1 pendahuluan latar belakang...

31
1  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini termaktub dalam pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Oeh sebab itu setiap warga negara wajib mentaati peraturan- peraturan yang berlaku di Indonesia. Salah satu tujuan negara Indonesia secara konstitusional adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materil dan sprituil berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945. Oleh karena itu kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal pembangunan nasional perlu ditingkatkan secara terus menerus termasuk derajat kesehatannya. Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu juga dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki dampak negatif, terutama menyangkut masalah peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Salah satu tindak pidana yang menarik perhatian adalah tindak pidana narkotika. Karena permasalahan penyalahgunaan narkotika sudah menjadi masalah yang luar biasa, maka diperlukan upaya-upaya yang luar biasa pula, tidak cukup penanganan permasalahan narkotika ini hanya diperankan oleh para penegak hukum saja, tetapi juga harus didukung peran serta dari seluruh elemen masyarakat.

Upload: vothien

Post on 07-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

1  

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana

hal ini termaktub dalam pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 yaitu Negara Indonesia

adalah negara hukum. Oeh sebab itu setiap warga negara wajib mentaati peraturan-

peraturan yang berlaku di Indonesia.

Salah satu tujuan negara Indonesia secara konstitusional adalah terwujudnya

masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materil dan

sprituil berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945. Oleh karena itu kualitas sumber

daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal pembangunan nasional perlu

ditingkatkan secara terus menerus termasuk derajat kesehatannya.

Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

masyarakat, selain itu juga dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

masyarakat yang memiliki dampak negatif, terutama menyangkut masalah

peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Salah satu tindak pidana

yang menarik perhatian adalah tindak pidana narkotika. Karena permasalahan

penyalahgunaan narkotika sudah menjadi masalah yang luar biasa, maka diperlukan

upaya-upaya yang luar biasa pula, tidak cukup penanganan permasalahan narkotika

ini hanya diperankan oleh para penegak hukum saja, tetapi juga harus didukung

peran serta dari seluruh elemen masyarakat.

Page 2: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

2  

Didalam UUD NRI 1945 yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) bahwa negara

Indonesia adalah negara hukum. Pengertian negara hukum sesungguhnya

mengandung makna bahwa suatu negara menganut ajaran dan prinsip-prinsip

tentang supremasi hukum dimana hukum dijunjung tinggi sebagai pedoman dan

penentu arah kebijakan dalam menjalankan prinsip kehidupan berbangsa dan

bernegara. Konsep negara hukum yang dianut dalam UUD NRI 1945 dalam

implementasinya mengalami pergeseran oleh pengaruh dinamika politik dan social

yang berkembang. Frase itulah yang termaktub1 dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI

1945 sebagai salah satu ciri konstitutif bangsa Indonesia. Oleh karena itu, setiap

tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan warga negara harus selalu berdasar

pada hukum. Sehingga pemerintah dan warga negara menjadikan hukum tersebut

sebagai dasar pijakan dalam bertindak, maka seluruh tindakan dari warga negara

dan pemerintah. Indonesia adalah negara hukum harus dimaknai sebagai kesadaran

bangsa Indonesia untuk tunduk dan patuh pada hukum.

Berkaitan dengan hal tersebut, untuk mengantisipasi semakin luasnya

penyalahgunaan narkotika dan untuk melaksanakan pemberantasan peredaran

gelap narkotika, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan

yang secara khusus mengatur mengenai hal-hal yang berkenaan dengan narkotika,

dimana saat ini Undang-undang yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan hasil pembaharuan dari Undang-

undang yang lama yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997.

                                                            1     Departemen Pendidikan Nasional, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Kedua, Balai

Pustaka, Jakarta, hlm 549

Page 3: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

3  

Narkotika pada dasarnya adalah obat atau bahan yang bermanfaat dibidang

pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal

ini dinyatakan pada bagian pertimbangan Undang-undang No. 35 tahun 2009

tentang Narkotika. Jadi sebenarnya narkotika dalah sesuatu yang memiliki banyak

manfaat, sedangkan yang dilarang adalah penyalahgunaannya. Sebagaimana

dinyatakan dalam pertimbangan UU tersebut dan disisi lain narkotika pula dapat

menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau

digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan ketat dan seksama.

Di Indonesia, penyalahgunaan narkotika sudah sampai pada taraf

memprihatinkan, bukan hanya kuantitas penyalahgunaannya yang semakin banyak

dan meluas akan tetapi penggunaanya juga telah menjalar hampir kesemua lapisan

masyarakat mulai dari pelajar dari segala tingkat, hingga pejabat-pejabat negara pun

terlibat dalam tindak pidana narkotika. Kabar paling baru menganai

penyalahgunaan narkotika datang dari Anggota DPR dari Fraksi PPP, FS alias I H,

dilaporkan ditangkap karena diduga positif menggunakan narkoba. Putra mantan

wakil presiden HZ itu ditangkap bersama 14 orang lainnya oleh Tim Yonintel

Kostrad dan Pom Kostrad, di Perumahan Kostrad, Tanah Kusir, Jakarta Selatan,

hari minggu tanggal 21 Februari 2016. Sebanyak 14 orang diamankan dalam razia

di Kompleks Kostrad, lantaran positif menggunakan narkoba. Dari 14 orang yang

diamankan adalah tiga anggota Kostrad, lima anggota Polri, satu anggota DPR, dan

lima warga sipil.2

                                                            2 Portal Koran Warta Kota, “Anak Hamzah Haz Ditangkap Beli Shabu Di Kompleks Kostrad”

http://wartakota.tribunnews.com/2016/02/24/anak-hamzah-haz-ditangkap-beli-sabu-di-kompleks-kostrad diakses tanggal 25 Maret 2016

