1 bab i pendahuluan 1.1 latar belakang era kemajuan ilmu

102
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, semakin terbukanya kesempatan untuk berkomunikasi secara internasional, dan pelaksanaan pasar bebas menuntut bangsa Indonesia memiliki kompetensi yang kompetitif dalam segala bidang. Indonesia tidak bisa lagi hanya mengandalkan sumber daya alam dan kemampuan fisik untuk mencapai kesejahteraan bangsanya tetapi harus lebih mengandalkan sumber daya manusia yang profesional. Salah satu syarat untuk mencapainya adalah kemampuan berbahasa Inggris, khususnya untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Penguasaan bahasa Inggris sangat penting karena hampir semua sumber informasi global dalam berbagai aspek kehidupan menggunakan bahasa ini (Durand, 2006:7). Bahasa Inggris adalah salah satu bahasa internasional yang diajarkan secara luas di berbagai negara di dunia ini. Banyak penduduk di berbagai negara memakai bahasa Inggris sebagai alat komunikasi dalam berbagai pertemuan penting pada tingkat internasional (Richards and Rodgers, 1986:1). Dalam bidang pendidikan, bahasa Inggris mempunyai andil besar karena hampir semua buku teks dalam berbagai disiplin ilmu ditulis dalam bahasa Inggris, yakni dari jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Bahasa Inggris mempunyai peranan yang sangat penting dalam memasuki era globalisasi. Fungsinya tidak hanya sebagai alat atau media untuk 1

Upload: hoangtuyen

Post on 30-Dec-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat,

semakin terbukanya kesempatan untuk berkomunikasi secara internasional, dan

pelaksanaan pasar bebas menuntut bangsa Indonesia memiliki kompetensi yang

kompetitif dalam segala bidang. Indonesia tidak bisa lagi hanya mengandalkan

sumber daya alam dan kemampuan fisik untuk mencapai kesejahteraan bangsanya

tetapi harus lebih mengandalkan sumber daya manusia yang profesional. Salah

satu syarat untuk mencapainya adalah kemampuan berbahasa Inggris, khususnya

untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Penguasaan bahasa

Inggris sangat penting karena hampir semua sumber informasi global dalam

berbagai aspek kehidupan menggunakan bahasa ini (Durand, 2006:7).

Bahasa Inggris adalah salah satu bahasa internasional yang diajarkan

secara luas di berbagai negara di dunia ini. Banyak penduduk di berbagai negara

memakai bahasa Inggris sebagai alat komunikasi dalam berbagai pertemuan

penting pada tingkat internasional (Richards and Rodgers, 1986:1). Dalam bidang

pendidikan, bahasa Inggris mempunyai andil besar karena hampir semua buku

teks dalam berbagai disiplin ilmu ditulis dalam bahasa Inggris, yakni dari jenjang

pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.

Bahasa Inggris mempunyai peranan yang sangat penting dalam memasuki

era globalisasi. Fungsinya tidak hanya sebagai alat atau media untuk

1

Page 2: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

2

berkomunikasi antarbangsa tetapi semakin luas dan penting, yaitu sebagai bahasa

ilmu pengetahuan, teknologi, sosial-ekonomi, budaya, bahkan seni. Sebagai

bahasa global, bahasa Inggris memegang fungsi dan peran yang sangat besar.

Implikasinya adalah semakin banyak orang berusaha belajar agar mampu

berbahasa Inggris dengan baik. Agar mampu berbahasa Inggris dengan baik dalam

menghadapi persaingan global, banyak siswa, bahkan siswa sekolah dasar (SD)

mempelajari bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal (local content).

Hal ini menjadi fenomena baru bagi beberapa negara di Eropa dan Asia dalam

kurun waktu dua puluh tahun belakangan ini. Situasi ini pula yang mendorong

sejumlah sekolah dasar sesuai dengan kebijakan pemerintah Indonesia

menyelenggarakan pendidikan bahasa Inggris sejak usia dini.

Pemakaian bahasa Inggris yang sangat luas juga menyebabkan produksi

barang Amerika menjadi lebih dikenal seperti McDonald, Coca Cola, KFC, Nike,

Ford, dan yang lainnya. Beberapa negara seperti Jepang, Cina, Korea Selatan,

Jerman, Perancis, dan Belanda menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua

sehingga mampu menjalin kerja sama perdagangan dengan negara-negara seperti

Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru. Akibatnya, semua

dokumen perdagangan ekspor dan impor menggunakan bahasa Inggris. Hal ini

berarti bahasa Inggris mempunyai peran internasional dalam era globalisasi ini

(Crystal, 2003). Kenyataan ini mendorong banyak negara untuk memasukkan

bahasa Inggris dalam kurikulum sekolah formal yang diajarkan mulai sekolah

dasar sampai perguruan tinggi.

Page 3: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

3

Pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar di Indonesia belum maksimal

(Atsuyama, 2008). Kenyataan ini menunjukkan bahwa pendidikan bahasa Inggris

untuk pembelajar muda hanya bisa diberikan di beberapa sekolah swasta yang ada

di kota-kota besar. Demikian pula hanya sekolah dasar yang bergengsi saja

mampu memberikan pelajaran bahasa Inggris dengan guru penutur asli yang dapat

memberikan pendidikan bahasa Inggris dengan baik. Hal sebaliknya terjadi di

daerah pedalaman seperti Kalimantan dan Papua serta daerah terpencil lainnya

sangat sulit didapatkan pendidikan bahasa Inggris. Bahkan di kota besar seperti

Jakarta, Bandung, dan Surabaya, bahasa Inggris hanya sebagai mata pelajaran

muatan lokal pilihan. Dalam berbagai level, bahasa Inggris diberikan mulai kelas

empat, lima, dan enam oleh guru bahasa Inggris yang tidak mempunyai

kemampuan pedagogis bahasa Inggris untuk pembelajar muda. Jikalau kondisi ini

berlanjut, generasi muda Indonesia tidak akan mampu bersaing dalam tataran

global. Oleh karena itu, tindakan nyata harus diambil oleh pemerintah. Dalam hal

ini pengajaran bahasa Inggris usia muda harus dilaksanakan untuk memberikan

kesempatan kepada mereka untuk mempersiapkan diri bersaing dalam dunia

global ini (Rixon, 1992; Kubanek-German, 1998).

Pendidikan bahasa Inggris di Indonesia mendapat perhatian dari

pemerintah cukup besar, yakni dengan ditetapkannya sebagai salah satu mata

pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional. Perhatian pemerintah lebih besar

lagi tatkala kebanyakan hasil ujian nasional para siswa gagal dalam mata pelajaran

bahasa Inggris. Dalam hal ini, banyak kegiatan yang semuanya bertujuan

meningkatkan kualitas pengajaran bahasa Inggris, baik berupa peningkatan

Page 4: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

4

kemampuan guru lewat penataran maupun pelatihan di dalam dan luar negeri.

Dari fenomena ini muncul pemikiran dari kalangan pendidik, khususnya dari

kalangan guru dan dosen bahasa Inggris agar memberikan porsi pelajaran bahasa

Inggris yang lebih banyak di tingkat SMP sampai perguruan tinggi. Bahkan

belakangan ini banyak sekolah dasar memberikan mata pelajaran bahasa Inggris

sebagai mata pelajaran wajib.

Kenyataan menunjukkan bahwa penguasaan bahasa Inggris tamatan

pendidikan dasar di Indonesia tidak berhasil dibandingkan dengan negara

tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Kegagalan penguasaan bahasa Inggris

di Indonesia dipengaruhi oleh faktor-faktor nonlinguistik, seperti: lingkungan,

budaya, ekonomi, latar belakang keluarga, fasilitas pendidikan, sikap siswa, serta

orangtua. Semua faktor ini sangat berpengaruh terhadap prestasi siswa dalam mata

pelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing.

Posisi bahasa Inggris sebagai bahasa asing bagi masyarakat Indonesia

membuat bahasa ini tidak banyak dikuasai oleh masyarakat Indonesia. Dalam hal

ini, tidak sedikit siswa ataupun mahasiswa mengalami kesulitan berkomunikasi

dengan bahasa ini. Mereka menganggapnya sebagai bahasa yang sulit dipelajari

karena beberapa alasan, misalnya, sistem bunyi verbal bahasa Inggris yang

tampak sangat berbeda dengan tanda tulisannya. Hal ini berbeda dengan bunyi

verbal bahasa Indonesia yang tidak banyak berbeda dengan tanda tulisannya.

Penguasaan kosa kata bahasa Inggris oleh siswa sangat terbatas di samping

penguasaan grammar yang terbatas pula. Alasan lain yang sangat krusial adalah

bahwa strategi yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan bahasa ini (desain

Page 5: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

5

pembelajaran dan metode mengajar) terkesan monoton dan kurang memberi

tantangan bagi siswa untuk bisa menguasai bahasa Inggris ini dengan baik. Guru

kurang memahami karakteristik siswa karena lemahnya kemampuan psikologis

guru dalam mengidentifikasi kebutuhan siswa dalam belajar bahasa, khususnya

bahasa Inggris sebagai bahasa asing.

Dalam era informasi dan globalisasi ini, pemerintah menyadari pentingnya

peran bahasa Inggris dan sumber daya manusia yang memiliki keandalan

berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Pemerintah telah menerbitkan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan

Nasional yang diikuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990

tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia. Pengembangan sumber daya

manusia dalam dunia pendidikan, yakni dalam bentuk pengembangan dan

peningkatan kualitas kemampuan (kompetensi) dan keterampilan guru, siswa,

serta tenaga kependidikan yang terkait. Selain itu, terdapat kebijakan mengenai

mata pelajaran muatan lokal di sekolah dasar, yaitu Kebijakan Depdikbud

Republik Indonesia Nomor 0487/14/1992 Bab VIII yang menyatakan bahwa

sekolah dasar dapat menambah mata pelajaran dalam kurikulumnya, dengan

syarat pelajaran itu tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Mata

pelajaran tambahan biasanya merupakan mata pelajaran yang memang dibutuhkan

oleh sekolah dan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, mata pelajaran muatan

lokal sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. Hal ini terlihat,

yakni adanya mata pelajaran bahasa daerah dan mata pelajaran kesenian.

Page 6: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

6

Setahun kemudian, kebijakan ini disusul oleh Surat Keputusan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993 Tanggal 25 Februari 1993

tentang Dimungkinkannya Program Bahasa Inggris Diajarkan Lebih Dini sebagai

Satu Mata Pelajaran Muatan Lokal. Mata pelajaran ini dapat dimulai pada kelas

empat sekolah dasar sesuai anjuran pemerintah. Munculnya muatan lokal ini

berawal dari pertimbangan bagaimana cara mengatasi anak-anak yang putus

sekolah.

Anak-anak yang putus sekolah di Indonesia cukup tinggi. Setiap tahun

sekitar empat juta lulusan sekolah dasar tidak bisa melanjutkan ke tingkat sekolah

lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan sekitar sembilan ratus ribu tamatan SLTP

tidak dapat melanjutkan ke jenjang sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA)

(Ngadiman, 2005). Dengan adanya program muatan lokal, diharapkan anak-anak

tamatan sekolah dasar ataupun SLTP yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi dapat mencari nafkah berbekal keterampilan yang

mereka dapatkan dari muatan lokal tersebut. Alasan lain dimunculkannya muatan

lokal di sekolah dasar adalah bahwa kegiatan pendidikan di mana pun selalu

berlangsung dalam suatu lingkungan tertentu. Lingkungan ini dapat memberikan

pengaruh terhadap perkembangan anak didik. Dengan muatan lokal ini pula di

Bali banyak sekolah dasar memberikan pelajaran bahasa Inggris, yakni dengan

harapan para siswa mempunyai keterampilan dalam berbahasa Inggris. Oleh

karena hal ini sangat diperlukan dalam lingkungannya yang merupakan daerah

tujuan wisata terkenal di dunia dengan pariwisata budayanya.

Page 7: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

7

Di Indonesia, bahasa Inggris tidak dipakai sebagai alat komunikasi sehari-

hari. Di daerah-daerah tertentu yang merupakan daerah kunjungan wisata, seperti:

Bali, Lombok, dan Yogyakarta yang menjadi daerah tujuan wisata budaya untuk

wisatawan mancanegara, dalam hal ini bahasa Inggris sangat tepat untuk diajarkan

sebagai mata pelajaran muatan lokal. Pembelajaran bahasa Inggris sangat

bermanfaat, terutama terkait dengan penyediaan sumber daya manusia yang

mampu berkomunikasi dengan para wisatawan sekaligus untuk mengisi

kebutuhan tenaga kerja seperti menjual cenderamata, bekerja di hotel atau menjadi

pemandu wisata. Di samping itu, dengan keterampilan berbahasa Inggris anak-

anak di daerah dapat memperkenalkan kebudayaan daerahnya kepada wisatawan

asing.

Mata pelajaran muatan lokal sebenarnya ditetapkan sebagai kebijakan

daerah dengan memperhatikan beberapa hal, seperti keterlibatan pemerintah

daerah, para pakar pendidikan, penyusunan bahan ajar, dan anggota masyarakat

lainnya. Di samping itu, perlu dipertimbangkan kondisi lingkungan alam, sosial,

dan budaya serta tersedianya tenaga pengajar bahasa Inggris yang kompeten.

Kebijakan tentang program bahasa Inggris sekolah dasar ini selanjutnya

ditindaklanjuti oleh beberapa provinsi yang ditanggapi dalam bentuk kebijakan

juga, misalnya: Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan

Jawa Barat mengeluarkan surat keputusan dan mengembangkan kurikulum

muatan lokal (Kasihani, 2007:2).

Dalam rangka pelaksanaan kurikulum muatan lokal 2004 yang berbasis

kompetensi, Dinas Pendidikan Provinsi Bali, melalui dana DASK tahun anggaran

Page 8: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

8

2004, menerbitkan standar kompetensi muatan lokal wajib dan standar

kompetensi muatan lokal pilihan. Mata pelajaran bahasa Inggris sekolah dasar di

wilayah Provinsi Bali ditetapkan menjadi mata pelajaran muatan lokal pilihan.

Kebijakan ini ditanggapi secara positif oleh masyarakat luas, terutama oleh

sekolah-sekolah dasar yang merasa memerlukan dan mampu menyelenggarakan

pembelajaran bahasa Inggris.

Kurikulum bahasa Inggris sebagai muatan lokal yang ada di lapangan,

berdasarkan pengamatan awal, masih memiliki banyak kelemahan. Tujuan yang

merupakan salah satu komponen penting dalam pengajaran bahasa Inggris kurang

sesuai dengan perkembangan anak usia 6-12 tahun. Kurikulum muatan lokal

bahasa Inggris yang pernah dikaji pada empat provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa

Tengah, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, menunjukkan adanya

perbedaan dalam pendekatan pengembangan, tujuan, dan topiknya (Kasihani,

2003). Isi atau bahan ajar bisa berbeda sesuai dengan apa yang ada di

lingkungannya, tetapi tujuan secara nasional perlu dipertimbangkan sesuai dengan

kebijakan, situasi, dan kondisi yang ada. Oleh karena kenyataan menunjukkan

bahwa pada saat kebijakan diberlakukan, para pembuat kebijakan terkesan kurang

atau tidak melakukan analisis kebutuhan secara cermat sebelumnya. Seharusnya

sebelum kebijakan berlaku sudah diperkirakan hal-hal, seperti: apakah tenaga di

lapangan sudah siap, apakah kurikulum atau silabus sudah ada, serta apakah

sarana dan media pembelajaran yang sesuai sudah ada.

Walaupun disebutkan bahwa bahasa Inggris di sekolah dasar bukan

merupakan mata pelajaran wajib dan tidak harus diajarkan apabila memang belum

Page 9: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

9

siap, tetapi banyak sekolah yang memaksakan diri untuk melaksanakan program

ini. Permintaan masyarakat, terutama orangtua murid, menginginkan agar anaknya

juga belajar bahasa Inggris seperti yang ada di sekolah lain. Di samping itu,

perintah atau keputusan dari Dinas Pendidikan setempat yang mewajibkan sekolah

untuk memberikan pelajaran bahasa Inggris sebagai pelajaran muatan lokal wajib.

Hal ini membuat pelajaran bahasa Inggris terkesan dilaksanakan seadanya.

Dalam kenyataannya, pengembangan suatu program baru (dalam hal ini

program pengajaran bahasa Inggris) tidaklah mudah. Sebenarnya, perlu ada alasan

yang tepat untuk melandasi program tersebut dengan dasar pemikiran yang kuat,

yakni mengapa program bahasa Inggris perlu dimasukkan dalam kurikulum

sekolah dasar. Pemikiran ini harus beranjak dari kebutuhan pedagogis dan pasar

kerja saat ini, kemudian dikembangkan, misalnya, apakah memang diperlukan

untuk memenuhi kebutuhan bidang tertentu agar sejajar dengan sekolah lain.

Atas dasar beberapa pandangan yang positif dan rasional tentang

pengajaran bahasa Inggris, ada masuknya pengajaran bahasa Inggris di sekolah

dasar dapat diterima. Namun, dalam praktik di lapangan banyak masalah yang

timbul, baik yang berkaitan dengan kurikulum, materi pengajaran, pengadaan

guru yang terlatih ataupun sarana dan prasarana penunjang yang lain, metode

pengajaran yang tepat, serta motivasi siswa dalam belajar. Masalah tersebut pada

umumnya timbul dalam pelaksanaan pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar.

Hal tersebut diuraikan secara singkat berikut ini.

Kurikulum dan materi pengajaran merupakan faktor utama dalam proses

belajar-mengajar. Kurikulum merupakan kunci dalam pemilihan materi

Page 10: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

10

pengajaran. Sampai saat ini, kurikulum bahasa Inggris untuk sekolah dasar yang

dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional hanya untuk kelas empat

sampai kelas enam, sedangkan kurikulum bahasa Inggris dari kelas satu sampai

kelas tiga belum ada, apalagi pedoman pelaksanaannya.

Pertanyaan yang muncul berkaitan dengan kurikulum ini adalah siapa yang

menentukan dan merancang kurikulum muatan lokal ini, apakah pusat atau

daerah. Apabila setiap daerah boleh menyusun kurikulum, harus ada banyak

kurikulum bahasa Inggris untuk sekolah dasar mengingat tujuan pengajaran

bahasa Inggris antara daerah satu berbeda dengan daerah lainnya. Hal ini

membawa konsekuensi terhadap penyusunan materi pengajaran. Materi

pengajaran juga harus berbeda. Oleh karena itu, diperlukan petunjuk teknis

mengenai pelaksanaan pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar, baik dalam

pengembangan kurikulum maupun penyusunan materi pengajaran. Tanpa adanya

pedoman pelaksanaan dan garis-garis besar, program pengajaran bahasa Inggris

sebagai muatan lokal di sekolah dasar akan mengalami masalah besar, misalnya:

berapa jam bahasa Inggris harus diajarkan, keterampilan mana yang harus

diajarkan dan dicapai atau dituntaskan, serta apakah pengajaran bahasa Inggris

harus berlangsung secara improvisasi.

Guru bahasa Inggris yang mempunyai kualifikasi sebagai pengajar pemula

untuk sekolah dasar, masih menjadi kendala. Selama ini tujuan pendidikan guru

bahasa Inggris di IKIP dan FKIP adalah menciptakan guru bahasa Inggris untuk

sekolah tingkat pertama dan sekolah menengah atas, sedangkan sampai saat ini

belum ada LPTK yang mendidik guru bahasa Inggris pada tingkat sekolah dasar.

Page 11: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

11

Padahal di sekolah dasar guru merupakan figur yang sangat menentukan dalam

mengelola proses belajar-mengajar di kelas. Dengan kata lain, guru merupakan

model dalam kelas saat berlangsungnya pelajaran. Oleh karena itu, guru bahasa

Inggris di sekolah dasar harus mempunyai keterampilan bahasa Inggris yang baik

serta wawasan psikologis dan pedagogis yang baik pula.

Strategi pengajaran merupakan aspek penting dalam proses belajar-

mengajar. Medode pengajaran adalah strategi yang dipakai oleh guru dalam

menyampaikan materi pengajaran. Banyak strategi atau teknik pengajaran yang

dikembangkan oleh para ahli bahasa dalam pengajaran bahasa Inggris sebagai

bahasa asing. Namun, tidak semua strategi atau teknik pengajaran cocok untuk

setiap tujuan atau kelompok umur pembelajar. Strategi pengajaran yang cocok

untuk SMP dan SMA belum tentu cocok diterapkan pada siswa sekolah dasar.

Penelitian mengenai teknik atau strategi pengajaran bahasa Inggris untuk sekolah

dasar belum ada sehingga dapat dipastikan strategi dan teknik mengajar yang

dipakai bersifat spontan dan intuitif serta dilakukan dengan cara trial and error.

Hal ini terjadi karena ketidaksiapan guru dengan teknik atau strategi pengajaran

yang harus dipilih.

Motivasi adalah kunci yang paling utama dalam suatu proses belajar-

mengajar. Walaupun guru mempunyai keterampilan berbahasa yang baik, cara

mengajar yang baik, sarana pengajaran yang baik dan lengkap, tetapi jika siswa

tidak mempunyai motivasi belajar, maka semuanya akan sia-sia. Guru, sekolah,

sarana lain seperti alat peraga hanyalah berfungsi sebagai alat bantu. Dalam hal

ini, yang belajar, yang mencerna, dan yang memproses input adalah

Page 12: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

12

siswa/pembelajar itu sendiri. Masalahnya sekarang adalah apakah semua siswa

sekolah dasar mempunyai motivasi atau minat yang tinggi untuk belajar bahasa

Inggris. Tugas guru adalah menciptakan iklim yang kondusif dengan

membangkitkan pandangan positif pada diri siswa terhadap manfaat bahasa

Inggris sebagai sarana untuk memeroleh lapangan kerja. Dalam kaitan ini, hal

yang tidak kalah pentingnya adalah menciptakan sikap positif pada diri siswa

bahwa bahasa Inggris tidak perlu ditakuti atau sesuatu yang sukar untuk dipelajari.

Oleh karena pengalaman menunjukkan bahwa mata pelajaran bahasa Inggris

adalah mata pelajaran yang tidak disukai oleh kebanyakan siswa SMP dan SMA,

termasuk mahasiswa jurusan nonbahasa Inggris. Mereka menganggap bahasa

Inggris adalah mata pelajaran yang sulit dan sangat sukar untuk dipelajari.

