1 bab i pendahuluan 1.1 latar belakang pengendalian
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengendalian pembangunan merupakan upaya mengatur kegiatan
pembangunan yang meliputi pelaksanaan kegiatan pendirian bangunan,
perekayasaaan, pertambangan maupun kegiatan serupa lainnya pada, di bawah
maupun di atas tanah, dan atau mengadakan perubahan penggunaan pada
bangunan atau lahan tertentu. Pembangunan tersebut perlu diatur karena ada
saatnya ketika kondisi yang dibutuhkan dalam mengalokasikan sumberdaya
melalui mekanisme pasar tidak efisien, sehingga dibutuhkan kewenangan
pemerintah dalam penentuan kebijakan untuk mengatur ranah publik dan privat
dalam rangka melaksanakan manajemen lahan perkotaan. Adapun bentuk
pengelolaan tanah yang dilakukan pemerintah meliputi perencanaan, jaringan
infrastruktur, dan fungsi pengaturan untuk tujuan melakukan perluasan kota
dalam memberikan kerangka fisik dan hukum setiap proyek pembangunan yang
dilakukan oleh pihak swasta maupun masyarakat (Nurmandi, 2014: 145).
Penegasan dalam perangkat peraturan perundangan mengenai penataan ruang,
bahwa pelaksanaan pembangunan baik di tingkat pusat maupun daerah harus
sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan. Pelanggaran ataupun
penyimpangan yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti teknik
operasional, administrasi atau politis, mekanisme pasar, hingga kurangnya
perhatian terhadap rencana tata ruang, sehingga menimbulkan dampak
2
ketidakadilan alokasi ruang, ekternalitas negatif, inefisiensi sistem perkotaan, dan
lain sebagainya.
Dalam pengendalian pembangunan, pemerintah berkewajiban untuk
mewujudkan keadilan, mengurangi konflik dan dampak negatif pemanfaatan
ruang serta menjamin berlangsungnya pembangunan kota yang efisien, efektif
serta sesuai dengan fungsi kota dan konsisten dengan rencana tata ruang. Selain
itu, pemerintah juga mempunyai kewajiban untuk menjalankan fungsi
pengendalian pemanfaatan ruang disamping pelaksana pembangunan sekaligus
memfasilitasi peran serta masarakat dalam melaksanakan pembangunan dalam
rangka perwujudan pemanfaatan ruang. Pengendalian pembangunan merupakan
kegiatan yang berorientasi pada kepentingan umum, yang dapat berjalan dengan
adanya efektifitas supremasi hukum dan good governance, yang berperan dalam
menentukan pembangunan di masa yang akan datang. Dalam pemanfaatan ruang,
prinsip good governance dapat terejawantahkan melalui peran dan fungsi setiap
pemangku kepentingan dalam proses pemanfaatan ruang, yang ditentukan oleh
praktek-praktek yang mendekatkan antara peraturan dan implementasi di lapangan
(Argo, 2004). 1
Pentingnya penerapan good governance2 sebagai salah satu tolok ukur peran
pemerintah dalam konteks pengendalian pembangunan dalam rangka
mewujudkan pemanfaatan ruang adalah untuk menciptakan sistem kelembagaan
1 (Khublall dan Yuen, 1991) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara perencanaan dan pengendalian pembangunan dimana, perencanaan bertujuan untuk mengatur alokasi guna lahan dalam rangka mencapai tujuan perencanaan, sementara pengendalian pembangunan merupakan pelaksanaan atau implementasi yang menjadi tugas perencanaan. 2 Equitari dan Maryandi (2004) dalam Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol. 15 No. 1, menyebutkan bahwa penataan ruang sebagai salah satu bentuk pengelolaan kepentingan publik dituntut untuk memenuhi prinsip good governance.
