10-masyarakat madani

Download 10-Masyarakat Madani

If you can't read please download the document

Upload: anggia-wulansari

Post on 04-Aug-2015

125 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

10MASYARAKAT MADANII. PENGANTARateri tentang Masyarakat Madani ini akan memberikan penjelasan kepadaMsaudara tentang apa yang disebut dengan masyarakat madani, sejarah dan perkembangan masyarakat madani, pilar-pilar penegak terwujudnyamasyarakat madani, keterkaitan masyarakat madani dengan proses demokrasi serta prosepk masyarakat madani di Indonesia. Di akhir perkuliahan ini diharapkan saudara dapat: 1. menjelaskan konsep masyarakat madani 2. mengaplikasikan nilai-nilai masyarakat madani 3. menganalisa posisi masyarakat madani dalam suatu negara 4. mengkritisi fenomena-fenomena yang menyimpang dari nilai-nilaimasyarakat madani, terutama fenomena yang terjadi dan berkembang di Indonesia.Civic Education-Masyarakat Madani338II. ISTILAH-ISTILAH PENTING1. Tolerans 2. Demokratis 3. Beradab 4. Free Public Sphere 5. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 6. Pluralitas 7. Egaliter 8. Social justice 9. CivilityIII. DESKRIPSI MATERIPengertian Masyarakat MadaniAdanya beberapa kasus yang berkenaan dengan penindasan rakyat yang dilakukan oleh penguasa merupakan realitas yang sering kita lihat dan kita dengar dalam setiap pemberitaan pers, baik melalui media elektronika maupun media cetak. Sebut saja kasus penindasan yang terjadi di Indonesia ketika Orba masih berkuasa, yakni penindasan terhadap keberadaan hak tanah rakyat yang diambil oleh penguasa dengan alasan pembangunan. Atau juga realitas pengekangan dan pembungkaman kebebasan pers dengan adanya pembredelan beberapa media massa oleh penguasa, serta pembantaian para ulama (kiayi) dengan dalih dukun santet sekitar tahun 1999 yang dilakukan oleh kelompok oknum yang tidak bertanggung jawab. Melihat bagian kecil dari realitas tersebut, apa yang saudara pikirkan ketika saudara mendengar atau melihat juga fenomena pembantaian massal?, dan apa yang saudara pikirkan ketika mendengar dan mengetahui penculikan para aktivis demokrasi di berbagai negara, termasuk di Indonesia?, serta apa yang saudaraCivic Education-Masyarakat Madani339lakukan ketika menyaksikan pembatasan ruang publik (public sphere) untuk mengemukakan pendapat di muka umum?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut pada akhirnya akan bermuara pada perlunya dikaji kembali kekuatan rakyat/masyarakat (civil) dalam konteks interaksirelationship, baik antara rakyat dengan negara, maupun antara rakyat dengan rakyat. Kedua pola hubungan interaktif tersebut akan memposisikan rakyat sebagai bagian integral dalam komunitas negara yang memiliki kekuatan bergaining dan menjadi komunitas masyarakat sipil yang memiliki kecerdasan, analisa kritis yang tajam serta mampu berinterkasi di lingkungannya secara demokratis dan berkeadaban. Kemungkinan akan adanya kekuatan civil sebagai bagian dari komunitas bangsa ini akan mengantarkan pada sebuah wacana yang saat ini sedang berkembang, yakni Masyarakat Madani. Wacana Masyarakat Madani ini, merupakan wacana yang telah mengalami proses yang panjang. Ia muncul bersamaan dengan proses modernisasi, terutama pada saat terjadi transformasi dari masyarakat feodal menuju masyarakat Barat modern, yang saat itu lebih dikenal dengan istilah civil society. Dalam tradisi Eropa (sekitar pertengahan abad XVIII), pengertian civil society dianggap sama dengan pengertian negara (state) yakni suatu kelompok/kekuatan yang mendominasi seluruh kelompok masyarakat lain. Akan tetapi pada paruh abad XVIII, terminologi ini mengalami pergeseran makna. State dan civil society dipahami sebagai dua buah entitas yang berbeda, sejalan dengan proses pembentukan sosial (social formation) dan perubahan-perubahan struktur politik di Eropa sebagai pencerahan (enlightenment) dan modernisasi dalam menghadapi persoalan duniawi (Hikam, AS,1999). Sebagai sebuah wacana kontemporer, maka sampai saat ini pun belum ada satu kesepakatan rumusan teoritis dan konsep yang baku tentang konsep Masyarakat Madani. Oleh karena itu, dalam mendefinisikan terma Masyarakat Madani ini sangat bergantung pada kondisi sosio-kultural suatu bangsa, karena bagaimanapun konsep masyarakat madani merupakan bangunan terma yang lahir dari sejarah pergulatan bangsa Eropa Barat.Civic Education-Masyarakat Madani340Sebagai titik tolak, di sini akan dikemukakan beberapa definisi masyarakat madani dari berbagai pakar di berbagai negara yang menganalisa dan mengkaji fenomena civil society ini. Pertama, definisi yang dikemukakan oleh Zbigniew Rau dengan latar belakang kajiannya pada kawasan Eropa Timur dan Uni Sovyet. Ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani merupakan suatu masyarakat yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang di mana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Ruang ini timbul diantara hubunganhubungan yang merupakan hasil komitmen keluarga dan hubungan-hubungan yang menyangkut kewajiban mereka terhadap negara. Oleh karenanya, maka yang dimaksud masyarakat madani adalah sebuah ruang yang bebas dari pengaruh keluarga dan kekuasaan negara. Tiadanya pengaruh keluarga dan kekuasaan negara dalam masyarakat madani ini diekspresikan dalam gambaran ciri-cirinya, yakni individualisme, pasar (market) dan pluralisme. Batasan yang dikemukakan oleh Rau ini menekankan pada adanya ruang hidup dalam kehidupan sehari-hari serta memberikan integritas sistem nilai yang harus ada dalam masyarakat madani, yakni individualisme, pasar (market) dan pluralisme. Kedua, yang digambarkan oleh Han Sung-joo dengan latar belakang kasus Korea Selatan. Ia mengatakan bahwa masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang terbebas isu-isu dari negara, suatu ruang warga publik negara yang yang mampu mampumengartikulasikanpolitik,gerakanmengendalikan diri dan independen, yang secara bersama-sama mengakui normanorma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini. Konsep yang dikemukakan oleh Han ini, menekankan pada adanya ruang publik (public sphere) serta mengandung 4 (empat) ciri dan prasyarat bagi terbentuknya masyarakat madani, yakni pertama, diakui dan dilindunginya hak-hak individu dan kemerdekaan berserikat serta mandiri dari negara. Kedua, adanyaCivic Education-Masyarakat Madani341ruang publik yang memberikan kebebasan bagi siapa pun dalam mengartikulasikan isu-isu politik. Ketiga, terdapatnya gerakan-gerakan kemasyarakatan yang berdasar pada nilai-nilai budaya tertentu. Keempat, terdapat kelompok inti diantara antara kelompok pertengahan yang mengakar dalam masyarakat yang menggerakan masyarakat dan melakukan modernisasi sosial ekonomi. Ketiga, definisi yang dikemukakan oleh Kim Sunhyuk, juga dalam konteks Korea Selatan. Ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam masyarakat yang secara relatif otonom dari negara, yang merupakan satuan-satuan dasar dari (re) produksi dan masyarakat politik yang mampu melakukan kegiatan politik dalam suatu ruang publik, guna menyatakan kepedulian mereka dan memajukan kepentingankepentingan mereka menurut-prinsip-prinsip pluralisme dan pengelolaan yang mandiri. Definisi ini menekankan pada adanya organisasi-organisasi kemasyarakat yang relatif memposisikan secara otonom dari pengaruh dan kekuasaan negara. Eksistensi organisasi-organisasi ini mensyaratkan adanya ruang publik (public sphere) yang memungkinkan untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan tertentu. Berbagai batasan dalam memahami terma masyarakat madani di atas, jelas merupakan suatu analisa dari kajian kontekstual terhadap performa yang diinginkan dalam mewujudkan masyarakat madani. Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan aksentuasi dalam mensyaratkan idealisme masyarakat madani. Akan tetapi secara global dari ketiga batasan di atas dapat ditarik benang emas, bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik (public sphere) dalam mengemukakan pendapat, adanya lembagalembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.Civic Education-Masyarakat Madani342Di Indonesia, terma masyarakat madani mengalami penerjemahan yang berbeda-beda dengan sudut pandang yang berbeda pula, seperti masyarakat madani sendiri, masyarakat sipil, masyarakat kewargaan, masyarakat warga dan civil society (tanpa diterjemahkan). Masyarakat Madani; konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada Simposium Nasional dalam rangka Forum Ilmiah pada acara Festival Istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Masyarakat mendorong daya usaha serta inisiatif individu baik dari segi pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan mengikuti undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu menjadikan keterdugaan atau predictablity serta ketulusan atau transparency sistem. Penerjemahan civil society menjadi masyarakat madani ini dilatarbelakangi oleh konsep kota ilahi, kota peradaban atau masyarakat kota. Di sisi lain, pemaknaan Masyarakat Madani ini juga dilandasi oleh konsep tentang Al-Mujtama Al-Madani yang diperkenalkan oleh Prof. Naquib al-Attas, seorang ahli sejarah dan peradaban Islam dari Malaysia dan salah seorang pendiri Institute for Islamic Thought and Civilization (ISTAC), yang secara definitif masyarakat madani merupakan konsep masyarakat ideal yang mengandung dua komponen besar yakni masyarakat kota dan masyarakat yang beradab. Terjemahan makna masyarakat madani ini, banyak diikuti oleh para cendekiawan dan ilmuan di Indonesia, seperti Nurcholish Madjid, M. Dawam Rahardjo, Azyumardi Azra dan sebagainya. Dan pada prinsipnya konsep masyarakat madani (civil society) adalah sebuah tatanan komunitas masyarakat yangCivic Education-Masyarakat Madani343mengedepankan toleransi, demokrasi dan berkeadaban. Di sisi lain masyarakat madani, mensyaratkan adanya toleransi dan menghargai akan adanya pluralisme (kemajemukan). Masyarakat Sipil; merupakan penurunan langsung dari terma civil society. Istilah ini banyak dikemukakan oleh Mansour Fakih untuk menyebutkan prasyarat masyarakat dan negara dalam rangka proses penciptaan dunia secara mendasar baru dan lebih baik. Masyarakat Kewargaan; konsep ini pernah digulirkan dalam sebuah Seminar Nasional Asosiasi Ilmu Politik Indonesia XII di Kupang NTT. Wacana ini digulirkan oleh M. Ryas Rasyid dengan tulisannya Perkembangan Pemikiran Masyarakat Kewargaan, Riswanda Immawan dengan karyanya RekruitmenKepemimpinan dalam Masyarakat Kewargaan dalam Politik Malaysia. Konsep ini merupakan respon dari keinginan untuk menciptakan warga negara sebagai bagian integral negara yang mempunyai andil dalam setiap perkembangan dan kemajuan negara (state). Civil Society; terma ini (dengan tidak menerjemahkannya) merupakan konsep yang digulirkan oleh Muhammad AS. Hikam. Menurutnya konsep civil society yang merupakan warisan wacana yang berasal dari Eropa Barat, akan lebih mendekati substansinya jika tetap disebutkan dengan istilah aslinya. Menurutnya pengertian civil society (dengan memegang konsep de Tocquiville) adalah wilayahwilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), dan keswadayaan (self-supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan keterkaitan dengan normanorma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya. Dan sebagai ruang politik, civil society merupakan suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya prilaku, tindakan dan refleksi mandiri, tidak terkungkung oleh kondisi kehidupan material, dan tidak terserap di dalam jaringan-jaringan kelembagaan politik resmi. Di dalamnya tersirat pentingnya suatu ruang publik yang bebas (the free publicCivic Education-Masyarakat Madani344sphere). Tempat dimana transaksi komunikasi yang bebas bisa dilakukan oleh warga masyarakat. Berbagai pengistilahan tentang wacana civil society di Indonesia tersebut, secara substansial bermuara pada perlunya penguatan masyarakat (warga) dalam sebuah komunitas negara untuk mengimbangi dan mampu mengontrol kebijakan negara (policy of state) yang cenderung memposisikan warganegara sebagai subjek yang lemah. Untuk