03210004

119
1 MITOS TIBA RAMPAS DALAM PERNIKAHAN JAWA (Studi Kasus di Dusun Sembung, Desa Cengkok, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk) SKRIPSI Oleh: Muzakki Zakaria 03210004 JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2009

Upload: imam-muslih

Post on 20-Oct-2015

187 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

1

MITOS TIBA RAMPAS DALAM PERNIKAHAN JAWA

(Studi Kasus di Dusun Sembung, Desa Cengkok, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk)

SKRIPSI

Oleh: Muzakki Zakaria

03210004

JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALA NG 2009

2

MITOS TIBA RAMPAS DALAM PERNIKAHAN JAWA

(Studi Kasus di Dusun Sembung, Desa Cengkok, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk)

Skripsi

Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I.)

Oleh: Muzakki Zakaria

03210004

JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALA NG 2009

3

MOTTO

ري يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوا الله إن الله خب بما تعملون

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri

memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu

kerjakan.1

سيأ رأوا وما حسن اهللا عند فهو حسنا المسلمون رأى فما

وفه دء اهللا عنيس

Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka dalam pandangan Allah akan baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin,

maka dalam pandangan Allah pun buruk.2

1 Qs Al-Hasyr Ayat 18. 2 Ahmad Bin Hanbal, Al-Musnad Juz I, (Kairo: Dar el Hadis, 2005), 505.

4

PERSEMBAHAN

Kepada ibuku tercinta dan ayahku, kakaku Nurul lailiyah,Zulia fitriani yang telah

mendampingi aku dengan penuh kasih sayang, kesabaran, dan limpahan materimaupun spritual mulai dari kecil sampai sekarang ,dan semua keluargaku

yang memberi semangat untuk terus belajar.

Semua guru-guruku mulai dari kecil sampai sekarang yang tidak mungkin disebut satu persatu, yang telah memberikan ilmu yang tiada harganya dan sangat

bermanfaat, sehingga aku bisa seperti ini.

Sahabat-sahabatku dan teman-teman akrabku Lukman, Idham, Viki, Miftah, Agus, Eno, Ali, Bowo,Ery, As’ad, yang selalu menghibur diriku dan membantuku tentang banyak hal; Teman-teman PKLI Kepanjen, sahabat-sahabat di markas besar GAPES

yang telah memberikan banyak kesan,pesan padaku dan menemani aku dalam keadaan suka dan duka.

Teman-temanku base camp “Ad-Dahr” Ponorogo, Alumni Purwoasri 2003 dan

orang-orang yang berada di dalamnya yang telah memberi banyak tambahan ilmu, pengalaman dan warna dalam kehidupanku.

Semua teman-teman Syari’ah (CAESYAR) angkatan 2003 yang tidak mungkin

disebut satu persatu, yang telah memberikan banyak hal pada diriku.

5

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Demi Allah,

Dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap pengembangan keilmuan,

penulis menyatakan bahwa skripsi dengan judul:

MITOS TIBA RAMPAS DALAM PERNIKAHAN JAWA (Studi kasus di Dusun Sembung, Desa Cengkok, Kecamatan Ngronggot,

Kabupaten Nganjuk) benar-benar merupakan karya ilmiah yang disusun sendiri, bukan duplikasi atau

memindah data milik orang lain. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini ada

kesamaan, baik isi, logika maupun datanya, secara keseluruhan atau sebagian, maka

skripsi dan gelar sarjana yang diperoleh karenanya secara otomatis batal demi

hukum.

Malang, 20 April 2009

Penulis,

Muzakki Zakaria NIM 03210004

6

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing penulisan skripsi saudara Muzakki Zakaria, NIM 03210004, mahasiswa

Jurusan al-Ahwal al-Syakhsyiyyah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim Malang. Setelah membaca, mengamati kembali berbagai

data yang ada di dalamnya dan mengoreksi, maka skripsi yang bersangkutan dengan

judul:

MITOS TIBA RAMPAS DALAM PERNIKAHAN JAWA (Studi kasus di Dusun Sembung, Desa Cengkok, Kecamatan Ngronggot,

Kabupaten Nganjuk) telah dianggap memenuhi syarat-syarat ilmiah untuk disetujui dan diajukan pada

majelis penguji skripsi.

Malang, 20 April 2009 Pembimbing,

Drs. M. Fauzan Zenrif, M. Ag. NIP 150303047

7

HALAMAN PERSETUJUAN

MITOS TIBA RAMPAS DALAM PERNIKAHAN JAWA (Studi kasus di Dusun Sembung, Desa Cengkok, Kecamatan Ngronggot,

Kabupaten Nganjuk)

SKRIPSI

oleh: Muzakki Zakaria

NIM 03210005

Telah diperiksa dan disetujui Oleh Dosen Pembimbing:

Drs. M. Fauzan Zenrif, M.Ag NIP 150303047

Mengetahui, Ketua jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah

Zaenul mahmudi, M.A NIP 150295155

8

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Dewan penguji skripsi saudara Muzakki Zakaria, NIM 03210004, mahasiswa

Jurusan al-Ahwal al-Syakhsyiyah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim Malang angkatan 2003, dengan judul:

MITOS TIBA RAMPAS DALAM PERNIKAHAN JAWA (Studi kasus di Dusun Sembung, Desa Cengkok, Kecamatan Ngronggot,

Kabupaten Nganjuk)

telah dinyatakan lulus dengan nilai B+ Dewan Penguji:

1. Erfaniyah Zuhriyah, M.H ( _____________________ ) NIP 150284095 (Ketua)

2. Drs. M. Fauzan Zenrif, M. Ag ( _____________________ ) NIP 150303047 (Sekretaris)

3. Dr. Saifullah, S.H, M. Hum ( _____________________ ) NIP 150303048 (Penguji Utama)

Malang, 20 April 2009 Dekan, Drs.Hj. Tutik Hamidah, M.Ag. NIP 150224886

9

KATA PENGANTAR Bismilla>hirrahma>nirrahi>m

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya

ilmiah berupa skripsi ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis limpahkan kepada

junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para

pengikutnya sampai hari akhir.

Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dan mendukung pembuatan karya ilmiah berupa skripsi ini sehingga dapat

terselesaikan, terutama kepada:

1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Maulana

Malik Ibrahim Malang.

2. Drs. Hj.Tutik Hamidah, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah Universitas

Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang .

3. Drs.M. Fauzan Zenrif M. Ag., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

4. Segenap dosen Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Ibrahim Malang.yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dan berguna bagi

penulis untuk tugas dan tanggung jawab selanjutnya.

5. K.H Arif Yahya, K.H Abdurrohman Yahya, K.H Abdurrokhim Yahya,

K.H Baidowi Muslih, K.H Sohibul Kahfi yang telah memberikan bimbingan

spiritual.

10

6. Teman-temanku di Fakultas Syari’ah angkatan 2003, yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala keterbatasan pengetahuan dan waktu penulis,

sekiranya dengan segala kelebihan dan kekurangan pada skripsi ini, diharapkan dapat

memberikan sumbangan bagi khazanah ilmu pengetahuan, khususnya bagi pribadi

penulis dan Fakultas Syari’ah Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsyiyyah, serta semua

pihak yang memerlukan. Untuk itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan

mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca demi sempurnanya karya ilmiah

selanjutnya.

Malang, 20 April 2009 Penulis

11

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN MOTTO ......................................................................................... ii HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ....................... ............................... iv HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................... .......................... v HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... vi HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI............................................................ vii KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii DAFTAR ISI ....................................................................................................... x DAFTAR TRANSLITERASI ........................................................................... xiii ABSTRAK .......................................................................................................... xv BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................ 6 C. Pembatasan Masalah ........................................................................ 7 D. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7 E. Kegunaan Penelitian......................................................................... 7 F. Definisi Operasional ........................................................................ 7 G. Sistematika Pembahasan ................................................................. 8

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Atas Penelitian Terdahulu ................................................... 10 B. Pengertian Mitos ............................................................................. 15 C. Pernikahan Menurut Hukum Islam .................................................. 20

1. Pengertian Nikah ......................................................................... 20 2. Tujuan dan Hikmah Pernikahan .................................................. 21 3. Syarat dan Rukun Pernikahan ..................................................... 23 4. Kriteria Dalam Memilih Jodoh ................................................... 25 5. Perkawinan Yang Dilarang ......................................................... 26 6. Nikah Yang Diharamkan ............................................................. 30

D. Perhitungan sebelum Pernikahan Jawa ............................................ 43 1. Sejarah Singkat Kelender Jawa ................................................... 43 2. Perhitungan Jawa ........................................................................ 44 3. Pengerrtian Neptu ........................................................................ 46 4. Perhitungan Hari dan Pasaran ..................................................... 47 5. Perhitungan Sebelum Pernikahan ............................................... 48

BAB III : METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian............................................................................... 54 B. Paradigma dan Pendekatan Penelitian.............................................. 58 C. Jenis Penelitian dan Pendekatan....................................................... 59

BAB IV : PAPARAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Pengertian Tiba Rampas .................................................................. 65 B. Sejarah Tiba Rampas....................................................................... 68 C. Teknik Pelaksanaan Tiba Rampas ................................................... 72

12

D. Hal-Hal Yang Masih Bertyahan Dan Berubah Dari Tiba Rampas... 77 1. Hal-Hal yang Masih Bertahan dari Mitos Tiba Rampas ............ 77 2. Hal-Hal yang Sudah Berubah dari Tiba Rampas ....................... 80

E. Perhitungan Tiba Rampas Masyarakat Dusun Sembung Desa Cengkok Kecamatan Ngronggot Kabupaten Nganjuk Dalam Perspektif Hukum Islam................................................................................................. 84

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 95 B. Saran ................................................................................................ 96

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13

TRANSLITERASI 3

A. Konsonan

dl = ض tidak dilambangkan = ا

th = ط b = ب

dh = ظ t = ت

(koma menghadap ke atas) ‘ = ع ts = ث

gh = غ j = ج

f = ف {h = ح

q = ق kh = خ

k = ك d = د

l = ل dz = ذ

m = م r = ر

n = ن z = ز

w = و s = س

sy � = h = ش

y = ي sh = ص

Hamzah (ء) yang sering dilambangkan dengan alif, apabila terletak di

awal kata maka mengikuti vokalnya, tidak dilambangkan. Namun apabila terletak

di tengah atau akhir maka dilambangkan dengan tanda koma di atas ( ‘ ).

B. Vokal, Panjang dan Diftong

Tulisan latin vokal fathah ditulis dengan "a", kasrah dengan "i",

dlommah dengan "u". Sedangkan bacaan panjang masing-masing ditulis dengan

cara vokal (a) panjang dengan a>, vokal (i) panjang dengan i> dan vokal (u) panjang

dengan u>.

3Fakultas Syari’ah UIN Malang, Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Malang: Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, t.th.), 42-43.

14

Khusus untuk ya' nisbat, maka tidak noleh digantikan dengan "i",

melainkan tetap dirulis dengan "iy" agar dapat menggambarkan ya' nisbat di

akhirnya. Begitu juga untuk suara diftong, wawu dan ya' setelah fathah ditulis

dengan "aw" da "ay".

C. Ta' Marbuthah

Ta' marbu>thah (ة) ditrasliterasikan dengan "t}" jika berada di tengah-

tengah kalimat, tetapi apabila di akhir kalimat maka ditrasliterasikan dengan

menggunakan "h" atau apabila berada di tengah-tengah kalimat yang terdiri dari

susunan mudlaf dan mudlaf ilayh, maka ditrasliterasikan dengan menggunakan

"t" yang disambungkan dengan kalimat berikutnya.

D. Kata Sandang dan Lafadh al-JalaJalaJalaJala>> >>lahlahlahlah

Kata sandang berupa "al" (ل) ditulis dengan huruf kecil, kecuali terletak

pada awal kalimat. Sedangkan "al" dalam lafadh jala>lah yang berada di tengah-

tengah kalimat disandarkan (idha>fah), maka dihilangkan.

E. Nama dan Kata Arab Ter-Indonesiakan

Pada prinsipnya kata yang berasal dari bahasa Arab harus ditulis dengan

menggunakan sistem transliterasi ini, akan tetapi apabila kata tersebut merupakan

nama Arab dari orang Indonesia atau bahasa Arab yang sudah ter-Indonesiakan,

maka tidak perlu menggunakan sistem transliterasi ini.

15

ABSTRAK

Muzakki Zakaria 2009. NIM 03210004. Mitos Tiba Rampas Dalam Penikahan Jawa (Studi Kasus di Dusun Sembung, Desa Cengkok, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk) Skripsi Jurusan al-Ahwal al-Syakhsyiyah, Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Pembimbing: Drs. M. Fauzan Zenrif M, Ag. Kata kunci :Perkawinan, Mitos, Neptu.

Perkawinan secara adat merupakan salah satu unsur kebudayaan yang sangat luhur dan mengandung nilai tinggi. Karena “Tinggi rendahnya kebudayaan dan adat istiadat menunjukkan tinggi rendahnya peradaban suatu bangsa”. Peradaban dan nilai kebudayaan dibentuk dari tata nilai yang luhur dan suci oleh lembaga masyarakat setempat. Nilai-nilai luhur ini diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi seterusnya. Sekalipun kemajuan tekhnologi sudah demikian pesatnya namun dalam memenuhi kebutuhannya, manusia masih harus menggunakan ilmu “perhitungan” yang merupakan (mitos) dan warisan para leluhur bangsanya. Metode digunakan dalam penelitian adalah deskriptif kualitatif, sumber data meliputi sumber data primer atau langsung dari sumber pertama dan data skunder yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan untuk melengkapi data primer, Metode pengumpulan data adalah observasi, interview, sementara analisis datanya menggunakan kualitatif, yang lebih menekankan analisisnya pada penyimpulan induktif. Hasil penelitian ini adalah Pertama; Mitos Tiba Rampas adalah mitos petangan atau pitungan (Ind: Perhitungan) dari weton atau neptu (hari lahir) seseorang sebelum melakukan peminangan atau perkawinan, yang dalam kepercayaan Jawa mempunyai nilai masing-masing, ketika dijumlahkan dari neptu keduanya kemudian dikurangi 3 dan begitu seterusnya sampai menemukan hasil akhir nol atau kosong; Kedua, sebagian masyarakat Sembung termasuk di dalamnya, tokoh masyarakat dan tokoh agama masih mempergunakan atau mempertahankan. Keberadaan masyarakat yang masih meyakini kebenaran mitos inilah yang membuat mitos ini masih mempunyai ruang untuk hidup. Mereka mempercayai bahwa jika pasangan menikah mempunyai neptu tiba rampas maka keselamatan dan kesejahteraannya tidak terjamin, akan tetapi proses akulturasi budaya telah mulai melunturkan kepercayaan sebagian masyarakat sehingga keberadaan mitos ini terancam akan hilang di kemudian hari, kedatangan “orang luar” atau pendatang yang kurang mengenal mitos ini, merupakan tantangan bagi mitos ini untuk mempertahankan keberlangsungannya; Ketiga, dalam ajaran Islam, melaksanaskan sebuah adat adalah hal yang dibolehkan, selama praktek adat tersebut tidak bertentangan dengan syari’at. Dalam melaksanakan adat ada beberapa batasan; Pertama, perbuatan yang dilakukan logis dan relevan dengan akal sehat. Syarat ini menunjukkan bahwa adat tidak mungkin berkenaan dengan perbuatan maksiat.; Kedua, Tidak bertentangan dengan ketentuan nash, baik al-Qur’an maupun As-Sunnah; Ketiga, tidak mendatangkan kemadlorotan serta sejalan dengan jiwa dan akal yang sejahtera.

16

البحثملخص يف Tiba Rampasخرافة . ٠٣٢١٠٠٠٤رقم التسجيل . ٢٠٠٩مزكى زكري حبث علمـي ). دراسة احلالة يف قرية مسبونج، جعكوء، عنجوك (النكاج جاوا

.كومية مبـاالنج احل اإلسالمية امعةاجل. كلية الشريعة، شعبة األحوال الشخصية .املشرف الدكتورندوس حممد فوزا زنريف املاجستري

Neptuنكاح، خرافة، : اسيةكلمة أس

. النكاح بكيفية العادة هو احد من أناصري الثقافة العاىل وفيه قيمة عال. ألن علو وواطئ الثقافة والعادة املرعية تدل على علو وواطئ حضارة البالد

قيمة . احلضارة وقيمة الثقافة تبىن من علو املرتبة والطهارة عند مؤسسة اتمعىل تورث من جيل اىل أجيال بعدها، ولو ان تقدم تكنولوجي قد تسري سريعا العا

الىت (Jawa: Petungan)" احلساب"لكن يف امالء احتياجهم كلهم قد يستعملون .تشكل من خرافة وإرث من علو بالدهم

يف Tiba Rampasغرض من هذا البحث هو ملعرفة وليبين كيف النكاح ، عنجوك، ودراسة حتليليا كيف اراء وتفهم من جمتمع عن قرية مسبونج، جعكوء

سمي هذا البحث حبث اإلتنوغرافيا، هي لتبين . Tiba Rampasي النكاح غرض حبث . ولتفهم عن حياة وعالمة اإلجتماعي الىت تقع يف دور حياة اتمع

ملئ ونوعية اإلتنوغرافيا هو جلمع البيانات كيفي الىت تقوم من بيان و تفهم عن .عالمة اإلجتماعية تكون هذف هذا البجث

يستعمل هذا البحث تقريبا وصفيا كيفيا، وبيانات يف هذا البحث يشمل على بيانات األساسي من املخرب األوىل، وبيانات الثانوي من املكتبة ليتكمل

17

حتليلها مالحظة، مقابلة، ويف: وطريقة اجتماع البيانات هي. البيانات األساسي ا اليت يضغط حتليلها على استخالص حثيا كيفييستعمل حتليلي.

خرافة احلساب من Tiba Rampas، خرافة اوال: خالصة هذا البحثweton/neptu )عن شخص قبل اخلطبة، عند اعتقاد جاوا حينما ) يوم الوالدة

حىت حتصله صفر املرأة والرجل وتنقص ثالثة كذلك اىل اخره neptu جتمل قيمة ، من بعض اتمع قرية مسبونج، جعكوء، عنجوك الذى تقوم من ثانيا). ٠(

حالة . زعيم اتمع و زعيم الدين اليزال يستعمل ويتمسك ذلك احلسابهم . اتمع الذى يعتقد عن تصديق اخلرافة الذى جعل اجلرافة حجرة حلياا

فغري مضمون سالمتها neptu tiba rampasيعتقدون، اذا نكح ازواجا وعندها لكن عملية تثقيف الثقافة تنقص اعتقاد من بعض اتمع حىت يتوعد . وامنها

حالة اخلرافة يف يوم األت، وجميء خارجي الذى ال يريد ألن يفهم هذه اخلرافة ، يف التعاليم اإلسالمية تنفذ العادة جائز، ثالثا. هو احد من حتدي ألن يتمسكها

) ا: كان حدود يف عملية العاد. مادام عمل عملياا ال تعاكس بالشريعةعمليتهامنطقي ومتعلقة بعقل صحة، هذا الشرط تدل على العادة الىت ال متكن ان

التأت مضارة ) ث. ال ختالف بالنص القرأن واحلديث) ب. تناسب باملعصية .ويسري بنفوس وعقل صحة

18

ABSTRACT Zakaria, Muzaki. 2009. A Correlation study of the Rampas Myth on Sembung Cengkok Nronggot Nganjuk, An unpublished sarjana thesis, Syari’ah Department, Islamic UniversityMalang. Advisor : Drs. M. Fauzan Zenrif M, Ag. Key words : Marriage, myth, Neptu

The traditional marriage is one of our heritage culture. It has high value and strong influence in our society. Civilization and culture are performed from glorious and purity value. All kinds of heritage are given by our ancestor hereditary. Although modern technology has high influence but our heritage culture will never lose and decrease in the society.

In this research, the writer used descriptive qualitative. It contains of primer and secunder data. The steps of getting the data are : observation, interview, and collecting data from many kinds of sources.

The result of this research are first, tiba myth is “petangan” or “pitungan” (account) from someone’s weton or neptu (birthday) before the wedding party. Second, some Sembung societies still believe and defense that tradition. Third, in Islam religion doing that tradition especially use “neptu or weton” is allowed as long as that tradition never contradicts with the role of Islam religion.

There are some limitations since we use that tradition; (1) all things must be logic, relevant, and also reasonable, (2) it always obeys Al-Qur’an and As-sunnah, (3) it never brings “madlorot” or bed effects for us.

19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pedoman hidup orang Islam adalah al-Quran, di dalamnya berisi perintah,

larangan dan anjuran. Dalam kehidupan ini, salah satu yang berbentuk perintah

adalah pernikahan. Pernikahan adalah suatu ibadah yang diperintahkan oleh Allah

dan Rasulnya bagi seseorang yang sudah mampu dan berkeinginan untuk menikah.

Bagi yang melaksanakannya akan mendapat syafaat dari Nabi karena mengikuti

sunahnya dan mendapatkan pahala dengan niat mengembangkan Islam dan

menyebarkan ajarannya.

Pernikahan adalah tradisi yang sakral dan sah karena telah terjastifikasi oleh

nash-nash agama, adapun tujuan dari pernikahan adalah untuk menjaga kelestarian

umat manusia, dengan demikian regenerasi umat manusia tetap terjaga dan

berkesinambungan, selain itu pernikahan juga disyariatkan sebagai sarana pemenuh

hasrat biologis yang sah dan pelaksanaannya harus sesuai dengan tatacara dan

ketentuan yang sudah diatur dalam Islam.

20

Dari pendapat yang lain disebutkan, pernikahan ialah ritual pelaksanaan akad

perjanjiaan yang mengikat diri antara seorang laki-laki dan perempuan untuk

menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan dasar suka dan

saling rela antara keduanya, untuk mewujudkan kehidupan keluarga yang diliputi

kasih sayang dan ketentraman yang diridhoi Allah.4

Pernikahan merupakan sebuah fase peralihan kehidupan manusia dari masa

muda ke masa keluarga, peristiwa tersebut sangat penting dalam proses

pengintegrasian manusia di alam semesta ini, sehingga pernikahan disebut juga fase

kehidupan baru bagi manusia, perkawinan bagi masyarakat Jawa diyakini sebagai

suatu yang sakral, sehingga diharapkan dalam menjalaninya cukup sekali dalam

seumur hidup, kesakralan tersebut melatarbelakangi pelaksanaan pernikahan. Dalam

tradisi masyarakat Jawa prosesi yang sangat selektif adalah ketika pemilihan calon

menantu dan menentukan hari akad nikah calon kedua mempelai, dari sini di

harapkan agar dalam membentuk keluarga nanti dapat mencapai kedamaian dan

kemakmuran.5

Dalam hukum pernikahan Islam orang yang akan menikah harus meyeleksi

terlebih dahulu dengan siapa dia diperbolehkan menikah dan tidak diperbolehkan

menikah, oleh karena itu Islam memiliki sebuah aturan yang mengatur pihak-pihak

yang halal dan haram untuk dinikahi. Larangan pernikahan dalam hukum Islam ada

dua macam larangan, yaitu larangan yang bersifat selamanya (muabbad) dan

4Soemiyati, Hukum Pernikahan Islam Dan Undang-undang Pernikahan (Yogyakarta: Liberty, 1999), 8. 5Tim Fakultas Bahasa Seni Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Jurnal Kejawen Universitas Negeri Yogyakarta (Yogyakarta : Penerbit Narasi Yogyakarta, 2006),139.

21

larangan yang bersifat sementara atau temporer (muaqqad)6, larangan yang bersifat

selamanya adalah seperti hubungan darah, hubungan susuan dan hubungan semenda.

Sedangkan larangan yang sementara adalah seorang yang masih dalam masa iddah,

pernikahan yang dilakukan pada waktu ihram, masih terikat satu pernikahan dengan

pernikahan dengan pria lain, seorang wanita yang tidak beragama Islam.

Dalam adat Jawa juga mengenal adanya pelarangan pernikahan, namun

peraturan yang ada lebih spesifik, berhati-hati dan diyakini oleh masyarakat untuk

melaksanakannya, misalnya masyarakat Jawa yang akan melaksanakan hajat

pernikahan ada pertimbangan-pertimbangan khusus dalam pemilihan jodoh atau

disebut juga yakni pasatowan.