3
dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien, efektis, transparan,
profesional dan akuntabel, meningkatnya partisipasi masyarakat dalam
pengambilan kebijakan publik serta terjaminnya konsistensi dan kepastian hukum
dalam pelaksanaan implementasi peraturan perundangan. Hal ini dikarenakan di
dalam nilai-nilai penataan ruang terdapat nilai-nilai good governance yang
digunakan seperti partisipatif, daya tanggap, efisiensi dan efektivitas yang secara
normatif diatur dalam peraturan perundangan. Pembangunan yang sistematis
sangat penting dan dibutuhkan untuk mencapai keberlanjutan kota dengan
mempedomani rencana tata ruang, zonasi, dan pengkavlingan lahan sebagai
teknik perencaanan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Itulah sebabnya
mengapa good governance menjadi salah satu aset penting dalam pembangunan
kota (Aluko, 2011).
Sebagai salah satu teknik instrumen preventif dalam pengendalian
pembangunan lahan (development control), selain zonasi dan pemberian izin
bangunan, Advice Planning3 merupakan salah satu bentuk penerapan subdivision
control/regulation4 atau pengendalian pengkavlingan lahan yang bertujuan untuk
mengatur perkembangan pembangunan perumahan, dengan aturan dan
seperangkat persyaratan yang mengatur tentang bagaimana properti dibangun
dengan mengikuti layout jaringan jalan, utilitas, drainase dan kebutuhan prasarana
3Advice Planning dalam regulasi di Kota DKI Jakarta, diterjemahkan sebagai Keterangan Rencana Kota yang menjadi syarat dalam proses pengurusan IMB. Opini 13 januari 2014 pada http:// jakarta.kompasiana.com/layanan-publik/2014/01/13/menelisik-praktik-pengurusan-advice-planning-dki-626089. html diakses tanggal 24 Juni 2014. 4 (Scnider, 2013) dalam Land subdivision : A practical Guide for centre Texas menyebutkan bahwa proses pembangunan lahan dibagi menjadi tiga komponen utama yaitu zoning dan/atau hak guna lahan, subdivision regulation atau pengkavlingan lahan, dan izin pembangunan konstruksi, seperti pembangunan tapak, bangunan, dan lain sebagainya.
4
lainnya dengan peran pemerintah yang dominan dan sebagai kunci dalam
memberikan kerangka pembangunan. Berbeda dengan zonasi yang mempunyai
tujuan dan prinsip untuk mengatur jenis peruntukan lahan, subdivision regulation
atau pengendalian pengkavlingan lahan lebih berfokus pada bagaimana lahan
tersebut dibangun (Coon, 2013: 4).
Pembangunan perumahan merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan ruang
yang membutuhkan alokasi lahan dan ruang yang luas, dan harus memenuhi
persyaratan lingkungan yang dilengkapi dengan fasilitas umum dan sosial yang
layak, serta merupakan salah satu komponen pembentuk pola ruang kota. Apabila
suatu kawasan perumahan yang luas tidak dilengkapi dengan persyaratan minimal
lingkungannya, maka kawasan perumahan tersebut akan terlihat kumuh dan
menimbulkan dampak eksternalitas negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Oleh
karena itu, kedudukan Advice Planning yang berfungsi sebagai pengendali
implementasi pembangunan perumahan melalui pengaturan tata guna lahan dan
arahan pemanfaatan ruang berada diantara serangkaian perangkat perizinan
pemanfaatan ruang yang terkait dengan pelaksanaan pembangunan yang terdiri
dari izin prinsip, izin lokasi, dan izin mendirikan bangunan (IMB). Di beberapa
daerah, Advice Planning sebagai tahapan proses perolehan informasi mengenai
ketentuan teknis ruang dan zonasi kawasan ini dikenal dengan istilah yang
berbeda-beda.5 Advice Planning berisikan infomasi dan arahan yang diperlukan
untuk memastikan bahwa rencana pembangunan perumahan telah mengatur 5 Istilah Advice Planning di Kota DKI Jakarta sejajar dengan Fatwa Planologi di Kota Batam, dan diidentikkan dengan RTBL. Fatwa planologi merupakan ketentuan-ketentuan yang digunakan sebagai petunjuk perencanaan tapak atau pengarahan/advice terhadap rencana tapak, yang kedudukannya berada diantara rangkaian proses perizinan yang ada yaitu izin penetapan lokasi, fatwa planologi, ijin pematangan lahan dan izin mendirikan bangunan. Prasetyo, Gunawan. 2008. Artikel Permohonan Fatwa Planologi. pada http: //nesless.blogspot.com /2008/03/permohonan-fatwa-planologi.html diakses tanggal 22 Juni 2014.