Pengadaan buku-buku teks masih menjadi kendala dalam pengajaran

bahasa Inggris di sekolah dasar. Sampai saat ini belum banyak buku teks bahasa

Inggris yang dapat menunjang pengajaran bahasa Inggris sebagai muatan lokal di

sekolah dasar. Buku teks yang beredar saat ini, meskipun dirancang untuk

pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar, masih bersifat umum dan belum

menunjang pengajaran bahasa Inggris sebagai muatan lokal. Dengan demikian

pengadaan buku teks merupakan masalah serius yang harus segera dipecahkan.

Oleh karena tujuan pengajaran bahasa Inggris bersifat lokal, maka harus disusun

berbagai ragam buku yang berisi materi pengajaran yang disesuaikan dengan

muatan lokal daerah tertentu.

Kesiapan sarana belajar-mengajar untuk mengajarkan bahasa Inggris di

sekolah dasar dirasakan masih belum memadai. Oleh karena pelajaran bahasa

Page 13: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

13

Inggris merupakan sesuatu yang baru di sekolah dasar sehingga dapat diramalkan

bahwa banyak sekolah dasar yang memerlukan pengajaran bahasa Inggris belum

siap dengan sarana penunjang, seperti: alat peraga dan yang lainnya. Hal ini perlu

mendapat perhatian dari sekolah yang akan memasukkan bahasa Inggris sebagai

muatan lokal.

Munculnya pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar memungkinkan

terjadinya interferensi. Dalam waktu bersamaan anak sekolah dasar harus

mempelajari tiga bahasa sekaligus, yaitu bahasa daerah, bahasa nasional (bahasa

Indonesia), dan bahasa Inggris. Dalam situasi semacam ini, kemungkinan

terjadinya interferensi antara ketiga bahasa tersebut sangat besar, apalagi bila

jadwal jam pengajarannya sangat berdekatan. Misalnya, pada jam pertama mereka

harus belajar bahasa Indonesia, pada jam kedua atau ketiga mereka harus belajar

bahasa Inggris atau bahasa daerah. Pengaturan jam pelajaran semacam ini sangat

tidak bijaksana. Oleh karena itu, jadwal jam pelajaran harus ditata secara

bijaksana. Di samping itu, strategi dan teknik pengajaran harus dipilih secara tepat

untuk menghindari terjadi saling interferensi di antara ketiga bahasa tersebut.

Pemerolehan bahasa terjadi karena adanya input yang memadai dan cukup

terpahami. Pada hakikatnya bahasa Inggris di Indonesia bukan merupakan alat

komunikasi sehari-hari. Apabila dipakai sebagai alat komunikasi hal ini sudah

tentu sangat terbatas. Padahal tanpa adanya input atau pajangan (expose), proses

pemerolehan bahasa tidak terjadi. Dengan demikian, guru bahasa Inggris harus

menjadi sumber input yang potensial. Konsekuensinya, guru harus mempunyai

Page 14: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

14

keterampilan bahasa Inggris yang baik, ucapannya harus baik, tata bahasanya juga

harus baik.

Menurut Krashen (1982: 62-67) input harus menjadi intake agar proses

pemerolehan bahasa terjadi. Dalam hal ini, agar berfungsi menjadi intake,

pertama, input harus terpahami (comprehensible). Ada beberapa kriteria yang

memungkinkan input menjadi terpahami: (1) struktur dan kosa kata tidak sukar,

artinya bahasa guru harus memakai struktur dan kosa kata yang sudah dimiliki

oleh siswa; (2) berorientasi kini dan sekarang, artinya guru harus memakai

konteks yang ada di lingkungan anak. Oleh karena itu, agar bahasa guru dapat

menjadi sumber input yang potensial, guru bahasa Inggris harus menggunakan

struktur bahasa yang sederhana, tidak banyak kalimat majemuk, kosa kata yang

sudah diketahui oleh siswa dan yang berkaitan dengan masalah di lingkungan

anak, serta ia harus berbicara pelan dengan ucapan yang sangat jelas tetapi tepat.

Kedua, agar input terpahami, input harus menarik dan relevan. Input yang

menarik dan relevan akan membuat siswa mencurahkan perhatiannya kepada isi

pesan dan motivasi mereka unuk belajar lebih banyak. Dalam kaitan ini, Krashen

menyatakan bahwa pemerolehan bahasa akan terjadi secara maksimum apabila si

pembelajar tidak sadar terhadap pesan yang disampaikan dalam bahasa asing.

Dalam hal ini, tugas guru adalah mencari materi pengajaran yang menarik dan

relevan bagi sekolah dasar dan dengan bahasa yang sederhana. Hal ini merupakan

tugas yang tidak ringan, perlu kerja keras, keterampilan tinggi, dan biaya yang

tidak murah.

Page 15: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

15

Permasalahan lain yang perlu menjadi perhatian adalah kemampuan

berbahasa daerah dan berbahasa Indonesia siswa SD, siswa SMP, dan siswa

SMTA, bahkan mahasiswa masih sangat rendah. Hal ini disebabkan karena sikap

negatif mereka terhadap kedua bahasa tersebut, terlebih terhadap bahasa daerah.

Dengan masuknya bahasa Inggris di sekolah dasar, dikhawatirkan sikap mereka

terhadap bahasa daerah dan bahasa Indonesia semakin negatif dalam arti bahasa

tersebut diremehkan dan dipinggirkan. Minat mereka untuk belajar bahasa daerah

dan bahasa Indonesia akan berkurang. Padahal secara kultural, baik bahasa daerah

maupun bahasa Indonesia menjadi ciri jati diri dan kepribadian manusia dan

bangsa Indonesia. Bangga terhadap bahasa Inggris akan memotivasi mereka untuk

belajar bahasa Inggris, tetapi apabila hal ini terjadi berlebihan akibatnya tidak

baik. Mereka tidak akan mencintai bahasa daerah dan bahasa Indonesia yang

mengakibatkan penguasaan bahasa tersebut dirasakan sangat rendah.

Kenyataannya bahasa Indonesia yang sekarang dipelajari oleh orang Australia

sebagai bahasa asing justru tidak dinikmati oleh siswa Indonesia. Oleh karena itu,

tugas guru bahasa daerah dan bahasa Indonesia menjadi lebih berat. Mereka harus

bekerja lebih keras untuk membuat pelajaran bahasa daerah dan bahasa Indonesia

menarik sehingga peserta didik termotivasi dan tidak memandang kedua bahasa

tersebut lebih rendah daripada bahasa Inggris. Di samping itu, guru bahasa Inggris

sendiri harus mempunyai pandangan positif terhadap bahasa daerah dan bahasa

Indonesia.

Menurut Curtain dan Pesola (1994), dewan sekolah atau komite sekolah

dan persatuan orangtua murid perlu memberikan alasan kuat dan bukti nyata

Page 16: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

16

sebelum sekolah membuat keputusan atau kebijakan. Dalam hal ini, perlu

dipertimbangkan tentang waktu yang tersedia, dana, dan jenis program ini. Selain

itu, program bahasa Inggris ini perlu mengetengahkan manfaat pembelajaran

bahasa, pilihan bahasa yang harus diajarkan, jenis kegiatan pembelajaran yang

akan dipakai, dan sebagainya. Dasar pemikiran yang meyakinkan dan

perencanaan yang mantap akan membantu perlunya keberadaan pelajaran bahasa

asing di sekolah dasar.

Kebijakan lain yang perlu dipahami adalah adanya pengelompokan mata

pelajaran, khususnya pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Dengan

adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu diketahui bagaimana posisi mata

pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. Dari kerangka dasar dan struktur

kurikulum yang ada saat ini dapat dilihat Pasal 7 Ayat 7 bahwa pelajaran bahasa

Inggris di sekolah dasar termasuk kelompok mata pelajaran estetika. Mata

pelajaran bahasa Inggris yang termasuk mata pelajaran muatan lokal memerlukan

kegiatan bahasa yang relevan dengan tingkat pembelajarannya.

Kebijakan-kebijakan yang telah dituangkan dalam bentuk surat keputusan

atau peraturan pemerintah merupakan pegangan yang dapat dipakai sebagai dasar

untuk mengembangkan mata pelajaran bahasa Inggris, terutama di sekolah dasar.

Landasan seperti ini penting untuk diketahui, terutama bagi pengembang dan

pengelola program mata pelajaran bahasa Inggris untuk usia muda atau siswa

sekolah dasar.

Page 17: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

17

Kebijakan tahun 2006 yang perlu diketahui berkaitan dengan mata

pelajaran muatan lokal adalah Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal

23 Mei 2006. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan

kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk

keunggulan daerah yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata

pelajaran yang ada. Menurut kebijakan ini, substansi muatan lokal ditentukan oleh

satuan pendidikan dan jam mata pelajaran muatan lokal yang dialokasikan dua

jam, yaitu berarti 2 x 35 menit. Selain itu, dalam peraturan menteri, mata pelajaran

muatan lokal diprogramkan di kelas empat, lima, dan enam sekolah dasar.

Selain kebijakan yang sifatnya nasional seperti yang disebutkan di atas, ada

pula kebijakan yang bersifat regional dan institusional. Kebijakan semacam ini

biasanya diambil oleh pimpinan atau kepala sekolah setelah dirapatkan dengan

staf guru atau komite sekolah. Mata pelajaran muatan lokal seperti pelajaran

bahasa Inggris di sekolah dasar merupakan wewenang sekolah untuk menentukan

apakah mata pelajaran bahasa Inggris perlu diberikan di sekolahnya. Jika

diperlukan dimulai pada kelas berapa dan seminggu berapa jam. Apabila sudah

ada keputusan, maka diperlukan persiapan yang cermat, yaitu berkaitan dengan

tenaga pengajar dan bahan ajarnya.

Sebenarnya, tujuan pengajaran bahasa Inggris di Indonesia berbeda dengan

tujuan pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua di negara tempat bahasa

Inggris sebagai media komunikasi. Bahasa Inggris merupakan bahasa asing

pertama yang wajib diajarkan di SMP dan SMA. Akan tetapi, di sekolah dasar

merupakan salah satu pelajaran muatan lokal pilihan dan belum merupakan mata

Page 18: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

18

pelajaran wajib. Tujuan pengajaran bahasa Inggris mencakup semua kompetensi

bahasa, yaitu menyimak (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan

menulis (writing). Bahasa Inggris sangat berbeda dengan bahasa pertama anak-

anak di Indonesia (bahasa Indonesia, Bali, Sunda, Jawa, dan bahasa daerah

lainnya di Indonesia). Beberapa perbedaan kebahasaan ini penting untuk dipahami

oleh guru agar pembelajaran dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Hal-hal

tersebut berupa ucapan, ejaan, struktur bahasa, tekanan dan intonasi, kosa kata,

serta nilai kultur bahasa asing.

Kebijakan berikutnya adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan

(SKLSP) dikembangkan berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan. Mata

pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar mencakup tujuan sebagai berikut. (1)

Mendengarkan, yaitu memahami instruksi, informasi, dan cerita yang sangat

sederhana yang disampaikan secara lisan dalam konteks kelas, sekolah, dan

lingkungan sekitar. (2) Berbicara, yaitu mengungkapkan makna secara lisan dalam

wacana interpersonal dan transaksional yang sangat sederhana dalam bentuk

instruksi dan informasi dalam konteks kelas, sekolah, dan lingkungan sekitar. (3)

Membaca, yaitu membaca nyaring dan memahami makna dalam instruksi,

informasi, teks fungsional pendek, dan teks deskriptif bergambar sangat sederhana

yang disampaikan secara tertulis dalam konteks kelas, sekolah, dan lingkungan

sekitar. (4) Menulis, yaitu menuliskan kata, ungkapan, dan teks fungsional pendek

yang sangat sederhana dengan ejaan dan tanda baca yang tepat.

Page 19: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

19

Dalam hal ini, dimasukkannya bahasa Inggris sebagai muatan lokal di

sekolah dasar, sampai saat ini masih mengundang pro dan kontra di antara pakar

pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Indonesia. Ada banyak pakar

yang mengatakan bahwa pengajaran bahasa Inggris akan berhasil apabila

diberikan sedini mungkin. Akan tetapi banyak juga yang mengatakan bahwa

apabila bahasa Inggris diajarkan mulai di sekolah dasar, hal ini justru menambah

beban siswa, mengingat siswa sekolah dasar mempunyai beban berat dalam tugas

mereka. Pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar akan menimbulkan banyak

masalah dan dikhawatirkan akan memperpanjang kegagalan pengajarannya di

Indonesia.

Kota Denpasar merupakan ibu kota Provinsi Bali dan dikenal dengan

paradigma “berwawasan budaya” sangat berkaitan dengan kebijakan

pembelajaran bahasa Inggris dalam keberadaannya sebagai kota pendidikan, kota

bisnis, kota pariwisata, dan kota budaya. Sekolah-sekolah dasar yang ada, baik

negeri maupun swasta, mengedepankan proses pembelajaran bahasa Inggris. Hal

ini berkenaan dengan persoalan ekologi bahasa karena bahasa yang memberikan

kehidupan dan kesejahteraanlah yang akan hidup dan dihidupkan. Pemerolehan

kemampuan awal atau permulaan bahasa Inggris yang baik dan benar sejak dini

akan memungkinkan pembelajar mendapatkan kehidupan yang lebih baik pada

masa depan.

Sebagai bagian dari kajian budaya kritis (critical cultural studies),

penelitian ini berfokus pada kebijakan pemerintah yang menyangkut pelaksanaan

pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar di Kota Denpasar. Dengan

Page 20: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

20

demikian, kebijakan tersebut akan dilihat secara kritis, termasuk kaitannya dengan

kekuasaan di baliknya, sampai pelaksanaannya secara nyata di lapangan dalam

rangka emansipasi masyarakat yang terlibat dalam proses pendidikan tersebut.

Dalam hal ini adalah murid-murid sekolah dasar di Kota Denpasar yang menjadi

sasaran pembelajaran basasa Inggris.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam fenomena yang dialami terkait dengan

implementasi kebijakan pengajaran bahasa Inggris sekolah dasar di Kota

Denpasar, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan ke dalam pertanyaan-

pertanyaan seperti berikut ini.

1) Bagaimanakah implementasi kebijakan pembelajaran bahasa Inggris pada

sekolah dasar di Kota Denpasar?

2) Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi implementasi kebijakan

pembelajaran bahasa Inggris sekolah dasar di Kota Denpasar?

3) Bagaimanakah makna implementasi kebijakan pembelajaran bahasa Inggris

sekolah dasar di Kota Denpasar?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini dilakukan untuk memahami secara mendalam

dan kritis berbagai input, proses, dan output implementasi kebijakan pembelajaran

bahasa Inggris di tingkat pendidikan dasar, yaitu sekolah dasar negeri dan swasta,

khususnya di Kota Denpasar. Sebagai ibu kota provinsi, Kota Denpasar memiliki

Page 21: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

21

sirkumstansi lokal-global, terutama keberadaannya sebagai kota budaya di satu

sisi dan kota bisnis dan pariwisata di sisi lain. Hal ini menyebabkan dalam banyak

aspek cukup beralasan untuk diterapkan kebijakan pembelajaran bahasa Inggris di

sekolah-sekolah dasarnya.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui bentuk implementasi kebijakan pemerintah kota dalam

penyelelenggaraan pembelajaran bahasa Inggris sekolah dasar di Kota

Denpasar.

2) Untuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan

pemerintah dalam penyelenggaraan pembelajaran bahasa Inggris sekolah dasar

di Kota Denpasar.

3) Untuk menginterpretasi makna terbentuknya implementasi kebijakan

pemerintah dalam penyelenggaraan pembelajaran bahasa Inggris sekolah dasar

bagi sekolah, siswa, dan masyarakat di Kota Denpasar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan wawasan

keilmuan dan kerangka teoretis-konseptual yang lebih jelas dan komprehensif

mengenai fenomena implementasi kebijakan pendidikan bahasa Inggris di sekolah

dasar dan pelaksanaannya di Kota Denpasar sebagai sebuah penelitian kritis

kajian budaya (critical cultural studies). Kajian budaya dalam keberadaannya

Page 22: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

22

sebagai disiplin ilmu yang bersifat inter dan multidisiplin berupaya mengkaji dan

mengkritisi efektivitas kebijakan dan pelaksanaan pendidikan bahasa Inggris serta

melihat hubungan-hubungan kuasa politik, ekonomi, dan budaya yang

melingkupinya. Dengan demikian, kebijakan tersebut akan dilihat secara kritis,

termasuk kaitan kekuasaan di baliknya, sampai pelaksanaannya secara nyata di

lapangan dalam rangka emansipasi masyarakat yang terlibat dalam proses

pendidikan tersebut dalam hal ini siswa-siswa sekolah dasar di Kota Denpasar.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Kota Denpasar,

terutama dalam mengevaluasi kebijakan dan pelaksanaan pendidikan bahasa

Inggris sekolah dasar di wilayah pemerintahannya. Di samping itu, hasil

penelitian ini diharapkan dapat memerkaya khazanah pengetahuan/kepustakaan

dalam penyelenggaraan pendidikan bahasa Inggris yang selama ini diasumsikan

tidak terkoordinasi secara baik di antara sekolah-sekolah dasar yang telah

mengajarkan bahasa Inggris. Di samping itu, perbaikan dan penyempurnaan

pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar dapat memperkuat jati diri dan sikap

positif terhadap bahasa daerah dan bahasa nasionalnya. Akhirnya, penelitian ini

diharapkan dapat memberikan pemberdayaan dan emansipasi bagi masyarakat

pada umumnya dan murid-murid sekolah dasar pada khususnya sebagai pihak-

pihak yang menjadi sasaran (pasar) bagi kebijakan pembelajaran yang dimaksud.

Page 23: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Mata pelajaran muatan lokal merupakan mata pelajaran yang menyangkut

kebijakan tersendiri yang ditentukan oleh setiap provinsi. Dalam kebijakan itu,

bahasa Inggris dijadikan sebagi mata pelajaran muatan lokal pada sekolah dasar di

Kota Denpasar. Bahasa Inggris dinyatakan sebagai muatan lokal Berdasarkan

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993 Tanggal 25

Februari 1993. Sebenarnya pengertian lokal atau daerah dapat berarti pada tingkat

provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, bahkan sekolah. Dalam kaitan ini, pelajaran

muatan lokal ini dapat ditetapkan dengan memperhatikan kondisi lingkungan

alam, sosial dan budaya. Selain itu, diharapkan adanya keterlibatan pemerintah

daerah, pakar pendidikan serta pakar bahan ajar (Suyanto, 2001).

Beberapa penelitian tentang pembelajaran bahasa asing untuk anak-anak

yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Rachmajanti dkk,

(2000) dalam penelitiannya tentang penyelenggaraan pengajaran bahasa Inggris di

sekolah dasar Kabupaten Malang, Jawa Timur menemukan fakta tentang belum

memadainya kompetensi guru sesuai dengan tuntutan pengajaran bahasa Inggris

di sekolah dasar. Hampir semua guru yang mengajarkan bahasa Inggris di sekolah

dasar bukanlah guru yang dipersiapkan secara akademis untuk keperluan tersebut.

Kondisi yang kurang menguntungkan ini berdampak negatif dalam proses belajar-

23

Page 24: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

24

mengajar di kelas karena guru cenderung menerapkan cara yang sama dengan

pendekatan pengajaran orang dewasa.

Curtain dan Pesola (1994), dalam hasil penelitian dan observasinya

menemukan bahwa sebagian besar guru bahasa Inggris belum memiliki

keterampilan berbahasa dan metodologi mengajar yang sesuai dengan kebutuhan

siswa. Dalam hal ini direkomendasikan bahwa dalam mempersiapkan guru untuk

mengajar di sekolah dasar perlu mengacu pada tiga hal, yaitu (1) keterampilan

berbahasa dan pemahaman budaya, terutama tentang anak-anak tempat bahasa

tersebut dipakai; (2) metodologi dan pengalaman pengajaran bahasa untuk anak-

anak; serta (3) latar belakang pengetahuan dalam kurikulum dan filsafat sekolah.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa guru yang mengajar di

sekolah dasar bukanlah guru yang dipersiapkan untuk mengajarkan bahasa

Inggris, apalagi mengajari anak-anak. Hampir semua guru yang mengajarkan

muatan lokal bahasa Inggris terpaksa melakukannya karena diberi tugas oleh

kepala sekolahnya. Padahal bekal guru untuk mengajarkan bahasa Inggris bagi

siswa sekolah dasar sangat minim. Siswa sekolah dasar akan senang apabila

pelajaran bahasa asing ini menarik. Mereka akan berhasil apabila belajar hal baru,

yakni dilakukan dengan cara learning by doing, learning by playing, dan learning

by singing (Philips, 1995). Oleh karena itu, guru sekolah dasar seharusnya

terampil dalam memperkenalkan bahasa Inggris kepada siswanya melalui

berbagai kegiatan berupa games, song, dan story telling. Hal ini sudah terbukti

dari penelitian terdahulu, Di samping ditunjang oleh beberapa teori yang sudah

ditetapkan (Vale dan Feuntuen, 1996).

Page 25: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

25

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengajaran bahasa Inggris di

sekolah dasar sebagai muatan lokal kurang menguntungkan. Dardiri (1994)

mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa teknik mengajar guru tidak bervariasi

dan cenderung menggunakan teknik yang lazim dipakai guru untuk mengajari

orang dewasa, seperti; tanya jawab, hafalan, dan menerangkan. Selain itu, kualitas

dan kuantitas media pembelajaran dianggap kurang memadai.

Temuan penelitian tersebut di atas mengisyaratkan antara lain bahwa

lemahnya proses belajar-mengajar disebabkan karena faktor guru dan sarana

penunjang, terutama keberadaan dan pemanfaatan media pembelajaran. Faktor

guru memang penting dalam proses belajar-mengajar, tetapi keberadaan guru

tanpa sarana penunjang tampaknya mengurangi kualitas proses belajar-mengajar.

Artinya, pemanfaatan sarana pembelajaran seperti buku teks dan media

sebenarnya dapat lebih mempertinggi kualitas pembelajaran (Ellington, 1985).

Sejak tahun 1998, terjadi perubahan yang sangat mendasar terhadap semua

aspek kehidupan bangsa Indonesia. Perubahan itu disebabkan oleh perubahan

politik dan tata pemerintahan yang semula bersifat sentralistik menjadi

desentralistik. Dalam pemerintahan sentralistik, kebijakan penting dilakukan oleh

pemerintah pusat. Pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota

menjadi pelaksana kebijakan pemerintah pusat. Pada saat ini fungsi dan

wewenang pemerintah daerah lebih besar dalam membuat kebijakan dan

melaksanakannya sesuai dengan variasi potensi dan kepentingan pengembangan

daerahnya masing-masing. Dalam hal ini, salah satu desentralisasi pendidikan

adalah desentralisasi kurikulum. Pemerintah, dalam hal ini Kementrian

Page 26: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

26

Pendidikan Nasional hanya menentukan standar-standar minimal yang harus

dipenuhi oleh satuan pendidikan di tingkat daerah. Standar minimal itu berupa

standar kompetensi lulusan, standar isi, standar evaluasi, dan standar sarana dan

prasarana. Pengembangan lebih jauh terhadap standar-standar tersebut diserahkan

kepada masing-masing daerah.