Page 4: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

4  

Tingginya angka penyalahguna narkotika3 dapat dilihat dari tingginya jumlah

pengguna narkoba di Indonesia, bahkan saat ini sudah menyentuh berbagai lapisan

masyarakat. Berdasarkan data BNN pada tahun 2015, Tingginya jumlah pengguna

narkoba di Indonesia mengalami peningkatan dari waktu kewaktu. Menurut data

penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) memperkirakan jumlah pengguna

narkoba di Indonesia akan terus meningkat. Tahun 2015, angka prevalensi

pengguna narkoba mencapai 5,1 juta orang. Menurut Deputi Pencegahan BNN

Yapi Manate menyebutkan jumlah angka kematian akibat penyalahgunaan narkoba

cukup mengkhwatirkan. “Angka kematian akibat penyalahgunaan narkoba

diperkirakan mencapai 104.000 orang yang berumur 15 tahun dan 263.000 orang

yang berumur 64 tahun. Mereka meninggal akibat mengalami overdosis. Ini

disebabkan adanya salah kaprah mengenai gaya hidup masyarakat Indonesia

khususnya kalangan remaja“, jelas Manate.4 Hal ini membuat pemerintah Indonesia

geram dan menyatakan perang terhadap narkoba. Tidak main-main pemerintah

telah mengeksekusi mati beberapa gembong narkoba. BNN juga menyebutkan

sebanyak 53% penduduk Indonesia berusia 30 tahun terjerat kasus narkoba. Data

ini jelas memperlihatkan bahwa narkotika tersebar merata ke semua usia terutama

usia produktif. Padahal generasi usia produktif inilah yang diharapkan menjadi

penerus dalam pembangunan. Bahkan Badan Narkotika Nasional (BNN)

memperkirakan jumlah pengguna narkotika di Indonesia akan terus meningkat,

                                                            3 Pasal 1 angka 15 UU Nomor 35 tahun 2009, Penyalahguna adalah orang yang menggunakan

Narkotika tanpa hak atau melawan hukum, 4    Portal Indonesia News.com, “ Tahun 2015 Jumlah Pengguna Narkotika di Indoensia Mencapai

5 Juta Orang”, http://www.portalindonesianews.com/posts/view/1626/tahun_2015_jumlah_pengguna_narkoba_di_indonesia_capai_5_juta_orang, diakses pada tanggal 2 Mei 2015

Page 5: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

5  

tahun 2018 diprediksi angka prevelensi pengguna narkotika mencapai 5,1 juta

orang.5

Penyalahgunaan narkotika serta peredaran dan perdagangan gelap dapat

digolongkan kedalam kejahatan internasional. Kejahatan internasional ini

membuktikan adanya peningkatan kuantitas dan kualitas kejahatan ke arah

organisasi kejahatan transnasional, melewati batas-batas negara dan menunjukkan

kerjasama yang bersifat regional maupun internasional.6

Berkaitan dengan hal tersebut diatas penegakkan hukum terhadap tindak

pidana narkotika telah banyak dilakukan oleh para penegak hukum dan telah pula

mendapat putusan hakim di sidang pengadilan. Demikian halnya sejak

diberlakukannya Undang-Undang tentang Narkotika, termasuk didalamnya

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, sudah cukup banyak

pelaku pidana yang terjerat oleh ketentuan pidana dalam Undang-Undang ini.

Penegakkan hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor penangkal terhadap

merebaknya peredaran dan penyalahgunaan narkotika.

Sanksi pidana di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika terhadap pelaku tindak pidana sebenarnya cukup berat, di samping

dikenakan pidana penjara dan pidana denda, juga yang paling utama adalah

dikenakannya batasan minimum ancaman pidana, baik penjara maupun denda serta

adanya ancaman pidana mati menunjukkan beratnya sanksi pidana yang diatur

dalam Undang-Undang Narkotika ini.

                                                             6 Siswanto Sunarso,2004, Penegakan Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi Hukum, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 2

Page 6: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

6  

Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, selanjutnya disebut

dengan Undang-undang Narkotika tentunya hanya akan menjadi suatu Undang-

undang yang diam ketika tidak ada aparat pelaksana yang menjalankannya dan

dalam sistem hukum di Indonesia suatu hukum yang baik akan dapat berjalan

apabila ada suatu substansi yang dapat bermanfaat sebagai sarana penegak keadilan

dan didukung oleh aparat penegak hukum yang konsisten mengikuti substansi

tersebut maupun konsisten menjunjung tinggi hak asasi manusia. Kewenangan

negara untuk memberikan sanksi pidana kemudian di delegasikan kepada para

penegak hukum yang bekerja dalam suatu system yang dikenal dengan nama Sistem

Peradilan Pidana. Mardjono Reksodiputro berpendapat Sistem Peradilan Pidana

(Criminal Justice System) adalah sistem dari masyarakat untuk meanggulangi

masalah kejahatan.7 Komponen-komponen yang bekerja sama dalam sistem

peradilan pidana adalah terutama instansi atau badan yang kita kenal dengan nama

Kepolisian – Kejaksaan – Pengadilan dan (Lembaga) Pemasyarakatan.8

Mengkaji masalah hakikat pidana dan pemidanaan, maka pembicaraan

tertuju kepada masalah tujuan dari dijatuhkannya sanksi pidana. Dalam KUHP

sendiri sesungguhnya tidak menyatakan secara tegas apa tujuan dari penjatuhan

pidana tersebut. Tujuan pidana hanya dapat kita temukan dari teori-teori yang

dikemukakan para ahli. Oleh karena itu maka teori-teori tujuan pidana erat sekali

hubungannya dengan perkembangan dari hukum pidana itu sendiri.

                                                            7     Mardjono Reksodiputro, 2007, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana, Kumpulan

Buku Karangan Ketiga, Lembaga Kriminologi UI, Jakarta, hlm 84 8   Siswanto Gunarso, Op.cit hlm. 85

Page 7: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

7  

Dalam perkembangan hukum pidana di Indonesia, keempat konsep tujuan

pidana dan pemidanaan tersebut dijadikan sebagai landasan. Hal tersebut nampak

dalam rumusan-rumusan yang tertuang dalam Rancangan Konsep KUHP

( RKUHP ). Menurut Pasal 51 RKUHP Pemidanaan dimaksudkan untuk:

Ayat (1) a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma

hukum demim pengayoman masyarakat;

b. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,

memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam

masyarakat;

c. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga

menjadi orang baik dan berguna; dan

d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Ayat (2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan

martabat manusia.9

Pada umumnya didalam membuat uraian tentang tujuan hukum pidana,

sebagian besar para penulis hukum pidana tidak mengadakan pemisahan antara

tujuan hukum pidana itu sendiri dengan tujuan diadakannya hukuman atau pidana.

