12. bab ii

44
BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 PPH 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan atau imbalan jasa. Berikut ini merupakan pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut para ahli, sebagai berikut: Menurut Waluyo (2010:191) adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, jonorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. Menurut Liberti Pandiangan (2010:V) adalah salah satu jenis pajak yang berhubungan dan berkaitan erat dengan orang pribadi, badan, maupun instansi pemerintah. 8

Upload: harry

Post on 26-Sep-2015

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

contoh Skripsi

TRANSCRIPT

BAB IIKERANGKA TEORITIS

2.1Pajak Penghasilan Pasal 21PPH 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan atau imbalan jasa. Berikut ini merupakan pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut para ahli, sebagai berikut:Menurut Waluyo (2010:191) adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, jonorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. Menurut Liberti Pandiangan (2010:V) adalah salah satu jenis pajak yang berhubungan dan berkaitan erat dengan orang pribadi, badan, maupun instansi pemerintah.Menurut Siti Resmi (2013:169) adalah pajak atas penghasilan atas gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.Menurut Direktorat Jendral Pajak adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. 2.2 Dasar HukumDasar hukum dalam Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut:1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007.2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyeroran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pedoman Teknis tata cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.

2.3Subjek Pajak 2.3.1Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak seperti subjek pajak akan dikenakan pajak penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan Peraturan Undang-Undang yang berlaku sebagaimana ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direkur Jendral Pajak PER-31/PJ/2012 Pasal 3 adalah:1. Pegawai.2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.3. Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi: Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati pemain drama, penari, pemahat pelukis, dan seniman lainnya. Olahragawan. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.4. Anggota Dewan Komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.5. Mantan pegawai.6. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:1. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya.2. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.3. Peserta pendidikan dan pelatihan.4. Peserta kegiatan lainnya.

2.3.2Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-31/PJ/2012 Pasal 4, yang Tidak termasuk Subjek Pajak adalah sebagai berikut:1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2.4Objek Pajak2.4.1Objek Pajak Penghasilan Pasal 21Objek pajak (2010,5) adalah penghasilan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Sesuai bunyi pasal 4 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 1983 Jis UU Nomor 10 tahun 1994 Jis UU Nomor 17 Tahun 2000.Objek Pajak yang dipotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-31/PJ/2012 Pasal 5 adalah:1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.3. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja.4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayar secara bulanan.5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama.8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai. 9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-31/PJ/2012 yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:a. Bukan Wajib Pajak.b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (Deemen Profit).

2.4.2Pengecualian Objek Pajak Penghasilan Pasal 21Penghasilan yang tidak termasuk dalam Objek Pajak yang dipotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-31/PJ/2012 Pasal 5 adalah sebagai berikut:1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.2. Penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i Undang-Undang Pajak Penghasilan.

2.5Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-31/PJ/2012 Pasal 9, maka dasar pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut:1) Dasar Pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut:1. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi:a. Pegawai Tetap.b. Penerima pensiun berkala.c. Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang doterima dalam 1 (Satu) bulan kalender telah melebihi Rp 2,025,000 (Dua Juta Dua Puluh Lima Ribu Rupiah).d. Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.2. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp 200,000 (Dua Ratus Ribu Rupiah) sehari, yang berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 2,025,000 (Dua Juta Dua Puluh Lima Ribu Rupiah).3. 50% (Lima Puluh Persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan.4. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana dimaksud huruf a, b dan huruf c.2) Dasar pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah jumlah penghasilan bruto. Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah seluruh jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu periode atau pada saat dibayarkan.

2.6 Pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 212.6.1Biaya JabatanMenurut Mardiasmo (2013:195), biaya jabatan adalah besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap, ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 6,000,000 (Enam Juta Rupiah) setahun atau Rp 500,000 (Lima Ratus Ribu Rupiah) sebulan.

2.6.2Biaya PensiunMerurut Mardiasmo (2013:195), biaya pensiun adalah besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunan, ditetapkan sebesar 5% (Lima Persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 2,400,000 (Dua Juta Empat Ratus Ribu Rupiah) setahun atau Rp 200,000 (Dua Ratus Ribu Rupiah) sebulan.

