04 bab ii

24
16 BAB DUA RADHA'AH DAN BANK ASI A. Pengertian Radha'ah dan Dasar Hukumnya 1. Pengertian Radha'ah Radha'ah secara bahasa adalah proses menyedot puting, baik hewan maupun manusia. Sedangkan secara syara’ diartikan dengan sampainya air susu manusia pada lambung anak kecil yang belum genap berumur dua tahun. 1 Dikatakan juga bahwa radha'ah secara syara’ adalah cara penghisapan yang dilakukan ketika proses menyusu pada puting manusia dalam waktu tertentu. 2 Radha'ah merupakan perbuatan yang dilakukan satu kali dalam penyusuan, sebagaimana lafadz darbatan (satu kali pukul) jalsatan (satu kali duduk) dan aklatan (satu kali makan), yaitu ketika seorang anak kecil menghisap puting susu kemudian meninggalkan dengan kemauannya sendiri tanpa paksaan maka hal tersebut disebut dengan radha'ah. 3 Ulama fiqih mendefinisikan dengan arti yaitu anak-anak yang belum mencapai umur dua tahun dimana perkembangan biologis anak tersebut sangat 1 ‘Abdurrahman al-Jaziry, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Arba’ah, Juz IV, (Beirut: Dar al- Fikr, tt), hlm. 219 2 Abi at-Tayyib, ‘Aun al-Ma’bud, Jilid III, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1990) hlm. 38 3 Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad as-Syaukani, Nail al-Authar, Juz VII, (Beirut: Dar al- Jil, 1995) hlm. 241

Upload: afdhalul-ulfa

Post on 27-Jun-2015

805 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 04 BAB II

16

BAB DUA

RADHA'AH DAN BANK ASI

A. Pengertian Radha'ah dan Dasar Hukumnya

1. Pengertian Radha'ah

Radha'ah secara bahasa adalah proses menyedot puting, baik hewan maupun

manusia. Sedangkan secara syara’ diartikan dengan sampainya air susu manusia pada

lambung anak kecil yang belum genap berumur dua tahun.1 Dikatakan juga bahwa

radha'ah secara syara’ adalah cara penghisapan yang dilakukan ketika proses

menyusu pada puting manusia dalam waktu tertentu.2 Radha'ah merupakan perbuatan

yang dilakukan satu kali dalam penyusuan, sebagaimana lafadz darbatan (satu kali

pukul) jalsatan (satu kali duduk) dan aklatan (satu kali makan), yaitu ketika seorang

anak kecil menghisap puting susu kemudian meninggalkan dengan kemauannya

sendiri tanpa paksaan maka hal tersebut disebut dengan radha'ah.3

Ulama fiqih mendefinisikan dengan arti yaitu anak-anak yang belum

mencapai umur dua tahun dimana perkembangan biologis anak tersebut sangat

1 ‘Abdurrahman al-Jaziry, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Arba’ah, Juz IV, (Beirut: Dar al-

Fikr, tt), hlm. 219 2 Abi at-Tayyib, ‘Aun al-Ma’bud, Jilid III, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1990) hlm. 38 3 Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad as-Syaukani, Nail al-Authar, Juz VII, (Beirut: Dar al-

Jil, 1995) hlm. 241

Page 2: 04 BAB II

17

ditentukan oleh kadar susu yang diterima. Dengan demikian, susuan anak kecil pada

masa ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik mereka.4

2. Dasar Hukum Radha'ah

Dalil yang menjadi dasar hukum radha'ah bersumber dari:

a. Ayat al-Qur’an, antara lain:

أراد أن ��� ا������ وا�ا��ات ����� أو�ده� ���� آ����� ���

)٢٣٣:�! �ةا(

Artinya: Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anak mereka selama dua

tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna (Al-

Baqarah: 233)

���. ���*� أ�-�+*� و'&�+*� وأ,ا+*� و���+*� و,��+*� و'&�ت ا(خ و'&�ت

) ٢٣:أ�&�2ء (أ,ا+*� �� ا������ ا(,. وأ�-�+*� ا�0+/ أر��&*� و

Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu

yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-

saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang

perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang

laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang

perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan

sepersusuan. (an-Nisa’: 23)

4 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve,

2003) hlm. 1475

Page 3: 04 BAB II

18

b. Sunnah Rasulullah

أن ر6ل ا8 :�9 ا8 ���7 و��6 آ�ن �&�ه� , �� ���ة أن ���34 أ,!�+-�

ت ر@? ��2<ذن >9 : .��6 �-A�34 > ��.وإ�� .��C �DE� .�' :

��ر6ل ا8 :�9 ا8 ���7 و��6 هGا ر@? ��2<ذن >F��' 9 > �ل ر6ل ا8

�A0< Hا������(:�9 ا8 ���7 و��6 أرا �� �DE� ��� (�34�� .�� <

��� �A0< آ�ن��/؟ �Cل ر6ل ا8 د,? ) ���-� �� ا������(��ر6ل ا8 �

��A ��6دة , :�9 ا8 ���7 و� 5 )رواH ���2(إن ا������ +�Kم ا�

Artinya: Bersumber dari ‘Amrah, sesungguhnya Aisyah memberitahukan

kepadanya bahwa Rasulullah SAW suatu hari sedang berada

disisinya, tiba-tiba ia mendengar suara seorang lelaki minta

permisi dirumah Hafsah. Kata Aisyah, “Aku lalu beritahukan

kepada Rasulullah SAW “Ya Rasulullah, itu ada orang laki-laki

sedang minta permisi dirumah anda.” Rasulullah SAW hanya

menjawab “Aku kira dia itu si polan (paman sepersusuannya

Hafsah).” Aku lantas bertanya ,Wahai Rasulullah seandainya

paman sepersusuanku masih hidup, tentunya dia boleh menemuiku

ya?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, karena sesungguhnya

persusuan itu dapat mengharamkan seperti halnya keturunan.

