1-4-lampu fisbang lanjutan 2013

35
- 89 - BAB 4 DISAIN PENCAHAYAAN Sasaran Pembelajaran Memahami Disain Pencahayaan Materi Pembelajaran A. Local Lighting B. General Lighting C. Faktor Utilisasi D. Kalkulasi Jumlah Lampu E. ESI dan Konsumsi Energi F. Penentuan Tata Letak dan Jenis Armatur Lampu dan Aplikasinya G. Integrasi Pencahayaan Alami dengan Pencahayaan Buatan H. Tugas/Evaluasi A. Local Lighting Untuk menghitung illuminasi pada titik, pada dasarnya merupakan prosedur sederhana dari penentuan intensitas candela, jarak, dan sudut yang ditentukan. Prosedurnya menggunakan inverse-square law sebagai berikut (Fredrickson, 1981): cos 2 D cd FC Ket: cd = intensitas candela yang diarahkan pada titik yang dipertanyakan D = jarak antara sumber cahaya dan titik = sudut antara ray incident light dan normal yang dipertanyakan dengan titik pada permukaan Gambar 4-1 Hubungan fundamental antara kalkulasi titik dalam aplikasi inverse-square law (Fredrickson, 1981)

Upload: anon943762518

Post on 13-Apr-2016

70 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

Fisika Bangunan Lanjutan

TRANSCRIPT

Page 1: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 89 -

BAB 4 DISAIN PENCAHAYAAN

Sasaran Pembelajaran Memahami Disain Pencahayaan

Materi Pembelajaran A. Local Lighting B. General Lighting C. Faktor Utilisasi D. Kalkulasi Jumlah Lampu E. ESI dan Konsumsi Energi F. Penentuan Tata Letak dan Jenis Armatur

Lampu dan Aplikasinya G. Integrasi Pencahayaan Alami dengan

Pencahayaan Buatan H. Tugas/Evaluasi

A. Local Lighting

Untuk menghitung illuminasi pada titik, pada dasarnya merupakan prosedur

sederhana dari penentuan intensitas candela, jarak, dan sudut yang

ditentukan. Prosedurnya menggunakan inverse-square law sebagai berikut

(Fredrickson, 1981):

cos2D

cdFC

Ket: cd = intensitas candela yang diarahkan pada titik yang dipertanyakan

D = jarak antara sumber cahaya dan titik

= sudut antara ray incident light dan normal yang dipertanyakan dengan titik pada

permukaan

Gambar 4-1 Hubungan fundamental antara kalkulasi titik dalam aplikasi inverse-square

law (Fredrickson, 1981)

Page 2: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 90 -

Gambar 4-2 Lanjutan Hubungan fundamental antara kalkulasi titik dalam aplikasi

inverse-square law (Fredrickson, 1981)

Gambar 4-3 . Perhitungan illuminansi dari satu sumber cahaya (Egan, 1983)

Rumus Inverse square law diatas diuraikan dalam cara penulisan yang

berbeda oleh Egan (lihat Gambar 4-2) yaitu:

Ket: E = tingkat illuminansi (fc) cp = candlepower dari sumber cahaya, bervariasi dengan sudut dari nadir (cd)

r = jarak antara sumber cahaya dengan titik yang dituju (ft) = sudut antara cahaya dan permukaan normal

Inverse square law dengan =0, yaitu:

Nilai dari lampu yang diberikan dan luminaire dapat dibaca dari kurva polar

untuk setiap arah ( ). Jika jarak diketahui, illuminansi ( E ) dapat dihitung

dengan rumus diatas. Untuk permukaan normal dari arah cahaya. Jika sudut

)(

)()(

22 md

cdIluxE

cos2r

cpE

Page 3: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 91 -

permukaan yang diilluminasi miring, rumus tersebut harus dikali dengan

cosinus sudut, ( ) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4-3.

Gambar 4-4 Iluminasi untuk permukaan yang dimiringkan (Szokolay, 1980)

Metode kalkulasi ini digunakan untuk desain pencahayaan lokal, seperti untuk

meja atau papan yang ditandai. Ini juga dasar metode point-by-point, yang harus

digunakan jika beberapa sumber ruang tak beraturan mengkontribusikan cahaya

pada permukaan tertentu (Szokolay, 1980).

Inverse square law dapat diadaptasikan sesuai keadaan dengan dasar hubungan

trigonometri. Gambar 44 memperlihatkan empat situasi yang sering terjadi, untuk

itu solusinya adalah sebagai berikut (Szokolay, 1980):

a. Sebagaimana d

Hcos , maka

Hd

cos1 dan

2

2

2

cos1

Hd

,

jika 2/ dIEn ,maka nE = I/( cos2 /H2)

b. E = cos/cos 22 HI

c. jika , maka hE = 22 /cos HI

d. cos/cos 22 HIEv ; jika =(90o - ), cos(90o - )=sin ,

2

2 sincos

HIEv

Pada kasus dimana sumber linear dengan panjang tak terukur, illuminansi hanya

diproporsinalkan dengan jarak, dan bukan kuadrat: E d

1 (Szokolay, 1980).

Kalkulasi pencahayaan lokal dari sumber linear dapat menggunakan metode

praktis sederhana yaitu yang berdasarkan konsep fluks sektor. Fluks sektor ( J )

didefenisikan sebagai pancaran flux dari sumber per panjang unit dan sudut unit

Page 4: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 92 -

C

kIJ

cosd

JE

LE

(radian). Jika intensitas sumber ( I ) dibaca dari kurva polar, nilai J dapat

diestimasikan sebagai berikut (Szokolay, 1980):

Ket: C = pusat ke pusat jarak (m) antara pipa dalam baris tunggal

k = koefisien, tergantung jenis luminaire :

1,6 untuk perfect diffusers

1,5 untuk average diffusers

1,3 untuk louvred luminaires

1,1 untuk deep louvres

Dengan demikian:

Pada kasus dimana perpanjangan sumber cahaya (misalnya luminous ceiling)

mendekati tak terhingga,

Ket: L = luminansi dari sumber dalam apostilbs.

E = jarak independen

Hindari menggunakan point source untuk illuminansi general pada kantor, ruang

kelas, dan ruang sejenis sebab ia dapat menghasilkan bayangan yang kasar dan

refleksi yang tidak nyaman.