Dengan adanya desentralisasi kebijakan itu, daerah dapat mengembangkan

potensi wilayahnya sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Salah satu

kebijakan yang dapat dikembangkan adalah membuat kurikulum sekolah yang

berbasis keunggulan lokal. Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas

sudah diatur pelaksanaan pendidikan di luar kewenangan pemerintah pusat, tetapi

harus dilakukan di daerah. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum sebagai

salah satu substansi utama dalam pengembangan pendidikan perlu di-

desentralisasikan, terutama kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi

daerah. Dengan demikian, daerah atau sekolah memiliki cukup kewenangan untuk

merancang dan menentukan hal-hal yang akan diajarkan. Sehubungan dengan

kondisi daerah dan potensi daerah di Indonesia yang cukup beragam, maka daerah

perlu menggali, meningkatkan, dan mempromosikan potensinya melalui

pendidikan di sekolah.

Masing-masing daerah mempunyai keunggulan potensi daerah dan potensi

itu perlu dikembangkan lebih baik lagi. Keunggulan yang dimiliki oleh masing-

masing daerah sangat bervariasi. Dengan keberagaman potensi daerah ini,

pengembangan potensi dan keunggulan daerah perlu mendapatkan perhatian

secara khusus bagi pemerintah daerah. Dengan demikian, anak-anak daerah tidak

Page 27: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

27

asing dengan daerahnya sendiri serta paham betul dengan potensi dan nilai-nilai

serta budaya daerahnya sendiri sehingga dapat mengembangkan dan

memberdayakan potensi daerahnya sesuai dengan tuntutan ekonomi global yang

telah disepakati oleh pemerintah Indonesia. Dalam kaitan ini diharapkan dengan

ekonomi global tersebut, masing-masing daerah mampu berlomba dan bersaing

dengan negara lain untuk memasarkan keunggulan daerahnya sendiri.

Muatan lokal diartikan sebagai program pendidikan yang isi dan media

penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan

lingkungan budaya, serta kebutuhan pembangunan daerah yang perlu diajarkan

kepada siswa. Lingkungan alam adalah lingkungan hidup dan tidak hidup yang

mencakup komponen hewan dan tanaman beserta tempat tinggalnya, di samping

hubungan timbal balik di antara komponen tersebut. Lingkungan budaya adalah

lingkungan yang mencakup segenap unsur budaya yang dimiliki masyarakat di

suatu daerah tertentu, termasuk di dalamnya adalah kepercayaan, kebiasaan-

kebiasaan, adat istiadat, aturan-aturan umum yang tidak tertulis (misalnya: tata

krama, cara pergaulan, dan etiket dengan orangtua, muda-mudi, serta tetangga),

nilai-nilai serta penampilan perlambang-perlambang yang menyatakan perasaan,

seperti yang terdapat dalam upacara adat/tradisional, bahasa daerah, dan kesenian

daerah.

Perpaduan antara lingkungan alam, sosial, dan budaya pada hakikatnya

membentuk suatu kehidupan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang disebut dengan

pola kehidupan. Jadi, pola kehidupan masyarakat mencakup interaksi antar

anggota masyarakat tersebut yang meliputi interaksi antar individu, antara

Page 28: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

28

individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok lainnya baik

secara formal maupun informal.

Dalam kenyataannya, pola kehidupan suatu masyarakat dapat berbeda

dengan kelompok masyarakat lainnya. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan

alamnya dan sejarah perkembangan kebudayaannya. Kebudayaan suatu

masyarakat, yakni mencakup: gagasan, keyakinan, pengetahuan, aturan dan nilai,

serta perlambang (simbol-simbol) yang digunakan untuk menanggapi

lingkungannya. Dengan demikian, pengembangan bahan pelajaran bermuatan

lokal, yakni mengacu pada pola kehidupan masyarakat, baik secara langsung

maupun tidak langsung dalam mengembangkan wawasan lingkungan alam,

lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Dengan memahami arti dan hakikat

kurikulum muatan lokal, siswa tidak hanya mengetahui dunia global, tetapi

budaya lokal perlu dipahami dan dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Mendiknas Nomor 23 Tahun 2006

tentang Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Bahasa Inggris untuk

Sekolah Dasar yang Dikembangkan Berdasarkan Tujuan setiap Satuan

Pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah sebuah acuan kompetensi

yang harus dimiliki seorang anak jika ia lulus pada jenjang pendidikan tersebut.

Berikut ini adalah SKL mata pelajaran bahasa Inggris untuk sekolah dasar. (1)

Mendengarkan: memahami instruksi, informasi, dan cerita sangat sederhana yang

disampaikan secara lisan dalam konteks kelas, sekolah, dan lingkungan sekitar.

(2) Berbicara; yakni mengungkapkan makna secara lisan dalam wacana

interpersonal dan transaksional sangat sederhana dalam bentuk instruksi dan

Page 29: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

29

informasi dalam konteks kelas, sekolah, dan lingkungan sekitar. (3) Membaca;

yakni membaca nyaring dan memahami makna dalam instruksi, informasi, teks

fungsional pendek, dan teks deskriptif bergambar sangat sederhana yang

disampaikan secara tertulis dalam konteks kelas, sekolah, dan lingkungan sekitar.

(4) Menulis; yakni menuliskan kata, ungkapan, dan teks fungsional pendek sangat

sederhana dengan ejaan dan tanda baca yang tepat.

Berdasarkan asumsi hasil perbincangan dengan para praktisi, khususnya

guru bahasa Inggris di SMP serta pengamatan di lapangan, bahwa siswa yang

telah memiliki bekal pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar tidak akan

mengalami kesulitan yang berarti ketika mengikuti pembelajaran bahasa Inggris di

kelas tujuh. Mereka akan show of force atau menunjukkan apa yang telah mereka

dapat dan mereka kuasai di sekolah dasar. Kemampuan kosakata dan ungkapan-

ungkapan sederhana dalam konteks kelas yang mereka dapatkan di sekolah dasar

cukup memberikan kontribusi dalam proses pembelajaran di SMP. Kondisi

demikian biasanya terjadi di SMP perkotaan karena mereka memiliki bekal

bahasa Inggris sejak kelas empat, bahkan ada beberapa sekolah dasar yang

memberikan muatan lokal bahasa Inggris sejak kelas satu. Mereka tidak asing lagi

terhadap ucapan-ucapan bahasa Inggris. Hal ini sangat membantu proses

pembelajaran di SMP. Terlebih lagi jika guru yang mengajar di kelas tujuh

mampu memberikan motivasi dan membantu siswa tersebut untuk memelihara

kompetensinya. Sementara itu, SMP yang berada di daerah pinggiran atau

pedesaan, pada umumnya memiliki input siswa yang tidak semuanya memiliki

bekal bahasa Inggris ketika di sekolah dasar. Keadaan ini cukup menjadi kendala

Page 30: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

30

karena guru kelas tujuh harus mengenalkan bahasa Inggris dari awal. Dalam hal

ini siswa yang pernah mendapatkan sebelumnya akan merasa sedikit bosan karena

materi itu terulang lagi. Oleh karena itu, guru harus mampu memberikan variasi

pembelajaran untuk kondisi kelas yang demikian.

Dalam pembelajaran bahasa Inggris, kematangan siswa di kelas tidak

hanya ditentukan oleh usia atau jenjang pendidikan, tetapi juga oleh faktor utama

yaitu guru, media pembelajaran, serta metode atau teknik yang digunakan. Selain

itu, ada pula faktor pendukung lainnya, seperti: sekolah, lingkungan (perkotaan

atau pedesaan), budaya setempat, minat, dan pengaruh orangtua. Oleh karena itu,

maka dapat ditarik simpulan bahwa keberadaan muatan lokal bahasa Inggris di

sekolah dasar sangat mendukung proses pembelajaran di SMP dan jenjang

selanjutnya. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, ada beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam penyelenggaraan bahasa Inggris sebagai muatan lokal di SD,

yaitu: Pertama, apakah stakeholder (kepala sekolah, komite sekolah) benar-benar

siap. Pihak sekolah dan orangtua murid seyogianya memiliki persepsi yang sama

tentang pentingnya bahasa Inggris sehingga dapat memberikan kontribusi

terhadap pelaksanaan dan ketercapaian program tersebut (penyediaan dana,

sarana, media, dan yang lainnya). Kedua, apakah tersedia tenaga pengajar yang

berkompeten atau mempunyai latar belakang pendidikan bahasa Inggris serta

memiliki pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak dan bahasa. Ketiga,

apakah warga sekolah juga mendukung pelaksanaan program bahasa Inggris,

dalam hal ini guru-guru lain yang tidak mengajarkan bahasa Inggris. Hal ini

dibutuhkan karena dalam prosesnya diperlukan pembiasaan-pembiasaan

Page 31: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

31

pemakaian bahasa bahasa Inggris dalam konteks sekolah. Pemikiran ini perlu

dipertimbangkan secara matang sebelum memutuskan pelaksanaan program

bahasa Inggris ini sehingga dapat berkesinambungan serta tidak terkesan

seadanya.

Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam

kompetensi, keterampilan, dan sikap. Kemampuan manusia untuk belajar

merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk

hidup lainnya, di samping merupakan aktivitas yang selalu dilakukan sepanjang

hayatnya. Belajar juga merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk

mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau

pengalaman-pengalaman. Dengan demikian, belajar dapat membawa perubahan

bagi si pembelajar, baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan.

Dengan perubahan-perubahan tersebut, tentunya si pelaku juga akan terbantu

dalam memecahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan

lingkungannya (Baharuddin, 2007). Dalam hal ini belajar ditandai dengan adanya

perubahan tingkah laku. Hal ini berarti bahwa hasil belajar hanya dapat diamati

dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi

tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Oleh karena tanpa mengamati tingkah

laku hasil belajar, tidak akan dapat diketahui ada tidaknya hasil belajar.

2.2 Konsep

Secara leksikal, “konsep” diartikan sebagai „objek, proses apa yang akan

digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain‟ (Alam,2002:8).

Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa konsep diperlukan untuk memahami

Page 32: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

32

suatu hal, keadaan, ataupun benda yang dijadikan objek penelitian. Dalam konteks

implementasi kebijakan pembelajaran bahasa Inggris sekolah dasar di Kota

Denpasar, beberapa konsep dijelaskan untuk memahami hal-hal yang bersifat khas

tentang pelaksanaan pengajaran bahasa Inggris sekolah dasar. Konsep yang

dipergunakan dalam penelitian ini adalah (1) kebijakan pendidikan tentang

pembelajaran, (2) pembelajaran bahasa Inggris, (3) sekolah dasar, dan (4) kajian

budaya.

2.2.1 Kebijakan Pendidikan tentang Pembelajaran

Kebijakan pembelajaran merupakan kebijakan publik (public policy)

dalam pendidikan yang menyangkut kepentingan publik (masyarakat) dalam

pelaksanaan pendidikan. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran

merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses

pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta

pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,

pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar

dengan baik. Adanya entitas pembelajaran dan kebijakan (publik) tersebut di

Indonesia, selalu terkait dengan proses pemerintahan di Departemen Pendidikan

Nasional (Depdiknas), yakni di tingkat kabupaten/kota, dalam hal ini Kota

Denpasar, ada di tangan Dinas Pendidikan (Diknas).

Kebijakan adalah bentuk intervensi sosial, kemudian setelah isi dasar

kebijakan (policy decision) diputuskan, persoalan yang segera menghadang

perumus kebijakan adalah memastikan agar keputusan kebijakan bisa

Page 33: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

33

dilaksanakan serta dapat mengatasi masalah yang ingin diatasi. Kebijakan

dirancang sebagai tawaran jawaban terhadap permasalahan yang terjadi untuk

bisa menghasilkan efek sosial yang dikehendaki. Pandangan sebagai bentuk

intervensi sosial dikembangkan dari pemikiran normatif yang menyepakati bahwa

kebijakan bukan sekadar sebagai sistem tempat aspirasi (tuntunan dan dukungan)

diartikulasikan oleh faktor-faktor kebijakan menjadi sebuah keputusan kebijakan

tetapi sebagai bentuk aktivitas birokrasi pemerintahan.

Kebijakan pembelajaran secara sistemik terdiri atas masukan, proses, dan

output. Di dalamnya termasuk guru dan murid/pelajar serta proses belajar. Belajar

memiliki arti berusaha untuk memeroleh kepandaian atau ilmu. Dengan kata lain,

belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Usaha

untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi

kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang tidak dimiliki

sebelumnya.

Ahmadi (2001: 9) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu

Pendidikan memberikan batasan tentang pengertian dan definisi pendidikan.

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa yang

dilaksanakan secara disengaja, bertanggung jawab, dan dilakukan secara terus-

menerus. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dikatakan bahwa

pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya untuk

Page 34: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

34

kepentingan masyarakat bangsa dan negara. Tugas utama seorang pengajar atau

guru adalah memudahkan pembelajaran para pelajar. Untuk memenuhi tugas ini,

pengajar atau guru bukan saja harus dapat menyediakan suasana pembelajaran

yang menarik dan menyenangkan, tetapi juga dapat menciptakan pengajaran yang

berhasil dan berkesan. Di samping itu, seorang pengajar atau guru harus mampu

mewujudkan suasana pembelajaran yang dapat merangsang minat pembelajar

untuk belajar serta senantiasa memikirkan keadaan dan keperluan mereka.

Dalam proses belajar-mengajar, guru sering berhadapan dengan pelajar-

pelajar yang mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Hal ini memerlukan

kemampuan guru dalam menentukan strategi pengajaran dan pembelajaran. Hal

ini berarti, guru boleh menentukan pendekatan, memilih metode, serta

menetapkan teknik-teknik tertentu yang sesuai dengan perkembangan dan

kemampuan pelajar. Strategi yang dipilih itu, selain berpotensi dapat merangsang

pelajar secara aktif, juga harus mampu menarik hati pelajar serta dapat

menghasilkan pembelajaran yang bermakna.

Dalam merancang bahan ajar yang berkesan dan bermakna untuk para

pelajar, guru haruslah memikirkan terlebih dahulu metode dan teknik yang akan

digunakan. Pemilihan strategi secara tepat akan mampu menjamin kelancaran

serta keberhasilan penyampaian subjek atau bahan ajar. Penggunaan metode dan

teknik mengajar yang bervariasi membuat pengajaran itu menarik dan

memberikan ruang bagi pembelajar terlibat secara aktif sepanjang proses belajar-

mengajar tanpa merasa jemu dan bosan. Dalam pengajaran dan pembelajaran,

terdapat beberapa metode dan teknik yang dapat digunakan oleh guru. Oleh

Page 35: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

35

karena itu, pemilihan metode dan teknik perlu dilakukan secara hati-hati supaya

cara-cara ini tidak menghalangi guru dalam melaksanakan proses pembentukan

konsep-konsep secara mudah dan berkesan serta dapat mendorong pembelajar

mempelajari sesuatu melalui pengalaman dan percobaan. Selanjutnya, dari segi

penggunaan teknik mengajar, guru boleh menggunakan teknik yang dipikirkan

seperti teknik menerangkan, teknik mengkaji, teknik menyelesaikan masalah,

teknik bercerita, dan teknik berdiskusi. Penggunaan contoh-contoh yang

bermakna akan membantu pembelajar dalam memahami materi pengajaran dan

pembelajaran. Biasanya seorang guru menerangkan ide-ide yang kompleks kepada

pembelajar melalui contoh-contoh dan ilustrasi. Ide yang abstrak dan konsep-

konsep yang baru dan susah, lebih mudah dipahami apabila guru menggunakan

contoh-contoh dengan ilutrasi yang mudah dan konkret. Misalnya, dalam bentuk

lisan, yakni dengan mengemukakan analogi, bercerita, mengemukakan metafora,

dan sebagainya. Contoh-contoh bisa juga ditunjukkan dalam bentuk visual.

Pada saat ini, di sebagian besar negara di kawasan Asia, jutaan anak di

tingkat sekolah dasar mengikuti pendidikan bahasa Inggris. Pengajaran bahasa

Inggris pada tingkat ini telah terselenggara beberapa tahun dan berbagai usaha

untuk perbaikan pengajarannya telah dilakukan agar tercapainya hasil yang

maksimal (Grassick, 2007:8). Pengajaran bahasa Inggris pada tingkat sekolah

dasar cenderung berkembang dengan cepat. Hal ini merupakan fenomena baru

sekaligus merupakan suatu tantangan dan harapan bagi jutaan pembelajar usia

muda untuk mendapatkan suatu model pengajaran bahasa Inggris yang efektif dan

Page 36: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

36

efisien sesuai dengan perkembangan informasi dan teknologi pada zaman

posmodern ini.

Dalam kaitan ini The British Council telah berbuat banyak dalam berbagai

proyek untuk meningkatkan kualitas pengajaran bahasa Inggris pada sekolah dasar

di sembilan negara kawasan Asia Timur, seperti Indonesia, Jepang, Korea,

Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Pada Maret 2007,

sekitar 55 ahli pengajaran bahasa Inggris dari kementerian pendidikan dan

lembaga pendidikan lainnya berkumpul di Vietnam. Mereka mengadakan seminar

dalam rangka memberikan kesempatan bagi peserta menyampaikan beberapa

masalah berkenaan dengan pengajaran bahasa Inggris pada tingkat sekolah dasar

serta saling tukar pendapat mengenai berbagai masalah yang muncul dalam

penyelenggaraan pengajaran bahasa Inggris.

Pengajaran bahasa Inggris pada usia muda pada pendidikan formal

merupakan fenomena baru pada era global ini. Sebuah survai yang dilakukan oleh

kedutaan Inggris menunjukkan bahwa sebagian besar negara yang memberikan

pengajaran bahasa Inggris pada usia muda dimulai pada awal 1900-an. Pada

mulanya kebanyakan negara memberikan pendidikan bahasa Inggris sebagai suatu

percobaan, tetapi kemudian pengajaran bahasa Inggris menjadi lebih luas di

kebanyakan negara (Graddol, 2006:88).

Hampir pada kebanyakan sekolah di kawasan Asia, penyelenggaraan

pengajaran bahasa Inggris pada tingkat sekolah dasar tidak hanya untuk

mengajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing, tetapi pengajaran bahasa

Inggris juga merupakan kebutuhan yang sangat mendesak untuk diajarkan sebagai

Page 37: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

37

bahasa pengantar mata pelajaran lain, seperti: matematika, biologi, dan mata

pelajaran lainnya. Dalam kaitan ini, Graddol (2006:89) mengatakan bahwa

pengajaran bahasa Inggris pada usia muda (English for young learners) tidak

hanya merupakan peroyek pendidikan, tetapi merupakan tujuan yang lebih luas,

yakni mencakup kepentingan politik dan ekonomi seperti dikatakan oleh pejabat

senior Korea pada Institut Kurikulum dan Evaluasi Pendidikan bahwa pendidikan

bahasa Inggris akan memperbaiki daya saing bangsa.

Banyak argumentasi para pendidik untuk memberikan pengajaran bahasa

Inggris pada tingkat sekolah dasar. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa

mempelajari bahasa pada usia muda adalah lebih baik (the earlier the better).

Prinsip ini didasarkan atas beberapa penelitian pada pemerolehan bahasa pertama

(L1) oleh seorang anak bilingual yang belajar dua bahasa.

2.2.2 Pembelajaran Bahasa Inggris

Perubahan status bahasa Inggris sebagai bahasa internasional sangat

berpengaruh terhadap pengajaran bahasa Inggris di Indonesia. Fenomena

kehidupan yang semakin mengglobal yang terjadi di kawasan Asia menjadikan

bahasa Inggris sebagai bahasa yang dipakai oleh kebanyakan negara di kawasan

ini. Bahkan bahasa Inggris mempunyai peran yang sangat besar dalam

pengembangan budaya daerah (Herawati, 1998). Oleh karena menguasai lebih

dari satu bahasa, terutama bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, sangat

diperlukan dalam zaman posmodern ini. Demikian pula kemajuan di bidang

ekonomi dan pendidikan memerlukan komunikasi yang lebih luas, terutama jika

ingin bekerja sama dengan negara lain. Oleh karena semua hal ini memerlukan

Page 38: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

38

bahasa yang mempunyai status internasional. Perpindahan penduduk dengan

berbagai tujuan ke negara lain akan mempercepat keinginan seseorang untuk

mempelajari lebih dari satu bahasa khususnya bahasa yang bertaraf internasional.

Dalam menyikapi perkembangan pendidikan yang semakin luas dan kerja

sama antara negara, khususnya kerja sama pendidikan di kawasan Asia,

pemerintah telah mengantisipasinya dengan program sekolah internasional yakni

dengan dikeluarkannya Undang-Undang Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun

2003 Bab V Ayat 3 yang mengisyaratkan terbentuknya sekolah bertaraf

internasional. Di sekolah bertaraf international itu siswa SMA belajar mata

pelajaran tertentu dengan bahasa pengantarnya bahasa Inggris. Kebijakan

pemerintah ini sudah tentu membawa dampak terhadap kondisi proses belajar-

mengajar siswa, terutama dalam meningkatkan kemampuan siswa untuk

menguasai bahasa Inggris.

Dalam hal ini Mckay (2004) mengatakan bahwa bahasa Inggris sebagai

bahasa internasional tidak disebabkan oleh jumlah pemakainya. Jikalau ukurannya

jumlah pemakai, bahasa Cinalah yang pantas disebut bahasa internasional, tetapi

kenyataannya tidak demikian. Walaupun digunakan oleh lebih dari satu milyar

orang, bahasa Cina hanya dipakai sebagai bahasa pertama oleh penduduknya. Hal

ini berarti sangat sedikit orang yang memakai bahasa Cina sebagai bahasa kedua

ataupun sebagai bahasa asing. Namun, sangat berbeda dengan bahasa Inggris yang

banyak dipakai oleh penduduk dunia sebagai bahasa kedua ataupun bahasa asing.

Hal ini berarti bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang

Page 39: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

39

digunakan oleh berbagai negara dalam berkomunikasi dalam bidang ekonomi,

politik, sosial, dan pendidikan (Smith, 1976:17).

Pengajaran bahasa Inggris untuk anak-anak merupakan fenomena baru

dalam dunia posmodern ini. Banyak negara di kawasan Eropa dan Amerika serta

kawasan Asia memberikan pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar.

