1091861013-3-11. bab 2

28
7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2 http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 1/28 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dikemukakan kajian pustaka yang terkait penelitian -  penelitian sejenis dan landasan teori sebagai acuan dalam pemecahan masalah dalam penelitian. 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka yang dimaksud adalah makalah dan laporan mengenai  penelitian sejenis mengenai „Perkembangan Keruangan „Kampung Jawa‟ baik dilihat dari pendekatan yang digunakan maupun objek yang diambil yang sekiranya dapat menjadi tambahan referensi penelitian. 2.1.1 Hasil Penelitian oleh Asep Hermawan Tahun 2010 Penelitian mengenai penataan kembali (revitalisasi) kawasan Kota Maja yang pada beberapa tahun lalu ditetapkan sebagai Kota Kekerabatan Maja telah diupayakan untuk dikembangkan oleh pemerintah pusat sebagai pusat  permukiman dan perumahan, namun pada kondisi nyata, pembangunan kawasan Kota Kekerabatan Maja dimana pada saat ini masih dirasakan  stagnan atau ”mati suri” bahkan menuju pada lost city karena makin ditinggalkan oleh penduduknya. Penelitian dengan judul “Stagnasi perkembangan permukiman (studi kasus kawasan siap bangun di Kecamatan Maja Kabupatem Lebak Banten)” ini  bertujuan untuk menggali faktor-faktor baik secara internal maupun eksternal

Upload: puput-handri-trisnanto

Post on 08-Mar-2016

12 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

gambaran umum

TRANSCRIPT

Page 1: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 1/28

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dikemukakan kajian pustaka yang terkait penelitian -

 penelitian sejenis dan landasan teori sebagai acuan dalam pemecahan masalah

dalam penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka yang dimaksud adalah makalah dan laporan mengenai

 penelitian sejenis mengenai „Perkembangan Keruangan „Kampung Jawa‟  baik

dilihat dari pendekatan yang digunakan maupun objek yang diambil yang

sekiranya dapat menjadi tambahan referensi penelitian.

2.1.1 Hasil Penelitian oleh Asep Hermawan Tahun 2010

Penelitian mengenai penataan kembali (revitalisasi)  kawasan Kota Maja

yang pada beberapa tahun lalu ditetapkan sebagai Kota Kekerabatan Maja telah

diupayakan untuk dikembangkan oleh pemerintah pusat sebagai pusat

 permukiman dan perumahan, namun pada kondisi nyata, pembangunan kawasan

Kota Kekerabatan Maja dimana pada saat ini masih dirasakan  stagnan atau ”mati

suri” bahkan menuju pada lost city karena makin ditinggalkan oleh penduduknya.

Penelitian dengan judul “Stagnasi perkembangan permukiman (studi kasus

kawasan siap bangun di Kecamatan Maja Kabupatem Lebak Banten)” ini

 bertujuan untuk menggali faktor-faktor baik secara internal maupun eksternal

Page 2: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 2/28

9

yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serta minat huni masyarakat

 pada “Kawasan Siap Bangun Maja”  sehingga kurang berperan dalam

 perkembangan perumahan di kawasan tersebut. Penelitian yang digunakan dalam

studi ini dilakukan secara bertahap, dan secara garis besarnya terbagi atas analisis

 pertumbuhan dan perkembangan kasiba Maja, analisis terhadap minat bermukim

masyarakat, dan analisis perkembangan daerah belakang.

Hasil penelitian tersebut adalah perkembangan permukiman kawasan siap

 bangun di Kecamatan Maja Kabupaten Lebak Banten yang berlangsung selama

ini, memperlihatkan semakin perlunya pembangunan permukiman yang lebih

 berbasis wilayah bukan sektor. Perlunya pengalihan orientasi dari membangun

rumah ke membangun permukiman, pendekatan pembangunan kawasan

 perumahan/ kawasan siap bangun khususnya di kasiba Maja sebaiknya dilakukan

tidak hanya kegiatan fisik rumahnya saja, melainkan yang lebih penting sebagai

hasilnya adalah kegiatan ekonomi berdasarkan pada potensi unggulan di wilayah

tersebut. Keberhasilan pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut,

diperkirakan akan mampu meningkatkan persentase pengembang yang berminat

dalam pembangunan perumahan.

2.1.2 Hasil Penelitian oleh  Nindyo Suwarno Tahun 2000

Penelitian yang berjudul “Tipologi Spasial Permukiman Transmigrasi

Spontan di Desa Tolai Kecamatan Sausu Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi

Tengah” ini mengenai permukiman transmigrasi di Desa Tolai, Kabupaten

Donggala yang memiliki bangunan permukimannya memperlihatkan ada

hubungan antara etnik grup dan kepercayaan permukiman dengan tipe spasial

Page 3: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 3/28

10

 permukimannya. Apabila perkembangan mendatang antara satu dusun dengan

dusun lainnya bertemu, diduga batas dan ciri-ciri spasial tersebut akan menjadi

kabur.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh pengetahuan tentang tipologi

spasial permukiman, dalam kaitannya dengan etnik dan kepercayaan permukiman.

Lebih rinci penelitian ini ditujukan untuk mengklasifikasikan pola-pola spasial

 permukiman berdasarkan adat-tradisi dan kepercayaan permukiman dalam

kaitannya dengan ciri-ciri arsitektur yang kemudian terbentuk. Menyusun

 persyaratan perencanaan dan perancangan untuk suatu permukiman transmigrasi

spontan yang sesuai dengan adat/ tradisi serta kepercayaan transmigran dari suatu

etnik.

