1. etiologi - patogenesis

7
Etiologi Infeksi tonsil dapat berlanjut menjadi selulitis difusa dari daerah tonsil meluas sampai palatum molle. Kelanjutan proses ini menyebabkan abses peritonsil. Kelainan ini dapat terjadi cepat, dengan onset awal dari tonsillitis atau akhir dari perjalanan penyakit tonsilitis akut. Biasanya unilateral dan kuman penyebab sama dengan tonsillitis, yaitu dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob. 1 Kemungkinan abses peritonsil disebabkan oleh infeksi pada kripta difusa supra tonsil, dimana ukurannya besar, yang merupakan suatu kavitas seperti celah dengan tepi tak teratur dan berhubungan erat dengan bagian posterior dan bagian luar tonsil. 2 Abses peritonsil juga terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateral dan lebih sering pada anak - anak yang lebih tua dan dewasa muda. Abses peritonsil disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsil adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta - hemoliticus Streptoccus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium,

Upload: rio-rubijantoro

Post on 24-Oct-2015

13 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1. Etiologi - PATOGENESIS

Etiologi

Infeksi tonsil dapat berlanjut menjadi selulitis difusa dari daerah tonsil

meluas sampai palatum molle. Kelanjutan proses ini menyebabkan abses

peritonsil. Kelainan ini dapat terjadi cepat, dengan onset awal dari tonsillitis atau

akhir dari perjalanan penyakit tonsilitis akut. Biasanya unilateral dan kuman

penyebab sama dengan tonsillitis, yaitu dapat ditemukan kuman aerob dan

anaerob.1

Kemungkinan abses peritonsil disebabkan oleh infeksi pada kripta difusa

supra tonsil, dimana ukurannya besar, yang merupakan suatu kavitas seperti celah

dengan tepi tak teratur dan berhubungan erat dengan bagian posterior dan bagian

luar tonsil.2 Abses peritonsil juga terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut

atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil.

Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya

unilateral dan lebih sering pada anak - anak yang lebih tua dan dewasa muda.

Abses peritonsil disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang

bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses

peritonsil adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta - hemoliticus

Streptoccus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan

organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium, Prevotella,

Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus sp.

Dikutip dari Megalamani2, pemeriksaan kultur yang telah dilakukan

menumbuhkan populasi bakteri aerob dan anaerob sama banyaknya dengan

campuran flora yang melibatkan mikroorganisme gram negatif dan gram positif.

Beberapa penelitian dengan mengisolasi bakteri menunjukkan Streptococcus

viridians merupakan penyebab terbanyak infeksi abses peritonsil, diikuti oleh

Streptococcus beta hemolyticus grup A. Bakteri anaerob dan Streptococcus gram

positif telah diidentifikasi sebagai agen etiologi umum.2

Hanna3 melaporkan hasil pemeriksaan kultur kuman sebanyak 43%

ditemukan bakteri aerob, 31% bakteri anaerob, dan 23% terdiri gabungan bakteri

aerob dan anaerob. Dikutip dari Marom4, Megalamani dkk, menunjukkan adanya

peningkatan kejadian bakteri aerob gram negatif yang menyebabkan abses

Page 2: 1. Etiologi - PATOGENESIS

peritonsil di India, sedangkan Sakae dkk, melaporkan banyaknya kasus

polimikmikrobial dengan dominasi kuman aerob pasien di Brazil.2

Dikutip dari Segal N5, Brook dkk melaporkan sebanyak 34 orang dewasa

dan anak - anak yang dilakukan aspirasi pus dan didapatkan 76% bakteri

gabungan aerob - anaerob dan 18% bakteri anaerob.5 Apapun bakteri / kuman

yang menjadi penyebabnya, proses infeksi ini menunjukkan bahwa mekanisme

pertahanan pertama dari orofaring, penerima (host) telah ditembus dan sebagai

akibatnya mikroorganisme tersebut masuk menembus jaringan orofaring.2

Jadi, kebanyakan abses peritonsil diduga disebabkan karena kombinasi

antara organisme aerob dan anaerob. Sedangkan virus yang dapat menyebabkan

abses peritonsil antara lain EBV, adenovirus, influenza A dan B, herpes simplex,

dan parainfluenza.

Patofisiologi6

Abses peritonsil atau Quinsy adalah suatu infeksi akut dan berat di

daerah orofaring. Abses peritonsil merupakan kumpulan pus yang terlokalisir

pada jaringan peritonsil yang umumnya merupakan komplikasi dari tonsilitis akut

berulang atau bentuk abses dari kelenjar Weber pada kutub atas tonsil.

