105673442 terapi gizi medis penderita sirosis hati

5
Terapi Gizi Medis Penderita Sirosis Hati Manajemen diet pada sirosis ditujukan agar status nutrisi penderita tetap terjaga, mencegah memburuknya penyakit hati, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatik sehingga kualitas s harapan hidup penderita juga akan membaik. Pada pasien ini dilakukan diet tinggi protein dan kalori untuk memperbaiki status gizi pasien. Pemberian protein pada penderita siros dengan kompikasi keadaan pasien. Kelebihan protein dapat mengakibatkan peningkatan amonia dar yang berbahaya, sedangkan kekurangan protein akan menghambat penyembuhan sel hati. Pada hati terkompensasi diberikan diet tinggi kalori tinggi protein dengan maksud agar sel-sel hat beregenerasi. Sedangkan untuk mengontrol tingkat amonia darah digunakan laktulosa da jenis antibiotik yang bernama neomisin. Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai cabang A terdiri dari $alin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber energi kompensasi ganggua sebagai sumber energi# dan untuk metabolisme amonia. %alam hal ini, otot rangka berperan seba organ hati kedua sehingga disarankan penderita sirosis hati mempunyai massa otot y bertubuh agak gemuk. %engan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium kompen dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma. Menurut &olf '())# nutrisi yang seimbang baik dari segi kalori, karbohidrat, protein dan lem memba*a pengaruh yang baik untuk memperbaiki kerusakan sel hati. Pada tingkat tertentu, kerus sel hati masih bisa diperbaiki dengan cara memproduksi sel hati baru yang sehat. &idiastuti d '((+# meneliti bah*a kadar albumin secara umum rata-rata meningkat pada pasien sirosis hati diberikan suplemen asam amino rantai cabang AA!"#. Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Akti$itas sehari-hari disesua kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan hepatotoksik# harus dilakukan dengan sangat hati-hati. harus melakukan diet seimbang, cukup kalori, dan mencegah konstipasi. Pada keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet rendah protein dan rendah garam. erapi ditujukan mengurangi progr penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. ilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein gr Kg dan kalori sebanyak '(((-/((( kkal hari atau /+-0( kcal kg hari dengan protein b antara ),'-),1 g kg bergantung pada derajat malnutrisi dan kondisi lain yang dialami pasie preskripsi diet pasien sirosis hati, tidak ada pembatasan asupan karbohidrat *alaupun pasien resistensi insulin siaousi, et.al., '((2#. Pada pasien yang mengalami liver injury pada kasus yang akut dan kronik sering ditemukan balans nitrogen negati$e. 3leh karena itu, sering ditemukan adanya pemecahan protein oleh otot karen protein atau pemecahan protein yang dilakukan oleh hati telah menurun fungsinya. %alam member treatment mengenai protein, yang perlu diperhatikan adalah menghindarkan pasien sirosis dari

Upload: munadinadi

Post on 07-Oct-2015

48 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

untuk mengetahui terapi gizi

TRANSCRIPT

Terapi Gizi Medis Penderita Sirosis Hati

Manajemen diet pada sirosis ditujukan agar status nutrisi penderita tetap terjaga, mencegah memburuknya penyakit hati, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatik sehingga kualitas serta harapan hidup penderita juga akan membaik. Pada pasien ini dilakukan diet tinggi protein dan tinggi kalori untuk memperbaiki status gizi pasien. Pemberian protein pada penderita sirosis disesuaikan dengan kompikasi keadaan pasien. Kelebihan protein dapat mengakibatkan peningkatan amonia darah yang berbahaya, sedangkan kekurangan protein akan menghambat penyembuhan sel hati. Pada sirosis hati terkompensasi diberikan diet tinggi kalori tinggi protein dengan maksud agar sel-sel hati dapat beregenerasi. Sedangkan untuk mengontrol tingkat amonia darah digunakan laktulosa dan atau suatu jenis antibiotik yang bernama neomisin.

Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme amonia. Dalam hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua sehingga disarankan penderita sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan bertubuh agak gemuk. Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma.Menurut Wolf (2011) nutrisi yang seimbang baik dari segi kalori, karbohidrat, protein dan lemak, akan membawa pengaruh yang baik untuk memperbaiki kerusakan sel hati. Pada tingkat tertentu, kerusakan sel hati masih bisa diperbaiki dengan cara memproduksi sel hati baru yang sehat. Widiastuti dan Mulyati (2005) meneliti bahwa kadar albumin secara umum rata-rata meningkat pada pasien sirosis hati yang diberikan suplemen asam amino rantai cabang (AARC).Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-hari disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup kalori, dan mencegah konstipasi. Pada keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet rendah protein dan rendah garam. Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1 gr/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari atau 35-40 kcal/kgBB/hari dengan protein berkisar antara 1,2-1,6 g/kgBB bergantung pada derajat malnutrisi dan kondisi lain yang dialami pasien. Dalam preskripsi diet pasien sirosis hati, tidak ada pembatasan asupan karbohidrat walaupun pasien mengalami resistensi insulin (Tsiaousi,et.al.,2008).Pada pasien yang mengalamiliver injury pada kasus yang akut dan kroniksering ditemukan balans nitrogen negative. Oleh karena itu, sering ditemukan adanya pemecahan protein oleh otot karena sintesis protein atau pemecahan protein yang dilakukan oleh hati telah menurun fungsinya. Dalam memberikan treatment mengenai protein, yang perlu diperhatikan adalah menghindarkan pasien sirosis dari kejadian malnutrisi serta menghindarkan pasien dari encephalopathy hepar. Untuk itu, selain mengatur protein yang diberikan, asupan karbohidrat dan lemak juga perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya pemecahan yang mengakibatkan malnutrisi. Pada pasien sirosis, rasio asam amino rantai cabang (BCAA) misalnya isoleusin, leusin, dan valine) terhadap asam amino aromatic misalnya fenilalanin, triptofan, dan tirosin sering ditemukan abnormal terutama pada pasien yang mengalami malnutrisi. Menjaga resiko kedua macam asam amino ini dapat menghindarkan pasien dengan sirosis terhadap kejadan ensefalopathy hepatic (Lieber, 1999).

Terapi cairan pada asites

Pada penderita sirosis dengan asites maka terapi diet rendah natrium dan pengurangan cairan yang menumpuk di perut (ascites) perlu dilakukan. Menurt Hasse dan Mataresse (2004), pasien hati yang memiliki ascites mengalami peningkatanenergi expenditure. Namun dalam penghitungannya, hendaknya memperhatikan berat badan yang telah dikoreksi untuk mencegah terjadinyaoverfeeding.Sirosis merupakan salah satu penyakit katabolisme, itulah sebabnya protein diberikan tinggi. Protein 1,2/kg BB diberikan karena mempertimbangkan kadar albumin dan total protein yang rendah namun tetap memperhitungkan kadar BUN-kreatinin yang tinggi. Sumber protein yang diberikan diutamakan berasal dari BCAA. Natrium sebaiknya diberikan secara terbatas sampai 2 g/hari pada pasien ascites yang diber terapi diuretik. Hal ini dilakukan untuk menghindari kekurangan maupun kelebihan natrium yang dapat berakibat pada abnormalitas metabolik (Hasse dan Mataresse, 2004). Lemak diberikan rendah jika terdapat pembesaran lien dan ikterik. Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian dapat dilakukan parasintesis. Parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5-10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6 8 gr/liter cairan asites yang akan dikeluarkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa parasintesa dapat menurunkan masa opname pasien. Namun prosedur ini tidak dianjurkan pada anak-anak, kadar protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.

Hepatorenal Sindrome

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa ritriksi cairan,garam, potassium dan protein.

Penelitian Baru Di Bidang Nutrisi Pada Sirosis Hepatis

Penelitian yang dilakukan Anthony (2012), diketahui pada penderita sirosis hepatis non alkoholik diketahui bahwa asupan rendah kolin dapat menyebabkan peningkatan terjadinya fibrosis hati pada pasien wanita post-menaupose. Penelitian yang dilakukan Malaguarnea (2011) pada pasien enchepalopati hepatic yang diberi oral L-carnitin mengalami perbaikan dalam gejala kelemahan dan kelelahan (fatique) yang sering muncul pada pasien sirosis hepatis. Penelitian yang dilakukan Suzanna (2011) pada pasien ensepalopati sirosis yang mengalami malnutrisi akan mengalami perbaikan jika diberikan treatmen diet jumlah kalori 35-40 kal / kg BB dan1,5 g protein / kg BB yang di dalamnya mengandung BCAA substitusi sepertiL-ornithine-L-aspartate.Penelitian yang dilakukan Eduard (2005), terhadap penyerapan dan pengangkutan asam lemak rantai panjang pada sirosis diketahui bahwa tidak terdapat steatore pada pasien dan menunjukkan adanya penyerapan yang baik pada penderita sirosis denganspontaneous portal-systemic shunting.Cara menghitung kebutuhan diet hatia. Indentitas pasien :Nama inisial : c , prempuan ,61 thnBerat badan : 70 kgTinggi badan : 160 cmBerat badan ideal : 54 kgBBA : 56 kgIMT : 21,8 kg/m2 ( status gizi normal )BMR : 54 x 25 =1350 TEE : 1700 kkal/hariFaktor koreksi : 35 %

b. kebutuhan protein : 1 gr x 54 kg = 54 grc. kebutahan lemak : 20 % x tEE = 340/9 = 37,7 gr

