04. bab ii
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Landasan Teori
1. Hakekat Bahasa
Manusia terlahir dengan membawa naluri untuk hidup bersama. Manusia
memiliki hasrat yang kuat untuk menyatu dengan sesama dan lingkungan alam
sekelilingnya. Untuk dapat menyatu dengan alam dan manusia lainnya,
manusia menghendaki terjadinya suatu proses sosial. Dalam proses ini
manusia menyelaraskan pikiran, perasaan dan kehendaknya sedemikian rupa
agar dapat diterima oleh alam dan manusia lainnya. Bentuk umum proses
sosial adalah interaksi sosial. Dengan adanya interaksi sosial, manusia
manusia dapat terhubung dengan sesamanya. Menurut Gillin dan Gillin (pada
soekanto, 1990:61), “social interaction is dynamic social relationships, it
relates about connection between peoples, groups of people, even between
people and groups of people”. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial
yang dinamis menyangkut hubungan antar orang perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-perorangan dengan
kelompok manusia. Sementara interaksi itu sendiri terjadi apabila adanya
kontak sosial dan komunikasi.
Kontak sosial dapat berupa suatu kondisi, keadaan, ataupun peristiwa
yang secara langsung maupun tidak langsung menghubungkan manusia
dengan sesamanya. Namun, kontak sosial semata tak dapat menciptakan suatu
11
interaksi sosial tanpa adanya komunikasi. Komunikasi merupakan suatu reaksi
atas terjadinya kontak sosial. Menurut Soekanto (1990:67), arti terpenting dari
komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang
lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah, dan sikap), perasaan-
perasaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Dengan adanya
komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan-perasan suatu kelompok
manusia ataupun orang perorangan dapat ditelaah oleh kelompok-kelompok
lain dan orang-orang lainnya. Suatu komunikasi dapat berlangsung secara
optimal apabila setiap individu manusia memahami sistem komunikasi yang
telah disepakati bersama individu atau kelompok lainnya. Sistem komunikasi
itulah yang lazim disebut dengan bahasa.
Berbahasa merupakan kebutuhan pokok manusia sebagai mahluk sosial.
Manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Untuk dapat mengerti kebutuhan manusia yang satu dengan yang
lainnya, manusia berkomunikasi. Dalam komunikasi inilah bahasa berperan
sebagai penghubung antara manusia yang satu dengan yang lainnya.
Komunikasi itu sendiri merupakan proses penafsiran bahasa dalam bentuk
pengiriman dan penerimaan pesan. Melalui pesan tersebut manusia bertukar
informasi dengan menyampaikan apa yang ada dipikirannya. Untuk itu
dibutuhkan pengetahuan berbahasa.
Secara luas bahasa dapat diartikan dengan sistem pengkodean informasi
dalam bentuk simbol-simbol yang kaidah dan tata cara penggunaannya telah
disepakati bersama oleh masyarakat. Sebagaimana Bernstein dan tigerman
12
dalam Lyster (2007: 2) berpendapat “language is codes which are agreed by
the social society, they represent ideas trough usage of arbitrary symbols and
principles that rule the combination of the symbols”. Bahasa adalah kode
yang disepakati oleh masyarakat sosial yang mewakili ide-ide melalui simbol-
simbol arbitrer dan kaidah-kaidah yang mengatur kombinasi simbol-simbol
tersebut. Sedangkan Bloom dan Lahey dalam Lyster (2007:2) berpendapat
“language is a combination between three major components: form, content,
and usage”. Bahasa mencakup tiga komponen utama yang antara lain bentuk,
isi, dan penggunaan. Bentuk bahasa berkenaan dengan unit fonologi (bunyi
dan struktur bunyi), morfologi (unit-unit makna berupa kata dan infleksi), dan
sintax (kombinasi antara berbagai unit makna). Isi bahasa adalah maknanya
atau semantik, yaitu representasi linguistik dari apa yang diketahui seseorang
tentang dunia benda, peristiwa dan kaitannya. Representasi linguistik tentang
isi bahasa tergantung pada kode - yaitu sistem isyarat arbitrer yang
konvensional - yang memberikan bentuk kepada bahasa. Penggunaan bahasa
terdiri dari pilihan prilaku yang ditentukan secara sosial kognitif berdasarkan
tujuan si penutur dan konteks situasinya. Dengan demikian kesadaran
penerima pesan terhadap dan kebutuhannya akan membantu pengirim
menciptakan komunikasi yang optimal.