Menurut Koentjaraningrat perkawinan Jawa yang terlarang adalah sebagai

berikut: pertama, Perkawinan antara kerabat dimana calon suami berasal dari

generasi yang lebih muda dari calon istrinya (misalnya antara seorang pria dengan

bibinya). Kedua, Perkawinan antar pancer wali saudara sepupu sejajar dengan ayah,

perkawinan dengan adik istri yang meninggal. Ketiga, Perkawinan yang tidak cocok

weton-nya menurut sistem perhitungan nomerology (petangan) orang Jawa.7

Masyarakat Jawa sangat selektif dan hati-hati dalam pemilihan jodoh hal

tersebut dilakukan dengan harapan calon pasangan suami istri yang akan dinikahkan

dapat hidup bahagia harmonis selamanya. Agar harapan tersebut dapat terwujud

maka penentuan calon menantu dalam masyarakat Jawa ditentukan oleh beberapa

kreteria bibit, Bêbêt dan bobot8. Bibit ialah menentukan menantu dengan

memperhitungkan dari segi keturunan jejaka atau gadis yang akan dinikahkan,

6A Rahman Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Syariah (Jakarta: Rajawali Press, 2002),165;

Idem, Pernikahan Dalam Syariat Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1996),19. 7 Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 126. 8 Suwardi Endraswara, Falsafah Hidup Jawa (Tangerang: Cakrawala, 2003), 114.

22

melihat menantu dari penampilan fisik. Bobot yaitu berat, penentuan menantu dilihat

dari kekayaan atau harta bendanya sedangkan Bêbêt merupakan kreteria bakal

menantu ditinjau dari kedudukan sosialnya, misalnya kedudukan orang tersebut

adalah berasal dari priyayi atau masyarakat biasa.

Hal penting lain dalam menentukan bakal menantu adalah pasatowan selaki

rabi yakni pedoman mencari jodoh berdasarkan nama, hari kelahiran dan neptu.

Pedoman itu diberlakukan bagi kedua calon baik pria ataupun wanita9 Dalam

pertimbangan itu ketika ada ketidakcocokan maka perjodohan tersebut bisa

digagalkan. Akan tetapi apabila kriteria-kreteria yang ada di atas sudah memenuhi

maka perjodohan dapat dilangsungkan dengan harapan perjodohan tersebut akan

membawa keselamatan dan keberkahan bagi kedua mempelai.

Dalam masyarakat Sembung Cengkok masih percaya mitos yang menjadi

larangan menikah seperti mitos larangan menikah ”kebo balek nang kandange” yaitu

larangan menikah yang dilakukan antara kedua belah pihak, yang salah satu calon

pengantin berasal dari desa orang tuanya. Larangan menikah ”ngalor ngulon”

larangan menikah ditentukan arah rumah calon manten laki-laki ke rumah

perempuan yaitu ke utara lalu ke barat. Larangan menikah “segoro-getih” larangan

menikah dikarenakan bersebrangan jalan antara calon suami dan istri.10 Serta

9 Kuswa Endah, Op Cit., 140. 10 Dalam penelitian mitos segoro-getih menghasilkan bahwa masyarakat Ringin Rejo lebih

mempertahankan mitos dari pada syariat dalam proses penentuan calon suami dan istri dengan alsan karena kepercayaan memiliki tiga makna 1 sebagai ketentuan adat desa 2. memberi arti penting dalam kehidupan manusia 3.sebagai warisan leluhur harus dilestarikan adapun sistem akulturasi mitos dan syariat dalam konsep pernikahan di desa Ringin Rejo berdasarkan fakta budaya dan fakta agama maka ada titik temu antara Islam dan budaya jawa lokal.

23

larangan menikah dengan nilai neptu yang tidak sesuai menurut perhitungan yang di

gunakan dalam mencari perjodohan yaitu larangan menikah ”tiba rampas”.11

Tiba rampas adalah mitos yang masih banyak dianut dan dipercayai oleh

masyarakat Sembung Cengkok Ngronggot Nganjuk untuk memilih jodoh dan

melihat nilai neptu dari kedua calon pengantin. Dan yang dinamakan tiba rampas ini

adalah neptu hari kedua belah pihak dijumlah dibagi tiga dan menghasilkan sisa

berapa, jika sisa satu (1) agak kurang baik, jika hasilnya dua (2) baik dalam

kehidupan rumah tangga, akan mudah dan mudah mencari rizki, karena diantara

kedua belah pihak ada jarak mempelai yaitu sisa dua tersebut satu untuk calon suami

dan yang satu untuk calon istri, dan apabila hasilnya habis atau nol (0) maka itu tidak

boleh dilakukan, ketika dilakukan maka akan berat mencari penghasilan dan ada

banyak rintangan baik dapat musibah yang bertubi-tubi dalam mengarungi

kehidupan.12

Berdasarkan pengalaman pada masyarakat Sembung Cengkok Ngronggot

Nganjuk, mitos tiba rampas adalah banyak yang menganut dan mempercayai mitos

tersebut sebagai larangan menikah di masyarakat oleh karena itu masyarakat banyak

yang tidak berani menikah dengan orang yang tidak sesuai dengan neptunya akan

tetapi ada masyarakat yang berani melanggarnya untuk melakukan perkawinan

meskipun sebelumnya udah tau diantara keduanya tiba rampas yaitu pasangan siyam

binti H. Abd Rokhim menikah dengan Parmen dari keduanya mempunyai jumlah

neptu 21, Parmen mempunyai neptu senen pon yang bernilai 11 dan siyam

mempunyai neptu selasa pon yang mempunyai nilai 10.13 Dari nilai neptu keduanya

yaitu 21 dibagi tiga maka hasilnya habis tidak ada jarak dari keduanya, sebelum 11 Imam Rofi’i, Wawancara (Sembung, 9 September 2008). 12 Sukari, Wawancara (Sembung, 10 September 2008). 13 Siyam, Wawancara (Sembung, 12 September 2008).

24

pernikahan sudah diingatkan oleh mbah Sukari bahwasannya pernikahan tersebut

tiba rampas dalam perhitungan neptu keduanya tidak ada jarak manten. akan tetapi

tetap melakukannya, dari hasil pernikahan tersebut keduanya sekarang sering cekcok,

kurang harmonis dan dalam kehidupannya sulit mencari rizki di karenakan tiba

rampas.

Pada dasarnya desa Cengkok merupakan masyarakat agamis yang

mayoritasnya beragama Islam yang dilatarbelakangi oleh adat Jawa. Dalam

memutuskan sesuatu perkara dalam soal pernikahan masih menggunakan pitungan

neptu yang dipercayai membawa keselamatan dan kehidupan yang akan datang

dalam mahligai rumah tangga, Jika neptu itu sesuai antara laki-laki dan perempuan

maka akan berjalan dengan lancar. Masyarakat cengkok masih mempercayai tentang

mitos tersebut yang mana jika dilakukan pernikahan yang tidak sesuai dengan neptu

yang ditentukan atau yang disepakati maka dalam keluarga tersebut ada ketidak

beresan, seperti contoh diatas. peneliti ini ingin memperdalam tentang mitos-mitos

tersebut perhitungan perjodohan, oleh karena itu peneliti tertarik meneliti dan

mengkaji lebih dalam untuk masalah mitos larangan menikah tiba rampas.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana munculnya mitos tiba rampas?

2. Apa yang masih bertahan dan yang sudah berubah dari mitos tiba rampas?

3. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang praktek tiba rampas ?

25

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan ini maka peneliti memberi pembatasan agar

permasalahan hanya terfokus pada pemilihan calon pengantin melalui penghitungan

neptu dan mengenai larangan menikah bagi calon mempelai.

D. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitin ini

Untuk memberi penjelasan tentang pernikahan tiba rampas di desa cengkok,

Untuk menganalisis berbagai pandangan dan pemahaman masayarakat tentang

larangan pernikahan tiba rampas.dan begitu pula pandangan Islam tentang itu.

E. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

wacana ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya masalah

proses penentuan calon suami atau istri.

b. Secara praktis untuk memberikan pemahaman tentang penentuan calon

pengantin melalui perhitungan jawa dan pemilihan calon pengantin menurut

Islam.

F. Definisi Oprasional

Mitos: Berasal dari bahasa yunani mitos yang secara harfiyah diartikan sebagai

cerita atau suatu yang dikatakan seseorang dalam arti yang lebih luas bisa

26

berarti suatu pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu drama, dalam

bahas inggris di sebut myth.14

Tiba: Tiba berdasarkan arti bahasa. Tiba (bahasa Jawa) diartikan sebagai jatuh

yang konotasinya bisa juga diartikan “jatuh pada“ (berkenaan tentang

keterangan atau sifat)15

Rampas: Sedangkan kata rampas (bahasa Jawa) berasal dari bahasa Kawi rapus

yang artinya kekes, bermakna lunas, lunas diartikan sebagai kosong atau

nol.16

Neptu: Secara etimologi adalah nilai. Sedangkan neptu secara terminologi ialah

angka perhitungan pada hari, bulan dan tahun Jawa.17

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dan memperjelas dalam penelitian ini maka sistematika

pembahasan akan di paparkan dalam 5 bab dengan perincian sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini menjelaskan latar belakang masalah, Rumusan masalah, batasan

masalah, Tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sitematika pembahasan.

14 Jonhn Echol dan hasan shaddily, Kamus Inggris Indonesia (Cet xxiv; Jakarta: PT. Gramedia,t,th),

389. 15 Mangunsuwito, Kamus Lengkap Bahasa Jawa, (Yrama Widya: Bandung, 2007), 256. 16 C.F. Winter Sr. dan R.Ng. Ranggawarsita, Kamus Kawi – Jawa: Menurut Kawi – Javaansch

Woordenboek, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), 226. 17Purwadi, Kamus Jawa Indonesia (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), 330.

27

BAB II Kajian Pustaka

Pada bab ini menjelaskan kajian atau penelitian terdahulu, pengertian mitos,

macam-macam mitos, pelarangan pernikahan Islam, pengertian pernikahan

Jawa, perhitungan sebelum pernikahan Jawa.

BAB III Metode Penelitian

Metode ini meliputi jenis dan pendekatan penelitian lokasi dan gambaran

objek penelitian sumber data dan metode pengumpulan data dan metode

pengolahan data.

Bab IV Paparan Dan Analisi Data

Pada bab ini menjelaskan kapan mitos tiba rampas itu muncul dalam

pernikahan Jawa dimasyarakat Sembung Cengkok, Nganjuk dan perhitungan

sebelum pernikahan.

BAB V Penutup kesimpulan dan saran.

28

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Atas Penelitian Terdahulu

1. Anis Diyah Rahayu

Tinjauan Islam Tentang Proses perkawinan Adat Jawa (kasus di desa

Gogodeso Kecamatan Kanigoro Kab Blitar) Pada skripsi ini membahas serangkaian

prosesi pernikahan adat Jawa mulai dari nontoni, meminang, peningset,

pingitan.hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek tatacara pernikahan adat Jawa

ada yang sesuai dengan Islam dan yang tidak sesuai dengan Islam.

Dalam penelitian ini bertujunan untuk mengetahui sejauh manakah prosesi

upacara perkawinan adat Jawa dan untuk mengetahui tinjauan Islam terhadap

upacara terhadap upacara perkawinan adat Jawa. Metode yang digunakan ialah

deskriptif kualitatif analisis data yang digunakan adalah induktif dan pengumpulan

29

data observasi wawancara, dokumentasi. Adapun yang menjadi objek penelitian

adalah bagaimana tatacara prosesi pernikahan adat Jawa di Desa Gogodeso Kec

Kanigoro Kab. Blitar.

Hasil penelitian yang diperoleh bahwasannya prosesi pernikahan Jawa ada

yang tidak sesuai dengan Islam, yang sesuai dengan Islam adalah nontoni, meminang

upacara midodaren ijab panggih yang tidak sesuai peningset sasrahan, asok tukon

upacara siraman pengantin resepsi.18

2. Wafirotudl Dlomiroh

Perkawinan mintelu (studi mitos perkawinan mintelu di Desa Wagen

Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan). Pada skripsi ini membahas tentang

pernikahan mintelu dalam pemilihan jodoh untuk anak-anaknya dan dilarang

perkawinan saudara mintelu yang jelas-jelas bukan haram dinikah dan bukan

termasuk kerabat dekat, Pada skripsi ini ingin mengetahui pandangan masyarakat

terhadap mitos perkawinan sudara mintelu dalam perspektif hukum Islam.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis penelitian sosiologis

empiris menggunakan pendekatan kualitatif untuk pengumpul datanya menggunakan

wawancara dan dokumentasi, dari data yang diperoleh menggunakan analisis data

deskriptif kualitatif melalui beberapa tahap identifikasi, klasifikasi kemudian di

deskripsikan sebagai kesimpulan dari perkawinan mintelu.

Hasil dari skripsi ini yang berjudul mitos perkawinan antar saudara mintelu

yaitu pertama masyarakat yang tidak percaya sama sekali beralasan hal itu

merupakan kepercayaan yang diwarisi oleh nenek moyang dan hal itu tidak di

18 Anis Dyah Rahayu “Tinjauan Islam Tentang Proses Perkawinan Adat Jawa" Skripsi (Malang:

Fakultas Syari’ah UIN Malang, 2004)

30

benarkan oleh agama. Kedua masyarakat yang sepenuhnya percaya pada pernikahan

mintelu beralasan bahwasannya berlaku secara turun temurun dan banyaknya

kejadian yang terjadi sehingga menimbulkan ke kawatiran dan was-was pada diri

mereka. Adapun mitos larangan perkawinan antara saudara mintelu dalam perspektif

hukum Islam masih terdapat perbedaan sikap di kalangan masyarakat lamongan

perkawinan dengan sudara mintelu bertentangan dengan surah an-Nisa’ 22-24 akan

tetapi masyarakat masih mempunyai kekawatiran untuk melakuknnya.19

3. Muhammad Subhan

Tradisi Pernikahan Masyarakat Jawa Ditinjau Dari Hukum Islam (Kasus Di

Kelurahan Kauman Kecamatan Mojosari Kab Mojokerto) Pembahasan dalam skripsi

ini mendiskripsikan dan mengkaji tentang pemilihan bulan-bulan tertentu yang

dilakukan oleh masyarakat Jawa dalam menentukan pernikahan ditinjau dari hukum

Islam. Prosesi sebelum pernikahan memilih bulan untuk menentukan sebagai bulan

yang baik untuk dilaksanakan pernikahan bagaimana tinjauan hukumnya tujuannya

deskripsi dan pemilihan bulan untuk melaksnakan pernikahan ditinjau hukum Islam.

Dalam penelitian tersebut bertujuan untuk mendiskripsikan dan mengkaji

tentang pemilihan bulan-bulan tertentu yang dilakukan oleh masyarakat Jawa dalam

menentukan perkawinan ditinjau dari hukum Islam. Metode yang digunakan adalah:

deskriptif kualitatif, sedangkan pendekatannya adalah fenomenologis. Analisis data

yang digunakan adalah induktif dan pengumpulan datanya memakai wawancara dan

dokumentasi. Adapun yang menjadi subjek penelitian disini adalah sebagian

19Wafirotudl Dlomiroh“ Perkawinan Mintelu Studi Mitos di Desa Wagen Kecamatan Glagah

Kabupaten Lamongan“ Skripsi (Malang: Fakultas Syari’ah UIN Malang, 2006)

31

masyarakat Kauman Kec. Mojosari Kab. Mojokerto yang mengetahui masalah

tersebut

Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah: bahwa pemilihan bulan

yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, menurutnya tidak bertentangan dengan

Syari’at Islam karena sudah diatur dalam surat al-Taubat 36, tetapi tidak disebutkan

secara langsung dan juga terdapat dalam kaidah Ushul Fiqh “Adat kebiasaan itu

dapat ditetapkan sebagai hukum Islam”. Namun harus diakui pula bahwa ilmu

perhitungan itu hanyalah salah satu jalan (ikhtiar) manusia, tidak boleh

menggantungkan sepenuhnya karena Allah-lah yang Maha kuasa dan berkehendak

dalam menentukan segala sesuatunya.20

4. Ijmaliyah

Mitos Segoro-getih Sebagai Pelarang Penentu Calom suami Atau Istri Di

Masyarakat Ringin Rejo (Studi Akulturasi Mitos dan Syariat). Skripsi ini meneliti

dan membahas tentang bagaimana pendapat masyarakat Ringin Rejo tentang mitos

segoro getih dan bagaimana sistem akulturasi mitos dan syariat dalam konsep

pernikahan masyarakat Ringin Rejo. Dalam penelitian ini menjelaskan penentuan

calon suami istri dan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam memilih

calon pasangannya di mana mereka lebih percaya pada mitos dari pada syariat Islam

serta bagaimana akulturasi budaya Islam lokal.

Metode dalam penelitian ini yaitu menggunakan paradigma antropologi

hukum jenis penelitian menggunakan penelitian sosiologis dan pendekatan kualitatif

Metode pengumpulan data diambil dari sumber data yaitu data primer melalui

20 Muhammad Subhan “Tradisi Pernikahan Masyarakat Jawa Ditinjau dari Hukum Islam” Skripsi

(Malang: Fakultas syari’ah UIN Malang, 2004)

32

wawancara melalui orang-orang yang percaya pada mitos dan sudah melanggarnya

kemudian data skunder wawancara pada orang yang percaya dan belum

melanggarnya sedangkan analisis datanya menggunakan deskriftif kualitatif.

Dalam penelitian ini menghasilakan kesimpulan bahwa ternyata masyarakat

Ringin Rejo lebih mempertahankan mitos dari pada syariat dalam proses penentuan

calon suami dan istri dengan alsan karena kepercayaan memiliki tiga makna pertama

sebagai ketentuan adat desa. kedua memberi arti penting dalam kehidupan manusia.

Ketiga sebagai warisan leluhur harus dilestarikan adapun sistem akulturasi mitos dan

syariat dalam konsep pernikahan di desa Ringin Rejo berdasrkan fakta budaya dan

fakta agama maka ada titik temu antara Islam dan budaya jawa lokal.21

Dari tinjauan terdahulu di atas Anis Dyah yang memfokuskan tentang

pelaksanan prosesi perkawinan Jawa, Subhan menentukan bulan baik dalam

melakukan pernikahan, Wafirotudl dlomiroh membahas pelarangan menikah dengan

saudara mintelu, Ijmaliyah pelarangan calon pengantin dikarenakan bersebrangan

jalan antara calon laki-laki dan perempuan. Untuk menindak lanjuti penelitian

terdahulu maka penelitian ini yang berjudul Mitos tiba rampas dalam Pernikahan

Jawa belum pernah diteliti dan tidak ada kesamaan objek maupun fokus pembahasan

yang akan diteliti. obyek yang kami teliti yaitu Dusun Sembung Cengkok Ngronggot

dan fokus yang saya teliti adalah perhitungan untuk pemilihan calon pengantin.

21 Ijmaliyah “Mitos segoro-getih Sebagia Pelarangan Penentu calon Suami atau istri di Masyarakat

Ringin Rejo” Skripsi (Malang: Fakultas Syari’ah UIN Malang, 2006)

33

B. Pengertian Mitos

Kata mitos berasal dari bahasa yunani mutos yang secara harfiyah diartikan

sebagai cerita atau suatu yang dikatakan seseorang dalam arti yang lebih luas bisa

berarti suatu pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu drama.22 Sedangkan kata

mythology dalam bahasa inggris menunjukkan pengertian tentang cerita mengenai

tuhan dan supra being. Dan dewa-dewa. Secara terminologi mitos di artikan sebagai

kiasan atau cerita sacral yang berhubungan dengan zaman primodial (zaman azali ),

yaitu waktu permulaan yang mengacu pada asal mula segala sesuatu dan dewa-dewa

sebagai objeknya, cerita atau kejadian suci yang berpangkal pada asal mula segala

sesuatu dan permulaan terjadinya dunia.23

Mitos adalah uraian naratif atau penuturan yang suci (sacred) atau kejadian-

kejadian luar biasa yang berada di luar pengalaman manusia sehari-hari. Penuturan

itu di wujudkan pada dongeng–dongeng atau legenda tentang dunia suprannatural.

oleh karena itu studi tentang mitos digali dari cerita-cerita rakyat (folklore)24. Mitos

adalah cerita sakral yang di tempatkan dizaman yang berbeda dengan zaman

pencerita, sambil mengungkapkan pemahaman realitas yang menjelaskan beberapa

adat kebiasaan dalam masyarakat sang pencerita, mitos ternyata juga lahir dari suatu

kebutuhan intelektual akan penjelasan yang memuaskan dan bukan hanya ekpresi

perasaan primitif.25

Dalam antropologi budaya mitos adalah cerita suci yang dalam bentuk

simbolis mengisahkan serangkaian peristiwa nyata dan imajiner tentang asal usul

22Jonhn Echol dan hasan shaddily, Kamus Inggris Indonesia (Cet xxiv; Jakarta: PT. Gramedia,t,th),

389. 23Wisnu Minsarwati, Mitos Merapi Dan Kearifan Ekologi (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002), 22. 24Soenarto Timoer, Mitos Kurbaya Cerita Rakyat Sebagai Sumber Penelitian Surabaya (Jakarta: Balai

Pustaka, 1983), 11. 25 Sumadyo Hadi, Seni Dalam Ritual Agama (Yogyakata: Pustaka, 2006),46.

34

perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewi, kekuatan adikodrati, manusia, pahlawan

dan masyarakat.26 Menurut levi-strauss mitos adalah merupakan bentuk cerita

tertentu tradisi lesan yang mengisahkan dewa-dewa manusia pertama, binatang-

binatang dan ciri khas dalam menjelaskan suatu problem yaitu memikirkan problem

itu sebgai homolog dengan problem-problem lain yang timbul pada tingkatan-

tingkatan lain, seperti tingkatan kosmologi fisis moral yuridis dan sosial.27

Menurut harun hadiwiyono mitos dikatakan sebagai kejadian-kejadian pada

zaman bahari yang mengungkapkan dan memberi arti kepada hidup dan yang

menentukan nasib dihari depan.28 Menurut para ilmuan sosial memandang mitos

sebagai sesuatu yang diperlukan manusia untuk menjelaskan alam lingkungan

manusia di sekitarnya dan sejarah lampaunya. Mitos juga sebagai semacam pelukisan

atas kenyataan-kenyataan yang tidak terjangkau baik relatif ataupun mutlak dalam

format yang disederhanakan sehingga terpahami dan ditangkap oleh orang banyak.29

Secara umum mitos selalu dihubungkan dengan masyarakat mistis, namun

demikian masyarakat modern tidak meniadakan mitos sama sekali, karena tidak

jarang sekali masyarakat modern masih percaya pada warisan kuno, warisan

spiritual. Menurut Jamhari mitos adalah model pengartikulasian intlektual primodial

dari kepercayaan, mitos berarti sikap keagamaan atau merupakan filsafat primitive,

pengungkapan pemikiran yang sederhana, serangkaian usaha memahami dunia untuk

menjelaskan kehidupan dan kematian, takdir dan hakekat, Tuhan dan pemujanya.

26 Claude levi-strauss, Mitos Dukun dan Sihir (Yogyakarta: Kanisius, 1997),149. 27 Ibid 150. 28 Wisnu Minsarwati Op.Cit.,22. 29 Ruslani, Tabir Mistik Ilmu Gaib dan Perdukunan (Yogyakarta: Tinta, 2006), 5.

35

Pemujaan merupakan perwujudan cinta manusia kepada tuhan, pemujaan terhadap

tuhan ini adalah inti dan nilai yang sebenarnya.30

Kepercayaan mereka dibarengi dengan ketakjuban ketakutan, dan dalam

reaksinya lalu timbul rasa hormat yang berlebih-lebihan, yang melahirkan sikap

pengkultusan. Sikap hormat dan kultus yang demikian kemudian ada yang di

manifestasikan berupa upacara-upacara keagamaan (ritus) yang di lakukan secara

periodik dalam waktu tertentu. Demikianlah yang terjadi di masa lampau, atau

daerah-daerah terbelakang, dengan pikiran manusia yang masih kuat dikuasai oleh

kekolotan.31

Mitos bagi masyarakat Jawa merupakan sebuah sistem ide yang di gunakan

sebagai cara untuk menjelaskan dunia, dan mereka tidak bisa memisahkan mitos

dalam kehidupannya, hal ini dapat dimengerti bahwa mitos sudah menjadi bagian

dari kebudayaan yang sudah di uri-uri secara turun temurun dari nenek moyang.