5
penyediaan infrastruktur dan pelayanan dasar lainnya melalui proses persetujuan
pemerintah.
Secara normatif, Advice Planning atau Keterangan Rencana Kota sesuai
dengan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung memberikan
arahan tentang fungsi bangunan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien
Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), garis sempadan
bangunan, jaringan utilitas kota dan keterangan lainnya, sebagai salah satu
prasyarat dalam memperoleh izin mendirikan bangunan (IMB). Sebagai suatu
instrumen pengendalian pembangunan, penerbitan Advice Planning (AP) di Kota
Payakumbuh telah dilaksanakan sejak tahun 2008 berdasarkan Peraturan Walikota
No. 8 Tahun 2008 tentang Retribusi Advice Planning dan kemudian disesuaikan
kembali dengan Perda Kota Payakumbuh No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW), yang mengatur ketentuan teknis dan zonasi untuk
seluruh bentuk kegiatan pembangunan lahan baik yang dilakukan oleh individu,
masyarakat maupun pihak swasta.
Pengendalian pembangunan sebagai salah satu hal yang dikelola oleh
pemerintah seharusnya mengaplikasikan prinsip good governance baik dalam
kegiatan perencanaan maupun implementasinya. Selain itu, pentingnya
pemahaman good governance oleh pemerintah dalam pemberian pelayanan publik
dapat menentukan kualitas perencanaan dan menciptakan suatu mekanisme yang
dapat bekerja dengan baik. Akan tetapi dalam implementasinya, sebagai salah satu
bentuk arahan pemanfaatan ruang untuk pembangunan perumahan yang
6
diterbitkan berdasarkan rencana tata ruang, Advice Planning mengalami berbagai
permasalahan.
Oleh karena itu, penelitian ini akan melakukan eksaminasi dan pengkajian
terutama yang berkaitan dengan implementasi pemanfaatan ruang melalui
instrumen Advice Planning sebagai pengendalian pembangunan dan penerapan
prinsip-prinsip good governance di dalamnya. Diduga teori implementasi good
governance dapat menjelaskan penyebab rendahnya tingkat implementasi Advice
Planning sebagai alat pengendalian pembangunan di Kota Payakumbuh.
Pengkajian pelaksanaan pengendalian pembangunan lahan tersebut apakah telah
mengakomodir prinsip good governance dalam proses pelaksanaannya yang pada
akhirnya bertujuan untuk mewujudkan keberlanjutan pemerintahan kota dan
keberlanjutan kota itu sendiri yang dinilai dari sisi pengembang sebagai target
group atau sasaran dalam pengendalian pembangunan perumahan dan pemerintah
sebagai pelaksana.
1.2 Rumusan Masalah
Peningkatan jumlah pembangunan perumahan di Kota Payakumbuh dari tahun
2008-2013 dengan jumlah keseluruhan sebesar 72 pengembangan perumahan
berimplikasi pada adanya desakan kebutuhan pengendalian dalam
pembangunannya. Pembangunan lahan perumahan yang terjadi di Kota
Payakumbuh dilakukan dengan berbagai cara diantaranya melalui konversi lahan
pertanian dan/atau lahan kosong menjadi lahan yang akan digunakan untuk
pengembangan perumahan perkotaan. Adapun luasan pengembangan perumahan
yang ada di Kota Payakumbuh berkisar antara 0,5 – 1,5 Ha (Dinas Tata Ruang
7
dan Kebersihan, 2014). Menurut Winarso (2000) pengembang skala kecil atau
smaal foot holder developer mempunyai karakteristik dengan luas lahan kurang
dari 5 Ha dan/atau dengan pembangunan perumahan dengan jumlah rumah antara
10-50 unit dalam jangka waktu 3 bulan.