Secara naluriah manusia mempunyai 2 aspek keterampilan berbahasa,
yakni; mendegar dan berbicara. Namun manusia mengolahnya kembali
dengan kemampuan nalar mereka, sehingga terciptalah bahasa manusia yang
lebih kompleks.
13
Tentang perkembangan bahasa tersebut, Widyosiswoyo dkk (1999:22)
berpendapat:
Bahasa sebagai ekspresi dalam tingkat biasa adalah bahasa lisan, antara satu suku bangsa dimiliki bahasa berbeda apalagi ditingkat bangsa perbedaan akan sangat jauh. Peradaban lebih tinggi diwujudkan dalam tulisan sehingga pemikiran dapat diterima bangsa atau generasi bangsa lain (bila tahu mengartikannya).
Dari 4 aspek keterampilan berbahasa (mendengar, berbicara, membaca,
dan menulis), kemampuan secara lisan (mendengar dan berbicara) merupakan
suatu dasar dari berbahasa karena kedua keterampilan tersebut terbentuk dari
naluri manusia. Suatu peradaban yang lebih maju ditandai dengan terdapatnya
keterampilan berbahasa tulis (membaca dan menulis) karena kedua
keterampilan tersebut membutuhkan penalaran lebih jauh terhadap bahasa
walaupun keempatnya merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Dikarenakan fokus permasalahan pada tulisan ini terbatas pada
keterampilan bahasa tulis, jadi penulis hanya akan menjabarkan dua
keterampilan tersebut (membaca dan menulis) yang sekaligus menjadi
variabel dalam penelitian ini.
2. Kemampuan Membaca
Membaca sebagai salah satu aspek berbahasa memegang peranan
penting dalam kehidupan manusia. Apalagi dalam era teknologi informasi
seperti sekarang ini, dimana kebanyakan informasi tersusun dalam bentuk
tulisan. Dengan kemampuan membaca yang memadai, seseorang akan dapat
menyerap informasi dengan tepat dan akurat.
14
Membaca merupakan suatu kegiatan yang kompleks. Membaca lebih dari
sekedar memaknai tulisan. “The nature of reading is a complex thing and
involves lots of things, not only spelling a writings, but also involves visual
activity, thinking, psycholinguistics, and meta-cognitive” (Crawley dan
Mountain, dalam Rahim (2005:2) pada http/:www.SCRIBD.com). Membaca
tidak hanya berorientasi fisik, seperti halnya keterampilan mata dalam
membaca, namun juga berkaitan dengan mental pembacanya. karena
membaca membutuhkan respon di dalam otak agar dapat menangkap
informasi yang terkandung dari suatu bacaan. Menurut Jazir Nurgiantoro
(1971: 90) menyatakan bahwa membaca sesungguhnya ialah perbuatan yang
dilakukan berdasarkan kerja sama beberapa keterampilan mengamati,
memahami, dan memikirkan. Lebih spesifik lagi menurut Burns (dalam
Rahim, 2005:12) “there are 9 aspects that consisted in reading process, those
are; sensory aspect, perceptual, sequence, experience, sense, learning,
association, and idea” (http/:www.SCRIBD.com). Proses membaca
melibatkan aspek sensori, perseptual, urutan, pengalaman, pikiran
pembelajaran, asosiasi, sikap dan gagasan. Dari pendapat-pendapat tersebut
dapat dikatakan jika sebagian besar aspek dari kegiatan membaca merupakan
kegiatan mental yang berkenaan dengan proses perolehan informasi. Dan
tersirat pula adanya aliran informasi dari penulis ke pembaca. Aliran informasi
tersebut terjadi secara tidak langsung, dimana terjadi interaksi antara pembaca
dengan teks, yang merupakan hasil pengkodean informasi dalam bentuk
bahasa tulis oleh penulis. Sehingga untuk dapat menelaah informasi tersebut
15
dengan tepat dan akurat, pembaca dituntut mempunyai pengetahuan bahasa
yang cukup.
Sebagai suatu keterampilan berbahasa, membaca mencakup
keterampilan mekanis dan pemahaman. Tampubolon (1987:5) berpendapat
bahwa, keterampilan membaca mekanis melingkupi pengenalan dan pelafalan
bunyi bahasa. Dalam hal ini ia mengkategorikan keterampilan membaca
mekanis sebagai membaca permulaan. Sedangkan membaca pemahaman tidak
hanya mencakup pengenalan dan pelafalan bunyi semata tapi juga mencakup
pemahaman isi bacaan, sehingga keterampilan membaca pemahaman
dipandang sebagai kegiatan membaca tingkat lanjut.