Memang tidak disangkal adanya kaitan antara tujuan hukum pidana dengan tujuan

hukuman atau pidana, yang biasanya diuraikan bersama-sama dalam satu bab

tentang strafrechtstheorieen.10

                                                            9 Departemen Kehakiman RI. Konsep Rancangan KUHP, 1997/1998. 10  Bambang Poernomo, 1983, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia, Jakarta, hlm.23

Page 8: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

8  

Tujuan hukum pidana (strafrechtstheorieen) mengenal dua aliran untuk

maksud dan tujuan dibentuknya peraturan hukum pidana yaitu aliran klassik dan

aliran modern.

Menutut aliran klassik (de klassieke school/de klassieke richting) tujuan

susunan hukum pidana untuk melindungi individu dan kekuasaan penguasa atau

negara. Peletak dasarnya adalah Markies Van Beccaria yang menulis tentang “De

delitte edelle pene’ (1764). Didalam tulisan itu menuntut agar hukum pidana harus

diatur dengan undang-undang, yang harus tertullis, maka karangan itu sangat

berpengaruh sehingga timbullah aliran masyarakat yang menuntut agar hukum

pidana itu diadakan dengan tertulis.11 Hukum pidana yang tertulis yang harus

mengikat dalam suatu sistem tertentu itu, sehingga setiap perbuatan yang dilakukan

oleh seseorang (individu) yang oleh undang-undang hukum pidana dilarang dan

diancam dengan pidana harus dijatuhkan pidana. Penjatuhan pidana tanpa

memperhatikan keadaan pribadi pembuat pelanggaran hukum, mengenai sebab-

sebab yang mendorong dilakukan kejahatan (etimologi kriminil) serta pidana yang

bermanfaat baik bagi orang yang melakukan kejahatan maupun bagi masyarakat

sendiri (politik kriminil).12

Aliran ini membatasi kebebasan hakim dalam menetapkan jenis pidana dan

ukuran pemidanaan. Hakim hanya merupakan alat undang-undang yang hanya

menentukan salah atau tidaknya seseorang dan kemudian menentukan pidana.

Undang-undang menjadi kaku dan terstruktur. Dikenal the definite setence yang

                                                            11  Ibid, hlm. 24 12  Ibid, hlm. 25

Page 9: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

9  

sangat kaku (rigid) seperti dalam Code Perancis 1791. Pidana yang ditetapkan UU

tidak mengenal sistem peringanan atau pemberatan.

Dalam hal pidana dan pemidanaan, aliran ini pada awalnya sangat

membatasi kebebasan hakim untuk menetapkan jenis dan ukuran pemidanaannya

(definite sentence). Pada hakikatnya Aliran Klasik menghendaki adanya suatu

kepastian hukum, sehingga segala sesuatunya harus dirumuskan dengan jelas dan

pasti dalam suatu Undang-undang. Pada prinsipnya aliran ini didasari oleh

pemikiran bahwa manusia mempunyai kebebasan kehendak (free will). Aliran

Positif atau Modern, muncul pada abad ke 19 yang lebih memusatkan perhatiannya

kepada si pembuat/pelaku tindak pidana.13 Aliran klasik berpijak pada tiga tiang :

a. Asas legalitas

- Tiada pidana tanpa undang-undang

- Tiada tindak pidana tanpa undang-undang

- Tiada penuntutan tanpa undang-undang

b. Asas kesalahan : Tiada pidana tanpa kesalahan(kesengajaan atau kealpaan)

c. Asas pengimbalasan : pembalasan

Sebaliknya aliran modern (de modern scholl/de modern richting)

mengajarkan tujuan susunan hukum pidana itu untuk melindungi masyarakat

terhadap kejahatan. Aliran modern ini dapt dikatakan mendapat pengaruh dari

perkembangan kriminologi. Disamping itu apa yang dimaksud dengan melidungi

individu dari kekuasaan negara, pada akhirnya berkaitan dengan bentuk

                                                            13  Hakikat Pidana dan Pemidanaan dalam Hukum Positif 

http://nandangsambas.blogspot.co.id/2012/03/hakikat-pidana-dan-pemidanaan-dalam.html diakses tanggal 13 Februari 2015

Page 10: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

10  

pemerintahan kedaulatan rakyat dengan kekuasaan yang diatur dalam undang-

undang (Undang-undang Dasar) dan peraturan hukum pidananya juga tertulis

dalam undang-undang sehingga lambat laun yang dianggap sebagai tujuan

melindungi individu didalam pemerintahan kedaulatan rakyat telah beralih pada

tujuan melindungi masyarakat terhadap kejahatan.14

Dalam perkembangannya, sistem yang kaku ini dipengaruhi oleh aliran

modern, maka timbullah aliran Neoklasik yang menitikberatkan pada pengimbalan

dari kesalahan si pembuat. Sistem yang dianut adalah the indefinite

sentence. Secara garis besar, konsep pemikiran tentang hukum pidana yang

beraliran Neo Klasik/ Neo Modern (Daad-Daader Strafrecht) memiliki ciri-ciri

pokok sebagai berikut:15

a. Titik setral perhatian hukum pidana dan penegakannya dalam aliran ini

adalah aspek perbuatan pidana dan pelaku dari perbutan pidana secara

seimbang (Daad-Daader artinya perbuatan dan pelakunya). Jadi suatu

pemidanaan adalah haruslah didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan

secara matang dan seimbang antara fakta berupa telah terjadinya tindak

pidana yang dilakukan seseorang maupun kondisi subyektif dari pelaku

tindak pidana khususnya saat ia berbuat. Gabungan antara keduanya harus

bisa melahirkan keyakinan bahwa orang tersebut memang pelaku

sebenarnya dari tindak pidana yang terjadi dan untuk itu ia memang patut

                                                            14  Bambang Poernomo, Op. cit, hlm 25 15 M.Abdul Kholiq, 2002, Buku Pedoman kuliah hukum pidana, Fakultas Hukum UII, Yogyakarta,

hlm.15-20

Page 11: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

11  

dicela, yang dalam hal ini ialah dengan cara dikenakan sanksi pidana

terhadap dirinya.

b. Apabila aliran ini dikaitkan dengan salah satu konsep tentang tujuan

diadakannnya hukum pidana, maka bisa dikatakan bahwa aliran ini

sesunggguhnya adalah cermin atau malah penjabaran dari konsep mengenai

tujuan diadakannya hukum pidana yang ketiga yaitu untuk melindungi

kepentingan-kepentingan yang bersifat kemasyarakatan dan sekaligus juga

kepentingan-kepentingan yang bersifat perseorangan. Hal ini menunjukkan

bahwa keharusan perhatian terhadap realitas tentang telah terjadinya

perbuatan pidana, kiranya dapat disamakan dengan orientasi untuk

memberikan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan yang bersifat

publik. Sedangkan keharusan perhatian terhadap kondisi subjektif pelaku

perbuatan pidana, kiranya dapat disamakan dengan orientasi untuk

memberikan perlindungan terhadap kepentingan yang bersifat perseorangan

(c.q individu pelaku tindak pidana sebagai warga Negara).

