141 pembelajaran remdial artikel

11
Copyright © LPMP Sulsel 2011 – Darwis Sasmedi (Widyaiswara LPMP Sulsel) Pembelajaran Remedial Pendahuluan Pengelolaan belajar dan kondisi belajar seseorang mempengaruhi proses membangun pengetahuan di dalam struktur kognitif pebelajar. Kondisi belajar berkaitan dengan materi dan karakteristik mata pelajaran yang dipelajari. Pengelolaan belajar dengan berbagai sumber belajar berkaitan dengan cara membangun pengetahuan. Pembangunan pengetahuan pada struktur kognitif siswa, baik secara super-ordinat maupun secara subordinat (Peaget, 1980: 35), membentuk suatu peta konsep dengan hearachie konsep dan hubungan antar konsep secara bermakna bergantung kepada kesiapan dan kemampuan seseorang untuk membangunnya. Untuk dapat menginternalisasikan informasi baru yang dipelajari siswa sehingga dapat merepresentasikannya ke dalam suatu bangunan baru dan/atau informasi yang telah diasimilasikan dengan pengetahuan awal siswa, diperlukan alur pemrosesan informasi pada diri pebelajar tersebut. Pemrosesan informasi dapat dimulai dari reseptor informasi dari luar siswa, kemudian masuk ke register penerimaan. Slavin (2003: 175) menyatakan tranfer informasi yang diterima pebelajar ke memori jangka pendek sering juga disebut memori kerja. Informasi yang dapat ditampung pada bagian ini jumlahnya terbatas dan dalam kurun waktu beberapa detik saja. Pada memori kerja ini terjadi operasi terhadap informasi, mengorganisasikan kedalam penyimpanan atau tidak disimpan, dan menghubungkannya dengan informasi lainnya yang relevan. Di sini diperlukan pengulangan agar dapat diberikan kode dan dibangun dalam konteks informasi yang lainnya. Informasi yang telah diberikan kode dimasukkan kedalam memori jangka panjang. Pada memori jangka panjang ini terdapat bangunan informasi dipengaruhi oleh harapan-harapan yang ada pada siswa tersebut, termasuk di dalamnya motivasinya. Untuk memperoleh respon yang sesuai dengan keperluan siswa dari informasi yang diperoleh dalam mempelajari mata pelajaran, siswa perlu dibantu dalam membangun pengetahuan dengan memroses informasi secara lengkap, agar dapat meresponnya secara baik dan bermakna. Salah satu cara dalam membantu siswa untuk membangun pengetahuan dalam struktur kognitifnya,

Upload: muhayanatul-juhria

Post on 15-Mar-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pembelajaran remidial

TRANSCRIPT

Copyright © LPMP Sulsel 2011 – Darwis Sasmedi (Widyaiswara LPMP Sulsel)

Pembelajaran Remedial

Pendahuluan

Pengelolaan belajar dan kondisi belajar

seseorang mempengaruhi proses membangun

pengetahuan di dalam struktur kognitif

pebelajar. Kondisi belajar berkaitan dengan

materi dan karakteristik mata pelajaran yang

dipelajari. Pengelolaan belajar dengan berbagai

sumber belajar berkaitan dengan cara

membangun pengetahuan.

Pembangunan pengetahuan pada

struktur kognitif siswa, baik secara super-ordinat maupun secara subordinat

(Peaget, 1980: 35), membentuk suatu peta konsep dengan hearachie konsep

dan hubungan antar konsep secara bermakna bergantung kepada kesiapan dan

kemampuan seseorang untuk membangunnya. Untuk dapat

menginternalisasikan informasi baru yang dipelajari siswa sehingga dapat

merepresentasikannya ke dalam suatu bangunan baru dan/atau informasi yang

telah diasimilasikan dengan pengetahuan awal siswa, diperlukan alur

pemrosesan informasi pada diri pebelajar tersebut.

