10. bab 2_cinta

63
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Konsep Evaluasi 1.1.Pengertian Evaluasi Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa inggris); dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Banyak definisi evaluasi dapa diperoleh dari buku-buku yang ditulis oleh ahlinya antara 1 definisi yang ditulis oleh Ralph Tyler, yaitu evaluasi ialah pros yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai (Tyler, 1950, hlm. 69). Menyediakan informasi untuk pembuat keputusan, dikemukakan oleh Cronbach (1963), Stufflebeam (1971), juga Alkin (1969). Maclcolm, Provus, Pencetus Discrepancy Evaluation (1971), mendefinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih. Akhir-akhir in telah dicapai sejumlah konsensus antara evaluator tentang evaluasi, antara lain yaitu penilaian atas manfaat atau guna (Scriven, 1967; Glas, 1969; Stufflebeam, 1974). Komite unt 1 Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk Program Pendidikan dan Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), h. 3-4. 13

Upload: alfi-lalala

Post on 21-Jul-2015

70 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori1. Konsep Evaluasi

1.1.Pengertian Evaluasi Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa inggris); dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Banyak definisi evaluasi dapat diperoleh dari buku-buku yang ditulis oleh ahlinya antara lain:1 definisi yang ditulis oleh Ralph Tyler, yaitu evaluasi ialah proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai (Tyler, 1950, hlm. 69). Menyediakan informasi untuk pembuat keputusan, dikemukakan oleh Cronbach (1963),

Stufflebeam (1971), juga Alkin (1969). Maclcolm, Provus, Pencetus Discrepancy Evaluation (1971), mendefinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih. Akhir-akhir ini telah dicapai sejumlah konsensus antara evaluator tentang arti evaluasi, antara lain yaitu penilaian atas manfaat atau guna (Scriven, 1967; Glas, 1969; Stufflebeam, 1974). Komite untuk1

Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk Program Pendidikan dan Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), h. 3-4.

13

14

standar evaluasi yang terdiri atas 17 anggota yang mewakili 12 organisasi sehubungan dengan evaluasi sebagai berikut, Evaluasi ialah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa objek (joint committee, 1981). Kelompok Konsorsium Evaluasi Standford menolak definisi evaluasi yang menghakimi (judgmental definition of evaluation). Karena menurut mereka bukanlah tugas evaluator menentukan apakah suatu program berguna atau tidak. Evaluator tidak dapat bertindak sebagai wasit terhadap orang lain. Maka definisi yang tidak menghakimi (nonjudgmental definition of evaluation)

tampaknya lebih dapat diterima. Menurut Paulson atau kamus Websters New Collegiate, maka pengertian evaluasi adalah proses untuk menguji suatu objek atau aktivitas dengan kriteria tertentu untuk keperluan pembuatan keputusan. 2 Evaluasi menurut Maheren dan Lehman yang dikutip M. Ngalim Purwanto adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, menyediakan informasi-informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.3

2

3

Soekartawi, Monitoring dan Evaluasi Proyek Pendidikan, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995), h. 10 M. Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 3

15

Dari

pengertian-pengertian

tentang

evaluasi

yang

telah

dikemukakan beberapa orang di atas, kita dapat menarik benang merah tentang evaluasi. Evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut karena dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat di dalamnya yaitu efektifitas dan efisiensi. Efektifitas merupakan perbandingan antara output dan inputnya sedangkan efisiensi adalah taraf pendayagunaan input untuk menghasilkan output lewat suatu proses (Sudharsono, 1994: 2).

1.2.Pengertian Evaluasi Program Mugiardi (1980) menjelaskan bahwa evaluasi program adalah: Upaya pengumpulan informasi mengenai suatu program, kegiatan, atau proyek. Informasi tersebut berguna bagi pengambilan keputusan, antara lain untuk memperbaiki program, menyempurnakan kegiatan program lanjutan, menghentikan suatu kegiatan, atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu program atau kegiatan.4 Syamsu Mappa (1984) mendefinisikan evaluasi program pendidikan luar sekolah sebagai kegiatan yang dilakukan untuk menetapkan4

keberhasilan

dan

kegagalan

suatu

program

Djudju Sudjana, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah Untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 21

16

pendidikan. Sedangkan Stake (1975) menggambarkan bahwa evaluasi program adalah kegiatan untuk merespon suatu program yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan. Stake

mengemukakan bahwa evaluasi program pendidikan berorientasi langsung pada kegiatan dalam pelaksanaan program dan evaluasi dilakukan untuk merespon pihak-pihak yang membutuhkan

informasi mengenai program tersebut. Berdasarkan berbagai pengertian sebagaimana dikemukakan di atas maka evaluasi program didefinisikan sebagai kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data sebagai masukan untuk pengambilan alternatif keputusan. Alternatif keputusan itu antara lain untuk penghentian, perbaikan, modifikasi, perluasan, peningkatan, atau tindak lanjut program pendidikan luar sekolah.

1.3.

Tujuan Evaluasi Program Menurut Djudju Sudjana,5 tujuan umum evaluasi program

pendidikan luar sekolah adalah membandingkan atau menyajikan data sebagai masukan bagi pengambilan keputusan tentang program tersebut. Tujuan umum dapat dijabarkan dalam berbagai tujuan khusus evaluasi program pendidikan luar sekolah. Tujuan5

Djudju Sudjana, Op. Cit., h. 48

17

tujuan khusus tersebut untuk: (1) Memberi masukan untuk perencanaan program, (2) menyajikan keputusan bagi

pengambilan keputusan yang berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan, atau penghentian program, (3) memberi masukan bagi pengambilan keputusan tentang modifikasi atau perbaikan

program, (4) memberi masukan yang berkenaan dengan faktor pendukung dan penghambat program, (5) memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervisi, dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola dan pelaksana program, dan (6) menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan luar sekolah.

1.4.Model-model Evaluasi Menurut Stephen Isaac dan Willian B. Michael (1984: 7) modelmodel evaluasi dapat dikelompokkan menjadi enam yaitu:6 1. Goal Oriented Evaluation Dalam model ini, seorang evaluator secara terus-menerus melakukan pantauan terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian yang terus-menerus ini menilai kemajuan-kemajuan yang dicapai peserta program serta efektifitas temuan-temuan

6

(http://www.google.com/evaluasi pendidikan_evaluasi program_sebuah pengantar) diakses 1 Oktober 2011

18

yang dicapai oleh sebuah program. Salah satu model yang bisa mewakili model ini adalah discrepancy model yang

dikembangkan oleh Provus. Model ini melihat lebih jauh tentang adanya kesenjangan (discrepancy) yang ada dalam setiap komponen yakni apa yang seharusnya dan apa yang secara riil telah dicapai. 2. Decision Oriented Evaluation Dalam model ini, evaluasi harus memberikan landasan berupa informasi-informasi yang akurat dan obyektif bagi pengambil kebijakan dengan untuk memutuskan Evaluasi sesuatu CIPP yang yang

berhubungan

program.

dikembangkan oleh Stufflebeam. Model CIPP merupakan salah satu model yang paling sering dipakai oleh evaluator. Model ini terdiri dari 4 komponen evaluasi sesuai dengan nama model itu sendiri yang merupakan singkatan dari Context, Input, Process dan Product. Evaluasi konteks (context evaluation) merupakan dasar dari evaluasi yang bertujuan menyediakan alasan-alasan (rationale) dalam penentuan tujuan (Baline R. Worthern & James R Sanders: 1979) Karenanya upaya yang dilakukan evaluator dalam evaluasi konteks ini adalah memberikan gambaran dan rincian terhadap lingkungan, kebutuhan serta tujuan (goal).

19

Evaluasi input (input evaluation) merupakan evaluasi yang bertujuan menyediakan informasi untuk menentukan bagaimana menggunakan sumberdaya yang tersedia dalam mencapai tujuan program. Evaluasi proses (process evaluation) diarahkan pada sejauh mana kegiatan yang direncanakan tersebut sudah

dilaksanakan. Ketika sebuah program telah disetujui dan dimulai, maka dibutuhkanlah balik evaluasi proses orang dalam yang

menyediakan

umpan

(feedback)

bagi

bertanggungjawab dalam melaksanakan program tersebut. Evaluasi produk (product evaluation) merupakan bagian terakhir dari model CIPP. Evaluasi ini bertujuan mengukur dan menginterpretasikan capaian-capaian program. Evaluasi produk menunjukkan perubahan-perubahan yang terjadi pada input. Dalam proses ini, evaluasi produk menyediakan informasi apakah program itu akan dilanjutkan, dimodifikasi kembali atau bahkan akan dihentikan. 3. Transactional Evaluation Dalam model ini, evaluasi berusaha melukiskan proses sebuah program dan pandangan tentang nilai dari orang-orang yang terlibat dalam program tersebut. 4. Evaluation Research

20

Sebagaimana

disebutkan

di

atas,

penelitian

evaluasi

memfokuskan kegiatannya pada penjelasan dampak-dampak pendidikan serta mencari solusi-solusi terkait dengan strategi instruksional. 5. Goal Free Evaluation Model yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini yakni goal free evaluation model justru tidak memperhatikan apa yang menjadi tujuan program sebagaimana model goal oriented evaluation. Yang harus diperhatikan justru adalah bagaimana proses pelaksanaan program, dengan jalan mengidentifikasi kejadian-kejadian yang terjadi selama pelaksanaannya, baik hal-hal yang positif maupun hal-hal yang negatif. 6. Adversary Evaluation Model ini didasarkan pada prosedur yang digunakan oleh lembaga hukum. Dalam prakteknya, model adversary terdiri atas empat tahapan yaitu: a) Mengungkapkan rentangan isu yang luas dengan cara melakukan survey berbagai kelompok yang terlibat dalam satu program untuk menentukan kepercayaan itu sebagai isu yang relevan. b) Mengurangi jumlah isu yang dapat diukur.