Apabila ketiga aliran tersebut diatas dikaitkan dengan konteks bangunan

hukum pidana Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa KUHP Indonesia yang

sekarang adalah mencerminkan sosok hukum pidana yang mencerminkan sosok

hukum pidana yang beraliran klasik (daad strafrecht). Kesimpulan demikian

misalnya terlihat dari rumusan pasal-pasal KUHP yang selalu diawali dengan kata-

kata: “Barang siapa melakukan…………..dst”, hal ini menunjukkan arti bahwa

siapa yang berbuat tindak pidana akan dikenai pidana tertentu (tanpa harus

memperhatikan kondisi subyektif pelaku saat berbuat). Ini adalah ciri khas aliran

Page 12: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

12  

pemikiran hukum pidana klasik yang sangat menekankan aspek perbuatan daripada

pelakunya. Namun, apabila dikaitkan dengan hukum pidana Indonesia mendatang

(RUU KUHP Indonesia) maka dapat dikatakan bahwa bangunan RUU KUHP

adalah mencerminkan sosok hukum pidana yang beraliran neo klasik/ neo modern

atau daad-daader strafrecht.16 Kesimpulan ini karena dilihat dari beberapa

konsepnya yaitu:17

a. Pasal 51 tentang tujuan pemidanaan. Yaitu:

Ayat (1):

1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma

hukum demi pengayoman masyarakat

2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan

sehingga menjadi orang yang baik dan berguna.

3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,

memulihkan keseimbangan dam mendatangkan rasa damai dalam

masyarakat

4. membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Ayat (2):

Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan

martabat manusia.

a. Pasal 52-94 tentang pedoman pemidanaan yang baik bersifat umum

maupun pedoman pemidanaan bagi setiap jenis sanksi pidana.

                                                            16 M. Abdul Kholiq, Op.cit, hlm. 20-21 17 Direktorat Jenderal Peraturan perundang-undangan, Departement Hukum dan HAM, Rancangan

Undang-undang KUHP, 2005.

Page 13: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

13  

b. Pasal 125-129 tentang hal-hal yang meringankan dan memperberat pidana.

c. Adanya konsep tentang individualisasi pidana yang dimasukkan dalam

beberapa ketentuan pasal seperti mengenai modifikasi pidana, Rechterlijk

pardon dan sebagainya.

Adanya ketentuan tentang pedoman pemidanaan, pertimbangan mengenai

hal-hal yang meringankan dan yang memberatkan pemidanaan serta individualisasi

pidana diatas, secara eksplisit jelas menunjukkan bahwa RUU KUHP tidak

dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia Indonesia

merupakan sosok hukum pidana Indonesia mendatang yang menganut aliran klasik

(daad Strafrecht) sekaligus aliran modern (daader strafrecht) karena konsep tujuan

pemidanaan diatas yang nomor 1 dan 2 cermin dari aliran pemikiran klasik

sedangkan nomor 3 dan 4 cerminan dari aliran pemikiran modern. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa hukum pidana Indonesia mendatang (RUU

KUHP) adalah hukum pidana yang menganut aliran pemikiran neo klasik/ neo

modern.

Berkenaan dengan penjatuhan putusan oleh hakim terhadap pelaku tindak

pidana narkotika maka seorang hakim akan menjatuhkan putusannya diantara

batas-batas yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Narkotika. Undang-

Undang Narkotika ini terdapat batasan minimum dan maksimum pada ancaman

pidananya, hal ini akan menjadi patokan dalam penjatuhan putusan oleh hakim dan

dengan adanya patokan tersebut, seorang hakim dapat saja menjatuhkan putusan

dalam batas yang minimal dan bisa juga dalam batas yang maksimal, tetapi di dalam

praktek di persidangan ternyata masih muncul putusan dari Hakim yang

Page 14: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

14  

menjatuhkan putusan berupa pidana di bawah ketentuan pidana minimum dari

ketentuan Undang-Undang Narkotika.

Dari segi hukum, putusan pengadilan merupakan tempat terakhir bagi

pencari kebenaran dan merupakan suatu landasan terakhir dalam suatu peneggakan

hukum materiil. Maka dari itulah hakim merupakan penegak hukum yang dapat

mengadili suatu perkara sesuai dengan yang termuat dalam undang-undang ataupun

sesuai hati nurani diluar dari undang-undang yang mengaturnya hingga mencapai

tahap akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Badan peradilan merupakan

salah satu yang memegang peranan penting dalam negara hukum yang menganut

pembagian/pemisahan kekuasaan. Kekuasaan inilah yang pada akhirnya akan

menentukan hukumnya.

Menurut Barda Nawawi Arief, kekuasaan kehakiman identik dengan

kekuasaan untuk menegakkan hukum atau kekuasaan penegakan hukum.18

Sedangkan Prof. Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa :

“Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara, bebas dari campur tangan masyarakat, eksekutif maupun legislatif. Dengan kebebasan yang dimilikinya itu diharapkan hakim dapat mengambil keputusan berdasarkan hukum yang berlaku dan juga berdasarkan keyakinan yang seadil-adilnya serta memberikan manfaat bagi masyarakat”. 19

Tindak Pidana Narkotika diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika yang didalamnya terdapat ketentuan pidana mulai dari

Pasal 111 sampai Pasal 148. Penjatuhan pidana dalam Undang-Undang Nomor 35

                                                            18  Barda Nawawi Arif, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 27 19    Mochtar Kusumaatmadja, 1986, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan

Nasional, Lembaga Penelitian Hukum Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran, Bina Cipta,Bandung, hlm. 319-320

Page 15: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

15  

Tahun 2009 tentang Narkotika memiliki ancaman pidana minimum dan maksimum.