Hasil penelitian tersebut adalah adanya berbagai etnik yang terdapat di Desa

Tolai ini, seperti etnik Bali, Jawa, Bugis dan Mori. Etnik Bali-Hindu sebagai etnik

mayoritas memiliki kekhasan dengan adanya „ pamerajan‟ di setiap dusun yang

terdapat permukiman dari Bali yang beragama Hindu. Namun, bagi etnik Bali

yang beragama Katholik dan Protestan hanya ditandai dengan keberadaan bentar

 pada pintu masuk pekarangan. Etnik Bugis ditandai dengan adanya timbasila

disetiap atap rumah tinggal mereka. Konsep orientasi kosmologi etnik Jawa

kurang terlihat. Namun dilihat dari kepercayaan Islam, keberadaan masjid sebagai

„pusat‟ Dusun dapat dianggap sebagai ciri pola spasial permukiman kelompok

tersebut. Sama halnya dengan etnik Jawa, etnik Mori kurang terlihat. Namun, ciri

 permukiman mereka tetap dipertahankan, yaitu pola parsial dan berpindah-pindah.

Page 4: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 4/28

11

Orientasi permukiman mereka dekat dengan ladang sebagai tempat mereka

 bekerja.

2.1.3 Hasil Penelitian oleh Handinoto Tahun 1999

Penelitian yang berjudul „Lingkungan  Pecinaan dalam Tata Ruang Kota di

Jawa pada Masa Kolonial‟  mengenai lingkungan  Pecinan  selalu ada di hampir

semua kota-kota di Jawa. Meskipun sekarang lingkungan ini sudah semakin

kabur, tapi di beberapa kota kecil di Jawa bekas kehadirannya masih sangat terasa

sekali. Atmosfir lingkungannya yang khas, diperkuat dengan kehadiran kelenteng

sebagai pusat ibadah dan sosial, serta bentuk-bentuk bangunan yang khas pula

sangat mudah untuk ditengarai. Di beberapa kota di dunia seperti San Fransisco

dan Manila daerah Pecinan ini justru diperkuat kehadirannya. Bahkan daerah

tersebut bisa dijadikan sebagai daerah tujuan wisata kota. Selama Orde baru,

karena alasan sosial dan politik, kehadiran Pecinan di kota-kota Indonesia, mulai

dihapuskan. Tulisan ini mencoba untuk menelusuri sejarah kehadiran daerah

 Pecinan pada kota-kota di Jawa pada masa lampau.

Kesimpulan penelitian ini adalah ada usaha untuk mengeliminir kehadiran

 Pecinan sesudah kemerdekaan dan terutama selama orde baru berkuasa. Hal ini

lebih disebabkan karena alasan sosial, ekonomi dan politik. Tapi jejak fisik seperti

identitas lingkungan yang khas serta bangunan seperti Klenteng dan Ruko masih

 banyak kita jumpai diberbagai kota di Jawa.

Page 5: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 5/28

12

No Peneliti Wak 

tu

Judul

Penelitian

Metod

a

Peneli

tian

Hasil & Relevansi

1 Asep

Hermawan.

2010 Stagnasi

 perkembangan permukiman

(studi kasuskawasan siap bangun di

KecamatanMajaKabupatemLebak Banten) .

(Tesis)

Deskri

 ptifKualit

atif

Hasil : perkembangan

 permukiman kawasan siap bangun dan pembangunan

 permukiman berbasis wilayah bukan sektor.Relevansi : perkembangan

 permukiman.

2  NindyoSuwarno.

2000 Tipologi spasial permukiman

transmigrasispontan di DesaTolaiKecamatanSausu

KabupatenDonggala

PropinsiSulawesi

Tengah

Kualitatif

Konse psual

Hasil : adanya berbagi etnikyang terdapat di Desa Tolai.

Konsep orientasi kosmologietnik-etnik Bali, bugis dll( pamerajan, timbasila)Relevansi : penelitian etnik permukiman pendatang dan

 perkembangannya.

3 Handinoto. 1999 Lingkungan„Pecinan‟ dalamtata ruang kotadi Jawa padamasa kolonial.

Kualitatif

Hasil : „pecinaan‟ dalam tataruang kota dan menelusurisejarah kehadiran daerah“Pecinan”.Relevansi : permukiman sporadis dalam tata ruang kotadan menelusuri sejarahkehadiran wilayah permukimanmuslim, khususnya kota

Tabanan.

4 EmaKurniati.

2010 Perkembanganstruktur ruangkota semarang periode 1960 -2007

Kualitatif

Penelitian ini berhubungandengan ketataruangan, hal ini bermanfaat dalammengidentifikasikan fenomena-fenomena yang membentuk perkembangan struktur ruangkota dari masa pasca KolonialTahun 1960 sampai tahun 2007.

Tabel. 2.1

Kajian Pustaka

Page 6: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 6/28

13

5 TonnyWongso

2001 PerkembanganPola Ruang

Kota BukitTinggi dariKotojolang KeKotamadya(Tesis)

Kualitatif

Mendiskripsikan stadia perkembangan pola ruang kota

dari masa ke masa danmengidentifikasi faktor-faktoryang mempengaruhi perkembangan kota dari masa-ke masa.

6 Farida

Handayani

2003 Kajian

PerkembanganPola danStruktur RuangKota Gede(Tesis)

Kualit

atif

Mengetahui Pola dan Struktur

Perkembangan Keruangan KotaGede.

