1 pendahuluan dalam suasana negara yang masih diliputi ...eprints.unisnu.ac.id/265/2/bab i-bab...

46
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam suasana negara yang masih diliputi oleh sisa-sisa keterpurukan ekonomi beban yang dipikul pemerintah saat ini masih berat. Untuk membiayai pembangunan nasional pemerintah tidak dapat hanya tergantung pada hutang luar negeri dengan tingkat suku bunga yang tidak rendah ataupun dari sumber daya alam yang semakin lama semakin menipis. Harapan pemerintah salah satunya yang dapat diandalkan untuk membiayai pembangunan nasional adalah penerimaan dari sektor pajak. Bukti penerimaan dari sektor pajak saat ini masih diharapkan sebagai sumber utama penerimaan negara dapat kita lihat dari anggaran pendapatan dan belanja negara tahun 2001 dan tahun 2000, betapa mendominasinya, penerimaan dari sektor pajak dibanding dengan sumber penerimaan lainnya. Namun disisi lain masih sangat rendahnya tingkat tax ratio terhadap produk domestik bruto yang dicapai pemerintah dibanding dengan negara-negara lain. Oleh karena itu penggalian dari sektor perpajakan ini diupayakan seoptimal dan semaksimal mungkin misalnya dengan ekstensifikasi pajak (menambah jumlah wajib pajak) dan intensifikasi pajak (mengaktifkan atau menggali potensi pajak dari wajib pajak yang sudah ada).

Upload: truonghanh

Post on 24-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam suasana negara yang masih diliputi oleh sisa-sisa

keterpurukan ekonomi beban yang dipikul pemerintah saat ini masih

berat. Untuk membiayai pembangunan nasional pemerintah tidak dapat

hanya tergantung pada hutang luar negeri dengan tingkat suku bunga yang

tidak rendah ataupun dari sumber daya alam yang semakin lama semakin

menipis. Harapan pemerintah salah satunya yang dapat diandalkan untuk

membiayai pembangunan nasional adalah penerimaan dari sektor pajak.

Bukti penerimaan dari sektor pajak saat ini masih diharapkan

sebagai sumber utama penerimaan negara dapat kita lihat dari anggaran

pendapatan dan belanja negara tahun 2001 dan tahun 2000, betapa

mendominasinya, penerimaan dari sektor pajak dibanding dengan sumber

penerimaan lainnya. Namun disisi lain masih sangat rendahnya tingkat tax

ratio terhadap produk domestik bruto yang dicapai pemerintah dibanding

dengan negara-negara lain. Oleh karena itu penggalian dari sektor

perpajakan ini diupayakan seoptimal dan semaksimal mungkin misalnya

dengan ekstensifikasi pajak (menambah jumlah wajib pajak) dan

intensifikasi pajak (mengaktifkan atau menggali potensi pajak dari wajib

pajak yang sudah ada).

2

Kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak merupakan posisi

strategis dalam upaya peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak.

Dengan demikian pengkajian terhadap faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak sangat perlu mendapatkan

perhatian, dimana salah satu cara yang dilakukan dalam upaya

meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajaknya ditempuh

melalui intensifikasi pengawasan pembayaran masa atas pajak sebagai

kewajibannya. Sehubungan dalam hal itu, maka perlu adanya pengawasan

terhadap masa pajak dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak,

dengan menerapkan langkah-langkah yang strategis dalam meningkatkan

kepatuhan (law enforcement) sehingga dapat meningkatkan penerimaan

pajak secara keseluruhan.

Mekanisme intensifikasi pengawasan masa pajak dilakukan dengan

tujuan menumbuhkan kepatuhan wajib pajak yang merupakan serangkaian

kegiatan dalam satu proses secara terpadu, yang ditempuh dengan cara

mengelola potensi pajak yang telah berhasil dibina dengan tertib, efisiensi

dan berkesinambungan. Pada dasarnya kegiatan intensifikasi yang

dilakukan kantor pelayanan pajak memiliki maksud agar dapat memenuhi

target penerimaan pajak yang telah ditentukan oleh pemerintah. Maka

upaya yang ditempuh kantor pelayanan pajak dalam memenuhi target

tersebut adalah dengan meningkatkan mutu pelaksanaan pengawasan atas

masa pajak baik melalui surat teguran, pemeriksaan, STP maupun dengan

cara memberikan bimbingan, dan juga pembinaan serta penyuluhan pada

3

masyarakat agar mampu, sadar dan jujur dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya.

Selain itu peningkatan mutu intensifikasi dapat juga berupa

peningkatan kegiatan pemeriksaan oleh fiskus, melalui peningkatan

kegiatan pemeriksaan lapangan (field audit) maupun pemeriksaan kantor

(room audit), selain itu peningkatan kepatuhan wajib pajak perlu didukung

dengan law enforcement yang berupa sanksi hukum secara konsisten.

Diberlakukannya sanksi dalam perpajakan, yang berupa sanksi

administrasi maupun sanksi pidana akan “memaksa” masyarakat untuk

memenuhi peraturan yang ada. Disamping itu, upaya administrasi juga

dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kerapian terhadap berkas-

berkas yang penting bagi pengawasan pembayaran masa wajib pajak.

Sedangkan peningkatan atau pemenuhan target dapat dititikberatkan pada

perbaikan dan penyempurnaan fiskus untuk diarahkan pada pembentukan

profesionalisme dan peningkatan moral.

