117332371-nyeri
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
STASE KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
GANGGUAN KENYAMANAN: NYERI
PADA PASIEN COLIC RENAL DI RUANG DAHLIA
Oleh:
DANIAR DWI AYUNANI, S.Kep.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2012
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan
tertentu. Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari
perawatan kesehatan. Nyeri merupakan salah satu gejala yang paling
sering terjadi di bidang medis. Individu yang mengalami nyeri akan
merasa tertekan dan mencari upaya untuk mengatasi gangguan
kenyamanan tersebut (Perry & Poeter, 2005).
Nyeri sebagai bentuk mekanisme pertahanan yang akan
membawa ke kesadaran bahwa terdapat jaringan sedang terluka atau
rusak. Pengalaman akan nyeri akan membantu dalam menghindari
kejadian berbahaya. Nyeri merupakan perasaan yang dipicu dalam
sistem saraf. Nyeri dapat datang dan pergi, atau mungkin konstan.
Orang mungkin merasa nyeri di satu daerah tubuh, seperti punggung,
perut atau dada atau mungkin merasa sakit di seluruh. Faktor yang
mempengaruhi persepsi nyeri bagi individu, terdiri dari usia, seks, latar
belakang sosiokultural, lingkungan, pengalaman sekarang dan yang
sudah lalu.
Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk
menghilangkan nyeri atau mengembalikan kenyamanan kliennya.
Perawat tidak dapat melihat atau merasakan nyeri yang klien rasakan.
Nyeri sebagai sumber penyebab frustasi bagi klien dan tenaga
kesehatan (Perry & Poeter, 2005).
2. Tujuan
A. Tujuan Instruksional Umum
Setelah melakukan penyusunan laporan pendahuluan diharapkan
mahasiswa dapat mengelola pasien dengan gangguan kenyamanan:
nyeri.
B. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah melakukan penyusunan laporan pendahuluan diharapkan
mahasiswa dapat :
a. Mengetahui konsep gangguan kenyamanan: nyeri.
b. Melakukan pengkajian pada pasien dengan gangguan kenyamanan:
nyeri.
c. Menetapkan diagnosa keperawatan pasien dengan gangguan
kenyamanan: nyeri.
d. Melakukan intervensi keperawatan dalam upaya penanganan nyeri.
e. Melakukan evaluasi kemampuan pasien dalam penanganan nyeri.
f. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan.
B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Nyeri.
Nyeri merupakan sensasi yang menganggu kenyamanan yang
bersifat individual antara orang satu dengan yang lain berbeda. Nyeri
adalah suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori
maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan
jaringan sehingga individu akan merasa tersiksa dan dapat
mengganggu aktivitas sehari-harinya (Asmadi, 2008).
2. Etiologi
Beberapa etiologi dari nyeri diantaranya :
a. Mekanik, trauma.
b. Kimia, perforasi organ viseral iritasi kimiawi oleh sekresi pada
ujung-ujung saraf yang sensitif misalnya rupture apendiks, ulkus
duodenum dan colic renal.
c. Termal, terbakar akibat panas atau dingin yang ekstrim. Inflamasi
atau hilangnya lapisan superficial atau epidermis, yang
menyebabkan peningkatan sensitivitas ujung-ujung saraf.
d. Listrik, terbakar lapisan kulit disertai cedera jaringan subkutan dan
cedera jaringan otot, menyebabkan cedera pada ujung-ujung saraf
(Potter dan Parry, 2006).
3. Klasifikasi Nyeri
Berdasarkan Asmadi (2008), berikut klasifikasi dari nyeri:
a. Nyeri berdasarkan waktunya,
Nyeri berdasarkan waktunya dibedakan menjadi dua yaitu
- Nyeri akut adalah nyeri yang dirasakan selama kurang dari 6
bulan, klien mengetahui lokasi nyeri, biasanya dikarenakan dari
suatu penyakit.