(HR. Muslim)

.��C �34�� �� :��6ل ا8 :�9 ا8 ���7 و �� ��Kم �� ا���� ��: �Cل ر6

6 )روا�K�)��2� Hم �� ا��دة

5 Imam Abu Husein Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi an-Nisaburi, Tarjamah Shahih Muslim Juz

II, KH. Adib Bisri Musthofa (Semarang: As-Syifa’, 1993), hlm 830-831) 6 Imam Abu Husein Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi an-Nisaburi, Tarjamah Shahih…, hlm. 831

Page 4: 04 BAB II

19

Artinya: Bersumber dari Aisyah, Ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda:

“yang haram dari persusuan itu adalah juga yang haram dari

keturunan” (HR. Muslim)

ق >L��C 9 : �� أ'/ �!� ا����� �� ��/ �Cل&+ F��� 8ل ا��C. ��ر6

ا8 > �ل ر6ل ا .&' , 9�: 8��Pة, و�&�آ� N�O؟ ��A .�C: و+��&�؟ > �ل

/� ?K+ � �-Aإ'&� أ,/ �� ا������ إ, ���7 و��6 ا �-A)��2� H7 )روا

Artinya: Bersumber dari Abu Abdurrahman dari Ali, dia berkata: “ Aku

pernah berkata kepada Rasulullah SAW, Wahai Rasulullah,

mengapa anda hanya memilih wanita-wanita Quraisy dan

mengabaikan yang ada pada kami? Rasulullah SAW balik

bertanya: “Apakah kamu punya calon? “Aku menjawab “Ya, Ia

adalah puterinya Hamzah”. Mendengar itu Rasulullah SAW

bersabda: “Sayang sekali, sesungguhnya ia tidak halal bagiku, ia

adalah puteri saudara laki-laki sepersusuanku sendiri. (HR.

Muslim)

Dalil-dalil tersebut memberikan pengertian bahwa hukum radha'ah

yang dimaksud di atas adalah haramnya pernikahan, melihat, khalwat, dan

berpergian dengan pasangan. Selain itu juga menjelaskan bahwa seorang anak

yang menyusu satu atau dua kali isapan susu dari ibu yang menyusui itu tidak

menimbulkan kemahraman.

7 Imam Abu Husein Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi an-Nisaburi, Tarjamah Shahih…, hlm. 836

Page 5: 04 BAB II

20

B. Syarat dan Rukun Radha'ah

1. Syarat Radha’ah

Menurut jumhur ulama, syarat susuan yang mengharamkan nikah ada 6

(enam) syarat yaitu :8

a) Air susu harus berasal dari manusia, menurut jumhur baik perawan atau

sudah mempunyai suami atau tidak mempunyai suami;

b) Air susu itu masuk kerongkongan anak, baik melalui isapan langsung dari

puting payudara maupun melalui alat penampung susu seperti gelas, botol

dan lain-lain;

Menurut ulama Mazhab empat, terjadinya radha’ah tidak harus

melalui penyedotan pada puting susu, namun pada sampainya air susu ke

lambung bayi yang dapat menumbuhkan tulang dan daging. Namun

mereka berbeda pendapat mengenai jalan lewatnya ASI, menurut Imam

Malik dan Hanafi harus melewati rongga mulut, sedangkan menurut

Hanbali adalah sampai pada lambung dan pada perut atau otak besar.

c) Menurut mayoritas ulama, penyusuan yang dilakukan melalui mulut

(wajur) karena bersifat mengenyangkan sebagaimana persusuan atau

melalui hidung (sa’ut) karena adanya sifat memberi makan, karena otak

mempunyai perut seperti lambung, namun sifat memberi makan tidak

8 Wahbah Zuhaily, al-Fiqh …, hlm. 7283

Page 6: 04 BAB II

21

disyaratkan harus melalui lubang atas, akan tetapi sampainya susu pada

lambung dianggap cukup untuk menimbulkan hukum mahram.

Ulama Hanafiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah mengatakan

apabila susu itu dialirkan melalui alat injeksi, bukan mulut atau hidung

maka tidak menimbulkan kemahraman. Sedangkan menurut ulama

Malikiyyah meskipun dengan cara ini tetap haram.

Begitu juga menurut Imam Muhammad, penyuntikan ini tetap

menimbulkan hukum mahram seperti batalnya puasa karena persusuan.9

d) Menurut ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah, air susu itu harus murni,

tidak bercampur dengan yang lainnya. Apabila susu itu bercampur dengan

cairan lainnya, maka menurut mereka harus diteliti manakah yang lebih

dominan. Apabila yang dominan adalah susu, maka bisa mengharamkan

nikah. Apabila yang dominan adalah cairan lain, maka tidak

mengharamkan nikah.