Pemrosesan informasi dapat dimulai dari reseptor informasi dari luar

siswa, kemudian masuk ke register penerimaan. Slavin (2003: 175) menyatakan

tranfer informasi yang diterima pebelajar ke memori jangka pendek sering juga

disebut memori kerja. Informasi yang dapat ditampung pada bagian ini jumlahnya

terbatas dan dalam kurun waktu beberapa detik saja. Pada memori kerja ini

terjadi operasi terhadap informasi, mengorganisasikan kedalam penyimpanan

atau tidak disimpan, dan menghubungkannya dengan informasi lainnya yang

relevan. Di sini diperlukan pengulangan agar dapat diberikan kode dan dibangun

dalam konteks informasi yang lainnya. Informasi yang telah diberikan kode

dimasukkan kedalam memori jangka panjang. Pada memori jangka panjang ini

terdapat bangunan informasi dipengaruhi oleh harapan-harapan yang ada pada

siswa tersebut, termasuk di dalamnya motivasinya.

Untuk memperoleh respon yang sesuai dengan keperluan siswa dari

informasi yang diperoleh dalam mempelajari mata pelajaran, siswa perlu dibantu

dalam membangun pengetahuan dengan memroses informasi secara lengkap,

agar dapat meresponnya secara baik dan bermakna. Salah satu cara dalam

membantu siswa untuk membangun pengetahuan dalam struktur kognitifnya,

Copyright © LPMP Sulsel 2011 – Darwis Sasmedi (Widyaiswara LPMP Sulsel)

adalah pembelajaran remedial. Pembelajaran remedial ditujukan kepada siswa

yang realatif lambat dalam mencapai kompetensi melalaui pembelajaran biasa.

Siswa yang memerlukan pembelajaran remedial biasanya relatif lambat

dalam belajar atau mengalami kesulitan dalam mencapai suatu kompetensi. Hal

ini dapat disebabkan kesulitan dalam memfokuskan perhatian, mengikuti

pelajaran, dan menyempurnakan tugas-tugasnya yang diberikan dalam

pembelajaran (Michael Woods, 2003: Microsoft® Encarta® Reference Library).

Pembelajaran remedial ini pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan

kuantitas siswa dan kualitas masing-masing siswa dalam menguasai materi

pelajaran. Dengan demikian, siswa yang masih merasa perlu meningkatkan

ketuntasan belajarnya pada topik-topik tertentu merupakan sasaran secara

umum pembelajaran remedial ini. Sehingga dapat dikatakan juga bahwa,

pembelajaran remedial sebagai upaya pengayaan pemahaman siswa, bukan

pembelajaran untuk anak yang tidak pintar.

Pembelajaran Remedial dalam Konteks Belajar Tuntas

Pembelajaran remedial pada dasarnya bagian dari pembelajaran secara

keseluruhan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam

pelaksanaannya, tidak semua siswa mencapai ketuntasan dalam belajar, artinya

ada siswa yang tidak mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam

pelaksanaan pembelajaran yang biasa dilaksanakan. Untuk memberikan

kesempatan agar siswa yang “terlambat” mencapai ketuntasan menguasai materi

pelajaran, diadakan pembelajaran, yaitu pembelajaran remedial.

Para penganut aliran perilaku (behaviourist), menyatakan dalam belajar

lebih menekankan pada kinerja pebelajar yang dapat diobservasi dan terukur,

kurang memperhatikan strategi kognitif dan metakognitif serta proses internal

(pemrosesan informasi) pada diri siswa. Penganut aliran ini, meliputi: Skinner,

Pavlov, dan Thorndike. Belajar terjadi bila adanya perubahan yang dapat

diobservasi langsung berupa perilaku, dan pebelajar dipacu belajarnya dengan

penghargaan dan hukuman.

Implikasi dari pandangan tentang belajar seperti di atas terhadap

pembelajaran adalah siswa belajar dan dituntaskan serta terjadi di dalam

pembelajaran di kelas. Di samping itu terjadi pandangan terhadap pembelajaran,

yaitu belajar merupakan proses transmisi informasi ke siswa yang pasif dari guru.

Materi subyek yag dipelajari siswa dianggap “di dirinya”, dan lingkungan diangap

tidak berubah dan terstruktur secara permanen.