Gambar 4-5 Illuminansi pada berbagai permukaan (Szokolay, 1980)

Page 5: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 93 -

B. General lighting

Ketetapan ini digunakan untuk ruang yang didesain memiliki illuminansi

seragam, dimana pencahayaan minimum tidak lebih dari 70% dari cahaya

maksimum. Ini dapat dicapai dengan kontrol terhadap jarak terhadap rasio

tinggi kedalaman lampu. Jika kriteria kesamaan dapat dipenuhi, metode desain

pencahayaan lumen yang sangat sederhana (metode flux total) dapat

digunakan (Szokolay, 1980).

Gambar 4-6 Konsep flux total (Szokolay, 1980)

Output cahaya total dari semua lampu yang dipasang adalah i (installed

flux), dan flux yang sampai pada bidang kerja adalah r (flux receiver)

(Gambar 4-6). Yang terakhir selalu jauh lebih kecil dibanding yang lebih

dahulu, sebab sebagian dari cahaya terserap oleh luminaire, atau permukaan

dinding dan plafon. Rasio antara keduanya merupakan faktor utilisasi.

Oleh karena ukuran illuminansi (lux) adalah flux per unit area (lm/m2),

illuminansi rata-rata berlaku jika flux yang diterima dibagi pada area ruang

(misalnya, area bidang kerja) (Szokolay, 1980).

Oleh karena itu, jika UF diketahui (Szokolay, 1980):

a. data illuminansi yang dibutuhkan ada, installed flux dapat dihitung:

b. jika data installed flux yang diberikan, illuminansi dapat diperoleh:

i

rUF

UF

ri

AE r

AEr

MFUF

AEi

Page 6: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 94 -

MF merupakan faktor maintenance factor, untuk memperhitungkan

memburuknya lampu, luminaire dan permukaan ruang, dan biasanya

digunakan sebesar 0,8 (Szokolay, 1980). Egan membahasakan rumus untuk

perhitungan illuminansi dengan banyak sumber cahaya sebagai berikut:

...coscos 22

21

12

1

r

cp

r

cpE

Ket: E = tingkat illuminansi (fc) cp = candlepower dari sumber cahaya, bervariasi dengan sudut dari nadir (cd)

r = jarak antara sumber cahaya dengan titik yang dituju (ft) = sudut antara cahaya dan permukaan normal

Gambar 4-7 Perhitungan illuminansi dari banyak sumber cahaya(Egan, 1983)

C. Faktor Utilisasi

Gambar 4-8 Hubungan tingkat reflektansi plafon dan koefisien utilisasi (Egan, 1983)

Besarnya UF tergantung dari 5 faktor (Szokolay, 1980)

A

MFUFE i

Page 7: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 95 -

a. Properti luminaire

Luminaire yang tidak tertutup, atau yang memiliki permukaan reflektif

kurang sempurna menghasilkan lebih sedikit cahaya daripada cahaya

lampu, oleh karena itu memiliki nilai UF yang lebih rendah daripada

luminaire terbuka.

b. DLOR

Salah satu karakteristik luminaire. Cahaya dihasilkan mencapai bidang

kerja hanya setelah refleksi dari plafon dan dinding (tidak seluruhnya)

karena sebagian terserap oleh permukaan tersebut. Semakin besar DLOR

biasanya berarti UF yang lebih tinggi.

c. Reflektansi permukaan dinding dan plafon

Reflektansi yang rendah mereduksi nilai UF, sebanyak cahaya yang

diserap (contohnya, Gambar 4-8).

d. Proporsi geometris ruang

Dalam ruang yang luas, atau dengan tinggi ruang yang rendah, banyak

cahaya downward secara langsung mencapai bidang kerja, tanpa refleksi

dari dinding, sehingga nilai UF lebih besar dibanding dalam ruang sempit

dengan ruang yang tinggi sebab banyak cahaya yang jatuh ke dinding

(Gambar 4-9). Proporsi geometris demikian dari ruang ditunjukkan oleh

indeks ruang, yang merupakan rasio dari permukaan horisontal dan vertikal

dalam ruang:

Ket: l = panjang

w = lebar

mH = mounting high, misalnya jarak vertikal antara bidang kerja dan luminaire

Gambar 4-9 Efek dari proporsi ruang (Szokolay, 1980)

mHwl

wlRI

)(

Page 8: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 96 -

Gambar 4-10 Grafik direct ratio (Szokolay, 1980)

Gambar 4-11 Hubungan tingkat RCR dan koefisien utilisasi (Egan, 1983)

Gambar 4-12 Hubungan tingkat LDD dan frekuensi pembersihan (Egan, 1983)

Page 9: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 97 -

e. Direct ratio

Ini tergantung dari proporsi ruang dan luminaire, dan nilainya selalu kurang

dari satu. Ini memberi cahaya downward, dihasilkan dari luminaire dalam

instalasi general lighting konvensional, yang secara sengaja diarahkan pada

bidang kerja. Nilainya lebih rendah dengan ruang yang sempit (indeks ruang

kecil) dan luminaire yang memancarkan kebanyakan cahaya dengan cara

lain (BZ 10), dan nilai yang besar dengan ruang yang lebar (indeks ruang

besar) dan luminaire jenis downlighter (BZ 1). Hubungan antara ketiga faktor

tersebut ditampilkan secara grafik pada gambar 49.

D. Kalkulasi Jumlah Lampu

Gambar 4-13 Data ruang untuk kalkulasi jumlah lampu cahaya (Darmasetiawan dan

Puspakesuma, 1991).

Dalam merencanakan instalasi penerangan, kita membuat kalkulasi untuk

menghitung jumlah lampu dan tata letak lampu yang dibutuhkan agar

penerangan rata-rata dapat dicapai. Untuk membuat kalkulasi diperlukan

data ruangan, lampu, armatur, data umum, cara pemasangan, dan pengaruh

armatur lampu cahaya (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).

Keterangan :

K = Indeks ruang untuk menentukan faktor refleksi dari langit-langit, dinding, dan lantai

p = panjang suspensi

h = jarak antara lampu dan bidang kerja

hN = tinggi dari lantai ke bidang, biasanya 0,75 m

hba

baK

).(

..