Menurut Mircea Eliade mitos berarti suatu cerita yang benar dan cerita ini menjadi

milik mereka yang paling berharga, karena mempunyai yang suci, bermakna,

menjadi contoh model bagi tindakan manusia, memberi makna dan nilai dalam

kehidupan ini.32

Dalam kaitanya pula bahwa mitos memiliki struktur sebagi berikut: Pertama,

memunculkan sejarah mengenai tindakan-tindakan yang anti kodrati, Kedua, Sejarah

itu dianggap mutlak karena ia berkaitan dengan realitas-realitas yang sakral karena ia

merupakan karya yang adikodrati. Ketiga, dengan mengetahui mitos dapat

mengetahi asal usul segala sesuatu dan karenanya manusia dapat mengontrol atau

30 Roibin Lorong Jurnalof Social Cultural Studies, Perilaku Mitos Di Klangan Islam Kejawen, (vol,

1, Malang: 2004), 13. 31 Soenarto Timoer Op.Cit.,11. 32 Argo Twikromo, Mitologi Kanjeng Ratu Kidul (Yogyakarta: Nidia Pustaka, 2006), 22.

36

mengasimilasinya sesuai dengan keinginannya, Keempat, bahwa dengan satu cara

manusia hidup dalam mitos artinya bahwa manusia dikuasai yang sakral, kekuatan

agung dari peristiwa-peristiwa yang diingat dan diperankan kembali.33

Mitos sama halnya dengan simbul, mampu mewakili suatu kenyataan yang

lebih komplek dan simbul itu disederhanakan sehingga mudah ditangkap apa maksud

dan tujuannya. Satu langkah lebih jauh lagi adalah dalam proses perkembangan

kepercayaan manusia dalam bentuk simbul simbul tersebut adalah kepercayaan

tentang adanya bermacam-macam roh, dewa-dewa yang seakan mempunyai

kepribadian identitas sendiri, tetapi yang mempunmyai wujud lebih nyata dan

mantap dalam pikiran manusia atau kenyataan, kemantapan wujud simbul itu sering

kali dan berulang kali dilakukan dalam mitologi serta himpunan dongeng suci dalam

budaya yang bersangkutan.34

Masayarakat Jawa terbentuk dari alam pikiran jawa traditional kepercayaan

hindu dan tasawuf Islam. Secara umum menekankan keharmonisan yakni

ketentraman, keseimbangan dan keselarasan batin. Hal ini sesuai dengan pendapat

Niel Mulder bahwa pada dasarnya pandangan hidup orang jawa menekankan

ketentraman batin, keselarasan dan keseimbangan perilaku masyarakat dan

masyarakat di alam semesta.35

Budaya kepercayaan orang jawa kususnya yang tinggal di daerah pedesaan

sangat percaya dengan dunia gaib dan mitos.36 Dengan adanya pandangan seperti itu

orang jawa memiliki ritus religius yang sangat sentral bagi jawa kejawen, hal ini di

lakukan oleh orang yang mempunyai hajat, biasanya melakukan upacaran selametan,

33Ruslani, Tabir Mistik ilmu Gaib Dan Perdukunan (Yogyakarata: Tinta, 2006), 13. 34 Koencoroningrat, Sejarah Antropologi (Jakarta: UI-Press, 1982), 70-79. 35 Minsarwati Op. Cit., 57. 36 Ibid., 58.

37

oleh karena itu suatu adat yang sudah ditaati. Ada pula yang sampai melakukan

ritual-ritual yang konon sebagai penghormatan kepada leluhurnya, hal ini dilakukan

secara berlebihan sehingga menimbulkan jauh dari sisi ritual keagamaan yang benar,

adat seperti ini lambat laun akan tetap dipatuhi masyarakat jawa khususnya di daerah

pedesaan. Mereka mengartikannya dengan mitos, keberadaan mitos sampai saat ini

masih terjadi dan di adakan, ini terbukti karena adanya kepercayaan terhadap

kekuatan-kekuatan gaib atau supranatural yang berhubungan dengan kehidupan

sehari-hari mereka.37

Orang Jawa tidak membeda bedakan antara sifat religius dan bukan religius,

pandangan terhadap orang adalah secara keseluruhan artinya tidak ada pemisahan

secara tegas antar individu dengan lingkungan, golongan jaman mauapun dengan

alam adikodrati. Oleh sebab itu dengan sendirinya orang jawa tidak mampu

memisahkan urusan dunia sini empirik dengan dunia sana meta empirik.38 Dibalik

peristiwa tersebut, manusia menyakini adanya pengaruh luar biasa penuh misteri

sedang manusia tidak mampu membuktikan dengan akal dan fikirannya, sehingga

orang melihat suatu obyek atau peristiwa yang di dalamnya, manusia cenderung

menghubungkan dengan apa yang pernah terjadi dan disaksikan dahulu. Salah satu

kekhasan manusia yaitu mencoba menghayati kembali pengalaman masyarkat

lampau serta menempatkan diri ke masa kini, akan datang merupakan suatu

jaringan.39

Orang Jawa dalam mengungkapkan kepercayaan juga memperhitungkan hari-

hari baik untuk mengetahui perputaran musim yaitu waktu selama lima hari yang di

37 Ibid., 24. 38 Ibid., 59. 39 Ibid., 18.

38

sebut pasaran yaitu legi, paing, pon ,wage, kliwon, kemudian perputaran waktu

selama tujuh hari yang di sebut saptawaca yaitu senin selasa rabo kamis jumat sabtu

dan minggu.40

C. Pernikahan Menurut Hukum Islam

1. Pengertian

Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua

makhluknya, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu

cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluknya untuk berkembang

biak, dan melestarikan hidupnya. Allah SWT berfirman dalam Surat al-Nisâ’ ayat 1

yang berbunyi sebagai berikut:

ق منها زوجها وبث منهما يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخل رجاال كثريا ونساء واتقوا الله الذي تساءلون به واألرحام إن الله كان عليكم رقيبا

Artinya:Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah

menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama laindan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.(suratan-Nisa' ayat1)41

Dalam hukum Islam dijelaskan bahwa untuk menyatukan dua insan yang

berlain jenis maka ditempuh jalan berdasarkan atas ketentuan Allah SWT yang

terdapat dalam syari’at Islam. Dengan mengadakan akad perkawinan atas dasar

kecintaan dan saling rela antara keduanya yang dilakukan oleh pihak wali menurut

40 Djanudi, Penanggalan Jawa 1220 Tahun Asapon (Semarang: Dahara Prize, 2006) 41 Qs, An-Nisa' (4): 1

39

sifat dan syarat yang telah ditentukan agar menjadi halal percampuran antara

keduanya.

Kata nikâh berasal dari bahasa Arab nikâhun yang merupakan masdar atau

kata asal dari kata kerja nakaha.42 Sinonimnya tazawwaja kemudian diterjemahkan

dalam bahasa Indonesia sebagai perkawinan. Kata nikâh sering kita pergunakan

sebab telah masuk dalam bahasa Indonesia.

Istilah Nikah (kawin) menurut arti asal ialah hubungan seksual. Tetapi

menurut arti majazi (mathaporic) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang

menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami isteri antara seorang pria dengan

seorang wanita, dengan dasar sukarela dan keridloan kedua belah pihak untuk

mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang

dan ketentraman dengan cara-cara yang diridloi oleh Allah.43

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 pun merumuskan

bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jika rumusan menurut hukum

Islam diatas dengan rumusan pada Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan tersebut

dibandingkan maka pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsipil.44

2. Tujuan dan Hikmah Pernikahan

Ada beberapa tujuan yang di syariatkan perkawinan atas umat Islam45

42Ahamad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia (Cet 14, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997),

1461. 43 Karya Yuda, Perkawinan Beda Agama ( Yogyakarta: Total Media, 2006), 66. 44 Abbdurrahman, Kompilasi Hokum Islam (Jakarta: Akademika Presindo, 2004 ), 45 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih. (Jakarta: Kencana, 2003), 80.

40

a. Untuk mendapatkan anak keturunan untuk melanjutkan generasi yang akan

datang hal ini terlihat dalam surat an-Nisa’ ayat 1:

يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما ال كثريا ونساء واتقوا الله الذي تساءلون به واألرحام إن الله كان عليكم رقيبارجا

artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah

menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama laindan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.(surat an-Nisa’ ayat 1).46

b. Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan

rasa kasih sayang. Hal ini terlihat dalam firman Allah dalam surat ar-Rum

ayat 21:

آي منة إن ومحرة ودوكم منيل بعجا وهوا إليكنسا لتاجوأز أنفسكم نلكم م لقاته أن خ في ذلك لآيات لقوم يتفكرون

Artinya:Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(surat ar-Rum ayat 21).47

c. Pernikahan dapat menentramkan individu dan masyarakat khususnya bagi

wanita surat an-Nur,ayat 32

وأنكحوا الأيامى منكم والصالحني من عبادكم وإمائكم إن يكونوا فقراء يغنهم الله من له وفضليمع اسعو الله

artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-

orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan

46 Qs, an-Nisa' (4): 1. 47 Qs, ar-Rum (30): 21.

41

hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.48

Adapun diantar hikmah yang dapat ditemukan dalam perkawinan itu adalah

menghalangi mata untuk melihat hal-hal yang tidak diizinkan syara’ dan menjaga

diri dari terjatuhnya pada kerusakan seksual, hal ini adalah yang dinyatakan Nabi

dalam hadisnya:

حدثين عمارة عن عبد : عمر بن حفص بن غياث حدثنا أيب حدثنا األعمش قالحدثناكنا مع : دخلت مع علقمة واألسود على عبد اهللا، فقال عبد اهللا«: الرمحن بن يزيد قال

: النيب صلى اهللا عليه وسلم شبابا الجند شيئا، فقال لنا رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلمشر الشباب، من استطاع الباءة فليتزوج، فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن مل يامع

.يستطع فعليه بالصوم، فإنه له وجاء

artinya: wahai pemuda siapa diantra mu telah mempunyai kemampuan untuk kawin, maka kawinlah, maka perkawinan itu lebih menghalangi penglihatan (dari maksiat) dan lebih menjaga kehormatan (dari kerusakan seksual) siapa yang belu mampu hendaknya berpuasa karena puasa itu bagiannya akan mengekang sahwat.(hr: Bukhori)49

3. Syarat dan Rukun Nikah

Sahnya suatu perbuatan hukum menurut hukum agama Islam harus

memenuhi dua unsur, yaitu rukun dan syarat. Oleh karena itu perkawinan dianggap

sah jika memenuhi dua unsur tersebut, karena rukun dan syarat menentukan suatu

perbuatan hukum, yang menyangkut syah atau tidak dari segi hukum.50 Agama Islam

menentukan sahnya akad nikah kepada tiga macam syarat, yaitu; Pertama,

48 Qs, an-Nur (24):32 49 Al Hafid ibn Hajar al Qosim, Bulugul Marom (Surabya: Nurul Huda, tth ),208. 50 Amir Syarifudddin, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Kencana, 2006 ) 59.

42

dipenuhinya semua rukun nikah; Kedua, dipenuhinya syarat-syarat nikah; KetiIga,

tidak melanggar larangan perkawinan sebagaimana yang ditentukan oleh syari’at.

Adapun yang dinamakan Rukun adalah sesuatu yang berada di dalam hakekat

dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya untuk kelangsungan

perkawinan. Tanpa adanya hakikat dari pernikahan maka suatu pernikahan tidak bisa

dilaksanakan.51 Adapun yang dinamakan syarat adalah sesuatu yang berada diluar

dan tidak termasuk unsur syarat yang berkaitan dengan rukun.52 Hal ini senada

dengan apa yang diungkapkan oleh Mahmud Yunus, ia mendefinisikan rukun nikah

sebagai bagian dari hakikat perkawinan yang wajib dipenuhi, Kalau tidak dipenuhi

pada saat akad berlangsung, maka perkawinan tersebut dianggap batal.

Menurut versi As-Safi’i yang kemudian diadopsi oleh KHI Pasal 14, rukun

nikah terdiri atas lima macam, yaitu:53 Pertama, adanya calon suami; Kedua, adanya

calon isteri; Ketiga, adanya wali; Keempat, adanya dua orang saksi; Kelima, ijab

qobul.

Syarat pernikahan adalah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun

pernikahan, yaitu syarat bagi calon mempelai yaitu; Pertama, calon suami, yang

mempunyai syarat sebagai berikut; beragama islam, laki-laki, jelas orangnya, dapat

memberikan persetujuan artinya tidak terpaksa, atas kemaun sendiri. Kedua, calon

istri, yang mempunyai persyaratan sebagai berikut; Bukan perempuan yang dalam

masa ‘iddah, tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang lain, antara laki-laki dan

perempuan tersebut bukan muhrim, tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah,

Bukan perempuan musyrik, merdeka, artinya atas kemauan sendiri.

51 Amir Amiruddin, Op. Cit., 59. 52 Ibid 53 Abdurrahman Op. Cit., 116.

43

Ketiga, syarat-syarat wali meliputi; laki-laki, dewasa baligh, mempunyai hak

perwalian, tidak ada halangan perwalian, waras akalnya, adil, tidak diapaksa. Artinya

bebas, tidak sedang ihram haji atau umrah, memahami bahasa yang digunakan untuk

ijab qobul; Keempat, syarat-syarat saksi meliputi, minimal dua orang laki-laki, waras

akalnya, adil, tidak dipaksa, tidak sedang ihram haji atau umrah, islam, dewasa,

Hadir dalam ijab qobul dapat mengerti maksud akad; Kelima, syarat-syarat ijab

qobul meliputi sebagai berikut, adanya pernyataan mengawinkan dari wali, adanya

pernyataan penerimaan dari calon mempelai, memakai kata-kata nikah, tazwij, atau

terjemahan dari kedua kata tersebut, antara ijab dan qobul bersambung, antara ijab

dan qobul jelas maksudnya, orang yang terkait dengan ijab dan qobul tidak sedang

ihram haji atau umrah, majelis ijab dan qobul harus dihadiri minimal empat orang

yaitu calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua orang saksi.

4. Kreteria Dalam Memilih Jodoh

Dalam pandangan Islam perkawinan itu bukan hanya urusan perdata saja,

bukan pula sekedar urusan keluarga dan masalah budaya, tetapi masalah dan

peristiwa agama, oleh karena itu perkawinan itu dilakukan untuk memenuhi sunnah

Allah dan sunnah Nabi dan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah dan petunjuk

Nabi.

Ada beberapa motivasi yang mendorong seorang laki-laki memilih seorang

perempuan untuk pasangan hidupnya dalam perkawinan. Yang pokok diantarnya;

Pertama, karena kecantikan seorang wanita atau kegagahan seorang laki-laki, Kedua,

kekayaannya, Ketiga, karena kebangsaannya dan keberagamaannya.

44

Diantara alasan di atas maka yang paling utama dijadikan motifasi adalah

keberagamaannya.54 Hal ini di jelaskan nabi dalam haditsnya yang muttafaqun allaih

dari abu hurairoh:

حدثين سعيد بن أيب سعيد عن أبيه عن أيب : حيىي عن عبيد اهللا قالحدثنا مسدد حدثناملاهلا، : تنكح املرأة ألربع:هريرة رضي اهللا عنه عن النيب صلى اهللا عليه وسلم قال ولحسبها، وجمالها، ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك

artinya: Perempuan itu di kawini dengan empat motivasi karena hartanya,

kedudukannya, atau kebangsawanannya, karena kecantikannnya, dan karena keberagamaannya, pilihlah perempuan karena keberagamaannya. kamua akan mendapat keberuntungan.55

Keberagamaan yang dimaksud adalah komitmen keagamaannya atau

kesungguhannya dalam dalam menjalankan agama Islam itu dijadikan pilihan utama

karena itu akan langgeng. Kekayaan suatu saat ketika dapat lenyap dan kecantikan

suatu ketika dapat pudar demikian pula kedudukan suatu ketika akan hilang.

5. Perkawinan yang Dilarang

a. Nikah mut’ah

Kata Mut’ah berasal dari bahasa arab yang berasal dari kata ma-ta-’a. secara

etimlogi mengandung dari beberapa arti kesenangan, alat perlengkapan pemberian.56

زين للناس حب الشهوات من النساء والبنني والقناطري المقنطرة من الذهب والفضة والخيل المسومة واألنعام والحرث ذلك متاع الحياة الدنيا والله عنده حسن المآب

artinya:Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang

diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis

54 Amiruddin Op. Cit., 82. 55 Al Hafid ibn Hajar al Qosim, Op. Cit., 209. 56 Ahamad Warson Munawir, OP. Cit., 1307.

45

emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).57

أحل لكم صيد البحر وطعامه متاعا لكم وللسيارة وحرم عليكم صيد البر ما دمتم حرما

تحشرونواتقوا الله الذي إليه artinya:Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari

laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.58

ال جناح عليكم إن طلقتم النساء ما لم تمسوهن أو تفرضوا لهن فريضة ومتعوهن على المقتر قدره متاعا بالمعروف حقا على المحسننيالموسع قدره وعلى

artinya:Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan

isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), Yaitu pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.59

Nikah mut’ah adalah istilah hukum adalah perkawinan untuk masa tertentu

dalam arti pada waktu akad dinyatakan, masa tertentu yang bila masa itu telah datang

perkawinan terputus dengan sendirinya tanpa melalui proses perceraian.60 Ibnu azm

menyebutkan nikah dengan batasan waktu tertentu dan dilarang agama. Nikah ini

pernah diperbolehkan pada masa Rasulullah Saw, namun kemudian Allah SWT

menghapus atau melarangnya 61

57 Qs Ali Imron (3): 14 58 QS al Maidah (2): 96. 59 Qs.al Baqoroh (2): 236. 60 Amir syarifuddin, Op. Cit., 100. 61 Syaik Hasan Ayub, Fikih Keluarga (Jakarta: Pustaaka al-Kausar, 2001), 114.

46

قرأت على مالك عن ابن شهاب عن عبد الله و الحسن : قال: حدثنا يحيى بن يحيىن أبي طالب؛ أن رب ليع نا عأبيهم نع لين عد بمحم ينة ابعتم نى، عهول الله نس

.النساء، يوم خيبر؛ وعن أكل لحوم الحمر اإلنسية

Artinya:”Dari Ali r.a ia berkata, Rasulullah Saw telah melarang nikah mut’ah dan makan daging khimar pada zaman khaibar(H. R ,Muslim)”. 62

b. Nikah tahlil atau muhallil

Nikah muhallil atau nikah tahlil adalah perkawinan yang dilakukan untuk

menghalalkan orang yang telah melakukan talak tiga untuk segera kembali kepada

istrinya.63 Bila seseorang menceraikan istrinya sampai tiga kali, baik dalam masa

ataupun berbeda masa, suami tidak boleh nikah lagi dengan istrinya kecuali bila

istrinya itu telah menikah dengan laki-laki lain dan sudah melakukan hubungan

kelamin, kemudian bercerai dan habis iddahnya.64 ini sesuai dengan surat al-

Baqoroh Ayat 230:

ت ىتح دعمن ب حل لها فال تا أن فإن طلقههمليع احنا فال جفإن طلقه هرا غيجوز نكح يتراجعا إن ظنا أن يقيما حدود الله وتلك حدود الله يبينها لقوم يعلمون

artinya:Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka

perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.65

Perkawinan tahlil ini tidak menyalahi rukun yang telah ditetapkan, namun

karena niat orang yang mengawini itu tidak ikhlas dan tidak untuk kebenaran

62 Al Hafid ibn Hajar al Qosim, Op. Cit., 214. 63 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana, 2003),104. 64 Idem, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Kencana, 2006),104. 65 Qs al Baqoroh (2 ) 230.

47

perkawinan itu dilarang oleh Nabi dan pelakunya, baik laki-laki yang menyuruh

maupun perempuan menjadi penghalal itu dilaknat Rasullah.66 Hal ini dalam hadis

Nabi dari Ibnu Abbas yang di riwayatkan Ibnu Majjah

حدثنا أبو عامر، عن زمعة بن صالح، عن سلمة بن وهرام، عن . حدثنا محمد بن بشار المحلل والمحلل لهلعن رسول الله: عكرمة، عن ابن عباس، قال

Artinya: ”Dari Ibn Abbas r.a berkata Rasulullah Saw, melaknat muhallil dan

muhallil lahu.” (H.R Ibnu Majjah).67

Menurut hukum Islam seorang isteri yang telah ditalak tiga oleh suaminya,

tidak diperbolehkan kawin kembali dengan bekas suaminya kalau belum memenuhi

syarat-syarat tertentu, yaitu ; Pertama, harus kawin dengan laki-laki lain; Kedua,

sudah berhubungan suami istri; Ketiga, ditalak oleh suaminya yang baru tadi;

Keempat, habis masa iddahnya.68

c. Nikah Syighar

Nikah syighar adalah perbuatan dua laki-laki yang saling menikahi anak

perempuan dari laki-laki lain dan masing-masing pernikahan itu sebagai maharnya.69

Menurut imam al-Baglawi menyebutkan nikah syighar menurut bahasa kata syighar

berasal dari kata ash-shagr yang berarti mengangkat, nikah ini di sebut syighar

karena kedua belah pihak orang yang menikahan putrinya sama-sama mengangkat

mahar.70

Dalam bentuk nyatanya ialah sebagai berikut sebagai laki-laki berkata, sebagai

ijab laki-laki lain saya kawinkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan

66 Amir Syarifuddin Op. Cit., 105. 67Al Hafid ibn Hajar al Qosim, Op. Cit., 215. 68Soemiyati, Op. Cit., 82. 69 Amir Syarifuddin Op. Cit., 105. 70 Syaikh Hasan Ayubi, Op. Cit., 113.

48

mahar saya mengawini anak perempuanmu yang bernama si B laki-laki itu

menjawab dengan bentuk qobul saya terima mengawini anak perempuanmu si A

dengan maharnya kamu mengawini anak perempuan saya bernama si B. Dalam

Hadis Nabi dari Ibnu Umar:

أن « نافع عن ابن عمر رضي اهللا عنهما حدثنا عبد اهللا بن يوسف أخربنا مالك عنوالشغار أن يزوج الرجل ابنته على أن . رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ى عن الشغار

.يزوجه اآلخر ابنته ليس بينهما صداق Artinya:”Dari Ibnu Umar r.a, Rasulullah melarang perbuatannya syighar (dan

kemudian dijelaskan dengan perkataannya), syighar ialah laki-laki mengawinkan dengan imbalan dia dikawinkan kepada anak perempuan dari laki-laki tadi keduanya tanpa memberikan maskawin (H. R. Bukhori).71

6. Nikah Yang Di Haramkan

Nikah yang diharamkan disini adalah orang-orang yang tidak boleh dikawini

oleh seseorang. Perempuan mana saja yang tidak boleh dikawini oleh seseorang laki-

laki atau sebaliknya laki-laki mana saja yang tidak boleh menhgawini seorang

perempuan. Keseluruhannya diatur dalam al-Quran, diantaranya haram selamanya

yang di sebut mahram muabbad dan haram untuk sementara waktu dalam arti suatu

ketika ia sudah tidak lagi menjadi haram yang di sebut harram goiru muabbad.72

A. Haram Selamanya.

Mahram muabbad yaitu haram untuk melakukan pernikahan ada tiga

kelompok:

71 CD Hadis Kutubusittah. 72 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), 106.

49

a. Haram dinikahi karena nasab73

Perempuan perempuan yang haram dinikahi untuk selamanya dikarenakan

hubungan kekerabatan. Yaitu; Ibu, Anak perempuan, Saudara perempuan, Bibi dari

pihak ibu, Bibi dari pihak ayah, Anak perempuan saudar laki-laki, Anak perempuan

saudara perempuan.

Keharaman perempuan perempuan tersebut sesuai dengan bunyi surat an-

Nisa’ ayat 23

اتنباألخ و اتنبو كماالتخو كماتمعو كماتوأخو كماتنبو كماتهأم كمليع تمرح كمائببرو آئكمنس اتهأمة واعضالر نكم ماتوأخو كمنعضالالتي أر كماتهأمت واألخ

لالتي في حجوركم من نسآئكم الالتي دخلتم بهن فإن لم تكونوا دخلتم بهن فال جناح ا عليكم وحالئل أبنائكم الذين من أصالبكم وأن تجمعوا بين األختين إال ما قد سلف إن

الله كان غفورا رحيما Artinya:Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang

perempuan saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Surat an-Nisa’ ayat 23)74

b. Haram Dinikahi Karena Akibat Perkawinan

Bila seseorang laki-laki melakukan perkawinan dengan seseorang perempuan

maka terjadilah hubungan antara laki-laki dan perempuan demikian pula sebaliknya,

73 Abdurrahman Op. Cit., 122. 74 Qs, an-Nisa' (4): 23.

50

hubungan-hubungan itu dinamakan mushaarah dengan terjadinya hubungan

mushaarah timbul pula larangan perkawinan. Perempuan-perempuan yang tidak

boleh dinikahi karena hubungan musharah adalah75 Pertama, Perempuan yang telah

dikawini oleh ayah baik perempuan itu telah di gauli oleh ayah atau belum; Kedua,

Perempuan yang dikawini oleh anak laki-laki baik perempuan itu telah di gauli oleh

anak atau belum; Ketiga, ibu atau ibunya ibu dari istri, baik istri itu telah digauli atu

belum; Keempat, Anak anak perempuan dari istri dengan ketentuan istri telah digauli.