21

c) Membentuk

dua

tim

evaluasi

yang

berlawanan

dan

memberikan kepada mereka kesempatan untuk berargumen. d) Melakukan sebuah dengar pendapat yang formal. Tim evaluasi ini kemudian mengemukakan argumen-argumen dan bukti sebelum mengambil keputusan. Menurut Djudju Sudjana, model evaluasi terdiri atas enam kategori yaitu:7 Model evaluasi terfokus untuk pengambilan keputusan, (2) Model evaluasi terhadap unsur-unsur program, (3) Model evaluasi jenis data dan aktivitas program, (4) Model evaluasi proses pelaksanaan program, (5) Model evaluasi pencapaian tujuan program, dan (6) Model evaluasi hasil dan pengaruh program.(1)

Model-model evaluasi dari setiap kategori yang dipilih untuk dielaborasi selanjutnya didasarkan atas kedekatannya dengan model evaluasi program pendidikan luar sekolah yang sistemik yaitu model evaluasi terhadap Komponen, Proses, Keluaran dan Pengaruh (Model KPKP).

2. Konsep Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) 2.1.

Filosofi PKBM

7

Djudju Sudjana, Op.Cit., h. 81

22

Filosofi PKBM secara ringkas adalah dari, oleh dan untuk masyarakat. Ini berarti bahwa PKBM adalah suatu institusi yang berbasis masyarakat (community based institution).8 Filosofi PKBM adalah dari masyarakat, berarti pendirian PKBM haruslah selalu merupakan inisiatif dari masyarakat itu sendiri yang datang dari suatu kesadaran akan pentingnya peningkatan mutu kehidupannya melalui suatu proses transformasional dan pembelajaran. Filosofi PKBM adalah oleh masyarakat, berarti

penyelenggaraan dan pengembangan serta keberlanjutan PKBM sepenuhnya menjadi tanggung jawab masyarakat itu sendiri. Filosofi PKBM adalah untuk masyarakat, berarti bahwa keberadaan PKBM haruslah sepenuhnya demi kemajuan

kehidupan masyarakat dimana PKBM tersebut berada. Itu berarti juga bahwa pemilihan program-program yang diselenggarakan di PKBM harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

2.2.Tujuan PKBM

8

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal, Konsep dan Strategi Pengembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), (Jakarta: Depdiknas, 2006), h. 6

23

Tujuan

PkBM

adalah

memperluas

kesempatan

warga

masyarakat, khususnya yang tidak mampu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan bekerja mencari nafkah.9 Dalam upaya menyamakan persepsi dan menyelaraskan

penyelenggaraan PKBM, dengan ide dasar PKBM sebagai pusat kegiatan Pendidikan Luar Sekolah, PKBM yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kepentingan dan kemampuan

masyarakat, maka perlu dikembangkan alat ukur kelayakan penyelenggaraan PKBM.

2.3.Komponen PKBM Menurut Departemen Pendidikan Nasional, komponen PKBM terdiri dari:10 a) Komunitas binaan Setiap PKBM memiliki komunitas yang menjadi tujuan atau sasaran pengembangannya. Komunitas ini dapat dibatasi oleh wilayah geografis tertentu ataupun komunitas dengan permasalahan dan kondisi sosial ekonomi tertentu. Misalnya komunitas warga suatu kelurahan tertentu, komunitas anakanak jalanan, dan lain-lain. b) Warga belajar Warga belajar adalah sebagian dari komunitas binaan atau dari komunitas tetangga yang dengan suatu kesadaran yang9

10

(http://www.google.com/nonformal_education_pusat_kegiatan_belajar_masyarakat) diakses 1 Oktober 2011 Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal, Op.Cit., h. 15

24

tinggi mengikuti satu atau lebih program pembelajaran yang ada. c) Pendidik/tutor/instruktur/nara sumber teknis Pendidik/tutor/instruktur/nara sumber teknis adalah sebagian dari warga komunitas tersebut ataupun dari luar yang bertangung jawab langsung atas proses-proses pembelajaran yang ada. d) Penyelenggara dan pengelola PKBM Penyelenggara dan pengelola PKBM adalah satu atau beberapa warga masyarakat setempat yang bertanggung jawab atas kelancaran dan pengembangan PKBM serta bertanggung jawab untuk memelihara dan mengembangkannya e) Mitra PKBM Mitra PKBM adalah pihak-pihak yang dengan suatu kesadaran dan kerelaan telah turut berpartisipasi dan berkontribusi bagi kelancaran dan pengembangan suatu PKBM. Setiap satuan pendidikan nonformal menjalin kemitraan dengan lembaga lain yang relevan, baik lembaga pemerintah maupun swasta. 2.4.Fungsi PKBM Fungsi PKBM adalah (Sihombing, 1999): 1) Sebagai wadah pembelajaran artinya tempat warga masyarakat dapat menimba ilmu dan memperoleh berbagai jenis keterampilan dan pengetahuan fungsional yang dapat didayagunakan secara cepat dan tepat dalam upaya perbaikan kualitas hidup dan kehidupannya. 2) Sebagai tempat pusaran semua potensi masyarakat artinya PKBM sebagai tempat pertukaran berbagai potensi yang ada dan berkembang di masyarakat, sehingga menjadi suatu sinergi yang dinamis dalam upaya pemberdayaan masyarakat itu sendiri. 3) Sebagai pusat dan sumber informasi artinya wahana masyarakat menanyakan berbagai informasi tentang berbagai jenis kegiatan pembelajaran dan keterampilan fungsional yang dibutuhkan masyarakat. 4) Sebagai ajang tukar-menukar keterampilan dan pengalaman artinya tempat berbagai jenis keterampilan dan pengalaman yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan dengan

25

prinsip saling belajar dan membelajarkan melalui diskusi mengenai permasalahan yang dihadapi. 5) Sebagai sentra pertemuan antara pengelola dan sumber belajar artinya tempat diadakannya berbagai pertemuan para pengelola dan sumber belajar (tutor) baik secara intern maupun dengan PKBM di sekitarnya untuk membahas berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam pengelolaan PKBM dan pembelajaran masyarakat. 6) Sebagai lokasi belajar yang tak pernah kering artinya tempat yang secara terus-menerus digunakan untuk kegiatan belajar bagi masyarakat dalam berbagai bentuk.113. Konsep Pendidikan Kesetaraan 3.1.

Pengertian Pendidikan Kesetaraan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun

2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 114: Ayat (1) menyatakan bahwa pendidikan kesetaraan merupakan program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakupi program Paket A, Paket B, dan Paket C serta pendidikan kejuruan setara SMK/MAK yang berbentuk Paket C Kejuruan. Ayat (2) menyatakan bahwa pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai pelayanan pendidikan nonformal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ayat (3) menyatakan bahwa peserta didik program Paket A adalah anggota masyarakat yang memenuhi ketentuan wajib belajar setara SD/MI melalui jalur pendidikan nonformal. Ayat (4) menyatakan bahwa peserta didik program Paket B adalah anggota masyarakat yang memenuhi ketentuan wajib belajar setara SMP/MTs melalui jalur pendidikan nonformal. Ayat (7) menyatakan bahwa peserta didik program Paket C adalah

11

(http://www.google.com/pengembangan_pusat_kegiatan_belajar_masyarakat) diakses 1 September 2011

26

anggota masyarakat yang menempuh pendidikan menengah umum melalui jalur pendidikan nonformal.12 Pendidikan kesetaraan sebagai salah satu bagian dari sistem pendidikan nasional di Indonesia, telah diperkenalkan mulai tahun 1990, terutama untuk kalangan marjinal. Jumlah peserta didik dan lulusan pendidikan kesetaraan terus meningkat setiap tahun terutama pada tahun 2006, bahkan secara signifikan telah membantu mereka yang terkendala dalam menyelesaikan pendidikan

pendidikannya

melalui jalur formal.

Keberadaan

kesetaraan menjadi lebih penting dalam meningkatkan pendidikan sepanjang hayat di negeri ini, dan terutama untuk menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang masih usia sekolah maupun usia dewasa. Menurut Undang-Undang Sisdiknas No 20/2003 Pasal 26 Ayat (6) yang dimaksud setara atau dihargai setara, setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh

pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Jadi ukurannya adalah hasil ujian. Berdasarkan kajian Permen No 14 Tahun 2007 dan Permen 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, tampaknya ada kecenderungan

12

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan

27

adanya tuntutan pencapaian kompetensi yang sama antara pendidikan kesetaraan dengan pendidikan formal.