Berkenaan dengan penjatuhan putusan oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana

narkotika maka seorang hakim akan menjatuhkan putusannya diantara batas-batas

yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Narkotika. Undang-Undang

Narkotika ini terdapat batasan minimum dan maksimum pada ancaman pidananya.

Undang-undang ini memiliki batasan ancaman pidana minimum khusus dan

berdasarkan asas legalitas (Nullum delictum, nulla poena sine praevia legi poenali)

yang didalamnya mengandung unsur kepastian hukum bagi masyarakat.

Namun demikian, berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa putusan

hakim yang menjatuhkan putusan lebih rendah dari pidana minimum khusus yang

diatur dalam undang-undang narkotika, antara lain seperti yang termuat dalam tabel

dibawah ini :

Tabel 1. Perkara Narkotika yang diputus dibawah minimum khusus yang diatur

dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

No. Nomor dan Tgl. Putusan

Pasal Yang

Di langgar

Ancaman Pidana Putusan Hakim

1. No. 103/Pid.B/2011/PN.PWK tanggal 30 Juni 2011

Pasal 112 ayat (1)

Pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,0

1. Menyatakan Terdakwa Dedi Malik Hutagalung tersebut diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Memiliki dan menguasai narkotika golongan I bukan tanaman namun untuk dipergunakan sendiri” sebagaimana diatur

Page 16: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

16  

0 (delapan miliar rupiah).

dalam pasal 127 ayat (1) Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda Rp.800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

4. Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan

5. Menetapkan barang bukti berupa : 3 (tiga) bungkus

plastik bening berisikan kristal warna putih dengan berat netto 0,3796 gram dengan sisa contoh 0,2736 gram

Dirampas untuk negara 1 (satu) buah bong

berisikan cairan bening ± 43 ml dengan sisa hasil pengujian menjadi ± 23 ml

5 (lima) buah sedotan plastik yang masih terdapat sisa-sisa/residu

Page 17: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

17  

1 (satu) buah korek api gas

1 (satu) buah alat timbangan digital

Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.1000,- (seribu rupiah)

Dirampas untuk dimusnahkan

2. No. 275/Pid.B/2012/PN.PWK tanggal 19 Februari 2013

Kesatu Pasal 114 ayat (1) Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Kedua Pasal 112 ayat (1) Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika

Pasal 114 ayat (1) : dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh tahun) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). Pasal 127 ayat (1) huruf a : Setiap penyalahguna narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

1. Menyatakan terdakwa Gumelar Adi Nugraha Bin Mas Hermawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman”

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda Rp.800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar sebagai gantinya terdakwa menjalani pidana kurungan selama 1 (satu) bulan

3. Menetapkan Barang Bukti berupa : 1 (satu) bungkus kecil

kertas koran dan 1 (satu) bungkus kertas alumunium foil berisikan ganja dengan berat akhir

Page 18: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

18  

netto 7,2102 , dirampas untuk dimusnahkan

1 (satu) buah handphone blackberry warna putih, dirampas untuk dimusnahkan

4. Membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sebanyak Rp.1000,- (seribu rupiah)

Sumber : Pengadilan Negeri Purwakarta

Berdasarkan tabel tersebut diatas, dengan diperhatikan putusan yang

dijatuhkan hakim dalam Putusan Nomor : 103/Pid.B/2011/PN.PWK tanggal 30

Juni 2011 dan Putusan No. 275/Pid.B/2012/PN.PWK tanggal 19 Februari 2013 ini

memperlihatkan bahwa hakim tidak mengindahkan asas kepastian hukum. Hal ini

tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditentukan serta

tidak mengacu pada asas kepastian hukum. Tampak bahwa asas tersebut sangat

menentukan eksistensi hukum sebagai pedoman tingkah laku dalam masyarakat.

Hukum harus memberikan jaminan kepastian akan hak dan kewajiban seseorang,

dan juga hukum menjamin kepastian tidak adanya kesewenang-wenangan dalam

masyarakat.

Meskipun seorang hakim mempunyai kekuasaan yang bebas atau merdeka

untuk menjatuhkan putusannya, tetap saja putusan berupa pidana dibawah

minimum dibawah dari ancaman pidana yang diatur dalam Undang-undang

Narkotika yang tidak menimbulkan efek jera terhadap terdakwa dan memberikan

rasa keadilan bagi masyarakat yang sesuai dengan latar belakang dibentuknya

Undang-undang Narkotika itu sendiri dengan melihat ketentuan-ketentuan yang ada

Page 19: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

19  

mengenai ancaman minimum dan maksimum yang terdapat dalam ketentuan pidana

dalam Undang-undang Narkotika tersebut.

Putusan pengadilan yang dijatuhkan oleh hakim harus berdasarkan kepada

surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum yang berisi fakta-fakta yang

terjadi dalam suatu tindak pidana (delik) beserta aturan-aturan hukum yang

dilanggar oleh terdakwa. Oleh karena itu Penuntut Umum harus teliti dan cermat

dalam membuat surat dakwaan, dimana harus memenuhi baik syarat formil maupun

materil surat dakwaan tersebut seperti yang disebutkan di dalam Pasal 184 ayat (2)

KUHAP. 20

Proses penjatuhan pidana oleh hakim jika di tinjau dari kekuasaan

kehakiman, memang tidak dapat dipungkiri bahwasanya hakim sebagai salah satu

penegak hukum yang mempunyai peranan sangat penting didalam pelaksanaan

sistem peradilan pidana, mempunyai kebebasan ataupun kekuasaan yang merdeka

atau bebas di dalam menjatuhkan putusan di pengadilan. Hal ini tercermin dari

ketentuan yang terdapat di dalam Undang-undang No. 48 tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman.21

Di lain pihak, juga terdapat kemungkinan bahwa surat dakwaan yang sudah

dibuat oleh Penuntut Umum secara cermat dan teliti tersebut memberikan hasil

yang diharapkan. Pemeriksaan Pengadilan mungkin saja tidak dapat meyakinkan

                                                            20 Pasal 184 ayat (1) KUHAP :Alat bukti yang sah ialah: a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c.

surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa. (2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan 

21 Undang-undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal (1) adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Negara Republik Indonesia tahun 1945, demi terselenggaranya Negera Hukum Republik Indonesia. 