Pengendalian pembangunan perumahan melalui pengaturan pengkavlingan di
Kota Payakumbuh dilaksanakan melalui mekanisme penerbitan Advice Planning,
yang secara teoritis diatur dalam subdivision control/regulation yaitu pengaturan
mengenai pembagian kavling tanah serta pengalokasian lahan untuk
pembangunan ruang terbuka serta jaringan utilitas. Pengaturan ini berfungsi agar
pembangunan perumahan memenuhi standar pembangunan seperti mempunyai
aksesibilitas berupa jaringan jalan, pencegahan terhadap masalah lingkungan,
serta penyediaan ruang terbuka hijau sesuai syarat pembangunan perumahan6,
sehingga lahan perkotaan dapat termanfaatkan secara efisien dan tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup perkotaan oleh pelaku
pembangunan sekaligus mewujudkan keterkaitan dan keserasian fungsi kawasan
dengan wilayah kota.
Praktek pengendalian pengkavlingan di negara maju seperti Amerika,
mempunyai perangkat pengaturan yang jelas dan sistematis yang disertai dengan
pengenaan sanksi yang tegas, melalui mekanisme intervensi pemerintah berupa
komisi perencanaan yang dominan dalam pengambilan keputusan serta
menentukan standar-standar kualitas pengkavlingan perumahan dengan tujuan
6 SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
8
untuk mengatur perumahan formal7 yang efisien, teratur dan disertai dengan
ketersediaan infrastruktur perkotaan yang saling terintegrasi sekaligus merupakan
syarat yang harus dipenuhi oleh pengembang perumahan sebelum kavling atau
persil perumahan tersebut dijual. Pemerintah berperan untuk membangun
perangkat pengendalian pembangunan lahan beserta peraturannya untuk
mengimplementasikan tujuan dan kebijakan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan. Akan tetapi, secara prakteknya terutama di negara berkembang dan
termasuk Indonesia, muncul berbagai permasalahan seperti munculnya tipe
pembangunan ribbon development (menyerupai pita) yang berdampak pada
meningkatnya kebutuhan biaya dalam pembangunan infrastruktur fisik kota,
seperti jalan, drainase, dan sebagainya (Nurmandi, 2014).
Dalam implementasinya, pengendalian pembangunan perumahan formal skala
kecil di Kota Payakumbuh yang secara peraturan telah diatur dan dilaksanakan
oleh pemerintah daerah dengan menggunakan pendekatan top-down yang
menempatkan pemerintah sebagai pemegang peran utama dalam pelaksanaan
pengendalian pembangunan ini tidak berjalan dengan efektif dan efisien, dan
mengindikasikan munculnya beberapa permasalahan atau penyimpangan. Adapun
permasalahan yang muncul yaitu seperti kecenderungan penyediaan fasilitas dan
jaringan utiltas publik yang minim, pembangunan jaringan jalan yang tidak
terintegrasi dengan jaringan jalan dan drainase kota, timbulnya lahan marginal,
masalah limbah perumahan, kesemrawutan dan tidak teratur, dan terdapat
beberapa pengembangan perumahan yang diatur dalam Advice Planning tidak 7 Perumahan formal adalah perumahan yang dibangun dengan suatu aturan yang jelas dan mempunyai pola yang teratur. Perumahan ini dibangun oleh pihak swasta dan pemerintah. (Kuswartojo, 2005 dalam Rachman, 2010)
9
menyediakan apa yang seharusnya menjadi hak masyarakat atau penghuni
perumahan seperti ruang terbuka hijau maupun infrastruktur yang disyaratkan.