Menurut ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah, susu yang dicampur

dengan cairan lain itu pun dianggap sama saja hukumnya dengan susu

murni dan tetap mengharamkan nikah, termasuk apabila susu itu dicampur

dengan susu wanita lain. Menurut Abu Hanifah dan Imam Abu Yusuf,

9 Ibnu Hammam, Syarh Fath al-Qadir, Juz III, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995)

hlm. 436, Burhanuddin, al-Hidayah Syarh Bidayah al-Mubtadi, juz II, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1990) hlm. 235

Page 7: 04 BAB II

22

yang haram dinikahi adalah wanita yang air susunya lebih banyak dalam

campuran itu.10

Akan tetapi, menurut Muhammad bin Hasan asy-Syaibani dan

Zufar bin Hudail bin Qaisy al-Kufi, seluruh pemilik susu yang dicampur

itu haram dinikahi anak tersebut, baik jumlah susu mereka sama atau salah

satunya lebih banyak, karena dua susu yang dicampur masih sejenis.11

e) Menurut mazhab fiqih empat dan jumhur ulama, susuan itu harus

dilakukan pada usia anak sedang menyusu. Oleh sebab itu, menurut

mereka apabila yang menyusu itu adalah anak yang sudah dewasa di atas

usia dua tahun, maka tidak mengharamkan nikah. Alasannya adalah

firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 233 yang menyatakan

bahwa sempurnanya susuan adalah dua tahun,12 dan juga dalam surah

Luqman ayat 14:

����� 9< 7��D<١٤:� ��ن (و(

Artinya: Dan menyapihnya dalam dua tahun (Luqman: 14)

Maksudnya, selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak

berumur dua tahun.

Dan sebuah riwayat hadis:

10 Wahbah Zuhaily, al-Fiqh …, hlm. 7284-7285 11 Ibnu Hammam, Syarh…, hlm. 435 12 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve,

2003) hlm. 1474

Page 8: 04 BAB II

23

� ��Kم �� ا������ إ� "�� ا�&!/ :�9 ا8 ���7 و��6 , �� ا'� �!�س

��� 13 )رواH ���2( �� آ�ن >9 �

Artinya: Dari Ibn ‘Abbas dari Rasulullah Saw, “tidak dinamakan

menyusui kecuali dalam usia dua tahun” (HR. Muslim)

Akan tetapi, Daud az-Zahiri mengatakan bahwa sususan anak yang

telah dewasa tetap mengharamkan nikah. Alasannya adalah sebuah

riwayat dari Aisyah:

.��Cأن ��,? أ U�ي �� أGا� WE�)0م اXا� F��� ?,�� 7Aم ���6 ����34 إ

�9 ا8 ���7 و��6 أ6ة ��/ �Cل > ��. ���34 أ�� �F >9 ر6ل ا8 :

��C. إن إ ��أة أ'/ ���C �E�G. �� ر6ل ا8 إن ����6 ��,? ��/ وه

ر6ل ا8 :�9 ا8 ���7 > �ل, ر@? و>2EA 9/ أ'/ �O 7&� �E�G/ء

14)رواH ���2"(ر��� 7���� 9�F��� ?أ"و��6

Artinya: “Ummi Salamah berkata pada Aisyah bahwa anak kecil yang

masuk dalam rumahmu yang tidak saya sukai ketika masuk

rumahku berkata: Aisyah berkata: “mungkin engkau mendapat

jawaban pada Rasulullah SAW tentang masalahmu? Berkata:

13 Abi Bakr Ahmad Ibn al-Husain al-Baihaqi, Kitab as-Sunan as-Sagir, Juz II, (Beirut: Dar

al-Fikr, 1993) hlm. 138, al-Hafiz ‘Ali Ibn ‘Umar ad-Daruqutniy, Sunan ad-Daruqutni, Juz III, (Beirut: Dar al-Fikr, tt) hlm.103

14 Abi Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-Qusairi an-Nisaburi, Sahih …., hlm. 29

Page 9: 04 BAB II

24

sesungguhnya Istri Abi Huzayfah (Sahlah binti Suhail) berkata

“Ya Rasulullah, Salim masuk dalam rumahku dan dia adalah

seorang laki-laki. Dan dalam diri Abi Huzayfah darinya

terdapat sesuatu. Rasulullah menjawab,”susukan dia,

sehingga ia dapat masuk dalam rumahmu”(HR. Muslim)

Kemudian Sahlah menyusui Salim sebanyak lima kali, kemudian

Salim menjadi anak di rumahnya, dan juga didukung adanya ‘Aisyah

memerintahkan anak-anak perempuan saudara laki-laki dan

perempuannya untuk menyusui pada setiap lelaki yang menyukai ‘Aisyah

ketika melihatnya yang kemudian masuk ke rumahnya. Apabila lelaki

tersebut sudah dewasa, maka disusui dengan lima kali susuan.15

Menurut jumhur ulama, radha’ah hanya dapat terjadi dalam masa

anak-anak. Jumhur ulama menyatakan bahwa kasus Salim merupakan

rukhsah (keringanan hukum) baginya.16

f) Menurut mazhab Syafi’i dan Hanbali, penyusuan harus dilakukan dengan

lima kali isapan yang terpisah, karena yang dianggap kuat dalam hal

persusuan adalah persusuan menurut adat istiadatnya (‘urf ), ketika si bayi

memisahkan diri dari penyusuan karena sudah enggan menyusu, maka

dihitung menjadi radha’ah hal itu didasarkan pada 'urf. Adapun ketika

15 Wahbah Zuhaily, al-Fiqh …, hlm. 7286 16 Muhammad Ibn ‘Ali Ibn Muhammad as-Syaukany, Nail al-‘Authar, Juz VII, (Beirut: Dar

