10. posmo paradigm

46
De-Signs of the Times: Paradigma-paradigma Posmodern Strukturalisme dan Semiotika Ilmu yang mempelajari kehidupan tentang tanda-tanda dalam masyarakat adalah masuk akal; ini akan menjadi sebuah bagian dari psikologi sosial dan, sebagai konsekuensinya, menjadi bagian dari psikologi umum; aku akan menyebutnya semiologi (dari bahasa Yunani semeion = “tanda”). Semiologi akan menunjukkan apa saja yang menjadi unsur-unsur dari tanda-tanda, apa hukum-hukum yang mengatur mereka. Ketika ilmu ini belum eksis, tak seorang pun dapat mengatakan tentangnya; tapi, ia mempunyai hak untuk eksis, sebuah wilayah yang mendapat pengawasan terlebih dahulu. Ferdinand de Saussure, Course in General Linguistics (1916) Strukturalisme (studi tentang struktur-struktur budaya) dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan semiotika (ilmu tentang tanda-tanda), keduanya terlahir oleh sebuah teks tunggal, yaitu, Course in General Linguistics, yang ditulis oleh pakar linguistik Swiss, Ferdinand de Saussure (1857-1913), setelah kematiannya. Dalam praktek, dua karya Saussure ini sulit untuk dibedakan, tapi pada garis besarnya, keduanya dapat didefinisikan sebagai berikut:

Upload: dik2009

Post on 12-Jun-2015

380 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 10. Posmo Paradigm

De-Signs of the Times: Paradigma-paradigma Posmodern

Strukturalisme dan Semiotika

Ilmu yang mempelajari kehidupan tentang tanda-tanda dalam masyarakat adalah masuk akal; ini akan menjadi sebuah bagian dari psikologi sosial dan, sebagai konsekuensinya, menjadi bagian dari psikologi umum; aku akan menyebutnya semiologi (dari bahasa Yunani semeion = “tanda”). Semiologi akan menunjukkan apa saja yang menjadi unsur-unsur dari tanda-tanda, apa hukum-hukum yang mengatur mereka. Ketika ilmu ini belum eksis, tak seorang pun dapat mengatakan tentangnya; tapi, ia mempunyai hak untuk eksis, sebuah wilayah yang mendapat pengawasan terlebih dahulu.Ferdinand de Saussure, Course in General Linguistics (1916)

Strukturalisme (studi tentang struktur-struktur budaya) dan ilmu-ilmu

yang berhubungan dengan semiotika (ilmu tentang tanda-tanda),

keduanya terlahir oleh sebuah teks tunggal, yaitu, Course in General

Linguistics, yang ditulis oleh pakar linguistik Swiss, Ferdinand de

Saussure (1857-1913), setelah kematiannya.

Dalam praktek, dua karya Saussure ini sulit untuk dibedakan,

tapi pada garis besarnya, keduanya dapat didefinisikan sebagai

berikut:

Strukturalisme adalah istilah yang lebih inklusif. Ia mengacu

pada penelitian untuk sturktur-struktur “mendalam” umum,

yang melandasi ranah yang luas dari ekspresi-ekspresi budaya.

Sebuah contoh dari antropologi adalah analisa Claude Levi-

Strauss tentang mitos: banyak mitos yang tampak berbeda,

sebenarnya mempunyak “makna” yang sama (menyediakan

Page 2: 10. Posmo Paradigm

fungsi yang sama) ketika mereka beroperasi dengan cara yang

sama (mempunyai struktur yang sama). Para strukturalis dari

satu jenis atau jenis lain mungkin juga ditemukan di kalangan

para filosuf, sejarawan, psikolog, dan kritikus sastra, disamping

pakar linguistik.

Semiotika adalah sebuah cabang dari strukturalisme. Ide

dasarnya adalah bahwa semua jenis perilaku itu bersifat

komunikatif, untuk mengatakan bahwa mereka adalah

“penanda”. Segala sesuatu dari gambaran detail tentang apa

saja yang menjadi perhatian anda mengenai sebuah aksi

perang, dapat dipahami sebagai sebuah “tanda” yang analog

bagi sebuah kata atau kalimat. Semiotika mempelajari sistem-

sistem, yang serupa dengan bahasa, dimana tanda-tanda

semacam ini mengandaikan adanya makna (yang ditandai).

Mayoritas dari pakar semiotika sekarang ini adalah para

teoritisi sastra atau para mahasiswa perfilman, karena citra

mereka sebagai orang yang sangat mencintai Perancis, yang

merokok secara terus-menerus.

Saussure menyebut dirinya sendiri sebagai bukan seorang

strukturalis (sebuah istilah yang belum ditemukan) dan bukan juga

seorang pakar semiotika (meskipun dia menemukan istilah ini),

tapi dalam karya ilmiahnya the Course, dia mengajukan konsep-

konsep fundamental yang umum bagi masing-masing.

Page 3: 10. Posmo Paradigm

Dia mulai dengan menyerang bias sejarah dan bias komparatif

dari pakar linguistik di masanya. Para pakar linguistik, kebanyakan

menyibukkan diri mereka dengan ide-ide penting yang menjadi

bahan perdebatan tentang sejarah, perkembangan, dan saling

keterhubungan dengan bahasa-bahasa modern. (Dia menyebut ini

sebagai aspek “diakronik” sejarah/temporer). Saussure

mempertahankan pendapatnya bahwa studi-studi semacam ini

sebagai meletakkan kereta di depan kuda, karena para pakar

linguistik tidak mempunyai teori yang memadai tentang bagaimana

bahasa berfungsi dalam semua waktu (dalam aspek strukturalnya

atau aspek “sinkronik”). Bayangkan para ilmuwan yang

mempelajari evolusi manusia tanpa memahami biologi atau

fisiologi, dan anda akan memahami apa yang sedang dikeluhkan

oleh Saussure.

Saussure bertujuan untuk menyembuhkan kelemahan ini.

Pertama, dia memerinci bahasa menjadi dua komponen: langue

(struktur dan aturan-aturan tentang bahasa) dan parole (bahasa

sebagaimana ia diucapkan). Langue, pada intinya, adalah

sinkronik---ia adalah sebuah sistem abstrak dan dibakukan dan

tidak berubah kapanpun. Parole bersifat cair dan diakronik---

pembicaraan adalah merangkai kata-kata pada suatu waktu, dan

sementara diatur oleh konvensi-konvensi dari langue, ia

berlangsung dalam waktu singkat dan cenderung cepat berubah.

Page 4: 10. Posmo Paradigm

(Pikirkan tentang langue sebagai kamus raksasa yang tidak

penting-bersama dengan---buku panduan grammar).

Saussure berpikir bahwa untuk dapat memahami secara

mendalam tentang bagaimana bahasa bekerja, kita pertama kali

harus memahami langue, yang bersifat lebih fundamental daripada

parole. Inilah teorinya: langue adalah sebuah struktur dari tanda-

tanda yang, secara inheren, tidak mempunyai makna atau dalam

keadaan terisolasi, tapi hanya sebagai bagian dari sistem. Kata tree

(pohon), misalnya, adalah sebuah tanda linguistik dengan sebuah

makna bagi orang –orang yang berbahasa Inggris. Tapi, jika anda

mengatakan “tree” kepada seorang warga kepulauan Aleut di

Alaska, ia tidak mempunyai makna sama sekali. Sebuah kata

mempunyai makna hanya jika ia mempunyai sebuah tempat khusus

dalam sebuah sistem tanda-tanda (misalnya, bahasa Inggris).

Selanjutnya, ia tidak mengandung makna aslinya ketika terjadi

penggabungan suara yang melahirkan kata tree, tapi lebih karena

ia adalah berbeda dari semua tanda-tanda lain dalam bahasa

Inggris.