)( hNpHh

Page 10: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 98 -

Keterangan :

N = Jumlah armatur lampu yang dibutuhkan

E = tingkat penerangan yang dikehendaki (lux)

1A = bidang kerja ruangan, misalnya meja kerja (m2)

2A = luas ruangan (m2)

P = faktor depresiasi atau faktor pemeliharaan, biasanya 1,25

B = faktor utilisasi/efisiensi ruangan (%) z = jumlah lampu per armatur

= arus cahaya lampu (lm)

Berdasarkan rumus tersebut kita bisa menghitung jumlah lampu yang

dibutuhkan tergantung data ruangan, data lampu, data armatur, dan data

umum (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).

a. Jarak pemasangan lampu

Jarak maksimum antara penerangan yang satu dengan yang lain untuk

mencapai penerangan yang merata paling sedikit 70% dengan rumusan

sebagai berikut (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991):

Keterangan: e = jarak antara pusat lampu yang satu dengan yang lain

h = jarak antara lampu dengan bidang kerja

Kesamaan illuminansi terjadi jika nilai meaksimum dan minimum tidak lebih

dari 1/6 atas atau di bawah rata-rata. Dalam prakteknya pengaturan

luminaire seperti yang terlihat pada Gambar 53 akan memberikan distribusi

cahaya yang merata yang memuaskan. Formula berikut dapat digunakan

untuk menghitung nilainya (Fredrickson, 1981):

1. Untuk mounted luminaire individual, jarak dinding ke luminaire

seharusnya:

Jarak dinding ke luminaire=3

LLS

Ket: LLS = jarak luminaire ke luminaire

2. Untuk jarak unit individual atau crosswise pada baris yang

berkelanjutan:

Konsumsi daya total (Watt) = PN

Bz

PAEN

..

..

%70h

e

Page 11: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 99 -

Jumlah baris minimal =MSA

RW

Ket : RW = lebar ruang

MSA= jarak maksimum yang diijinkan

3. Untuk jarak lengthwise pada baris berkelanjutan:

Jumlah maksimal unit per baris =LL

RL 1, (diizinkan

21 ft end spacing)

Jumlah minimal unit per baris =LL

RL 4, (diizinkan

21 ft end spacing)

Ket : RL = panjang ruang

LL = panjang luminaire

Gambar 4-14 Jarak antara luminaire berdasarkan rasio jarak dan tinggi mounting

(Fredrickson, 1981)

Untuk mendapatkan sebaran cahaya overlap dari point source, gunakan

narrow beam spread fixtures pada mounting heights yang tinggi dan wide

beam spread fixtures pada mounting heights yang rendah. Untuk preliminary

layout, jarak S untuk illuminansi yang berkesinambungan dapat ditemukan

dengan:

MHSRS

Ket: SR = rasio jarak ( 0,5 untuk narrow beam spread; 0,6 hingga 0,9 untuk medium, dan

1,0 untuk wide)

MH = mounting height, atau tinggi dari bidang kerja ke sumber cahaya (ft)

Page 12: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 100 -

Gambar 4-15 Highly concentrated (or narrow) beam spread (uneven illumination shown)

(Egan, 1983)

Gambar 4-16 Highly concentrated (or narrow) beam spread (uneven illumination shown)

(Egan, 1983) Untuk 20MH ft, relamping dapat secara normal diaplikasikan dari lantai

dengan menggunakan alat kutub atau ladder. Diatas 20 ft, relamping biasanya

memerlukan scaffolding, elevating platforms, top-access luminaires, atau

luminaire dengan alat perendah (misalnya, kabel winch-operated) (Egan,

1983).

Page 13: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 101 -

b. Warna cahaya dan jumlah lux yang dibutuhkan

Tabel 4-1 Suhu warna yang diinginkan dan indeks minimum penampakan warna dari

NEN 3006 (Meijs, 1983) Kualitas yang

diinginkan Indeks minimum

penampakan warna

Suhu warna yang diinginkan

o K

Contoh ruangan-ruangan

Sebaik mungkin

90 6500 - 7400 Ruang penilaian warna dalam industri tekstil, cat, dan grafika

Sebaik mungkin

± 4000 Ruang untuk penelitian dan penanganan medis, ruang dalam museum dan industri grafika

Baik ± 4000 Kantor, toko serba ada, gudang, dan bengkel, dimana perbedaan warna penting

Baik 80 ± 3000 Ruang penjualan bahan makanan, ruang pertemuan, ruang konferensi

Sedang 60 Gang, tangga hall rumah, gudang, & ruang kerja dimana penampakan warna dianggap tidak penting

Tidak perlu Bengkel cor, bengkel giling

Untuk memilih lampu yang tepat dan memiliki warna cahaya paling memadai

dan ekonomis menghasilkan cahaya paling besar, kita harus

mempertimbangkan kedua faktor berikut (Meijs, 1983):

1. suhu warna dari lampu dalam oK

2. indeks pancaran warna, merupakan ukuran objektif bagi kualitas

pancaran cahaya suatu sumber cahaya

Dengan suhu warna yang diinginkan dan dengan indeks pancaran warna kita

dapat mencari lampu yang paling tepat dalam tabel 13. Dalam hal ini dengan

sendirinya penting pula arus cahaya khusus, rendemen cahaya dari sebuah

lampu. Ternyata dalam prakteknya, suatu pancaran warna yang tepat sulit

disertai dengan hasil cahaya yang optimal. Dengan demikian harus

dipertimbangkan faktor yang diutamakan (Meijs, 1983).

Adapun untuk mengetahui jumlah lux yang dibutuhkan pada setiap ruangan

dapat dilihat pada tabel 4-2 hingga tabel 4-10.

Page 14: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 102 -

Tabel 4-2 Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan

untuk perkantoran (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).

Jenis ruang Tingkat

penerangan (lux)

Warna cahaya Putih sejuk

Putih netral

Putih hangat

Kantor dengan pekerjaan ringan 250 1 atau 2 1 R. Rapat 250 1 atau 2 1 Bagian pembukuan 250 1 atau 2 1 Stenografi 250 1 atau 2 1 Komputer 500 1 atau 2 1 Bagian gambar 1000 1 atau 2 R. biro besar 1000 1 atau 2

Tabel 4-3 Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan

untuk bangunan industri (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).

