1.1 latar belakangeprints.umm.ac.id/41775/2/jiptummpp-gdl-ariarviana-47002-2-bab1.pdf · 2...

13
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja atau masa aldolescence adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa remaja terjadi lebih dini pada remaja putri dibanding remaja putra, dan kemungkinan terjadinya perbedaan ini dikarenakan remaja putri lebih cepat matang dalam hal psikologikal dan emosionalnya (Liali & Dewi, 2014). Pada masa ini, remaja putri akan mengalami perubahan yang sangat penting, yaitu perubahan fisik dan psikologis. Perubahan fisik yang dimaksud adalah proses kematangan yang terjadi pada organ reproduksi remaja putri yang ditandai dengan peristiwa menstruasi, yaitu peristiwa pengeluaran darah dari dalam rahim bila sel telur tidak dibuahi (Aloysius dkk, 2007). Menstruasi atau pendarahan periodik normal uterus merupakan proses katabolisme yang terjadi akibat adanya pengaruh dari hormon hipofisis dan ovarius, seperti hormon esterogen dan progesteron. Umumnya menstruasi akan terjadi secara normal setiap bulan (Ratikasari, 2015). Biasanya 7 - 10 hari sebelum terjadi menstruasi, wanita akan mengalami beberapa gejala perubahan tertentu dari segi fisik (nyeri payudara, sakit kepala, jerawat, nyeri panggul bahkan edema) maupun emosional (perubahan mood, penurunan fungsi sosial, penurunan konsentrasi bahdan depresi dan kecemasan) yang akan mereda ketika siklus menstruasi dimulai. Namun pada beberapa wanita juga dapat terjadi gejala yang terus

Upload: others

Post on 21-Sep-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41775/2/jiptummpp-gdl-ariarviana-47002-2-bab1.pdf · 2 berkelanjutan hingga 24 - 48 jam pertama siklus menstruasi dan akan mereda selama beberapa

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja atau masa aldolescence adalah suatu fase perkembangan

yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa remaja terjadi lebih

dini pada remaja putri dibanding remaja putra, dan kemungkinan terjadinya

perbedaan ini dikarenakan remaja putri lebih cepat matang dalam hal

psikologikal dan emosionalnya (Liali & Dewi, 2014). Pada masa ini, remaja

putri akan mengalami perubahan yang sangat penting, yaitu perubahan fisik

dan psikologis. Perubahan fisik yang dimaksud adalah proses kematangan

yang terjadi pada organ reproduksi remaja putri yang ditandai dengan

peristiwa menstruasi, yaitu peristiwa pengeluaran darah dari dalam rahim bila

sel telur tidak dibuahi (Aloysius dkk, 2007). Menstruasi atau pendarahan

periodik normal uterus merupakan proses katabolisme yang terjadi akibat

adanya pengaruh dari hormon hipofisis dan ovarius, seperti hormon

esterogen dan progesteron. Umumnya menstruasi akan terjadi secara normal

setiap bulan (Ratikasari, 2015).

Biasanya 7 - 10 hari sebelum terjadi menstruasi, wanita akan

mengalami beberapa gejala perubahan tertentu dari segi fisik (nyeri payudara,

sakit kepala, jerawat, nyeri panggul bahkan edema) maupun emosional

(perubahan mood, penurunan fungsi sosial, penurunan konsentrasi bahdan

depresi dan kecemasan) yang akan mereda ketika siklus menstruasi dimulai.

Namun pada beberapa wanita juga dapat terjadi gejala yang terus

Page 2: 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41775/2/jiptummpp-gdl-ariarviana-47002-2-bab1.pdf · 2 berkelanjutan hingga 24 - 48 jam pertama siklus menstruasi dan akan mereda selama beberapa

2

berkelanjutan hingga 24 - 48 jam pertama siklus menstruasi dan akan mereda

selama beberapa hari kedepan. Gejala – gejala tersebut dikenal dengan Pre

Menstrual Syndrome (Ratikasari, 2015).