Empat perempuan yang haram dinikahi sebagimana tersebut di atas sesuai

dengan firman Allah.surat an-Nisa’ ayat 22

قتمة وكان فاحش هإن لفس ا قداء إال مسالن نكم ماؤآب كحا نوا منكحال تاء وسا و سبيال

Artinya:Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).76

Sebaliknya seorang perempuan tidak boleh dikawini laki-laki untuk

selamanya disebabkan hubungan musharah sebagai berikut; Pertama, Laki-laki yang

telah mengawini ibunya; Kedua, Ayah-ayah dari suami;Ketiga, Anak-anak dari

suami; Keempat, Laki-laki telah mengawini anak perempuannya.

c. Karena Hubungan Persusuhan

Bila seorang laki-laki menyusui kepada seorang perempuan maka air susu

perempuan itu menjadi darah dan pertumbhan bagi si anak, sehingga perempuan

75 Amir Sarifuddin, Op. Cit., 108.. 76 Qs, an-Nisa’ (4): 22.

51

yang menyusukan itu telah menjadi ibunya, ibu tersebut menghasilkan susu di

karenakan kehamilannya yang di sebabkan hubungan suaminya.77

Anak yang menyusu diharamkan menikah dengan anak dan cucu perempuan

yang menyusuinya dan seterusnya ke bawah dan juga diharamkan menikah dengan

perempuan yang menyusui itu baik yang hakiki maupun yang majazi, serta saudar

perempuan sepersusuan, bibi dari pihak bapak sepersusuhan baik yang hakiki

maupun ynag majazi, dan demikian adalah wanita yang haram dinikahi karena

persusuhan.78 Sebagai berikut:

Pertama, Ibu yang menyusui karena menjadi ibu dari anak yang di susui;

Kedua, ibu dari ibu yang menyusui (nenek) karena dia telah menjadi neneknya;

Ketiga, Ibu dari suami wanita yang menyusui karena ia juga menjadi neneknya;

Keempat, Saudara perempuan dari wanita yang menyusui karena ia menjadi bibi bagi

yang disusui; Kelima, saudara perempuan dari suami wanita yang menyusui karena

dia juga sebagia bibi dari pihak bapak; Keenam, Cucu perempuan dari wanita yang

disusui karena ini adalah keponakan dari anak yang disusui tersebut; Ketujuh,

Saudara perempuan dari bapak dan ibu.

Di riwayatkan oleh Aisyah:

ى عن مالك عن عبد الله بن أبي بكر عن عمرة حدثنا يحي: أخبرنا محمد بن بشار قال يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب«: عن عائشة عن النبي صلى اهللا عليه وسلم ، قال

Artinya : Dari aisyah dari nabi muahmmad saw berkata haram sebab persusuhan

seperti haranm sebab keturunan (Hr. Nasa'i)79

77 Amir Sarifuddin, Op. Cit., 109. 78 Syaik Hasan, Ayyubi, Fikih Keluarga. (Jakarta: al-Kausar, 2001), 124. 79 Cd kutubussittah.

52

Beberapa syarat yang menjadikan ibu susu dan keturunannya menjadi mahram

bagi anak yang menyusuinya sebagai berikut; Pertama, Usia anak yang menyusu

jumhur ulama’ ber pendapat bahwa usia anak ynag menyusui berumur 2 tahun

karena pada masa itu air susu ibu menjadi pertumbuhannya.80 batasan masa dua

tahun itu berdasrkan kepada sabda rasul dari ibnu Abbas

Artinya: Tidak ada persusuhan kecuali dalam usia dua tahun.

Dalam al-Quran juga di jelaskan dalm surat al-Baqoroh ayat 233

اعضالر تمأن ي ادأر نن لمن كامليليوح نهالدأو نضعري اتالدالوو لود لهوعلى المة ورزقهن وكسوتهن بالمعروف ال تكلف نفس إال وسعها ال تضآر والدة بولدها وال

مهناض مرن تاال عا فصادفإن أر ارث مثل ذلكلى الوعلده وبو له لودور فال ماوشتا وجناح عليهما وإن أردتم أن تسترضعوا أوالدكم فال جناح عليكم إذا سلمتم مآ آتيتم

صريلون بمعا تبم وا أن اللهلماعو قوا اللهاتوف ورعبالم

Artinya:Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.81

Kedua, Kadar susuhan yang mengharamkan sebanyak tiga kali menyusu atau

lebih.

80 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006),116. 81 Qs, al Baqoroh (2): 233.

53

Sebagaimana sabda Rasul saw:

أخربين أيب ، : حدثنا حييـى بن سعيد ، عن هشام قال: حدثنا عبد اهللا حدثين أيب ، قالن الرضاع املصة ال حيرم م عن عبد اهللا بن الزبري أن النيب صلى اهللا عليه وسلم قال

واملصتان Artinya: Tidaklah mengharamkan karena sekali atau dua kali susuhan (Hr

Muslim).82

Keterangan ini dengan tegas menyebutkan susuhan yang kurang dari tiga kali

tidak mengharamkan jadi yang mengharamkan adalah jika jumlah susuhan lebih

darai tiga kali.83 Ada keterangan lain bahwasannya si anak menyusui lima kali

susuhan karena bila kurang dari itu belum menyebabkan pertumbuhan.84

B. Mahram goiru muabbad ( Haram sementara)

Mahram goiru muabbad adalah larangan kawin yang berlaku untuk

sementara berarti tidak boleh kawin dalam waktu tertentu karena sesuatu hal, bila hal

itu sudah tidak ada maka larangan tidak berlaku lagi.85 Laranagan kawin sementara

berlaku dalam hal-hal tersebut di bawah ini :

a. Memadu dua orang yang bersaudara

Bila seseorang laki-laki telah mengawini seorang perempuan dalam waktu

yang sama dia tidak boleh mengawini saudara dari perempuan itu dengan demikian

bila dua orang perempuan tersebut itu dikawininya sekaligus maka perkawinan

dengan kedua perempuan tersebut batal.86 Diharamkan pula bagi seseorang

82 Al Hafid ibn Hajar al Qosim, Op. Cit., 246. 83 Sayid Sabiq Fiqih Sunnah (Terjamah., Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2004), 564. 84 Amir Syarifuddin Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana, 2003), 110. 85 Amir Syarifuddin Op. Cit., 112. 86 Fikih Keluarga, Op. Cit., 134.

54

mengumpulkan seorang wanita dengan bibinya dari pihak ayah maupun pihak ayah

ataupun ibunya dalam suatu perkawianan.

Pendapat imam Syafi’i mengumpulkan seorang wanita dengan para bibinya

dari pijak bapak atau ibu meski telah jauh dari ikatan pernikahan sama juga

hukumnya dengan mengawini perempuan yang bersaudara dalam satu masa. Sama

saja satu orang dinikahi terlebih dahulu atau bersama-sama. Kalau dinikahi satu dulu

kemudian yang kedua maka yang kedua batal dan yang pertama syah, jika dinikahi

bersama-sama maka keduanya dibatalkan.87

Hadis Bukhori muslim diriwayatkan oleh Abu huroiroh

حدثنا عبد اهللا بن يوسف أخربنا مالك عن أيب الزناد عن األعرج عن أيب هريرة رضي اهللا ال جيمع بني املرأة وعمتها وال بني املرأة : عنه أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم قال

وخالتهاartiya: Dari abu huroiroh berkata sesungguhnya nabi muhammad melarang

memadu seorang perempuan dengan bibi dari ayah nya atau bibi dari ibunya (Hr Muslim)88

b. Istri orang lain atau bekas istri orang lain pada masa iddah

Diharamkan bagi seorang muslim menikahi istri orang lain atau bekas istri

orang lain yag masih dalam massa iddah karena memperhatikan hak suaminya89

Seorang perempuan yang sedang terikat dalam tali perkawinan haram dinikahi oleh

siapapun bahkan perempuan dalam perkawinan itu dilarang untuk dilamar baik

dalam ucapan terus terang maupun sendirian, keharaman itu berlaku selama

87 Imam Syafi’i, Ringkasan Kitab al-Umm ( terjmah, Jakarta: Pustaka Azzam. 2004), 349. 88 Al Hafid ibn Hajar al Qosim, Op. Cit., 213. 89 Sayid Sabiq, Op. Cit., 578.

55

suaminya masih hidup atau belum dicerai oleh suaminya dan ketika selesai menjalani

iddahnya maka boleh dinikah oleh siapa saja.90

Keharaman dalam mengawini perempuan bersuami itu terdapat dalam surat

an-Nisa' ayat 24 yang bunyinya

ملكت أيمانكم كتاب الله عليكم وأحل لكم ما وراء والمحصنات من النساء إال ما نهورأج نوهفآت نهم به منتعتمتا اسفم افحنيسم رغي صننيحالكم مووا بأمغتبأن ت ذلكم

ا تفيم كمليع احنال جة وافريضكيما حليمكان ع ة إن اللهد الفريضعم به من بتياضر.

artinya: Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali

budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Muhsanah adalah perempuan-perempuan yang bersuami kecuali menjadi

budak sebagai tawanan perang sebab budak perempuan dan tawanan perang halal

bagi laki-laki yang menguasainya setelah selesai iddahnya. Sekalipun masih

mempunyai suami.91

c. Pernikahan Orang yang Sedang Ihram

Perempuan yang haram dinikahi yaitu pada waktu ihram haji maupun ihram

umroh oleh laki-laki manapun kecuali sudah lepas masa ihramnya.92Hal ini sesuai

dengan hadis Nabi

90 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006), 128. 91 Sayid Sabiq, Fikkih Sunnah (terjemah, Jakarta : Pena pundi aksara, 2004) 92 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana, 2003), 115.

56

: حدثنا احلسن بن حممد بن الصباح ، قال: أخربنا حممد بن إسحاق بن خزيمة ، قال، حدثين عبد األعلى : حدثنا فليح بن سليمان ، قال: حدثنا أبو عباد حيىي بن عباد ، قال

و عبد اجلبار ابنا نبيه بن وهب، عن أبيهما نبيه بن وهب ، عن أبان بن عثمان عن عثمان .ال ينكح املحرم، وال ينكح، وال يخطب: بن عفان ، عن النيب قال

artinya: janganlah menikahi seseorang pada waktu ihrom dan jangan

meminangnya.(HR Muslim).93

Haramnya mengawini perempuan yang ihram itu adalah pendapat yang

dipegang oleh Jumhur ulama' termasuk imam Malik, Syafi'i imam Ahmad. Untuk

ulama' Hanfiyah berpendapat bahwa perkawinan perempuan yang sedang ihraml

sah,94 karena pada saat ihram tidak menggugurkan hak perempuan untuk dinikahi

yang terlarang ketika itu adalah jima'nya bukan hak untuk mengadakan

akad.95Dengan dalil hadis di bawah ini

Ada suatu riwayat lain bahwasannya nabi menikah dengan maimunah ketika

beliau ihram.

قلت : من هي ؟ قال : قال أبو الشعثاء : قال عمرو حدثنا عبد اهللا حدثين أيب ثنا سفيان أن النيب صلى اهللا عليه وسلم نكح ميمونة : أخربين ابن عباس : ميمونة ، قال : يقولون :

.وهو حمرمArtinya: Bahwasannya nabi Muhammad saw telah mengawini maimunah yang waktu

itu ia sedang melakukan ihram.(HR Ahmad).96

93 Al Hafid ibn Hajar al Qosim, Op. Cit., 213. 94 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006, 129. 95 Sayid Sabiq, Op.Cit., 580. 96 Al Hafid ibn Hajar al Qosim, Op. Cit., 213.

57

d. Perempuan yang telah Ditalaq Tiga

Seorang suami yang telah mentalak istrinya dengan ditalak tiga kali, Baik

sekaligus atau bertahap, tidak halal bagi suaminya yang pertama sebelum dinikahi

oleh laki-laki lain dengan pernikahan yang sah.97 Hal ini dinyatakan dalam surat al-

Baqoroh ayat 230

فإن طلقها فال تحل له من بعد حتى تنكح زوجا غيره فإن طلقها فال جناح عليهما أن ا لقوهنيبالله ي وددح تلكالله و وددا حقيما أن يا إن ظنعاجرتونيلمعم ي

Artinya: Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka

perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. 98

e. Di Haramkan Menikah Lebih dari Empat

Para Jumhur ulama' sepakat mengharamkan menikah lebih dari empat sebagai

mana firman Allah dalam surat an-Nisa'ayat 3:

اعبرثالث وى وثناء مسالن نلكم م ا طابوا مى فانكحامتقسطوا في اليأال ت مإن خفتو فواحدة أو ما ملكت أيمانكم ذلك أدنى أال تعولوافإن خفتم أال تعدلوا

Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak)

perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil Maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Dari ayat diatas dimaksudkan untuk memberikan pilihan jika berkehendak

seseorang boleh menikahi dua orang wanita atau tiga atau empat dan juga dalam ayat 97 Amir Syarifuddin, Op; Cit., 128. 98 Qs, a baqoroh (2): 230.

58

diatas membolehkan adanya poligami yaitu mempunyai seorang istri lebih dari satu

orang, namun kebolehan tidak secara mutlak, yaitu berlaku syarat kemampuan

berlaku adil diantara istri-istri itu. Adil itu bukan suatu yang mudah.hal ini dijelaskan

dalam surat an-Nisa' Ayat 129

يميلوا كل المفال ت متصرح لواء وسالن نيدلوا بعوا أن تطيعتسلن تلقة وعا كالموهذرل فت وإن تصلحوا وتتقوا فإن الله كان غفورا رحيما

artinya: Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-

isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.99

f. Perempuan Beda Agama

Pernikahan beda agama di sini ialah perempuan muslimah dengan laki-laki

non muslim dan sebaliknya laki-laki muslim menikah dengan perempuan non

muslim. Istilah fiqih kawin dengan orang kafir yaitu orang yang tidak beragama

Islam. Dalam pandangan Islam dikelompokkan pada kafir kitabi disebut juga ahli

kitab, dan kafir bukan kitabi di sebut juga musryik100

Perempun musryik yaitu yang percaya dengan banyak tuhan atau tidak

percaya sama sekali pada Allah, kelompok ini haram melangsungkan pernikahan,

begitu pula seorang laki-laki musryik haram menikahi perempuan muslim.

Keharaman laki-laki muslim menikah dengan perempuan musyrik atau sebaliknya

dinyatakan Allah dalam surat al-Baqoroh ayat 221

99 Qs, an nisa’ (4): 129. 100 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawian di Indonesia (Jakarata: Kencana, 2006), 133.

59

خير من مشركة ولو أعجبتكم وال وال تنكحوا المشركات حتى يؤمن وألمة مؤمنةتنكحوا المشركني حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو أعجبكم أولئك يدعون

ه ويبين آياته للناس لعلهم يتذكرونإلى النار والله يدعو إلى الجنة والمغفرة بإذن

artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.101

Surat al-Mumtahanah ayat 10

فامتحنوهن الله أعلم بإميانهن فإن يا أيها الذين آمنوا إذا جاءكم المؤمنات مهاجرات علمتموهن مؤمنات فلا ترجعوهن إلى الكفار لا هن حل لهم ولا هم يحلون لهن وآتوهم

إذا آت نوهنكحأن ت كمليع احنلا جا أنفقوا وم مسكوا بعصملا تو نهورأج نوهمتي ليمع اللهو كمنيب كمحالله ي كمح ا أنفقوا ذلكمألوا مسليو ما أنفقتألوا ماسافر والكو

كيمح artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu

perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.102

101 Qs, al Baqoroh (2 ): 221 102 Qs, al Mumtahanah (60): 10.

60

Mengawini ahli kitab bagi laki-laki muslim sebenarnya dibolehkan oleh

karena itu diperbolehkannya terdapat dalam surat al-Maidah ayat 5

محل له كمامطعو حل لكم ابوا الكتأوت الذين امطعو اتبالطي أحل لكم مواليلكتاب من قبلكم إذا آتيتموهن والمحصنات من المؤمنات والمحصنات من الذين أوتوا ا

لهمبط عح ان فقدباإلمي كفرن يمان ودخذي أختال مو افحنيسم رغي صننيحم نهورأجاسرينالخ ة منفي اآلخر وهو

artinya: Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan)

orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.103

Jumhur ulama' mengatakan yang dimaksud ahli kitab dalam ayat ini adalah

orang yahudi dan Nasrani selain orang dua tersebut bukan dikatakan nasrani,

menurut jumhur juga membolehkan kaum muslim menikahi wanita yahudi dan

Nasrani serta mencampuri budak wanita dari kalangan mereka dalam kedudukan

sebagai miliknya.104

Dalam hal ini hukum megawini perempuan ahli kitab dalam ayat tersebut

juga untuk orang yahudi dan Kristen (sekarang katholik dan protestan dan sektenya)

terdapat perbedaan diantara ulama' fiqh. Mayoritas ulama' mengatakan mereka sudah

tidak termasuk pada pengertian ahli kitab yang boleh dinikahi mereka di

kelompokkan kedalam pengertian musryik yang terdapat ayat tersebut, adapun

103 Qs, al Maidah (5) 5. 104 Fikih Keluaraga Op:Cit, 144.

61

perkawinan perempuan muslimah dengan laki-laki ahli kitab disepakati oleh ulama'

sedang keharamannya karena tidak ada petunjuk sama sekali yang membolehkannya.

D. Perhitunagan sebelum Pernikahan Jawa

1. Sejarah Singkat Kalender Jawa

Kalender saka merupakan warisan jaman hindu buda yang kemudian diganti

dengan kalender jawa atau kalender Sultan Agung yang berlaku sampai sekarang.

Banyak orang dan kalender yang beredar membuat kesalahan dengan keterangannya

bahwa kalender jawa sama dengan kalender saka, padahal berbeda.105

Kalender saka dimulai pada tahun 78 masehi. permulaan itu konon dimulai

pada mendaratnya Ajisaka di pulau jawa. Ada pula yang mengabarkan, permulaan

adalah saat raja sari wahana ajisaka naik tahta di india. Ajisaka adalah tokoh mitologi

yang konon menciptakan abjad huruf Jawa: ha na ca ra ka. Kalender yang tahunnya

disebut saka dimulai pada tanggal 15 maret tahun masehi 78. tahun masehi dan tahun

saka keduanya menganut sistem solair yaitu mengikuti perjalanan bumi dan matahari

dalam bahasa arab disebut syamsiyah106.

Kalender yang perpaduannya antara jawa asli dan Hindu, Budha nama tahunnya

saka dipakai oleh orang jawa sampai 1633 m. Pada saat Sultan Agung Hanyakra

Kusuma bertahta Raja Mataram yang terkenal patuh agama Islam itu mengubah

kalender di Jawa secara revolusioner. Pada waktu itu kalender saka sudah berjalan

105 Purwadi, Petungan Jawa (Yogyakarta: Pinus, 2006), 9. 106 Purwadi, Upacara Penegntin Jawa (Yogyakarta: Shaida,2007), 138.

62

sampai akhir tahun 1554. Angka 1554 diteruskan oleh kalender Sultan Agung

dengan angka tahun1955.107

Kalender saka mengikuti sistem solaiar dan kalender sultan agung mengikuti

sistem lunair, perubahan kalender di jawa mulai pada 1 sura tahun alip 1555, tepat

pada tanggal 1 Muharram tahun 1034 Hijriyah tepat pula dengan tanggal 8 juli 1633

harinya jumat legi kebijakan ini terpuji sebagai tindakan sebagai seorang muslim

dengan kemahiran yang tinggi dalam ilmu falak.108

Sri Agung merasa perlu mengubah kalender dan menyesuaikannya dengan

kalender hijriyah deangan tujuan agar hari raya Islam yang dirayakan di keraton

Mataram dengan sebutan grebeg dapat dilaksanakan tepat sesuai pada hari dan

tanggal yang tepat dengan ketentuan kalender Hijriyah. Kalender Sultan Agung

dimulai pada tanggal 1 suro 1555 tahun jawa atau tahun Sultan Agung memiliki ciri-

ciri109 sebagai berikut; Pertama, Dasar perhitungannya lunair atau komariyah;

Kedua, angka tahunnya meneruskan angka tahun saka dan di mulai dengan tanggal 1

sura tahun Alip 1555; Ketiga,Perhitungan jawa yang dipakai dalam kalender saka

seperti pranata mangsa wuku dan lain-lain tetap dilesatarikan dalam kalender jawa

atau kalender sultan agung seperti diketahui petangan jawi adalah jawa asli dan

sebagai Hindu dan Budha.

2. Perhitungan Jawa

Kalender adalah penanggalan yang memuat nama-nama bulan hari tanggal

dan hari-hari keagamaan seperti terdapat dalam kalender masehi. Kalender jawa

memiliki arti dan fungsi, tidak hanya sebgai petunjuk hari, tanggal dan hari libur atau

107 Ibid 149 108 Purwadi, Horoskop Jawa (Yogyakarta: Media abadi, 2006) 9. 109 1bid 13.

63

hari keagamaan akan tetapi menjadi dasar dengan apa yang disebut petangan jawi,

yaitu perhitungan baik buruk yang dilukiskan dan dilambangkan suatu hari, tanggal,

bulan, tahun, dan lain-lain.110

Petungan jawi sudah ada sejak dahulu merupakan catatan dari leluhur

berdasarkan pengalaman berdasarkan baik buruk yang dicatat baik buruk pada

primbon. Kata primbon berasal dari kata rimbun simpan atau simpanan maka

primbon memuat bermacam-macam perhitungan oleh suatu genersi diturunkan di

genersi berikutnya.111 Orang jawa mempunyai kepercayaan untuk melakukan sesuatu

kebanyakan menggunakan pitungan, pernikahan, panen, membangun rumah dan lain-

lain. di dalam petungan ada yang namanya neptu di setiap neptu ada nilainya sendiri-

sendiri.112

Nilai nilai hari, pasaran, dan bulan sebagai berikut:113

Minggu 5 Pon 7

Senin 4 Wage 4

Selasa 3 Kliwon 8

Rabu 7 Legi 5

Kamis 8 Paing 9

jumat 6

Sabtu 9

110 Hariwijaya, Islam Kejawen (Yogyakarta: Glombang Pasang, 2006,), 245. 111 Horoskop Op Cit 14. 112 Kuswah indah.Jurnal kejawen (Yogyakarta: Narasi, 2006) 142. 113 Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Bentaljemur Adammakna (Yogyakarta: CV. Buana Raya,

2001), 7

64

Suro 7 Alip 1

Sapar 2 Ehe 5

Rabiul awal 3 Jimawal 3

Rabiul akhir 5 Je 7

Jumadiawal 6 Dal 4

Jumadilakir 1 Be 2

Rejeb 2 Wawu 6

Ruwah 4 Jimakir 3

Pasa 5

Sawal 7

Dulkidah 1

Besar 3

3. Pengertian Neptu

Neptu secara etimologi adalah nilai. Sedangkan neptu secara terminologi

ialah angka perhitungan pada hari, bulan dan tahun Jawa.114 KH. Mustofa Bisri

dalam Fikih Keseharian Gus Mus mengatakan, neptu merupakan angka hitungan hari

dan pasaran.115 Neptu ialah eksistensi dari hari-hari atau pasaran tersebut. Neptu

digunakan sebagai dasar semua perhitungan Jawa, misalnya: digunakan dalam

perhitungan hari baik pernikahan, membangun rumah, pindah rumah (boyongan:

Jawa), mencari hari baik pada awal kerja, mau melaksanakan panen dan memberi

barang yang mahal, dan lain sebagainya. Dalam setiap hari dan pasaran tersebut

mempunyai neptu yang berbeda-beda dan juga mempunyai watak yang berbeda

beda.

114Purwadi, Kamus Jawa Indonesia (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), 330. 115Mustofa Bisri, Fikih Keseharian Gus Mus (Surabaya: Khalista, 2005), 302.

65

4. Perhitungan Hari dan Pasaran.

1. Sifat hari116

a. Ahad, wataknya: samudana (pura-pura) artinya: suka kepada lahir, yang

kelihatan.

b. Senin, wataknya: samuwa (meriah), artinya: harus baik segala pakaryan.

c. Selasa, wataknya: sujana (curiga), artinya: serba tidak percaya.

d. Rabu, wataknya: sembada (serba sanggup, kuat), artinya : mantab

dalam segala pakaryan.

e. Kemis, wataknya: surasa (perasa), artinya: suka berpikir (merasakan

sesuatu) dalam-dalam.

f. Jumat, wataknya: suci, artinya bersih tingkah lakunya.

g. Sabtu, wataknya: kasumbung (tersohor), artinya suka pamer.