Seorang pembaca dikatakan berhasil jika setelah membaca suatu tulisan,
pembaca memperoleh suatu pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh
penulis dari tulisan tersebut. Maka dari itu, dibutuhkan keterampilan membaca
pemahaman. Menurut Zints dan Wiryodijoyo (1989: 11) “Reading
comprehension is ability to translate words of a writer so that stimulates
useful assumptions or ideas to the reader” (http/:www.SCRIBD.com).
Membaca pemahaman merupakan keterampilan untuk dapat menterjemahkan
kata-kata penulis menjadi ide-ide yang dapat berguna pembaca.
Lebih lanjut Goodman (1980:15) menyatakan bahwa “reading
comprehension is a message construction process which contained in a text”
(http/:www.SCRIBD.com).. Membaca pemahaman merupakan sebuah proses
merekonstruksi pesan. Rekonstruksi pesan tersebut berlapis, interaktif, dan
didalamnya terjadi proses pembentukan dan pengujian hipotesis. Hasil
16
pengujian hipotesis tersebut untuk kemudian diproses lebih lanjut oleh
pembaca sebagai suatu kesimpulan mengenai pesan atau informasi yang
disampaikan penulis.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa inti dari kemampuan
membaca adalah kesanggupan pembaca mengenal dan melafalkan tulisan,
serta memahami isi pesan dan informasi baik yang tersirat, maupun tersurat
yang terkandung didalam tulisan tersebut.
3. Hakekat Menulis
Banyak ahli bahasa yang percaya bahwa ditemukannya tulisan
merupakan awal dari peradaban yang nyata. Menurut Gelb, dalam tarigan
(1985: 11) “writings only appear in civilization, and there’s no civilization
without writings”. Tulisan hanya ada pada peradaban, dan tak ada peradaban
tanpa tulisan. Sehingga tidak berlebihan jika kemampuan menulis dijadikan
sebuah indikator tingkat kemajuan suatu bangsa.
Dari 4 keterampilan berbahasa, keterampilan menulis merupakan
kemampuan yang paling kompleks. Maka dari itu, keterampilan tersebut
dipelajari setelah individu memperolah keterampilan mendengar, berbicara,
dan menulis. Dengan demikian jumlah penulis lebih sedikit dibandingkan
pendengar, pembicara, dan pembaca. Hasani (2005:5) berpendapat “kita dapat
melihat jumlah penyimak lebih banyak daripada pembicara. Jumlah pembicara
lebih banyak daripada jumlah pembaca. Jumlah pembaca lebih banyak
daripada penulis”. Hal ini dikarenakan menulis merupakan kemampuan yang
sulit. Levine dalam Murray dan Moore (2006:6) berpendapat “some
17
researches have claimed that writing can be experienced as one of most
difficult of all skills, requiring an intricate combination of neurogical,
physical, cognitive and affective competencies. Pendapat tersebut menunjukan
jika kegiatan menulis merupakan kegiatan yang rumit dan membutuhkan
kompetensi khusus untuk menguasainya.
Perolehan keterampilan menulis tidak didapat secara otomatis. Seperti
yang diungkapkan oleh Hofferman dan Lincoln (1990:3) “no one learns to
write automatically, writing is a means of communication you must
consciously learn” (http/:www.SCRIBD.com). Keterampilan menulis didapat
dengan nalar manusia. Keterampilan ini bukan suatu yang secara instant kita
peroleh, melainkan harus melalui latihan yang sadar, teratur dan
berkesinambungan.
Pada dasarnya menulis adalah suatu cara untuk berkomunikasi. Namun
berkomunikasi melalui tulisan lebih kepada berkomunikasi secara tidak
langsung. Dalam komunikasi secara tidak langsung, pengirim dan penerima
pesan tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Keduanya tidak diharuskan hadir
pada tempat dan waktu yang telah ditentukan. Keduanya dihubungkan oleh
rangkaian kata-kata dalam tulisan dimana penulis menelurkan ide-idenya.
Yang kemudian direspon oleh pembaca sebagai suatu pesan. Agar proses
komunikasi tersebut berjalan dengan baik maka seorang penulis dituntut untuk
trampil dalam memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Selain
itu aspek kejelasan pesan, isi yang menarik dan ekspresif merupakan syarat
terjadinya komunikasi yang efektif.