2.6.3 Jaminan Hari TuaMerurut Mardiasmo (2013), Program Jaminan Hari Tua adalah program jangka panjang yang diberikan secara sekaligus sebelum peserta memasuki masa pensiun, bisa diterimakan kepada janda/duda, anak atau ahli waris peserta yang sah apabila peserta meninggal dunia. Pencatatan dana Jaminan Hari Tua harus dilakukan sesuai dengan standar akuntansi dan Peraturan Perundang-undangan yang ada.

2.6.4 Penghasilan Tidak Kena PajakPenghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan salah satu pengurangan penghasilan dan sebagaimana diketahui telah beberapa kali mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan dengan pertimbangan perkembangan ekonomi, harga kebutuhan bahan pokok yang semakin meningkat sehingga diperlukan penyesuaian besarnya PTKP. Sejak tercantum dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan No 17 Tahun 2000 sampai dengan sekarang, PTKP telah mengalami banyak perubahan. Perubahan terbaru mengenai tarif Pajak Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 162/PMK.011/2012 tentang penyeseuaian besarnya PTKP terbaru akan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.

Tabel 2.1Tabel PTKP

KETERANGANPeraturan Menteri Keuangan No. 162/PMK.011/2012 Berlaku Tanggal 1 Januari 2013 (Rp)

Wajib Pajak Orang Pribadi24,300,000

Tambahan untuk Wajib Pajak Kawin2,025,000

Tambahan untuk Penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami24,300,000

Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan penuh paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga2,025,000

Sumber: PMK-162/PMK.011/2012 Berlaku Tanggal 1 Januari 2013Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya diberikan tambahan PTKP untuk paling banyak 3 (Tiga) orang. Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.Skema hubungan keluarga sedarah dan keluarga semenda, sebagai berikut:1. Hubungan sedarahLurus satu derajat: Ayah, Ibu, Anak Kandung.Lurus kesamping satu derajat: Saudara Kandung (Kakak, Adik Kandung).2. Hubungan semendaLurus satu derajat: Mertua, Anak TiriLurus kesamping satu derajat: Saudara Ipar (Kakak, Adik Ipar).Keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan harus satu derajat, tambah PTKP juga diberikan untuk Wajib Pajak yang memiliki tanggungan anak angkat. Namun jumlah tanggungan yang diperhitungkan dalam PTKP dibatasi maksimal 3 (Tiga) orang. Menentukan besarnya PTKP untuk karyawati yang bekerja yaitu:1. Status kawin dan suami bekerja, maka PTKP yang didapat hanya untuk diri sendiri.2. Status kawin dan suami tidak menerima penghasilan, maka besarnya PTKP untuk diri sendiri, status kawin, dan tanggungan maksimal 2 (dua) orang dengan syarat menunjukkan surat keterangan tertulis dari pemda setempat minimal tingkat kecamatan.3. Status tidak kawin, maka besarnya PTKP untuk diri sendiri dan tanggungan jika ada maksimal 3 (Tiga) orang.

2.7 Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi bersifat progresif yaitu semakin besar penghasilan akan dikenakan tarif pajak yang lebih besar. Tarif yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1a) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilandengan perincian sebagai berikut:

Tabel 2.2Tarif Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi

Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif

Rp 0 - Rp 50,000,000 5%

(Lima Persen)

Di atas Rp 50,000,000 s/d Rp 250,000,00015%

(Lima Belas Persen)

Di atas Rp 250,000,000 s/d Rp 500,000,00025%

(Dua Puluh Lima Persen)

Di atas Rp 500,000,00030%

(Tiga Puluh Persen)

Sumber : UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2012Catatan penting bagi Wajib Pajak yang tidak mempunyai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) yaitu dikenakan tarif lebih tinggi 20% (Dua Puluh Persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukan NPWP. Hal ini diataur dalam Pasal 21 ayat (5a) Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.