Copyright © LPMP Sulsel 2011 – Darwis Sasmedi (Widyaiswara LPMP Sulsel)

Di pihak yang lain, penganut konstruktivisme beranggapan bahwa

pengetahuan tidak berada di luar pkiran pebelajar, tetapi diorganisasikan di

dalam kognisi internal individu dan pengalaman bukan ditemukan dari luar

dirinya. Pebelajar membangun pengetahun dan pemahamannya melalui proses

aktif dari tugas-tugas yang realistis dalam konteks yang autentik dan

menggunakan perangkat yang ada saat itu. Di sini akan terjadi belajar berbagai

pemahaman. Belajar dipandang sebagai proses asimilasi, argumentasi, dan

reorgansasi sendiri-sendiri dari struktur mental yang belum lengkap. Pebelajar di

sini secara proaktif mengendalikan proses membangun eksplanasi ilmiahnya.

Peaget (dalam Crawford R: 1999: 53) menyatakan pengetahuan meliputi

fakta yang telah dibangun merupakan kondisi perkembangan biologis secara

umum yang berinteraksi dengan lingkungan dan dibangun kedalam konsepsi

yang berkembang dalam bentuk representasi kognitif melalui proses ekuilibrium.

Pembangunan pengetahaun secara individual terjadi secara khusus pada diri

seseorang, bergantung kepada pengetahuan awal dan cara mereka membangun

dan meletakkannya di dalam struktur kognitifnya. Berdasarkan proses yang

dialami dalam membangun pegetahuan, konstruktivisme dikelompokkan menjadi

dua, yaitu personal dan sosial.

Konstruktivisme personal merupakan proses membangun pengetahuan

yang terjadi sebagai proses aktif di dalam struktur kognitif seseorang meletakkan

informasi baru secara bermakna. Konstruktivisme sosial merupakan proses

membangun pengetahuan yang didahului dengan interaksi sosial antar personal

sebelum diangun di dalam kognitifnya.

Berdasarakan perspektif konstruktivisme, peran guru dan bahan pelajaran

merupakan fasilitator untuk belajar aktif selama siswa membangun pengetahuan

dan pemahaman yang menyeluruh. Termasuk terhadap siswa yang terlambat

atau mengalami kesulitan memahami informasi baru yang dikajinya.

Peran guru sebagai fasilitator ini juga memfasilitasi siswa yang

mengalami kesulitan dengan mengalokasikan secara khusus agar siswa tersebut

dapat membangun pengetahuan dan pemahamannya. Dengan demikian, dalam

pembahasan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) terlebih dahulu ditinjau

secara singkat kecenderungan pembelajaran dewasa ini; (2) dibahas hakekat

belajar tuntas baik secara individual maupun secara keseluruhan kelas; dan (3)

pembelajaran remedial sebagai upaya mencapai standar kompetensi oleh

seluruh siswa dalam kelas.

Pada dasarnya tidak ada satu orang dengan orang lain yang sama persis

dalam memahami suatu fenomena alam. Berdasarkan hal ini, sebaiknya

Copyright © LPMP Sulsel 2011 – Darwis Sasmedi (Widyaiswara LPMP Sulsel)

pembelajaran dialaksanakan secara individual, setiap orang mengikuti

pembelajaran sesuai dengan kemampuannya. Pada prakteknya, tidak semua

siswa diikuti kebutuhannya dalam belajar. Walaupun demikian pembelajaran

yang dilakukan dalam suatu kelas siswa, diharapakan semua siswa dapat belajar

dengan pendekatan yang “seragam”. Sumber belajar yang digunakan siswa

dapat beragam untuk mengkonkritkan fenomena alam yang abstrak tersebut.

Kenyataannya masih ada kelompok siswa yang relatif lambat belajarnya,

sehingga memerlukan perlakuan khusus agar dapat belajar untuk mencapai

suatu kompetensi. Pembelajaran remedial memberikan alternatif solusi agar

siswa kelompok terbelakang (belajar-lambat) dapat mencapai kompetensi yang

disyaratakan.

Kecenderungan Pembelajaran

Pengkajian dan pengembangan model serta implementasi pendekatan

pembelajaran telah banyak dilakukan untuk mengungkap prediktor yang dominan

yang menyebabkan siswa belajar secara bermakna, sesuai dengan tujuan

pembelajaran. Salah satu diantaranya adalah upaya menggabungkan antara

pendekatan pemecahan masalah dan pendekatan ilmiah.