itu maka diperlukan penguatan masyarakat sebagai parasyarat untuk mencapai kekuatan bergaining masyarakat yang cerdas di hadapan negara tersebut, dengan komponen pentingnya adalah adanya lembaga-lembaga swadaya masyarakat. yang mampu berdiri secara mandiri di hadapan negara, terdapat ruang publik dalam mengemukakan pendapat, menguatnya posisi kelas menengah dalam komunitas masyarakat, adanya independensi pers sebagai bagian dari social control, membudayakan kerangka hidup yang demokratis, tolerans serta memiliki peradaban dan keadaban yang tinggi.Sejarah dan Perkembangan Masyarakat MadaniUntuk memahami masyarakat madani terlebih dahulu harus dibangun paradigma bahwa konsep masyarakat madani ini bukan merupakan suatu konsep yang final dan sudah jadi, melainkan ia merupakan sebuah wacana yang harus dipahami sebagai sebuah proses. Oleh karena itu, untuk memahaminya haruslah dianalisa secara historik. Seperti telah dipaparkan di atas, bahwa wacana masyarakat madani merupakan konsep yang berasal dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat yang mengalami proses transformasi dari pola kehidupan feodal menuju kehidupan masyarakat industri kapitalis. Jika dicari akar sejarahnya dari awal, maka perkembangan wacana masyarakat madani dapat dirunut mulai dari Cicero sampai pada Antonio Gramsci dan deTocquiville. Bahkan menurut ManfredCivic Education-Masyarakat Madani345Ridel, Cohen dan Arato serta M. Dawam Rahardjo, wacana masyarakat madani sudah mengemuka pada masa Aristoteles. Pada masa ini (Aristoteles, 384-322 SM) civil society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan. Istilah koinonia politike yang dikemukakan oleh Aristoteles ini digunakan untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis dimana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan hukum. Hukum sendiri dianggap etos, yakni seperangkat nilai yang disepakati tidak hanya berkaitan dengan prosedur politik, tetapi juga sebagai substansi dasar kebijakan (virtue) dari berbagai bentuk interaksi di antara warganegara. Konsepsi Aristoteles ini diikuti oleh Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) dengan istilah societies civilies, yaitu sebuah komunitas yang mendominasi komunitas yang lain. Terma yang dikedepankan oleh Cicero ini lebih menekankan pada konsep negara kota (city-state), yakni untuk menggambarkan kerajaan, kota dan bentuk korporasi lainnya, sebagai kesatuan yang terorganisasi. Konsepsi masyarakat madani yang aksentuasinya pada sistem kenegaraan ini dikembangkan pula oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M) dan Jhone Locke (1632-1704). Menurut Hobbes, masyarakat madani harus memiliki kekuasaan mutlak, agar mampu sepenuhnya mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (prilaku politik) setiap warga negara. Sementara menurut Jhon Locke, kehadiran masyarakat madani dimaksudkan untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga negara. Konsekuensinya adalah, masyarakat madani tidak boleh absolut dan harus membatasi perannya pada wilayah yang tidak bisa dikelola masyarakat dan memberikan ruang yang manusiawi bagi warga negara untuk memperoleh haknya secara adil dan proporsional. Pada tahun 1767, wacana masyarakat madani ini dikembangkan oleh Adam Ferguson dengan mengambil konteks sosio-kultural dan politik Scotlandia. Ferguson menekankan masyarakat madani pada sebuah visi etis dalam kehidupanCivic Education-Masyarakat Madani346bermasyarakat. Pemahamannya ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi industri dan munculnya kapitalisme serta mencoloknya perbedaan antara publik dan individu. Dengan konsepnya ini, Ferguson berharap bahwa publik memiliki spirit untuk menghalangi munculnya kembali despotisme, karena dalam masyarakat madani itulah solidaritas sosial muncul dan diilhami oleh sentimen moral dan sikap saling menyayangi serta saling mempercayai antar warganegara secara alamiah. Kemudian pada tahun 1792, muncul wacana masyarakat madani yang memiliki aksentuasi yang berbeda dengan sebelumnya. Konsep ini dimunculkan oleh Thomas Paine (1737-1803) yang menggunakan istilah masyarakat madani sebagai kelompok masyarakat yang memiliki posisi secara diametral dengan negara, bahkan dianggapnya sebagai antitesis dari negara. Dengan demikian, maka negara harus dibatasi sampai sekecil-kecilnya dan ia merupakan perwujudan dari delegasikekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan umum. Dengan demikian, maka masyarakat madani menurut Paine ini adalah ruang di mana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan. Paine mengidealkan terciptanya suatu ruang gerak yang menjadi domain masyarakat, dimana intervensi negara di dalamnya merupakan aktivitas yang tidak sah dan tidak dibenarkan. Oleh karenanya, maka masyarakat madani harus lebih kuat dan mampu mengontrol negara demi kebutuhannya. Perkembangan civil society selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel (1770-1831 M), Karl Mark (1818-1883 M) dan Antonio Gramsci (1891-1837 M). Wacana masyarakat madani yang dikembangkan oleh ketiga tokoh ini menekankan pada masyarakat madani sebagai elemen ideologi kelas dominan. Pemahaman ini lebih merupakan sebuah reaksi dari model pemahaman yang dilakukan oleh Paine (yang menganggap masyarakat madani sebagai bagian terpisah dari negara). Menurut Hegel masyarakat madani merupakan kelompok subordinatif dari negara.Pemahaman ini, menurut Ryas Rasyid erat kaitannya dengan fenomena masyarakatCivic Education-Masyarakat Madani347borjuasi Eropa (burgerlische gessellschaft) yang pertumbuhannya ditandai dengan perjuangan melepaskan dari dari dominasi negara. Lebih lanjut Hegel mengatakan bahwa struktur sosial terbagi atas 3 (tiga) entitas, yakni keluarga, masyarakat madani, dan negara. Keluarga merupakan ruang sosialisasi pribadi sebagai anggota masyarakat yang bercirikan keharmonisan. Masyarakat madani merupan lokasi atau tempat berlangsungnya percaturan berbagai kepentingan pribadi dan golongan terutama kepentingan ekonomi. Sementara negara merupakan representasi ide