Patofisiologi abses peritonsil belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori

yang paling banyak diterima adalah kelanjutan episode tonsillitis eksudatif

menjadi peritonsillitis dan diikuti pembentukan abses. Berikut ini adalah tiga teori

patogenesis terjadinya abses peritonsil.6

• Teori Parkinson (1970)

Penyebaran abses ke ruang peritonsil oleh karena di dalam ruang

peritonsil terdapat kelompok kelenjar yang terletak di permukaan superior

dari kapsul tonsil di pool atas. Kelompok kelenjar ini mudah mendapatkan

infeksi dari tonsil. Bila kelompok ini terinfeksi mudah terjadi abses di

dalam ruangan yang terisi jaringan ikat longgar. Daerah superior dan

lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu

infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah

Page 3: 1. Etiologi - PATOGENESIS

ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga

dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang.

• Teori Ballenger (1977)

Perluasan infeksi ke ruang peritonsil, berasal dari kripte yang

besar di pole atas yang merupakan celah yang berhubungan erat dengan

bagian luar tonsil, sehingga infeksi yang terjadi pada kripte mudah

menjalar ke atas belakang (superior posterior) dari ruangan peritonsil.

• Teori Paparella (1980)

Terjadinya abses oleh karena infeksi yang berasal dari proses akut

tonsil dan menembus kapsul, sampai ke ruangan peritonsil tetapi masih

dalam batas otot konstriktor faring.

Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak

juga permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak

dan berwarna kekuning - kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan

bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral. Bila proses terus

berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada M.

Pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga

dapat terjadi aspirasi ke paru. Selain itu, abses peritonsil terbukti dapat timbul de

novo tanpa ada riwayat tonsillitis kronis atau berulang sebelumnya. Abses

peritonsil dapat juga merupakan suatu gambaran dari infeksi virus Epstein-Barr.6

Abses peritonsil yang timbul sebagai kelanjutan tonsilitis akut biasanya

timbul pada hari ke 3 dan ke 4 dari tonsillitis akut. Sumber infeksi berasal dari

salah satu kripta yang mengalami peradangan, biasanya kripta fossa supratonsil,

dimana ukurannya besar, merupakan kavitas seperti celah dengan tepi tidak

teratur, dan berhubungan erat dengan bagian posterior dan bagian luar tonsil.

Muara dari kripta yang mengalami infeksi tersebut tertutup sehingga abses yang

terbentuk di dalam saluran kripta akan pecah melalui kapsul tonsil dan berkumpul

pada tonsil “Bed”. Pus yang berkumpul pada fosa supratonsil tersebut akan

menimbulkan penonjolan, pembengkakan dan edema dari palatum molle sehingga

Page 4: 1. Etiologi - PATOGENESIS

tonsil akan terdorong kearah medial bawah. Walaupun sangat jarang abses

peritonsil dapat terbentuk di inferior.6

Abses peritonsil juga dapat terjadi sebagai kelanjutan dari infeksi yang

bersumber dari kelenjar mukus. Pada fosa tonsil ditemukan suatu kelompok

kelenjar mukus di ruang supra tonsil yang disebut kelenjar Weber. Fungsi kelenjar

– kelenjar ini adalah mengeluarkan cairan ludah ke dalam kripta – kripta tonsil,

membantu untuk menghancurkan sisa – sisa makanan dan debris yang

terperangkap di dalamnya lalu dievakuasi dan dicerna. Jika terjadi infeksi

berulang, dapat terjadi gangguan pada proses tersebut lalu timbul sumbatan

terhadap sekresi kelenjar Weber yang mengakibatkan terjadinya pembesaran

kelenjar. Jika tidak diobati secara maksimal, akan terjadi infeksi berulang, selulitis

peritonsil atau infeksi kronis pada kelenjar Weber. Infeksi ini menyebabkan

duktus sampai permukaan tonsil menjadi lebih terobstruksi akibat inflamasi

sekitarnya. Hasilnya adalah nekrosis jaringan dan pembentukan pus yang

menghasilkan tanda dan gejala abses peritonsil.7

Ketika bakteri menembus jaringan, tubuh secara alami akan

menggerakkan beberapa mekanisme pertahanan. Secara umum bakteri akan mati

oleh aktifitas sel - sel fagosit. Antibodi memainkan peranan penting melawan

toksin - toksin bakteri, tetapi bagaimana peranan antibodi dalam melawan bakteri

penyebab inflamasi peritonsil akut masih belum diketahui.2,8