Pendekatan pemecahan masalah adalah upaya pembelajaran yang

memberikan kesempatan siswa mencari solusi terhadap suatu masalah faktual

yang dihadapi siswa sehari-hari dalam masyarakat luas. Solusi ini diharapkan

dapat memberikan kemudahan bagi siswa dalam menghadapi masalah tersebut.

Dengan demikian, solusi yang dirumuskan siswa segera diterapkan (sebagai

ikrar dan janji siswa) dalam kehidupan kesehariannya, yang dirumuskan sebagai

rencana tindakan sebagi seorang yang telah belajar.

Pendekatan ilmiah atau pendekatan sains adalah upaya pembelajaran

yang memberikan kesempatan kepada siswa meniru hal-hal yang dilakukan

ilmuwan dalam mengungkap rahasia alam (fenomena alam). Pendekatan ini

menyarankan siswa mencari ekplanasi terhadap suatu pertanyaan melalui proses

eksplorasi. Secara ekstrim, pendekatan ini cenderung tidak memperhatikan

eksplanasi ilmiah ini berguna atau tidak berguna bagi siswa secara langsung

terhadap kehidupan sehari-hari siswa.

Belajar Tuntas

Belajar tuntas (mastery learning) dirumuskan oleh John B. Carrol dan

Benyamin Bloom (dalam Joyce & Weil, 1980: 446), merupakan pendekatan

Copyright © LPMP Sulsel 2011 – Darwis Sasmedi (Widyaiswara LPMP Sulsel)

mengorganisasi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar lebih menarik

sehingga mencapai kepuasan kinerja tentang materi yang dipelajarinya.

Carrol menyatakan masalah belajar merupakan masalah waktu yang

diperlukan oleh seseorang untuk mempelajari suatu materi subyek (dalam Joyce

& Weil, 1980: 446). Dengan demikian, siswa yang mempunyai kemampuan

rendah memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai ketuntasan dari siswa

yang mempunyai kemampuan lebih tinggi. Jadi pada dasarnya semua siswa

dapat mencapai belajar tuntas dari seperangkat standar kompetensi yang

ditetapkan dalam pembelajaran.

Masalah sental dalam pembelajaran tuntas menurut Slavin (2003: 305)

adalah kesesuaian antara cakupan materi subyek dengan jumlah siswa yang

telah tuntas kompetensi tersebut. Bila pembelajaran remedial diberikan

menggunakan waktu reguler, akan mengurangi cakupan materi yang dibahas.

Untuk mencapai ketuntasan seluruh siswa sebagai pemapanan kompetensi awal

siswa diperlukan dukungan dari semua pihak masyarakat sekolah dan

masyarakat luas

Pembelajaran tuntas atau belajar tuntas menganut faham optimistik

terhadap pembelajaran. Hal ini yang bertitik tolak dari asumsi bahwa guru dapat

menolong semua siswa belajar secara baik. Block & Anderson (dalam Entwistle,

N., 1985: 265) menyatakan belajar tuntas dalam praktiknya secara ajeg

membantu sebagian besar siswa mencapai standar kompetensi yang telah

ditentukan. Paling tidak ada tiga tahap dalam pembelajaran tuntas (Block, J.,

1985: 268), yaitu orientasi ketuntasan dan perencanaan ketuntasan,

pembelajaran tuntas, dan penentuan peringkat pencapaian siswa.

Beberapa hasil kajian yang dikemukakan oleh Block & Burn (1976)

(dalam Block, 1985: 269), menyatakan tiga hal. Pertama, pembelajaran tuntas

lebih efektif daripada pembelajaran yang tidak menganut paham pembelajaran

tuntas. Keunggulan pembelajaran tuntas termasuk juga pencapaian siswa dan

retensi (daya tahan konsep yang dipelajari) lebih tahan lama. Kedua, efisiensi

belajar siswa secara keseluruhan lebih tinggi pada pembelajaran tuntas daripada

pembelajaran yang tidak menerapkan pembelajaran tuntas. Siswa yang

tergolong lambat menguasai standar kompetensi secara tuntas dapat belajar

hampir sama dengan siswa yang mempunyai kemampuan lebih tinggi.