Sementara itu pedoman kerja juga harus direnovasi kembali, dan

para pemimpin juga harus sering terjun kebawah untuk melihat sendiri

kondisi yang sesungguhnya terjadi dilapangan, sehingga berbagai

pedoman kerja yang diterapkan memperhitungkan berbagai hambatan

yang ada. Sehingga akan mampu menciptakan suatu sistem yang tepat

dalam rangka mewujudkan dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak

dalam melapor dan memenuhi tanggung jawab pajaknya. Walaupun dalam

kenyataan masih banyak wajib pajak yang belum memenuhi kewajiban

4

perpajakannya baik itu dalam hal membayar, tidak melapor SPT masa

maupun SPT tahunan. Sehingga salah satu pencerminan dalam hal wajib

pajak tidak membayar pajaknya adalah semakin besarnya tunggakan pajak

dari waktu ke waktu. Akibat yang ditimbulkan dari kurangnya tingkat

kepatuhan wajib pajak akan berdampak pada naiknya jumlah tunggakan

pajak dan masih belum diimbangi dengan kegiatan pencairannya, sehingga

salah satu upaya dalam rangka mengantisipasi permasalahan tersebut

adalah dengan kegiatan intensifikasi pengawasan pambayaran masa pajak

PPh pasal 21.

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas maka

skripsi ini penulis beri judul “ANALISIS INTENSIFIKASI

PENGAWASAN PEMBAYARAN MASA PAJAK PENGHASILAN

PASAL 21 DALAM UPAYA PENINGKATAN KEPATUHAN

KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA KANTOR PELAYANAN

PAJAK PRATAMA JEPARA”.

1.2. Ruang Lingkup

Berdasarkan pertimbangan, maksud dan perhatian penulis dan

kemungkinan tersedianya data serta nantinya agar masalah tidak melebar

dari masalah yang akan dibahas, maka penulis membatasi ruang lingkup

masalah sebagai berikut ini.

1.2.1. Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Jepara.

5

1.2.2. Penelitian ini dibatasi pada intensifikasi pengawasan

pembayaran masa pajak PPh pasal 21 yang meliputi pemberian

surat teguran, pemeriksaan, surat tagihan pajak dan kegiatan

penyuluhan.

1.3. Perumusan Masalah

Berpijak pada uraian latar belakang tersebut, terdapat

permasalahan yang menyebabkan terjadinya ketidakpatuhan wajib pajak

dalam melaporkan kewajiban pajaknya antara lain: (a) ketidaktahuan

kewajiban pajaknya; (b) terjadi force major (bencana alam, meninggal);

(c) Character dari wajib pajak yang jelek, sehingga menyebabkan

tindakan tidak patuh yang pada akhirnya dapat mengganggu kelancaran

penerimaan pajak.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, pertanyaan peneliti

dapat dirumuskan sebagai berikut ini.

1.3.1. Apa pengaruh antara intensifikasi pengawasan pembayaran

masa pajak ditinjau dari Surat Teguran, Pemeriksaan dan Surat

Tagihan Pajak (STP) terhadap kepatuhan wajib pajak

penghasilan PPh pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Jepara ?

1.3.2. Apa kendala dan upaya yang dihadapi dalam melakukan

tindakan intensifikasi pengawasan pembayaran masa pajak

6

penghasilan PPh pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Jepara ?

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh antara intensifikasi

pengawasan pembayaran masa pajak ditinjau dari pemberian

Surat Teguran, Pemeriksaan dan Surat Tagihan Pajak (STP)

secara parsial dan berganda terhadap kepatuhan wajib pajak

penghasilan PPh pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Jepara.

1.4.2. Untuk mendiskripsikan kendala-kendala dan upaya apa saja

yang dihadapi dalam melakukan tindakan intensifikasi

pengawasan pembayaran masa pajak penghasilan PPh pasal 21

di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara.

1.5. Kegunaan Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat disampaikan sebagai berikut :

1.5.1. Sebagai sumbangan dan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak

yang berhubungan dengan bidang-bidang perpajakan.

1.5.2. Sebagai wacana khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Jepara dalam hal tindakan yang telah dilakukan sebagai bahan

evaluasi yang nantinya dapat dicari jalan pemecahannya.

7

1.6. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, dibagi dalam lima BAB yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas mengenai latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan membahas mengenai landasan teori

mengenai perpajakan yang meliputi : Pengertian pajak, asas –

asas hukum pajak, sistem perpajakan di Indonesia, kebijakan

perpajakan, dasar pungutan pajak, pajak – pajak yang dikelola

Kantor Pelayanan Pajak, pengertian intensifikasi pajak, istilah

perpajakan dan pajak penghasilan pasal 21.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini akan membahas metode penelitian berupa

definisi operasional variabel, jenis data yang diperoleh, metode

pengolahan data dan metode analisis data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas uraian dekripsi obyek

penelitian, analisis data dan pembahasan.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dan saran

berdasarkan penelitian yang dilakukan.

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pajak

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan

terhutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan

secara umum) tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-mata digunakan

untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. (Mardiasmo, 2008).

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan

undang-undang (yang dapat dipaksakan) degan tidak mendapat jasa

timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Rohmat Soemitra,

2008).

Dilihat dari pengertian diatas, ada empat unsur pembentuk

pengertian pajak yang utama, yaitu : (Rohmat Soemitra, 2008).

a) Iuran dari rakyat kepada negara.

b) Berdasarkan undang-undang.

c) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang

secara langsung dapat ditunjuk.

d) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

9

2.2. Azas-azas Hukum Pajak

Dalam menyusun undang-undang, peraturan dan kebijakan

perpajakan ada tiga hal pokok yang menjadi landasan dasar yang lazim

azas-azas hukum pajak. Tiga hal pokok ini adalah :

2.2.1. Kesederhanaan (Simplicity) Perundang-undangan

Sebelum reformasi pajak pada tahun 1983 berlaku

ordonansi pajak pendapatan 1941 dan 1932, ordonansi perseroan

1925 dan ordonansi pajak upah 1934 yang kemudian dihapuskan

dan semua dimaksudkan dalam undang-undang pajak

penghasilan 1983. Menyatukan ketiga ordonansi tersebut

kedalam satu bentuk sangatlah tidak mudah, tetapi demi

kepentingan kesederhanaan hal ini harus juga dilakukan.

Azas kesederhanaan mensyaratkan undang-undang dapat

mudah dimengerti oleh wajib pajak, dan mudah untuk diubah dan

atau diperbaharui sesuai dengan perkembangan perekonomian

dan perdagangan yang cepat.