Sumber : Studi Literatur 2012

Berdasarkan Tabel 2.1, dapat dibedakan penelitian yang dilakukan peneliti

saat ini yaitu penelitian dengan tujuan mengetahui pola perkembangan keruangan

secara periode dari tahun ketahun dengan mendialogkan rekonstruksi wawancara

dan teori, kedalam sebuah peta rekonstruksi sebagai tahapan-tahapan

 perkembangan yang terjadi. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode

kualitatif dengan judul „Perkembangan Keruangan “Kampung Jawa” di Kota

Tabanan.

2.2 Landasan Teori 

Pada landasan teori akan dijelaskan mengenai teori-teori yang digunakan

sebagai acuan dalam mendukung dan memecahkan masalah penelitian. Teori-teori

yang digunakan adalah Teori Permukiman, Teori Struktur Ruang Kota, Teori

Proses Pemekaran dan Pertumbuhan Kota , Teori Morfologi, Teori Migrasi.

Page 7: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 7/28

14

2.2.1 Teori Permukiman

Relevansi teori permukiman dalam penelitian terkait definisi perumahan dan

 permukiman, dasar-dasar perencanaan perumahan permukiman serta elemen dasar

 perumahan permukiman.

Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya

adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya pemukiman.

Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta

 prasarana dan sarana ligkungannya. Perumahan menitiberatkan pada fisik atau

 benda mati, yaitu houses dan land settlement . Sedangkan pemukiman memberikan

kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di

dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitikberatkan pada sesuatu yang

 bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia (human).3 Dengan demikian

 perumahan dan pemukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan

sangat erat hubungannya, pada hakekatnya saling melengkapi.

Pengertian dasar permukiman dalam Undang-Undang No.1 tahun 2011

adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan

 perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai

 penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

Menurut Koestoer (1995) batasan permukiman adalah terkait erat dengan konsep

lingkungan hidup dan penataan ruang. Permukiman adalah area tanah yang

digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat

kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan merupakan bagian dari lingkungan

hidup di luar kawasaan lindung baik yang berupa kawasan perkotaan maupun

Page 8: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 8/28

15

 perdesaan. Parwata (2004) menyatakan bahwa permukiman adalah suatu tempat

 bermukim manusia yang telah disiapkan secara matang dan menunjukkan suatu

tujuan yang jelas, sehingga memberikan kenyamanan kepada penghuninya.

Permukiman (Settlement) merupakan suatu proses seseorang mencapai dan

menetap pada suatu daerah (Van der Zee 1986). Kegunaan dari sebuah

 permukiman adalah tidak hanya untuk menyediakan tempat tinggal dan

melindungi tempat bekerja tetapi juga menyediakan fasilitas untuk pelayanan,

komunikasi, pendidikan dan rekreasi.

Elemen dasar perumahan permukiman dari artian perumahan permukiman

dapat disimpulkan bahwa permukiman terdiri dari dua bagian yaitu: manusia (baik

sebagai pribadi maupun dalam hubungan sosial) dan tempat yang mewadahi

manusia yang berupa bangunan (baik rumah maupun elemen penunjang lain).

Menurut Constantinos A. Doxiadis (1968: 21-35) ada lima elemen dasar

 permukiman:

1.   Nature (alam) yang bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah dan

difungsikan semaksimal mungkin,

2.   Man (manusia) baik pribadi maupun kelompok,

3. 

Society (Masyarakat) bukan hanya kehidupan pribadi yang ada tapi juga

hubungan sosial masyarakat,

4.  Shells (rumah) atau bangunan dimana didalamnya tinggal manusia dengan

fungsinya masing-masing,

Page 9: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 9/28

16

5. 

 Networks (jaringan atau sarana prasarana) yaitu jaringan yang mendukung

fungsi permukiman baik alami maupun buatan manusia seperti jalan

lingkungan, pengadaan air bersih, listrik, drainase, dan lain-lain.

Dalam membicarakan alam adalah alam pada saat permukiman akan

dibangun, bukan kondisi pada suatu saat dimasa lampau. Karena seiring

 berjalannya waktu, alam pun mengalami perubahan. Kondisi alam pada waktu

manusia pada jaman purba dengan kondisi sekarang sangatlah berbeda. Untuk

mencapai tujuan permukiman yang ideal sangatlah dipengaruhi oleh kelima

elemen dasar tersebut. Yaitu kombinasi antara alam, manusia, bangunan,

masyarakat dan sarana prasarana.

2.2.2 Teori Struktur Ruang Kota

Relevansi teori struktur ruang dan kota dalam penelitian terkait proses

terbentuknya sebuah kota berdasarkan struktur pada umumnya dan faktor-faktor

daya tarik dan pendukung. Pada teori ini juga disampaikan pola keruangan kota

menurut para ahli.

Kota pada hakekatnya lahir dan berkembang dari suatu wilayah pedesaan.

Akibat tingginya pertumbuhan penduduk yang diikuti oleh meningkatnya

kebutuhan (pangan, sandang dan perumahan) dan pesatnya ilmu pengetahuan dan

teknologi, maka bermunculan pemukiman- pemukiman baru. Selanjutnya, akan

diikuti oleh fasilitas-fasilitas sosial seperti pasar, pertokoan, rumah sakit,

 perkantoran, sekolah, tempat hiburan, jalan-jalan raya, terminal, industri dan lain

sebagainya, hingga terbentuklah suatu wilayah kota. Mengingat lengkapnya

Page 10: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 10/28

17

fasilitas-fasilitas sosial yang dimiliki, maka kota merupakan daya tarik bagi

 penduduk yang tinggal di desa untuk berdatangan, bahkan sebagian diantaranya

tinggal di wilayah kota.