Pre Menstrual Syndrome (PMS) merupakan kumpulan gejala fisik,

psikologis, dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita dan secara

konsisten terjadi selama tahap luteal dari siklus menstruasi akibat perubahan

hormonal yang berhubungan dengan siklus saat ovulasi (pelepasan sel telur

dari ovarium) dan menstruasi (Laili & Dewi, 2014). Penyebab dari adanya

PMS ini diperkirakan karena adanya efek progesteron dalam neurotransmitter

seperti pada seorotonin, opioid, katekolamin dan GABA (Gamma-Aminobutyric

Acid), peningkatan sensitifitas akibat peningkatan level prolaktanin, resistensi

insulin dan defisiensi nutrisi (Kalium, Magnesium, dan B6) (Firoozi et.al.,

2012). Sepanjang periode menstruasi awal, gejala yang sering dialami remaja

putri adalah sakit kepala, sakit punggung, kejang dan sakit perut yang

terkadang dapat diikuti dengan gejala pingsan, mual, muntah, gangguan kulit,

pembengkakkan tungkai kaki dan pergelangan kaki. Akibat timbul rasa lelah,

tertekan, cemas, dan mudah marah (Al-Mighwar, 2007). Berbagai gejala

emosional yang paling umum dialami wanita saat PMS salah satunya timbul

suatu kecemasan ketika menghadapi PMS (Laili & Dewi, 2014).

Kecemasan sebagai salah satu gejala utama dan gangguan tidur seperti

insomnia atau hiperinsomnia merupakan gejala penyerta dari PMS (Kathleen

et.al., 2010). Kecemasan adalah salah satu keadaan yang ditandai dengan

perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yaitu terjadinya

hiperaktivitas sistem saraf otonom. Kecemasan merupakan gejala yang tidak

Page 3: 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41775/2/jiptummpp-gdl-ariarviana-47002-2-bab1.pdf · 2 berkelanjutan hingga 24 - 48 jam pertama siklus menstruasi dan akan mereda selama beberapa

3

spesifik yang sering di temukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang

normal. Remaja yang mengalami pubertas akan lebih cepat murung, khawatir,

cemas, marah, dan menangis hanya karena hasutan yang sangat kecil (Al –

Mighwar, 2007). Pada awal siklus menstruasi, remaja akan lebih rentan untuk

mengalami PMS. Hal ini dapat diperkuat dengan adanya penurunan serotonin

saat fase luteal yang dapat menstimulasi gangguan mood (Firoozi et al., 2012).

Selain itu, tingkat gangguan mood akan cenderung meningkat dengan adanya

perubahan hormon pada remaja (Anggrajani & Muhdi, 2011).

Penyebab pasti munculnya kecemasan dalam menghadapi PMS

diantaranya adalah faktor hormonal pada tubuh wanita, yaitu

ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. Beberapa

keluhan yang dirasakan saat PMS yaitu sakit kepala, sakit punggung, nyeri

pada payudara, gangguan tidur, dan lain-lain. Akibat dari beberapa keluhan

yang dirasakan tersebut dapat menimbulkan kecemasan pada wanita yang

mengalami PMS. Apabila kecemasan tidak diatasi segera akan dapat

menimbulkan berbagai respon kecemasan, antara lain gelisah, keringat dingin,

takut, dan berbagai gangguan kesehatan seperti, diare, sering berkemih, mual

muntah dan lain- lain. Kecemaasan menyangkut respon parasimpatis yang

meningkatkan aktifitas sistem pencernaan (Laili & Dewi, 2014).

Wanita dengan PMS di Australia dilaporkan sulit mengalami dan

memulai tidur, gagal dalam bangun tidur diwaktu yang ditentukan dan

peningkatan ketidaknyamanan saat tidur. Efisiensi tidur pada wanita PMS

sebenarnya hampir sama disetiap fasenya. Namun, kualitas tidur dapat

Page 4: 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41775/2/jiptummpp-gdl-ariarviana-47002-2-bab1.pdf · 2 berkelanjutan hingga 24 - 48 jam pertama siklus menstruasi dan akan mereda selama beberapa

4

mengalami gangguan jika wanita tersebut mengalami depresi atau kecemasan

(Baker et. al., 2007). Tidur merupakan suatu stase aktif, penting untuk fisik

mental dan emosional agar dalam kondisi yang baik dan penting pula untuk

mengoptimalkan fungsi otak dan tubuh secara umum. Masalah – masalah

dalam proses tidur sangat umum dan berpengaruh pada 20% remaja (Roth,

2008). Survey data yang di indentifikasi terkait gangguan pada kualitas tidur,

seperti sulit tidur, fatigue, letargi, dan insomnia. Namun masih sangat sedikit

penelitian yang mengidentifikasikan terkait gangguan tidur pada wanita yang

mengalami PMS (Baker et.al., 2007).