Pembelajaran bahasa Inggris untuk sekolah dasar didasari suatu pendapat bahwa

belajar bahasa asing atau bahasa kedua akan lebih baik apabila dimulai lebih awal

(Hammerly, 1982). Anggapan bahwa belajar bahasa asing pada usia muda lebih

baik daripada pembelajar dewasa, mendorong para ahli pengajaran bahasa untuk

memberikan bahasa Inggris lebih awal karena lebih mudah menarik perhatian dan

minat anak-anak daripada orang dewasa. Dalam hal ini sebuah survai yang

dilakukan oleh The British Council tahun 1999 menunjukkan bahwa kebanyakan

negara yang memulai pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar telah

memberikan inovasi serta memberikan perhatian khusus tentang pelaksanaan

pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar pada tahun 1990-an.

Ada beberapa pendekatan yang tampaknya dijadikan pegangan oleh para

pakar yang menyetujui bahasa Inggris menjadi muatan lokal di sekolah dasar,

yakni (1) theory of language acquisition devices (LAD), (2) hipotesis umur kritis

(critical age hypothesis), dan (3) teori afektif (affective filter hypothesis). Teori

language acquisition device menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai sarana

untuk belajar bahasa yang disebut ”language acquisition device” (LAD). Hal ini

merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki oleh setiap orang sejak lahir.

Lingkungan atau pengajaran hanyalah pemicu yang mengaktifkan alat ini.

Page 40: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

40

Menurut teori ini, belajar bahasa asing tidak jauh berbeda dengan belajar bahasa

pertama. Oleh karena kemampuan belajar alamiah atau LAD inilah menyebabkan

setiap orang dapat belajar bahasa apa saja dan kapan saja tanpa mengalami

kesukaran sehingga pengajaran bahasa Inggris dapat dilakukan mulai sekolah

dasar.

Dalam hipotesis umur kritis (critical age hypothesis), Krashen (1982: 72)

mengatakan bahwa secara biologis elastisitas otak anak masih tinggi sehingga

masih sangat mudah untuk menguasai bahasa apa pun. Akan tetapi, elastisitas ini

akan berhenti setelah anak memasuki pubertas. Oleh karena sejak itu dalam otak

anak terjadi proses leteralisasi (penyebelahan) fungsi, yakni saraf yang berkaitan

dengan proses penguasaan bahasa ada di bagian kiri dan kanan otak. Kemudian,

proses belajar bahasa dipusatkan di belahan kiri saja. Sejak proses ini terjadi

perkembangan bahasa anak cenderung beku. Keterampilan dasar berbahasa yang

belum dikuasai pada masa itu, terutama keterampilan mengucapkan akan

cenderung tidak sempurna karena elastisitas alat ucap. Dengan kata lain, secara

singkat, teori umur kritis ini mengatakan bahwa (1) penguasaan bahasa itu tumbuh

sejajar dengan pertumbuhan, dan (2) sesudah masa puber penguasaan bahasa

secara natural sudah tidak bisa lagi (Dardjowidjojo, 1986). Agar kemampuan alat

ucap itu berkembang secara maksimal, teori Lennerbeg ini tampaknya dapat

dijadikan dasar untuk mendukung dimulainya pengajaran bahasa Inggris pada usia

muda, yakni sebelum terjadi penyebelahan otak. Dengan demikian, diputuskannya

pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar sebagai muatan lokal merupakan

keputusan yang sangat tepat.

Page 41: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

41

Teori lain yang mendukung pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar

adalah teori afektif. Menurut Krashen (1982), proses belajar bahasa terjadi karena

adanya input (masukan), baik tertulis maupun lisan. Namun, tidak semua input

dapat diproses oleh otak. Agar input ini diproses oleh otak, input harus menjadi

intake. Hal ini terjadi apabila kondisi afektif anak baik, artinya anak tidak takut,

tidak gugup, atau tidak tegang. Pada usia muda anak pada umumnya tidak takut

membuat kehilafan, tidak malu, tidak takut ditertawakan, dan tidak tegang. Dalam

suasana semacam ini input yang terpahami dapat diterima dengan baik sehingga

dapat dipahami dengan mudah. Faktor afektif ini tampaknya juga mendukung para

pakar untuk menyetujui bahasa Inggris diajarkan sejak di sekolah dasar.

Dalam psikologi pendidikan dikenal adanya teori perkembangan. Model

pembelajaran yang cukup dikenal adalah pendekatan pengembangan yang sering

dihubungkan dengan Jean Piaget (1896-1980). Dalam model Piaget (dalam Orlich

dkk, 1998), dikenal adanya empat tahapan pengembangan, yaitu sensorimotor

stage, (lahir sampai usia 2 tahun); preoperational stage (2-8 tahun); concrete

operational stage (8-11 tahun); dan formal stage (11-15 tahun ke atas). Jadi

apabila anak sekolah dasar belajar bahasa mulai kelas tiga atau empat mereka

sedang dalam tahapan concrete operational stage. Oleh karena itu, mereka

memerlukan banyak ilustrasi, model, gambar, dan kegiatan-kegiatan lain.

Menurut Curtain dan Pesola (1994), anak-anak akan belajar bahasa asing

dengan baik apabila proses belajar terjadi dalam konteks yang komunikatif dan

bermakna baginya. Konteks ini meliputi situasi sosial dan kultural, permainan,

nyanyian, dongeng, serta pengalaman-pengalaman kesenian, kerajinan, dan olah

Page 42: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

42

raga. Dalam hal ini, tujuan orang mempelajari bahasa agar mampu menggunakan

bahasa yang sedang dipelajari dalam berkomunikasi. Selanjutnya dalam

mempelajari suatu bahasa, ada empat keterampilan, yaitu mendengarkan,

berbicara, membaca, dan menulis yang harus dikembangkan dalam mempelajari

suatu bahasa. Oleh karena itu, dalam suatu proses belajar-mengajar guru dan

siswa harus mengembangkan keterampilan tersebut secara efektif sehingga si

pembelajar dapat menggunakan bahasa yang mereka pelajari dalam

berkomunikasi.

Media pembelajaran adalah semua alat bantu atau benda yang digunakan

dalam kegiatan belajar-mengajar, yakni dengan maksud menyampaikan pesan

pembelajaran dari guru ataupun sumber lain kepada anak didik. Pesan yang

disampaikan melalui media, dalam bentuk isi atau materi pengajaran itu harus

dapat diterima oleh anak didik, yakni dengan menggunakan salah satu ataupun

gabungan beberapa alat indera mereka. Pada umumnya keberadaan media muncul

karena keterbatasan kata-kata, waktu, ruang, dan ukuran. Di samping itu,

ditambahkan bahwa media pembelajaran berfungsi sebagai sarana yang mampu

menyampaikan pesan sekaligus mempermudah penerima pesan dalam memahami

isi pesan. Kehadiran media pembelajaran sebagai media antara guru sebagai

pengirim informasi dan penerima informasi harus komunikatif, khususnya untuk

objek secara visualisasi. Dalam hal ini masing-masing media mempunyai

keistimewaan menurut karakteristik siswa. Pemilihan media yang sesuai dengan

karakteristik siswa akan lebih membantu keberhasilan pengajar dalam

pembelajaran.

Page 43: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

43

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong

upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses

belajar. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang disediakan

oleh sekolah. Oleh karena tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut

sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya

dapat menggunakan alat yang murah dan efisien meskipun sederhana dan

bersahaja, tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran

yang diharapkan. Di samping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru

juga dituntut agar dapat mengembangkan keterampilan membuat media

pengajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia. Untuk

itu, guru harus memiliki pengetahuan dan pemahamaan yang cukup tentang media

pengajaran.

Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau

kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memeroleh

pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan

lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media

dalam proses belajar-mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis,

fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali

informasi visual atau verbal. Media sering diganti dengan istilah mediator yang

berarti media menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang

efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar siswa dan isi pelajaran. Di

samping itu, mediator dapat pula mencerminkan pengertian bahwa setiap sistem

pengajaran yang melakukan peran mediasi, yakni dari guru sampai pada peralatan

Page 44: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

44

paling canggih, dapat disebut media. Ringkasnya, media adalah alat-alat yang

dapat menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pengajaran. Dengan

demikian, maka dapat dipahami bahwa media merupakan alat bantu, yakni

sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi,

televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-

bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Pelajaran dapat

menyenangkan apabila guru dapat memadukan antara kategori dan benda-benda

yang ada (Halliwell, 1992).

Dalam suatu proses belajar-mengajar, dua unsur yang amat penting adalah

metode mengajar dan media pengajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan.

Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan memengaruhi jenis media

pengajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus

diperhatikan dalam memilih media, seperti tujuan pengajaran, jenis tugas, dan

respon yang diharapkan siswa kuasai setelah pengajaran berlangsung, dan konteks

pembelajaran, termasuk karakteristik siswa.

Manfaat positif penggunaan media sebagai bagian integral pengajaran di

kelas adalah sebagai berikut. (1) Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku.

Setiap pembelajar yang melihat atau mendengar penyajian melalui media

menerima pesan yang sama. (2) Pengajaran bisa lebih menarik. Media dapat

diasosiasikan sebagai penarik perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan

memerhatikan. (3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya

teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi

siswa, umpan balik, dan penguatan. (4) Lama waktu pengajaran yang diperlukan

Page 45: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

45

dapat dipersingkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam

jumlah yang cukup banyak dan kemungkinannya dapat diserap oleh siswa. (5).

Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan (6) Pengajaran dapat diberikan kapan dan

di mana diinginkan. (7) Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan

terhadap proses belajar dapat ditingkatkan. (8) Peran guru dapat berubah ke arah

yang lebih positif dalam proses belajar-mengajar.

2.2.3 Sekolah Dasar

Sekolah dasar dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003

dikategorikan pendidikan dasar. Pada Pasal 17 disebutkan bahwa (1) pendidikan

dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan

menengah; (2) pendidikan dasar dapat berbentuk sekolah dasar, madrasah

ibtidayah, atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama dan

madrasah tsanawiyah atau bentuk lain yang sederajat; (3) ketentuan mengenai

pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dan 2 diatur lebih lanjut

dengan peraturan pemerintah. Berdasarkan penjelasan tersebut, pendidikan dasar

terutama adalah sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan pertama bagi anak

untuk beradaptasi dengan lingkungan sekolah.

Selanjutnya yang disebut sebagai pembelajar muda usia di sini adalah

siswa sekolah dasar, yakni berusia antara 6-12 tahun. Mereka dapat dibagi

menjadi dua kelompok, yaitu younger group (6-8 tahun) dan older group (9-12

tahun). Menurut jenjang kelasnya, mereka bisa disebut anak-anak lower classess,

yaitu anak kelas satu, dua, dan tiga serta upper classess siswa kelas empat, lima,

dan enam. Sementara itu, Scott dan Ytreberg (1990) membagi mereka dalam

Page 46: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

46

kelompok level one atau tingkat pemula (5-7 tahun) dan level two (8-10 tahun),

kelompok level two juga biasa disebut beginners jika mereka baru mulai belajar

bahasa Inggris pada usia itu.

Beberapa hal mengenai siswa usia muda yang belajar bahasa Inggris, yaitu

yang berkaitan dengan pengelompokan berdasarkan usia, karakteristik siswa EYL,

beberapa faktor yang memengaruhi pembelajaran EYL, dan kegiatan yang

disenangi anak-anak. Dalam membicarakan pembelajaran bahasa Inggris untuk

anak-anak atau yang biasa disebut EYL (english for young learners), perlu

dipahami siapa yang dimaksud dengan siswa EYL. Siswa EYL adalah pembelajar

usia muda yang belajar bahasa Inggris. Mereka adalah anak-anak usia sekolah

dasar yang mendapatkan pelajaran bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan

lokal di sekolahnya. Secara umum mereka adalah pembelajar pemula, tetapi perlu

diingat bahwa seorang guru EYL tidak dapat menyamaratakan mereka dengan

memberikan tugas dan kegiatan belajar yang sama. Kemampuan dan keterampilan

anak yang berbeda usia dalam pembelajaran bahasa Inggris tentu juga berbeda.

Apa yang dapat diserap dan dilakukan oleh pemula berusia tujuh tahun

berbeda dengan apa yang dilakukan oleh siswa berusia sebelas tahun. Selain

perkembangan mereka tidak sama, beberapa dari mereka ada yang motivasi

belajarnya sangat tinggi dan berkembang lebih cepat, di samping ada juga

perkembangannya lebih lambat dibandingkan dengan temannya. Saat ini banyak

anak pre-school atau siswa taman kanak-kanak yang juga belajar bahasa Inggris

sehingga mereka dapat dikelompokkan dalam kelompok sendiri, yaitu kelompok

very young learners. Dalam pembelajaran bahasa Inggris, kematangan siswa di

Page 47: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

47

kelas tidak hanya ditentukan oleh usia atau jenjang kelas saja, tetapi juga oleh

banyak faktor lain, seperti lingkungan (perkotaan atau pedesaan), budaya

setempat, minat, dan pengaruh orangtua. Dengan demikian, program dan jenis

kegiatan yang dilaksanakan oleh guru banyak ditentukan oleh pemahaman mereka

terhadap lingkungan, sikap, minat, dan latar belakang anak. Jika banyak hal

direkomendasikan untuk program EYL, maka guru dapat menggunakannya

sebagai bahan pertimbangan atau pedoman dan bukan sebagai peraturan yang

tidak bisa ditawar.

Pada dasarnya, yang perlu diingat sebagai salah satu tujuan penting dalam

pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar, yakni menumbuhkan minat anak

dalam belajar bahasa tersebut. Untuk dapat mencapai tujuan itu, perlu dipahami

karakteristik siswa sekolah dasar sehingga bisa memilih metode dan bahan

pembelajaran yang tepat bagi mereka. Oleh karena itu, sebelum seorang masuk ke

dalam kelas EYL, hendaknya sudah memiliki bekal pengetahuan yang cukup

tentang siswa yang akan dihadapi serta memiliki keterampilan mengajar bahasa

Inggris di sekolah dasar. Kelas EYL bisa menjadi pengalaman yang

menyenangkan bagi anak, tetapi bisa juga menjadi pengalaman yang menakutkan

bagi mereka.

Sejalan dengan laju pembangunan, usaha belajar-mengajar bahasa asing

memperoleh arti yang semakin penting. Mengingat bahasa asing, khususnya

bahasa Inggris cenderung dipakai dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Tantangan itu patut dijawab oleh para pengajar bahasa asing dengan

memperbaharui dan memperluas wawasan di bidang didaktik dan metodik

Page 48: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

48

sehingga anggapan bahwa bahasa asing hanya sebagai beban dan pelajaran yang

ditakuti serta membosankan dapat diatasi. Masalah yang juga sering menghantui

para pembelajar bahasa asing adalah rasa takut untuk membuat kesalahan

sehingga menimbulkan rasa takut untuk berbicara dan mengemukakan

pendapatnya dalam bahasa asing yang mereka pelajari. Untuk itu diperlukan

metode yang dapat mengantisipasi masalah-masalah tersebut.

Pendekatan pembelajaran bahasa Inggris yang diterapkan secara luas di

Indonesia saat ini adalah pendekatan komunikatif. Pendekatan ini diharapkan

dapat memotivasi pembelajar untuk mempraktikkan bahasa yang dipelajari.

Misalnya, berdialog/berinteraksi dalam kelompok-kelompok kecil dengan

memanfaatkan materi yang tersedia, baik dalam buku teks maupun dari sumber

yang lain. Untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa asing yang komunikatif

diperlukan perubahan didaktik metodik yang mengarah pada interaksi sosial serta

mengajak pembelajar untuk terlibat dalam proses belajar-mengajar. Proses

belajar-mengajar seperti di atas lebih mengarah pada pembelajaran yang

bermakna (contextual teaching and learning) atau CBSA (cara belajar siswa

aktif).

Dalam kaitan ini Raka Joni (1984:17) mengemukan bahwa proses belajar-

mengajar yang mengarah pada CBSA memiliki indikator sebagai berikut. (1)

Sejauh mana siswa berani memprakarsai untuk mengambil inisiatif tanpa secara

eksplisit diminta oleh guru, misalnya dalam menentukan langkah langkah belajar,

mencari sumber bacaan, dan yang lainnya. (2) Sejauh mana siswa melibatkan diri

secara mental dalam kegiatan belajar yang sedang berlangsung. (3) Sejauh mana

Page 49: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

49

guru dapat mengubah kedudukannya dari seorang yang memimpin dan mengatur

segalanya menjadi seorang pendamping (fasilitator) yang siap membantu siswa,

sejauh hal itu dibutuhkan. (4) Sejauh mana siswa dapat belajar langsung lewat

pengalamannya dalam proses belajar-mengajar. (5) Sejauh mana bentuk dan alat

kegiatan belajar-mengajar bervariasi, dan (6) Sejauh mana tingkat kualitas

interaksi antarsiswa, baik intelektual maupun emosional.

Keenam indikator di atas dapat dijadikan sebagai acuan untuk

menciptakan interaksi sosial dalam pembelajaran bahasa asing, sehingga tercipta

proses belajar-mengajar yang efektif dan efisien sesuai dengan harapan pengajar

dan pembelajar. Sejak tahun 80-an pengajaran bahasa asing yang mengutamakan

interaksi semakin mendapat perhatian karena semua kegiatan belajar-mengajar

mengarah kepada interaksi antarsiswa, termasuk interaksi siswa dengan guru

sehingga mengarah pada komunikasi yang sesuai dengan minat dan keperluan

siswa. Dengan menggunakan bentuk dan jenis kegiatan yang mengarah pada

interaksi sosial, pembelajar bahasa asing akan belajar dengan perasaan senang dan

gembira sehingga rasa takut dan bosan yang selama ini dirasakan para pembelajar

bahasa asing akan hilang dengan sendirinya.

Bagaimana kegiatan interaksi sosial dalam pembelajaran bahasa asing itu

dapat dijalankan secara efektif sangat ditentukan oleh guru sebagai motivator dan

fasilitatornya. Pengajar hendaknya dapat menciptakan iklim pengajaran bahasa

dalam bentuk interaksi yang komunikatif dalam kelas. Selain itu, perlu diingat

bahwa kelas tempat pengajaran bahasa itu disajikan, sudah merupakan konteks

sosial (the classroom as a social context) yang harus dimanfaatkan dalam proses

Page 50: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

50

interaksi belajar-mengajar bahasa asing tersebut. Misalnya, bahasa asing tersebut

digunakan untuk memberikan salam kepada siswa, menyampaikan instruksi-

instruksi, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, ataupun menjawab pertanyaan.

Pola kalimat yang digunakan tidak perlu terlalu kompleks, tetapi hendaknya

mampu menyampaikan makna pesan yang terkandung di dalamnya (Metty,

1990:18).

Dalam hal ini dengan menciptakan suasana hubungan interaksi sosial di

dalam kelas, yakni mencerminkan sikap guru sebagai fasilitator proses belajar-

mengajar dan semakin jauh dari sikap guru yang mengarah pada tindakan otoriter

sehingga perasaan takut dan malu untuk mengutarakan pendapat dan pertanyaan

dengan menggunakan bahasa asing yang diajarkan secara spontanitas akan hilang.

Mereka seolah-olah terlibat langsung kapan dan di mana bahasa asing itu

digunakan. Guru menerangkan hanya hal-hal yang penting untuk diterangkan.

Biasanya pembelajar akan berbicara atau belajar untuk berbicara kalau pengajar

sedang tidak berbicara. Jadi, guru perlu berusaha menahan diri, menerangkan

seperlunya saja, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih banyak

berperan aktif. Hanya hal-hal yang mutlak diperlukan yang harus diterangkan.

Dalam hal ini soal yang tersusun baik dan jelas tujuannya akan mudah dipahami

apabila siswa bertanya dan meminta penjelasan terhadap soal tersebut, pada saat

itu barulah guru menerangkannya.

Jadi, pembelajaran bahasa asing akan berlangsung efektif jika para siswa

tidak pasif dan tidak sekadar belajar menghafal. Akan tetapi mereka aktif dan

kreatif dalam mencerna suatu materi pelajaran yang disajikan, di samping mampu

Page 51: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

51

mengalihkannya ke dalam konteks sosial yang lain. Selain itu, guru hendaknya

tidak selalu berharap bahwa pembelajar selalu siap dengan jawaban. Apabila soal-

soal yang diajukan cukup jelas dan sesuai dengan tingkat kemampuan pembelajar,

pasti pengajar akan mendapatkan jawaban walaupun terkadang agak lama. Oleh

karena itu, perlu ditunggu sebentar, tidak langsung dialihkan kepada pembelajar

yang lain jika ada pembelajar yang tidak lancar menjawab. Kebebasan berpikir

mereka perlu dikembangkan untuk menemukan jawabannya. Apabila terjadi

kesalahan di antara jawaban mereka perlu didiskusikan di dalam kelas sehingga

mereka dapat mengoreksi kesalahannya sendiri dan menemukan jawabannya.

Tindakan tersebut dimaksudkan agar guru tidak terkesan memonopoli adegan-

adegan di dalam kelas, di samping seorang siswa akan merasa bangga jika ia

merasa mampu menemukan jawabannya sendiri. Oleh karena menemukan

jawaban sendiri akan lebih mudah diingat daripada hasil di-drill oleh orang lain.

Dalam hal ini, menoleransi kesalahan bukan berarti pengajar mendiamkan

saja kesalahan yang dibuat oleh pembelajar, melainkan membicarakan dan

mengoreksinya sesuai dengan tujuan latihan. Koreksi kesalahan hendaknya sesuai

dengan tujuan latihan terkait (Ekadewi, 1993:24). Misalnya, pada saat siswa

memberikan jawaban dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang saling terkait,

sebaiknya guru tidak memotong untuk mengoreksi. Oleh karena hal ini akan

mengacaukan konsentrasi siswa atas apa yang akan disampaikannya, dalam kaitan

ini sebaiknya kesalahan tidak dikomentari. Kesalahan adalah normal, tidak

seorang pun berniat membuatnya. Suatu jawaban walaupun salah adalah hasil

suatu usaha. Di samping itu, kesalahan juga mempunyai arti diagnosis bagi guru.

