah melalui petualangan yang sangat luar biasa. Tapi, kau tidak bisa tinggal bersama kami. Dunia kita berbeda, Sayang. Kembalilah ke dunia nyata dan jalani hidupmu seperti biasa. Ayah dan Bunda menyayangimu selalu,” katanya untuk terakhir kali sebelum mereka berdua menghilang dari pandangan mataku.

Dengan tangis yang masih tersedu-sedu, aku memakai kembali sepatu balet itu dan berhasil kembali ke rumah Bibi Audrey —lebih tepatnya di loteng. Waktu di sini masih sama, yaitu pukul 12.43 siang, tak berubah sedikit pun. Film-belum-jadi itu telah terselesaikan secara sempurna dengan judul “Sepatu Balet dan Petualangan dalam Film.”

Aku telah melewati petualangan yang sangat hebat hari ini. Unbelieveable. Aku juga melalui berbagai hal luar biasa di hari ulang tahunku. Dan tentunya, yang paling spesial, aku bisa melihat wajah orang tuaku dan berdialog dengan mereka untuk pertama kalinya, walaupun mereka sudah tiada.

Benar-benar hari ulang tahun paling hebat yang pernah ada. [*]

Mengapa Saya Menuliskan “Sepatu Balet danPetualangan dalam Film”

Namaku Hankenina Deafinola. Aku tinggal di sebuah rumah sederhana-bertingkat yang berada di desa terpencil d� D.I. Yogyakarta, yakn� Jlopo, Pondokrejo, Tempel, Sleman. Pasti teman-teman tidak tahu, kan, daerah mana �tu? Ya, karena desaku sangat jauh dar� pusat kota dan lalu-lalangnya. Aku pun butuh waktu sek�tar satu jam untuk b�sa sampa� ke sekolah. Lumayan jauh, bukan?

Aku asli dari Desa Jlopo dan sudah tinggal selama empat belas tahun al�as sejak lah�r. Aku pun sudah sangat terb�asa menyaks�kan, bahkan menjalan�, langsug yang namanya h�dup d� desa. Orang-orang d� desaku

2315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

sangatlah ramah pada siapa saja. Gotong royong dan kekeluargaan masih terjunjung tinggi. Kebudayaan dan adat istiadat pun masih sangat melekat. Di desaku masih sering diadakan pentas Tar� Baduy, Tar� Jath�lan, kendur�, penyadranan, mus�k rebana, dan mas�h banyak lag�. Un�k sekal�. Aku pun merasa bersyukur karena d� tengah kemelutnya zaman global�sas� ini, aku bisa hidup di lingkungan yang selalu menjunjung tinggi norma dan nila-nilai luhur yang ada.

Letak desa atau kampungku yang jauh dar� pusat kota membuatku susah mendapatkan s�nyal telekomun�kas� dan akses �nternet. Dulu, aku pernah mempunya� modem �nternet. Namun, karena tidak berfungsi akibat nihilnya sinyal, akhirnya modem tersebut tidak d�gunakan lag�. Jad�, apab�la memerlukan akses �nternet, aku harus perg� ke warnet yang jaraknya sek�tar satu k�lometer dar� rumah.

Tapi, hal-hal yang kuanggap sebagai tantangan tersebut tidak menyurutkan semangatku dalam berkarya, berprestasi, dan terus maju. Terbukti dengan aku bisa bersekolah di SMP Neger� 5 Yogyakarta terc�nta. D� sana aku b�sa belajar banyak hal, ba�k akadem�s maupun non akadem�s. Pelajaran yang pal�ng kusuka adalah Bahasa Indones�a dan Sejarah. Karena aku adalah mur�d dar� program RSBI, maka aku sudah lumayan terb�asa menggunakan bahasa Inggr�s. Aku juga sed�k�t dem� sed�k�t mula� belajar bahasa Jerman, karena aku memiliki cita-cita untuk bersekolah di Jerman suatu saat nanti —jikalau bisa dan Insya Allah pasti bisa.

Di sekolah aku mengikuti banyak kegiatan ekstrakurikuler dan berbagai organisasi. Kegiatan ekstrakurikuler yang aku ikuti antara lain: basket, paduan suara, ansamble, serta jurnalistik-mading. Aku tergabung dalam organisasi sekolah seperti Sie Kerohanian Islam, MPK (sebuah organisasi yang berkedudukan di atas OSIS), dan panitia pensi tahunan. Aku juga terp�l�h menjad� duta sekolah yang bertugas menyambut tamu dar� manapun. Hal yang paling berkesan bagiku adalah ketika aku harus menyambut dan menjadi guide untuk tamu dar� Austral�a dan S�ngapura.

Semua itu menunjukkan bahwa siapa pun kita dan dari mana pun kita —bahkan dari sebuah desa terpencil sepertiku-- bukanlah penghalang untuk bisa berprestasi dan terus maju, bukan?

D� sekolah, aku mempunya� teman-teman yang sangat ba�k. Mereka selalu membuatku tertawa kapan pun dan selalu memberi dukungan yang positif. Aku tidak bisa menyebutkan nama mereka satu persatu, yang jelas mereka adalah teman yang luar b�asa. Terleb�h untuk sahabat-sahabatku yang hampir tiap detik tiap menit tidak bisa jauh dariku; Bagas, Vani, Yul�, Ella, Chuzpy, Keken, Intan, L�ntang, dan R�ssa. Aku pun juga mempunya� teman berma�n d� l�ngkungan rumah, tap� aku sudah jarang bertemu dengan mereka karena terhalang oleh kes�bukan kam� mas�ng-mas�ng.

Apa saja keg�atanku sehar�-har�? Baik, untuk sementara ini mungkin tidak terlalu menarik. Sama halnya seperti anak

kelas 9 la�nnya, menjad� pelahahap buku, menyantap deretan angka dan rumus, kemud�an kenyang dengan kal�mat-kal�mat. Ya, aku sedang terfokus pada keg�atan-keg�atan yang sek�ranya b�sa menunjang keberhas�lanku dalam Uj�an Nas�onal besok. Bangun d� pag� har�, sembahyang, mand� pag�, sarapan, berangkat ke sekolah, pulang sekolah d�lanjutkan dengan tambahan pelajaran, menuju tempat les, pulang ke rumah menjelang maghr�b, mandi, makan malam, belajar, kemudian kembali tidur. Sehari-harinya kurang lebih seperti �tu. Namun, untuk mencegah terjad�nya h�dup yang monoton, aku ser�ng meny�s�pkan aktivitas lain seperti olah raga, membaca buku, menulis, bermain gitar sembari bernyanyi,

24 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

menonton film, dan terkadang menyempatkan diri untuk jalan-jalan di berbagai tempat perbelanjaan yang berada d� sek�tar sekolah.

Aku mempunya� ayah yang hebat bernama Supr�yana. Bel�au sangat gemar berma�n bulu tangk�s dan g�tar. Dar� bel�au �tulah aku ter�nsp�ras� untuk berma�n g�tar. Bel�au juga merupakan orang yang membuatku suka dengan klub sepakbola Barcelona. Sedangkan ibuku bernama Rustini. Ia adalah the most amazing woman untukku. Bel�au selalu mend�d�k aku dan ad�k-ad�kku untuk menjad� pr�bad� yang d�s�pl�n.

Oh iya, aku juga mempunyai dua adik —perempuan semua. Adikku yang pertama bernama Rindyas Swasti Mahanani yang sekarang tengah duduk di kelas 6 SD. Adikku yang satu lagi bernama Elfania Adhia Zulfa yang masih berumur sekitar 4 bulan —baru lahir bulan Agustus 2011 kemarin, dan masih bayi. Aku bahagia mempunyai keluarga seperti mereka. Keluargaku adalah motivasiku untuk terus menulis, menulis, dan menjadi pribadi yang leb�h ba�k. Keluargaku juga merupakan tempat ter�ndah untuk melepas lelah.

Aku mula� menul�s sejak kelas 1 SD. Waktu �tu aku hanya menul�s d� buku diary dan berbaga� cer�ta pendek yang �denya mengal�r beg�tu saja. Sejak saat �tu, aku jad� semak�n suka menul�s karena aku berp�k�r bahwa lucu juga membaca ulang sesuatu yang pernah k�ta tul�s send�r�. Ya, menul�s �tu un�k dan berbeda.

Aku biasanya menulis cerpen, puisi, novel, artikel, dan esai. Tidak terhitung berapa jumlah karya yang telah aku tul�s. Kalau d�total, sudah banyak sekal� karena aku memang sangat suka menul�s. Aku belum pernah mencoba meng�r�mkan naskahku ke majalah, surat kabar, atau penerb�t la�nnya karena terkadang aku mas�h belum yak�n dan belum percaya d�r�. Tap�, aku sudah b�asa mempubl�kas�kan tul�sanku d� blog pr�bad�ku, ya�tu hankeninadea.blogspot.com. S�lakan berkunjung kapan saja, teman-teman b�sa membaca tulisan-tulisanku dan beberapa hasil fotografiku.

Aku sudah sering mengikuti lomba menulis cerita, namun hampir belum pernah mendapat juara. Ya, aku biasanya mengikuti ajang menulis di tingkat kota maupun di wilayah DIY. Tapi, jujur saja dari semua lomba yang aku ikuti selama SMP tersebut, aku belum pernah menang. Hal �tu sempat menyurutkan semangatku untuk menul�s dan aku sempat tidak mau menulis lagi. Namun, aku sadar bahwa menulis itu tidak hanya untuk mengejar kejuaraan saja. Aku menul�s untuk d�r�ku send�r� dan orang la�n. Oleh karena �tu, aku pun mau untuk menul�s kembal� h�ngga akh�rnya aku memberan�kan d�r� untuk mencoba mengikuti Lomba Menulis Cerita Remaja 2011 ini. Tidak disangka, karyaku—yang biasanya ditolak oleh juri-juri lomba menulis cerita di kotaku, kini justru dihargai di tingkat nas�onal, bahkan yang jur�nya merupakan para sastrawan hebat. Kujad�kan hal �n� sebaga� awal dar� perjalananku selanjutnya.

D� tahun 2011 �n�, buku-buku yang aku baca kebanyakan adalah buku pelajaran karena sebentar lag� aku akan menghadap� Uj�an Nas�onal. Namun, aku juga menyempatkan d�r� membaca buku-buku bacaan d� sela-sela kes�bukanku. Aku pal�ng suka membaca novel. Kurang leb�h aku telah membaca sebanyak 15 buku bacaan tahun �n� (sangat menurun d�band�ngkan tahun sebelumnya karena kes�bukanku sebaga� anak kelas 9).

Dem�k�an cer�ta s�ngkat mengena� d�r�ku. Sebelumnya, ter�ma kas�h karena sudah mau membaca dan mengenalku lewat perkenalan s�ngkat �n�. Aku juga �ng�n mengucapkan ter�ma kas�h yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT, ayah dan �buku, ad�k-ad�kku, sahabat-sahabatku, guru-guruku (khususnya Ibu Dra. Sri Astuti), Kemdikbud, seluruh panitia dan juri LMCR 2011, dan juga semua orang yang ada di sekitarku. Terima kasih atas motivasi dan semua dukungannya. Salam hangat, Hanken�na.

2515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

* * *

Baga�mana dan mengapa aku menul�s “Sepatu Balet dan Petualangan dalam F�lm”?Dengan mengacu pada tema yang telah d�tetapkan pada persyaratan lomba, ya�tu

“Disiplin dan Kejujuran Siswa”, aku berusaha sekreatif mungkin untuk mengemas nilai-nilai ked�s�pl�nan dan kejujuran tersebut dalam bentuk sebuah cer�ta fantas� atau cer�ta �maj�nas�. Dengan cer�ta �n�. kuajak pembaca untuk menjelajah alam �maj�nas�ku. T�dak hanya sekedar ber�maj�nas�, akan tetap� juga b�sa mendapat amanat atau pesan dar� cer�ta �n�.

Aku menul�s judul cer�ta “Sepatu Balet dan Petualangan dalam F�lm” karena judul tersebut sesua� atau sudah sed�k�t b�sa member� gambaran/�lustras� kepada pembaca mengenai isi cerpenku, yakni kisah seorang gadis yatim piatu yang mengalami petualangan hebat dari film ke film karena sebuah sepatu balet. Dengan sepatu balet tersebut, ia b�sa bertemu dengan �dolanya dan mendapat berbaga� pelajaran berharga. Apab�la diterjemahkan, hal ini mempunyai arti bahwa akupun juga berharap bakat yang kumiliki b�sa membawaku bertemu dengan �dolaku dan dapat berguna bag� d�r� send�r� maupun orang la�n. Alhamdul�llah, hal tersebut dapat terwujud.

Bakat menulis bisa mengantarku bertemu tokoh idolaku, Taufiq Ismail, untuk pertama kal�nya, dalam lomba LMCA dan LMCR 2011 �n�.

Lalu, baga�mana aku menul�s cer�ta �n�? Cer�ta �n� kutul�s berdasar �maj�nas� murn� dan mengalir apa adanya. Apa yang ingin kutulis, aku tidak ragu untuk menuliskannya karena tul�sanku adalah ungkapan j�waku.

Sewaktu aku kec�l, �bu aku ser�ng bercer�ta berupa dongeng atau cer�ta-cer�ta fantas�. Hal tersebut sangat membantuku dalam ber�maj�nas� dan membuat �maj�nas�ku semak�n berkembang. Sela�n �tu, aku mempunya� kegemaran membaca novel terutama novel-novel terjemahan, salah satunya adalah Harry Potter yang meng�nsp�ras�ku dalam penul�san cer�ta ini. Membaca sangatlah penting bagi kita yang gemar menulis. Karena, selain membuka imajinasi, juga akan memperkaya kosa kata. Aku juga suka melihat berbagai film fantasi yang jalan ceritanya sangat inspiratif.

Cer�ta yang ba�k adalah cer�ta yang mengandung amanat atau pesan. Dalam cer�taku, terdapat beberapa amanat yang d��nsp�ras� dar� keh�dupanku send�r� maupun dar� lingkungan sekitar. Aku berharap tidak hanya indah jalan ceritanya saja, tetapi pesan-pesan yang aku tul�skan b�sa sampa� ke pembaca.

26 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Salahku?Millati Aulia Hasanah

2715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Aku sudah bosan. Aku sudah lelah. Dan aku letih. Sungguh, ambil aku. Bawa aku. Aku benci dengan semua himpitan ini. Bebaskan aku dari tekanan ini.

Kumohon…

* * *

“Kamu kenapa?” Ku tolehkan kepala menuju sumber suara. Alvin! Ahh, mengapa dia menanyakan

pertanyaan bodoh semacam itu? Tahukah ia bahwa itu terdengar konyol di telingaku.

“Aku baik.” Kujawab seraya tersenyum tipis. Aku harus bermanis-manis padanya, tentu. Aku harus menyembunyikan jati diri asliku.

“Yakin? Kamu kelihatan pucat.” Dia memandangku.Please, bisa tinggalkan aku sendirian??“Positif. Aku baik-baik saja.” Yakinku. Aku tidak menyukainya, dia terlalu berisik.

Dan aku pun tak menyukai semua orang di sekolah ini. Mereka terlalu berisik. Aku membenci teriakan-teriakan para siswa. Aku tak mengerti, mengapa siswa di sekolah ini terlalu sering berteriak? Sungguh mengganggu.

“Baiklah.” Ia menyerah, dan segera berlalu.Aku senang dengan keadaan ini. Tenang dan damai. Bisa dikatakan bahwa aku

menikmatinya. Tunggu, apakah aku sudah memperkenalkan diri? Namaku Nikita Yumi. Umurku

14 tahun. Sekarang statusku adalah palajar di Sekolah Menengah Pertama Pancasila. Sejujurnya aku tidak menyukai sekolah ini, namun keadaan berkata lain. Aku tidak terlahir dari keluarga kaya raya sehingga aku bisa memilih sekolah mana yang akan kumasuki. Aku yatim-piatu. Aku harus mencari uang sendiri untuk membiayai sekolahku. Yah, tak usah prihatin. Aku bosan di kasihani orang lain.

Aku memejamkan mata, menikmati kesunyian ini. Aahh, nikmatnya. Memang, jam istirahat adalah waktu yang terbaik berada di kelas. Mengapa? Karena di saat istirahat, mereka bisa meninggalkan aku sendirian. Tak ada seorangpun di kelas ini. Hanya aku, dan aku menikmati momen ini. Mengapa tidak? Di saat seperti ini, aku bisa beraksi.

* * *

“Are you okay?” Sial, pertanyaan bodoh itu kembali diajukan padaku.“I’m Fine.” Aku tetap memejamkan mata. Tak ingin momen ini diusik oleh

pertanyaan tak berarti. Aku kenal si pemilik suara. Itu pasti Vira. Tak mungkin aku salah. Aku hafal benar suara itu, suara yang selalu mengganggu otakku. Bagaimana tidak? Suaranya selalu naik beberapa oktaf dari biasanya ketika berbicara, apalagi

28 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

ketika ia berbicara padaku.“Iya, kamu kelihatan pucat banget.”Bagus. Hal terakhir yang aku inginkan adalah bertambahramainya pembicaraan

ini. Aku mendongak, melihat siapa yang menambah ramai percakapan ini. Alvin!“Aku baik kok.” Aku memoles sesungging senyum di wajahku. Tentu saja

aku harus cepat meyakinkan mereka. Lebih cepat aku meyakinkan, lebih cepat pembicaraan ini berakhir.

“Kalau sakit, kamu izin pulang saja. Setelah ini pelajaran kesenian. Aku tahu Pak Ferly sangat killer, tapi aku yakin dia akan memberimu izin.”

Ya… ya… ya…. Kamu cerewet banget, Alvin! Kamu itu lebih dari 3 Vira dijadiin satu. Bisakah mulutmu itu diam, dan sejenak berhenti mengasihaniku? Aku bosan di perlakukan sama seperti orang-orang di panti jompo.

“Hahaha. Kamu berlebihan banget, Vin! Nikita bilang dia baik, kok!.”Vira!! Tawa kamu itu bisa memecahkan gendang telingaku. Kamu menyukai

Alvin, kan? Bilang saja kamu cemburu dan segeralah kalian berdua pergi dari sini.“Iya, aku baik-baik saja.” Ucapku lelah untuk terakhir kali.“Oh iya, tadi guru BP bilang kamu belum bayar SPP 2 bulan. Jadi disuruh lunasin.”

Kata Vira.“Iya, makasih.” Ucapku.“Ya sudah. Ayo, Vin! Pelajaran akan segera dimulai.” Vira menggandeng tangan

Alvin, membawanya ke bangku masing-masing. Tak bisa dipungkiri, aku senang akan hal itu. Aku memang benar-benar butuh kedamaian.

Belum lama kunikmati waktuku, Pak Ferly guru kesenian kami datang. Ahh, jika aku tak memikirkan wasiat orangtuaku, sudah pasti aku tak akan melanjutkan sekolah. Orangtuaku berpesan sebelum mereka meninggal, aku harus melanjutkan sekolahku agar aku mempunyai masa depan yang lebih baik. Memang benar, pendidikan membuat masa depan lebih baik. Namun ini menyusahkanku. Lagipula, meskipun aku bersekolah yang tinggi, belum tentu aku bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Buktinya, di luar sana masih terdapat banyak pengangguran bertitel sarjana.

“Aaaaahhhhh….!!!”Teriakan itu…. pastilah Vira! Siapa lagi jika bukan dia? Suaranya… aku kenal

sekali.“Ada apa?”Pertanyaan seperti itu menggema di seluruh penjuru kelas.“Pak, dompet saya hilang.’’Ya ampun, suara Vira begitu manja. Bagaimana bisa mereka percaya akan itu?“Siapa yang mengambil dompet Vira? Ayo cepat kembalikan!!”Please deh, Pak! Hari gini, mana ada maling yang mau mengaku? Lihat saja

2915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

kesunyian memenuhi ruang kelas ini. Sejenak kemudian, Pak Ferly kembali berbicara.

“Tak ada yang mengaku? Baiklah, bila nanti ketahuan oleh saya, akan saya skors selama seminggu.”

“Pak, biar saya dan Ajeng yang mencari pelakunya.”Yeah itu dia, Alvin sok pahlawan, menunjuk ketua kelas berkacamata sebagai

partnernya, dan bersama-sama menyelamatkan dunia. Semua orang bertepuk tangan dan mengidolakan mereka. Pak Ferly memberi waktu 2 hari untuk menyelesaikan masalah ini. Semoga saja mereka tahu siapa pelaku sebenarnya.

* * *

“Niki… Kamu dipanggil sama Pak Ferly.” Ajeng menyikut bahuku, membangunkanku dari ketenangan yang kunikmati.

“Ada apa?” desahku pelan. Ahh, mengapa mereka senang sekali menggangguku? Tak bisakah kudapatkan kedamaianku?

“Ikut saja.”“Baiklah.” Ucapku pasrah. Kutinggalkan tempat ternyaman itu, aku beranjak

menjauh dari bangku kedamaian. Kuikuti perlahan langkah Ajeng. Ia menuntunku ke BK. Ada apa?

“Niki, silahkan duduk.”“Terimakasih, Pak.” Aku memandang berkeliling. Di sana sudah ada Alvin. Aku

curiga, apa yang sebenarnya terjadi.‘’Begini, kami sudah menyelidiki siapa pencuri dompet Vira. Kami menduga

pelakunya adalah kamu.” Terang Ajeng.Kecurigaanku terbukti! Mereka menuduhku sebagai pencuri dompet Vira. How

dare!“Menurut salah satu saksi mata kami, kamu terlihat di TKP. Benar?” Ajeng

membaca catatan yang dipegangnya.Aku curiga, pertanyaan yang dibuatnya memojokkanku. Sejak dulu dia tak suka

padaku karena aku tak pernah mau mengikuti peraturan yang dibuatnya di kelas.“Ya.” Jawabku pelan, ‘’Tapi aku tak sendirian, ada Alvin di sana.” Aku menoleh

ke arah Alvin. Ekspresinya aneh dan sulit di baca.“Ya, aku di sana.” Alvin mengangguk.“Sejujurnya dialah saksi matanya.” Ajeng menimpali.Aku mendesah pelan, “Jadi saya tertuduh? Apakah bapak mau menskors saya?”

Kutorehkan pandangan pada Pak Ferly.“Tentu saja.’’ Pak Ferly tertawa pelan.Aku tahu, dia ikut membenciku. Selera seniku aneh katanya. Angka rapor

untuk kesenianku pun tak pernah beranjak dari angka 6. Dia memang tak pernah

30 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

menyukaiku.“Baiklah, kita tutup saja introgasinya. Pak, langsung saja skors saya.” Aku

mendesah pelan. Tak ada gunanya berdebat dengan mereka, aku tak akan menang.

‘‘Okay, as you want. Aku sungguh gak menyangka bahwa kamu itu klepto, Niki!” Ajeng mendelik ke arahku.

Aku mendesis mendengar statemennya, “Aku mau di skors bukan berarti aku mengaku aku mencuri. Tapi aku sudah bosan berada di sekolah ini, dan aku tak mau berdebat dengan kalian. Tak ada gunanya! Buat apa? Aku tak akan menang!! Tampak sekali kejijikan kentara di wajah kalian, kalian tak adil. Kalian menginginkan aku mengaku untuk diskors. Jadi, mengapa tidak kukabulkan saja permohonan kalian?”

Mereka tercengang mendengar kata-kataku. Wajar saja! Itu kalimat terpanjang yang pernah terlontar dari bibirku. Aku yakin mereka tak percaya aku bisa mengeluarkan kata-kata sepanjang itu.

“Ya sudah...” Pak Ferly mengalihkan pandangannya, berpura-pura sibuk mencari surat perjanjian, “..Tolong kamu tanda tangani ini, nanti akan saya berikan pada kepala sekolah.”

Ia menyerahkan kertas tersebut padaku.“Terimakasih. Biar saya simpan surat ini, sampai kalian menemukan pelaku

sebenarnya.” Aku berlalu pergi. Aku sempat melotot ke arah Ajeng dan Alvin. Lalu keluar dari ruangan itu seraya membanting pintu.

Aku berjalan cepat ke kelas. Tidak, aku berlari. Aku tidak sedih, aku senang! Akhirnya aku bisa bebas dari kebisingan sekolah. Aku tertawa pelan, beberapa siswa menoleh ke arahku. Segera saja aku hentikan tawaku dan berkonsentrasi kembali ke kelas.

Aku meraih tas ranselku, menyimpan semua buku-bukuku. Di ambang pintu, aku bertemu Vira.

“Good bye, klepto!” Ia tersenyum licik sambil menyenggol bahuku.“Ketika kamu menemukan pelakunya, kamu akan menjilat ludahmu sendiri

karena malu bahwa orang yang kamu agung-agungkan merupakan sang tertuduh. Dan orang yang selama ini selalu tampak kebencian di matamu, akan membalikkan semua lontaran keji itu.” Aku membalas sinis ke arahnya.

“Kamu ngomong apa?”“Lupakan saja, otak udang! Bergembiralah, aku tak akan menyetor mukaku

untuk beberapa hari.” Aku berlalu meninggalkannya seraya tersenyum puas. Aku merasakan kebebasan, aku bisa menghirup aroma kebebasan itu. Aku tertawa lepas, inilah yang ku inginkan.

3115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

* * *

Sudah 3 hari aku diskors dari sekolah. Aku tak menikmatinya. Aneh. Yah, hari pertama aku sungguh menikmatinya. Namun, setelah itu semuanya terasa hambar. Mengapa? Apakah aku rindu sekolah? Tak mungkin. Itu tak mungkin terjadi. Bagaimana bisa aku merindukan hal yang selama ini aku benci dan membenci apa yang selama ini aku rindukan? Aneh, sungguh aneh.

Aku melamun memikirkannya. Di hadapanku tersedia air putih. Ya, hanya air putih. Tak ada cemilan. Singkong pun tak ada. Aku terlalu melarat untuk itu. Semua uangku dihabiskan untuk biaya pendidikan. Pendidikan memang mahal di Negara ini. Aku masih beruntung bisa sekolah, tetanggaku (yang kumaksudkan adalah gubuk-gubuk yang berdekatan dengan gubukku di bawah jembatan ini) masih banyak yang tak sempat mengecap pendidikan.

Pendidikan? Itu bukan kewajiban buat kami, masyarakat miskin. Makan adalah kewajiban primer bagi kami, karena itulah kami mencari uang.

Aku sudah cerita tentang lingkungan sekitarku? Jika kamu datang ke sini, kamu akan menatap jijik. Lingkungan di sekitar rumahku begitu kumuh. Kamu tak bisa menemukan taman bunga di sini, tapi kamu bisa menemukan taman sampah. Rumahku (yang ku maksudkan adalah “gubukku”) tidak berada di kawasan elit perkotaan, melainkan slum area. Banyak pemerasan yang sering kulihat. Bullying? Sering sekali terjadi di sini. Kuperingatkan, ini kawasan Texas. Kejahatan kriminal dihalalkan di sini demi mendapatkan uang.

Nah, bila kamu merupakan anak dari keluarga berada, yang setiap hari makan roti serta susu, dan sebelum tidur berganti piyama, mencuci kaki, gosok gigi, dan membaca dongeng…. Kuperingatkan sekali lagi, jangan pernah datang ke sini! Kamu tak akan merasa aman. Ini adalah neraka bagimu. Sejam di sini sama dengan 1 tahun tanpa meni-pedi bagimu, sejam di sini sama dengan seminggu tanpa bermain game, sejam di sini kamu akan mengalami langsung segala kejahatan kelas dunia.

Tiba-tiba ponselku berbunyi. Ponsel? Hahaha aku hanya bercanda. Tak mungkin aku mempunyai ponsel. Yang kumaksud adalah bunyi kereta api yang melintas tak jauh dari gubukku. Bising sekali, tentu.

Bising. Kata itu kembali mengingatkanku akan sekolah. Kurasa aku merindukan kebisingan itu.

Ada yang mengetuk pintu gubukku, “ Permisi?” Suara itu tak asing bagiku.“Ya, siapa?” aku menjawab. Ketika aku membuka pintu, aku melihat di sana sudah ada Ajeng dan Vira. “ Ada apa?” Aku mempersilahkan mereka duduk di tempat yang mereka duduki.

32 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Aku tak punya ruang tamu. Buat apa? Siapa yang akan mengunjungiku?“Ummm… emmm… begini… umm…” Vira begitu gelisah. Aku diam, menunggu

kata-kata selanjutnya keluar dari bibirnya. Namun, ia tak bereaksi apa-apa.“Kamu apa kabar?” Ajeng bermanis-manis padaku.Aku menyeringai, “Tak perlu bermanis-manis. Terus terang saja, apa tujuan kalian?”“Begini, kami sudah menemukan pelaku pencurian yang sebenarnya.” Ajeng

berkata setenang mungkin.“Siapa?”Sebelum Ajeng menjawab, Vira terlebih dahulu menyahut, “Alvin.” Sahutnya pelan.“Kok bisa?” aku bertanya heran.“Dia mengaku kemarin. Dia berkata bahwa ia yang mencuri dompet Vira.

Dia sungguh menyesal, sekarang dia sudah dikeluarkan dari sekolah.” Ajeng menimpali.

Aku shock. “Di keluarkan? Mengapa?”“Selain mencuri, dia juga pengguna narkoba.” Ucap Vira getir.“ Astaga!” aku terkesiap.“ Maafkan aku, Niki! Aku sudah mencurigaimu. Aku cemburu padamu yang di

perhatikan Alvin. Padahal ternyata dia tak sekeren yang aku kira.” Vira menghambur ke pelukku sambil terisak.

“ Aku juga, Nik!.” Ajeng ikut memelukku. Aku mengelus pundak mereka.“Ya.” Desahku pelan. Ketika mereka melepaskan pelukan mereka, kulihat

senyum mengembang di wajah Ajeng dan VIra di balik isakannya.

* * *

“ Besok kamu masuk sekolah kan, Nik?” tanya Ajeng.“Tentu.” Jawabku singkat.“Bagus!” Vira tersenyum senang.“By the way, berapa sih uang yang Alvin curi?” tanyaku tiba-tiba.“Aku tak tahu, dia tak mengembalikannya.” Vira mengangkat bahu.“Hah?” tanyaku tak mengerti.“Iya, dia bilang dompet itu dicuri. Omong kosong menurutku, dia pasti sudah

membelanjakannya untuk narkoba.” Vira menunduk.Aku tersenyum tipis ke arah mereka.Rp. 500.000,00. Itulah jumlah uang di dompet Vira. Mengapa aku

mengetahuinya?

3315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

* * *

(Flash Back)Ketenangan ini, ahh sungguh damai rasanya. Aku memejamkan mata, menghirup

kesunyian yang kurasa. Tiba-tiba…‘Kresek… kresek…’Bunyi apa itu? Telingaku terlalu sensitif semenjak kecelakaan yang merenggut

nyawa orangtuaku. Tak bisa kupungkiri bahwa aku akan mendengar bunyi sekecil apapun. Itulah kenapa aku tak menyukai kebisingan.

Aku membuka mata. Kutolehkan kepala menuju sumber suara. Alvin! Apa yang dilakukannya di bangku Vira? Apa? Itu kan dompet Vira! Ia mengambilnya. Kemudian ia celingak-celinguk memeriksa keadaan. Aku kembali terpejam. Saat kubuka lagi mataku, ia telah pergi.

Aku bergegas ke bangku Alvin, memeriksa tasnya. Itu dia! Barang yang aku cari, dompet Vira. Aku mengambilnya. Jika kamu bertanya, buat apa? Aku akan memukul kepalamu, tentu saja ini untuk membayar biaya pendidikan yang menyusahkanku. Aku tak mau repot-repot mencari uang untuk itu.

Sambil tersenyum licik, aku kembali ke bangkuku, memejamkan mata, menunggu pelajaran berikutnya, yaitu kesenian. Dan tentu saja, aku menunggu kegemparan akibat masalah yang aku timbulkan.

* * *

Ya, karena aku mengambil dompet itu dari Alvin. Aku melihat Alvin mengambil dompet itu, menyimpan dalam tasnya. Kemudian tanpa sepengetahuan orang lain, kucuri dompet itu untuk melunasi tunggakan SPP-ku. Semua tersusun sempurna, tak ada yang menyalahkanku. Masalah ini jadi ditimpakan pada Alvin. Sungguh malang nasibnya! Hahahaha. Tapi itu kebodohannya sendiri, ia tidak profesional. Harusnya ia belajar mencuri dulu dariku.

Mengapa kamu mendelik ke arahku? Apa? Menuduhku? Salahku? Jangan salahkan aku, di sini, di kawasan Texas ini… kami menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Telah kuceritakan, bukan? Jadi kuperingatkan! Berhati-hatilah. [*]

34 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Biodata dan Proses Kreatif

Millati Aulia Hasanah, namaku. Aku lah�r d� Kepah�ang, 22 April 1997. Aku tinggal di Jl. Purwodadi Gg. Rukun II Desa Teladan Kabupaten Rejang Lebong, Prov�ns� Bengkulu. D� Provinsi Bengkulu, terdapat Bunga Rafflesia Arnoldi yang sangat legendaris itu. Bagaimana tidak? Bunga Rafflesia Arnold� merupakan bunga terbesar d� dun�a. Aku memang belum pernah mel�hatnya secara langsung, karena bunga �n� langka sekal� dan b�la mekar hanya tahan beberapa har� saja. D� Kabupaten Rejang lebong, bahasa daerahnya banyak sekal�. Tap� mayor�tasnya adalah Bahasa Rejang. Mesk�pun aku berked�aman d� Rejang Lebong, namun aku tidak bisa dan tidak mengerti Bahasa Rejang. Menurutku

Bahasa Rejang itu terlalu berseni dan susah untuk dimengerti, he he he..Aku bersekolah d� SMP Neger� 1 Curup Kota, kelas IX RSBI A. SMP 1 merupakan salah

satu SMP terfavor�t d� Kabupaten Rejang Lebong. Sekolahku mempunya� program RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) yang menggunakan Bahasa Inggris dalam sistem pembelajarannya. Sekolahku letaknya sangat strateg�s, dekat dengan Rumah Sak�t, Pos Pol�s�, dan Penjara. Hahaha.. Selain itu sekolahku sangat bersih, buktinya SMP Negeri 1 Curup Kota mendapat Piala Adipura setiap tahunnya. Tak hanya bersih, murid-muridnya juga berprestasi, selalu kebanj�ran p�ala, ba�k d� b�dang akadem�k maupun nonakadem�k. Grup mus�k karaw�tan kami bahkan telah sampai ke tingkat nasional dalam lomba FL2SN. Aku bangga menjadi salah satu mur�d d� SMP Neger� 1 Curup Kota.

Aku punya sahabat, namanya F�kram Ahmad Fauzan. He is someone who can accept my weirdness. D�a sahabat terba�k dan d�a selalu menjad� orang pertama yang membaca karya-karyaku. Dia bilang dia itu fans berat karya-karyaku. Hohoho... Dia selalu menyemangatiku untuk terus menul�s. D�a ser�ng mengomentar� tul�san-tul�sanku dan tak jarang memperba�k� ejaan dan tanda bacanya yang kerap aku sepelekan. Padahal, ejaan dan tanda baca adalah kunc� utama dalam menul�s. Pernah d�a membaca tul�sanku sampa� menang�s. D�a b�lang cer�tanya sed�h sekal� dan mem�nta agar aku member� tul�san-tul�sanku yang la�n. Kemud�an aku membuat tul�san-tul�san la�n untuk d�baca olehnya. Namun, tentu saja tul�san-tul�san �tu jarang sampai ke tangannya karena aku sering tidak selesai ketika menulis.

Aku senang menul�s, tap� belum pernah kuk�r�mkan ke med�a massa. Bukan karena malu, tapi karena tulisan-tulisanku tidak mempunyai ending. Aku pecinta buku, dalam sehari aku b�sa melahap banyak buku: novel, kom�k, buku pelajaran, bahkan buku tul�spun aku baca. Hahaha.. Novel favor�tku saat �n� adalah Harry Potter karya J.K. Rowl�ng. Aku suka novel-novel fantas�, m�ster�, dan komed�. Aku kurang suka novel teenlit karena cer�ta-cer�tanya kl�se dan terkesan cengeng.

Aku suka jalan-jalan dan berw�sata kul�ner. Aku suka menc�c�p� makanan-makanan baru. Tapi tetap saja, makanan favoritku adalah es krim dan cokelat. Aku tidak peduli sekarang aku sudah umur berapa, aku tetap suka cokelat.

Aku jarang merapikan tempat tidur. Jadi kamarku itu berantakan dan berserakan, abstrak. Dan abstrak itu lebih indah. Hahahaha.. Aktivitasku selain sekolah adalah bermain internet, menonton film, membaca buku, membuat pr, belajar, bermain sepeda, jalan-jalan, belanja, berkumpul bersama teman-teman, menc�c�p� makanan baru, hunting buku, dan menul�s.

3515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Aku orangnya jah�l, suka ma�n-ma�n, mood swing, agak barbar, bossy, suka menyepelekan masalah, sok cool, suka ketawa kalau lihat orang nangis, dan positif thinking.

Ayahku adalah Akhmad Juar�. Bel�au adalah bapak yang ba�k. Aku sayang sama bapak. Meskipun kata itu tak pernah terucap dari bibirku, tapi kata itu selalu terucap dalam hatiku. Bapak �tu orangnya pend�am, jarang sekal� b�cara. Sela�n �tu, bapak jarang pulang ke rumah karena tempat tugasnya d� Lebong, bukan d� Curup. Bel�au pulang hanya pada har� Sabtu dan M�nggu. Terkadang kesal juga, sih. Aku rindu sama bapak, tapi bapak tidak ada di sini. Aku butuh bapak, tapi bapak tidak hadir. Walaupun begitu, sesungguhnya kehadirannya telah terwakili tanpa aku sadari. Terwakili oleh nasi yang setiap hari kumakan, baju yang setiap hari kupakai, buku yang setiap saat kubaca, dan lain-lain. Terima kasih, bapak.

Ibuku, Widiana, adalah wanita yang paling aku sayangi di dunia ini. Selalu menyemangati aku kala aku rapuh. Walaupun terkadang bel�au suka marah-marah dan ngomel, tap� ‘omelan’ nya �tu merupakan pelengkap har�-har�ku. Pernah suatu har� �bu mend�amkan aku, memb�arkan aku melakukan apa saja semauku. Rasanya kenakalan �tu menjad� hambar, datar, dan tidak nikmat. Ya, aku rindu omelannya. Hehehe... Terima kasih telah mend�d�kku dengan sabar, telah membesarkanku, telah sabar menuntunku menjad� anak yang sholeh, tak jenuh menasehatiku kala aku berbuat salah. Aku sayang sama ibu, sama bapak. Aku ingin membuat kalian berdua bangga, dan tidak menyesal telah membesarkan dan merawatku.

Aku tiga bersaudara. Dan aku merupakan anak pertama, anak sulung. Adikku yang paling besar laki-laki, namanya Hafidz. Sekarang umurnya sekitar 12 tahun. Dia itu nakal. Sebenarnya aku tak sepatutnya mengatakan d�a nakal, karena aku juga nakal. D�a hob� bermain sepak bola. Aku sering bertengkar dengan Hafidz karena dia itu malas sekali. Aku juga malas sih, tap� d�a �tu leb�h malas. Percaya deh, d�a yang leb�h malas, bukan aku. Misalnya menyapu rumah, dia tidak mau dan malah menyuruhku. Padahal aku lelah sekal� sehab�s pulang sekolah. Ya aku tahu, seharusnya aku yang mengerjakan karena aku perempuan. Tapi.... Ah, sudahlah. Jangan membuatku berfikir kalau aku lebih malas dari pada dia. Aku bukan malas, hanya beristirahat sebelum merasa lelah. Karena kami orang Sunda, jadi di rumah Hafidz dipanggil ‘Aa’. Kalau aku dipanggil ‘Teteh’.

Ad�kku yang pal�ng kec�l namanya Han�n. D�a merupakan anak terakh�r atau bungsu. Dan semoga saja memang jadi yang terakhir. Aku tidak mau punya adik lagi, terima kasih. Adik-adikku namanya berawalan huruf H. Aku sendiri yang berawalan huruf M. Hafidz ser�ng sekal� mengejekku, d�a b�lang aku �n� anak s�apa. D�a �tu cuma �r�, nama d�a terlalu pasaran. Sedangkan namaku ‘Limited Edition’. Hehehe..

Hanin itu umurnya sekitar 8 tahun. Dia itu kurus. Aku tidak tahu apakah nasi yang dia makan jadi ‘daging’ atau tidak. Tapi dia tinggi. Yahh, lumayan tinggi lah. Hobinya menggambar dan mewarnai. Hafidz dan Hanin itu sama-sama pintar menggambar dan mewarnai. Jangan tanya aku, aku tidak bisa. Bakatku bukan di sana, bakatku menulis. Aku rasa, ketika dalam kandungan bapakku tidak memberikan gen ‘bisa menggambar’ padaku. Sedangkan ibuku berbaik hati memberikan gen ‘bisa menulis’ padaku.

Hanin itu tomboy, sama sepertiku. Tapi dia lebih tomboy dari aku. Dia sering ngambek jika keinginannya tidak dituruti. Mungkin karena dia anak bungsu, jadi manja sekali. Dia itu kekanak-kanakan. Rasanya, ketika masih kecil dulu aku tidak seperti dia. Tidak terlalu sih.

Aku sudah mula� menul�s sejak kec�l, sejak mas�h duduk d� TK. Saat �tu aku menul�s surat pada temanku. Padahal rumahnya bersebelahan dengan rumahku. Aku ser�ng bersurat-

36 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

suratan. Aku tak �ngat lag� apa yang dulu aku tul�s, tap� kurasa �s�nya konyol sekal�.Ketika SD, aku sering membuat puisi. Jelek sekali, aku masih kecil. Aku pernah meraih

rangking 5 Lomba Menulis Puisi Bencana Alam se-Kabupaten. Ketika SD aku juga menulis cer�ta. Bersama temanku yang p�ntar menggambar, kam� membuat cer�ta �tu berdua. Aku yang membuat naskahnya, d�a menggambarkan kejad�annya. Sela�n �tu aku juga membuat novel bersama dua temanku. Waktu �tu d� sekolahku sedang demam novel KKPK (Kec�l Kec�l Punya Karya). Kami bertiga mengidolakan Sri Izzati. Kami suka karya-karyanya. Kami berniat meng�r�mkan novel yang kam� buat ke penerb�t DAR! M�zan. Tap� n�at �tu kam� urungkan karena naskahnya h�lang, padahal kam� telah selesa� membuatnya.

Meng�njak SMP, m�nat menul�sku mula� berkurang. Aku jarang memantau perkembangan lomba menul�s dan mengarang. Aku leb�h d�s�bukkan dengan lomba mata pelajaran, seperti Matematika dan Biologi seperti Lomba Science Camp 2011, Lomba OSN BIOLOGI 2011, Lomba San�tas� A�r Baku 2011, Ol�mp�ade SEMPOA dan la�m-la�n. Has�lnya lumayan. Aku menjad� Juara I Lomba Mata Pelajaran B�olog� 2009; Juara II Lomba Story Telling 2009; Juara III Lomba Mata Pelajaran Matematika 2009; Juara II Tingkat 9 Olimpiade Daerah I Mental Aritmetika Se-Provinsi Bengkulu 2008; Juara III Lomba Pidato Bahasa Inggris 2008; Juara II Kategori Umum Olimpiade Daerah II Mental Aritmetika Se-Provinsi Bengkulu 2008; Juara II Tingkat Kelas 5 Olimpiade Daerah II Mental Aritmetika Se-Provinsi bengkulu; dan Juara 1 Lomba OSN B�olog� T�ngkat Kabupaten 2011,

Cer�ta yang aku buat pun tak pernah selesa�. Karyaku yang pertama kal� selesa� berjudul ‘Aku C�nta Kamu, Nyebel�n!’. Aku menyelesa�kannya waktu kelas tujuh, saat kelas semb�lan ini, ketika aku membacanya lagi, aku merasa malu. Isinya jelek sekali. Tanda bacanya berantakan.

Aku belum pernah mengikuti lomba menulis atau mengarang di manapun. Lomba Menulis Cerita Remaja (LMCR) adalah lomba pertama yang aku ikuti, dan cerita berjudul ‘Salahku?’ merupakan karya pertama yang aku lombakan. Sejujurnya aku tidak menyangka karyaku itu tembus 15 besar. Aku bahkan sudah lupa pernah mengikuti lomba itu. Ketika diberitahu, aku terkejut sekali. Dan ketika mendapat peringkat ketiga, aku merasa sangat bersyukur.

Buku yang pernah aku baca d� tahun 2011 �n� antara la�n: Harry Potter Saga 1-7; Twilight Saga; Joshua’s files; Invisible City; Joshua’s files; Ice shock; The Vampire Diaries; The Awakening; Wuthering Heights; The Lost Symbol; Perahu Kertas; Silverfin; The Immortal; The Supremacy; Kambing Jantan; Cinta Brontosaurus; Marmut Merah Jambu; Pocong Juga Pocong; Summer in Seoul; Winter in Tokyo; Spring in London; Autumn in Paris; Negeri 5 Menara; Nibiru; Sang Pemimpi; Edensor; Maryamah Karpov; 2012an; LUPUS; dan la�n-la�n.

* * *

Mengapa dan baga�mana aku menul�s cer�ta “Salahku?” ?Ide ini muncul ketika aku merasa bosan saat liburan di rumah nenek. Aku sedang

mengutak-atik handphone kala �tu dan menul�skan catatan: “Aku sudah bosan”. Dar� kal�mat �tu mengal�r sebuah pu�s� d� benakku. Ba�t-ba�t pu�s� �tu mengal�r lancar sampa� handphone berbuny�. Ada pesan masuk:

“Mil, jangan lupa cerita untuk lomba Direktorat Jenderal Pendidikan. Waktunya tinggal 3 har� lag� J”

3715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Sontak aku terkejut. Aku benar-benar telah lupa dan merasa sangat malas untuk menulis. Tidak ada ide. Kemudian aku bercerita pada ibu bahwa aku akan mengikuti lomba menul�s. Aku bertanya mengena� �de cer�ta tersebut. Bel�au berpesan agar aku mencoba mencar� �de berdasarkan kejad�an yang d�alam� l�ngkungan sek�tar.

Meskipun sudah dinasehati, aku tetap saja merasa malas untuk menulis. Biasanya aku menul�s berdasarkan �de yang terl�ntas d� benak. Namun, karena tema cer�ta d�tentukan, aku jadi tidak punya ide. Kucoba mengusir bosan dengan menonton TV. Tidak ada yang menarik d� sana. Tap� sek�las saya mel�hat ber�ta tentang anak yang mencopet untuk melunas� SPP sekolah. Dari sanalah ide cerpen “Salahku?” ini berasal. Tiba-tiba saja ada desakan kuat untuk menul�s. J�wa �n� bersorak “Ayo..ayo..!”.

Dengan penuh semangat, kuamb�l pena dan secar�k kertas, lalu kutul�s prolognya dar� pu�s� yang kubuat tad�. Rangka�an kata dem� kata pun mengal�r d� otakku, kal�mat dem� kal�mat meluncur beg�tu saja sampa� tak terasa cer�ta tersebut memasuk� bag�an akh�r. D� s�n�, aku mengalam� writer’s block atau kebuntuan menulis. Ini kerap terjadi ketika aku menulis cerita sehingga banyak cerita-ceritaku yang tidak selesai. Aku jadi merasa tidak mau menul�s, mood saya tiba-tiba turun.

Sudah kucoba untuk menyemangati diri sendiri, “Mil, kamu pasti bisa!”. Tapi tetap saja, ending cer�ta �tu tak dapat kutemukan. Semangat �tu telah menguap.

Keesokan har�nya aku pulang ke rumah yang terletak d� Curup. Aku berl�bur d� rumah nenek d� Kepahyang cuma beberapa har� karena aku merasa bosan. D� Curup, temanku kembal� meng�ngatkan bahwa naskahnya sudah harus jad� karena besok akan d�k�r�m.

Kala itu aku menyerah. Biarlah aku tidak mengikuti lomba tersebut. Namun, benakku d�hantu� segudang tanda tanya:

“Hanya �tukah kemampuanmu?”, “T�dak menyesalkah?”. Akh�rnya aku bangk�t dar� rasa malas �tu. Kuamb�l lag� cer�ta yang tergeletak dan

menul�skannya sampa� akh�r, sampa� tuntas, sampa� benakku merasa lega dan menang dar� rasa malas �tu.

Keesokan paginya, kuketik cerita itu dengan perasaan bahagia karena telah menyelesa�kannya. Kued�t paragraf dan tanda bacanya, d�-print, lalu d�k�r�m lewat pos. Tap� sebelum �tu, aku berkumpul terleb�h dahulu d� SMP Neger� 1 Curup Kota karena teman-teman telah berkumpul d� sana.

Setelah semuanya berkumpul, kam� bersama ke kantor pos untuk meng�r�m cer�ta-cer�ta kam� karena har� �n� adalah har� terakh�r pengumpulan naskah. Memang c�r� khas orang Indones�a ser�ng sekal� mengundur waktu.

Sempat ada perasaan khawatir yang menyelinap. Khawatir naskah itu tidak sampai ke tangan juri karena memang jarak Bumi Rafflesia ini dan Jakarta tidaklah dekat. Namun, perasaan bangga karena telah menyelesaikan karya itu menyelingkupi hati saya sehingga kalah-menang tak mengapa

38 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Sepasang MataRaisya Rasyana

dari Balik Dedaunan

3915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Aku terjebak di dunia yang entah apa namanya. Itulah yang kusadari waktu aku membuka mata. Awalnya, aku menduga yang tertangkap mataku

adalah semburat cahaya samar dari ujung ruangan dan menyentuhku saat bangun tidur di ranjang. Tapi, yang kudapati justru cahaya matahari yang menembus celah pepohonan. Dan aku terbangun bukan di kasur empuk yang biasa menjadi tempatku merebahkan badan, melainkan di atas daun-daun berserakan yang menutupi permukaan tanah. Harus kuakui pemandangan di sini indah. Semua yang ada di sini berwarna hijau, dan… coklat —sebuah planet asing yang menjanjikan kesejukan dan kehangatan. Segala sesuatunya tak pernah kudapati di duniaku. Meski begitu, keterasingan ini membuatku sedikit resah. Aku berusaha mengingat hal terakhir yang kulakukan, yang membuatku terseret ke dunia yang serba aneh ini. Belum sempat ingatanku terkumpul sepenuhnya, tiba-tiba telingaku menangkap bunyi langkah seseorang mendekat. Aku lalu bangkit dengan perasaan waswas. Kuedarkan pandangan ke sekitar.

“Halo? Adakah seseorang di sana?” tanyaku setengah berteriak.Bunyi langkah itu mendadak terhenti. Sepasang mata berwarna coklat dengan

bentuk teraneh yang pernah kulihat mengintipku dari balik dedaunan. Aku menyeret kaki untuk melihat sosoknya dari dekat, memastikan. Tepat saat itulah aku mendengar bunyi lain—suara seseorang berteriak nyaris seperti lonceng: keras tapi merdu. Refleks, kakiku mundur satu langkah, lalu berlari sekencang-kencangnya. Aku bersumpah melihat pemilik suara itu sama ketakutannya denganku, ia berlari ke arah yang berlawanan. Sebuah ranting pohon menyangkut kakiku. Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi. Kepalaku menimpa sesuatu yang keras, seperti batu. Darah segar mulai muncul di bagian belakang kepalaku. Kuharap itu kesialan terakhir yang kualami.

“Hei, kau baik-baik saja?” Kudengar sayup-sayup suara itu mulai menggema di telingaku, masih sama

terdengar seperti lonceng, tapi kali ini terselip nada ramah dan perasaan bersalah. Aku menoleh untuk memastikan. Ya, sosok yang sempat membuatku berlari ketakutan itu ada di sana, bersembunyi di balik semak belukar.

“Tidak sama sekali,” erangku. “Oh, aku minta maaf. Aku hanya terkejut. Aku tidak bermaksud membuatmu

ketakutan…” Aku bergelung di rerumputan yang basah. Kepalaku berdenyut-denyut,

iramanya nyaris sama dengan detakan jantungku yang membosankan. Aku lalu bertanya-tanya kenapa dia masih belum berani menampakkan dirinya sementara aku di sini sedang merintih-rintih kesakitan.

“Kau terkejut? Terkejut karena apa? Memangnya tampangku menyeramkan, ya?”

40 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Tidak. Hanya saja… kau berbeda dengan kami —maksudku, penghuni negeri ini.”

Aku membayangkan kenyataan yang diungkapkannya —alasan mengapa dia terkejut— dan memutuskan untuk tidak percaya. Aku hampir tidak bisa berpikir untuk hal yang penting sekalipun. Aku lalu mengangkat tangan untuk meraba luka di kepalaku. Cairan hangat berwarna merah langsung melekat di jemariku.

“Ugh, sial!” Entah itu umpatan atau sekedar keluhan spontan, yang pasti aku

mengucapkannya hanya untuk menarik perhatiannya, yang sampai saat ini masih bersembunyi, tak mau menampakkan diri.

“Kau mau aku bantu?” sahut suara itu lagi.“Sejujurnya, sudah dari tadi aku menunggumu menanyakan hal itu,” aku

mengaku.Dia lalu menghampiriku. Aku melihat kemunculannya dengan mulut

menganga lebar. Kurasa aku harus percaya pada ‘perbedaan kami’ yang tadi sempat dinyatakannya.

Aku lalu menyela sebelum tangannya mendarat di kepalaku. “Tunggu. Kau… kau… kau siapa? Kau… apa? Makhluk apa?”

“Eh, perkenalkan, namaku Carra. Aku… aku boneka kayu. Kau pasti manusia, kan? Siapa namamu?” katanya sambil menggigit bibir. Terdengar bunyi degup keras di salah satu bagian tubuhnya yang kesemuanya memiliki sifat kaku. Asumsiku, itu berasal dari sebuah bandul berwarna biru yang menggantung di lehernya. Apakah itu semacam jantung? Entahlah…

Aku menggeleng frustasi demi teringat pada pertanyaannya. Ini semua seperti mimpi. Ya, mimpi yang nyata. Aku terlempar ke dunia asing, lalu bertemu dengan makhluk asing pula. Parahnya, aku tidak ingat apa-apa tentang diriku sendiri.

“Kenapa kau tidak menjawab? Kau lupa siapa namamu?” tanyanya lagi. Degup keras itu kembali terdengar.

“Iya, aku lupa siapa namaku. Tapi, kalau aku tidak salah, kurasa awal namaku dari huruf ‘R’. Entahlah… aku benar-benar lupa,” gumamku.

Kami terdiam dalam sedetik yang terasa lama. Akhirnya Carra meraba luka di kepalaku dengan sangat hati-hati, lalu ia pergi.

“Hei, kau mau kemana?” teriakku panik. Aku mencoba bangkit, namun gagal.Dia kembali sejurus kemudian dengan banyak jenis daun di genggaman

tangannya. Kuhela napas dengan perasaan lega. Jelas sekali aku tidak mau dia meninggalkanku. Aku tidak punya siapa-siapa dan apa-apa yang bisa membuatku bertahan di sini, di dunia yang bukan duniaku. Entah apa pula yang membuatku percaya bahwa Carra adalah sosok teman yang cocok bagiku. Padahal aku baru beberapa puluh menit menghabiskan waktu bersamanya.

4115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Auw… sakit sekali. Obat apa itu?” aku mengerang.“Sudah, jangan banyak protes. Kau ini mau sembuh tidak?” dia terus

mengoleskan beberapa daun yang sudah disulapnya menjadi obat ke titik pusat dimana lukaku berada.

Aku bisa merasakan tekstur tangannya yang kasar menyentuh permukaan kulit kepalaku. Telingaku mendengar bunyi gigi roda berputar dan pegas

berderak-derak dari tubuhnya setiap kali ia bergerak, tak peduli berapapun kecilnya gerakan itu. Aku bimbang, antara tak percaya dan perasaan takjub.