Poin Saussure yang paling mendasar adalah bahwa tanda-tanda

linguistik (suara-suara, kata-kata, frasa-frasa, kalimat-kalimat, dll.)

tidak mempunyai makna yang esensial; dalam dan tentang diri

mereka, mereka adalah hampa makna. Makna dihadirkan oleh

sistem tanda-tanda---sistem tentang perbedaan-perbedaan---yang

Page 5: 10. Posmo Paradigm

sepenuhnya netral. Tidak ada alasan yang diperlukan bagi kata

tree agar diingat oleh pikiran sebagai citra dari sebuah pohon;

tidak ada alasan yang diperlukan oleh kata “tetapi” yang bermakna

kontradiksi; tidak ada alasan tentang penambahan suara s di akhir

kata-kata dalam bahasa Inggris yang membuat mereka bersifat

plural. Semua makna-makna ini didefinisikan oleh konvensi,

sebagaimana tercakup dalam langue; makna adalah sebuah produk

budaya.

Yang membawa kita pada poin dimana semiotika muncul

pertama kali dari strukturalisme: pembedaan antara suatu

penanda (suara, tanda, atau isyarat) dan yang ditandai (konsep

yang diasosiasikan atau citra). Misalnya, suara-suara yang anda

buat saat anda mengatakan kata tree, atau tanda-tanda yang anda

buat pada halaman buku saat anda menuliskannya, mencakup

suatu penanda; citra mental atau konsep dari sebuah pohon (tree)

adalah benda yang ditandai yang diasosiasikan. Kombinasi dari

penanda dan yang ditandai menciptakan tanda; dan kenetralan

dari tanda ini berasal dari fakta bahwa penanda dan yang ditandai

hanya dihubungkan oleh konvensi atau kesepakatan bersama.

Dengan menyadari kenetralan dari tanda-tanda, ini hanyalah

langkah pertama dari seorang strukturalis atau analis semiotika.

Langkah selanjutnya adalah menguji sistem atau struktur

dibaliknya. Tokoh sentral dari strukturalisme adalah bukan

Page 6: 10. Posmo Paradigm

seorang pakar linguistik, melainkan seorang antropolog, Claude

Levi-Strauss, seorang yang menganut keyakinan yang kokoh bahwa

anda tidak dapat memahami ritual, keyakinan, praktek,

pertukaran, atau mitos tertentu kecuali anda memahami struktur

keseluruhan (seperangkat pola-pola) dari suatu budaya yang

diandaikan, yang tersembunyi dan tidak disadari. Jika anda

mengambil sebuah mitos, misalnya, anda tidak dapat

memahaminya hanya dengan menganalisanya secara terpisah---

katakanlah melalui psikoanalisa atau mencari dasar pijakan

historisnya. Apa yang perlu anda lakukan adalah melihat secara

menyeluruh pada mitos-mitos budaya untuk menemukan “bahasa”

mitis yang mendalam dibalik itu. bahasa ini, pada esensinya,

bersifat bipolar---seperangkat oposisi-oposisi (murni/tidak murni,

subur/mandul, mentah/matang, dll.) yang dapat berakhir dengan

berbagai macam cara dalam setiap mitos.

Semiotika, meskipun bersifat tersembunyi dalam karya-karya

Saussure dan rekan semasanya, filosuf Charles S. Peirce, benar-

benar berangkat dari tulisan-tulisan dari kritikus Perancis, Roland

Barthes (1915-1980). Barthes juga mempelajari mitos, tapi dia

memperluas konsep ini untuk mencakup keragaman yang luas dari

kode-kode budaya dan keyakinan-keyakinan. Dalam Mythologies

(1957), dia mengelola signifikansi budaya tentang segala sesuatu

dari otak Einstein bagi penanganan profesional, menguji cara-cara

Page 7: 10. Posmo Paradigm

obyek dan tindakan mengemban makna-makna kedua atau bahkan

makna-makna ketiga dalam sebuah budaya. Sebuah contoh dari

saya: warna-warna dan pola-pola tertentu pada sepotong kain

menandakan bendera negara; sebuah bendera negara menandakan

identitas nasional; identitas nasional mengimplikasikan

patriotisme; patriotisme mengimplikasikan kepatuhan pada

negara; dan lain-lain.

Barthes kemudian melatih wawasan-wawasannya pada sastra,

misalnya dalam karya masterpiece-nya S/Z (1970), sebuah studi

tentang kisah Honore de Balzac “Sarrasine”. Yang ingin

ditunjukkan oleh Barthes adalah bahwa apa yang “dimaksudkan”

oleh sebuah karya tertentu, sebagiannya ditentukan oleh

keragaman kode-kode yang luas, beberapa kode semantik,

beberapa kode ideologis, beberapa kode estetis, dan lain-lain.

Setiap teks (atau, jika anda inginkan, setiap penulis) berupaya

untuk menempatkan beberapa batasan pada bagaimana kode-kode

ini berfungsi, sehingga pembaca mengalami perasaan-perasaan

dan makna-makna yang diinginkan. Hingga pada tingkat bahwa

sebuah teks sukses dalam proyek ini, ini adalah “bersifat pembaca”

(readerly)---yang disesuaikan ke arah konsumsi yang pasif. Tapi,

tak ada penulis atau karya yang dapat mengontrol semua kode dan

membatasi watak ekspansif atau permainan bebas dari makna-

makna yang melebihi niatan semula. Hingga pada tingkat bahwa

Page 8: 10. Posmo Paradigm

seorang pembaca berpartisipasi dalam memilah-milah dan

merangkai makna-makna yang melampaui yang diperlukan, dia

membuat teks ini menjadi “bersifat penulis” (writerly)---sebuah

obyek tentang konsumsi yang aktif.

Selama masa keemasannya di tahun 1950-an dan 1960-an,

strukturalisme berakar dalam keragaman dari disiplin ilmu-ilmu

kemanusiaan, yang memunculkan aliran-aliran pemikiran yang

sekarang ini disebut dengan “pos-strukturalis”. Pergerakan-

pergerakan seperti dekonstruksi filsafat dan psikoanalisa Lacanian

layak memperoleh sebutan yang menimbulkan keraguan ini

karena, disamping sebagai strukturalis, mereka mempertanyakan

beberapa asumsi-asumsi strukturalisme---misalnya, superioritas

pembicaraan dari tulisan atau koherensi tentang topik manusia.

Untuk pembahasan lebih jauh dari salah satu pergerakan yang

menyenangkan dan menarik ini, lihat DEKONSTRUKSI, hal....

Grammar Universal

Menurut pakar linguistik, Noam Chomsky (lahir tahun 1928), yang

sekarang ini mungkin terkenal dengan kuliah-kuliah politiknya, otak

manusia tidak bersifat tabula rasa ketika ia dihadapkan pada soal

bahasa. Jumlah bahasa manusia yang sangat banyak, baik yang masih

ada maupun yang telah punah, adalah sangat serupa dalam struktur

Page 9: 10. Posmo Paradigm

secara kebetulan. Otak, pikirnya, harus tersambung dan terhubung

(hard-wired) dengan suatu “grammar universal” yang memungkinkan

anak-anak untuk belajar bahasa dengan sangat cepat, tapi yang juga

merancang batasan-batasan tentang seperti apa bahasa itu.