al-Jil, 1995) hlm. 314

Page 10: 04 BAB II

25

bayi memutuskan berpisah dari menyusu walau hanya sekedar istirahat,

bernafas, bermain-main atau berpindah-pindah pada puting susu satu ke

yang satunya dari satu wanita ke wanita yang lain, kemudian dia kembali

menyusu lagi maka tidak masuk dalam hitungan radha’ah, melainkan

seluruhnya dihitung satu kali isapan saja. Apabila penyusuan tersebut

kurang dari lima kali isapan, maka tidak ada hukum mahram. Apabila ada

keraguan (syak) dalam hitungannya, maka harus dibangun adanya

keyakinan dalam penyusuan tersebut karena hal itu pada asalnya adalah

tidak adanya persusuan yang menimbulkan mahram, namun meninggalkan

keraguan lebih diutamakan, karena syak merupakan hal yang samar. Hal

ini didasarkan pada tiga dalil yaitu:

a. Hadis yang diriwayatkan dari Aisyah:

�� ���34 أ��C �-A. آ�ن >��� أPAل �� ا� �ان ��3 ر���ت

/<��ت >���� Y�Z' �Z2A �[ ���K� ت��ر6ل ا9�: 8 ���

17 ا8 ���7 و��6 وه� >��� � �أ �� ا� �ان

Artinya: “Dari Aisyah ra, Sesungguhnya dia berkata: “Ayat al-Qur’an

pernah turun dalam mengahramkan wanita tempat menyusu

jika susuan (mencapai) sepuluh kali susuan, kemudian

dinasakh menjadi lima kali susuan. Lalu Rasulullah wafat

17 Abi Husain Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Tarjamah Shahih …, hlm. 25

Page 11: 04 BAB II

26

dan hukum lima kali susuan itu masih dibaca dalam al-

Qur’an”

Hadis tersebut menjelaskan tentang susuan yang dinasakh dari

sepuluh kali susuan menjadi lima kali susuan, dan hukum lima kali

susuan ini berlaku semenjak wafatnya Rasulullah sampai sekarang.

b. ‘Illat yang terkandung dalam keharaman radha’ah adalah syubhat

juz’iyyah, yaitu yang terjadi dengan sebab susu yang menumbuhkan

daging dan tulang, dan hal itu tidak terjadi dalam susuan yang sedikit.

Oleh karena itu persusuan yang sedikit tidak mengharamkan, yang

mengharamkan adalah seperti yang tersebut dalam hadis, yaitu lima

kali susuan;

c. Hadis lain dari 'Aisyah:

و�Cل 6�� (�� ���C .��C �34ل ر6ل ا8 :�9 ا8 ���7 و��6

� +�Kم ا���D ) وزه�� إن ا�&!/ :�9 ا8 ���7 و�C ��6ل

18وا����Dن

Artinya: “Dari Aisyah ra Berkata, Rasulullah SAW Bersabda dan

Suwaid dan Zuhair: Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW

bersabda), “Tidaklah menimbulkan kemahraman satu kali

sedot dan dua kali sedotan.”

18 Abi Husain Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Tarjamah Shahih …, hlm. 25

Page 12: 04 BAB II

27

Sedangkan menurut Imam Malik dan Hanafi ASI yang banyak atau

sedikit tetap dihukumi mahram meskipun satu kali hisapan. Berdasarkan pada

tiga dalil dibawah ini19:

1) Keummumah firman Allah SWT:

) ٢٣:ا�&�2ء (� وأ,ا+*� �� ا������ �-�+*� �0 +/ أر��&*وأ

Artinya : Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara perempuan

sepersusuan. (an-Nisa’: 23)

Firman ini menjelaskan bahwa, jika seorang anak laki-laki maupun

perempuan yang menyusu pada ibu susuan yang sama, maka laki-laki dan

perempuan tersebut otomatis akan menjadi saudara karena sepersusuan.

Bagaimanapun cara dan banyaknya terjadi persusuan tersebut tetap

menimbulkan hukum mahram.

2) Hadis Bukhari, Muslim, Ibnu ‘Abbas, dan ‘Aisyah yang menyatakan

bahwa, “Sesuatu yang diharamkan sebab persusuan sama dengan yang

diharamkan sebab nasab.”

Hadis tersebut mengandung hukum mahram tanpa menentukan persusuan

dan didukung pula dengan hadis lain dari para sahabat, yaitu riwayat dari ‘Ali,

Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas. Mereka berkata, “Sedikit atau banyaknya

susuan tetap mengharamkan.”

19 Wahbah Zuhaily, al-Fiqh …, hlm. 7279

Page 13: 04 BAB II

28

3) Bahwa persusuan merupakan perbuatan yang mengandung hukum

mahram, maka baik sedikit atau banyak sama saja karena maksud dari

asy-Syari’ adalah menggantungkan hukum dan hakikat serta terlepas dari

syarat berulang-ulang dan banyaknya. Apabila hakikat itu terwujud, maka

hukum itupun datang.