Page 52: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

52

Oleh karena dengan menganalisis suatu kesalahan guru dapat menemukan letak

kelemahan dalam penguasaan materi. Pemberian pujian, bantuan, dan

penghargaan atas usaha siswa biasanya mempertebal rasa percaya diri siswa, di

samping meningkatkan saling percaya antara siswa dan guru. Sebaliknya, kritik

dari pihak guru yang berlebihan kadang-kadang lebih memungkinkan

mendatangkan rasa khawatir dan takut untuk membuat kesalahan ketika

pembelajar akan mengemukakan pendapatnya sehingga kreativitas mereka

terganggu. Sebaiknya kritik semacam ini dihindari oleh para pengajar. Apabila

pada diri pembelajar terdapat rasa khawatir dan takut salah dalam mengemukakan

pendapatnya yang akhirnya dapat mengganggu konsenterasi dan kreativitasnya,

maka proses interaksi sosial di dalam kelas akan terganggu sehingga harapan

untuk berinteraksi dengan bahasa yang diajarkan sulit tercapai.

Pengajar dan pembelajar sebaiknya berusaha menggunakan bahasa asing

yang dipelajari. Penggunaan bahasa asing yang diajarkan bertujuan agar siswa

dapat merasakan bahwa keterbatasan kosa kata bukanlah hambatan untuk

bekomunikasi. Di samping itu, agar siswa berlatih untuk berpikir dan berbicara

dengan bahasa yang mereka pelajari. Hal ini akan mempersiapkan mereka agar

dapat berinteraksi wajar dalam situasi komunikasi yang riil. Sehubungan dengan

hal ini Littlewood (1983:17) menyatakan seperti di bawah ini.

“The learner’s ultimate objective is to take part in communication with

another. Their motivation to learn is more likely to be sustained if they can

see how their classroom learning is reacted to his objective and helps to

achieve it with increasing success”.

Jadi motivasi belajar seseorang akan dapat dikembangkan dan dipertahankan

apabila pengajaran dalam kelas itu benar-benar memenuhi kebutuhan mereka,

Page 53: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

53

yakni kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang dipelajari. Dengan

demikian mereka akan merasa bangga karena dapat berinteraksi dengan bahasa

dipelajari, sehingga dorongan untuk belajar bahasa asing akan semakin

meningkat.

Dalam hal ini motivasi bahkan merupakan penentu untuk mencapai

keberhasilan belajar. Oleh karena itu, siswa perlu dimotivasi, baik terhadap mata

pelajaran maupun terhadap materinya. Dalam kaitan ini J.S. Bruner (1978)

seorang ahli psikologi pendidikan dan ahli psikologi belajar, mengemukakan

bahwa motivasi merupakan salah satu dari empat tema pendidikan, di samping

stuktur pengetahuan kesiapan (readiness) dan nilai intuisi dalam proses

pendidikan. Selanjutnya, menurut Bruner (dalam Dahar, 1988:119), pengalaman-

pengalaman pendidikan yang merangsang motivasi adalah pengalaman-

pengalaman tempat para siswa berpartisipasi secara aktif dalam menghadapi

alamnya. Dengan timbulnya kebutuhan timbul pula keinginan seseorang untuk

memenuhinya atau merealisasikannya dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini

motivasi merupakan bentuk-bentuk yang ada dalam otak manusia yang berfungsi

sebagai alat pendorong untuk melakukan sesuatu guna memenuhi kebutuhannya.

Seorang guru yang baik akan berusaha mengidentifikasi kebutuhan

siswanya sebagai titik tolak dalam menciptakan proses belajar-mengajar yang

dapat menimbulkan, bahkan memperkuat motivasi belajar siswanya. Motivasi

pada hakikatnya sebagai modal dasar dalam mencapai keberhasilan belajar.

Fungsi pengajaran itu hendaknya ditunjukkan dengan jelas oleh guru sehingga

para siswa sungguh-sungguh menyadari pentingnya atau makna dari sesuatu yang

Page 54: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

54

dipelajarinya. Apabila pembelajar mengetahui pentingnya menguasai materi

pelajaran bahasa asing yang dipelajari, mereka akan berusaha untuk mencapai apa

yang dinginkan.

Guru sebaiknya tidak meremehkan pengetahuan umum dan pengetahuan

yang sudah dikuasi sebelumnya oleh siswa. Seorang siswa akan senang untuk

aktif berbicara jika ia merasa dapat menceritakan hal-hal yang sudah diketahuinya

dalam percakapan di dalam kelas sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.

Bahkan pada situasi interaksi yang tidak terlalu formal terkadang seorang siswa

lebih banyak aktif sehingga terjadilah komunikasi dalam arti yang sebenarnya

antara siswa dengan siswa atau juga antara siswa dengan guru. Apabila memulai

dengan suatu tema baru, guru seharusnya mengetahui sampai sejauh mana siswa

mempunyai pengetahuan di bidang itu. Pengetahuan awal siswa diakomodasikan

dan diaktifkan kembali. Oleh karena akan sia-sia usaha guru menerangkan suatu

tema baru apabila siswa tidak mempunyai pengetahuan dasar untuk

menguasainya. Sebaliknya siswa akan cepat merasa bosan jika tidak mendapat

tambahan pengetahuan. Kemampuan dasar untuk menguasai materi yang akan

diajarkan sangat penting diketahui oleh para pengajar agar para pembelajar

dengan mudah menerima materi yang akan disajikan. Apabila pembelajar belum

memiliki pengetahuan dasar tentang materi yang akan diajarkan, sebaiknya para

pengajar memberikan pemanasan materi yang lalu atau materi dasar yang dapat

menunjang materi yang akan diterangkan. Dengan demikian, pembelajar akan

lebih mudah memahami materi yang akan disajikan.

Page 55: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

55

Tujuan pembahasan suatu materi perlu diketahui oleh siswa. Untuk

menigkatkan semangat belajar ada baiknya jika siswa mengetahui arti dan tujuan

pembahasan suatu materi. Jika siswa mengetahui perlunya materi tersebut, tentu

rasa ingin tahu mereka akan lebih besar karena adanya rasa ingin tahu itulah yang

akan menimbulkan daya tarik yang kuat. Oleh karena siklus yang dikenal dalam

psikologi belajar adalah daya tarik, motivasi, dan keberhasilan daya tarik.

Dalam kaitannya dengan perhatian dan minat terhadap materi pelajaran,

Hardjono (1980:3) menegaskan bahwa perhatian merupakan salah satu

persyaratan dasar untuk keberhasilan belajar. Oleh karena tanpa menaruh

perhatian, siswa tidak akan mampu menyerap materi pengajaran dan tidak akan

bisa memproduksinya secara kreatif. Perhatian siswa di kelas sebagian besar

tergantung dari besarnya minat terhadap materi pelajaran. Adapun minat dapat

timbul disebabkan interaksi sosial dalam pembelajaran bahasa asing yang

ditentukan oleh dua faktor, yaitu (1) dorongan untuk memeroleh pengetahuan, (2)

sikap emosional positif terhadap sesuatu. Untuk itu, tujuan pembahasan suatu

materi baru perlu diterangkan pada awal pembahasan suatu materi agar

pembelajar mengetahui pentingnya materi yang akan dipelajari. Apabila mereka

merasa membutuhkan materi yang akan dipelajari, maka dorongan untuk

memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan tersebut akan disikapi dengan

emosional positif, yakni dengan aktivitas praktis dan efektif sehingga tujuan

pembelajaran bahasa asing mudah tercapai.

Dalam hal ini, sesekali guru perlu juga meminta umpan balik dari para

siswa yang diperlukan sebagai bahan evaluasi atas pengajarannya yang sudah

Page 56: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

56

diberikan. Namun, hal itu jangan sampai membuat siswa merasakan bahwa

feedback itu tidak diperhatikan. Demikian pula hendaknya kritik-kritik yang

relevan dapat dijadikan acuan dalam mengadakan perubahan ke arah perbaikan

sehingga menimbulkan rasa saling percaya, saling membutuhkan, dan saling

membantu yang tentunya akan menambah kesenangan belajar dan mengajar.

Suatu prasyarat untuk mencapai keberhasilan belajar-mengajar adalah

keterbukaan antara pengajar sebagai sutradara dan pembelajar sebagai aktor.

Apabila keterbukaan itu selalu dilakukan, maka masing-masing pihak, baik

pengajar maupun pembelajar akan berusaha selalu meningkatkan kekurangan-

kekurangan dan mencari solusi terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam

proses pembelajaran bahasa asing.

Aktivitas praktis dan efektif yang sesuai dengan harapan siswa adalah

kegiatan yang melibatkan mereka secara langsung dalam pemakaian bahasa asing

itu untuk berinteraksi sosial. Hal ini terlihat dari pengalaman sederhana dalam

kehidupan sehari-hari. Misalnya betapa bangganya seorang siswa yang baru

memeroleh bahasa asing di sekolahnya apabila sudah mampu menyapa seorang

turis asing serta berdialog singkat dengannya. Dari pengalaman itu terbukti betapa

pentingnya kegiatan interaksi sosial dalam memotivasi seorang yang sedang

belajar bahasa asing.

Pengajaran bahasa asing tidak hanya menyangkut bahasa itu dan

kemampuan menggunakannya, tetapi juga menyangkut sikap orang yang belajar

dan mengajar, dalam arti sikap keterbukaan atau kesediaan berkomunikasi dengan

orang lain yang bahasanya sedang dipelajari. Belajar bahasa secara komunikatif

Page 57: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

57

berarti belajar menggunakan bahasa itu untuk berinteraksi dalam situasi yang

nyata. Pengajaran bahasa asing yang memberikan kesempatan sebanyak-

banyaknya dalam bentuk interaksi sosial dalam pengajaran bahasa akan lebih

cepat mencapai tujuan akan hakikat bahasa itu sendiri, yakni sebagai alat

komunikasi.

2.2.4 Kajian Budaya

Konsep kajian budaya (cultural studies) di sini perlu dijelaskan karena

secara umum keberadaan kajian budaya dalam penelitian ini terkait dengan studi

kebijakan, penelitian pendidikan, dan studi lainnya, yakni paling tidak dari aspek

judulnya potensial disalahartikan apabila tidak diberikan penegasan. Di samping

itu, kajian budaya seharusnya ditekankan sebagai terjemahan dari kata bahwa

Inggris cultural studies dan bukan dari study of culture atau kajian tentang

(ke)budaya(an), lebih-lebih penelitian ini dilakukan di Bali yang dikenal memiliki

sumber daya budaya yang signifikan.

Kajian budaya, sebagaimana yang dikembangkan di Universitas Udayana,

bersumber dari semangat yang dibangun di Centre for Contemporary Cultural

Studies (CCCS) di Birmingham, Inggris (Parimartha, 2007). Kajian budaya adalah

suatu bidang studi yang memikat dan hangat di tengah-tengah kalangan progresif

karena budaya telah menggantikan masyarakat dalam subjek telaahnya (Sardar

dan Van Loon, 2001:3). Keberpihakan kajian budaya terhadap masyarakat terkait

dengan upaya memperbaiki kondisi sosial budaya yang berkeadilan dan

manusiawi sesuai dengan yang dirumuskan oleh Mazhab Frankfurt bahwa ilmu

Page 58: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

58

pengetahuan dapat berfungsi sebagai pencerahan dan emansipatoris (Lubis,

2006:xi).

Menurut Barker (2005: 515), kajian budaya mempelajari produksi dan

penanaman peta-peta makna. Selanjutnya menurut Storey (2003:viii), kajian

budaya adalah suatu formasi diskursif (language games). Istilah permainan bahasa

ini diperkenalkan oleh Wittgenstein, yakni mengenai beberapa fungsi bahasa

dalam kehidupan manusia. Dalam kajiannya, kajian budaya mengadopsi hal-hal

yang dibutuhkan dari semua disiplin ilmu, kemudian disesuaikan dengan

tujuannya, bahkan melakukan hal yang dilarang oleh aturan-aturan ilmiah

konvensional. Sehubungan dengan hal ini, Lubis (2006: 145) menjelaskan sebagai

berikut.

”Karena itu, cultural studies bukan disiplin ilmiah, tetapi lebih merupakan

upaya kolektif intelektual yang sungguh-sungguh dalam menggeluti

banyak persoalan dari berbagai sudut pandang/perspektif teoretis, politik,

dan kepentingan yang berbeda tentang budaya dalam arti yang luas. Di

lingkungan universitas, cultural studies, sebagaimana Mazhab Frankfurt

melakukan kajian transdisipliner/interdisipliner untuk mengkaji

persilangan antara kebudayaan, masyarakat, politik, serta mengkritik

fragmentasi akademik dan pendisiplinan yang sudah mapan. Cultural

studies secara konsisten perhatiannya senantiasa berkaitan dengan masalah

isu kekuasaan, politik, ideologi, serta kebutuhan akan perubahan sosial.”

Fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana budaya

dipraktikkan dan diciptakan atau bagaimana praktik budaya memungkinkan

berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi kebudayaan. Selanjutnya,

menurut Gray (Lubis, 2006:145), fokus kajian budaya adalah sebagai berikut.

”Cultural studies secara konsisten perhatiannya senantiasa berkaitan

dengan masalah isu kekuasaan, politik, ideologi, serta kebutuhan akan

perubahan sosial. Oleh karena itu tidak mengherankan jika ada keterkaitan

cultural studies dengan jaringan dan kekuatan sosial politik di luar

akademis. Bagi cultural studies, sebagaimana teori Kritis dan

Page 59: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

59

Posmodernisme, pengetahuan bukan fenomena yang steril terhadap nilai,

kepentingan, dan kuasa. Cultural studies mengakui sifat posisionalitasnya,

yakni masalah ‟siapa yang mengatakan, tentang siapa, dengan cara apa dan

untuk tujuan apa‟ menjadi perhatiannya.”

Selanjutnya, mengacu pada pandangan Sardar dan Van Loon,

beberapa karakteristik cultural studies menurut Lubis (2006:145-146)

adalah sebagai berikut.

1) Cultural studies bertujuan meneliti/mengkaji berbagai kebudayaan dan

praktik budaya serta kaitannya dengan kekuasaan. Tujuannya adalah

mengungkapkan dimensi kekuasaan dan bagaimana kekuasaan itu

memengaruhi berbagai bentuk kebudayaan (sosial, politik, ekonomi,

ilmu pengetahuan, hukum, dan lain-lain) bandingkan dengan konsep

kuasa dan pengetahuan, kuasa dan kebenaran pada Foucault, kuasa dan

kepentingan pada Habermas).

2) Cultural studies tidak membahasakan kebudayaan yang terlepas dari

konteks sosial dan politik, tetapi mengkaji masalah budaya dalam

konteks sosial politik tempat masalah kebudayaan itu tumbuh dan

berkembang.

3) Dalam cultural studies, budaya dikaji baik dari aspek objek maupun

lokasi tindakan yang selalu dalam tradisi kritis. Maksudnya, kajian itu

tidak hanya bertujuan merumuskan teori-teori (intelektual), tetapi juga

sebagai suatu tindakan (praksis) yang bersifat emansipatoris

(bandingkan dengan teori Kritis Mazhab Frankfurt).

4) Cultural studies berupaya mendekonstruksi (membongkar,

mendobrak) aturan-aturan dan pengotak-ngotakan ilmiah

konvensional, lalu berupaya mendamaikan pengetahuan yang objektif

dan subjektif (intuitif) serta yang universal dan lokal. Cultural studies

bukan hanya memberikan penghargaan pada identitas bersama (yang

plural), kepentingan bersama, tetapi mengakui saling keterkaitan antara

dimensi subjek(tivitas) dan objek(tivitas) dalam penelitian.

5) Cultural studies tidak merasa harus steril dari nilai-nilai (tidak bebas

nilai), tetapi melibatkan diri dengan nilai dan pertimbangan moral

masyarakat modern dan tindakan politik dan konstruksi sosial. Dengan

demikian, cultural studies bukan hanya bertujuan memahami realitas

masyarakat atau budaya, tetapi mengubah struktur dominasi, struktur

sosial budaya yang menindas, khususnya dalam masyarakat kapitalis

industrial.

Kajian budaya, yakni menurut Barker (2005: 6) sebagai suatu permainan

bahasa, yaitu menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara kebudayaan dan

Page 60: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

60

kajian budaya. Oleh karena itu, kajian budaya adalah sebuah formasi diskursif,

yakni sekumpulan informasi atau gagasan, citra, dan praktik yang menyediakan

tata cara untuk berbicara tentang bentuk-bentuk pengetahuan dan tingkah laku

yang diasosiasikan dengan suatu topik.

Kajian budaya terbentuk dari suatu cara berbicara yang teregulasi tentang

objek-objek yang dibuatnya agar tampak dan menyatu di sekitar konsep, gagasan,

dan persoalan-persoalan kunci. Kajian budaya juga memiliki momen untuk

menampakkan dirinya meskipun gejala atau momen itu hanya bersifat sepotong

atau keseluruhan sebagai gejala yang sedang berkembang. Kajian budaya sebagai

ilmu yang bersifat multidisiplin tampaknya memiliki beberapa konsep, definisi,

dan batasan keilmuan. Batasan yang dimaksud adalah sebagai berikut. (1) Kajian

budaya adalah bidang interdisipliner yang secara selektif mengambil berbagai

perspektif dari berbagai disiplin lain untuk meneliti hubungan-hubungan antara

kebudayaan dan politik. (2) Kajian budaya tertarik pada segala macam praktik

lembaga dan sistem klasifikasi yang memungkinkan ditanamkannya nilai-nilai,

keyakinan-keyakinan, kompetensi-kompetensi, rutinitas hidup, dan bentuk-bentuk

perilaku khas yang menjadi kebiasaan pada suatu populasi. (3) Kajian budaya

mengeksplorasi berbagai macam bentuk kekuasaan, termasuk gender, kelas, dan

kolonialisme. (4) Kajian budaya bermaksud mempelajari bagaimana bentuk-

bentuk kekuasaan itu saling berhubungan serta mengembangkan cara-cara untuk

memahami budaya dan kekuasaan yang digunakan oleh mereka yang menjadi

agen dalam upaya melakukan perubahan. (5) Wilayah institusional utama kajian

budaya adalah lembaga pendidikan tinggi dan dalam hal ini kajian budaya

Page 61: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

61

mempunyai kesamaan dengan bidang-bidang disiplin akademik lainnya. (6) kajian

budaya berusaha menjalin koneksi-koneksi di luar wilayah akademik serta

gerakan sosial politik dan para pekerja di lembaga-lembaga kebudayaan serta

manajemen kebudayaan.

Penyelenggaraan pendidikan bahasa Inggris di sekolah dasar sebagai

muatan lokal berbasis budaya dapat dikatakan sebagai implementasi cultural

studies di bidang pendidikan pada era Reformasi saat ini. Pada masa Orde Baru,

pendidikan merupakan bagian dari indoktrinasi politik untuk mendukung rezim

yang sedang berkuasa. Waktu itu hampir tidak ada ruang untuk mengungkapkan

identitas lokal dalam sistem pendidikan. Dalm hal ini yang ada hanyalah

kebudayaan nasional. Warna warni dianggap sebagai sesuatu yang sekunder.

Padahal, lokalisme dalam pendidikan multikulutural merupakan bagian yang

paling penting. Di situlah setiap orang dapat melihat dirinya serta bisa melihat

keragaman orang lain.

Pada prinsipnya, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang

menghargai perbedaan. Pendidikan multikultural senantiasa menciptakan struktur

dan proses yang di dalamnya setiap kebudayaan bisa melakukan ekspresi. Tentu

saja untuk merancang pendidikan multikultural secara praktis tidaklah mudah.

Namun paling tidak harus dicoba untuk dirancang suatu pendidikan yang sesuai

dengan prinsip-prinsip pendidikan multikulturalisme yang memberikan peluang

kebebasan bagi semua kebudayaan untuk berekspresi. Dalam pendidikan

multikultural, setiap peradaban dan kebudayaan yang ada berada dalam posisi

yang sejajar dan sama.

Page 62: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

62

Penyelenggaraan pendidikan bahasa Inggris di sekolah dasar diharapkan

dapat mempercepat terwujudnya pendidikan multikultural yang mesti dapat

terwujud di Indonesia. Materi atau bahan ajar yang dirancang oleh guru bahasa

Inggris adalah materi yang bertemakan unsur-unsur budaya lokal dan budaya

Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia

kepada orang asing. Jadi, penekanannya pada kemampuan membaca dalam bahasa

Inggris, bukan mengajarkan kebudayaan Inggris, tetapi justru menjual kebudayaan

sendiri agar dapat membuat orang luar menghormati kebudayaan yang dijual itu

di luar negeri. Guru bahasa Inggris untuk sekolah dasar hendaknya

mempergunakan buku-buku pelajaran yang ditulis oleh orang Indonesia sendiri.

Oleh karena siapa saja yang menulis bahasa Inggris dengan baik dan benar itu

sudah authentic sehingga bisa dipakai sebagai materi pembelajaran, terutama pada

pembelajar muda.

2.3 Landasan Teori

Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang tersaji dalam rumusan

masalah digunakan beberapa teori . Teori-teori tersebut digunakan secara eklektik

karena permasalahan kajian budaya senantiasa kompleks dan tidak monolitik

sehingga aspek teori dalam epistemologinya juga bersifat kompleks dan eklektik.

2.3.1 Teori Diskursus Kekuasaan/Pengetahuan (Foucault)

Teori Diskursus yang digunakan dalam penelitian ini mengetengahkan

relasi antara (ke)kuasa(an) dan pengetahuan (yang merupakan penyederhanaan

dari kata pouvoir dan savoir dalam bahasa Perancis dan power dan knowledge

Page 63: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

63

dalam bahasa Inggris) dari pemikiran Michel Foucault (1926-1984). Nama

Foucault perlu ditegaskan karena teori Diskursus Kekuasaan/Pengetahuan pada

dasarnya tidak semata-mata merupakan dominasinya.

Sebenarnya terdapat sejumlah teori Diskursus, yakni dari Althusser,

Pheceux, Hindess dan Hirst, sampai Foucault, sebagaimana yang dipaparkan

dalam buku Macdonell Theories of Discourses: An Introduction (1986). Bahkan

Francois Bacon pun, seperti yang diakui oleh Foucault dalam buku

Power/Knowledge (2002), menulis pernyataan bahwa pengetahuan adalah

kekuasaan. Dalam hal ini Storey (2003: 135) menunjukkan bagaimana diskursus

Barat tentang Timur (orientalisme) bisa dijadikan contoh suatu konstruk

pengetahuan tentang Timur yang diciptakan oleh Barat dan suatu bentuk

hubungan antara kekuasaan-pengetahuan yang mengartikulasikan kepentingan

kekuasaan Barat. Said yang mengutip pernyataan Foucault menyebutkan bahwa

kebenaran suatu diskursus tergantung pada apa yang dikatakan, terutama siapa

yang menyatakan, kapan dan di mana ia menyatakannya (Ringkasnya, kebenaran

suatu diskursus tergantung pada konteks).