DAFTAR PUSTAKA

1. Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases2. Hadi.Sujono, Gastroenterology,Penerbit Alumni / 1995 / Bandung3. Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sitim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell 19974. Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatitis5. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta 19876. Anonymous http://alcoholism.about.com/library/blcirrosis.htm7. Lesmana.L.A, Pembaharuan Strategi Terapai Hepatitis Kronik C, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI. RSUPN Cipto Mangunkusumo8. Lieber, CS dalam Kopple, Joel dalam Shills et.al. 1999.Modern Nutrition in Health and Disease. Williams and Wilkins: New York9. Tsiaousi, Eleni T;et.al.,2008.Malnutrition in End Stage Liver Disease: Recommendations and Nutritional Support. J Gastroenterol Hepatol.2008;23(4):527-533.10. Brandt, Carl. J dan Ove Schaffalitzky de Muckadell. 2005.Cirrhosis of the Liver.www.netdoctor.co.uk11. Hasse dan Mataresse dalam Mahan, Kathleen dan Sylvia Escott-Stump. 2004.Krauses : Food, Nutrition, and Diet Therapy 11th ed. Philadelphia : SaundersNational Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. 2008.Cirrhosis.www.digestive.iddk.nih.gov12. Abeysinghe, M.R.N., Almeida, R., Fernandopulle, M., Karunatiluka, H., Ruwanpathirana, S., 2005.Guidlines on Clinical Management of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever.Sri lanka : SLMH, p. 1- 4413. Anonim, 2009,MIMS Indnesia Petunjuk Konsultasi,Jakarta: PT Infomaster, lisensi CMPMedia.14. Dib, N., Oberti, F., Cales, P., 2006.Current management of the complications of portal hypertension : Variceal bleeding and ascites.CMAJ15. Fauci,et al., 2008,Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition. United States:The Mcgraw-Hill Companies.16. Garcia-Tsao,et al., 2007,Prevention and Management of Gastroesophageal Varices and Variceal Heorrage in Cirrhosis. AASLD Practice Guidelines.17. Gines, P., M.D., Cardenas, A., M.D., Arroyo, V., M.D., and Rodes, J., M.D., 2004,Management of Cirrhosis and Ascites. The New England Journal of Medicine.18. Goldman,et al.,2007,Cecil Medicine 23rd Edition, Saunders:Elsevier.19. Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M.P. and Lance, L.L., 2008,Drug Information Handbook,17thed., Ohio : Lexi-Comp.20. McPhee, S.J., Lingappa, V.R., Ganong, W.F. and Lange, J.D. (Eds.), 1995.Pathophysiology of Disease An Introduction to Clinical Medicine,21stEdition, Stamford: Appleton & Lange.21. PMFT RSU Dr.Soetomo, 2008.Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam,Edisi 3. Surabaya: RSU Dr. Soetomo.22. Schwinghammer, T.L., 2009.In:Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., Hamilton, C.W.,Pharmacotheraphy Handbook, USA: Mcgraw-Hill Comapanies, Inc.23. Sease, J.M., Timm, E.G., and Stragano, J.J., 2008. Portal hypertension and cirrhosis. In: J.T. Dipiro, R.L. Talbert, G.C Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, and L.M. Posey (Eds.).Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Ed. 7th, New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.24. Sudoyo, A. Wet all.,2006,Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keempat, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.25. Widiastuti, Yuliati dan Tatik Mulyati. 2005. Pengaruh BCAA Terhadap Kadar Albumin Pasien Sirosis Hepatis di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Diakses darihttp://eprints.undip.ac.id/26173/1/67_Yuliati_Widiastuti_G2C20122.rtf_A.pdf26. Wolf, David. Cirrhosis. 2011. Diakses darihttp://emedicine.medscape.com/article/185856-overview#27. Eduard Cabr, Jos M Hernandez-Prez, Lourdes Fluvia`, Cruz Pastor, August Corominas, and Miquel A Gassull. Absorption and transport of dietary long-chain fatty acids in cirrhosis: a stable-isotope-tracing study13Am J Clin Nutr2005;81:692701.28. Anthony L Guerrerio,Ryan M Colvin,Amy K Schwartz,Jean P Molleston,Karen F Murray,AnnaMae Diehl,Parvathi Mohan,Jeffrey B Schwimmer,Joel E Lavine,Michael S Torbenson, andAnn O ScheimannCholine Intake In A Large Cohort Of Patients With Nonalcoholic Fatty Liver Disease.Am J Clin Nutr April 2012 vol. 95 no. 4 892-900