Selain itu, terjadinya perubahan pada peruntukan pengkavlingan pada beberapa
kawasan perumahan sebagaimana yang tertuang dalam peta Advice Planning yang
telah disetujui seperti merubah peruntukan persil yang seharusnya dibangun
sebagai prasarana lingkungan, utilitas umum, fasiltas umum atau fasilitas sosial
ternyata telah dibangun ruko atau rumah pada saat perumahan tersebut telah
terjual beberapa unit.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka penelitian ini akan dibatasi
pada pengkajian hubungan antara good governance dalam pengendalian
pembangunan yang ditentukan melalui penilaian stakeholder tentang pencapaian
prinsip good governance dalam pembangunan kawasan perumahan yang
ditentukan, seperti peraturan, norma dan prinsip yang dipraktekkan dalam institusi
pemerintah dengan praktek yang mendekatkan antara peraturan dan kenyataan di
lapangan melalui implementasi Advice Planning sebagai instrumen pengendalian
pembangunan. Adapun perumusan masalah penelitian yaitu seberapa besar tingkat
implementasi Advice Planning yang terjadi dalam praktek pelaksanaan
pengendalian pembangunan serta bagaimana pengaruh pencapaian prinsip good
governance dalam implementasi Advice Planning tersebut.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan penelitian yang ada pada penelitian ini adalah :
1. Seberapa besar tingkat implementasi Advice Planning di Kota
Payakumbuh ?
10
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi Advice Planning
dalam pengendalian pembangunan di Kota Payakumbuh dilihat dari
perspektif good governance ?
1.4 Tujuan dan Sasaran Penelitian
Tujuan dari penyusunan penelitian ini adalah untuk menilai tingkat
implementasi Advice Planning di Kota Payakumbuh serta mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi implementasi Advice Planning tersebut. Adapun
sasaran yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Teridentifikasinya kesesuaian pelaksanaan antara komponen ketentuan
Advice Planning (AP) sebagai instrumen pengendalian pembangunan
perumahan dengan praktek di lapangan.
2. Teridentifikasinya tingkat implementasi Advice Planning.
3. Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi AP dalam
kerangka good governance.
4. Teridentifikasinya hubungan antar faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi AP.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terbagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
1. Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah penelitian ini adalah kawasan pengembangan
perumahan formal yang dibangun oleh pengembang perumahan atau
developer di Kota Payakumbuh. Berdasarkan data dari Dinas Tata Ruang
11
dan Kebersihan Kota Payakumbuh tahun 2014, terjadi pertambahan
jumlah pengembang perumahan skala kecil di Kota Payakumbuh dengan
jumlah keseluruhan adalah 72 perumahan yang dihitung dari tahun 2008-
2013 yang lokasinya tersebar di 5 (lima) kecamatan. Cukup besarnya
pertambahan ini disebabkan karena Kota Payakumbuh merupakan salah
satu kota di Propinsi Sumatera Barat yang sedang mengalami
perkembangan dan menjadi daerah transit lintas propinsi Sumatera Barat
dan Riau. Adapun persebaran lokasi perumahan di Kota Payakumbuh
tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut ini, dimana perkembangan
persebaran perumahan ini mengarah pada Kota Payakumbuh bagian Timur
dan Barat.
Gambar 1. 1 Peta Sebaran Lokasi Perumahan di Kota Payakumbuh Tahun 2013
Peta Sebaran Lokasi Perumahan di Kota Payakumbuh Tahun 2013
Sumber : Dinas Tata Ruang dan Kebersihan Kota Payakumbuh, 2014
12
2. Ruang Lingkup Substansial
Ruang lingkup substansi merupakan landasan teori yang digunakan dalam
penelitian ini. Adapun teori yang digunakan fokus pada teori development
control atau pengendalian pembangunan lahan yang salah satunya adalah
instrumen subdivision regulation/control atau peraturan/pengendalian
pengkavlingan lahan. Pada penelitian ini, bentuk subdivision
regulation/control atau peraturan/pengendalian pengkavlingan lahan yang
dipraktekkan pada wilayah penelitian adalah Advice Planning atau
Keterangan Rencana Kota. Advice Planning atau Keterangan Rencana
Kota merupakan salah satu alat pengendalian pembangunan yang diatur
dalam Perda Kota Payakumbuh No. 16 Tahun 2011 tentang Bangunan
Gedung dan Perda Kota Payakumbuh No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Payakumbuh. Advice Planning berisikan
informasi tentang persyaratan ketentuan teknis tata bangunan dan
lingkungan serta arahan ketentuan umum zonasi yang diberlakukan oleh
pemerintah kota pada lokasi tertentu, yang diajukan sebagai prasyarat
pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Selanjutnya, tingkat
implementasi Advice Planning sebagai instrumen pengendalian
pembangunan tersebut akan dikaji kaitannya dengan teori implementasi
good governance dengan menggunakan indikator prinsip good governance
dalam konteks pengendalian pembangunan.