2. Sifat pasaran117

a. Pahing, wataknya: melikan, artinya suka kepada barang yang kelihatan.

b. Pon, wataknya, pamer artinya suka memamerkan harta miliknya.

c. Wage, wataknya kedher artinya kaku hati.

d. Kliwon, wataknya micara artinya dapat mengubah bahasa.

e. Legi, wataknya komat artinya sanggup menerima segala macam

keadaan.

116 Purwadi, Op. Cit., 24. 117Purwadi, Horoskop Jawa (Yogyakarta: Media Abadi, 2006), 15.

66

Dalam kebudayaan jawa pada umumnya menggunakan hitungan untuk

menentukan baik buruknya sesuatu ynag akan dilakukan. Dalam kosmologi Jawa,

manusia selalu berhubungan dengan pelbagai peristiwa melalui perhitungan angka-

angka tertentu yang didasarkan pada hari, jam, tanggal, pasaran, bulan bahkan tahun

yang di sebut petungan. Contoh yang jelas ketika orang jawa mau mengadakan

slametan maka waktunya harus ditetapkan berdasarkan petungan atau sistem

nomerologi orang jawa.118

Slametan kelahiran misalnya waktunya ditetapkan menurut peristiwa

kelahiran dan selametan kematian ditetapkan pada perisatiwa kematian namun orang

jawa tidak mengganggap suatu peristiwa sebagai suatu kebetulan, peristiwa itu

dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang menetapkan secara pasti perjalanan hidup

setiap orang. Dalam upacara khitan dan perkawinan seperti juga, pergantian tempat

tinggal dan semacamnya tampaknya perlu ditetapkan dengan kehendak manusia

tetapi di sini penetapan secara sembarangan harus dihindari dan tatanan ontologis

yang lebih luas dengan sistem numerologi yang disebut pitungan.119

5. Perhitungan Sebelum Pernikahan

Dalam kebudayaan jawa dalam melakukan segala sesuatu yang penting maka

orang jawa mempunyai kepercayaan untuk menghitung terlebih seperti khitan,

bangun rumah, pindah tempat yang baru, dalam pernikahan dan lain-lain.

Perhitungan tersebut agar selamat dan tidak terjadi malapetaka, agar tidak terjadi

sesuatu yang tidak disangka-sangka. Perhitungan ini dilakukan Sebelum pernikahan

118 Ruslani, Op: Cit, 110. 119 Ibid

67

lebih tepatnya ketika pemilihan calon pengantin dilihat dulu hari, tanggal dan

pasaran dari keduanya dan dihitung, untuk hitungannya sebgai berikut:

1. Perhitungan melalui nilai hari lahir dan pasaran dari kedua calon

pengantin120

Dalam perhitungan pasatowan selaki rabi yang melalui neptu hari dan

pasaran ada beberapa cara yaitu:

a. Adapun pasatowan selaki rabi berdasarkan neptu, nilai hari, pasaran dari kedua

pasangan digabungkan dan dibagi 4 dan sisanya di lambangkan sebagai

lambang perjodohan

Minggu 5 Legi 5

Senin 4 Pahing 9

Selasa 3 Pon 7

Rabu 7 Wage 4

Kamis 8 Kliwon 8

Jumat 6

Sabtu 9

Makna dari sisa tersebut: Pertama,Di lambangkan gentho artinya

tidak mempunyai anak; Kedua, Di lambangkan gembili di artikan banyak

anak; Ketiga, Di lambangkan sri artinya banyak rizki; Keempat,Di

lambangkan punggel artinya mati

b. Hari dan pasaran dari kelahiran dua calon pengantin yaitu calon pengantin

laki laki dan calon pengantin perempuan masing-masing dijumlahkan dahulu,

kemudian masing masing dikurangi 9-9-9-dan seterusnya sampai habis tidak 120 Kuswah Indah, Jurnal kejawen (Yogyakarta: Narasi, 2006) 142

68

bisa dikurangi.121

Misalnya :

a. Sedangkan kelahiran anak laki-laki Selasa (neptu 3), Pon (neptu 7),

jumlah 10 dikurangi 9 sisa 1.

b. Kelahiran anak perempuan adalah hari Rabu (neptu 7), wage (neptu

4), jumlah 11, dibuang 9 sisa 2.

Menurut perhitungan dan berdasarkan sisa diatas maka perhitungannya

seperti dibawah ini:

No. Sisa Dampak

1. 1 dan 1 Baik, disayangi

2. 1 dan 2 Baik

3. 1 dan 3 Kuat, jauh rejekinya

4. 1 dan 4 Banyak celakanya

5. 1 dan 5 Akan cerai

6. 1 dan 6 Jauh sandang pangannya

7. 1 dan 7 Banyak musuh

8. 1 dan 8 Sengsara

9. 1 dan 9 Menjadi perlindungan

10. 2 dan 2 Selamat, banyak rejekinya

11. 2 dan 3 Salah seorang cepat mati

12. 2 dan 4 Banyak godanya

13. 2 dan 5 Banyak celakanya

14. 2 dan 6 Cepat kaya

121 Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Bentaljemur Adammakna (Yogyakarta: CV. Buana Raya,

2001), 12.

69

15. 2 dan 7 Anaknya banyak yang mati

16. 2 dan 8 Dekat rejekinya

17. 2 dan 9 Banyak rejekinya

18. 3 dan 3 Miskin

19. 3 dan 4 Banyak celakanya

20. 3 dan 5 Cepat berpisah (cerai)

21. 3 dan 6 Mandapat kebahagiaan

22. 3 dan 7 Banyak celakanya

23. 3 dan 8 Salah seorang cepat mati

24. 3 dan 9 Banyak rejeki

25. 4 dan 4 Sering sakit

26. 4 dan 5 Banyak godanya

27. 4 dan 6 Banyak rejekinya

28. 4 dan 7 Miskin

29. 4 dan 8 Banyak halangannya

30. 4 dan 9 Salah seorang kalah

31. 5 dan 5 Tulus kebahagiaannya

32. 5 dan 6 Dekat rejekinya

33. 5 dan 7 Tulus sandang pangannya

34. 5 dan 8 Banyak bahayanya

35. 5 dan 9 Dekat sandang pangannya

36. 6 dan 6 Besar celakanya

37. 6 dan 7 Rukun

38. 6 dan 8 Banyak musuh

39. 6 dan 9 Sengsara

40. 7 dan 7 Dihukum oleh istrinya

41. 7 dan 8 Celaka karena diri sendiri

70

42. 7 dan 9 Tulus perkawinannya

43. 8 dan 8 Dikasihi orang

44. 8 dan 9 Banyak celakanya

45. 9 dan 9 Liar rejekinya

Dari sisa hasil pengurangan dari nilai laki-laki yaitu 1 dan sisa dari

perempuan adalah 2 maka dari sisa tersebut dalam perjodohan yaitu perjodohan yang

baik.

2. Perhitungan antara nama kedua calon pengantin.

Dalam menentukan calon pengantin yaitu menggabungkan nilai aksara

pertama pada nama calon pengantin pria dan wanita kemudian dibagi 5 dan sisanya

diperhitungkan sebgai lambang baik buruknya lambang perjodohan.122

HA=1 NA=2 CA=3 RA=4 KA=5

DA=6 TA=7 SA=8 WA=9 LA=10

PA=11 DHA=12 JA=13 YA=14 NYA=15

MA=16 GA=17 BA=18 THA=19 NGA=20

Sebuah contoh: seorang laki-laki bernama Bagas akan di jodohkan

dengan seorang gadis yang bernama Niken:

Ba (dari bagas) + Na (dari Niken) =18 +2 = 20

Untuk menentukan makna lambang perjodohan kemudian hasil penjumlahan

tersebut di bagi lima 5 hasilnya 4 habis. Hal ini sama dengan sisa 5 yang lambangnya

pati artinya hidupnya akan sengsara dan akan dan sering mendapat kan bencana

kematian. Berdasarkan perhitungan tersebut maka perjodohan antar bagas dan niken

tidak baik atau keduanya tidak berjodoh.

122 Kuswah Indah, Op.Cit.,141.

71

Sisanya dilambangkan sebagai berikut; Pertama, Sri selamat dan mempunyai

rejeki ynag lebih; Kedua, Lungguh mempunyai pangkat dan kedudukan yang tinggi;

Ketiga, Gedhong hidupnya akan kaya; Keempat, Loro sering mendapat kesulitan;

Kelima, Pathi sering mendapat kesusahan dan kematian.

3. Perhitungan Berdasarkan Hari123

Hari Makna Hari Makna

Akad & Akad Sering sakit Selasa & Selasa Buruk

Akad & Senin Sering sakit Selasa & Rabu Kaya

Akad & Selasa Miskin Selasa & Kamis Kaya

Akad & Rabu Selamat Selasa & Jumat Cerai

Akad & Kamis Bertengkar Selasa & Sabtu Sering bertengkar

Akad & Jumat Selamat Rabu & Rabu Buruk

Akad & Sabtu Miskin Rabu & Kamis Selamat

Senin & Senin Buruk Rabu &Jumat Selamat

Senin & Selasa Selamt Rabu & Sabtu Baik

Senin & Rabu Anaknya perempuan Kamis & Kamis Selamat

Senin & Kamis Di kasihi orang Kamis & Jumat Selamt

Senin & Jumat Selamat Kamis & Sabtu Cerai

Senin & Sabtu Rahmat Sabtu& Sabtu Buruk

Dalam perhitungan perjodohan ini menggunakan hari dari kedua calon

mempelai dari situ bisa dilambangkan baik jeleknya perjodohan suatu contoh

seorang perempuan menikah dengan laki-laki seorang perempuan mempunyai hari

lahir senin dan laki-laki jumat maka menurut tabel diatas maka pernikahan tersebut

akan selamat.

123Harya Tjakraningrat, Op. Cit., 13.

72

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan peneliti dalam

mengumpulkan data penelitiannya dan dibandingkan dengan standar atau ukuran

yang telah ditentukan.124 Dalam penulisan skripsi ini guna memperoleh data dan

informasi yang objektif dibutuhkan data-data dan informasi yang aktual dan relevan.

Metode yang digunakan penulis sebagai sarana dan pedoman dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Objek Penelitian

1. Keadaan geografis

Dalam penelitian ini berada di Dusun Sembung Desa Cengkok kenapa memilih

tempat ini karena tempatnya jauh dari kota dan masih kental dengan adat yang

124Suharsimi Arikunto, ProsedurPenelitian Suatu Pendekatan Praktis (Jakarta: Bina Aksara, 2002),

127.

73

dilakukan oleh masyarakat khususnya dalam perkawinan, batasan-batasan desa

antara lain; Pertama, sebelah utara berbatasan dengan Desa Tempel Ngronggot

(Kabupaten Nganjuk); Kedua, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tanjung Tani

Prambon (Kabupaten Nagnjuk); Ketiga, sebelah barat berbatasan dengan Desa

watudandang Prambon (Kabupaten Nganjuk); Keempat, sebelah timur berbatasan

dengan Desa Kelutan Ngronggot (Kabupaten Nganjuk)

Dalam Desa Cengkok ini menaungi 5 dukuhan yaitu Dusun Cengkok,

Sembung, Kedonglo, Pagak, Panjen akan tetapi focus penelitian ini di dusun

Sembung yang dinaungi oleh desa Cengkok adalah; Pertama, dusun Cengkok terdiri

dari 7 rukun warga, 14 Rukun tetangga 2 masjid 7 Musholla dan sarana Pendidikan

(TK, MIN, MTS, MA); Kedua, dusun Sembung terdiri dari 4 rukun warga, 8 Rukun

tetangga 1 masjid 6 Musholla dan sarana Pendidikan (TK, SD); Ketiga, dusun

Kedonglo terdiri dari 6 rukun warga, 12 Rukun tetangga 2 masjid 6 Musolla dan

sarana Pendidikan (TK, SD); Keempat, dusun Pagak terdiri 5 rukun warga, 10 Rukun

tetangga, 2 masjid 6 Musholla, sarana Pendidikan MI; Kelima, Dusun Panjen terdiri

4 rukun warga , 8 Rukun tetangga, 1 masjid 5 Musholla.sarana Pendidikan (TK,),

adapun luas tanah desa cengkok yaitu 501,140 ha2.

2. Keadaan Penduduk

Penduduk Dusun Sembung Desa Cengkok seluruhnya berjumlah 9090 Jiwa

yang terdiri dari laki-laki 4625 Jiwa dan perempuan 4661 sedangkan jumlah kepala

rumah tangga keseluruhan berjumlah kepala. 2516 jiwa

3. Keadaan Pendidikan

Keadaan Penduduk Desa Cengkok dalam masyarakat pendidikan bisa dianggap

seimbang. Mereka mayoritas tamatan SMP/MTs, ada juga yang lulusan SMA dan

74

D-3, S1 akan tetapi masih sedikit sekali jumlahnya. Adapun sarana pendidikan yang

terdapat di desa Cengkok terdiri dari 2 sarana pendidikan yaitu formal dan

nonformal, pendidikan formal terdiri dari 4 TK, 4 SD, 3 MIN, 1 MTs dan 1 MA

sedangkan untuk non formal, pendidikan dilaksanakan ditempat ibadah yaitu di

Masjid dan Musolla dengan sistem diniyah dan TPQ yang dibimbing oleh para

tokoh masyarakat seperti Kyai, Ustadz. Untuk pelaksanaannya TPQ biasanya

dilaksanakan disore hari untuk mengaji biasa dilaksanakan di malam dan habis subuh

dengan sistem sorogan..

4. Keadaan keagamaan

Penduduk Desa Cengkok mayoritas menganut agama Islam dan ada juga

sedikit yang beragama non muslim yaitu Kristen dan hindu. Untuk sarana

peribadatan terdiri dari 8 Masjid dan 33 Mushollah seperti yang terinci diatas.

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat cengkok lumayan padat

yaitu dengan adanya kegiatan Yasinan, Tahlilan di lakukan malem rabu, manaqiban

dan diba’iyah yang di lakukan setiap malem jumat.

5. Keadaan ekonomi

Penghasilan masyarakat cengkok bermacam–macam akan tetapi Mayoritas

penduduk desa ini berpenghasilan dari ladang yaitu polowijo dan banyak yang

menjadi petani dan buruh tani ada juga yang penghasilannya dari pedagang hasil

dari pertanian dan pedagang di pasar.

6. Sistem kebudayaan

a. Adat perkawinan

Perkawinan merupakan hal yang sakral, oleh karena itu dalam

melangsungkan pernikahan harus dengan keatiatian agar selamat dari gangguan

75

gangguan dari roh halus, dan tidak boleh melakukan perkawinan pada bulan-bulan

yang tidak di perbolehkan yaitu bulan suro dan geblake mbahe125 dan hari yang

bagus untuk melakukan pernikahan hal-hal ini disebut galenge tahun126 ini masih

kental dipercayai oleh masyarakat 127.

b.Adat bersih desa

Adat bersih desa adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang desa

untuk bebersih desa atau sedekah desa, karena di dalam acara tersebut diadakan

sedekah, ada pula yang menyebut rasulan karena dalam kendurian ada selametan

rasulan (sega gurih dan ingkung ayam.) ini dilakukan oleh masyarakat setiap tahun

sekali dan dilakukan setiap bulan suro muharam didekat pohon Asem, begitu juga

nyadranan dan dilakaukan pada hari jumat legi bulan suro, yaitu berupa slametan

dan tarian jawa yaitu kledek.128 Ini dilakukan setiap tahun dengan meriah.

Bersih desa ini bertujuan tidak hanya skedar formalitas tahunan akan tetapi

memiliki spiritual yang luar biasa yang menpunyai tujuan sebagi berikut; Pertama, .

menyatakan syukur kehadirat Allah SWT atas ketentraman penduduk dan desa hasil

panennya yang memuaskan; Kedua, Memberi penghormatan kepada leluhur dan

cikal bakal desa yang berjasa merintis pembukaan desa; Ketiga, Mengharap

pengayoman (nyuwun wilujeng) dari tuhan Yang Maha Esa dan Rasul agar panen

akan mendatang lebih meningkat dan masyarkat sejahtera.129

125 Geblake orang tuane artine hari ketika meninggal orang tuane atau kakeknya. Pada hari itu tidak

boleh di lakukan untuk melakukan sesuatu kegiatan yang penting yaitu pernikahan. 126 Galenge tahun artine di dalam satu tahun ada bebrapa bulan yang banyak bencana. 127 Mbah sabil, Wawancara (Sembung 13 September 2008) 128 Mbah Sukari, Wawancara (11 Januari 2008) 129Tim Fakultas Bahasa Seni Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Jurnal Kejawen Universitas Negeri

Yogyakarta (Yogyakarta : Penerbit Narasi yogyakarta, 2006), 40.

76

A. Paradigma dan Pendekatan Penelitian

Dalam suatu penelitian, seorang peneliti mempunyai cara pandang sendiri

sendiri untuk melakukan penelitian, Kunh mendefinisikan paradigma sebagai

pandangan hidup (world view atau weltanschuung) yang dimiliki oleh ilmuwan

dalam suatu disiplin ilmu.130 Penelitian pada hakekatnya wahana untuk menemukan

kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran, usaha untuk mengejar

kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti, maupun oleh praktisi melalui model-

model tertentu, model tersebut di kenal dengan paradigma. Harmon mendefinisakan

di dalam bukunya Moleong paradigma sebagai cara mendasar untuk mempersepsi,

berfikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus

tentang visi realitas.

Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur

(bagian dan hubungannya) atau bagaimana bagian-bagian berfungsi (perilakuk yang

di dalamnya ada kontek khusus atau dimensi waktu), Paradigma menurut Capra

adalah sebagai kontelasi konsep, nilai-nilai persepsi dan praktek yang dialami

bersama masyarakat, yang membentuk khusus tentang realitas sebagai dasar tentang

cara mengorganisasikannya.131

Dalam penelitian ini menggunakan paradigma antropologi untuk mempelajari

tentang aspek manusia yaitu tentang kebudayaan manusia dalam kehidupan

masyarakat dan suku bangsa diseluruh muka bumi sekarang ini. Antropologi dimulai

sebagai ilmu tentang evolusi manusia, masyarakatnya serta kebudayaannya dan

130Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya, 2001), 91. 131 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 49.

77

kemudian ilmu tentang sejarah perubahan kebudayaan-kebudayaan manusia dimuka

bumi.132

Antropologi yang menonjol ialah pendekatan secara menyeluruh yang

dilakukan terhadap manusia. Kaum ahli antropologi mempelajari tidak hanya

bermacam jenis manusia, mereka juga mempelajari semua aspek dari pada

pengalaman-pengalaman manusia. Misalnya, dalam menulis tentang kelompok

manusia, seorang ahli antropologi juga menggambarkan suatu sejarah daerah

manusia itu, lingkungan hidup, cara kehidupan keluarga, pola pemukiman, sistem

politik dan ekonomi, agama, gaya kesenian dan berpakaian, segi umum bahasa dan

sebagainya.133 Dalam penelitian ini menggunakan paradigma antropologi karena

antropologi dapat digunakan untuk memahami tradisi dan mata rantai intelektual

yang tumbuh dan berkembang dalam lingkaran kebudayaan atau peradaban. Dalam

penelitian ini adalah larangan menikah karena satuan rampas di antara kedua belah

pihak calon mempelai.

C. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Penelitian ini termasuk dalam penelitian etnografi yaitu untuk menjelaskan,

memahami kehidupan dan gejala sosial yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat,

Menurut Taylor dan Bogdan peneliti etnografi melihat obyek atau sasaran yang di

teliti yaitu perilaku dan tindakan manusia dengan cara melihat memahami dan

menjelaskan yang dikatakan dan dilakukan obyek dan sasaran penelitian. Etnografi

bertujuan untuk mengumpulkan data yang bersifat kualitatif yaitu data yang

132 Nur syam, Madzhab-Madzab Antropologi (Yogyakarta: PT. Lkis, 2007), 3. 133 Helman Hadikusuma, Antropologi Hukum (Bandung: PT. Alumni, 2006), 2.

78

berisikan sejumlah penjelasan dan pemahaman mengenai isi dan kualitas isi dari

gejala-gejala sosial yang menjadi sasaran dan obyek penelitian134

Dalam penelitian etnografi ada langkah-langkah di lapangan yaitu pertama

usahakan mempersempit fokus studi yakni peneliti dapat lebih mempersempit skopa

data yang dikumpulkan. Kedua menetapkan tipe studi. Ketiga mengembangkan

secara terus menerus pertanyaan secara analitik, selama di lapangan peneliti bertanya

dan mencari jawabannya. Keempat tuliskan komentar peneliti. Kelima upaya

penjajagan idee dan tema penelitian pada subyek responden sebagai analisis

penjajagan. Keenam membaca kembali kepustakaan yang relevan selama di

lapangan. Ketujuh gunakan metaphora, analogi dan konsep-konsep. Langkah seteleh

meninggalkan lapangan, Pertama membuat kategorisasi masalah dan menyusun

kodenya. Kedua menata urutan penelaahannya.135

Jenis pendekatan yang digunakan adalah kualitatif yaitu penelitian yang tidak

menggunakan hitungan angka-angka.136 Jadi penelitian ini tidak menggunakan

statistika atau hipotesis akan tetapi langsunag terjun ke masyarakat untuk melihat dan

mengamati kejadian yang berada di masyarakat dan menggambarkan data hasil dari

penelitian dengan kalimat yang terpisah-pisah menurut kategori dan dianalisis untuk

memperoleh kesimpulan dengan cara dideskripsikan terlebih dahulu yaitu tentang

mitos tiba rampas dalam pernikahan Jawa. di desa Cengkok Ngronggot Nganjuk.

134 Burhan Asofa , Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),69. 135 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Cet.VII; Yogyakarta: Rakesarasin, 1996), 102. 136 Soejono, Abdurrahman, Metode Penelitian Suatu Pemikiran Dan Penerapan (Jakarta: Rineka

Cipta, 1999), 26.

79

1. Sumber Data

Sumber data menurut lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif

ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah tambahan dan lain-lain137. Dalam

penelitian ini menggunakan sumber data primer dan skunder .

a. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat

yang diamati baik yang dilakukan melalalui observasi, wawancara dan alat

lainnya138 oleh karena itu pada penelitian ini untuk mendapatkan data

primer yaitu melakukan wawancara pada masyarakat atau kepada objek

penelitian. yaitu, orang yang percaya pada mitos tetapi melakukan

pernikahan yaitu tokoh masyarakat yaitu Imam Rofi’I, Darmuji, dan

sesepuh desa.yaitu Mabah Sukari, Mbah Sabil.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan data ini untuk

melengkapi data primer yang merupakan data murni.139 untuk melihat

konsepsi penerapannya perlu merefleksikan kembali ke dalam teori-teori

yang terkait dengan mitos tiba rampas dalam pernikahan Jawa. untuk pisau

analisis oleh karena itu membutuhkan literature dari kepustakaan yang

berkenaan tentang masalah ini.

2. Teknik Pengumpulan Data.

Untuk memperoleh data yang baik pada penelitian ini menggunakan

pengumpulan data dengan beberapa teknik sebagi berikut; Pertama, observasi

merupakan termasuk dalam penelitian sosial yang berupa kualitatif, observasi adalah

mengamati dan mendengar dalam rangka memahami dan mencari sesuatu yang

137 Lexy Moleong Op, Cit.,157 138 Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 87. 139 Cholid Nurbuko, Metodologi Penelitian (Bandung: Bumi Aksara, 2005), 70.

80

terjadi di lokasi, menurut Sutopo menggunakan tehnik observasi digunakan untuk

menggali data dari sumber data yag berupa peristiwa, tempat lokasi, observasi dalam

penelitian ini dilalakukan secara langsung, observasi secara langsung dapat

dilakaukan dengan mengambil peran atau tak berperan.140

Untuk teknik yang kedua, interview yaitu percakapan yang dilakukan oleh

dua pihak dengan maksud tertentu.141 Wawancara ini dilakukan kepada Sesepuh

desa, tokoh masyarakat, pemuda, orang tua. tentang mitos tiba rampas dalam

pernikahan Jawa. di masyarakat Sembung Cengkok Ngronggot, Nganjuk.