3.2.

Kurikulum Pendidikan Kesetaraan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat (19) bahwa: kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan pendidikan tertentu. Menurut Dakir, kurikulum ialah: Suatu program pendidikan ysng berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.13 KTSP pendidikan kesetaraan dan silabusnya untuk program Paket A, Paket B, dan Paket C disusun secara induktif, tematik, dan berbasis kecakapan hidup, serta sesuai dengan konteks lokal dan global.14 Kurikulum Paket A dan Paket B disusun oleh tim pengembangan13

dan

ditetapkan

oleh

Dinas

Pendidikan

14

H. Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), h. 3 Direktorat Pendidikan Kesetaraan Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional, tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 2010

28

Kabupaten/Kota, sedangkan Paket C oleh Dinas Pendidikan Provinsi sebagai lembaga yang bertanggungjawab di bidang pendidikan serta berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan pendidikan kesetaraan. Penyusunan struktur kurikulum mengacu pada standar nasional pendidikan dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi lokal maupun global serta memperhatikan karakteristik daerah, ciri khas pendidikan kesetaraan dan peserta didik. Muatan kurikulum pendidikan kesetaraan mengacu pada standar nasional pendidikan yang meliputi mata pelajaran muatan lokal dan pengembangan diri. Kedalaman muatan kurikulum dapat disajikan perderajat (level) atau tingkat pencapaian kompetensi. Muatan kurikulum disusun dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi lokal maupun global serta memperhatikan karakteristik daerah, ciri khas

pendidikan kesetaraan dan peserta didik. Pengaturan beban belajar diatur dengan menggunakan dua sistem jam belajar: a) Pertemuan sistem tatap muka (reguler) b) Sistem satuan kredit kompetensi (SKK) Kedua model pengaturan beban belajar dilakukan agar lebih cocok dengan ciri pendidikan kesetaraan yang menekankan

29

program pembelajaran secara mandiri dan moduler, serta dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan peserta didik.

3.3.

Beberapa Landasan Hukum Pendidikan Kesetaraan

1) Hadits Rasulullah SAW 2) Undang-Undang Dasar 1945 3) Undang-Undang

Nomor

20 tahun

2003 tentang

Sistem

Pendidikan Nasional4) Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah Nomor 38 tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan Nomor 39 tahun 1993 tentang Peran Masyarakat dalam

Pendidikan Nasional Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan 5) Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1994 tentang Pelaksanaan

Wajib Belajar Pendidikan Dasar 6) Keputusan Menteri Keputusan Mendikbud No. 0131/U/1994 tentang Program

Paket A dan Paket B Pernyataan

Mendiknas

pada

22

Juni

2000

tentang

pelaksanaan Paket C Keputusan Mendiknas No. 0132/U/2004 tentang Paket C

30

Tabel 2.1. Perbedaan Pendidikan Kesetaraan dengan Pendidikan Formal.15Aspek Pendidikan Formal disiapkan untuk masa depan, tapi bukan untuk menyiapkan kebutuhan dunia kerja. b. Menekankan persiapan untuk belajar lebih lanjut. c. Mata Pelajaran dan Isi mengikuti standar kurikulum.

1. Isi Kurikulum

a. Sebagian besar isinya a. Sebanyak

Pendidikan Kesetaraan 75% dari isinya mungkin setara dengan pendidikan formal, tetapi 25% diganti dengan praktik.

b. Memungkinkan

2. Pengakuan/Izinmasuk 3. Usia Penerimaan 4. Sistem Pengiriman

5. Waktu belajar

Biasanya dilalui dengan ujian Biasanya usia "normal" sekolah menengah. Pada dasarnya penyampaian di kelas, walaupun terkadang menjadi fleksibel sebagai pendekatan alternatif dieksplorasi. a. Biasanya waktu dijadwalkan. b. Melihat perkembangan

untuk keduanya, belajar lebih lanjut dan memasuki dunia kerja. c. Mata Pelajaran dan Isi sangat berbeda, tetapi secara hukum dipertimbangkan menjadi kesetaraan untuk pendidikan formal. Biasanya dilalui berdasarkan pada pengalaman hidup. Beberapa usia berbeda mencolok Sistem penyampaian biasanya digunakan misalnya sesi tanya jawab, kelompok belajar, belajar mandiri dan petunjuk individual.

a. waktu yang fleksibel b. warga belajar biasanya lebihbanyak menggunakan cara/waktu belajar mereka sendiri. Tutor mungkin tidak perlu sertifikat pengajaran formal, tetapi kualifikasi setara diberikan melalui jangka pendek dalam pelatihan nonformal. Sertifikat dan Diploma yang setara masuk ke dunia kerja sebelum studi lebih lanjut.

6. PersonilPengajar

Guru biasanya perlu sertifikat mengajar dari lembaga pembelajaran guru formal. Sertifikat dan diploma yang hanya masuk ke studi lebih lanjut.

7. Sumber Belajar

15

UNESCO ALTP-CE, Equivalency Program, Volume III, (Bangkok: UNESCO, 1994), p. 4

31

4. Konsep Paket B Setara SMP4.1.

Pengertian Paket B Setara SMP Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun

2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 114: Ayat (4) menyatakan bahwa peserta didik program Paket B adalah anggota masyarakat yang memenuhi ketentuan wajib belajar setara SMP/MTs melalui jalur pendidikan nonformal. Ayat (5) menyatakan bahwa program Paket B sebagaimana dimaksud pada ayat (4) membekali peserta didik dengan keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian profesional yang memfasilitasi proses adaptasi dengan lingkungan kerja. Ayat (6) menyatakan bahwa persyaratan mengikuti program Paket B adalah lulus SD/MI, program Paket A, atau yang sederajat.16 Pasal 115: Ayat (1) menyatakan bahwa hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan formal setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) menyatakan uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Program Paket A, Program Paket B, Program Paket C, dan Program Paket C Kejuruan dilaksanakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Ayat (6) menyatakan bahwa peserta didik yang lulus uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat diberi sertifikat kompetensi.17 Sasaran warga belajar program Paket B adalah mereka yang berusia 12-15 tahun, dalam kondisi putus sekolah karena kesulitan ekonomi (miskin), mereka yang berada di kabupaten/kota dan16 17

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010, Op. Cit. Ibid.

32

berkeinginan menyelesaikan pendidikan Dasar setara SMP/MTs. Berikutnya adalah mereka yang berusia prioritas 16-18 tahun dalam kondisi yang sama seperti tersebut. Secara umum sasaran yang ingin dicapai pendidikan kesetaraan Paket B adalah berusia 16 tahun ke atas. Landasan pengembangan Paket B antara lain: 18a) Landasan konseptual Paket B

Secara konseptual terdapat dua konsep penting yang dapat dijadikan kerangka acuan, yaitu kerangka pendidikan orang dewasa (adult learning and education) dan pendidikan vokasi (vocational education). Kedua konsep ini dilandasi oleh filosofi keberadaan pendidikan masyarakat yang tidak terlepas dari pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian. b) Landasan legal Paket B Status kelulusan pendidikan paket B juga mempunyai hak eligibilitas yang sama dengan kelulusan pendidikan formal dalam memasuki dunia kerja. Landasan legal yang digunakan: 1) Pembukaan UUD 1945 Pasal 31, menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan tidak hanya di sekolah dalam bentuk pendidikan formal tetapi juga dilaksanakan di luar sekolah dalam bentuk pendidikan nonformal dan informal. 2) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28B Ayat 2, menyatakan setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dan Pasal 28C Ayat 1, menyatakan setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memproleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.18

(http://lukmancoroners.blogspot.com/2010/01) diakses 1 Oktober 2011

33

3) Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab VI, Pasal 13 bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. 4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang komponen yang digunakan sebagai standar dalam pengelolaan pendidikan nasional dan menjadi alat ukur akan jaminan mutu pendidikan yang dijalankan oleh program dan/atau satuan penyelenggara pendidikan di tingkat pusat maupun daerah. 5) Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Percepatan Penuntasan Wajar Dikdas Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. 6) Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 0131/U/1994 tentang Program Paket A dan Program Paket B; 7) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi Pendidikan Kesetaraan; 8) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 3 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan Kesetaraan.4.2.

Penyelenggaraan Program Paket B Setara SMP1) Kurikulum Paket B

Struktur kurikulum program Paket B dilaksanakan dalam sistem tingkatan dan derajat yang setara yakni:19 Tingkatan 3 dengan derajat kompetensi Terampil 1 setara dengan kelas VIII SMP/MTs, menekankan pada penguasaan dan penerapan konsep-konsep abstrak secara lebih meluas dan berlatih meningkatkan keterampilan berpikir dan bertindak logis dan etis, sehingga peserta didik mampu berkomunikasi melalui teks secara tertulis dan lisan, serta memecahkan masalah dengan menggunakan fenomena alam dan atau sosial yang lebih luas.

19

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2007, tantang Standar Isi Untuk Program Paket A, Program Paket B, dan Program Paket C.