Page 20: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

20  

hakim bahwa dakwaan atas tindak pidana terhadap terdakwa memang benar

adanya. Hal tersebut dapat lebih jelas dilihat secara tersirat pada Pasal 191 ayat (1)

KUHAP yang menyatakan, "Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil

pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan

kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus

bebas." Secara formal ketentuan ini sebenarnya membatasi ruang gerak Hakim

dalam memberikan putusan.

Jika dalam putusannya, Hakim Pengadilan Negeri yang menjatuhkan

putusan terhadap terdakwa dengan mendasarkan pada rasa keadilan dan

mengabaikan kepastian hukum dalam menjatuhkan pidana di bawah batas

minimum khusus bisa saja dapat dibenarkan, sebab apabila terjadi pertentangan

antara keadilan dan kepastian hukum maka sudah sewajarnya keadilan lebih

diutamakan dibanding kepastian hukum. Hal ini sejalan dengan apa yang

disampaikan oleh Prof. Roeslan Saleh yang dikutip oleh Mardjono Reksodiputro

yang mengatakan bahwa:

Keadilan dan kepastian hukum merupakan dua tujuan hukum yang kerap kali tidak sejalan satu sama lain dan sulit dihindarkan dalam praktik hukum dan apabila dalam penerapannya dalam kejadian konkrit, keadilan dan kepastian hukum saling mendesak, maka hakim sejauh mungkin harus mengutamakan keadilan diatas kepastian hukum.22

Meskipun sudah ada ketentuan larangan bagi Hakim untuk tidak boleh

menjatuhkan hukuman kepada terdakwa apabila perbuatan tersebut tidak terbukti

atau tidak didakwakan oleh Penuntut Umum dalam surat dakwaannya, namun

                                                            22 Reksodiputro Mardjono, 2009, Menyelesaikan Pembaharuan Hukum, cet 1, Komisi Hukum

Nasional, Jakarta, hlm. 321

 

Page 21: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

21  

ternyata dalam praktek peradilan pidana khususnya dalam menangani perkara

narkotika hal tersebut dapat menjadi dilema tersendiri bagi hakim, karena perbuatan

yang termasuk tindak pidana narkotika pada umumnya adalah merupakan

serangkain perbuatan yang saling berhubungan. Untuk dapat mengedarkan,

menjual, mengekpor narkotik tentu harus ada perbuatan memiliki atau setidaknya

menguasai narkotika. Demikian pula untuk adanya tindak pidana secara tanpa hak

dan melawan hukum menggunakan narkotika tentu didahului pula oleh adanya

perbuatan mengusai atau memiliki, karena sesorang tidak mungkin menggunakan

sesuatu yang tidak berada dalam kekuasaan atau kepemilikannya. Sementara kedua

tindak pidana tersebut diancam dengan pidana yang jauh berbeda. Bahkan jika

dikategorikan sebagai pecandu tidak dikategorikan sebagai pelaku, tetapi sebagai

korban yang tentu akan mendapatkan perlakuan yang berbeda termasuk pula oleh

sistem peradilan pidana. Sehingga dalam praktek dapat terjadi hakim berangapan

bahwa terdakwa adalah seorang pengguna narkotika sedangkan jaksa penununtut

umum yakin terdakwa adalah orang yang menguasai atau memiliki narkotika.

Putusan atas kasus narkotika pada perkara ini, hakim yang memutus dengan

hukuman yang lebih rendah dari tuntutan penuntut umum bahkan dibawah ancaman

minimal khusus.23 Namun ada pula hakim memutus dengan menggunakan pasal

yang terbukti dipersidangan meskipun tidak didakwakan oleh Penuntut Umum

                                                            23 Didalam KUHP sendiri tidak dikenal adanya ancaman pidana minimum khusus yang ada hanya

ancaman pidana minimum umum sehingga aturan umum berorientasi pada sistem maksimum. Hal ini bereda dengan aturan/undang-undang khusus yang dibuat untuk suatu tindak pidana tertentu yang pengaturnnya berada diluar KUHP. Terhadap undang-undang khusus tersebut dikenal adanya ancaman pidana minimum khusus terhadap sanksi pidananya baik berupa pidana penjara maupun pidana denda. Undang-undang yang menggunakan pidana minimum khusus antara lain, UU Pemberantasan Tindak Pidana korupsi, UU Tindak Pidana Pencucuian Uang termasuk pula UU Narkotika.

Page 22: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

22  

( Hakim mengabaikan ketentuan pasal 182 ayat 3 dan ayat 4 ). Hal ini menimbulkan

perbedaan putusan antara hakim di Pengadilan Negeri yang satu dengan Pengadilan

Negeri lainnya Ini sudah tentu akan menimbulkan akibat hukum dalam penegakkan

hukum pidana khususnya narkotika di Indonesia.

Berkaitan dengan pengajuan tuntutan yang berkaitan dengan ancaman

pidana minimum khusus, menurut Muladi dikembangkannya sanksi minimum

khusus untuk pidana tertentu ditujukan dalam rangka menunjukkan beratnya tindak

pidana yang bersangkutan.24 Pendapat Muladi ini sama halnya dengan yang

disampaikan oleh Barda Nawawi Arief bahwa :

Perlunya minimal khusus ini dapat dirasakan dari keresahan masyarakat terhadap pidana penjara yang selama ini dijatuhkan dalam praktek, terutama pidana yang tidak jauh berbeda antara pelaku tindak pidana kelas kakap dengan pelaku tundak pidana kelas teri.

Apabila menggunakan pengertian, dikembangkannya sanksi minimum

khusus untuk pidana tertentu ditujukan dalam rangka untuk menunjukkan beratnya

tindak pidana yang bersangkutan, sebagaimana pendapat dari Muladi diatas, maka

dapat dikatakan bahwa tindak pidana narkotika merupakan salah satu tindak pidana

yang berat, sebab itu ia juga mempunyai sanksi minimum khusus. Hal ini

sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika.25

                                                            24 Muladi, 2002, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana Cet.2, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 155 25   Dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan

yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya. Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional. Karena itu untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap

Page 23: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

23  

Berdasarkan uraian tersebut diatas, tindak pidana narkotika adalah tindak

pidana yang memiliki peraturan tersendiri atau khusus diluar KUHP dan KUHAP

yaitu Undang-Undang Narkotika karena tindak pidana narkotika merupakan tindak

pidana luar biasa dalam hal penanganannya dan pencegahan serta pemberantasan

pelaku tindak pidana tersebut, maka pemerintah membuat peraturan yang khusus

yaitu Undang-undang narkotika. Undang-undang narkotika sebagai salah satu

tindak pidana yang khusus, maka terhadap tindak pidana narkotika sudah

seharusnya penanganannya dilakukan secara serius, dimana salah satunya adalah

dengan menerapkan ancaman pidana minimum khusus terhadap pelakunya dengan

maksud untuk menimbulkan efek jera.