Rasa sakit menekan kepalaku tiga kali lipat lebih sakit dari sebelumnya. Aku menggigit bibir, menghindari kemungkinan munculnya teriakan dari mulutku. Aku juga memejamkan mata, takut tangisku meledak-ledak. Itu terutama memalukan jika aku sampai melakukannya, apalagi di depan Carra, di depan seorang boneka kayu perempuan.

“Nah, sudah. Bagaimana perasaanmu? Lega, kan?” ucap Carra senang. Ia meregangkan kedua tangannya ke depan, sehingga menghasilkan bunyi berkertak-kertak pada kedua jemarinya.

“Tidak, aku kepingin mati,” erangku.“Tunggu beberapa menit lagi. Aku yakin kok, pasti luka dan rasa sakitnya bakal

cepat hilang.”Aku menunggu. Carra benar: luka itu begitu cepat hilang. Aku lalu mngucapkan

terima kasih padanya. “Sekarang, ceritakan padaku dunia apa ini,” ucapku seraya melayangkan

pandanganku ke segala arah, mengagumi setiap keindahan yang tercipta di sini.Dia menggerak-gerakkan mata bulatnya yang menonjol ke luar dengan sikap

waspada. Ia menoleh ke kiri dan kanan, ke sekitar kami, memastikan bahwa tidak satupun ada yang memergoki kami berdua.

“Ini negeri boneka kayu. Hei, bagaimana kau bisa sampai di sini? Aku tidak percaya bahwa ternyata makhluk bernama manusia itu benar adanya. Aku sempat mengira desas-desus itu hanya dongeng semata, nasihat yang kerap kali disampaikan orangtua kami bahwa orang yang serakah itu pantas menderita…” ucap Carra.

“Aku tidak tahu. Aku tidak ingat sama sekali pada kejadian terakhir yang menimpaku. Tiba-tiba saja aku sudah ada di sini, di dunia asing ini, bangun dari tidur untuk lalu menghadapi kebingungan,” kesahku. Aku baru sadar, sejak tadi perutku bergejolak minta diisi.

“Oh ya, kau tidak lapar?”Aku tertawa. “Kau selalu tahu apa yang kubutuhkan.”“Tentu saja. Ayo!” Carra mengajakku berjalan di bukit. Dia memetik beberapa apel dengan cara

yang aneh, dia hanya perlu berbisik dan membelai permukaan batang pohon, dan

42 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

sekejap saja apel yang ia minta sudah berjatuhan di tanah. Aku membayangkan bagaimana jadinya jika di duniaku pohon yang seperti ini masih ada. Mungkin semua orang akan menganggap itu keajaiban. Mungkin semua orang akan berebutan mengambil buahnya.

Aku dan Carra terus berjalan menyusuri bukit, sambil terus menyantap buah-buahan yang kami jumpai di sepanjang jalan. Kadang dia menantangku untuk berlari. Dengan percaya diri aku menampilkan kemampuanku berlari, yang ternyata kalah telak jika dibandingkan dengannya. Seandainya aku tahu akan berkunjung ke dunia aneh ini, aku pasti bersiap-siap membawa kamera. Akan kuabadikan setiap kejadian yang kualami, semua pemandangan yang kutemui. Akan kutunjukkan bukti-bukti keindahan semua itu pada teman-teman di duniaku.

“Oh, ya, kau bilang, kau sering mendengar dongeng tentang manusia. Apa saja yang kau dengar tentang orang-orang kami?” tanyaku di sela waktu istirahat.

“Aku tahu banyak. Dulu, kaum kita hidup bersama, damai dan sejahtera. Hingga saat kehancuran itu tiba. Seseorang berpakaian mewah dari kaummu berlaku licik. Dia menebang hutan sembarangan dan menjadikannya keuntungan. Mulai saat itu, banyak orang bermunculan dengan sifat yang sama dengan si licik: serakah. Kaumku mulai berkurang jumlahnya. Ayahku kebingungan. Hingga suatu hari, ketika krisis itu makin menjadi-jadi, ayahku menemukan sebuah tempat yang luas, negeri ini. Lalu ia menggabungkan tubuh-tubuh dari kaum kami yang tersisa menjadi sebuah kerajaan. Kau lihat, ada pohon besar di sana, itulah kerajaan kami,” Carra mengacungkan tangannya ke arah timur, tempat kerajaan yang disebutnya itu bertengger kokoh.

Aku mengamati pohon raksasa itu. Membayangkan kemungkinan akarnya menembus inti bumi. Dahan-dahannya menjulang tinggi ke angkasa, mungkin tak seorang pun tahu dimana ujungnya sebab tertutupi awan putih. Tampak daun-daunnya tumbuh subur di setiap ranting. Lalu, ada batang yang menjadi penopang, lagi-lagi mungkin tak seorang pun yang pasti tahu dimana satu sisinya berawal, dan dimana sisi lain berakhir.

Aku mengalihkan arah pandang pada Carra yang tengah asyik mengejar kupu-kupu dan mencoba menangkapnya. Aku jadi teringat adikku, Bunga. Ia sama seperti Carra, senang mengejar kupu-kupu. Mengingat adikku membuatku ingat siapa aku. Oh, ya, namaku Randy. Aku tidak akan memberitahu Carra kecuali jika dia bertanya lagi.

“Oh, ya, bagaimana kehidupan di dunia manusia?” tanya Carra. Dia mengambil tempat di sebelahku. Jemarinya yang berbalut kayu oak tampak memegang kupu-kupu.

“Tidak indah seperti di sini. Manusia menyesali perbuatan para leluhur di masa lalu. Kami ingin memperbaikinya, mencoba berselaras dengan alam, tapi tetap saja

4315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

selalu ada… penghianat,” ucapku pelan.Mata Carra yang dasarnya berbentuk bulat, kini malah menyipit. “Ingatanmu

sudah pulih, ya?”“Tidak sepenuhnya,” aku mengakui. “Aku masih lupa pada kejadian terakhir

yang membawaku ke sini.”“Sudah sore. Ayahku pasti menyuruh orang mencariku kalau aku pulang larut.

Dia punya banyak mata-mata di sini,” gumam Carra, memandangku.“Aku? Aku bagaimana?”“Kau… ikut aku saja,” aku mendengar nada ragu dalam suara Carra kali ini.“Kau yakin? Apa mereka bisa menerima kehadiranku?”“Aku tidak yakin. Dari dulu kaumku selalu menganggap bahwa manusia itu

berbahaya. Kemungkinan besar, tak ada pengecualian bagi siapapun manusia itu, termasuk kau,” ucap Carra, lagi-lagi memandangku.

“Kalau memang begitu, kenapa kau tidak mempunyai anggapan yang sama? Kalau aku berbahaya?” tanyaku.

Dia tampak terkejut mendengar ucapan yang keluar dari mulutku. Kudengar napas yang keluar lewat hidung mungilnya terkesiap beberapa kali. Ia mundur beberapa langkah dengan teratur, mengambil ancang-ancang untuk kabur.

“Hei, tunggu, Carra. Aku cuma bercanda. Sungguh!” aku mencoba tertawa untuk menunjukkan leluconku. Tapi, dia malah semakin menjauh dengan ekspresi wajah ketakutan.

Aku hendak bergerak mendekatinya, tapi terlambat. Segerombolan orang berpenampilan seperti Carra muncul dari arah berlawanan. Mereka berjumlah lebih dari sepuluh orang.

“Carra, apa yang kaulakukan di sana? Kenapa kau bisa bersama makhluk bengis itu? Cepat kemari!” ujar salah seorang dari gerombolan. Aku yakin itu pasti ayahnya, karena orang itu tampak lebih tua dari yang lainnya.

“Aku… eh…” Carra menatapku, pandangannya tak bisa kuartikan. “Cepat kemari, Nak. Sebelum aku menyeretmu. Ayo!” suara berat khas orangtua

itu kembali terdengar.“Tunggu, Carra. Aku cuma ingin meyakinkanmu kalau aku bukan manusia

seperti itu. Aku tidak berbahaya seperti yang kau takutkan. Sungguh aku tidak akan melukaimu. Aku berjanji,” aku jadi seperti anak kecil yang sedang merengek minta dibelikan permen.

“Tidak, kau benar, aku memang bodoh. Kau berbahaya —seharusnya aku tahu itu sejak awal,” Carra mengambil sesuatu dari kantong baju oaknya, digenggamnya benda itu erat-erat, seperti hendak dilemparkan ke arahku. “Sayang sekali, kau malah memberikan peringatan awal agar aku sadar. Pergi sana! Kau tidak pantas berada di duniaku. Pergi ke tempat asalmu dan jangan pernah kembali lagi!”

44 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Benar saja, dia melemparkan benda yang digenggamnya itu ke arahku. Dengan sigap aku menangkapnya. Awalnya aku mengira itu hanya sebuah batu biasa. Tapi aku mengenali kertas berwarna turquoise yang membalut permukaannya. Aku langsung tersadar kalau itu berarti ‘sesuatu’. Kugenggam erat batu itu seperti bagaimana Carra menggenggamnya.

Saat aku melayangkan pandangan ke sekitar, aku melihat Carra berlari ke arah gerombolan. Ia berucap salam perpisahan pada ayahnya, lalu melanjutkan kakinya untuk berlari. Sebelum lenyap ditelan hutan, ia menyempatkan diri untuk memandangiku. Lagi-lagi pandangan itu terlalu sulit kuartikan.

Aku mencoba fokus pada apa yang sedang terjadi. Di depanku masih berdiri boneka-boneka kayu bertampang menyeramkan. Batinku berteriak menyuruh kakiku untuk segera berlari, atau aku akan mati. Untunglah aku masih bisa berpikir. Aku berlari sekuat-kuatnya sambil berusaha mengingat kejadian yang terakhir menimpaku sebelum aku diasingkan ke dunia ini. Barangkali itu bisa membantuku menemukan jalan pulang.

Hari sudah larut, aku tak bisa melihat dengan jelas. Sementara bayangan tentang ingatan-ingatan itu timbul-tenggelam dalam pikiranku. boneka-boneka kayu itu masih mengejarku, tampaknya mereka akan kecewa besar kalau sampai tidak berhasil mematikan seorang manusia. Tepat ketika bayangan di pikiranku terfokus pada satu hal, tubuhku tanpa kendali menabrak satu pohon kanopi. Tubuhku tak lagi berada di negeri boneka kayu. Aku bisa merasakan aroma kebebasan. Diikuti dengan bayangan kegelapan.

* * *

Kau harus pergi, bersembunyi. Mereka tak akan berhenti mencari kalau kau tetap tidak beranjak dari sini. Aku tahu kau tahu kemana kau akan menemukan jalan pulang. Jika suatu saat kau berubah pikiran untuk memutuskan menemuiku, kau tahu dimana akan menemukanku. Kau hanya perlu membuat sebuah kalung dengan bandul berwarna biru turquoise. Jangan lupa ingatkan namamu sendiri, atau aku akan memanggilmu si pelupa! Datanglah saat masing-masing dari kaum kita bisa berdamai, meski kita tahu itu takkan mengubah apapun.

Aku meraba kertas berwarna biru turquoise itu sambil mengambil napas dalam-dalam. Kukira, aku sudah mantap pada keputusanku. Butuh waktu sebentar untuk menunggu hari ini, tapi rasanya sudah berabad-abad lamanya aku menanti.

Dengan gembira, aku mengamati kalung hasil pekerjaan tanganku yang kini melingkar di leherku dengan sebuah bandul berwarna biru turquoise menggantung di tengahnya. Kulangkahkan kakiku dengan kegirangan yang meluap-luap.

“Randy, kau mau kemana?” tanya Reza, teman sebangku di kelasku.

4515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Aku mau pergi ke negeri boneka kayu,” jawabku singkat.Reza lalu memandangiku seolah aku baru saja kehilangan kewarasan. Dia

dan teman-temanku yang lain memang selalu menatapku seperti itu. Jadi, aku sudah biasa mengabaikan prasangka-prasangka buruk mereka mengenai aku. Sejak kepulanganku dari negeri boneka kayu, aku menceritakan pengalaman itu pada semua orang yang kutemui. Tak satupun dari mereka yang percaya. Mereka menganggap aku gila. Sejak itu pula, semua orang yang kukenali tak mau mengajakku bicara. Mereka membuat anggapan bahwa aku tak bisa dipercaya.

Kini, aku berdiri di depan sebuah pohon besar di taman sekolah. Satu-satunya pohon yang masih berdiri kokoh saat pohon yang lain mendadak punah dan hidup menjadi kenangan. Orang lain tidak tahu, pohon ini punya begitu banyak rahasia. Sebentar lagi aku akan menjadi bagian dari rahasianya.

Aku mundur beberapa langkah sebagai ancang-ancang. Aku lalu berlari sambil memejamkan mata. Rasanya seperti terbang. Saat aku membuka mata, semua yang kuharapkan menjelma jadi nyata. Aku memandangi tubuh dan pakaianku yang berlapis kayu oak. Ya, aku berhasil menjadi boneka kayu.

Kutahan gejolak kesenangan yang meluap-luap. Ada sesuatu yang lebih penting untuk dinikmati selain dari ini. Aku melangkahkan kakiku dengan ragu, sambil terus mengedarkan pandangan ke segala arah.

Di sanalah aku menemukannya! Sepasang mata yang mengintipku lewat dedaunan. Carra. Kali ini ia tidak sendiri. Ia dikelilingi teman-temannya, yang berarti teman-temanku juga. Aku hanya bisa tersenyum melihat mereka. [*]

Sebuah Goresan Tentang Hidupku

Aku lahir, dibesarkan, dan tinggal di sebuah desa bernama Mangkalaya. Namaku Raisya Rasyana, lah�r d� Sukabum�, 10 Maret 1997. Sepanjang h�dupku, aku tak pernah menyesal tumbuh sebaga� seorang kanak d� desa �n�, d� tempat aku b�sa menemukan banyak teman dan berkumpul bersama keluarga besar karena rumah kam� berdekatan.

Aku adalah sulung dari tiga bersaudara. Kehadiran kedua adikku —masing-masing laki-laki dan perempuan— adalah suatu anugerah buatku, karena hanya merekalah yang b�sa menc�ptakan kehangatan d� rumah kam�. Ayahku, I�m Abdul Kar�m, adalah seorang w�raswasta. Bel�au

memula� usahanya d� sebuah ruko dekat sekolah dasar. Sedang �buku, Ros Ros�dah, adalah seorang penjah�t sekal�gus �bu rumah tangga. Ibuku lah yang mengatur dan mengurus

46 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

seluruh keperluan keluarga. Keh�dupan d� keluarga kam� sangat sederhana. Tetap�, walau baga�manapun, aku harusnya merasa beruntung h�dup d� tengah-tengah keluarga yang mengas�h�ku dengan l�mpahan kas�h sayang.

Waktu �tu, aku mas�h berus�a sepuluh tahun saat Ibu member�ku buku d�ar�: sebuah had�ah atas prestas� belajarku mencapa� per�ngkat satu. Harus kuaku�, aku memang kecewa saat mendapat had�ah �tu. Temanku yang mendapat per�ngkat dua saja d�ber� komputer, harusnya aku lebih dari itu atau, kalau tidak, diberi hadiah yang senilai dengan komputer. Tap�, aku hanya d�am dan berusaha untuk mener�ma saja. Perlahan, buku d�ar� �tu mula� menarik perhatianku. Aku ingat, kalimat pertama yang kutulis di halaman awal buku itu: “Aku sangat sedih hari ini…”.

Aku tidak tahu apa menariknya menuliskan sepenggal peristiwa ke dalam sebuah catatan. Tap�, se�r�ng berjalannya waktu, seser�ng aku menul�s banyak kejad�an yang menimpaku, aku jadi semakin paham tentang kepuasan hati. Itulah saat aku merasa ada perubahan besar dalam d�r�ku. Aku yang mulanya cer�a, lepas berbag� cer�ta pada sahabat, k�n� berubah menjad� aku yang pemalu, tak jarang �ng�n menyend�r�, dan selalu meny�mpan rahas�a.

Sejak kec�l aku ser�ng menghab�skan sebag�an besar waktuku untuk berma�n, tentu saja dengan teman-teman seus�aku. Tak terbayangkan sebelumnya, keb�asaan �n� akan h�lang semenjak aku meneruskan pend�d�kanku ke SMP. Aku cenderung menjad� pr�bad� yang pend�am dan hanya mau b�cara pada beberapa orang saja. Aku punya banyak teman, tap� hanya sed�k�t yang kupangg�l sahabat. Aku tak pernah menyempatkan d�r� untuk menghabiskan waktu di organisasi. Sebagai gantinya, aku jadi sering pergi ke perpustakaan dan menghabiskan sisa waktu istirahat di sana. Jumlah buku yang pernah kubaca pada tahun 2011 kurang leb�h 20 buku. Tak puas dengan �tu, aku mula� memb�asakan d�r� perg� ke perpustakaan daerah yang jaraknya tak jauh dar� letak sekolah, menenggelamkan d�r� d� antara tumpukan buku.

Suatu har�, Ketua Mur�d d� kelasku mengumumkan sebuah ber�ta yang cukup membuat a�r l�urku nyar�s menetes. Ber�ta �tu memuat tentang seleks� s�swa yang akan d��kutsertakan dalam kegiatan Festival Lomba Seni Siswa Nasional. Salah satu kategori lomba yang masuk daftar kegiatan itu adalah ‘Mengarang Cerpen’. Terlintas dalam benakku betapa seleksi lomba itu membuatku tertantang. Aku lantas mendaftarkan diri, tapi dengan diam-diam. Khawatir jika aku gagal lantas semua orang di kelas akan kecewa.

Entah mengapa, aku merasa semangatku beg�tu meluap-luap pada har� d�adakannya seleksi. Tapi, ketika melihat peserta yang lain, kepercayaan diriku ambruk seketika. Hingga saat keg�atan berlangsung, semua peserta d�suruh membuat satu buah cerpen yang memuat tema yang ditentukan panitia. Sepanjang menulis, aku mengaku pesimis. Mungkin karyaku ada d� urutan pal�ng bawah j�ka d�band�ngkan dengan karya orang la�n. Seleks� terus berlanjut h�ngga akh�rnya… akulah yang terp�l�h menjad� perwak�lan sekolah d� lomba �tu. Aku tidak menyangka akan terpilih dan mengalahkan peserta yang duduk di kelas sembilan, padahal saat �tu aku mas�h kelas tujuh. Betapa bahag�anya aku waktu �tu. Sekal�gus gel�sah, takut, khawatir kalau-kalau aku tidak berhasil membawa nama baik sekolah. Akhirnya, setelah menang dan lolos di tingkat kabupaten dengan karyaku yang berjudul “Mencari Jalan ke Hati Abah”, aku bisa melanjutkan ke tingkat provinsi. Walau saat itu aku masih belum d�ber� kesempatan untuk menjad� juara, tap� aku mendapatkan banyak pengalaman yang beg�tu berharga dar� keg�atan lomba �tu.

Tak hanya �tu, aku juga semak�n dekat dengan seorang guru yang namanya selalu muda.

4715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Bel�au yang mengajar�ku tentang banyak hal, bel�au yang selalu member�ku semangat, bel�au lah yang selama �n� menjad� sumber �nsp�ras�ku.

Tahun depannya, aku d��kutsertakan lag� d� keg�atan FLS2N. Aku berhas�l mera�h juara dua tingkat provinsi Jawa Barat dengan karya yang berjudul “Aku yang Bukan Aku”. Aku jadi semakin sering mengikuti kegiatan lomba. Dengan begitu, pengetahuanku mengenai menul�s semak�n bertambah. Pada beberapa kesempatan pula, aku berhas�l menjad� juara ke-3 lomba menulis cerpen dalam kegiatan Gebyar Smantie Cup, dengan karyaku yang berjudul “Tembang Asa”.

Suatu malam ketika aku pulang dari Bandung selepas kegiatan FLS2N, aku begitu g�rangnya karena malam �tu karyaku berhas�l mencapa� juara ke-dua se-prov�ns� Jawa Barat. B�asanya Ayah menjemputku dengan sepeda motornya. Tap�, malam �tu yang kul�hat hanya wajah pamanku. Aku sama sekali tidak kecewa. Justru menjadikannya sebagai kesempatan untuk membuat kejutan. Setibanya di rumah, aku mencium bau obat-obatan. Ini aneh, tidak seperti biasanya. Curiga, akhirnya aku masuk dengan terburu-buru dan mendapati sosok ayahku terbaring lemah di atas tempat tidur. Aku tak bisa berkata apa-apa. Seumur h�dupku, aku tak pernah mel�hat sosok Ayah dalam keadaan serapuh �n�. Sedangkan Ibu, Ibu hanya bisa menatapku sedih. Aku tidak tidur malam itu. Sebagai gantinya, aku justru mendengar cer�ta �buku. Ayah sak�t parah, �tu yang kudengar. Aku menghab�skan s�sa malam untuk menang�s bersama Ibu. Lalu, Ibu bertanya padaku tentang uang pemb�naan yang kuter�ma dar� has�l kerja kerasku menghas�lkan sebuah karya selama �n�. Ibu mem�ntaku mem�njamkan uang �tu untuk b�aya pengobatan Ayah dan bel�au berjanj� akan mengembal�kannya padaku. Aku berp�k�r tentang apa yang akan kulakukan dengan uang �tu: aku akan membel� sebuah netbook. Tap�, berp�k�r tentang kond�s� Ayah membuatku mengurungkan n�at �tu. Baga�manapun juga, keselamatan Ayah leb�h dar� segalanya. Aku menyayang�nya dan akan melakukan apa saja hanya agar �a b�sa bertahan h�dup.

Aku tahu banyak mengena� perasaan orangtuaku. Bel�au tahu bahwa sekarang salah satu anak perempuannya sudah ser�ng mel�batkan d�r� dalam keg�atan lomba. Aku tahu pers�s sesuatu yang ada d� bal�k tatapan sepasang mata ayahku. Hanya karena aku berhas�l memenangkan lomba-lomba �tu, k�n� mereka menjad�kan aku �n� sebaga� harapan. Mereka berharap, suatu saat nanti aku mampu berdiri sendiri, tanpa mengandalkan kekuatan mereka. K�n�, aku send�r� mula� beran� berharap.

* * *

Mengapa dan baga�mana aku menul�s “Sepasang Mata dar� Bal�k Dedaunan?Ketika itu, aku sedang dalam perjalanan menuju perpustakaan sekolah. Di sudut

lapangan sekolah, d� dekat tangga yang menghubungkan lanta� satu dan dua, ada sebuah pohon yang berd�r� kokoh dengan dahan yang menjulang ke atas, daun h�jau yang lebat, dan akar yang nampak sangat kuat. Sejak saat �tu, aku sadar bahwa sebenarnya aku terpesona dengan ‘angkernya’ pohon �tu. Alasan �tu pula yang membuatku rela menghab�skan waktu hanya untuk memandang pohon angker �tu.

Ada banyak pohon d� taman sekolah, tap� hanya pohon d� sudut lapang �tu yang menarik perhatianku. Aku kembali teringat tentang keserakahan manusia zaman sekarang. Ada beg�tu banyak orang yang tanpa berp�k�r panjang menebang pohon dengan cara mengenaskan dan dengan sembarangan, sekehendak hati mereka saja.

Dar� s�tulah �maj�nas�ku berkembang. Kubayangkan baga�mana jad�nya j�ka pohon tersebut menggunakan daun-daunnya sebaga� mulut untuk menuntut kesadaran manus�a

48 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

agar kembal� berselaras dengan alam. Kubayangkan baga�mana jad�nya j�ka akar-akar pohon �tu menjad� sepasang kak�, mungk�nkah mereka b�sa berlar� j�ka sewaktu-waktu tangan-tangan beng�s manus�a bermaksud ‘membunuh’ mereka? Dar� s�tu pula, muncullah salah satu tokoh dalam cerpenku: manus�a kayu. Aku langsung menuangkan buah p�k�ran �tu ke dalam sebuah catatan. Akh�rnya, catatan �tu berubah menjad� sebuah cer�ta utuh.

J�ka seseorang bertanya, “Mengapa Ra�sya menul�s tentang ‘Sepasang Mata dar� Bal�k Dedaunan?” Itu bukan kal� pertama aku harus menjawab pertanyaan �tu. Aku mem�l�k� jawaban yang sekal�gus memuat tujuan, ya�tu: Karena aku �ng�n menunjukkan bahwa sebenarnya �maj�nas� tak kenal batas. Imaj�nas� b�sa bangk�t bahkan saat orang la�n mengaba�kan apa yang ada d� sek�tar mereka saat �tu.

D� samp�ng �tu, tak lupa aku �ng�n menyampa�kan pesan-pesan moral yang terkandung dalam cerita, terutama tentang kejujuran, seperti yang dikisahkan dalam cerita yang kubuat. M�salnya, baga�mana ‘sepasang mata’ Carra (manus�a kayu) yang membuat tokoh ‘aku’ terkesan karena sepasang mata �tu dengan tulus selalu menyaks�kan dan mendengarkan setiap kejujuran yang keluar dari mulut tokoh ‘aku’.

Aku juga punya m�s� dalam pembuatan cerpen �n�, ya�tu: membangk�tkan semangat bagi para siswa remaja untuk lebih kreatif dalam berkarya serta dalam menumbuhkan �maj�nas� yang terbatas.

Bogor, 15 November 2011

4915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Hutan TerlarangWiwin Humairoh

50 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Sejak dulu persahabatanku dengan Yanto, Ismail, Ilyas, Azin dan Sutarman sangat erat. Sampai sekarangpun persahabatan itu masih terjalin dengan

baik. Sepulang sekolah, kami sering meluangkan waktu bersama meskipun sekedar untuk bercanda. Apalagi kami paling senang jika bermain bersama Yanto, karena di antara kami semua Yantolah yang paling berani. Sampai-sampai dia tak pernah takut pada apapun.

“Lelaki sejati adalah lelaki yang pemberani” itulah yang selalu dikatakannya ketika kami merasa ketakutan.

Ketika kami diganggu anak-anak kampung sebelah yang menghadang, Yanto menjadi pahlawan pelindung kami. Suatu hari, dia pernah memukul Sawireng yang menjadi pimpinan gerombolan anak kampung sebelah yang terkenal paling ditakuti anak-anak lain. Gerombolan itu ditakuti karena kenakalan mereka yang sering mengejek dan mengompas anak-anak lainnya.

Saat sahabatku Azin berjalan sendirian, gerombolan Sawireng mengejeknya karena berperawakan dekil, hitam dan berambut keriting.

“Lihatlah kawan! Si dekil hitam dan keriting ini berjalan sendirian, teman-temannya sudah tidak mau lagi menemaninya karena jijik dengan penampilannya. Ha... ha... ha...” Kata Sawireng.

Kebetulan sekali kami melewati jalan yang sama. Dan kulihat Azin hanya bisa diam dan pasrah dengan ejekan yang diterimanya, karena tidak mampu untuk melawan. Mendengar Azin diejek, kami tak terima, namun kamipun hanya bisa diam seperti Azin kecuali Yanto. Ia balas ejekan mereka meskipun sendiri tanpa suporter kami.

“Anak yang tak punya nyali! beraninya ramai-ramai. Kalau berani hadapi saya!” tantang Yanto sambil maju ke depan menghadapi gerombolan Sawireng.

Perkelahianpun tak dapat dihindari. Yanto yang seorang diri dikeroyok 3 teman Sawireng yang tubuhnya lebih besar dan kekar untuk anak seusia kami, namun tubuh Yanto juga tak kalah gagah dibanding gerombolan Sawireng. Yanto sedikitpun tak merasa takut. Ingin rasanya aku dan teman-teman yang lain memisah mereka, namun kami tak cukup memiliki keberanian untuk melakukan itu. Sebab, dilihat dari fisiknya saja kami kalah jauh dibanding gerombolan Sawireng. Meskipun sendirian, akhirnya Yanto mampu mengalahkan gerombolan Sawireng. Bahkan Sawireng dan teman-temannya lari terbirit-birit meninggalkan kami.

Ketika sang surya mulai tenggelam, bulanpun mulai menampakkan wajahnya ditemani oleh jutaan bintang di langit. Kini hari mulai malam, saatnya kami semua pergi mengaji ke surau Kyai Muslih yang mengajar ilmu agama Islam dan membaca al-Qur’an. Jarak surau itu dari rumah kami cukup jauh. Kadangkala kami enggan berangkat mengaji. Bukan karena jaraknya yang jauh tetapi kami enggan berangkat apabila Yanto tidak berangkat. Kami takut karena jalan menuju surau Kyai Muslih

5115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

harus melewati pinggir hutan Suro yang banyak sekali ditumbuhi pohon besar, berdiri kokoh dan lebat di sebelah selatan desaku. Gelap yang menyelimuti hutan di dalam sana tak dapat ditembus oleh sinar obor.

Dari cerita yang kudengar dari mulut ke mulut, banyak orang yang mencoba masuk ke dalam hutan namun tak pernah kembali pulang. Karenanya ia disebut hutan keramat. Kalaupun kami harus memaksakan diri berangkat mengaji tanpa Yanto, maka kami terpaksa melewati jalan memutar yang jauhnya tiga kali lipat dari jalan terobosan di sebelah selatan desa.

Konon, di dalam hutan itu ada manusia yang dapat berubah wujud menjadi ular sanca besar yang panjangnya lebih dari tiga tiang bendera sekolah kami, dan tubuhnya sebesar tubuh orang dewasa. Dari cerita yang pernah kami dengar, ada beberapa orang yang pernah melihatnya. Namun, akhirnya mata mereka menjadi buta, cacat, bahkan ada yang sampai meninggal. Kami sendiri tidak pernah melihat ataupun membuktikannya secara langsung, hanya mendengar cerita dari mulut warga. Cerita itu telah menjadi legenda di kalangan masyarakat sekitar dan dituturkan oleh orang tua kepada anak-anaknya.

“Jauhi hutan itu, kalau tidak kau akan dimangsa”. Larangan para orang tua kepada kami untuk tidak masuk hutan sangat kami

taati dan tak ada satu orangpun yang tak mempercayainya. Cerita ini sudah cukup terkenal di desa-desa sekitar seperti Jatisono, Kedondong, Tlogojati termasuk desa kami sendiri Surodadi dan bahkan sudah meluas sampai keluar daerah Demak.

Desa kami saat itu memang belum berlistrik, hanya kegelapan yang menyelimuti perjalanan kami setiap malam. Walupun demikian kami tidak pernah merasa takut. Hanya di hutan Suro kami merasa takut meskipun di siang hari. Melihatnya saja rasanya sudah merinding. Segelap apapun, kami tidak pernah takut. Bahkan, bermain dalam gelap adalah permainan kesukaan kami. Kami sangat menyukai permainan petak umpet. Tempat yang gelap adalah persembunyian paling menguntungkan agar tidak kelihatan, tentu saja permainan ini menjadi permainan yang mengasyikkan dan sering kami lakukan bersama sehabis pulang mengaji. Setelah mulai lelah bermain petak umpet barulah kami semua pulang ke rumah masing-masing untuk istirahat. Bahkan ketika bulan puasa, seringkali kami tidur di masjid kampung sehingga kami bisa bersama-sama bermain ngangklang membangunkan warga untuk makan sahur.

Semua orang percaya akan legenda tersebut termasuk para pendatang dan para pelancong, tapi tidak demikian bagi Yanto. Dia tidak takut dan tak percaya pada cerita orangtua. Suatu ketika, dia masuk ke dalam hutan itu. Lama sekali ia tidak muncul. Suaranyapun tak dapat lagi kami dengar hingga kami mulai sangat khawatir.

“Yantooo… Yan… Yantoooo!!” Kami terus memanggil namanya sampai kering

52 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

tenggorokan kami. Namun, tak kunjung kami dengar suaranya. Meski begitu, kami tidak cukup berani memanggil para orang tua atau melibatkan orang lain. Kami takut apabila nanti mereka justru memarahi kami habis-habisan, apalagi mereka seringkali memperingatkan kami untuk tidak mendekati hutan Suro itu.

Kami hanya bisa menunggu, berdoa, dan menangis, berharap Yanto segera muncul kembali. Berjam-jam kami menunggu di tepi hutan, sebab kami tak berani mencari Yanto ke dalam sana. Tak terasa haripun sudah mulai sore, sebentar lagi waktunya untuk sholat Ashar. Kami sudah tak tahan lagi menunggu. Akhirnya kami putuskan untuk pulang meski berat hati meninggalkan Yanto di dalam sana. Kami segera beranjak untuk meninggalkan tepi hutan Suro dan membuat kesepakatan untuk tidak bercerita pada siapapun agar tidak kena marah meskipun sebenarnya besar rasa bersalah kami apabila membohongi orang tua.

Tiba-tiba saja saat kami mulai melangkahkan kaki “Woooooiiii… Jangan tinggalkan aku” teriaknya. Yanto berlari dengan menenteng kaos depannya yang menjadi gembul berisi

sesuatu. Kami heran dengan keadaannya yang masih sehat bugar tanpa ada perubahan sedikitpun kecuali perutnya yang membuncit karena ada sesuatu yang dimasukkan di dalam kaosnya. Ternyata bukan siluman atau ular yang dia bawa sebagaimana dugaan kami, melainkan banyak sekali jambu delima.

Dengan mulut comal-camil Yanto terus menyantap buah jambu yang baru saja dia ambil di dalam hutan hingga merangsang air liur kami. Ingin rasanya ikut merasakan jambu itu namun kami masih merasa sangat takut untuk mencobanya.

“Yan apa kamu tidak takut?” Tersimpan pertanyaan dalam benak kami mengapa dia segitu beraninya

memasuki hutan itu seakan-akan omongan siapapun tak pernah dipercayainya. Dia bisa membuktikan tak ada apapun di dalam hutan sebagaimana cerita orang dulu.

“Ternyata di dalam hutan sana banyak pohon jambu yang sangat lebat, buahnya sudah pada masak dan manis-manis, cobalah!” Katanya sambil melahap jambu itu dan menyodorkannya kepada kami tak peduli betapa herannya kami.

“Apa benar kami boleh memakan jambu ini? Apa kamu gak takut?” Tanya Ismail dengan nada sedikit gemetar.

“Tentu saja boleh, takkan terjadi apa-apa, ini hanya buah jambu, gak mungkin sampai kita mati jika memakannya. Kalau kalian mau, ambil saja!”

Ismail dan Ilyas pun langsung tergiur pada jambu tersebut. Mereka mengambil lima buah dari dalam kantong Yanto hingga tinggal dua buah saja yang tersisa. Belum sempat aku mengambil jambu yang tersisa, tiba-tiba saja, jambu itu terjatuh dan menggelinding ke arahku. Pada awalnya aku takut mengambilnya, tapi melihat yang lain mulai melupakan larangan untuk tidak menyentuh apapun yang ada di dalam hutan itu, akupun ikut tergiur ikut mengambilnya dan membersihkannya

5315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

dengan air yang aku bawa dari rumah dan dengan segera menyantapnya. “Waaaooooow..” baru kali ini kami merasakan jambu seenak ini. Manisnya

bukan main. Makan satu biji saja rasanya sudah kenyang.“Yan bagaimana kalau penunggu hutan ini marah? Seenaknya saja kita memakan

yang bukan milik kita.” Tanyaku tiba-tiba, setelah menghabiskan jambu yang diberi Yanto.

Yanto tertawa terkekeh-kekeh “Ha… ha… ha... tidak ada siluman, penunggu, dedemit, ataupun ular besar di

dalam sana. Nyatanya aku masih hidup. Jambu ini buktinya. Aku makan, kalianpun juga memakannya, nyatanya tidak terjadi sesuatu” Katanya meyakinkan kami sambil mengunyah jambu yang merah merekah dengan mulut yang semakin berkecap-kecap tanpa sedikitpun menunjukkan raut wajah takut.

Meskipun Yanto telah kembali dengan selamat tanpa sedikitpun goresan luka ditubuhnya, kami semua tetap sepakat tak akan menceritakan peristiwa yang terjadi hari ini pada siapapun terutama orang tua kami karena kami sangat takut dimarahi.

Sejak kejadian itu, Yanto tidak segan-segan lagi keluar masuk hutan Suro. Namun demikian, berbeda dengan dia, kami masih tetap merasa takut. Meski tidak merasa deg-degan, was-was, atau bulu kuduk berdiri seperti dulu setiap kami melewati hutan Suro, kami masih tetap tidak mau masuk lebih jauh ke dalam hutan.

Sejak saat itu juga kami sering diberi jambu yang dipetik Yanto dari dalam hutan. Karena dia juga kini kami lebih punya banyak waktu untuk bermain. Apabila biasanya kami harus melewati jalan melingkar saat pulang sekolah, kini kami tak usah jauh-jauh melewati jalan tersebut. Begitupun saat berangkat sekolah, kami sudah tidak pernah terlambat lagi.

5 tahun kemudianWaktu sungguh tak terasa terus berputar, zaman sudah mulai maju sehingga

berpengaruh besar terhadap perubahan desa kami, membawa perubahan yang positif. Desa kami mulai ada listrik, membuat terang hampir semua rumah sehingga bermain petak umpet kini tak lagi menjadi mainan anak-anak yang mengasyikkan karena sangat susah mencari tempat yang gelap sebagai persembunyian. Banyak sekali sudut-sudut yang gelap kini menjadi terang. Mencari musuh dalam petak umpet menjadi hal yang tak sesulit dulu, kecuali untuk mencari Yanto. Hanya dia yang tidak mudah untuk dicari, sebab dia suka bersembunyi di dalam hutan. Lama sekali sampai permainan selesai, tak pernah ada yang bisa menemukannya. Sampai sekarang, selain dia tak ada satupun dari kami yang berani masuk ke dalam hutan. Tentu saja kalau begini terus Yanto tak akan pernah jaga. Kami merasa ini tidak adil dan akhirnya kami membuat kesepakatan bahwa tidak boleh ada seorangpun

54 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

boleh bersembunyi di sana.“Aaacchhhh… itu tidak adil. Salah sendiri kalian tidak mau mencariku di dalam

hutan.” kata Yanto dengan nada sewot sambil matanya melotot tajam seakan ia merasa ini tidak adil baginya.

“Tapi kami takut Yan….” Kata Sutarman mencoba meyakinkannya bahwa ini semua demi kebaikan bersama

“Ya...! Bagaimana kalau siluman ular itu memangsa kami…?” Ismail berusaha menaMbahi.

“Ha... ha... haaa… sudah kubilang tak ada siluman ular di dalam sana.” Bela Yanto.

Meskipun dia berulang kali mengajak kami masuk hutan dan seringkali meyakinkan kami bahwa tak ada apapun di dalam sana, tapi kami tetap berpegang teguh pada pendirian kami bahwa kami tak boleh mengusik hutan itu, apalagi masuk ke dalamnya.

Konon kakek buyut Yanto yang bernama Mbah Getut Aji Atmoko adalah petinggi di desa ini. Beliaulah pembabat hutan Suro yang kini kami tempati. Perjuangan Mbah Getut untuk membabat hutan ini tidaklah mudah. Beliau harus bertarung dulu dengan siluman ular tersebut. Pertarungan itu berlangsung lama dan sengit hingga akhirnya muncul kesepakatan antara Mbah Getut dan siluman ular. Beliau boleh membuka pemukiman di sebagian tanah hutan yang Mbah Getut babat dengan satu syarat tak boleh ada satu orangpun mengusik apalagi memasuki hutan yang tersisa. Kalau tidak, nyawa sebagai taruhannya. Bahkan, akan terjadi bencana besar apabila perjanjian itu dilanggar.

Kamipun menduga mungkin karena kakek buyut Yanto adalah orang sakti, maka siluman ular itu masih menghormati Yanto dan kini tak terjadi sesuatu hal yang buruk menimpanya.

20 tahun kemudianWaktu terus berjalan kini kami bukan lagi anak anak desa yang suka bermain

petak umpet. Sudah saatnya kami berpisah mencari pengalaman ke luar daerah. Tak banyak dari kami yang meneruskan studinya sampai perguruan tinggi. Mereka hanya bersekolah sampai SMP, kecuali aku yang sempat meneruskan studiku di salah satu perguruan tinggi di Jogja. Kini Ismail dan Sutarman bekerja menggali timah di Sulawesi; Azis dan Ilyas menjadi petani, menetap di desa; dan Yanto memilih berdagang sayuran di pasar. Aku sendiri memilih untuk kuliah sambil bekerja di Yogya. Kesibukan masing-masing membuat kami jarang sekali berkumpul bersama bercanda tawa seperti dulu.

Kesempatan itu hanya ada menjelang hari raya Iedul Fitri hingga pasti setiap Iedul Fitri kusempatkan pulang menengok kampung halaman. Saat itulah semua

5515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

temanku telah berada di rumah. Jikalau kami berkumpul, bukan lagi permainan yang kami bicarakan melainkan pekerjaan dan keluarga kami serta gadis-gadis desa cantik yang kami incar dahulu, yang menjadi bahan pembicaraan para jejaka macam aku dan Yanto. Apabila pembicaraan kami mulai membahas hutan Suro, kami selalu mengalihkannya ke cerita yang lain.

Seringkali Yanto meyakinkan kami bahwa tidak ada apapun di dalam hutan. “Sungguh tak ada siluman ular di dalam hutan.” Tegasnya.Tapi tetap saja kami tak menghiraukan ucapannya.Hampir seluruh teman-temanku sudah menikah dan beberapa bahkan sudah

mempunyai anak. Yang belum menikah hanyalah aku, Yanto, dan Sutarman. Tapi, selang beberapa bulan setelah aku selesai studi, aku bertemu belahan jiwaku dan aku memutuskan untuk meminangnya. Setelah aku memiliki satu anak perempuan yang amat cantik kuputuskan untuk tinggal di Jogja karena aku sudah mendapat pekerjaan yang tetap di sana. Kini kehidupan baruku bersama anak dan istriku kuawali di kota itu.

Seringkali istriku mengajak dan menawariku untuk pulang kampung setelah sekian lama aku tak menengok ke sana semenjak kematian kedua orangtuaku. Kesibukanku bekerja membuat rencana itu selalu tertunda hingga suatu malam aku bermimpi tentang Yanto. Dalam mimpi itu aku merasa Yanto telah dimakan siluman ular penunggu hutan Suro. Yanto terus meminta pertolonganku.

“Hamzah...! Tolong…! Tolong lepaskan aku...!” Begitu ucapnya. Tapi aku tak dapat berbuat apa. Keringatku bercucuran, bulu kudukku terasa

merinding.“Astagfirullahaladzim…” Jeritku hingga membuat anak istriku terbangun. “Alhamdulillah itu hanya mimpi.” Batinku. Namun, aku merasa takut juga.“Ada apa pak??”“Aku ingin pulang”“Lalu bagaimana dengan pekerjaan bapak?”“Tidak masalah aku akan mengambil cuti tiga sampai empat hari.” Aku segera bergegas membeli tiket bus patas dengan meninggalkan anak

dan istriku di rumah, kembali ke desa kelahiranku. Desaku kini telah berkembang pesat, desa yang telah padat dengan pemukiman. Aku langsung ke rumah Yanto, tapi aku tak bertemu dengannya. Kemudian aku bergegas ke pasar untuk bertemu dengannya, tapi yang kudapat adalah kabar bahwa Yanto masuk penjara. Kucoba cari informasi dari teman dagangnya.

“Dia menebang pohon di hutan itu. Hutan itu milik negara dan Yanto menebangnya tanpa ijin.” Jelasnya.

Aku mengira Yanto hanyalah korban. Karena hanya dia yang aku tahu, satu-satunya orang yang berani keluar masuk hutan itu. Aku yakin karena keberaniannya

56 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

itu, dia dimanfaatkan untuk mencuri kayu dengan upah yang sedikit sementara keuntungan besar diambil oleh cukong yang dekat dengan pejabat.

Setelah Yanto masuk penjara, hutan Suro justru dibabat sebuah perusahaan yang mendapatkan hak untuk membuka hutan itu dan mendirikan pabrik tekstil. Mungkin semua itu terjadi karena Yanto telah membuktikan bahwa tak ada siluman ular yang menunggui hutan Suro, sehingga kini ada yang berani membabat pohon-pohon besar itu .

Kini desaku tak lagi memiliki hutan, mungkin suatu saat tak lagi memiliki pohon. Andai Yanto tak pernah masuk ke dalam hutan itu? Andai waktu dapat diputar kembali, aku akan mencegahnya untuk tidak pernah membuktikan ketidakbenaran cerita yang turun temurun dipercayai masyarakat itu. Aku menduga Mbah Getut, kakek buyutnyalah yang mengarang cerita siluman ular itu agar kami memiliki pohon. Mungkin ia merasa bahwa kelak pohon-pohon besar akan ditebang sebagaimana telah dilakukan di tempat lain, lantas dijadikan lahan pemukiman ataupun sebuah perusahaan sehingga banjir, longsor, maupun pemanasan global menjadi jauh lebih mengerikan dibanding dengan angkernya siluman ular. [*]

Biodata dan Proses Kreatif

Namaku Wiwin Humairoh. Aku lah�r d� Demak, 25 Me� 1997. Aku bersekolah d� MTs Neger� Gajah, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Aku gemar menul�s, membaca, dan berorgan�sas�. Aku pernah �kut LKIR dan menjad� Juara I LKIR Se-Kabupaten (2011). Aku juga �kut Kejuaraan Pencak S�lat Pelajar Kelas Tand�ng Se-kabupaten, dan menjad� Juara.

Saya bertempat tinggal di sebuah pedesaan bernama Desa Surodad� yang jaraknya 7 km dar� pusat kota Kecamatan. Desa Surodadi secara geografis termasuk Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak, Prov�ns� Jawa Tengah. Saya adalah anak pertama dar� dua bersaudara

dan tinggal satu rumah dengan ayah dan ibu. Ayah saya bernama Masrur�, dan �bu saya bernama Sulastr�. Kedua orang tua saya

lulusan MTs. dan menjad� petan�. Ad�k saya baru berumur 3 tahun, jad� terpaut 11 tahun dar� saya. D�a sekarang baru masuk play group, agar dapat belajar d� us�a d�n�. Play group itu berada di sebelah rumah saya. Di rumah saya tidak ada perpustakaan keluarga dan jumlah buku d� rumah kam� sek�tar 10 buah

Masyarakatnya d� desa saya termasuk masyarakat yang rel�j�us dan mem�l�k� rasa sosial yang tinggi. Gotong royong dan rasa persatuan antarwarga juga masih sangat tinggi. Lingkungan sekitar saya tinggal masih cukup sejuk, banyak pepohonan dan sawah yang

5715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

masih luas. Kondisi jalan raya yang saya lalui untuk beraktivitas sehari-hari masih lancar dan tidak pernah macet sehingga memudahkan saya untuk berangkat dan pulang sekolah yang jarak tempuhnya hanya 1,5 k�lometer.

Aku bersekolah d� Madrasah Tsanaw�yah Neger� (MTs N) Gajah, Kabupaten Demak, yang terletak di Desa Jatisono. Madrasahku lokasinya sangat jauh dari keramaian kota. Dar� kota kecamatan Gajah sekolahku berjarak 7 k�lometer dan dengan Kota Kabupaten, jaraknya 27 K�lometer. S�tuas� dan kond�s� l�ngkungan madrasah cukup nyaman seh�ngga saya sangat tenang mengikuti KBM. Hawanya sejuk, banyak dikelilingi pohon-pohon yang besar. Setiap hari, kami masuk madrasah jam 6.45 WIB, kemudian bersama-sama membaca Asmaul Husna, membaca Surat Yas�n, membaca Tahl�l, dan membaca Al-Quran, dengan b�mb�ngan bapak/�bu guru yang mengajar pada jam pertama. 15 men�t kemud�an baru keg�atan belajar-mengajar d�mula�, tepatnya pukul 07.00 WIB.

Di madrasah saya, kami mendapat dua kali jam istirahat. Waktu istirahat yang pertama b�asa saya gunakan ke perpustakaan untuk membaca-baca buku pelajaran maupun buku lain yang saya sukai. Kegiatan istirahat kedua adalah untuk Sholat Dhuhur berjama’ah di musholla “Ar R�dlo” kompleks MTs N Gajah jam pada 12.00 - 12.15 WIB. Setelah sholat dhuhur berjama’ah, saya masuk lag� satu jam pelajaran, kemud�an pulang (pukul 13.15 WIB). Pada sore hari, saya mengikuti kegiatan ekstra kurikuler seperti jurnalistik, pramuka, pencak s�lat, dan mus�k.

D� madrasah saya mem�l�k� banyak teman s�swa, ba�k kelas IX, kelas VIII, maupun kelas VII. Karena saya sejak masuk ke MTs N Gajah sudah aktif mengikuti berbagai kegiatan, maka saya mempunya� cukup banyak teman yang per�ang dan menyenangkan. Akan tetap�, semenjak kelas VIII dan kelas IX, saya leb�h dekat dengan anak-anak yang �kut OSIS. Saya sangat senang berorgan�sas�, karena dengan keg�atan OSIS saya b�sa merencanakan program kerja OSIS dan melaksanakannya. Saya juga senang memb�carakan kemajuan jurnalistik, karena sebagian yang mengikuti kegiatan ini juga pengurus OSIS. Saya juga sering berma�n bersama teman-teman saya yang sekal�-kal� d�damp�ng� oleh bapak Wak�l kepala b�dang Kes�swaan. Dengan d�damp�ng� bel�au, saya dan teman-teman ser�ng mendapatkan pengalaman baru yang belum saya dapatkan. In� sangat menyenangkan bag� saya yang banyak teman berma�n.

Setiap hari saya meluangkan waktu di madrasah sampai sore hari, baru pulang ke rumah, karena saya mengikuti cukup banyak kegiatan ekstra kulikuler di madrasah –jurnalistik hari Kam�s, pramuka har� Jum’at, pencak s�lat har� Selasa, sen� mus�k har� Sen�n, dan voly har� Rabu. Hari selasa saya gunakan untuk mengikuti kegiatan OSIS, seperti rapat mingguan OSIS, sedangkan har� Sabtu dan M�nggu leb�h suka saya gunakan untuk membantu �bu d� rumah dan berkumpul bersama keluarga. Semua itu saya laksanakan dengan baik dan tidak menghambat waktu belajar saya. Setelah sholat Maghr�b saya mengaj� dan setelah �tu saya pergunakan waktu saya untuk belajar pelajaran dan mengajar� ad�k saya untuk menul�s dan membaca.

Semua anggota keluarga saya tidak pernah bangun siang, kecuali adik saya yang masih kec�l. Ayah dan �bu selalu bangun sebelum waktu shubuh. Saya bersama ayah dan �bu selalu mengikuti sholat shubuh berjamaah di musholla samping rumah kami. Kegiatan ibu saya di pagi hari adalah memasak untuk sarapan keluarga. Jika ibu saya tidak sempat memasak karena harus mencuc� paka�an yang sangat banyak, maka b�asanya membel� sarapan d� warung yang tak jauh dar� rumah saya.

Ayah dan �bu saya adalah petan� yang mem�l�k� 3 b�dang sawah. Semua �tu d�kerjakan

58 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

sendiri. Karena itu, setiap hari ayah dan ibu saya berangkat pagi dan pulang siang. Pada s�ang har� mereka pulang untuk sholat dhuhur, setelah �tu k�ra-k�ra jam 13.30 WIB mereka biasanya berangkat kerja di sawah lagi. Namun, jika tidak banyak pekerjaan di sawah, mereka hanya ke sawah pag� har� saja. Ayah saya juga seorang tokoh masyarakat dan seorang guru di madrasah. Maka, selain kerja di sawah, setiap hari Selasa dan Sabtu ayah saya mengajar d� madrasah d�n�yyah d� desa saya send�r�.

Kegiatan adik saya setiap hari hanya bermain. Karena adik saya masih kecil dan baru masuk play group, maka ad�k saya berma�n d� play group pag� har�, dan pulangnya berma�n d� rumah. D�a berma�n dengan �bu saya, dan j�ka �bu saya sedang bekerja d� sawah, �a dititipkan pada nenek.

Saya menul�s sejak saya sekolah d� SD. Pada waktu �tu, saya hanya menul�s pu�s� dan pengalaman l�buran sekolah. Setelah belajar d� MTs N Gajah, saya menul�s karya �lm�ah yang saya �kutkan lomba karya �lm�ah antar pelajar SMP/MTs se-Kabupaten Demak berjudul “Jambanisasi Sebagai Alternatif Untuk Meningkatkan Kesehatan Masyarakat di Demak”. Lomba karya �lm�ah �n� d�laksanakan pada bulan Apr�l 2011 oleh Kepala Kantor D�kpora Demak. Akh�rnya karya saya �n� saya presentas�kan dan saya mera�h juara I (satu).

Karya saya untuk LMCR tahun 2011 karya saya berjudul “Hutan Terlarang”, saya tul�s bulan September 2011. Karya saya yang la�n, “Burung Elang”, saya tul�s Jul� 2011; “Kado Untuk Ibu”, saya tul�s Oktober 2011; dan “Lagu Nenek”, saya tul�s Nopember 2011. Semua karya saya d� atas belum pernah d�muat d� surat kabar atau d�terb�tkan menjad� buku oleh penerb�t manapun.

Tahun 2011 �n�, buku yang banyak saya baca adalah buku-buku pelajaran sekolah, karena saya sebentar lag� akan uj�an nas�onal. Untuk buku yang la�n saya hanya membaca 5 buku saja.

* * *

Saya tidak menyangka karya saya berjudul “Hutan Terlarang” bisa masuk 15 besar finalis Lomba Menulis Cerita Remaja (LMCR) tahun 2011. Berita yang saya dapatkan dari guru pembimbing extra jurnalistik, yaitu ibu Umi Mu’asyaroh, S.Pd., saya terima tiga hari sebelum saya berangkat untuk presentas�. Alhamdul�llah, saya adalah satu d� antara dua peserta yang berasal dar� MTs, dan satu-satunya peserta dar� MTs asal Jawa Tengah. Saya adalah s�swa kelas IX MTs N Gajah Kabupaten Demak Jawa tengah. Waktu yang mendesak ini saya pergunakan untuk berlatih presentasi yang baik dengan peraga sampai berlatih power point. Belum sampa� ke Bogor saja rasanya sudah deg-deg an.

Saya berangkat dar� rumah jam 18.00 WIB, dan sampa� d� Hotel Pr�or�tas, C�sarua Bogor esok harinya, kira-kira jam 10.00 WIB. Sebenarnya panitia hanya membiayai untuk satu orang peserta finalis dan seorang pendamping, yaitu Bapak Nur Rondi, S.Pd., M.Pd., tetapi akhirnya Bu Umi juga ikut mendampingi saya karena beliau pembimbing jurnalistik.

Saya menunggu acara pembukaan LMCR tanggal 14 Nopember 2011 cukup lama, akhirnya saya ngobrol dengan salah seorang finalis dari Malang Jawa Timur yang juga sekamar dengan saya. Acaranya terkesan molor dan saya juga sempat kaget ketika melihat ruangan untuk pembukaan. Kenapa ruangan untuk anak-anak d�tata dengan warna serba hitam? kelihatan menyeramkan, apalagi sudah terbebani dengan bagaimana nanti kalau presentas�nya d�jadwalkan malam �tu juga.

Ternyata semua berbeda dengan apa yang saya bayangkan. Hal yang pal�ng saya persiapkan –dan saya yakin yang lain juga mempersiapkan—yaitu presentasi pada malam itu, ternyata yang terjadi sebaliknya. Presetasu tidak jadi dilaksanakan malam itu. Saya

5915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

berfikir lagi jangan-jangan presentasi akan dilaksanakan esok pagi harinya. Jadi, waktu malam mau tidur hati masih terasa deg-deg an. Ternyata juga, malam yang menurut saya menakutkan �tu sebal�knya menjad� malam keakraban antara saya, teman-teman, dan panitia, serta juri. Mereka mengisi acara pembukaan dengan berbagai guyonan. Kami juga d�perkenalkan dengan para sastrawan dan budayawan yang ramah-ramah.

Saya berfikir lagi bahwa acara ini diselenggarakan untuk lebih memotivasi anak-anak bangsa untuk mendalam� hal menul�s dan membaca. Mereka berharap kepada kam� dan semua finalis, setelah acara ini, supaya semua tidak akan berhenti menulis, membaca, dan berkarya.