- Nyeri kronis adalah nyeri yang dirasakan lebih dari 6 bulan,
biasanya klien merasakan nyeri semakin meningkat walau sudah
dilakukan pengobatan, misalnya nyeri karena neoplasma.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya,
- Nyeri perifer adalah nyeri yang dirasakan pada permukaan
tubuh misalnya pada kulit atau mukosa
- Nyeri dalam adalah nyeri yang dirasakan pada permukaan tubuh
yang lebih dalam atau organ-organ viseral
- Refered pain adalah nyeri yang disebabkan karena penyakit
organ atau struktur organ tubuh ditransmisikan kebagian tubuh
lain didaerah yang berbeda, bukan asal dari nyeri
- Central pain adalah nyeri yang terjadi karena perangsangan
sistem syaraf pusat, spinal cord, batang otak.
c. Nyeri berdasarkan tempatnya,
- Incidental pain adalah nyeri yang timbul sewaktu-waktu
kemudian menghilang
- Steady pain adalah nyeri yang timbul dan menetap yang
dirasakan dalam waktu yang lama
- Paroximal pain adalah nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi
dan kuat sekali, biasanya nyeri dirasakan ± 10-15 menit
kemudian menghilang.
4. Alat Pengukur Nyeri
Alat pengukur nyeri yang bersifat universal membagi nyeri
menjadi 4 tahapan yaitu nyeri ringan, sedang, berat dan nyeri sangat
berat, berikut klasifikasi dari alat pengukur nyeri tersebut,
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4-6 : Nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, dapat menunjukan
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik.
7-9 : Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi
5. Faktor Predisposisi
Menurut Aziz (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
adalah :
a. Usia
Usia merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi
nyeri khususnya anak-anak dan lansia. Pada kognitif tidak mampu
mengingat penjelasan tentang nyeri atau mengasosiasikan nyeri
sebagai pengalaman yang dapat terjadi di berbagai situasi. Nyeri
bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang tidak dapat
dihindari, karena lansia telah hidup lebih lama mereka
kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami kondisi patologis yang
menyertai nyeri. Kemampuan klien lansia untuk
menginterpretasikan nyeri dapat mengalami komplikasi dengan
keadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang
mungkin mengenai bagian tubuh yang sama.
b. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespon terhadap nyeri. Toleransi nyeri sejak
lama telah menjaadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan
wanita. Akan tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh
faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap
individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin.
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Ada perbedaan makna dan sikap yang
dikaitkan dengan nyeri dikaitkan dengan nyeri diberbagai
kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari segi
makna budaya akan membantu perawat dalam merancang asuhan
keperawatan yang relevan untuk klien yang mengalami nyeri.
d. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi
terhadap nyeri. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara
berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberikan kesan ancaman,
suatu kehilangan dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang
bersalin akan mempersepsikan nyeri berbeda dengan seorang
wanita yang mengalami nyeri akibat cedera karena pukulan
pasangannya.
e. Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang
meningkat sedangkan upaya pengalihan atau distraksi dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah
satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi untuk
menghilangkan nyeri seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing
dan massage. Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi
klien pada stimulus yang lain, maka perawaat menempatkan nyeri
pada kesadaran yang perifer.
f. Ansietas
Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi
nyeri juga dapat menimbulkan perasaaan ansietas. Individu yang
sehat secara emosional biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri
sedang hingga berat daripada individu yang memiliki status
emosional yang kurang stabil. Klien yang mengalami cedera atau
menderita penyakit kritis, sering kali mengalami kesulitan
mengontrol lingkungan dan perawatan diri dapat menimbulkan
tingkat ansietas yang tinggi. Nyeri yang tidak kunjung hilang
sering kali menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian.
g. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur,
maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebh berat. Nyeri
seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu
periode tidur yang lelap dibanding pada akhir hari yang
melelahkan
h. Pengalaman Sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa
individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada
masa yang akan datang. Apabila seorang klien tidak pernah
mengalami nyeri maka persepsi pertama nyeri dapat mengganggu
koping terhadap nyeri.
i. Gaya koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang
membuat merasa kesepian. Apabila klien mengalami nyeri di
keadaan perawatan kesehatan, seperti di rumah sakit klien merasa
tidak berdaya dengan rasa sepi itu. Hal yang sering terjadi adalah
klien merasa kehilangan kontrol terhadap lingkungan atau
kehilangan kontrol terhadap hasil akhir dari peristiwa-peristiwa
yang terjadi. Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik
sebagian maupun keseluruhan/total.
j. Dukungan keluarga dan sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri
adalah kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap
mereka terhadap klien. Individuu dari kelompok sosial budaya
yang berbeda memiliki harapan yang berbeda tentang orang tempat
mereka menumpahkan keluhan tentang nyeri.
