03. stimulus ekonomi dan bias politik (8 januari 2009).pdf

1
Stimulus Ekonomi dan Bias Politik Kamis, 08 Januari 2009 KRISIS finansial global yang imbasnya mulai terasa di Tanah Air memaksa pemerintah mengambil langkah cepat. Demikian cepatnya sehingga ada yang menilai pemerintah terburu-buru sehingga tidak memiliki perencanaan yang matang. Yang paling disorot keluarnya paket stimulus ekonomi tambahan senilai Rp38 triliun. Dana tersebut diambil dari sisa lebih penghitungan anggaran di APBN Perubahan 2008 senilai Rp51,3 triliun. Dengan dana tambahan tersebut, total anggaran stimulus ekonomi mencapai Rp50 triliun. Sebelumnya APBN 2009 telah mengalokasikan dana Rp12 triliun. Uang itu merupakan stimulus tahap pertama yang sudah mulai digulirkan 1 Januari lalu. Untuk paket stimulus Rp12 triliun tersebut, hampir tidak ada persoalan. Semuanya clear karena besarannya sudah dibicarakan dengan DPR. Selain itu, peruntukannya pun dirembukkan dengan 16 asosiasi bisnis. Masalah muncul ketika kemudian dengan sangat cepat pemerintah menambah dana stimulus menjadi Rp50 triliun. Penggunaan dana yang diambil dari surplus APBN 2008 itulah yang menjadi pangkal sebab kecurigaan. Berbeda dengan stimulus Rp12 triliun yang penggunaannya secara detail sudah jelas, paket tambahan Rp38 triliun yang justru lebih besar daripada paket 'utama' tersebut belum dirinci penggunaannya. Pemerintah hanya menyebutkan dana itu akan dipakai untuk menambah insentif fiskal serta menstimulasi program pengurangan kemiskinan dan pengangguran. Sejumlah wakil rakyat mendesak pemerintah agar meminta restu dewan lebih dahulu sebelum memakai dana tersebut. Dasarnya sangat kuat, yakni Undang-Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Dalam Pasal 3 ayat 7 undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pemerintah boleh menggunakan surplus dana negara untuk anggaran tahun berikutnya. Namun, ayat 8 menegaskan penggunaan dana tersebut harus mendapatkan persetujuan DPR. Sebaliknya, pemerintah bersikukuh bahwa pemakaian sisa dana 2008 tersebut bisa dilakukan secara langsung, tanpa harus menunggu APBN perubahan. Dasarnya juga undang-undang, yaitu Pasal 23 Undang-Undang APBN 2009. Pasal tersebut membolehkan pemerintah mengambil langkah-langkah antisipatif dengan segera tanpa menunggu lahirnya Undang-Undang APBN Perubahan. Asalkan, hal itu untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi yang memengaruhi postur APBN. Termasuk yang diperbolehkan ialah melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dalam APBN 2009. Bertindak cepat menyelamatkan perekonomian nasional jelas merupakan tanggung jawab pemerintah. Namun, itu bukan berarti pemerintah bisa seenaknya mencari pembenaran. Lebih-lebih lagi, dana Rp38 triliun itu disiapkan hanya tiga bulan menjelang pemilihan umum legislatif dan enam bulan menjelang pemilihan presiden. Itulah dua momen politik yang amat penting, termasuk bagi incumbent. Dampaknya ialah sangat sulit untuk menghindari bias politis bahwa penggelontoran dana triliunan itu untuk kepentingan incumbent. Oleh karena itu, wajib hukumnya bagi pemerintah untuk secara transparan menjelaskan rencana penggunaan dana stimulus itu kepada DPR. Bukankah DPR yang memiliki hak bujet? Akan tetapi, DPR tidak boleh menjadikan forum itu semata untuk membantai pemerintah. Pemerintah dan DPR harus duduk bersama merumuskan penggunaan dana stimulus tersebut semata-mata demi kemaslahatan rakyat. Bukan untuk mencari citra murahan. Sumber : mediaindonesia.com