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa tujuan diberlakukannya ancaman

pidana minimum khusus dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika yaitu dapat disimpulkan dari pernyataan pernyataan pembuat undang-

undang itu sendiri dimana dalam penjelasan atas undang-undang tersebut

menyatakan,

Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalagunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus pidana penjara 20 ( dua puluh ) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika.26

Dalam membuat putusan yang tepat maka idealnya putusan tersebut harus

memuat ketiga unsur yang ada, yakni keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan,

                                                            Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 ( dua puluh ) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati.

26 Ibid

Page 24: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

24  

secara bersama-sama dan bukan sebaliknya hanya memuat salah satu unsur

sedangkan yang lain diabaikan. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh

Bambang Sutiyoso yang mengatakan bahwa ketiga unsur tersebut, yakni keadilan,

kepastian hukum dan kemanfaatan, semestinya oleh hakim harus dipertimbangkan

dan diterapkan secara proposional, sehingga pada gilirannya dapat menghasilkan

putusan yang berkualitas dan memenuhi harapan para pencari keadilan.27

Setiap putusan hakim harus dapat menunjukkan secara tegas ketentuan

hukum yang diterapkan dalam suatu perkara kongkret. Hal ini sejalan dengan asas

legalitas bahwa suatu tindakan haruslah berdasarkan aturan hukum. Asas yang

menuntut suatu kepastian hukum bahwa seseorang yang dinyatakan bersalah

melakukan suatu perbuatan yang didakwakan kepadanya, memang telah ada

sebelumnya suatu ketentuan perundang-undangan yang mengatur perbuatan

tersebut sebagai perbuatan yang dilarang. Walaupun hingga saat ini masih menjadi

persoalan, namun salah satu yang dapat dijadikan indikator dalam penjatuhan

pidana adalah masalah disparitas pidana (disparity of sentencing).28

Masa yang akan datang setelah norma-normanya diatur secara tegas dalam KUHP,

diharapkan putusan hakim paling tidak mendekati rasa keadilan baik bagi pelaku,

korban, negara maupun masyarakat. Rumusan pasal-pasal tindak pidana dalam

Undang-undang Narkotika membeda-bedakan ancaman pidana berdasarkan tingkat

keseriusan dan tindak pidana yang dilakukan. Ada hakim yang memutus menerobos

                                                            27 Sutiyoso Bambang, 2007, Metode Penemuan Hukum; Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti

dan Berkeadilan, UII Press, Yogyakarta, hlm. 6 28 Disparitas pidana diartikan sebagai penerapan pidana yang berbeda-beda terhadap tindak pidana

yang sama (the same offence) atau terhadap tindak-tindak pidana yang sifat bahayanya dapat diperbandingkan (offences of comparable seriousness) tanpa dasar yang jelas. Muladi. Kapitatas Selekta Sistem Peradilan Pidana, 1995, Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Page 25: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

25  

pidana minimal dengan tetap menggunakan pasal yang didakwakan, ada juga hakim

yang memutus membebaskan terdakwa dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan

dilanjutkan dengan memutus terbukti bersalah seorang terdakwa dengan pasal yang

tidak didakwakan. Dari perbedaan-perbedaan putusan tersebut, Penulis melihat

adanya kesulitan dari hakim untuk melepaskan diri dari adanya perbenturan antara

upaya untuk mencapai keadilan substantif dengan masalah keadilan prosedural

dalam memutuskan suatu perkara dalam mencapai suatu nilai keadilan.

Oleh sebab itu, peneliti mengambil tema penelitian tentang putusan dibawah

minimum khusus dan merumuskan secara lebih rinci dalam judul tesis berikut ini :

Analisis Hukum Terhadap Putusan Hakim Atas Penjatuhkan Pidana Dibawah

Minimum Khusus Pada Tindak Pidana Narkotika

B. Rumusan Masalah

1) Bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana

dibawah minimum khusus terhadap perkara tindak pidana narkotika?

2) Apakah dapat dibenarkan penyimpangan terhadap ketentuan penjatuhan

putusan pidana dibawah minimum khusus?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar pertimbangan bagi Hakim

dalam menjatuhkan putusan pidana dibawah minimum khusus terhadap

perkara tindak pidana narkotika

Page 26: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

26  

2. Untuk mengetahui apakah Hakim diperbolehkan menjatuhkan putusan

dibawah minimum khusus

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis yang diharapkan dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah

untuk memberikan pemahaman tentang putusan dibawah minimum khusus.

2. Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat memberikan informasi yang

bermanfaat bagi masyarakat umum dan para penegak hukum tentang apa

yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dibawah

minimum khusus dalam perkara narkotika sehingga dapat memberi kepastian

dalam penegakan hukum di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan pada Electronic Theses dan

Dissertations (ETD) perpustakaan UGM, belum ada tesis maupun disertasi yang

berkaitan dengan penelitian yang membahas mengenai dasar pertimbangan Hakim

dalam menjatuhkan pidana dibawah minimum khusus pada tindak pidana narkotika

dalam putusan Pengadilan Negeri Purwakarta Nomor : 103/Pid.B/2011/PPN. PWK

tanggal 30 Juni 2011 An. Dedi Malik Hutagalung belum pernah ada dan belum

pernah dilakukan penelitian

Namun sejauh pengamatan penulis, belum ada penulisan baik itu buku

maupun tesis yang meneliti dan mengkaji secara khusus tentang penjatuhan pidana

Page 27: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

27  

dibawah minimum khusus pada tindak pidana narkotika. Namun, sebagai bahan

perbandingan, penulis menampilkan beberapa tesis yang memiliki kemiripan

substansi dengan tesis yang dikaji penulis.