Menurut penelitian dalam survey di Amerika Serikat menunjukkan

sekitar 40% wanita berusia 14-50 tahun, mengalami PMS dan 50% PMS

dialami wanita dengan sosial-ekonomi menengah yang datang ke Klinik

Ginekologi. Data dari jurnal Archieves of Internal Medicine, 90% perempuan

mengalami PMS sebelum menstruasi dan studi yang dilakukan terhadap 3000

wanita, sekitar 90% perempuan mengalami satu atau lebih tanda atau gejala

PMS. Berdasarkan data dari Divisi Imunoendokrinologi Reproduksi

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia RSCM, PMS merupakan kondisi medis umum yang memengaruhi

hubungan wanita, aktivitas sosial, produktivitas kerja dan kualitas hidup.

Berbagai gejala emosional yang paling umum dialami wanita saat pra-haid

meliputi perasaan mudah tersinggung sebanyak 48% dan timbul suatu

kecemasan ketika menghadapi PMS, kurang berenergi atau lemas 45% dan

mudah marah 39%. Gejala fisik yang paling umum dialami wanita meliputi

Page 5: 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41775/2/jiptummpp-gdl-ariarviana-47002-2-bab1.pdf · 2 berkelanjutan hingga 24 - 48 jam pertama siklus menstruasi dan akan mereda selama beberapa

5

kram atau nyeri perut 51%, nyeri sendi, otot atau punggung 49%, nyeri pada

payudara 46% dan perut kembung 43% (Wahyuni, 2014).

Pada tahun 2011, Mahin et, al melakukan penelitian tentang PMS di

Iran, ditemukan sebanyak 98,2% mahasiswi yang berusia 18 - 27 tahun

mengalami gejala sindrom premenstruasi. Gejala yang dirasakan berupa gejala

fisik dan psikologis yang memengaruhi aktivitas sehari - hari, penurunan

minat belajar dan fungsi sosial terganggu. Adapun penelitian yang dilakukan

oleh American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun 2011

di Srilanka, diperoleh hasil bahwa remaja yang mengalami sindrom

premenstruasi sekitar 65,7%. Gejala yang sering muncul adalah perasaan

sedih dan tidak berpengharapan sebesar 29,6%. (Singal, 2013)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Kesehatan tahun

2009 tentang prevalansi sindrom premenstruasi di Indonesia, diperoleh hasil

sebanyak 40% wanita Indonesia mengalami sindrom premenstruasi dan

sebanyak 2 - 10% mengalami gejala berat. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Puspitorini pada mahasiswi Akademi Kebidanan Pemerintah

Kabupaten Kudus pada tahun 2007, dari 259 subyek penelitian, terdapat 109

mahasiswi atau 42,9% yang mengalami PMS. Hal ini mengakibatkan

penurunan konsentrasi belajar, terganggunya komunikasi dengan teman di

kampus juga terjadi penurunan produktivitas belajar di asrama dan

peningkatan absensi (Singal, 2013).

Hasil studi pendahuluan pada remaja putri di SMP Muhammadiyah 4

Malang didapatkan 4 dari 8 atau jika dipersentasekan sebesar 50% remaja

Page 6: 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41775/2/jiptummpp-gdl-ariarviana-47002-2-bab1.pdf · 2 berkelanjutan hingga 24 - 48 jam pertama siklus menstruasi dan akan mereda selama beberapa

6

putri menyatakan bahwa dirinya sering mengalami ganguan tidur, perubahan

fisik, emosional, dan kecemasan yang tiba - tiba dan tanpa sebab saat akan

menstruasi. Bahkan, perubahan tersebut mengakibatkan mereka harus

berdiam di Unit Kesehatan Sekolah dan tidak mengikuti pelajaran di sekolah

mereka. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait

hubungan antara tingkat keparahan PMS dengan tingkat kecemasan dan

kualitas tidur pada remaja putri di SMP Muhammadiyah 4 Malang.

1.2 Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara tingkat keparahan PMS dengan tingkat

kecemasan dan kualitas tidur pada remaja putri di SMP Muhammadiyah 4

Malang ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi

adanya hubungan antara tingkat keparahan PMS dengan tingkat kecemasan

dan kualitas tidur pada remaja putri di SMP Muhammadiyah 4 Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi tingkat keparahan PMS pada remaja putri di SMP

Muhammadiyah 4 Malang.

1.3.2.2 Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada remaja putri di SMP

Muhammadiyah 4 Malang

1.3.2.3 Mengidentifikasi kualitas tidur pada remaja putri di SMP Muhammadiyah

4 Malang

Page 7: 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41775/2/jiptummpp-gdl-ariarviana-47002-2-bab1.pdf · 2 berkelanjutan hingga 24 - 48 jam pertama siklus menstruasi dan akan mereda selama beberapa

7

1.3.2.4 Menganalisa hubungan tingkat keparahan PMS dengan tingkat kecemasan

pada remaja putri di SMP Muhammadiyah 4 Malang.