Kota dapat dipandang sebagai suatu wilayah di permukaan bumi yang

sebagian besar arealnya terdiri atas benda-benda hasil rekayasa dan budaya

manusia, serta tempat pemusatan penduduk yang tinggi dengan sumber mata

 pencaharian di luar sektor pertanian. Pengertian tersebut juga berarti suatu kota

dicirikan oleh adanya prasarana perkotaan, seperti bangunan yang besar-besar

 bagi pemerintahan, rumah sakit, sekolah, pasar, taman dan alun-alun yang luas

serta jalan aspal yang lebar-lebar.

Untuk lebih memahami pengertian kota, perhatikan beberapa definisi kota

menurut pandangan para ahli. Menurut Bintarto, kota adalah sebuah bentang

 budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alamiah dan non alami dengan gejala

gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat

heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.

Pendapat ahli lainnya seperti yang dikemukakan Dickinson, kota adalah

suatu pemukiman yang bangunan rumahnya rapat dan penduduknya bernafkah

 bukan pertanian. Sedangkan Ray Northam, menyebutkan bahwa kota adalah suatu

lokasi dimana kepadatan penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan populasi,

sebagian besar penduduk tidak bergantung pada sektor pertanian atau aktivitas

ekonomi primer lainnya, dan pusat kebudayaan administratif dan ekonomi bagi

wilayah di sekitarnya.

Page 11: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 11/28

18

Selanjutnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 tahun 1980

menyebutkan bahwa kota dapat dibagi ke dalam dua pengertian, yaitu pertama,

kota sebagai suatu wadah yang memiliki batasan administratif sebagaimana diatur

dalam perundangundangan. Kedua, kota sebagai suatu lingkungan kehidupan

 perkotaan yang mempunyai ciri non agraris, misalnya ibukota kabupaten, ibukota

kecamatan, dan berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dan pemukiman.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas kaitannya dengan pusat kegiatan,

maka kota merupakan daerah pusat keramaian karena di dalamnya berbagai pusat

kegiatan manusia (di luar pertanian) terdapat di sini, seperti pusat industri baik

industri besar sampai industri kecil, pusat perdagangan mulai dari pasar

tradisional sampai regional dan pusat pertokoan, pusat sektor jasa dan pelayanan

masyarakat seperti rumah sakit, pusat pendidikan, pusat pemerintahan, pusat

hiburan dan rekreasi, dan lain sebagainya adalah untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat kota itu sendiri dan daerah-daerah di sekitarnya. Karena lengkapnya

fasilitas yang disediakan oleh kota menjadikannya sebagai tempat pemusatan

 penduduk. Sehingga dalam kehidupan sehari-harinya kota sangat sibuk dan

merupakan suatu kekomplekan yang khusus.

Berbicara tentang kota sebagai pusat kegiatan, ada yang dinamakan inti kota

atau pusat kota (core of city) merupakan pusat dari kegiatan ekonomi, kegiatan

 politik, kegiatan pendidikan, kegiatan pemerintahan, kegiatan kebudayaan dan

kegiatankegiatan lainnya. Karena itu, daerah seperti ini dinamakan Pusat Daerah

Kegiatan (PDK) atau Central Business Districts  (CBD). PDK berkembang dari

Page 12: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 12/28

19

waktu ke waktu sehingga meluas ke arah daerah di luarnya, daerah ini disebut

Selaput Inti Kota (SIK).

Adapun jenis kegiatan ekonomi di kota pada dasarnya terdiri dari:

1.  Kegiatan ekonomi dasar (basic activities) yang membuat dan menyalurkan

 barang dan jasa untuk keperluan luar kota atau ekspor. Barang dan jasa

tersebut berasal dari industri, perdagangan, rekreasi dan sebagainya.

2. 

Kegiatan ekonomi bukan dasar (non basic activities) yang memproduksi

dan mendistribusi barang dan jasa untuk keperluan penduduk kota sendiri.

Kegaitan ekonomi dasar merupakan hal penting bagi suatu kota, yaitu

merupakan dasar agar kota dapat bertahan dan berkembang. Adanya

 pengelompokan dan penyebaran jenis-jenis kegiatan di kota sangat bergantung

 pada beberapa faktor yang meliputi: ketersediaan ruang di dalam kota, jenis-jenis

kebutuhan dari warga kota, tingkat teknologi yang diserap, perencanaan kota dan

faktor-faktor geografi setempat.

Pusat-pusat kegiatan di kota sering mengalami perubahan daya tarik.

Keadaan ini sebagai akibat dari pasang surutnya penduduk serta perkembangan

kotanya sendiri. Keramaian yang ada di kota tergantung pada beberapa faktor,

antara lain : kemampuan daya tarik dari bangunan dan gedung-gedung tempat

menyalurkan kebutuhan sehari-hari, tingkat kemakmuran warga kota dilihat dari

daya belinya, tingkat pendidikan dan kebudayaan yang cukup baik, sarana dan

 prasarana dalam kota yang memadai, pemerintahan dan warga kota yang dinamis.