Pendapat ini banyak dipakai di negara Mesir dan Libya, sedangkan pendapat

pertama banyak dipakai di negara Suriah karena merupakan pendapat yang kuat dan

mengandung unsur kemudahan dan keluasan bagi manusia.20

Sedangkan menurut Daud Az-Zahiri, kadar susuan yang mengharamkan nikah

itu minimal tiga kali isapan dan jika kurang dari itu, tidak haram bagi lelaki tempat ia

menyusu. Dalilnya hadis Rasulullah sebagaimana yang telah disebutkan pada

halaman 26.

Menurut Daud Az-Zahiri, hukum susuan yang ditentukan secara umum oleh

ayat al-Qur’an di atas dibatasi oleh hadis ini. Dengan demikian, ibu susuan dan

seluruh wanita yang mempunyai hubungan darah dengannya haram dikawini apabila

susuan itu mencapai kadar tiga kali susuan atau isapan tiga kali ke atas.21 Begitu juga

menurut Saur Abu Daud dan Daud Ibnu Muzakkir, yaitu sedikitnya tiga kali susuan

yang mengenyangkan.22

20 Wahbah Zuhaily, al-Fiqh …, hlm. 7289-7290 21 Ibnu Qayyim, Jami’ al-Fiqh, Juz VI, (Dar al-Wafa’, 2005) hlm. 193 – 194 22 Ibnu Qayyim, Zad al-Ma’ad, Juz V, (Kuwait: al-Mannar al-Islamiyyah, 1992) hlm. 571

Page 14: 04 BAB II

29

2. Rukun Radha'ah

Jumhur Ulama selain Abu Hanifah menetapkan bahwa rukun radha'ah ada

tiga,23 yaitu:

a) Wanita yang menyusui;

Wanita yang menyusui menurut beberapa pendapat ulama disyaratkan adalah

seorang wanita, baik dewasa, dalam keadaan haid, hamil atau tidak. Namun, ulama

berbeda pendapat tentang air susu dari wanita yang sudah meninggal.24

Menurut Syafi’i, air susu harus berasal dari wanita yang masih hidup,

sedangkan menurut Imam Hanafi dan Malik boleh meskipun wanita tersebut sudah

mati.25

b) Air Susu.

c) Anak yang menyusu;

3. Hal-hal yang Menetapkan Radha’ah

Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam menetapkan seorang anak benar-

benar disusui oleh seorang wanita selain daripada ibunya tersebut, para ulama fiqih

menetapkan bahwa perlu alat bukti utuk menetapkan hal tersebut, diantaranya

sebagai berikut:

23 Wahbah Zuhaily, al-Fiqh …, hlm. 7273 24 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, Juz II, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988) hlm.

39-40 25 Abdurrahman al-Jaziriy, al-Fiqh…, hlm. 221-223, Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Jilid II,

(Beirut: Dar al-Fikr, tt) hlm. 191

Page 15: 04 BAB II

30

a. Ikrar

Menurut Mazhab Hanafiyyah, ikrar dalam persusuan adalah pengakuan

persusuan dari pihak laki-laki dan wanita secara bersama atau salah satu dari mereka.

Apabila ikrar itu dilakukan sebelum menikah, maka keduanya tidak boleh menikah

dan apabila mereka menikah maka akad batal. Apabila ikrar itu dilakukan setelah

perkawinan, maka mereka harus berpisah. Ketika mereka memilih enggan untuk

berpisah, maka hakim berhak memaksa mereka untuk berpisah.

Menurut Malikiyyah, radha’ah dapat terjadi dengan adanya ikrar kedua

pasangan suami istri secara bersama, atau pemberitahuan salah satu dari orang tua

mereka berdua, atau hanya dengan pemberitahuan dari suami yang mukallaf

meskipun dilakukan setelah akad, atau pemberitahuan dari seorang istri yang sudah

baligh dan dilakukan sebelum akad. Mazhab Syafi’i menetapkan bahwa ikrar harus

dilakukan oleh dua orang laki-laki karena dianggap lebih unggul dalam ikrar.26

b. Persaksian

Persaksian, yaitu kesaksian yang dikemukakan orang yang mengetahui secara

pasti bahwa laki-laki dan wanita itu sepersusuan. Adapun jumlah saksi yang

disepakati ulama fiqih yaitu minimal dua orang saksi laki-laki atau satu orang laki-

laki dengan dua orang wanita. Akan tetapi, ulama fiqih berbeda pendapat tentang

kesaksian seorang laki-laki atau seorang wanita atau empat orang wanita.

26 Wahbah Zuhaily, al-Fiqh …, hlm. 7290-7292

Page 16: 04 BAB II

31

Menurut ulama Mazhab Hanafi kesaksian tersebut tidak dapat diterima karena

‘Umar bin al-Khattab mengatakan, “Saksi yang diterima dalam masalah susuan

hanyalah persaksian dua orang laki-laki.” Para sahabat lain tidak membantah

ketetapan ‘Umar bin al-Khattab ini, karenanya menurut mereka, ketetapan ini

menjadi ijma’ para sahabat, dan ijma' para sahabat dapat dijadikan sandaran hukum.