18
Sebuah tulisan yang baik hendaknya mempunyai organisasi yang jelas.
Organisasi dalam sebuah tulisan lebih kepada keoptimalan fungsi setiap kata
yang membentuk sebuah tulisan. Sebagai contoh, adverb digunakan sebagai
kata keterangan untuk menerangkan verb, jadi tidak cocok kiranya jika
menggunakan adverb sebagai pengganti verb, dengan demikian apabila hal
tersebut terjadi, fungsi adverb tersebut dapat dikatakan tidak berfungsi optimal
sebagai pembentuk tulisan. Mengenai hal ini Aceng Hasani (2005:2)
berpendapat; kejelasan organisasi tulisan bergantung pada cara berpikir,
penyusunan kata, penggunaan kata yang tepat, dan struktur kalimat yang baik.
Jadi, tulisan yang baik bermula dari pengorganisasian kata yang tepat dan
kemudian diteruskan dengan pengorganisasian kalimat menjadi sebuah
tulisan.
Lebih lanjut Lonna Smith (2001: 2) berpendapat “writers want to give
information, share ideas or provide entertainment. Their means of
communication is the text”. Jadi, komunikasi melalui tulisan berorientasi pada
teks, dimana penulis memberikan informasi, membagi ide-idenya, ataupun
hiburan dalam tulisannya. Informasi yang dikirimkan melalui teks tersebut
bukan hanya berasal dari pengetahuan penulis tentang suatu hal tetapi juga
mencakup apa yang penulis rasakan. Boice dalam Murray dan Moore (2006:7)
berpendapat “Writing is not just influenced by what we know and what we
have discovered about a particular phenomenon, it is also influenced by what
we feel, and more particularly, what we feel about ourselves”. Hal ini
19
menyebabkan setiap penulis memiliki cara dan gaya yang berbeda-beda dalam
menyampaikan suatu informasi.
Informasi-informasi tersebut pada akhirnya tidak hanya terkirimkan
kepada pembaca, tetapi juga terus berkembang melalui proses menulis yang
berikutnya. Sebagaimana diungkapkan Murray dan Moore (2006:132)
“Writing is inherently creative process in which knowledge and ideas are not
just shared and transmitted, but generated”. Dengan kata lain, sebuah tulisan
mengundang inspirasi untuk tulisan-tulisan lainnya.
Pengertian menulis secara terperinci menurut Henry Guntur Tarigan
(1985:21) ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang
menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-
orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka
memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Seperti halnya membaca, menulis
juga merupakan suatu rekonstruksi gambaran dan arti, pemikiran yang logis,
serta pemberian tanggapan terhadap ide-ide yang dipresentasikan dalam
sebuah tulisan. Sedangkan Aceng Hasani (2005:2) berpendapat kemampuan
menulis adalah kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam
mengungkapkan perasaan yang berkenaan dengan suatu pokok masalah secara
jelas, lugas dan tuntas dengan menggunakan bahasa tulis.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa menulis adalah proses
penyampaian pesan, yang berupa informasi, ide-ide, gagasan, hasil pemikiran,
ekspresi perasaan dan sebagainya melalui rangkaian abjad yang tersusun
dengan kaidah-kaidah tertentu. Hasil dari proses menulis tersebut adalah
20
sebuah karya tulisan yang pada akhirnya menghubungkan komunikasi antara
si penulis dan pembaca tulisannya.
4. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar
Belajar merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan pribadi
dan perilaku individu. Dengan belajar individu menjadi lebih baik daripada
sebelum ia belajar. Keadaan ‘lebih baik’ dalam hal ini dilihat dari
sebagaimana individu dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Seperti yang
diungkapkan oleh Nasution (1995:43) belajar adalah penyesuaian diri dengan
lingkungan. Seorang belajar jika ia dapat bertindak dan berbuat sesuai dengan
apa yang dipelajarinya.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia belajar diartikan dengan berusaha
mengetahui sesuatu; berusaha mengetahui ilmu pengetahuan (kepandaian,
keterampilan). Dengan ilmu pengetahuan tersebutlah manusia menjadi pribadi
yang lebih baik. Namun orientasi sesungguhnya dari kegiatan belajar adalah
lebih kepada perubahan tingkah laku yang didapat individu setelah belajar.