Page 13: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 13/28

20

Mengingat fungsi kota sebagai pusat dari segala kegiatan manusia dan

suatu kekomplekan khusus, maka penataan ruangnya selain harus tersedia juga

harus melalui suatu perencanaan yang matang agar pertumbuhan dan

 perkembangannya teratur, tidak semrawut, dan tidak menimbulkan permasalahan

di kemudian hari.

Penataan ruang kota yang baik, harus didasarkan pada kondisi fisik setempat,

 pemerintah kota sebagai pengatur kebijakan, dan tingkat perekonomian serta

kebutuhan penduduk terhadap fasilitas kota. Fasilitas-fasiltas yang harus ada

dalam tata ruang kota diantaranya perkantoran, pemukiman, pendidikan, pasar,

 pertokoan, bioskop, rumah sakit. Untuk jalur-jalur jalan yang menghubungkan

kota dengan tempat-tempat lain diluarnya berupa jalan kabupaten, jalan propinsi

dan jalur-jalur jalan dalam kota yang berfungsi seperti urat nadi dalam tubuh

manusia yaitu mensuplai segala kebutuhan ke setiap sudut kota. Taman-taman

kota, alun-alun, taman olahraga, taman bermain dan rekreasi keluarga. Areal

 parkir yang luas dan memadai. Tempat-tempat tersebut selain harus layak, mudah

dijangkau, juga harus memikirkan kemungkinan pengembangannya.

Pertumbuhan dan perkembangan kota sangat dipengaruhi oleh berbagai

faktor alamiah dan faktor sosial wilayah, serta kebijakan pemerintah. Faktor

alamiah yang mempengaruhi perkembangan kota antara lain lokasi, fisiografi,

iklim dan kekayaan alam yang terkandung di daerah tersebut. Termasuk dalam

faktor sosial diantaranya kondisi penduduk dan fasilitas sosial yang ada.

Kebijakan pemerintah adalah menyangkut penentuan lokasi kota dan pola tata

guna lahan di wilayah perkotaan tersebut.

Page 14: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 14/28

21

Lokasi kota yang strategis cenderung mengalami perkembangan yang

lebih cepat, apalagi didukung oleh kekayaan alam yang memadai, berada di pusat

kawasan hinterland yang potensial, sehingga penggunaan lahannya akan lebih

 bervariasi. Kota yang memiliki bentuk morfologi pedataran memungkinkan

 perkembangan yang lebih cepat dibandingkan kota yang berada di daerah

 perbukitan. Pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam membuat aturan

 penggunaan lahan, mana kawasan yang boleh dan tidak boleh dikembangkan.

Semakin tinggi tingkat ekonomi dan kebutuhan warga kota akan fasilitas kota

maka semakin beragam penggunaan tanah di kota.

Kenampakan penggunaan ruang perkotaan adalah keanekaragaman fungsi

tanah sebagai cerminan dari keanekaragaman kebutuhan warga kota terhadap

 berbagai jenis fasilitas kehidupan. Penggunaan tanah akan menjadi salah satu

karakter kota, sebagai hasil perpaduan antara kondisi fisik seperti topografi,

morfologi, hidrografi, dan kondisi sosial seperti sejarah, ekonomi warga kota,

 budaya, pemerintah dan keterbukaan kota terhadap daerah lainnya. Segmentasi

ruang dalam kota sangat tergantung kepada: lokasi kota, karakteristik fisik,

kebijakan penggunaan lahan, dan kondisi sosial ekonomi penduduk.

Pengunaan tanah di kota, umumnya dapat dilihat dari kenampakan

kenampakan yang ada. Karena kota merupakan pusat dari segala kegiatan

manusia, sehingga penggunaan tanahnya jauh lebih beragam dibandingkan dengan

di desa. Semua kegiatan ekonomi kota memerlukan tanah. Dengan demikian,

sebagian besar dari tanah di kota digunakan untuk kegiatan industri dan jasa,

disamping untuk tempat tinggal.

Page 15: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 15/28

22

Berhubungan dengan hal tersebut, fungsi kota adalah sebagai pusat

 pelayanan (misalnya perdagangan) dan industri. Kegiatan industri yang ada di

 perkotaan meliputi industri besar, industri menengah dan industri kecil (home

industries). Tanah yang digunakan untuk industri adalah sebagai tempat bekerja

(pabrik), gudang, rumah karyawan, dan lain-lain.

Struktur ruang kota dapat diukur berdasarkan kerapatan bruto dan

kerapatan netto. Kerapatan bruto bagi industri adalah ukuran yang meliputi

 bangunan gudang, tempat parkir, tempat bongkar muat, rel kereta api dan jalan di

dalam kawasan pabrik, ruang terbuka (taman), ruang yang belum terpakai, dan

sebagainya. Kerapatan netto  bagi industri adalah ukuran yang hanya meliputi

 bangunan pabrik, gudang, tempat parkir dan tempat bongkar muat saja. Kedua

ukuran ini digunakan untuk menganalisis penggunaan tanah yang sedang berlaku;

untuk perencanaan, akan lebih mudah jika hanya digunakan kerapatan bruto yaitu

untuk tanah yang kosong.

Berbagai fasilitas dan beragamnya aktivitas masyarakat kota, telah

membentuk struktur kota yang berbeda dengan struktur di desa. Menurut Johara

(1986), segala yang dibangun di daerah kota, baik oleh alam seperti bukit, gunung

dan sebagainya, maupun oleh manusia seperti gedung-gedung, rumah, pabrik dan

sebagainya, biasanya yang tersembul dari permukaan bumi dianggap sebagai

suatu struktur ruang kota.