Chomsky mengasalkan ide ini dari studinya tentang sintaksis,

yang merupakan penyusunan kata-kata penuh makna dalam sebuah

kalimat. “Kucing ada di atas karpet” (The Cat is on the mat)

menunjukkan sintaksis bahasa Inggris yang sempurna (dan dengan

demikian mempunyai sebuah makna), sementara “Kucing karpet di

atas adalah” (Cat mat the on is) tidak demikian. Ketika Chomsky

memulai karirnya, sintaksis bukanlah sebuah topik yang banyak

diperbincangkan; strukturalisme sedang berada di puncak

kejayaannya, dan kaum strukturalis jauh lebih banyak menaruh

perhatian pada sifat dari “tanda” linguistik (kata/konsep yang

berpasangan) daripada tentang grammar atau struktur kalimat-

kalimat yang koheren.

Chomsky juga tertarik dengan struktur, tapi tidak begitu banyak

dalam struktur permukaan bahasa (penggunaan aktual dari tanda-

tanda) sebagaimana dalam apa yang ia sebut sebagai “struktur

mendalam”. Dengan mengobservasi bahwa, praktis, semua anak-anak,

apapun kecerdasan bawaan mereka, akan dengan mudah dan dengan

cepat dapat memiliki kompetensi dasar dalam berbahasa, Chomsky

berteori bahwa manusia harus berbagi beberapa kemampuan

Page 10: 10. Posmo Paradigm

linguistik bawaan, saat lahirnya. Ini adalah kemampuan untuk belajar,

dari mendengarkan hanya sejumlah kecil dari semua kalimat yang

mungkin, grammar dasar dan aturan-aturan untuk mentransformasi

kalimat-kalimat menjadi kombinasi-kombinasi yang baru.

Poin utama Chomsky adalah bahwa, ketika tak satu pun dari

kita yang mempelajari aturan-aturan grammar sebelum belarjar cara

berbicara, otak harusnya mempunyai kemampuan grammatika yang

built-in (sudah terkonstruk di dalam otak sejak lahir). Ketika kita

mengajarkan kepada seorang anak kalimat “Lihatlah tempat berlari,”

kita tidak (dan tidak perlu) men-diagram kalimat ini menjadi unsur-

unsur grammatikal. Seorang anak bagaimanapun telah mengetahui

bahwa kombinasi suara-suara ini adalah mengandung makna, dan

sudah mempunyai pemahaman tentang bagaimana kata-kata saling

sesuai untuk menciptakan makna.

Selanjutnya, suatu studi komparatif tentang bahasa-bahasa yang

beraneka ragam di dunia ini menunjukkan bahwa hampir semua dari

mereka didukung oleh sekelompok kecil dari struktur-struktur

grammatika yang umum. Kombinasi subyek-kata kerja-obyek,

misalnya, adalah mendekati universal. Bahkan struktur-struktur yang

lebih sederhana, seperti klausa-klausa relatif, cenderung untuk

terlihat sama dalam setiap bahasa. Kalimat berbahasa Inggris “Buku

yang saya baca” (The book that I read) menurut ucapan bahasa

Perancisnya adalah: “Le livre que j’ai lit”: ini adalah grammar yang

Page 11: 10. Posmo Paradigm

sama. Padanan kalimat ini dalam bahasa Ibraninya yang agak

berbeda---mungkin menjadi “Buku yang saya membacanya,” (The

boook that I read it) sebuah bentuk yang kita temukan dalam bahasa-

bahasa lain (bahkan kadang-kadang dalam bahasa Inggris). Dua

bentuk dasar ini, “yang saya baca” dan “yang saa membacanya,”

menggambarkan klausa relatif dalam setiap bahasa yang dikenal dan

yang dipraktekkan. Mengapa hanya dua bentuk ini, ketika yang lain

dapat melakukan pekerjaan yang sama? Mengapa “Buku yang saya

baca” dan bukan “Buku yang oleh aku yang membaca yang dilakukan

di masa lalu” (The book by me reading it past time done) atau formasi

lain yang seperti ini?

Jawaban Chomsky adalah grammar universal: sebuah grammar

yang mengizinkan kita untuk mempelajari bahasa apa saja dengan

contoh dan membatasi cara-cara yang mungkin dalam membentuk

sebuah frasa atau kalimat yang mengandung makna. Dan meskipun

biasanya terdapat beberapa cara untuk mengucapkan hal yang sama,

masing-masing cara harus menderivasikan, dengan bantuan dari

aturan-aturan bawaan dan baku tentang transformasi, yang disebut

Chomsky sebagai “struktur yang mendalam” (deep structure) dari

kalimat. Misalnya, kalimat yang diucapkan “John mudah merasa puas”

adalah sebuah transformasi dengan aturan-aturan ketat dari kalimat

yang lebih eksplisit dan primitif “Adalah mudah untuk menyenangkan

John” (“ubah posisi obyek John ke posisi awal dan hapuskan subyek

Page 12: 10. Posmo Paradigm

‘it’”). Kalimat serupa yang berbunyi “John ingin sekali untuk

menyenangkan (“John is eager to please”) yang dihasilkan dari

“struktur mendalam” yang sangat berbeda---yaitu, “John ingin sekali

untuk menyenangkan seseorang”---melalui sebuah aturan

transformasi yang berbeda. Bahwa kita secara insting memahami

semua aturan ini, dan bahwa kita dapat mengerti banyak kalimat yang

kacau atau kalimat yang ambigu, mendukung teori suatu grammar

universal.

Jika benar, teori Chomsky menempuh jalan panjang menuju

penjelasan tentang bagaimana manusia itu dapat mengatakan apa

saja yang baru. Jika akuisisi bahasa itu bersifat empirik murni---

dengan kata lain, jika kita mempelajari semua bahasa hanya dari

tindakan mendengar---maka, akan menjadi sulit untuk menjelaskan

bagaimana kita dapat berbicara secara kreatif selain dari sekadar

mengulang-ulang apa yang telah kita dengar. Kemampuan untuk

mengganti kata-kata yang baru dan ide-ide menjadi bentuk-bentuk

kalimat yang telah dipelajari, setidaknya, haruslah bersifat bawaan.

Selanjutnya, Chomsky meyakini, struktur-struktur mendalam

yang terdapat di bawah permukaan bahasa, harusnya mempunyai

beberapa keterhubungan esensial bagi proses konstruksi otak.

Dengan demikian, sebagaimana yang dia kemukakan, bahasa adalah

suatu “cermin dari pikiran” (Reflections on Language, 1975). Dalam

suatu cara yang paling mendasar, apa yang dapat kita pikirkan

Page 13: 10. Posmo Paradigm

sebagai terhubung dengan apa yang dapat kita katakan, tidak harus

karena pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep ini pada esensinya

bersifat linguistik (meskipun beberapa pihak akan mengatakan

demikian), tapi karena organ otak dikonstruk untuk memiliki

pembicaraan, dan cara ia dikonstruk harusnya menentukan cara kita

berpikir.

Ide-ide Chomsky membawa perubahan yang sangat revolusioner

dalam ilmu linguistik dan ilmu kognitif, dan ide-ide ini masih berperan

sangat besar dalam kedua disiplin ilmu ini. (Tapi, pandangan-

pandangan Chomsky telah mengalami perkembangan secara

bertahap; dia sekarang menyusun sebuah versi dari teorinya yang

disebut dengan “minimalism”.). Teori-teorinya jelas mempunyai

keterbatasan-keterbatasan, khususnya ketika ia mulai memahami

memahami tindakan berbicara, yang sangat menarik perhatiannya

daripada tentang hal-hal yang potensial untuk dibicarakan. Dinamika-

dinamika percakapan dan nuansa-nuansa yang tidak disadari tentang

komunikasi praktis, adalah melampaui grammar universal; kadang-

kadang, permukaan itu lebih penting dari kedalaman. Bahwa kita

semua mampu untuk berbicara secara kreatif tidak berarti bahwa kita

semua dapat melakukan itu, dan bahwa kita dapat mengatakan dan

memahami “I love you” atau “Waspadalah terhadap

ocehan tak berguna, putraku” tidak berarti bahwa kita akan

melakukannya.