Keesokan harinya, pagi hari saya bersiap untuk olahraga. Saya fikir kami akan berolahraga bersama, tapi ternyata akhirnya tidak. Saya bersama teman yang lain berolahraga sendiri, berjalan-jalan di sekeliling hotel hingga kembali bersiap-siap mengikuti kegiatan selanjutnya. Semua alur kegiatan itu saya ikuti dengan apa adanya dan berusaha santai.

Maka tibalah saatnya saya mengikuti tahap wawancara. Kebetulan saya mendapat urutan wawancara yang pertama dan saya d�wawancara� oleh l�ma orang jur� yang sangat handal di bidang sastra. Entah kenapa, saat wawancara saya sama sekali tidak grogi, mungkin karena saya menganggap apa yang saya tahu dan saya rasakan akan saya jawab. Namun, jika saya tidak tahu mungkin saya bisa menanyakan kembali kepada yang bersangkutan sebaga� tambahan pengetahuan saya d�kemud�an har�.

Setelah cukup lama mengikuti tes wawancara, akhirnya selesai sudah rangkaian keg�atan pen�la�an yang saya jalan�. Setelah keluar dar� ruangan, saya mel�hat banyak peserta berkumpul bersama utuk bertukar p�k�ran mengena� sekolah dan pengalaman mas�ng-mas�ng. Hal �n� juga merupakan pengalaman yang menyenangkan dan berharga. Mak�n lama suasana d� sana semak�n menyenangkan dan beg�tu banyak pengetahuan baru saya dapatkan. Saya menjadi tambah termotivasi untuk lebih banyak membaca dan menulis. Karena, �tu lah yang menjad� was�at dar� para sastrawan dan budayawan yang had�r.

Pada tanggal 16 November 2011 adalah har� terakh�r saya d� Bogor, berkumpul dengan para finalis LMCR 2011. Puncak acaranya adalah penutupan dan penerimaan had�ah. Sebelum penutupan, saya senang b�sa menyaks�kan pementasan “Dongeng” dan wawancara eksklus�f dengan T�ara Ayu Karm�ta, novel�s c�l�k dar� Kepulauan R�au dengan novelnya yang berjudul Gemintang Penabur Matahari. D�a juga menuturkan kunc� menul�s dengan ba�k adalah membaca. Ternyata ayah T�ara juga seorang penul�s dan kepala D�kpora. Jad�, menurutku faktor l�ngkungan sangat berpengaruh terhadap keberhas�lannya.

Waktu yang sangat kami nanti-nantikan, yaitu pengumuman pemenang tiba juga. Cara membaca urutan per�ngkat d�mula� dar� per�ngkat terendah sampa� teratas. Dengan agak gemetar saya mendengarkan satu persatu pemenang d�bacakan. Dar� urutan terendah bukan nama saya, sampa� saya tunggu urutan sepuluh ternyata juga bukan saya. Sampa� akhirnya tiba pada urutan kelima dan disebutnya nama dan asal sekolah serta karya saya. Mendapat per�ngkat kel�ma, mesk� sed�k�t kecewa, saya juga sangat banyak bersyukur.

Dengan prestas� �n� saya mendapatkan p�agam, p�ala dan uang pemb�naan. Prestas� saat ini tidak menjadikan saya puas, namun saya harus terus berjuang dan mengembangkan bakat saya serta memperbanyak membaca dan menul�s sebaga�mana d�was�atkan para jur�.

Tiga hari di Cisarua Bogor mengikuti final LMCR 2011 memberi banyak motivasi baru bagi saya. Saya sangat mendukung sekali jika LMCR diadakan setiap tahun. Tapi kenapa harus dipatok umur sampai tingkatan SMP? Kenapa tidak sampai SMA sehingga saya suatu

60 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

kelak akan mempunya� peluang lag� untuk berprestas� d�b�dang sastra yang saya gemar�?Baga�mana saya menul�s “Hutan Terlarang”?Pada awalnya Saya mendengarkan dongeng tentang hutan dan s�luman yang ada d�

dalamnya dar� buyut saya yang bernama Kasr�nah. Saya juga ser�ng mendengar cer�ta �n� dari beberapa orang warga yang sudah tua umurnya di desa saya. Konon, tidak jauh dari desa kam� ada sebuah hutan yang lebat. Karena cer�ta �n� ser�ng saya dengar, saya mula� tertar�k untuk mencar� tahu kebenarannya. Kemud�an saya bergegas ke rumah buyut saya yang sampai sekarang masih hidup dan tinggal serumah dengan nenek saya. Sesampainya d� rumah bel�au, saya bertanya:

“Yut Kenapa hutan itu tidak ada?” Karena saat itu ternyata Nenek Buyut sudah tertidur setelah mendengar pertanyaan

saya, nenek lah yang menjawabnya: “Hutan itu sudah tidak ada karena ditebangi oleh orang yang tidak bertanggung

jawab”. “S�apa �tu nek orangnya, kejam sekal�”“Entahlah, karena ulah meraka �tu, dahulu Desa Surodad� pernah mengalam� banj�r

dan semua warganya mengungsi ke Desa Jatisono yang letaknya tinggi”Sewaktu kec�l saya ser�ng sekal� berma�n petak umpet. Waktu �tu saya juga takut sekal�

dengan setan maupun ular, namun sekarang saya sudah tidak takut lagi dengan hal itu. Saat bulan Ramadhan, saya ser�ng bangun duluan saat menjelang makan sahur. Karena saya �ng�n sekal� mel�hat anak-anak kampung kam� berma�n ngangklang. Ngangkalang adalah tindakan menabuh kentongan mengelilingi desa yang dilakukan oleh anak-anak untuk membangunkan warga untuk makan sahur.

Insp�ras� cerpen �n� juga bermula dar� tumbuhnya beberapa pohon buah jambu del�ma di belakang rumah saya. Buah jambu itu terkenal manisnya dan tahan lama tidak busuk. Demak memang sudah terkenal sebaga� penghas�l buah jambu del�ma.

Saya juga ter�ngat pada teman saya T�ka, yang sewaktu kec�l sangat pemberan�. Tap� sekarang dia tidak satu sekolahan lagi dengan saya sehingga sekarang ini dia tidak pernah lag� mengamb�lkan jambu del�ma untuk saya.

Insp�ras� juga mencul saat banyaknya kejad�an penebangan pohon d� hutan-hutan secara sembarangan yang mengak�batkan banj�r, tanah longsor, dan pemanasan global. Akh�rnya, saya tertantang untuk mencar� tahu kenapa orang dahulu leb�h b�sa menjaga l�ngkungan sek�tar d�band�ng dengan orang-orang jaman sekarang?

Semua inspirasi dan pengalaman di atas membuat saya berfikir untuk merangkainya menjad� cer�ta yang bagus dan menar�k seh�ngga b�sa mengembangkan m�nat s�swa-s�sw� d� sekolah saya untuk membaca dan menul�s, karena d� sekolah kam� m�nat menul�s mas�h sed�k�t.

Saya juga �ng�n mengasah kemampuan saya d� b�dang menul�s, karena saya sudah senang menulis sejak kelas 5 SD dengan tulisan yang tidak baku. Sekarang saya telah mendapatkan jawabannya dar� pengalaman un�k masa kec�l dan cer�ta masyarakat sek�tar h�ngga akh�rnya saya mula� menggerakkan pena dan menul�s semua hal d� atas menjad� sebuah cer�ta.

Pada awalnya, cer�ta �n� saya tul�s hanya untuk d�cetak dan d� pasang d� Mad�ng sekolah agar d�baca teman-teman d� sekolah. Namun, karena ada kesempatan Lomba Menul�s Cerita Remaja (LMCR) Nasional 2011, akhirnya saya mengkutinya.

6115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

GreatintureElva Mustika Rini

62 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Nata...!” panggil seorang gadis dari belakang. Gadis itu berlari menuju orang yang berjarak tak jauh di depannya.

Rambut hitamnya yang panjang tergerai kemana-mana. Langkah kakinya cepat. Secara fisik, keadaan pasti sedang darurat.

“Sarah?!” gumam Nata dengan mata membulat. “Ada perlu apa mendatangiku?”

Sarah tidak langsung menjawab. Ia mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Kakinya gemetar hebat, keringatnya meluncur dari atas keningnya.

“H-handphone ku hilang..” katanya gemetar. “Sudah kucari kemana-mana, tapi tetap gak ketemu..”

“Sudah coba minta bantuan guru?” tanya Nata kepada gadis yang kini berdiri di hadapannya itu.

Sarah tidak menjawab. Ia hanya mengangguk-anggukan kepala sambil menyembunyikan wajah di kedua telapak tangannya.

“Percuma.” Tambah seorang anak perempuan berambut ikal se-pinggang yang berwarna agak kecoklatan di belakang mereka. “Ini sudah yang kesekian kalinya. Gak mungkin barang-barang berharga itu hilang gitu aja kalau gak ada pencurinya.”

“Jangan asal menuduh, Vi!” kata Nata dengan nada ketus. “Kalau mau berargumen, pikirin dulu dong! Kamu kira sekolah kita ini sekolah maling?!”

Viona mencibir. Alis nya terangkat sebelah. “Well, siapa tau aja, kan?” jawabnya santai sambil membetulkan letak

bandananya. “Lagipula kenapa kamu yang marah? Aku gak menuduh kamu sebagai pencurinya, kok.”

Nata terdiam. Mukanya merah padam menahan marah. Ekspresinya seperti orang yang ‘siap tarung’ dengan Viona, si anak paling gaul di sekolah. Untung saja, sebelum pertengkaran mulai pecah, mereka segera dilerai oleh Sarah yang dari tadi hanya diam menyaksikan.

“Sudahlah!” kata Sarah dengan nada tinggi. “Aku gak apa-apa kalau kalian gak bertengkar. Lagipula, ini salahku karena ceroboh meninggalkan handphone di dalam kelas yang sepi.”

Nata segera menurunkan tangan kanannya yang terangkat karena ingin menjambak rambut ikal Viona. Sedang Viona, ia hanya memasang tampang ‘cuek’ sambil tetap mengutak-atik letak bandana yang sebenarnya sudah bagus.

“Yah, terserah. But sorry, I don’t have many time buat ngurusin kalian.” kata Viona dan segera bergegas pergi. “Bye!”

Nata tersenyum kecut melihat Viona yang segera berlalu menjauh. Dengan hati yang masih panas, ia segera melirik jam yang terlilit dipergelangan tangan kirinya. Total kedua jarum sudah menunjukkan pukul 14.45, hampir jam tiga sore.

6315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Sarah..” ucapnya pelan sekali. Hampir berbisik. “Bukannya aku gak mau bantuin kamu, tapi aku memang gak tau gimana cara bantuin kamu.” lanjutnya, “Dan aku harus pergi sekarang. Sampai nanti.”

Nata berlari keluar dari koridor sekolah meninggalkan Sarah seorang diri. Ia berlari begitu cepat dan tergesa-gesa. Begitu cerobohnya, sampai ia menabrak seorang gadis yang mengenakan kemeja putih dengan rok abu-abu se-mata kaki. Dilihat dari pakaian yang dikenakannya, jelas saja yang ditabraknya adalah murid sekolah menengah atas atau SMA. Gadis itu ditabrak Nata hingga terjatuh. Begitu juga dengan Nata, ia terguling di aspal jalan hingga menimbulkan lecet di sikunya.

“Aww...!” jerit Nata sambil memegangi sikunya. Tidak begitu parah, tapi cukup nyeri.

“Maaf, aku ceroboh.” Nata segera meminta maaf pada orang yang ditabraknya. Merasa bersalah, jadi ia membantu gadis itu berdiri. “Kakak gak apa-apa,

kan?”Gadis itu menerima uluran tangan Nata yang ingin membantunya berdiri. Ia

menyeka kotoran aspal yang menempel di rok abu-abunya. Lalu, segera merapikan poni panjang yang sedari tadi menutupi wajahnya. Rambut hitam sebahunya yang dikuncir menjadi dua bagian juga dirapikan. Ia terlihat begitu kacau. Bukan karena habis ditabrak oleh Nata, tapi karena penampilan super culun dan kacamata super tebal yang membuatnya mirip seperti Betty La Fea.

“Aku baik-baik saja.” jawabnya dengan nada datar. Cukup dengan mendengar empat kata yang diucapkan gadis itu, Nata langsung

mendesah lega. “Ah, syukur deh.” ucap Nata lega. “Sekali lagi, aku minta ma...” Menghilang. Gadis itu menghilang!Nata kaget setengah mati. Gadis yang ia tabrak tadi menghilang begitu saja.

Mungkin ini cuma imajinasiku saja. Mungkin aku terlalu lelah atau... Gelisah? Ah, gak mungkin. Bersalah? Apa lagi itu. Selama ini, aku kan gak pernah merasa bersalah dengan apa yang kuperbuat. Jadi, kenapa sekarang aku harus merasa bersalah?.

Nata adalah seorang siswi kelas satu SMP yang cukup nyentrik dengan penampilan khasnya. Ia memiliki postur tubuh, wajah, dan kepintaran yang bisa dibanggakan. Satu-satunya hal yang sangat ia sayangkan adalah karena ia terlahir sebagai anak yang kurang mampu. Ibunya hanya bekerja sebagai tukang cuci di rumah orang kaya, dan ayahnya sudah meninggal tiga tahun yang lalu. Beruntung, Nata dapat masuk sekolah melalui jalur beasiswa karena kepintaran yang ia miliki.

Well, gak semua orang bisa menerima keadaan yang telah ditakdirkan. Walaupun Nata terlihat sebagai miss perfect di depan teman-temannya, siapa yang sangka kalau rutinitasnya adalah sebagai seorang klepto alias pencuri. Benar. Nata lah yang

64 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

selama ini berperan sebagai udang dibalik batu. Semua ini ia lakukan hanya untuk gaya semata. Tidak peduli dengan risiko yang akan ia tanggung, selama ia belum ketahuan, ia akan terus melakukannya.

* * *

“Aku pulang..” Seru Nata yang saat itu sudah sampai di rumahnya. Tidak ada yang menjawab. Dilihatnya seluruh ruangan sampai ia menemukan sepucuk surat yang direkatkan di mesin pendingin makanan. Segera ia membaca isi dari surat itu.

Oh, dari ibunya yang untuk kesekian kalinya tidak dapat pulang ke rumah karena harus bermalam di rumah majikannya. Dengan kesal, dibuatnya kertas itu menjadi buntalan sampah dan dibuangnya ke luar rumah. Kadang ia merasa dunia ini tidak adil. Hidupnya hampir saja sempurna kalau saja ia tidak terlahir sebagai orang miskin.

Lelah, Nata segera beranjak dari tempatnya berdiri menuju kamar tidurnya. Dimasukannya sebuah kunci ke dalam lubang di gagang pintu berwarna cokelat itu, lalu...

“S-SIAPA KAMU?!” Nata tersentak kaget melihat orang yang tadi ditabraknya berada di kamar tidurnya. Gadis itu sedang duduk di atas kasur kapuk Nata, sambil memeluk sebuah bantal besar yang.. Well, sedikit lebih empuk daripada kasur nya.

Ehhh..?! Kok, wajah kakak itu mirip sekali denganku?! gumamnya dalam hati. Memang benar. Kalau keduanya dilihat seksama, mereka terlihat seperti

saudara kembar. Mata Nata dan gadis itu sama-sama besar. Bola matanya hitam pekat, dan rambutnya panjang sebahu. Bukan hanya itu, anting-anting yang ia pakai, bentuk wajah, hingga tanda lahir.. semuanya sama! Tak ada yang berbeda, kecuali penampilan dan.. Yhea, postur mereka jauh berbeda. Nata tidak memiliki penampilan semacam itu. Untuk anak SMP yang masih duduk di kelas satu, ia memiliki penampilan modis dan cukup nyentrik dengan berbagai aksesoris di tangannya. Sedang gadis itu —oh. Kuno sekali.

Gadis itu menyingkirkan bantal yang sedari tadi dipeluknya dengan erat. Ia mengangkat wajahnya ke arah Nata dan tersenyum... Setengah hati.

“Ah, Nata, ya? Kau sudah pulang? Tega sekali membiarkanku menunggumu disini.” katanya dengan nada kecewa yang terkesan dibuat-buat.

Gadis itu bicara seakan-akan ia mengenal Nata sejak lama. Padahal Nata sendiri belum pernah bertemu dengannya selain saat tragedi memalukan di jalan tadi.

“Apa maumu? Dari mana kamu datang? Siapa kamu sebenarnya?!” Nata bertanya dengan nada tinggi. Ia bingung, sekaligus heran. Bagaimana tidak, seseorang yang belum ia kenal —atau yang baru saja dilihatnya di jalan— tiba-tiba saja berada di kamarnya, dan menyapanya seperti seseorang yang sangat akrab dengannya.

Gadis itu tidak langsung menjawab pertanyaan yang diberikan Nata. Ia hanya

6515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

memandang Nata lekat-lekat dan malah balik bertanya.“Apa kau benar-benar tidak mengenalku? Oh, aku shock.” katanya hiperbola. Menyadari Nata yang masih menatap dengan tampang bertanya, gadis itu

segera melanjutkan. “Baik kalau kau memaksa. Boleh aku memperkenalkan diriku sekarang?”

Nata diam sejenak, lalu menganggukkan kepalanya tanda ia setuju.Gadis itu tersenyum lebar. Ia berdehem untuk memulai intro-nya. “Baik, ini memang terlihat konyol. Tapi keadaan tidak sekonyol kelihatannya.

Aku adalah kau. Aku adalah dirimu.. Di masa depan.” Ia berusaha menjelaskan, lalu melirik ke arah Nata untuk melihat tanggapannya.

Alis mata Nata terangkat sebelah, tanda bahwa ia tidak percaya pada apa yang dikatakan gadis itu.

“Hah, yang benar saja. Masa depan? Lucu.”“Apa-apaan tatapanmu itu? Kau tidak percaya padaku?” tanya gadis itu kepada

Nata dengan nada yang sedikit menuduh.Nata tesenyum kecut. Muak dengan segala halusinasinya atau memang muak

kepada semuanya. Jadi, ia segera bangkit dari keheranannya dan menyerang gadis itu agar keluar dari kamarnya.

“Pergi kau, penguntit!” teriaknya dengan kasar. “Aku tidak percaya dengan apa yang kau ceritakan, dan tidak akan pernah mau percaya dengan apa yang kau katakan!”

Emosinya meningkat. Sudah cukup hari ini ia berdebat dengan Viona, bergelinding di aspal jalan, mendapati rumah dalam keadaan kosong, dan... Seperti yang kalian lihat sekarang.

“Pergi!”Gadis itu tidak melawan. Ia justru tertawa terpingkal-pingkal bagaikan melihat

pertunjukan sirkus yang diperankan oleh seorang gadis dengan wajah merah seperti buah tomat.

“Kau marah padakku? Ha! Lucu. Biarkan aku tetap tertawa seperti ini!” Kata gadis itu sambil bergulingan di atas kasur Nata yang tidak empuk.

Nata tidak membalas perkataannya, karena sejujurnya, ia bingung cara mengatasinya.

“Lucu kalau kau marah kepadaku. Yang pantas marah itu adalah aku, dan bukan dirimu!”

Nata semakin bingung. Bukan hanya bingung dengan apa yang ada di depannya, tapi dengan apa yang dikatakan gadis itu. Jadi, ia lebih memilih untuk diam sementara gadis itu melanjutkan ocehannya.

“Oh, baiklah. Begini saja, bagaimana kalau kau berkunjung ke dunia ku?” tanya gadis itu.

66 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Oh, ayolah. Apa kau tidak punya pekerjaan lain menjadi siswi SMA selain menguntit?” Nata balik bertanya.

“Tidak.” jawab gadis itu tegas, tapi belum selesai. “Well, seharusnya sih iya. Aku harus menyiapkan diriku untuk ikut program

beasiswa ke Amerika. Tapi berkatmu, itu semua tidak perlu lagi. Satu-satunya kesibukanku hari ini adalah membuatmu mengubah suatu kata dengan pelafalan yang berbeda. GRETINTURE to GREATINTURE.”

Nata bergumam dalam hati, Berkat aku? Apa hubungannya denganku? Apa itu Greatinture? Eh, atau... Gretinture ya?. Nata masih terdiam, bingung mau menjawab.

Tapi, gadis itu segera bangkit dari kasur kapuk Nata dan segera menarik tangan Nata masuk ke dalam sebuah portal yang —eh? Sejak kapan ada portal di dinding kamar Nata?

“Pegangan yang kuat!” teriak gadis itu kepada Nata, dan segera membawanya masuk kedalam... Portal.

* * *

Nata melihat sekeliling. Ia berada di tempat yang tidak asing. Tapi... Dimana? Nata mencoba berpikir. Ia menatap sebuah gedung sekolah yang sangat besar dengan papan keterangan nama sekolah yang besar pula. Ah! Ia tau sekarang. Ia berada di sebuah SMA yang berada di persimpangan jalan tak jauh dari tempatnya bersekolah. Jadi, untuk apa ia ada disini?

Nata mencoba mengikuti langkah kakinya yang sedari tadi seperti memaksanya berjalan. Ia memasuki gedung SMA itu. Seperti mimpi! Ia berhasil masuk ke dalam sekolah idamannya tanpa dicegah satpam yang jelas-jelas sedang berjaga. Jadi, ia segera memasuki koridor sekolah. Ia melihat banyak siswa yang sedang tertawa bersama, bergosip, atau asik sendirian. Ini aneh. Pikir Nata. Kenapa semua siswi disini tidak sadar akan keberadaannya? Tapi... Sudahlah.

Ia terus berjalan. Melewati kantin sekolah, ruang musik, lab praktek, dan... kelas X-3? Nata tidak tahu kenapa, tapi kakinyalah yang membawanya ke depan kelas ini. Pintunya ditutup, Nata terlalu takut untuk membukanya. Jadi, ia mencari celah jendela agar ia bisa melihat ke dalam. Beruntung sekali, tirai jendela tidak ditutup. Nata bisa melihat jelas ke dalam ruangan. Terlalu tinggi. Tak apalah, toh ia bisa jinjit. Dilihatnya semua sudut ruangan itu. Sepi. Tak ada satu siswi pun, yhea, kecuali...

Gadis itu...?! Gumamnya dalam hati. Nata melihat gadis yang ditabraknya kemarin. Gadis itu hanya sendiri sambil

memeluk sebungkus besar popcorn dengan pewarna makanan berwarna merah. Ah! Apa yang dilakukannya?! Apa dia tak sayang tubuhnya? Lihat saja bagaimana tubuhnya sekarang!

6715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Gadis itu berhenti mengunyah popcorn-nya. Ia memutar kepalanya kearah Nata sambil bergumam,

“Ah, kau sudah datang?”Menyadari dirinya sudah ketahuan, Nata memutuskan untuk masuk ke dalam

kelas yang sepi itu, dan mengunjungi meja ter-belakang di sudut ter-pojok sebelah kanan.

“Jadi... Mereka yang mengabaikan keberadaanku seolah-olah aku tidak ada... Bukan kebetulan?” Tanya Nata kepada gadis itu.

Gadis itu tersenyum kecut, lalu menjawab,“Kau sudah kubawa ke duniaku, eh, maksudku, masa depamu.” katanya dan

segera melanjutkan, “Bagaimana kalau kau temani aku sehari saja?”Nata berpikir cukup lama. Akhir-akhir ini hidupnya memang membosankan.

Well, apa alasannya untuk menolak? Lagipula, ia juga ingin tahu bagaimana masa depannya nanti. Yah... Kalau ini semua bukan mimpi.

“Bagus.”Pelajaran setelah jeda istirahat tadi kembali dimulai. Nata yang hari itu bertugas

sebagai pengamat hanya duduk manis di samping gadis yang ternyata adalah masa depannya. Nata menatap sekeliling, mereka semua duduk berpasangan kecuali dirinya nanti. Ah, kenapa bisa jadi begini?

Berjalan seperti biasa. Tidak ada halangan. Jadi, apa yang mesti ditakutkan? Hanya dijauhi? Ah, seorang Nata tak butuh teman, pikirnya. Oke, semua kelihatan baik di mata Nata, kecuali pada saat guru fisika yang sedang mengajar didepan itu memanggil namanya,

“B-baik,” Nata —masa depan maksudku— beranjak dari kursinya dan segera menuju ke papan tulis untuk mengerjakan soal yang diberikan seorang guru dengan kumis tebal yang terlihat bijak itu. Perlahan ia menggoreskan spidolnya ke whiteboard kinclong dengan tanggal di pojok kiri atasnya. Oh, ini tiga tahun yang akan datang, gumam Nata.

Tidak butuh waktu lama, Nata di masa depan dapat mengerjakan soal yang diberikan, seperti biasa. Walau tidak ada lagi applause dari teman-teman, setidaknya sampai disini masih berjalan dengan lacar.

Nata memperhatikan setiap gerakannya di masa depan dan mencatatnya di dalam ingatan.

Well, Nata di masa depan akan dengan lancar mengerjakan soal di papan, membuat guru itu menyunggingkan seulas senyum tanpa paksaan. Lalu dengan tenang, berjalan menuju kursi tempatnya duduk sebelum—

BRUUUK! —Kaki seorang siswi menyandungnya hingga jatuh.Terlalu buruk untuk diingat. Kelas yang tadinya hening berubah menjadi ramai

68 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

dalam sekejap. Yang disandung tidak melawan, seperti bukan Nata saja. Mereka, para siswa mentertawainya sambil meneriakan kata-kata yang tidak enak untuk didengar. Sakit. Hati Nata sakit sekali mendengarnya.

“Rasakan itu, Tukang curi!”“Ups, maaf, aku sengaja membuatmu jatuh. Kukira itu akan membuat lebih

banyak barang curian keluar dari saku ajaibmu.”Semua orang tertawa. Terbahak-bahak. Guru bijak itu pun tidak bisa melakukan

apa-apa. Ia hanya berdehem untuk setidaknya meredakan sedikit kehebohan. Ah, pasti sakit sekali...

* * *

Bel pulang berdering ke seluruh penjuru ruangan. Maka mereka berduan —Nata dan Nata dimasa depan— bergegas untuk segera keluar dari ruangan. Setelah do’a dipanjatkan, para siswa segera membaur keluar dari ruangan. Begitu juga Nata.

Pemandangan tiga tahun yang lalu tidak berubah. Hanya saja banyak gedung yang sedikit diperbaiki. Coretan iseng di dinding warga juga sudah hilang. Tapi tentu saja, sampah-sampah busuk itu tidak akan pernah hilang sebelum mereka —siapa saja yang merasa membuangnya— berubah menjadi sedikit lebih cerdas.

“Jadi, hanya itu?” tanya Nata kepada masa depannya. Ia menatap gadis itu lekat-lekat. Gadis itu tenang, seperti Nata pada biasanya.

Tapi, Nata yakin sekali ada suatu kesedihan yang teramat sangat yang tersimpan di dalam bola matanya. Ia tahu, karena ia mengenal dengan jelas seperti apa dirinya.

“Tidak, masih ada lagi.” Jawabnya dengan pandangan yang masih mengarah ke depan. Gadis itu melirik jam sakunya, sudah jam 14.45,

“Baik, beberapa detik lagi untuk—”PYASH! “Ba-baik. Aku tidak sanggup mengingat ini tapi aku harus mengingat.” Nata

benar-benar kaget dengan apa yang menimpanya di masa depan. Tiga orang siswa yang dilihatnya di kelas tadi melemparkan beberapa butir telur berbau busuk ke baju gadis itu. Tak hanya telur, tapi serangan masih menyusul dengan taburan sagu hingga Nata di masa depan akan terlihat seperti kue salju yang lengket, lebih tepatnya, monster.

Nata di masa depan tidak mampu untuk melawan. Para siswa itu sudah cukup puas sehingga tidak berbuat lebih jauh lagi. Berbuat lebih jauh lagi? Nata tidak dapat membayangkan. Sejauh yang mereka lakukan sekarang, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya menangis. Ya, Nata, gadis kecil yang kini berkesempatan melihat masa depannya, kini terisak.

“Jangan menangis,” kata gadis itu menenangkan. Nata tetap menangis, ia tidak tahu apa benar ia bisa setegar gadis itu sekalipun

6915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

dia adalah Nata di masa depan. “Aku mengajakmu kesini bukan untuk melihatmu menangis, tapi ingin

memintamu untuk mengubah GRETINTURE menjadi GREATINTURE. Well, berjanji, ya?”

Nata tidak menjawab. Ia tidak mengerti apa yang dikatakan gadis itu. Memang apa bedanya? Pelafalan bahasa Inggris itu tidak jauh berbeda, kan?

Memecah kebingungan Nata, gadis itu melanjutkan. “Ubahlah Gretinture, “Regret in The Future, menjadi Geatinture, “Great in The Future”. Mengerti?”

Nata belum sempat menjawabnya, tapi gadis itu langsung tersenyum sambil bergumam ‘bagus’. Lalu ia menarik lengan Nata untuk menyingkir beberapa langkah, dan... Portal. Portal itu mengeluarkan cahaya yang terang sekali, yang menyedot Nata untuk masuk dan pulang ke dunianya.

* * *

Nata terbangun di atas kasurnya. Wajahnya sembab dan masih basah. Ia berlari menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya yang kacau.

“Besok,” kata Nata pada pantulan wajahnya di cermin, “Semuanya harus sudah beres.”

Pagi menjelma, Nata terbangun dan segera bergegas menuju sekolah. Entah kenapa, hari itu langkahnya begitu ringan. Mungkin segalanya akan berjalan dengan baik? Semoga saja. Nata telah bertekad untuk jujur pada semua temannya. Apapun yang akan diterimanya, ia akan terima. Anggap saja sebagai tebusan atas dosa-dosanya, karena akan lebih sakit jika kita tidak diizinkan untuk menebus dosa kita yang lalu-lalu, bukan?.

Sejauh ini keadaan baik-baik saja. Mereka semua belum mengetahui kenyataan pahit tentang seorang Nata.

Ini bukan saat yang tepat, batin Nata. Yah, Nata sedang mencari waktu yang tepat, dimana semua anak berkumpul untuk mendengarkan pernyataan maafnya. Yap, saat...

KRIIING... Bel istirahat.Nata berlari ke ruang pengumuman dengan tergesa-gesa. Ia bermaksud untuk

mengakui semua kesalahan yang pernah ia perbuat. Tapi, nyalinya ciut kembali. Ia menghentikan langkahnya. Ada dilema antara hati dan pikirannya. Pertarungan antara kedua organ itu dimenangkan oleh otaknya. Nata segera berbalik dan mengurungkan niatnya. Yhea, sebelum —untuk yang kedua kalinya— menabrak seseorang.

“Awh!” Sarah meringis kesakitan, tapi Nata lebih gemetar ketakutan. Sarah bangkit dan bermaksud menolong Nata, sebelum ia shock dengan apa yang dilihatnya sekarang.

70 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Nata... Be-benar kau yang mencuri handphone ku?” tanyanya gemetar. Akibat tabrakan tadi, handphone Sarah yang Nata bawa dengan niat dikembalikan

keluar dari sarangnya. Ah, maksudku, kantung seragam.“J-jangan.. Salah paham!” kata Nata dengan gugup. Melihat ekspresi kecewa sahabatnya itu, Nata segera melanjutkan. “Ya.. Ya! Baik! Aku lah pencurinya! Kumohon, maafkan aku. Aku tau aku salah,

dan.. Terserah apa kau ingin menjauhiku. Yang jelas, sekarang aku berusaha untuk menjelaskan di ruang pengumuman. Sungguh!”

“Ruang pengumuman ada di sana. Kenapa kau malah melawan arah?” tanya Sarah dengan nada menuduh.

Nata berusaha menjelaskan, tapi ia tidak mampu. Ia hanya menahan tangis yang sebenarnya sudah sedikit turun ke pipinya. Sarah tahu betul sahabatnya ini. Jadi, ia segera menarik tangan Nata dan segera membawanya ke ruang pengumuman.

“Akui kesalahanmu.”

* * *

Mereka berdua menuju ruang pengumuman yang kebetulan sepi. Jadi, Nata segera menyambar microphone yang tergantung di atas meja data itu, dan segera menekan tombol merah bertuliskan ‘ON’.

“TEST!” katanya dengan lantang. “Aku mohon perhatian kalian semua. Sekali saja!” lanjutnya, “Aku, Gladisa

Ananta, siswi dari kelas tujuh-satu yang ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada kalian semua. Kuakui, akulah penyebab menghilangnya semua benda berharga milik kalian. Aku memang salah, jadi terserah apa yang ingin kalian lakukan padaku. Terserah kepada Guru-guru yang ingin memberiku hukuman seberat apapun itu. Aku sudah mencoba untuk jujur, dan..” Suaranya yang lantang semakin lama semakin ciut dan melemah, Nata mulai meneteskan air mata ke pipinya. Sebisa mungkin ia tetap bicara. “Aku akan mengembalikan semua barang kalian yang sudah kuambil. Terima kasih.”

Nata tidak sanggup menahan tangis. Ia berlari keluar dari ruang pengumuman dan melihat banyak orang berkumpul di sana. Menatapnya dengan eskpresi marah, kecewa, kasihan.. Ah, Berakhir sampai disini? Tidak.

Nata menjatuhkan dirinya dan membiarkannya berlutut di atas lantai. Kakinya sudah tak sanggup menopang tubuhnya. Ia tak sanggup melihat mereka semua. Kecuali melihat para teman terdekatnya yang mendekap tubuhnya sambil menitikan air mata.

* * *

Dua jam sudah Sarah dan teman-teman Nata yang lainnya menunggu di depan ruang Kepala sekolah. Mereka jelas-jelas ikut gelisah akan keadaan yang menimpa

7115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

temannya. Memang, Nata sudah salah dan membuat mereka kecewa. Tapi, namanya manusia, tidak ada yang tak luput dari kesalahan, kan?

Kriet.. Pintu ruang Kepala sekolah dibuka. Nata keluar dari dalam dengan keadaan yang jauh lebih baik. Melihat ekspresi bertanya teman-temannya, Nata segera berkata,

“Ah, aku baik-baik saja.’ Semua temannya lega mendengarnya. Nata mendapat hukuman skors selama

dua minggu. Cukup setimpal dengan apa yang diperbuatnya.“Maaf, aku..” kata Nata lirih. Ia memang sudah tidak menangis lagi. Hatinya yang

terasa berat kini sudah mulai ringan.“Sudahlah, gak masalah. Kami sudah maafin kamu, Nat.” kata Sarah memotong

ucapan maaf Nata.“Iya, kami semua teman kamu dan akan selalu jadi teman kamu apapun yang

akan terjadi.” Tambah Olivia, salah satu dari mereka.Nata tersenyum bahagia. Ia memeluk semua temannya itu dengan penuh

penyesalan terhadap apa yang dilakukannya dulu. Matanya terpejam menikmati kehangatan. Puas, ia membuka kelopak matanya dan melihat sosok Viona berdiri di depannya.

“Well, sorry ya Nat, selama ini aku selalu gak suka sama kamu,” kata Viona tanpa nada ketusnya. “Aku gak benar-benar benci kamu kok. Aku cuma selalu iri sama kamu. Jadi.. Yhea, boleh gabung?”

Nata dan teman-temannya saling bertatapan, lalu seketika tawa mereka meledak. Mereka senang jika Viona mau menjadi teman mereka. Punya musuh itu tidak baik, ya, kan?

Nata, Sarah, Viona, dan lainnya larut dalam kebahagiaan. Dua minggu lagi, Nata akan kembali ke sekolah dengan keadaan yang jauh lebih baik. Kini air matanya sudah mengering. Bukan karena terlalu lama didiamkan, tapi karena dikeringkan oleh seberkas sinar persahabatan yang terjalin di antara mereka semua.

Dunia ini adil. Dan aku lah orang yang akan merasa paling beruntung karena memiliki mereka semua sebagai sahabatku, yang telah membantuku mengubah GRETINTURE menjadi GREATINTURE! Serunya dalam hati.

Gadis itu —Nata dimasa depan— berdiri di sudut ruangan memperhatikan mereka. Sosoknya sudah berubah menjadi gadis cantik layaknya bidadari. Kacamata ala Betty La Fea-nya sudah tidak dipajang di depan kedua matanya. Wajahnya bukan lagi wajah kesedihan, tapi wajah kebahagiaan. Seulas senyum tersungging di wajahnya, sambil bergumam,

Suatu hari nanti, kau akan bangga dengan dirimu sendiri. Dan itu pasti. [*]

72 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Biodata dan Proses Kreatif

Namaku Elva Mustika Rini, lah�r d� Jakarta, 03 Maret 1998. Aku duduk d� kelas 9 SMP Neger� 7 Jakarta. Membaca dan meluk�s adalah kegemaranku. Ada sejumlah lomba yang pernah kuikuti, antara lain: Lomba Membaca dan Menul�s Pu�s�; Lomba Menul�s Karya Pemanasan Global; Lomba Meluk�s, Lomba Menar�, Cerdas Cemat, dan Ol�mp�ade Sa�ns. Prestas� yang d�ra�h antara la�n: Juara Harapan II lomba menggambar (TK), Juara III lomba s�swa berprestas� (TK). Juara I lomba membaca dan menul�s pu�s� (SD); Juara IX lomba membaca puisi tingkat Kecamatan (SD); Juara II lomba menul�s karya Pemanasan Global (SD); Juara I lomba menggambar (SD); Juara Harapan II lomba

menari (SD), Juara II lomba Cerdas Cermat (SD), Juara IV lomba Olimpiade Sains tingkat Gugus, dan Juara I lomba Olimpiade Sains tingkat Kecamatan.

Mukti Setyo Wibowo, ayahku, bekerja sebagai Karyawan Swasta, dan ibuku, Yasmi Safitri, bekerja sebagai Ibu rumah tangga. Ayahku lulusan S1 dan ibuku lulusan SMEA. Aku adalah anak pertama dar� empat bersaudara. Ada leb�h dar� 20 buku d� rumah kam�.

Aku tinggal di Jakarta Timur, di daerah yang ramai penduduknya. Antara satu rumah dengan rumah yang lain tidak terpaut jarak yang jauh. Rumahku menghadap rel kereta api yang dipisahkan oleh sebuah jalan yang setiap harinya dilewati kendaraan besar. Jadi, kami mungkin sudah biasa dengan suara-suara bising, seperti jeritan kereta api yang melaju hampir setiap jamnya.

Lingkungan rumahku sudah maju, memang. Bangunan besar seperti Supermarket, Game centre dan warnet sudah banyak terdapat. Tap�, kalau kal�an berkunjung ke deretan rumah d� belakang rumahku, kal�an mas�h b�sa menemukan keluarga yang mempunya� anak yang putus sekolah, buta huruf, kurang terawat, dan sebag�an besar warganya menjad� pekerja sekenanya saja. L�ngkunganku sama sekal� bukan tempat yang mendukung untuk berprestas�. Sul�t sekal� untuk menemukan anak seus�aku yang berseragam rap� dan berangkat pag� untuk menuju sekolah yang d�aku�.

SMP Neger� 7 adalah tempatku bersekolah. Jaraknya dar� rumahku cukup memakan waktu dan membuatku sesekal� datang terlambat. Waktu SD dulu, memang SMP �n�lah yang aku �damkan. Tap�, aku b�lang pada �bu kalau mungk�n aku tak akan sanggup mendapatkannya seperti anak sepantaranku yang merupakan tetangga kami. Karena itu, aku senang bukan main ketika tahu kalau aku diterima di dalamnya.

Sekolahku yang berlanta� dua mem�l�k� 15 ruang kelas. Khusus untuk kelas 7, mereka mendapat giliran belajar siang hari, nanti setelah dipakai murid kelas 8. Sekolahku memiliki banyak ruangan, m�salnya ruang audio visual, laborator�um bahasa, stud�o, UKS, ruang guru, ruang kepala sekolah, TU, meja p�ket, ruang komputer, ruang elektron�ka, laborator�um IPA, dan mas�h banyak lag�.

Banyak orang bilang bahwa aku tergolong tidak banyak bicara. Itu benar. Oleh sebab �tu, mem�l�k� beberapa teman sebaya yang dapat d�ajak untuk berma�n merupakan had�ah besar untukku. Kebanyakan dar� mereka juga sama denganku. Pada har� pertama masuk sekolah atau p�ndah d� kelas baru, mereka tak mem�l�k� banyak orang untuk d�ajak berkomun�kas�. Sampa� sekarang �n�, aku mas�h selalu bersama teman kelas tujuhku dulu.

7315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Karena kalau boleh jujur, aku tidak bisa mendapatkan teman baru semudah membeli pena baru.

Mereka –Tifany, Sifa, Dita, dan Salsa– adalah teman seangkatan kelas pertamaku. Di kelas 8 dan 9, kami terpisah di kelas yang berbeda. Namun, jika waktu istirahat memanggil, kam� selalu berkumpul dan bercer�ta tentang har� �tu. Aku juga mem�l�k� teman yang kukenal sejak tiga tahun lalu. Kami selalu terhubung dan berkomunikasi setiap harinya melalui dunia maya. Waktu itu, kami pernah bertemu di sebuah festival Jepang yang ada di Jakarta. Ternyata kami memiliki banyak kesamaan, mulai dari hobi sampai cita-cita. Rifina, namanya. Kami selalu merencanakan sesuatu bersama-sama. Seperti halnya lomba ini, Rifina juga ikut serta di dalamnya, walau tidak dapat menjadi finalis.

J�ka ada waktu senggang, aku mem�l�k� banyak keg�atan buatan send�r� yang tak pernah b�sa aku lepaskan. Yang pal�ng ser�ng aku lakukan adalah mengurung d�r� d� kamar lalu berkhayal entah kemana. Sesudah berkhayal, mungk�n aku akan menuangkannya ke dalam tulisan sederhana yang menjelma menjadi draft. Kebiasaanku yang lain adalah membaca buku, entah itu komik, cerita fiksi, atau nonfiksi. Apapun, yang penting bisa dibaca.

Menggambar adalah juga salah satu kebiasaan yang susah kutinggalkan. Aku menggambar manga atau kartun asal Jepang, pemandangan, sampa� hal abstrak berupa coret-coretan p�gmen warna j�ka aku sedang kesal. Sela�n menggambar, aku juga selalu berlatih keyboard secara otod�dak. Aku memang sangat menyuka� mus�k, terutama or�ental dan klasik. Tapi karena sadar kalau suara dan kepercayaan diriku tidak mendukung, maka kuputuskan untuk memenguasa� alatnya saja.

Hal terakh�r yang ser�ng kulakukan adalah memotret apa saja yang pantas d�abad�kan. Cukup dengan kamera handphone, aku b�asa menangkap objek yang sangat kusuka� dar� lanta� atas rumahku.

D�rumah, aku ser�ng menemukan aroma wang� masakan buatan �buku. Bel�au mengakui kalau menyukai kegiatan itu sejak duduk di bangku SMP. Tiga adikku –yang biasa dipanggil Rara, Rere, dan Ruru– terpaut cukup jauh usianya dariku. Adikku, Rara, masih duduk di bangku kelas 3 (tiga) SD. Rere, masih bisa ditemukan terbungkus seragam TK. Sedangkan Ruru, yang mem�l�k� perbedaan umur setahun dengan, Rere mas�h belum bersekolah. Mereka bukan anak kembar, tap� banyak orang menyebutnya beg�tu. Karena s�fat yang sal�ng berbeda jauh d� antara kam�, ser�ngkal� kam� asy�k dengan urusan kam� masing-masing. Meskipun begitu, bukan berarti kami saling perang dingin di rumah. Kami selalu membantu satu sama lain, dan member dukungan serta motivasi kepada salah satu dar� kam� yang sedang memerlukannya. Kerjasama selalu kam� lakukan d� dalam rumah.

Aku mula� suka mengarang cer�ta sejak duduk d� kelas 4 (empat) SD. Faktor pendukungnya adalah karena aku tidak begitu mahir dalam mengeluarkan pendapat melalui l�san, jad� kutuangkan dalam bentuk tul�san. Ada banyak draft yang telah kubuat dengan tema beragam. Tap�, sampa� saat �n�, belum pernah aku mencoba untuk meng�r�mkannya.

Sudah kukatakan bahwa aku gemar membaca. Buku yang telah kubaca d� tahun �n� antara la�n: Dunia Sophie, Gadis Jeruk , Permen Cokelat dan Serpihan Roti, 13 Reasons Why, Senja di Beranda Mekah, Esperanza Rising, Matilda, A Little Princes, The Wizard of Oz, Maryamah Karpov, The Girl Who Could Fly, A Wrinkle in Time, dan la�n-la�n.

* * *

Mengapa saya memilih “Greatinture” untuk dijadikan judul cerpen yang akan d��kutsertakan dalam LMCR In�? Jawabannya, karena saya sudah bosan. Saya bosan dengan

74 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

berbaga� judul yang terpajang d� rak buku sekolah, perpustakaan umum, atau toko buku ternama. Lantas, kenapa saya tidak mencoba membuat sesuatu yang baru yang berbeda dar� karya tul�s yang ser�ng saya jumpa�?

Judul, d�buat semenar�k mungk�n agar pembaca sul�t menebak atau menerka alur dan ending cerita. Karena konsumen yang baik tidak mungkin melepas segel plastik dan mengintip isinya saat hendak membeli sabuah buku, maka pastilah yang dilihat adalah judul. Kemudian, pembaca akan memiliki kesan kritis tersendiri yang akan menentukan bagus atau tidaknya. Misalnya seperti, “Wah, judul buku A ini menarik.” atau “Judul cerpen B terlalu umum, mudah d�terka ending-nya.”

Sebelum saya mem�l�h judul �n�, saya melakukan pengamatan dar� berbaga� sumber. Yang pertama kali saya jelajahi pastilah perpustakaan SMP Negeri 7 Jakarta, karena memang saya bersekolah d� sana. Kemud�an, karena waktu pengerjaannya adalah bulan Agustus-September, saya berusaha memanfaatkan waktu yang semp�t yang seharusnya d�paka� untuk berl�bur ke luar daerah.

Setiap rumah, atau setiap tempat yang saya singgahi, saya gunakan untuk menulis dan memband�ngkan judul-judul dar� berbaga� novel s� pem�l�k rumah, sampa� pada akh�rnya saya menemukan judul buku yang s�ngkat dan mudah menempel d� benak. Novel tersebut berjudul “Underground” yang d�jual online d� nul�sbuku.com. Penul�s Underground juga sudah menerb�tkan berbaga� karya, salah satunya berjudul Avyw. Sungguh un�k! Maka saya segera berp�k�r untuk menc�ptakan sebuah judul yang s�ngkat, padat, dan un�k. Dengan kata lain, “Greatinture” lahir dari berbagai sumber yang telah saya pilih.

Banyak orang bertanya, “Apa itu Greatinture?” Bahkan, orangtua saya pun bertanya dem�k�an. Sebenarnya, Greatinture d�c�ptakan atas �de utama cerpen yang saya buat, yang telah dipadukan agar tidak mudah diterka. Kalimat sebenarnya adalah “Regret in the Future” to “Great in the Future”, karena kebetulan saya membuat s� tokoh utama berkesempatan memperba�k� masa depannya agar leb�h ba�k.

Saya menul�s cerpen �n� karena saya �ng�n sekal� mel�hat has�l tangan dan has�l kerja keras saya. Saya �ng�n mel�hat bahwa apa yang saya l�hat, dengar, dan rasakan b�sa menjad� sesuatu yang menghasilkan. Bukan menghasilkan royaliti, tapi menghasilkan pengetahuan, pelajaran, dan senyuman untuk para pembaca. Karena, alangkah sayangnya j�ka sesuatu yang k�ta buat dengan modal usaha hanya b�sa d��baratkan sebaga� makanan rayap. Coba bayangkan, sesuatu yang harusnya b�sa d�syukur�, malah menjad� sesuatu yang d�kas�han�.

Demikian cerpen yang saya buat dengan harapan dapat dibaca dan dinikmati semua orang.

7515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Rahasia Besar SahabatkuAlvi Zainita Putri B

76 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Air mataku tidak berhenti menetes sejak kematian tragis sahabatku. Sekarangpun Ica masih jadi pendiam, mungkin juga sedih karena kematian

Lina. Ica sekarang jarang sekali mengobrol denganku.Lina dan Ica adalah sahabatku sejak kecil. Kami selalu mengerti satu sama

lain. Seminggu yang lalu, Lina meninggal dunia. Sepertinya dia dibunuh, namun sampai sekarang belum juga diketahui pembunuhnya. Aku sangat tidak sabar ingin tahu pembunuhnya. Jika aku tahu, aku akan menututnya agar dihukum seberat-beratnya.

Seminggu berlalu dengan cepat. Pagi itu, oleh guru kami, kami dikenalkan dengan seorang murid baru bernama Lea. Dia duduk sebangku denganku, yang seharusnya adalah bangkunya Lina. Namun sepertinya ada yang aneh dengan anak itu. Anak perempuan tersebut memiliki mata yang sayu, wajah pucat, dan tangan yang super dingin. Aku tahu tangannya dingin saat berkenalan denganku.

“Ditya, kamu sahabatnya Lina ya?” tanya Lea padaku. “Iya kamu kok tahu?’ aku menjawab heran. “Dari koran,” jawabnya santai. Memang kematian Lina dimuat di koran, tapi sepertinya namaku tidak tertera

di sana, ucapku dalam hati.Bel istirahat berbunyi. Anak baru itu menempel terus padaku dan Ica. Dan

yang membuatku semakin risih adalah cerewetnya itu. Dia terus menginterogasiku tentang kematian Lina. Aku sangat heran dengannya, sebenarnya ada hubungan apa dia dengan Lina. Aku sampai kasihan dengan Ica, dia sepertinya sangat tertekan.

“Dit, siapa sih sebenarnya yang membunuh Lina?” dia berkata dengan rasa ingin tahu.

Saat itu juga Ica langsung marah-marah, “Kenapa sih kamu? Pingin tahu aja! Kamu itu siapanya Lina?”. “Sabar Ca,” aku menenangkan Ica. Sejak itu, Lea tidak bersuara lagi sampai bel pulang sekolah berbunyi.Pagi-pagi sekali Lea sudah datang. Tidak biasa. Biasanya aku lah yang selalu

datang pagi. Lea hanya duduk berdiam diri di bangkunya. “Lea, omongannya Ica jangan dimasukkan ke hati!” aku menghiburnya. Lea merespon perkataanku, “Iya nggak apa, tapi Dit kamu harus cari tahu siapa

yang membunuh Lina. Aku tahu, Lina pasti ingin kamu cari tahu itu.” “Tapi gimana caranya? Lagian kamu peduli sekali dengan Lina. Mengapa?” aku

bertanya baik-baik agar tidak menyakiti hatinya. “Caranya itu terserah kamu, aku? Peduli sama Lina? Ya aku rasa kebenaran

harus diungkapkan,” dia menjelaskan padaku. “Oke, akan aku pikirkan bagaimana caranya,” aku meyakinkannya. “Kalau boleh usul, tanya saja ke kakekmu!” dia menambahi.

7715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Mmmhh... iy, iya,” aku ragu terhadap usul Lea.

* * *

Hari ini terasa cepat, sekarang saja aku dalam perjalanan pulang. Kakek? Memang ada apa dengan kakek? Aku memikirkan usul dari Lea. Mungkin aku harus tanya kakek. Sesampai dirumah, aku segera ke kamar kakek untuk menanyakan sesuatu pada kakek.

Setelah aku menceritakan semua kejadian sejak kematian Lina dan munculnya Lea, kakek tersenyum dan berkata,

“Apa ada yang aneh dengan anak baru itu?”. “Iya, memangnya kenapa kek?” aku menjawab penasaran. “Nanti kamu juga tahu, kalau sekarang kamu tahu kamu nggak akan percaya,”

jelas kakek. “Lalu, kenapa aku disuruh tanya kakek untuk menyelidiki pembunuh Lina,” aku

bertanya lagi pada kakek. “Karena ..,” Belum sempat kakek menjawab, ibuku memanggil. “Dit, ini lho ada Ica!”. “Iya ma, kek ngobrolnya dilanjutkan nanti ya..,” aku berpamitan pada kakek.Setelah aku main dan ngobrol-ngobrol dengan Ica, aku kembali ke kamar kakek.

Namun kulihat kakek sedang tidur. Akhirnya aku menunda niatku yang ingin tahu cara mengetahui pembunuh Lina. Menunda, bukan membatalkan, karena jika aku membatalkannya aku tidak akan mengetahui cara menyelidiki kematian Lina.

Keesokan harinya saat aku sekolah, di kelas sudah ada Lea yang duduk berdiam diri seperti kemarin.

“Bagaimana? Udah tanya kakek kamu?” tanya Lea. “Sudah sih, tapi sebelum kakek menyelesaikan kalimatnya, Ica datang, jadi aku

nggak sempat,” kataku dengan nada kecewa. “Ya udah deh. Kan masih ada nanti dan seterusnya. Tapi, lebih cepat lebih baik,”

kata Lea.Aku merasa tidak enak dengan Lea. Maka, sepulang sekolah aku menanyakannya

lagi pada kakek, “Kek, kemarin apa jawabannya?”. Kakek menghela nafasnya dan mulai menjelaskan, “Keluarga kita itu bukan keluarga biasa. Keluarga kita dapat menjelajahi waktu,

dimensi kempat maksudnya. Kamu bisa kembali ke waktu Lina dibunuh dan melihat siapa yang membunuh Lina.”

“Kalau begitu, aku bisa menyelamatkan Lina dong kek dari kematiannya,” terkaku.

78 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Tidak bisa, kamu tidak bisa mencegahnya karena yang kembali hanyalah rohnya. Kamu hanya bisa melihatnya untuk menyatakan kebenaran yang ada,” jelas kakek padaku.

“Yah, tapi Lea tahu dari mana kalau keluarga kita punya kelebihan itu?” aku terus berbicara.

Kakek bilang untuk kedua kalinya, “Kakek bilang nanti kau akan tahu sendiri.” Aku kembali bertanya pada kakek, “Tapi bagaimana cara melakukannya?” “Besok saja kakek beritahu. Sekarang kakek lagi malas,” kakek mengelak. “Ya udah deh,” jawabku kecewa.

* * *

Keesokan paginya, Lea kembali bertanya, “Gimana? Udah tahu?”. “Udah, tapi bagaimana kamu yang baru kenal sama aku tahu kelebihan

keluaragaku sedangkan aku yang keturunannya nggak tahu,” “Kalau itu, kamu masih nggak boleh tahu, nanti kamu juga tau sendiri,” dia

berkata seperti kakek. “Lalu aku harus begaimana?” Tanyaku. “Ya.. kembalilah ke masa lalu untuk melihat siapa yang membunuhku, oops..

membunuh Lina maksudku,” dia salah berkata. “Apa? Membunuhku? Sebenarnya siapa sih kamu?” aku mengatakannya dengan

nada yang tinggi. “Besok saja. Kamu tidak akan mengerti kalau kuceritakan sekarang,” dia

langsung menjauh dariku.Kenapa semua mengelak. Kakek tak mau memberi tahu cara melakukan

perjalanan waktu, dan Lea tak mau menceritakan jati dirinya. Aku menggerundel di dalam hati. Sampai-sampai saat sekolah aku terus memikirkannya. Saat bel pulang, aku buru-buru pulang. Aku buru-buru pulang untuk menanyakan hal itu pada kakek. Aku rasa kematian Lina, kuncinya ada di kakek dan Lea.

“Kakek..” aku masuk rumah sambil teriak-teriak. “Kamu kenapa?” tanya mama padaku. “Nggak apa ma, aku pingin ketemu kakek,” aku menghindari mama. “Kek, ayo cerita kakek janji kan?” aku merengek pada kakek. “Iya, iya, kita bisa melakukan perjalanan waktu hanya kalau kita fokus, sangat

fokus,” kakek menjelaskan. “Maksudnya?” aku tetap tidak mengerti. “Kamu harus memejamkan matamu dan pikirkan tujuan kamu. Itu akan

membuatmu fokus. Jka sudah beberapa menit, bukalah matamu. Kamu akan ada di tempat dan waktu yang dituju,” jelas kakek.