Struktur ruang wilayah perkotaan, baik di negara kita maupun di negara-

negara lain ternyata memperlihatkan bentuk-bentuk tertentu. Indonesia khususnya

Page 16: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 16/28

23

di Pulau Jawa, hampir semua kota di pusatnya selalu ada Alun-alun, mesjid

agung, penjara, pamong praja atau kantor pemerintahan, dan pertokoaan.

Perkembangan kota dapat dipengaruhi oleh berbagai rintangan alam

seperti pegunungan, perbukitan, lembah sungai dan lain-lain, dalam

 perkembangannya akan selalu menyesuaikan diri dengan keberadaan fisik

wilayahnya sehingga kota berbentuk tidak teratur dan menimbulkan kesan sebagai

kota yang tidak terencana.

Banyak para ahli telah berusaha mengadakan penelitian mengenai struktur

ruang kota yang ideal, diantaranya adalah teori memusat (konsentris) menurut

Ernest W. Burgess (1929) yang meneliti struktur kota Chicago. Teori konsentris

menyatakan daerah kekotaan dapat dibagi dalam enam zone, yaitu:

1. 

Zone pusat daerah kegiatan (PDK/CBD), terdapat pusat pertokoan besar

( Dept. Store), gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel,

restoran dan sebagainya.

2.  Zona peralihan atau zone transisi, merupakan daerah yang terikat dengan

 pusat daerah kegiatan. Penduduk zone ini tidak stabil, baik dilihat dari

tempat tinggal maupun sosial ekonominya. Dikategorikan sebagai daerah

 berpenduduk miskin. Dalam rencana pengembangan kota daerah ini

diubah menjadi lebih baik untuk komplek industri manufaktur, perhotelan,

tempat parkir, gudang, apartemen, dan jalan-jalan utama yang

menghubungkan inti kota dengan daerah luarnya. Pada daerah ini juga

Page 17: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 17/28

24

sering ditemui daerah slum atau daerah pemukiman penduduk yang

kumuh.

3.  Zone permukiman klas proletar, perumahannya sedikit lebih baik. Didiami

oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan

kelas bawah, ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang

menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga

 besar. Burgess menamakan daerah ini sebagai workingmen‟s homes. 

4.  Zone pemukiman kelas menengah (residential zone), merupakan komplek

 perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian

tertentu. Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan daerah klas ploretar.

5.  Zone penglaju (commuters), merupakan daerah yang memasuki daerah

 belakang (hinterland)  atau merupakan daerah batas desa-kota.

Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di pinggiran kota.

Selain teori konsentris, juga terdapat teori sektoral (sector theory) menurut

Homer Hoyt (1930). Menurut teori ini struktur ruang kota cenderung berkembang

 berdasarkan sektor-sektor daripada berdasarkan lingkaran-lingkaran konsentrik.

Gambar. 2.1

Pola Keruangan Kota Menurut Burgess

Sumber : Andrews, 1981: 110

Page 18: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 18/28

25

PDK atau CBD terletak di pusat kota, namun pada bagian lainnya berkembang

menurut sektor-sektor yang bentuknya menyerupai irisan kue bolu. Hal ini dapat

terjadi akibat dari faktor geografi seperti bentuk lahan dan pengembangan jalan

sebagai sarana komunikasi dan transportasi.

Menurut Homer Hoyt, kota tersusun pada lingkaran dalam terletak pusat kota

(CBD) yang terdiri atas: bangunan-bangunan kantor, hotel, bank, bioskop, pasar

dan pusat perbelanjaan. Pada sektor tertentu terdapat kawasan industri ringan dan

 perdagangan. Dekat pusat kota dan dekat sektor tersebut, yaitu bagian sebelah

menyebelahnya terdapat sektor murbawisma, yaitu tempat tinggal kaum buruh.

Agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan, terletak sektor

madyawisma. Lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma, yaitu kawasan tempat

tinggal golongan atas.

2.2.3 Teori Proses Pemekaran dan Pertumbuhan Kota

Relevansi teori proses pemekaran dan pertumbuhan kota dalam penelitian

terkait bagaimana proses pemekaran dan pertumbuhan permukiman yang terjadi

di kampung Jawa berdasarkan teori.

Gambar. 2.2

Pola Keruangan Kota Menurut Homer Hyot

Sumber : Andrews, 1981: 111

Page 19: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 19/28

26

Suatu kota atau bagian kota mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

Perkembangan ini menyangkut aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi

dan fisik. Menurut Herbert (Herbert dalam Yunus, 2000:107) makna morfologi

 pemukiman menyoroti eksistensi keruangan kekotaan dan hal ini dapat diamati

dari kenampakan kota secara fisik antara lain tercermin pada sistem jalan-jalan

yang ada, blok-blok bangunan baik dari daerah hunian maupun bukan hunian dan

 juga bangunan individual. Proses perembetan kenampakaan fisik kota ke arah luar

disebut „urban sparwl‟ . Adapun macam „urban sparwl‟ sebagai berikut :

a.1 Tipe Perembetan Konsentris (concentric development/ low density continous

development)

Dikemukan pertama kali oleh Harvey Clark (1971) menyebut tipe ini sebagai

'low density ,continous development'. Tipe perembetan paling lambat, berjalan

 perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakan fisik kota

yang sudah ada sehingga akan membentuk suatu kenampakan morfologi kota

yang kompak. Peran transportasi terhadap perembetaannya tidak begitu besar.