Orang yang telah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan
tingkah laku tidak hanya pada kebiasaan (habit), dan kecakapan-kecakapan
(skills), namun juga pada aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan
keterampilan (psikomotoris). Seperti yang diungkapkan Winkel (1996:53)
“learning is mental or psychic activities that happen in active interaction
with environment which generate changes in knowledge, comprehension, skill,
and attitude value” (http/:www.SCRIBD.com).. Senada dengan Winkel,
Witherington dalam Sudrajat (2007:1) berpendapat: “Learning is change in
21
personality that being manifested as new patterns of response in the form of
skill, attitude, behavior, knowledge, and ability”. Jadi, belajar dapat
membentuk pola respon yang baru dalam berbagai aspek seperti halnya
keterampilan, sikap, tingkah laku, pengetahuan dan juga kemampuan yang
secara keseluruhan membangun pribadi seorang pembelajar.
Belajar juga merupakan pembentukan tingkah laku melalui pengalaman.
Pengalaman dapat merubah seseorang yang tidak tahu menjadi tahu, dengan
demikian ia dapat bertindak dengan tepat dikemudian hari. Seperti
diungkapkan McGeoh dalam Suryabrata (2002:231) “learning is a change in
performance as a result of practice”.
Perubahan tingkah laku sebagai impact dari belajar merupakan
perubahan-perubahan yang bersifat disadari dan disengaja (intentional),
berkesinambungan (kontinyu), fungsional, positif, aktif, permanen, bertujuan
dan terarah, serta merupakan perilaku secara keseluruhan
Menurut Gagne dalam Abin Syamsuddin Makmun pada Sudrajat
(2007:3), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk:
1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemahaman nama dari suatu bentuk, benda, mengungkapkan definisi dan sebaganya.
2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol. Secara kongkrit Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran.
3. Strategi kognitif; dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif, Strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata
22
lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Sementara hasil belajar sendiri biasanya akan tampak dalam:
1. Kebiasaan; kebiasaan dalam hal ini dapat berupa pengulangan
kegiatan baru yang menyebabkan individu menyesuaikan diri dan
bertindak meninggalkan kegiatan lamanya yang dianggap salah
atau kurang tepat.
2. Keterampilan; diantaranya dapat berupa suatu kecakapan motorik
untuk melakukan sesuatu.
3. Pengamatan; merupakan suatu proses menerima, menafsirkan, dan
memberi rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara
obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang
benar.
4. Berfikir asosiatif; berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu
dengan lainnya malalui daya nalarnya.
5. Berfikir rasional dan kritis; lebih dari sekadar mengasosiakan
sesuatu, dalam hal ini pembelajar dapat mempergunakan daya
nalarnya untuk berfikir sistematis, logis, dan memberikan respon
terhadap suatu hal dengan berpedoman pada apa yang telah ia
analisa dan dianggapnya benar.
23
6. Sikap; kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan
cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai
dengan pengetahuan dan keyakinan.
7. Inhibisi; diantaranya pembelajar dapat menghindari hal yang
mubazir.
8. Apresiasi; dapat berupa penghargaan terhadap karya-karya sastra
dan semacamnya.
9. Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan
takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan
sebagainya (http://akhmadsudrajat.wordpress.com).
Jadi, hakekat belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku
individu ke arah yang lebih baik dalam keterampilan, sikap, kebiasaan,
pengetahuan dan kecakapan. Perubahan-perubahan tersebut dapat berbentuk
informasi verbal, kecakapan intelektual, strategi kognitif, sikap maupun
kecakapan motorik. Kemudian perubahan-perubahan tersebut akan tampak
dalam kebiasaan, keterampilan, pengamatan, berpikir asosiatif, pemikiran
yang rasional dan kritis, menghindari hal yang mubazir, apresiasi serta
perilaku-perilaku afektif.
Lalu dalam kaitannya dengan bahasa Inggris, belajar disini lebih kepada
berusaha mengetahui tentang bahasa tersebut secara sadar. Karena terdapat 2
cara untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Inggris yaitu sebagai
bahasa target pembelajaran. Diantaranya secara tidak sadar dan secara sadar.
24
Perolehan bahasa Inggris secara tidak sadar dapat terjadi jika bahasa Inggris
dipelajari sebagai bahasa kedua (bukan bahasa asing). Sehingga perolehannya
dapat berjalan sebagaimana pembelajar mendapatkan bahasa ibu-nya.