7915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Hanya begitu kek?” aku bertanya lagi. “Iya,” kakek menambahi.Aku berkata dalam hati, ‘Hanya begitu? Nggak salah?’. Setelah tahu itu aku langsung memikirkan kira-kira kapan Lina dibunuh.

Akhirnya aku memutuskan untuk bertanya pada Lea besok di sekolah.Tanpa kusadari, selama ini aku melupakan Ica. Akhir-akhir ini dia sering tidak

masuk sekolah. Aku segera berpamitan pada mama dan berlari ke rumah Ica. “Permisi,” seraya mengetuk pintu. “Iya, eh ada Ditya ayo masuk,” ajak ibu Ica. “Ica nya ada tante?” aku bertanya. “Aduh Icanya sakit Dit, demamnya sangat tinggi lalu dia terus mengigau tentang

Lina,” jelas ibunya. “Boleh saya lihat?” aku minta izin. “Oh, iya boleh ini kamarnya” aku dipersilahkan.Saat aku masuk, kulihat sahabatku terbaring lemah di tempat tidur. “Ca, maafin aku ya, selama ini aku nggak pernah memperhatikanu lagi. Aku

selalu bersama Lea, tapi itu semua untuk mengungkap kasus Lina sahabat kita,” kataku sambil menangis.

Namun Ica tidak bisa menjawab apa-apa, dia hanya tidur di tempat tidurnya yang hangat. Setelah itu, aku berpamitan dengan ibunya Ica dan segera pulang ke rumah.

Keesokan harinya Lea kembali bertanya padaku, “Gimana?” “Gimana apanya?” tanyaku kembali. “Perjalanan waktunya!” Lea berseru. “Oh! Sudah tahu caranya sih tapi belum dicoba,” jawabku datar. “Segera coba, karena waktuku tidak banyak!” Lea berkata aneh lagi. “Waktu apa? Kamu punya hubungan apa sih dengan kasus ini?” aku bertanya

pada Lea. “Mmmh... nggak, nanti aja aku cerita,” Lea menghindar dariku.Malam ini aku putuskan untuk mencoba melakukan perjalanan waktu. Aku

masuk ke kamarku lalu menguncinya. Aku duduk di kasurku yang cukup empuk dan mulai memejamkan mataku. Kubayangkan taman yang merupakan tempat terjadinya pembunuhan Lina. Kubayangkan terus tempat itu. Akhirnya kubuka mataku.

Kulihat seorang anak SMA berjalan sendiri di tengah taman itu. Dia mendatangi seorang anak perempuan yang duduk di kursi taman. Dia mengobrol sebentar dengan anak yang duduk di kursi. Lalu terjadi pertengkaran antara dua anak tersebut. Lalu terjadilah pembunuhan itu.

80 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Anak yang berjalan tersebut adalah Lina dan yang duduk adalah… dia? Kenapa dia?

Aku tidak kuat melihat pembunuhan itu, tapi aku tidak tahu cara pulang. Aku tidak menanyakannya pada kakek. Akhirnya, kulakukan seperti saat aku berangkat tadi. Kupejamkan mataku dan kubayangkan kamarku yang nyaman. Lalu kubuka mataku, aku kembali ke kamarku.

Malam itu aku tidak bisa tidur. Percakapan Lina dan Ica terngiang. Ya Ica, Ica lah yang duduk ditaman itu dan dialah juga yang bertengkar dengan Lina dan dia juga yang membunuh Lina. Aku terisak, dan mulai meneteskan air mataku, atau lebih tepatnya menumpahkannya.

“Ica? Kamu ngapain? Ca kamu pakai narkoba?” tanya Lina waktu itu. “Lina? Ngapain disini? Tolong jangan bilang siapa-siapa ya!” jawab Ica terbata-

bata. “Nggak bisa Ca! Aku harus bilang, kamu tahu narkoba itu berbahaya! Aku akan

bilang ke Ditya dan mungkin Ditya akan bicara ke pihak yang berwajib,” jelas Lina. “Aku tahu kalau narkoba itu berbahaya, tapi kamu nggak tahu rasa sakitnya jika

aku nggak menggunakannya. Aku kecanduan Lin. Jangan bilang ke siapa-siapa! Aku takut,“ Ica mengelak.

“Nggak, aku akan bilang,” Kata Lina. Dan saat itu terjadilah kejadian yang tidak diinginkan. Dan saat ini aku tidak

bisa melupakan kejadian itu. Sampai pagi itu datang.Aku harus bilang ke Lea. Setelah menceritakan semuanya, dia malah

merespon, “Iya semua itu benar.” Aku heran, kenapa dia bisa tahu. “Kau tahu dari mana semua itu? Dan tolong ceritakan siapa sebenarnya kamu!”

aku meminta penjelasan. “Mmmh... oke akan aku ceritakan semuanya agar kamu mengerti,” akhirnya dia

mau menurutiku.

* * *

“Aku ini sebenarnya Lina Dit,” katanya. Aku kaget mendengarnya sehingga aku memotongnya. “Apa? Tapi bagaimana bisa? Lina sudah meninggal dan kamu… kamu...” Dia langsung menjawabnya, “Jangan memotongku dulu, aku memang sudah

meninggal. Tapi, aku diberi kesempatan hidup sampai semua orang tahu siapa yang membunuhku. Dan jasad ini memang jasad seorang perempuan bernama Lea. Aku tidak memakai jasadku sendiri karena jasadku sangat menyedihkan.”

8115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Tapi kenapa kamu tidak langsung bilang ke aku kalau pembunuhnya itu Ica?” tanyaku.

Dia menjawab, “Karena kamu tidak akan percaya kalau Ica sahabat kitalah yang membunuhku. Kamu harus cepat memberitahukan ini pada yang berwajib agar aku bisa pergi dengan tenang,” Lina mulai terisak.

“Lina, jangan pergi. Aku janji akan membongkar ini semua tapi jangan pergi ya?” aku menangis.

“Tidak bisa. Waktuku sudah habis. Aku akan pergi sore nanti di gedung tua yang biasa kita buat bermain,” katanya sambil meninggalkanku.

Sepulang sekolah aku langsung ke kantor polisi dan membongkar semuanya. Sebenarnya aku tidak tega melihat Ica sahabatku dihukum, namun kebenaran harus tetap ditegakkan. Setelah menjelaskan semuanya, aku bersama para polisi pergi ke rumah Ica.

Sesampainya di sana, polisi menangkap Ica. “Dit, maafin aku. Selama ini aku bohong sama kamu,” isak Ica. “Ca aku udah maafin kamu kok, aku akan tetap menjadi sahabatmu. Aku akan

menunggumu sampai akhir hayatku,” aku ikut terisak. Keluarga Ica menangis tidak menyangka kalau Ica memakai narkoba dan

membunuh sahabatnya sendiri. Karena Ica mengakui semua kesalahannya, ia mendapat keringanan hukuman.

Setelah lega membongkar kasus tersebut, aku teringat Lina. Hari ini sudah menjelang sore, berarti dia akan pergi. Dia akan pergi meninggalkanku. Aku segera berlari ke gedung tua yang biasa kubuat bermain dengan para sahabatku. Sampai di sana kulihat tubuh Lea atau roh Lina bermuka masam.

“Apa kamu benar-benar harus pergi? Tidak bisakah kamu tinggal di sini lebih lama lagi?” tanyaku yang mulai meneteskan air mata.

“Nggak, nggak bisa Dit, waktuku sudah habis, aku benar-benar harus pergi,” kata Lina. Kulihat langit mulai gelap, langit seperti terbuka dan mengeluarkan cahaya yang sangat terang. Ada kabut putih yang menyelimuti tubuh Lina. Ini mungkin pertanda bahwa Lina memang harus pergi. Perlahan-lahan tubuh Lina terbang ke arah langit yang terbuka tadi. Diiringi air mataku yang mungkin sudah sangat deras, tubuh Lina mulai menghilang. Dan berakhirlah sudah. Kini aku sendiri tanpa sahabat-sahabatku yang kusayangi. Tapi aku sudah tenang karena semua terungkap. Aku tinggal menunggu Ica bebas dari hukumannya. Dan kelak aku juga akan menjemput Lina. [*]

82 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Biodata dan Proses Kreatif

Alvi Zainita Putri B. namaku. Aku lah�r d� Sumenep, 18 Jun� 1998. Aku anak pertama dar� empat bersaudara. Hobbyku membaca dan menul�s. Aku sangat menyayang� keluargaku. Ayahku, Muhammad Za�n�, adalah seorang guru IPA, namun beliau pandai matematika, sejarah, bahasa �nggr�s dan la�n-la�n Bel�au sangat suka membaca, namun belum mencoba menuangkan �denya ke dalam tul�san. Ayahku sangat panda� berb�cara dan ser�ng sekal� d�m�nta untuk menjad� pembawa acara. Bel�au sangat d�s�pl�n, juga sangat cerdas. Setiap aku belajar dan menemukan kesul�tan, bel�au lah yang akan mengajar�ku. Ayah sangat

suka berb�cara bahasa �nggr�s. Bel�au �ng�n anaknya panda� berb�cara menggunakan bahasa �nggr�s.

Ibuku, Yusnita Rahmawati, adalah Ibu rumah tangga. Beliau sangat suka memasak dan sangat tertar�k dengan b�sn�s makanan. Saat �n� Ibu mempunya� b�sn�s kul�ner kec�l-kec�lan. Beliau sangat pandai memasak. Masakan apapun yang beliau buat pasti sangat enak. Dulu ibuku sering mengajakku membuat kue bersama. Namun, sejak ada adikku, ibuku tidak sempat untuk membuat kue.

Aku mempunyai tiga adik. Adikku yang pertama bernama Sabrina. Ia duduk di kelas l�ma SD. D�a adalah ad�k yang lucu, sangat humor�s. Sebenarnya d�a suka membaca, namun dia hanya tertarik dengan komik, itu pun tidak semua komik. Adikku yang kedua bernama Don�. Saat �n� �a duduk d� kelas dua SD. D�a ad�k yang bandel, jah�l, tap� d�a cerdas. D�a panda� dalam b�dang pelajaran IPA. D�a juga tertar�k dengan membaca, tap� yang d�a baca hanyalah komik. Adikku yang terakhir masih berumur tiga tahun. Dia sangat lucu saat berbicara ataupun bertingkah. Aku sangat sayang padanya.

Saya tinggal di Jl. Amuntai no. 64, Perumahan GKB Gresik. Karena tinggal di perumahan, aku jarang sekali keluar rumah, selain juga karena aku tidak mempunyai teman sebaya di s�n�. Sebenarnya rumahku sangat strateg�s. D� depan rumahku adalah jalan raya perumahan seh�ngga dapat d�manfaatkan untuk b�sn�s rumahan. D� dekat rumahku juga ada masj�d untuk tempat ber�badah. D� GKB juga terdapat banyak fas�l�tas untuk memenuh� kebutuhan masyarakat seperti: sekolah, supermarket, lapangan olahraga dan lain-lain. GKB termasuk perumahan yang luas dan terd�r� dar� dua kecamatan.

Aku bersekolah di SMP Negeri 1 Gresik, kelas 8, tepatnya kelas 8D. Di sekolahku, setiap jenjang kelas mem�l�k� semb�lan kelas, mula� dar� kelas A sampa� kelas I. Sekolahku adalah sekolah RSBI yang sekarang dalam proses menuju SBI. D� sekolahku terdapat berbaga� laboratorium, seperti: laboratorium bahasa, laboratorium komputer dan lain-lain. Setiap hari senin pagi, warga SMPN 1 Gresik mengadakan upacara bendera atau apel pagi. Setiap akan masuk sekolah, kam� warga SMPN 1 Gres�k selalu d�absen. Aku merasa senang bersekolah d� s�n�.

Di rumah aku tidak punya teman bermain. Namun, di sekolah aku punya beberapa sahabat, yaitu: Assa, Shofie, Baiq, Nadia, Kiky, Lison, dan Ivan. Assa, Shofie, Nadia, dan Baiq adalah teman sekelasku saat aku duduk d� kelas 7. Mereka adalah teman ba�kku. Mereka lucu dan cerdas. Pokoknya aku sangat nyaman bersama mereka. Sekarang kelas kam� terpencar, Baiq di kelas 8C, aku dan Nadia di kelas 8D, Assa dan Shofie di kelas 8G. Meski kam� berbeda kelas, hubungan kam� mas�h sangat ba�k.

8315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Beg�tu meng�njak kelas 8, aku menemukan teman-teman baru. Salah satunya K�ky, L�son, dan Ivan. Baru pertama kal� �n� aku b�sa berteman ba�k dengan anak lak�-lak�. Ternyata berteman dengan mereka sangatlah seru. Mereka sangat suka bercanda. Aku sungguh senang dapat berteman dengan mereka semua. Aku juga sangat berter�ma kas�h pada mereka, karena mereka mau jad� teman ba�kku.

Hari-hariku berjalan seperti biasa, namun terkadang ada beberapa hal yang membuatku bahagia, sedih, dan lain-lain. Biasanya, bangun tidur aku mempersiapkan segala hal untuk sekolah. D� sekolah aku melakukan apa yang d�lakukan s�swa pada umumnya: aku belajar, bermain bersama teman, dan lain-lain. Sepulang sekolah, biasanya aku langsung tidur dan bangun pada sore hari. Di malam hari, aku biasanya belajar. Sebelum tidur, aku biasanya membaca novel untuk pengantar tidur. Waktu-waktu luang biasanya kupakai untuk membaca, menul�s, berma�n, dan la�n-la�n. Aku juga mempunya� keb�asaan mendengarkan mus�k saat berperg�an. Pada har� l�bur, aku d�ajak keluargaku untuk berl�bur. B�asanya kam� ke rumah nenek, atau berbelanja d� sebuah supermarket.

Aku sudah mula� menul�s sejak kelas l�ma SD. Namun, aku mula� membaca sejak kelas dua SD. Dulu ayahku memb�asakan aku untuk membaca 1 buku dalam 1 m�nggu. Tap� sekarang, dalam 1 m�nggu aku b�sa menghab�skan sek�tar l�ma buku sekal�gus.

Saya sangat senang b�sa lolos ke 15 besar dan berhas�l sampa� d� s�n�. Sekarang saya akan mencer�takan latar belakang mengapa saya menul�s cer�ta “Rahas�a Besar Sahabatku”. Latar belakang yang pertama adalah, sebagai generasi muda saya sangat prihatin pada generasi muda yang sudah mula� terjangk�t penyalahgunaan narkoba. Yang kedua, saya tergugah dengan n�la�-n�la� persahabatan yang sudah mula� luntur dar� keh�dupan k�ta, dengan munculnya rasa Individualisme. Saya lihat, generasi muda sekarang lebih mementingkan d�r� send�r�. Latar belakang yang ketiga adalah penegakan hukum d� Indones�a yang sudah mula� goyah. Goyah karena terjad� suap-menyuap dan la�n-la�n. Itulah latar belakang mengapa saya menul�s cer�ta “Rahas�a Besar Sahabatku”.

Saya b�sa menul�s cer�ta �n� karena saya sangat suka membaca, terutama novel. Saya adalah pec�nta novel, dan dar� novel lah saya mendapat �nsp�ras�. Beg�tu saya tahu ada “Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR)” ayah saya sangat mendukung saya untuk mengikutinya. Saya menulis pada bulan Ramadhan. Dengan masukan-masukan dari orang tua dan teman-teman saya, serta guru pemb�mb�ng, akh�rnya cer�ta �n� selesa�. Namun, cer�ta �n� selesa� pada saat l�bur sekolah. Jad�, saya meng�r�m cer�ta �tu send�r� lewat pos tanpa melalu� sekolah.

Hari-hari berlalu, saya menunggu pengumuman lomba, tapi tidak ada kabar. Saat �tu saya sudah mula� pes�m�s. Tap�, pada har� Selasa, 8 November 2011, saya d�ber�tahu oleh guru saya bahwa saya lolos ke 15 besar. Saya sangat senang, beg�tu juga orang tua dan teman-teman saya. Jad� saya harus berter�ma kas�h pada mereka semua yang telah mendukung dan membantu saya, terutama pada mama dan papa saya. Tanpa mereka, tulisan saya tidak akan selesai dan lolos ke 15 besar ini. Terima kasih.

84 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Si Atang dan Gunung AjaibZuhrotus Syarifah

8515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Kenapa aku harus terlahir dengan kelebihan seperti ini?” Atang merengut memandang sekumpulan bebek di sawah yang asyik membicarakannya.

Sejak kecil, Atang sadar bahwa ia memiliki kelebihan. Ia bisa mendengar dan mengerti bahasa makhluk lain selain manusia. Bahkan ia bisa mendengar apa yang mereka pikirkan meskipun mereka tidak mengucapkannya. Tak banyak orang menyadari kelebihannya itu. Ia sendiri memang tak pernah menyampaikannya pada orang lain. Ia membiarkan segala macam julukan orang berlalu begitu saja. Dari anggapan ia seperti orang gila, kawan hantu, sampai manusia ajaib pun tak digubrisnya.

“Hei, kau sudah makan belum? Ayo makan bersama kami.” Seketika Atang menoleh ke arah bebek-bebek itu. Mulutnya merengut.

Memangnya ia hewan apa, jelek-jelek begini ia manusia tulen, pikirnya.“Hei, kalau merengut tambah jelek lho. Sudah jelek malah makin jelek. Ha...ha...

ha...” Bebek-bebek itu manjadi semakin riang bergunjing, menertawakannya.“Ah.... sudah. Diam! Berisik!” Atang marah. Bebek-bebek itu terdiam, tak ada yang bersuara, tapi masih saja Atang

mendengar pikiran dari salah satu bebek itu. “Alah...begitu saja marah.”Tak tahan, Atang bangkit lalu berjalan ke arah gunung. Ia berhenti di tempat

di mana ia bisa duduk sambil memandang lepas ke arah gunung itu. Gunung itu begitu tinggi menjulang, kokoh, berkuasa, dan tak kurang suatu apa pun. Gunung memiliki segalanya: aura, panorama, makhluk-makhluk yang mencintainya, dan juga kekayaan yang melimpah ruah. Sementara ia, anak yang miskin, kurus, dekil, dan hampir dibuat gila oleh kelebihan yang dimilikinya.

Atang mendasah lelah. Sebenarnya ini anugerah, tapi ia bingung dan merasa menjadi orang aneh yang berbeda dengan anak lainnya. Atang berpikir keras. Ia selalu ingin bisa membantu memajukan desanya. Para penduduk di desanya sangat miskin dan tertinggal. Sebenarnya mereka layak mendapatkan penghidupan yang setara dengan masyarakat lainnya. Tapi entah mengapa, desanya selalu saja luput dari perhatian para dermawan itu. Atang tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya seorang anak dengan kelebihan aneh. Atang jadi membenci dirinya sendiri jika mengingat hal itu.

“Ggrrrr....” terdengar suara gemuruh hampir serupa geraman. Atang kembali merengut mendengar suara aneh itu. Kali ini apa lagi, pikirnya.

Mungkin di sekitarnya kini ada kerbau, babi, atau harimau yang mengerang. “Kau seorang anak yang berhati mulia dan jujur, Atang. Tapi kau bodoh!” Kata

suara itu lagi.Apa? Bodoh? Atang tersinggung lalu berbalik. Suara hewan macam apa itu dan

dimana hewan itu berada? Tak ada hewan apa pun di sekelilingnya. Atang heran dan bertanya-tanya. Mungkinkah pohon besar di sebelahnya itu?

86 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Jika kau pintar. Tentu kau juga tidak akan bicara sembunyi-sembunyi seperti itu. Siapa kau?” Bentak Atang marah. Akhir-akhir ini ia memang terlalu emosional.

“Aku bukan pengecut dan dari tadi aku sudah tepat berada di depanmu.” Suara itu besar, keras, dan berkuasa. Suara apakah gerangan? Atang mengamati

atas, bawah, dan jauh ke depan, tapi tak menemukan hewan apa pun di depannya. Burung-burung di pohon itu tak mungkin punya suara yang sebesar itu.

“Aku menyerah. Sekarang katakan siapa kau?” Ucap Atang dengan gaya pasrah dan mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.

“Aku adalah gunung yang dari tadi kau pelototi.” Atang tersenyum, oh gunung, pikirnya. Hah, gunung? Atang terlonjak kaget. Ia

melongo menatap gunung yang menjulang dan bisa berbicara itu. Ia menggeleng-geleng tak percaya.

“Ya, ini aku. Gunung!”Gunung ajaib, simpul Atang. Wah, ia tidak tahu kalau gunung juga bisa bicara

dan turut menjadi salah satu hal ajaib dalam hidupnya. Atau mungkin Atang saja yang sudah berubah menjadi siluman sehingga juga bisa mendengar suara gunung? Atau lebih tepatnya, itu suara siluman di dalam gunung itu? Siluman yang amat besar dan mengerikan tentunya hingga bisa mengeluarkan suara seperti itu.

“Hiiiyy....!” Atang ketakutan, ia meloncat turun dari duduknya dan siap berlari pulang.

“Dasar goblok! Pikiranmu keblabasan. Tentu saja tidak ada siluman. Ini asli suaraku!” Bentak marah gunung itu.

Atang terdiam, langkahnya terhenti. Ya, tentu saja, di jaman semodern ini mana ada siluman. Ia memandang tak percaya pada gunung itu lagi.

“Tak ada siluman? Asli?” Ulang Atang.“Ah, sekarang kau malah terdengar seperti burung beo, Atang. Dengarkan, aku

bisa menolongmu dan masyarakat di sekitarmu.” Ujar gunung itu.“Menolong kami?” Atang memandang lekat-lekat gunung itu. “Benarkah?”

lanjutnya. Atang sejenak berpikir, lantas terlihat bingung. “Bagaimana caranya? Apa yang harus aku lakukan?” Tanyanya kemudian.

“Tugasmu hanya berusaha menyakinkan warga agar selalu mencintai lingkungan dan giat bekerja menggarap sawah dan kebun mereka. Mereka bisa menjadi kaya berkat kebun dan sawahnya. Mereka bisa menjualnya ke kota. Tanahku akan menjadi sangat subur hingga tanaman apa pun dapat tumbuh dengan cepat. Selama ini mereka terlalu malas. Jika lingkungan terjaga, maka panorama desa kalian akan semakin indah. Pasti banyak orang yang tertarik datang ke sini untuk menikmatinya. Tapi kau harus menjaga agar para pendatang itu tidak merusak alam kalian. Bagaimana?”

Atang serius mendengarkan setiap perkataan gunung itu. Setelah mengerti ia

8715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

pun tersenyum puas. “Astaga, kenapa tidak terpikirkan olehku? Aku akan berusaha keras. Sangat

keras. Desa ini akan menjadi desa penghasil pangan yang tak tertandirngi.” Atang segera berlari. Ia ingin segera memberitahu warga. Namun, ia berhenti dan berbalik melempar senyum cemerlang ke arah gunung itu.

“Terima kasih, Gunung Ajaib. Aku bahagia bisa berbicara denganmu. Aku akan kembali.” Atang terus berlari melewati bebek-bebek itu lagi.

“Wah, teman-teman. Inilah Si Atang calon pahlawan kita. Ia bersama Gunung Ajaib itu akan membuat kita kaya raya.” Ucap bebek itu.

Atang berhenti, lalu berbalik melotot heran ke segerombolan bebek itu. “Bagaimana kau bisa tahu?”

“Kabar burung.” Jawabnya. Atang memandang curiga. “Baiklah, Burung Pipit itu yang memberitahuku. Kami mendukungmu, Atang.”

Lanjut bebek itu. Atang tersenyum senang.“Benarkah? Baiklah. Aku harap kalian mau mengabarkan ini pada hewan-hewan

lainnya.” Atang berlari pulang dengan gembira.Pagi-pagi sekali Atang sudah terbangun. Atang mendengar suara hewan-

hewan peliharaan warga yang sudah berteriak-teriak membangunkan tuannya. Atang tersenyum, bebek-bebek itu ternyata bergerak lebih cepat dari yang dibayangkannya. Atang pun segera bersiap untuk memberitahu warga. Tapi, Atang bingung. Bagaimana caranya Atang akan memberitahukan mereka tentang hal ini? Atang tak perduli pada resiko yang bakal dia terima. Ia hanya akan berusaha sebaik mungkin. Dan memberitahu mereka dengan sejujur-jujurnya dan sejelas-jelasnya.

Pagi itu, Atang pun mulai menemui penduduk yang tinggal di sebelah rumahnya. Ia menjelaskan panjang lebar tentang gunung, lingkungan, dan hasil sawah maupun kebun yang bakal membuat mereka kaya.

“Percayalah, Pak. Gunung itu pasti akan menjadi subur!” ucap Atang menutup pembicaraan mereka.

Pak tua itu hanya tersenyum prihatin pada Atang sambil menepuk-nepuk bahunya. Atang bingung.

“Aneh sekali reaksi pak tua itu. Kenapa dia malah mengasihaniku? Ah....sudahlah. Pasti ada penduduk di desanya yang mau mencoba sarannya. Atang bertekad bulat akan terus mencoba. Setiap pagi, ia mulai mendisiplinkan diri. Bangun sepagi mungkin dan mendatangi rumah-rumah penduduk lagi. Tanpa putus asa ia terus menyampaikan hal yang sama dengan yang disampaikan pada pak tua itu. Tapi kembali tak seorang pun yang percaya padanya. Padahal, ia sudah menjelaskan dengan sejujur-jujurnya peristiwa-peristiwa yang ia alami. Terutama tentang gunung itu. Atang heran. Apa yang salah? Mengapa mereka bereaksi sama seperti itu?

88 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Atang masih terus berjalan. Ia mendatangi tumah terakhir di desa itu. Dalam hati Atang sungguh berharap wanita tua itu akan percaya dengan kata-kata. Namun, Atang bahkan hampir menangis ketika mendengar komentar orang itu.

“Nak, pergilah ke kota, lalu carilah dokter yang dapat menolongmu. Kau ini agak berbeda dengan anak-anak lain. Kau sering bicara sendiri dan membicarakan hal-hal aneh yang tidak kami mengerti. Kami turut prihatin, Atang.” Ucap nenek itu

“Percayalah padaku, Nek. Aku tidak berbohong. Kita semua bisa menjadi kaya kalau kita mau. Gunung ajaib itu akan menolong kita. Menyuburkan tanah, mempercepat tumbuhnya tanaman, dan banyak hal lainya. Sungguh, aku tidak bohong, Nek. Aku sudah berbicara sendiri dengan gunung itu.” Atang putus asa.

Wanita tua itu hanya menggeleng seidih, “Nak, kau memang perlu dokter atau dukun. Aku bisa membantumu mencari dukun....”

Atang menggeleng keras.“Aku tak perlu bantuan siapa pun, Nek. Justru aku hanya mencoba membantu

kalian bangkit dari kemiskinan.” Setelah mengucapkannya, ia pergi ke gunung itu.Kembali ia memanjat pohon kesayangannya, dan merenungi segala upayanya

yang tanpa hasil itu.“Sabar, Atang. Suatu saat nanti kamu pasti berhasil. Tetap semangat dan

berusaha ya!” ucap bebek itu lagi. Atang tersenyum, mengangguk. Ya paling tidak, para hewan di desanya

menyambut gembira upaya Atang dan Gunung Ajaib itu. Atang kembali berjalan. Ingin rasanya ia berteriak marah pada orang-orang itu,

tapi ia tak bisa. Atang duduk terpaku menatap gunung ajaib itu. Ia terus berpikir bagaimana caranya meyakinkan warga desanya. Ia sudah mencoba menjelaskan sejujurnya dan sekuat tenaga, tapi tampaknya semua orang justru malah menganggapnya gila hingga dianggap memerlukan dokter jiwa. Atang tersenyum pahit. Ya, tentu saja mereka tidak akan percaya kalau ia bisa berbicara dengan binatang atau makhluk lainnya.

“Hehehe.... Bodoh benar aku.” Atang tertawa. “Mereka tentu justru malah menganggapku gila jika melihatku serius berbicara dengan hewan-hewan itu.” Lalu apa yang harus ia lakukan? Atang bingung. Ia mengacak-acak sebal rambutnya.

“Gunung Ajaib, aku gagal menjalankan tugasku. Aku sudah berusaha. Tapi mereka tidak percaya kata-kataku. Apa yang harus aku lakukan?” Teriaknya.

“Kamu tidak gagal, Atang. Paling tidak mereka telah berpikir sekarang. Masih ada cara lain, tapi apa kamu sanggup? Ini berat.” Jawab Gunung itu.

Atang langsung bersemangat, matanya berbinar-binar penuh harap ketika menatap ke gunung itu.

“Apa pun itu. Aku siap. Aku akan berusaha keras untuk menyakinkan mereka. Aku ingin desaku ini menjadi desa yang banyak dikagumi orang. Aku... apa yang

8915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

harus aku lakukan, Gunung Ajaib?” “Yang harus kamu lakukan adalah memberi contoh pada mereka, Atang. Biarkan

mereka melihat dengan mata mereka sendiri. Kau harus memulai semuanya dari diri kamu sendiri. Setelah mereka melihatmu sukses, pasti mereka akan mengikutimu. Tapi ingat, ini tidak mudah dan kamu harus punya semangat dan disiplin diri yang kuat. Tidak boleh terhenti di tengah jalan. Aku akan membantumu, bagaimana?” Jelasnya.

Atang berpikir keras. Ia berusaha mengukur kemampuannya. Ia tak yakin akan mampu melakukannya. Jadi orang sukses dari hasil usaha sendiri seperti yang ia katakan pada orang-orang di kampungnya. Ah, bukankah orang tuanya mewariskan sawah yang sedang ia duduki ini untuknya. Jadi, meski ia masih kecil ia pasti boleh menggarapnya sendiri.

“Aku siap!” ucapnya mantab. Sejenak ia ragu-ragu. “Tapi... kau akan membantuku kan, Gunung Ajaib?” lanjutnya.

“Aku sudah berjanji padamu, jadi aku pasti menepatinya. Mulailah mengerjakan sawahmu besok. Carilah bibit-bibit tanaman itu di lereng gunung. Aku akan membuat tanamanmu cepat tumbuh dan subur. Setelah itu, jual lah hasil panenmu ini ke pasar dan belilah sesuatu untuk menunjukkan pada mereka bahwa kau mampu membeli segalanya dengan hasil jerih payahmu sendiri.” Jelasnya.

Atang menyimak setiap perkataan Gunung itu dengan seksama, lalu melonjak kegirangan setelah memahami semuanya.

“Baik! Aku akan mencoba. Aku akan jadi orang sukses dan bisa membeli apapun yang aku inginkan. Terima kasih Gunung Ajaib. Aku bersyukur bisa berteman denganmu.”

Atang berlari pulang untuk menyiapkan segala sesuatunya untuk mengerjakan sawah besok. Ia hampir saja menabrak bebek-bebek itu.

“Wah, Atang. Apa kamu mampu mengerjakan semuanya sendiri? Kamu kan masih kecil.” Kata bebek itu.

Atang sempat bimbang. Namun ia dengan mantab mengangguk. “Aku pasti bisa. Kau harus membantuku membujuk majikanmu untuk sering-

sering ke sawah di tepi gunung itu. Biar dia melihat apa yang aku lakukan dan ingin melakukannya sendiri.” Setelah mengtakan itu, ia pun berlari pulang.

* * *

Sebelum matahari terbit, Atang sudah bangun. Menenteng alat-alatnya dan membawa bungkusan bekal makanan, ia berangkat ke sawah. Terdengar hewan-hewan di desa itu juga kompak berteriak membangunkan tuannya. Benar saja, ketika ia berangkat ke sawah, Pak tua di sebelah rumahnya sudah bangun. Ia heran melihat Atang menenteng semua barang-barang itu.

90 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Atang, mau kemana kamu? Hati-hati kalau bawa-bawa benda tajam seperti itu. Jangan sampai melukai orang.” Pak tua itu menunjuk-nunjuk ngeri ke alat Atang.

“Ke sawah di kaki gunung, Pak. Aku akan bercocok tanam dan menghasilkan uang banyak. Mari, Pak.” Ucap Atang santai. Ia tersenyum dan pergi meninggalkan pak tua itu melongo heran. Atang tersenyum. Rupanya pak tua itu masih menganggapnya sebagai orang gila yang akan membunuh orang dengan alatnya itu.

Atang mengumpulkan berbagai bibit tanaman buah dan sayuran sebanyak-banyaknya. Ia bekerja tak kenal lelah. Beberapa hari pertama ia membagi-bagi petak sawahnya menjadi beberapa bagian. Kemudian masing-masing bagian dari petak sawah itu ia tanami tanaman yang berbeda. Lalu, ia gali parit kecil dari arah sungai. Secara Ajaib, tanaman itu pun sudah terendam air seperti baru saja ia sirami. Ia tersenyum penuh rasa terima kasih pada gunung itu. Di pinggir-pinggir sawahnya ia tanami dengan bunga-bungaan.

Saat sedang menanam bunga, dari sudut matanya Atang melihat beberapa warga mengintipnya dari semak-semak. Tapi ia pura-pura saja tidak tahu. Ia berharap orang-orang itu akan datang mendekat dan bertanya. Namun, orang-orang itu berbalik pulang dan saling berbisik. Pasti orang-orang di kampungnya sedang heboh membicarakannya, si anak yang mereka anggap gila ini. Atang tersenyum. Lihat saja, pikirnya.

Beberapa hari kemudian, Atang hanya datang ke sawahnya untuk melihat perkembangan tanamanya. Wah, tanah yang ditinggalkan ayahnya cukup luas juga, pikirnya. Ia akan kaya.

Beberapa waktu berlalu, Atang begitu takjub melihat hasil tanamannya cepat tumbuh subur. Gunung itu benar-benar memenuhi janjinya. Atang memekik girang ketika tiba-tiba saja ia melihat bunga-bunga di tanamannya secara ajaib tumbuh menjadi buah segar. Ia pulang ke rumahnya sambil berlari-lari riang.

Keesokan harinya ketika ia tiba di sawahnya, ia melihat buah-buahnya banyak yang sudah masak dan sayuran-sayurannya juga sudah terlihat siap dipetik. Sementara secara ajaib, di bawah pohon-pohon itu, ada tunas-tunas yang baru tumbuh. Berarti ketika memanen nanti, ia tak perlu khawatir karena tunas baru itu segera tumbuh besar dan menghasilkan uang lagi. Atang segera memetik buah dan sayuran itu dan memasukkannya ke dalam keranjang. Ia sudah menyewa kendaraan di kota yang akan ia bayar dari uang hasil penjualan sayuran dan buahnya.

Dengan bangga, Atang lewat di depan orang-orang kampung yang seperti berbaris hanya untuk melihatnya pergi dengan truk kecil yang penuh dengan hasil sawahnya. Orang-orang itu melongo heran. Dalam waktu yang secepat itu, Atang bisa menghasilkan pangan yang begitu banyak.

Ketika Atang pulang ke rumahnya, ia sudah bisa membeli berbagai macam kebutuhan sehari-hari dan barang-barang yang ia inginkan. Membawa

9115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

sebagian barangnya, Atang berlari ke gunung bermaksud untuk menceritakan kegembiraannya. Orang kota menyukai hasil tanamannya.

Namun, begitu sampai di sawahnya, Atang melongo melihat semua orang di kampungnya sudah berada di sawah dan mengerjakan sawahnya masing-masing dengan giat.

Semua orang menyambut Atang dengan gembira. Mereka merasa menyesal telah mengabaikan perkataan Atang. Kini, Atang menjadi anak emas di desanya. Atang tersenyum bahagia pada gunung itu. Ia tak menyesal menceritakan percakapannya dengan gunung itu. Meski dianggap gila, tapi ia bercerita apa adanya. Tapi Atang pikir, sekarang mereka akan terlalu sibuk untuk bergosip dan menanyai Atang soal itu lagi. Atang tersenyum puas melihat semangat kerja warga desanya. Mulai sekarang, desa itu akan menjadi desa agraris penghasil pangan yang tak tertandingi.

“Ya, aku akan memperjuangkan kelestarian desaku seumur hidupku!” tekad Atang pada dirinya sendiri dan pada Gunung Ajaib itu. [*]

Kenapa saya menulis “Si Atang dan Gunung Ajaib”

Namaku Zuhrotus Syarifah. Aku sekolah d� MTsN Sumberagung. K�n�, aku sudah duduk d� kelas IX. Hamp�r tiga tahun menjadi siswa Matsumba, aku sudah mempunyai banyak teman. Dalam waktu s�ngkat, hamp�r semua guru di sekolahku mengenaliku. Bukan karena aku menjadi artis atau b�duan, tetap� karena n�la� ulangan-ulanganku yang selalu bagus. Aku pun selalu menduduk� per�ngkat pertama d� kelasku. Wuah... aku merasa bangga. Banyak guru-guru dan teman-teman yang menyayang�ku. Ad�k kelasku pun banyak yang mengenal�ku dan ramah padaku. J�ka ada perlombaan menul�s cerpen, aku turut bergabung sebaga� peserta, h�ngga akh�rnya semak�n banyak teman-teman

yang menyayang�ku karena prestas�ku. Sekolah pun menjad� salah satu tempat favor�tku. Hatiku pun tenang, nyaman, dan senang.

Sejak kecil aku tidak punya banyak teman. Aku juga tidak memiliki teman spesial. J�ka �ng�n berma�n, aku hanya bergabung dengan teman-temanku, ba�k lak�-lak� maupun perempuan. Tetapi selama aku tinggal di pondok, aku mulai memiliki beberapa teman dekat. Beberapa sepupuku juga tinggal di pondok itu. Bersama mereka aku bermain bersama. Terkadang kam� juga sal�ng bercer�ta dan berbag� rasa, karena kam� jauh dar� orang tua dan mencoba meraup �lmu agama d� pondok kam� terc�nta.

Selama ini, aku tinggal di rumah kecil yang sederhana dan tepencil dari penduduk. Mas�h banyak pepohonan besar yang tumbuh dengan subur d� l�ngkungan sek�tarku. Udaranya pun juga beg�tu sejuk. Mas�h terh�ndar dar� polus� udara. Aku merasa bangga

92 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

dapat d�lah�rkan d� tempat yang se�ndah dan senyaman �tu. Namun, d�bal�k rasa bangga �tu, aku juga heran dengan pola p�k�r aneh masyakrat d� sek�tarku. Tatkala semua orang d� luar sana berlomba-lomba mencar� kerja, mereka justru bermalas-malasan, seolah mereka tak punya amb�s� untuk dapat h�dup jauh leb�h ba�k d� kemud�an har�. “Nas�b!” bag�tulah ujar mereka j�ka d�tanya. Leb�h parah lag�, sebag�an besar dar� mereka adalah kaum muda.

Banyak pemuda di lingkunganku masih pengangguran. Aktivitas mereka pun hanya nongkrong, main HP, bahkan merokok di gardu-gardu ronda. Sungguh aku merasa prihatin. Anak-anak muda yang seharusnya menggantikan orang tua bekerja malah nongkrong seolah segalanya telah berada dalam genggaman mereka. Mereka tak perdul� mel�hat kedua orang tua mereka membanting tulang setiap hari demi menafkahi keluarga. Aku berharap semoga mereka sadar dan dapat membantu kedua orang tua mereka bekerja dem� kemaslahatan keluarga mereka.

Di rumah, aku memiliki kegiatan khusus yang menjadi kebiasaanku setiap harinya. Aku ser�ng membantu �buku menyelesa�kan tugas-tugas bel�au atau membantu ayahku memel�hara burung puyuhnya. D� rumah, aku jarang berma�n. J�ka ada waktu luang, aku menggunakannya untuk menonton telev�s� atau membaca buku-buku cer�ta atau buku-buku koleks� ayah dan �buku. D� rumahku ada 24 judul buku koleks� keluarga kam�.

Keb�asaanku d� pondok jauh berbeda dengan d� rumah. J�ka d� rumah aku merasa santai, di pondok aku tidak bisa santai. Banyak tugas yang harus aku lakukan. Selain sekolah, kegiatanku selama tinggal di pondok juga banyak. Sebelum berangkat ke sekolah, aku members�hkan pondok terleb�h dahulu dengan menyapu, terkadang mengepel. Tentu saja hal itu tidak kulakukan sendiri, ada beberapa teman yang membantuku. Setelah membersihkan pondok, aku mengaji, baru ke sekolah. Setelah pulang sekolah, aku istirahat sebentar.

Jika waktu Ashar tiba, maka tiba pula waktuku untuk membantu memasak dan merap�kan pondok, tentu saja setelah sholat Ashar berjamaah. Setelah semua tugas selesa�, b�asanya waktu luang kugunakan untuk membaca buku-buku pelajaran atau cer�ta. D� perpustakaan sekolahku banyak sekal� buku cer�ta, jad� aku ser�ng mem�njamnya untuk d� bawa pulang ke pondok. Sesekal�, aku menul�s diary. Dengan menul�s diary, aku dapat menuangkan keluh kesahku. J�ka butuh solus�, aku member�kan diary-ku pada guruku yang sering membimbingku menulis, yaitu Bu Yulian Istiqomah, agar beliau memberiku solusi yang kubutuhkan. Beliau begitu baik dan senantiasa meluangkan waktu untuk menanggapi diary para s�swanya. Hal �n� kulakukan sejak aku kelas VII sampa� sekarang. Emos�ku leb�h terkontrol sejak aku mampu menuangkan uneg-unegku dalam d�aryku.

Setelah sholat Maghr�b berjamaah, kam� mengaj� bersama, dan setelah �tu belajar. Banyak buku-buku agama d� pondokku. Tetap� aku leb�h mem�l�h membaca buku-buku pelajaran terlebih dahulu agar nilaiku tidak menurun. Begitulah seterusnya kegiatan sehari-har�ku ba�k d� rumah maupun d� pondok pesantrenku.

Selain aku, keluargaku juga memiliki kebiasaan masing-masing. Ayah ibuku setiap pag� mengajar d� sekolah mas�ng-mas�ng. Ayahku, Fauz�, mengajar d� SD, dan �buku, Um� Zamronah, mengajar d� TK. Setelah pulang dar� mengajar, ayahku lantas asy�k member� makan dan m�num burung puyuhnya yang jumlahnya lumayan banyak. Yang pal�ng kusuka adalah saat burung-burung �tu bertelur. Ayahku akan mengumpulkan telur-telur �tu dan menjualnya. Alhamdul�llah, uangnya b�sa untuk tambahan �bu berbelanja kebutuhan keluarga.

Berbeda dengan ayahku, �buku leb�h suka menghab�skan waktunya d� dapur

9315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

kesayangannya. Ibuku memasak makan s�ang bag� kam� semua dan terkadang membuat beberapa cam�lan untuk keluarga. Pernah kuusulkan untuk menjualnya, tap� mas�h kerepotan jika dilakukan sendirian, sedangkan aku dan adikku berada di pondok dan tidak b�sa membantunya.

Sela�n ayah dan �buku, kedua ad�kku juga mem�l�k� keb�asaan mas�ng-mas�ng. Ad�kku yang perempuan suka menonton telev�s� atau berma�n bersama teman-temannya. Sedangkan adikku yang laki-laki memilih tidur terlebih dahulu, baru nonton televisi atau bermain sepak bola bersama teman-temannya. Jika adzan Maghrib tiba, maka televisi harus dimatikan dan kami sholat berjamaah. Setelah itu, ayah mewajibkan kami mengaji dan belajar. Setelah sholat Isya’ bersama, baru telev�s� boleh d�nyalakan, tetap� dengan volume suara yang jauh lebih kecil agar tidak menganggu ayah atau ibu yang sedang bekerja. Terkadang ayah pulang membawa kertas-kertas ulangan yang harus d�ber� n�la�, sedangkan �bu asy�k membuat beberapa alat untuk mengajar d� TK. Setelah �tu, kam� pun tidur. Ayah melarang kami untuk tidur larut malam agar cukup waktu istirahat kami dan badan kam� pun jad� sehat.

Aku suka menul�s sejak kelas 6 SD. Tetap� waktu �tu aku belum tahu bahwa aku punya bakat menulis. Aku baru mulai menyadari bakatku menulis ketika aku duduk di kelas VII MTsN Sumberagung. Guru Bahasa Indonesiaku, Bu Yulian Istiqomah, memberi tugas menul�s diary secara berkelanjutan untuk menambah poin keaktifan kami dan untuk mengetahu� kemampuan menul�s kam�. Saat �tu, aku membaca komentar pertama guruku d� catatan 1 diary-ku. Bel�au mengatakan bahwa aku b�sa bercer�ta secara runtut dan mampu menuangkan cer�ta dengan ba�k dalam bentuk tertul�s. Aku merasa luar b�asa senang. Aku menjad� semak�n ser�ng menul�s dan menul�s, mesk� hanya menul�skan cer�ta kesehar�anku dalam diary-ku. Banyak hal b�sa kurasakan menjad� jauh leb�h ba�k setelah menul�s diary �tu menjad� salah satu hob� baruku. D�antaranya; emos�ku leb�h terkontrol dan aku b�sa melangkah leb�h terarah berkat solus� dar� guruku akan semua masalahku.

Sela�n cer�ta, aku juga suka menul�s pantun dan pu�s�. Semuanya kutul�s dalam sebuah buku yang kunama� Buku Karya. Buku �tu kused�akan khusus untuk menul�s karya-karyaku send�r� dan kum�ntakan po�n pada guruku agar menambah n�la� har�anku. Namun semua karyaku tersebut belum pernah dimuat di media, karena aku juga tidak pernah mengirimkannya. Tetapi aku pernah diminta mengikuti lomba menulis cerpen oleh guruku dan mendapat nominasi 3 terbaik se kabupaten Bantul. Anehnya, aku tidak mendapat sertifikat maupun hadiah dari panitia. Guruku juga mengeluhkan hal itu. Aku pun tidak lantas patah semangat untuk menulis. Aku justru lebih semangat lagi. Semangat dan motivasi dari guruku pun tak pernah terhenti hingga akhirnya ada LMCR yang pengumumannya diperbanyak dan ditempelkan di setiap sudut sekolahku.

Aku pun berlomba-lomba dengan teman-teman sekolahku untuk mendapat per�ngkat 5 terbaik di tingkat sekolah yang naskahnya akan dikirimkan ke Jakarta. Alhamdulillah, karyaku masuk l�ma besar. Kam� berl�ma pun mendapatkan pemb�naan dar� guruku sebanyak 4 kal� terka�t dengan LMCR tersebut dan karya yang kam� buat.

Dari lima naskah yang dikirim, tak kusangka, karyaku masuk 15 finalis se- Indonesia. Subhanallah, aku luar b�asa bahag�a. Kam� semua bahag�a karena nama sekolah kam� telah mulai berkibar di tingkat nasional. Tibalah aku di Bogor untuk mempresentasikan karyaku. Seperti mimpi bagiku dapat berada di antara para penulis terkenal dan penulis pemula yang masuk finalis se Indonesia. Insyaallah, menulis akan selalu menjadi duniaku.

Novel yang kubaca tahun �n� ada 3 buku, ya�tu Menggapai Matahari, Laskar Pelangi,

94 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

dan Sang Pemimpi. Tahun �n� aku banyak membaca buku-buku �lmu pengetahuan karena sekarang aku sudah duduk d� kelas IX. Aku harus sukses UN tahun �n�. Sela�n Novel dan buku pengetahuan, aku leb�h ser�ng membaca majalah atau cerpen-cerpen dalam surat kabar. Pu�s�-pu�s� leb�h ser�ng kubaca dar� �nternet. Khususnya pu�s�-pu�s� karya guruku yang beg�tu banyak d� up load d� facebook-nya. Bu Yul�an menurutku memang jago menul�s pu�s�. Ada 130 pu�s� d� dalam facebook-nya. Suatu saat akan kubuat blog khusus untukku yang memuat semua karyaku agar b�sa d�baca oleh orang d� seluruh dun�a.

* * *

Dapat berada disini, mengikuti acara yang fantastis ini, sungguh bagaikan mimpi dalam h�dupku yang serba sederhana �n�.

Aku mem�l�h judul S� Atang dan Gunung Aja�b karena �s�nya meng�sahkan tentang komun�kas� dan kerja sama antara seorang anak yang bernama Atang yang mem�l�k� keleb�han b�sa mendengar dan berb�cara dengan makhluk h�dup la�nnya. Nama Atang ter�nsp�ras� dar� kata ‘pematang sawah’. Ia dapat berb�cara dengan sebuah gunung yang member�nya pencerahan, solus�, cara, dan k�at untuk mewujudkan m�mp�nya mengentaskan kem�sk�nan d� desanya melalu� b�dang pertan�an.

Sela�n �tu, Aku juga ter�nsp�ras� dar� k�sah Nab� Sula�man AS. yang dapat berb�cara dengan hewan, tumbuhan, bahkan jin. Hal itu menurutku luar biasa. Maka, aku berfikir andai saja saat �n� ada seorang anak yang dapat mem�l�k� keleb�han yang sama dengan Nab� Sula�man AS, tentu l�ngkungan k�ta akan terjaga kelestar�annya seh�ngga b�sa sal�ng menguntungkan satu sama lain, khususnya bagi warga yang tinggal di pegunungan sepertiku ini

Atang adalah seorang anak yang tinggal di daerah pegunungan. Ia hidup sebatang kara tanpa sanak keluarga. Ia mem�l�k� keleb�han dapat berb�cara dengan makhluk la�n sela�n manus�a. Atang seorang anak yang emos�onal, namun jujur, d�s�pl�n, juga mem�l�k� semangat, tekad kuat, dan �mp�an yang beg�tu besar untuk dapat membantu warganya agar bangk�t dar� kemalasannya dan menjad� kaya.

Untuk membantu warganya, Atang perlu beberapa cara untuk dapat membuat warganya tersadar. Berkat bantuan dar� gunung aja�b, semangat kuatnya, dan kejujurannya, akhirnya Atang dapat menyadarkan warga desanya untuk tidak bermalas-malasan lagi. Mereka mula� bercocok tanam d� sawah dan kebun mereka, sebaga�mana yang telah d�lakukan oleh Atang.

Jujur, cerpenku ini juga tidak langsung sekali jadi. Proses penulisannya melalui beberapa kal� editing dan rev�s� bersama pemb�mb�ngku, h�ngga jad�lah naskah cerpen yang kuk�r�mkan dalam perlombaan �n�. Dalam peng�r�mannya pun aku juga banyak berd�skus� untuk pengemasannya dengan pemb�mb�ng agar sama dengan teman-temanku yang la�n yang kebetulan tidak lolos dalam perlombaan ini.

Jad�, sungguh karyaku �n� bukanlah karya yang sempurna. Tentunya mas�h banyak kekurangan d� dalamnya, ba�k substans� �s� atau tata tul�snya. Untuk �tu, aku mengharapkan masukan atau saran membangun bag� kesempurnaan naskah cerpenku �n�, atau bag� kesempurnaan karyaku selanjutnya.

9515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Beasiswa KejujuranRenny Andriyanti

96 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Tralala-trilili aku kayuh sepeda ini menuju sekolah. Aku tak malu walaupun aku ke sekolah naik sepeda. Melihat teman-temanku tiap harinya

diantar jemput dengan mobil mewah, aku tak sedikitpun merasa iri dan cemburu kepada mereka. Aku berniat sekolah hanya semata-mata ingin menaikan derajat keluargaku.

Saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar, kehidupanku tidak seperti sekarang. Dahulu ayahku bekerja di sebuah perusahaan swasta yang cukup berkembang. Namun, karena serakah dan tidak pernah merasa cukup, ayah berpikiran untuk mengantongi uang karyawan pabrik untuk mewujudkan keinginannya membangun usaha industri mie. Setelah kasus ayah terbongkar, beliau masuk penjara selama tiga tahun. Setelah keluar dari balik jeruji besi tersebut, tiap hari beliau hanya bertemu dengan mie, saos, sambal, dan sawi.Yah.. ayah sekarang menjadi seorang tukang mie ayam keliling.

Sejak kejadian itu, ibuku terkena penyakit stroke. Beliau hanya bisa berbaring di atas ranjang sembari menggerak-gerakkan mulutnya yang susah digerakkan itu. Mungkin saja ibuku minta sesuatu, tetapi beliau tidak mampu mengucapkannya. Melihat ibu yang seperti itu, aku hanya bisa bersabar. Tuhan tidak akan tinggal diam melihat hambanya menangis, karena setiap tetesan air mata seseorang diperhitungkan Tuhan.

Tuhan memang adil. Aku bersyukur karena aku diberi kelebihan seperti ini. Aku diberi otak yang cukup pandai dan tidak lola. Alhasil, aku bisa masuk ke sekolah ini dengan gratis, dengan perpendekkan masa belajar alias akselerasi. Jika pemerintah tidak menyisihkan sedikit uangnya untuk orang macam aku ini, mungkin aku dan Rangga-Rangga yang lain hanya bisa duduk di rumah sembari memotong-motong sawi untuk mie ayam.

Sekolah ini bukan saja membutuhkan siswa yang pandai tapi juga siswa beruang. Anak yang tidak begitu pandaipun bisa masuk sekolah seperti ini, asal mampu membeli bangku di sini. Aku berjalan di koridor depan kelasku. Aku tersenyum kecil melihat teman-temanku membolak-balik buku berjudul Fisika tipe Bilingual. Sekarang memang ada ulangan fisika di kelasku. Lima menit setelah aku masuk ke kelasku bel berbunyi.

Pak Christoper masuk ke kelas sambil menenteng tasnya yang berisi laptop dan satu buku yang sama dengan yang dibaca temanku di koridor tadi.

“Morning every body.” Suara Pak Christoper sambil menjalankan mouse laptopnya.

“Morning, Sir.” Jawab semua siswa serentak“Now there are replecations. You remember? Prepare paper and she wrote! Perintah

Pak Christoper.“Yes, Sir!” Jawaban siswa sama lagi.

9715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Chapter 5. Problem please distributed chairman of the class!” Tegas Pak Christoper

sambil menunjukku.“Ok, Sir. I share soon! Jawabku sambil menuju ke meja Pak Christoper.Waktu hidup sehariku di sekolah sudah habis. Bel pulang berbunyi. Aku bangkit

menuju tempat tongkrongan sepeda safari kesayanganku yang memang hanya satu-satunya benda yang kumiliki. Sesampainya di rumah, tas sudah aku tempatkan di bangku pojok kamarku. Usai ganti baju, aku menghampiri ayah yang saat itu sedang memotong daging ayam kecil-kecil.

“Yah, ada yang bisa kubantu?” Tanyaku“Makan dulu sana!” Jawab ayah singkat“Biar Rangga gantikan!” Kataku sambil lebih mendekat ke ayah“Ya, tolong teruskan dulu, ayah sholat!” Kata ayah sambil menaruh pisau di atas

tetelan kayu.“Iya, yah” Jawabku sembari mengambil pisau yang dipegang ayah tadi.Ayahku memang seperti itu, sejak kejadian korupsi itu. Ayah menjadi lebih

dingin dan pendiam. Tak banyak ucap jika tidak ada yang penting dan memang harus dibicarakan. Terkadang ayah hanya mengedipkan mata saat aku ingin pergi ke rumah teman. Itu artinya ya. Jika ayah sedang mengerutkan dahinya ketika melihat aku tidak sholat, itu mungkin artinya ‘cepat sholat nak’, begitulah ayah. Kadang-kadang ayah hanya berbicara satu hingga dua kata saja. Irit omong, yah seperti itulah ayah sekarang.

Keadaan ibu semakin buruk. Badannya tinggal tulang dan kulit. Rambutnya sudah kumal menyatu. Bahkan, jika sakitnya sedang kambuh, makan pun ibu tidak bisa.

Ayah mati-matian menjual apa yang layak dijual untuk biaya ibu ke dokter. Belum juga modal ayah untuk berjualan. Mungkin ayah diam hanya karena ayah memikirkan ekonomi keluarga kami yang makin morat-marit. Setelah aku selesai memotong sawi, aku letakkan di gerobak dagang ayah yang masih kosong. Aku mengambil kemoceng hasil karyaku kemarin. Bulu-bulu ayam yang dipotong ayah untuk dijadikan daging aku kumpulkan kemudian kubuat kemoceng dengan pegangan dari bambu. Cukup sederhana namun berguna.