Gambar. 2.3

Perembetan Konsentris

Sumber : Yunus, 2000; 126

Page 20: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 20/28

27

a.2 Tipe Perembetan Memanjang (ribbon development/ linear development/ axial

development )

Tipe ini menunjukkan ketidakmerataan perembetan arel perkotaan di semua

 bagian sisi luar daripada daerah kota utama. Perembetan paling cepat terlihat di

koridor jalan yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari pusat kota.

Kawasan disepanjang koridor merupakan tekanan paling berat dari perkembangan

(Yunus, 2000:127)

Tipe ini perembetannya tidak merata pada semua bagian sisi luar dari pada

daerah kota utama. Perembetan bersifat menjari dari pusat kota disepanjang

koridor jalan.

a.3 Tipe Perembetan yang Meloncat (leap frog development/ checkkeroard

development )

Perembetan yang terjadi pada tipe ini dianggap paling merugikan oleh

kebanyakan pakar lingkungan, sebab tidak efisien dan tidak menarik.

Perkembangan lahannya berpencar secara sporadis dan tumbuh ditengah-tengah

lahan kosong, sehingga cepat menimbulkan dampak negatif terhadap kegiatan

Gambar. 2.4

Perembetan Linear

Sumber : Yunus, 2000; 128

Page 21: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 21/28

28

 pertanian pada wilayah yang luas sehingga alih fungsi lahan pertanian akan lebih

cepat terjadi.

Teori penyebaran dan perembetan pengembangan wilayah lainnya yang

digunakan dalam penelitian adalah teori difusi. Difusi memiliki dua makna yang

 berbeda yaitu :

 b.1 Difusi Ekspansi ( Expansion Diffusion)

Difusi ekspansi merupakan suatu proses dimana informasi, material dan

sebagainya menjalar melalui suatu populasi (Hagget dalam Bintarto, 1979; 14).

Sebuah kawasan yang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu dan

merubah pola keruangan kawasan tersebut secara keseluruhan.

Gambar. 2.5

Perembetan MeloncatSumber : Yunus, 2000; 129

Gambar. 2.6

Difusi Ekspansi

Sumber : Bintarto, 1979; 15

Keterangan :

W1 = Waktu 1

W2 = Waktu 2

W3 = Waktu 3

W3

W1

W2

Page 22: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 22/28

29

 b.2 Difusi Penampungan (Relocation Diffusion) 

Difusi penampungan (relocation diffusion) merupakan penyebaran

ruangan dimana material yang didifusikan meninggalkan daerah yang lama dan

 berpindah atau ditampung di daerah yang baru (Hagget dalam Bintarto, 1979;

15).

 b.3 Difusi Gabungan

Menurut Peter Hagget, difusi gabungan merupakan gabungan antara difusi

ekspansi (expansion diffusion) dengan difusi penampungan (relocation

diffusion).

Gambar. 2.8

Difusi Gabungan

Sumber : Bintarto, 1979; 16

Keterangan :

W1 = Waktu 1

W2 = Waktu 2

W3 = Waktu 3

W1

W2W3

Gambar. 2.7

Difusi Relokasi

Sumber : Bintarto, 1979; 15

W1

W2

W3Keterangan :

W1 = Waktu 1W2 = Waktu 2

W3 = Waktu 3

Page 23: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 23/28

30

 b.4 Difusi Kaskade  (Cascade Diffusion) 

Difusi kaskade  merupakan proses penjalaran atau penyebaran fenomena

melalui beberapa tingkatan. Proses ini adalah proses yang terjadi pada difusi

 pembaharuan (diffusion of innovations) dimana proses pembaharuan dan

 penyebaran dimulai dari kota besar hingga ke pelosok (Hagget dalam Bintarto,

1979; 17)

Apabila proses penjalaran dimulai dari tingkat bawah, maka difusi ini

disebut dengan difusi hirarki (hierarcic diffusion). Proses perkembangan dan

 penjalaran dimulai dari tingkat tengah ke tingkat bawah dengan cepat, sesuai

dengan Gambar 2.9

Gambar. 2.9

Difusi Kaskade

Sumber : Bintarto, 1979; 16

Tingkat Atas

Sumber InovasiTingkat Tengah

Tingkat Bawah

Gambar. 2.10

Difusi Hirarki

Sumber : Bintarto, 1979; 17

Tingkat Atas

Tingkat Tengah

Tingkat Bawah

Page 24: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 24/28

31

Kemudian dari tingkat tengah penyebaran secar lambat menuju ke arah

tingkat atas, sesuai dengan Gambar 2. 10.

 pada akhirnya dari arah tingkat atas menyebar dengan cepat ke tingakt

menengah dan ke tingkat bawah, sesuai dengan Gambar 2.9

2.2.4 Teori Morfologi

Relevansi teori morfologi dalam penelitian terkait pengertian dan definisi

morfologi. Mempelajari morfologi adalah salah satu cara yang dapat digunakan

dalam mencari suatu yang esensial dari suatu desain. Morfologi dapat diartikan

merupakan bagian dari tipologi atau jika tipologi menyangkut bentuk maka

Tingkat Atas

Tingkat Tengah

Tingkat Bawah

Gambar. 2.11

Difusi Hirarki

Sumber : Bintarto, 1979; 17

Gambar. 2.12

Difusi Hirarki

Sumber : Bintarto, 1979; 17

Page 25: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 25/28

32

lebih sesuai jika disebut sebagai morfologi. Morfo berasal dari Bahasa Inggris

 Morph yang berarti bentuk. Jadi, jika membahas morfologi maka kita akan

mengkaji semua bentuk yang ada pada suatu bentuk, baik yang menyangkut

elemen-elemen dari bentuk tersebut.