2.2.2. Azas Keadilan (Equity) Perundang-undangan

Azas keadilan ini mensyaratkan bahwa dibidang

perpajakan disamping disusun dengan sederhana juga

memenuhi rasa keadilan bagi tiap wajib pajak.

2.2.3. Azas Kepastian Hukum (Certainly)

Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 merupakan dasar untuk

menetapkan pajak, karena undang-undang dasar merupakan

10

peraturan tertinggi yang memuat ketentuan-ketentuan

mengenai ketatanegaraan dan hak serta kewajiban warga

negara termasuk pajak. Pajak hanya dapat dipungut dengan

undang-undang.

Tingkat kepatuhan wajib pajak memegang peranan

penting dalam menentukan tingkat realisasi penerimaan pajak,

karena sistem self assesment yang diterapkan saat ini

memberikan kebebasan kepada wajib pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri.

Tingkat kepatuhan yang tinggi mendorong kebijakan dan

rencana pembangunan yang disusun dapat berjalan dengan

baik.

Janji pemerintah meningkatkan tax ratio lima tahun

kedepan sebesar 16% yang disampaikan oleh menteri keuangan

Republik Indonesia, membawa tantangan sendiri bagi

efektifitas penerapan self assessment, karena banyak kalangan

juga menghubungkan indikator kepatuhan wajib pajak di suatu

Negara dengan tax ratio-nya.

Dibanding dengan Negara ASEAN dan Asia lainnya

pada tahun 1997. Indonesia memiliki tax ratio yaitu 11,4%.

Sementara Filipina (16.3%), Korea Selatan (16,7%), Jepang

(18,6%), Brunei Darussalam (18,8%), Singapura (21%) dan

tingkat tertinggi adalah Malaysia (36,6%). (Berita Pajak 2000).

11

Tingkat kepatuhan wajib pajak sulit diukur, tetap dapat

dilihat dari indikasi-indikasi tertentu. Indikasi (yang akan

diteliti) pelaksanaan self Assesmant dikatakan baik bila tingkat

kepatuhan wajib pajak tinggi. Tinggi rendahnya kepatuhan

dilihat dari:

a) Tingginya persentase wajib pajak yang terdaftar dan

aktif, (tingkat diterima kembali surat pemberitahuan

(SPT) Tahunan, realisasi jumlah terdaftar). Dalam

bahasan ini diajukan asumsi secara umum terhadap

statistik kasar potensi pajak dengan tax ratio di

Indonesia.

b) Tingkat realisasi penerimaan dibanding rencana

(persentase, dimana sekian % kepatuhan

mempengaruhi sekian rupiah penerimaan Negara).

c) Jumlah pemeriksaan yang semakin sedikit (% dari

jumlah wajib pajak). Tinggat kepatuhan pengisian

SPT secara benar.

2.3. Sistem Perpajakan di Indonesia

Sejak zaman kolonialisme hingga tahun 1967, undang-undang

yang dipakai di Indonesia (Hindia Belanda sebelum tahun 1954) adalah

ordonansi Pajak perseroan tahun 1925, ordonansi pajak kekayaan 1932

da ordonansi Pajak pendapatan 1944.

12

Pemungutan pajak di Indonesia dengan instrument hukum dari

kolonial dirasakan sebagai beban oleh masyarakat, disamping banyaknya

jenis Undang-undang dimaksud dengan struktur tarif, beragam jenis-

jenis pajak yang diatur serta suasana kolonial yang mendasari undang-

undang pajak tersebut. Walaupun masa-masa berikutnya aturan

mengenai perpajakan tersebut telah mengalami beberapa perubahan

nomor 11 tahun 1967 yang mengatur mengenai tata cara pengenaan

pajak atas penghasilan terutama berupa laba usaha. Namun perubahan

tersebut belum menjawab secara fundamental akan tuntutan nasional

tentang perlunya seperangkat peraturan perundang-undangan yang

sesuai falsafah Negara (Reformasi Perpajakan Indonesia, kumpulan

tulisan. 1995).

Sistem pajak hingga tahun 1967, dilakukan dengan menghitung

pajak sementara dan menghitung pajak akhir/rangkum. Perhitungan

pajak sementara dilakukan oleh fiskus tanpa adanya campur tangan dari

wajib pajak dan ditetapkan jumlah pajak yang terhutang sementara.

Dalam menghitung pajak akhir / rangkum ada dua aturan yaitu: Bila

wajib pajak memahai kewajiban memasukkan pemberitahuan, maka

perhitungan dilakukan oleh fiskus bersama dengan wajib pajak. Wajib

pajak yang tidak memahami dan mematuhi kewajiban, maka fiskuslah

yang menghitung dan menetapkan jumlah pajak yang terutang maka saat

itu system perpajakan kita kenal dengan sistem official assessment

murni.

13

Pada tanggal 26 agustus 1967 terjadi perubahan dalam tata cara

pemungutan pajak atas tiga ordonansi yang masih berlaku. Mulai saat itu

diperkenalkan system MPS dan MPO atau menghitung pajak sendiri dan

menghitung pajak orang lain.

Pada tahun 1983, disahkan paket undang-undang perpajakan

yaitu UU Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara

perpajakan (UU KUP), UU nomor 7 tahun 1983 tentang pajak

penghasilan (UU PPh), dan UU nomor 8 tahun 1983 tentang pajak

prttambahan nilai barang dan jasa pajak penjualan atas barang mewah

(PPN dan PPnBM).

Perubahan undang-undang perpajakan tersebut dikenal dengan

“Tax Reform”, karena paket undang-undang tersebut telah mengubah

secara total system dan mekanisme pemungutan pajak colonial,

khususnya perubahan dari Official assessment menjadi self assessment.

Perubahan system yang sangat mendasar inilah yang menjadi

prinsip system pemungutan pajak, dimana wajib pajak diberi

kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan

melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Melalui

system ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat

dilaksanakan lebih adil, sederhana dan mudah dipahami oleh anggota

masyarakat wajib pajak, serta lebih memberikan kepastian hukum

kepada semua pihak.