2.8Saat TerhutangSesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-31/PJ/2012 Pasal 21, saat terhutang Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut:1. Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang bagi Penerima Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan.2. Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang bagi Pemotong PPh Pasal 21 untuk setiap masa pajak.3. Saat terutang untuk setiap masa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

2.9 Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 212.9.1Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21Terkait dengan penyetoran, berikut ini adalah beberapa hal yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 42 Tahun 2013:1. Batas waktu penyetoran Pajak Penghasilan Final atas Penghasilan Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu yaitu pada tanggal 10 (Sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.2. Kode Akun Pajak dan Jenis Setoran untuk menyetorkan Pajak Penghasilan Final atas Penghasilan Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu yaitu: Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420 sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Adapun ketentuan yang mengatur tentang Kode Jenis Setoran yang harus diisi saat membuat Surat Setoran Pajak itu adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak.3. Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu yang disetor tidak menggunakan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420 dapat diajukan permohonan pemindahbukuan oleh Wajib Pajak ke setoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dengan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420, sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak melalui pemindahbukuan.

2.9.2 Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21Terkait dengan pelaporan, berikut ini adalah beberapa hal yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 42 Tahun 2013:1. Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan Final atas Penghasilannya wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (Dua Puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.2. Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan Final tersebut dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan, sesuai dengan tanggal validasi NTPN yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.3. Ketentuan mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan diberlakukan mulai Masa Pajak Januari 2014.

2.10Pemotong Pajak PPh Pasal 21Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 (Graha Ilmu:1) adalah sebagai berikut:1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.2. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.3. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.5. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

2.10.1 Hak Pemotong PajakMenurut Siti Resmi (2013:173) hak-hak pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut:a. Pemotong Pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terjadi karena jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang dalam 1 (satu) tahun takwim lebih kecil daripada jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang disetor.b. Pemotongan Pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT (Surat Pemberitahuan) Pajak Penghasilan Pasal 21.c. Pemotongan Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak dan permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak.

2.10.2 Kewajiban Pemotong PajakMenurut Siti Resmi (2013:173) kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut:a. Setiap Pemotong Pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.b. Pemotongan Pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.c. Penghasilan Pasal 21 yang terutang untuk setiap akhir bulan takwim. Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah, selambat-lambatnya tanggal 10 (Sepuluh) pada bulan takwim berikutnya.d. Pemotongan Pajak wajib melaporkan penyetor Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan SPT Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya tanggal 20 (Dua Puluh) pada bulan takwim berikutnya.e. Pemotongan Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.f. Pemotongan Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 (Dua) bulan setelah tahun pajak berakhir.

2.11e-Filinge-Filing adalah sebuah layanan pengiriman atau penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) secara elektronik baik untuk Orang Pribadi maupun Badan ke Direktorat Jenderal Pajak menggunakan jaringan internet melalui ASP (Application Service Provider atau Penyedia Jasa Aplikasi), sehingga WP tidak perlu lagi melakukan pencetakan semua formulir laporan.Penyampaian SPT melalui pelayanan e-filing atau e-SPT pertama kali diatur dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak PER-47/PJ/2008 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan Secara Elektronik (e-Filing) melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider) sebagaimana telah diubah dengan PER-36/PJ/2013.ASP adalah Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik ke Direktur Jenderal Pajak. Untuk menyampaikan SPT atau pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan menggunakan e-Filing, Wajib Pajak dapat membuka website efiling.pajak.go.id atau mengunjungi Application Service Provider yang telah ditunjuk Direktur Jenderal Pajak sampai saat ini adalah:27