Jenis ruang Tingkat

penerangan (lux)

Warna cahaya Putih sejuk

Putih netral

Putih hangat

Pekerjaan kayu dengan mesin 500 2 2 Open dan pengecoran besi 120 3 atau 4 3 atau 4 3 atau 4 Machine hall 250 3 atau 4 1 Pekerjaan form dengan tangan dan mesin

250 3 atau 4 3 atau 4 3 atau 4

Pekerjaan dengan mesin 250 2 2 Bagian kontrol dan pengukuran 1000 1 1 Reparasi arloji, grafik, kerajinan emas

2000 1 1

Tabel 4-4 Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan

untuk hotel dan gereja (Darmasetiawan & Puspakesuma, 1991)

Jenis ruang Tingkat

penerangan (Lux)

Warna cahaya Putih sejuk

Putih netral

Putih hangat

Kamar hotel, restoran 120 1 Hall, self service restaurant 250 1 atau 2 1 atau 2 Dapur hotel 500 1 atau 2 1 atau 2 Gereja 30 – 120 1 atau 2 1 atau 2

Tabel 4-5 Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan untuk

bangunan industri makanan (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).

Jenis ruang Tingkat

penerangan lux

Warna cahaya Putih sejuk

Putih netral

Putih hangat

Pembungkusan 250 1 atau 2 Pabrik rokok dan cerutu 500 2 Pekerjaan di dapur 500 2 Dekorasi dan penyortiran 750 1 1 Kontrol warna 1000 1 1

Page 15: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 103 -

Tabel 4-6 Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan untuk

ruang penjualan pameran (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).

Jenis ruang Tingkat

penerangan (Lux)

Warna cahaya Putih sejuk Putih

netral Putih

hangat

Pameran, museum, pameran lukisan

250 1 1

Fair hall 500 1 atau 2 1 atau 2 Gudang 120 3 3 R. penjualan 250 1 atau 2 1 atau 2 Supermarket 750 1 atau 2 1 atau 2 Shopping centre 500 1 atau 2 1 atau 2 Etalase toko 1000 kombinasi

Tabel 4-7 Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan

untuk bangunan kerajinan dan pertukangan (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).

Jenis ruang Tingkat

penerangan (lux)

Warna cahaya Putih sejuk

Putih netral

Putih hangat

Pengecatan dan pemasangan karpet – dinding 250 2 Pekerjaan gelas mosaik 500 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 Salon 750 1 1 1 Pekerjaan kayu, lem, pemotongan 250 3 1 Pengecatan 500 1 atau 2 1 atau 2

Tabel 4-8 Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan untuk

bangunan sekolah (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).

Jenis ruang Tingkat

penerangan (Lux)

Warna cahaya Putih sejuk

Putih netral

Putih hangat

R. kelas, aula, ruang musik 250 1 atau 2 1 atau 2 Laboratorium 500 1 atau 2 1 atau 2 Pekerjaan tangan 500 1 atau 2 1 atau 2 Perpustakaan 500 1 atau 2 1 atau 2 Sekolah (SLB) 500 1 atau 2 1 atau 2 P3K 500 1 atau 2 1 atau 2 R. seminar besar 500 1 atau 2 1 atau 2

Tabel 4-9

Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan untuk ruang samping (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).

Jenis ruang Tingkat

penerangan (lux)

Warna cahaya Putih sejuk

Putih netral

Putih hangat

Ganti pakaian, kamar mandi, toilet, tangga, gang, hall dengan pengunjung sedikit

60 2

Hall dengan pengunjung banyak

120 2

Page 16: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 104 -

Tabel 4-10 Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan untuk

perumahan (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).

Jenis ruang Tingkat

penerangan lux

Warna cahaya Putih sejuk

Putih netral

Putih hangat

Tangga 60 1 1 Teras depan 60 1 atau 2 1 R. makan 120 – 250 1 atau 2 1 R. tamu 120 – 250 R. kerja 120 – 250 1 1 1 R. tidur anak 120 1 R. tidur orang tua 250 1 atau 2 1 K. mandi 250 1 Dapur 250 1 1 Gudang makanan 60 1 atau 2 1 R. samping 60 1 atau 2 1 R. cuci 250 1 atau 2 1

Besarnya penerangan atau jumlah lux yang dianjurkan untuk siang ataupun

malam hari besarnya sama, yang berbeda adalah jumlah lumen dari lampu

yang dibutuhkan. Pada waktu siang hari cahaya matahari yang masuk

melalui jendela harus ikut diperhitungkan pada waktu menghitung jumlah

lampu yang dibutuhkan. Adapun pada malam hari, penerangan hanya

bergantung pada cahaya buatan. Jadi pemakaian jumlah lampu malam hari

jauh lebih banyak dibanding siang hari. Besar penerangan yang dianjurkan

untuk suatu ruang kerja harus dibedakan, artinya antara general lighting

untuk seluruh ruangan dan penerangan untuk bidang kerja (Darmasetiawan

dan Puspakesuma, 1991).

Warna cahaya dari sumber cahaya harus disesuaikan terhadap tahap

cahaya. Jika tahap cahaya meningkat maka sumber cahaya harus

meningkat pula yang artinya sumber cahaya harus berwarna lebih putih

(Meijs, 1983).

c. Pengaruh armatur lampu

Berikut ini adalah pengaruh armatur lampu terhadap pancaran cahaya

lampu.

Page 17: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 105 -

Tabel 4-11 Cahaya yang dikeluarkan, direfleksikan, dan diserap oleh armatur lampu kaca

(Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).

Jenis kaca Tebal lampu mm

Daya transmisi

%

Daya refleksi

%

Daya serap

%

Bola kaca bening permukaan rata 1 – 4 92 - 90 6 - 8 2 – 4 Kaca prisma 3 - 6 90 - 70 5 - 20 5 – 10 Kaca yang memakai ornamen 3 - 6 90 – 60 7 - 20 3 – 20 Kaca warna susu 2 - 3 88 - 82 7 – 88 5 – 10 Acrylic putih susu 2 - 3 60 - 40 20 – 40 10 – 20

d. Contoh metode lumen

Contoh yang akan didesain adalah general lighting untuk kantor dengan

karakteristik:

l = 14 m, w = 8 m, H = 2,6 m, (plafon) = 70 %, dan (dinding) = 50%. Jika

ceiling mounted luminaire digunakan, tinggi mounting adalah:

mH = 2,6 – 0,85 = 1,75 m

maka indeks ruang:

9,25,38

112

75,1814

814

RI

Illuminansi sebesar: E = 300 lux

Karena area A = 814 =112 m2, flux yang diterima seharusnya:

33600300112 r lm.