6. Patofisiologi
Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal,
kimia) akan menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin,
bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor
bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul
impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut
syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu
serabut A-delta yang bermielinasi dan serabut C yang tidak
bermielinasi dan berukuran sangat kecil serta lambat. Impuls syaraf
akan di bawa sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis
medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan kornu
dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini
menyebabkan transmisi sinapsis dari saraf perifer ke saraf traktus
spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls nyeri ditransmisikan
lebih jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai
di otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon
reflek protektif (Potter and Perry,2006).
7. Pathway
Agen cedera mekanik, kimia, biologi, fisikYang mengenai tubuh
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls ke serabut syaraf perifer
Melepaskan substansi kimia substansi, bradikinin dan kalium
Serabut nyeri memasuki medula spinalis
Impuls nyeri ditransmisikan ke syaraf pusat
Nyeri
Nosireseptor bereaksi dan mencapai ambang nyeri
8. Tanda dan Gejala
Herdman (2010), menyatakan bahwa tanda dan gejala nyeri
adalah sebagai berikut:
a. Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang, mengeluh)
b. Menunjukkan kerusakan
c. Posisi untuk mengurangi nyeri
d. Gerakan untuk melindungi
e. Tingkah laku berhati-hati
f. Fokus pada diri sendiri
g. Perubahan dalam nafsu makan
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium, dengan cara sebagai berikut:
- Foto rontgen : foto yang diambil umtuk menentukan densitas
tulang, mengevaluasi perubahan struktur dan fungsi tulang dan
sendi.
- CT-Scan : pancaran sinar X yang digunakan dengan komputer
untuk memberikan gambaran tiga dimensi. Digunakan untuk
mengidentifikasi abnormalitas jaringan lunak, tulang dan
berbagai trauma muskuloskeletal.
- Magneting resonance imaging : gelombang radio dan magnetic
digunakan untuk melihat jaringan lunak. Pemeriksaan
khususnya sangat berguna untuk diagnosis nekrosis avaskuler,
penyakit sendi, tumor, osteomielitis, robekan ligament dan
kartilago (Saryono dan Ridwan,2008)
10. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama: klien mengeluh nyeri
2. Riwayat penyakit sekarang: alasan klien mendatangi pelayanan
kesehatan karena nyeri yang tidak dapat tertahankan.
3. Riwayat penyakit dahulu: pernah dirawat di RS, pengalaman
nyeri sebelumnya seperti pernah di operasi.
b. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran: kesadaran cukup dan sedang
2) TTV: peningkatan TTV
3) Pengkajian untuk nyeri dengan melihat (Provoking, Quality,
Region, Severity, Time) PQRST .
- P (provoking) : apa yang menimbulkan nyeri atau menambah
nyeri (aktivitas, spontan, stress, setelah makan?)
- Q (Quality) : apakah tumpul, tajam, tertekan, dalam,
permukaan? pakah pernah merasakan nyeri seperti itu
sebelumnya?
- R (radiation atau Relief) : apakah menyebar (rahang,
punggung, tangan dll)? Apa yang membuat lebih baik
(posisi)? apa yang mempertambah buruk (inspirasi,
pergerakan)?
- S (Severity atau tanda dan gejala): jelaskan skala nyeri dan
frekuensinya. Apakah disertai dengan gejala seperti (mual,
muntah, pusing, diaphoresis, pucat, nafas pendek, sesak,
tanda vital yang abnormal?
- T (time: mulai dan lama) : kapan mulai nyeri? Apakan
konstan atau kadang-kadang? Bagaimana lama ? tiba-tiba
atau bertahap? Frekuensi?
4) Head to toe
a. Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, kering,
kebersihan mulut kurang.
b. Dada, abdomen dan ekstermitas: terdapat luka di area dada
abdomen atau ekstermitas, nyeri dirasakan di organ viseral
klien dan adakah penyakit kulit
5) Pengkajian pola gordon
a. Pola manajemen kesehatan, klien jika sakit selalu pergi ke
pelayanan kesehatan, atau hanya membeli obat di warung.
b. Pola metabolik-nutrisi, apakah klien melakukan diet, asupan
nutrisi tercukupi, biasanya klien dengan nyeri akan
mengalami penurunan nafsu makan.
c. Pola eliminasi: frekuensi, jumlah, warna, bau, nyeri, adanya
perubahan-perubahan, kemampuan perawatan diri seperti ke
kamar mandi sendiri. Klien dengan gangguan pada ginjal
biasanya akan mengalami perubahan pola berkemih atau
merasakan nyeri saat berkemih
d. Pola aktivitas: aktivitas yang dapat dilakukan sekarang dan
menimbulkan nyeri tidak.