Alasan lain yang mereka kemukakan adalah firman Allah Swt dalam surah al-

Baqarah ayat 282 yaitu:

3�6-�وا O-��� �� ر@��*� >[ن �� �*�A ر@��� >�@? وإ��أ+�ن ��� وا

)٢٨٢:ا�! �ة(+��ن

Artinya: Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang di

antaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki

dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai

(al-Baqarah: 282)

Ulama Mazhab Maliki mengatakan bahwa kesaksian seorang wanita sebelum

akad adalah tidak sah kecuali ibu laki-laki itu sendiri. Adapun kesaksian seorang laki-

laki dengan seorang wanita atau kesaksian dua orang wanita, menurut mereka dapat

diterima apabila diungkapkan sebelum akad.

Menurut Mazhab Syafi’i dan Hanbali, kesaksian empat orang wanita dalam

masalah susuan dapat diterima karena masalah susuan merupakan masalah khusus

kaum wanita. Akan tetapi, apabila kurang dari empat orang wanita, kesaksiannya

Page 17: 04 BAB II

32

tidak diterima, karena dua orang wanita nilainya sama dengan satu orang lelaki dalam

persaksian.

Menurut Ibnu Rusyd para ulama berpendapat bahwa persaksian dalam hadis

tersebut bersifat sunnah.27

C. Sejarah Bank ASI

Beberapa penyebab mengapa ibu tidak bisa memberikan ASI untuk bayinya

sendiri antara lain:

a. Kelahiran prematur, sehingga suplai ASI belum memadai untuk kebutuhan si

bayi;

b. Stres ibu yang melahirkan bayi prematur juga menyebabkan ASI tidak keluar;

c. Ibu yang melahirkan bayi kembar dua atau tiga. Suplai ASI-nya tidak

mencukupi kebutuhan si bayi kembar ini;

d. Jika ibu menderita penyakit yang mengharuskan minum obat tertentu dan

membahayakan kesehatan bayi, misalnya obat kemoterapi;

e. Ibu menderita penyakit menular seperti Hepatitis atau HIV AIDS;

f. Mungkin ibu mengalami masalah kesehatan serius yang menyebabkan ASI-

nya sama sekali tak dapat keluar.

Menurut jumhur ulama, para ibu boleh dipaksa untuk menyusui anaknya

dalam tiga hal:

27 Wahbah Zuhaily, al-Fiqh …, hlm. 7293-7294

Page 18: 04 BAB II

33

a. Jika anak itu tidak menerima susu selain dari susu ibu kandungnya;

b. Tidak ada wanita lain yang menyusui anaknya tersebut;

c. Ayah atau anak itu tidak memiliki harta untuk membayar upah wanita lain

yang menyusui anaknya.

Khusus ulama mazhab Syafi’i, selain dari yang tiga hal tersebut diatas, ada hal

lain yang mengharuskan seorang hakim untuk memaksa seorang ibu menyusui

anaknya, yaitu pada tetesan pertama air susu itu setelah sang ibu melahirkan

anaknya.28

Ide-ide Bank Air Susu Ibu muncul di Eropa semenjak lebih kurang 50 tahun

yang lalu setelah munculnya bank darah, yang mana bank tersebut mengumpulkan

susu para ibu dengan cara membelinya, kemudian menyimpannya dan menjualnya,

ataupun mengeringkan dan mengalengkannya sehingga bisa dijual kepada para

konsumen yang memerlukannya. Sebagai ganti untuk si bayi yang menyusui dari

susu ibunya atau dari para baby sister. Sejak saat itu, berpindahlah ide-ide semacam

ini ke negara-negara Islam dan bahkan sebagian orang Islam menyeru kepada hal

tersebut sebagai suatu taklid terhadap apa yang terjadi di Eropa.29

Konsep Bank ASI ini sudah populer sejak ratusan tahun lalu sejak para dokter

tertarik pada kemampuan bayi dan anak-anak bertahan hidup berkat ASI. Donor Bank

ASI dibentuk dengan cara mengumpulkan, melakukan penapisan (screening), proses,

28 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve,

2003) hlm. 1472 29 Lajnah Min Asatizihi Qismi al-Fiqh al-Maqarin, Qadhaya Fiqhiyyah Mu’asharah, juz I

(tp, 2006), hlm 233.

Page 19: 04 BAB II

34

dan distribusi ASI dari ibu yang mendonorkan ASI-nya. Untuk pertama kalinya, USA

mendirikan Bank ASI di Boston pada tahun 1911. Para ibu donor ini menerima

sejumlah uang sebagai tanda terima kasih telah bersedia mendonorkan ASI-nya di

samping untuk bayinya sendiri. ASI yang telah terkumpul itu kemudian

dipasteurisasi, yaitu sebuah proses pemanasan makanan dengan tujuan membunuh

organisme merugikan seperti bakteri, virus, protozoa, kapang, dan khamir yang

membahayakan bagi bayi penerima ASI donor.30 Pada tahun 1943, The American

Academy of Pediatrics merilis panduan untuk operasional Bank ASI.

Pada awal tahun 1980, jumlah donor Bank ASI menurun drastis akibat isu

penyakit AIDS dan berbagai infeksi lainnya. Seperti halnya darah, air susu juga bisa

disusupi virus. Akibatnya, penggunaan susu formula melonjak drastis. Selain itu, susu

formula ini dikembangkan agar bisa sesuai untuk bayi prematur. Namun demikian,

harus diakui bahwa nutrisi lengkap sebagaimana yang terdapat dalam ASI belum bisa

dipenuhi oleh susu formula.