Sebagai salah satu tokoh terpenting teori Kritis (Mazhab Frankfurt),

Habermas turut berjasa mengembangkan teori Diskursus saat ia mencoba

mengaitkan antara ilmu pengetahuan dengan kepentingan meskipun tidak

seanalitis dan seelaboratif Foucault. Selanjutnya Bleicher (2003:244-245)

menjelaskan perdebatan Habermas dengan Gadamer yang membuat Habermas

sendiri membangun sebuah prinsip yang dapat membantu membedakan konsensus

yang benar dan yang keliru. Prinsip ini dapat dibuat setelah menjelaskan makna

Page 64: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

64

diskursus. Sebuah diskursus berbeda dari interaksi karena di dalamnya norma-

norma dan opini-opini dipersoalkan, sementara dalam tindakan komunikatif

diterima begitu saja. Hanya secara diskursiflah validitas norma-norma yang

diterima secara naif dapat dipastikan melalui konsensus. Lebih lanjut dijelaskan

pula, sebagaimana dalam sebuah interaksi, dalam diskursus pun terdapat praduga

sejumlah elemen kontra-faktual. Dalam teori Konsensus Kebenaran, Habermas

sampai pada pandangan bahwa setiap kebenaran tidak menyediakan kriteria apa

pun untuk membedakan konsensus yang benar dan yang salah karena kebenaran

itu sendiri hanya dapat dicapai melalui konsensus dalam suatu diskursus.

Teori Diskursus Kekuasaan/Pengetahuan digolongkan ke dalam teori

poststrukturalisme. Poststrukturalisme adalah salah satu poin terpenting dalam

kajian budaya. Poststrukturalisme secara sederhana dapat dikatakan melawan

strukturalisme yang begitu lama menguasai panggung pengetahuan sebelum

munculnya teori-teori yang melawannya, seperti postrukturalisme.

Postrukturalisme sendiri, menurut Foucault (2002:13), yakni gerakan filsafat yang

merupakan reaksi terhadap strukturalisme yang membongkar setiap klaim akan

oposisi pasangan, hierarki, dan validitas kebenaran universal, tetapi sebaliknya

menjunjung tinggi permainan bebas tanda serta ketidakstabilan makna dan

kategorisasi intelektual.

Foucault sendiri adalah seorang postrukturalis, sosiolog, dan sejarawan

pengetahuan asal Perancis. Teori diskursusnya tersebar dan dapat ditemui pada

beberapa bukunya, di antaranya The Archaelogy of Knowledge (1972), Discipline

and Punish: The Birth of the Prison (1977), Seks dan Kekuasaan (1997a), dan

Page 65: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

65

Power/Knowledge (1980). Mengingat Foucault adalah jenis filsuf postrukturalis

yang relatif membingungkan, pandangannya tentang teorinya tersebut jauh lebih

banyak ditemukan dan lebih mudah dipahami pada buku-buku yang dituliskan

oleh orang lain, khususnya ahli-ahli mengenai pemikiran Foucault. Karya-karya

Foucault dapat ditelusuri dari kekagumannya terhadap pemikiran-pemikiran

Friedrich Nietszche. Bagi Nietszche, pengetahuan bukanlah sekumpulan informasi

teoretis tentang dunia, melainkan suatu instrumen yang didesain dan dibatasi oleh

kepuasan akan kebutuhan-kebutuhan manusia (Hollingdale dalam Snook,

2005:205).

Analisis genealogi Foucault, yang diadopsi dari Nietszche, membahas

hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan serta bagaimana hubungan ini

terjalin sehingga disebut formasi diskursif, yaitu sebuah kerangka kerja

konseptual yang memungkinkan diterimanya beberapa mode pemikiran dan

ditolaknya beberapa mode pemikiran lainnya. Apabila strukturalis memfokuskan

kajiannya, yakni bagaimana sistem bahasa (dan sistem lain yang analog dengan

bahasa) menentukan hakikat linguistik dan ekspresi budaya, postrukturalis seperti

halnya Foucault, lebih tertarik pada kenyataan bagaimana bahasa digunakan dan

bagaimana penggunaan bahasa diartikulasikan dalam suatu praktik budaya dan

praktik sosial. Penggunaan bahasa dan praktik bahasa secara umum lebih dilihat

sebagai hal yang bersifat dialogis dan rawan konflik ketika satu mode penggunaan

bahasa berhadapan dengan penggunaan bahasa yang lain ataupun teks dan praktik

budaya yang lain.

Page 66: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

66

Dalam hal ini, diskursus tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan. Diskursus

adalah sarana dengan mana suatu institusi yang memeroleh kekuasaannya melalui

proses definisi dan eksklusi. Maksudnya, diskursus atau formasi diskursif tertentu

memiliki otoritas untuk mendefinisikan apa yang mungkin (boleh dan tidak boleh)

untuk dikatakan orang untuk suatu topik. Suatu formasi diskursif terdiri atas

sekelompok aturan tidak tertulis yang berusaha mengatur dan membatasi apa yang

dapat (boleh dan tidak boleh) ditulis, dipikirkan, dan dilakukan pada suatu bidang

pembahasan tertentu (Storey, 2003:132-133).

Dalam penelitian ini, untuk memudahkan pemahaman dan tidak

menimbulkan kesalahpengertian, diskursus dibedakan dengan wacana. Dalam

linguistik, wacana secara umum adalah ujaran-ujaran verbal yang besarnya lebih

luas dari kalimat. Ungkapan bahasa Indonesia ”sekadar wacana”, misalnya, berarti

sekadar pernyataan (baik kata-kata lisan ataupun tulisan), yang tidak bisa

disamakan dengan diskursus karena diskursus mengandung praksis, sedangkan

wacana tidak. Dengan kata lain, diskursus mengandung wacana sehingga wacana

hanya sebagian kecil dari diskursus karena diskursus mencakup pernyataan,

praksis, dan berbagai hal lainnya. Sehubungan dengan pembedaan tersebut, yakni

mengacu pada pandangan James Paul Gee (dalam Hamad, 2004:34-35), discourse

(d kecil) berbeda dengan Discourse (D kapital).

”Yang pertama (discourse) menjadi perhatian para ahli bahasa (linguis

atau sosiolinguis) yang melihat bagaimana bahasa digunakan pada tempatnya (on

site) untuk memerankan kegiatan, pandangan, dan identitas. Maksudnya,

penggunaan bahasa dilakukan atas dasar-dasar linguistik, sedangkan yang kedua

Page 67: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

67

(Discourse) merangkaikan unsur linguistik tadi (discourse dengan d kecil)

bersama-sama unsur nonlinguistik (nonlanguage stuff) untuk memerankan

kegiatan, pandangan, dan identitas. Nonlanguage stuff tadi adalah cara beraksi,

interaksi, perasaan, kepercayaan, dan penilaian untuk mengenali atau mengakui

diri sendiri dan orang lain yang bermakna dan penuh arti dengan cara-cara

tertentu. Jadi, Discourse (D kapital) melihat pemakaian bahasa dalam sebuah

sistem sosial (sosiolinguistik).”

Dari pernyataan Gee tersebut, yang dimaksud discourse (d kecil) sama

dengan ”wacana” sedangkan Discourse (D kapital) sama dengan ”diskursus”

dalam penelitian ini. Akibatnya, wacana hanya terkait dengan gejala kebahasaan,

sedangkan diskursus menyangkut hubungan antara gejala bahasa dan persoalan-

persoalan di luar bahasa. Di samping lebih luas dari wacana, diskursus

(discourse) juga lebih luas dari teks (text) sehingga diskursus tidak harus bersifat

tekstual. Berkaitan dengan hal ini, dalam Key Concepts in Communication and

Cultural Studies, O‟Sullivan et al (1994: 94) memahami discourse sebagai

berikut.

“…though discourses may be traced in texts, and though texts may be the

means by which discoursive knowledges are circulated, established or

suppressed, discourses are not themselves textual ".

Catherine Belsey (dalam Piliang, 1998:243) mengatakan discourse sebagai

satu domain dari penggunaan bahasa, yakni satu cara tertentu dalam berbicara

(menulis dan berpikir). Foucault, yang membawa istilah discourse sebagai satu

kata kunci dalam filsafat postrukturalisme, melihat ketidakterpisahan antara

discourse dan pembentukan subjektivitas serta beroperasinya berbagai bentuk

Page 68: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

68

kekuasaan di dalamnya. Menurut Foucault, kekuasaan dan pengetahuan (dan cara

tertentu penggunaan bahasa) saling berjalin antara satu dengan yang lain dalam

discourse. Dalam hal ini penggunaan ruang sebagai satu fenomena bahasa dalam

satu discourse, sehingga tidak terlepas dari bentuk-bentuk kekuasaan yang

beroperasi di baliknya.

Apabila mengacu pada buku Foucault Madness and Civilization: A History

of Insanity in the Age of Reason (1976), diskursus memiliki isu utama yang dalam

beberapa hal berkenaan dengan posisi dan sudut pandang dari mana orang

berbicara serta pranata yang mendorong orang untuk berbicara dan yang

menyimpan serta mendistribusikan hal-hal yang dikatakan. Menurut MacDonell

(2005:xix-xx), sesungguhnya posisi ini dapat dipakai sebagai pijakan (standpoint)

yang diambil oleh diskursus tersebut melalui hubungannya dengan diskursus lain

sebagai oposisi. Setiap diskursus dengan sendirinya berkenaan dengan objek

tertentu dengan mengorbankan diskursus lain.

Dalam arti adanya keterlibatan subjektivitas, berbeda dengan diskursus,

teks merupakan penuturan verbal yang telah lepas dari posisi penuturnya (Alam,

1998:6; Alam, 1999:7-8). Begitu sebuah teks diluncurkan, ia tidak memiliki

keterhubungan apa pun dengan pembuatnya. Dengan demikian, pembuat teks

melepaskan teks begitu saja dari dirinya. Hal ini berarti, dalam pembicaraan

diskursus, antara penutur dan diskursus yang disampaikannya tetap terdapat ikatan

tertentu. Ketidaklepasan diskursus dari posisi penuturnya karena pembuatnya

memiliki kepentingan tertentu terhadap diskursusnya. Menurut Foucault (1980),

diskursus adalah suatu bentuk penuturan verbal yang berkaitan erat dengan

Page 69: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

69

kepentingan penutur sehingga dapat merupakan suatu akumulasi konsep ideologis

yang didukung oleh tradisi, kekuasaan, lembaga, dan berbagai macam modus

penyebaran pengetahuan.

Meskipun teks hanya bagian kecil dari diskursus, tetapi diskursus tidak

bisa lepas dari bahasa. Menurut Escobar (1999: 60), postrukturalisme berfokus

pada peran bahasa dalam mengonstruksi kenyataan sosial. Artinya, bahasa bukan

cermin, melainkan unsur konstitutif kenyataan. Itulah sebabnya, mengacu pada

pendapat Escobar tersebut, diskursus yang dipakai dalam penelitian ini diartikan

sebagai artikulasi pengetahuan dan kuasa, pernyataan dan ketampakan, yang

tampak dan yang terekspresikan. Oleh karena melalui proses diskursus, kenyataan

sosial mendapat wujudnya.

Diskursus biasanya terdiri atas elemen-elemen, seperti pernyataan, aturan,

subjek, proses, praktik, dan gagasan. Menurut Barker (2005: 106), diskursus

menyediakan cara-cara memperbincangkan suatu topik tertentu secara sama,

yakni dengan motif atau bongkahan-bongkahan ide, praktik-praktik, dan bentuk-

bentuk pengetahuan yang diulang-ulang pada beberapa wilayah aktivitas. Sebagai

contoh, apabila mengacu pada studi Foucault dalam The Birth of the Clinic

(1973), diskursus kegilaan mencakup pernyataan-pernyataan tentang kegilaan

yang memberi pengetahuan mengenainya, aturan-aturan yang menentukan apa

yang bisa diucapkan atau dapat dipikirkan tentang kegilaan, subjek-subjek yang

merupakan personifikasi kegilaan alias si ”orang gila”, proses bagaimana

diskursus tentang kegilaan memeroleh kewenangan atau status kebenaran pada

suatu kurun sejarah tertentu, praktik-praktik dalam institusi yang menangani

Page 70: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

70

kegilaan, dan gagasan bahwa diskursus yang berbeda tentang kegilaan akan

muncul pada kurun sejarah yang akan datang sehingga memunculkan pengetahuan

dan formasi diskursif baru.

Analisis terhadap diskursus bukan sekadar suatu teori linguistik, tetapi

teori sosial, yaitu suatu teori tentang produksi kenyataan sosial yang tidak

terpisahkan dari sesuatu yang lazim dipandang sebagai kenyataan sosial (Escobar,

1999: 59). Hal ini, seperti dikatakan oleh Foucault (2002:9), karena discourse

tidak lain adalah cara menghasilkan pengetahuan beserta praktik sosial yang

menyertainya, bentuk subjektivitas yang terbentuk darinya, relasi kekuasaan yang

ada di balik pengetahuan dan praktik sosial tersebut, serta saling keterkaitan di

antara semua aspek tersebut.

Dialog merupakan syarat utama diskursus dan semua percakapan dan

penulisan bersifat sosial. Dalam hal ini bersifat sosial karena pernyataan yang

dibuat serta kata dan makna kata yang digunakan tergantung pada tempat dan

kegunaan (di daerah mana dan untuk apa pernyataan tersebut dibuat). Diskursus

berbeda dengan pranata-pranata dan praktik-praktik sosial semacam itu dalam

menentukan situasi posisi mereka yang berbicara dan pada siapa pembicaraan itu

disampaikan. Diskursus tidaklah bersifat homogen (MacDonnell, 2005: xvii-

xviii).

Dalam The Archaeology of Knowledge (1977) dan sebuah tulisan berjudul

“The Order of Discourse” (1981), Foucault mendefinisikan diskursus secara lebih

rinci, yaitu berdasarkan kekuasaan. Bentuk-bentuk kekuasaan tersebut terwujud

Page 71: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

71

dalam bahasa-bahasa khusus dan resmi (Grenz, 1996: 211). Apabila dikaitkan

dengan hal seperti itu, Foucault (1977: 27-28) menyatakan sebagai berikut.

”Kekuasaan menciptakan pengetahuan… Kekuasaan dan pengetahuan

saling menghasilkan… Tidak ada kekuasaan tanpa hubungan dengan

bidang pengetahuan tertentu. Tidak ada pengetahuan yang tidak memuat

hubungan dengan kekuasaan. Hubungan ‟kekuasaan-pengetahuan‟ ini

harus diteliti… bukan berdasarkan seorang peneliti yang bebas atau tidak

dari kekuasaan. Sebaliknya, subjek yang mengetahui, objek yang

diketahui, dan bahan-bahan pengetahuan harus dipandang sebagai dampak

implikasi dari hubungan kekuasaan-pengetahuan dan perubahan-

perubahannya dalam sejarah. Singkatnya, bukanlah tindakan subjek yang

menghasilkan pengetahuan, tetapi kekuasaan-pengetahuan, proses dan

pergulatan yang mewarnainya serta menciptakannya, yang menentukan

bentuk dan bidang pengetahuan yang mungkin.”

Selanjutnya menurut Storey (2003:132), analisis genealogi berkaitan

dengan hubungan antara kekuasaan (power) dan pengetahuan (knowledge) dan

bagaimana hubungan tersebut beroperasi dalam hal yang disebutnya sebagai

formasi-formasi diskursif, yaitu kerangka-kerangka konseptual yang mengajukan

sejumlah cara (mode) berpikir dan menolak cara-cara berpikir lainnya. Lebih

lanjut Macdonell menandaskan, bahwa ada dua jenis proses melalui apa diskursus

dibentuk: diskursus muncul dan berfungsi sebagai alat perjuangan dan, pada saat

yang sama, serangkaian kontrol menguasai dan membatasi diskursus (2005: 114).

Dalam penelitian ini, jenis diskursus yang pertama dapat dihubungankan dengan

kontrahegemoni, sedangkan yang kedua dengan hegemoni.

Tidak seperti pemikir-pemikir lainnya, Foucault memaknai kuasa atau

kekuasaan secara agak unik. Di sini, kuasa tidak dimaknai dalam konteks

kepemilikan yang berkaitan dengan sumber-sumber kekuasaan tertentu karena ia

tidak dimiliki, tetapi dipraktikkan dalam suatu ruang lingkup yang ada banyak

posisi dan secara strategis berkaitan antara satu dengan yang lain. Kekuasaan

Page 72: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

72

menyebar dan merata dalam hubungan-hubungan kehidupan. Politik dalam

tangkapan Foucault adalah mikropolitik. Di dalamnya, strategi kekuasaan tidak

bekerja secara negatif dan represif, tetapi positif dan produktif.

Dalam Seks dan Kekuasaan, Foucault (1997a: 32) memaparkan bagaimana

kontrol seksualitas terjadi pada anak-anak seperti yang terjadi pada abad ke-18.

Dengan hal itu, perilaku seksual dikontrol bukan dengan represi fisik tetapi

mengategorikan antara yang baik dan yang tidak. Guru membuat anjuran dan

petunjuk yang membimbing agar diikuti oleh murid-muridnya. Dengan dukungan

kepustakaan yang berisi ajaran, nasihat, pengamatan, kasus, dan rencana sekolah

mengenai seksualitas, hasilnya adalah bahwa anak-anak murid tersebut

memeroleh diskursus seks yang masuk akal, terbatas, kanonis, dan benar. Dengan

kata lain, bagi Foucault (1997), khalayak ditundukkan bukan dengan cara kontrol

yang bersifat langsung dan fisik, tetapi dengan diskursus dan mekanisme berupa

prosedur, aturan, tata cara, dan sebagainya.

Teori Politik Kontemporer sebagian besar dipengaruhi oleh kerja Foucault

yang membuat konsep negara sebagai pembuat potongan kekuasaan dalam

bagian-bagian masyarakat. Dalam hal ini kekuasaan, sebagaimana

ditunjukkannya, bukan merupakan fenomena top-down, melainkan meresap dalam

masyarakat secara keseluruhan. Foucault berargumen bahwa kekuasaan negara

sama sekali tidak komplet, sedangkan penduduk dalam fungsi kehidupan sehari-

hari sesuai dengan struktur kekuasaan lokal dan peraturan-peraturan mikrososial,

yakni dalam berbagai instansi melawan peraturan dan batasan sikap yang dominan

dalam masyarakat tersebut. Hal ini menghadirkan konsep primer dalam

Page 73: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

73

pertanyaan politik yang digunakan dalam wilayah masyarakat sipil (Chandoke,

2001:25-26).

Strategi kuasa berlangsung di mana-mana. Seperti halnya setiap kebenaran

memiliki efek kuasa. Menurut Eriyanto (2001:67), setiap kekuasaan selalu

berpretensi menghasilkan rezim kebenaran tertentu yang disebarkan lewat

diskursus yang dibentuk oleh kekuasaan. Terkait dengan hal itu, ada pernyataan

Mills (1997: 18) yang menarik seperti berikut ini.

“Truth is the world; it is produced there by virtue of multiple constrain.

Each society has its regime of truth; its general politics of truth; that is the

types of discourse it harbours and causes to functions as true; the

mechanisms and instances which enable one to distinguish true from false

statements, the way in which each is sanctioned; the techniques and

procedures which are valorised for obtaining truth; the status of those who

are charged with saying what count as true.”

Menurut Foucault, diskursus adalah kerangka kerja yang ditentukan oleh

yang berkuasa yang ditetapkan melalui hubungan-hubungan kekuasaan yang

mendasarinya (Fakih, 1997:169). Setiap diskursus tentang kebudayaan tidak

terlepas dari kepentingan dan kekuasaan. Dalam suatu masyarakat dapat dijumpai

berbagai diskursus tentang kebudayaan masyarakat bersangkutan yang bisa saja

saling bertentangan, tetapi karena dukungan dari kekuasaan, maka diskursus

tertentu akan menjadi diskursus dominan (Alam, 1998). Namun diskursus-

diskursus lainnya akan terpinggirkan atau terpendam (Alam, 1999).

2.3.2 Teori Praktik Sosial (Bourdieu)

Teori Praktik Sosial (theory of Social Pratice) Pierre Bourdieu secara

umum mengedepankan penekanan ”keterlibatan subjek” dalam proses konstruksi

budaya. Teori ini relevan dengan bidang kajian budaya karena bagi penganut

Page 74: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

74

kajian budaya, (ke)budaya(an) adalah konstruksi budaya dan bukan warisan

(given) dari atas semata. Artinya, masyarakat dianggap aktif membuat

kebudayaan, dalam hal ini kebudayaan merupakan arena perjuangan (perebutan

kuasa) sehingga ia berubah secara terus-menerus, berproses, dan cair.

Teori Praktik Sosial (bisa juga disebut teori Praktik) menggugat

subjektivisme yang meletakkan subjek intelektual pada peran utama pembentukan

dunia tanpa memperhitungkan konteks ruang dan waktu yang

melatarbelakanginya dan objektivisme yang dianggap tidak memperhitungkan

peran dan posisi subjek intelektual dalam pembentukan struktur dan praktik sosial.

Bourdieu merumuskan praktik sosial sebagai hasil dinamika dialektik antara

internalisasi eksterior dengan eksternalisasi interior atau dinamika dialektik antara

internalisasi yang dialami dan diamati dari luar diri pelaku sosial dengan

pengungkapan dari segala sesuatu yang telah terinternalisasi dan menjadi bagian

dari diri pelaku sosial.

Apabila interior merupakan pelaku sosial dan semua yang melekat pada

dirinya yang dibentuk oleh habitus, eksterior adalah struktur objektif yang ada di

luar diri pelaku sosial, yaitu arena atau ranah atau medan (field). Praktik sosial

dengan sendirinya tidak otonom karena merupakan produk interaksi antara pelaku

sosial, produk interaksi dialektik antara habitus dan struktur (Harker, 2003: 33-

34).

Bourdieu menunjukkan bagaimana tindakan (praktik) merupakan produk

relasi antara habitus (yang merupakan produk sejarah) dan ranah (field), yang juga

merupakan produk sejarah. Habitus dan ranah juga merupakan produk dari medan

Page 75: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

75

daya-daya yang ada dalam masyarakat. Habitus adalah struktur subjektif yang

terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain

dalam jaringan struktur objektif yang ada dalam ruang sosial. Habitus

diindikasikan oleh skema-skema yang merupakan perwakilan konseptual benda-

benda dengan realitas hidup. Melalui skema-skema ini, individu memersepsi,

memahami, menghargai, dan mengevaluasi realitas sosial. Itulah sebabnya,

habitus bisa dikatakan sebagai ketidaksadaran kultural. Habitus adalah

kebiasaann-kebiasaan (Fshri, 2007:83), di samping merupakan hasil pembelajaran

secara halus, tidak disadari, dan tampil sebagai hal yang wajar sehingga seolah-

olah merupakan sesuatu yang alamiah, seakan-akan diberi oleh alam atau ”sudah

dari sananya” (Takwin, 1990:xviii-xix).