34

Tingkatan 4 dengan derajat kompetensi Terampil 2 setara dengan kelas IX SMP/MTs, menekankan peningkatan keterampilan berpikir dan mengolah informasi serta menerapkannya untuk menghasilkan karya sederhana yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat, sehingga peserta didik mampu secara aktif mengekspresikan diri dan mengkomunikasikan karyanya melalui teks secara lisan dan tertulis berdasarkan data dan informasi yang akurat secara etis, untuk memenuhi tuntutan keterampilan dunia kerja sederhana dan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Tabel 2.2. Struktur Kurikulum Paket BMata pelajaran Bobot Satuan Kredit Kompetensi (SKK) Tingkatan 3/ Tingkatan 4/ Jumlah Derajat Derajat Terampil 1 Terampil 2 Setara Kelas Setara Kelas VII-VIII IX 4 2 6 4 2 6

1. 2.

Pendidikan Agama Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 8 4 12 4. Bahasa Inggris 8 4 12 5. Matematika 8 4 12 6. Ilmu Pengetahuan Alam 8 4 12 7. Ilmu Pengetahuan 8 4 12 Sosial 8. Seni Budaya 4 2 6 9. Pendidikan Jasmani, 4 2 6 Olahraga dan Kesehatan 4 2 6 10. Keterampilan ) Fungsional* 4**) 2**) 6**) 11. Muatan Lokal **) 4 2 6 12. Pengembangan Kepribadian Profesional Jumlah 68 34 102 Keterangan: *) Pilihan mata pelajaran **) Substansinya dapat menjadi bagian dari mata pelajaran yang ada, baik mata pelajaran wajib maupun pilihan SKK untuk substansi muatan lokal termasuk ke dalam SKK mata pelajaran yang dimuati

2) Pendidik dan Tenaga Kependidikan

35

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1: Ayat (5) menyatakan bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Ayat (6) pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.20 Sedangkan Pasal 39: Ayat (1) menyatakan bahwa tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Ayat (2) menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.21 Pendidik pada pendidikan kesetaraan harus memiliki

kompetensi akademik, profesional, personal/kepribadian dan sosial serta didukung dengan kualifikasi pendidikan yang sesuai. (1) Kompetensi profesional, personal dan sosial Pendidik pada pendidikan kesetaraan harus memiliki: (a) Kompetensi profesional yang berupa:20

21

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Ibid.

36

Penguasaan materi pembelajaran Pedagogik dan andragogik (mengelola pembelajaran

nonformal) Pengalaman mengajar dalam bidang pendidikan

nonformal(b) Kompetensi personal yang berupa kepribadian yang

menjadi teladan, berakhlak mulia, sabar, ikhlas(c) Kompetensi sosial dalam berkomunikasi dan bergaul

secara efektif (2) Kualifikasi Akademik Syarat kualifikasi akademik yang harus dimiliki pendidik pada pendidikan kesetaraan (tutor) Paket B minimal memiliki kualifikasi akademik Diploma II atau yang

sederajat, ditambah sertifikat pelatihan tutor. Sedangkan tenaga kependidikan pada pendidikan

kesetaraan sekurang-kurangnya terdiri atas pengelola kelompok belajar, tenaga administratif, tenaga perpustakaan dan tenaga laboratorium (mengacu pada UU Nomor 20 Tahun 2003 dan PP 19 Tahun 2005).

3) Sarana dan Prasarana

37

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 46 Ayat (1) menyatakan bahwa: Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.22 Proses belajar mengajar pada pendidikan kesetaraan dapat dilaksanakan di berbagai lokasi dan tempat yang sudah ada baik milik pemerintah, masyarakat maupun pribadi, seperti gedung sekolah, madrasah, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), masjid atau

lembaga/organisasi peduli/penggiat pendidikan kesetaraan. Guna mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan salah satu faktor terpenting adalah sarana dan prasarana. Menurut kamus bahasa Indonesia hakikat sarana pendidikan adalah: Sarana berarti apa saja yang dapat digunakan untuk melaksanakan sesuatu, untuk memajukannya, atau untuk mencapai tujuan. Syarat untuk mencapai sesuatu. Menurut Suharsimi Arikunto (1987) sarana pendidikan ialah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar,22

Ibid.

38

baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancer, teratur, efektif dan efisien. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (1992) memberikan gambaran secara umum mengenai pengertian sarana pendidikan. Secara umum saran pendidikan diartikan sebagai semua fasilitas yang menunjang proses belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan termasuk personil dan kurikulum. Beberapa pendapat di atas tentang pengertian sarana dapat disimpulkan bahwa sarana pendidikan adalah semua perlatan atau fasilitas yang langsung digunakan dalam proses belajar mengajar agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Secara etimologis (arti kata) prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan. Prasarana pendidikan adalah alat yang tidak langsung yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Misalnya: bangunan, dan sebagainya.23

4) Pembiayaan

23

Wahyu Sri Ambar Arum, Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan, (Jakarta: CV Multi Karya Mulia, 2007), h. 6-7

39

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 46: Ayat (1) menyatakan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Ayat (2) menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.24 Pasal 47: Ayat (1) menyatakan bahwa sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. Ayat (2) menyatakan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.25 Pembiayaan penyelenggaraan program diambil dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD I dan II), swadaya masyarakat dan sumber dana lain yang sah tidak mengikat. Komponen pendanaan yang perlu mendapat perhatian: (1) Pengadaaan bahan dan peralatan belajar, buku/modul dan alat tulis untuk penyelenggara dan peserta didik (2) (3) (4)24 25

Pengadaan bahan, peralatan praktek dan keterampilan Honorarium pendidik Honorarium penyelenggara

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Op. Cit. Ibid.

40

(5) (6) (7) (8) (9)

Transport pendidik dan tenaga kependidikan Pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan Evaluasi dan ujian Beasiswa bagi peserta didik yang prestasinya cemerlang Pendataan di lapangan

(10) Monitoring dan evaluasi program (11) Pelaporan

5) Peserta Didik/Warga Belajar

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat (4)

menyatakan bahwa: peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik pada program Paket B adalah warga

masyarakat yang: (1) Lulus Paket A/SD/MI (2) Belum menempuh pendidikan di SMP/MTs dengan prioritas kelompok usia 15-44 tahun (3) Putus SMP/MTs (4) Tidak menempuh sekolah formal karena pilihan sendiri

41

(5) Tidak dapat bersekolah karena berbagai faktor (potensi, waktu, geografi, ekonomi, sosial dan hukum, dan

keyakinan)

6) Proses Pembelajaran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat (20) menyatakan bahwa: pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dimyati dan Mudjiono menyatakan bahwa: Belajar adalah proses melibatkan manusia secara orang per orang sebagai satu kesatuan organisme sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sedangkan pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap.26 Pembelajaran dapat diberi arti sebagai setiap upaya yang sistematik dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan belajar.27 Interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (siswa, peserta didik, peserta pelatihan, dsb) yang melakukan26

27

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), h. 156-157 H. D. Sudjana, Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, (Bandung: Falah Production, 2005), h. 8

42

kegiatan belajar dengan pendidik (guru, tutor, pelatih, proses, dsb) yang melakukan kegiatan pembelajaran. Belajar dapat ditinjau dari dua segi yaitu belajar sebagai proses dan belajar sebagai hasil. Sebagai proses, belajar dapat diartikan upaya yang wajar melalui penyesuaian tingkah laku (Travers, 1972; Delker, 1974; Gage and Berlinger, 1984). Belajar sebagai hasil adalah perubahan tingkah laku yang diperoleh dari kegiatan belajar (Cagne, 1972; Coombs, 1985). Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar ini mencakup ranah (domain) afeksi, kognisi dan psikomotor (Bloom, 1965); atau kognisi, konasi, dan keterampilan (Dunlop, 1984); atau pengetahuan, sikap, keterampilan, dan aspirasi (Kinsey, 1978).

7) Administrasi Menunjang kelancaran pengelolaan kelompok belajar

diperlukan sarana administrasi sebagai berikut: (1) Papan nama kelompok belajar (2) Papan struktur organisasi penyelenggara (3) Kelengkapan administrasi penyelenggaraan dan

pembelajaran, yang meliputi: buku induk peserta didik dan tutor, buku tamu, buku daftar hadir peserta didik dan tutor, buku keuangan/kas umum, buku daftar inventaris, buku

43

agenda pembelajaran, buku laporan bulanan tutor, buku agenda surat masuk dan keluar, buku daftar nilai peserta didik, buku tanda terima ijazah.

8) Pengelolaan Pembinaan dan pengawasan: (1) Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal melalui Direktorat Pendidikan Kesetaraan melaksanakan pembiayaan terhadap penyelenggaraan pendidikan

kesetaraan Program Paket A, Paket B, Paket C dan Paket C melalui pengadaan kurikulum, modul dan berbagai acuan pendidikan kesetaraan; (2) Pejabat pada Dinas yang Pendidikan membidangi Provinsi PNFI dan

Kabupaten/Kota

membina

pelaksanaan penyelenggaraan kegiatan belajar, evaluasi dan kegiatan lain yang berkaitan; (3) Penilik PNFI di Kecamatan memantau pelaksanaan

kegiatan pendidikan dan pembelajaran secara rutin.