Page 14: 10. Posmo Paradigm

Dekonstruksi

Tentu saja, ini bukan sebuah pertanyaan tentang memilah-milah kembali konsep yang sama tentang penulisan dan tentang membalik hal-hal yang tidak simetris [pembicaraan atas tulisan] yang sekarang telah menjadi problematis. Ini lebih berupa sebuah pertanyaan tentang memproduksi sebuah konsep baru tentang menulis. Konsep ini dapat disebut dengan gram (sesuatu yang tertulis) atau differance. Peran dari differances, sebenarnya, mengandaikan sintesa-sintesa dan acuan-acuan (referrals) yang mencegah pada momen apapun, atau dalam pemahaman apapun, bahwa sebuah unsur sederhana hadir dalam dan dari dirinya sendiri, yang mengacu hanya pada dirinya sendiri. Apakah dalam tertib (order) wacana pembicaraan atau wacana tulisan, tidak ada unsur yang dapat berfungsi sebagai sebuah tanda tanpa proses mengacu pada unsur lain yang dirinya sendiri, sungguh-sungguh, hadir. Hasil-hasil yang serba jalin-menjalin ini pada masing-masing “unsur”---fonem [unit suara] atau grapheme [tanda tertulis]---yang tersusun pada basis dari jejak di dalamnya dari rangkaian sistem unsur-unsur yang lain. Proses jalin menjalin ini, tenunan ini, adalah teks yang dihasilkan hanya dalam transformasi dari teks lain. Tak ada satupun, tidak juga di antara unsur-unsur, tidak juga dalam sistem, dimana saja berada, yang sungguh-sungguh hadir atau absen. Yang ada hanyalah, dimana saja berada, perbedaan-perbedaan dan jejak-jejak dari jejak-jejak.Jacques Derrida, “Semiologi and Grammatology” (1968)

Well, ini menjelaskan segalanya! Tapi sebenarnya, adalah sulit untuk

menyalahkan siapapun karena melewatkan poin inti dari

dekonstruksi, ketika tulisan seorang dekonstruksionis begitu berbelit-

belit dan kompleks. Meskipun ini dapat menimbulkan sedikit

gangguan untuk melihat istilah dekonstruksi sedang merebak dimana-

mana, dengan cemoohan terhadapnya, ketika kebanyakan dari

mereka yang menggunakan dan mengejek istilah ini tidak mengetahui

apa yang sedang mereka bicarakan.

Page 15: 10. Posmo Paradigm

Au contraire (Sebaliknya), beberapa pihak mengatakan; adalah

para dekonstruksionis, terutama pemimpin mereka, Jacques Derrida

(lahir tahun 1930), yang melakukan penyalahgunaan istilah ini.

Diantara dosa-dosa para pendukung dekonstruksi, kata mereka,

adalah yang memutar-balikkan bahasa dan mengingkari semua yang

benar dan baik. Para pendukung dekonstruksi mengatakan bahwa

tidak ada sesuatu yang disebut dengan kebenaran, bahwa segala

sesuatu bersifat relatif, bahwa nilai-nilai moral adalah suatu ketololan,

dan bahwa makna telah dirampas. Dekonstruksi, singkatnya, berada

di balik semua kejahatan masyarakat modern, dari kebenaran politik

menuju relativisme moral dan relativisme estetika.

Terdapat suatu kadar tertentu dari kebenaran dalam distorsi-

distorsi ini, tapi ini adalah kepanikan yang tidak perlu dan tidak pada

tempatnya. Karena fakta yang sederhana adalah bahwa Derrida dan

rekan-rekan, mereka tidak benar-benar mengadakan kampanye

nihilistik1 untuk menghancurkan kebudayaan. Mereka hanya ingin

menghancurkan tradisi metafisik dalam filsafat Barat, yang dalam

pikiran mereka adalah sebuah benteng dari bahasa absurd yang

dibangun di udara.

Inilah poin utamanya, ringkasnya, bagi siapa saja dari anda

yang dapat hidup tanpa detail-detail: bahkan sejak era sebelum

Sokrates, para filosuf telah merancang ideal-ideal seperti

1 Nihilisme = doktrin yang menyatakan bahwa semua nilai adalah tidak mempunyai dasar dan bahwa tak ada satupun yang dapat diketahui atau dikomunikasikan. Penerjemah.

Page 16: 10. Posmo Paradigm

“kebenaran”, “orisinalitas”, “wujud”, dan “kehadiran”, dan terus

berlanjut untuk mengkonstruk sistem-sistem berdasarkan pada

kategori-kategori ini dan kategori-kategori yang berlawanan dengan

mereka. Mimpi filosofis adalah untuk menemukan dan mengklarifikasi

prinsip-prinsip metafisik yang mendasar ini. Tapi, mereka semua

penuh dengan lubang-lubang, dan upaya apapun untuk mendukung

mereka, secara tak terhindarkan, akan penuh dengan tautologi-

tautologi dan kontradiksi-kontradiksi diri.

Sekarang, untuk detail-detail yang kotor; para pembaca yang

lebih waras mungkin akan terus melanjutkan langkah mereka. Sebuah

awal yang bagus untuk memulai adalah karya terbaik dan paling

terkenal dari Derrida yaitu, Of Grammatology (1967), yang terus

menyerang secara gencar beragam target, termasuk tulisan-tulisan

strukturalis dari Saussure dan Levi-Strauss. Saussure, kata Derrida,

mempublikasikan sebuah kesalahan yang sudah berlangsung sangat

lama dengan memperlakukan pembicaraan (speech) sebagai sesuatu

yang lebih murni dan lebih orisinal daripada tulisan. Pembicaraan

diandaikan sebagai memberi kehadiran dan tubuh bagi pemikiran,

sementara tulisan hanyalah sekadar parasit, sebuah copy yang kalah

penting dari pembicaraan. Derrida menyebut doktrin ini sebagai

logosentrisme.

Saussure dan para pendahulunya tidak hanya berhenti sampai

disini saja. Logosentrisme hanyalah sekadar sebuah gejala dari

Page 17: 10. Posmo Paradigm

kecenderungan metafisik untuk mengobrak-abrik realitas menjadi dua

hal yang saling berlawanan, satu aspek adalah “kebaikan” dan aspek

lain adalah “keburukan”. Bahasa ucapan itu sendiri, dalam pemikiran

Saussure, diperinci menjadi dua bagian yang berlawanan, yang

disebut “hal-hal yang ditandai” (makna-makna) dan “penanda-

penanda” (suara-suara yang menunjuk pada makna-makna); hal-hal

yang ditandai adalah lebih penting dan lebih substansial daripada

penanda-penanda (signifiers), yang adalah tidak bermakna dan netral.

Sebuah daftar parsial dari hal-hal yang berlawanan ini mencakup:

Ucapan : tulisan

Yang ditandai : penanda

Di dalam : di luar

Hadir : absen

Presentasi : representasi

Sentral : marjinal

Serius : retoris

Ada : tidak ada

Benar : salah

Alam : budaya

Para filosuf metafisika memandang dunia ini dalam istilah-istilah yang

sedemikiran rupa dan, sadar atau tidak sadar, memperlakukan unsur

yang pertama dari masing-masing yang berpasangan ini sebagai lebih

orisinal, lebih murni, dan lebih baik daripada unsur yang kedua. Apa

Page 18: 10. Posmo Paradigm

yang tidak mereka lakukan adalah berhenti untuk mempertanyakan

logika dari pembuatan pembedaan-pembedaan seperti ini. Tidak juga

mereka menjelaskan bagaimana perbedaan-perbedaan semacam ini

dapat muncul di tempat pertama jika ucapan, alam, dan lain-lain,

adalah begitu murni, hadir dan baik.