Tidak sengaja aku membuka kotak yang digunakan ayah untuk menyimpan hasil dagangannya. Terlihat banyak uang di kotak ini. Ingin aku mengambil Rp50.000, - saja untuk membeli sepatu yang sama seperti yang dipakai teman-teman di sekolahku. Tapi bagaimana dengan ayahku nanti?

“Le..“ Terdengar suara ayah dari dalam rumah.’Le’ adalah kata untuk memanggil anak laki-laki di Jawa, berasal dari kata ‘tole’

yang artinya anak laki-lakiku.

98 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Ya, ayah!” Jawabku sambil menoleh ke arah ayah.“Sudah?” Kata ayah sambil mengelus-elus rambutku.“Sudah, yah. Mau berangkat sekarang yah?” Tanyaku.“Ya, tolong ibu!” Kata ayah singkat dengan menolehkan kepalanya ke dalam

rumah. Artinya aku harus menjaga ibu dengan baik.Aku duduk di depan teras rumah. Aku masih memikirkan uang tadi. Andaikan

aku mengambil uang tadi sekarang, mungkin aku sudah bisa pergi ke toko sepatu. Aaahh, sudahlah! Kepalan tanganku menjurus ke tanah, dan tanah itu kupukul sekuat tenaga. Aku bodoh berfikir seperti itu, mengambil uang yang jelas-jelas dibutuhkan oleh orang tuaku hanya karena ingin membeli sepatu seperti milik teman-temanku. Tak henti-hentinya aku mengutuki diriku sebagai anak durhaka.

Pukul 23.00 baru kudengar ayah mengucap salam dan mengetuk pintu. Aku bukakan pintu itu dengan mata yang masih tak mau terbuka. Aku menyalami ayah dan kembali ke kamar lagi. Tapi ayah, masih harus membereskan gerobaknya yang terlihat lebih kotor daripada saat berangkat tadi. Tetesan keringat ayah diusap dengan kain serbet yang selalu setia terkalung pundaknya. Aku tidak ingin lagi melanjutkan tidurku, aku menghampiri ayah dan duduk di sebelahnya.

“Yah, aku ingin jadi seperti ayah!” kataku sambil memandangi ayah.“Ayah tidak mau kamu jadi seperti ayah! Ayah mau kamu jadi yang lebih dari

ayah.Ayah akan berusaha sampai otot ayah menyerah. Selama ayah mampu, ayah akan

kembalikan semuanya menjadi yang dulu!” Jawab ayah sambil meninggalkanku.Itulah kata-kata ayah yang sangat panjang dan membuatku tertunduk. Aku

malu jika aku tidak bisa menjadi kebanggaan kedua orang tuaku. Harapan mereka nanti hanyalah aku. Kelak suatu saat nanti, aku harus bisa menggendong mereka saat mereka tidak mampu berjalan menuju kamar mandi, menyuapi mereka saat mereka sakit dan tidak bisa makan sendiri. Itulah janjiku sekarang.

Pagi ini semua siswa kelas IX dikumpulkan di halaman sekolah. Ada pengumuman bahwa ujian UNAS akan dimajukan. Kurang 1 bulan lagi senjata akan digunakan, otak. Aku harus siap! Saatnya membuktikan bahwa aku bisa menjadi kebanggaan ibu dan ayahku. Sekarang ayah membebas tugaskan aku untuk memotong sawi tiap usai pulang sekolah. Belajar, belajar, dan belajar, adalah ritualku setiap hari. Setiap usai sholat selalu ku cium kening ibuku, senyum adalah balasan beliau.

Siang ini aku ada tamu besar. Bapak Wilham Gabri, kepala sekolah di SMP ku sekarang berada di rumah. Entah ada maksud apa beliau bertandang ke sini. Orang sehebat beliau tidak mungkin ke rumahku hanya karena ingin membeli mie ayam ayah, atau mengantarkan bukuku yang tadi ketinggalan di laci kelasku.

“Rengga, kedatangan bapak ke sini karena bapak mau bicara sama kamu!”

9915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Suara Pak Gabri dengan nada pelan.“Maaf, pak. Ada apa?” Jawabku sambil tersenyum manis, siapa tahu nanti aku

dapat beasiswa lagi dan aku bisa membeli sepatu yang tertunda kumiliki kemarin.“Rengga, bapak minta tolong. Sebentar lagi sudah ujian, kamu anak yang

pandai.Maka dari itu, tolong ini berikan pada teman-temanmu nanti saat kamu ujian!”

Kata Pak Gabri sambil menyerahkan 4 lembar kertas bertuliskan ‘Bahasa Indonesia’ yang di bawahnya ada deretan jawaban.

“Maaf, ini apa Pak?” Tanyaku kebingungan. “Kunci jawaban. Tolong kamu berikan kepada teman-temanmu! Ingat Rengga,

jangan bilang siapa-siapa!” Setelah mengucap kata-kata itu, Pak Gabri keluar lalu masuk ke dalam mobil

mulusnya.Aku masih bingung dengan kertas yang beliau berikan tadi. Harus aku apakan

kertas tersebut. Ujian semakin dekat aku makin bingung harus bagaimana. Ibu dulu selalu mengajarkan tentang arti kejujuran. Orang jujur hidupnya akan mujur. Itulah kata-kata yang sering diucapkan ibu kepadaku dulu, saat keadaannya belum seperti ini.

Kalender berjalan begitu cepat, ujian memaksa cepat datang. Aku makin tak karuan, apa yang harus aku lakukan? Aku masih pasukan biru-putih yang belum mengerti arti kecurangan, tepatnya kecurangan besar semacam ini.

Pagi ini aku makin gelisah. Wajahku pucat, seperti orang tidak makan lama. Tapi keadaanku jauh lebih miris daripada itu. Kertas yang diberikan oleh Pak Gabri masih tersimpat di dalam tas. Kucium tangan kedua orang tuaku sebelum aku berangkat sekolah.

“Hati-hati mengerjakannya!” Kata ayah sambil tersenyum.Kubalas perkataan ayah dengan sebuah senyum manis. Kulihat ibuku yang

masih terbaring di ranjang sambil tersenyum kaku. Kuambil sepeda yang setia menemaniku dua tahun ini. Dalam perjalanan ke sekolah aku masih memikirkan benda di dalam tasku yang membuatku gelisah berminggu-minggu. Empat kertas ini adalah kertas yang diturunkan Allah untuk mengujiku.

Aaah, aku terjatuh dari sepeda karena pikiranku lari kemana-mana.Bel berbunyi. Kulihat Pak Gabri sudah stand by di depan ruangan ujianku. Beliau

tersenyum kecil sambil menepuk-nepuk bahuku. Aku mengangguk dan lalu masuk ke dalam ruangan. Dalam hati aku berkata

“Enak dirimu, cengar-cengir. Aku sampai tak nafsu makan gara-gara kertas cobaan Tuhan ini’.

Saat petugas membagikan soal ujianya, dengan waktu yang bersamaan aku mengeluarkan kertas yang diberikan Pak Gabri. Kuselipkan disela-sela soal ujianku.

100 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Keringat dingin makin menetes. Kejujuranku sekarang diuji, namun kulihat di luar jendela ada Pak Gabri yang sedang melihatku. Aku makin tidak suka dengan beliau. Aku tulis jawaban yang diberikan Pak Gabri ke kertas kosong yang sudah aku siapkan tadi. Trio contek sudah dari tadi memanggil-manggilku: Michela, Haikal dan Vesta. Kulemparkan kertas tersebut ke arah Haikal, selesai menyalin jawaban ia langsung memberikan ke arah teman yang lain.

Aku hanya diam, tidak satupun jawabanku melihat dari kertas pembodohan itu. Apa adanya, itu prinsipku sejak dulu. Baik tidak baik aku sudah belajar jujur terhadap diriku. Tidak curang, hanya sebatas itulah yang harus dilakukan seorang siswa. Sering kita jumpai seorang guru bertanya kepada muridnya, “Untuk apa mereka bersekolah? Jawabannya selalu mencari ilmu. Tapi, banyak diantara mereka yang bersekolah hanya mencari selembar ijazah!

Empat hari berlangsung sama. Aku makin takut. Aku terkena demam karena persoalan itu. Setiap aku bertemu dengan Pak Gabri, aku hanya tertunduk. Entah yang aku lakukan benar atau salah, namun Pak Gabri tetap tersenyum karena beliau tidak tahu apa yang aku lakukan. Aku merasa bersalah. namun aku juga tidak mengerti apa yang harus aku lakukan lagi.

Kemana aku harus mengadu, aku makin bingung. Setiap hari aku lihat ayah sholat lebih lama. Ayah berdoa untukku. Tapi aku mengecewakannya. Aku beranikan diriku untuk mendekati ayah dan mulai bercerita.

“Ayah!” Suaraku pelan. Tapi ayah spontan menoleh. Ayah hanya mengerutkan dahinya sambil mengangkat mukanya.

“Yah, Rangga ingin cerita yah!” Kataku sambil duduk di sebelah ayah.“Kenapa, le? Kamu kenapa?” Jawabnya sambil mengelus-elus rambutku. “Pak Gabri menyuruh Rangga menyebarkan kunci jawaban ujian, yah!” Kataku

sambil lebih tertunduk lagi.“Lantas, kamu sebarkan?” Tanya ayah dengan suara sehalus sutra.“Sebagian yah, tapi jawabannya banyak yang Rangga rubah!” Kataku pelan.“Sekarang biar ayah yang tanggung jawab. Besok ayah ke sekolahmu! Sudah

kamu tidur sana!” Kata ayah sambil mendorong punggungku.Setelah sholat subuh, aku bergegas ke kamar ibu. Saat aku akan mencium

tangan ibuku, biasanya ibu sudah bangun terlebih dahulu. Tapi pagi ini semua berbeda. Saat aku pegang tangan ibuku, tangan ibu sudah dingin kebiruan. Bibirnya seperti orang sumbing. Aku berteriak memanggil ayah yang sedang membersihkan halaman belakang.

Ibu telah tiada. Ayah menangis. Aku tertunduk lemas. Aku belum sempat mengucapkan kata “Aku mencintai ibu karena Allah”. Air mataku terjatuh. Rumahku ramai. Sanak familiku datang. Usai menyolati ibu, aku ikut menguburkan jenazah beliau. Ayah pingsan untuk kesekian kalinya.

10115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Kehilangan sosok ibu secepat ini dan dengan cara seperti ini adalah suatu peristiwa yang tidak mungkin terbayangkan oleh siapapun di dunia ini, termasuk aku. Berjalan menjadi remaja yang tak mungkin mendapat perhatian dari sosok ibu lagi adalah tuntutan hidupku. Perjalanan hidupku masih panjang. Aku masih harus berjuang untuk hari esok dan ayah makin irit omong. Memang, terlihat ayah sudah lebih tegar daripada aku, tapi raut wajah yang menunjukan kehilangan masih ada di benak ayah, aku yakin itu.

Hari ini aku dibingungkan dengan kedatangan polisi yang mencariku. Apakah ayah sudah melaporkan kecurangan Pak Gabri atau bagaimana aku tidak tahu.

“Benar kamu adek Rangga?” Tanya salah satu polisi.“I.. Iya, pak.” Jawabku sambil gemetaran.“Bapak mau tanyakan tentang kasus kecurangan Bapak Gabri. Bisa kamu

memberi keterangan tentang kasus ini?” Tanyanya sambil mencatat seperti aku dulu didikte guru Bahasa Indonesia di kelas satu SD.

“Iya, pak. Bapak Gabri datang ke rumah saya, beliau memberikan 4 lembar kertas kepada saya yang isinya kunci jawaban dari setiap mata pelajaran. Saya hanya menyebarkan, pak. Tapi ada beberapa jawaban yang saya ubah.” Jawabku.

“Bapak ucapkan terimakasih, dek. Permisi!” Kata Pak polisi sambil menyalamiku.

Setelah polisi tersebut pergi dari rumah, aku menemui ayah yang tengah duduk di belakang rumah. Aku tak kuasa melihat ayah yang seperti ini. Dadaku membuncah, aku memeluk ayahku. Aku menangis, menangis karena ayahku sudah mengajariku arti sebuah kejujuran dan kedisiplinan hidup sebagai siswa.

“Aku menyayangi ayah karena Allah” itulah kata yang kuucapkan dan membuat ayah menangis.

Selama ini, yang aku tahu ayah hanya menangis dua kali. Saat ini dan saat ibu meninggal. Ayah benar-benar tegar. Mungkin memang ayah belajar dari kesalahannya yang benar-benar fatal itu sehingga beliau berfikiran mengubah semuanya jauh lebih baik daripada sebelumnya.

Pengumuman kelulusan hari ini. Dag… Dig… Dug… Hatiku makin tidak menentu. Hari ini ayah absen tidak berjualan hanya karena alasan mengambil hasil ujianku. Setelah satu jam berada di ruang aula sekolah, ayah keluar dengan wajah yang biasa-biasa saja. Aku berlari kecil menghampiri ayah. Ayah membawa sebuah amplop coklat seperti layaknya guru-guru yang baru diberi gaji bulanan.

RANGGA PRAWIDI SAPUTRA“LULUS”

Dengan NEM 39, 56

102 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Ayah tersenyum kecil melihatku membaca tulisan singkat ini. Berkat kedisiplinanku ini, sekarang aku bisa memetik buah manis semanis madu, yaitu beasiswa melanjutkan sekolah ke SMA Taruna secara gratis lagi. Memisahkan aku dengan kebahagian seperti sekarang ini bak menceraikan air dan ikan. Mustahil.

Pak Gabri sekarang dicopot dari jabatannya sebagai kepala sekolah. Itulah, karena beliau tidak mencoba berkenalan dengan sebuah kejujuran. Kata-kata “Jika tidak jujur hidup tak akan mujur” kata almarhumah ibuku dulu memang benar.

Saat aku pulang dari surau, aku melihat ada kotak di atas meja. Aku tidak berani menyentuhnya, hanya melihat dan memelototi kotak tersebut. Ayah yang sudah dari tadi berada di belakangku pun aku tidak tahu karena aku sibuk dengan apa yang ada di depanku.

“Ini buat kamu, dari ayah!” Kata ayah sambil menepuk-nepuk bahuku.“Apa ini, Yah?” Tanyaku bingung.“Buka saja, le!” Kata ayah sambil mengambil kotak tersebut dan memberikan

padaku.Setelah aku buka kotak tersebut, isinya adalah laptop. Ayah tersenyum padaku.

Aku membalas senyum ayah. Andai saja aku tahu. Uang yang dikumpulkan ayah tiap hari rupiah demi rupiah dimasukan ke kotak tempat ayah menyimpan uangnya itu hanya demi membelikan aku laptop. Dan ternyata, uang yang akan ku ambil tempo hari untuk membeli sepatu sekarang berwujud benda yang ada di tanganku sekarang.

Ayah selalu punya kejutan-kejutan yang tak akan bisa kuduga. Seorang penjual mie ayam keliling sanggup membelikan anaknya sebuah laptop, luar biasa. Ayahku adalah ayah terbaik di seluruh dunia. Lebih baik menjadi mantan narapidana daripada menjadi mantan ulama!

Kabar Pak Gabri menghilang entah kemana. Aku belajar bercermin dari kehidupanku. Menjadi orang jujur itu gampang. Satu kejujuran itu berarti besar. Andai saja aku tidak membongkar semua ini, andai saja aku tidak mengingat petuah ibuku, mungkin aku berdosa karena sudah menyembunyikan kebenaran dan memupuk kebohongan.

Nah, sekarang ayah. Ayahku adalah ayah juara satu di seluruh dunia. Ialah arsitek pembangun kasih sayang. Ialah sopir yang mengantarkanku pada kesuksesan. Aku akan menanamkan suatu janji demokrasi diri. Janji dari diriku, untuk diriku, dan oleh diriku. Yaitu janji bahwa aku akan selalu menjunjung kejujuran agar hidupku mujur. Aku belajar dari Pak Gabri, seorang kepala sekolah, tapi berani untuk menyebarkan kunci jawaban agar standard sekolahnya tetap menjadi standard Internasional, dan hasilnya adalah penjara. [*]

10315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Biodata dan Proses Kreatif

Aku Renny Andriyanti, bungsu dari dua bersaudara. B�asa d�pangg�l “Taa” atau Renny. Aku seorang gad�s Sag�tar�us kelah�ran Malang, 11 Desember 1996. Aku sejak SD sudah hobi menulis, walaupun tulisannya nanti hanya menjad� sebatas s�mpanan d� lac� kamarku. J�ka sekarang aku baca tul�sanku saat SD dulu, mungk�n aku hanya tertawa. Bahasanya mas�h kaku! Dan d� “SPENSAGI” �n�lah kemampuan menul�sku mak�n d�asah! Khusus untuk bapak, �bu, kakak dan guru-guruku, aku persembahkan cer�ta �n� untuk kal�an!

Aku bersekolah d� SMP Neger� 1 Gondangleg�/ 9F KTI. Ayahku Imam Syafaat, adalah pekerja Swasta, sedang �buku,

Nani Pujiati, bekerja sebagai ibu rumah tangga. Aku punya hobby menulis dan membaca. Di rumahku, ada perpustakaan kec�l dengan kurang leb�h 60 judul buku bacaan.

Aku pernah mengikuti sejumlah lomba, antara lain: Siswa Prestasi Kab. Malang, OSN SD, Karaw�tan Se-Jawa T�mur, Lomba Blog, dan Lomba Menyany� Se-Kabupaten Malang. Dalam Lomba S�swa Prestas�, aku mera�h Juara II, 5 (l�ma) Penyaj� unggulan Karaw�tan; dan menjad� Juara III lomba menyany�.

Ixde penul�san cer�ta “Beas�swa Kejujuran” berasal dar� omong-omong warga desa saya. Dalam titik bobot kabar burung ini, ada salah satu Sekolah Dasar di kampung saya yang “mungkin” mendapatkan bocoran soal dari tim pembuat soal ujian. Padahal saya, Renny Andriyanti, menganggap sekolah tersebut adalah sebuah sekolah yang tidak/kurang maju. Gencar, semua sekolah mengkoar-koarkan tentang Pend�d�kan Karakter. Tetap�, mengapa saat pemer�ntah menegakkan perba�kan moral generas� muda, Kepala Sekolah ataupun guru-guru menendang hingga jatuh tiang yang bisa mengubah karakter siswa d�d�knya dengan membocorkan soal-soal uj�an tersebut. Rug� bukan ma�n.

Dalam cerpen �n�, pembaca d�bawa oleh Rangga untuk menolak pembocoran soal dan kunc� jawaban tersebut dengan caranya send�r�; ya�tu dengan mengubah-ubah beberapa jawaban. Rangga adalah tokoh utama dar� cer�ta pendek tersebut. Sekarang pertanyaannya adalah: Mengapa Rangga melakukan hal �tu? Karena Rangga �ng�n mencoba berkenalan dengan kejujuran. Berangkat dar� pengalaman ayahnya yang suram, gelap segelap-gelapnya. Karena ayahnya berambisi menjadi orang kaya dengan tidak jujur, hasilnya ia mengalami al�h profes� dar� pos�s� mapan menjad� tukang m�e ayam.

Rangga juga menyandera p�k�ran k�ta untuk mel�hat sebuah kenyataan: keluarb�asaan Rangga yang mampu menjad� s�swa kelas akseleras� d� sekolah berstandar �nternas�onal (SBI). Anak seorang tukang m�e ayam yang sehar�-har�nya tak pernah absen berjualan untuk mengembangkan ekonomi secuil keluarganya itu bisa lulus dengan NEM tinggi. Manis, man�s, man�s. Bahag�a, bersyukur, dan berbuat yang leb�h ba�k lag�.

Waj�b bag� seorang s�swa mempunya� satu janj�: janj� demokras� d�r� --dari saya, untuk saya, dan oleh saya. Yaitu, janji menggenggam sayap kejujuran. Hal yang tidak pernah alpa dalam suatu uj�an d� sekolah adalah “menyontek” dan “sal�ng membocorkan jawaban”. J�ka itu dipupuk dan disiram setiap hari, maka mereka yang seperti itu adalah generasi penerus Bapak W�lham Gabr�, seorang Kepala Sekolah yang d�cer�takan d� kertas yang dulunya

104 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

ada d� salah satu karung dar� l�ma buah karung tersebut (naskah lomba LMCR kabarnya mencapa� l�ma karung).

Mengapa saya mengamb�l benda laptop untuk saya bawa masuk ke dalam cer�ta �tu? Karena saya merasa laptop adalah satu dar� sek�an benda yang saya m�l�k� yang berjasa membawa saya ke Puncak–Cisarua. Dengan benda pemberian ayah saya tersebut, tulisan saya b�sa d�baca oleh “orang-orang besar” yang b�asanya hanya saya pandang d� layar televisi 21” di rumah. Dengan jasa laptop inilah saya bisa terbius, menganga seperti orang desa yang melihat gedung-gedung tinggi di DKI karena bertatap muka dengan orang-orang yang tersar�ng oleh jala Tuhan yang d�bawa ke pelabuhan kebahag�aan karena menul�s.

Dalam keadaan prihatin melihat seongok kebahagiaan mereka yang hanya tersenyum d� b�b�r tap� moral menang�s, saya menul�s �n�. Kejujuran adalah tangga yang b�sa menjad� pijakan untuk semakin tinggi, dan menulis adalah seorang sopir yang mengantarkan saya bertemu dengan kepuasan batin.

C�sarua, 15 Nopember 2011

10515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Perubahan BaruDinda Maulidya Putri Badar

106 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Tak semua orang terlahir dengan fisik yang sempurna. Ada yang terlahir buta, ada yang terlahir bisu, dan ada juga yang terlahir tanpa memiliki

indra pendengaran. Hal tersebut terjadi dan dialami oleh Zee. Gadis polos berusia 16 tahun yang terlahir lumpuh dan bisu. Menurut keterangan dokter, selama dalam kandungan, ibunya Zee banyak mengkonsumsi makanan minuman yang tak seharusnya dikonsumsi oleh ibu yang sedang mengandung. Yang mengandung Zee waktu itu adalah seorang wanita yang bernama Sandra. Sandra banyak mengkonsumsi makanan minuman seperti alkohol selama ia mengandung Zee. Akibatnya, Zee terlahir bisu dan lumpuh.

Ayah Zee, Priyadi, baru mengetahui rahasia yang selama ini istrinya sembunyikan. Ketika mendengar keterangan dari dokter bahwa Sandra banyak mengkonsumsi alkohol selama hamil, Priyadi menyesal karena telah menikahi wanita seperti Sandra. Ia baru tahu bahwa istrinya dulunya adalah seorang wanita pemabuk yang suka berjudi. Selama 1 tahun mereka menikah, Priyadi baru mengetahui rahasia Sandra. Mereka pun akhirnya resmi bercerai. Setelah cerai dengan Sandra, Priyadi mengeluarkan uang hingga puluhan juta demi menyembuhkan penyakit yang diderita Zee. Tapi Allah SWT berkehendak lain. Zee tetap seperti saat ia lahir. Sang ayah membesarkan anaknya sendiri. Ketika Zee berusia 6 tahun, ayahnya berencana untuk menikah lagi. Kali ini ia lebih waspada dalam memilih istri. Ia tak ingin melakukan kesalahan besar untuk yang kedua kalinya.

Sebelum menikah, ia mempertemukan Zee dengan calon ibunya yang bernama Erin. Zee merasakan adanya kecocokan dengan Erin. Akhirnya Zee menyetujui pernikahan Priyadi dengan Erin. Zee dapat merasakan kasih sayang layaknya seorang ibu dari Erin. Zee sudah duduk di kursi rodanya selama lebih dari 10 tahun. Zee tak bisa lepas dari kursi rodanya.

Meskipun terlahir bisu dan lumpuh, Zee memiliki bakat. di bidang musik. Ia dapat memainkan alat musik seperti biola, piano, terompet, klarinet, viola, cello, dan flute. Zee lebih mencintai musik klasik dibandingkan dengan musik zaman sekarang. Selama hidupnya, ia tak pernah keluar dari rumahnya. Ia tidak memiliki kepercayaan diri untuk melakukannya.

Walaupun terlahir dengan fisik yang tak sempurna, ia yakin Allah membuat keputusan yang benar. Setiap hari selalu saja sama baginya. Selalu melakukan apa yang sudah dilakukan. Tak pernah melakukan yang lain. Ia mulai homeschooling tiap hari Senin sampai dengan hari Rabu, pukul 11.45 sampai dengan pukul 14.00 dengan guru privatnya, pak Sudrajat. Kalau ingin ke kamar mandi, ia harus meminta bantuan dari Erin atau dari pembantu rumahnya, mbak Fanny. Suatu hari guru privat Zee meminta untuk libur mengajar selama bulan Ramadan sampai hari idul fitri.

Sekarang ini, gadis itu sedang menghabiskan waktu di kamarnya dengan memainkan klarinetnya dan memainkan lagu klasik yang berjudul ‘Romance.’ Di

10715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

tengah permainannya, ia mendengar suara-suara baru dari ruang tamu. Zee pun menyudahi permainannya dan menggerakkan kursi rodanya menuju ruang tamu. Ia mengintip ke ruang tamu. Terlihat sosok pria yang sudah terlihat tidak asing lagi di mata Zee. Om Paul. Teman kuliah ayahnya. Ternyata om Paul datang berkunjung bersama keluarganya. Zee melihat seorang pemuda tampan yang terlihat seperti anak Mahasiswa di samping Om Paul.

“Zee” panggil seseorang dari belakang. Gadis berkursi roda itu menoleh ke belakang. Ia melihat Erin yang baru saja

dari kamarnya. Seperti biasa Erin selalu terlihat cantik setiap harinya. “Kamu ngapain di sini? Sambut om Paul, gih!” pinta sang ibu. Erin memegang pegangan kursi roda dan membawa anaknya ke ruang tamu.

Semua mata tertuju pada Zee. Gadis tersebut tersipu malu. Om Paul tersenyum kearah gadis berkursi roda itu.

“Zee! Apa kabar?” sapa beliau dengan sopan. Zee tak lupa membawa buku tulis dan ballpoint untuk membantunya

berkomunikasi dengan orang lain. Ia menulis sesuatu di bukunya. Kemudian ia menunjukannya kepada om Paul.

“Zee baik – baik saja, om,” tulisnya. Om Paul tersenyum. Zee juga ikut melakukannya. Om Paul memfokuskan

matanya ke arah teman kuliahnya. Mbak Fanny datang membawa minuman untuk para tamu.

“Yad, begini… Saya dan istri saya mendapat panggilan mendadak ke Singapura. Mungkin bisa lebih dari 1 bulan saya di sana. Nah, makanya itu, saya mau menitipkan anak saya di sini sampai saya kembali ke Jakarta. Namanya Robin. Dia sudah kuliah. Sekarang ia sedang libur semester. Kira-kira kami bisa mempercayaimu?” jelas Om Paul.

Gadis berkursi roda itu melirik kearah anaknya Om Paul. Zee pernah mendengar kalau Om Paul mempunyai anak laki-laki. Tetapi ini pertama kalinya Zee bertemu dengan anaknya Om Paul. Anak yang bernama Robin itu duduk santai di sofa sambil memainkan Handphone BlackBerry–nya yang berwarna hitam kelam itu. Ia mengenakan kaus kuning muda, jaket baseball berwarna merah dan putih agak gelap, celana jeans biru muda panjang, dan sepatu kets hijau. Beberapa lama kemudian, Om Paul menitipkan putranya di rumah Zee.

Selama berada di rumah Zee, Robin hanya memasang tampang cueknya. Ia membawa kopernya. Mbak Fanny yang menunjukkan kamar yang akan ditempati Robin. Zee kembali ke kamarnya. Kini Zee ingin bermain dengan cellonya.

Kali ini ia ingin memainkan lagu klasik yang berjudul ‘Ave Maria.’ Sementara itu, Zee mendengar suara Robin menyanyi di kamarnya di lantai

2. Robin yang mendengar alunan lagu ‘Ave Maria’ ingin mencari tahu asal suara

108 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

itu. Robin mencari suara itu dari kamar ke kamar. Ia menghentikan langkahnya di depan kamar Zee.

Ia menguping di pintu kamar Zee. Tiba-tiba Robin merasakan sesuatu yang aneh di kakinya. Ia menundukkan kepalanya. Yang Robin lihat adalah seekor kecoa sedang menari-nari di kakinya. Robin langsung berteriak ketakutan. Volume suaranya yang besar itu mengagetkan semua orang yang ada di rumah. Robin mengusir kecoa kecil tersebut dari kakinya.

Setelah kecoa kecil yang tak bersalah itu terpental ke tembok, Robin langsung melompat ke sofa. Semua orang dengan panik ke tempat Robin berada.

“Robin, kenapa?” Tanya ibu Zee dengan panik. Dengan gemetaran Robin mengacungkan jarinya ke arah kecoa yang barusan menari-nari di atas kakinya. Semua orang yang sempat panik mendengar jeritan Robin kini pergi meninggalkan Robin. Robin tersipu malu.

Keesokan harinya, ia bangun disambut dengan alunan lagu dari permainan biola Zee. Bagi Robin yang sangat menyukai lagu zaman sekarang, mendengar lagu-lagu klasik adalah hal yang baru baginya. Robin bangun dan langsung ke ruang makan. Mbak Fanny menyiapkan sarapan khas Indonesia yang menggugah selera.

Ketika Robin ke ruang makan, Zee pun menggerakkan kursi rodanya ke ruang makan. Mereka menyantap sarapan tanpa berkomunikasi satu sama lain. Jam menunjukkan pukul 11.10. Priyadi dan Erin harus pergi meninggalkan rumah karena urusan kerja. Zee di rumah bersama Robin dan mbak Fanny. Selesai makan, mbak Fanny mencuci piring bekas Zee dan Robin. Robin pun segera mandi setelah menyantap makanan yang dimasak mbak Fanny.

Robin menyegarkan tubuhnya di kamar mandi. Di kamar mandi, Robin menyanyi lagu dari boy band SM*SH yang berjudul ‘Senyum Semangat.’

Zee yang pecinta lagu klasik itu sama sekali tak tahu penyanyi, musisi, atau band yang terkenal pada zaman sekarang. Zee kembali bermain dengan pianonya. Zee akan berusaha sekuat tenaga untuk menyempurnakan permainan lagu dari idolanya, Beethoven. Lagu yang membutuhkan banyak sekali energi. Zee harus memainkannya dengan teliti, cepat, dan berenergi agar bisa memainkan lagu itu dengan sempurna. Robin terkejut ketika melihat permainan piano Zee yang hebat itu.

Di tengah-tengah lagu, Zee menghentikan permainannya. Ia mengatur nafasnya yang terengah-engah. Tiba-tiba Zee mendengar suara tepukan tangan dari belakangnya.

Zee menoleh ke asal suara. Robin. Raut wajahnya terlihat sangat terpukau oleh permainan Zee yang luar biasa itu.

“Keren. Benar keren sekali” katanya. Zee menulis sesuatu di bukunya. ‘Kok keren? Lagunya saja belum selesai’ tulis

10915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Zee lalu menunjukannya kepada Robin. “Tapi itu sudah bagus, lho!! Sungguh! Aku tidak bohong!!” ucap laki-laki

tersebut dengan takjub. “Kamu...namanya Zee ‘kan?” Gadis berkursi roda itu menjawabnya dengan anggukan.“Yang tadi itu lagu apa? Yang tadi kamu mainkan?”‘Beethoven’ tulis Zee lalu menunjukannya kepada Robin. Robin bingung karena baru kali ini ia mendengar nama itu.“Zee bisa mainin lagu yang lain?”‘Lagu apa?’ Jawab Zee di bukunya.“Um... Lagu apa, ya? Ah, lagu ‘Where are you now?’”-nya Justin Bieber. Bisa?” Zee menatap Robin bingung. Ini pertama kalinya ia mendengar nama itu. Ia

menulis sesuatu di bukunya.‘Justin Bieber? Komposer dari negara mana, tuh?’ tulis Zee. Laki-laki itu tertawa terbahak-bahak setelah membaca apa yang Zee tulis. Gadis tersebut mengerutkan dahi. Bingung. Ia kembali menulis sesuatu di

bukunya. “Lho? Kok ketawa? Memangnya ada yang lucu?” Robin berusaha meredakan

tawanya.“Zee tidak tahu Justin Bieber?” Tanya Robin untuk memastikan. Gadis itu menggelengkan kepala. Robin mengambil BlackBerry-nya dari saku celananya. Kemudian ia menunjukan

foto Justin Bieber. Terlihat wajah Justin Bieber yang tampan, imut, berambut pirang di Handphone

BlackBerry Robin. Zee menulis lagi lalu menunjukannya kepada Robin.“Dia itu penyanyi muda yang terkenal di seluruh dunia. Umurnya belum 20

tahun, tapi dia termasuk artis yang paling kaya di Amerika. Dia berpacaran dengan Selena Gomez. Justin Bieber terkenal melalui situs Youtube. Dan Justin juga dijuluki sebagai ‘The King of Youtube’ karena videonya ditonton oleh 600 juta orang. Justin Bieber punya 2 BFF. Yang pertama adalah seorang penyanyi berkulit hitam bernama Usher. Kedua, juga seorang artis berkulit hitam yang lebih muda darinya bernama Jaden Smith.”

Zee sama sekali tidak mengetahui apa-apa tentang artis-artis zaman sekarang. Apalagi Justin Bieber. Orang-orang pasti akan menyebutnya ‘ketinggalan zaman.’

Zee tersipu malu. Robin tersenyum ke arah gadis berkursi roda itu. Robin mengelus-elus kepala

Zee dengan tangan kanannya. “Zee, orangnya lucu, ya!” Kata Robin yang membuat jantung gadis itu berdebar-

debar.

110 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Untuk pertama kali seumur hidupnya, Zee merasakannya. Ia menundukkan kepala. Diam-diam wajah Zee merah padam. Kemudian Robin membawanya ke zaman sekarang. Robin mengakses internet di komputer Zee. Berbagai macam ia tunjukkan. Zee dengan tenang mendengarkan setiap penjelasan yang diberikan Robin padanya. Yang menangkap perhatian Zee adalah saat Robin menjelaskan tentang Charice dan Josh Groban. Berkatnya, Zee tak lagi menjadi orang yang ‘ketinggalan zaman.’

Zee mulai menyukai lagu-lagu zaman sekarang. Dan ia juga mulai menyukai Robin yang 2 tahun lebih tua darinya. Keesokan harinya, Zee mulai memainkan lagu berjudul ‘You raise me up’ yang dinyanyikan oleh Josh Groban. Zee menghafal setiap nada dalam lagu yang ia dengar di internet dengan Robin. Zee juga mendapat lirik not lagu tersebut.

Seperti biasa Robin bangun disambut oleh permainan musik Zee. Kali ini gadis berkursi roda itu memainkan lagu ‘You raise me up’ dengan saudaranya biola, yaitu Cello. Zee sudah mendapatkan semua lirik not lagu ‘You raise me up’ untuk alat-alat musiknya. Ketika Zee hampir berhasil memainkan lagu itu dengan Cello, mbak Fanny mengetuk pintu kamarnya.

“Non, mbak bawakan minum untuk Non” ucap Mbak Fanny dengan logat Medannya.

Zee hanya mempersilahkan Mbak Fanny membawakan minumannya. Sementara itu, Robin yang sudah berada di kamar tidur Zee, diam-diam merekam Zee yang sedang memainkan lagu ‘You raise me up’ dengan Cello di Handphone BlackBerry-nya.

Zee pun mencoba memainkan lagu tersebut untuk kedua kalinya. Sekitar 4 menit kemudian, ia berhasil memainkan lagu itu dengan sangat lancar. Kemudian Robin menepuk tangannya. Zee terkejut karena baru menyadari keberadaan Robin.

“Anak rajin....” ucap Robin sambil menepuk tangannya. Gadis berkursi roda itu mencari-cari buku dan ballpointnya. Ia menemukannya

di mejanya. Zee segera menulis di bukunya. Zee segera menunjukannya kepada Robin.

‘Sejak kapan kakak sudah ada disini?’ tulis Zee.“Sudah sekitar....4 jam yang lalu.” Zee terkejut. Selama itukah Robin menunggunya?. Jam menunjukkan pukul

13.00. Zee belum sholat Zuhur. Dan Robin belum mandi. Akhirnya Zee mengambil air wudhu di kamar mandi dengan bantuan mbak Fanny. Setelah mengambil air wudhu, Zee mulai sholat di kamarnya. Setelah mandi, Robin segera ke kamar Zee. Ketika ia membuka pintu, ia langsung menutupnya sedikit karena dilihatnya Zee sedang sholat. Robin kagum dengan gadis itu. Meskipun terlahir dengan fisik yang

11115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

tidak sempurna, Zee begitu gigih menjalani hidupnya. Benar-benar perempuan yang hebat. Ia berpikir, mungkin akan lebih baik jika

ia memberikan sesuatu pada Zee.Sesudah Sholat, laki-laki tersebut masuk ke kamar Zee. Ia tersenyum manis ke

arahnya. Sambil tersenyum, Zee melihat kaki Robin yang bisa bergerak. “Zee” panggilnya. Zee menoleh. “Belajar jalan, yuk!” Zee merasa sedikit terkejut setelah mendengar perkataan itu. Robin mendorong kursi roda Zee ke ruang tamu yang sedang sepi. Robin

membantunya berdiri dengan hati-hati dan sabar. Zee berdiri dibantu oleh Robin sambil merasakan rasa sakit di kakinya yang lumpuh. Setiap kali Zee mau jatuh, Robin akan selalu bersiaga. Ia dengan sabar melatih Zee agar ia tak terlalu tergantung kepada kursi rodanya. Dua jam telah berlalu. Sama sekali tak ada kemajuan. Mereka berdua bernafas terengah-engah. Keringat membasahi kulit dan baju mereka.

Zee menulis lagi kemudian menunjukkannya kepada Robin. “Maafin Zee, kak,” tulisnya.“Lho? Kok minta maaf? Memangnya Zee salah apa?” Gadis itu menulis lagi.‘Kak Robin sudah susah payah mengajariku berjalan. Tapi sama sekali tidak ada

kemajuan. Kakak bahkan sampai kecapaian seperti itu. Maafin Zee, ya, kak!’“Tak usah minta maaf. Aku kira kalau mengajari Zee berjalan, Zee akan langsung

sembuh. Ternyata tak semudah itu,” jawab Robin. Gadis itu menggerakkan kursi rodanya ke kamar tidurnya. Robin mengintip. Gadis itu mendekatkan kursi rodanya ke kasur. Zee berusaha

untuk melakukannya sendiri. Ia dapat merasakan rasa sakit yang luar biasa pada kedua kakinya. Kali ini tanpa bantuan Robin. Zee terjatuh ke kasurnya. Ia masih dapat merasakan rasa sakit kakinya yang kaku dan tak bisa digerakkan. Zee merintih kesakitan. Robin yang hanya mengintip merasa terharu melihat kegigihan Zee. Zee yang terlahir lumpuh dan bisu memiliki bakat yang jarang ada di dunia ini. Kini ia masih mau berlatih berjalan meskipun kakinya masih lumpuh. Benar-benar perempuan yang hebat.

Sekaranglah saatnya ia akan membahagiakan Zee. Robin mengambil handphone BlackBerry-nya. Ia kemudian mendekatkan handphonenya itu ke telinga kirinya. Lalu menelepon seseorang.

Keesokan harinya, Zee kembali berlatih memainkan lagu yang baru dengan alat-alat musiknya. Hanya saja, anehnya sejak pagi Zee tak melihat sosok Robin. Ia bertanya kepada Mbak Fanny. Katanya Robin memang pergi. Tapi ia tak tahu Robin pergi kemana. Orangtua Zee tidak ada di rumah karena harus mengurus pekerjaan.

112 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Padahal barang-barang Robin masih ada di rumah Zee. Ia mulai merasa khawatir. Kemana perginya sosok laki-laki yang membuatnya berdebar-debar untuk pertama kalinya itu.

Jam menunjukkan pukul 18.00. Robin tak kunjung kembali. Sepuluh menit kemudian, ia akhirnya pulang ke rumah Zee. Ia pulang dengan taksi. Zee menghela nafas lega ketika melihat Robin pulang. Tapi Robin terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. Ketika orangtua Zee pulang, mereka makan malam bersama di ruang makan. Selama makan, tidak ada yang berbicara.

“Om, tante!” Ujar Robin. Priyadi dan istrinya menoleh kearah Robin. “Om, boleh tidak saya mengajak Zee jalan-jalan?”“Zee? Tidak usah, nanti merepotkan kamu” Kata Priyadi.“Tidak apa-apa, Om! Kan Zee selalu ada di rumah. Aku ingin menemaninya ke

luar. Saya juga mengundang teman-teman saya kok”“Benar, nih?” Tanya Priyadi untuk memastikan. Zee hanya menatap Robin bingung.“Iya, Om! Janji, deh aku tak akan apa-apakan Zee. Aku janji akan melindungi

Zee” Mohon Robin sambil merapatkan kedua telapak tangannya. Priyadi dan istrinya berpikir sejenak.“Oke, deh. Boleh. Ingat ya, kamu harus menjaga Zee”“Iya, Om! Aku janji!” Gadis berkursi roda itu langsung merasa gugup. Selama hidupnya, ia tak pernah

menginjakkan kaki di luar rumahnya. Keesokan harinya, Robin mengajak Zee ke mall bersama Mbak Fanny. Mereka

pergi ke pusat perbelanjaan. Robin memilih gaun-gaun yang kemungkinan cocok untuk dipakai oleh Zee. Satu per satu dari gaun itu dicoba oleh Zee. Sekitar selusin baju yang Robin pilih sudah Zee coba. Yang menangkap perhatian Robin adalah ketika Zee memakai gaun panjang yang berbahan sutra berwarna ungu tua. Terlihat cocok sekali dengan Zee. Akhirnya ia membelikan gaun itu untuk Zee. Kemudian mereka mencari sepatu yang cocok dengan gaun ungu tua yang ia beli barusan. Setelah itu, mereka pergi ke salon. Untuk pertama kalinya Zee pergi ke salon. Robin meminta salah satu staff di salon untuk mengeriting rambut Zee dan mendandaninya.

Rambut Zee yang sebahu dikeriting agar terlihat anggun. Lalu wajah Zee diberi make-up. Dan ia juga memberi jepitan rambut yang berbentuk bunga anggrek berwarna putih bersih dan ungu muda. Setelah melihat wajah Zee yang telah dirias, jantung Robin berdebar -debar. Hatinya berbunga -bunga. Wajah Zee terlihat cantik. Cantik sekali.

11315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Akhirnya mereka pulang ke rumah Zee. Mbak Fanny memakaikan sepatu dan gaun yang dibeli oleh Robin barusan.

Sementara itu, Robin juga berdandan. Robin merapikan rambutnya dan mengenakan pakaian yang rapi. Sekitar 20 menit mereka berdandan. Zee keluar mengenakan berbagai hal yang belum pernah ia pakai. Untuk pertama kalinya, ia merasakan rambutnya yang pada awalnya lurus menjadi keriting. Untuk pertama kalinya ia mengenakan make up, gaun, dan sepatu. Seolah-olah Zee telah menjadi Zee yang baru. Lalu Zee melihat Robin yang sudah mengenakan kemeja dan jas. Robin tersenyum ke arah Zee.

“Zee kelihatan cantik” ucapnya lembut. Lalu Handphonenya berdering. Robin menatap layar Hanndphonenya

sejenak.“Zee, ayo! Taksinya sudah menunggu,” ucap Robin sambil mendorong kursi

roda Zee. Mbak Fanny mengantar kepergian kedua anak muda tersebut. Robin dengan

hati-hati membawa gadis itu masuk ke dalam taksi dengan bantuan si supir taksi. Kursi roda itu dilipat dan dimasukkan kedalam bagasi. Setelah Zee masuk, Robin juga ikut masuk. Laki-laki muda itu membisikkan sesuatu di telinga si supir taksi. Zee tak tahu apa yang kedua orang itu bicarakan. Lalu taksi pun akhirnya berjalan. Zee sama sekali tidak tahu kemana Robin akan membawanya. Banyak sekali pemandangan yang belum pernah Zee lihat sebelumnya. Kendaraan lain yang berlalu lalang. Orang-orang yang berdagang kaki 5 di pinggir jalan raya. Beberapa lama kemudian, taksi berhenti di depan sebuah cafe. Jam menunjukkan pukul 17. 55. Langit mulai gelap dan suhu udara mulai terasa dingin.

Seperti biasa, ia akan dibantu keluar dari taksi oleh Robin. Sedangkan si supir taksi menyiapkan kursi roda Zee. Robin yang membayar uang taksinya. Ia pun membawa Zee masuk ke dalam cafe.

Ada perasaan yang bercampur aduk yang sedang Zee rasakan. Ada rasa malu. Dan juga rasa terkejut. Terlihat seseorang melambaikan

tangannya ke arah Robin. Robin pun membawa gadis berkursi roda itu ke meja orang yang melambaikan tangan padanya.

Terlihat 6 orang laki-laki. “Ini dia si Robin hood!” canda laki-laki yang berwajah agak kecinaan. “Zee, perkenalkan ini teman -temanku. Yang ini Ferry, Afgan, Ariel, Zaki, Ervan,

dan yang itu Steve” jelas Robin. Semua laki-laki itu memandang Zee. “Teman-teman, ini Zee yang selalu aku ceritakan pada kalian.” Zee tersipu malu. Ternyata Robin menceritakan dirinya kepada teman-

114 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

temannya. Semuanya tersenyum ke arah Zee. “Sudah dulu, ya. Kita mau show!!” ujar Robin sambil membawa Zee ke

panggung. Zee merasa semakin bingung. Show apa?. Robin membawa Zee ke atas panggung. Zee berhadapan dengan sebuah piano

hitam kelam merek Yamaha. Satu orang mengarahkan mikrofon ke arah senar-senar piano. Dan satu orang memberikan mikrofon ke Robin. Kini semua pengunjung cafe memperhatikan Zee dan Robin.

“Sore semua, saya Robin dan ini Zee. Kami akan menyanyikan lagu ‘You raise me up’ untuk kalian semua. Dan.... saya harap kalian suka” ucapnya untuk membuka acara.

Zee benar-benar terkejut. Robin berjalan mendekati Zee. “Zee, ingat. Kamu ‘kan pernah memainkannya ‘kan? Anggap saja mereka itu

boneka manekin,” bisik Robin di telinga gadis itu. Zee mencoba mengikuti saran Robin. Dan berhasil. Zee berhasil

membayangkannya. Gadis tersebut tertawa kecil saat membayangkan para pengunjung cafe semua adalah boneka manekin. Zee berusaha menahan tawanya.

Mereka pun akhirnya dapat memulai pertunjukannya. Zee memulai permainan lagunya. Sedangkan laki-laki tersebut memulai menyanyikan setiap lirik lagunya. Suara Robin terdengar lembut dan indah di telinga semua orang. Termasuk Zee. Saat lagu sudah selesai, semuanya memberikan standing applause, bahkan teman-teman Robin. Zee dan Robin tersenyum satu sama lain. Sebagai pertunjukkan pertama gadis itu, pertunjukkan itu dapat dikatakan sukses besar. Kemudian mereka turun dari panggung. Semua orang bersorak kepada kedua orang itu. Robin mendorong kursi roda Zee ke meja yang ditempati teman-temannya. Ferry langsung memesankan makanan untuk Robin dan Zee.

Robin dipesankan secangkir cappucino hangat. Sedangkan Zee dipesankan secangkir coklat hangat dan sepotong brownies coklat.

“Makan saja, aku yang traktir” ujar Afgan. Robin dengan tidak segan-segan langsung meminum cappucino-nya. Sedangkan

si gadis berkursi roda meminum coklat hangatnya. Semua teman-teman Robin tidak berhenti memuji-muji Zee dan Robin. Ketika si gadis berkursi roda selesai menghabiskan coklat hangat dan brownies-nya, Robin mengajaknya ke halaman belakang Cafe. Semua teman-teman Robin hanya diam melihat.

Diam-diam Robin melirik kearah sebuah kotak kecil coklat tuanya dengan pita kecil hitam kelam yang ia simpan di saku jasnya. Di luar terasa dingin. Banyak sekali tanaman bunga dan pepohonan. Ketika Zee dan Robin mendongak ke atas, terlihat dengan jelas bintang-bintang di langit. Untuk pertama kalinya gadis itu melihat bintang-bintang di langit dengan mata telanjang.

11515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Zee” panggil Robin lembut. Zee menoleh kearah Robin. Laki-laki itu berlutut di hadapan si gadis berkursi

roda. Jantung Zee berdebar-debar tidak karuan.“Zee, terimakasih atas semuanya. Berkat kamu, aku lebih bisa mengerti hidup.

Ternyata hidup semua orang itu tak ada yang mudah. Zee, aku sayang sama kamu.”Zee membelalakkan kedua bola matanya. Wajahnya merah bersemu. Kemudian

laki-laki tersebut mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya. Sebuah kotak hadiah berbentuk segi 4 berukuran kecil. Ia membukakan kotak itu untuk Zee. Terlihat sebuah kalung berliontin berbentuk seperti bunga yang agak besar yang terlihat seperti terbuat dari kaca. Robin melingkarkan kalung itu di leher Zee. Zee dapat merasakan tangan Robin yang besar dan hangat itu di lehernya. Jantung Zee berdebar-debar semakin tak karuan. Sebuah kecupan hangat mendarat di dahi Zee. Laki-laki itu tersenyum ke arah Zee yang terlihat cantik sekali. Ia pun memeluk Zee. Agak erat. Kini udara dingin tidak lagi terasa di kulit Zee karena hangatnya tubuh Robin. Robin memeluk Zee. Lama sekali. Waktu seakan berhenti. Ketika jam menunjukkan pukul 19.00, mereka segera pulang.

Zee dan Robin tak dapat menahan perasaan senang mereka. Zee tak bisa berhenti memandang kalung pemberian Robin. Ketika tengah malam tiba, handphone BlackBerry Robin tiba-tiba berdering nyaring sekali. Ia melihat layar BlackBerry-nya. Ada panggilan dari mamanya yang berada di Singapura.

Ia terpaksa harus menjawab panggilan mamanya. “Halo, ma? Ada apa malam-malam begini menelepon?” Ucap Robin terdengar

lelah sekali.“Robin. Maaf mengganggu tidurmu. Robin, tinggallah di Singapura!!” Ucap si

ibu melalui handphonenya. Perkataan yang diucapkan mamanya barusan seolah membuat jantung Robin berhenti berdetak.

“Lho? Kenapa mendadak? Maksud Mama apa?”“Barusan Mama menunjukkan video saat kamu menyanyi di acara kelulusanmu

kepada teman ayah. Kebetulan dia adalah pemilik sebuah universitas musik di Singapura. Ia sangat menyukai suaramu. Dia bilang suaramu bagus dan indah. Dia suka, suka sekali. Dia ingin memasukkan kamu ke Universitas musiknya!” jelas mama terdengar heboh.

Robin kebingungan. Dari dulu ia ingin sekali kuliah di universitas musik di luar negeri. Tapi jika ia melakukannya, bagaimana dengan Zee yang sekarang ini ia sukai?.

Jalan mana yang harus ia pilih. Mimpinya. Atau Zee. “Mama akan mengirim tiketnya. Kamu berangkat lusa nanti, ya” jelas beliau

kemudian mengakhiri panggilannya. Robin menundukkan kepalanya. Dunia seakan berputar-putar di benaknya.

116 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Keesokan harinya, ia bangun dengan rasa frustasi. Seperti biasa setiap kali ia bangun akan disambut oleh permainan musik Zee yang indah. Ia juga pasti akan mengintip ke kamar Zee yang sedang serius memainkan musik. Ketika Zee selesai, gadis itu akan menoleh ke arahnya. Ia melihat Zee tidak memakai kalung pemberiannya.

“Mana kalungnya?” Zee langsung menulis sesuatu di bukunya. “Aku simpan baik-baik di kotak

perhiasanku. Kakak dapat kalungnya darimana?’ Tulisnya.“Bukan beli. Tapi buat. Ingat ‘kan pernah aku pergi dari siang hingga sore.

Itu karena aku susah payah membuatkannya untukmu. Dan dibantu sedikit oleh Ariel.”

Zee terkejut. Ternyata kalung itu bukan dibeli, tetapi dibuat. “Makasih, ya, kak!” tulis Zee, kemudian menunjukannya kepada Robin. Ia pasti akan merindukan senyuman manis gadis itu. Zee merasakan ada sesuatu yang berbeda dari Robin. Kini Robin lebih

sering diam. Dia lebih sering berada di kamarnya selama berjam-jam. Tanpa sepengetahuan Zee, Robin mengambil selembar kertas dan sebuah ballpoint. Robin mulai menulis sesuatu di kertas itu, sebuah surat. Selesai menulisnya, ia melipat kertas itu dan segera mulai membereskan pakaiannya. Ia sudah menerima tiket yang diberi mamanya. Ia akan berangkat besok pagi pukul 09.00. Ketika waktunya makan malam, ia harus tersenyum ceria di hadapan semua orang. Terutama Zee. Ia berusaha menahan rasa sedihnya di hadapan semua orang. Keesokan harinya telah tiba. Saatnya Robin meninggalkan gadis yang ia sukai. Robin bangun pukul 05.00.

Ia pun berangkat ke Bandara Soekarno Hatta pukul 05.30 saat orang-orang masih belum ada yang terbangun. Ia meninggalkan surat di meja kamarnya. Sebelum pergi, ia memberikan kecupan hangat pada pipi Zee yang masih tertidur. Ia pergi ke bandara dengan perasaan bimbang. Ia menahan tangisannya selama perjalanan. Robin memandang layar handphone BlackBerry–nya yang bergambar foto senyuman Zee yang diam- diam ia ambil.

Beberapa menit kemudian, Zee bangun dari tidurnya. Zee merasakan sesuatu yang aneh pada kedua kakinya. Ia memandang kakinya. Terjadi perubahan baru pada dirinya. Ia bisa menggerakkan jari-jari kakinya.

Kini ia mencoba berdiri. Zee meletakkan kedua kakinya di atas lantai kamarnya. Lalu dengan perlahan-lahan Zee mulai berdiri. Tak disangka, Zee dapat menggerakkan kakinya. Ia bisa berjalan tanpa bantuan kursi rodanya. Tapi ia tetap tidak bisa bersuara. Ia masih bisu. Zee dengan senang menunjukkannya kepada Mbak Fanny. Tapi yang paling ingin Zee temui adalah Robin.

Ia berlari kecil ke kamar Robin. Ketika ia membuka pintu kamar itu, tidak ada penghuninya sama sekali.

11715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Zee memeriksa lemari kamar itu. Kosong. Kemudian pandangannya tertuju pada sepucuk kertas yang tergeletak di meja. Ia pun melihat isi kertas tersebut. Terdapat tulisan tangan Robin. Zee membaca isi surat yang ditulis Robin.

Untuk ZeeDari RobinKalau kamu menemukan surat ini artinya aku tak ada di sini. Maaf Zee,

sesungguhnya aku diminta untuk pergi kuliah di Singpura. Aku mau memberitahu hal itu kepadamu tapi entah kenapa aku tidak bisa mengatakannya. Maafkan aku Zee. Aku sungguh-sungguh minta maaf. Aku sesungguhnya tak bisa meninggalkanmu. Tetapi aku tak ingin mengecewakan orangtuaku. Terima kasih atas pengalaman indah yang kuhabiskan bersamamu selama aku berada di rumahmu. Sekali lagi, aku minta maaf. Aku janji akan kembali ke Jakarta setelah aku lulus. Aku ingin memulai karirku di bidang musik bersamamu. Aku yakin impianmu akan terwujud dalam waktu yang dekat. Sekali lagi, aku minta maaf. Aku sayang padamu, Zee. Kau adalah gadis luar biasa yang pernah aku temui. Selamat tinggal, Zee. Aku hanya akan di sana selama 4 tahun saja, kok, jadi bersabarlah. Aku pasti akan kembali. Aku sayang padamu. Selalu. Dan sampaikan salamku pada Om Priyadi dan Tante Erin.