Dalam suatu ranah, terdapat suatu pertaruhan, kekuatan-kekuatan, dan

orang yang memiliki modal (capital) ataupun yang tidak memilikinya. Di sini,

modal merupakan sebuah konsentrasi kekuatan (Fashri, 2007:96). Ranah adalah

hubungan yang terstruktur sehingga tanpa disadari mengatur posisi-posisi individu

dan kelompok dalam tatanan masyarakat yang terbentuk secara spontan. Ranah

merupakan metafora yang digunakan oleh Bourdieu untuk menggambarkan

kondisi masyarakat yang terstruktur dan dinamis dengan daya-daya yang

dikandungnya.

Ide Bourdieu tentang modal berbeda pemahaman dengan tradisi Marxian

dan konsep ekonomi. Modal adalah sesuatu kekuatan yang beroperasi dalam

ranah. Setiap ranah menuntut individu untuk memiliki modal-modal khusus agar

dapat hidup secara baik dan bertahan di dalamnya (Takwin, 1990:xx). Modal

Page 76: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

76

mencakup kemampuan melakukan kontrol terhadap masa depan diri sendiri dan

orang lain. Menurut Bourdieu, modal dapat digolongkan menjadi empat, yaitu

modal ekonomi, modal budaya, modal sosial, dan modal simbolik. Modal

ekonomi mencakup alat-alat produksi (mesin, tanah, buruh), materi (pendapatan

dan benda-benda), dan uang yang dengan mudah dapat digunakan untuk segala

tujuan serta diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutmya. Modal budaya

adalah keseluruhan kualifikasi intelektual yang bisa diproduksi melalui

pendidikan formal ataupun warisan keluarga. Dalam hal ini, termasuk modal

budaya, yakni kemampuan menampilkan diri di depan publik, pemilikan benda-

benda budaya bernilai tinggi, pengetahuan serta keahlian tertentu dari hasil

pendidikan, dan juga sertifikat (gelar kesarjanaan). Modal sosial menunjuk pada

jaringan sosial yang dimiliki oleh pelaku (baik individu maupun kelompok) dalam

hubungan dengan pihak lain yang memiliki kuasa. Modal simbolik adalah segala

bentuk prestise, status, otoritas, dan legitimasi (Fashri, 2007:98-99).

Dari semua bentuk modal tersebut, modal ekonomi dan budaya memiliki

daya besar untuk menentukan jenjang hierarki dalam masyarakat maju. Prinsip

hierarki dan diferensiasi masyarakat tergantung pada jumlah modal yang

diakumulasi dan struktur modal itu sendiri. Mereka yang memiliki keempat modal

tersebut dalam jumlah yang besar akan memeroleh kekuasaan yang besar dan

menempati posisi hierarki tertinggi (kelas dominan). Demikian sebaliknya,

semakin kecil modal yang dimiliki, mereka memeroleh kekuasaan yang lebih

kecil dan berada pada posisi hierarki yang lebih rendah (kelas bawah). Jadi,

hubungan habitus, ranah, dan modal bertaut secara langsung dan bertujuan

Page 77: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

77

menerangkan praktik sosial (Fashri, 2007:100). Berdasarkan hal tersebut, maka

dapat dikatakan bahwa teorisasi Bourdieu ini dapat diformulasikan ke dalam:

(habitus x modal) + ranah = praktik.

2.3.3 Teori Psikologi (Piaget dan Vygotsky)

Penguasaan teori Psikologi yang baik oleh guru sangat membantu untuk

bisa memahami aspek-aspek psikologis siswa dalam belajar. Peran teori Psikologi

dalam pembelajaran bahasa ini lebih banyak dipelajari dalam bidang

psikolinguistik. Cameron (dalam Helena, 2004) telah banyak mengulas teori

Psikologi dari Piaget dan Vygotsky yang menjadi acuan dalam pendidikan bahasa

masa kini. Teori Psikologi dari dua ahli ini ternyata mempunyai relevansi dan

kontribusi yang sangat baik dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa

asing. Secara singkat relevansi dan kontribusi kedua teori Psikologi ini dalam

pembelajaran bahasa akan dibahas berikut ini.

1) Teori Psikologi Piaget

Piaget dalam teorinya memandang anak sebagai individu (pembelajar)

yang aktif. Perhatian utama Piaget tertuju kepada bagaimana anak-anak dapat

mengambil peran dalam lingkungannya dan bagaimana lingkungan sekitar

berpengaruh terhadap perkembangan mentalnya. Menurut Piaget (dalam Helena,

2004), anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya di lingkungan itu. Melalui kegiatan

yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah itulah pembelajaran terjadi. Piaget

tidak memberikan penekanan terhadap pentingnya bahasa dalam perkembangan

Page 78: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

78

kognitif anak. Menurut Piaget bukan perkembangan bahasa pertama yang paling

fundamental dalam perkembangan kognitif melainkan aktivitas atau action.

Dalam hal ini ada pendapat Piaget yang penting, yaitu membangun

pengetahuannya dengan “bergulat” dengan benda-benda atau gagasan-gagasan.

Jika kita mengambil gagasan Piaget bahwa anak beradaptasi dengan

lingkungannya, kita dapat melihat bagaimana lingkungan dapat menjadi setting

untuk perkembangan. Lingkungan menawarkan berbagai kesempatan kepada anak

untuk bertindak. Oleh karena itu, lingkungan kelas, misalnya, dapat menjadi ajang

kegiatan dan kreativitas yang menyebabkan pembelajaran terjadi. Berdasarkan

pendapat ini, pembelajaran bahasa pun dapat terjadi jika lingkungan kelas ataupun

sekitarnya dimanfaatkan sedemikian rupa agar menawarkan berbagai kesempatan

bagi keterlibatan dan kreativitas siswa. Teori Psikologi Jean Piaget menyebutkan

bahwa setiap individu sejak kecil telah memiliki kemampuan untuk

mengonstruksi pengetahuan. Selanjutnya, pengetahuan yang dikonstruksi oleh

anak tersebut merupakan subjek untuk dijadikan pengetahuan bermakna dalam

pertumbuhan dan perkembangannya.

Selanjutnya, Piaget berpendapat bahwa ada dua proses yang terjadi dalam

pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak, yaitu (1) proses asimilasi dalam

bentuk penyesuaian dan pencocokan informasi yang baru dengan sesuatu yang

telah diterima oleh anak sebelumnya, (2) proses akomodasi, yaitu anak menyusun

dan membangun kembali atau mengubah sesuatu yang diketahui oleh anak

sebelumnya. Oleh karena itu, pengetahuan dapat dibedakan menjadi tiga bagian,

yaitu (1) pengetahuan fisik merupakan pengetahuan benda-benda yang berada di

Page 79: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

79

luar dan dapat diamati dalam kenyataan oleh anak, (2) pengetahuan logika

hubungan antara subjek adan objek, dan (3) pengetahuan sosial, yaitu fakta yang

didasari perjanjian-perjanjian sosial.

Menurut teori Psikologi Piaget, suatu perkembangan disebut asimilasi jika

aktivitas terjadi tanpa menghasilkan perubahan terhadap anak, sedangkan

akomodasi terjadi jika anak menyesuaikan diri terhadap hal-hal yang ada di

lingkungannya. Misalnya, menurut contoh Cameron (2001), ketika anak sudah

bisa menggunakan sendok, kemudian diberi garpu dan ia menggunakan garpu

(alat makan baru) sebagaimana ia menggunakan sendok yang berfungsi sebagai

alat makan yang dikenal sebelumnya, berarti ia telah melakukan asimilasi.

Namun, ketika ia sadar bahwa dengan garpu ia memiliki kesempatan untuk makan

dengan cara menusukkan garpu ke makanan dan bukan cuma menyendoknya.

Dengan demikian, anak itu telah melakukan akomodasi.

Pada mulanya asimilasi dan akomodasi merupakan proses adaptasi

perilaku yang kemudian menjadi proses berpikir. Akomodasi merupakan konsep

penting yang kemudian dipertimbangkan dalam dunia pembelajaran bahasa yang

dikenal dengan sebutan restructuring. Istilah ini mengacu pada reorganisasi

representasi mental dalam sebuah bahasa (McLaughlin, 1992). Maksudnya, anak

telah memiliki pola-pola bahasa dalam pikirannya, tetapi ketika dihadapkan

kepada fakta bahasa (pola) baru dan fakta baru tersebut memiliki potensi untuk

berkomunikasi dengan cara berbeda, maka anak melakukan penyesuaian dengan

pola-pola baru.

Page 80: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

80

Menurut pandangan Piaget, pikiran anak berkembang perlahan-lahan

seiring dengan pertumbuhan pengetahuan dan keterampilan intelektualnya hingga

tahapan berpikir logis dan formal. Namun, pertumbuhan ditandai dengan

perubahan-perubahan mendasar tertentu yang menyebabkan anak mampu

melampaui serangkaian tahapan yang dimaksud. Pada setiap tahapan, anak

mampu memikirkan hal-hal tertentu tetapi tidak atau belum mampu memikirkan

hal-hal yang lain. Jadi, menurut Piaget, berpikir melibatkan hal-hal yang abstrak

dan menggunakan jalur logika atau belum mampu dilakukan anak sebelum ia

berusia sebelas tahun atau lebih.

Pengetahuan yang diperoleh dari tindakannya merupakan pengetahuan

yang dikembangkan sendiri, bukan sekadar menirukan atau memang sudah

dimiliki. Pengetahuan baru merupakan pengetahuan yang secara aktif disusun

oleh anak itu sendiri. Pada awalnya, hal ini terjadi berkaitan dengan benda-benda

konkret yang ada di sekitarnya, kemudian masuk dalam pikirannya dan diikuti

dengan melakukan suatu tindakan, selanjutnya tindakan itu dicerna dan dipahami.

Dengan cara itu apa yang ada di dalam “pikiran” terlihat sebagai sesuatu yang

diperoleh dari tindakannya (action), lalu “pikiran” berkembang dan tindakan serta

pengetahuan anak akan beradaptasi sehingga terjadilah sesuatu yang baru.

Menurut Piaget (1963: 8), terdapat empat fase perkembangan anak, yaitu

Sensorymotor, dari lahir sampai usia dua tahun; Preoperational stage, usia 2-8

tahun; concrete operational stage, usia 8-11 tahun; formal stage, usia 11-15 tahun

atau lebih. Fase masa perkembangan tersebut tidak selalu sama bagi setiap anak,

baik secara perorangan maupun kelompok. Fase-fase perkembangan dapat terjadi

Page 81: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

81

bersamaan waktunya, tetapi perkembangan untuk setiap tingkat dapat dicapai

dalam waktu yang bersamaan, apalagi untuk setiap jenis pengetahuan juga

berbeda.

Dengan memerhatikan keempat fase perkembangan tersebut, maka dapat

dilihat berada pada fase mana anak-anak sekolah dasar di Indonesia, yaitu anak-

anak usia 6-12 tahun. Tentunya mereka berada pada akhir periode preoperational

stage sampai dengan concrete operational stage, bahkan sampai awal dari formal

stage. Hal ini berarti anak-anak usia sekolah dasar perlu mendapat perhatian

sesuai dengan jenjang kelasnya. Dalam hal ini pikiran anak berkembang sedikit

demi sedikit sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan keterampilan

intelektual menuju ke tahapan cara berpikir yang lebih logis dan formal.

Piaget (1963) berpendapat bahwa cara berpikir anak berkembang melalui

keterlibatan langsung dengan benda dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Setiap

mencapai fase perkembangan baru, kemampuan bertambah, kemudian menjadi

satu dengan tingkat daya berpikir sebelumnya. Oleh karena dua dari empat masa

peralihan dan masa perkembangan biasanya terjadi pada waktu anak-anak di

sekolah dasar sehingga guru bahasa sebaiknya dapat bekerja sama dengan anak-

anak didiknya agar selalu dapat mengikuti ciri-ciri dan perubahan perkembangan

fase kognitif mereka.

Dalam kaitan ini, hingga usia dua tahun (sensorymotor intellegence stage),

perilaku anak-anak masih bersifat motorik. Anak belum benar-benar memahami

hal-hal yang terjadi dan belum berpikir secara konseptual. Dalam hal ini belajar

bahasa terjadi karena adanya interaksi. Selanjutnya dengan bertambahnya usia,

Page 82: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

82

maka terjadi perkembangan bahasa dan konsep dengan cepat. Namun, pada saat

ini “akunya” juga tinggi atau mereka masih bersifat egosentris. Anak juga mulai

menggunakan logika tetapi masih sering memfokuskan perhatian untuk satu hal

saja pada saat tertentu. Misalnya, mereka dapat membedakan warna dan ukuran,

tetapi masih sulit bagi mereka untuk membedakan warna dan ukuran sesuatu

secara bersamaan.

2) Teori Psikologi Vygotsky

Vygotsky adalah seorang ahli jiwa dari Rusia. Ia berpendpat bahawa anak

merupakan pelajar yang aktif. Ia mempunyai pandangan yang berbeda dengan

Piaget, terutama dalam proses belajar bahasa pada anak. Teori yang

dikembangkannya dikenal sebagai teori yang berfokus pada aspek sosial.

Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain, terutama dengan

orang dewasa, akan munculkan ide-ide baru sehingga meningkatkan

perkembangan intelektual pelajar.

Semakin bertambahnya usia, dalam hal ini apabila anak-anak berbicara

suaranya semakin kurang keras. Dalam tingkat perkembangan ini, mereka mulai

mampu membedakan antara social speech untuk orang lain dan private speech

untuk dirinya sendiri (Cameron, 2001). Anak-anak yang baru mulai belajar

berbicara pada umumnya mengucapkan satu kata. Sebenarnya, satu kata itu

membawa arti atau pesan yang utuh. Ketika seorang anak menyebut “mama”, ia

bermaksud mengatakan “saya mau ikut mama” atau “saya mau disuapi mama”.

Bila masanya tiba, keterampilan berbahasa anak akan berkembang dan

selanjutnya dalam berkomunikasi ia akan menggunakan bahasa dengan lebih dari

Page 83: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

83

satu kata. Sejalan dengan perkembangan biologis dan pikiran serta keterampilan

bahasa anak tersebut, mereka akan menggunakan beberapa kata atau kalimat

pendek ketika menggunakan pikirannya. Vygotsky (1962), keterampilan berbicara

seperti ini dibedakan antara berbicara yang diucapkan dan berbicara dalam hati

atau hanya ada dalam pikiran anak tersebut.

Bila teori Piaget digunakan, maka akan dipahami bahwa memang ada

perbedaan antara kedua teori tersebut. Piaget berpendapat bahwa anak sebagai

pembelajar aktif, sibuk dengan dunianya yang penuh dengan benda-benda di

sekitarnya. Dalam hal ini apabila seorang anak tidak dapat melakukan sesuatu,

berarti ia belum waktunya mencapai fase perkembangan untuk melakukan hal itu.

Sebaliknya, Vygotsky lebih memfokuskan pada hubungan sosial yang dapat

membantu anak untuk lebih cepat belajar menggunakan bahasa.

Salah satu contoh yang diberikan Vygotsky, yaitu ketika seorang anak

mengunakan sendok untuk mengambil makanannya. Anak itu mungkin dapat

mengambil makanannya dengan sendok, kemudian memasukkan ke mulutnya,

tetapi mungkin ia dapat benar-benar memenuhi sendoknya dengan makanan,

mungkin hanya ada di ujung sendoknya. Dalam hal ini, bantuan orang dewasa

sangat diperlukan, misalnya, dengan memegang tangan anak dan membimbing

bagaimana cara menyendok makanan agar sendok bisa terisi penuh. Dengan cara

ini, anak tersebut bersama-sama orang dewasa (mungkin ibu, kakak, atau

gurunya) memeroleh suatu pengetahuan yang semula tidak dapat dilakukan oleh

anak itu sendiri. Anak mendapat latihan bagaimana menyendok makanan dengan

cara yang benar (Cameron, 2001:6).

Page 84: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

84

Menurut Vygotsky, orang dewasa dapat membantu anak dengan berbagai

cara. Dalam hal ini sambil mengajari melakukan sesuatu, juga bisa menghemat

waktu anak yang sedang belajar, di samping untuk menghindari hal-hal yang

kurang menyenangkan. Bantuan orang dewasa sebenarnya untuk mendorong

memperlancar pencapaian daerah perkembangan anak yang dikenal sebagai zone

of proximal development (ZPD). Orangtua lebih tahu bantuan apa yang

seharusnya diberikan kepada anak untuk melakukan berbagai tindakan sebab

merekalah yang paling banyak berinteraksi setiap hari. Oleh karena itu, guru

bahasa Inggris yang terampil dan kreatif seharusnya dapat membantu siswanya

dengan berbagai cara di kelasnya walaupun dengan jumlah siswa yang banyak dan

dengan ZPD yang berbeda.

Pokok pikiran dan konsep Vygotsky terhadap aspek sosial dalam proses

belajar ini merupakan konsep ZPD. Dalam kaitan ini pembelajar memiliki dua

fase perkembangan, yaitu fase perkembangan potensial (potential development)

dan fase perkembangan sebenarnya (fase ketika kemampuan berpikir dan belajar

sesuatu berhasil atas upaya sendiri). Namun, dalam kenyataannya setiap anak

dapat mencapai tingkat perkembangan kemampuan tersebut dengan bantuan orang

lain.

Dalam hal ini, Vygotsky mengunakan istilah ZPD untuk memberi makna

terhadap tingkat kecerdasan atau inteligensi tersebut. Menurutnya, intelegensi

sebaiknya diukur dengan sesuatu yang dapat dilakukan seorang anak dan dengan

bantuan yang tepat. Dalam hal belajar untuk melakukan sesuatu dan belajar untuk

Page 85: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

85

berpikir dapat digalakkan dengan cara berinteraksi dengan orang yang lebih

dewasa, seperti: orangtua, orang sekitar, guru, dan lainnya.

Sebenarnya ada tiga hal pokok yang ditekankan oleh Vygotsky (dalam

Arends, 1998). Ketiga hal ini adalah sebagai berikut. (1) Kemampuan berpikir

(intelektual) berkembang ketika orang dihadapkan dengan pengalaman baru, ide-

ide baru, dan permasalahan, yang kemudian dihubungkan dengan apa yang telah

diketahui sebelumnya (prior knowledge). (2) Interaksi dengan orang lain akan

memacu perkembangan intelektual atau cara berpikir anak untuk menemukan

sesuatu yang baru. (3) Peran utama seorang guru adalah sebagai pembantu yang

baik untuk memberikan pertolongan kepada anak yang sedang dalam proses

belajar.

Sumbangan pendapat dari ahli ilmu jiwa perkembangan kognitif ini

penting sekali untuk dipertimbangkan dalam mempersiapkan program EYL,

terutama dalam hal bagaimana daya berpikir dan bekerja pembelajar dan

bagaimana pembelajar memeroleh dan memproses informasi yang baru diperoleh.

Pandangan Vygotsky dan ahli lainnya penting untuk dipahami oleh guru agar ia

dapat memaksimalkan penggunaan berbagai strategi belajar. Pandangan-

pandangan mereka menekankan peran penting prior knowledge dalam proses

belajar. Selain untuk membantu guru memahami apa yang disebut pengetahuan

dan jenis-jenisnya, juga dapat membantu menjelaskan bagaimana orang

memperoleh pengetahuan dan memprosesnya dalam sistem daya intelektual

manusia.

Page 86: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

86

Pada waktu mempelajari sesuatu yang baru, terjadilah proses

menghubungkan antara sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya dengan hal baru

melalui berbagai pengalaman belajar. Dengan kata lain, seolah-olah ada sesuatu

“jembatan pengalaman”, dalam hal ini pembelajar mulai dengan sesuatu yang

sudah dikenal atau dimiliki (prior knowledge), kemudian ia melewati jembatan

tersebut dengan berbagai pengalaman belajar, setapak demi setapak, akhirnya

sampai pada ”belajar sesuatu yang baru” (new knowledge). Teori Psikologi dalam

penelitian ini dapat membantu guru untuk bisa memahami aspek-aspek psikologis

siswa dalam belajar. Peran teori Psikologi dalam pembelajaran bahasa lebih

banyak dipelajari dalam bidang psikolinguistik. Cameron (dalam Helena,

2004:11) telah banyak mengulas teori Psikologi dari ahli terkemuka, yaitu Piaget

dan Vygotsky yang menjadi acuan dalam pendidikan bahasa masa kini. Teori

Psikologi dari kedua ahli ini ternyata mempunyai relevansi dan kontribusi yang

sangat baik dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing.

Selanjutnya, Vygotsky (1978:3) memberikan pandangan bahwa dalam

proses belajar-mengajar, faktor sosial sangat penting dalam perkembangan anak.

Vygotsky memandang pentingnya bahasa dan orang lain dalam dunia anak-anak.

Meskipun Vygotsky dikenal sebagai tokoh yang memfokuskan pandangan pada

perkembangan sosial yang disebut sebagai sosiokultural, tetapi tidak mengabaikan

individu atau perkembangan kognitif individu. Perkembangan bahasa pertama

anak tahun kedua di dalam hidupnya dipercaya sebagai pendorong terjadinya

pergeseran dalam perkembangan kognitifnya. Bahasa memberi anak sebuah alat

baru sehingga memberi kesempatan baru kepada anak untuk melakukan berbagai

Page 87: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

87

hal untuk menata informasi dengan menggunakan simbol-simbol. Anak-anak

sering terlihat berbicara sendiri dan mengatur dirinya sendiri ketika ia berbuat

sesuatu atau bermain. Hal ini disebut sebagai private speech. Ketika anak menjadi

semakin besar, bicaranya semakin lirih dan mulai membedakan mana kegiatan

bicara yang ditujukan kepada orang lain dan mana yang ditujukan kepada dirinya

sendiri.

Perkembangan dan proses belajar bahasa terjadi dalam suatu konteks

sosial, yaitu dalam komunitas yang penuh dengan orang berinteraksi dengan anak

tersebut. Orang-orang yang ada di sekitar anak-anak penting perannya dalam

membantu mereka untuk belajar menggunakan bahasa. Anak merupakan

pembelajar aktif yang hidup di antara orang lain sejak masih bayi. Dalam hal ini

melalui interaksi sosial, orang dewasa bertindak sebagai perantara dengan dunia

sekitar anak. Dengan bantuan orang dewasa, anak-anak dapat melakukan dan

memahami lebih banyak daripada mereka belajar sendiri.