Karena alasan ekonomi, lampu fluorescent dengan luminaire logam terbuka

dipilih. Dengan melihat Tabel 31, pada (plafon) = 70% dan (dinding) =

50% dengan indeks ruang 3 maka faktor utilisasi adalah 0,7. Jika kita

menggunakan faktor pemeliharaan sebesar 0,8 maka output total lampu

seharusnya: 600008,07,0

33600

i lm

Dengan melihat Tabel 28 maka kita dapatkan jenis lampu yang dapat

dipertimbangkan untuk digunakan yaitu:

1,2 m/40 W dengan output 2650 lm (66 lm/W)

1,5 m/65 W dengan output 4400 lm (68 lm/W)

1,5 m/80 W dengan output 4850 lm (60 lm/W)

Lampu 65 W sepertinya merupakan pilihan paling tepat sebab memiliki

ketepatan tertinggi.

Page 18: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 106 -

Lampu tersebut di atas merupakan lampu putih hangat, yang memberikan

render warna yang sangat sedikit. Lampu dengan render warna yang lebih

baik memberikan output yang lebih kecil, jadi faktor koreksi harus

diaplikasikan.

Tabel 4-12

Data lampu untuk perencanaan pencahayaan (Szokolay, 1980) Jenis lampu Wattage

(W) Ballast load

(W) Lumen output (lm)

1 Incasdescent Pear-shaped (240 V) 25 - 200 40 - 325 60 - 575 100 - 1.160 150 - 1.960 200 - 1.720 Mushroom-shaped 40 - 380 60 - 640 100 - 1.220 2 Sodium* SOX 35 20 4.200 HPS 250 30 19.500 3 Mercury* MB 80 15 2.700 MBI 400 50 28.000 MBF 50 15 1.750 MBT 100 - 1.250 4 Fluorescent 0,6 m 20 5 1.050 0,6 m 40 8 1.550 1,2 m 40 10 2.650 1,5 m 50 20 3.100 1,5 m 65 15 4.400 1,5 m 80 15 4.850

Ket : * Lampu terkecil dari tiap tipe ditampilkan. Batas yang lebih tinggi sekitar 200.000 lm

Tabel 4-13 Koreksi output lumen pada lampu fluorescent (Szokolay, 1980)

Warna Koreksi output lumen

Warm white, white 1,00 Daylight 0,95 Natural 0,75 Warmtone 0,70 De luxe warm white 0,65 Warna 32 atau 34 0,65 Colour matching 0,65 Kolor-rite 0,65 De luxe natural 0,55 Softone 27 0,55 Trucolor 37 0,55 Artificial daylight 0,40

Page 19: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 107 -

Tabel 4-14 Jarak yang direkomendasikan (Szokolay, 1980)

Type of fitting Maximum spacing

End fitting to wall

Work position next to wall

General diffusing and direct fittings 1,4 mH 0,75 mH 0,5 mH

Concentrated reflector fittings mH 0,5 mH 0,5 mH

Indirect and semi-indirect (mounted

0,25 hingga 0,3 cH below ceiling 1,5 cH 0,75 cH 0,5 cH

Situasi kantor akan memerlukan lampu berkualitas medium, seperti ‘natural’’,

yang memiliki output 0,75 kali yamg tercatat pada warm white. Oleh karena

itu lampu akan memancarkan 4400 x 0,75 = 3300 lm. Jumlah lampu yang

dibutuhkan sebesar 60000/3300 = 18.

Gambar 4-17 Layout general lighting (dari contoh tugas) (Szokolay, 1980)

Tabel 30 menunjukkan bahwa untuk mempertahankan kesamaan jarak

seharusnya tidak berlebihan 1,5 kali dari mH . Dalam kasus ini mH = 1,75 m,

jarak maksimal sebesar 1,75 x 1,5 = 2,62 m. Pembagiannya meliputi tiga

baris dengan jarak 8/3 = 2,66 m, yang dapat diterima jika panjang luminaires

adalah pararel dengan arah yang dianjurkan.

Page 20: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 108 -

Tabel 4-15 Faktor utilisasi (Szokolay, 1980)

Diffuser Room index

Reflectance of ceiling and walls (%) 70

50 30 10

Bare lamp on ceiling or batten fitting (DLOR= 65%)

0,6 0,29 0.24 0,19 0,8 0,37 0,31 0,27 1,0 0,44 0,37 0,33 1,25 0,49 0,42 0,38 1,5 0,54 0,47 0,42 2,0 0,60 0,52 0,49 2,5 0,64 0,57 0,53 3,0 0,67 0,61 0,57 4,0 0,71 0,66 0,62 5,0 0,74 0,70 0,66

Enamelled reflector or open through (DLOR=75%)

0,6 0,36 0,31 0,28

0,8 0,45 0,40 0,37 1,0 0,49 0,45 0,40 1,25 0,55 0,49 0,46 1,5 0,58 0,54 0,49 2,0 0,64 0,59 0,55 2,5 0,68 0,63 0,60 3,0 0,70 0,65 0,62 4,0 0,73 0,70 0,67 5,0 0,75 0,72 0,69

Enclosed plastic diffuser (DLOR = 50%)

0,6 0,27 0.21 0,18 0,8 0,34 0,29 0,26 1,0 0,40 0,35 0,31 1,25 0,44 0,39 0,35 1,5 0,47 0,42 0,38 2,0 0,52 0,47 0,44 2,5 0,55 0,51 0,48 3,0 0,58 0,54 0,51 4,0 0,61 0,57 0,54 5,0 0,63 0,59 0,57

Recessed modular diffuser or shallow ceiling mounted diffusing panel (DLOR = 50%)

0,6 0,21 0.18 0,16 0,8 0,28 0,24 0,22 1,0 0,32 0,29 0,26 1,25 0,35 0,32 0,29 1,5 0,37 0,34 0,31 2,0 0,41 0,37 0,35 2,5 0,43 0,40 0,38 3,0 0,45 0,42 0,40 4,0 0,47 0,44 0,43 5,0 0,49 0,46 0,45

Enclosed opal diffuser (DLOR = 45%)

0,6 0,23 0.18 0,14 0,8 0,30 0,24 0,20 1,0 0,36 0,29 0,25 1,25 0,41 0,34 0,29 1,5 0,45 0,39 0,33 2,0 0,50 0,45 0,40 2,5 0,54 0,49 0,44 3,0 0,57 0,52 0,48 4,0 0,60 0,56 0,52 5,0 0,63 0,60 0,56

Page 21: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 109 -

Pembagian panjang terdiri dari enam luminaires yang tiap barisnya akan

berjarak 14/6 = 2,33 m, yang masih beada dalam batas yang ditentukan.