9) Partisipasi Masyarakat

44

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 54: Ayat (1) menyatakan bahwa peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Ayat (2) menyatakan bahwa masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.28 Penyelenggaraan program kesetaraan Paket A, Paket B dan Paket C adalah berbasis kemasyarakatan. Oleh karena itu, setiap penyelenggaraan dianjurkan selalu menjalin kerjasama dengan semua pihak dan komponen dalam masyarakat sekolah negeri, madrasah, perusahaan, instansi pemerintah dan tokoh masyarakat demi meningkatkan mutu pendidikan.

10) Informasi Manajemen Penyelengaraan program memerlukan Sistem Informasi Manajemen (SIM). Sistem ini diperlukan untuk mendapat, mengetahui, memantau dan menganalisis perkembangan dan kemajuan program dengan baik. SIM menjadi tanggung jawab Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jenderal

Pendidikan Nonformal dan Informal dengan melibatkan seluruh komponen pelaksana di daerah.28

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Op. Cit.

45

5. Standar Kompetensi Lulusan Paket B Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) seperti yang dirumuskan BSNP adalah:29 SMP/MTs/SMPLB*/Paket B 1) Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja 2) Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri 3) Menunjukkan sikap percaya diri 4) Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas 5) Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional 6) Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif 7) Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif 8) Menunjukkan kemampuan belajar dengan potensi yang dimilikinya secara mandiri sesuai

29

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 73-74

46

9) Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari 10) Mendeskripsi gejala alam dan sosial 11) Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab 12) Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia 13) Menghargai karya seni dan budaya nasional14) Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk

berkarya 15) Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan

memanfaatkan waktu luang 16) Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun 17) Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat 18) Menghargai adanya perbedaan pendapat 19) Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana 20) Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana

47

21) Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti

pendidikan menengah

6. Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP)

Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) terdiri atas kelompok-kelompok mata pelajaran:30 1) Agama dan Akhlak Mulia; 2) Kewarganegaraan dan Kepribadian; 3) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; 4) Estetika; 5) Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan. Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP)

dikembangkan berdasarkan tujuan dan cakupan muatan dan/atau kegiatan setiap kelompok mata pelajaran, yakni: 1) Agama dan Akhlak Mulia SMP/MTs/SMPLB*/Paket B a) Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja b) Menerapkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan

30

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006, tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL)

48

c) Memahami keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi d) Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun yang mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan e) Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan

memanfaatkan waktu luang sesuai dengan tuntunan agamanya f) Memanfaatkan lingkungan sebagai makhluk ciptaan Tuhan secara bertanggung jawab g) Menghargai perbedaan pendapat dalam menjalankan ajaran agama

2) Kewarganegaraan dan Kepribadian SMP/MTs/SMPLB*/Paket B a) Menerapkan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia b) Mematuhi aturan-aturan sosial, hukum dan perundangan c) Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional d) Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab e) Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri f) Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun

49

g) Menunjukkan sikap percaya diri h) Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis i) Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya j) Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya k) Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, dan aman dalam kehidupan sehari-hari l) Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat m)Menghargai adanya perbedaan pendapat n) Menghargai karya seni dan budaya nasional Indonesia

3) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi SMP/MTs/SMPLB*/Paket B a) Mencari dan menerapkan informasi secara logis, kritis, dan kreatif b) Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif c) Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya d) Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan

masalah dalam kehidupan sehari-hari e) Mendeskripsi gejala alam dan sosial

50

f) Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab g) Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya h) Menerapkan hidup bersih, sehat bugar, aman, dan

memanfaatkan waktu luang i) Memiliki keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris sederhana j) Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah

4) Estetika SMP/MTs/SMPLB*/Paket B a) Memanfaatkan lingkungan untuk kegiatan apresiasi seni b) Menghargai karya seni, budaya, dan keterampilan sesuai

dengan kekhasan lokal c) Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis karya seni

5) Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan SMP/MTs/SMPLB*/Paket B a) Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman dan memanfaatkan waktu luang dengan memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab

51

b) Mencari dan menerapkan berbagai informasi tentang potensi sumber daya lokal untuk menunjang hidup bersih, sehat, bugar, aman dan memanfaatkan waktu luang

7. Konsep Pendidikan Orang Dewasa (Andragogi)31

7.1.Pengertian Andragogi Andragogi (Andragogy) berasal dari kata Yunani andr atau aner yang berarti orang dewasa, dan agogi (agogy) yang juga berasal dari kata Yunani Agogi agogus berarti berarti aktivitas

memimpin/membimbing.

memimpin/membimbing atau seni dan ilmu mempengaruhi orang lain. Malcolm S. Knowles semula mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu membantu orang dewasa belajar. Perkembangan berikutnya, setelah Knowles melihat banyak guru yang

menerapkan konsep andragogi pada pendidikan anak-anak muda dan menemukan bahwa dalam situasi tertentu memberikan hasil lebih baik, kemudian Knowles menyatakan bahwa andragogi sebenarnya merupakan model asumsi lain mengenai pelajar yang dapat digunakan di samping model asumsi paedagogi. Ia juga

31

Fakhruddin Arbah, Bahan Ajar Mata Kuliah Pendidikan Orang Dewasa (Andragogi), (Jakarta: UNJ, 2007)

52

menyatakan bahwa model-model itu (paedagogi dan andragogi) mungkin paling berguna apabila tidak dilihat sebagai dikotomi, tapi sebagai dua ujung dari suatu spektrum, atau terletak pada suatu garis (kontinum), di mana suatu situasi berbeda di antara dua ujung tersebut.

7.2.Asumsi Dasar Andragogi Lima asumsi dasar yang perlu dipahami secara dalam oleh setiap pengajar orang dewasa yakni:a) Konsep diri: orang dewasa menyadari betul bahwa ia dapat

membuat dan menentukan serta menetapkan keputusan untuk dirinya sendiri, artinya tidak selalu bergantung kepada orang lain disekitarnya.b) Pengalaman:

orang

dewasa

hampir yang

seluruh dapat

perjalanan diungkapkan

hidupnya

adalah

pengalaman

kembali serta sangat mempengaruhi pola pikir dan pola perilaku sehari-hari.c) Kesiapan untuk belajar: orang dewasa dalam belajar pada

umumnya mereka sudah siap baik fisik maupun mental, karena apa yang akan dipelajari tersebut merupakan salah satu kebutuhannya. Peserta didik orang dewasa tidka perlu

53

lagi disuruh-suruh, dinasehati, terus ditingkatkan untuk sebuah proses belajar. Kesadaran itu ada pada dirinya.d) Orientasi belajar: orang dewasa dalam belajar, mereka sangat

terdorong dalam hal belajar adalah untuk memecahkan berbagai persoalan hidup yang tengah dihadapi dan yang akan dihadapi kelak. Keberagaman fenomena kehidupan yang mereka hadapi, membuat dirinya mengambil satu keputusan bertindak yaitu harus mencari kiatnya bagaimana. Satusatunya cara yang sangat memberikan jawaban terpenuhi adalah melalui belajar dan belajar.e) Motivasi belajar dari dalam sangat dominan: orang dewasa

pada setiap aktivitasnya termasuk di dalamnya belajar lebih didominasi oleh faktor-faktor internal (yang datang dalam dirinya orang dewasa sendiri), mereka tahu dan paham apa yang akan dilakukan dan apa pula manfaat untuk didirinya, sedangkan faktor dari luar tidak begitu berpengaruh

sebenarnya, walaupun bukan tidak sama sekali.

7.3. Karakteristik Peserta Didik Orang Dewasa Karakteristik orang dewasa diuraikan sebagai berikut:a) Orang dewasa mempunyai pengalaman berbeda;

54

b) Orang dewasa lebih suka menerima saran daripada digurui; c) Orang dewasa lebih memberi perhatian pada hal-hal yang

menarik dan menjadi kebutuhannya;d) Orang dewasa lebih suka dihargai daripada diberi hukuman

apalagi disalahkan;e) Orang dewasa lebih suka diperlakukan denga sungguhan,

iktikad baik, adil dan rasional;f)

Orang dewasa lebih suka melakukan sendiri sebanyak mungkin apa yang dipelajarinya;

g) Orang dewasa lebih menyukai hal-hal yang praktis; h) Orang dewasa butuh waktu cukup untuk akrab dengan teman

baru dalam arti yang sebenarnya.

7.4.Karakteristik Pengajar/Pendidik Orang Dewasa Karakteristik para pengajar/pendidik orang dewasa memiliki ciriciri sebagai berikut:a) Menjadi anggota kelompok yang diajar/dilatih; b) Mampu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif; c) Mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap kerja; d) Menyadari akan adanya kelemahan;

e) Dapat melihat, menggali dan memecahkan permasalahan;

55

f)

Peka dan mengerti perasaan orang lain;

g) Selalu optimis dan mempunyai iktikad baik pada orang lain; h) Menyadari perannya bukanlah sebagai pengajar, tetapi lebih kepada pemberi fasilitasi atau memberikan kemudahan dalam proses pembelajaran.