Ketiga, sikap yang ditimbulkan akibat siswa mengikuti pembelajaran

tuntas yaitu positif, dibandingkan dengan pembelajaran yang tidak menganut

faham pembelajaran tuntas. Adanya sikap positif dan rasa keingintahuan yang

besar terhadap suatu materi subyek yang dipelajarinya. Sikap positif lainnya,

Copyright © LPMP Sulsel 2011 – Darwis Sasmedi (Widyaiswara LPMP Sulsel)

misalnya, adanya rasa percaya diri yang berarti, kemauan belajar secara

kooperatif satu dengan yang lainnya, dan sikap yang positif terhadap

pembelajaran dengan memberikan perhatian yang besar.

Pembelajaran Remedial

Siswa yang mengikuti pelajaran dalam perkembangannya sangat

bervariasi kemampuan intelektualnya, dan kita hendaknya membantu siswa

untuk bertahan dan dapat mempelajari mata pelajaran tersebut. Dengan

demikian sekolah sebaiknya menciptakan suatu pembelajaran terhadap, baik

yang di atas rerata maupun yang di bawah rerata, berupa lingkungan belajar dan

pengalaman yang memungkinkan siswa belajar.

Sebagian besar siswa dari lingkungan pendidikan secara umum

pembelajaran biasa di sekolah. Hanya saja ada sebagian siswa yang relatif

memerlukan arahan lebih lanjut, intensif, dan sistematik dari guru agar terjadi

belajar pada dirinya. Di kelas, siswa tersebut belajar mengacu ke kurikulum yang

sama dengan rekan siswa lainnya. Ada sekelompok (kecil, berdasarkan statistik)

siswa memerlukan waktu tambahan, pengelolaan khusus, penambahan tugas-

tugas, dan pemberian ulangan khusus mungkin secara lisan. Hal ini untuk

memudahkan memenuhi kebutuhannya agar mereka dapat belajar.

Jadi, siswa yang tergolong lambat penguasai suatu standar kompetensi

pada pembelajaran biasa yang diikuti dalam kelas reguler kurang signifikan

terhadap upaya membangun pengetahuan di dalam dirinya, sehingga

memerlukan pembelajaran remedial. Pembelajaran remedial fokus terhadap topik

tertentu (sesuai dengan kebutuhannya), bergantung kepada usia siswa, kesulitan

yang dialaminya dalam memahami suatu topik.

Untuk siswa sekolah menengah, mengarah kepada pemahaman terhadap

konsep yang lebih kompleks dan informasi yang komprehensif. Dengan

demikian, fokus pembelajaran remedial kepada strategi pembelajaran pada

keterampilan mengkaji dan memperoleh sesuatu topik, menentukan cara yang

paling sesuai untuk mempelajari suatu topik, dan mengingat dan

menyampaikannya kembali pemahamannya. Di sini guru membantu siswa untuk

memahami, mengorganisasikan dan membangun hal-hal yang telah dipelajari

siswa. Untuk siswa yang termasuk kedalam pendidikan luar biasa (SLB) atau

juga disebut siswa luar biasa diarahkan kepada kesiapan mereka mengahadapi

kehidupan sehari-hari. Untuk itu, pendidikan kecakapan hidup dalam arti yang

khusus sesuai dengan jenis hambatan yang mereka temui, sangat bermanfaat

bagi mereka.

Copyright © LPMP Sulsel 2011 – Darwis Sasmedi (Widyaiswara LPMP Sulsel)

Pembelajaran remedial merupakan kelanjutan dari pembelajaran reguler

di kelas, hanya terhadap siswa yang masih memerlukan pembelajaran

tambahan. Paling tidak ada dua tujuan pembelajaran “pengobatan” atau remedial

ini. Pertama, setiap siswa berbeda dalam hal kemampuan belajar, standar

akademik, belajar di kelas dan kinerja akademik, dan setiap siswa harus belajar.

Dengan pembelajaran remedial siswa yang lambat belajarnya dibandingkan yang

lainnya akan dibantu belajarnya, dengan cara menyesuaikan kurikulum sekolah,

pendekatan, guru menyiapkan kegiatan belajar dan pengalaman langsung sesuai

dengan kemampuan dan kebutuhan siswa. Di samping itu dirancang

pembelajaran secara individual untuk membangun konsep dasar, menuntaskan

metode belajar, meningkatkan kepercayaan diri dan menguatkan efektifitas

belajar.