Kini, dengan cara penapisan yang lebih ketat, Bank ASI kembali bangkit dan

menjadi pilihan nutrisi yang dipilih oleh ahli kesehatan dan dokter anak. Bahkan

pendonor cukup menghubungi melalui telepon pada pihak Bank ASI agar ASI-nya

dijemput dengan tas khusus yang steril. ASI donor hanya bisa diperoleh melalui Bank

ASI yang resmi ditunjuk setelah melewati persyaratan ketat yang harus dipenuhi.

Selain itu, harus dengan resep yang memang ditujukan untuk bayi yang

30 Rosenau, Pasteurisasi, di akses pada tanggal 26 Mei 2010 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/pasteurisasi

Page 20: 04 BAB II

35

membutuhkan karena alasan medis atau anak-anak balita yang memang mengalami

masalah kekebalan tubuh. Kesadaran terhadap manfaat ASI kini meluas, sehingga

diharapkan tidak banyak lagi bayi prematur atau bayi sakit yang meninggal sia-sia.

Keberadaan Bank ASI amat didukung oleh UNICEF dan WHO. Hanya saja,

proses uji kelayakan ASI ini membutuhkan peralatan canggih dengan dana yang tidak

sedikit. Menurut Dr. Yusfa Rasyid dari Rumah Sakit YPK (Yayasan Pemeliharaan

Kesehatan), Jakarta, Bank ASI adalah isu besar dan luar biasa. Oleh sebab itu, banyak

yang harus dilakukan terlebih dahulu di Indonesia sebelum bisa sampai ke sana.

Klinik Laktasi,31 Carolus pernah melakukan praktek semacam Bank ASI

dengan berbekal berbagai literatur mengenai Bank ASI di luar negeri serta

persetujuan dari lima pemuka agama di Indonesia. Sayangnya, praktek ini hanya

berjalan selama 3 tahun. Pasalnya, pihaknya hanya mampu melakukan tes kesehatan

dan wawancara untuk calon ibu pendonor. Tak ada screening dan teknik pasteurisasi

canggih seperti yang dilakukan Bank ASI di luar negeri. Jadi praktek ini tidak dapat

menjamin air susu sumbangan ibu 100% aman. Negara-negara yang sudah memiliki

Bank ASI diantaranya Amerika Serikat, Australia, Brazil, Bulgaria, , Kanada,

Perancis, Jerman, Inggris, Jepang, Norwegia, Swedia, dan Swiss, dan Kuwait.32

Di Indonesia sendiri, donor ASI mulai familiar terdengar pada awal tahun

2008, namun sebenarnya donor ASI sudah mulai dikenal media sejak tahun 2007.

31 Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI, Rosenau, Laktasi, di akses pada tanggal 26

Mei 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/laktasi 32 Aesculapius, Donor ASI, Mungkinkah, edisi Maret-April 2007, hlm 4

Page 21: 04 BAB II

36

Belum diketahui ada tidaknya Bank ASI di Indonesia yang bisa memberikan donor.

Untuk itu, donor ASI di Indonesia memerlukan proses yang cukup rumit karena

disebabkan dengan banyak faktor, keluarga, tradisi, juga agama. Banyak proses yang

harus dilalui jika akan memperoleh donor ASI maupun akan mendonorkan ASI-nya.

Pada tahun 2007, timbullah suatu inisiatif dari Mia Sutanto, salah seorang

warga Indonesia yang peduli akan pentingnya ASI eksklusif yang diberikan kepada

para bayi. Dia mendirikan sebuah lembaga yang hampir sama dengan Bank ASI,

tetapi lembaga itu sendiri tidak berfungsi sebagai bank ASI, lembaga ini berfungsi

sebagai “Mak Comblang” saja, atau yang menjembatani antara pendonor ASI dan

penerima donor ASI. Lembaga yang diketuai oleh Mia Sutanto ini didirikan 21 April

2007 memulai kiprahnya dari milis “ASI For Baby.” Milis ini ditujukan kepada para

calon ibu dan ayah yang peduli dan pemerhati ASI, sehingga antara pendonor ASI

dan penerima donor ASI masih terdapat unsur kekeluargaan, saling kenal, dan saling

percaya. Kendati demikian, AIMI tetap memberikan kriteria kesehatan yang harus

dipenuhi oleh pendonor ASI.33

Jadi, siapa yang ingin mendonorkan ASI, silakan daftar ke AIMI, dan siapa

yang membutuhkan ASI silakan datang ke AIMI serta harus mengisi formulir.

Pendonor ASI dan penerima donor ASI sama-sama mengisi formulir, khusus

pendonor ASI akan langsung masuk ke database AIMI.

33 Mia Sutanto, Aimi mak comblang asi ekslusif, di akses pada tanggal 27 Mei 2010 dari

http://www.adilnews.com/majalah/40/keluarga/166/aimi-mak-comblang-asi-ekslusif

Page 22: 04 BAB II

37

Proses donor ASI ini tidak dikenakan kompensasi materi apapun, baik dari

AIMI maupun dari pihak keluarga pendonor ASI. Di sisi agama, donor ASI ini cukup

menjadi kontroversi. Ada dua pendapat mengatakan bahwa dengan berbagi ASI

otomatis menjadi saudara sepersusuan, ada juga yang berpendapat bahwa dengan

berbagi ASI tidak otomatis menjadi saudara sepersusuan.