8

http://www.pajakku.com http://www.pajak.go.id/ http://www.laporpajak.com http://www.spt.co.idUntuk dapat melakukan penyetoran menggunakan e-Filing, Wajib Pajak harus melalui 3 (Tiga) tahapan utama. Ketiga tahapan tersebut meliputi:1. Mengajukan permohonan e-FIN ke Kantor Pelayanan Pajak terdekat yang merupakan nomor identitas WP bagi pengguna e-Filing. Karena hanya sekali digunakan, Anda hanya perlu sekali saja mengajukan permohonan mendapatkan e-FINtersebut.2. Mendaftarkan diri sebagai WP e-Filing di situs Direktur Jenderal Pajak paling lama 30 (Tiga Puluh) hari kalender sejak diterbitkannya e-FIN.3. Menyampaikan SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi secara e-Filing melalui situs Direktur Jenderal Pajak melalui 4 (Empat) langkah prosedural, yaitu1. Mengisi e-SPT pada aplikasi e-Filing di situs Direktur Jenderal Pajak; 2. Meminta kode verifikasi untuk pengiriman e-SPT, yang akan dikirimkan melalui email atau SMS;3. Mengirim SPT secara online dengan mengisikan kode verifikasi; dan 4. Notifikasi status e-SPT dan Bukti Penerimaan Elektronik akan diberikan kepada WP melalui email.

2.11.1Syarat Menggunakan e-FilingUntuk dapat menggunakan fasilitas e-Filing Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:1. Sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak atau sudah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)2. Memiliki PC yang memadai dan terkoneksi ke Internet

2.11.2 Keuntungan Menggunakan e-FilingDalam penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) secara elektronik ada terdapat keunutungan yang diberika kepada Wajib Pajak, sebagai berikut:1. Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat, aman, dan kapan saja (247).2. Murah, tidak dikenakan biaya pada saat pelaporan SPT.3. Penghitungan dilakukan secara tepat karena menggunakan sistem komputer.4. Kemudahan dalam mengisi SPT karena pengisian SPT dalam bentuk wizard.5. Data yang disampaikan WP selalu lengkap karena ada validasi pengisian SPT.6. Ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas, dan7. Dokumen pelengkap (fotokopi Formulir 1721 A1/A2 atau bukti potong PPh, SSP Lembar ke-3 PPh Pasal 29, Surat Kuasa Khusus, perhitungan PPh terutang bagi WP Kawin Pisah Harta dan/atau mempunyai NPWP sendiri, fotokopi Bukti Pembayaran Zakat) tidak perlu dikirim lagi kecuali diminta oleh KPP melalui Account Representative (AR).

2.12 Pajak Pertambahan Nilai 2.12.1 Dasar Hukum PPN (Perpajakan Indonesia edisi 10 buku 2)Dasar hukum pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai. Pemberlakuan Ketentuan Perubahan Ketiga atas undang-undang dimaksud per 1 April 20102.12.2 Karakteristik PPN di Indonesia (Perpajakan : Teori dan Kasus edisi 4)PPN di Indonesia memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh PPn, yaitu:1. Pajak Tidak LangsungSecara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain2. Pajak ObjektifTimbulnya kewajiban membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya objek pajak3. Multistage TaxPPN dikenakan secara bertahap pada setiap mata rantai jalur produksi dan distribusi (dari pabrikan sampai ke peritel)4. NonkumulatifPPN tidak bersifat kumulatif (nonkumulatif) meskipun memilikikarakteristik multistage tax karena PPN mengenal adanya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan5. Tarif TunggalPPN di Indonesia mengenal satu jenis tarif (single tariff), yaitu 10% (sepuluh persen) untuk penyerahan dalam negeri dan 0% (nol persen) untuk ekspor Braang Kena Pajak6. Credit Method/Invvoice Method/Indirect Substruction MethodMetode ini mengandung pengertian bahwa pajak yang terutang diperoleh dari hasil yang disebut Pajak Keluaran (output tax) dengan pajak yang dibayar pada saat pembelian barang atau peerimaan jasa-jasa yang disebut Pajak Masukan (input tax)7. Pajak atas Konsumsi Dalam NegeriAtas impor Barang Kena Pajak dikenakan PPN sedangkan atas ekspor Braang Kena Pajak tidak dikenakan PPN. Prinsip ini menggunakan prinsip tempat tujuan (destination principle), yaitu pajak dikenakan di tempat barang atau jasa akan dikonsumsi8. Consumption Type Value Added Tax (VAT)Dalam PPN di Indonesia, Pajak Masukan atas pembelian dan pemeliharaan barang modal dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP)2.12.3 Subjek dan Objek PPN ( Hukum Pajak)2.12.3.1 Subjek PPN (perpajakan indonesia, diaz) Subjek PPN pada dasarnya adalah Wajib Pajak pada Pajak Penghasilan, namun istilah PKP selalu dipakai untuk mereka yang bertanggung jawab terhadap pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN.1. PengusahaPengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang atau jasa, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luau daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean2. PKPPKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tidak termasuk Pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan3. Bukan PKPYang termasuk bukan PKP adalah :a. Pengusaha kecil, kecuali Pengusaha Kecil yang bersangkutan sukarela memilih untuk dikukuhkan sebagai PKPb. Pengusaha yang menghasilkan dan/atau menyerahkan bukan BKP dan/atau bukan JKP