14

2.4. Kebijakan perpajakan

Kebijakan pajak atau fiskal policy berarti penggunaan perbuatan

dan tindakan pemerintah tertentu yang ditujukan kepada perkembangan

dan stabilitas ekonomi. Dan yang menjadi alat untuk melaksanakan

fiscal policy adalah berupa:

a) Penerimaan-penerimaan negara sebagai hasil sumber-

sumber pendapatan negara, terutama pajak-pajak.

b) Pengeluaran-pengeluaran (expenditures)

c) Kredit (debt. Management)

Untuk melaksakan kebijakan fiskal yang baik ketiga-tiganya

unsur ini harus dikoordinasikan dan diintegrasikan dengan pengawasan

keuangan dan pengawasan kredit. (Moh. Zain, 2001).

2.5. Dasar Pungutan Pajak

Pajak sebagai sumber penerimaan pemerintah dalam

melaksanakannya diatur oleh undang-undang. Dengan

perkembangannya tata cara pungutan pajak yang dibebankan kepada

masyarakat, maka Undang-undang pajak juga mengalami perubahan

dari Undang-undang lama menjadi Undang-undang baru sebagai

berikut :

2.5.1. Undang-Undang Pajak yang Lama

a) Bahwa pungutan pajak Negara, merupakan kewajiban

subyek pajak yang belum ditentukan dalam undang-

15

undang perpajakan untuk memenuhi kepentingan kas

Negara ;

b) Tanggung jawab pemungutan pajak terletak

sepenuhnya pada penguasa pemerintah seperti yang

tercermin dalam tata cara penetapan pajak yang

keseluruhannya menjadi wewenang administrasi

perpajakan ;

c) Pelaksanaan kewajiban perpajakan, dalam banyak hal

sangat tergantung dari pelaksanaan administrasi

perpajakan yang dilakukan oleh aparat perpajakan, hal

mana mengakibatkan anggota masyarakat wajib pajak

kurang mendapat pembinaan dan pambimbingan

terhadap kewajiban perpajakannya dan kurang ikut

berperan serta dalam memikul beban Negara dalam

mempertahankan kelangsungan pembangunan

nasional. (Moh. Zain, dan Kustadi arinta, 2001).

2.5.2. Undang-Undang Pajak Yang Baru

a) Bahwa pemungutan pajak merupakan pengabdian

kewajiban dan peran serta wajib pajak untuk secara

langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban

perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara

dan pembangunan nasional ;

16

b) Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak

sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan

berada pada anggota masyarakat wajib pajak sendiri.

Pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan sesuai

dengan fungsinya berkewajiban melakukan

pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap

pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak

berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam

peraturan perundang-undangan perpajakan ;

c) Anggota masyarakat wajib pajak deberi kepercayaan

untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan

nasional melalui system menghitung,

memperhitungkan dan membayar sendiri pajak yang

terhutang (self assessment). Sehingga melalui system

pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat

dilaksanakan dengan rapi, terkendali, sederhana dan

mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat

wajib pajak (Moh. Zain, dan Kustadi arinta, 2001).

17

2.6. Pajak-pajak yang dikelola Kantor Pelayanan Pajak

2.6.1. Pajak penghasilan pasal 25 dan PPh pasal 25/29

2.6.1.1. Pajak PPh pasal 25

PPh pasal 25 merupakan besaran pajak, dalam

tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib

pajak untuk setiap bulan dimana perhitungannya

adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang

menurut surat pemberitahuan tahunan pajak

penghasilan tahun pajak lalu dikurangi dengan pajak

penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta

pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar

negeri yang boleh dikreditkan, dibagi 12 (dua belas)

atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Ada

dua macam PPh pasal 25, yaitu :

a. PPh pasal 25 orang pribadi

Pajak penghasilan orang pribadi adalah

pajak yang dikenakan atas penghasilan yang

diterima atau diperoleh wajib pajak orang

pribadi baik yang berasal dari Indonesia maupun

dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak

yang bersangkutan dengan nama dan dalam

bentuk apapun.

18

b. PPh pasal 25 Badan

Yang dimaksud pajak penghasilan badan

menurut Undang-undang nomor : 17 tahun 2000

adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan

yang diterima perseroan terbatas, perseroan

komanditer, perseroan lainnya, badan usaha

milik negara dan badan usaha milik daerah

dengan nama dan dalam bentuk apapun,

persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi,

koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis,

lembaga dana pensiun, dan bentuk badan

lainnya.

2.6.1.2. Pajak PPh pasal 29

PPh pasal 29 adalah jenis PPh yang dibayar oleh

orang pribadi atau badan setelah seluruh PPh dalam satu

tahun pajak selesai diperhitungkan, PPh pasal 29 ini

ada, apabila pada akhir tahun ternyata masih ada PPh

yang kurang atau masih harus dibayar, dimana PPh

yang terutang lebih besar dari pada PPh yang telah

dibayar pada satu tahun pajak.

2.6.2 Pajak Partambahan Nilai

Merupakan pajak tidak langsung yang dipungut oleh

pengusaha kena pajak PPN atas penyerahan barang atau jasa

19

kena pajak di dalam daerah pabean seperti yang dijelaskan dalam

undang-undang pajak.

2.6.3. Pajak Penghasilan Pemotongan / Pungutan oleh pihak Lain

a. Pajak penghasilan pasal 21

Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak atas gaji,

upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan

nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan

pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak

orang pribadi (karyawan). PPh pasal 21 merupakan besaran

pajak dalam tahun berjalan yang harus dipotong dan disetor

oleh pemberi kerja untuk setiap bulan dimana dasar

perhitungannya adalah penghasilan bruto dikurangi dengan

biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto (maksimal

yang dipebolehkan Rp 1.296.000,00 setahun) atau biaya

pensiun 5% dari penghasilan bruto (maksimal yang

diperbolehkan Rp 432.000,00 setahun) dan dikurangi iuran

pensiun dan PTKP. Peraturan ini diperbolehkan bagi

karyawan yang penghasilannya diatas PTKP. Untuk wajib

pajak dalam hal ini karyawan yang penghasilannya dibawah

PTKP (penghasilan tidak kena pajak), maka tidak dipotong

PPh pasal 21.