Tujuan dari dekonstruksi adalah tidak untuk membatalkan hal-

hal yang berlawanan seperti ini, yang akan menjadi cukup idealistis

dan romantis. Tidak juga ia ingin menunjukkan bahwa istilah-istilah

yang merupakan unsur kedua (tulisan, penanda, dapat di-indera, dll)

ini adalah lebih baik dalam kenyataan ketimbang unsur yang pertama

(ucapan, yang ditandai, hal yang dapat dimengerti, dll), yang akan

hanya berupa memainkan game yang sama yang merupakan langkah

mundur. Tapi, tujuan dekonstruksi lebih untuk menunjukkan bahwa

perbedaan-perbedaan diantara istilah-istilah di atas, menyembunyikan

suatu saling-ketergantungan atau atau kesamaan.

Marilah kita ambil contoh tentang pembedaan antara

ucapan/tulisan. Dalam penjelasan filsafat tradisional, ucapan

disetarakan dengan “kehadiran” dari seorang pembicara, dengan

beberapa pemahaman. Sang pembicara hadir dalam tubuh saat dia

berbicara, tapi pembicaraannya juga merupakan presentasi langsung

dari pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaannya. Tulisan, pada

sisi lain, didefinisikan dengan ketidakhadiran dari sang penulis: anda

dapat membaca kata-kata Rousseau meskipun Rousseau telah mati.

Page 19: 10. Posmo Paradigm

Ketidakhadiran Rousseau secara fisik juga membuat upaya untuk

memahami berbagai hal yang dimaksudkan oleh Rousseau menjadi

sulit: jika satu dari kalimat-kalimatnya tampai ambigu atau

membingungkan, anda tidak dapat menelponnya untuk menanyakan

apa yang dia maksudkan. Dengan menetapkan makna yang “benar”

dari karya tulisnya adalah termasuk membuat dugaan yang

berdasarkan pada pengetahuan.

Penolakan Derrida, terletak pada, bahwa ucapan (speech) itu

tidak lebih aman ketimbang tulisan dari (bahaya) ketidakhadiran,

kebingungan, atau kesalahan. Ucapan, dalam kenyataan, adalah

semua hal tentang ketidakhadiran, ketika jika sesuatu itu hadir

(terlihat oleh) di depan mata atau pikiran dan maknanya atau

tujuannya telah menjadi jelas, maka, tidak akan ada alasan untuk

membicarakannya. Kita berbicara untuk menujukan pada berbagai

hal---obyek-obyek, ide-ide, sikap-sikap, dan lain sebagainya---yang

belum ada disana atau yang belum menjadi jelas. Dan ketika kata-kata

tidak memerintahkan berbagai hal yang diucapkan untuk menjadi

hadir, mereka hanya memperkuat kembali ketidakhadiran mereka.

Meskipun kita berbicara untuk menghadirkan apa yang tidak

hadir, untuk mengisi ruang, dan untuk mengimbangi kebisuan

(silence) dan kehampaan, dalam kenyataan, semua yang kita lakukan

adalah menghasilkan penanda-penanda, bukan menghasilkan hal-hal

yang ditandai. Inilah yang dimaksudkan Derrida ketika dia, secara

Page 20: 10. Posmo Paradigm

ambigu, menyindir bahwa “Il n’y a pas de hors-text”---Tidak ada yang

ada di luar teks.” Dengan jargon “teks” ini, dia memaksudkan sebagai

menelusuri perbedaan-perbedaan, penggunaan tanda-tanda (marks)

untuk memisahkan ini dari itu atau untuk menandai apa yang tidak

hadir.

Ucapan adalah sama tekstualnya dengan tulisan, sama mudah

membuat bingung, dan sama sama mudah disalah-tafsirkan. Kita

mempunyai semua argumen-argumen itu yang tidak pernah berakhir,

dimana kata-kata kita hanya menciptakan lebih banyak perbedaan-

perbedaan lagi, bukan kesepakatan. Dan ucapan, jauh dari membuat

berbagai hal atau ide-ide menjadi sepenuhnya jelas dan hadir dan

dengan demikian membuat setiap orang menjadi terdiam, tampaknya,

secara tak terhindarkan, akan memprovokasi lebih banyak ucapan.

Bagaimana saya mengklarifikasi apa yang saya maksudkan? Saya

menggunakan kata-kata, tau tanda-tanda. Tapi, apakah tanda-tanda

ini jelas? Dan sebagainya dan sebagainya.

Tidak ada satupun yang berada di luar rangkaian

ketidakhadiran dan acuan ini, demikian pendapat Derrida. Bahkan

untuk mengucap kata “di dalam” dan “di luar”, (tidak terlepas dari)

menggunakan dan menerapkan kategori-kategori lama yang sama

yang mengasumsikan bahwa semua hal yang baik seperti kehadiran

dan wujud (being) telah dihancurkan oleh hal-hal yang buruk seperti

ketidakhadiran dan ketiadaan. Bahwa pernah ada satu periode waktu,

Page 21: 10. Posmo Paradigm

pernah ada suatu keadaan yang alami, yang bebas dari

ketidakhadiran, perbedaan-perbedaan, dan tekstualitas menyerang

dia hingga dalam kadar tertentu membuat dia menjadi sangat ragu---

sebuah fantasi metafisik.

Tanda-tanda yang terucap atau yang tertulis adalah bersifat

mereproduksi dan menduplikasikan-diri. Penanda-penanda terus

mengalir seperti sebuah aliran sungai. Tidak tempat untuk istirahat

dalam wacana, tidak ada kata akhir, tidak ada jangkar transendental,

tidak ada kebenaran akhir atau kehadiran dimana kita dapat

memerintahkan untuk berhenti pada semua pembicaraan dan semua

tulisan. Bagaimana mungkin seseorang dapat memutuskan apa yang

benar, apa yang otentik, apa yang eksis kecuali melalui wacana?

Ucapan dan “tulisan” (dalam definisi Derrida yang lebih luas)

membentuk suatu sistem yang membungkus dan melingkupi yang

hanya merupakan konteks itu sendiri: jika anda mencari sebuah kata

di dalam kamus, anda mendapatkan lebih banyak kata-kata, dimana

anda kemudian mencari hanya untuk memperoleh lebih banyak kata-

kata lagi, dan seterusnya dan demikian seterusnya. Tak ada satu pun

di luar bahasa yang dapat menjamin kebenarannya, keotentikannya,

kehadirannya, atau maknanya; bukti-bukti, demonstrasi-demonstrasi,

argumen-argumen, pembandingan-pembandingan, dan kontras-

kontras, semua itu adalah gestur-gestur linguistik (“diskursif”). Poin

inti Derrida, kemudian adalah, bukan bahwa tak ada satupun yang

Page 22: 10. Posmo Paradigm

bermakna apapun, tapi lebih berupa, bahwa terdapat lebih banyak

“makna” yang menyebar daripada makna yang dapat dikontrol oleh

seseorang.