2.12.3.2 Objek PPNObjek PPN adalah penyerahan atau kegiatan yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Ada enam kegiatan yang ditegaskan Undang-Undang PPN sebagai objek PPN, yaitu:a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;b. Impor Barang Kena Pajak;c. Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh pengusaha;d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabeanf. Ekspor Barang Kena Pajak oleh pengusaha kena pajak

2.12.3.4 Barang kena pajak (perpajakan indonesia, edisi 9 buku 2)Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenal pajak berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM. Dengan batasan tersebut, Barang kena Pajak dapat dirinci:1. Barang berwujud atau barang tidak berwujud (Merek Dagang, Hak Paten, Hak Cipta, dan lain-lain);2. Dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai2.12.3.5 Barang yang Tidak Dikenai PPNKelompok barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai yaitu barang tertentu dalam kelompok:1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumber. Barang tersebut meliputi:a. Minyak mentah (crude oil);b. Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oelh masyarakat;c. Panas bumi;d. Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar, garam batu, grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil;2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oelh rakyat banyak, meliputi:a. Beras;b. Gabah;c. Jagung;d. Sagu;e. Keledailf. Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;g. Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tanpa dikemas, digarami, diakpuri, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;h. Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, dan4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga

2.12.3.6 Jasa kena pajak (perpajakan indonesia, edisi 9 buku 2)Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM

2.12.3.7 Mekanisme Pemungutan PPN (Pemeriksaan Pajak)Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) wajb memungut PPN yang disebut Pajak Keluaran (PK) dan wajib membuat Faktur Pajak (FP).PKP yang memperoleh BKP atau JKP dipungut PPN yang disebut Pajak Masukan (PM), yang dibedakan antara Pajak Masukan yag dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran (PMDDPK) dan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran (PMTDDPK).Setiap bulan PKP membuat perhitungan jumlah PK dengan PMDDPK, apabila PK lebih besar dari PMDDPK terjadi kurang bayar dan apabila PK lebih kecil dari PMDDPK terjadi lebih bayar.Bukti pemungutan PPN adalah Faktur Pajak yang dibedakan antara FP-Standar, FP-Sederhana, FP Sederhana tidak dapat dikreditkan dengan PK, sedangkan Faktur Pajak Standar yang sah (tidak fiktif), benar dan lengkap pengisiannya, dapat dikreditkan dengan PK.

2.12.3.8 Pajak Masukan dan Pajak KeluaranPajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.Pajak Keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Nerwujud, ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak

2.12.3.9 Dasar Pengenaan Pajak, Tarif PPN, dan Cara Menghitung PPN22.12.3.9.1. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan2.12.3.9.2. Tarif PPN1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).2. Tarif PPN sebesar 0% (sepuluh persen) diterapkan atas: ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud; ekspor BKP Tidak Berwujud; dan ekspor Jasa Kena Pajak.

2.12.3.9.3. Cara Menghitung PPN PPN dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).Contoh Cara Menghitung PPN dan PPnBM1. PKP A menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00Pajak Pertambahan Nilai yang terutang= 10% x Rp25.000.000,00= Rp2.500.000,00PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak A.2. PKP B melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp20.000.000,00PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP B= 10% x Rp20.000.000,00= Rp 2.000.000,00PPN sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak B.3. Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai= 10% x Rp15.000.000,00= Rp 1.500.000,00