7.5.Prinsip-prinsip Belajar untuk Orang Dewasa Prinsip-prinsip belajar dari sudut peserta didik orang dewasa sebagai berikut:a) Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila mereka

secara penuh ambil bagian di dalamnya;b) Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila yang

dpelajari menyangkut atau relevan dengan kehidupan seharihari;c) Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang

dipelajari memberikan manfaat terhadap dirinya dan bersifat praktis;d) Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila mereka

mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh semua kemampuan dalam waktu yang cukup;

56

e) Orang dewasa akan belajar dengan baik apabilakonsep saling

pengertian dapat dikembangtumbuhkan secara terus-menerus; f) Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila pengalaman, pola pikir tentang masa lalu ikut diperhatikan. Prinsip-prinsip mengajar atau sering disebut dengan prinsip memfasilitasi yang efektif dan hal ini lebih menitikberatkan kepada fasilitator, pengajarnya, serta instrukturnya yang antara lain harus: a) Menguasai materi b) Sehat jasmani dan rohani c) Memiliki kepribadian d) Mengerti sifat dan perkembangan sasaran didik e) Memiliki pengetahuan dan kemampuan menggunakan prinsipprinsip belajar dan mengajar f) Memiliki sikap toleransi budaya, agama dan ras

g) Melakukan peningkatan profesi secara berkesinambungan

7.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Orang Dewasaa) Fisiologis: semua yang berhubungan dengan fisik atau jasmani

orang dewasa seperti faktor pendengaran, penglihatan dan kondisi badan itu sendiri.

57

b) Psikologis: semua hal yang berhubungan dengan jiwa dan

emosi orang dewasa itu sendiri seperti tingkat kecerdasan, motivasi, berpikir dan ingatan.c) Lingkungan belajar: semua hal yang berhubungan dengan apa

saja yang ada disekeliling di mana proses belajar itu berlangsung baik yang ada di dalam tata ruang belajar maupun yang berada di luar tata ruang belajar. d) Sistem penyajian: semua hal yang berhubungan dengan bagian-bagian yang ada dalam sebuah sistem penyajian seperti adanya kurikulum, bahan ajar, metodologi

pembelajaran, dan lain-lain.

7.7. Faktor-faktor yang Menurunkan Motivasi Belajar Peserta Didik Orang Dewasa dalam Belajar a) Kehilangan harga diri b) Ketidaknyamanan fisik c) Frustasi (kecewa berat) d) Teguran yang tidak dimengerti serta menyakitkan e) Menguji yang belum diajarkan f) Materi terlalu sulit atau terlalu mudah

g) Persaingan tidak sehat h) Presentasi fasilitator yang membosankan

58

i)

Fasilitator tidak menaruh minat (tidak energik) Agar hal ini tidak terjadi atau meminimaiz semua poin-poin di

atas, maka sebagai seorang fasilitator, instruktur perlu memiliki sikap-sikap sebagai berikut:a) Empati

b) Kewajaran c) Respek d) Komitmen dan kehadiran e) Mengakui kehadiran orang lain f) Tidak selalu menggurui

g) Tidak sering memutuskan pembicaraan orang lain h) Tidak mengawali sesuatu dengan berdebat i) j) Tidak diskriminatif dalam semua hal Memiliki variasi dan tidak monoton dalam belajar

7.8.Metode-metode yang Cocok untuk Pembelajaran Orang Dewasa Metode-metode yang pas untuk orang dewasa dalam belajar adalah semua metode yang berorientasi kepada pendekatan partisipatif, artinya keterlibatan peserta dalam proses

pembelajaran harus lebih dominan.

59

Metode pembelajaran adalah prosedur yang disusun secara teratur dan logis yang dituangkan dalam suatu rencana kegiatan yang rinci, sehingga terjadi perubahan perilaku yang diinginkan pada peserta didik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, dipertimbangkan dalam memilah, memilih dan menetapkan satu atau beberapa metode pembelajaran antara lain: a) Faktor tujuan belajar b) Faktor kemampuan fasilitator c) Faktor kemampuan peserta didik d) Faktor besar kecilnya kelompok e) Faktor waktu f) Faktor fasilitas yang tersedia Memahami faktor-faktor di atas, maka ada tiga keterampilan dasar mengajar yang perlu dikuasai dan dimiliki oleh seorang fasilitator, antara lain: (1) keterampilan menjelaskan, (2)

keterampilan bertanya, (3) keterampilan mengelola kelompok. Metode-metode pembelajaran: a) Metode-metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam tahap pembinaan keakraban seperti metode diat, metode bujur sangkar, metode pembentukan kelompok kecil.

60

b) Metode-metode yang dapat digunakan dalam perumusan tujuan seperti metode diskusi kelompok, metode dhelfi, dan lain-lain. c) Metode-metode yang dapat digunakan dalam proses

pembelajaran seperti metode simulasi, studi kasus, metode forum, role play, cerita pemula diskusi, metode permainan, visual aid, demonstrasi, ceramah bervariasi, kerja kelompok, kunjungan lapangan, penugasan, dan lain-lain. Metode pembelajaran di atas perlu dikembangkan,

dimodifikasi, perlu dipilah dan dipilih, sehingga hasil belajar akan lebih maksimal.

8. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia KKNI adalah kerangka kualifikasi yang disepakati secara nasional, disusun berdasarkan suatu ukuran pencapaian proses pendidikan sebagai basis pengakuan terhadap hasil pendidikan seseorang (baik yang diperoleh secara formal, nonformal, informal, atau otodidak).32 Secara ringkas, KKNI ini terdiri dari sembilan level kualifikasi akademik SDM Indonesia. Menurut Dirjen dengan adanya KKNI ini akan merubah cara melihat kompetensi seseorang, tidak lagi semata dari Ijazah tapi dengan melihat kepada kerangka kualifikasi yang32

(http://www.google.com/kualifikasi_nasional_indonesia) diakses 22 Desember 2011

61

disepakati secara nasional sebagai dasar pengakuan terhadap hasil pendidikan seseorang secara luas (formal, nonformal, informal atau otodidak) yang akuntabel dan transparan. Adapun KKNI ini juga akan terjadi beberapa hal misalnya adanya proses Recognition of Prior Learning. KKNI akan membangun kesadaran mutu para penyelenggara pendidikan di Indonesia untuk menghasilkan kualitas SDM yang sesuai dengan deskriptor kualifikasi. Ini juga akan membuat fondasi pengakuan, akses, kolaborasi sumber daya manusia kita di dunia Internasional dan pada gilirannya akan meningkatkan terbangunnya komprehensif. Gambar 2.1. Kualifikasi SDM Nasional daya country saing bangsa. KKNI juga mendorong data yang

education

profile

dengan

62

Tabel 2.3. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)Kualifi kasi I

Kegiatan Melaksanakan kegiatan. Lingkup terbatas. Berulang dan sudah biasa. Dalam konteks yang terbatas.

Parameter Pengetahuan Mengungkap kembali. Menggunakan pengetahuan yang terbatas. Tidak memerlukan gagasan baru.

Terhadap

II

Melaksanakan kegiatan: Lingkup agak luas. Mapan dan sudah biasa. Dengan pilihanpilihan yang terbatas terhadap sejumlah tanggapan rutin.

Menggunakan

pengetahuan dasar operasional. Memanfaatkan informasi yang tersedia. Menerapkan pemecahan masalah yang sudah baku.

Tanggung Jawab kegiatan sesuai arahan. Dibawah pengawasan langsung. Belum dapat diberi tanggungjawab terhadap pekerjaan orang lain. Terhadap kegiatan sesuai arahan. Dibawah pengawasan tidak langsung dan pengendalian mutu. Punya tanggung jawab terbatas terhadap kuantitas dan mutu. Dapat diberi

63

Memerlukan sedikitgagasan baru. III Melaksanakan kegiatan: Dalam lingkup yang luas dan memerlukan keterampilan yang sudah baku. Dengan pilihanpilihan terhadap sejumlah prosedur. Dalam sejumlah konteks yang sudah biasa.

Menggunakan

IV

Melakukan kegiatan: Dalam lingkup yang luas dan memerlukan keterampilan penalaran teknis. Dengan pilihanpilihan yang banyak terhadap sejumlah prosedur. Dalam berbagai konteks yang sudah biasa maupun yang tidak biasa.

V

Melakukan kegiatan: Dalam lingkup yang luas dan memerlukan keterampilan penalaran teknis khusus

pengetahuanpengetahuan teoritis yang relevan. Menginterpretasika n informasi yang tersedia. Menggunakan perhitungan dan pertimbangan. Menerapkan sejumlah pemecahan masalah yang sudah baku. Menggunakan basis pengetahuan yang luas dengan mengaitkan sejumlah konsep teoritis. Membuat interpretasi analistis terhadap data yang tersedia. Pengambilan keputusan berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku. Menerapkan sejumlah pemecahan masalah yang bersifat inovatif terhadap masalahmasalah yang konkrit dan kadangkadang tidak biasa. Menerapkan basis pengetahuan yang luas dengan pendalaman yang cukup dibeberapa area.

tanggungjawab membimbing orang lain. Terhadap kegiatan sesuai arahan dengan otonomi terbatas. Dibawah pengawasan tidak langsung dan pemeriksaan mutu. Bertanggungjawab secara memadai terhadap kuantitas dan mutu hasil kerja. Dapat diberi tanggungjawab terhadap hasil kerja orang lain.