20

b. Pajak Penghasilan Pasal 22

Pajak penghasilan pasal 22 merupakan pajak atas

pembelian barang dan lainnya yang pemungutannya

dilakukan badan-badan tertentu yang ditunjuk oleh

pemerintah.

c. Pajak penghasilan pasal 23

Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak

penghasilan atas jasa deviden, bunga, hadiah dan

penghargaan, sewa harta dan jasa-jasa lainnya yang

pemotongannya dilakukan oleh semua badan usaha.

d. Pajak penghasilan pasal 24 ayat (2)

Pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 merupakan pajak

panghasilan atas bunga tabungan, deposito, sewa rumah dan

atau bangunan serta pajak penghasilan final lainnya yang

pemotongannya dilakukan pihak ketiga.

2.7. Pengertian Intensifikasi Pajak

Suatu langkah yang ditempuh dengan cara mengelola

potensi pajak yang telah berhasil dibina dengan tertib, efisiensi

dan berkesinambungan. Tujuan dari intensifikasi ini adalah agar

pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara dapat memenuhi

target penerimaan pajak yang telah ditentukan oleh Pemerintah.

Maka upaya yang ditempuh Kantor Pelayanan Pajak Pratama

21

Jepara dalam memenuhi target tersebut adalah dengan

meningkatkan mutu pelaksanaan administrasi perpajakan dengan

cara memberikan bimbingan, dan juga pembinaan pada

masyarakat agar mampu, sadar dan jujur dalam melaksanakan

kewajiban perpajakan.

Selain itu peningkatan mutu intensifikasi dapat juga

berupa peningkatan kegiatan pemeriksaan oleh fiskus, melalui

penigkatan kegiatan pemeriksaan lapangan (field audit) maupun

pemeriksaan kantor ( room audit), selain itu peningkatan

kepatuhan wajib pajak perlu didukung dengan Law enforcement

yang berupa sanksi hukum secara konsisten. Diberlakukannya

sanksi dalam perpajakan, yang berupa sanksi administrasi

maupun sanksi pidana akan “memaksa” masyarakat untuk

memenuhi peraturan yang ada.

Disamping itu, upaya administrasi juga dapat dilakukan

dengan cara meningkatkan kerapian terhadap berkas-berkas yang

penting bagi pengawasan pembayaran masa wajib pajak.

Sedangkan peningkatan atau pemenuhan target dapat dititik

beratkan pada perbaikan dan penyempurnaan fiskus untuk

diarahkan pada pembentukan profesionalisme dan peningkatan

moral. (Moh. Zain, dan Kustadi Arinta, 2001).

22

Secara keseluruhan kegiatan intensifikasi pengawasan

pembayaran masa pajak yang selama ini berjalan ditempuh

melalui :

a) Surat Teguran

b) Pemeriksaan

c) Surat Tagihan Pajak (STP)

d) Penyuluhan

2.8. Istilah Perpajakan

Menurut undang-undang RI nomor 16 tahun 2000

berkaitan dengan kegiatan Intensifikasi pengawasan pembayaran

masa pajak dapat dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan

istilah perpajakan sebagai berikut :

2.8.1. Pengertian SPT Tahunan

Dalam keputusan direktur jenderal pajak nomor SE-

2/PJ/./2003, yang dimaksud dengan surat pemberitahuan

(SPT) tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu tahun

pajak atau bagian tahun pajak yang meliputi SPT tahunan

pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi (SPT 1770 dan

SPT 1770 S), SPT tahunan pajak penghasilan wajib pajak

Badan (SPT 1771 dan SPT 1771/4), SPT tahunan pajak

penghasilan pasal 21 (SPT 1721), termasuk SPT tahunan

pembetulan.

23

2.8.2. Wajib Pajak

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban

perpajakan, termasuk pemungutan atau pemotong pajak

tertentu.

2.8.3. Badan

Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang

murupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun

yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan

terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya. Badan

Usaha Milik Negara, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,

persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,

organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis,

lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

2.8.4. Pengusaha

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam

bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya

menghasilkan uang, mengimpor barang, mengekspor barang,

melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak

berwujud di luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau

memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

24

2.8.5. Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha kena pajak adalah pengusaha sebagaimana

dimaksud pada angka 3 yang melakukan penyerahan barang

kena pajak tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya

ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan, kecuali

pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi

pengusaha kena pajak.

2.8.6. Nomor Pokok Wajib Pajak

Nomor pokok wajib pajak adalah nomor yang

diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam

administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda

pengenal diri dan identitas wajib pajak dalam melaksanakan

hak dan kewajiban perpajakannya.

2.8.7. Masa Pajak

Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama

dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lainnya

yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan paling

lama 3 (tiga) bulan takwim.

2.8.8. Tahun Pajak

Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim

kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak

sama dengan tahun takwim.

25

2.8.9. Bagian Tahun Pajak

Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu

satu tahun pajak.

2.8.10. Pajak Yang Terutang

Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar

pada suatu saat dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau

dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.

2.8.11. Surat Pemberitahuan

Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib

pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan pajak dan

atau pembayaran masa pajak. Obyek pajak dan atau buku

obyek pajak dan atau harta atau kewajiban, menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.8.12. Surat Pemberitahuan Masa

Surat pemberitahuan masa adalah surat

pemberitahuan untuk suatu masa pajak.

2.8.13. Surat Pemberitahuan Tahunan

Surat pemberitahuan tahunan adalah surat

pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun

pajak.

26

2.8.14. Surat Setoran Pajak

Surat setoran pajak adalah surat yang digunakan wajib

pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak

yang terutang ke kas Negara melalui kantor pos atau bank

badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah

atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk menteri

keuangan.