1.3.2.5 Menganalisa hubungan tingkat keparahan PMS dengan kualitas tidur pada

remaja putri di SMP Muhammadiyah 4 Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

Bagi peneliti manfaat dari penelitian adalah ini dapat menambah ilmu

pengetahuan dan pengalaman dalam bidang penelitian serta memperluas teori

dan praktik keperawatan, khusunya dalam bidang psikiatri tentang pentingnya

mengetahui hubungan antara tingkat keparahan PMS dengan tingat

kecemasan dan kualitas tidur pada remaja putri dan dapat melengkapi

penelitian yang pernah ada sebelumnya tentang gejala dan dampak yang

terkait dengan PMS.

1.4.2 Manfaat Bagi Bidang Keperawatan

Memberikan informasi tentang keterkaitan hubungan antara tingkat

keparahan PMS dan tingkat kecemasan dan kualitas tidur, serta menambah

referensi keilmuan dalam bidang keperawatan.

1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat

Hasil dari penelitian ini di harapkan dapat memberikan pengetahuan

baru bagi masyarakat khususnya pada remaja putri mengenai hubungan antara

tingkat keparahan PMS dengan tingkat kecemasan dan kualitas tidur pada

remaja putri. Hal ini agar remaja dapat melakukan waspada dini dan

mengurangi kecemasan saat gejala – gejala PMS muncul.

Page 8: 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41775/2/jiptummpp-gdl-ariarviana-47002-2-bab1.pdf · 2 berkelanjutan hingga 24 - 48 jam pertama siklus menstruasi dan akan mereda selama beberapa

8

1.5 Keaslian Penelitian

1.5.1 Augner C (2011), melakukan penelitian yang berjudul Associations of Subjective

Sleep Quality with Depression Score, Anxiety, Physical Symptoms And Sleep Onset

Latency in Students. Pada penelitian ini meneliti tentang asosiasi kualitas tidur

subjektif dengan skor depresi, kegelisahan, gejala fisik dan sleep onset latency

(SOL) yaitu lamanya waktu untuk memulai tidur pada siswa. Peneliti ingin

mengevaluasi asosiasi ini pada siswa muda dan sehat dengan survei yang

bertujuan untuk mendeteksi relevansi SOL dan durasi tidur untuk kualitas

tidur. Sampel yang diteliti (N = 196) dengan tujuan untuk mengukur kualitas

tidur subjektif, SOL, durasi tidur, skor depresi, gejala fisik, sifat kecemasan,

dan perilaku makan patologis.

Hasil dari penelitian ini adalah kualitas tidur subyektif itu sangat negatif

berkorelasi dengan skor depresi, gejala fisik, dan sifat-kecemasan (p <0,001

untuk ketiga). Subjektif asosiasi kualitas tidur dengan SOL lebih kuat dari

pada dengan lamanya tidur. Tinggi skor depresi dan lama SOL adalah

prediktor terbaik dari kualitas tidur subjektif yang kurang. Kesimpulan dari

penelitian ini adalah penelitian ini mendukung bukti yang menghubungkan

gejala fisik dan mental dengan kualitas tidur yang buruk. Terutama yang

terpenting adalah kenyataan bahwa peneliti menemukan hubungan ini pada

orang dewasa muda dan pada dasarnya sehat. Dengan mempertimbangkan

bahwa kualitas tidur yang buruk memiliki dampak negatif jangka panjang

besar kesehatan, program-program pencegahan harus fokus terutama pada

hubungan antara gejala depresi dan kualitas tidur subjektif yang secara

signifikan dipengaruhi oleh SOL.

Page 9: 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41775/2/jiptummpp-gdl-ariarviana-47002-2-bab1.pdf · 2 berkelanjutan hingga 24 - 48 jam pertama siklus menstruasi dan akan mereda selama beberapa

9

Persamaan penelitian yang ada di jurnal diatas dengan penelitian yg akan

dilakukan ini adalah bersama – sama mengukur kualitas tidur yang

berhubungan gejala fisik dan mental saat menjelang menstruasi.

Perbedaannya terdapat pada sampel yang mana dalam penelitian yang di

diatas menggunakan dewasa muda, sedangkan pada penelitian ini dilakukan

pada remaja. Sehingga perbedaan yang didapatkan adalah umur dari sampel

yang akan diteliti.