Sementara perolehan secara sadar terjadi melalui proses belajar seperti yang
tengah dipelajari di Indonesia.
Mengenai proses belajar tersebut Setiadi (2006:23) berpendapat
“process and progress in learning a target language may depend on (1) how
the target language differs from the mother tongue and (2) how much the
mother tongue interferes with the target language”. Setiap bahasa mempunyai
ciri khas tersendiri yang membedakannya dengan bahasa-bahasa yang lainnya.
Semakin banyak perbedaan yang terdapat antara bahasa ibu pembelajar
dengan bahasa target yang hendak ia pelajari maka akan semakin sulit
pembelajaran bahasa target itu baginya. Dan yang kedua merupakan adanya
interference atau campur tangan bahasa ibu terhadap pembelajaran bahasa
target. Campur tangan tersebut terjadi apabila terdapat kesamaam-kesamaan
antara bahasa ibu dengan dengan bahasa target. Kesamaan teersebut dapat
berakibat positif ataupun negatif. Kesamaan tersebut dapat berakibat positif
dalam pembelajaran menyimak dan membaca. Namun dalam pembelajaran
berbicara dan menulis, dimana seorang pembelajar diharuskan mmemproduksi
sebuah ungkapan ataupun tulisan hal ini akan dapat berakibat negatif jika tidak
disertai dengan pengetahuan yang memadai. Sebagaimana pendapat Dickerson
(1975:405) dalam Setiadi (2006:25) “they will use their knowledge of their
mother tongue and based on the knowledge they may produce utterances
25
which do not exist in the target language”. Diantaranya kesalahan-kesalahan
tersebut dapat berupa kesalahan informasi, kesalahan penempatan morfem,
kesalahan penulisan kata kerja beraturan dan tak beraturan dan lain
sebagainya.
5. Hubungan antara Membaca dan Menulis
Dalam kegiatan membaca dan menulis terdapat komunikasi dua arah
yang terjadi secara tidak langsung antara pembaca dan penulis. Pembaca
membaca sebuah uraian kata-kata yang merupakan buah pikiran dari penulis
dan penulis mencoba membagi pemikirannya dengan pembaca. Komunikasi
tersebut berjalan melalui sebuah media yaitu, teks. Namun untuk dapat
mengkomunikasikan pemikirannya tersebut seorang penulis juga harus
mempunyai pengetahuan membaca yang memadai. Karena untuk dapat
menentukan hasil karyanya dapat mengkomunikasikan buah pemikirannya
dengan tepat, penulis harus dapat bertindak sebagai pembaca untuk
mengevaluasi tulisannya. Jadi, membaca dan menulis merupakan proses yang
paralel, Sebagaimana diungkapkan oleh Trosky dan Wood dalam Smith
(2001: 1), where the activities of readers are congruent to or mirror image of
the activities of writers. Hal ini berkaitan dengan pengkodean informasi oleh
penulis dan perolehan informasi oleh pembaca. Jadi, dengan berperan sebagai
pembaca seorang penulis dapat meramalkan apa yang akan didapat pembaca
setelah membaca tulisannya. Berkenaan dengan hal ini Smith (2001:1)
berpendapat, “this is satisfying for the writer who knows that idea and
26
information are being transmitted, and it is equal satisfying to the reader who
absorbs, analyzes, interpret, synthesis, and evaluate these ideas ind
informations”. Maka dari itu, seorang penulis harus mengetahui maksud dan
tujuannya menulis serta respon apa yang akan didapat dari membaca
tulisannya.
Jauh sebelum seorang penulis memproduksi tulisannya, ia harus dapat
membaca dengan baik. Dengan membaca, seorang penulis mendapat ide-ide
untuk tulisannya serta bagaimana cara untuk menuliskan ide-ide tersebut.
Dengan pengetahuan membaca yang baik, seorang penulis dapat menganalisa
ide-ide tersebut dengan akurat dan mengembangkannya lebih lanjut di dalam
tulisannya. Dalam hal ini Stotsky (1983: 636) dalam Langer dan Flihan
(2000:8) berpendapat "better writers tend to be better readers (of their own
writing as well as of other reading material), that better writers tend to read
more than poorer writers, and that better readers tend to produce more
syntactically mature writing than poorer readers". Penulis yang baik adalah
penulis yang dapat membaca dengan baik. Sehingga penulis tersebut dapat
memproduksi tulisan yang lebih baik daripada penulis yang kurang
pemahaman dalam membaca.