1) Penjatuhan pidana oleh Hakim dibawah minimum khusus dari ketentuan

Undangn-undang dalam perkara tindak pidana narkotika ( Studi kasus :

Putusan No. 2597/PID.B/2009/PN.TNG, Putusan No.

297/PID.B/2009/PN.TNG dan Putusan No. 904/PID.B/2010/PN.TNG pada

Pengadilan Negeri Tangerang ).

Penelitian ini dilakukan oleh Tendik Wicaksono ( NPM. 0906581800 )29

pada tahun 2011. Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian

ini, yaitu :

1. Apakah putusan hakim yang menjatuhkan pidana dibawah batas

minimum khusus dari ketentuan undang-undang dalam perkara tindak

pidana narkotika dapat dibenarkan berdasarkan asas nulla poena sine

lege?

2. Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim di Pengadilan Negeri

Tangerang dalam menjatuhkan pidana dibawah batas minimum khusus

dari ketentuan undang-undang dalam perkara tindak pidana narkotika?

3. Apakah putusan hakim di Pengadilan Negeri Tangerang yang

menjatuhkan pidana dibawah batas minimum khusus dari ketentuan

                                                            29 Tendik Wicaksono, 2011, Penjatuhan pidana oleh Hakim dibawah minimum khusus dari

ketentuan Undangn-undang dalam perkara tindak pidana narkotika, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta

Page 28: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

28  

undang-undang dalam perkara tindak pidana narkotika hanya diterapkan

terhadap pelaku yang masih berusia anak?

Adapun kesimpulannya, yaitu :

- Adanya penjatuhan pidana dibawah batas minimum khusus dari

ketentuan undang-undang dalam perkara tindak pidana narkotika yang

dilakukan oleh hakim, termasuk hakim Pengadilan Negeri Tangerang

tidak dapat dibenarkan berdasarkan asas legalitas ( nulla poena sine

lege ) yang didalamnya mengandung unsur kepastian hukum, dengan

demikian seorang hakim tidak boleh menjatuhkan pidana selain yang

telah ditentukan oleh undang-undang.

- Pertimbangan yang diambil oleh hakim Pengadilan Negeri Tangerang

dalam menjatuhkan pidana dibawah batas minimum dari ketentuan

undang-undang narkotika diantaranya adalah :

a. Pertimbangan yang bersifat yuridis

b. Pertimbangan yang bersifat non yuridis, meliputi : penjelasan

mengenai kondisi diri terdakwa atau kedudukan terdakwa didalam

terjadinya tindak pidana

c. Hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa

d. Rasa keadilan dan kemanusiaan bagi kepentingan masa depan

terdakwa.

2) Analisa yuridis penjatuhan pidana dibawah minimum khusus dalam tindak

pidana narkotika ( Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor :

545/PID.B/2012/PN.JBR ).

Page 29: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

29  

Penelitian ini dilakukan oleh Bagus Setiawan Pramudianto, Multazaam

Muntahaa, Samuel Saunt Martua Simosir tahun 2013.30 Adapun rumusan

masalah yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu :

1. Apakah Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa dijatuhi pidana

dibawah minimum khusus sudah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku ( Perkara Nomor:545/Pid.B/2012/PN.Jr. )

2. Apakah dasar pertimbangan hakim menjatuhkan pidana di bawah

minimum khusus sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku (Perkara Nomor: 545/Pid.B/2012/PN.Jr.).

Adapun kesimpulannya sebagai berikut :

- Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara pidana Putusan Nomor :

545/Pid.B/2012/PN.Jr yang menuntut terdakwa dengan ancaman pidana

di bawah batas minimum tidak sesuai atau tidak tepat dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 114 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 35 tentang Narkotika dan seharusnya Jaksa Penuntut

Umum lebih mengacu pada arti pidana minimum khusus pada Undang-

Undang Narkotika tersebut

- Putusan Hakim dalam perkara pidana Putusan Nomor :

545/Pid.B/2012/PN.Jr tidak sesuai atau tidak tepat dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 114 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 35 tentang Narkotika yang memiliki batasan ancaman

                                                            30 Bagus Setiawan Pramudianto, Multazaam Muntahaa, Samuel Saunt Martua Simosir, 2013,

Analisa yuridis penjatuhan pidana dibawah minimum khusus dalam tindak pidana narkotika, Skripsi, Universitas Jember

Page 30: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

30  

pidana minimum khusus dan dapat dikatakan tidak dibenarkan

berdasarkan asas legalitas ( Nullum delictum, nulla poena sine praevia

legi poenali ) yang didalamnya mengandung unsur kepastian hukum

bagi masyarakat.

- Jaksa Penuntut Umum harus lebih mengerti dan lebih mendalami lagi

tentang aturan atau pedoman dalam menuntut suatu perkara baik perkara

pidana umum ataupun perkara pidana khusus dan dalam hal ini perkara

pidana tersebut merupakan perkara pidana khusus yaitu tindak pidana

Narkotika, dimana di dalam Undang-Undang Narkotika terdapat

batasan minimum khusus dan maksimum khusus dalam ancaman

pidananya.

- Seorang hakim seharusnya lebih mendalami, lebih mengerti lagi dan

lebih memahami bahwa tindak pidana narkotika itu merupakan tindak

pidana yang tidak biasa atau bersifat luar biasa, dengan jumlah korban

yang meluas, terutama dikalangan anak-anak, remaja dan generasi muda

pada umumnya. Oleh karena itulah dimunculkan ancaman pidana

minimum bagi para pelakunya.

Berdasarkan kedua penelitian tersebut diatas, peneliti menemukan beberapa

perbedaan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu :

a. Peneliti akan menggambarkan dan menjelaskan hal-hal apa yang menjadi

pertimbangan hakim pada Pengadilan Negeri Purwakarta sehingga

menjatuhkan putusan dibawah minimum khusus pada tindak pidana

narkotika dan bagaimana pembatasan-pembatasan terhadap kebebasan

Page 31: 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98347/potongan/S2-2016... · Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal ini

31  

hakim dalam memutus suatu perkara yang dalam ketentuan undang-

undangnya mengatur adanya pidana minimum khusus.

b. Lokasi penelitian yang peneliti pilih di Purwakarta berbeda dengan kedua

penelitian diatas, sehingga dimungkinkan ada perbedaan pertimbangan dan

putusan yang diambil karena perbedaan pengadilan negeri, hakim, faktor-

faktor sosiologis dan kondisi masyarakat