1.5.2 Firoozi, dkk (2012), dengan judul penelitian “The Relationship between Severity of

Prementrual Syndrome and Psychiatric Symptom”. Penelitian ini menjelaskan

tentang hubungan antara keparahan PMS dengan gejala psikologis. Penelitian

ini dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional dengan populasi

sebanyak 390 (264 wanita dengan PMS/PMDD (Premestrual Dysphoric Disorder)

dan 126 mahasiswi sehat di Universitas Guilan) yang telah mengisi kuesioner

demografi, tingkat gejala harian, dan 90 ceklis yang telah direvisi.

Hasil dari nilai rata – rata gejala kejiwaan (depresi, kecemasan, Agresi,

sensitivitas interpersonal) pada kelompok PMS secara signifikan lebih tinggi

daripada kelompok yang sehat (p <0,05), dan peningkatan keparahan PMS

dari ringan sampai berat disertai dengan peningkatan nilai rata-rata dari sub-

skala tersebut. Pengaruh yang signifikan dari pengelompokan tingkat gejala

harian (PMS dan kelompok Sehat) dan interaksi waktu muncul sensitivitas

interpersonal dan agresi, efek yang signifikan pada kelompok tingkat gejala

harian (ringan , sedang, parah) dan pengaruh kali ini ditunjukkan dari

sensitivitas masing – masing individu.

Page 10: 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41775/2/jiptummpp-gdl-ariarviana-47002-2-bab1.pdf · 2 berkelanjutan hingga 24 - 48 jam pertama siklus menstruasi dan akan mereda selama beberapa

10

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pasien yang mengarah pada PMDD di

khawatirkan akan mengakibatkan gejala kejiwaan. Oleh karena itu, mengenali

gejala kejiwaan pada pasien dengan PMDD adalah sangat penting. Semua

penyedia layanan kesehatan harus peka terhadap status mental wanita dengan

PMS.

Persamaan penelitian yang ada di jurnal diatas dengan penelitian yg akan

dilakukan ini adalah menggunakan metode yang sama dengan memberikan

kuesioner untuk mengukur tingkat keparahan PMS. Perbedaannya teretak

pada sampel yang akan diteliti pada sampel yang diteliti. Pada jurnal diatas

terdapat dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok ekperimen.

Sedangkan dalam penelitian ini hanya akan meneliti satu kelompok

eksperimen.

1.5.3 Baker,dkk (2007), dengan judul penelitian “Sleep Quality and the Sleep

Electroencephalogram in Women with Severe Premenstrual Syndrome” atau kualitas

tidur dan elektroensefalogram tidur pada wanita dengan sindrom

pramenstruasi berat. Wanita dengan PMS yang parah atau gangguan

premenstruasi dysphoric (PMDD) umumnya melaporkan gangguan tidur.

Peneliti mengukur menyelidiki kualitas tidur dan komposisi tidur

menggunakan elektroensefalografik dengan analisis konvensional dan

kuantitatif pada wanita dengan PMS yang parah, dibandingkan dengan yang

kontrol. Desain dan Peserta yaitu Wanita (usia 18-40 tahun) yang disaring

untuk memastikan bahwa gejala PMS mereka parah dan bahwa mereka

memiliki ovulasi siklus menstruasi. Sembilan wanita dengan PMS atau

PMDD dan 12 asimtomatik subyek kontrol , kemudian data di masukkan ke

Page 11: 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41775/2/jiptummpp-gdl-ariarviana-47002-2-bab1.pdf · 2 berkelanjutan hingga 24 - 48 jam pertama siklus menstruasi dan akan mereda selama beberapa

11

laboratorium berbasis rekaman polysomnographic pada 2 fase siklus

menstruasi: fase folikuler dan fase akhir luteal (pre menstrual).

Hasil dari penelitian ini bahwa wanita dengan PMS parah melaporkan kualitas

tidur yang lebih buruk di tunjukan pada data subjektif selama akhir fase luteal

(P = 0,02), ada bukti tidur terganggu berdasarkan polysomnogram khusus

untuk ekspresi gejala PMS.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu persepsi kualitas tidur yang buruk adalah

karakteristik yang keparahan PMS, tetapi komposisi tidur berdasarkan

langkah-langkah polysomnographic dan electroencephalographic analisis kuantitatif

tidak berbeda dalam hubungan dengan ekspresi gejala pramenstruasi pada

fase luteal akhir.

