1. etiologi - patogenesis
TRANSCRIPT
Etiologi
Infeksi tonsil dapat berlanjut menjadi selulitis difusa dari daerah tonsil
meluas sampai palatum molle. Kelanjutan proses ini menyebabkan abses
peritonsil. Kelainan ini dapat terjadi cepat, dengan onset awal dari tonsillitis atau
akhir dari perjalanan penyakit tonsilitis akut. Biasanya unilateral dan kuman
penyebab sama dengan tonsillitis, yaitu dapat ditemukan kuman aerob dan
anaerob.1
Kemungkinan abses peritonsil disebabkan oleh infeksi pada kripta difusa
supra tonsil, dimana ukurannya besar, yang merupakan suatu kavitas seperti celah
dengan tepi tak teratur dan berhubungan erat dengan bagian posterior dan bagian
luar tonsil.2 Abses peritonsil juga terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut
atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil.
Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya
unilateral dan lebih sering pada anak - anak yang lebih tua dan dewasa muda.
Abses peritonsil disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang
bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses
peritonsil adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta - hemoliticus
Streptoccus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan
organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium, Prevotella,
Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus sp.
Dikutip dari Megalamani2, pemeriksaan kultur yang telah dilakukan
menumbuhkan populasi bakteri aerob dan anaerob sama banyaknya dengan
campuran flora yang melibatkan mikroorganisme gram negatif dan gram positif.
Beberapa penelitian dengan mengisolasi bakteri menunjukkan Streptococcus
viridians merupakan penyebab terbanyak infeksi abses peritonsil, diikuti oleh
Streptococcus beta hemolyticus grup A. Bakteri anaerob dan Streptococcus gram
positif telah diidentifikasi sebagai agen etiologi umum.2
Hanna3 melaporkan hasil pemeriksaan kultur kuman sebanyak 43%
ditemukan bakteri aerob, 31% bakteri anaerob, dan 23% terdiri gabungan bakteri
aerob dan anaerob. Dikutip dari Marom4, Megalamani dkk, menunjukkan adanya
peningkatan kejadian bakteri aerob gram negatif yang menyebabkan abses
peritonsil di India, sedangkan Sakae dkk, melaporkan banyaknya kasus
polimikmikrobial dengan dominasi kuman aerob pasien di Brazil.2
Dikutip dari Segal N5, Brook dkk melaporkan sebanyak 34 orang dewasa
dan anak - anak yang dilakukan aspirasi pus dan didapatkan 76% bakteri
gabungan aerob - anaerob dan 18% bakteri anaerob.5 Apapun bakteri / kuman
yang menjadi penyebabnya, proses infeksi ini menunjukkan bahwa mekanisme
pertahanan pertama dari orofaring, penerima (host) telah ditembus dan sebagai
akibatnya mikroorganisme tersebut masuk menembus jaringan orofaring.2
Jadi, kebanyakan abses peritonsil diduga disebabkan karena kombinasi
antara organisme aerob dan anaerob. Sedangkan virus yang dapat menyebabkan
abses peritonsil antara lain EBV, adenovirus, influenza A dan B, herpes simplex,
dan parainfluenza.
Patofisiologi6
Abses peritonsil atau Quinsy adalah suatu infeksi akut dan berat di
daerah orofaring. Abses peritonsil merupakan kumpulan pus yang terlokalisir
pada jaringan peritonsil yang umumnya merupakan komplikasi dari tonsilitis akut
berulang atau bentuk abses dari kelenjar Weber pada kutub atas tonsil.
Patofisiologi abses peritonsil belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori
yang paling banyak diterima adalah kelanjutan episode tonsillitis eksudatif
menjadi peritonsillitis dan diikuti pembentukan abses. Berikut ini adalah tiga teori
patogenesis terjadinya abses peritonsil.6
• Teori Parkinson (1970)
Penyebaran abses ke ruang peritonsil oleh karena di dalam ruang
peritonsil terdapat kelompok kelenjar yang terletak di permukaan superior
dari kapsul tonsil di pool atas. Kelompok kelenjar ini mudah mendapatkan
infeksi dari tonsil. Bila kelompok ini terinfeksi mudah terjadi abses di
dalam ruangan yang terisi jaringan ikat longgar. Daerah superior dan
lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu
infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah
ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga
dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang.