Dari titik pandang output lumen dengan luminaires sembilan pipa ganda

dapat digunakan, tapi jarak batas akan berlebihan dan illuminansi bidang

kerja akan menjadi tidak sama. Layout final dapat kita lihat pada gambar 56.

Tabel 4-16a

Cavity ratios (Fredrickson, 1981)

Tabel 4-16b (lanjutan) Cavity ratios (Fredrickson, 1981)

Page 22: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 110 -

Tabel 4-16c (lanjutan) Cavity ratios (Fredrickson, 1981)

Gambar 4-18 Koefisien utilisasi (Fredrickson, 1981)

Page 23: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 111 -

Gambar 4-19 Faktor LLD (Luminaire dirt depreciation) untuk enam kategori

luminaire dan lima tingkat kekotoran (Fredrickson, 1981)

Page 24: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 112 -

Gambar 4-20 Faktor RSDD (Room surface dirt depreciation) (Fredrickson, 1981)

Page 25: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 113 -

Gambar 4-21 Prosedur untuk menentukan koefisien utilisasi cahaya untuk peralatan

floodlighting (Fredrickson, 1981)

Page 26: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 114 -

E. ESI dan Konsumsi Energi

Gambar 4-22 Contoh sistem pencahayaan dan tingkat illuminansi (Egan, 1983)

Gambar 4-20 memperlihatkan contoh sistem pencahayaan yang

menyediakan ESI fc/W dari konsumsi energi yang relatif tinggi. Ukuran dari

ESI fc/W·ft2 dalam ruang kelas bervariasi antara 11 untuk luminous ceilings

(dimana cahaya pada meja baca ter-diffuse) hingga 22 fcr suspended fixtures

(dimana task light dapat utamanya dari plafon dan dinding akibat uplight)

Umumnya, 35 ESI fc akan memadai untuk membaca goresan pensil pada

kertas putih (Egan, 1983).

Page 27: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 115 -

Luminous ceiling menyajikan illuminansi yang rendah (kurang dari 250 fL).

Banyak aplikasi dari luminous ceilings yang monoton, menghasilkan keadaan

langit pada elevasi yang rendah. Pada alam, keberadaan awan menjadikan

keadaan langit yang berubah-ubah sehingga memberikan penglihatan yang

menarik (Egan, 1983).

Gambar 4-23 Contoh Luminous ceiling (Egan, 1983)

Luminous ceiling sangat statis hingga bisa menyebabkan ketidak tajaman

cahaya dan suram. Pada ruang kelas dan konferensi serta ruang sejenis,

luminous ceilings bisa membuat mengantuk karena cahaya menyebabkan

mata berinteraksi dengan cahaya yang mengarahkannya ke posisi tidur

normal. Luminous ceiling juga sering mengalami masalah pemeliharaan yaitu

tampak kotor dan sambungan yang tidak sama. Namun, luminous ceilings bisa

digunakan untuk menutup mechanical service (pipa dan saluran) dan elemen

struktural. Contoh suspended luminous ceiling dan detail elemen panel dapat

kita lihat pada Gambar 4-21 dan 4-22 (Egan, 1983) .

Gambar 4-24 Contoh detail panel elemen (Egan, 1983)

Page 28: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 116 -

F. Penentuan Tata Letak dan Jenis Armatur Lampu dan Aplikasinya

Data yang harus dimiliki sebelum merancang tata letak lampu adalah

sebagai berikut (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991) :

a. Jenis ruangan

b. Denah, potongan ruang skala 1:100, untuk detail 1 : 50

c. Bahan dan warna dari plafon, dinding, dan lantai

d. Bahan dan warna dari plafon, dinding, dan lantai

e. Bahan dan warna barang yang dikerjakan

f. Pada pabrik harus diketahui tata letak mesin dan jalannya produksi

g. Pada ruang kantor harus diketahui apakah meja kerjanya fleksibel atau

sudah tetap, dan jenis pekerjaannya, juga harus diketahui ruang kerja

massal atau perorangan

h. Pada ruang penjualan harus diketahui tata letak ak, vitrin, dan barang apa

saja yang dijual

i. Pada etalase harus diketahui keadaan sekeliling dan letak toko

Data tersebut dijadikan dasar untuk penentuan faktor-faktor pencahayaan

berikut ini:

a. Fungsi penyinaran, dapat berupa :

1) General lighting untuk seluruh ruangan

2) General lighting untuk seluruh ruangan ditambah dengan lampu untuk

meja kerja

3) General lighting untuk meja kerja, dan sebagainya

b. Jenis penyinaran, dapat berupa :

1) langsung

2) tidak langsung

3) sebagian langsung

4) sebagian tidak langsung

5) kombinasi langsung dan tidak langsung

c. Jumlah lux yang diperlukan

d. Jenis dan warna lampu, misalnya lampu neon, pijar, halogen, atau yang

lainnya

e. Model dari armatur lampu, misalnya down light, lampu dinding, lampu

meja, lampu kantor, lampu gantung, dan sebagainya

Page 29: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 117 -

Pemilihan jenis lampu yang tepat tergantung dari jenis ruang, desain

ruang, jenis barang yang ada di dalam ruang, dan jenis cahaya yang

diinginkan. Berikut ini adalah beberapa model armatur lampu tertentu

berkaitan dengan jenis ruang, penggunaan, keuntungan, dan

pemasangannya, serta efeknya terhadap suasana ruang.

a. Down light

Armatur lampu dipasang di dalam ceiling (terbenam), sebagian

terbenam, atau di permukaan dan menggunakan lampu-lampu jenis pijar,

PL, SL, atau halogen. Spesifikasi down light yaitu :

1) Jenis penyinaran ke arah bidang horisontal

2) Penggunaannya di ruangan yang memakai ceiling gantung, ruang

penjualan besar maupun kecil, koridor kantor, koridor hotel, foyer,

etalase toko, penerangan teras, restoran (di atas meja makan atau

gang), ruang konferensi, dan ruang yang memakai plafon miring.