Kedua, melalui pembelajaran remedial, guru menyiapkan pelatihan yang

mengembangkan generic skills, meliputi: hubungan antar personal,

berkomunikasi, pemecahan masalah, mengelola diri sendiri, belajar mandiri,

berpikir mandiri, mengembangkan kreativitas, dan penggunaan teknologi sebagai

sumber belajar. Di samping itu, pelatihan ini juga membantu siswa menekankan

pada belajar sepanjang hayat, membantu mengembangkan sikap positif dan

nilai-nilai sebagai bekal belajar selanjutnya dan pengembangan karir.

Siswa yang tergolong kedalam kelompok yang harus dimasukkan

kedalam kelompok pembelajaran remedial biasanya mengalami kesulitan dalam

hal: (1) kemampuan mengingat relatif kurang; (2) perhatian yang sangat kurang

dan mudah terganggu dengan sesuatu yang lain di sekitarnya pada saat belajar;

(3) secara relatif lemah kemampuan memahami secara menyeluruh; (4) kurang

dalam hal memotivasi diri dalam belajar; (5) kurang dalam hal kepercayaan diri

dan rendah harapan dirinya; (6) lemah dalam kemampuan memecahkan

masalah; (7) sering gagal dalam menyimak suatu gagasan dari suatu informasi;

(8) mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep yang abstrak; (9) gagal

menghubungkan suatu konsep dengan konsep lainnya yang relevan; dan (10)

memerlukan waktu realatif lebih lama daripada yang lainnya untuk

menyelesaikan tugas-tugas.

Pembelajaran remedial dimulai dari identifikasi kebutuhan siswa yang

bersangkutan. Kebutuhan siswa ini dapat ditentukan dengan cara menganalisis

kesulitan belajar siswa dalam memahami konsep-konsep tertentu. Pada

dasarnya pembelajaran berulang secara generik seperti pembelajaran reguler,

tetapi perbedaannya terletak pada dua hal.

Copyright © LPMP Sulsel 2011 – Darwis Sasmedi (Widyaiswara LPMP Sulsel)

Pertama, pembelajaran beranjak dari kesulitan yang dialami siswa atau

kebutuhan siswa tentang konsep yang sulit dipahaminya. Kedua, proses

pembangunan pengetahuan pada diri siswa disesuaikan dengan kebutuhan

individual siswa, artinya tidak harus mengurut fase pembelajaran yang dilalui.

Dari kebutuhan siswa dapat langsung menuju kepada pembangunan dan

pengajuan eksplanasi ilmiah dan solusi, kemudian mencari informasi-informasi

yang relevan sebagai pendukung terh adap eksplanasi dan solusi tersebut.

Beberapa prinsip dalam membantu siswa pada pembelajaran remedial,

yaitu: (1) penyiapan pembelajaran merupakan proses identifikasi kebutuhan

siswa dan menyiapkan rencana pembelajaran agar efektif; (2) merancang

berbagai kegiatan; (3) merancang belajar bermakna; (4) pemilihan pendekatan;

(5) berikan arahan yang jelas; (6) rumuskan gagasan utama; (7) meningkatkan

keinginan belajar dan motivasi; (8) mendorong siswa berpartisipasi aktif dalam

kelas; (9) memfokuskan pada proses belajar; dan (10) memperlihatkan

kepedulian terhadap individu siswa.

Ada dua metode penilaian yang umum digunakan dalam memperoleh

balikan hasil belajar siswa. Pertama, penilaian formatif. Guru dapat mengukur

kemampuan siswa dari kinerja sehari-hari, misalnya pembuatan model,

mendeskrisikan sesuatu obyek, memperoleh informasi, mengukur kegiatan,

dalam kerja kelompok dan/atau individual. Kedua, penilaian sumatif. Mengacu

kepada kemajuan pembelajaran, guru dapat mengukur kinerja siswa dengan

cara ujian atau test. Ujian ini hendaknya mengukur secara keseluruhan kesulitan

yang ditemui siswa. Bobot test hendaknya seimbang antara yang sulit dan yang

mudah. Di samping itu berbagai model test hendaknya digunakan dalam

mengukur kemajuan siswa.