Zee menitikkan air mata setelah membaca surat itu. Kenapa? Kenapa kakak baru bilang sekarang?! Ucapnya dalam hati. Zee terduduk lemas. Zee langsung meminta supirnya pak Rochmad untuk mengantarkannya ke Bandara. Zee mengganti pakaiannya dan pergi. Robin yang baru saja sampai di Bandara menunggu pesawatnya akan berangkat di salah satu cafe yang ada di Bandara. Sementara pak Rochmad menjalankan mobilnya secepat mungkin agar sampai di Bandara. Zee terus berdoa kepada Allah SWT semoga saja Robin belum pergi. Zee sempat panik. Sekitar satu jam kemudian, Zee akhirnya sampai di Bandara Soekarno Hatta. Ia mencari informasi dimana Robin berada dan jam berapa dia akan berangkat. Informasi berhasil ia dapatkan dari salah satu petugas di Bandara. Robin menaiki pesawat Lion Air dan akan berangkat pukul 09.00.

Zee langsung berlari-larian di bandara mencari sosok Robin. Jam menunjukkan pukul 08.55. Lima menit lagi pesawat Robin akan berangkat. Pandangan Zee teralih ketika melihat sosok seorang lelaki yang mirip dengan Robin. Ia langsung berlari ke arah orang itu untuk memastikan. Robin segera menuju pesawatnya. Ia menunjukkan paspor dan tiket pesawatnya kepada petugas. Ternyata benar.

Itu Robin. Gadis itu terhalangi oleh sebuah besi yang memisahkan para penumpang pesawat dan orang-orang yang lain. Gadis tersebut berusaha memanggil Robin agar ia menoleh padanya. Tetapi suaranya tak hendak keluar. Ia mengulurkan tangan kanannya. Salah satu petugas menahannya. Sosok Robin berjalan semakin jauh. Tiba-tiba terdengar lantunan lagu ‘You Raise Me Up’ yang dinyanyikan oleh Josh Groban. Semua mata tertuju kepada kalung Zee.

118 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Asal lagu tersebut dari kalung pemberian Robin. Robin akhirnya menoleh ke arah asal suara. Ia melihat sosok Zee. Berdiri. Tanpa ada kursi rodanya. Laki-laki itu meninggalkan kopernya di tempat pemeriksaan barang. Robin berlari ke arah Zee.

Robin langsung memeluk erat gadis itu. Zee menitikkan air matanya lagi ketika tubuhnya dipeluk erat oleh Robin. Ia melepas pelukannya.

“Zee, kamu… kakimu… kau bisa berjalan?” Gadis itu mengangguk sambil menghapus air matanya. Zee ingin berkata

sesuatu kepadanya. Sayangnya ia tak bisa. Tapi apa yang ingin Zee katakan seolah terdengar jelas di telinga Robin. Laki-laki itu tersenyum kepada Zee. Sebuah kecupan mendarat di dahinya. Semua mata tertuju kepada kedua orang itu.

“Sampai ketemu lagi, Zee” bisik Robin di telinga Zee. Robin berjalan menjauh perlahan-lahan.

Tangannya dan tangan Zee yang pada awalnya saling bergenggaman perlahan-lahan mulai menjauh. Keduanya akan mengenang sentuhan yang terjadi pada tangan mereka. Hari itu hanya akan menjadi perpisahan yang tak lama.

Empat tahun telah berlalu sejak mereka berdua melakukan hubungan jarak jauh. Zee membangun sekolah gratis untuk anak-anak yang mengalami gangguan fisik yang sama seperti dirinya. Melihat senyuman anak-anak itu dalam melakukan hal yang mereka sukai mengingatkannya tentang pertunjukkan 4 tahun yang lalu di cafe itu. Malam itu adalah malam yang penuh dengan kenangan.

Zee masih menantikan kedatangan Robin. Suatu hari, Zee ke cafe yang saat itu pernah ia datangi 4 tahun yang lalu. Di sana ada pertunjukkan musik. Seakan tak percaya dengan mata membelalak dIa melihat sosok seorang lelaki berdiri sambil memegang mikrofon di atas panggung. Wajah yang terlihat tak asing lagi di mata Zee. Apa mungkin.....Robin? [*]

Mengapa Perubahan Baru?

Saya bernama D�nda Maul�dya Putr� Badar, lah�r d� Jakarta 10 Jul� 1998. Saya bersekolah d� SMPN 11 Jakarta, kelas 8.1. Di sekolah saya aktif di ekskul Bahasa Jepang dan Paduan Suara. Saya hanya punya teman berma�n d� sekolah saja. D� rumah, saya kurang bersos�al�sas� dengan tetangga. D� sekolah, saya punya banyak teman berkat bakat yang saya m�l�k�. Hobby saya membaca, menul�s, menggambar manga, dan menyany�. Lomba yang pernah saya ikuti adalah Lomba Menggambar Se-Kebayoran Baru, mera�h Juara II; Lomba Menyany� Solo PGRI, mera�h Juara I., dan LMCR �n�.

11915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Saya anak ke 2 dar� 6 bersaudara. Ayah saya, Oktor�man Badar (Herry Badar) adalah seorang w�raswastawan, dan �bu saya, Elly Afsar�, bekerja sebaga� �bu rumah tangga. Rumah saya juga merupakan tempat usaha fotokop� m�l�k ayah saya. Toko buku yang pal�ng dekat dengan rumah saya adalah toko buku Gramed�a d� Mall Gandar�a C�ty.

Sehar�-har� saya mengurus� ad�k-ad�k. J�ka ada waktu luang, saya suka mengakses �nternet dan mencar� �nsp�ras� dar� med�a tertentu. Ayah selalu mengurus� usahanya dan selalu mengajak sekeluarga perg� jalan-jalan. Ibu kadang-kadang mengurus� rumah dan kadang-kadang membantu usaha ayah. Kakak selalu membantu usaha ayah. Kadang �a suka memer�ntah ad�k-ad�knya dengan seenaknya. Ad�k pertama saya bertugas membantu-bantu ibu dan saya. Adik yang kedua bertugas mengajak main adik ketiga dan keempat. Adik saya yang ketiga dan keempat kembar laki-laki.

Pada awalnya saya tak suka tul�s menul�s. Saya hanya suka menggambar dan membuat kom�k. Saya menjad� suka menul�s berkat majalah Story saat saya mas�h duduk d� bangku SD kelas 6. Tul�san saya belum pernah d�muat d� med�a manapun. LMCR adalah lomba menulis yang pertama saya ikuti. Jumlah karya saya lebih dari 10, namun tak pernah saya kembangkan. Di rumah kami tidak ada perpustakaan. Jumlah buku koleksi kami kurang leb�h 35 judul. Tap�, saya gemar membaca. Jumlah buku yang saya baca tahun 2011 �n� tak terh�tung. Karena saya sangat suka membaca, jad� buku yang pernah saya baca kemungk�nan leb�h dar� 50 buku.

Cerpen “Perubahan Baru” saya tul�s ter�nsp�ras� oleh acara reality show ya�tu K�ck! Andy d� Metro TV. Saat �tu K�ck! Andy kedatangan seorang gad�s kec�l yang mengalam� bisu dan tuli. Penyakit tulinya dapat disembuhkan dan gadis itu sudah mengikuti lomba /kompetisi musik di mancanegara dan mengharumkan nama bangsa selama 2 tahun.

K�sah �n� juga d�dapat dar� keh�dupan nyata. Saya mel�hat beg�tu banyak orang yang mengalam� keterbatasan. Namun, mereka tak merendahkan d�r� send�r�. Mereka menjalan� h�dup mereka berjuang menjalan� h�dupnya tanpa merasa d�r�nya terbatas. Keg�g�han mereka yang telah membuka mata saya.

Kisah ini saya buat untuk anak-anak yang memiliki keterbatasan, baik fisik maupun materi. Setiap orang itu spesial. Jangan merasa berbeda dari yang lain, sebab manusia itu sama. Allah sudah merencanakannya. Tak ada yang tahu kecual� Allah send�r�. Keterbatasan tak akan menjad� penghalang.

Saya mengamb�l judul Perubahan Baru sebab hal �tulah yang d�alam� tokoh utama cer�ta sejak pertemuan pertamanya dengan seorang lelak�.

120 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Surat Kecil yangTak Sampai

Safrilia Syifa Dwi Aghnia

12115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Astro Fortino...! Calysta Patricia...!” ucap wali kelasku mulai mengabsen nama murid-muridnya sesuai urutan abjad. Ini adalah hari pertamaku

belajar di kelas VIII SMP Bunga Bangsa Jakarta, karena sebelumnya aku bersekolah di SMP Pahlawan Jombang. Pekerjaan ayah mengharuskanku untuk ikut pindah di kota metropolitan ini.

Perasaanku tiba-tiba tegang. Keringat dingin bercucuran. Aku mulai gelisah menanti namaku dipanggil.

“Luna Kirani...!” “Saya, Bu,” jawab teman sebangkuku mengacungkan telunjuknya. Aku lalu

tersenyum padanya. Dan dia pun membalas senyumanku.Ahh... Aku tidak ingin kejadian seperti ketika aku bersekolah di Jombang

terulang lagi. Seluruh teman sekelas mentertawakanku dengan mulut lebar dan suara terbahak-bahak ketika mendengar namaku. Gara-gara namaku pula, aku selalu diejek teman-teman sekelas. Sekarang teman-teman baru ini pun pasti akan menertawakanku kalau mendengar namaku dipanggil.

“Patric Ernesto...! Rafa Renata...! Tristan Andrey...!Sebentar lagi namaku dipanggil, ingin rasanya aku segera menghilang ditelan

bumi. Peristiwa di Jombang selalu mneghantui perasaanku. Aku masih ingat, ketika

aku duduk di bangku depan sebelah kanan. Aku duduk bersama Caroline Putri, teman baruku. Setelah pengabsenan selesai, dia langsung berlari meninggalkanku duduk sendiri di bangku depan. Dia lebih memilih duduk bersama Carine di belakang. Entah mengapa aku tak tahu alasannya. Mungkin karena “Siti” namaku. Rasanya aku ingin hilang ingatan dan tak bisa lagi mengingat peristiwa suram itu.

Satu nama lagi akan menentukan riwayat namaku.“Gerald Marvelra...!” ucap bu guru wali kelas.Keringat dingin bercucuran deras, hingga selembar kain putih pun tak mampu

menampungnya.“Siti Anisah...!”“Saya, Bu,” ucapku dengan ragu-ragu mengacungkan jari telunjukku. Terdengar

tawa dari beberapa teman. Aku tertunduk malu.“Tuhkan... Bener... Banyak teman yang menertawakan namaku. Hal ini sudah

kuprediksi sebelumnya,” batinku dalam hati.Sekarang mereka sudah tahu namaku. Aku serasa paling kuno di kelas. Apalagi

nama teman-teman sekelasku terkesan keren dan modern bahkan mirip dengan nama orang barat.

“Apaan tu... Namanya jadul,” celetuk salah satu temanku. “Nama kadal... Hihihi,” Ejek Rafa, tetangga sebelah rumah baruku. Ia selalu mengejek ketika bertemu aku. Kadal artinya kadaluarsa.

122 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Ada juga temanku yang mengejek, “Hare gene masih ada yang namanya Siti. Katrok banget, ya!” celetuk Tristan,

cowok yang duduk di bangku paling belakang, meniru ucapan dalam sebuah iklan di televisi.

Grrr.... Seisi kelas tertawa mendengar celetukannya.“Coba diam anak-anak! Ibu masih mau mengabsen nama kalian,” kata ibu guru

wali kelas berusaha menenangkan.“Zivana Adeline...!” Nama absen terakhir yang diucap bu guru.“Teng... Teng... Teng...” Tak terasa bel istirahat telah berbunyi. Aku malas sekali untuk keluar kelas,

bermain, bahkan pergi ke kantin sekalipun. Mungkin aku masih kesal dengan celetukan dan ejekan beberapa temanku tadi.

Ternyata tidak berhenti sampai di situ. Sejak itu, hari-hariku diisi oleh ejekan Tristan dan teman-temannya.

Beruntung aku masih punya Luna, teman sebangkuku yang masih setia membesarkan hatiku.

“Aku ngerti kok perasaanmu. Sudahlah, namamu itu bagus kok. Orang tuamu memberi nama pasti dengan maksud baik,” kata Luna menghiburku.

“Sebenarnya namaku hanya Anissah. Tapi entah mengapa kakekku menambahkan kata Siti di depannya,” ujarku menjelaskan kepada Luna.

“Siti itu nama yang bagus, buktinya banyak artis yang namanya menggunakan Siti. Contohnya: Siti Nurhaliza, Siti KDI, dan masih banyak lagi kok,” hibur Luna padaku.

Aku pun sedikit terhibur.Pulang sekolah aku terus memikirkan hal ini. Pikiranku melayang tak tahu arah.

Sampai di rumah, rasa penasaranku tak kunjung lenyap. Aku memutuskan untuk menanyakan masalah ini ke kakekku. So, aku tidak mati penasaran. Seperti lagu Rhoma Irama. Hahhaha.....

Tiba di rumah kakek, aku langsung mengetuk pintu jati tua itu. Kakek yang memakai peci hitam langsung keluar. Kutanyakan masalah ini kepada kakek. Aku sangat penasaran mengapa kakek menambahkan kata Siti di depan namaku. Dan benar apa kata Luna. Ternyata kakek berharap aku bisa menjadi wanita terhormat. Karena itulah arti dari namaku.

* * *

Matahari telah menampakkan sinarnya. Aku menyambut pagi ini dengan kepercayaan diri yang mulai bangkit, ditemani dengan sepeda merah mungilku.

“Mpok Siti...,” celetuk Patric, salah satu teman sekelasku. “Apa tuan Patric?” jawabku dengan penuh senyuman.

12315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Aku mulai terbiasa dengan julukan itu.Namun aku sedikit tak suka dengan Zivana. Mungkin Zivana anak orang kaya

yang setiap keinginannya bisa muncul kapanpun, tapi dia tidak bisa menghina nama orang seenaknya.

“Siti...? Nama apaan tuh...? Sudah orangnya jadul, namanya jadul, yang ngasih nama juga pasti jadul,” ejek Zivana.

Aku sedikit tak suka padanya, karena dia mengejek kakekku yang memberi nama Siti Annisah untukku. Yang katanya jadul, kuno, katrok. Padahal, menurutku itu sangatlah tidak sopan. Apalagi kakekku orang yang baik hati, tidak pantas untuk diejek seperti ini.

* * *

Hari telah berganti, beberapa minggu telah kulewati. Namun, ejekan itu tak kunjung hilang. Malahan bisa dikatakan bertambah parah. Tristan dan Zivana yang selalu membuatku naik darah. Hhmmh... Aku mencoba untuk bersabar.

Sesuai jadwal, hari ini adalah pelajaran matematika kesukaanku. Kalian tahu tidak? Guru matematikaku juga bernama Siti. Tapi namanya Siti Aminah bukan Siti Annisah. Mungkin itu pertanda nama Siti menyukai pelajaran matematika. Tapi itu hanya anggapanku saja kok.

“Selamat pagi anak-anak !” sapa Bu Siti.“Selamat pagi, Bu,” jawabku dan teman-teman lain dengan penuh semangat.Proses belajar berjalan dengan penuh semangat. Tak terasa jam pelajaran

matematika selesai.“Besok ulangan matematika bab aljabar ya anak-anak,” kata Bu Siti, guru

matematika.Sepulang sekolah aku berusaha keras untuk ulangan matematika pertamaku. Yups, betul sekali, kalau ulangan pertama jelek kan sangat memalukan.

“Kring... Kring... Kring...,” telepon rumah berbunyi.“Selamat sore, bisa bicara dengan Siti?” kata seseorang di telepon.“Ia... Ini Siti. Siapa ya?” jawabku.“Aku Luna. Aku ingin tanya tentang matematika tadi,” sahut Luna.Kami berbincang-bincang cukup lama, hingga kami sadar bahwa kami sudah

jauh melenceng dari bahasan matematika yang ingin Luna tanyakan tadi. “Daaahh Siti, selamat belajar ya,” tutup Luna pada pembicaraan di telepon sore

ini.“Iya, sampai jumpa besuk,” jawabku seraya meletakkan gagang telepon.Semalam suntuk aku belajar matematika. Aku pelajari buku catatan dengan

seksama. Kukerjakan beberapa soal di buku paket. Sempat juga aku membuka internet untuk membantuku menyelesaikan soal. Ternyata jam sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB. Segera kututup buku dan kumasukkan ke dalam tas sekolah agar

124 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

esok tidak sampai tertinggal. Lampu kamar kupadamkan. Dan aku pun segera naik ke ranjang kesayanganku.

* * *

“Siti sayang, bangun, sudah waktunya sholat subuh,” ujar ayah membangunkanku.

“Iya, Ayah. Siti segera wudhu,” jawabku.Di akhir shalat, aku berdoa, agar aku dapat meraih nilai 100 di ulangan

pertamaku ini. Pukul 06.30 WIB, segera kukayuh sepeda agar segera sampai di sekolah. Di kelas

teman-teman sibuk berdiskusi mengenai ulangan nanti. Dan sesuai jadwal, pukul 07.00 WIB, Bu Siti memasuki ruangan kelasku.

“Are you ready, guys?” tanya ketua kelas.“Yes...,” jawab teman-teman serempak.“Let’s pray together...!” Perintah Astro, sang ketua kelas.Memang sekolahku adalah Sekolah Bertaraf Internasional. So, apapun itu kami

usahakan memakai bahasa Internasional, bahasa Inggris tentunya. Tidak sekedar itu, bangunannya juga menyerupai sekolah di luar negeri.

“Eh, Sit , aku minta kertas folio kamu ya,” terdengar suara Luna memanggilku.“Ia... Emang kamu tidak bawa ya ?” jawabku.“Hehehe... Aku lupa, Sit,” ujar Luna.Ulangan pun akhirnya dimulai. Suasana kelas yang semula ribut menjadi sunyi

senyap. Tak ada satupun suara terdengar. Semua temanku berkonsentrasi. Tentu saja mereka tidak ingin mendapat BAD SCORE.

Dua puluh menit kemudian, semua soal sudah terjawab. Namun apa yang terjadi dengan Zivana, dia tampak kebingungan menghadapi ulangan pertama itu.“Ahh... Tapi biarlah itu mungkin hukum karma bagi Zivana,” gumamku dalam hati.

“Anak-anak waktu tinggal lima menit lagi,” ujar Bu Siti menegaskan.Tampak beberapa anak yang menggaruk-garuk kepalanya sambil mengusap

keringat yang bercucuran, termasuk juga si tukang ejek Zivana. Julukan itu kuberikan karena mungkin aku sudah tidak punya kesabaran, setiap hari mendengarkan ejekannya.

“Teng... Teng... Teng...,” bel istirahat berbunyi.“Sekian dulu anak-anak. Mungkin hasil ulangan kalian akan Bu Siti bagikan

besok,” tutup Bu Siti.“Siti, terima kasih ya atas folionya tadi. Maaf aku tadi merepotkan kamu,” ujar

Luna.“Enggak merepotkan kok, Lun. Don’t worry...! Ockay...,” jawabku.“Ke kantin yuk...! Aku yang traktir deh,” tawar Luna.

12515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Siap bos,” jawabku dengan senyum kecil.

* * *

Keesokan harinya, aku tak sabar untuk menanti hasil ulangan matematikaku kemarin. Apakah aku akan mendapat nilai maksimal atau bahkan aku harus menempuh remediasi? Duh, hatiku sungguh berdebar-debar. Ingin rasanya aku tak ingin bisa mendengar. Dan ternyata, syukur alhamdulillah aku mendapat nilai tertinggi di kelas dengan nilai maksimal. Namun, Zivana mendapat BAD SCORE. Tak terpikir olehku dia mendapat 50.

“Pasti dia tambah benci padaku,” pikirku tiba-tiba.Istirahat pertama aku pergi ke kantin bersama Luna. Beli bakso Pak Ponimin

adalah kesukaanku. Yups, makanannya very delicious. I like it.“Eh Sit, mentang-mentang kamu dapat seratus jangan belagu dong kamu,” kata

Zivana tiba-tiba sambil menepuk pundakku.“Enggak kok Na, mungkin itu hanya keberuntungan. Kamu kalau mau belajar

bersama denganku boleh kok,” tawarku.“Iiihh... Males amat belajar sama kamu,” kata Zivana sambil berlalu meninggalkan

aku bersama Luna di kantin.“Sudahlah Sit, jangan terlalu dipikirkan. Zivana memang kayak gitu orangnya,

tapi dia orangnya sebenarnya baik kok,” hibur Luna sambil memberikan senyuman kecil.

“Iya Lun, nggak apa-apa kok. Makasih ya,” jawabku sambil membalas senyuman Luna.

* * *

Hari telah berganti. Pikiranku masih tertuju pada Zivana. Ditambah nilai matematika dan juga peristiwa di kantin kemarin.

Pagi ini pelajaran mathematic kesayanganku akan diajarkan. Bu Siti dengan jilbab putih bersihnya memasuki ruangan.

“Good morning, students,” sapa Bu Siti.“Good morning,” jawab anak-anak serentak.“Hari ini Bu Siti akan memberi tugas kelompok untuk kalian,” kata Bu Siti.Anak-anak tampak antusias mendengar perkataan Bu Siti. Termasuk juga aku

yang sedari tadi diam mendengarkan.“Siap, guys?” tanya Bu Siti.“Of course,” anak-anak menjawab serentak.Kelompok dibagikan dengan cara undian. Dan kalian tau siapa yang

berkelompok denganku? Ya ampun aku berkelompok dengan Zivana. Apa yang bisa kulakukan dengan Zivana. Bertatap muka saja jarang. Apalagi untuk berkelompok.

126 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Hal yang tak pernah terpikirkan olehku.“Ahh.. Kenapa harus Zivana? Padahal aku berharap dengan Luna,” keluhku

dalam hati.“Tapi jangan khawatir, anak-anak. Tugas ini dikerjakan besok,” ujar Bu Siti.“Huuuh... Aku sedikit lega,” gumamku sambil mengusap keringat di dahiku.

* * *

Pukul 06.30 ku kayuh sepeda merah kesayanganku. Hatiku berdebar membayangkan satu kelompok bersama Zivana. Sebenarnya aku no problem, tapi kalau Zivana? Pasti dia akan menolak mati-matian.

Sampai di kelas jantungku tak berhenti berdebar. Malah bisa dibilang bertambah kencang. Serasa darah ini berhenti mengalir.

“Oh My God!” gumamku dalam hati.“Aku juga heran Sit, masa hanya gara-gara nama saja Zivana membencimu?”

suara Luna mengagetkanku.“Eh Luna, aku juga nggak tau Lun. Padahal aku sudah berusaha untuk tidak

memperpanjang masalah ini,” jawabku.“Jangan terlalu dipikirkan Sit, ini akan berakibat buruk sama kamu,” saran Luna

sambil mengelus pundakku.“Iya Lun, makasih ya atas semangatnya,” aku menjawab dengan penuh senyuman

kepada Luna.“Iya sama-sama, kita kan sahabat,” jawab Luna sambil membalas senyumanku.Pelajaran matematika telah dimulai. Aku duduk sebangku dengan Zivana.“Eh, aku satu kelompok sama si katrok ternyata,” kata Zivana.Aku beristighfar sambil menghela nafas.“Kamu aja ya Sit yang ngerjakan, aku agak ngantuk nih,” ucap Zivana.“Iya deh, Na. Nggak apa-apa,” jawabku sambil memberikan senyuman pada

Zivana.“Teng... Teng... Teng,” bel istirahat berbunyi.Bu Siti menutup akhir pertemuan ini. Dan akhirnya beliau menghilang di balik

pintu. Timbul anganku untuk mengatakan masalah ini pada Bu Siti. Kalau nggak diadukan, di hati terasa ada batu kerikil yang mengganjal. Kalau diadukan aku takut Zivana tahu.

Setelah kupikir-pikir lagi, aku memantapkan niat untuk memberikan sebuah surat kecil yang isinya tentang permasalahanku dengan Zivana. Lagipula Bu Siti juga wali kelasku di VIIIC ini.

“Mpok Siti jadul, pinjem buku PR dong,” suara Zivana mengagetkanku.“Emang kamu nggak ngerjakan ya?” tanyaku.“Kalau aku ngerjakan ngapain aku pinjem kamu DODOL?” bentak Zivana.

12715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Ini, tapi maaf kalau jawabanku ada yang salah,” ucapku.“Iya ahh... Cerewet kamu!” jawab teman Zivana satu geng.Memang kuakui Zivana itu cewek cantik, banyak teman, anak orang kaya pula.

Siapa sih yang bisa melanggar keinginannya. Apalagi ayah Zivana adalah orang yang berpengaruh di sekolah ini. Aku juga agak takut untuk mengadukan masalahku ini ke Bu Siti.

* * *

Keesokan harinya aku begitu beruntung, jam mata pelajaran English pun sedang kosong, karena Mr. Andi sedang ada tugas di luar kota. Ini adalah kesempatan berharga untukku. Aku berharap jika aku mengadukan masalah ini ke Bu Siti, masalah ini akan cepat selesai dan aku bisa berteman bahkan bisa bersahabat dengan Zivana.

Sebenarnya kalau diperhatikan Zivana itu orangnya baik. Mungkin dia sedikit jutek denganku. Dan mungkin bisa jadi karena pengaruh teman-temannya yang salah.

Akhirnya kutulislah sepucuk surat pink kecil untuk Bu Siti.

Bu Siti yang baik, saya ingin cerita tentang masalah saya dengan Zivana. Boleh ya, Bu?

Saat awal perkenalan yaitu sewaktu saya pindahan dari Jombang, saya sudah terlibat masalah dengan Zivana. Mungkin Zivana mempermasalahkan nama saya “SITI”, yang menurutnya terlalu katrok, jadul, atau bahkan kuno. Memang saya akui nama saya tidak terlalu bagus jika dibandingkan dengan nama teman-teman yang terkesan modern. Tapi nama itu adalah doa orang tua. Mungkin saya tidak senang dengan sifat Zivana yang mengejek orang tua saya. Mungkin Zivana bisa merasakan kasih sayang seorang ibu. Dan saya? Memang saya tidak pernah bercerita kalau ibu saya sudah meninggal. Karena saya takut permasalahan ketika saya di SMP Jombang akan terulang kembali. Maafkan saya, Bu.

Dia juga sering meminjam buku PR tanpa seizin saya. Dan jika ada tugas kelompok selalu saya yang mengerjakan. Mungkin saya terlalu berani mengungkap semua ini. Tapi saya berharap dengan ibu membaca surat ini, ibu dapat membantu saya.

Terima kasih atas waktu yang telah Ibu luangkan untuk membaca surat saya. Saya sangat mengharapkan saran dari Ibu.

Siti Annisah

128 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Kulipat surat itu dan kumasukkan ke dalam amplop. Istirahat kedua, aku sempatkan untuk pergi ke kantin. Tapi tanpa kusadari

surat itu jatuh di kantin.Setibanya di ruangan Bu Siti.“Lho...? Kemana suratku tadi?” aku mulai panik.Keringat dingin mulai mengucur dari tubuhku. Aku takut surat itu ditemukan

seseorang dan akan diberitahukan kepada Zivana.Kekhawatiranku semakin memuncak ketika aku tiba di kantin. Dan ternyata,

surat itu sudah lenyap, hilang atau bahkan ditemukan seseorang.“Haduh, gimana ya? Kalau saja aku lebih teliti, pasti tidak akan jatuh,” batinku.Keringat dingin semakin deras mengalir. Rasa takutku tak bisa kutahan.

Bermunculan pikiran buruk di benakku. Bagaimana kalau itu terbaca oleh kepala sekolah dan aku dikeluarkan dari sekolah elite ini? Bagaimana kalau surat itu terbaca olah Zivana dan dia akan semakin membenciku? Pikiran-pikiran itu tak bisa hilang dari benakku.

Setiba di kelas, aku melihat Zivana membaca sepucuk surat berwana pink, yang mungkin mirip dengan surat yang aku berikan kepada Bu Siti. Sapu tangan lusuh ini sudah basah kuyup oleh keringat dinginku. Kepanikan tak bisa kupungkiri.

Pulang sekolah aku terus memikirkan hal ini. Aku takut Zivana semakin marah padaku. Semalam suntuk aku memandangi langit-langit kamar, dengan permasalahan yang sangat kutakutkan yang selalu menghantuiku. Akhirnya aku pun bisa tertidur pulas.

* * *

Keesokan harinya, aku menanyakan tentang surat itu kepada Bu Siti. Dan ternyata Bu Siti tidak menerima sepucuk surat apapun. Hatiku semakin berdebar, jantungku semakin cepat berdetak. Pikiranku tertuju pada Zivana. Hanya ada satu pikiran yang ada di benakku, aku hanya bisa pasrah.

Saat aku memasuki ruang kelas dan saat aku menduduki bangkuku, darahku serasa berhenti mengalir.

Tiba-tiba suara seseorang di belakangku mengagetkanku, “Siti aku mau bicara sama kamu.”Oh My God, ternyata itu Zivana. Kutatap kedua bola matanya yang menatapku

dengan begitu tajam. Kulihat raut mukanya yang membisu tanpa ada senyuman sedikitpun. Gemetar tak bisa kulenyapkan. Aku tak bisa mengucap satu katapun hingga aku menganggukkan kepala dan mengikutinya. Langkahku semakin gontai dan akhirnya aku berhenti di sudut perpustakaan yang sunyi senyap.

“Sit, aku minta maaf ya selama ini sudah menyusahkan kamu,” ujar Zivana memulai pembicaraan.

“Oh iya, tidak apa-apa Na,” sahutku.

12915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Aku tadi tidak sengaja membaca suratmu yang kutemukan jatuh di kantin. Dan maaf selama ini aku telah mengejek namamu dan kakekmu yang telah memberimu nama dengan sangat keterlaluan. Aku juga tidak tahu kalau mamamu sudah meninggal,” cerita Zivana.

“Ia, Na. Sekarang mari kita bersahabat tanpa adanya permasalahan nama lagi. Entah itu nama katrok atau bukan,” ujarku.

“Hahaha.. Aku benar-benar minta maaf Sit, kapan-kapan kamu boleh meminjam mamaku kok,” ujarnya sambil tertawa kecil.

“Ia Na, terima kasih banyak atas tawaranmu,” jawabku sambil tersenyum melihat Zivana.

Kami langsung bersalaman. Berpelukkan dengan Zivana adalah saat paling bahagia yang pernah kualami. Rasa tegang sudah lenyap, begitu juga dengan rasa panik ataupun bingung.

“Terimakasih ya Sit, dengan suratmu ini, aku bisa lebih berinstropeksi diri. Dan aku berjanji akan berusaha untuk menjadi sahabat yang baik, seperti kamu,” kata Zivana dengan senyum merekah dan lesung pipitnya.

“Ia Na, aku harap kamu juga akan begitu,” ujarku sambil membalas senyuman Zivana.

Beberapa hari kemudian, Zivana benar-benar menepati janjinya. Ternyata dengan surat kecil yang tak sampai, benar-benar dapat merubah Zivana yang besar kepala menjadi Zivana yang mampu bersahabat dengan siapa saja.

Di dalam hati aku berkata, “Terima kasih Ya Tuhan, mulai sekarang aku bisa lebih memaknai arti persahabatan dan aku lebih bisa mencintai namaku sendiri.” [*]

Mengapa Saya Menulis Surat Kecil yang Tak Sampai ?

Safrilia Syifa Dwi Aghnia nama saya, lah�r d� Pac�tan, 05 Apr�l 1998, D� depan tugu nol k�lometer kota, sekolah terc�nta saya terletak. Dengan cat h�jau muda menambah ke�ndahan sekolah saya. Nama SMPN 1 Pac�tan tertera d� tugu pal�ng depan sekolah dengan pohon ber�ng�n yang menjad� tempat berteduh anak-anak.

Sekolah saya terd�r� dar� 11 kelas RSBI, 9 kelas SBI dan 8 Kelas reguler. Kelas-kelas itu setiap hari dibersihkan oleh petugas piket membuat kelas kami senantiasa bersih, rapi dan indah. 6 Kantin yang tersebar di sekolah kami menjadi serbuan anak-anak ketika istirahat. Kantin-kantin juga tak kalah bersih dengan ruangan kelas. Para

130 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

penjual tetap memerhatikan kebersihan. Kami juga sering membaca, tentunya di salah satu dar� 3 perpustakaan yang ada. Saya ser�ng mem�njam buku d� sana. Pernah juga lupa mengembal�kan sampa� 2 m�nggu. H�h�h�.....

Koperas� sekolah terletak d� dekat tempat alat mus�k. Banyak barang yang d�jual d� koperas�. Saya dan teman-teman merasa senang, karena k�ta tak perlu lag� perg� jauh-jauh ketika membutuhkan peralatan sekolah. Disamping koperasi, ada ruang musik, lalu berjajar ruang TU, kemud�an kamar mand� guru. Selanjutnya, ada sebuah lorong tengah, tempat lalu lintas siswa-siswa ketika berangkat dan pulang sekolah. Di sana pula tempat terpampangnya mad�ng sekolah. D� sebelahnya lag� ada kantor guru. Saya suka berkunjung ke sana kalau �ng�n menemu� salah seorang guru. To�let terkadang bers�h, namun ke�sengan teman-teman ser�ngkal� membuat pengunjung to�let enggan perg� ke to�let lag�. In�lah seputar sekolah saya, sekolah ter�ndah semasa SMP. Pada har�-har� sekolah saya jarang bermain. Namun, pada saat libur tiba, tak jarang saya pergi ke luar rumah untuk bermain. Tak jauh dari rumah, teman-teman saya tinggal. Tak dapat disebutkan satu-satu namanya. Namun, beberapa dar� mereka adalah Yusr�na, N�ndy, Reny, kak Harum, W�lly dan Em�ly. Tak hanya mereka saja. D� sekolah, saya juga punya banyak teman berma�n. Lag�-lagi nama mereka tak dapat disebutkan satu persatu. Namun, yang paling istimewa adalah teman-teman saya di kelas VIII C khususnya Titis si rambut panjang dan Claudia (Odik). Saya ser�ng bersenda gurau bersama mereka. Berma�n volley, catur, dan game d� laptop sangat menyenangkan, apalag� saat berma�n game “Hangaroo”, bel masuk yang berdentang keras seakan hanya ang�n lalu saja: masuk dar� tel�nga kanan ke luar tel�nga k�r�. Namun, teman-teman lainnya selalu setia mengingatkan. I love u, friends. You are my everything.

Tak hanya satu yang saya suka dari lingkungan tempat tinggal saya. Pemandangan elok, udara sejuk, l�ngkungan bers�h, juga halaman yang tertata rap�. Beberapa rumah mas�h ada yang berpagar bambu, bahkan beberapa dar� mereka juga mas�h merawat tugu yang bertuliskan angka 45 serta 17 dan 8, yang artinya tanggal 17 bulan Agustus tahun 1945. Apalag� kalau bukan har� kemerdekaan Nusantara terc�nta.

Sawah h�jau yang mas�h terhampar l�uas menjad� salah satu n�la� plus d� l�ngkungan saya. Anginnya bertiup sepoi-sepoi, segaaaaar sekali...... Pohon-pohon rindang, seperti pohon mangga, juga tertanam r�mbun d� pekarangan depan rumah. Sela�n untuk per�ndang l�ngkungan, pohon-pohon juga menjad� sumber penghas�lan warga sek�tar rumah saya. Pada mus�m panen, mereka meraup untung yang tak sed�k�t. Akan tetap�, jalan beraspal yang terlentang lebar di lingkungan saya membuat hati selalu khawatir. Sering sekali terjadi kecelakan d� depan rumah saya. Korban-korban tak jarang yang keh�langan nyawa. Tap�, d� s�s� la�n, keadaan jalan yang lebar dan beraspal halus dapat membuat saya leb�h waspada. Selain kondidsi fisik, budaya di sini pun tak kalah menarik. Pertunjukan wayang beber sering d�adakan. Entah �tu dar� warga sek�tar ataupun d�adakan oleh perangkat desa. Nyany�an merdu s�nden juga ser�ng terdengar. B�asanya pertunjukan-pertunjukan �n� d�adakan d� bala� desa kam�. Itulah l�ngkungan saya. Tertar�k? S�lakan berkunjung, saya tunggu.

Sehari-hari, jika sudah terdengar lantunan adzan, hati tergerak bangun, walaupun mata separuh menganga separuh terpejam. Kulakukan kewaj�ban seorang musl�m: 2 rekaat selesa�. B�asanya aku mel�hat telev�s� atau membantu �bu memasak. Ser�ng juga aku kembal� tidur, hehehe.... Sebelum berangkat sekolah, aku selalu membiasakan diri untuk sarapan dahulu. Masakan �buku very delicious. 2 jempol deh buat �buku.

Di sekolah, aku mengikuti pembelajaran bersama teman-temanku tercinta. Usai pulang sekolah, aku ganti baju dan makan siang. Tak lupa sholat Dzuhur. Nonton TV, inilah

13115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

keb�asan yang pal�ng ser�ng aku lakukan. Les adalah keb�asaanku ber�kutnya. Ser�ap har� Sen�n aku les F�s�ka. Har� Selasa dan Kam�s les Bahasa Inggr�s. Har� Jum’at dan Sabtu aku les Matematika. Jikalau tidak ada jadwal les, aku pergunakan waktu untuk bermain. Bermain laptop ataupun keyboard. Setelah sholat Magr�b, aku makan malam d�teman� bapak dan �bu terc�nta. Lalu nonton TV lag� deh...

Ketika adzan Isya sudah memanggil, aku segera berwudhlu dan sholat berjamaah bersama orang tuaku. Kebiasaan berikutnya adalah kebiasaan terpenting setelah sholat. Tebak, apa hayooo? Apalag� kalau bukan kewaj�ban seorang pelajar, ya�tu belajar. B�asanya aku belajar sampa� pukul 09.00 malam, karena mataku tak kuat kalau harus terbuka sampa� larut malam. Lagipula, kalau tidur terlalu malam juga tak baik buat kesehatan. Jika hari minggu tiba, aku sempatkan membuat cerpen. Entah itu hanya 1 atau 2 halaman saja. Kalau tidak, aku selalu membaca. Aku lebih suka membaca buku cerita. Kadang-kadang aku ser�ng d�marah� Bapak dan �buku. Soalnya aku ser�ng baca buku cer�ta saat ulangan. Mau baga�mana lag�, akh�rnya kututup buku. Padahal kalau sedang asy�k, mana b�sa d�tunda. Seterusnya keb�asaan �n� berjalan, berjalan halus walaupun kadang ker�k�l ser�ng muncul tiba-tiba. Di rumah kami, ada 50 judul buku koleksi keluarga kami. Sampai sekarang mungkin aku sudah membaca kurang leb�h 25 buku.

Aku tinggal bersama Orang tuaku dan seorang kakak perempuan, sebelum kakak pergi ke luar kota untuk sekolah d� sana. Nama Ayahku Slamet Wahyu Ad�, b�asanya d�pangg�l Pak Had�. Ibuku bernama N�n�k Handayan�. Pangg�lannya Bu N�n�k. Oh �ya, pangg�l saja kakak perempuanku Prilly. Dia lahir di bulan April sama sepertiku. Kini, aku tinggal bersama orang tuaku saja. Ayahku itu orangnya baik hati sama seperti ibuku. Kebaikan beliau tak ada tand�ngannya d� seluruh dun�a, walaupun d�band�ngkan dengan per� sekal�pun. Sebag�an permintaanku (yang positif) mereka berikan kalau punya rezeki. Beliau selalu memberi nasihat-nasihat yang terbaik untukku. Perhatian beliau tak ada tandingannya. Aku tak mau perhatian beliau dibeli, walaupun dengan berton-ton emas. No! Karena mereka adalah harta paliiiiiiing berharga di dunia. Kakakku selalu perhatian denganku, meski kadang dia selalu cerewet dan kami tak jarang bertengkar. Tetapi, tanpa dia hampa sekali hati ini. Kalau dia baca kalimat terakhir tadi, pasti ke-GR-annya selangit. Heheheh.... Intinya, Aku cinta keluargaku. Muaaaach....

Sejak SD aku sudah suka menul�s. Namun, dulu aku suka menul�s pu�s�. Pu�s� tentang persahabatan khususnya. Pernah juga lho aku member�kan had�ah pu�s� pada salah satu sahabatku yang berulang tahun. Aku juga suka mengarang nama untuk bay�-bay� yang baru lah�r. Entah �tu bay� saudara atau tentangga. Entah dar�mana hob� �tu muncul, tap� aku ser�ng melakukannya walau tak satupun nama yang kubuat �tu d�paka� oleh mereka. Salah satu pu�s� karyaku juga pernah d�pampang d� Mad�ng sekolah pada saat SD. Setelah masa SMP, ketertar�kanku dengan pu�s� mula� luntur. Aku mula� mengarang cerpen sederhana: 1 sampai 2 lembar. Cerpen tak selesai juga banyak. Ide-ide selalu datang. Ketika panggilan ketua kelas d� sekolah, sang leader mengumumkan bahwa akan d�adakan LMCR (Lomba Menul�s Cer�ta Remaja). Aku sangat antus�as. Tetap�, keantus�asan �tu sed�k�t dem� sed�k�t luntur karena mel�hat hanya akan d�amb�l 15 pemenang. Dan sekolahku hanya mengeluarkan 8 saja. Saingan-saingannya berat pula. Namun, semangat ini mulai berkobar lagi ketika kakakku member� semangat yang luar b�asa. Dan aku mula� menul�s dengan �nsp�ras� utama sahabatku. Mau tahu siapa sahabatku? Ahaaii... rahasia. Aku merasa senang ketika aku diumumkan lolos seleksi sekolah dan dapat mengirimkan karyaku ke panitia LMCR. Rasa senangku semakin memuncak ketika aku masuk 15 Besar Nasional. Namun, ketika itu aku

132 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

belum sepenuhnya senang karena aku harus berjuang lag�. Namun, aku tetap bersyukur kepada Allah SWT.

Pulang dar� Bogor, tempat lomba, aku membawa p�ala dan beberapa had�ah la�nnya. K�n�, aku tetap menul�s. 4 Cerpen berhas�l aku tul�s. Judulnya, yang pertama “Pu�s� yang Mengubah Dun�aku”. Yang kedua adalah “J�ngga d� Lang�t Teleng R�a”. Ber�kutnya adalah “Sudut Kelabu Hatiku” dan yang terakhir adalah “Tirai-Tirai Besi”. Aku berharap dengan cerpen aku b�sa berkel�l�ng dun�a. Dan aku b�sa menyentuh dun�a dengan lembaran-lembaran cer�ta pendek has�l �deku send�r�.

* * *

Mengapa dan baga�mana saya menul�s “Surat Kec�l yang Tak Sampa�?”Tak akan ada asap jika tidak ada api. Asap saya ibaratkan sebagai cerpen ini dan api

adalah sebab cerita ini. Cerita ini berawal dari sebuah masalah kecil. Mungkin tidak ada yang menyangka bahwa cer�ta �n� berawal dar� nama seorang anak yang terkesan kuno d�band�ngkan teman-temannya. Nah, d� s�n� saya akan sed�k�t menjelaskan tentang mengapa dan baga�mana saya menul�s cer�ta �n�.

Tak jarang k�ta jumpa�, sebuah nama yang mungk�n jadul, katrok, nggak keren deh pokoknya. Namun tahukah k�ta bahwa nama adalah doa dar� orang tua? Orang tua member� nama dengan harapan k�ta menjad� seseorang yang mereka harapkan. Walaupun nama itu tidak keren, kita harus tetap bersyukur terhadap pemberian mereka. Jadi, kita harus menc�nta� nama k�ta send�r�.

Alasan yang kedua, kita harus berani membela kebenaran. Seperti, pepatah bijak “Beran� karena benar, takut karena salah”. Dalam pepatah Jawa juga d�sebutkan “becik ketitik ala ketara”. Tak ada keraguan yang harus k�ta p�k�rkan. Jad�, jujur dan terbuka serta beran� adalah hal terba�k.

Tal� persahabatan harus terjal�n dengan s�apa saja. T�dak ada jarak yang membedakan. Tidak seperti tokoh Zivana dalam cerita ini. Saya berharap pembaca nantinya akan lebih memakna� persahabatan setelah membaca cer�ta �n�.

Sebenarnya dalam cer�ta �n�, saya ter�nsp�ras� oleh teman satu kelas. B�sa d�katakan satu bangku juga. D�a adalah sesosok perempuan yang datang dar� Pr�ngkuku, salah satu kecamatan d� Kab. Pac�tan. Namanya yang terkesan kuno, jadul, membuatnya menjad� bahan ke�sengan d� kelas. Penamp�lannya yang katrok juga menjad� bahan ejekan. Namun, jangan salah, dia seperti pepatah “Diam-diam menghanyutkan.”

Pos�s� 5 besar berhas�l �a dapatkan d� kelas. Menakjubkan bukan? Ya, tentu saja. Maka kita tidak dibenarkan melihat sesosok orang dari luarnya. Keadaan di dalam itu jauh lebih ba�k. Dan �n�lah cer�ta saya, Safr�l�a Sy�fa Dw� Aghn�a dar� SMPN I Pac�tan dengan judul “Surat Kec�l yang Tak Sampa�”. Berawal dar� ke�sengan menuju kemenangan. In�lah pepatah yang mengibaratkan isi hati saya saat ini.

13315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

CERA 2519Nadia Fatimah Az-Zahra

134 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Kusambungkan kabel penghubung dengan stopper-nya. Ku set beberapa program dari computer pada bagian akhirnya.Ya, sebentar lagi penemuan

terbesar bagiku akan sempurna.Tinggal sedikit lagi pasti akan terbukti siapa yang lebih jenius antara aku dan mereka. Aku telah menghabiskan 7 bulan lebih untuk menyelesaikan penemuanku. Dan aku yakin ini semua tak akan sia-sia. Semua orang pasti akan memuji sebuah penemuan terhebat yang baru pertama kali mereka lihat di kampung ini. Aku puas. Sangat puas. Selesai sudah hal yang selama ini menyita banyak waktuku untuk menyelesaikannya sampai sempurna.

Baiklah, besok aku tinggal mempresentasikan penemuanku ini. Penemuan yang akan membawaku terbang menjadi orang yang mempunyai derajat tinggi. Ku beri nama penemuanku dengan nama ”CERA 2519”. Aku tersenyum puas. Nama yang bagus untuk sebuah penemuan yang sempurna ini. Tak sabar rasanya menunggu hari esok. Akupun beranjak tidur dengan masih mengukir senyum bangga di bibirku.

* * *

Pagi ini aku bangun lebih awal dari biasanya. Suasana kamarku masih remang-remang. Aku melangkahkan kakiku ke arah jendela kecil yang masih tertutup dengan sebuah kain lusuh. Kubuka kain itu, ternyata keadaan di luar menunjukkan saat ini masih subuh. Kututup kembali kain itu dengan lemas. Mungkin aku terlalu bersemangat untuk membawa CERA ke sekolahku. Aku kembali melangkah ke ranjangku. Saat hendak memejamkan mata, aku teringat akan keadaaan CERA. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak tidur dan memilih untuk memeriksa keadaan CERA. Aku keluar menuju gudang. Ternyata di dalam rumah pun keadaannya masihlah gelap. Ibu pasti belum bangun. Sesampai di gudang yang pengap itupun aku langsung mengeluarkan kardus besar dari lemari di gudangku. Ku bawa kardus besar itu menuju kamar. Sangat berat. Kuletakkan kardus itu di lantai kamar. Kukeluarkan CERA dari dalam kardus tersebut. Keadaannya masih baik-baik saja. Tiba-tiba aku berpikir bagaimana jika CERA tak bisa berfungsi seperti yang kuharapkan? Bagaimana jika CERA tiba-tiba malah error saat presentasiku di Sekolah nanti? Tapi,,langsung kutepis dugaan-dugaan buruk itu. Buat apa aku menduga yang aneh-aneh.Yang penting aku harus yakin kalau semua ini akan berjalan sesuai dengan harapanku. Aku tersenyum penuh yakin. Ku elus CERA dengan lembut.

“Semoga kau bisa membawaku dalam keberhasilan yang gemilang nanti.” Ucapku pada CERA.

CERA tetap terdiam. Kukembalikan CERA kedalam kardusnya. Aku langsung memutuskan untuk pergi mandi. Sebelum itu, aku sempatkan untuk membuka kain lusuh yang masih menutupi jendela kamarku. Kulihat suasananya sudah mulai berubah. Keadaannya sudah lebih terang. Aku mulai bisa merasakan segarnya pagi

13515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

ini. Akupun beranjak pergi ke kamar mandi. Selesai mandi, aku langsung mengenakan seragam SMP ku. Tak lama terdengar

ibu memanggilku.“Dhany… Bangun nak!! Sudah jam 7. Nanti kamu telat ke Sekolah loh!!” Ujar ibu

sambil terus mengetok pintu kamarku. Aku tertawa sendiri mendengarnya. Ibu pasti mengira kalau aku masih terlelap

dalam tidurku. Karena biasanya memang jam segini aku belum bangun dari tidur. Tapi kali ini berbeda. Karena hari ini adalah hari paling spesial bagiku.

“Iyaa Bu’…Dhany udah bangun dari tadiii!!!” Teriakku dari dalam kamar.“Ya sudah, cepet mandi sanaa…!” Suruh ibu kembali.“Udahh Bu…”Balasku.“Hahh…Tumben kau cepet nak?!” Ibu heran sendiri dengan perubahanku. Aku lalu bergegas keluar. Kutemui ibu yang masih terheran-heran dengan

perubahanku pagi hari ini. Aku lalu mengajak ibu untuk sarapan bersama. Ibu hanya mengangguk tanpa meneruskan pertanyaannya tadi. Selagi sarapan, akupun menjelaskan mengapa kali ini aku bisa lebih rajin dari biasanya. Aku juga akhirnya memberi tahu bahwa aku telah menciptakan sebuah robot hasil dari penemuanku sendiri.

Memang selama ini aku merahasiakannya dari ibu. Aku ingin membuat kejutan padannya.Awalnya ibu sempat tidak percaya. Bahkan ibu sempat mengira aku hanya mengerjai beliau. Namun, setelah kutunjukkan sendiri CERA kepada ibu, akhirnya beliau mau tak maupun percaya pada penemuanku itu. Ibu menjadi sangat bangga padaku. Ia yang awalnya mengira aku hanyalah seorang anak yang pemalas dan jarang mau berkarya ternyata bisa menciptakan sebuah robot hasil dari karya pemikiranku sendiri.

Selesai memperkenalkan CERA pada ibu, aku langsung pamit untuk langsung bergegas pergi ke Sekolah.Tak lupa aku meminta do’a agar presentasiku di Sekolah nanti bisa berhasil. Ibu hanya mengangguk.Aku pun melangkah pergi sambil membawa kardus besar yang berisi CERA.

Setelah aku mulai tak tampak, ibu ternyata menjatuhkan butir bening dari kedua matanya.

* * *

Sesampainya di Sekolahku, SMP MADINA, ternyata sudah banyak orang memenuhi lapangannya. Di depan gerbang Sekolah terpasang sebuah spanduk besar berwarna ungu yang bertuliskan “FESTIVAL BAKAT ANAK BANGSA”. Aku semakin gugup untuk masuk ke dalam Sekolah. Akupun hanya terpaku didepan gerbang saja. Akhirnya aku memilih untuk pergi ke ruang utama sendiri. Kupikir

136 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

temanku yang lain sudah bersiap-siap di sana. Sesampainya di sana, ternyata memang sudah banyak siswa yang berkumpul

untuk menyiapkan apa saja yang akan mereka pertunjukkan nanti. Ada yang siap dengan pertunjukkan sulapnya, ada yang siap menyanyi, dan lain-lain. Aku masih mencari teman sekelasku. Akhirnya aku melihat Yudhi yang sedang berlatih nge-Dance. Ia tampak serius mengikuti gerakan video dalam laptopnya. Akupun mendekatinya.

“Weee… Yang lagi nge-dance lahh!!” Godaku pada Yudhi yang lagi serius berlatih.

“Oh,kirain tadi siapa… Sekalinya kamu Dhan!” Ujar Yudhi seraya menghentikan gerakannya.

“Serius banget. Kamu beneran mau nge-dance?” Tanyaku melihat video boyband korea yang sedang distel oleh Yudhi.

“So pasti lah. Nge-dance sudah jadi bagian dari hidupku..” Yudhi membusungkan dadanya. Ia kembali sibuk dalam gerakan-gerakan yang kuanggap konyol itu.

Aku menunggu dimulainya kompetisi dengan menemani Yudhi latihan.

* * *

10 menit berlalu. Kursi penontonpun sudah dipenuhi oleh pengunjung juga para siswa yang ingin melihat kompetisi ini berlangsung. Para siswa yang mengikuti kompetisi menunggu giliran di balik panggung utama. Aku dan Yudhi pun menunggu giliran di sana. Aku mendapat nomor urut 25. Sementara Yudhi mendahuluiku. Ia mendapat nomor urut 13. Aku menunggu giliran dengan sangat gugup. Merasa tak sepenuhnya percaya diri. Namun, aku kembali mengingat semua kerja kerasku selama 7 bulan ini hanya untuk membuat sebuah robot ciptaanku sendiri. Semua pengorbananku untuk mendapatkan bahan-bahan yang tak murah ini. Belum lagi waktu bermain, juga waktu tidurku.

Aku merasa lebih baik sekarang. Akhirnya waktu yang kutunggu-tunggu datang juga. Saat MC memanggil namaku, aku mulai melangkahkan kaki dengan percaya diri sambil membawa kardusku. Sesampai di panggung, aku kembali merasakan grogi yang berlebihan, apalagi menatap banyaknya mata pengunjung serta para siswa yang sangat serius.

Ku taruh kardus CERA di lantai panggung. Aku menarik napas panjang. Setelah merasa cukup, aku pun memperkenalkan diri. Lalu kubuka kardusku. Kukeluarkan CERA dari dalam kardus. Seketika terdengar sorakan, juga tepuk tangan para pengunjung ketika aku mengeluarkan robot CERA dari kardusnya. Maklum, mungkin mereka baru kali ini melihat robot seperti CERA di kampung ini.

Aku mulai mempresentasikan CERA. Awalnya, aku mulai dengan memperkenalkan CERA. Lalu aku melanjutkannya dengan mempertunjukkan CERA

13715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

pada mereka semua. Aku mengaktifkan jaringannya dan menyalakan bahan motorik untuk menggerakkan CERA. Perlahan, tangan CERA mulai bergerak kedepan. Matanya mulai memancarkan warna biru. Menyusul kakinya mulai berjalan perlahan ke arah depan panggung. Semua pengunjung bersorak riang melihat CERA. Aku tersenyum penuh bangga. Aku mulai mempraktekkan kehebatan CERA. Kubawa sapu dari belakang panggung. Ku berikan kepada CERA. Ia mulai menggerakkan tangannya memegang gagang sapu yang kuberikan untuknya. Tak lama, ia mulai menyeretkan ijuk sapu itu di lantai dan berkeliling di sekitar panggung.

Pengunjung semakin bersorak melihat kehebatan CERA. Aku semakin percaya diri mempresentasikannya. Aku lalu mengambil kembali sapu itu dari CERA. Sekarang ku hadapkan CERA pada sebuah papan tulis. Kutulis soal Matematika di situ. Kuberikan spidol pada CERA untuk menuliskan jawabannya di papan tulis itu. CERA mulai mencoretkan langkah untuk menghitungnya. Ketika berhasil mendapatkan jawabannya, ia mulai menuliskan jawaban tersebut disamping soal yang kuberikan. Setelah ku cek, jawabannya ternyata benar.