3) Keuntungannya yaitu jika terjadi kerusakan mudah diganti, memberikan

kesan mewah dalam ruangan, dan penerangan yang dihasilkan bagus

tanpa menimbulkan kesilauan.

4) Pemasangan fleksibel (dapat disesuaikan dengan interiornya) dan

dapat dipasang berkelompok ataupun berderet sesuai dengan

kebutuhan.

b. Spot light

Armatur lampu dipasang di permukaan, menempel ke plafon, dapat

berdiri sendiri atau memakai sliding spot rail. Spesifikasi spot light yaitu :

1) Jenis penyinarannya fleksibel (dapat diarahkan ke bidang yang

dikehendaki).

2) Penggunaannya untuk etalase toko, galeri (ruang pameran), dan untuk

menyinari benda tertentu yang hendak diekspos.

3) Keuntungannya yaitu :

a) Memberikan kesan lebih menarik pada benda yang disinari

b) Fleksibel sehingga memudahkan pengubahan arah penyinaran

c) Penggunaan spot light rail memungkinkan spot light dapat dipindah-

pindahkan letaknya (dengan cara menggeser) ke arah yang

Page 30: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 118 -

diinginkan dan spot light dapat dikombinasikan dengan model spot

light tipe lain sesuai kebutuhan

d) Dapat menimbulkan aksen yang khas

4) Pemasangannya dengan cara dipasang menempel di ceiling.

c. Lampu bak

Lampu bak dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu yang

dipasang dalam ceiling (terbenam) dan dipasang menggantung/menempel

di ceiling (timbul). Jenis dan bentuk armatur lampu bak, yaitu :

1) Lampu balok, misalnya BLAL dengan komponen lampu jenis TL

a) Penggunaannya untuk ruang-ruang samping, misalnya gudang,

ruang mesin, dan sebagainya dimana dalam ruang itu batas

kesilauan tidak dianggap penting

b) Keuntungannya dapat memberikan penyinaran merata dan ceiling

pun akan mendapat penyinaran karena jenis penyinarannya

menyebar ke seluruh ruangan.

c) Pemasangannya dengan cara dipasang menempel atau

menggantung di ceiling.

2) Seperti lampu balok tetapi memakai penutup dipinggirnya, misalnya

lampu TK dengan komponen lampu jenis TL

a) Penggunaannya untuk ruang yang tingginya ± 4m, dimana

dibutuhkan penyinaran ke arah bawah secara merata dan batas

kesilauan tidak dianggap penting.

b) Keuntungannya yaitu penyinaran diarahkan ke bawah membuat

bidang bawah lebih terang bila diabndingkan memakai lampu balok

biasa, pemakaian lampu jenis ini tidak menyinari ceiling.

c) Pemasangannya dengan cara dipasang menempel atau

menggantung di ceiling.

3) Lampu bak tanpa reflektor, misalnya jenis RM dan SM dengan

komponen lampu jenis TL

a) Penggunaannya hampir sama dengan jenis lampu TK, terutama

digunakan untuk ruangan kantor dan supermarket.

b) Pemasangannya dengan cara dipasang di dalam ceiling dan dapat

disesuaikan dengan konstruksi ceiling.

Page 31: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 119 -

4) Lampu bak dengan reflektor, misalnya RM 300, Passat, Orion dengan

komponen lampu jenis TL, serta RMPL dan SMPL dengan komponen

lampu jenis PL

a) Penggunaannya paling ideal untuk kantor, supermarket, dan ruang

penjualan.

b) Keuntungannya yaitu karena penyinarannya ke bawah sehingga

betul-betul efektif dan energi yang terbuang relatif sedikit, selain itu

adanya reflektor memungkinkan tidak terjadinya silau.

c) Pemasangannya dengan cara dipasang menempel atau

menggantung atau masuk ke dalam ceiling dan dapat disesuaikan

dengan konstruksi ceiling.

5) Integrated diffuser

Integrated diffuser adalah lampu bak dengan reflektor yang dalam

konstruksinya dikombinasikan dengan pengaturan udara (central AC).

6) Lampu bak dengan bahan acrylic sebagai penutupnya, misalnya jenis

GMS (lampu baret) dengan komponen lampu jenis TL

a) Penggunaannya untuk perkantoran, supermarket, dan rumah tinggal

(dapur, teras, kamar mandi, garasi, ruang tidur).

b) Keuntungannya yaitu sistem penerangan menyebar sehingga ceiling

pun mendapat penyinaran yang merata. Lampu jenis ini juga

berfungsi sebagai lampu dekoratif dan tidak menimbulkan kesilauan.

c) Pemasangan dengan cara menempel pada ceiling.

G. Integrasi Pencahayaan Alami dengan Pencahayaan Buatan

1. Tingkat pencahayaan alami pada tempat yang jauh dari lubang cahaya

Untuk suatu ruangan yang menggunakan lubang cahaya pada dinding,

kedalaman masuknya cahaya adalah terbatas, yang dipengaruhi oleh ukuran

dan posisi lubang cahaya, reflaktansi permukaan dalam ruangan serta

transmitansi kaca dan lubang cahaya (Soegijanto, 1998).

Meskipun cahaya masih dapat mencapai jarak yang agak jauh dari

lubang cahaya, misalnya lebih dari dua kali tinggi jendela, tingkat

pencahayaan di bagian ruangan ini tidak dapat digunakan untuk melakukan

Page 32: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 120 -

suatu tugas visual tertentu yang memerlukan tingkat pencahayaan yang lebih

tinggi (Soegijanto, 1998).