e. Pola istirahat, klien dengan nyeri akan mengalami kualitas
tidur yang buruk, mengalami kesulitan pola tidur, mudah
terbangun, dan insomnia
f. Pola persepsi kognisi, memikirkan penyakitnya dan nyerinya.
g. Konsepsi diri-persepsi diri, bagaimana klien memandang
kehidupannya sekarang dengan penyakitnya.
h. Pola hubungan dan peran, bagaimana hubungan klien dengan
keluarga, siapa yang menunggui.
i. Pola reproduksi: adanya gangguan eliminasi urin
menyebabkan gangguan aktivitas reproduksi. Keadaan
genitalianya.
j. Pola toleranis stress-koping: munculnya cemas, takut,
gelisah. Tanyakan kepada klien bagaimana koping klien saat
nyeri dirasakan kembali.
k. Pola keyakinan-nilai, keyakinan klien akan kesembuhan dan
semangatnya dalam menghadapi penyakitnya.
11. Diagnosa
Heardman (2011), diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan
gangguan kenyamanan dan keluhan nyeri sebagai berikut:
a. Nyeri akut
b. Nyeri kronis
12. Rencana asuhan keperawatan (kriteria hasil, intervensi, rasional)
DIAGNOSA BATASAN KARAKTERISTIK
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Nyeri Perubahan selera makanPerubahan tekanan darah, frekuensi pernafasanDiaforesisPerilaku distraksi (mencari orang lain)Ekspresi perilaku (mendesah, menangis, gelisah)Ekspresi wajah terlihat kacau Melaporkan nyeri secara verbalGangguan tidur
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan pasien dapat mengontrol nyerinya, nyeri berkurang dengan kriteria hasil:
1. Pasien mampu mengenali faktor penyebab nyeri (4)
2. Mengenali onset nyeri (4)3. Memberikan analgesik (kolaborasi
dengan tim kesehatan lain) (5)4. Melaporkan kontrol nyeri (4)5. Pasien mampu melaporkan
nyerinya (4)6. Klien mengetahui frekuensi nyeri
(4)
Keterangan: 1: tidak pernah menunjukan2: jarang menunjukan3: kadang-kadang menunjukan4: sering menunjukan5: konsisten menunjukan
NIC: Pain Management
1. Melakukan pengkajian secara komprehensif mengenai lokasi, karakteristik, lamanya, frekuensi, kualitas nyeri dan faktor presipitasi
2. Mengobservasi penyebab ketidaknyamanan klien secara verbal dan nonverbal
3. Menyakinkan klien akan pemberian analgesik
4. Menggunakan komunikasi teraupetik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
5. Mengkaji dampak dari pengalaman nyeri (ggg tidur, ggg hubungan)
6. Mengontrol faktor lingkungan yang menyebabkan klien merasa tidak nyaman (ruangan,
1. Mengetahui kualitas nyeri pasien
2. Dapat mengurangi rasa cemas dan takut sehingga mampu mengurangi rasa sakit
3. Menurunkan nyeri4. Komunikasi terapeutik
mampu menurunkan kecemasan
5. Mengetahui kondisi ketidaknyamanan klien yang kemungkinan mampu mengagnggu kualitas hidupnya
6. Meminimalkan nyeri dengan menciptakan lingkungan nyaman
7. Meningkatkan relaksasi
temperatur, cahaya)7. Instruksikan pasien untuk
melakukan teknik relaksasi seperti bimbingan imajinasi, nafas dalam
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Konsep Dan Aplikatif Konsep Kebutuhan Dasar Klien. Salemba Medika. Jakarta.
Aziz. A.. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia 1. Jakarta. Salemba Medika.
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing Outcame Clasification. Mosby. Philadelphia.
McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing Intervention Clasification. Mosby. USA.
Perry & Poeter. (2005). Fundamental Keperawatan. Jakarta. EGC
Priharjo, R. (2003). Perawatan nyeri. Jakarta. EGC.
Saryono dan Kamaluddin. (2008). Pemenuhan Kebutuhan Mobilitas Fisik Pada
Pasien di Ruang Bedah. Dengan Pendekatan NANDA, NIC, DAN NOC.
Jakarta. Rekatama
Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih
Bahasa : Agung waluyo. Jakarta. EGC.