2.8.15. Pemeriksaan

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk

mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan

lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.9. Pajak Penghasilan Pasal 21

2.9.1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak yang

dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,

tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam

bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan

sebagai imbalan atas jasa. (Yusdianto Prabowo, 2002)

Bagi pegawai atau orang pribadi yang memperoleh

penghasilan lain selain penghasilan yang pajaknya telah

27

dibayar atau dipotong dan bersifat final, pada akhir tahun

pajak diwajibkan untuk menyanpaikan SPT Tahunan PPh dan

atas PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh pemberi kerja

dapat dijadikan sebagai kredit pajak atas PPh yang terutang

pada akhir tahun.

2.9.2.Wajib Pajak PPh Pasal 21

Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21

adalah (Mardiasmo, 2008) :

a. Pejabat Negara adalah :

1. Presiden dan wakil presiden.

2. Ketua, Wakil Ketua dan anggota DPR/MPR,

DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten atau

kota.

3. Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa

Keuangan.

4. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim

Mahkamah Agung.

5. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan

Agung.

6. Menteri dan Menteri Negara.

7. Jaksa Agung.

8. Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah

Provinsi.

28

9. Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah

Kabupaten.

10. Walikota dan Wakil Walikota Kepala Daerah

Kota.

b. Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah PNS-pusat, PNS-

daerah dan PNS lainnya yang ditetapkan dengan

Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU

no.8 tahun 1974.

c. Pegawai adalah setiap orang pribadi yang melakukan

pekerjaan berdasrkan perjanjian atau kesepakatan

kerja, tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang

melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau

BUMN atau BUMD.

d. Pegawai Tetap adalah orang pribadi yang bekerja

pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh

gaji dalam jumlah tertentu secara berkala.

e. Pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri

adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di

Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka

waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh gaji,

honorarium dan atau imbalan lain sehubungan dengan

pekerjaan, jasa dan kegiatan.

29

f. Tenaga Lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada

pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila

orang pribadi yang bersangkutan bekerja.

g. Penerima Pensiun adalah orang pribadi atau ahli

warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan

untuk pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu termasuk

orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima

Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.

h. Penerima Honorarium adalah orang pribadi yang

menerima atau memperoleh imbalan sehubungan

dengan jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukannya.

i. Penerima Upah adalah orang pribadi yang menerima

upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau

upah satuan.

2.9.3. Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21

Yang tidak termasuk penerima penghasilan yang

dipotong PPh pasal 21 antara lain (Yusdianto Prabowo, 2002) :

a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau

pejabat lain dari negara asing.

b. Pejabat perwakilan organisasi internasional

sebagaimana dimaksud dalam keputusan menteri

keuangan.

30

2.9.4. Obyek PPh Pasal 21

Penghasilan yang dikenakan pemotong PPh pasal 21

antara lain (Mardiasmo, 2008):

a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur

berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, tunjangan

jabatan, premi dasar yang dibayar oleh pemberi kerja

dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.

b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak

teratur berupa jasa produksi, bonus, premi tahunan,

tunjangan lain dan penghasilan sejenis lainnya yang

sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali

dalam setahun.

c. Upah harian, upah mingguan, upah satuan dan upah

borongan.

d. Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua, uang

pesangon dan pembayaran lain sejenis.

e. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan

dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea

siswa dan kegiatan yang dilakukan wajib pajak dalam

negeri, terdiri dari :

1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas,

yang terdiri dari: pengacara, akuntan,arsitek,

dokter, konsultan, notaries, penilai dan aktuaris.

31

2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi,

pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang

iklan, sutradara, crew film, foto model,

peragawan/peragawati, pemain drama, penari,

pemahat, pelukis dan seniman lainnya.

3. Olahragawan.

4. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah,

penyuluh dan moderator.

5. Pengarang, peneliti dan penerjemah.

6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk

teknik komputer dan sistem aplikasinya,

telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi

dan social.

7. Agen iklan.

8. Pengawas, pengelola proyek, anggota, dan

pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan

peserta sidang atau rapat.

9. Pembawa pesanan atau yang menemukan

langganan.

10. Peserta perlombaan.

11. Petugas penjaja barang dagangan.

12. Petugas dinas luar asuransi.

32

13. Peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan

bukan pegawai atau bukan sebagai calon

pegawai.

14. Distributor perusahaan multilevel marketing atau

direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.

f. Gaji, gaji kehormatan, tunjagan-tunjangan lain yang

terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain

yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat

Negara dan PNS.

g. Uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang

sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima

pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-

anaknya.

h. Penerima dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya

dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan Wajib

Pajak selain pemerintah, atau Wajib Pajak yang

dikenakan PPh yang bersifat final dan yang dikenakan

PPh berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed

profit).

2.9.5. Penghasilan yang tidak dipotong PPh pasal 21

Yang tidak termasuk dalam penghasilan yang dipotong

pasal 21 antara lain : (Mardiasmo, 2008).

33

a. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi

kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi

dwiguna dan asuransi beasiswa.

b. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam

bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau

pemerintah kecuali yang diberikan Wajib Pajak yang

dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan

yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma

perhitungan khusus (deemed profit).

c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun

yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan

dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan

penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi

kerja.

d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak

dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau

disahkan oleh pemerintah.

2.9.6. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang bersifat

final antara lain : (Wirawan dan Waluyo, 2002)

a. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana

pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri

keuangan dan tunjangan hari tua yang dibayarkan

34

sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial

tenaga kerja.

b. Uang pesangon.

c. Hadiah dari penghargaan perlombaan.

d. Honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada

penjaga barang dan petugas dinas luar asuransi.

e. Penghasilan bruto berupa honorarium dan imbalan lain

dengan nama apapun yang diterima oleh pejabat

Negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI yang

sumber dananya berasal dari keuangan Negara atau

keuangan daerah, kecuali yang dibayarkan oleh

pegawai negeri sipil golongan II.d kebawah dan

anggota TNI atau POLRI berpangkat pembantu letnan

Satu kebawah atau ajun inspektur tingkat satu kebawah.