Derrida “men-dekonstruksi” beberapa oposisi (hal-hal yang

berlawanan) metafisika kunci, seperti pusat/pinggir dan

kehadiran/ketidakhadiran. Pada masing-masing kasus, dia

menunjukkan bahwa istilah yang pertama kali disebut, tidak pernah

mencukupi dirinya sendiri (self-sufficient), tapi selalu memahami

hanya dalam relasi untuk istilah yang kedua: sebuah lingkaran

mempunyai sebuah pusat hanya karena mempunyai sebuah “pinggir”

atau perimeter (batas terluar dari sebuah area); sesuatu itu hadir

hanya dalam relasi dengan ketidakhadiran potensialnya dan

ketidakhadiran aktual dari hal-hal lainnya. Ide-ide yang kita

pertimbangkan sebagai “sentral” bagi tradisi Barat adalah bukan

karena mereka, secara jelas dan secara tidak meragukan, menyingkap

suatu kebenaran transendental, tapi karena masyarakat telah

menciptakan mereka secara demikian. Mereka menjadi sentral oleh

suatu proses sejarah.

Jadi, Derrida tidak mengingkari bahwa kebenaran, keindahan,

dan kebaikan itu eksis---karena mereka memang eksis, sebagai fungsi-

fungsi, dalam semua budaya. Tapi lebih berupa, Derrida mengingkari

bahwa mereka adalah realitas-realitas transendental yang eksis di

luar dan menjamin konsep-konsep manusiawi, wacana, dan sejarah.

Page 23: 10. Posmo Paradigm

Singkatnya, orang-orang akan terus bicara dan bicara tanpa ada

akhir, dan tidak ada kebenaran absolut atau kehadiran absolut yang

akan pernah turun dari atas untuk menghentikan mereka. Dimana

semua ini menimbulkan situasi stres dan situasi menyenangkan

sekaligus.

“Desa Global”

Media elektronik yang dimiliki manusia pasca melek huruf (post-literate), membuat dunia ini berkerut dan menyusut menjadi sebuah desa atau suku dimana segala sesuatunya terjadi terhadap setiap orang pada waktu yang sama: setiap orang mengetahui tentang, dan oleh karena itu, berpartisipasi di dalamnya, segala sesuatu yang sedang terjadi di menit pertama ia terjadi. Televisi memberi sifat simultanitas (terjadi pada waktu yang bersamaan) ini pada peristiwa-peristiwa di desa global ini. Marshall McLuhan, Explorations in Communication (1960), Introduction

Marshall McLuhan (1911-1980) begitu intens menjelaskan

keseluruhan budaya Barat bahwa dia membiarkan banyak detail yang

terlewatkan. Bahkan generalisasi-generalisasi sedikit dibelokkan dan

jangkauannya melampaui rengkuhannya; tapi poin-poin utamanya

adalah jelas dan wawasan-wawasannya sangat menarik dan

memesona.

Mcluhan meramalkan suatu pergeseran budaya, secara tak

terduga, yang direkayasa oleh teknologi canggih, terutama sekali oleh

media elektronik. Hasilnya adalah “desa global” demikian dia

Page 24: 10. Posmo Paradigm

menamainya pada tahun 1960. Ini adalah sebuah dunia dimana

peristiwa-peristiwa yang berjauhan lokasinya, dapat dikomunikasikan

dan dialami secara spontan, melalui radio, televisi, dan, setelah

kematiannya, mesin faks dan jaringan komputer. Ruang mengalami

kolaps, waktu dimampatkan, dan dengan terjadinya ini, cair pula

batasan-batasan dari dunia-dunia tradisional dan parokial (pandangan

yang sempit dan terbatas). Seperti hubungan bertetangga dan

negara. Hidup kita menjadi saling terjalin berkelindan dengan semua

orang.

Ini adalah observasi yang fundamental, tapi McLuhan

melangkah lebih jauh lagi. Dia menjelaskan (secara lebih terperinci)

teorinya yang lebih luas dalam The Gutenberg Galaxy (1962), yang

dimulai dengan pendahuluan proses cetak-mencetak di Eropa.

McLuhan mengklaim bahwa penemuan Gutenberg ini lebih besar

maknanya ketimbang membuat buku-buku tersebar dan tersedia

secara lebih luas; ia juga merevolusionerkan kesadaran. Bangsa

Yunani kuno, setelah mengadopsi apfabet fonetik, menjadi mampu

untuk merekam ide-ide dalam urut-urutan yang linear, dan oleh

karena itu, mampu untuk berpikir secara rasional dan linear; proses

mencetak menyebarkannya ke seluruh budaya Barat. Dan dengan

membuat teks-teks menjadi tersedia, proses mencetak ini telah

mengembangkan dan memajukan suatu relasi baru diri manusia

dengan masyarakatnya: budaya-budaya buku (tradisi membaca)

Page 25: 10. Posmo Paradigm

adalah budaya-budaya yang bersifat individualistik dan introspektif,

yang penekanannya bertumpu pada “kebebasan pemikiran” dan

analisa yang bebas dari bias dan bebas dari kepentingan pribadi.

Pada masyarakat yang belum melek huruf, situasinya sangatlah

berbeda. Budaya sebelum membaca buku---budaya oral---dipusatkan

pada pembicaraan dan mendengar; pengetahuan disampaikan oleh

generasi yang lebih tua, dan tradisi (lebih dari inisiatif individu)

mendominasi aktivitas budaya. Dalam analisa McLuhan, pengalaman

berpusat pada sensasi aura adalah lebih konkret dan lebih komunal,

lebih langsung dan dramatik dan emosional, daripada pengalaman

visual yang terutama berlangsung melalui teks-teks. Suatu dunia

suara adalah sebuah dunia tentang gerak dan aktivitas, dimana semua

pengalaman dikonsentrasikan di masa sekarang. Dunia visi, pada sisi

lain, adalah sebuah dunia yang berjarak dan abstraksi, yang tidak

bias. Kebanyakan dari apa yang kita lihat, yang dipertentangkan

dengan mayoritas apa yang kita dengar, bertempat tinggal dalam satu

tempat dan tetap tidak mengalami perubahan. Kebanyakan dari apa

yang kita lihat, yang dipertentangkan dengan mayoritas apa yang kita

dengar, adalah tidak ditujukan kepada kita dan tidak secara langsung

melibatkan kita. Kita berada pada jarak yang lebih jauh dari dunia

visual; kita dapat mengelilinginya, membelakanginya,

menganalisanya, meletakkannya dalam perspektif.

Page 26: 10. Posmo Paradigm

Di periode karirnya yang lebih awal, McLuhan telah

memenangkan nilai-nilai rasionalistik dan linear dari budaya buku,

dimana dia melihatnya terancam oleh radio dan televisi. Dalam karya-

karya ilmiah selanjutnya, dia memperkuat serangan dan pada saat

yang sama menghentikan vonis-vonis tentang nilai. Teknologi-

teknologi baru membuat kita benar-benar kalah, mereka

menghancurkan (secara bertahap) perspektif-perspektif yang

bergantung pada jarak waktu dan ruang, mereka menghancurkan

(secara bertahap) analisa dan dan membuka secara paksa apa yang

tampaknya telah tertutup; tapi, ini tidak harus menjadi sesuatu yang

buruk. Dalam salah satu aspek, proses mengalir, keterpisahan dan

ketakterhubungan, kehadiran yang bersifat abadi dari pengalaman

media massa, dengan menghapus batasan-batasan, membawa kita

lebih dekat kepada realitas yang semakin berjarak lagi, dimana ilmu

fisika telah menunjukkan hal ini sebagai dikonstruksi yang

berdasarkan pada medan-medan terbuka dan kemungkinan-

kemungkinan daripada berdasarkan pada obyek-obyek yang telah

dibakukan (fixed) dan kepastian-kepastian. Dalam pandangan

McLuhan, terdapat sesuatu yang sangat memiskinkan tentang sebuah

budaya yang terobsesi dengan dunia visual ini: budaya semacam ini

sangat tidak menyatu dan menyeluruh, tidak menyentuh kekayaan

dari pengalaman yang dikomunikasikan secara langsung melalui

semua indera.