Pendapat yang mengatakan bahwa dengan berbagi ASI otomatis menjadikan

saudara sepersusuan yaitu apabila seorang bayi minum ASI dari ibu lain baik secara

langsung (dari payudara) maupun secara tidak langsung (ASI perah) sebanyak tiga

tegukan, maka secara mutlak bayi tersebut akan menjadi saudara sepersusuan dengan

bayi ibu yang mendonorkan ASI tersebut. Apabila kedua bayi tersebut berlainan

jenis, maka dikemudian hari dilarang bagi mereka untuk menikah. Oleh karena itu,

biasanya para ibu penerima donor ASI akan menanyakan jenis kelamin anak

pendonor ASI. “Itu gunanya sistem kekeluargaan,” tandasnya.34

Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa berbagi ASI tidak otomatis

menjadi saudara sepersusuan yaitu Dr. Yusuf Qardhawi, menurut beliau dalam fatwa-

fatwa kontemporer mengatakan bahwa tidak semudah itu seorang bayi yang menyusu

pada ibu lain untuk menjadi saudara sepersusuan. Syarat utamanya adalah apabila

seorang bayi yang disusui oleh ibu lain, maka hal tersebut menimbulkan rasa keibuan

yang menyerupai rasa keibuan karena nasab yang menumbuhkan rasa kekanakan

(sebagai anak), persaudaraan (sesusuan), dan kekerabatan-kekerabatan lainnya.

34 Mia Sutanto, Aimi mak comblang asi ekslusif, di akses pada tanggal 27 Mei 2010 dari

http://www.adilnews.com/majalah/40/keluarga/166/aimi-mak-comblang-asi-ekslusif

Page 23: 04 BAB II

38

Adapun sifat penyusuan yang mengharamkan perkawinan hanyalah yang

menyusu dengan cara menghisap wanita yang menyusui dengan mulutnya. Jadi, bayi

yang mendapatkan donor ASI yaitu ASI perah dan bukan menyusu langsung dari ibu

donor tidak akan menjadi saudara sepersusuan.35

D. Prosedur Pendonoran dan Pengambilan Susu di Bank ASI

Di negara-negara seperti Australia, Inggris, Kanada, Amerika, dan Brazil para

ibu dapat menyumbangkan air susunya untuk diberikan pada bayi-bayi yang

membutuhkan.

Marea Ryan, bidan dan direktur dari Australian Mothers Milk Bank (AMMB)

mengatakan bahwa, ide ini sebetulnya tidaklah baru karena sejak ratusan tahun yang

lalu telah banyak bayi yang disusui oleh ibu yang bukan ibu kandungnya. “Air susu

ibu memang sempurna dan bermanfaat untuk membangun sistem pertahanan tubuh

bayi serta melawan infeksi,” katanya. “Oleh sebab itu, sudah sejak dulu bayi yang

sakit diberikan air susu dari ibu lain yang sehat. Sayangnya, hal itu berhenti di tahun

70-an, saat virus HIV/AIDS datang. Baru setelah perkembangan teknologi meningkat

dan teknik pasteurisasi serta proses uji ASI semakin baik, muncullah Bank ASI yang

menyatakan bahwa susu dari hasil donor aman untuk dikonsumsi.”

Di Australia, penyumbangan ASI dilakukan melalui beberapa prosedur, di

antaranya:

35 Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Islam Kontemporer, Jilid II, terj. Abdul Hayi al-Kattani dkk

(Jakarta: Gema Insani Press, 2002) hlm. 783

Page 24: 04 BAB II

39

1. Ibu yang ingin menyumbangkan air susunya harus mendaftarkan diri dulu ke

Bank ASI;

2. Dilakukan tes kesehatan dan dipastikan tak ada infeksi yang bisa ditularkan

ibu penyumbang melalui air susunya ke bayi;

3. Air susu diperah lalu dibekukan. Tak ada jumlah minimal berapa mililiter air

susu yang disumbang. Bayi prematur biasa minum susu kurang dari 20 ml,

jadi meski sedikit susu yang disumbang, Bank ASI akan tetap menerima;

4. Kemudian Bank mengumpulkan susu perahan tersebut, melakukan proses

pasteurisasi dan mengetes kembali keamanannya untuk dikonsumsi;

5. Susu kemudian kembali dibekukan dan didistribusikan ke berbagai rumah

sakit untuk diberikan pada bayi-bayi yang membutuhkan.

Pemilihan dan proses pengetesan air susu ibu sama dengan proses yang

dilakukan Bank darah. Hal ini sukses dilakukan sebuah Bank ASI di Inggris karena

selama 30 tahun beroperasi, belum pernah ada kasus bayi tertular infeksi melalui air

susu dari ibu penyumbang.

Ibu yang ingin menyumbangkan air susunya dituntut prima kesehatannya,

tidak merokok, tidak menggunakan obat-obatan, dan tidak mengonsumsi alkohol.

Mereka juga tak boleh mengonsumsi kafein, dan harus melalui tes yang menyatakan

bahwa mereka bebas HIV dan hepatitis-B. Proses pasteurisasi akan menghancurkan

bakteri. Setelah itu, air susu akan diuji lagi untuk diketahui apakah masih ada bakteri

sebelum kembali dibekukan. Jika masih ditemukan sisa bakteri di dalamnya, maka

susu tersebut akan dibuang.