Sebaliknya, dengan menulis seorang pembaca dapat mempermudah
proses penangkapan informasi dari sebuah bacaan. Dengan menuliskan
kembali apa yang telah dibaca ataupun menuliskan sebuah informasi yang
27
merujuk pada sebuah bacaan akan memperkuat memori pembaca terhadap
informasi dalam bacaan tersebut.
Jadi, aktivitas membaca tidak dapat dipisahkan dari kegiatan menulis,
karena membaca merupakan proses dasar dari kegiatan menulis. Melalui
kegiatan membaca seorang penulis mendapatkan sumber dari tulisannya, baik
yang berupa teknik maupun materi. Dengan membaca pula ia mengevaluasi
tulisannya. Dan selanjutnya kegiatan membaca pula-lah yang menghubungkan
seorang penulis dengan pembacanya.
B. Kerangka Berpikir
Sebagaimana telah diuraikan diatas, membaca dan menulis merupakan dua
kegiatan yang saling berhubungan satu sama lain. Membaca merupakan proses
menganalisa tulisan dan mengambil pesan-pesan yang hendak disampaikan
didalam tulisan tersebut. Tulisan itu sendiri merupakan hasil daripada proses
menulis. Sebaliknya, untuk dapat menulis dengan baik seseorang haruslah pandai
membaca. Karena, dengan membaca seorang penulis dapat menentukan setiap
kata yang akan dipakainya untuk menyampaikan pesan-pesan pada tulisannya.
Membaca dan menulis merupakan dua dari empat kemampuan berbahasa.
Keduanya merupakan keterampilan yang rumit. Keduanya membutuhkan latihan
yang intensif dan terarah untuk dapat menguasainya. Tidak seperti kemampuan
mendengar dan berbicara, kemampuan membaca dan menulis bertujuan untuk
berkomunikasi secara tak langsung. Komunikasi tersebut terjadi antara pembaca
28
dan penulis. Seorang pembaca berperan sebagai penerima pesan (recepient) dari
penulis dan penulis sebagai penyampai pesan. Keduanya dihubungkan dengan
menggunakan media tulis. Dalam hal ini media tersebut merupakan serangkaian
huruf-huruf, angka-angka, maupun symbol-simbol grafis yang tersusun sesuai
dengan kaidah penulisan yang berlaku. Komunikasi ini dapat berjalan selama
seorang penulis mampu membuat pembacanya mengerti pesan yang hendak ia
sampaikan. Begitu pula dari sisi pembaca, komunikasi tersebut dapat berjalan
dengan baik selama si pembaca dapat mengerti hasil karya si penulis dan
menangkap isi pesan dari karya tulisan si penulis.
Kemampuan membaca yang baik dapat membuat seorang pembaca mengerti
dan memahami tulisan penulis. Dengan demikian pembaca dapat menelaah pesan
penulis yang terangkum dalam sebuah tulisan. Namun reaksi setiap pembaca
terhadap sebuah tulisan tidak selalu sama. Bila diadakan sebuah forum diskusi
terhadap sebuah tulisan dimana pesertanya merupakan pembaca-pembaca dengan
kemampuan membaca yang memadai dan dapat dikatakan setara kemampuannya
antara peserta satu dengan lainnya. Bukan tidak mungkin terdapat perbedaan
penafsiran terhadap isi bacaan dari pembaca-pembaca tersebut. Dalam hal ini
tetap terjadi komunikasi walaupun terkadang pembaca tidak mampu menelaah
pesan yang hendak disampaikan penulis dengan detail yang tepat. Hal ini sah-sah
saja selama seluruh pendapat pembaca tentang tulisan tersebut logis adanya dan
dapat dipertanggungjawabkan.
29
Dari uraian diatas, dapat dikatakan jika kegiatan membaca memacu
seseorang untuk berpikir. Dengan membaca seorang pembaca ditantang untuk
bereaksi terhadap sebuah bacaan. Jika bacaan itu menarik bagi pembaca tersebut
tentunya ia akan berpikir lebih lanjut dan tak jarang yang berbuah tindakan
kongkrit dalam kehidupannya. Dari sana dapat terlihat bagaimana komunikasi
berjalan melalui bagaimana tulisan tersebut mempengaruhi pembaca. Bahkan jika
bacaan tersebut tidak menarik minat pembaca akan tetap terjadi komunikasi.