Page 27: 10. Posmo Paradigm

Media elektronik mengembalikan kita kepada situasi “desa”

dalam banyak cara daripada hanya satu cara. “Sekarang ini,”

ramalan-ramalan McLuhan dalam The Gutenberg Galaxy, “kita

bergerak kembali dengan sangat cepat menuju sebuah dunia tentang

pengalaman mendengar dari peristiwa-peristiwa yang terjadi secara

simultan dan kesadaran yang komprehensif.” Teknologi-teknologi

baru “men-suku-kan” kita kembali (retribalize), membawa kita

kembali ke periode waktu dimana realitas bersifat lebih langsung dan

lebih dangkal sepenuhnya, dihadapan kemenangan abstraksi,

keberjarakan, dan garis linear satu dimensi, yang begitu sempurnanya

terkandung dalam ilmu pengetahuan mekanistik dari Descartes dan

Newton, dan tempat-tempat perakitan dari pabrik-pabrik di abad dua

puluh. Media massa yang populer, katanya, “tidak menawarkan visi

yang tunggal, tidak menawarkan sudut pandang, tapi menawarkan

suatu mosaik (desain gambar yang harus disusun melalui kepingan-

kepingan gambar agar menjadi utuh) dari kerangka berpikir dan

sikap-sikap dari kesadaran kolektif.” Sekarang ini, “ilmu pengetahuan

dan metode kita tidak memperjuangkan suatu sudut pandang, tidak

mengupayakan metode yang tertutup dan perspektif, tapi

mengupayakan ‘medan’ yang terbuka dan vonis yang ditunda untuk

sementara waktu. Hal sedemikian ini sekarang merupakan satu-

satunya metode yang mampu bertahan dan berkembang dibawah

Page 28: 10. Posmo Paradigm

kondisi-kondisi dari gerakan informasi secara serentak dan saling

ketergantungan total manusia.”

seseorang mungkin merasa enggan untuk mendukung

antusiasme McLuhan ini. Jika semua umat manusia sekarang ini

menjadi satu suku yang berterima kasih kepada CNN dan Internet,

maka, klan-klan dan kerabat-kerabatnya masih mampu untuk

berperilaku yang tidak terpuji. Peristiwa-peristiwa membuktikan

bahwa dalam desa global ini, kita belum menjadi satu keluarga besar

yang bahagia. Ini barangkali setara dengan memberi peringatan

adanya bahaya bahwa ritual magis dari suku ini sekarang,

berdasarkan pengakuan langsung dari pribadi McLuhan sendiri,

kewenangannya diambil alih oleh para pendeta periklanan. “Sekali

lagi,” dia melaporkan dengan sikap netral, siapapun anak kecil yang

lahir di Barat sekarang ini, tumbuh dan berkembang dalam jenis

[kesukuan] dari dunia repetitif magis ini ketika dia mendengar

tayangan iklan-iklan di radio dan TV.” Desa global ini disatukan bukan

hanya oleh aliran informasi dan citra-citara yang bersifat spontan,

tapi juga oleh dari McDonald’s dan film-film Terminator yang merebak

dimana-mana di berbagai penjuru dunia ini. Saya pikir, saya harus

berpartisipasi untuk membaca sebuah buku sekarang ini.

“The Medium Is the Message”

Page 29: 10. Posmo Paradigm

Dalam suatu budaya yang kita punyai, yang telah lama dibiasakan untuk memilah-milah dan membagi berbagai hal sebagai suatu sarana kontrol, ini kadang-kadang agak mengejutkan untuk diingat bahwa, dalam fakta praktikal dan operasional, media ini adalah pesan. Ini sekadar untuk mengatakan bahwa konsekuensi-konsekuensi dari media apapun secara personal maupun secara sosial---yaitu, terkait dengan perluasan (extension) diri kita---yang dihasilkan dari skala baru, yang diperkenalkan ke dalam urusan-urusan kita oleh masing-masing dari perluasan diri-diri kita ini, atau melalui teknologi baru apa saja.Marshall McLuhan, Understanding Media: The Extensions of Man (1964)

Jika anda mendapati sindiran dari Marshall McLuhan bahwa “media

adalah pesan” ini agak sedikit membingungkan, jangan merasa

bingun, karena ia memang bersifat samar dan tidak jelas. McLuhan

ingin membuat diri anda bingung untuk memahami apa yang dia

maksudkan---yaitu, dia ingin menjadi “cool”, sebuah istilah yang akan

saya jelaskan berikut ini. Untuk menerjemahkan secara sederhana,

McLuhan sedang mengatakan “media-media yang

mengkomunikasikan mempunyai lebih dari satu pengaruh (pesan)

dibandingkan dengan informasi apa saja yang ia komunikasikan.”

McLuhan memandang teknologi-teknologi komunikasi sebagai

perluasan dari tubuh-tubuh dan indera-indera kita---kamera adalah

perluasan dari mata, radio adalah perluasan dari telinga, dan

seterusnya. Ide besar dia adalah bahwa teknologi-teknologi ini tidak

pernah bersikap netral---bahwa mereka bukan sekadar media-media

yang jelas untuk menyampaikan pesan-pesan. Lebih tepatnya adalah

bahwa ketika mereka memperluas indera-indera kita yang

Page 30: 10. Posmo Paradigm

ditransformasi oleh mereka, dengan mengubah hubungan kita

terhadap ruang dan waktu dan mempengaruhi interaksi-interaksi kita

dengan dunia.

Penemuan tulisan, misalnya, bukan hanya memperluas kuasa

kita untuk berbicara menyeberangi ruang dan waktu, ia juga

membuat mungkin perkembangan dari pemikiran rasional dan

analitik, yang mentransformasikan hubungan-hubungan laki-laki dan

perempuan terhadap alam dan terhadap satu sama lain. Dan

penemuan-penemuan dari mesin cetak dan buku, yang melahirkan

dan mengembangkan tradisi membaca dan berrefleksi yang dilakukan

secara menyendiri, terpisah dari orang-orang lain, adalah hal-hal yang

sangat esensial bagi perkembangan individualisme yang berlangsung

pada abad tujuh belas. “Pesan” (hasil, pengaruh) dari tulisan adalah

pemikiran analitik; “pesan” dari mesin cetak adalah individualisme.

McLuhan, meskipun terlatih sebagai seorang Profesor dalam

bahasa Inggris, adalah sangat dikenal atas tulisan-tulisannya tentang

media elektronik, televisi secara khusus. Dia menyebut televisi

sebagai sebuah media yang bersifat “rileks” (cool), yang disifatkan

dengan keakraban dan privasi, citra-citra yang mengandung definisi

tentang berbagai hal yang remeh (low-definition) dan ide-ide yang

sangat menuntut partisipasi para pemirsanya. (Media “hot” seperti

film dan percetakan, menghadirkan citra-citra yang didefinisikan

secara jelas dan mendetail serta mendorong konsumsi pasif).

Page 31: 10. Posmo Paradigm

Meskipun McLuhan menyetujui kritik-kritik yang menyatakan

bahwa TV telah mengubah masyarakat secara radikal, dia mencibir

upaya-upaya moralistik mereka untuk menyensor atau mempersingkat

program-program tayangan tertentu. Dia mengklaim bahwa isi dari

(pemrogaman) TV adalah tidak relevan; apa yang sedang mengubah

masyarakat, lebih tepatnya, adalah stimulasi media tentang cara-cara

melihat pada dunia secara baru dan lebih aktif, dimana “informasi”

menjadi kurang penting dibandingkan dengan pola-pola merasa dan

keikut-sertaan (oartisipasi). Cara dia yang romantis dengan

mengajukan poin ini adalah bahwa televisi memperkenalkan kembali

anak-anak muda kepada pemikiran “mitis”, “visi yang instan dari

sebuah proses yang kompleks yang biasanya meluas hingga periode

waktu yang lama.