13
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian mengenai pelaksanaan Advice
Planning ini adalah meliputi :
1. Bagi pemerintah, yaitu untuk memperkaya ketersediaan data mengenai
praktek penggunaan lahan untuk pembangunan perumahan serta
rekomendasi bagi efektifitas pelaksanaan penerbitan Advice Planning di
Kota Payakumbuh dalam kerangka perwujudan good governance.
Hubungan antar faktor yang mempengaruhi menunjukkan faktor yang
perlu mendapatkan prioritas dalam pengendalian dan implementasinya.
2. Bagi masyarakat yaitu memberikan kontribusi pengetahuan tentang Advice
Planning serta manfaat yang dapat diperoleh masyarakat dalam
perwujudan pembangunan penyediaan infrastruktur dalam rencana
pengkavlingan tanah tersebut, sehingga masyarakat dalam ambil bagian
dalam kegiatan pengendalian pembangunan perumahan oleh pengembang.
3. Bagi pengembang yaitu memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang
peraturan mengenai Advice Planning serta pelaksanaan yang ideal di
lapangan, sehingga tujuan pembangunan perumahan dapat dirasakan
manfaatnya secara luas.
4. Bagi akademik yaitu memperkaya konsep mengenai instrument
pengendalian pembangunan terutama dalam segi preventif dengan teknik
pengendalian subdivision control/regulation, selain itu juga dapat
memberikan referensi bagi pelaksanaan prinsip good governance dalam
proses pemberian arahan penggunaan lahan yang merupakan bagian dari
14
pelaksanaan pengendalian pembangunan (development control) dalam
manajemen pembangun.
1.7 Posisi Penelitian
Penelitian mengenai pelaksanaan Advice Planning sebagai instrumen
pengendalian pembangunan dalam konteks pelaksanaan good governance ini
belum pernah diteliti sebelumnya, namun telah terdapat beberapa penelitian
serupa yang telah pernah dikaji mengenai aspek perizinan dalam pengendalian
pemanfaatan ruang, diantaranya dapat dilihat pada tabel I-1 berikut ini :
Tabel I-1 Ragam Penelitian yang Pernah Dilakukan Sebelumnya No Judul Penelitian Nama Penulis Fokus Penelitian 1 Pengendalian Pembangunan
Perumahan di Kawasan Bandung Utara : Perbandingan antara Kebijakan dan Realitas
Muhajirin, 2000 Proses dan Mekanisme penerbitan izin lokasi dan IMB kepada pengembang
2 Evektifitas Implementasi IMB sebagai Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Lahan Kota Kasus Kota Bantul
Decky Sayogo, 2008 Evaluasi efektifitas IMB sebagai instrument pengendalian pemanfaatan lahan dan faktor yang mempengaruhinya
3 Pelaksanaan Pelayanan Perijinan Terpadu (One Stop Service) dalam Perspektif Good Governance Studi Kasus : Ijin Lokasi dan Ijin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Kendal Propinsi Jawa Tengah
Abdul Wahab, 2009 Mengkaji kebijakan dan program pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan investasi daerah. Analisis yang digunakan adalah kuantitatif dengan independent t test untuk mengetahui perbedaan persepsi pelaku usaha dalam pelayanan perijinan ijin lokasi dan IMB. Aspek good governance yang dilihat adalah transparansi dan akuntabilitas.
Sumber : Penulis, 2014