Persamaan penelitian yang ada di jurnal diatas dengan penelitian yg akan

dilakukan ini adalah mengukur tingkat kualitas tidur pada wanita PMS.

Sedangkan perbedaannya terdapat pada sampel yang diteliti yaitu wanita

dengan PMS parah dan kelompok kontrol. Perbedaan intervensi penelitian

dimana pada jurnal diatas memakai alat ukur kualitas tidur berupa

elektroensefalografik, sedangkan pada penelitian ini akan menggunakan alat

ukur berupa kuesioner.

1.5.4 Nur Rohma Prihatin (2010), meneliti “Hubungan antara Tingkat Kecemasan

dengan Kejadian Dismenorea pada Remaja Putri di Pondok Pesantren Imam Polokarto

Sukoharjo”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

korelasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Sampel penelitian

adalah seluruh remaja putri kelas X dan XI di pondok pesantren Imam

Syuhodo Polokarto Sukoharjo sebanyak 44 siswi. Pengambilan data

Page 12: 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41775/2/jiptummpp-gdl-ariarviana-47002-2-bab1.pdf · 2 berkelanjutan hingga 24 - 48 jam pertama siklus menstruasi dan akan mereda selama beberapa

12

mengunakan skala, yaitu HRS-A untuk mengukur tingkat kecemasan dan

skala disminorea untuk mengetahui gejala kejadian dismenorea. Analisis data

menggunakan metode regresi linear sederhana. Nilai signifikan p=0,00

(<0,05) maka H0 ditolak dan Ha diterima serta menunjukkan ada hubungan

yang signifikan antara tingkat kecemasan dengan tingkat kejadian dismenorea

dengan kekuatan korelasi sedang yaitu 0,054.

Tingginya kejadian dismenorea yang disebakan oleh variasi tingkat kecemasan

sebesar 29,2% dan sisanya sebesar 70,8% dipengaruhi oleh hal-hal lain diluar

persamaan ini seperti karena faktor genetik, mengalami konflik di

lingkungannya, kultur keluarga dan masyarakat terhadap perempuan yang

menstruasi, asupan zat gizi dan sebagainya. Hasil analisis regresi linear

sederhana didapatkan persamaan yaitu Y = 15,603 + 0,346 X. Kesimpulan

penelitian ini terdapat hubungan positif yang bermakna antara tingkat

kecemasan dengan kejadian dismenorea pada remaja putri di pondok

pesantren Imam Syuhodo Polokarto. Tingginya kejadian dismenorea yang

diseabkan oleh variasi tingkat kecemasan adalah sebesar 29,2%.

Persamaan jurnal diatas dengan penelitian ini adalah menggunakan desain

penelitian cross sectional dan sampel yang diteliti adalah remaja putri.

Perbedaannya terdapat pada pengambilan data untuk mengukur tingkat

keparahan PMS, pada jurnal diatas hanya meneliti kejadian dismenore

sedangkan pada penelitian ini mengukur tingkat keparan PMS secara

keseluruhan.

1.5.5 Liali & Dewi (2014), meneliti tentang “Tingkat Kecemasan Remaja Putri dalam

Menghadapi Premenstrual Syndrome di SMP 2 Sooko Kabupaten Mojokerto”. Desain

Page 13: 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/41775/2/jiptummpp-gdl-ariarviana-47002-2-bab1.pdf · 2 berkelanjutan hingga 24 - 48 jam pertama siklus menstruasi dan akan mereda selama beberapa

13

penelitian ini adalah deskriptif. Populasi adalah 117 remaja perempuan di

SMPN 2 Sooko Mojokerto dan sampel penelitian ini adalah 117 remaja

perempuan yang diambil oleh total sampling. Data dikumpulkan melalui

kuesioner yang diberikan dalam bentuk distribusi frekuensi tabel.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setengah dari responden

mendapatkan tingkat menengah khawatir dalam menghadapi PMS adalah 71

responden. Kesimpulan penelitian ini adalah lebih dari setengah, 71

responden (60,6%) pada remaja putri yang sudah menstruasi di SMPN 2

Sooko Kabupaten Mojokerto dalam menghadapi PMS mengalami tingkat

kecemasan sedang.

Perbedaan penelitian jurnal ini dengan penelilian ini adalah dimana desain

penelitian ini adalah deskriptif, sedangkan pada penelitian ini akan

menggunakan desain cross sectional. Persamaannya terdapat pada sampel yang

akan diteliti yaitu pada remaja putri, dan intervesi yang sama yaitu

mengunakan kuesioner.