Aku lalu bertepuk tangan sendiri yang lalu kembali diikuti oleh para pengunjung. Mereka bersorak untuk memintaku melanjutkan pertunjukkan robotku CERA. Tapi waktu yang diberikan untuk presentasi telah habis. Aku tersenyum lalu berterima kasih pada para pengunjung. Kukembalikan CERA ke dalam kardus. Akupun pamit undur diri. Sesampainya di belakang panggung, banyak peserta lainnya langsung mengerubungiku. Mereka memintaku untuk menampilkan kembali CERA. Aku menolaknya. Aku menuturkan bahwa CERA membutuhkan waktu untuk istirahat.

Alasan yang tepat agar aku bisa kabur dari mereka semua.

* * *

Kami menunggu cukup lama untuk mencapai puncak acara karena pengumuman pemenangnya akan di umumkan saat itu juga. Aku menunggunya dengan penuh harap. Harus bisa positive thinking bahwa aku akan menang. Itu salah satu cara agar aku bisa berpikir jernih. Setelah menunggu semua peserta maju, akhirnya yang ditunggu-tunggu pun datang. Sang MC pun sudah berada di depan panggung membawa selembar kertas hasil penilaian para juri.

“Akhirnya, yang kita tunggu-tunggu pun sudah ada di depan mata kita. Nama para pemenang telah tercantum rapi dalam kertas ini. Siapakah sang jawara dalam kompetisi tahun ini?”.

MC itu bersemangat membacakan nama para pemenang. Setelah dibacakan juara tiga dan dua, aku semakin putus asa. Namaku belum disebut sama sekali.

“Dan, inilah dia sang jawara kita tahun ini. Siapa dia?? Ternyataa…. Dhany Ramadhan dari kelas IXB dengan robotnya yang bernama CERA 2519!!! Berikan tepuk tangan yang meriah untuk sang jawara kita tahun ini… Dhany Ramadhan!!!”.

138 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Aku tercengang mendengarnya. Aku lalu ditarik Yudhi untuk maju ke depan panggung. Aku tersenyum bangga menerima sebuah tropi serta uang tunai dari Pemerintah setempat. Inilah hasil dari kerja kerasku selama ini. Selesai menerima hadiah, aku langsung melesat pulang ke rumah. Sebenarnya banyak tamanku yang meminta untuk mempertunjukkan kembali CERA sebentar kepada mereka. Tapi aku menolaknya. Aku ingin mengabarkan berita gembira ini secepatnya kepada ibuku.

Sesampainya di rumah, aku memanggil ibuku. Tak ada. Kucari di dapur. Ternyata ibu sedang memasak. Aku memberikan kabar gembira ini dengan sangat terburu-buru saking senangya. Awalnya ibu tak mengerti dengan maksudku. Setelah aku menceritakannya dengan perlahan, barulah beliau mengerti. Ibu langsung memelukku. Ia menangis bangga. Selama ini aku memang tak menampakkan kecerdasanku di depan ibu. Aku tampak hanya seperti seorang siswa yang pemalas di hadapan ibu. Apalagi, waktu itu aku sempat berkali-kali bolos pergi ke Sekolah. Itulah mengapa selama ini ibu menganggap aku bukanlah anak yang cerdas melainkan hanya seorang anak pemalas. Aku tersenyum haru mendengar kata-kata bangga dari mulut ibuku.

* * *

Seminggu setelah hari kemenanganku, ibu mendapatkan telepon dari Kepala Sekolah. Beliau menyuruhku untuk mendaftarkan diri di Dinas Pendidikan Provinsi untuk mengikuti Olimpiade Robotik Sedunia atau yang biasa disebut WRO (World Robotic Olympiade).

Aku tak percaya dengan apa yang kudengar dari ibu. Tak kusangka CERA bisa sampai membawaku mengikuti Olympiade seperti itu. Akupun menyetujuinya. Akhirnya aku dan Kepala Sekolahku mendaftarkan diri di Dinas Pendidikan Provinsi. Aku mengisi formulir pendaftaran serta mengisi beberapa angket tentang CERA. Setelah itu, panitia mengatakan aku akan berangkat ke Jakarta 3 hari lagi dan besoknya akan langsung di terbangkan ke Filiphina, tempat Olympiade itu berlangsung. Karena itu, aku diminta mempersiapkan semuanya.

Aku sangat berdebar. Itu artinya aku akan ke luar negeri. Pengalaman yang selama ini tak pernah kualami sama sekali. Kesempatan ini tak boleh disia-siakan. Aku akan berjuang untuk membawa nama baik Indonesia. Itu pasti.

Aku lalu kembali ke rumah. Perjalanan di siang hari itu memang sangat panas. Tapi panasnya hari ini tergantikan dengan berita yang kudengar hari ini.

Sesampainya dirumah aku langsung bersiap-siap dibantu oleh ibuku. Ibuku sangat mendukung apa yang telah kupilih. Beliau sangat bangga dengan pilihanku ini. Aku tak sabar menunggu 3 hari lagi.

Akhirnya, hari yang kutunggu pun tiba. Aku diantar oleh ibu dan Kepala

13915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Sekolahku ke terminal bus. Disana sudah terdapat 4 orang siswa yang akan mewakili Provinsi Kalimantan Timur. Termasuk aku, berarti semuanya ada 5 orang. Kami pergi dengan seorang mahasiswa yang menjadi pembimbing kami di sana. Ketika bus sudah mau berangkat, aku pamit kepada Kepala Sekolah dan ibuku. Ibu kembali menangis sambil memelukku. Berulang kali beliau mengucapkan kata bangga padaku. Aku hanya mengangguk. Kutahan air mata yang sedari tadi ingin keluar. Setelah itu aku langsung memasuki bus dan perlahan bus pun mulai pergi. Aku melambaikan tanganku pada ibu yang tersenyum menahan air matanya. Ibu, aku akan membuat ibu bangga padaku.

Sesampai di Jakarta aku langsung menaiki pesawat dan melesat ke negeri luar, yaitu Filiphina.

* * *

Manila, Filiphina, 22:45 p.m.Tak terasa hari sudah beranjak malam. Aku terbangun dari tidurku karena

dibangunkan oleh Fhiryan, peserta sesama Provinsi Kalimantan Timur. Kulirik keluar jendela pesawat. Beribu warna-warni lampu kota Manila sudah menyambut kami. Sampai di bandara, kami langsung diantarkan oleh sebuah bus khusus menuju ke sebuah Hotel mewah yang ada disana.

Aku sangat menikmati perjalanan di Ibu Kota Filiphina ini. Gemerlap lampu kota yang sangat memanjakanku menghilangkan rasa kantuk. Ketika sampai di Hotel pun aku masih sangat tercengang. Hotel itu sangat mewah sekali. Ruang Lobbynya pun sangat luas. Aku beserta peserta yang lain langsung chek-in begitu memasuki Hotel. Satu ruangan Hotel terdapat tiga kamar tidur yang akan di tempati oleh tiga orang. Setelah dibagi, ternyata aku sekamar dengan peserta yang berasal dari sesama provinsi sepertiku dan juga dari Jakarta.

Yang provinsinya sama denganku bernama Wawan. Dan yang dari Jakarta bernama Myza. Kami bertiga lalu menuju kamar diantarkan dua orang Office Boy yang terlihat sangat ramah. Setelah ditunjukkan kamar, aku berencana untuk tidur larut malam. Karena aku ingin menyempurnakan CERA terlebih dahulu.

Di dalam, Myza langsung tertidur nyenyak di sofa tempat kami berbincang-bincang, setelah memasuki ruangan. Akupun memilih untuk masuk ke kamar dan memperbaiki serta mempercantik CERA dengan tampilan yang baru. Tapi aku baru sadar, aku tak mempunyai obeng yang kecil. Akhirnya akupun meminjam pada Wawan.

Aku keluar kamar dan melangkah menuju kamar Wawan. Myza masih nyenyak bermimpi di atas sofa. Entah apa yang sedang dimimpikannya. Aku mengetuk pintu kamar Wawan.

Tokk..Tokk..

140 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Wan…”.Panggilku.“Ya, masuk aja! Ga’ dikunci kok!” Seru Wawan dari dalam kamar. Akupun masuk ke dalam kamarnya. Kamar Wawan sangat berantakan. Ternyata

ia sedang merenovasi robotnya juga.“Eh Wan,bolehlah aku pinjam obeng kecil? Kamu punya?” Tanyaku seraya

takjub menatap peralatan Wawan yang sangat banyak.“Oh,..tenang. Aku punya kok! Sebentar yah, aku mau ke wc dulu. Nanti kucari

obengnya. Kamu tunggu di sini saja!” Ujar Wawan seraya menuju ke wc yang ada diluar kamar.

Setelah Wawan pergi, aku melihat-lihat peralatannya yang banyak tergeletak di lantai. Ada sebuah benda kecil yang menarik perhatianku. Sepertinya aku tidak asing dengan apa yang kupegang ini. Ternyata benar, ini adalah benda yang kuincar-incar sejak awal aku menciptakan CERA. Benda yang akan menyempurnakan kehebatan CERA. Benda itu adalah sebuah alat penyadap. Alat yang dapat digunakan untuk mendengar berbagai macam suara walaupun kita tidak ada di tempat itu. Ini alat yang kucari sejak lama. Alat yang langka di kampungku. Karena itu aku terpaksa tak menggunakan alat ini. Ternyata Wawan mempunyainya. Aku sangat menginginkannya. Dengan alat ini, kemungkinan besar aku dapat memenangkan olympiade ini.

Haruskah aku mengambilnya?.Yah,kesempatan tak akan datang dua kali. Tapi, inikan sama saja dengan mencuri? Ah, masa bodoh. Yang penting aku harus berhasil menyempurnakan CERA dengan alat penyadap ini. Aku langsung menyembunyikan alat penyadap itu di saku celanaku. Tak lama Wawan pun datang. Setelah menerima obengnya aku mengucapkan terima kasih dan langsung melesat pergi ke kamarku. Aku berhasil. Dengan ini CERA pasti akan memenangkan Perlombaan ini.

* * *

Keesokan harinya, perlombaan pun dimulai di sebuah gedung yang sangat besar. Saat perlombaan dimulai, banyak peserta yang masih merakit robot-robotnya.Tapi aku hanya menambahkan alat penyadap dalam tubuh CERA. Aku tersenyum puas. Kulirik Wawan yang tengah kebingungan. Ia seperti mencari sesuatu. Kusempatkan untuk mendatanginya.

“Hey Wan, kenapa? Kok kayaknya lagi nyari sesuatu?” Tanyaku.“Eh, kamu liat alat penyadapku ga?” Kucari-cari dari tadi kok ga’ ada ya!”

Jawabnya sambil terus membongkar kotak peralatannya. Aku terdiam. Badanku tiba-tiba menjadi dingin. Keringat dingin mulai keluar dari dahiku.

“Eh,liat ga’? Wawan mengulang pertanyaannya.“Hah, eh,eng... eng... engga’ kok… Ga’ ada… Aku ga’ ada ngeliat”. Memangnya

kamu taruh dimana?” Aku tergagap menjawabnya. Hatiku sangat tidak nyaman.

14115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Yah.., itu dia masalahnya. Seingatku, kutaruh di… Wah, dimana ya?” Wawan bingung sendiri mengingat dimana ia menaruh alat penyadap itu.

“Ow, mungkin ketinggalan di kamar mu? Eh,aku balik dulu ya.. Ada yang belum kuselesaikan!” Ujarku seraya berlari kembali ke tempatku.

Keringat dingin masih membasahiku. Maaf ya Wan. Tapi, aku sangat ingin menang. Aku tak berani menatap Wawan. Perasaan bersalahku membuatku jadi pengecut. Maafkkan aku Wan.

Setelah tiga jam menunggu, akhirnya saat presentasi pun dimulai. Aku sudah siap dengan CERA yang telah kuperbarui. Ditambah lagi dengan alat penyadap ini. Pasti kesempatan menang akan terbuka lebar untukku. Tapi, perasaan bersalah masih saja menghantuiku. Saat aku maju untuk presentasi, semua berjalan lancar. Kutatap decak kagum dari berbagai peserta yang memerhatikanku mempresentasikan CERA di hadapan mereka semua.

Saat presentasi, aku tak melihat Wawan. Syukurlah. Sebab, mungkin aku akan semakin gugup jika menatap wajahnya. Aku berpasrah diri untuk kelanjutannya akan bagaimana. Namun aku masih berharap kemenangan akan menjadi milikku.

Selesai presentasi, seluruh peserta dibolehkan untuk beistirahat kembali di Hotel. Tapi, ada yang aneh. Aku tak melihat Wawan presentasi. Apakah dia tak bisa meneruskan robotnya hanya karena alat penyadapnya tak ada? Aku tak mau ambil pusing. Mungkin aku memang salah, tapi ini juga untuk kemenangan bagi Indonesia. Pasti Wawan juga akan senang bila Indonesia dapat memenangkan Olympiade ini.

Aku kembali keruangan Hotel bersama Myza. Sesampainya di dalam, kamar Wawan terkunci. Dari dalam pun terdengar suara sesenggukan seseorang. Tampaknya Wawan menangis. Awalnya aku ingin menghiburnya, tapi egoku berkata aku hanya akan menjadi orang yang konyol. Menghibur korban yang menangis karena salahku sendiri. Bodoh sekali aku. Akupun melangkah menuju kamarku. Kukunci kamar dan memilih untuk beristirahat. Karena besok adalah pengumuman juaranya. Aku masih terus berharap akan kemenangan itu. Kemenangan yang membawaku menjadi orang yang dikenal banyak orang.

Tapi, akankah kemenangan ini menjadi sesuatu yang layak bagiku? Aku bergumam lirih.

* * *

Esoknya, aku bersiap-siap untuk mendengar pengumuman para pemenang. Aku masih terus berdo’a agar mendapatkan yang tebaik. Aku pergi bersama dengan Myza dan Wawan. Kutatap wajah Wawan yang terlihat sangat lesu. Mungkin wajahnya seakan mengatakan bahwa ia sangatlah kecewa.

Maafkan aku Wan. Ku harap kamu bisa mengerti. Sesampainya disana, kami langsung mencari tempat duduk yang kosong. Sudah

142 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

banyak orang di aula sepagi ini. Mungkin mereka sudah tidak sabar mendengar para pemenang yang beruntung itu.

Setelah mendengar beberapa sambutan dari orang-orang yang tak kukenal, akhirnya puncak acara pun dimulai. Pemenang dihitung dari jumlah penilaian seluruh juri yang ada. Siapa yang nilainya paling banyak lah yang berhak membawa pulang tropi serta hadiah uang tunai ratusan juta. Olympiade Robotic ini terbagi menjadi beberapa kategori robot. Aku termasuk dalam kategori Robot Soccer.

Akhirnya para pemenang mulai disebutkan satu persatu. Dimulai dari juara ke 6. Dari juara ke 6 sampai ke 3, aku masih belum mendengar namaku disebut. Dan ternyata saat juara ke 2 disebut, namaku keluar. Aku tak percaya. Ternyata aku juara ke 2. Apakah ini mimpi?. Tidak!

Myza langsung memelukku dan mengucapkan selamat padaku. Wawan pun langsung menjabat tanganku. Aku didorong oleh mereka berdua untuk maju ke depan panggung. Lagi-lagi CERA berhasil menjadi juara. Walaupun bukan juara pertama, aku sangat senang. Setidaknya aku sudah ikut mengharumkan nama Indonesia di ajang yang bergengsi seperti ini.

Saat menerma tropi di panggung, aku sangat tegang. Kutatap wajah peserta yang lain. Semuanya bertepuk tangan. Namun, aku merasa aneh saat metatap wajah Wawan. Terlihat di ujung matanya, butir bening yang terjatuh. Seketika itulah perasaanku berkecamuk. Perasaan bersalahku sudah sangat memenuhi hatiku. Aku ternyata hanya seorang pemenang yang pengecut. Aku tak mau menjadi lelaki pengecut. Aku harus jujur pada Wawan. Aku harus menjelaskan yang sebenarnya pada Wawan. Ya, harus.

Aku menghampiri Wawan. Ia tersenyum dan kembali menjabat tanganku. Namun aku langsung menariknya ke tempat yang sepi. Aku gemetar. Tapi aku harus jujur padanya. Aku tak mau perasaan bersalah ini terus menghantuiku. Kutatap serius wajah Wawan. Ia hanya tersenyum.

“Wan, aku mau jujur tentang satu hal sama kamu! Tolong didengarkan baik-baik!” Ujarku menahan malu.

“Ya, ngomong aja kali…Ga’ usah takut begitu!” Balasnya masih tetap tersenyum.

“Sebenarnya…Ya..Yang mengambil alat penyadapmu itu adalah aku Wan… Akulah pencurinya. Aku yang bersalah. Maafkan aku Wan. Kamu boleh melampiaskan amarahmu padaku. Akulah yang membuatmu gagal mengikuti Olympiade ini… Maafkan aku!!” Aku terduduk dihadapan Wawan.

Ia tampak kaget mendengarnya. Kupikir ia akan langsung memukulku. Ternyata ia malah memelukku.

“Aku senang kamu jujur Dhan… Aku tak akan marah padamu… Semua ini memang perlombaan yang sangat berharga bagiku. Tapi, kejujuran seorang teman

14315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

itu lebih berharga dibandingkan semuanya. Jujur itu mahal loh Dhan.. Jarang-jarang ada orang yang mau jujur seperti kamu…”

“Ka..Kamu mau memaafkan aku?” Tanyaku.“Jelaslah…Ga’ mungkin aku sejahat itu ga’ mau maafin temanku yang sudah

jujur seperti ini.”“Beneran?”“Suwer deh..” Wawan mengacungkan kedua jarinya sambil tersenyum.“Makasih banyak Wan…Sebagai gantinya, aku pengen kamu membawa CERA!”

Kataku mantap.“Loh, kenapa kamu malah memberikan robotmu sendiri?”“Aku cuman tak ingin CERA membuatku hanya terpacu padanya… Selama ini

aku hanya berkonsentrasi pada CERA, bukan pada Sekolahku. Aku yakin, jika kamu yang memilikinya kamu pasti bisa membagi waktu antara CERA dengan waktu belajarmu. Ya, please!!” Paksaku.

Akhirnya Wawan pun menerimanya dengan senang hati. Aku menatap CERA untuk yang terakhir kalinya. Terima kasih CERA. Kau

telah membawaku pada berbagai pengalaman yang takkan kulupakan. Aku akan sangat merindukanmu. Terlintas bayangan CERA yang tersenyum padaku. Akupun membalas senyumannya. Senyuman perpisahan untuk sebuah penemuanku, CERA 2519. [*]

Biodata dan Proses Kreatif

Nadia Fatimah Azzahra, namaku. Aku lahir di Samar�nda, 25 Jun� 1997. Saat �n� aku duduk d� kelas IX SMP IT MADINA. Hob�ku membaca buku. Kebetulan d� rumahku ada perpustakaan dengan jumlah buku kurang leb�h 200 judul. Ayahku, Ir. H. Husni Muttaqin, lulusan S1 Kehutanan; sedangkan �buku, Mulyan� Rahmadew�, S.Ikom. adalah Guru. Bel�au lulusan S1 Ilmu Komun�kas�.

Tempat tinggalku di pinggiran kota jadi cukup nyaman karena terh�ndar dar� suara b�s�ng dan polus� kendaraan bermotor. Lingkungan tempat tinggalku masih hijau, masih banyak pepohonan, dan kebetulan d�kel�l�ng� perbuk�tan. Kalau k�ta mau ke kota, pal�ng 30 men�t pun sudah sampa�.

Aku tinggal di lingkungan Pondok Pesantren Daarussaadah. Sekolahku, yakni SMP Madina, merupakan salah satu lembaga pend�d�kan yang ada d� dalam pon pes �n�. D� ponpes �n� juga ada sekolah TK Mad�na, SD Mad�na, SMP Mad�na, dan SMK Mad�na.

Selama menjadi santri SMP Madina, aku wajib tidur di asrama, meski rumahku

144 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

bersebelahan dengan asrama. Selama tinggal di asrama aku harus mengikuti segala peraturan dan kegiatan asrama, mulai dari sholat berjama’ah, setoran tahfid --ini yang aku tidak suka hehe--, tahsin, sampai kegiatan lain seperti kerja massal, itu lho bersih-bersih setiap hari ahad. Piket harian, makan, mandi, cuci dan lain lainya harus aku ikuti semua. Kalau terlambat atau tidak mengerjakan, harus siap-siap dapat iqob atau hukuman m�n�mal jalan bebek.

D� sekolahku, ada guru yang mengajar pelajaran mula� dar� pag� h�ngga s�ang. Ada juga ustadz dan usradzah yang mengawasi setiap kegiatan santri, sekaligus yang menghukum tad�.

Teman-temanku ada yang dar� Bontang, Sangata, Kuta� Barat, Melak, Nunukan, juga Samar�nda. Mereka juga dar� suku yang berbeda-beda: ada Jawa, Sunda, Dayak, Banjar, Batak, Kuta�, dan Bug�s. Nah, karena ada bermacam suku, maka bermacam pula bahasa har�an mereka. Tap�, kalau d� asrama waj�b berbahasa Inggr�s atau Arab. Karakter merekapun bermacam-macam: ada yang lembut, ada yang bersuara keras, dan ada yang tomboy. Wah beragam deh. Walaupun beg�tu, mereka sangat menyenangkan.

Kesehar�anku tak ada yang spes�al. Sama saja dengan yang la�n. Ada kalanya aku raj�n, ada kalanya juga aku kena iqob / hukuman, ya�tu b�la melanggar peraturan asrama.

Ayahku pimpinan pondok pesantren, jadi sibuk sekali. Pagi hari, kalau lagi tidak keluar kota, biasanya memimpin sholat shubuh, terus tilawah, dan tidur lagi sampai jam 8. Setelah �tu bel�au mengurus lembaga pend�d�kannya: kadang ke SD, TK, atau mengurus keperluan ponpes sampa� pukul 10- an. Setelah �tu, ayah berangkat ke warung makan yang d�kelolanya untuk kebutuhan keluarga. Ba’da magr�b atau ba’da �sya, ayah b�asanya meng�s� pengaj�an rutin. Pulangnya sudah malam, kadang sudah tidur saat beliau pulang. Tapi, jika ada waktu luang ayah akan mengajakku ke toko buku kesukaanku dan aku akan belanja buku yang aku �ng�nkan.

Ibuku pun sama s�buknya. Selesa� mengajar, bel�au harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga: memasak, mencuci, menyapu, dan lain lain. Karena di rumahku tidak ada khad�mat/pembantu, semua d�kerjakan send�r� oleh �bu. Kadang, kalau kam� l�bur kam� akan berbag� tugas.

Dua kakakku berkuliah di Bandung. Aa kuliah di Tehnik Informatika, sedang Teteh kuliah di psikologi. Sementara abang, masih belajar di pesantren Al Irsyad Salatiga. Kakakku yang keempat ada d� samar�nda, d�a sekolah d� SMAN 1, mas�h kelas XI. D�a s�buk sekolah, juga les. Kadang, sepulang sekolah d�a ser�ng ma�n games d��nternet atau berma�n bulu tangk�s.

Aku mula� suka menul�s saat SD. Namun, aku hanya menul�s buku diary. Sejak masuk SMP, aku mula� suka menul�s cer�ta dan kadang karyaku d�pasang d� mad�ng sekolah. Aku pun mula� �kut lomba saat duduk d� kelas IX �n�. Aku pernah �kut lomba menul�s cerpen yang diadakan di SMP Firdaus. Di situ, aku meraih juara 2 tingkat kota. Kemudian, aku mencoba lag� �kut lomba karya tul�s Duta San�tas� yang d�adakan oleh PU. Alhamdul�llaah, aku masuk 5 besar tingkat Provinsi (Kaltim). Saat itu, aku menulis tentang bahaya jika lingkungan tidak k�ta jaga. Cerpen yang sudah kubuat jumlahnya kurang leb�h 5 buah. Dalam dun�a menul�s, boleh d�b�lang aku mas�h pemula, mas�h banyak sekal� kekuranganku, mas�h harus banyak belajar menjad� penul�s yang bagus. Jumlah buku yang aku baca bulan �n� jumlahnya sek�tar 20 an buku.

Sebenarnya, ada yang �ng�n aku tambahkan dalam karangan �n�, tap� flash disk-ku error terkena v�rus, jad� aku b�ngung. Tambahan lag�, d� sekolah sedang ada uj�an semester

14515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

pula. Jad�, yah sudahlah, nggak bisa ngapa-ngapain, karena aku harus fokus pada uj�an semesteran �n�.

Mengapa saya menul�s CERA 2519? Karena saya menyuka� hal-hal yang bers�fat robotic. Dengan menul�skannya dalam cer�ta, saya b�sa menuangkan segala �maj�nas� tentang robot tanpa harus membuatnya.

Saat menul�s CERA 2519, saya ter�nsp�ras� oleh berbaga� hal, terutama oleh kom�k dan berbagai film. Dari komik, saya bisa mengambil unsur-unsur dan juga bermacam-macam alat yang terdapat dalam robot. Dari film, saya bisa mendapatkan berbagai pengetahuan tentang cara membuatnya. Jad�, dalam cer�ta CERA 2519 �n�, saya menggabungkan segala imajinasi saya dengan berbagai unsur yang didapat dari komik dan film. Alur ceritanya d�angkat dar� pengalaman pr�bad� send�r�.

Saya juga mendapatkan �nsp�ras� dar� beberapa masukan para guru d� SMP IT Mad�na. Saya mengubah masukan tersebut menjad� �de-�de dalam membuat cer�ta.

146 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Begitu IndahYeni Yuliati

14715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Waktu sudah menunjukkan pukul 06.45. Pak Andra, guru yang akan mengajar jam pertama, masuk ke kelas.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,” sahut murid sekelas

bersemangat.“Anak-anak, hari ini adalah hari yang istimewa karena kelas kita kedatangan

warga baru. Saya harap kalian menunjukkan sifat positif dan bersikap baik kepadanya. Indah, silakan masuk!”

Ternyata, kelas ini kedatangan siswi baru. Dia pindah dari kota lain karena ayahnya pindah dinas kerjanya.

“Ayo, perkenalkan dirimu kepada teman-temanmu!”“Terima kasih, Pak,” ucapnya dengan sedikit mengangguk. “Halo teman-teman, nama saya Indah Mutiara Salsabila, biasa dipanggil Indah.

Saya merasa senang dan bangga dapat belajar bersama dengan kalian di sekolah ini. Salam kenal untuk kalian semua. Terima kasih.”

“Oke, tepuk tangan semua…!” sahut Pak Andra. “Silakan duduk, Indah!”“Terima kasih, Pak”Dengan menenteng tas sekolah, Indah berjalan menuju tempat duduk yang

kosong di samping Ira. Ira tersenyum kepada Indah sembari menyapanya, “Hai, namaku Khaira Annisa Maulidia. Kamu bisa panggil aku Ira,” sapa Ira

sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman.“Hai Ira, senang berkenalan denganmu,” balas Indah sambil tersenyum dan

bersalaman dengan Ira.Jam pertama dimulai dengan membahas PR matematika. Pelajaran yang tidak

disukai sebagian besar siswa karena dirasa sulit. Ketika Pak Andra sedang bicara kepada para siswa di kelas, tiba-tiba pintu

diketuk dari luar. Muncul Firman, baru datang, minta izin masuk kelas. Tapi Pak Andra tidak mengizinkan dengan mengatakan,

“Ya, kamu tutup pintunya dari luar.”Dengan sendirinya Firman tidak dapat masuk dan harus tinggal di luar kelas

sampai pelajaran ini selesai. Itu merupakan kebiasaan Pak Andra. Siswa yang terlambat datang waktu pelajarannya, tidak boleh masuk.

“Biasa, Firman itu tidak disiplin. Hampir tiap hari terlambat melulu,” bisik Ira kepada Indah.

“Memangnya dia naik apa kalau sekolah?” tanya Indah.“Tidak tentu. Kadang dibonceng temannya, kadang jalan kaki. Tapi yang sering

jalan kaki.”Kali ini ada pembahasan pelajaran matematika yang cukup rumit. Sesudah

memberikan contoh dan menerangkan dengan rinci, Pak Andra menulis soal lain

148 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

di papan tulis untuk diselesaikan para siswa. Sesudah selesai, Dimas disuruh untuk maju mengerjakan soal di papan tulis. Ternyata berhenti, tidak selesai. Dicoba yang lain, Wulan, dapat selesai tapi hasilnya salah. Akhirnya ia menyuruh Sheila, yang paling pintar di kelas ini.

Dengan cepat dan percaya diri, Sheila mengerjakan soal itu sampai selesai. Tapi ternyata masih tidak sempurna. Kalau Sheila tidak mampu, sudah tidak ada lagi yang dapat mengatasi. Begitu biasanya karena Sheila merupakan pamungkasnya. Pak Andra memandangi garapan mereka di papan tulis dengan kecewa karena usahanya menerangkan tadi sia-sia.

Dalam keheningan tiba-tiba ada yang berkata , “Mungkin saya diizinkan mencoba, Pak?” Indah mengangkat tangan.Dengan agak kaget, Pak Andra menyambut gembira , “Oke, silakan maju!”Indah maju mengerjakan soal itu sampai selesai kemudian kembali ke tempat

duduknya. “Ya inilah anak-anak, jawaban yang benar dan sempurna. Bagus sekali!” kata

Pak Guru dengan wajah ceria. “Tepuk tangan untuk teman baru kita!” Ucapnya lagi sambil bertepuk tangan dibarengi murid sekelas.

Kemampuan Indah menyelesaikan soal matematika itu dengan sendirinya mencitrakan dirinya menjadi murid papan atas di kelasnya, meskipun belum saatnya pembagian rapor. Ini menggembirakan bagi sebagian besar siswa karena ada kekuatan baru di kelas itu. Tapi tidak demikian bagi Sheila. Ia jadi merasa kurang nyaman dengan kehadiran Indah. Ia merasa tersaingi dengan citra yang cemerlang pada Indah, apalagi ia cantik pula. Sudah dua kali pada dua pelajaran yang berbeda, ketika guru menyuruh Sheila menyelesaikan soal dan tidak dapat tuntas, Indah bisa menuntaskannya. Ini membuat panas hati Sheila.

Ira yang duduk sebangku merasa beruntung dengan kehadiran Indah. Meskipun mereka berteman baru beberapa hari, keakraban yang dirasakan sudah seperti teman lama. Malah dibanding kedekatannya dengan Sheila, lebih akrab dengan Indah. Itu karena Sheila suka memandang remeh teman dari kalangan ekonomi lemah. Ia suka membanggakan ayahnya yang katanya seorang saudagar besar. Tidak mengatakan kalau sebenarnya adalah juragan besi tua. Ia sering bercerita kalau ayah Ira adalah seorang buruh menjahit dan ibunya hanya seorang penjual kue di pasar.

* * *

Sudah dua bulan kurang sedikit Indah menjadi siswa di sekolah ini. Semakin banyak temannya dan semakin banyak pula hal yang dialaminya. Salah satu hal yang masih menjadi pertanyaan ialah sifat menyendiri Firman dan kebiasaannya yang terlambat datang di sekolah.

“Man, kelihatannya kamu kok capek sekali hari ini,” Indah menyapa.“Ah, tidak. Memang kenapa?” Jawab Firman sambil melepas tangannya yang

14915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

menopang dagu. Firman agak salah tingkah karena kawan-kawannya biasa cuek pada dirinya.

Jangankan teman perempuan, teman laki-laki pun kurang menghiraukan. Lha ini kok ada teman perempuan, masih baru, cantik lagi, mau menyapa dengan lembut. Hatinya pun berbunga-bunga bahkan deg-degan juga. Ia memang seorang siswa yang tidak bahagia, serba kekurangan, karena itu menjadi rendah diri.

Indah penasaran dengan kebiasaan Firman yang tidak disiplin, yaitu sering terlambat masuk sekolah. Firman menceritakan, kalau dirinya tiap pagi buta sebelum berangkat sekolah harus kerja dulu di pasar sebagai kuli angkut barang. Habis sarapan, sebelum berangkat ke sekolah sendiri, lebih dahulu mengantar adik-adiknya ke sekolah mereka. Sepulang sekolah, ia bekerja di penggilingan tahu. Dan malamnya narik becak.

“Astaga. Kok segitunya kamu kerja?” Indah merasa kasihan. “Lha ayahmu?”Kata Firman, ayahnya sudah meninggal dunia dua tahun yang lalu. Ibunya

menyandang cacat fisik akibat korban tabrak lari anak kebut-kebutan di jalanan. Padahal ia mempunyai 4 adik yang masih kecil-kecil. Sebagai anak sulung, ia bertanggung jawab memenuhi kebutuhan nafkah keluarga. Dan ia tidak mau adik-adiknya kelaparan dan putus sekolah.

“Terus kapan kamu belajar? Istirahat?” kata Indah lagi.Firman mengatakan, kalau lagi shalat dan makan istirahatnya. Kalau malam

sepi penumpang, tidak jarang ia tertidur di atas becak. Itu sebabnya di sekolah kalau sedang jam istirahat, ia lebih banyak membaca buku ketimbang ngobrol dengan temannya. Dan selama ini, ia ke sekolah dengan membawa becak, tetapi dititipkan di belakang warung nasi agak jauh dari sekolahnya.

Hati Indah terasa teriris. Bahkan nyaris menitikkan air mata. “Mengapa tidak cari pekerjaan lain yang nggak kayak gitu tapi agak lumayan

upahnya?”“Sebetulnya pengen sih. Tapi pekerjaan apa yang nggak kayak gitu? Kayaknya

nggak ada tuh.”“Kalau aku ikut mencarikan, mau nggak?”“Mencarikan apa?”“Ya itu, pekerjaan yang tidak terlalu susah dilakukan,” Jawab Indah, “Supaya

kamu bisa belajar, dapat istirahat dan disiplin masuk sekolah, tidak terlambat melulu.”

Indah menceritakan keadaan Firman kepada Mama dan Papanya hingga keduanya terharu. Kemudian, ia mengusulkan supaya Firman diberi pekerjaan dalam keluarganya. Kebetulan Pak Slamet mengundurkan diri dari pekerjaannya karena ikut anaknya pindah ke luar daerah. Ia pembantu yang bertugas mencuci mobil, tukang kebun, memelihara kolam dan hewan piaraan. Pekerjaan itu dapat dilakukan

150 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Firman di luar jam sekolah. Dan ternyata Firmanpun setuju dengan tawaran itu. Sekarang Firman tidak pernah lagi terlambat sekolah. Selain karena pekerjaannya

tidak berat, kalau sekolah ia bisa naik sepeda sport bagus milik Kak Agus, kakak Indah, karena ia sekarang kuliah di Australia.

Pengasilan lumayan, pekerjaan tidak banting tulang, makan enak, cukup dan bergizi, diberi bantuan bea siswa, dah pokoknya…… Pakaian dan barang lain bagus-bagus milik Kak Agus banyak yang diberikan kepada Firman. Itu makanya sekarang penampilan Firman menjadi keren sekali.

Adik-adik Firman yang yatim itu pun mendapat perhatian dan santunan dari keluarga ini. Indah dan Mamanya suka berkunjung ke rumah Firman, rumah reyot di tepi sungai kumuh. Mereka datang untuk memberikan sembako dan pakaian kepada ibu dan adik-adik Firman. Bahkan, semua kebutuhan sekolah adik-adik Firman pun dicukupi oleh orang tua Indah.

“Saya sangat berterima kasih, Ibu sudah memberikan pekerjaan kepada Firman dan membantu kami sekeluarga. Semoga kebaikan Ibu dan Ning Indah mendapat balasan yang berlipat-lipat dari Allah…” Kata ibu Firman menangis terharu dengan memegangi tangan mama Indah.

Dengan merendah Mama Indah mengatakan bahwa memberi kepada orang yang membutuhkan itu merupakan kewajiban. Di dalam harta orang berpunya itu ada bagian yang harus diserahkan kepada anak yatim dan keluarga yang kekurangan.

* * *

Ketika jam pelajaran berakhir, Indah tidak menuju halaman sekolah, tetapi menuju kantin. Tadi sopirnya kirim SMS kalau menjemputnya mungkin agak telat sebab masih ke bengkel. Tak ketinggalan Ira membuntuti di belakangnya.

Mak Yati tampak berpikir keras menghitung hasil jualannya, kurang memperhatikan kedua anak itu datang. Kelihatannya dia memikirkan sesuatu yang kurang menyenangkan.

“Mak Yati, mau tutup ya?” Sapa Indah.“Ah, enggak, Ning, Emak belum mau tutup kalau di kantor masih ada Pak

Guru.” Mak Yati selalu memanggil Ning kepada siswa perempuan, dan memanggil Gus

kepada siswa laki-laki. “Lagi menghitung apa Mak, kok kelihatannya susah amat…”“Ini lho Ning, Emak menghitung jumlah dagangan yang laku dengan uang yang

terkumpul. Suka-suka jumlahnya susah cocok.”“Kurang, maksud Mak Yati?”“Iya, Ning. Padahal ini kan dagangan setoran. Dari jumlah dagangan yang laku,

Emak hitung sisanya kok sedikit.”“Labanya tidak sesuai dengan jumlah semestinya, begitu Mak?”

15115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Iya… Iya Ning ……”“Mungkin Mak Yati yang keliru ngitungnya……,” sahut Ira.“Ya tidak lah. Mak Yati ngitungnya sudah pakai kalkulator. Tuh lihat!” kata

Indah. Mereka merasa heran dan bingung. Kemudian Indah bertanya,“Selalu begini tiap hari, atau cuma kali ini, Mak?” “Ya tidak tiap hari, sih. Cuma sering saja”.Mengetahui keluhan Mak Yati, hati Indah menjadi tersentuh. Ketika ia sampai

di rumah rasa simpati kepada perempuan tengah baya itu masih melekat. Kalau orang seperti dia kehilangan uang 7 ribu rupiah saja sehari, berapa ratus ribu rupiah sebulan? Terus apa atau siapa yang menjadi penyebab kejadian itu?

* * *

Sepekan kemudian. Usailah olahraga yang penuh hingar-bingar karena pertandingan tenis meja beregu yang seru antar dua kelompok yang berseteru. Kelompok Sheila melawan kelompok Indah. Di kelompok Sheila yang paling tangguh adalah Sherly, sedang di kelompok Indah ada Diah yang pernah juara kabupaten waktu SD. Dari 5 partai, berakhir 3-2 untuk kemenangan kelompok Indah. Dua poin disumbangkan Indah dari partai tunggal dan ganda yang kesemuanya berhadapan dengan Sheila. Ini membuat Sheila makin geram karena dua kali kalah dengan musuh bebuyutannya, di partai tunggal dan ganda.

Sekarang di kelas itu timbul istilah baru: “Grup Sheila” dan “Grup Indah”. Grup Sheila rata-rata anak orang kota yang kaya-kaya. Jumlahnya lebih dari 7

orang. Kalau ke sekolah mereka diantar dengan mobil pribadi. Meskipun ada yang naik sepeda motor, sepeda motor mahal dan baru. Sedang Grup Indah campuran anak dari orang pinggiran yang rumahnya jauh dari sekolah. Jumlahnya hanya 5 orang. Mereka kebanyakan naik bis atau angkutan umum lainnya jika ke sekolah. Hanya Indah yang tempat tinggalnya di kota dan dari keluarga terpandang. Ayahnya dosen, Mamanya guru SMA.

Setiap saat mereka berkumpul sesuai dengan kelompoknya. Saling menyindir dan saling meledek sudah biasa. Seperti yang terjadi di kantin saat ini. Kelompok Sheila seperti menunjukkan bahwa mereka lebih banyak duitnya dengan makan dan minum sepuas-puasnya. Makanan dan minuman yang mereka pilih yang mahal-mahal. Cara makan dan minum pun seperti dipamerkan kepada kelompok saingannya.

Kelompok Indah yang merasa disombongi seperti tidak mempedulikannya. Mereka bermain ponsel sambil melirik kanan kiri. Entah apa yang sedang mereka rencanakan. Di depannya hanya makanan dan minuman yang sederhana, seperti gado-gado, gorengan, dan es cendol.

“Mak Yati, saya bayar teman-teman saya 7 orang. Ini uangnya, kembali 45 ribu,”

152 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

kata Sheila sambil menyodorkan uang seratus ribu.Ketika Mak Yati membuka laci akan mememberikan kembalian, Indah yang

sudah berdiri di belakang Sheila menyela: “Maaf, sebentar Mak Yati. Yang benar setiap pembeli menyebutkan semua

makanan dan minuman yang sudah dikonsumsi. Kemudian pedagangnya yang menentukan harganya. Tidak seperti ini, pembeli langsung menyebut harga tanpa memberitahu banyaknya barang yang diambil.”

Mata Sheila melotot kearah Indah. “Metuwek koen (sok tahu kamu)!” kata Sheila dengan marah. “Kamu kan anak

baru. Beraninya nglamak (tidak sopan) sama aku??”“Maaf teman, aku tidak nglamak. Aku cuma mau semuanya baik dan benar.

Jangan salah paham,” kata Indah dengan tenang.Kedua pasang mata dua remaja itu berhadapan dengan jarak yang dekat. Tinggi

tubuh mereka hampir sama. Lebih tinggi Sheila satu inci mungkin. Kulitnya pun lebih putih Sheila. Tapi sama cantik dan manisnya. Sheila matanya agak sipit, Indah beralis tebal dan bulat matanya seperti keturunan Timur Tengah. Anak-anak yang menyaksikan menjadi tegang.

Kemudian Indah mengatakan bahwa sejak tadi teman-teman di grupnya mengawasi dan menghitung makanan dan minuman yang dikonsumsi Grup Sheila. Ada buktinya karena sudah diambil gambarnya dengan ponsel secara sembunyi. Harga yang mestinya dibayar 75 ribu rupiah. Tapi Sheila membayar akal-akalan. Dengan uang 100 ribu rupiah minta kembalian 45 ribu rupiah. Ini menurut Indah dan kawan-kawan merupakan perbuatan curang dan tidak jujur. Ini bibit-bibit koruptor yang harus dicegah sejak dini.

Indah meminta 25 ribu rupiah kepada Mak Yati kemudian diberikan kepada Sheila dengan berucap,

“Ini kembalian yang benar dan halal untukmu.”“Tapi aku tidak suka kalau kamu anggap aku tidak jujur.”“Lho aku tidak ngomong begitu. Kamu sendiri yang bilang dirimu tidak jujur.”Merasa terjebak dengan omongannya sendiri, Sheila dengan geram

mencengkeram leher Indah dengan mengumpat, “Ih, aku remuk kamu!”Mak Yati yang bengong sejak tadi menjerit,“Hei, jangan Ning! Jangan Ning…!!!” Perempuan tengah baya itu gemetar. Teman-teman lainnya pun berlari memegangi Sheila yang kalap itu. Mereka

tidak menyangka akan terjadi perkelahian antara dua remaja cantik itu. Yang mengherankan, Indah tidak tampak takut. Bahkan Ia tersenyum ketika melihat Sheila yang mengomel dibawa kawan segrupnya ke luar kantin.

Sheila merasa sangat malu dengan kejadian itu. Ia dan kawan-kawannya

15315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

merencanakan pembalasan kepada Indah. Atau kepada Grup Indah. Maka persaingan dan perseteruan antar keduanya makin sengit. Dan puncaknya sepuluh hari kemudian.

Diah, simpatisan Grup Indah sakit, sudah tiga hari tidak masuk sekolah. Sekarang akan dijenguk oleh teman-temannya. Jarak kediaman Diah tidak sampai satu kilo meter dari sekolah. Tetapi jalan menuju rumahnya melewati ladang tebu dan rimbunan pohon bambu. Indah hanya ditemani Ira dan Rania berjalan kaki karena sejak tadi menunggu becak tidak muncul. Yang lain katanya berkunjung besok saja.

Ketika sampai di bawah rimbun bambu yang sepi, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan munculnya lima, enam, tujuh anak dengan Sheila di depan. Pemandangan yang sangat menakutkan Ira dan Rania. Pasti akan terjadi penganiayaan keji yang tak terhindarkan, pikirnya.

“In, aku takut!” Rania merengek sambil berpegangan ke tangan Indah.“Tenanglah. Kita berdoa mohon perlindungan Allah,” ucapnya.Tujuh berhadapan dengan tiga. Dari yang tiga, dua ketakutan. Hanya satu yang

tidak takut. Sungguh ini persaingan yang tidak seimbang. “Hei, anak metuwek, siapa yang kamu takuti sekarang??!” ucap Sheila dengan

garang. “Allah! Tuhanku, Tuhanmu dan Tuhan yang menguasai seluruh alam!”“Hmmm… Berlagak alim,” cemooh Sheila sambil terus mendekat, dibarengi

keenam kawanannya. “Sekarang kamu akan tahu siapa Sheila. Jagoan yang tidak mungkin dapat

dikalahkan anak ndesa (kampungan) seperti kamu!” gertaknya sambil menuding wajah Indah.

“Terus sekarang apa yang mau kamu lakukan?” “Sekarang rasakan pembalasanku. Kamu, kamu, kamu, akan aku cabik-cabik

muka kalian!” Sheila menunjuk ketiga musuhnya satu-persatu. Ira dan Rania gemetar dibuatnya. Membayangkan betapa sakitnya jika Sheila dan kawan-kawannya nanti menghajarnya.

“Sheila. Kamu sungguh anak yang pemberani,” ucap Indah, “Tapi menurutku bukan begini caranya seorang ksatria mencari kemenangan. Tawuran, penganiayaan, atau apapun namanya, itu perbuatan gila, memalukan bahkan menjijikkan. Kita disekolahkan orang tua supaya menjadi orang yang berbudi, berilmu, dan bermartabat. Kita orang terhormat, tidak pantas berbuat preman untuk menyelesaikan persoalan. Kita bisa berdebat, kalau mau adu otot, bisa main panco, tarik tambang atau tinju bantal. Kalau kita berkelahi, itu tidak sportif, melanggar disiplin sekolah, bahkan itu perbuatan kejahatan. Nama sekolah kita jatuh, orang tua kita malu, dan kita dapat dikeluarkan dari sekolah. Lihat, sekolah kita memberi atribut dan seragam jilbab seperti ini supaya kita bertingkah laku yang baik,” Indah

154 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

berusaha menyadarkan Sheila. “Aku tidak mau tahu. Itu kan alasan orang yang mau lari dari gelanggang. Kalau

kamu sungkan (segan) dengan jilbabmu, buang saja begini!” Sheila melepas jilbab dan mencampakkan ke tanah.

“Hei!” Sheila memberi isyarat maju kepada kawan-kawannya.“Tunggu!” Teriak Indah sambil mengangkat dan membuka telapak tangan ke

depan seperti polisi menyetop kendaraan. “Sebelum ada yang terluka, aku kira yang lebih sportif dan tidak fatal, begini saja.” Indah menengok kanan kiri, lalu berkata , “Tolong ambilkan batu-bata itu, Nia,” ucapnya sambil menunjuk tumpukan batu-bata di pinggir jalan.

“Oh, jadi kamu mau berkelahi dengan membawa batu, ya?” ucap Sheila.“Tidak. Cuma mau memberimu jalan paling mudah supaya aku takluk di bawah

kakimu. Aku dan kedua kawanku ini akan tunduk dan mengaku bahwa kamulah yang paling hebat di kelas kita jika kamu dapat memenuhi permintaanku. Sebagai seorang jagoan, tentu kamu sangat kuat. Aku cuma minta kamu memukul bata ini sampai terbelah. Kalau bisa aku akan mengakui kamu sebagai pimpinanku.”

“Ha...ha…, ngglethek (ternyata naif),” cibirnya. “Ternyata kalian tidak punya nyali. Apa ucapanmu dapat dipegang?”

“Aku pantang mengingkari janji.”“Baik. Tapi aku tidak mau kalau kalian cuma mengakui aku sebagai pimpinanmu.

Kalian harus menyembah, mencium kakiku tujuh kali, dan merangkak di bawah kakiku. Dan satu lagi…. Membayar pajak kepadaku satu juta rupiah. Bagaimana?”

“Ya, aku setuju,” sahut Indah. “In, bukankah kita dilarang menyembah manusia?” kata Ira.“Aku tidak punya uang, In!” kata Rania dengan terisak.“Sudahlah, apa jare aku (aku yang tanggung jawab),” ucap Indah kepada

kawannya. Ketika batu-bata sudah berada di tangannya, hati Sheila menjadi goyah. Sebab

kesombongan dan kemarahannya telah menghilangkankan akal sehatnya. Maka, kemudian ia tidak yakin dapat mematahkan benda di tangannya seperti yang diminta Indah itu. Tapi karena sudah terlanjur, meskipun ragu, dipukulnya bata itu sekuat-kuatnya.

“Aduh!” Teriaknya dengan meringis kesakitan. Semua yang ada di situ tertawa sebab batu-bata itu tidak terbelah. Bahkan retakpun tidak.

“Siapa ketawa?!” Teriaknya lagi sambil memandangi satu-satu. Indah pun ketawa, tapi wajahnya dipalingkan dari pandangan Sheila. “Ini akal-akalan, teman-teman,” kata Sheila kepada teman-temannya. “Dia

menipu dan menghina aku, sebab dia sendiri tidak akan mampu mematahkannya!” kata Sheila protes. “Sekarang kamu sendiri. Kalau tidak dapat mematahkannya,

15515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

berarti seri. Dan kita harus tawuran di sini untuk memutuskan siapa yang kuat. Nih!”

Sheila melemparkan batu-bata itu ke arah Indah. Dan Indah menangkap dengan tangkas.

“Baik, kalau itu maumu,” jawab Indah. Kemudian ia berucap kepada Rania, “Nia, ambilkan dua lagi.”

Sekarang ada tiga buah batu-bata di tangan kiri Indah. Ia memperlihatkan secara jelas kepada semuanya dengan penuh keyakinan. Ia ingat perkataan guru bela dirinya;

“Jika kamu membela kebenaran, Allah pasti menolongmu”. Dengan bibirnya komat-kamit, tiba-tiba ia memekik , “Allahu Akbar!!” -- ‘prak!’. Sekali hantam, tiga balok batu-bata itu hancur. Tidak

sekedar patah tapi berkeping-keping. Bahkan tampak debu kemerahan mengepul bersama rontoknya serpihan.

“Kalau ada yang merasa kepalanya lebih keras dari batu-bata ini, ayo maju ke sini!” Suara Indah terdengar di telinga mereka seperti lolongan harimau.

“Sekarang, siapa cepat minggat akan selamat. Siapa terlambat akan aku lumat!”

Dengan mata nanar seperti kawanan tikus kepergok kucing, serempak kaki Sheila dan anak buahnya surut ke belakang. Tanpa komando, mereka pun balik badan tak beraturan, kabur pontang-panting sampai jatuh-bangun.

“Alhamdulillah… Sungguh ini pertolongan Allah.” Rania dan Ira memeluk Indah sambil menangis tersedu-sedu. Kedua tangan

Indah pun memeluk dan menepuk-nepuk bahu kedua sahabatnya itu penuh keharuan. [*]

Proses Kreatif “Begitu Indah”

Yeni Yuliati namaku. Aku lah�r d� Lumajang, 23 Jul� 1998. Aku bersekolah d� SMP Neger� 1 Lumajang, sebuah Sekolah Unggulan Terpadu (SUT) yang berd�r� satu komplek dengan SMAN 2, SMKN 1, dan SDN Tompokesan 3, d� atas tanah seluas 8,5 HA. Sekolahku dan SMAN 2 merupakan sekolah terfavor�t d� kotaku. SMKN 1 pun merupakan SMK terba�k d� Lumajang. Sekolahku bepred�kat RSBI full day school, artinya kami bersekolah sejak pukul 07.00 sampai 15.00. Aku duduk d� kelas 7A (Akseleras�). Sekolahku merupakan SMP yang cukup besar dan banyak mur�dnya. Saat �n� kelas VII ada 7 kelas (A sampa� G) dengan jumlah

156 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

murid rata-rata 25 siswa tiap kelas. Kondisi bangunan cukup baik, dibangun tahun 2005. Ada gedung perpustakaan, kantin, Koperasi Siswa, Laboratorium IPA, dan Gedung Multimedia yang berdiri sendiri. Tiap ruangan memiliki AC, loker, etalase, salon dan LCD-nya. Mejanya dilengkapi dengan kaca agar tidak mudah untuk dicoret-coret dan agar kel�hatan rap�. Khusus kelas akseleras� d�lengkap� dengan wastafel dan akuar�um. Halaman luas, banyak pohon l�ndung, ada masj�d cukup besar, dan fas�l�tas olah raga cukup. Jarak rumahku ke sekolah sek�tar 2,5 atau 5 men�t j�ka na�k sepeda motor. Kond�s� pergaulan antar siswa normal saja, tidak pernah ada penyimpangan dan kenakalan yang bernuansa kriminal. Setiap siswi beragama Islam diwajibkan memakai kerudung dan rok panjang, siswi beragama selain Islam tidak diwajibkan memakai kerudung tetapi memakai rok panjang.

Teman berma�nku adalah teman sekolahku, ba�k yang sekarang maupun teman lama sewaktu aku d� SD dulu. Temanku leb�h ser�ng datang ke rumahku, ba�k untuk sekedar berma�n maupun mengerjakan tugas kelompok. Kalau teman SD-ku suka ke rumahku samb�l m�nta kuajar� mengoperas�kan laptop. Beberapa har� lalu, beberapa ad�k kelas SD-ku datang ke rumahku dengan membawa soal-soal PR IPA. Teman-teman SD-ku mengenalku sebaga� jago IPA karena beberapa kal� aku memenangkan Ol�mp�ade IPA.

Shalat dhuhur aku lakukan di sekolah setiap hari. Karena itu, mukenaku kutinggal di kelas, tidak kubawa pulang. Sepulang sekolah pukul 15.15 aku makan siang. Sekolahku tidak menyediakan makan siang, dan aku tidak mau diberi bekal makanan oleh ibuku karena aku sudah terbiasa. Setelah itu shalat Ashar dan istirahat, kadang tidur kalau merasa capai. Hab�s shalat maghr�b, aku mengaj� d�b�mb�ng �bu. Membaca Al-Quran selalu d�lakukan semua anggota keluargaku setiap usai shalat Maghrib.

Sesudah �tu aku terus belajar atau mengerjakan PR. Kalau ada tugas kelompok, aku ke rumah teman untuk mengerjakannya. Selepas adzan Isya’, aku shalat berjamaah bersama keluarga, bapak lah yang menjadi imam. Aku tidak pernah bolong shalat. Aku pernah d�tanya salah satu temanku: “Mengapa b�sa per�ngkat I d� kelas?” Aku jawab: “Sebab aku tak pernah men�nggalkan shalat.” Sejak har� �tu, temanku terus raj�n shalat.

Untuk kelas aksel, 6 Oktober yang lalu sudah ter�ma rapor semester I, dan alhamdul�llah aku mendapat per�ngkat I. Khusus malam Sabtu, aku sempatkan membaca dan menul�s, sebab hari Sabtu tidak ada pelajaran di sekolah. Yang ada hanya ekstra kurikuler. Membaca dan menulis apa saja, fiksi maupun curhatan pribadi. Atau, aku membaca buku atau majalah la�n, pokoknya non pelajaran. Kalau har� l�bur/Ahad, aku menguras bak mand�. Hab�s �tu ma�n �nternet. Kadang bersama kedua orang tuaku belanja ke mall. Kadang juga baca-baca buku, koran, atau majalah. Aku jarang nonton TV.

Aku 3 bersaudara, semuanya perempuan. Kakakku yang sulung sudah men�kah dan tinggal di rumah suaminya. Kakakku nomor 2 bekerja di sebuah bank swasta di Surabaya, maka kami tinggal bertiga: aku, ibu, dan ayah.

Ibuku, Hj. Kustiana, seorang ibu rumah tangga yang amat sabar dan menyayangi keluarga. Setiap hari berbelanja dan memasak sesuai dengan selera masing-masing. Ayah menyuka� sayuran, buah-buahan, dan masakan yang pedas bersantan. Aku menyuka� �kan, daging ayam, telur, dan sup. Karenanya, ibu biasa memasak beberapa menu setiap hari untuk memenuh� selera yang berbeda �tu. Masakan bel�au sangatlah lezat. Bel�au yang setiap kali memijiti aku jika aku mengeluh capai atau ngilu. Beliau juga yang menemaniku belajar j�ka sampa� larut malam.