universal yang bertugas melindungikepentingan politik warganya dan berhak penuh untuk intervensi terhadap masyarakat madani. Oleh karenanya, maka intervesi negara terhadap wilayah masyarakat bukanlah tindakan illegitimate , karena negara sekali lagi merupakan pemilik ide universal dan hanya pada tataran negara politik bisa berlangsung murni serta utuh. Selain itu, masyarakat madani pada kenyataannya tidak mampu mengatasi kelemahannya sendiri serta tidak mampu mempertahankan keberadaannya bila tanpa keteraturan politik dan ketertundukan pada institusi yang lebih tinggi, yakni negara. Karenanya, negara dan masyarakat madani merupakan 2 (dua) entitas yang saling memperkuat satu sama lain. Sedangkan Karl Mark memahami masyarakat madani sebagai masyarakat borjuis dalam konteks hubungan produksi kapitalis, keberadaannya merupakan kendala bagi pembebasan manusia dari penindasan. Karenanya, maka ia harus dilenyapkan untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas. Sementara Antonio Gramsci tidak memahami masyarakat madani sebagai relasi produksi, tetapi lebih pada sisi ideologis. Bila Marx menempatkan masyarakat madani pada basis material, maka Gramsci meletakannya pada superstruktur, berdampingan dengan negara yang ia sebut sebagai political society. Masyarakat madani merupakan tempat perebutan posisi hegemonik di luar kekuatan negara. Di dalamnya aparat hegemoni mengembangkan hegemoni untuk membentuk konsensus dalam masyarakat. Pemahaman Gramsci memberikan tekanan pada kekuatan cendekiawan yang merupakan aktor utama dalam proses perubahan sosial dan politik. GramsciCivic Education-Masyarakat Madani348dengan demikian melihat adanya sifat kemandirian dan politis pada masyarakat madani, sekalipun pada instansi terakhir ia juga amat dipengaruhi oleh basis material (ekonomi). Periode berikutnya, wacana masyarakat madani dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859 M) yang berdasarkan pada pengalaman demokrasi Amerika, dengan mengembangkan teori masyarakat madani sebagai entitas penyeimbang kekuatan negara. Bagi de Tocqueville, kekuatan politik dan masyarakat madani-lah yang menjadikan demokrasi di Amerika mempunyai daya tahan. Dengan terwujudnya pluralitas, kemandirian dan kapasitas politik di dalam masyarakat madani, maka warga negara akan mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara. Tidak seperti yang dikembangkan oleh Hegelian, paradigma Tocqueville ini lebih menekankan pada masyarakat madani sebagai sesuatu yang tidak apriori subordinatif terhadap negara. Ia bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang (balancing force) untuk menahan kecenderungan intervensionis negara. Tidak hanya itu, ia bahkan menjadi sumber legitimasi negara serta pada saat yang sama mampu melahirkan kritis reflektif (reflective-force) untuk mengurangi frekuensi konflik dalammasyarakat sebagai akibat proses formasi sosial modern. Masyarakat madani tidak hanya berorientasi pada kepentingan individual, tetapi juga sensitif terhadap kepentingan publik. Dari berbagai model pengembangan masyarakat madani di atas, model Gramsci dan Tocqueville-lah yang menjadi inspirasi gerakan pro-demokrasi di Eropa Timur dan Tengah pada sekitar akhir dasawarsa 80-an. Pengalaman Eropa Timur dan Tengah tersebut membuktikan bahwa justeru dominasi negara atas masyarakatlah yang melumpuhkan kehidupan sosial mereka. Hal ini berarti bahwa gerakan membangun masyarakat madani menjadi perjuangan untuk membangun harga diri mereka sebagai warga negara. Gagasan tentang masyarakat madani kemudian menjadi semacam landasan ideologis untuk membebaskan diri dariCivic Education-Masyarakat Madani349cengkeraman negara yang secara sistematis melemahkan daya kreasi dan kemandirian masyarakat. Pandangan de Tocquiville ini, oleh M. Dawam Rahardjo diilustrasikan sebagai berikut: A. Three-Sector ModelState35%Voluntary25%40%MarketB. Relationship among SectoresVoluntaryStateMarketNote:The Essance of State Private Sector Voluntary sectors Coercion Market Mechanisme for profit Voluntary, non-profit Non-coerciveCivic Education-Masyarakat Madani350Konsepsi ini diperkaya lagi dengan opini Hannah Arrendt dan Juergen Habermas yang menekankan ruang publik yang bebas (the free public sphere). Karena adanya ruang publik yang bebaslah, maka individu (warga negara) dapat dan berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, bekumpul serta mempublikasikan penerbitan yang berkenaan dengan kepentingan umum yang lebih luas. Dan institusionalisasi dari ruang publik ini adalah ditandai dengan lembaga-lembaga voluntir, media massa, sekolah, partai politik, sampai pada lembaga yang dibentuk oleh negara tetapi berfungsi sebagai lembaga pekayanan masyarakat.Karakteristik Masyarakat MadaniPenyebutan karakteristik masyarakat madani dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa dalam merealisasikan wacana masyarakat madani diperlukan prasyaratprasyarat yang menjadi nilai universal dalam penegakan masyarakat madani. Prasyarat ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain atau hanya mengambil salah satunya saja, melainkan merupakan satu kesatuan yang integral yang menjadi dasar dan nilai bagi eksistensi masyarakat madani. Karakteristik tersebut antara lain adalah adanya Free Public Sphere, Demokratis, Tolerans, Pluralisme, Keadilan Sosial (social justice), dan berkeadaban.1. Free Public Sphere Yang dimaksud dengan free public sphere adalah adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksitransaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Aksentuasi prasyarat ini dikemukakan oleh Arendt dan Hebermas. Lebih lanjut dikatakan bahwa ruang publik secara teoritis bisa diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatanCivic Education-Masyarakat Madani 351publik. Warga negara berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada publik. Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat, maka free public sphere menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan. Karena dengan menafikan adanya ruang publik yang bebas dalam tatanan masyarakat madani, maka akan memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan warga negara dalam menyalurkanaspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.2. Demokratis Demokratis merupakan satu entitas yang menjadi penegak wacana masyarakat madani, dimana dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Demokratis berarti masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku, ras dan agama. Prasyarat demokratis ini banyak dikemukakan oleh para pakar yang mengkaji fenomena masyarakat madani. Bahkan demokrasi merupakan salah satu syarat mutlak bagi penegakan masyarakat madani. Penekanan demokrasi (demokratis) di sini dapat mencakup sebagal bentuk aspek kehidupan seperti politik, sosial, budaya pendidikan, ekonomi dan sebagainya.3. Toleran Toleran merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling menghargai dan mengormati aktivitas yang dilakukakan oleh oreng lain. Toleransi ini memungkinkan akan adanya kesadaran masing-masing individu untuk menghargai dan mengormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat lain yang berbeda. Toleransi menurut Nurcholish Madjidmerupakan persoalan ajaran dan kewajiban352Civic Education-Masyarakat Madanimelaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang enak antara berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari pelaksanaan ajaran yang benar. Azyumardi Azra pun menyebutkan bahwa masyarakat madani (civil society) lebih dari sekadar gerakan-gerakan prodemokrasi. Masyarakat madani juga mengacu ke kehidupan yang berkualitas dan tamaddun (civility). Civilitas meniscayakan toleransi, yakni kesediaan individu-individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda.4. Pluralisme Sebagai sebuah prasyarat penegakan masyarakat madani, maka prularisme harus dipahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan seharihari. Pluralisme tidak bisa dipahami hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan pluralisme itu sebagai bernilai positif, merupakan rahmat Tuhan. Menurut Nurcholis Madjid, konsep prularisme ini merupakan prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani. Pluralisme menurutnya adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of diversities within the bonds of civility). Bahkan pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan (check and balance). Lebih lanjut Nurcholish mengatakan bahwa sikap penuh pengertian kepada orang lain itu diperlukan dalam masyarakat yang majemuk, yakni masyarakat yang tidak monolitik. Apalagi sesungguhnya kemajemukan masyarakat itu sudah merupakan dekrit Allah dan design-Nya untuk umat manusia. Jadi tidak adamasyarakat yang tunggal, monolitik, sama dan sebangun dalam segala segi.Civic Education-Masyarakat Madani3535. Keadilan Sosial (social justice) Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini memungkinkan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok masyarakat. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakankebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (penguasa).Pilar Penegak Masyarakat MadaniYang dimaksud dengan pilar penegak masyarakat madani adalah institusiinstitusi yang menjadi bagian dari social control yang berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Dalam penegakan masyarakat madani pilar-pilar tersebut menjadi prasyarat mutlak bagi terwujudnya kekuatan masyarakat madani. Pilar-pilar tersebut antara lain adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pers, Supremasi Hukum, Perguruan Tinggi dan Partai Politik. Lembaga Swadaya Masyarakat; adalah institusi sosial yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas esensinya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas. Selain itu LSM dalam konteks masyarakat madani juga bertugas mengadakan empowering (pemberdayaan) kepada masyarakat mengenai hal-hal yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti advokasi, pelatihan dan sosialisasi program-program pembangunan masyarakat. Pers; merupakan institusi yang penting dalam penegakan masyarakat madani, karena memungkinkannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari social control yang dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan warganegaranya. Hal tersebut pada akhirnya mengarah pada adanya independensi pers serta mampu menyajikan berita secar objektif dan transparan.Civic Education-Masyarakat Madani 354Supremasi Hukum; Setiap warganegara, baik yang duduk dalam formasi pemerintahan maupun sebagai rakyat, harus tunduk kepada (aturan) hukum. Hal tersebut berarti bahwa perjuangan untuk mewujudkan hak dan kebebasan antar warganegara dan antara warganegara dengan pemerintah haruslah dilakukan dengan cara-cara yang damai dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, supremasi hukum juga memberikan jaminan dan perlindungan terhadap segala bentuk penindasan individu dan kelompok yang melanggar normanorma hukum dan segala bentuk penindasan hak asasi manusia, sehingga terpola bentuk kehidupan yang civilized. Perguruan Tinggi; yakni tempat di mana civitas akademikanya (dosen dan mahasiswa) merupakan bagian dari kekuatan sosial dan masyarakat madani yang bergerak pada jalur moral force untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah, dengan catatan gerakan yang dilancarkan oleh mahasiswa tersebut masih pada jalur yang benar dan memposisikan diri pada rel dan realitas yang betul-betul objektif, menyuarakan kepentingan masyarakat (public). Sebagai bagian dari pilar penegak masyarakat madani, maka Perguruan Tinggi memiliki tugas utama mencari dan menciptakan ide-ide alternatif dan konstruktif untuk dapat menjawab problematika yang dihadapi oleh masyarakat. Di sisi lain Perguruan Tinggi memiliki Tri Dharma Perguruan Tinggi yang harus dapat diimplementasikan berdasarkan kebutuhan masyarakat (public). Menurut Riswanda Immawan, Perguruan Tinggi memiliki 3 (tiga) peran yang strategis dalam mewujudkan masyarakat madani, yakni pertama, pemihakan yang tegas pada prinsip egalitarianisme yang menjadi dasar kehidupan politik yang