Guru remedial baiknya mempunyai catatan masing-masing siswa secara

rinci. Mencatat kemajuan yang diperolehnya pada setiap kesulitan belajar yang

ditemuinya. Catatan terhadap siswa juga ditujukan kepada sikap atau respon

siswa selama mengikuti pembelajaran remedial. Semua catatan kemajuan siswa

remedial dan perubahan kinerja ini dapat digunakan sebagai acuan untuk

merancang pendekatan pembelajaran berikutnya, untuk siswa yang mempunyai

karakteristik sama.

Pembelajaran Pengayaan

Landasan filosofis pembelajaran pengayaan adalah cara untuk melihat

pengetahuan/informasi yang dipelajarinya telah mencapai sedalam pemahaman

yang diinginkan dalam pembelajaran, dan di samping itu memberikan

Copyright © LPMP Sulsel 2011 – Darwis Sasmedi (Widyaiswara LPMP Sulsel)

pemahaman yang lebih dalam daripada sekedar standar kompetensi dalam

kurikulum. Di samping hal tersebut, pembelajaran pengayaan dilakukan untuk

memberi kesetaraan kesempatan bagi siswa yang belajar lebih cepat mendalami

materi subyek pelajaran, sementara siswa yang belum paham memperoleh

pembelajaran remedial. Hal ini dilaksanakan tetap pada suatu keyakinan bahwa

belajar merupakan suatu proses yang terus terjadi dan belajar sebagai sesuatu

yang menyenangkan dan sekaligus menantang.

Disadari bahwa siswa yang mempunyai kelebihan yang luar biasa

memerlukan perlakuan khusus, karena kebutuhan belajar mereka berbeda

dengan siswa pada umumnya. Mereka belajar sangat cepat dan dapat

memahami suatu topik yang abstrak dan sangat kompleks. Seringkali mereka

dapat mentransformasikan konsep yang dipelajarinya menjadi suatu bentuk yang

baru, menciptakan suatu pengertian baru yang betul-betul asli, kompleks, dan

berarti.

Pembelajaran yang diberikan kepada siswa yang berkarakteristik seperti

tersebut di atas perlu memperoleh perhatian khusus agar dapat meningkatkan

pemahamannya, tanpa menimbulkan sikap kontra produktif pada diri siswa.

Slavin (2003: 305) menyatakan kegiatan pengayaan merupakan tugas-tugas

atau aktivitas yang dirancang untuk memperluas atau memperdalam

pengetahuan dari yang telah dituntaskan secara cepat dalam pembelajaran

biasa.

Paling tidak ada dua model pembelajaran bagi siswa yang memerlukan

pembelajaran pengayaan karena memiliki kecakapan yang lebih. Pertama, siswa

yang berkemampuan belajar lebih cepat diberi kesempatan “memberikan

pelajaran tambahan” kepada siswa yang lambat dalam belajar (mentoring and

tutoring). Kedua, pembelajaran yang memberikan suatu proyek khusus yang

dapat dilakukan dalam kurikulum ekstrakurikuler dan dipresentasikan di depan

rekannya.

Penutup

Pembelajaran remedial merupakan upaya membantu siswa memecahkan

kesulitan belajar yang dialami dalam pembelajaran reguler di kelas. Dengan

demikian pembelajaran remedial juga disebut pembelajaran “pengobatan” agar

masalah yang ditemui dan diperoleh jawabannya oleh siswa.

Pembelajaran remedial dimulai dari analisis terhadap kesulitan siswa,

meliputi: kedudukan konsep yang sulit itu sebagai prasyarat bagi konsep

lanjutan, kebutuhan belajar sesuai dengan kesulitan yang dialaminya,

Copyright © LPMP Sulsel 2011 – Darwis Sasmedi (Widyaiswara LPMP Sulsel)

kemampuan belajarnya dan memahaminya, gaya belajar dan sumber belajar

yang dibutuhkan agar bermakna, dan keinginan serta motivasi dalam belajar.