Kemampuan belajar lewat instruksi dan perantara adalah ciri inteligensi

manusia. Dengan pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan dan

memahami lebih banyak hal dibandingkan apabila anak hanya belajar sendiri.

Konsep ZPD memberi makna baru terhadap “kecerdasan”. Kecerdasan tidak

diukur dari apa yang dapat dilakukan anak dengan bantuan yang semestinya.

Belajar melakukan sesuatu dan belajar berpikir terbantu apabila berinteraksi

dengan orang dewasa.

Menurut Vygotsky, pertama-tama anak melakukan segala sesuatu dalam

konteks sosial dengan orang lain, dalam hal ini bahasa membantu proses ini dalam

Page 88: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

88

banyak hal. Lambat laun anak semakin menjauhkan diri dari ketergantungannya

terhadap orang dewasa, kemudian menuju kemandirian dalam hal bertindak dan

berpikir. Pergeseran dari berpikir dan berbicara nyaring sambil melakukan sesuatu

ke tahapan berpikir dalam hati tanpa suara disebut internalisasi.

Seperti telah disinggung di depan bahwa menurut teori Vygotsky, anak-

anak dibesarkan di dalam suatu setting kelompok sosial. Vygotsky memandang

pentingnya kultur dan pentingnya konteks sosial bagi perkembangan kognitif.

Menurut Vygotsky atau dengan cara pandang konstruktivisme ini, anak-anak atau

siswa dengan pertolongan orang dewasa dapat menguasai konsep-konsep atau

gagasan-gagasan yang mereka tidak bisa pahami sendiri. Dalam kaitan ini, Annie

(2002) menyatakan bahwa dalam visi konstruktivisme terdapat empat pandangan

utama yang diyakini oleh para pendukungnya, yaitu ZPD, dalam hal ini

merupakan suatu gagasan yang memandang bahwa potensi perkembangan

kognitif seseorang terbatas pada suatu waktu tertentu saja. Dalam hal ini ZPD bisa

dikembangkan secara terus-menerus dan memerlukan interaksi sosial. Di samping

itu, ZPD menurut Vygotsky adalah jarak antara tingkat perkembangan dengan

tingkat potensi perkembangan yang dimiliki seseorang. Berdasarkan konsep ini,

seorang guru bisa menawarkan suatu tujuan yang mungkin sulit dicapai oleh para

siswa atau anak-anak, kemudian mereka berusaha untuk mencapainya sendiri atau

dengan bantuan anak-anak lain yang lebih dewasa. Vigotsky memandang bermain

sebagai faktor atau sarana yang sangat penting dalam belajar.

Teori Psikologi mempunyai peranan yang sangat penting dalam membantu

guru mendesain proses pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing.

Page 89: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

89

Pemahaman guru terhadap berbagai teori Psikologi sangat diperlukan dalam

rangka mendesain proses pembelajaran sehingga mereka mampu menciptakan

proses pembelajaran yang bermakna (menarik, menyenangkan, dan menimbulkan

motivasi) bagi siswa. Ketika hal ini bisa diwujudkan, maka tujuan pembelajaran

yang sudah ditentukan sebelumnya akan lebih mudah untuk diwujudkan.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam pendekatan

konstruktivistik terdapat beberapa pokok pikiran yang menjadikannya berbeda

dengan pendekatan pedagogik lainnya. Pendekatan konstruktivistik ini dapat

dijabarkan dalam beberapa hal, yaitu memandang kultur sebagai sumber

pengajaran; memandang pihak lain sebagai stakeholders dalam pengembangan

pengetahuan; memandang siswa sebagai seseorang yang mempunyai potensi yang

mesti dikembangkan; dan menempatkan ZPD, seperti dalam teori Vygotsky, yakni

sebagai komponen vital dalam proses belajar. Oleh karena dengan

mengembangluaskan ZPD, siswa pada tingkat pendidikan apa pun akan bisa

mengembangkan dirinya secara terus-menerus melalui lingkungannya.

Teori Psikologi yang diuraikan di atas berimplikasi atau berdampak

langsung terhadap apa yang selayaknya dilakukan oleh guru dalam mengajar

bahasa Inggris sebagai bahasa asing di kelas. Dari teori Piaget ini, maka dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran memang terjadi secara bertahap, tetapi hal ini

bukan berarti bahwa pembelajaran yang holistik tidak dapat terjadi jika tahapan-

tahapan pembelajaran tersebut tidak dilalui secara sistematis. Dengan kata lain,

dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar guru bisa saja menyusun materi

Page 90: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

90

dari yang paling mudah hingga yang paling sulit menurut versi atau pandangan

guru.

Teori Vygotsky tentang Zone of Proximal Development menekankan

bahwa peran guru sangat dibutuhkan dalam rangka terjadinya pembelajaran yang

optimal. Selanjutnya dikatakan bahwa anak atau siswa memiliki kapasitas atau

potensi untuk belajar sendiri (seperti teori Piaget), tetapi belajar yang optimal

terjadi karena anak mendapat pertolongan dari orang dewasa yang ada di

sekitarnya. Dalam hal ini pembelajaran terjadi karena adanya interaksi dengan

lingkungan sosialnya.

Teori Psikologi Piaget dan Vygotsky ini menunjukkan bahwa betapa

pentingnya guru merencanakan kegiatan belajar mengajar secara saksama.

Rencana tersebut secara eksplisit perlu mencantumkan kegiatan apa yang akan

dilakukan atau pengalaman pembelajaran apa yang akan diberikan dan untuk

tujuan apa. Rencana pengajaran tersebut diharapkan secara serius

mempertimbangkan jenis-jenis interaksi di dalam kelas yang menjadikan kelas

sebagai ZPD.

2.4 Model Penelitian

Secara umum, kebijakan Pemerintah Kota Denpasar dalam bidang

pendidikan dibuat berdasarkan pertimbangan dua hal, yaitu kebijakan nasional

dan keadaan politik, ekonomi, sosial budaya, serta lingkungan setempat. Proses

strukturasinya melahirkan kebijakan pembelajaran bahasa Inggris pada sekolah-

sekolah dasar di wilayah Kota Denpasar.

Page 91: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

91

Model penelitian digambarkan sebagai berikut (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Model Penelitian

Catatan:

menunjukkan kerja sama

menunjukkan pengaruh

Kebijakan

pendidikan

nasional

Kebijakan

pendidikan

di Kota

Denpasar

Kondisi

sekolah dasar

Kota Denpasar

Politik, sosial,

dan budaya

Politik, ekonomi

dan lingkungan

Implementasi Kebijakan

pembelajaran bahasa Inggris pada sekolah

dasar di Kota Denpasar

Faktor-faktor yang

memengaruhi

implementasi

kebijakan

pembelajaran bahasa

inggris sekolah

dasar di Kota

Denpasar

Implementasi

kebijakan

pembelajaran bahasa

Inggris sekolah

dasar di

Kota Denpasar

Makna

Implementasi

kebijakan

pembelajaran

bahasa Inggris

sekolah dasar

di Kota Denpasar

Implementasi kebijakan

pembelajaran

bahasa Inggris yang efektif

menuju pendidikan bermutu

Relevansi bahasa

Inggris sebagai

muatan lokal

Page 92: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

92

Kebijakan nasional, yaitu sistem pendidikan nasional merupakan

penjabaran operasional bunyi Pasal 31, Undang-undang Dasar 1945, yakni

pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional berdasarkan visi

dan misinya. Penyelenggaraan pendidikan nasional sesuai amanat tersebut,

sehingga dipengaruhi oleh berbagai aspek, yaitu sebagai berikut. (1) aspek politik

dan hukum, yakni pendidikan nasional dengan berbagai perubahannya tidak dapat

dipisahkan dengan sistem politik dan hukum. Hal ini tampak dalam setiap

perubahan undang-undang pendidikan bahwa kepentingan politik sangat

mendominasi; (2) aspek lingkungan alam, sosial dan budaya merupakan faktor-

faktor yang menjadi suatu pertimbangan atau menjadi perhatian guru dalam

pelaksanaan pendidikan, khususnya dalam penyelenggaraan pendidikan bahasa

Inggris sebagai bahasa asing.

Lingkungan alam mencakup ekosistem, seperti: danau, tambak, sungai,

hutan, tanah kebun, lapangan rumput, sawah, keindahan alam, dan sebagainya.

Lingkungan sosial adalah lingkungan yang mencakup hubungan timbal balik

(interaksi) antara manusia satu dengan yang lainnya sesuai dengan peraturan-

peraturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Contoh-contoh lingkungan sosial,

seperti interaksi antara manusia yang terdapat dalam lingkungan sekolah,

lingkungan kelurahan desa, banjar, rukun tetangga, dan lembaga-lembaga formal

serta informal lainnya. Lingkungan budaya adalah lingkungan yang mencakup

segenap unsur budaya yang dimiliki masyarakat di suatu daerah tertentu. Hal yang

termasuk di dalamnya, seperti: kepercayaan, kebiasaan, adat istiadat, aturan-

aturan yang umumnya tidak tertulis (misalnya tata krama, cara pergaulan, etiket

Page 93: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

93

dengan orangtua, muda-mudi, dan tetangga), nilai-nilai, serta penampilan

perlambang-perlambang yang menyatakan perasaan, yakni yang terdapat dalam

upacara adat/tradisional, bahasa daerah, dan kesenian daerah.

Pendidikan bahasa Inggris merupakan bagian dari pendidikan umum,

yakni dalam operasionalnya juga dipengaruhi oleh hukum, politik, ekonomi,

lingkungan alam, sosial, dan budaya setempat. Kondisi tersebut secara tidak

langsung dapat memengaruhi proses penyelenggaraan pendidikan bahasa Inggris

di sekolah. Struktur sosial masyarakat dan perilaku budaya sangat berpengaruh

terhadap pendidikan bahasa Inggris di sekolah. Apalagi bahasa Inggris merupakan

bahasa asing yang tentunya mempunyai latar belakang budaya berbeda dari

bahasa siswa yang sudah melekat dengan budayanya masing-masing serta budaya

Indonesia pada umumnya.

Perpaduan antara lingkungan alam, sosial, dan budaya pada hakikatnya

membentuk suatu kehidupan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang disebut dengan

pola kehidupan. Jadi pola kehidupan masyarakat mencakup interaksi antaranggota

masyarakat tersebut yang meliputi interaksi antar individu, antara individu dengan

kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok lainnya baik secara formal

maupun informal. Dalam kenyataannya, pola kehidupan suatu masyarakat dapat

berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Hal ini disebabkan oleh kondisi

lingkungan alamnya dan sejarah perkembangan kebudayaannya. Kebudayaan

suatu masyarakat mencakup gagasan, keyakinan, pengetahuan, aturan dan nilai,

serta perlambang (simbol-simbol) yang digunakan untuk menanggapi

lingkungannya. Dengan demikian, pengembangan bahan pelajaran bermuatan

Page 94: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

94

lokal yang mengacu pada pola kehidupan masyarakat baik secara langsung

maupun tidak langsung dalam mengembangkan wawasan lingkungan alam,

lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Di samping itu, dengan memahami arti

dan hakikat kurikulum muatan lokal, maka kurikulum muatan lokal ini

ditingkatkan dan dikembangkan untuk semua pihak. Dengan demikian, siswa

tidak hanya mengetahui dunia global, tetapi budaya lokal perlu dipahami dan

dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kurikulum dalam pembelajaran bahasa Inggris memiliki posisi sangat

strategis dalam pembentukan akhlak dan moral peserta didik. Hal itu disebabkan

oleh berbagai faktor, di antaranya apabila bahwa proses pembelajaran tidak

didukung oleh kurikulum yang memadai, maka penyelenggaraan pendidikan

bahasa Inggris tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Masyarakat menghendaki

adanya keseimbangan antara materi yang dipelajari di sekolah dengan kenyataan

yang terjadi di masyarakat. Itulah sebabnya Pemerintah Kota Denpasar

memberlakukan kebijakan pendidikan yang menstrukturasi antara kebijakan

nasional dan keadaan politik, ekonomi, sosial budaya, serta lingkungan di

wilayahnya dengan membuat kebijakan pembelajaran bahasa Inggris sekolah

dasar yang diterapkan di sekolah-sekolah dasar se-Kota Denpasar.

Fokus kebijakan pembelajaran bahasa Inggris sekolah dasar di Kota

Denpasar kemudian dirumuskan ke dalam pertanyaan-pertanyaan permasalahan

sebagai berikut. (1) Bagaimanakah implementasi kebijakan pembelajaran bahasa

Inggris pada sekolah dasar di Kota Denpasar? (2) Faktor-faktor apa sajakah yang

memengaruhi implementasi kebijakan pembelajaran bahasa Inggris sekolah dasar

Page 95: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

95

di Kota Denpasar? (3) Bagaimanakah makna implementasi kebijakan

pembelajaran bahasa Inggris sekolah dasar di Kota Denpasar?

Page 96: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

96

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah kajian budaya (cultural studies), yang

berarti bahwa ia dengan sendirinya bersifat kualitatif. Ciri kualitatif dapat

dikatakan sudah melekat dalam setiap penelitian kajian budaya. Hal ini,

dinyatakan secara tegas oleh Stokes (2006: xii) dalam bukunya How to Do Media

and Cultural Studies. Dalam pandangan Stokes (2006: xi), penelitian kualitatif

merupakan nama yang diberikan kepada paradigma penelitian, terutama yang

berkepentingan dengan makna dan penafsiran.

Dalam hal ini kajian budaya tidak mengikuti metode konvensional yang

monolitik, sehingga dianggap antidisiplin. Menurut Sardar dan Van Loon (2001:

8), kajian budaya adalah bidang penyelidikan yang sering digambarkan sebagai

antidisiplin karena tidak mengikuti aturan keilmiahan konvensional. Kajian

budaya dengan leluasa dan bebas bergerak dari satu teori ke teori lainnya, dari

satu metode ke metode lainnya serta mengambil apa saja yang dibutuhkan dari

bidang-bidang ilmu lain, kemudian disesuaikan dengan tujuannya.

Selanjutnya, dalam penelitian ini perlu ditunjukkan subjek dan objek

penelitian. Subjek penelitian tentang kebijakan pembelajaran bahasa Inggris

sekolah dasar di Kota Denpasar ini adalah pejabat pemerintah yang membuat

kebijakan tersebut, di samping murid, guru, kepala sekolah, dan pengamat

pendidikan. Sementara objeknya adalah kebijakan pemerintah dalam

96

Page 97: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

97

pembelajaran bahasa Inggris sekolah dasar di Kota Denpasar serta penerapan

pembelajaran tersebut di lapangan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar. Kota Denpasar saat ini terdiri

atas empat kecamatan, yaitu Kecamatan Denpasar Utara, Kecamatan Denpasar

Timur, Kecamatan Denpasar Selatan, dan Kecamatan Denpasar Barat. Wilayah

Kota Denpasar berada relatif dekat dengan Kabupaten Badung yang memiliki

beberapa kawasan wisata terkenal di pasar mancanegara, seperti Kuta, Jimbaran,

dan Nusa Dua. Pembelajar sekolah dasar di Kota Denpasar berasal dari berbagai

etnis, agama, adat-istiadat, tradisi, dan budaya serta latar belakang ekonomi yang

berbeda-beda yang merupakan wujud pendidikan yang multikultural.

Penelitian ini dilakukan di sekolah-sekolah dasar negeri dan swasta yang

tersebar di seluruh kecamatan di Kota Denpasar yang memberikan pengajaran

bahasa Inggris dari kelas empat sampai kelas enam. Jumlah sekolah dasar yang

ada pada semua kecamatan tersebut, baik negeri maupun swasta, yakni 218 buah

seperti terlihat pada Tabel 4.3. Sekolah yang dipilih sebagai tempat pelaksanaan

penelitian ini adalah satu sekolah negeri dan satu sekolah swasta dari masing-

masing kecamatan. Jumlah seluruh sekolah yang dipilih sebagai tempat penelitian

ini adalah delapan sekolah.

Page 98: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

98

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data penelitian ini terdiri atas data kualitatif yang didukung oleh data

kuantitatif. Data kualitatif tidak bisa dihitung seperti data kuantitatif yang

mencakup jumlah dan penghitungan lainnya, seperti jumlah sekolah atau murid.

Data kualitatif bisa berbentuk narasi, uraian, dan butir-butir yang berkaitan

dengan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. Sementara itu, sumber data

penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara serta

observasi dan data sekunder diperoleh dari hasil dokumentasi.

Pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar merupakan bagian dari

kebijakan sekolah yang bersangkutan dan telah diakui pelaksanaannya oleh

pemerintah. Oleh karena itu, data yang diperoleh merupakan data primer yang

berasal dari pemerintah Kota Denpasar dalam hubungan dengan proses pembuatan

kebijakan pengajaran bahasa Inggris sekolah dasar dan yang bersumber dari

pelaksanaan pembelajarannya di sekolah-sekolah dasar yang ada. Data yang

terakhir diambil secara langsung dari siswa dan guru bahasa Inggris, kepala

sekolah, serta orangtua murid yang memiliki kaitan dengan pembelajaran bahasa

Inggris. Berbeda dengan data primer, data sekunder adalah data yang diperoleh

dari kepustakaan, literatur, hasil penelitian, dan jurnal yang terkait serta sumber-

sumber tercetak lainnya.

3.4 Instrumen Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif sehingga peneliti menjadi

instrumen penelitian utama yang langsung mengambil data, baik di kantor

pemerintah terkait maupun di sekolah yang menjadi subjek penelitian. Alat yang

Page 99: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

99

dipakai dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara (interview guide) yang

dilengkapi dengan alat perekam serta alat pencatat lainnya yang diperlukan

selama wawancara dan observasi berlangsung.

3.5 Teknik Penentuan Informan

Informan ditentukan berdasarkan teknik purposif (bertujuan). Teknik ini

dipilih karena penentuan informan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan

peneliti, yakni dalam rangka pencarian informasi secara valid, efektif, dan efisien

tentang pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris sekolah dasar di Kota Denpasar.

Informan diambil dari siswa, guru, kepala sekolah, orangtua siswa, pejabat

Disdikpora serta dari pengamat pendidikan. Jumlah informan siswa sebanyak

delapan orang, guru enam orang, kepala sekolah delapan orang, orangtua siswa

empat orang, pejabat Disdikpora tiga orang dan satu orang dari pengamat

pendidikan.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga cara. (1)

Observasi, yakni pengamatan secara langsung tentang pelaksanaan pembelajaran

bahasa Inggris di sekolah dasar Kota Denpasar. (2) Wawancara yang mendalam

dengan informan yang sudah ditentukan untuk mendapatkan informasi yang

lengkap tentang pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris di lapangan. (3)

dokumentasi yang bertujuan mendapatkan data sekunder.

Page 100: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

100

3.6.1 Observasi

Observasi dalam penelitian ini dilakukan agar mendapatkan gambaran

yang jelas tentang pembuatan kebijakan pengajaran bahasa Inggris sekolah dasar

dan penyelenggaraannya di sekolah-sekolah dasar. Dalam hal ini peneliti tidak

sekadar menggunakan pancaindera terhadap apa yang diamati, tetapi sebagai

pengumpul informasi sebanyak-banyaknya terhadap berbagai hal dalam

penelitian. Hal-hal yang diobservasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Pelaksanaan kebijakan pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. (2)

Kegiatan peserta didik dan guru bahasa Inggris dalam kegiatan belajar mengajar.

(3) Sarana dan prasarana pendukung kegiatan pengajaran bahasa Inggris serta

lingkungan sekolah yang ada. (4) Tanggapan orangtua siswa dan pengamat

pendidikan terhadap pelaksanaan pengajaran bahasa Inggris sekolah dasar.

3.6.2 Wawancara

Selain melakukan observasi, data primer juga diperoleh melalui hasil

wawancara dengan para informan. Para informan terdiri atas pembuat kebijakan

(pihak Pemerintah Kota Denpasar), pihak sekolah (baik guru maupun siswa), dan

orangtua siswa. Seperti halnya dalam kegiatan observasi, dalam wawancara, data

yang dicari terkait dengan (1) aspek pembuatan kebijakan proses pengajaran

bahasa Inggris sekolah dasar dalam birokrasi pemerintahan, (2) kegiatan

pengajaran bahasa Inggris sekolah dasar, dan (3) berbagai hal yang menyangkut

sarana dan prasarana pendukung kegiatan pengajaran bahasa Inggris serta

lingkungan sekolah.

Page 101: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

101

3.6.3 Dokumentasi

Selain melakukan wawancara dalam pengumpulan data, peneliti juga

menggunakan dokumentasi terhadap semua hal yang berkaitan dengan kebijakan

penyelenggaraan pendidikan bahasa Inggris sekolah dasar, seperti teks kebijakan

pemerintah itu sendiri, arsip kegiatan belajar-mengajar di kelas, rencana

pelaksanaan pembelajaran, kurikulum pendidikan, dan kalender pendidikan.

Selanjutnya data kepustakaan lainnya berasal dari (1) literatur yang ada

hubungannya dengan penyelenggaraan pendidikan bahasa Inggris sekolah dasar,

(2) hasil-hasil penelitian tentang pengajaran bahasa Inggris yang memiliki

relevansi dengan penyelenggaraan pendidikan bahasa Inggris sekolah dasar, dan

(3) terbitan ilmiah yang terkait, terutama jurnal.

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan salah satu tahapan yang sangat penting dalam

penelitian ini. Dalam kaitan ini, analisis data dilakukan secara deskriptif-kualitatif.

Pada tahapan ini, semua data dikelompokkan dan dianalisis hingga menghasilkan

hasil penelitian yang sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah

dirumuskan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data adalah sebagai

berikut. (1) Deskripsi data, yakni memaparkan data asli yang diperoleh melalui

kegiatan observasi dan wawancara pada sekolah dasar yang menjadi tempat

penelitian ini. (2) Reduksi data yakni kegiatan penelitian yang bersifat

menggambarkan data yang sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian

tentang implementasi pembelajaran bahasa Inggris sekolah dasar. (3) Interpretasi

Page 102: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era kemajuan ilmu

102

data, yaitu pengolahan data dilakukan dalam bentuk analisis kualitatif, yakni data

yang dikumpulkan diolah berdasarkan prosedur yang ada.

3.8 Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data penelitian ini disajikan secara informal, yaitu dengan

deskripsi naratif dalam bentuk kata, kalimat, paragraf, dan teks deskriptif yang

dibantu dengan cara formal, seperti penggunaan tabel. Paduan kedua cara ini

dianggap sangat dibutuhkan untuk mengungkapkan kebutuhan penyajian hasil

penelitian kajian budaya yang kompleks dan multidisipliner serta berciri

deskriptif-kualitatif seperti dalam penelitian ini.