• Teori Ballenger (1977)
Perluasan infeksi ke ruang peritonsil, berasal dari kripte yang
besar di pole atas yang merupakan celah yang berhubungan erat dengan
bagian luar tonsil, sehingga infeksi yang terjadi pada kripte mudah
menjalar ke atas belakang (superior posterior) dari ruangan peritonsil.
• Teori Paparella (1980)
Terjadinya abses oleh karena infeksi yang berasal dari proses akut
tonsil dan menembus kapsul, sampai ke ruangan peritonsil tetapi masih
dalam batas otot konstriktor faring.
Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak
juga permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak
dan berwarna kekuning - kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan
bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral. Bila proses terus
berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada M.
Pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga
dapat terjadi aspirasi ke paru. Selain itu, abses peritonsil terbukti dapat timbul de
novo tanpa ada riwayat tonsillitis kronis atau berulang sebelumnya. Abses
peritonsil dapat juga merupakan suatu gambaran dari infeksi virus Epstein-Barr.6
Abses peritonsil yang timbul sebagai kelanjutan tonsilitis akut biasanya
timbul pada hari ke 3 dan ke 4 dari tonsillitis akut. Sumber infeksi berasal dari
salah satu kripta yang mengalami peradangan, biasanya kripta fossa supratonsil,
dimana ukurannya besar, merupakan kavitas seperti celah dengan tepi tidak
teratur, dan berhubungan erat dengan bagian posterior dan bagian luar tonsil.
Muara dari kripta yang mengalami infeksi tersebut tertutup sehingga abses yang
terbentuk di dalam saluran kripta akan pecah melalui kapsul tonsil dan berkumpul
pada tonsil “Bed”. Pus yang berkumpul pada fosa supratonsil tersebut akan
menimbulkan penonjolan, pembengkakan dan edema dari palatum molle sehingga
tonsil akan terdorong kearah medial bawah. Walaupun sangat jarang abses
peritonsil dapat terbentuk di inferior.6
Abses peritonsil juga dapat terjadi sebagai kelanjutan dari infeksi yang
bersumber dari kelenjar mukus. Pada fosa tonsil ditemukan suatu kelompok
kelenjar mukus di ruang supra tonsil yang disebut kelenjar Weber. Fungsi kelenjar
– kelenjar ini adalah mengeluarkan cairan ludah ke dalam kripta – kripta tonsil,
membantu untuk menghancurkan sisa – sisa makanan dan debris yang
terperangkap di dalamnya lalu dievakuasi dan dicerna. Jika terjadi infeksi
berulang, dapat terjadi gangguan pada proses tersebut lalu timbul sumbatan
terhadap sekresi kelenjar Weber yang mengakibatkan terjadinya pembesaran
kelenjar. Jika tidak diobati secara maksimal, akan terjadi infeksi berulang, selulitis
peritonsil atau infeksi kronis pada kelenjar Weber. Infeksi ini menyebabkan
duktus sampai permukaan tonsil menjadi lebih terobstruksi akibat inflamasi
sekitarnya. Hasilnya adalah nekrosis jaringan dan pembentukan pus yang
menghasilkan tanda dan gejala abses peritonsil.7
Ketika bakteri menembus jaringan, tubuh secara alami akan
menggerakkan beberapa mekanisme pertahanan. Secara umum bakteri akan mati
oleh aktifitas sel - sel fagosit. Antibodi memainkan peranan penting melawan
toksin - toksin bakteri, tetapi bagaimana peranan antibodi dalam melawan bakteri
penyebab inflamasi peritonsil akut masih belum diketahui.2,8