2.9.7. Pemotongan Pajak PPh Pasal 21

Yang termasuk pemotongan pajak pasal 21 antara lain :

(Yusdianto, 2002).

a. Pemberi kerja baik orang pribadi maupun badan yang

merupakan induk atau cabang, perwakilan atau unit

yang membayar gaji, upah, honorarium dan

pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan

atas pekerjaan atau jasa yang dilakukan diindonesia

oleh pegawai atau orang lain.

35

b. Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah,

honorarium, tunjangan tetap dan nama apapun

sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan yang

dibebankan pada keuangan Negara.

c. Dana pensiun, PT. Taspen, PT. Jamsostek yang

membayar uang pensiun, uang tebusan pensiun dan

tunjangan hari tua (THT).

d. Yayasan-yayasan seperti yayasan kesejahteraan, rumah

sakit,pendidikan, lembaga, kepanitiaan dan organisasi

dalam bentuk apapun dalam segala kegiatan sebagai

pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan

nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan

kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.

e. Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap yang

membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai

imbalan suhubungan dengan kegiatan dan jasa yang

dilakukan oleh orang pribadi dengan status wajib pajak

luar negeri.

f. Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap, yang

membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada

peserta pendidikan, pelatihan dan pemegangan.

g. Perusahaan dan badan yang membayar honorarium atau

pembayaran lain sebagai imbalan atau jasa yang

36

dilakukan diindonesia oleh tenaga ahli dan atau

persekutuan tenaga ahli sebagai wajib pajak dalam

melakukan pekerjaan bebas.

2.9.8. Tidak Termasuk obyek PPh pasal 21

Tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah:

(Mardiasmo, 2008).

a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau

pejabat lain dari nagara asing dan orang-orang yang

diperbantukan

b. kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal

bersama mereka.

c. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang

ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.

2.9.9. Tarif PPh Pasal 21

Tarif PPh pasal 21 secara terperinci dapat dijelaskan sebagai

berikut : (Mardiasmo, 2008).

Tabel 2.1.

Tarif PPh pasal 21

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

sampai dengan Rp 50.000.000 5% di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15% di atas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25% di atas Rp 500.000.000 30%

Sumber : (Masdiasmo, 2008).

37

2.10. Penelitian terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya Sutris Pratomo;

2007, Analisis intensifikasi pengawasan pembayaran masa pajak

penghasilan pasal 21 dalam upaya peningkatan kepatuhan kewajiban

perpajakan di Kantor Pelayanan Pajak Pati, mengungkapkan bahwa:

a. Terdapat pengaruh antara intensifikasi pengawasan

pembayaran masa pajak penghasilan pasal 21 terhadap

kepatuhan kewajiban perpajakan di Kantor Pelayanan Pajak

Pati. Bahwa ternyata variabel pemberian Surat Teguran

Pajak, Pemeriksaan, Surat Tagihan Pajak (STP) terbukti

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel

Kepatuhan wajib pajak penghasilan dalam melapor dan

membayarkan PPh pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pati..

Variabel yang terbukti memiliki pengaruh paling besar

terhadap kepatuhan wajib pajak penghasilan dalam melapor

dan membayarkan PPh pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak

Pati adalah variabel Surat Teguran.

b. Kendala dan upaya dalam melakukan tindakan intensifikasi:

Kendala :

1. Tidak tercapainya target pencairan tunggakan PPh Pasal

21 yang berupa STP Maupun SKPKB PPh Pasal 21.

2. Kurangnya pengetahuan bendaharawan proyek

pemerintah yang tidak melakukan permintaan

38

penghapusan NPWP sehubungan dengan selesainya

pengerjaan proyeknya. Sebab dengan tidak adanya

permintaan tersebut makabendaharawwan tersebut

masih dianggap WP Efektif sehingga masuk dalam

perhitungan target penerimaan PPh Pasal 21.

3. Pada tahun 2005 target yang ditetapkan dinilai terlalu

tinggi bahkan melebihi realisasi penerimaan tahun 2004

padahal terdapat kenaikan PTKP yang berpengaruh pula

terhadap kemungkinan pengurangan yang cukup besar

terhadap realisasi penerimaan PPh Pasal 21 tahun 2005.

4. Jumlah personel juru sita yang sangat minim. Dengan

dua wilayah unit Kerja, yaitu Pati, Rembang dan Blora

Kantor Pelayanan Pajak Pati hanya mempunyai 2 orang

juru sita pajak.

Adapun Upayanya adalah sebagai berikut :

1. Melakukan penyuluhan secara berkala kepada

masyarakat mengenai kesadaran dalam memenuhi

kewajiban pajak dengan cara mendaftarkan diri sebagai

wajib pajak.

2. Bekerja sama dengan berbagai pihak dalam menggali

potensi wajib pajak dalam rangka meningkatkan

penerimaan pajak oranng pribadi.

39

Persamaan dari penelitian terdahulu yaitu memiliki variabel

penelitian yang sama. Sedangkan perbedaan dari penelitian terdahulu

adalah mengenai waktu dan lokasi penelitian.

2.11. Kerangka Pikir Teoritis

Berdasarkan uraian dalam tinjauan pustaka mengenai

intensifikasi pengawasan pembayaran masa pajak ditinjau dari Surat

Teguran, Pemeriksaan, dan Surat Tagihan Pajak (STP) terhadap

kepatuhan wajib pajak penghasilan PPh pasal 21 di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Jepara, untuk memperjelas hubungan

antara variable tersebut dapat dilihat dalam kerangka pemikiran

teoritis dalam gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1. Kerangka Pikir

(X2) Pemeriksaan

(X3) STP

(Y)

Kepatuhan Wajib Pajak

(X1) Surat Teguran

H1

H3

H2

40

2.12. Hipotesis

Hipotesis adalah merupakan jawaban sementara terhadap

pertanyaan – pertanyaan dalam rumusan masalah. Hipotesis tersebut

harus diuji atau dibuktikan kebenarannya lewat pengumpulan dan

penganalisaan data penelitian. Sejalan dengan latar belakang

masalah, perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dapat

diambil suatu hipotesis sebagai berikut :

H1 : Ada pengaruh positif antara Surat Teguran terhadap

kepatuhan wajib pajak penghasilan PPh pasal 21 di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Jepara.