Upload: putra15

Post on 21-Oct-2015

7 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 03. Stimulus Ekonomi dan Bias Politik (8 Januari 2009).pdf

Stimulus Ekonomi dan Bias PolitikKamis, 08 Januari 2009

KRISIS finansial global yang imbasnya mulai terasa di Tanah Air memaksa pemerintah mengambil langkah cepat. Demikian cepatnya sehingga ada yang menilai pemerintah terburu-buru sehingga tidak memiliki perencanaan yang matang. Yang paling disorot keluarnya paket stimulus ekonomi tambahan senilai Rp38 triliun. Dana tersebut diambil dari sisa lebih penghitungan anggaran di APBN Perubahan 2008 senilai Rp51,3 triliun.

Dengan dana tambahan tersebut, total anggaran stimulus ekonomi mencapai Rp50 triliun. Sebelumnya APBN 2009 telah mengalokasikan dana Rp12 triliun. Uang itu merupakan stimulus tahap pertama yang sudah mulai digulirkan 1 Januari lalu. Untuk paket stimulus Rp12 triliun tersebut, hampir tidak ada persoalan. Semuanya clear karena besarannya sudah dibicarakan dengan DPR. Selain itu, peruntukannya pun dirembukkan dengan 16 asosiasi bisnis.

Masalah muncul ketika kemudian dengan sangat cepat pemerintah menambah dana stimulus menjadi Rp50 triliun. Penggunaan dana yang diambil dari surplus APBN 2008 itulah yang menjadi pangkal sebab kecurigaan. Berbeda dengan stimulus Rp12 triliun yang penggunaannya secara detail sudah jelas, paket tambahan Rp38 triliun yang justru lebih besar daripada paket 'utama' tersebut belum dirinci penggunaannya. Pemerintah hanya menyebutkan dana itu akan dipakai untuk menambah insentif fiskal serta menstimulasi program pengurangan kemiskinan dan pengangguran.

Sejumlah wakil rakyat mendesak pemerintah agar meminta restu dewan lebih dahulu sebelum memakai dana tersebut. Dasarnya sangat kuat, yakni Undang-Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Dalam Pasal 3 ayat 7 undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pemerintah boleh menggunakan surplus dana negara untuk anggaran tahun berikutnya. Namun, ayat 8 menegaskan penggunaan dana tersebut harus mendapatkan persetujuan DPR.

Sebaliknya, pemerintah bersikukuh bahwa pemakaian sisa dana 2008 tersebut bisa dilakukan secara langsung, tanpa harus menunggu APBN perubahan. Dasarnya juga undang-undang, yaitu Pasal 23 Undang-Undang APBN 2009. Pasal tersebut membolehkan pemerintah mengambil langkah-langkah antisipatif dengan segera tanpa menunggu lahirnya Undang-Undang APBN Perubahan. Asalkan, hal itu untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi yang memengaruhi postur APBN. Termasuk yang diperbolehkan ialah melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dalam APBN 2009.

Bertindak cepat menyelamatkan perekonomian nasional jelas merupakan tanggung jawab pemerintah. Namun, itu bukan berarti pemerintah bisa seenaknya mencari pembenaran. Lebih-lebih lagi, dana Rp38 triliun itu disiapkan hanya tiga bulan menjelang pemilihan umum legislatif dan enam bulan menjelang pemilihan presiden. Itulah dua momen politik yang amat penting, termasuk bagi incumbent.

Dampaknya ialah sangat sulit untuk menghindari bias politis bahwa penggelontoran dana triliunan itu untuk kepentingan incumbent. Oleh karena itu, wajib hukumnya bagi pemerintah untuk secara transparan menjelaskan rencana penggunaan dana stimulus itu kepada DPR. Bukankah DPR yang memiliki hak bujet?

Akan tetapi, DPR tidak boleh menjadikan forum itu semata untuk membantai pemerintah. Pemerintah dan DPR harus duduk bersama merumuskan penggunaan dana stimulus tersebut semata-mata demi kemaslahatan rakyat. Bukan untuk mencari citra murahan.

Sumber : mediaindonesia.com