Pedoman yang dipakai dalam wawancara ini adalah bebas terpimpin

merupakan kombinasi antara bebas dan terpimpin jadi pewawancara hanya membuat

pokok–pokok masalah yang akan diteliti dan dalam proses pewawancaraannya ketika

ada penyimpanagan maka pedoman wawancara sebagi pengendali wawancara jangan

sampai kehilangan arah.142 Sedang sumber data dalam pengumpulan data adalah

informan yaitu orang yang merespon dan menjawab pertanyaan penulis baik

pertanyaan lesan maupun tulisan yang dilakukan pada objek penelitian.143

3. Teknik Pengolahan Data dan Analisis

Dalam penelitian ini agar lebih mudah dan dapat dicerna dengan baik maka

penelitian ini menggunakan pengelolaan data, kegiatan ini meliputi editing,

clasifying, verifying, analysing ,concluding.144

140 Imam Suprayogo. Metodologi penelitian sosial agama (Bandung: Rosda Karya, 2003), 167 141 Lexy Moleong Op, Cit,186. 142Cholid Nurbuko Op,Cit, 85. 143Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002),

107. 144Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Raja grafindo persada, 2005), 125.

81

a. Editing

Proses pertama dalam pengolahan data yaitu editing meneliti kembali catatan

data yang diperoleh dari obsevasi dan wawancara apakah data ini cukup baik

dan dapat segera disiapkan untuk proses selanjutnya.145 Dari itulah peneliti

mengedit kejelasan jawaban atau relevansi jawaban dari objek untuk meneliti

kembali catatan-catatan yang diperoleh dari pengumplan data.

b. Claifying

Proses kedua setelah editing selesai tahap berikutnya adalah clasifying adalah

usaha mengklasifikasikan jawaban-jawaban kepada responden baik yang

berasal dari interview maupun yang berasal dari obsevasi.146 Clasifikasi ini

digunakan untuk menandai jawaban-jawaban dari informan Karena setiap

jawaban pasti ada yang tidak sama atau berbeda oleh karena itu klasifikasi

berfungsi memilih data-data yang diperlukan. Pada dasarnya menetapkan

yang sebenarnya tepat bagi jawaban tertentu.

c. Verifying

Proses yang ketiga dalam pengolahan data yaitu hasil klasifikasi tersebut di

cocokkan ulang kepada informan untuk mengecek ulang jawaban yang

dihasilakan dari informan agar sesuai dengan yang diharapkan atau ada yang

kurang dari informan baik lupa belum dicatat agar semua data menjadi

lengkap.

145 Koentjoro Ningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1997),

270. 146 Koentjoro Ningrat Op.Cit., 272.

82

d. Analying

Proses keempat selanjutnya adalah analsis yaitu proses menyusunan

mengategorikan data mencari pola atau memahami maknanya147. Dalam

referensi lain analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam

bentuk yang lebih mudah dibaca dan di interpretasikan148 ketika ketiga proses

dilakukan maka prosesi ini peneliti menganalisa dan memahami mitos tiba

rampas dalam pernikahan Jawa. Secara mendalam menggunakan teori-teori

dan setelah itu menggabungkan data primer dan skunder ke dalam suatu

penelitian agar dapat kejelasan dalam penelitian ini.

e. Concluding

Proses terakhir dalam pengolahan data di mana peneliti membuat kesimpulan

kesimpulan yang sudah ditemukan jawabannya dan menghasilkan gambaran

secara ringkas tentang mitos tiba rampas dalam pernikahan jawa

147 M. Amin Abdullah, dkk. Metodologi Penelitian Agama; Pendekatan Multidisipliner (Yogyakarta:

Lembaga Penelitian UIN Sunan Kali Jaga, 2006), 218. 148 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1984), 263.

83

BAB IV

PAPARAN DATA DAN ANALISIS DATA

A. Pengertian Tiba Rampas

Terkait dengan pengertian tiba rampas terdapat beberapa pandangan sebagai

mana yang telah peneliti klasifikasi dalam bentuk data emik berikut: Sukari adalah

seorang tokoh adat di Dusun Sembung Desa Cengkok, biasanya seseorang yang

ingin melaksanakan hajatan, Sukari-lah orang yang akan menentukan hari dalam

jejodohan149 biasa disebut engkik,150 untuk menjadi engkik tidak mudah dalam

perjalanan Sukari untuk mendapatkan ilmu jawa, dia mencari ilmu ke seorang

sesepuh di Tulung Agung selama 6 tahun dan melakukan ritual seperti puasa

149 Bahasa Jawa maksudnya adalah perjodohan 150 Orang yang dianggap mampu dan kompeten dalam masalah perhitungan (dukun)

84

nglowong151, puasa mutih152, pati geni153i, dan ngebleng154. Beliau juga pemimpin

bagi masyarakat Dusun Sembung. Sukari adalah orang yang berkompeten dalam

masalah hitungan Jawa, berikut petikan hasil wawancara dengan Sukari tentang tiba

rampas:

”Tiba rampas yoiku ora onok jarak antarane calon lanang lan wadon, maksute jarak yoiku ora onok turae antarane satoane pengantin wadon lan lanang nalikone dikurangi telu”. Tiba rampas itu adalah ketika tidak ada jarak hitungan antara calon laki-laki dan perempuan maksudnya jarak disini tidak ada sisa nilai hari dan pasaran antara calon mempelai laki-laki dan perempuan ketika dikurangi tiga.155

Sabil adalah merupakan seseorang yang dipandang “tua” atau sesepuh di

Dusun Sembung dia juga sebagai orang yang menghitungkan jejodohan antara laki-

laki atau perempuan yang akan melaksanakan perkawinan atau engkik. Beliau juga

orang yang berkompeten dalam permasalahan tiba rampas. Berikut petikan hasil

wawancara dengan Pak Sabil:

“Tiba rampas itu satuan dino lan pasaran seng dilongi telu entek ora onok siso antarane calon manten lanang lan wadon, gawene neptu wong loro mau menurut itungan jowo”.

“Tiba rampas yaitu nilai hari dan pasaran yang dikurangi tiga (sampai) habis tak ada sisa antara calon pengantin laki-laki dan perempuan, menghitung neptu kedua orang tadi didasarkan hitungan Jawa”.156

Imam Rofi’i adalah seorang laki-laki berusia 49 tahun yang bekerja sebagai

petani di pagi hari, dan sebagai guru ngaji di mushollah pada waktu sore hari. Beliau

juga aktif sebagai Pengurus Nahdhotul Ulama (NU) Ranting Kecamatan. Masyarakat

151 Puasa yang dilakuakan di dalam lubang dalam tanah. 152 Puasa yang dilakuakan seseorang untuk mencapai sesuatu dengan cara buka dan sahur memakan

nasi putih dan air putih. 153 Tidak tidur baik malam maupun siang. 154 Tidak keluar kamar dan jauh dari keramaian dunia. 155 Sukari, Wawancara (Desa Cengkok, 11September 2008). 156 Sabil, Wawancara (Desa Cengkok, 13 September 2008).

85

menganggap bahwa beliau adalah tokoh masyarakat setempat yang sering membantu

sebagai penerima pengantin dalam acara walimatul ursy. Berikut ini petikan hasil

wawancara dengan informan tersebut:

Tiba rampas jejodohan antarane arek lanang lan wadon iku nganggo itungan sing asile kosong lan ora ono jarak manten lamuno dikurangi telu

Tiba rampas perjodohan antara laki-laki dan perempuan itu menggunakan perhitungan yang hasilnya kosong dan tidak ada jarak pengantin jika dikurangi tiga.157

Darmuji adalah seorang guru SD dan juga sebagai petani yang berumur 58

tahun. Beliau adalah salah satu tokoh masyarakat yang masih memegang adat

Kejawen sehingga sosok beliau disegani dalam masyarakat. Selain itu, beliau juga

pemimpin dalam Jam’iyah Yasin di Dusun Sembung Desa Cengkok. Berikut ini

petikan hasil wawancara dengan beliau, mengenai apa itu tiba rampas beliau

menjelaskan:

Tiba rampas iku pitungan kanggo wong sing arep dadi manten antar wong lanang lan wadon gawe satuane wong loro mau dikurangi telu lan ora onok turae antarane wong iku mau.

Tiba rampas adalah perhitungan bagi orang yang akan melakukan pernikahan antara laki-laki dan perempuan menggunakan nilai (neptu) kedua orang tadi dikurangi tiga dan hasilnya kosong.158

Dalam referensi yang lain perhitungan sebelum pernikahan ada tiga; Pertama,

melalui nilai hari lahir dan pasaran dari kedua calon pengantin159 Kedua, perhitungan

berdasarkan nama dari calon pengantin; Ketiga, perhitungan berdasarkan hari dari

kedua calon pengantin..

Dari pengertian di atas bahwasannya tiba rampas merupakan perhitungan yang

dilakuakan sebelum melaksanakan pernikahan dengan menggunakan nilai hari dan 157 Imam Rofi’i, Wawwancara (Desa Cengkok, 9 September 2008). 158 Darmuji, Wawancara (Desa Cengkok, 14 September 2008). 159 Kuswah Indah, Jurnal kejawen (Yogyakarta: Narasi, 2006) 142

86

pasaran dari kedua mempelai yang dijumlah menjadi satu dan dikurangi tiga

sehingga menghasilkan nilai kosong dan tidak dapat dibagi tiga lagi.jadi

persamaannya semuanya menggunakan nilai pasaran dan nilai hari dalam

menghitungnya

Perhitungan dalam perhitungan jawa bukan hanya nilai hari dan pasaran saja

bisa juga perhitungannya melalui nama dan hari dari calon pengantin.akan tetapi

yang dikatakan tiba rampas ini perhitungan melalui nilai hari dan pasaran dari kedua

calon pengantin, sebelum melaksanakan pernikahan.

B. Sejarah Tiba Rampas.

Sebelum membahas tentang mitos, penulis akan menjabarkan makna "tiba

rampas" berdasarkan arti bahasa. Tiba (bahasa Jawa) diartikan sebagai jatuh yang

konotasinya bisa juga diartikan “jatuh pada“ (berkenaan tentang keterangan atau

sifat).160 Sedangkan kata rampas (bahasa Jawa) berasal dari bahasa Kawi rapus yang

artinya kekes, bermakna lunas, lunas diartikan sebagai kosong atau nol.161

Etnis Jawa, sebagaimana terekam dalam Serat Centhini dan Kitab Primbon

Bataljemur Adammakna, memiliki tradisi perhitungan hari baik yang pada dasarnya

merupakan sistem kepercayaan (religi) yang menyediakan seperangkat pengetahuan

tentang cara manusia berkomunikasi dengan kekuatan-kekuatan supra natural atau

pun supra human (Dahnyang, Dewa, Tuhan). Atas dasar keyakinan akan watak

kodrati dari hari, tanggal, bulan dan posisi matahari secara tradisional “orang jawa“

memperhitungkan aktivitas hidupnya sesuai dengan aturan tertentu dengan harapan

160 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (t.t.: Balai

Pustaka, t.th.), 815. 161 C.F. Winter Sr. dan R.Ng. Ranggawarsita, Kamus Kawi – Jawa: Menurut Kawi – Javaansch

Woordenboek, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), 226.

87

agar hidupnya selamat atau lancar dalam mencari rejeki. Dengan sistem kepercayaan

ini “orang Jawa“ memiliki seperangkat jawaban terhadap berbagai keberuntungan

atau pun malapetaka yang menimpanya. Setiap komunitas atau kebudayaan tentu

memiliki “magis“-nya masing-masing, yang pada dasarnya merupakan suatu usaha

manusia untuk memanipulasikan rangkaian sebab-akibat antara berbagai peristiwa

yang bagi rasionalitas barat tidak saling berhubungan dengan cara-cara yang bagi

rasional barat pula, tidak rasional.162

Menurut Bagus Y Prayitno, Orang-orang dahulu mengamati dan mencatat

perubahan bumi, planet, matahari atau bintang yang mempunyai daya magnetis

sendiri-sendiri. Masing-masing mempunyai kekuatan dan jenis energi yang berbeda

dan bisa saling mempengaruhi, termasuk apa saja yang di dalamnya. Hal ini

dilakukan terhadap ribuan bahkan jutaan responden, selama ribuan tahun, sehingga

berupa data statistik setelah diamati ada suatu pola tertentu, yang akhirnya

disusunlah suatu konsep. Di Yunani ada astrologi barat, yang membagi manusia

menjadi 12 bulan menjadi 12 karakter (sesuai revolusi bumi terhadap matahari) yang

akhirnya disebut sebagai zodiak atau bintang (Pisces, Leo, Virgo dsb). Di China ada

kalender Xia telah disusun 3.000 thn SM, di mana mendasari perhitungan Ba Zi (8

karakter/huruf kelahiran manusia: 2 huruf Tahun, 2 huruf bulan, 2 huruf hari dan 2

huruf jam kelahiran). Pada tanggal dan jam kelahiran tertentu dapat dilihat karakter

atau sifat dasar manusia, dan keberuntungan atau bioritmik manusia selama kurun

162 R.M. Keesing, Antropologi Budaya, Suatu Perspektif Kontemporer, (Jakarta: Penerbit Erlangga,

1992), 96.

88

waktu tertentu. Di China ada istilah keberuntungan langit, keberuntungan bumi,

keberuntungan manusia.163

Hal demikianlah yang pada tahap selanjutnya menjadi mitos yang kemudian

dipercaya oleh generasi atau masyarakat setempat demi melanjutkan adat istiadat

atau kebudayaan “warisan leluhur” yang dianggap sakral. Mitos disini dimaknai

sebagai uraian naratif atau penuturan yang suci (sacred) atau kejadian-kejadian luar

biasa yang berada di luar pengalaman manusia sehari-hari. Penuturan itu diwujudkan

pada dongeng–dongeng atau legenda tentang dunia supranatural. Oleh karena itu

studi tentang mitos di gali dari cerita-cerita rakyat (folklore)164. Mitos adalah cerita

sakral yang di tempatkan di zaman yang berbeda dengan zaman pencerita, sambil

mengungkapkan pemahaman realitas yang menjelaskan beberapa adat kebiasaan

dalam masyarakat sang pencerita, mitos ternyata juga lahir dari suatu kebutuhan

intelektual akan penjelasan yang memuaskan dan bukan hanya ekpresi perasaan

primitif.165

Pada kasus petangan tiba rampas, munculnya mitos ini dipercaya sebagai

warisan nenek moyang yang telah mengalami hal tersebut. Sebagaimana dikatakan

oleh Sukari166:

“Ya munculnya dari kakek–kakek terdahulu yang sudah memberi nama tiba rampas dan juga dari pengalaman orang-orang yang sudah mengalami tiba rampas”.

Dalam masyarakat desa perhitungan (petangan) tiba rampas, selain dipercaya

merupakan warisan nenek moyang juga masih dipergunakan sebagai referensi atau

163 Bagus Yudo Prayitno, “ Logika Perhitungan Waktu Terhadap Bioritmik Manusia”,

http://www.lifefeature.com (diakses pada 22 Desember 2008) 164 Soenarto Timoer, Mitos Kurbaya Cerita Rakyat Sebagai Sumber Penelitian Surabaya (Jakarta:

Balai Pustaka, 1983), 11. 165 Sumadyo Hadi, Seni Dalam Ritual Agama (Yogyakata: Pustaka, 2006),46. 166 Sukari, Wawancara (Desa Cengkok, 11 September 2008)

89

dasar masyarakat Dusun Sembung Desa Cengkok untuk menghitung kecocokan

(bahkan nasib) calon dua mempelai. Sebagaimana penuturan mbah Sabil, Darmuji,

dan informan yang lainya.

Berbagai paparan tokoh adat dan tokoh masyarakat menggambarkan bahwa

nenek moyang dan para leluhur telah melakukan pencatatan berbagai peristiwa

penting dalam perjalanan hidupnya. Sebagai satu contoh mengenai perjodohan

manusia, Keserasian, kecocokan, keharmonisan disamping ketidakserasian,

ketidakcocokan dan ketidakharmonisan dicatat dalam kitab-kitab kuno dengan

merujuk kepada kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut bisa berupa hari dan weton

lahir, asal usul, suku bangsa, trah dan banyak hal yang lain. Keserasian, kecocokan,

dan keharmonisan perjodohan tentunya menjadi idaman atau harapan, sedangkan

ketidakserasian, ketidakcocokan dan ketidakharmonisan merupakan risiko yang

harus dihindari.

Prosesi rampas pemilihan calon pengantin yang melibatkan dua keluarga

yaitu kelurga dari pihak laki-laki dan pihak perempuan yaitu orang tua, paklek,

bulek, pakde, dan juga sesepuh yang bertugas untuk menghitungkan antara calon

mempelai, dari pihak laki-laki datang dahulu ke pihak perempuan kedatangannya itu

untuk musyawaroh dan menhitung antar kedua mempelai setelah itu rombngan laki-

laki pulang dan menunggu jawaban dari pihak perempuan jika hasil perhitungkan itu

rampas maka kebanyakan dibatalkan untuk tidak diteruskan dalam jenjang

pernikahan dan apabila sesuai maka diteruskan ke jenjang pernikahan.

Suatu kasus ketidakcocokan kemudian dirunut ke belakang dengan mengacu

kepada data-data atau pengalaman manusia, sehingga kemudian dengan rasionya

para sesepuh membuat suatu teori yang dibukukan dalam suatu kitab primbon.

90

Dalam primbon misalkan diyakini bahwa seseorang weton A dan weton B secara

karakter tidak akan cocok untuk menjalani suatu perjodohan, sehingga niat

perjodohan tersebut harus dibatalkan. Demikian halnya seseorang dengan weton

tertentu sebaiknya mencari seseorang dengan weton yang sesuai untuk menjadi

jodohnya. Hal ini sebenarnya sebagai suatu usaha untuk meminimalisir risiko

berdasarkan pengalaman-pengalaman yang sudah pernah ada dan “tercatat” sebagai

primbon tadi.

C. Teknik Pelaksanaan Tiba Rampas.

Dalam adat jawa ketika melakukan segala sesuatu yang krusial atau penting

maka orang jawa mempunyai kepercayaan untuk menghitung terlebih dahulu seperti

khitan, bangun rumah, pindah tempat yang baru dan pernikahan, perhitungan itu

bertujuan agar tidak terjadi malapetaka dan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak

diinginkan, kusunya dalam perhitungan dalam pernikahan yaitu; dalam perhitungan

pernikahan terdapat teknik penghitungan yang dinamakan tiba rampas yaitu sebagai

mana berikut, dalam wawancara dengan Sukari

Tiba rampas iku neptu antarane lanang lan wadon di gunggung dadi siji dikirangi telu dene turahe antarane wong loro entek lan kosong iku diarani tiba rampas. Umpomone sing lanang lahire dino Jumat Paing iku itungane Jumat enem Paing songo dijumlah dadi limolas neptune. Trus sing wedok lahire Minggu Pon nilene Minggu limo Pon pitu dadi neptune rolas. Mari ngono karo-karone dijumlah dadi pitulikur. Yen ngitung tiba rampase nile pitulikur mau dikurangi telu dadi patlikur, sakteruse dikurangi telu dadi selikur, wolulas, limolas, rolas, songo, enem, telu, trahir dadi nol utowo entek. Dadi, mergo hasile nol iki sing diarani tiba rampas Tiba rampas yaitu neptu antara laki-laki dan perempuan dijumlah menjadi satu dan dikurangi tiga ketika hasil dari pembagian antara dua calon mempelai adalah habis atau kosong. Misalnya yang laki-laki lahir hari Jumat Paing itu hitungannya Jumat 6 Paing 9 ditotal jadi 15 neptunya. Terus yang perempuan lahirnya Minggu Pon maka Minggu 5 Pon 7 jadi neptunya 12. Kemudian

91

keduanya ditotal (15+12) menjadi 27. Untuk menghitung tiba rampas-nya maka 27 dikurangi 3 jadi 24, selanjutnya dikurangi 3 terus-menerus jadi 21, 18, 15, 12, 9, 6, 3, terakhir jadi 0 atau habis. Jadi karena hasilnya nol maka ini disebut dengan tiba rampas.167 Sing diarani tiba rampas yo iku jumlah soko neptu lan pasaran koyoto akad 5 pon 7 jumlah dadi 12 karo kamis 8 wage 4 jumlah dadi 12, antarane wong loro lanang lan wadon jumlahe 24 dikirangi 3, iku ora ono turae utowo kosong. Yang dibilang tiba rampas yaitu jumlah dari neptu dan pasaran akad 5 pon 7 jumlahnya 12 dan kamis 8 wage 4 antara keduanya (si laki-laki dan perempuan) dikurangi 3, itu tidak ada sisanya atau kosong.168

Dalam pelaksanaan perhitungan dilakukan ketika kedua keluarga berkumpul

dan bertemu di rumah calon perempuan untuk pertama kali dilakukan, pertemuan itu

untuk musyawaroh mufakat perhitungan calon pengantin yang mana jejodohan akan

dilakukan dari pertemuan tersebut.

Musyawaroh mufakat itu, melibatkan dua keluarga besar dari pihak calon

pengantin laki-laki dan pihak calon pengantin perempuan, dua keluarga besar

tersebut meliputi bapak, ibu dari kedua calon pengantin, paman dari kedua calon

pengantin, semua keluarga pengantin adik, kakak dari calon pengantin, bibik dari

calon pengantin beserta kakek dan nenek dari keduanya dan tidak lupa sesepuh yang

menghitung nilai hari dari keduanya.

Musyawaroh yang dilakukan pihak laki-laki dan pihak perempuan ketika sudah

berkumpul dan berdampingan untuk bercengkrama anatara dua keluarga agar lebih

akrap ketika perbincangan untuk mengakrapkan antara kedua keluarga. Maka

pasogatan169 yang dihidangkan dikeluarkan dari pihak keluarga perempuan, ketika

cengkrama dan menikmati hidangan yang ada udah selesai, maka seorang sesepuh

membuka acara itu untuk memulainya, dari acara tersebut berisikan untuk menjalin

167 Sukari, Wawancara (Desa Cengkok, 12 September 2008). 168 Sabil, Wawancara (Desa Cengkok, 13 September 2008). 169 Makanan yang di hidangkan.

92

silaturohmi dari kedua belah pihak dari keluarga, setelah itu pihak laki-laki

meyodorkan nilai hari dan pasaran kepada pihak perempuan untuk dihitung akan

tetapi perhitungan tersebut tidak langsung diberikan hasilnya pada waktu itu akan

tetapi perhitungan tersebut diberikan ketika pihak kelurga perempuan ketika datang

ke pihak laki-laki.

Dalam musyawroh yang kedua memberikan jawaban dari pihak laki-laki yang

memberikan sodoran pertama kali dari situ keputusan dari kedua belah pihak

dilakukan seandainya tidak cocok nilai pasaran dan harinya maka jejodohan tersebut

tidak dilanjutkan dan perhitungannya seperti ini yang dinamakan tiba rampas

wawancara dari sukari;

Tiba rampas iku neptu antarane lanang lan wadon di gunggung dadi siji dikirangi telu dene turahe antarane wong loro entek lan kosong iku diarani tiba rampas. Umpomone sing lanang lahire dino Jumat Paing iku itungane Jumat enem Paing songo dijumlah dadi limolas neptune. Trus sing wedok lahire Minggu Pon nilene Minggu limo Pon pitu dadi neptune rolas. Mari ngono karo-karone dijumlah dadi pitulikur. Yen ngitung tiba rampase nile pitulikur mau dikurangi telu dadi patlikur, sakteruse dikurangi telu dadi selikur, wolulas, limolas, rolas, songo, enem, telu, trahir dadi nol utowo entek. Dadi, mergo hasile nol iki sing diarani tiba rampas Tiba rampas yaitu neptu antara laki-laki dan perempuan dijumlah menjadi satu dan dikurangi tiga ketika hasil dari pembagian antara dua calon mempelai adalah habis atau kosong. Misalnya yang laki-laki lahir hari Jumat Paing itu hitungannya Jumat 6 Paing 9 ditotal jadi 15 neptunya. Terus yang perempuan lahirnya Minggu Pon maka Minggu 5 Pon 7 jadi neptunya 12. Kemudian keduanya ditotal (15+12) menjadi 27. Untuk menghitung tiba rampas-nya maka 27 dikurangi 3 jadi 24, selanjutnya dikurangi 3 terus-menerus jadi 21, 18, 15, 12, 9, 6, 3, terakhir jadi 0 atau habis. Jadi karena hasilnya nol maka ini disebut dengan tiba rampas.170

Perhitungan dalam adat Jawa mempunyai beberapa teknik perhitungan dalam

perhitungan sebelum pernikahan, tidak hanya nilai hari dan pasaran saja dalam

170 Sukari, Wawancara (Desa Cengkok, 12 September 2008).

93

perhitungan melalui nama calon pengantin seperti berikut; dalam menentukan calon

pengantin yaitu menggabungkan nilai aksara pertama pada nama calon pengantin

pria dan wanita kemudian dibagi 5 dan sisanya diperhitungkan sebgai lambang baik

buruknya lambang perjodohan.171

HA=1 NA=2 CA=3 RA=4 KA=5

DA=6 TA=7 SA=8 WA=9 LA=10

PA=11 DHA=12 JA=13 YA=14 NYA=15

MA=16 GA=17 BA=18 THA=19 NGA=20

Sebuah contoh: seorang laki-laki bernama Mardi akan dijodohkan dengan

seorang gadis yang bernama Ratih: Ma (dari Mardi) + Ra (dari Ratih) =16 +4= 20.