Sedang ayahku, Drs. H. Masrukh�, bekerja sebaga� PNS d� Kementer�an Agama Kabupaten. Beliau lah yang setia mengantarku ke sekolah setiap hari dengan sepeda motor.

15715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Hanya kalau hujan saja dengan mobil. Ayahku lah yang biasa membaca dan mengkritik tul�san-tul�sanku. Bel�au penggemar novel Ashad� S�regar dan Marga T. Bel�au juga punya buku-buku Aswendo Atmow�loto yang juga aku suka. Kedua orang tuaku raj�n ber�badah dan suka bersedekah kepada para tetangga yang kekurangan. Aku d�ajar� untuk selalu shalat berjamaah, jujur, dan hidup sederhana. Kami sekeluarga juga selalu puasa sunat seperti Arafah dan Asyura. Dalam mendorong supaya aku g�at belajar, orang tuaku pemurah j�ka aku minta uang atau barang keperluan sekolah. Terlebih jika aku baru memetik prestasi yang bagus.

Daerahku bernama Kabupaten Lumajang yang d�juluk� sebaga� “Kota P�sang”, terletak persis di sebelah timur Gunung Semeru, berupa lembah pertanian dan salah satu lumbung pangan d� Jawa T�mur. Rumahku berada d� tep� kota. Jarak dengan alun-alun dan pendopo bupati hanya 1.5 km, dengan mall hanya 2 km. Tapi, di belakang rumahku terbentang sawah yang luas dan subur. Lingkungan rumahku cukup nyaman, tidak berjubel, udara dan air sangat bersih. Masih banyak suara kicau burung di atas pepohonan setiap hari. Tidak pernah kekeringan dan tidak pernah banjir. Tidak bising bahkan cenderung sepi. Pekerjaan warga d� sekel�l�ng rumahku cukup beragam. PNS, w�raswasta, buruh pabr�k, petan� dan buruh tan�. Masyarakatnya rel�g�us, 99% musl�m.

Di rumah kami ada perpustakaan keluarga dengan kurang lebih 150 buku. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, buku non pelajaran yang aku baca tahun 2011 tidak begitu banyak karena d� kelas akseleras� waktu luangku menjad� sed�k�t. Dulu, waktu mas�h SD, aku ser�ng sekal� ke perpustakaan daerah untuk membaca buku atau mem�njam buku untuk d�bawa pulang. Di sana juga tersedia internet gratis. Namun, aku masih tetap menyediakan waktu untuk itu setiap malam Sabtu dan hari libur. Jika dijumlah, buku yang aku baca, buku besar (d� atas 55 halaman) ada 13 buah, buku kec�l (d� bawah 55 halaman) ada 21 buah.

Saya menyuka� pelajaran B�olog� dan Bahasa Inggr�s. Hob� saya membaca, tetap� saya juga suka dan cukup ser�ng menul�s. Saya kurang teramp�l beroras�/berb�cara d� depan orang banyak. Saya bercita-cita sebagai Dosen Biologi. Motto hidup saya adalah : “New Days, New Experiences. Keep Smile, and All is Well”.

Aku suka menul�s sejak kelas 4 SD. Kemauanku menul�s muncul karena ser�ng membaca rubrik Cerpen Anak di majalah ayahku yang terbit setiap bulan. Aku pernah hampir putus asa karena tulisanku, baik cerita maupun puisi, yang kukirim ke majalah tidak pernah d�muat. Untung seorang kakak sepupuku yang dosen Bahasa Indones�a mengatakan : “Itu sudah bagus, tinggal menyempurnakan saja.” Ia memberi petunjuk dan contoh cara menyempurnakannya. Setelah aku coba dan meng�r�m kembal� ke redaks�, ternyata benar. Cer�taku d�muat dan aku senang bukan kepalang. Mula� saat �tu, aku jad� suka sekal� menul�s.

Tul�sanku berjudul “Ter�ma Kas�h Mama”, yang aku �kutkan Lomba Menul�s Cer�ta Keagamaan d� Kementer�an Agama, sudah d�terb�tkan. Aku tahu dar� seorang s�swa SMP 17 Tangerang Selatan yang menelponku sesudah membaca buku cer�ta �tu. D�a membel�nya d� Gramed�a. Aku merasa senang karena katanya cer�tanya seru dan bagus banget. Tap� sayang sekali ketika aku mencari buku tersebut di toko buku kotaku, aku gagal memperolehnya.

Ada banyak tulisan fiksi yang kubuat, tapi jarang yang selesai. Ada 2 yang 50% dari target, ada 1 yang di atas 75%, dan yang terbanyak sekitar 5 buah baru 25% lalu berhenti. Konsep-konsep terbengkala� �tu kadang aku baca dan aku ed�t. Ternyata �tu sangat berguna ketika ada lomba mengarang karena dapat dijadikan modal awal dalam mengarang cerita, tinggal memilih tema yang sesuai dengan ketentuan. Mungkin itu salah satu keunikan

158 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

sekal�gus kelemahanku: kalau menul�s cer�ta ser�ng puas sebelum selesa�, atau b�ngung, atau putus semangat di tengah jalan, berhenti dan mau membuat yang baru lagi. Meskipun aku cukup sering menulis, tetapi baru dua kali berhasil dalam mengikuti lomba. Yang pertama pada tahun 2009 dalam rangka Lomba Menul�s Cer�ta F�ks� Keagamaan T�ngkat SD/MI yang d�selenggarakan oleh Kementer�an Agama Pusat, dan yang kedua pada kesempatan LMCR �n�. Semoga mendapatkan has�l yang jauh leb�h memuaskan. Am��n.

* * *

Alhamdul�llah, puj� syukur kepada Allah SWT yang telah member�kan rahmat, r�dho, dan karun�a-Nya. Ter�ma kas�h untuk orang tua, guru, keluarga, teman-teman kelas 7 Akseleras�, dan SMPN 1 Lumajang yang saya banggakan. Ter�ma kas�h untuk dewan jur� yang telah memberi saya kesempatan untuk menjalani seleksi final.

Judul “Begitu Indah” mempunyai beberapa arti : 1) Demikian indah, 2) Sangat indah, dan 3) Seperti itulah sifat Si Indah. Mungk�n, yang pal�ng akh�r �tulah yang d�gambarkan cer�ta �n�.

Dalam cer�ta �n�, tokoh “Indah”, seorang gad�s bel�a, d�gambarkan sebaga� anak ba�k, patut d�contoh oleh anak us�a remaja. D�a �tu maju dalam belajar, cerd�k, jujur, suka menolong, suka berteman, tidak sombong, anti kekerasan, berani dan tegas. Mungkin pr�bad� Indah merupakan pencerm�nan upaya pend�d�kan karakter dalam mencetak anak muda yang berkepr�bad�an dan berbud� luhur.

Kesul�tan dalam Menul�s kurasakan karena harus membuat �s� cer�ta yang sesua� dengan tema yang d�tentukan dan juga karena waktu menul�s semp�t. Sela�n karena batas waktu yang mepet, tugas/PR dari sekolah cukup padat sehingga ketika imajinasi datang, aku menul�s sampa� larut malam. Jad� besoknya d� kelas lesu dan mengantuk. Terleb�h waktu �tu bulan puasa.

Beberapa tulisan yang sudah jadi, ketika kubaca tidak memuaskan maka kuhapus. Aku membuat yang baru lagi. Tidak setiap waktu imajinasi itu ada. Kadang saat sibuk tumbuh imajinasi. Sebaliknya waktu senggang mau menulis, tidak ada imajinasi.

Latar Belakang dan Ide Cerita didasarkan pada rasa prihatin dengan maraknya kenakalan pelajar/remaja seperti: tawuran, tindak kekerasan, tidak disiplin, pergaulan yang buruk, dan adanya kesul�tan b�aya sekolah pada sebag�an s�swa m�sk�n.

Cerita ini ditulis kurang lebih 4–5 hari. Menulis teks-nya 3 hari, mengedit/ menyempurnakannya 2 har�. Waktu yang ada leb�h lama dar� �tu. Tap�, karena sebelumnya aku sudah menulis beberapa judul, membuat dan membuat lagi karena tidak puas, maka waktu pun menjad� mak�n terbatas. Cer�ta �n� mungk�n judul yang ke-3 atau ke-4.

Sek�an penjelasan dar� saya, j�ka ada kata yang kurang berkenan mohon dimaafkan. Terima kasih kepada yang telah membaca dan memberi komentar apa saja. Wassalamu’ala�kum wr.wb.

15915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

TragediM. Zuhdi Darmawan

160 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Pasien itu sudah delapan bulan koma. Pasien yang berumur enam puluh lima tahun itu tak pernah bangun sejak peristiwa itu terjadi. Namun, tak

diketahui apa penyebabnya. Diagnosis dokter selalu salah. Yang satu bilang begini, yang lain bilang begitu. Entah sampai kapan dia harus berada dalam keadaan begitu. Melihatnya, membuat miris hati orang lain. Sangat memprihatinkan. Pria yang memiliki imperium bisnis yang menggurita, kini terbaring lemah. Ya, imperium bisnis yang menggurita. Bukan, kawan, dia bukan berbisnis gurita, tapi memiliki bisnis yang besar di semua bidang dan memiliki cabang yang banyak. Ah,ya, kejadian itu, nanti akan kuceritakan padamu. Nanti.

* * *

Dimana aku? Bukankah aku masih di rumahsakit? Tempat apa ini? Bukankah ini di jalan raya? Mengapa aku tidak tertabrak? Padahal banyak mobil berlalu lalang. Apakah aku sudah mati?

“Bay!”Ketika pertanyaan demi pertanyaan terlontar dari mulutku, ketika aku masih

mengira-ngira dimana aku berada, orang itu muncul didepanku. Mengejutkan.“Ah, aku tahu kau pasti terkejut. Belum, kawan, kau belum mati. Tahukah kau

tempat apa ini? Ini adalah sebuah jalan. Tentu saja ini jalan, maksudku, ini jalan menuju rumah itu.”

Rumah itu. Darimana dia tahu tentang rumah itu? Siapa orang itu? Bagaimana dia bisa tahu tentang kehidupanku? Ini mustahil. Ini tidak masuk akal. Sambil terduduk, aku masih mengira-ngira mengapa ini semua terjadi. Apakah aku sudah sembuh dan sudah keluar dari rumah sakit? Dalam kebimbangan akan semua ini, kucoba untuk berdiri. Dan benar saja, aku bisa berdiri. Ternyata aku benar-benar sudah sembuh. Tapi kapan?

“Darimana kau tahu namaku?”“Tentu saja aku tahu namamu. Semua orang tahu namamu.”“Tapi aku tidak mengenalmu.”“Ini rumit, kawan.”“Ini tidak masuk akal.”“Memang tidak. Terkadang kita tidak memerlukan logika untuk menjalani

hidup ini.”“Tapi kau tahu segalanya tentang diriku. Rumah itu...”“Ah, ya, rumah itu. Apakah kau rindu dengan rumah itu?”“Aku tidak mau membahasnya.”“Kenapa? Apa karena kakakmu? Tahukah kau, kakakmu tak seburuk yang kau

bayangkan.”“Darimana kau tahu tentang kakakku?”

16115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Ini rumit, kawan.”“Siapa kau? Mengapa kau tahu segalanya tentang diriku?”“Nanti kau akan tahu.”Orang itu tahu segalanya tentang diriku. Mengapa ini semua terjadi? Seharusnya

aku masih berada di rumah sakit. Seharusnya aku masih terkapar tak berdaya karena stroke. Seharusnya aku tidak berada di sini. Membingungkan.

“Mengapa aku berada di sini bersamamu? Seharusnya aku masih berada di rumah sakit.”

“Ini rumit, kawan.”“Seharusnya ada penjelasan logis tentang hal ini. Aku tidak mengerti.”Hening beberapa jenak.“Kau diberi kesempatan.”“Kesempatan apa?”“Kau diberi kesempatan untuk menanyakan satu pertanyaan yang kau tidak

bisa temukan jawabannya di dunia.”Siapa orang itu? Kalau ini bukan di dunia, lalu dimana? Hening. Tak ada yang tahu.“Aku punya satu pertanyaan.”“Katakanlah.”“Mengapa kita memiliki perasaan sedih yang sangat jika kita kehilangan orang

yang kita cintai?”Terdiam.“Mari ikut aku.”Badanku terseret masuk kedalam sebuah kumparan cahaya yang berbentuk

pusaran. Entah dari mana kumparan cahaya itu datang. Melesat. Berpilin di udara. Berputar. Aku seperti merasakan perjalanan melampaui waktu. Pusing sekali rasanya. Kumparan cahaya itu tiba-tiba menutup, lalu menghilang. Aku dibawa, entah kemana.

* * *

“Kak, mengapa ibu diam saja?”“Ibu sedang istirahat.”“Aku tidak mengerti.”“Kelak kau akan tahu.”Malam itu. Dua insan telah kembali, meninggalkan dua insan yang lain. Sendiri

meringkuk di pojokkan. Tanpa kasih sayang dan kelembutan. Masih terlalu dini untuk mengerti arti kematian. Arti pergi dan ditinggalkan. Sendiri. Sepi.

Sepuluh tahun penantian yang sia-sia. Berlalu.Kemacetan merupakan rutinitas biasa bagi warga ibu kota. Seperti biasa, hari

162 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

ini juga begitu. Orang-orang sibuk dengan kepentingannya masing-masing. Tak pernah memikirkan kepentingan bersama. Disibukkan harta. Memanipulasi sana-sini, demi harta. Demi dipuja-puji layaknya tuhan. Harta bisa membeli segalanya. Fenomena koruptor sudah menjadi sarapan pagi. Basi. Orang yang tak punya harta, tinggal di pojokkan. Melamun. Sendiri. Menyepi. Hanya bisa menangisi kenyataan. Memilukan.

Di setiap sudut kota Jakarta, ada kemacetan. Jika ada kemacetan, pasti ada pengamen. Begundal-begundal itulah yang menjadi faktor kemacetan di Jakarta. Bagi pengamen, tempat mengadu nasib yang paling baik adalah Jakarta. Bermodalkan gitar di tangan, pengamen siap mengembara. Sebenarnya pengamen adalah istilah kasar untuk penyanyi jalanan. Sama seperti yang kulakukan.

Mengapa harus ada perbedaan? Mengapa harus ada yang tidak mampu? Padahal, di dunia ini semua orang memiliki kesempatan yang sama. Perbedaan kasta dijadikan acuan untuk menentukan martabat, kehormatan, dan derajat seseorang. Seharusnya perbedaan kualitas keimanan dan ketaqwaan yang dijadikan acuan. Kadang-kadang dunia ini memang munafik. Hanya panggung sandiwara.

Terkadang, kita bisa melakukan apa saja demi apa yang kita inginkan. Dari anggota dewan sampai presidan, semuanya korupsi. Yang muda maupun yang tua, sama. Harta bisa membutakan hati seseorang. Sungguh besar pengaruh harta bagi seseorang. Bahkan kejujuranpun digadaikan demi harta. Jarang sekali kita menemukan orang yang jujur. Yang hatinya masih bersih. Bahkan harta bisa membunuh orang, seperti yang kakakku lakukan.

Rumah kami terletak dikawasan elit. Terletak di pinggiran kali kumuh yang telah berubah fungsi, dari tempat menampung air menjadi tempat menampung sampah. Kawasan elit bagi orang miskin. Kumuh bagi orang kaya.

Rumah kami cukup luas. Tiga kali tiga. Lumayan sebagai tempat berteduh dan berlindung. Lumayan. Mungkin, hartaku yang paling berharga adalah gitar. Gitar telah menjadi temanku sejak kecil. Teman dikala sepi. Teman mengadu nasib. Teman seperjuangan. Malam ini. Sama seperti malam-malam yang lalu.

“Tahukah kau, dusta adalah sifat yang dibenci Allah?”“Tidak. Memangnya kenapa?”“Karena dusta membawa kehancuran. Kakak jadi teringat pada suatu kisah.

Maukah kau mendengarnya?”“Tentu.”“Pada masa yang lampau, beribu-ribu tahun lamanya, ada suatu suku terpencil

yang tinggal di pulau Ladore, yang bernama suku Azfar. Orang-orang di suku itu sangat baik dan ramah. Tidak pernah ada yang mencuri. Karena semua rakyatnya hidup makmur dan sejahtera. Jika ada orang dari luar yang masuk ke dalam, maka akan diperlakukan dengan sangat ramah. Tidak ada rasa curiga satu sama lain,

16315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

karena mereka semua tidak pernah berdusta. Jika ada satu orang yang berdusta, maka ia akan diusir dari suku itu. Mereka dikaruniai alam yang indah. Tanah yang subur dan hewan sertatumbuhan yang beragam jenisnya.

“Selama seratus tahun mereka hidup damai dan bahagia, sampai datang satu rombongan besar dari arah utara. Pada awalnya, mereka hanya ingin membeli tanaman langka yang hanya ada di pulau itu saja, yang rasa buahnya sangat manis, yang bila dijual menghasilkan untung yang berlipat ganda. Ketika mereka mengetahui bahwa pulau itu kaya akan sumber daya alam, mineral, dan tanahnya menyimpan berjuta-juta ton minyak bumi, maka mereka pun berniat ingin menguasainya.

“Saat itu juga mereka segera memanggil bala bantuan. Ketika bantuan yang diminta telah datang, mereka segera merencanakan strtegi yang tepat untuk menduduki suku Azfar. Karena suku Azfar kecil, mereka menerapkan strategi pendudukan dengan perang. Persenjataan mereka jauh lebih canggih dan lebih banyak dari suku Azfar dan mereka pun mempunyai pasukan yang lebih banyak sehingga persentase kemenangannya adalah seratus persen. Benar saja, dalam waktu singkat mereka dapat menguasai separuhnya. Tapi suku Azfar pantang menyerah. Bagaimanapun caranya mereka harus terus bangkit untuk mempertahankan suku mereka. Reaksi yang diberikan suku Azfar terhadap serangan rombongan itu diluar dugaan dan akal sehat mereka. Dengan begitu mereka harus menyusun strategi baru. Taktik baru. Berdasarkan keputusan yang diambil dari seluruh pihak, mereka mempunyai strategi baru. Karena suku Azfar tinggal separuhnya, mereka menerapkan strategi adu domba. Sekarang mereka pasti sedang mengalami krisis keuangan. Kelaparan melanda dimana-mana. Maka, mereka pasti menginginkan sesuatu yang dimiliki orang lain. Dengan mengajari mereka cara berdusta, mereka dapat mencuri makanan. Berdusta untuk mencuri. Berdusta unutk kehancuran. Makin lama mereka pun terbiasa dengan berdusta, hinggah semakin dekat pula lah mereka pada kehancuran yang akan melanda suku mereka. Akhirnya suku Azfar dapat mereka kuasai. Itulah sebabnya mengapa Allah membenci orang yang berdusta.

Kakakku sangat baik padaku. Sering bercerita. Hingga kejadian itu terjadi.

* * *

“Mengapa kakak melakukan ini semua?”“Bukan kakak yang melakukan ini! Kakak difitnah!“Pergi dari sini!”“Jadi kau mengusirku, Bay?”Malam itu. Sebuah rahasia yang tidak pernah terbongkar selama sepuluh tahun

akhirnya terbongkar juga. Sekarang semuanya menjadi terang bagiku. Polisi yang tiba-tiba datang, mengatakan bahwa orang tuaku tewas karena tertusuk pisau.

164 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Kemudian si pelaku membakar rumah. Motif pembunuhannya adalah pencurian, karena uang sebesar satu miliyar yang disimpan di brankas hilang dari rumah. Dan yang membuatku terkejut adalah, ternyata yang membunuh orang tuaku adalah kakakku sendiri! Coba bayangkan. Sidik jarinya ditemukan di pisau yang diduga sebagai alat pembunuh. Mungkin uangnya dia simpan di suatu tempat. Polisi terlambat mengidentifikasinya karena pisau itu baru ditemukan satu bulan yang lalu. Kini, aku tidak percaya pada kakakku lagi. Sejak kejadian itu, aku memutuskan untuk pergi. Tak tahu akan kemana.

Aku merasa keajaiban berasal dari kota ini. Kota baruku yang baru aku tempati beberapa bulan. Setelah satu bulan aku berada dikota ini, aku mendaftarkan diriku untuk mengikuti audisi menyanyi. Memang uang pendaftarannya lumayan besar. Ternyata aku lolos. Dan yang lebih mengejutkan lagi, aku berhasil sampai di final dan menjadi pemenang utama. Lalu, sebuah perusahaan perekaman musik ternama memintaku untuk membuat albumku sendiri. Sulit dipercaya, aku memiliki album solo!. Dan, dalam waktu singkat, albumku terjual jutaan copy di seluruh Indonesia. Kepopuleranku meningkat drastis.

Kini aku dikenal sebagai penyayi, bukan lagi pengamen. Nasibku berubah seratus delapan puluh derajat. Kini aku bisa membeli mobil dan rumah sendiri. Royaltiku kini sudah mencapai ratusan juta rupiah. Aku mulai membuka peruntunganku yang lain. Sekarang aku mulai bergelut di bidang perhotelan. Setelah selesai, ternyata dari bisnis perhotelan itu aku bisa meraup untung miliyaran rupiah! Aku mulai membuka cabang baru di pulau Sumatera. Tak puas di bidang perhotelan, aku mencoba berbisnis di ranah kuliner. Dari hasil berbisnis kuliner aku mendapat untung ratusan juta rupiah. Semua bisnis yang kulakukan tidak pernah ada yang rugi.

Hingga pada suatu hari…Aku tidak percaya ini semua terjadi. Bisnisku yang telah aku bangun selama

bertahun-tahun, kini ambruk. Teronggok. Terlantar. Terlunta-lunta. Tak terhitung berapa banyak karyawan yang harus di PHK untuk menutupi kerugian.

Aku menghadapi jalan buntu dalam menyelesaikan masalahku. Satu-satunya solusi adalah dengan mencari pinjaman yang cukup besar. Tapi siapa yang mau meminjamkan uang sebesar itu jika hasilnya tidak terjamin. Bisnisku bangkrut total. Menyesakkan sekali rasanya, kalau kau mau tahu. Disaat-saat genting seperti itu, tiba-tiba aku memikirkan ibu. Aku rindu sekali pada ibu. Ibu adalah tempatku mengadu. Setelah ibu tiada, aku merasa ada bagian yang hilang dari diriku. Seandainya ibu ada di sini... Aku segera menepis pikiran itu. Aku harus bisa melupakan ibu. Entah mengapa, tiba-tiba aku merasa ruangan ini berputar. Aku terhuyung menabrak lantai. Tak sadarkan diri.

16515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

* * *

“Bagaimana?”Orang itu mengejutkanku. Aku masih tidak percaya ini semua terjadi. Aku

seperti disuguhi potongan kehidupanku. Sulit dipahami.“Sekarang, apa kau sudah menemukan jawabanmu?”“Belum.”“Jawaban atas pertanyaanmu itu adalah, karena kau tidak jujur, kawan. Kau

berdusta.”“Maksudnya?”“Maksudnya kau tidak jujur pada dirimu sendiri. Kau berdusta pada dirimu.

Sebernarnya kau masih rindu pada ibumu. Kau masih sayang. Tapi kau berusaha menepis bayangan ibumu. Kau mencoba melupakan ibumu. Bagaimanapun juga kau takkan bisa melupakan ibumu. Biarlah perasaan cinta dan rindu mengalir di tubuhmu. Jangan kau tepis. Menepis perasaan cinta dan rindu akan membuat orang semakin cinta dan rindu. Itulah hukum alam. Ah, ya aku akan memberikan sesuatu yang kau tidak tahu.”

“Apa itu?”“Kakakmu terbukti bersalah. Lalu pengadilan memutuskan kakakmu harus

dihukum mati. Kakakmu mati di tangan regu penembak. Empat peluru menembus jantungnya. Tewas di tempat. Tahukah kau, sebenarnya kakakmu bukanlah pembunuhnya. Dia difitnah. Fitnah yang sangat keji. Sebenarnya yang membunuh kedua orang tuamu adalah saingan terberat bisnis ayahmu. Dia ingin melumpuhkan bisnis ayahmu dengan cara membunuhnya. Memang alat pembunuhnya adalah pisau. Tapi saat itu mereka menggunakan sarung tangan untuk menyembunyikan sidik jari. Kakakmu yang saat siang memegang pisau untuk memasak, jadi terkena imbasnya. Kenyataan yang tragis, bukan?”

Aku merasa tulangku dilolosi satu per satu. Ngilu rasanya mendengar kenyataan yang pahit. Aku masih tidak percaya. Ternyata kakakku bukan pembunuhnya. Kalau saja polisi tidak salah tangkap. Kalau saja polisi menemukan pelaku yang sebenarnya. Aku masih bisa berjumpa dengan kakakku sekarang. Bercanda. Bercerita. Banyak hal. Kalau saja… Tanpa sadar aku sudah jatuh terduduk. Linangan air rmata membasahi mukaku. Aku masih tidak percaya.

“Kau diberi kesempatan tiga hari lagi di dunia. Setelah tiga hari, kita berjumpa lagi.” [*]

166 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Proses Kreatif M. Zuhdi Darmawan: Mengapa Saya Menulis Tragedi

Nama saya Muhammad Zuhdi Darmawan, lah�r d� Jakarta, 11 Oktober 1997. Saya bersekolah d� SMPIT As-Sy�fa Board�ng School, Subang-Jawa Barat. Hobby saya adalah badm�nton, membaca, dan bersepeda. Kam� sekeluarga tinggal di Sumedang, kota kecil yang dikelilingi buk�t-buk�t dan hamparan sawah. Tetap�, karena saya sekolah “Boarding School”, saya tinggal di asrama, tempat saya sekolah, tepatnya d� kota Subang. L�ngkungannya asr�, sejuk, dan h�jau, karena letak sekolah dan asrama tempat saya tinggal di sekitar perkebunan Teh Tambak sari, Tambak Mekar-Subang.

Karena saya tinggal di asrama, teman-teman bermain saya adalah teman-teman satu kamar dan satu sekolah. Dalam satu kamar, kam� ber-dua belas orang. Kam� akrab dan kompak. Teman-temanku ramah dan ba�k, tap� juga suka bercanda dan saling ejek yang tidak jarang akhirnya jadi berantem.

Aktivitas saya sehari-hari adalah belajar/sekolah, mengikuti kegiatan-kegiatan asrama (tahfidz, sholat 5 waktu berjamaah di mesjid, bimbingan belajar). Ba’da ashar menjelang maghr�b, kam� berma�n d� halaman asrama. Har� sabtu-m�nggu kam� suka jalan-jalan d�b�mb�ng wal� asrama: hiking, tiwok (tea-walk), dan la�n-la�n. Sedangkan hob�/keg�atan saya menulis biasanya saya lakukan di luar jam sekolah dan aktivitas asrama.

Ibu saya, Alimah Marliantin, memiliki usaha busana muslim. Ibu juga aktif di pengajian dan organisasi. Ibu saya sangat suka membaca. Ibu juga biasa membaca al-Quran setiap hari. Setiap selesai shalat maghrib, ibu menyimak bacaan Quran kami.

Ayah saya, Darmawan Sujatmoko, juga berw�raswasta. Ba�k ayah maupun �bu adalah Sarjana Pertanian , IPB. Ayah suka membaca dan selalu ketiduran saat membaca. Ayah juga aktif di pengajian dan organisasi. Di rumah kami ada perpustakaan keluarga berisi kurang lebih 100 judul buku, meliputi ensiklopedi, buku pengetahuan umum, cerita anak, dan la�n-la�n.

Saya anak pertama dari tiga bersaudara. Adikku yang nomor 2 namanya Ihsan, dia sangat suka membaca buku. Terutama buku cer�ta anak dan kom�k. Sedangkan ad�kku yang nomor 3 namanya Fadh�la Aman�. Hob�nya berma�n a�r dan jalan-jalan.

Saya menul�s sejak kelas 8 SMP tap� belum pernah d�muat. Jen�s tul�san yang saya tul�s adalah cerpen, jumlahnya 3 buah. Saya pernah ikut Lomba Menulis Cerpen tingkat SMPIT se-Jawa Barat. Saya juga ikut Lomba Membaca Cerita tingkat Kecamatan dan meraih Juara III.

Jumlah buku yang pernah d�baca pada tahun 2011 kurang leb�h 10 buah buku cer�ta fiksi (novel,cerpen) dan lebih dari 10 cerita non fiksi.

* * *

Saya sangat suka menul�s dan membaca, terutama cerpen. Nah, waktu ada pengumuman tentang lomba LMCR, saya tertarik untuk ikut. Saya kelas sembilan. Berarti saya harus jungk�r bal�k buat belajar pers�apan UN. Nah, �tulah tad� perkenalan s�ngkat saya.

16715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Mengapa saya menul�s cer�ta pendek yang berjudul “Traged�”? Mungk�n �tulah pertanyaan yang saat �n� jur� lontarkan, lemparkan, pukulkan, cambukkan kepada saya. Terus terang, saya bingung mau bilang apa. Saya juga tidak tahu, kok saya tiba-tiba bisa menul�s Traged�? Mungk�n karena saya gemar membaca buku.

Dari sekian banyak buku, buku favorit saya adalah novel Andrea Hirata dan Tere—Liye. Nah, dar� kedua novel�s besar �tulah, saya mendapat �de untuk menul�s “Traged�”. Kedua sen�man besar �tulah, yang menjad� �nsp�ras� saya. Saya menggunakan alur maju mundur, agar beda dar� yang la�n. Dan juga untuk memb�ngungkan pembaca. Karena, j�ka pembaca b�ngung, maka d�a akan terus-terusan membaca sampa� d�a menemukan jawaban atas keb�ngungannya. Saya juga menggunakan sudut pandang satu. Karena �tu adalah sudut pandang yang pal�ng saya kuasa�.

Lalu, bagaimana dengan tema? Kalau berbicara tentang tema, pasti saya mengambil tema tentang kejujuran, tap� saya ber� “bumbu” pada tema tad�. Bumbunya adalah kas�h sayang. Maksud saya, antara kejujuran dan kas�h sayang �tu berka�tan. Erat. Kas�h sayang tak akan ada b�la tak ada kejujuran. Pun sebal�knya. Amanat yang �ng�n saya sampa�kan adalah bahwa dusta membawa kehancuran. Sangat besar kehancuran yang d�buatnya. Saya memang belum mengerti benar hakikat dusta yang sebenarnya. Tapi menurut pandangan saya, dusta itu membawa kehancuran. Pembaca boleh setuju, boleh juga tidak.

168 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Mulut yang Tak PernahBicara

Nadira Firinda Putri

16915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Brak!“Maaf, aku terlambat!” ucapku terengah – engah. Sedangkan Violet

masih berlari mengejarku, terengah – engah juga tentunya.“Bodoh! Kan kubilang jangan lari di…”“Lagi-lagi kamu, Nindya.” Sahut pak Feng ketus, membuat Violet menutup

mulutnya. “Ada apalagi sekarang?” “Tadi ke kamar mandi, Pak.” Jawabku. Pak Feng menggeleng, “Benar – benar suka bikin masalah ya kamu. Lima belas menit terlambat,

banting pintu lagi depan saya. Kamu tahu? Uang sekolahmu itu nggak bakal cukup bayar kerusakan pintu yang kamu buat.”

“Maaf, Pak.”Aku menunduk sedih. Jika saja Violet tidak mengajakku ke kamar mandi

istirahat tadi, hal ini tidak akan terjadi.Pak Feng menoleh ke arahku dan Violet, “Kamu juga bareng Nindya, Violet?” Violet mengangguk. “Anak berprestasi kayak kamu kok bisa telat? Kamu ngapain di kamar mandi?”“Tadi aku dan Violet… “ Mulutku kembali tertutup ketika Violet menginjak

kakiku, yang secara tidak langsung mengisyaratkanku untuk diam-dan-biarkan-aku-yang-bicara.

“Tadi aku nungguin Nindya ngaca, Pak. Lamaa banget, padahal sudah aku ingetin supaya nggak telat, tapi dia maksa mau ngaca pak.”

Dan sekali lagi, Si Rubah Merah yang licik mulai berbicara.“Apa benar itu, Nin?” Pak Feng memastikan. Aku melirik Violet, “Awas kalo kamu bilang nggak.“ Bisiknya.Aku ingin bicara jujur. Sudah ratusan kali hal seperti ini terjadi. Aku lelah. Tapi

bagaimana jika Violet marah karena dapat hukuman nanti? Kemungkinan besar, dia akan memusuhiku yang dia anggap telah “mengadukannya”. Yah… apa boleh buat?

“Iya, Pak.”Pak Feng melirikku tajam, “Nindya, nilaimu saya kurangi lima belas, ditambah

kurang lima karena kamu tetap ngotot walau sudah diingatkan Violet. Kalian boleh kembali ke tempat.”

Aku berjalan lesu ke tempat duduk, sedangkan Violet tertawa kecil sambil ber-high – five bersama teman se-gangnya. Senang karena berhasil “bebas dari masalah.”

Aku menenggelamkan kepalaku di atas meja, berusaha untuk tidur.Hari ini buruk sekali.Berurusan dengan pak Feng, guru killer paling menakutkan di asrama. Dan

170 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

pada pelajaran pertama hari ini, aku harus rela dihukum atas sesuatu yang BUKAN kesalahanku. Tapi, mau bagaimana lagi?

Aku tidak akan pernah bisa mengelak dari perintah Violet, si manusia berhati rubah itu. Karena jika ayahnya tidak mengangkatku sebagai anak, hari ini aku pasti berakhir di jalanan, bukan belajar di sekolah berasrama yang serba mahal ini. Konon biaya persemesternya mencapai seratus juta.

Tidak, sekolah ini tidak gila. Rasanya tidak aneh juga ketika biaya itu dihitung dengan apa yang kamu dapat di asrama ini. Bayangkan, jika pintu kelasmu berlapis emas, kursi yang kamu duduki terbuat dari bahan terbaik, dan karya wisata bagimu adalah pergi ke negara-negara terbaik di dunia dengan fasilitas terbaik pula, seperti jet pribadi misalnya. Sebanding, bukan?

“Nindya!”Aku mengangkat kepala, berusaha tersadar dari lamunanku.“Ada apa, Vi?”Violet meletakkan lututnya di lantai, menyeimbangkan kepalanya denganku. “Bisa tolong gantiin aku piket?”Sudah kutebak dia pasti ingin minta tolong. Dan kali ini aku harus berani buat

menolak. Tetapi…“Memang pelajaran Pak Feng sudah selesai?” tanyaku. “Iya, lima menit yang lalu. Tolong dong, aku mau ke cafeteria bareng anak-

anak.” “Ya sudah.” Aku melirik teman-teman se-geng Violet. Lima cewek bermuka

sombong yang suka seenaknya membully anak lain yang mereka tidak suka. “Ada lagi yang lain, Vi?”“Nope.” Violet melenggang pergi, diikuti anggota geng-nya.Aku berjalan lemas menuju papan tulis, memprogram papan itu untuk

menghapus tulisan-tulisan pak Feng barusan. “Huft, sial!” Ingin rasanya menyuruh Violet berhenti bergantung padaku. Namun jika hal itu

kukatakan, bisa dipastikan Violet akan memusuhiku, menganggap sepupunya “tak tahu terima kasih” dan secara otomatis, anggota geng-nya akan ikut memusuhiku juga.

Apa yang harus kulakukan?“Pelajaran sudah selesai?” Samar-samar terdengar suara dari belakang meja guru. Aku menoleh, “Belum, masih ada satu pelajaran lagi sebelum pulang.” “Apa itu pelajaran olahraga?” Tanya orang itu yang setelah kubaca bernama

Reino. “Ya, buat persiapan festival olahraga besok.” Jawabku.

17115 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Dia menguap bosan, “Aku benci olahraga.” Kemudian mengemasi tas dan menarik blazer di atas

mejanya, “Aku pulang saja.”Huh? Dia tidak serius untuk pulang, kan?“Hei, tunggu!” aku berteriak, membuat Reino menghentikan langkahnya.“Ada apa?”“Kalau kamu bolos pelajaran, gimana nilaimu nanti?” Ganti aku bertanya. Reino menjawab santai, “Bukan urusanmu.” “Kalau gitu apa yang bakal kamu bilang pas anak-anak sama guru liat kamu

bawa-bawa tas gitu?” tanyaku lagi.“Ya jawab jujur, aku mau pulang.”Benar-benar orang aneh. Apa dia tidak peduli dengan orang-orang yang akan

membicarakannya nanti?“Nggak ada yang kamu mau tanya lagi, kan?” dia melenggang dengan santai,

membawa blazer di pundaknya. “Aku pergi, bye.”Serampangan sekali!“Hei, Reino!” aku berkali-kali menyerukan namanya, namun dia tetap berjalan

santai meninggalkanku. “Nin, kamu ngapain manggil-manggil Reino?” Tanya Violet yang tanpa kusadari

sudah berdiri di belakangku sejak tadi. “Itu tuh, si Reino. Bolos pelajaran olahraga.” Jawabku “Lagi?” celetuk salah satu teman se-geng Violet. “Bukannya dia sering bolos, ya?

Dasar serampangan.” Sahut teman Violet yang lain. “Tapi itu yang bikin dia keren!” Ucap Violet tiba-tiba. Air mukanya berubah

merah dan canggung.“Iya Vi.. kita semua tahu kamu suka sama dia, kan?” Kata semua anggota geng

Violet serempak.Dan Violet menunduk, menyembunyikan wajahnya yang kemerahan.“Tapi susah banget deketin dia.”

* * *

“Wah, makasih banget ya Vi, udah buatin laporannya!” Anak-anak kelas 9A berkerumun di meja Violet. Sedangkan yang dikerumuni hanya tersenyum senang.

Harus kuakui, membuat laporan untuk festival olahraga dalam semalam itu SUPER sulit. Kamu harus mendaftar nama dan jenis olahraga yang dikuasai perseorangan, kemudian prestasi-prestasi dalam bidang olahraga mereka. Dan setelah selesai, bentuk laporan itu harus berupa buku yang bercover apik.

Kenapa aku bisa tahu sedetail ini? Sebenarnya..“Nindya!” Violet menepuk-nepuk pundakku.

172 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Aku bergeming sebentar, membuka mata. “Ada apa, Vi? Tahu sekarang jam berapa?”

“Iya, jam sepuluh, maaf! Habisnya aku lupa ngerjain itu!” sahut Violet. “PR bahasa inggrismu sama anak-anak, kan? Bukannya aku udah ngerjain?” Aku menarik selimut hingga melampaui kepala.

“Aku lupa ngerjain laporan festival olahraga buat besok!”“Apa?! Kok bisa, sih?!” Mau tak mau aku membuang selimut yang membuat

hangat itu, merasakan kembali dinginnya AC ruang tidur asrama.“Ya, maaf! Kamu bisa ngerjain nggak?”“Lagi-lagi.” Bisikku pelan.Violet menatap mataku, dalam. “Ya? Bisa, ya?”Jangan harap aku mau“Nin, bisa ya?”Seenaknya saja menyuruh – nyuruh, menyebalkan“Oke?”“Ya” jawabku pelan, sebuah keterpaksaan yang jelas.Dan malam itu berakhir dengan kantong mataku yang menebal tiga kali lipat.

Untuk kesekian kalinya aku berpikir: Ini adalah satu-satunya cara agar Violet dan anggota geng-nya tidak memusuhiku.

“Nin, bisa bicara sebentar?” Tanpa kusadari, Violet ternyata telah menggandeng tanganku keluar kelas.

Aku hanya mengangguk pasrah, masih kelelahan karena begadang untuk membuat laporan festival olahraga.

“Ngapain bicara di sudut taman sepi begini?” Tanyaku. Violet berbisik, “Aku pingin minta tolong sama kamu.”“Lagi? Ada apa?” aku ikut berbisik juga.“Untuk lomba lari rintangan, aku lawan kamu.” Ucap Violet.“Terus?”“Tolong kamu…-“Aku menyingkap semak-semak yang menghalangi jalan,, duduk di rerumputan

dengan dikelilingi dandelion. “Tolong perlambat jalanmu pas lewat kolam air, ya? Biar aku bisa menang lomba

estafet.”“Tapi kalo aku perlambat, aku mungkin bisa jatuh, Vi!”“Ya pokoknya kamu cari cara deh, biar nggak jatuh! Udah ya, aku mau ke anak-

anak dulu!”“Bagaimana supaya aku bisa nggak jatuh?” ucapku sedih.“Maksudmu?”“Cara supaya aku nggak jatuh pas lewat kolam air.”

17315 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Kalo kamu lari, kamu nggak bakal jatuh.”“Tapi…-“Sebentar, aku bicara dengan siapa?”Aku menoleh ke belakang punggungku, dan kaget setengah mati ketika

menyadari kalau Reino ada di sana, duduk dengan tampang yang bosan.“Apa kamu harus selalu nurutin perkataannya Violet? Itu perintahnya, kan?”Aku mengerjap, “Kok kamu bisa tahu?”Reino membaringkan tubuhnya di rerumputan, “Aku nggak sengaja denger

percakapanmu sama Violet tadi.” “Oh, gitu. Sejak kapan kamu disini?” Tanyaku berusaha mengalihkan perhatian.

Sedangkan yang kuajak bicara hanya menguap bosan.Aku sendiri tak tahu kenapa orang ini selalu tampak bosan.“Dari tadi pagi, pas sudah sampai di sekolah. Aku sendiri nggak sadar kalau

ketiduran di sini.” Jawabnya. Dan aku melihat dengan pandangan aneh sosok Reino yang terlihat begitu “bebas” melakukan apa yang dia inginkan.

“Kamu aneh.” Aku berkata akhirnya. Reino hanya tertawa kecil, “Aneh kenapa?” “Serampangan sekali, apa kamu nggak takut dibicarain atau dibenci orang lain

gara-gara sifatmu ini?” Aku masih menatapnya dengan pandangan aneh.“Aku nggak peduli apa kata orang tentangku.” Seolah mengerti arti pandanganku, dia balik memandangku. “Dari-pada-kamu-yang-terlalu-peduli. Aku hanya berbuat dan mengatakan apa

yang memang ingin kukatakan dan kulakukan.”“Sekarang kamu lebih aneh.”“Bukannya kamu yang lebih aneh?”“Eh?” tanyaku bingung, “Aneh apanya?”“Punya mulut, tapi nggak pernah mengatakan apa yang memang kamu ingin

katakan. Kamu tahu? Setiap kamu disuruh Violet, kamu pasti bilang “iya” dan menunjukkan ekspresi kesal tanpa bisa mengelak.” Ucapnya datar. “Kalau memang nggak mau ya bilang aja.”

Dia benar“Kamu salah.” Sahutku kesal. “Nggak usah sok tahu tentang apa yang kurasain.”Tapi dia memang tahu“PERHATIAN! UNTUK PESERTA LOMBA ESTAFET DIMOHON BERSIAP DI

TEMPAT!”Aku berdiri, “Aku sudah dipanggil.” Dan berjalan meninggalkan Reino yang

setengah tertidur, menuju Violet yang kini melambaikan tangannya padaku.“SIAP?”Aku dan Violet mengangguk.

174 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“SATU, DUA, TIGA!!”Rintangan pertama berhasil kulewati dengan baik, begitu juga yang kedua,

sedangkan Violet tampak kepayahan jauh dibelakangku. Dan rintangan terakhir yang harus kulewati adalah kolam air.

“Punya mulut, tapi nggak pernah mengatakan apa yang memang kamu ingin katakan. Kamu tahu? Setiap kamu disuruh Violet, kamu pasti bilang “iya” dan menunjukkan ekspresi kesal tanpa bisa mengelak.”

Ingin rasanya menang di lomba ini, dan akan mudah jika aku tidak mengikuti perkataan Violet.

Tapi…. “Tolong perlambat jalanmu pas lewat kolam air, ya? Biar aku bisa menang lomba

estafet.”Ya Tuhan, maafkan aku karena sekali lagi membohongi diriku sendiri.BYUR!!!!Dan yang aku sadari selanjutnya adalah, aku berada di UKS dengan Reino

duduk di ujung tempat tidurku.Aku memegangi kepalaku yang masih keliyengan. “Tadi kamu jatuh lumayan keras.” Jawab Reino tanpa kutanya. “Kamu.. yang bawa aku ke sini?” tanyaku. Reino mengangguk.Ah… lagi-lagi aku akan membuat diri sendiri malu di depan semua orang.

Dengan terjatuh di kolam air, selalu gagal di setiap mata pelajaran, disalahkan guru-guru setiap hari, ternyata aku memang sering dibuat malu, ya.

Tapi kalau aku tidak terima dibuat malu, aku tidak yakin Violet dan anggota geng nya tidak memusuhiku. Sebenarnya anggota geng Violet tak pernah berbicara padaku sedikitpun, dan Violet hanya berbicara padaku ketika dia butuh. Namun, ini lebih baik daripada mencari masalah dengan Violet. Apa kehidupanku akan seperti ini terus ya? Tuhan… aku lelah. Lelah untuk menuruti semua perintahnya. Lelah untuk membohongi diriku sendiri. Butir-butir hangat membasahi pipiku perlahan. Air mata yang selama ini selalu kutahan ternyata jatuh juga.

Buruknya, aku menangis di depan Reino.“Kamu nggak apa-apa?” tanya Reino.“Nggak, ini cuma gara-gara kesakitan. Kayaknya kepalaku kebentur deh.” Aku

berusaha menyembunyikan wajahku di balik tangan.“Masih mau bohong dan terus diam?” “Maksudmu?”“Kamu nangis gara-gara kelelahan, kan? Lelah untuk terus dimanfaatkan Violet.

Lelah untuk selalu membohongi dirimu sendiri. Lelah bilang kalo semua-baik-baik-saja.”

Ya, Reino benar

17515 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Bukan itu alasanku menangis.”Kenapa aku selalu membohongi diriku sendiri?“Aku nggak pernah membohongi diriku sendiri.”“Dan bahkan setelah menangis seperti ini, kamu masih berbohong juga.

Payah.”“Aku memang payah.” aku menangis sesegukan, “Berusaha untuk menuruti

semua keinginannya meski aku sendiri sudah kelelahan. Dan itu cuma supaya aku nggak dimusuhin.”

“Apa segitu takutnya kamu dimusuhin?” tanya Reino. Aku menjawab, “Sendirian pas semua orang nggak ada yang berpihak sama

kamu, itu menakutkan.”Reino membuka tangan yang menutupi wajahku, “Kalau gitu, aku akan terus

mendukungmu selama kamu jujur, kalaupun dunia nggak suka sama kamu yang jujur dan nggak mau jadi temenmu, aku lah yang bakal tetap jadi temenmu.”

“Ka, kamu ya...kin maksudmu?” aku tergagap.“Itu pilihanmu sendiri. Mau jadi jujur dan bebas, atau tetap membohongi dirimu

sendiri dan menjalani kehidupan yang melelahkan.” Reino berdiri, dan berjalan keluar dari ruang kesehatan.

“Tunggu!” aku memanggilnya, membuat Reino berhenti berjalan dan menoleh. “Kenapa kamu mau membantuku mati-matian?” tanyaku.

Dan Reino tersenyum, “Karena dulu sifatku seperti kamu. Dan jujur, sifat kayak gitu itu bikin lelah diri sendiri.”

* * *

“Nindya!” Violet mendatangiku yang sedang menyusun laporan harian kelas. Aku masih sibuk mengurutkan jam pelajaran, tapi kualihkan pandanganku dari sana. “Ada apa?”

“Ini soal Reino…” ucap Violet pelan. Aku meletakkan laporan harian di atas meja, “Kamu mau aku ngapain?” “Akhir-akhir ini aku sering liat kalian berdua. Kemarin, dia juga yang bawa kamu

ke UKS. Jadi intinya, bisa kamu jauhin dia?” lanjut Violet.Aku melihat Reino yang tampak tertidur di atas mejanya, tapi aku tahu jika ia

mendengar pembicaraanku dan Violet. Matanya melirik tajam di balik tangan yang diletakkan di depan wajah.

“Punya mulut, tapi nggak pernah mengatakan apa yang memang kamu ingin katakan. Kamu tahu? Setiap kamu disuruh Violet, kamu pasti bilang “iya” dan menunjukkan ekspresi kesal tanpa bisa mengelak. “Kalau memang nggak mau ya bilang aja.”

Reino selalu membantuku untuk bisa menjadi lebih baik.

176 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

“Kalau gitu, aku akan terus mendukungmu selama kamu jujur, kalaupun dunia nggak suka dengan kamu yang jujur dan nggak mau jadi temenmu, aku tetap bakal jadi temenmu.”

Dia satu-satunya orang yang tidak memanfaatkanku. Akan sangat menyedihkan kalau aku menjauhinya.

Tapi kalau aku tidak membohongi diriku sendiri sekarang, Violet akan membenciku.

“Kamu tahu kalau aku suka sama dia kan?” Violet berkata. Aku mengangguk.“Adalah pilihanmu untuk jadi jujur dan bebas, atau tetap membohongi dirimu

sendiri dan menjalani kehidupan yang melelahkan.”Nggak, aku lelah begini terus.“Maaf, Vi.” Ucapku. “Aku nggak bisa nurutin kemauanmu lagi, baik sekarang,

atau nanti.”Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri selamanya.Dan yang aku lihat sekarang adalah ekspresi kaget (dan kesal) Violet, disertai

Reino yang tersenyum melihatku.

* * *

“Kamu hebat.” Reino mengambilkanku kotak obat. “Sudah seminggu ini kamu terus dibully. Dalam seminggu, tiga kali kamu ganti sepatu, kan?”

Aku tersenyum kecil, “Kemarin yang keempat. Mau bagaimana lagi? semua sudah rusak, aku menemukan mereka berakhir di tong sampah. Tapi terima kasih, sekarang aku udah bisa jujur ke diriku sendiri. Senang rasanya.” Aku mengambil beberapa plester, menempelkannya di beberapa luka sambil terus meringis.

Reino tertawa kecil melihatku, “Itu semua juga gara – gara kamu yang selalu berani.”

“Jadi,” aku tersenyum, “Sahabat?” “Iya.” [*]

17715 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Biodata dan Proses Kreatif

Nadira Firinda Putri, nama saya, lah�r d� Malang, 29 Jul� 1997. Saya bersekolah d� SMP Al Hikmah Full Day School. Ayah saya, Eko Bud� Ar�yanto, adalah seorang pengusaha bibit, sementara Ibu saya Dhesy Sintawati, adalah Pegawa� Neger� S�p�l. Ba�k ayah maupun �bu saya mengenyam pend�d�kan h�ngga S2. Saya punya hobby menul�s, membaca, dan mendengarkan mus�k. Hobby saya membaca d�dukung oleh orang tua saya, maka d� rumah kam� ada perpustakaan kec�l ber�s� kurang leb�h 170 judul buku. Saya juga suka menulis. Sebelum mengikuti Lomba Menulis Cerita Remaja (LMCR) ini, saya pernah mengikuti lomba Mewarna� dan Lomba Menggambar. Dalam Lomba

Menggambar saya pernah menjad� Juara I. Saya senang dalam LMCR, karya saya “Mulut yang Tak Pernah B�cara” lolos seleks�.

Saya tinggal di perumahan Villa Bukit Mas G-25. Memang kurang banyak orang Islam d� sana, tap� sebag�an besar tetangga kam� sal�ng mengharga� agama satu sama la�n. Karena termasuk orang rumah yang jarang keluar, saya juga nggak terlalu kenal dengan l�ngkungan sek�tar. L�ngkungan d� dalam rumah saya juga as�k kok. Mesk� ayah saya jarang pulang karena pekerjaannya, tapi saya tetap bisa bersenang– senang dengan ibu, adik, dan nenek saya. Dan ketika ayah pulang, biasanya kami dapat pergi ke luar kota bersama-sama.

Saya punya banyak teman baik yang pengertian. Guru–guru di sekolah saya juga asik dan pemaaf. Kenapa pemaaf? Mungk�n saya punya banyak salah kepada mereka, tap� mereka fine–fine aja dan memaafkan saya*. Yang leb�h as�k lag�, teman-teman sekelas saya adalah orang-orang yang memang sudah saya kenal sejak kelas satu SMP. Karena anak kelas saya tidak diubah-ubah, saya jadi lebih dekat dengan teman-teman sekelas saya daripada kelas la�n. Mungk�n saya memang “orang kurang pergaulan”.

Seperti yang sudah saya ceritakan, saya lebih dekat dengan teman-teman sekelas karena telah bersama mereka sejak saya kelas satu SMP. Sela�n �tu, saya juga punya beberapa sahabat yang perhatian. Kami bersahabat sebenarnya mulai saat kelas 2, jadi sebetulnya “barusan juga s�h”. Maka, pada dasarnya teman-teman berma�n d� rumah adalah teman-teman sekelas saya d� sekolah. Teman-teman sekelas saya �tu mendukung apa saja yang saya lakukan selama itu baik untuk saya. Sekarang mereka sedang menunggu traktiran dari saya karena memenangkan lomba menul�s �n�.

Saya menghab�skan waktu dengan membaca buku dan �nternetan. “Anak jaman sekarang hob�nya buka �nternet”. Saya juga terkadang mendengarkan mus�k untuk membunuh waktu j�ka sedang bosan. Saya sangat suka membaca kom�k dan novel komed�, terkadang saya juga mencari terbitan baru dari komik dan novel di internet. Ketika membuka �nternet, saya ser�ng membuka beberapa v�deo dan kabar-kabar terbaru dar� akun s�tus pertemanan yang saya punya.

Ba�klah, kenapa saya malah memb�carakan apa yang saya buka d� �nternet? Mungk�n karena kalau d�s�mpulkan, keb�asaan saya saat l�buran adalah d� depan computer. Oh �ya, akh�r-akh�r �n�, saya juga sedang belajar membaca dan membuat cer�ta dalam bahasa Inggris untuk melatih kemampuan saya.

178 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

Saya mempunya� satu ad�k yang memang hob�nya sama dengan saya, jad� kam� ser�ng berbag� pendapat dan mengobrol mengena� hal-hal yang kam� suka� bersama. Ad�k saya juga ser�ng mendengar saya bercer�ta random tentang apa yang saya suka�. Saya orangnya suka bercer�ta, ad�k saya suka mendengar cer�ta, jad� ya pas.

Ibu saya sering berolahraga jika sedang libur dari kerjanya. Hampir setiap hari beliau menyempatkan d�r� untuk perg� ke gym dekat rumah dan berolahraga bersama teman-temannya. Setelah itu, biasanya kami berempat –saya, adik saya, ibu saya, dan nenek-- akan perg� bersama-sama.

Nenek adalah orang yang mengurus kam� --saya dan ad�k-- dar� kec�l. Bel�au suka memasak dan beperg�an untuk menambah banyak teman. Akh�r-akh�r �n�, nenek saya m�nta d�ajar� untuk membuat akun d� s�tus pertemanan.

* * *

Saya suka menul�s. Berhubung saya termasuk orang yang suka ber�maj�nas�, saya ser�ng menuangkannya dalam tul�san. Saya menul�s cer�ta tentang �maj�nas� yang saya bayangkan saat �tu. Saya mula� menul�s sejak kelas satu SD. J�ka d�suruh mengh�tung, mungk�n karya yang saya hasilkan lumayan banyak. Meski begitu, saya tidak pernah mengirimnya ke majalah atau med�a massa. Saya leb�h mem�l�h untuk menerb�tkannya d� blog saya. Namun akhir-akhir ini saya sedang membuat satu karya yang –niatnya-- ingin saya kirimkan ke penerb�t, semoga d�ter�ma.

Jumlah buku yang d�baca tahun 2011? Berapa ya? mungk�n sek�tar 160 buku, �tu juga termasuk komik dan buku pelajaran – kekekeke. Saya berharap nantinya dapat menamatkan banyak novel sastra dalam bahasa Inggris yang bahasanya tingkatan dewa itu –saking banyaknya kosakata dan banyaknya frekuens� saya membuka kamus untuk membaca satu paragraph.

17915 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011

180 15 Naskah Terba�k Lomba Menul�s Cer�ta Remaja (LMCR) Tahun 2011