Terhadap kegiatan yang direncanakan sendiri. Dibawah bimbingan dan evaluasi yang luas. Bertanggung jawab penuh terhadap kuantitas dan mutu hasil kerja. Dapat diberi tanggungjawab terhadap kuantitas dan mutu hasil kerja orang lain.

Melakukan: Kegiatan yang diarahkan sendiri dan kadang-kadang memberikan arahan kepada orang lain. Dengan pedoman

64

VI

VII

VIII

IX

(spesialisasi). atau fungsi umum Membuat yang luas. Dengan pilihaninterpretasi analitik Kegiatan yang pilihan yang sangat terhadap sejumlah memerlukan luas terhadap data yang tersedia tanggungjawab penuh sejumlah prosedur yang memiliki baik sifat, jumlah yang baku dan tidak cakupan yang luas. maupun mutu dari baku. Menentukan hasil kerja. Yang memerlukan metoda-metoda dan diberi banyak pilihan procedure yang Dapat tanggungjawab procedure standar tepatguna, dalam terhadap pencapaian maupun non pemecahan hasil kerja kelompok. standar. sejumlah masalah yang konkrit yang dalam konteks yang mengandung unsurrutin maupun tidak unsur teoritis. rutin. Melakukan kegiatan: Melaksanakan: Menggunakan Pengelolaan Dalam lingkup pengetahuan kegiatan/proses yang sangat luas khusus yang kegiatan. dan memerlukan mendalam pada keterampilan beberapa bidang. Dengan parameter penalaran teknis Melakukan analisis, yang luas untuk khusus. memformat ulang kegiatan-kegiatan Dengan pilihandan mengevaluasi yang sudah tertentu. pilihan yang sangat informasi-informasi Kegiatan dengan luas terhadap yang cakupannya penuh akuntabilitas sejumlah prosedur luas. untuk menentukan yang baku dan Merumuskan tercapainaya hasil tidak baku serta langkah-langkah kerja pribadi dan atau kombinasi prosedur pemecahan yang kelompok. yang tidak baku. tepat, baik untuk Dapat diberi dalam konteks rutin masalah yang tanggungjawab dan tidak rutin yang konkrit maupun terhadap pencapaian berubah-ubah abstrak. hasil kerja organisasi. sangat tajam. Mencakup keterampilan, pengetahuan dan tanggungjawab yang memungkinkan seseorang untuk: Menjelaskan secara sistematik dan koheren atas prinsip-prinsip utama dari suatu bidang dan, Melaksanakan kajian, penelitian dan kegiatan intelektual secara mandiri disuatu bidang, menunjukkan kemandirian intelektual serta analisis yang tajam dan komunikasi yang baik. Mencakup keterampilan, pengetahuan dan tanggungjawab yang memungkinkan seseorang untuk: Menunjukkan penguasaan suatu bidang dan, Merencanakan dan melaksanakan proyek penelitian dan kegiatan intelektual secara original berdasarkan standar-standar yang diakui secara internasional. Mencakup keterampilan, pengetahuan dan tanggungjawab yang memungkinkan seseorang untuk: Menyumbangkan pengetahuan original melalui penelitian dan kegiatan

65

intelektual yang dinilai oleh ahli independen berdasarkan standar internasional

Gambar 2.2. Posisi KKNI

B. Kerangka Berpikir PKBM Sultan Hasanudin, Tambun Selatan, Bekasi

menyelenggarakan ujian kesetaraan ditingkat Kabupaten Bekasi. PKBM Sultan Hasanudin diharapkan menjadi salah satu solusi atas terpuruknya kondisi pendidikan di Tambun Selatan, Bekasi, karena adanya

masyarakat yang belum menuntaskan pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun. Masyarakat tersebut telah sadar akan pentingnya mengenyam pendidikan dasar karena pendidikan memberi dampak yang baik untuk kehidupan mereka di masa depan, khususnya di dunia kerja, terutama peningkatan status sosial dan ekonomi. Mereka juga sudah berpikiran

66

maju bahwa usia bukan penghalang untuk seseorang mengenyam pendidikan dasar. Penelitian yang berjudul Evaluasi Penyelenggaraan Program Paket B Setara SMP di PKBM Sultan Hasanudin, Tambun Selatan, Bekasi (Studi Kasus Pada Warga Belajar Yang Sudah Bekerja Dalam Mengikuti Program Paket B Di PKBM Sultan Hasanudin) terpusat pada aspekaspek program yang dievaluasi berdasarkan sistem pendidikan luar sekolah. Menurut Djudju Sudjana, model yang mengevaluasi unsur-unsur program pendidikan luar sekolah yang konsisten dengan subsistem pendidikan luar sekolah atau disebut pula program pendidikan luar sekolah secara sistemik.33 Program ini memiliki unsur-unsur sistem terdiri atas komponen (masukan lingkungan, masukan sarana, masukan mentah, dan masukan lain), proses, dan tujuan yang mencakup keluaran (output) dan pengaruh (outcome). Model ini dapat disebut Model KPKP (komponen, proses, keluaran, dan pengaruh) program pendidikan luar sekolah. Secara rinci komponen, proses dan tujuan program pendidikan luar sekolah yang sistemik diuraikan sebagai berikut:1. Masukan lingkungan (environmental input) meliputi lingkungan

alam, sosial budaya, dan kelembagaan.33

Djudju Sudjana, Op. Cit., h. 80

67

Lingkungan

alam

yang

perlu

diperhatikan

dalam

program

pendidikan luar sekolah dapat terdiri atas lingkungan alam hayati (biotik), lingkungan alam nonhayati (a biotic), dan lingkungan alam buatan. Lingkungan hayati adalah flora (tumbuhan) dan fauna (hewan). Lingkungan alam nonhayati mencakup tanah, air, mineral, cuaca, sungai, dan sebagainya. Lingkungan buatan/binaan meliputi pemukiman, sarana dan alat transportasi, bendungan, pasar, kampus, dan sebagainya. Lingkungan sosial-budaya meliputi kondisi kependudukan dengan berbagai potensinya seperti kebiasaan atau tradisi, pendidikan, agama, komunikasi, kesenian, bahasa, kesehatan, mata pencaharian, lapangan kerja, ideologi dan politik, keamanan, kebutuhan, dan aspirasi masyarakat. Ke dalam lingkungan ini termasuk perubahan sosial yaitu perkembangan masyarakat dari masyarakat pertanian, ke masyarakat industri, dan ke masyarakat informasi. Lingkungan sosial juga mencakup kondisi ekonomi masyarakat seperti mata

pencaharian, pekerjaan, tingkat pendapatan serta struktur masyarakat yang terdiri atas individu kelompok, dan komunitas. Lingkungan kelembagaan terdiri atas instansi-instansi pemerintah, perusahaan, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi

kemasyarakatan yang terkait dengan program dan terdapat dalam lingkungan di mana program pendidikan luar sekolah dilangsungkan.

68

2. Masukan sarana (instrumental input) terdiri atas kurikulum atau

program

pembelajaran,

tenaga

kependidikan,

sarana

dan

prasarana, serta biaya. Kurikulum atau program pembelajaran mencakup tujuan

pembelajaran, materi (bahan) pembelajaran, metode-teknik dan media pembelajaran, serta alat evaluasi hasil belajar. Tujuan pembelajaran berkaitan dengan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran atau disebut pula tujuan antara dan tujuan akhir pembelajaran. Tujuan pembelajaran berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan/atau kebutuhan belajar. Materi pembelajaran terdiri atas bahanbahan yang disusun secara sistematik dan disediakan untuk dipelajari oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan belajarnya. Metode, teknik dan media pembelajaran digunakan dalam strategi

pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Alat evaluasi adalah instrumen, berupa tes atau soalsoal ujian, untuk mengukur sejauhmana perubahan perilaku peserta didik setelah mengikuti pembelajaran. Kurikulum, menurut Tyler (1950), mencakup tujuan belajar, metode dan teknik, bahan belajar, prosedur pembelajaran, dan alat evaluasi hasil belajar. Kurikulum harus dievaluasi, yang menurut Lewy (1977), evaluasi kurikulum dilakukan terhadap materi pembelajaran, media pembelajaran,