Untuk menentukan makna lambang perjodohan kemudian hasil penjumlahan tersebut

dibagi lima 5 hasilnya 4 habis. Hal ini sama dengan sisa 5 yang lambangnya pati

artinya hidupnya akan sengsara dan akan dan sering mendapat kan bencana

kematian. Berdasarkan perhitungan tersebut maka perjodohan antar Mardi dan Ratih

tidak baik atau keduanya tidak berjodoh.

Sisanya dilambangkan sebagai berikut; Pertama, Sri selamat dan mempunyai

rejeki ynag lebih; Kedua, Lungguh mempunyai pangkat dan kedudukan yang tinggi;

Ketiga, Gedhong hidupnya akan kaya; Keempat, Loro sering mendapat kesulitan;

Kelima, Pathi sering mendapat kesusahan dan kematian.

Dalam referensi lain perhitungan menggunakan nilai hari dan pasaran di

tambah juga neptu sasi tahun dan tanggal semuanya dijumlah dan dibagi 9 ketika

hasil pembagian itu hasilnya 1, 4, 7, maka tiba kurang baik, jika hasil sisanya 2,5,8

171 Kuswah Indah, Op.Cit.,141.

94

maka tiba baik, jika hasilnya 3,6,9 maka tiba beruntung, perhitungannya sebgai

berikut;

Pengantin laki-laki;

Hari Rabu Neptu 7

Pasaran Kliwon Neptu 8

Bulan Sawal Neptu 7

Tanggal ……… 20

Tahun Alip Neptu 1

Jumlah 43

Pengantin perempuan;

Hari Jumat Neptu 6

Pasaran Pon Neptu 7

Bulan Safar Neptu 2

Tanggal …… ….. 14

Tahun Wawu Neptu 6

Jumlah 35

Dari kedua nilai tersebut antar calon pengantin laki-laki dan calon pengantin

perempuan dibagi sembilan yaitu calon laki-laki dan perempuan 43+35 =78, hasil

95

dari keduanya 78:9 = 6 hasil 6 tersebut menunjukkan calon pengantin beruntung atau

sangat baik.172

D. Hal-Hal Yang Masih Bertahan Dan Sudah Berubah Dari Mitos Tiba

Rampas

1. Hal-Hal yang Masih Bertahan dari Mitos Tiba Rampas.

Salah satu sifat dari masyarakat Jawa adalah bahwa mereka religius dan

bertuhan. Sebelum agama-agama besar datang ke Indonesia, khususnya Jawa,

mereka sudah mempunyai kepercayaan adanya Tuhan yang melindungi dan

mengayomi mereka. Dan, keberagamaan ini semakin berkualitas dengan masuknya

agama-agama besar seperti Hindu, Budha, Islam, Katholik, dan Protestan ke Jawa.

Namun, dengan pengamatan selintas dapat diketahui bahwa dalam keberagamaan

rata-rata masyarakat Jawa adalah nominalis, dalam arti bahwa mereka tidak

bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ajaran-ajaran agamanya.173

Ada di antara mereka yang benar-benar serius dalam menjalankan ajaran-ajaran

agamanya. Ada juga yang berusaha untuk serius, tetapi karena hambatan-hambatan

khusus, seperti ewuh dengan lingkungan yang tidak mendukung, takut dikatakan sok

semuci (Ind: sok suci) dan sebagainya, membuat mereka kikuk dalam

mengekspresikan keagamaannya secara utuh.

Karena kurangnya keseriusan dalam memahami dan mengamalkan agamanya,

berakibat kepada beberapa hal, yang antara lain mudahnya mereka untuk tergiur

dalam mengadopsi kepercayaan, ritual, dan tradisi dari agama lain, termasuk tradisi

asli pra Hindu-Budha yang dianggap sesuai dengan alur pemikiran mereka. Hal ini

172 Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Bentaljemur Adammakna (Yogyakarta: CV. Buana Raya,

2001), 18. 173 Marbangun Hardjowiraga, Manusia Jawa, (Jakarta: Intidayu Press, 1984), 17, dan lihat pula

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 310-312.

96

mereka lakukan dalam rangka mencari kedamaian dan ketenangan dalam

menghadapi ketegangan akibat munculnya seribu satu problematika kehidupan yang

menumpuk. Dengan demikian, secara sadar atau tidak, mereka telah melakukan

sinkretisasi antara ajaran Islam dengan ajaran-ajaran dari luar Islam (Budha, Hindu,

dan kepercayaan asli).174

Di antara unsur-unsur sistem religi Jawa, petangan (Ind: perhitungan) – sampai

sekarang pun masih digunakan oleh orang Jawa untuk menentukan saat, hari-hari,

tanggal, dan bulan baik untuk melakukan pekerjaan penting dalam kehidupan175 -

memiliki kedudukan penting. “Perhitungan hari baik” (Jawa: petangan) merupakan

sistem magi yang rumit namun diyakini menjamin keselamatan dan kesejahteraan.

Namun terkait dengan gelombang globalisasi dan masalah internal kebudayaan

Indonesia, timbul pula kekhawatiran terjadinya proses retifikasi, sebagaimana terlihat

pada unsur-unsur material saja yang mampu bertahan terhadap perubahan jaman.176

Dalam penelitian tiba rampas ini, faktor-faktor yang membuat mitos tersebut

masih bertahan adalah upaya masyarakat melestarikan warisan leluhur atau nenek

moyang dan dalam rangka mencari kedamaian atau rasa aman dan tenang dalam

hidup. Sebagaimana dijelaskan oleh beberapa informan seperti penyataan Sukari177:

“Ya masih, karena ini warisan leluhur yang harus dilestarikan jadi patokan untuk menentukan apabila akan ada hajatan khususnya perjodohan dan perkawinan ini jadi adat yang sudah dilakukan orang-orang terdahulu biar selamat dari halangan-halangannya”.

174 H. Abdul Jamil, dkk., Editor: H.M. Darori Amin, Islam & Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gama

Media, 2000), 85-86. 175 Koentjaraningrat, Op, Cit, 421-422. 176 M. Hardjowirogo, Adat Istiadat Jawa, (Bandung: Patma, 1979), 110-117) 177 Sukari, Wawancara (Desa Cengkok, 11September 2008)

97

Bahkan, Imam Rofi’i yang nota bene merupakan representasi dari tokoh

masyarakat yang religius atau santri juga memberikan komentar yang serupa.

Sebagaimana dikatakan:

“Perhitungan (tiba rampas) itu sudah menjadi adat yang telah dilaksanakan oleh orang-orang tua terdahulu dan oleh orang sini dipercaya jika dihitung dapat mendatangkan keselamatan dalam menjalankan suatu acara khususnya perjodohan (pernikahan)”178.

Berbagai paparan data hasil wawancara di atas menunjukkan betapa petangan

tiba rampas telah sedemikian mengakar dalam masyarakat Dusun Sembung Desa

Cengkok, terinternalisasi menjadi sebuah sistem kepercayaan yang menjelma

menjadi nilai religi yang diyakini. Hal inilah yang membuat mitos ini bertahan di

desa tersebut. Manifestasi dari adat istiadat yang dijaga, dilestarikan, dan

dilaksanakan secara turun temurun.

Demikianlah mitos tiba rampas dipahami, dilakukan, dan dipertahankan oleh

masyarakat dusun Sembung Desa Cengkok Ngronggot, Nganjuk. Dari paparan di

atas nampak jelas bahwa petangan sebagai komponen “religio-magi” Jawa secara

intrinsik mengandung unsur yang rumit, baik berkaitan dengan dasar perhitungannya,

cara menghitungnya, dan “magi” yang menunjang terwujudnya harapan-harapan.

Religiusitas yang demikian adalah religiusitas yang memperhitungkan

ketidakterjaminan yang fundamental dan ditempuh berbagai cara untuk menaklukkan

“waktu” dan dayanya yang merusak.179

178 Imam rofi’i, Wawancara (Desa Cengkok 9 September 2008). 179 M. Dhavamony, The Phenomenology of Religion, alih bahasa Kelompok Studi Agama Driyakarya

“Fenomenologi Agama”, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 114.

98

2. Hal-Hal yang Sudah Berubah dari Mitos Tiba Rampas.

Tradisi penyebaran religi Jawa yang dominan adalah secara lesan, sedang

tradisi tulis sangat terbatas.180 Hal ini menjadi salah satu faktor surut atau berubahnya

suatu nilai, pemahaman, tradisi, bahkan mitos yang sudah diyakini dan menjadi nilai

religi dalam suatu masyarakat.

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap menurunnya kredibilitas

religiusitas banyak dikaitkan dengan pluralitas modern, yakni suatu situasi yang

menempatkan setiap anggota masyarakat di antara lebih dari satu pandangan dunia.

Sebuah situasi yang memungkinkan adanya persaingan antara berbagai pandangan

dunia tersebut. Kondisi ini diperberat oleh berkurangnya jaminan sosial bagi individu

untuk secara kukuh tetap berpegang pada kepastian subjektif masing-masing.181

Faktor-faktor di atas bisa dilihat turut pula mempengaruhi berubahnya mitos

tiba rampas. Pewarisan turun temurun tentang pemahaman dan metode perhitungan

tiba rampas secara lesan, terpaan modernisasi, serta tidak adanya jaminan sosial bagi

individu untuk kukuh berpegang pada mitos itu, menyebabkan nilai mitos tersebut

tereduksi dan meskipun masih diterapkan akan tetapi tak lagi “sangat” mengakar

dalam pribadi masyarakat secara utuh.

Sebagaimana dikatakan oleh Sukari dan Sabil:

”Saiki wis jarang sing belajar pitungan niki masio ngono pitungan niki ijek digawe karo masyarakat kanggo nentokne yen arep tandang gawe kususe mantenan kados adat sing wes kelakon”.182 “Sekarang sudah jarang yang belajar perhitungan (tiba rampas) ini, meski begitu perhitungan ini masih digunakan oleh masyarakat untuk menentukan

180 Koentjaraningrat, Op, Cit, 319. 181 P.L. Berger, A Rumor of Angels: Modern Society and The Rediscovery of The Supernatural, alih

bahasa J.B. Sudarmanto “Kabar Angin Dari Langit, Makna Teologi dalam Masyarakat Modern”, (Jakarta: LP3ES, 1991), 54-55.

182 Sukari, Wawancara (Desa Cengkok, 12 September 2008)

99

apabila akan melakukan hajatan khususnya perkawinan adat yang sudah berlangsung”. ”Sak niki katah wong sing wes keno pengaruh jaman, pikirane wes bedo karo jamane mbah-mbah biyen. Pitungan niki wes dilalekake lan ora didamel patokan jejodohan maneh”.183 “Sekarang banyak orang yang sudah terkena pengaruh jaman, pikirannya sudah berbeda dengan jamannya orang-orang tua dahulu. Perhitungan (tiba rampas) ini sudah dilupakan dan tidak lagi dijadikan patokan dalam perjodohan”.

Keterangan dari Sabil cukup kontra produktif dengan keterangan

sebelumnya.184 Mungkin yang dimaksudkan oleh Sabil adalah bahwa perhitungan

(tiba rampas) ini tidak lagi menjadi patokan “wajib” atau utama dalam perjodohan,

meskipun secara umum masih dipakai di lingkungan masyarakat Desa Cengkok. Hal

ini sesuai dengan paparan Imam Rofi’i:

”Perubahan niku jelas wonten amergo sak niki wes jaman kemajuan, sak niki yo wes enten jejodohan sing ora ngganggo itungan niku. Alasane, sing penting mboten ngelanggar aturane agami”.185 Artinya: “Perubahan itu jelas ada karena sekarang ini sudah jaman kemajuan, saat ini ya sudah ada perjodohan yang tidak menggunakan perhitungan (tiba rampas) itu. Alasannya, yang penting tidak melanggar aturan dalam agama”.

Penjelasan Imam Rofi’i di atas menunjukkan bahwa terdapat sekelompok

masyarakat tertentu di desanya yang tidak menggunakan tradisi perhitungan tersebut,

bisa diartikan juga bahwa ada sekelompok masyarakat yang sudah tidak percaya lagi

dengan mitos atau nilai religi turun temurun tersebut disebabkan pergeseran nilai

religi (yang dimaksud dalam hal ini adalah masuknya nilai-nilai Islam).

Begitu juga para pemuda sudah jarang mempelajari dan tidak ada pengajaran

secara formal untuk mempelajari perhitungan neptu dan pasaran yang dilakukan 183 Sabil, Wawancara (Desa Cengkok, 13 September 2008) 184 Lihat keterangan Sabil dalam sub bab Hal-Hal yang Masih Bertahan dari Mitos Tiba Rampas 185 Imam Rofi’i, Wawancara (Desa Cengkok, 9 September 2008)

100

sebelum pernikahan, sesuai apa yang peneliti tanyakan kepada samsul arifin dia

adalah pemuda yang berda di dusun sembung, dia tidak tau tentang perhitungan itu

dikarenakan hitugannya orang tua, tanya aja kepada orang yang lebih tau seperti

Sukari. Biasanya perhitungan itu langsung diserahkan kepada orang yang lebh tau

tentang perhitungan yaitu engkik.

Darmuji menambahkan tentang penyebab pergeseran nilai mitos tersebut

dalam keterangannya:

”Lha niku, sak niki ten mriki yo katah pendatang sing mboten ngertos masalah pitungan tiba rampas. Umume ngganggo pitungan neptu lan pasaran sing wes umum mawon”. Artinya: “Nah itu, sekarang di sini sudah banyak pendatang yang tidak mengetahui masalah perhitungan tiba rampas. (Mereka) umumnya hanya menggunakan perhitungan neptu dan pasaran yang sudah umum”186.

Terlihat bahwa telah terjadi proses akulturasi yang dipengaruhi oleh datangnya

pendatang dari luar. Di sisi lain, jawaban Darmuji di atas menunjukkan bahwa

petangan tiba rampas merupakan suatu mitos yang tidak umum. Artinya, mitos ini

(tiba rampas) berbeda dengan kepercayaan petangan pada umumnya. Mitos ini pun

sangat jarang dikenal dan diterapkan oleh masyarakat Jawa pada umumnya. Karena

ketidakumumannya inilah yang menyebabkan mitos ini sulit untuk bertahan. Atau

juga – dimungkinkan – karena terlalu banyaknya cakupan perhitungan yang sangat

mungkin menemui tiba rampas, sehingga logika imanen dari sistem nilai ini sampai

pada ruang habisnya kemungkinan untuk tumbuh.

Kita bisa mengetahui hal ini dari rumus atau metode perhitungan tiba rampas,

sebagaimana dituturkan Sukari bahwa, “Tiba rampas yaitu neptu antara laki-laki dan

186 Darmuji, Wawancara (Desa Cengkok, 14 September 2008).

101

perempuan dijumlah menjadi satu dan dikurangi tiga ketika hasil dari pembagian

antara dua calon mempelai adalah habis atau kosong. Misalnya yang laki-laki lahir

hari Jumat Paing itu hitungannya Jumat 6 Paing 9 ditotal jadi 15 neptunya. Terus

yang perempuan lahirnya Minggu Pon maka Minggu 5 Pon 7 jadi neptunya 12.

Kemudian keduanya ditotal (15+12) menjadi 27. Untuk menghitung tiba rampas-nya

maka 27 dikurangi 3 jadi 24, selanjutnya dikurangi 3 terus-menerus jadi 21, 18, 15,

12, 9, 6, 3, terakhir jadi 0 atau habis. Jadi karena hasilnya nol maka ini disebut

dengan tiba rampas”

Nilai nilai hari, pasaran, dan bulan sebagai berikut:

Minggu 5 Pon 7

Senin 4 Wage 4

Selasa 3 Kliwon 8

Rabu 7 Legi 5

Kamis 8 Paing 9

jumat 6

Sabtu 9

Jika kita lihat nilai-nilai hari dan pasaran di atas, maka kita bisa ketahui bahwa

jumlah terkecil dari perhitungan yang dikumpulkan dari 1 pasangan (2 orang) adalah

14, yaitu jika pihak lelaki mempunyai neptu Selasa (3) Wage (4) = 7, begitupun

pihak wanitanya, jadi 7 + 7 = 14. Sedangkan perhitungan terbesarnya ditemukan

pada pasangan yang mempunyai neptu sama-sama Sabtu (9) Pahing (9) = 18, jadi 18

+ 18 = 36. Dari sini dan dengan menggunakan rumus tiba rampas di atas, maka yang

tercakup atau masuk hitungan tiba rampas adalah mereka yang jika dijumlah nilai

102

neptunya (berlaku kelipatan surut 3) berjumlah 36, 33, 30, 27, 24, 21, 18, dan 15.

Berarti ada 8 kemungkinan yang muncul dari penjumlahan terkecil sampai terbesar

pada neptu calon pasangan atau pengantin. Kemungkinan yang cukup banyak dan

“mengancam” kesinambungan “niatan” pasangan untuk maju ke jenjang pernikahan.

Cepat atau lambat dalam budi manusia berlaku penyusunan kembali sistem

nilai, yaitu dalam aspek atau segi subyektif kebudayaan. Kita harus ingat bahwa

dalam pribadi, masyarakat dan kebudayaan manusia sebagai kesatuan yang

berkonflik, integrasi dan homestatis, yaitu keseimbangan, tidak statis tetapi dinamis.

Disebabkan oleh konflik dari berbagai macam nilai, suatu kebudayaan itu berubah

dan berkembang, dapat menembus jalan buntu yang disebabkan oleh telah habisnya

kemungkinan-kemungkinan nilai untuk tumbuh terus. Dalam perubahan dari sistem

nilai yang satu ke sistem nilai yang lain, dua sistem nilai dapat hidup bersama, yang

satu di sisi yang lain untuk beberapa lamanya.187

E. Perhitungan Tiba Rampas Masyarakat Dusun Sembung Desa Cengkok

Kecamatan Ngronggot Kabupaten Nganjuk dalam Perspektif Hukum Islam .

Kesusastraan “Primbon” yang memuat “petangan” diduga muncul mulai abad

16 dan bersama dengan sastra “Suluk” maupun “Serat”188 telah melahirkan tradisi

penyalinan naskah yang masih lestari hingga sekarang di kraton Yogyakarta. Sisa-

sisa tradisi penulisan primbon (huruf jawa) ditunjukkan dengan seratus lebih naskah

primbon tulisan tangan sebagaimana terdapat di Museum Sono Budoyo Yogyakarta.

Hingga saat ini studi sistematis tentang jenis dan corak kosmologis dari naskah-

naskah Primbon tersebut belum dilakukan. 187 S. Takdir Alisjahbana, Antropologi Baru: Nilai-Nilai Sebagai Tenaga Integrasi Dalam Pribadi,

Masyarakat dan Kebudayaan, (Jakarta: Penerbit P.T. Dian Rakyat, 1986), 309-310. 188 Koentjaraningrat, Op, Cit, 323.

103

Namun di samping “tradisi kraton” tersebut, sejak bulan september 1939,

diterbitkan suatu Kitab Primbon yang bersifat populis, karena ditulis dengan huruf

latin dan dengan bahasa Jawa Madya (Ngoko halus), dan bisa diperoleh di tempat

keramaian tradisional (pasar malam), pedagang kaki lima, maupun di toko buku.

Kitab Primbon tersebut adalah Kitab Primbon Betaljemur Adammakna (KPBA).

Dari sejak diterbitkan pertama kali sampai tahun 1991, buku tersebut sudah dicetak

ulang sebanyak 51 kali. Sebuah “prestasi” yang “luar biasa”, mengingat banyak

buku-buku “tradisional” lain, seperti “Almanak Dewi Sri” misalnya, sudah sangat

sulit dijumpai lagi dewasa ini.

Dasar pembagian “waktu” dalam “petangan”, selain atas dasar siang dan

malam juga didasarkan pada lima hari “pasar” (pancawara: kliwon, legi, pahing, pon,

dan wage), yang diduga merupakan kesatuan waktu Austronesia kuno: sadwara, dan

saptawara (tujuh hari). Orang Jawa masih menggunakan penanggalan Hindu-Jawa

yang kuno yang berselisih 78 tahun dengan penanggalan Masehi, untuk tujuan-tujuan

yang berkaitan dengan “petangan”. Selain itu juga digunakan penanggalan Islam-

Jawa yang jumlah harinya lebih sedikit dibanding dengan penanggalan Masehi.

Selain pembagian waktu di atas, sampai saat ini masih dikenal satuan waktu

“selapan” (35 hari) dan “wuku” (210 hari).189

Secara sistematis, kosmologi Jawa termasuk dalam kosmologi Realisme

ekstrem. Waktu bagi religio-magi Jawa merupakan suatu tatanan di luar hal,

manusia, dan peristiwa. Dengan demikian peristiwa alami dikuasai oleh takdir atau

hukum kodrat, dan semua peristiwa manusiawi harus menyesuaikan diri dengan

189 Koentjaraningrat, Op, Cit, 422.

104

keteraturan atau “hukum” yang telah ditetapkan.190 Nasib seorang calon manusia

dewasa (bayi) ditentukan oleh “weton” (hari pasaran) dari bayi tersebut, berikut

ritual dan perangkat religio-magi tertentu yang mesti dipenuhi untuk “keselamatan”

bayi, sekalipun saptawara dikuasai oleh nabi-nabi Islam, sedangkan pancawara

dibawah pengaruh dewa-dewa Hindu.191

Perhitungan (Jawa: Petangan) tiba rampas yang oleh masyarakat Dusun

Sembung Desa Cengkok, dipercaya sebagai satu tahap yang harus dilakukan sebelum

seseorang melangkah dalam perjodohan atau perkawinan, adalah berangkat dari

rumusan neptu atau “weton” sebagaimana dipaparkan di atas. Hal ini menjadi adat

istiadat yang mengakar secara turun temurun. Kepercayaan tersebut sebagaimana

hasil wawancara yang sudah dipaparkan di atas, bahwa pasangan jodoh agar

menemukan keselamatan dan ketentraman dalam rumah tangganya maka jangan

sampai mempunyai jumlah neptu tiba rampas.

Dalam kajian hukum islam, permasalahn adat sebagaimana yang terjadi dalam

tradisi tiba rampas ini terdapat beberapa teori ushul. Seperti yang terdapat dalam

kitab Faraidul Bahiyyah yang mengungkapkan kaidah:

ةمكحم ةداعال“Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum192”

Kaidah ini bersumber dari sabda Nabi SAW:

190 A. Bakker, Kosmologi Dan Ekologi, Filsafat Tentang Kosmos Sebagai Rumah Tangga Manusia,

(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1995), 113. 191 R. Soemodidjojo, (ed), Kitab Primbon Bataljemur Adammakna, Cetakan ke-51, (Solo: CV. Buana

Raya, 1991), 6. 192 Moh. Adib Bisri, Tarjamah Al Faraidul Bahiyyah (Risalah Qawa-id Fiqh), (Kudus: Penerbit

Menara Kudus, 1977), 24-25.

105

مسند (سيء اهللا عند فهو سيأ رأوا وما حسن اهللا عند فهو ناحس المسلمون رأى فما )مسعود بن اهللا عبد مسند باب ,الصحابة من املكثرين مسند كتاب :حنبل بن امحد

Artinya: Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka dalam pandangan

Allah akan baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, maka dalam pandangan Allah pun buruk. (Musnad Ahmad bin Hanbal)

Dengan kaidah dan hadits ini kemudian disimpulkan bahwa adat bisa atau

boleh dijalankan dengan beberapa syarat atau kriteria yang harus dipenuhi

sebagaimana berikut: Pertama: Perbuatan yang dilakukan logis dan relevan dengan

akal sehat. Syarat ini menunjukkan bahwa adat tidak mungkin berkenaan dengan

perbuatan maksiat. Kedua: Tidak bertentangan dengan ketentuan nash, baik al-

Qur’an maupun As-Sunnah. Ketiga: Tidak mendatangkan kemadlorotan serta sejalan

dengan jiwa dan akal yang sejahtera.