Pada tahap sebelum pembelajaran remedial, yaitu: mulai dari penentuan

tujuan belajar, penyesuaian kurikulum dengan standar kompetensinya yang

dituju atau dicapai, pengembangan bahan pelajaran agar siswa mencapai

standar kompetensi, pemilihan pendekatan yang memungkinkan siswa timbul

minat belajarnya, dan penyiapan bahan penunjang lainnya, misalnya sumber

belajar yang memungkinkan dalam pembelajaran bergairah (joyfull learning).

Pada tahap ini sangat menentukan keberhasilan pembelajaran remedial yang

akan dilaksanakan, karena perumusan arah yang jelas dengan penyiapan

perencanaan yang matang memudahkan dalam pelaksanaan pembelajaran

remedial.

Dalam tahap implementasi pembelajaran remedial, dapat mengikuti siklus

belajar, yaitu: mulai dari invitasi yang menghubungkan dengan kesulitan siswa,

melakukan eksplorasi dengan berbagai sumber belajar dan bahan pelajaran –

suatu fenomena yang konkrit, merumuskan eksplanasi dan solusi, dan

merumuskan tindak lanjut dengan cara menghubungkan konsep yang dipelajari

dengan kehidupan sehari-hari siswa. Dengan mengikuti siklus ini, diharapkan

siswa yang tergolong memiliki kesulitan belajar memperoleh informasi yang

dicarinya sendiri dari berbagai sumber belajar, memperoleh kesempatan

mambangun sendiri pengetahuan baru di dalam pengetahuan awal siswa.

Tahap kritis pada pembelajaran remedial adalah melaksanakan observasi

atau penilaian pencapaian dan kemajuan siswa dalam memahami konsep yang

sulit tersebut. Di samping mengobservasi penguasaan standar kompetensi yang

telah ditentukan, juga diobservasi kemampuan mereka cara memperoleh

informasi dan membangunnya dan cara memecahkan masalah, serta memupuk

sendiri rasa percaya diri dalam belajar.

Efektifitas pembelajaran remedial juga bergantung kepada komitmen

seluruh tenaga kependidikan, mulai dari guru-guru, kepala sekolah, dan staf

pengelola sumber daya yang ada di sekolah serta orang tua siswa. Kerja sama

yang harmoni dan pemberdayaan semua sumber daya yang ada secara optimal

akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran remedial yang

dilakukan. Di samping itu, dokumentasi terhadap upaya penyelenggaraan

pembelajaran remedial dan dokumentasi yang rinci terhadap kemajuan siswa

sangat membantu penyelenggaraan pembelajaran remedial selanjutnya.

Copyright © LPMP Sulsel 2011 – Darwis Sasmedi (Widyaiswara LPMP Sulsel)

Daftar Pustaka

Allington, R. & Bennett, SM. 2003. Remedial Education. Microsoft Encarta Reference Library.

Block, JH. 1985. Promoting Excellence through Mastery Learning. Dalam New Directions in Educational Psychology: 1 Learning and Teaching. London: The palmer Press

Callahan, C M. 2003. Education of Gifted Students. Microsoft Encarta Reference Library.

Crawford, R. 1999. Teaching and learning IT in secondary schools: towards a new pedagogy?. UK: University of HuddersÆeld, School of Education and Professional Development, Holly Bank Campus, HuddersÆeld, HD3 3BP

Entwistle, N. 1985. New Directions in Educational Psychology: 1 Learning and Teaching. London: The palmer Press.

Joyce, B & Weil, M. 1992. Models of teaching. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Microsoft® Encarta® Reference Library 2003. © 1993-2002 Microsoft Corporation. All rights reserved.

Sankar, Sandya. 2001. Remedial Instruction. Remedial Instruction.htm. The Nalanda Institute.

Slavin R.E. 2003. Educational Psycology: Theory into Practice. Sydney: Pearson Education, Inc.

Woods M., 2003. Attention-Deficit Hyperactivity Disorder or Hyperactivity (ADHD), Microsoft® Encarta® Reference Library 2003. © 1993-2002 Microsoft Corporation. All rights reserved.Microsoft® Encarta® Reference Library 2003. © 1993-2002 Microsoft Corporation.