H2 : Ada pengaruh positif antara Pemeriksaan terhadap kepatuhan

wajib pajak penghasilan PPh pasal 21 di Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Jepara.

H3 : Ada pengaruh positif antara Surat Tagihan Pajak (STP)

terhadap kepatuhan wajib pajak penghasilan PPh pasal 21 di

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara.

41

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

3.1.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Jepara.

3.1.2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian yang terdiri dari persiapan,

perijinan, sampai dengan penulisan laporan dilaksanakan selama

3 bulan, dimulai pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret

2009.

3.1.3. Jenis Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan

survey langsung pada obyek penelitian, yaitu dengan melakukan

penelitian untuk memperoleh keterangan – keterangan secara

faktual secara langsung pada obyek, dengan melakukan

penelitian studi kasus (Case Study). Dalam penelitian ini penulis

mengambil obyek pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara

untuk mengumpulkan data – data dan keterangan mengenai

intensifikasi pengawasan pembayaran pajak dalam rangka

meningkatkan kepatuhan wajib pajak penghasilan PPh pasal 21

42

di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara selama periode tahun

2004 – 2008.

3.2. Variabel Penelitian

3.2.1. Surat Teguran (X1)

Merupakan Surat Teguran Masa untuk suatu Masa Pajak

karena keterlambatan dalam membayar tanggungan pajaknya,

yang dinyatakan dalam satuan.

3.2.2. Pemeriksaan Pajak (X2)

Merupakan serangkaian kegiatan untuk mencari,

mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya

untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan

untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan

peraturan perundang – undangan perpajakan. Pemeriksaan

dilakukan pada wajib pajak karena keterlambatan dalam

membayar tanggungan pajaknya, yang dinyatakan dalam satuan.

3.2.3. Surat Tagihan Pajak (X3)

Merupakan Surat penagihan atas pembayaran masa pada

wajib pajak yang bersangkutan dalam membayar tanggungan

pajaknya, yang dinyatakan dalam satuan.

43

3.2.4. Kepatuhan Kewajiban Perpajakan (Y)

Merupakan tindakan kooperatif dari wajib pajak dengan

penuh kesadaran untuk bersedia melapor dan membayarkan

kewajiban pajaknya sesuai dengan waktu yang ditentukan.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini data sekunder yang dibutuhkan adalah

data yang berhubungan dengan catatan mengenai :

a) Latar belakang perusahaan.

b) Kegiatan operasional perusahaan lainnya.

c) Jumlah Surat Teguran selama periode tahun 2004 – 2008.

d) Jumlah Pemeriksaan pajak selama periode tahun 2004 – 2008.

e) Jumlah STP selama periode tahun 2004 – 2008.

f) Jumlah wajib pajak yang patuh dalam melapor dan

membayarkan pajaknya selama periode tahun 2004 – 2008.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang

digunakan adalah dokumentasi. Metode pengumpulan data dengan

melakukan pencatatan dari dokumen perusahaan yang berhubungan

dengan data tentang latar belakang Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Jepara, dan data variabel lainnya.

44

3.5. Metode Pengolahan Data

Dalam penelitian ini metode pengolahan data yang digunakan

adalah tabulating. Tabulating yaitu memasukkan data yang telah

diklasifikasikan dalam tabel yang telah disediakan.

3.6. Metode Analisis Data

3.6.1. Uji Asumsi Klasik

3.6.1.1. Uji Multikolonieritas

Menurut Imam Ghozali (2006) Uji

Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas

(independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi korelasi diantara variabel independent. Jika

variabel independent saling berkorelasi, maka variabel-

variabel ini tidak ortogonal.

Variabel ortogonal adalah variabel independent

yang nilai korelasi antar sesama variabel independent

sama dengan nol.

3.6.1.2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah

dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan

pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi

korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.

45

Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan

sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini

timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak

bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. (Imam

Ghozali,2006).

3.6.1.3. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah

dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari

residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika

variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika

berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang

baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi

Heteroskedastisitas. (Imam Ghozali,2006).

3.6.1.4. Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah

dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual

memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t

dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti

distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji

statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sample kecil.

(Imam Ghozali, 2006).

46

3.6.2. Analisis Regresi

Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai

ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau

lebih variabel independent (variabel penjelas/bebas) dengan

tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi rata-rata

populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai

variabel independent yang diketahui (Gurajati, 2003).

Rumus :

Y = a + b1 x1 + b2 x2 +b3 x3 +e

3.6.3. Uji Hipotesis Parsial (Uji t)

Uji hipotesis parsial (uji t) adalah digunakan untuk

menguji masing-masing variabel bebas secara sendiri-sendiri.

Pengujian regresi secara parsial selain dengan menggunakan uji t

test juga dapat dilakukan menggunakan uji signifikansi yaitu

dengan melihat nilai sig 1- tailed dibandingkan dengan besarnya

α-sig (tingkat signifikansi sebesar 0,05) (Singgih Santoso, 2000).

3.6.4. Uji Hipotesis Berganda (Uji F)

Uji hipotesis berganda (uji F) digunakan untuk menguji

variabel bebas secara bersama-sama. Pengujian regresi berganda

selain dengan menggunakan uji F test juga dapat dilakukan

menggunakan uji signifikansi yaitu dengan melihat nilai Fsig

dibandingkan dengan besarnya nilai F (dalam tabel

SPSS<Anovab). (Singgih Santoso, 2000).