Sebagai contoh untuk suatu ruangan dengan ukuran sedang (7,2 m x 7

m x 3 m) dengan jendela menerus pada dinding, WWR = 40%, transmitansi

(Tris) kaca 0,85 dan reflektansi permukaan dalam ruangan = 55%, FP pada

sumbu ruangan sebagai fungsi dari jarak terhadap bidang lubang cahaya

untuk kondisi langit overcast, dapat dilihat pada gambar 64 (Soegijanto, 1998).

Dari gambar 4-23 dapat dilihat bahwa pada jarak lebih besar dari 3m dari

langit lubang cahaya, FP akan lebih rendah dari 2%. Atau tingkat

pencahayaan minimal 200 lux antara jam 8.00 – 16.00 dengan faktor

kegagalan 10%. Jika ketinggian matahari yang lebih besar misalnya sekitar

tengah hari, jarak tersebut akan menjadi lebih besar. Sedangkan kalau langit

mendung, jarak tersebut akan menjadi lebih kecil. Jika diinginkan seluruh

ruangan dapat digunakan misalnya untuk ruang kuliah yang memerlukan

tingkat pencahayaan minimal 200 lux atau FP = 2%, maka bagian ruangan

tersebut memerlukan tambahan dari pencahayaan buatan (Soegijanto, 1998).

Gambar 4-25 Tingkat pencahayaan alami sebagai fungsi dari jarak terhadap bidang lubang

cahaya; langit overcast, WWR = 40%, Tris = 85%, = 55%

(Soegijanto, 1998)

Jika daerah yang mempunyai FP kurang dari 2% hanya digunakan untuk

tugas visual yang tidak memerlukan tambahan pencahayaan minimal 200 lux

(misalnya untuk daerah sirkulasi), sehingga tidak memerlukan tambahan

Page 33: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 121 -

pencahayaan, maka lingkungan visual menjadi kurang nyaman. Hal ini

khususnya akan dialami oleh orang yang bergerak dari dekat lubang cahaya

ke daerah dekat dinding di seberangnya, karena perbandingan tingkat

pencahayaan pada kedua daerah tersebut melebihi 10:1 (Soegijanto, 1998).

2. Pencahayaan tambahan

Pencahayaan tambahan dari pencahayaan buatan yang diperlukan untuk

menambah tingkat pencahayaan alami, sebaiknya diperoleh dari instalasi

pencahayaan buatan untuk pencahayaan malam hari. Jadi tidak

menggunakan instalasi khusus, sehingga akan menghemat biaya dan

menyederhanakan instalasi (Soegijanto, 1998).

Caranya adalah dengan menyalakan sebagian dari lampu yang terpasang

untuk menaikkan tingkat pencahayaan di tempat yang diperlukan (lihat

gambar 65). Pencahayaan tambahan dari pencahayaan buatan, disebut

sebagai Permanent Supplementary Artificial lighting Of Interiors (PSALI)

(Soegijanto, 1998).

Gambar 4-26 Gabungan pencahayaan alami dan buatan (Soegijanto, 1998)

3. Pemanfaatan pencahayaan alami dalam rangka konservasi energi

Integrasi pencahayaan alami dengan pencahayaan buatan dapat juga

diartikan mengurangi penggunaan pencahayaan buatan pada siang hari

dengan memanfaatkan semaksimal mungkin pencahayaan alami. Konsep ini

dalam pelaksanaannya adalah sama saja dengan pencahayaan tambahan

dari pencahayaan buatan atau PSALI (Soegijanto, 1998).

Daerah yang dekat dengan lubang cahaya atau daerah perimeter bangunan

pada siang hari, umumnya tidak memerlukan lagi tambahan pencahayaan,

Page 34: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 122 -

sedang daerah yang lebih dalam mungkin masih memerlukan penambahan

pencahayaan dari sebagian lampu yang terpasang (Soegijanto, 1998).

Perbedaan penggunaan energi dari seluruh lampu yang terpasang terhadap

energi dari sebagian lampu yang digunakan pada siang hari inilah sebagai

energi yang dapat dihemat pada siang hari karena pemanfaatan pencahayaan

alami (Soegijanto, 1998).

4. Pengendalian pencahayaan

Untuk menambah atau mengurangi tingkat pencahayaan gabungan, cahaya

dari lampu perlu dikendalikan dengan alat pengendali dan sensor cahaya

(Soegijanto, 1998).

Alat pengendali dapat berupa tombol nyala-mati atau peredup (dimmer), yang

bekerja secara manual atau otomatis. Tombol nyala-mati dapat menambah

atau mengurangi secara perlangkah (step control) sedang peredup adalah

secara menerus. Alat pengendali otomatis akan dapat mengikuti dengan cepat

perubahan dari pencahayaan alami, sehingga akan lebih efektif dalam usaha

hemat energi. Pengendalian biasanya dilakukan melalui penyala-matian atau

peredupan dari baris-baris lampu yang sejajar bidang lubang cahaya

(Soegijanto, 1998).

5. Pemilihan sumber cahaya buatan

Gabungan pencahayaan alami dan buatan akan lebih memberikan

kenyamanan visual jika tampak cahaya dari lampu yang digunakan mirip

dengan tampak cahaya alami. Tampak cahaya alami memang tidak konstan,

khususnya pada pagi dan sore hari dapat berbeda dengan siang hari. Tampak

cahaya yang mirip dengan tampak cahaya alami pada siang hari ialah yang

mempunyai temperatur warna sekitar 4000 K (Soegijanto, 1998).

H. Bahan Evaluasi/Tugas 1

Membuat uraian tentang Pencahayaan Buatan dalam bentuk (pilihan):

- Clipping materi dari buku/jurnal/internet + Simpulan/komentar.

- Makalah yang disusun atas: Pendahuluan, Studi Pustaka, Studi

kasus/aplikasi dan Simpulan + Rujukan.

Page 35: 1-4-Lampu Fisbang Lanjutan 2013

- 123 -

- Terjemahan dari Textbook/Jurnal : Terjemahan, Simpulan dan Lampiran

copy materi.

Dibuat di Kertas Ukuran A4 atau dalam CD atau File PDF di kirim ke email:

[email protected] atau sesuai informasi selanjutnya (komputer font 12 Arial

atau tulis tangan).