69

organisasi bahan belajar, strategi pembelajaran, pengelolaan kegiatan belajar, peranan pendidik serta tenaga kependidikan lainnya, dan akitvitas peserta didik. Pendidik, sebagai unsur tenaga kependidikan, memiliki

kemampuan (kompetensi) dalam pembelajaran yang mencakup kemampuan dasar, akademik, personal, sosial, dan profesional. Pendidik juga memiliki kemahiran dalam manajemen pembelajaran. Pendidik dapat terdiri atas tutor, pamong belajar,

pelatih/widyaiswara/instruktur, penyuluh, pengampu, dan sebagainya. Grotelueschen (1976) memaparkan bahwa aspek-aspek yang dievaluasi adalah keterlibatannya dalam pendidik dan

program

penampilannya dalam proses pembelajaran. Tenaga kependidikan lainnya adalah pengelola satuan pendidikan luar sekolah seperti kepala Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), pimpinan lembaga kursus atau pelatihan, pengawas dan penilik, penguji, teknisi sumber belajar, pustakawan, serta peneliti dan pengembang pendidikan luar sekolah. Sarana dan prasarana pembelajaran gedung terdiri dan atas lokasi

pembelajaran,

panti

pembelajaran,

perlengkapan

pembelajaran (termasuk di dalamnya adalah meja, kursi, dan mebeler), laboratorium, tempat kerja (workshop), dan alat-alat bantu pembelajaran seperti papan tulis, alat tulis, buku, OHP, dan

70

sebagainya. Sarana dan prasarana serta alat bantu pendidikan perlu dievaluasi tentang ketersediannya, kuantitas dan kualitasnya,

kecocokannya dengan pembelajaran, serta pengembangan dan pemeliharaannya. Penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah yang dievaluasi adalah organisasi penyelenggara, peraturan yang digunakan, tipe dan status organisasi, daya dukung, jejaring dan hubungan kemitraan dengan pihak luar yang terkait. Evaluasi tentang pembiayaan berkaitan dengan sumber-sumber dana yang tersedia atau yang dapat disediakan, anggaran,

pengelolaan biaya. Variabel-variabel masukan sarana yang dievaluasi mencakup tujuan program, sarana kurikulum, dan pendidik dan tenaga

kependidikan

lainnya,

prasarana,

penyelenggara,

pengelola, dan pembiayaan.

3. Masukan mentah (raw input) ialah peserta didik yang terdiri atas

warga belajar, peserta pelatihan, peserta penyuluhan, pemagang, jamaah majelis taklim, santri, dan sebagainya. Peserta didik mempunyai karakteristik internal ialah atribut fisik, psikis, dan fungsional peserta didik. Atribut fisik yaitu usia, jenis kelamin, tinggi dan berat badan, serta kondisi panca indera. Atribut psikis adalah kebutuhan belajar, motivasi belajar, aspirasi, keinginan, minat, tujuan, masalah yang dihadapi, dan masa kritis, minat, tujuan,

71

masalah yang dihadapi, dan masa kritis. Atribut psikis ini mencakup pula kesiapan belajar (readiness), persepsi, struktur kognisi, dan kemampuan mental (mental ability). Atribut fungsional meliputi pekerjaan, pendidkan, kesehatan, dan status sosial ekonomi keluarga. Karakteristik eksternal peserta didik berkaitan dengan lingkungan kehidupan peserta didik meliputi lingkungan keluarga, teman bergaul, pekerjaan, kebiasaan dan sarana belajar yang terdapat di masyarakat dan daerah. Evaluasi terhadap masukan mentah ini adalah untuk menjawab pertanyaan tentang karakteristik mana yang paling mendorong atau menghambat peserta didik untuk belajar dan bagaimana pengaruhnya terhadap proses, hasil dan dampak pembelajaran.

4. Proses pendidikan melalui pembelajaran (processes) adalah

interaksi edukatif antara masukan sarana, terutama pendidik (tutor, pamong belajar, pelatih, penyuluh, dan sebagainya) dengan masukan mentah, yaitu peserta didik, melalui kegiatan pembelajaran, bimbingan, penyuluhan, dan/atau pelatihan. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan kontinum, atau berkesinambungan dan berdaur, yang dimulai dari pedagogi ke andragogi, atau sebaliknya. Pedagogi adalah ilmu dan seni mengajar kepada anak-anak (pedagogy is the science and arts of

72

teaching children), sedangkan andragogi adalah ilmu dan seni untuk membantu orang dewasa belajar (andragogy is the science and arts of helping adults learn). Kedua pendekatan ini dapat digunakan bagi anak-anak dan orang dewasa. Pembelajaran dapat dimulai dari pedagogi kemudain dilanjutkan ke andragogi, atau sebaliknya secara berdaur. Pembelajaran dilakukan secara partisipatif yaitu pendidik

melibatkan peserta didik dalam kegiatan identifikasi kebutuhan, perumusan tujuan pembelajaran, penyusunan program pembelajaran, pelaksanaan program pembelajaran, serta evaluasi terhadap proses, hasil dan dampak pembelajaran. Dalam pembelajaran partisipatif, langkah-langkah pembelajaran terdiri atas kegiatan: (1) pembinaan keakraban antara peserta didik dengan pendidik dan antar peserta didik, (2) identifikasi kebutuhan belajar, potensi-potensi yang ada pada lingkungan serta kemungkinan-kemungkinan hambatan dalam proses pembelajaran, (3) perumusan tujuan pembelajaran (tujuan antara, yaitu keluaran dan tujuan akhir, yaitu pengaruh), (4) penyusunan program pembelajaran terdiri atas bahan belajar, metode dan teknik serta media pembelajaran, alat evaluasi hasil dan pengaruh belajar, fasilitas dan alat bantu pembelajaran, (5) pelaksanaan pembelajaran, dan (6) evaluasi terhadap proses, hasil dan pengaruh program pembelajaran.

73

Proses

pembelajaran

mencakup

pendekatan

pembelajaran,

program pembelajaran, penggunaan pembelajaran partisipatif, dan langkah-langkah pembelajaran. Proses pembelajaran yang perlu dievaluasi ialah interaksi edukasi antara peserta didik dengan pendidik. Proses ini menyangkut pembelajaran, bimbingan dan atau latihan. Dalam pembelajaran perlu diketahui pendekatan dan metode yang digunakan oleh pendidik dan teknik kegiatan belajar oleh peserta didik. Perlu dievaluasi metode dan teknik yang digunakan untuk pembelajaran. Bimbingan yang perlu dievaluasi ialah pendekatan (bimbingan individual atau kelompok), teknik bimbingan, dan pengaruh bimbingan bagi peserta didik. Dalam evaluasi program perlu pula diidentifikasi tentang efisiensi dan efektivitas pembelajaran.

5. Keluaran (output) adalah lulusan program pendidikan luar sekolah

Keluaran yang dievaluasi adalah kuantitas dan kualitas lulusan program setelah mengalami proses pembelajaran. Kuantitas adalah jumlah lulusan yang berhasil menyelesaikan proses pembelajaran dalam program pendidikan. Kualitas adalah perubahan tingkah laku peserta didik atau lulusan meliputi ranah afeksi, kognisi, dan psikomotor. Ranah afeksi mencakup sikap, aspirasi, perasaan, dorongan, nilai, dan sebagainya. Ranah kognisi mencakup pengetahuan, penguasaan,

74

dan pemahaman. Ranah psikomotor meliputi keterampilan fungsional (functional skills). Kategori keterampilan fungsional adalah

keterampilan: produktif, teknik, fisik, sosial, artistik, manajerial, kepemimpinan, intelektual, emosional, dan spiritual. Ketiga ranah tersebut (kognisi, afeksi, dan psikomotorik) berkaitan degan materi yang telah dipelajari dan kebermaknaannya bagi kehidupan peserta didik dan lulusan program pendidikan.

6. Masukan lain (other input) adalah sumber-sumber atau daya

dukung yang memungkinkan lulusan dapat menerapkan hasil belajar (keluaran) dalam kehidupannya. Masukan lain dapat digolongkan ke dalam bidang bisnis (dunia usaha), pekerjaan, dan aktivitas kemasyarakatan. Masukan lain dalam bidang bisnis antara lain lapangan usaha, alat produksi, permodalan, bahan baku, pemasaran, informasi, pendampingan, latihan lanjutan, koperasi, dan jejaring (kemitraan). Masukan lain di bidang pekerjaan adalah lapangan kerja, bimbingan kerja, bimbingan karir, penghargaan dan hukuman, latihan lanjutan, pengawasan supervisi dan monitoring, penugasan, dan team-work. Masukan lain di bidang kegiatan kemasyarakatan adalah penyuluhan peserta didik atau alumni, pelibatan dalam pembangunan masyarakat, status sosial, jejaring kemitraan, dan sebagainya.

75

Masukan lain perlu pula dipelajari oleh peserta didik dalam proses pembelajaran. Misalnya, permodalan dapat dipelajari tentang sumbersumber permodalan, cara memperoleh, mengelola, dan

mengembangkan permodalan.

7. Pengaruh (outcome) adalah dampak yang dialami peserta didik

atau lulusan setelah memperoleh dukungan dari masukan lain Pengaruh ini dapat diukur terutama dalam tiga aspek kehidupan yaitu pertama, peningkatan taraf atau kesejahteraan hidup dengan indikator pemilikan pekerjaan atau usaha, pendapatan, kesehatan, pendidikan, penampilan diri, dan sebagainya. Kedua, upaya

membelajarkan orang lain baik kepada perorangan, kelompok dan/atau komunitas. Ketiga, keikutsertaan dalam kegiatan sosial atau pembangunan masyarakat seperti partisipasi buah pikiran, tenaga, keterampilan, dan/atau harta benda.