demokratis. Kedua, membangun political safety net, yakni dengan mengembangkan dan mempublikasikan informasi secara objektif dan tidak manipulatif. Political safety net ini setidaknya dapat mencerahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka terhadap informasi. Ketiga, melakukan tekanan terhadap ketidakadilanCivic Education-Masyarakat Madani355dengan cara yang santun, saling menghormati, demokratis serta meninggalkan caracara yang agitatif dan anarkhis. Partai Politik; Merupakan wahana bagi warga negara untuk dapat menyalurkan aspirasi politiknya. Sekalipun memiliki tendensi politis dan rawan akan hegemoni negara, tetapi bagaimanapun sebagai sebuah tempat ekspresi politik warganegara, maka partai politik ini menjadi prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani.Masyarakat Madani dan DemokratisasiSebagai titik tolak pembahasan ini adalah mencari penyelesaian dari persoalan tentang mungkinkah masyarakat madani tegak dalam sistem yang tidak demokratis? dan apa mungkin demokrasi dapat berdiri tegak di tengah masyarakat yang tidak civilized (madani). Dua persoalan ini merupakan pertanyaan yang mendasar dalam menyikapi hubungan antara demokrasi (demokratisasi) dengan masyarakat madani. Karena bagaimanapun masyarakat madani dan demokrasi merupakan dua entitas yang korelatif dan saling berkaitan. Dalam masyarakat madani, warga negara bekerjasama membangun ikatan sosial, jaringan produktif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat nongovernmental untuk mencapai kebaikan bersama (public good). Karena itu, tekanan sentral masyarakat madani adalah terletak pada independensinya terhadap negara (vis a vis the state). Dari sinilah kemudian masyarakat madani dipahami sebagai akar dan awal keterkaitannya dengan demokrasi dan demokratisasi. Masyarakat madani juga dipahami sebagai sebuah tatanan kehidupan yang menginginkan kesejajaran hubungan antar warganegara dengan negara atas dasar prinsip saling menghormati. Masyarakat madani berkeinginan membangunhubungan yang konsultatif bukan konfrontatif antara warganegara dan negara. Masyarakat madani juga tidak hanya bersikap dan berprilaku sebagai citizen yang memiliki hak dan kewajiban, melainkan juga harus menghormati equal right,Civic Education-Masyarakat Madani 356memperlakukan semua warganegara sebagai pemegang hak dan kebebasan yang sama (Ramlan Surbakti; 1995) Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi (demokratisasi), menurut Dawam--bagaikan dua sisi mata uang, keduanya bersifat ko-eksistensi. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah civil society dapat berkembang secara wajar. Dalam konteks ini, Nurcholis Madjid pun memberikan metafor tentang hubungan dan keterkaitan antara masyarakat madani dengan demokratisasi ini. Menurutnya masyarakat madani merupakan rumah persemaian demokrasi. Perlambang demokrasinya adalah pemilihan umum (pemilu) yang bebas dan rahasia. Namun demokrasi tidak hanya bersemayam dalam pemilu, sebab jika demokrasi harus mempunyai rumah, maka rumahnya adalah masyarakat madani. Begitu kuatnya kaitan antara masyarakat madani dengan demokratisasi, sehingga masyarakat madani kemudian dipercaya sebagai obat mujarab bagi demokratisasi, terutama di negara yang demokrasinya mengalami ganjalan akibat kuatnya hegemoni negara. Tidak hanya itu, masyarakat madani kemudian juga dipakai sebagai cara pandang untuk memahami universalitas fenomenademokratisasi di berbagai kawasan dan negara. Menyikapi keterkaitan masyarakat madani dengan demokratisasi ini, Larry Diamond secara sistematis menyebutkan ada 6 (enam) kontribusi masyarakat madani terhadap proses demokrasi. Pertama, ia menyediakan wahana sumber daya politik, ekonomi, kebudayaan dan moral untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan pejabat negara. Kedua, pluralisme dalam masyarakat madani, bila diorganisir akan menjadi dasar yang penting bagi persaingan demokratis. Ketiga, memperkaya partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan. Keempat, ikut menjaga stabilitas negara; kelima, tempat menggembleng pimpinan politik dan keenam, menghalangi dominasi rezim otoriter dan mempercepat runtuhnya rezim. Lebih jauh Diamond menegaskan bahwa suatu organisasi betapapun otonomnya,Civic Education-Masyarakat Madani357jika ia menginjak-injak prosedur demokrasiseperti toleransi, kerja sama, tanggung jawab, keterbukaan dan saling percayamaka organisasi tersebut tidak akan mungkin menjadi sarana demokrasi. Untuk menciptakan masyarakat madani yang kuat dalam kontekspertumbuhan dan perkembangan demokrasi diperlukan strategi penguatan civil society lebih ditujukan ke arah pembentukan negara secara gradual dengan suatu masyarakat politik yang demokratis-partisipatoris, reflektif dan dewasa yang mampu menjadi penyeimbang dan kontrol atas kecenderungan eksesif negara. Dalam masyarakat madani, warga negara disadarkan posisinya sebagai pemilik kedaulatan dan haknya untuk mengontrol pelaksanaan kekuasaan yangmengatasnamakan rakyat. Gagasan seperti ini mensyaratkan adanya ruang publik yang bebas, sehingga setiap individu dalam masyarakat madani memiliki kesempatan untuk memperkuat kemandirian dan kemampuannya dalam pengelolaan wilayah. Kemandirian dimaksud adalah harus mampu direfleksikan dalam seluruh ruang kehidupan politik, ekonomi dan budaya. Hak warga negara untuk berpartisipasi dalam organisasi politik harus dijamin, karena dengan partisipasi itu, mereka dapat ikut memberikan kontribusi dan mempengaruhi hasil keputusan yang boleh jadi keputusan itu mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari. Dalam masyarakat madani terdapat nilai-nilai universal tentang pluralisme yang kemudian menghilangkan segala bentuk kecendrungan partikularisme dan sektarianisme. Hal ini dalam proses demokrasi menjadi elemen yang sangat signifikan, di mana masing-masing individu, etnis dan golongan mampu menghargai kebhinekaan dan menghormati setiap keputusan yang diambil oleh salah satu golongan atau individu. Bahkan menurut Hikam, dalam masyarakatmadani tidak hanya kecenderungan