Komunikasi tersebut dapat berupa tanggapan sinis atau semacamnya. Walaupun
terlihat negatif namun dari sana syarat komunikasi telah tejadi yaitu adanya aksi
dan reaksi. Dalam hal ini bentuk aksi berupa tulisan dan reaksinya merupakan
tanggapan dari tulisan tersebut.
Sementara kegiatan menulis sendiri merupakan suatu proses penyampaian
pesan melalui tulisan. Dalam penyampainya, penulis dituntut untuk dapat
membuat tulisan yang mampu dipahami pembaca. Untuk itu seorang penulis juga
harus bertindak sebagai pembaca. Dengan berpartisipasi sebagai pembaca
tulisannya sendiri, seorang penulis dapat mengevaluasi sejauh mana tulisannya
akan dapat dimengerti oleh pembaca. Sehingga pesan dari tulisannya dapat
tersampaikan dengan baik. Namun sesungguhnya jauh sebelum tulisan tersebut
diproduksi ia juga harus banyak membaca tulisan-tulisan orang lain. Karena
dengan membaca tulisan-tulisan pendahulunya dan penulis-penulis lainnya ia
akan dapat menelaah tulisan yang bagaimanakah yang mudah ia dan orang lain
pahami. Selain itu dengan membaca tulisan-tulisan tersebut, seorang penulis juga
dapat menambah pengetahuannya baik secara teknis maupun materi penulisan.
30
Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa inggris, kegiatan membaca
dan menulis merupakan kegiatan yang rutin dilakukan. Bahkan kedua kegiatan
tersebut intensitasnya lebih sering dilakukan daripada kegiatan speaking ataupun
listening. Sehingga terkadang kemampuan membaca dan menulis peserta didik
lebih baik daripada kemampuan mereka dalam menyimak dan berbicara dalam
bahasa inggris, tidak seperti pada perolehan bahasa ibu dimana kemampuan
mendengar dan berbicara didapat lebih dahulu. Namun tetap saja kemampuan
peserta didik yang demikian masih belum dapat dikatakan maksimal.
Sebagaimana realitas yang ada, kemampuan membaca dan hasil belajar menulis
bahasa inggris peserta didik masih rendah. Dan kendala sesungguhnya adalah dari
bahasa inggris itu sendiri dimana terdapat perbedaan yang mendasar antara bahasa
inggris dengan bahasa Indonesia.
Kemampuan membaca sejatinya merupakan kesanggupan pembaca
mengenal dan melafalkan tulisan, serta memahami isi pesan dan informasi baik
yang tersirat, maupun tersurat yang terkandung didalam tulisan tersebut.
Sementara hasil belajar menulis dapat dikatakan sebagai perubahan tingkah laku
individu ke arah yang lebih baik dalam keterampilan, sikap, kebiasaan,
pengetahuan dan kecakapan dalam hal proses penyampaian pesan, yang berupa
informasi, ide-ide, gagasan, hasil pemikiran, ekspresi perasaan dan sebagainya
melalui rangkaian abjad yang tersusun dengan kaidah-kaidah tertentu. Merujuk
dari pengertian tersebut, terdapat hubungan antara kemampuan membaca dengan
hasil belajar menulis. Kemampuan membaca dapat mendukung proses menulis,
hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana seorang penulis mendapatkan ide dan
31
teknik penulisan melalui kegiatan membaca. Jadi, dapat dikatakan dengan
membaca seorang penulis belajar secara teoritis membuat tulisannya. Dan proses
menulis itu sendiri merupakan hasil belajarnya secara praktis. Pada akhirnya
kedua kegiatan tersebut membentuk perubahan perilaku seorang penulis yang
dapat dilihat dari hasil tulisannya.
C. Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yang menjadi fokus permasalahan
yang akan dibahas. Variabel-variabel tersebut antara lain kemampuan membaca
sebagai variabel bebas dan hasil belajar menulis sebagai variabel terikat.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan yang terdapat diantara kedua
variabel tersebut. untuk itu penulis mengajukan hipotesis penelitian sebagai
berikut:
Hipotesis nol (Ho): Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
kemampuan membaca dengan hasil belajar menulis pada siswa kelas XI
SMK Mardi Bhakti Jakarta.
Hipotesis alternatif (Ha): Terdapat hubungan yang signifikan antara
kemampuan membaca dengan hasil belajar menulis pada siswa kelas XI
SMK Mardi Bhakti Jakarta
32