Unsur utama juga dapat disampaikan untuk penyusunan kembali tipologi.

Hal ini berarti bahkan untuk unsur-unsur yang unik dalam suatu lingkungan

seperti, contohnya monumen, secara tipologi unsur-unsur yang terdapat pada

monumen dapat ditemukan pembandingnya. Maka bukan tingkat skala maupun

 pentingnya unsur tersebut dalam struktur urban, itulah hal yang spesifik

tentang tipologi, yang dapat ditemukan di lingkungan lain. Maka ilmu bentuk

tubuh melebihi konteks, menguraikan suatu unsur dari tipologi dan

membandingkannya dengan unsur-unsur di tempat lain.

Proses pembacaan morfologi dalam mempelajari obyek sama dengan

tipologi, tetapi bedanya bagaimana menentukan posisi obyek dalam

keseluruhan bentuk urban. Analisis morfologi meneliti hubungan suatu obyek

dengan keadaan sekitarnya (Andre Loeckx dan Paul Vermeulen, 1986).

2.2.5 Teori Migrasi

Relevansi Teori Migrasi dalam penelitian ini terkait pengaruh perpindahan

 penduduk terhadap kepadatan dalam proses pembentukan kota disuatu wilayah

meliputi faktor penarik dan faktor pendorong.

a. Teori migrasi merupakan “The Rule of the Thumb” yang banyak dipakai oleh

 para perencana.

Page 26: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 26/28

33

a.1 Hubungan antara jarak dan intensitas pergerakan ( Distance Based

 Movement ), apabila jarak makin jauh berbanding terbalik dengan intensitas

 pergerakan.

a.2 Hubungan antara intensitas pergerakan dengan tempat tempat tujuan.

( Direction Based Movement )

Dalam model Grafitas = daya tarik

Makin besar tempat tujuan makin besar intensitas pergerakan

(terjadi korelasi +)

a.3 Jarak atau tujuan dipengaruhi oleh ada tidaknya sarana perjalanan

(Connection Based Movement )

P1 P2

+ +

 “channel  ”  (transport,komunikasi)

+ +- - - 

Gambar. 2.15

Connection Based Movement

Sumber: Materi Perkuliahan, oleh Syamsul AP.

Rayon Transportasi

Pergerakan barang

f (dij)

Migrasi mengikuti hukum

tersebut ( Kevin R. Cox , Man Location Behaviour )

Gambar. 2.14

Hubungan Jarak dan Intensitas Pergerakan

Sumber: Materi Perkuliahan, oleh Syamsul AP.

Page 27: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 27/28

34

 b. Dampak Migrasi Terhadap Tata Ruang

Ada semacam persepsi terhadap daerah yang dituju yaitu sebagai salah satu

faktor pemahaman dan pemaknaan ruang dari seorang individu dalam mengambil

keputusan untuk imigrasi.

Pemahaman pemaknaan sangat erat kaitannya dengan informasi (contact

 personal ). Ada persepsi terhadap suatu tempat antara lain,  Designative  (karakter

dari suatu tempat). Dalam karakter suatu tempat terdapat value judgment  yang erat

kaitannya dengan masalah sosial antara lain : permasalahan etnik yang dituju, Peta

lingkungan daerah tujuan yang tidak dipahami. Persepsi seperti menakutkan

(mistik), Pionir (penalaran ilmiah). Informasi dari keluarga atau teman lebih

dipercaya daripada pemerintah. Kevin Linch menyebutkan adanya ”node”

 persepsi sebagai yang tergambar dalam Gambar 2.16 berikut.

Persepsi ini dapat menjadi persepsi sosial seperti : agglomerasi

(keuntungan lokasi komparative) dan  Pecularity  (persaingan yang terjadi akibat

NODE

Gambar. 2.16

 Node

Sumber: Materi Perkuliahan, oleh Syamsul AP.

Page 28: 1091861013-3-11. bab 2

7/21/2019 1091861013-3-11. bab 2

http://slidepdf.com/reader/full/1091861013-3-11-bab-2 28/28

35

 produksi yang sama). Dalam spasial dapat terjadi dispersi.akibat dari hal di atas

menimbulkan adanya spesialisasi dalam tata ruang yang menumbuhkan cluster .

Terdapat 3 watak aktivitas kota yang timbul dari hal tersebut antara lain :

1. 

Akitivitas perdagangan ( Behaviour) 

Dalam aktifitas perdagangan terdapat distribusi tidak teratur, distribusi

teratur, dan mengelompok (agglomerasi) dengan cara prasarana digunakan

secara efisien dalam pengelompokan.

a. 

Hubungan antara jumlah pedagang – konsumen.

 b.  Hubungan antara jenis perdagangan – tingkat kota (optimum size

of city).

c.  Hubungan antara jumlah pedagang dan kemampuan pelayanan.

2.  Aktivitas Perumahan

3.  Aktivitas Industri

Gambar. 2.17

Spesialisasi Dalam Tata Ruang Cluster

Sumber: Materi Perkuliahan, oleh Syamsul AP.

Gambar. 2.18

Aktivitas Perumahan

Sumber: Materi Perkuliahan, oleh Syamsul AP.

CBD

industri   Perumahan

Land

Rent