partikularisme dan sektarianisme saja yang harus dihindari tetapi juga totalisme dan uniformisme itu ditolak. Karenanya ia menghargai kebebasan individu namun juga menolak anarkhisme,memperjuangkan kebebasan berekspresi namun juga menuntut adanya tanggungCivic Education-Masyarakat Madani358jawab etik, menolak intervensi negara tetapi juga memerlukan negara sebagai pelindung dan penangkal konflik baik internal maupun eksternal. Pada dasarnya dalam proses penegakan demokrasi (demokratisasi) secara keseluruhan, tidaklah bertolak penuh pada penguatan dan kekuatan masyarakat madani, sebab ia bukan penyelesai tunggal di tengah kompleksitas problematika demokrasi. masyarakat madani lebih bersifat komplementer dari berbagai strategi demokrasi yang selama ini sudah berkembang. Bedanya, jika dalam strategi konvensional lebih menekankan pada formulasi dari atas, dengan bentuk institusionalisasi lembaga-lembaga politik, distribusi kekuasaan pemerintah, perwakilan berbagai golongan dan sebagainya. Sedangkan masyarakat madani lebih merupakan strategi yang berporos pada lapisan bawah, yakni dengan bentuk pemberdayaan dan penguatan masyarakat sipil. Selain itu, sebagai bagian dari strategi demokratisasi, masyarakat madani memiliki perspektif sendiri dalam perjuangan demokrasi dan memiliki spektrum yang luas dan berjangka panjang. Dalam perspektif masyarakat madani demokratisasi tidak hanya dimaknai sebagai posisi diametral dan antitesa negara, melainkan bergantung pada situasi dan kondisinya. Ada saatnya demokratisasi melalui masyarakat madani harus garang dan keras terhadap pemerintah, namun ada saatnya masyarakat madani juga harus ramah dan lunak. Menyikap hal ini, Jhon Keane mengilustrasikan bahwa masyarakat madani bukanlah musuh bebuyutan negara juga bukan sahabat kental kekuasan negara. Tatanan yang lebih demokratis tidak bisa dibangun melalui kekuasan negara, tetapi juga tidak bisa dibangun tanpa kekuasaan negara, sebab jika legitimasi kekuasaan runtuh, masyarakat madani pun terancam mengalami fragmentasi. Lebih jauh Azyumardi Azra mengatakan bahwa masyarakat madani lebih dari sekadar gerakan pro-demokrasi. masyarakat madani juga mengacu pada kehidupan masyarakat yang berkualitas dan tamaddun (civility). Dengan nada serupa, Henningsenmengungkapkan bahwa masyarakat madani bukanlah sekadar gerakan anti-totaliter,Civic Education-Masyarakat Madani359tetapi lebih merefleksikan fungsi kebaikan masyarakat modern (a well functioning modern society). Jadi membicarakan hubungan demokrasi dengan masyarakat madani merupakan discourse yang memiliki hubungan korelatif dan berkaitan erat. Dalam hal ini Arief Budiman mengatakan bahwa berbicara mengenai demokrasi biasanya orang akan akan berbicara tentang interaksi antara negara dan masyarakat madani. Asumsinya adalah, jika masyarakat madani vis a vis negara relatif kuat maka demokrasi akan tetap berlangsung. Sebaliknya, jika negara kuat dan masyarakat madani lemah maka demokrasi tidak berjalan. Dengan demikian, demokratisasi dipahami sebagai proses pemberdayaan masyarakat madani. Lebih lanjut Arief mengatakan bahwa proses pemberdayaan tersebut akan terjadi jika pertama apabila berbagai kelompok masyarakat dalam masyarakat madani mendapat peluang untuk lebih banyak berperan, baik pada tingkat negara maupun masyarakat, kedua, jika posisi kelas tertindas berhadapan dengan kelas yang dominan menjadi lebih kuat yang berarti juga terjadinya proses pembebasan rakyat dari kemiskinan dan ketidakadilan. Berkaitan dengan demokratisasi ini, maka menurut M. Dawam Rahardjo ada beberapa asumsi yang yang berkembang. Pertama, demokratisasi bisa berkembang, apabila masyarakat madani menjadi kuat baik melalui perkembangan dari dalam atau dari diri sendiri, melalui perlawanan terhadap negara ataupun melalui proses pemberdayaan (termasuk oleh pemerintah). Kedua, demokratisasi hanya bisa berlangsung apabila peranan negara dikurangi atau dibatasi tanpa mengurangi efektivitas dan efisiensi institusi melalui interaksi, perimbangan dan pembagian kerja yang saling memperkuat antara negara dan pemerintah sendiri. Ketiga, demokratisasi bisa berkembang dengan meningkatkan kemandirian atauindependensi masyarakat madani dari tekanan dan kooptasi negara.Civic Education-Masyarakat Madani360Mungkinkan Masyarakat Madani Berkembang di Indonesia?Seperti diketahui bahwa masyarakat madani merupakan wacana yang berkembang dan berasal dari kawasan Eropa Barat. Hal ini berarati bahwa pertumbuhan dan perkembangan wacana tersebut tidak terlepas dari kondisi sosiokulutral, politik dan ekonomi yang berkembang pada saat itu. Sementara di Indonesia, apakah sama dengan kondisi di Eropa Barat? dan apakah kemudian wacana itu dapat berkembang subur di Indonesia?. Serta apakah di Indonesia sudah cukup memiliki piranti bagi terwujudnya masyarakat madani?. Persoalan tersebut merupakan gerbang dari usaha menganalisa kemungkinan masyarakat madani di Indonesia. Masyarakat madani jika dipahami secara sepintas merupakan format kehidupan alternatif yang mengedepankan semangat demokrasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. Hal ini diberlakukan ketika negara sebagai penguasa dan pemerintah tidak bisa menegakan demokrasi dan hak-hak asasi manusia dalam menjalankan roda kepemerintahannya. Di sinilah kemudian, konsep masyarakat madani menjadi alternatif pemecahan, dengan pemberdayaan dan penguatan daya kontrol masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang pada akhirnya nanti terwujud kekuatan masyarakat sipil yang mampumerealisasikan dan menegakan konsep hidup yang demokratis dan menghargai hak-hak asasi manusia. Sosok masyarakat madani bagaikan barang antik yang memiliki daya tarik yang amat mempesona. Kehadirannya yang mampu menyemarakan wacana politik kontemporer dan meniupkan arah baru pemikiran politik, bukan dikarenakan kondisi barangnya yang sama sekali baru, melainkan disebabkan tersedianya momentum kondusif bagi pengembangan masyarakat yang lebih baik. Berbicara mengenai kemungkinan berkembangnya masyarakat madani di Indonesia diawali dengan kasus-kasus pelanggaran HAM dan pengekangan kebebasan berpendapat, berserikat dan kebebasan untuk mengemukakan pendapatCivic Education-Masyarakat Madani 361di muka umum kemudian dilanjutkan dengan munculnya berbagai lembagalembaga non pemerintah yang mempunyai kekuatan dan bagian dari social control. Sejak jaman Orde Lama dengan rezim Demokrasi Terpimpinnya Soekarno, sudah terjadi manipulasi peran serta masyarakat untuk kepentingan politis dan terhegemoni sebagai alat legitimasi politik. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan kegiatan dan usaha yang dilakukan oleh anggota masyarakat dicurigai sebagai kontra-revolusi. Fenomena tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa di Indonesia pada masa Soekarno pun mengalami kecenderungan untuk membatasi gerak dan kebebasan publik dalam mengeluarkan pendapat. Sampai pada masa Orde Baru pun pengekangan demokrasi dan penindasan hak asasi manusia tersebut kian terbuka seakan menjadi tontonan gratis yang bisa dinikmati oleh sipapun bahkan untuk segala usia. Hal ini dapat dilihat dari berbagai contoh kasus yang pada masa orde baru berkembang. Misalnya kasus pemberedelan lembaga pers, seperti AJI, DETIK dan TEMPO. Fenomena ini merupakan sebuah fragmentasi kehidupan yang mengekang kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya di muka umum, apalagi ini dilakukan pada lembaga pers yang nota benenya memiliki fungsi sebagai bagian dari social control dalam menganalisa dan mensosialisasikan berbagai kebijakan yang betul-betul merugikan masyarakat. Selain itu, banyak terjadi pengambilalihan hak tanah rakyat oleh penguasa dengan alasan pembangunan, juga merupakan bagian dari penyelewengan dan penindasan hak asasi manusia, karena hak atas tanah yang secara sah memang dimiliki oleh rakyat, dipaksa dan diambil alih oleh penguasa hanya karena alasan pembangunan yang sebenanya bersifat semu. Di sisi lain, pada era orde baru banyak terjadi tindakan-tindakan anarkhisme yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Hal ini salah satu indikasi bahwa di Indonesiapada saat itutidak dan belum menyadari pentingnya toleransi dan semangat pluralisme Melihat itu semua, maka secara esensial Indonesia memang membutuhkan pemberdayaan dan penguatan masyarakat secara komprehensif agar memilikiCivic Education-Masyarakat Madani362wawasan dan kesadaran demokrasi yang baik serta mampu menjunjung tinggi nilainilai Hak Asasi Manusia. Untuk itu, maka diperlukan pengembangan masyarakat madani dengan menerepkan strategi pemberdayaannya sekaligus agar proses pembinaan dan pemberdayaan itu mencapai hasilnya secara optimal. Dalam hal ini, menurut Dawam ada 3 (tiga) strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi dalam memberdayakan masyarakat madani di Indonesia.1. Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik. Strategi ini berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat yang yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat. Bagi penganut paham ini pelaksanaan demokrasi liberal hanya akan menimbulkan konflik, dan karena itu menjadi sumber instabilitas politik. Saat ini yang diperlukan adalah stabilitas politik sebagai landasan pembangunan, karena pembangunanlebih lebih yang terbuka terhadap perekonomian globalmembutuhkan resiko politk yang minim. Dengan demikian persatuan dan kesatuan bangsa lebih diutamakan dari demokrasi. 2. Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi. Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu rampungnya tahap pembangunan ekonomi. Sejak awal dan secara bersama-sama diperlukan proses demokratisasi yang pada esensinya adalah memperkuat partisipasi politik. Jika kerangka kelembagaan ini diciptakan, maka akan dengan sendirinya timbul masyarakat madani yang mampu mengontrol terhadap negara. 3. Strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah demokratisasi. Strategi ini muncul akibat kekecewaan terhadap realisasi dari strategi pertama dan kedua. Dengan begitu strategi ini lebih mengutamakan pendidikan dan penyadaran politik, terutama pada golongan menengah yang makin luas.Civic Education-Masyarakat Madani363Ketiga model strategi pemberdayaan masyarakat madani tersebut dipertegas oleh Hikam bahwa di era transisi ini harus dipikirkan prioritas-prioritas pemberdayaan dengan cara memahami target-target grup yang paling strategis serta penciptaan pendekatan-pendekatan yang tepat di dalam proses tersebut. Untuk keperluan itu, maka keterlibatan kaum cendekiawan, LSM, ormas sosial dan keagamaan dan mahasiswa adalah mutlak adanya, karena merekalah yang memiliki kemampuan dan sekaligus aktor pemberdayaan tersebut.IV. SUMBER RUJUKANAzra, Azyumardi, Menuju Masyarakat Madani, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999 cet. ke-1 Budiman, Arief, State and Civil Society. Clayton: Monash Paper Southeast Asia No. 22 tahun 1990 Deden, M. Ridwan, dan Nurjulianti, Dewi, (Penyunting), Pembangunan Masyarakat Madani dan Tantangan Demokratisasi di Indonesia, Jakarta: LSAF, 1999, cet.ke-1 Gelner, Ernest Membangun Masyarakat Sipil, Prasyarat Menuju Kebebasan, Bandung: Mizan, 1995 cet. I Hikam, Muhammad AS., Demokrasi dan Civil Society, Jakarta: LP3ES, 1999, cet.ke2 Jurnal Pemikiran Islam PARAMADINA, Volume I, No. 2 Tahun 1999 Madjid, Nurcholish, Makalah Asas-asas Pluralisme dan Toleransi dalam Masyarakat Madani Mahfudz Moh. MD, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Yogyakarta: Gamma Media, 1999SukmaCivic Education-Masyarakat Madani 364Rahardjo, M. Dawam, Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial, Jakarta: LP3ES, 1999 cet. ke-1 Rizal dan J. Kristiadi, Hubungan Sipil-Militer dan Transisi Demokrasi di Indonesia: Persepsi Sipil dan Militer, Jakarta: CSIS, 1999, cet. I Suseno, Franz-Magnis, Mencari Sosok Demokrasi, sebuah Telaah Filosofis, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997, cet.ke-2 Usman, Widodo, dkk., (ed.) Membongkar Mitos Masyarakat Madani, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000 cet. ke-1Civic Education-Masyarakat Madani365