Berdasarkan kaidah fiqih tersebut perlu kita menganalisis apakah mitos-mitos

yang sudah diyakini oleh sebagian masyarakat Sembung tersebut dapat dikategorikan

sebagai suatu adat atau kebiasaan yang dapat dijadikan acuan hukum atau tidak? Dari

syarat-syarat tersebut mitos petangan tiba rampas yang dipercaya akan membawa

keselamatan dan ketentraman dalam perjodohan sangat bertentangan dengan al-

Qur’an dan Sunnah, sebab di dalam al-Qur’an tidak ada anjuran untuk melakukan

perhitungan (neptu) sebelum melakukan pernikahan. Dan pula tidak diperbolehkan

dalam Islam menggantungkan sesuatu (terkait dengan nasib dan takdir) pada sesuatu

selain Allah.

Perkawinan bagi masyarakat diyakini sebagai sesuatu yang sakral, sehingga

diharapkan dalam menjalaninya cukup sekali seumur hidup. Kesakralan tersebut

melatarbelakangi pelaksanaan perkawinan dalam masyarakat Jawa yang sangat

106

selektif dan hati-hati baik saat pemilihan bakal menantu ataupun penentuan hari

pelaksanaan perkawinan.193

Akan tetapi dalam Islam, baik dalam Al Qur’an maupun Sunnah tidak

menganjurkan (meski berupa isyarat) – apalagi memerintahkan – untuk melakukan

methode perhitungan sebagaimana yang ada dalam mitos petangan (termasuk tiba

rampas) sebelum melaksanakan ibadah (nikah) untuk mengetahui kelanjutan nasib

pasangan di masa yang akan datang. Di dalam Al Qur’an, ayat-ayat yang berkaitan

tentang perhitungan adalah berkaitan dengan waktu dan perhitungan amal.

Perhitungan yang mengarah pada penentuan nasib, dalam Al Qur’an adalah berkaitan

dengan perhitungan Allah terhadap amal ibadah hamba-Nya (hisab).

Ayat-ayat yang terkait dengan hitungan waktu, misalnya:

ت ا ذلكانبسح رالقمو سمالشا وكنل سل الليعجاح وباإلص ليفالقزيز العالع قدير

Artinya: Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Al An’am ayat 96)194

Dalam Surat Al Israa’ ayat 12 juga difirmankan:

وجعلنا الليل والنهار آيتين فمحونا آية الليل وجعلنا آية النهار مبصرة لتبتغوا فضال من الحسو ننيالس ددوا علمعلتو كمبفصيالرت اهلنء فصيكل شو اب

Artinya: Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami

hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.195

193 Tim Fakultas Bahasa Seni Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Jurnal Kejawen Universitas Negeri

Yogyakarta (Yogyakarta : Penerbit Narasi Yogyakarta, 2006),139. 194 Qs, Al An’am (6): 96. 195 Qs, Al Israa’ (17): 12.

107

Sedangkan ayat yang menjelaskan tentang perhitungan Allah (hisab) terhadap

hamba-Nya, di antaranya sebagaimana terdapat pada Surat Al Anbiyaa’ ayat 47 dan

Surat Maryam ayat 84:

ونضع الموازين القسط ليوم القيامة فلا تظلم نفس شيئا وإن كان مثقال حبة من خردل اسبنيا حكفى بنا وا بهنيأت

Artinya: Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka

tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.196

نما نعد لهم عدافلا تعجل عليهم إ

Artinya: Maka janganlah kamu tergesa-gesa memintakan siksa terhadap mereka, Karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti.197

Dari ayat-ayat di atas, cukuplah bisa diketahui bahwasannya perhitungan yang

bisa dilakukan oleh manusia adalah yang berkaitan dengan waktu (siang, malam,

penentuan awal bulan, tahun, dst) yang berdasar pada perputaran matahari atau

bulan. Akan tetapi perhitungan yang dikaitkan dengan amal perbuatan dan nasib

(beruntung atau celaka), adalah mutlak hak Allah.

Surat Al Anbiyaa’ ayat 83-84 juga mempertegas dan memperingatkan kepada

semua yang menyembah Allah bahwa kekuasaan yang mampu membuat dan

menghilangkan petaka adalah Allah SWT. Sebagaimana diceritakan tatkala Nabi

Ayyub tertimpa kesusahan segera beliau lari menuju Allah subhanahu wa ta’ala

memohon bantuan kepada-Nya:

196 Qs, Al Anbiyaa’ (21): 47. 197 Qs, Maryam (19): 84.

108

احمنيالر محأر أنتو رالض نيسي مأن هبى رادإذ ن وبأيا به وا مفنفكش ا لهنبجتفاس ابدينى للعذكرا وعندن نة ممحر مهعم ممثلهو لهأه اهنيآتو رمن ض

Artinya: Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku),

Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua penyayang". Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.198

Letak persoalan yang paling mendasar pada kasus mitos tiba rampas ini

adalah, yang pertama: dipercayainya mitos ini sebagai pembawa keselamatan dan

ketentraman pada manusia. Hal ini tentunya tidak sesuai pula dengan sabda

Rasulullah:

حدثنا مسدد قال حدثنا محاد عن عبيد اهللا بن أيب بكر عن أنس بن مالك عن النيب صلى فة يا رب اهللا عليه وسلم قال مث إن اهللا عز وجل وكل بالرحم ملكا يقول يا رب نط

علقة يا رب مضغة فإذا أراد أن يقضي خلقه قال أذكر أم أنثى شقي أم سعيد فما الرزق واألجل فيكتب يف بطن أمه

Artinya:Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya seseorang diantara kamu

terhimpun kejadiannya dalam perut ibumu empat puluh hari sebagai air mani, kemudian segumpal darah seperti itu, kemudian segumpal daging seperti itu, kemudian ditiupkan roh kepadanya dan ditentukan empat kalimat yaitu rezeki, ajalnya, amalnya, baik dan buruknya.199

Berdasarkan hadits tersebut dapat diketahui bahwa nasib manusia ditentukan

oleh Allah SWT, bukan oleh norma-norma adat yang hidup pada suatu masyarakat

tertentu, apalagi jika norma-norma tersebut sudah bertentangan dengan ajaran agama

198 Qs, Al Anbiyaa’ (21): 83-84. 199 Abdurrohman Al-bukhori Al-jukfi, Shohih Bukhori juz 1 (Bairut dar Ibnu kasir al-yamamah,

1987), 121.

109

Islam yang dalam hal ini seperti yang terjadi dan diyakini oleh masyarakat Dusun

Sembung.

Di Jawa ada KALAMANGSA, dipercaya sebagai produk asli orang Jawa, yang

keakuratannya teruji. Satu tahun dibagi 12 waktu, disitu dapat dilihat kapan waktu

tanam, kapan musim hujan, kapan musim kemarau, kapan hewan-hewan ber-

reproduksi, dll. Ada pola 5 thn, 10 thn, 100 thn dan seterusnya. Sehingga dapat

diprediksi adanya pergerakan alam misal: bencana alam.

Pada masa kerajaan Islam, ada penyelarasan antara perhitungan Kalamangsa,

Tahun Saka (Hindu) dan Tahun Hijriah, sehingga oleh Sultan Agung Raja Mataram

yg besar, jenius dan hebat menyusunnya menjadi kalender Jawa (tahun Jawa) yang

dipakai untuk perhitungan waktu wilayah kerajaan Mataram untuk menentukan

waktu tanam, acara-acara ritual keraton, dll. Di pedesaan-pedesaan yang masih

menggunakan “Petungan” untuk menanam padi atau berkebun, mereka bisa tahu

kapan siklus hama datang, kapan masa tanam bagus. Hasilnya mereka selalu bisa

menghindari gagal panen akibat hama, cuaca dsb. Mereka patuh untuk tidak

memaksakan target panen lebih dari sekali setahun. Tuhan menciptakan siklus

ekosistem, ada hama, ada predator dan seterusnya, kalau dikelola secara alami, alam

terkendali dan selaras.200

Akan tetapi semua hal ini bersifat prediktif (perkiraan) saja. Jika kemudian

dalam proses kelanjutannya mengakar menjadi sebuah keyakinan atau kepercayaan,

maka hal ini tidak bisa ditolerir lagi. Dan yang perlu dipertegas adalah, perhitungan

(Kalamangsa) di atas adalah untuk memprediksi musim, bukan untuk memastikan

200 Bagus Yudo Prayitno, Op, Cit.

110

nasib atau hidup seseorang sebagaimana petangan tiba rampas yang dipercaya oleh

sebagian masyarakat Dusun Sembung.

Persoalan yang kedua yaitu: dijadikannya petangan tiba rampas ini sebagai

prasyarat seseorang sebelum melakukan perjodohan. Dimana telah dipercaya bahwa

mereka yang melaksanakan pernikahan dengan jumlah neptu pasangan jatuh pada

tiba rampas maka akan menemui ketidakselamatan, ketidaktentraman, dan

ketidaktenangan. Islam tidak menganjurkan demikian, Rasulullah SAW bersabda

tentang pilihan jodoh sebagai berikut:

حدثين سعيد بن أيب سعيد عن أبيه عن أيب : حدثنا مسدد حدثنا حيىي عن عبيد اهللا قالملاهلا، : تنكح املرأة ألربع:هريرة رضي اهللا عنه عن النيب صلى اهللا عليه وسلم قال

دينها، فاظفر بذات الدين تربت يداكولحسبها، وجمالها، ول

Dari Abi Huroiroh ra. dari Nabi SAW: “Nikahilah perempuan karena empat perkara, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, maka pilihlah perempuan karena keberagamaannya. kamu akan mendapat keberuntungan”. (H.R. Bukhari dan Muslim).201

Selain itu, Rasulullah juga sangat melarang umatnya hidup membujang (tidak

menikah sama sekali dalam hidupnya). Oleh karena itu, jikalau mitos tiba rampas ini

sampai menjadikan seseorang “trauma” untuk menikah, tentunya sangat berlawanan

dengan keinginan Rasulullah. Kriteria lainnya yang disebutkan oleh Rasulullah,

bukanlah tentang jumlah neptu hari pasarannya, akan tetapi wanita yang subur, yang

bertubuh sehat dan kuat, yang siap untuk mengandung dan melahirkan anak-

anaknya, yang memiliki bekal jasmani dan rohani untuk menyandang misi seorang

ibu yang baik. Rasulullah SAW bersabda:

201 Al Hafid ibn Hajar al Qosim, Bulughul Marom (Surabaya: Nurul Huda, tth ), 209.

111

حدثنا أمحد بن إبراهيم ثنا يزيد بن هارون أخربنا مستلم بن سعيد بن أخت منصور بن معقل بن يسار قال مث جاء رجل زاذان عن منصور يعين بن زاذان عن معاوية بن قرة عن

إىل النيب صلى اهللا عليه وسلم فقال إين أصبت امرأة ذات حسب ومجال وإا ال تلد أفأتزوجها قال ال مث أتاه الثانية فنهاه مث أتاه الثالثة فقال تزوجوا الودود الولود فإين

.مكاثر بكم األممDari anas ra berkata: Rasul SAW menyuruh kawin dan melarang dengan sangat hidup membujang dan sabdanya: Kawinilah olehmu wanita-wanita pencinta dan peranak, maka aku kan bersenang-senang dengan banyaknya kamu dengan Nabi-Nabi yang lain di hari kiamat.202

Adapun Rasulullah memberikan pesan untuk tidak melakukan pernikahan

(meskipun tidak mengharamkan), adalah dengan kerabat dekat. Sebagaimana sabda

beliau:

ويا أي حنيفا ال تنكحوا القرابة القريبة فإن الولد أصحهما ضاقال صلى اهللا عليه وسلم

Artinya: Janganlah kalian menikahi wanita kerabat, karena seorang anak akan

tercipta dalam keadaan kurus.203

Dari berbagai penjelasan di atas dapat diketahui bahwa petangan (Ind:

perhitungan) neptu tiba rampas tidak dianjurkan sama sekali. Jika petangan ini

dipahami sebagai suatu ikhtiar, maka tentunya terbatas pada tataran kehati-hatian,

tidak sampai pada tataran justifikasi nasib di kemudian hari. Hal inipun seharusnya

didasarkan pada aturan hukum Islam yang ada. Sedangkan hukum Islam yang

berlaku di Indonesia juga tidak menyebutkan pelarangan pada konteks kasus

petangan tiba rampas. Pada BAB IV Bagian Kedua tentang Calon Mempelai Pasal

202 Abu Daud Al-Isgisani, Sunan Abu Daud juz 2 (Darul fikr tth ),220. 203 Muhammad Al- Ghozali Abdul Hamid, Al-Wasid juz 5 (Kairo, Darussalam,1417h )27.

112

16 Butir (1) misalnya, dikatakan bahwa: “Perkawinan didasarkan atas persetujuan

calon mempelai”.204 Bukan didasarkan pada persetujuan “dukun” atau ahli petangan.

Di dalam Al Qur’an juga tidak dijumpai larangan menikahi seseorang yang

jumlah neptunya tiba rampas. Perkawinan yang dilarang adalah, (1) Nikah Mut’ah,

(2) Nikah Tahlil atau Muhallil, dan (3) Nikah Syighar. Serta haramnya menikah

sebagaimana yang sudah kami jelaskan pada BAB II penelitian ini.

204 H. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2004),

117. Lihat pula Team Media, Amandemen UU Peradilan Agama UU RI No. 3 Tahun 2006, Undang-Undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 dan Kompilasi Hukum Islam, (tt: Media Centre, tth), 124.

113

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian tentang Mitos "Tiba Rampas" pada

Masyarakat Sembung Cengkok Ngronggot Nganjuk, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. “Tiba Rampas” adalah mitos petangan atau pitungan (Ind: Perhitungan) dari

weton atau neptu (hari lahir) seseorang sebelum melakukan peminangan atau

perkawinan, yang dalam kepercayaan Jawa mempunyai nilai masing-masing,

ketika dijumlahkan dari neptu keduanya kemudian dikurangi 3 – dan begitu

seterusnya – sampai menemukan hasil akhir nol atau kosong. Mitos ini

merupakan adat turun temurun yang oleh beberapa kalangan masyarakat Jawa

dipertahankan sebagai warisan leluhur yang berharga.

114

2. Sebagian masyarakat Sembung – termasuk di dalamnya, tokoh masyarakat dan

atau tokoh agama – masih dipergunakan atau dipertahankan. Keberadaan

masyarakat yang masih meyakini kebenaran mitos inilah yang membuat mitos ini

masih mempunyai ruang untuk hidup. Mereka mempercayai bahwa jika pasangan

menikah mempunyai neptu tiba rampas maka keselamatan dan kesejahteraannya

tidak terjamin. Akan tetapi proses akulturasi budaya telah mulai melunturkan

kepercayaan sebagian masyarakat sehingga keberadaan mitos ini terancam akan

hilang di kemudian hari, kedatangan “orang luar” atau pendatang yang kurang

mengenal mitos ini, merupakan tantangan bagi mitos ini untuk mempertahankan

keberlangsungannya.

3. Dalam ajaran Islam, melaksanaskan sebuah adat adalah hal yang dibolehkan,

selama praktek adat tersbut tidak bertentangan dengan syari’at. Dalam

melaksanakan adat ada beberapa batasan. Pertama, Perbuatan yang dilakukan

logis dan relevan dengan akal sehat. Syarat ini menunjukkan bahwa adat tidak

mungkin berkenaan dengan perbuatan maksiat. Kedua, Tidak bertentangan

dengan ketentuan nash, baik al-Qur’an maupun As-Sunnah. Ketiga, Tidak

mendatangkan kemadlorotan serta sejalan dengan jiwa dan akal yang sejahtera.

B. Saran-Saran

1. Mitos sebaiknya dipahami sebagai suatu “literatur” adat/budaya suatu kelompok

masyarakat yang mewakili “sejarah” pemikiran, pemahaman, dan keyakinan,

yang pada gilirannya akan mengalami perubahan seiring dengan berubahnya

paham dan keyakinan masyarakat. Jika masyarakat memiliki pemahaman yang

demikian, maka kemungkinan suatu mitos dipercaya sedemikian rupa – sampai

pada wilayah keyakinan – akan berkurang. Disisi lain, keberadaan mitos ini akan

115

tetap hidup sebagai “referensi” sejarah tentang tahapan kebudayaan suatu

masyarakat pada masanya.

2. Keberadaan tokoh masyarakat / tokoh agama seyogyanya bisa membangun suatu

paradigma yang menyelaraskan atau mengawinkan adat istiadat dengan

keyakinan yang dianutnya (dalam hal ini adalah Islam), sehingga masyarakat

akan menemukan pemahaman yang semestinya sesuai dengan kaidah berfikir dan

kaidah hukum dalam Islam.

3. Sesuatu yang bertentangan dengan syari’at Islam, termasuk juga adat atau mitos,

memang tidak serta merta kemudian ditentang atau dihapuskan begitu saja. Akan

tetapi memahamkan masyarakat sehingga menemukan rasionalitas dari berbagai

fenomena (budaya) yang ada merupakan upaya yang tepat agar masyarakat

mampu menempatkan berbagai persoalan kehidupan (seperti pernikahan) dalam

porsi yang seharusnya, sesuai dengan nilai ketauhidan serta aturan yang ada

dalam Islam.

116

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah M. Amin, dkk (2006) Metodologi Penelitian Agama Pendekatan Multidisipliner. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga.

Abbdurrahman (2004 ) Kompilasi Hokum Islam. Jakarta: Akademika Presindo.

Al-bukhari, Abdurrahman Al-Jukfi (1987) Shohih Bukhori Juz 1. Bairut: Dar Ibnu Kasir al-Yamamah

Al-Isgisani, Daud Abu (tth ) Sunan Abu Daud Juz 2. Darul fikr:libanon

Al Qosim, Al Hafid ibn Hajar (tth) Bulugul Marom. Surabya: Nurul Huda.

Alisjahbana, S. Takdir (1986) Antropologi Baru: Nilai-Nilai Sebagai Tenaga Integrasi Dalam Pribadi, Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta: P.T. Dian Rakyat.

Arikunto, Suharsimi (2002), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prktek, Jakarta:

Rineka Cipta. Asofa, Burhan (2004) Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.

Bakker (1995) Kosmologi Dan Ekologi, Filsafat Tentang Kosmos Sebagai Rumah Tangga Manusia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Claude, Levi-stIrauss (1997) Mitos Dukun dan Sihir. Yogyakarta: Kanisius.

Dhavamony (1995)’The Phenomenology of Religion. Alih Bahasa Kelompok Studi Agama Driyakarya “Fenomenologi Agama”. Yogyakarta: Kanisius

Echol, Jonhn dan Hasan Shaddily (2000) Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT.

Gramedia. Endah, Kuswa (2006) Kejawen Jurnal Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Narasi

Yogya.

Endraswara, Suwardi (2003), Falsafah Hidup Jawa. Tangerang: Cakrawala.

Hadi, Sumadyo (2006) Seni Dalam Ritual Agama. Yogyakata: Pustaka.

Hardjowiraga, Marbangun (1984) Manusia Jawa. Jakarta: Intidayu Press.

Hasan, Ayub Syaik (2001) Fikih Keluarga. Jakarta: Pustaaka al-Kausar.

117

Hariwijaya, (2006) Islam Kejawen. Yogyakarta: Glombang Pasang.

Hardjowirogo, ( 1979) Adat Istiadat Jawa, Bandung: Patma.

Jamil, Abdul dkk., Editor: H.M. Darori Amin (2000) Islam & Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media

Keesin R.M.(1992) Antropologi Budaya, Suatu Perspektif Kontemporer, Jakarta:

Erlangga Koentjaraningrat (1984) Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka.

______________ (1997) Metode-Metode Penelitian Masyarakat.Jakarta: Gramedia pustaka.

Mangunsuwito, (2007) Kamus Lengkap Bahasa Jawa. Bandung: Yrama Widya. Minsarwati, Wisnu ( 2002) Mitos Merapi Dan Kearifan Ekologi. Yogyakarta: Kreasi

Wacana. Muhammad Al- Ghozali, Abdul Hamid (1417h ) Al-Wasid Juz 5. Kairo: Darussalam

Munawir, Ahamad Warson (1997) Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif.

Mustofa, Bisri (2005) Fikih Keseharian Gus Mus. Surabaya: Khalista.

Moleong, Lexy, (2006) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

P.L. Berger, (1991), A Rumor of Angels: Modern Society and The Rediscovery of

The Supernatural. Alih Bahasa J.B. Sudarmanto Kabar Angin Dari Langit, Makna Teologi dalam Masyarakat Modern. Jakarta: LP3ES.

Prayitno, Bagus Yudo (2008) “ Logika Perhitungan Waktu Terhadap Bioritmik

Manusia”, http://www.lifefeature.com. Purwadi, (2004) Kamus Jawa Indonesia. Yogyakarta: Media Abadi.

_______, (2006) Petungan Jawa. Yogyakarta: Pinus.

_______, (2007) Upacara Pengantin Jawa. Yogyakarta: Shaida.

_______, (2006) Horoskop Jawa. Yogyakarta: Media Abadi.

Raharjo, Sajipto (1996) Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

118

Rahman, Doi. A (1996) Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Syariah. Jakarta: Rajawali Press

________(2002) Pernikahan Dalam Syariat Islam. Jakarta: Rineka Cipta.

Roibin (2004) Lorong Jurnalof Social Cultural Studies, Perilaku Mitos Di Klangan Islam Kejawen, vol, 1, Malang.

Ruslani (2006) Tabir Mistik Ilmu Gaib dan Perdukunan. Yogyakarta: Tinta.

Sabiq, Sayid (2004) Fiqih Sunnah. Jakarta: Pena Pundi Aksara.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, (1984). Metode Penelitian Survei. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soejono, H Abdurrahman (1999) Metode Penelitian Suatu Pemikiran Dan

Penerapan. Jakarta: Rineka Cipta. Soemiyati (1999) Hukum Pernikahan Islam Dan Undang-Undang Pernikahan.

Yogyakarta: Liberty. Sunggono, Bambang (2005) Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo

Persada. Suprayogo, Imam dan Tobroni (2001) Metodologi Penelitian Sosial Agama.

Bandung : PT. Remaja Rosda Karya. Syafi’i, Imam (2004) Ringkasan Kitab al-Umm. Jakarta: Pustaka Azzam.

Syarifuddin, Amir (2003) Garis-Garis Besar Fiqih. Jakarta: Kencan.

______________, (2006) Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Kencana.

Timoer, Soenarto (1983) Mitos Kurbaya Cerita Rakyat Sebagai Sumber Penelitian Surabaya. Jakarta: Balai Pustaka.

Tjakraningrat, Harya (2001) Kitab Primbon Bentaljemur Adammakna. Yogyakarta:

CV. Buana Raya. Winter Sr C.F.. dan R.Ng. Ranggawarsita, (2003) Kamus Kawi – Jawa: Menurut

Kawi – Javaansch Woordenboek, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Yuda Karya (2006) Perkawinan Beda Agama. Yogyakarta: Total Media.

119

DEPARTEMEN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG FAKULTAS SYARI’AH

Terakreditasi “A” SK BAN_PT Depdiknas Nomor: 013/BAN-PT/Ak-X/S!/VI/2007 Jalan Gajayana 50 Malang 65144 telepon 559399, faksimil 559399

BUKTI KONSULTASI

Nama : Muzakki Zakaria NIM : 03210004 Fakultas : Syari’ah Jurusan : al-Ahwal al-Syakhshiyyah Judul Skripsi : MITOS TIBA RAMPAS DALAM PERNIKAHAN JAWA

(Studi kasus di Dusun Sembung, Desa Cengkok, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk)

Dosen Pembimbing : Drs. M. Fauzan Zenrif M.Ag No. Tanggal Materi Konsultasi Tanda Tangan

01. 10 Desember 2007 Seminar Proposal

02. 12 Januari 2008 Konsultasi hasil seminar proposal

dan BAB I dan BAB III

03. 20 Agustus 2008 Pengajuan BAB I sampai BAB III

dan konsultasi penelitian

04. 18 September 2008 Revisi BAB I sampai BAB III dan

konsultasi hasil penelitian

05 20 -12- 2008 ACC BAB I sampai BAB III

06. 01 April 2009 Pengajuan BAB I sampai BAB V

07. 06 April 2009 Pengajuan BAB I sampai BAB V

dan ACC keseluruhan

Malang, 10 April 2009 a.n Dekan, Ketua Jurusan Al-ahwa Al Syakhshiyyah Zaenul Mahmudi MA. NIP 150295155