Televisi, menegasikan ruang dan waktu dengan membawa abad-

abad sejarah dan semua sudut-sudut dari belahan dunia ini ke dalam

kamar-kamar kita setiap malam. Dengan kata lain, ia telah membantu

menciptakan suatu “desa global”. Namun, dalam prosesnya, televisi

“mendinginkan” apa yang ia sajikan, dengan mengurangi konflik-

konflik dan membuat datar (membosankan) kepribadian-kepribadian,

membuatnya menjadi mungkin untuk melompat dari meng-cover

peperangan ke iklan komersial produk bir. Definisi yang remeh dan

tidak penting, keikut-sertaan (partisipasi), “pesan” TV yang

berorientasi pada proses, barangkali sangat baik digambarkan dengan

Page 32: 10. Posmo Paradigm

contoh acara-acara TV yang sukses seperti “The People’s Court” dan

“America’s Funniest Home Videos”; kesimpulan-kesimpulan logisnya

adalah bahwa iklan-iklan “gelombang baru” yang elusif (cenderung

rumit) ini dan parade yang bergairah dari pola-pola mitis ini, MTV.

McLuhan meramalkan bahwa transformasi televisi terhadap

masyarakat, pada akhirnya, akan menjadi usang dan tak berguna

lagi---dan ramalannya ini menjadi benar dengan kemunculan buku-

buku komputer dan kematian surat kabar secara perlahan-lahan.

(Semua ini masih terlihat hidup lebih seperti layar-layar TV setiap

tahun, dengan foto-foto warna padi-padian dan grafik-grafik yang

mengandung informasi yang menghibur. Harian USA Today menjual

kotak-kotak yang dibentuk seperti perangkat TV). Tapi, dia juga

mengatakan bahwa ketika citra televisi mencapai ketajaman dan

definisi tentang film, ia akan tidak lagi menjadi televisi, karena ia

tidak lagi menjadi bersifat cool (rileks). Andaikan dia hidup kembali

untuk menyaksikan HDTV (dia meninggal tahun 1980), dia mungkin

sekarang ini akan memprediksi kematian dari tube sebagaimana kita

mengetahuinya.

Virtual Reality (Realitas Maya)

“Realitas virtual” adalah sebuah frasa tentang dunia maya yang

banyak dibicarakan oleh orang-orang sekarang ini, tapi, apakah ia

Page 33: 10. Posmo Paradigm

benar-benar eksis? Tidak---setidaknya menurut beberapa kamus yang

pernah saya lihat. Sebagai bahasa, maka, ia hanya bersifat maya, dan

hal yang sama mungkin juga dapat dikatakan atas realitas yang

dihasilkannya. Cara yang paling sering digunakan oleh mayoritas

orang untuk mengarungi dunia maya adalah dengan memainkan video

game yang sangat dipuja, yang menampilkan “jalan setapak yang

beratap di alam maya” (“virtual arcade”).

Lalu, apa intinya? Intinya adalah bahwa ia akan datang segera

dan memasuki rumah anda. Ketika komputer menjadi semakin kuat,

semakin berpengaruh, dan semakin murah harganya dari hari ke hari,

mereka membuka lebih banyak kemungkinan untuk simulasi-simulasi

yang lebih meyakinkan tentang situasi-situasi kehidupan-nyata.

Realitas yang dihasilkan oleh komputer tentang masa depan ini,

bukan sekadar gambar yang sangat jelas. Ia akan menjadi, kata “nabi-

nabi” suatu gambar berdefinisi tinggi yang dapat anda masuki secara

maya.

Istilah “realitas maya” berkembang berdasarkan jargon

komputer, dimana “maya” aslinya bermakna “tidak hidup, tapi dibuat

tampak nyata melalui software”. (Istilah ini pertama kali digunakan

pada tahun 1959, dalam frasa, “memori maya”, yang masih digunakan

sekarang ini dan yang berarti “ruang hard-disk yang dirancang oleh

sistem software untuk digunakan seolah-olah ia adalah akses memori

secara acak (RAM = Random Access Memory). Dengan demikian,

Page 34: 10. Posmo Paradigm

realitas maya---suatu pengalaman sensoris yang diciptakan oleh

software komputer---suatu simulasi tiga dimensi yang, pada titik

terbaiknya, dapat dilihat, dirasa, didengar, dan tercium seperti

realitas.

Seperti banyak teknologi-teknologi baru lainnya, realitas maya

telah dikembangkan di industri pertahanan (militer) Amerika. Realitas

maya yang sangat mirip dengan aslinya adalah simulator-simulator

pesawat terbang yang dikembangkan untuk melatih pilot-pilot tempur

di akhir tahun 1940-an. Dengan menggunakan simulator-simulator ini,

para pilot dapat menguasai berbagai macam skenario-skenario

berbahaya tanpa membahayakan diri mereka (atau membahayakan

mesin pesawat yang sangat mahal harganya). Satu dekade kemudian,

menurut Howard Rheingold dalam Virtual Reality (1991), sinemator

Hollywood, Morton Helig, telah memikirkan dan merakit “Simulator

Sensorama” pertamanya, suatu ruang-ruang yang bersekat-sekat

dengan jalan setapak yang dilengkapi dengan tangkai pemutar dan

sebuah lempengan ceper untuk memasuki pengalaman maya untuk

mengendarai motor (salah satu dari program-program yang tersedia)

melalui jalanan Brooklyn.

Tapi, alat mekanis (gadget) dari Helig ini, yang melampaui visi

untuk membungkus semua indera, tidak pernah dilirik oleh berbagai

pihak. Baru pada tahun 1980-an, ketika Departemen Pertahanan dan

NASA menyadari potensi penting dari realitas maya (yang kemudian

Page 35: 10. Posmo Paradigm

dipercanggih di M.I.T. dan di tempat-tempat lain) dimana teknologi ini

membutuhkan perhatian serius dan banyak uang. Yang membuat

realitas maya ini melampaui simulasi adalah bahwa bukan cuma

sekadar mengimitasi atau mensimulasi sebuah pengalaman, ia

mensimulasikan lingkungan dan kondisi-kondisi yang memungkinkan

untuk menciptakan pengalaman-pengalaman baru yang aktual. Ini

adalah realitas yang terjadi dalam suatu lingkungan maya.

Semakin hari, pengalaman maya ini semakin menjadi lebih

akrab. Hingga sekarang ini, basis teknologi dari realitas maya ini---

yang menggunakan helm, “power glove”, goggles, dan komputer

kabel milik perseorangan---secara relatif masih kasar dan belum

matang, terutama dalam aplikasi-aplikasi komersialnya. Tapi, terdapat

ide-ide besar untuk aplikasi-aplikasi mendatang: bangunan-bangunan

virtual yang dapat anda “lalui” sebelum mereka dibangun; komunikasi

maya jarak jauh, dimana anda dapat menjangkau dan mengontak

seseorang yang berjarak ribuan mil; manipulasi virtual dari molekul-

molekul dengan kekuatan tangan seseorang yang terbungkus sarung

tangan (power-gloved hands); perjalanan virtual melalui tubuh

seorang pasien; konferensi bisnis virtual. (Ucapkan selamat tinggal

pada pertemuan bisnis yang membutuhkan banyak biaya ke Vegas

dan Frisco). Ide besar bagi kebanyakan orang, tentu saja, adalah seks

virtual; tapi, saya tidak ingin menganggap baik hal ini pada simulasi

komputer (sangat memprihatinkan) di era kita sekarang.

Page 36: 10. Posmo Paradigm