02 pedoman rdtr kabkota 081210

52
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan tujuan yang tertuang di dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota, dan sesuai amanat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, daerah perlu menyusun rencana rinci tata ruang kabupaten/kota yang merupakan operasionalisasi dari RTRW kabupaten/kota. Rencana rinci tata ruang kabupaten/kota tersebut merupakan penjabaran RTRW kabupaten/kota yang dapat berupa rencana detail tata ruang (RDTR) kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Rencana rinci tata ruang kabupaten/kota disusun apabila: a) RTRW kabupaten/kota belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan b). RTRW kabupaten/kota mencakup wilayah perencanaan yang luas, dan skala peta dalam RTRW tersebut memerlukan pendetailan sebelum dioperasionalkan. Sebagai acuan bagi semua pihak terkait penyusunan rencana rinci tata ruang kabupaten/kota dan sejalan dengan Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang kabupaten/kota disusun dengan mengacu pada Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota, yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, sedangkan Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Kabupaten/Kota disusun terpisah dari pedoman ini. 1.2 Maksud dan Tujuan Pedoman ini disusun dengan maksud untuk memberikan acuan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota, maupun para pemangku kepentingan lainnya dalam penyusunan RDTR kabupaten/kota. Tujuan penyusunan pedoman ini adalah untuk mewujudkan RDTR kabupaten/kota yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1.3 Ruang Lingkup Pedoman Ruang lingkup pedoman ini terdriri atas: a. muatan RDTR kabupaten/kota; b. prosedur penyusunan RDTR kabupaten/kota; dan c. penetapan RDTR kabupaten/kota. 1.4 Istilah dan Definisi Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan: a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan;

Upload: veratulus

Post on 05-Dec-2014

145 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan tujuan yang tertuang di dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota, dan sesuai amanat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, daerah perlu menyusun rencana rinci tata ruang kabupaten/kota yang merupakan operasionalisasi dari RTRW kabupaten/kota. Rencana rinci tata ruang kabupaten/kota tersebut merupakan penjabaran RTRW kabupaten/kota yang dapat berupa rencana detail tata ruang (RDTR) kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Rencana rinci tata ruang kabupaten/kota disusun apabila: a) RTRW kabupaten/kota belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan b). RTRW kabupaten/kota mencakup wilayah perencanaan yang luas, dan skala peta dalam RTRW tersebut memerlukan pendetailan sebelum dioperasionalkan. Sebagai acuan bagi semua pihak terkait penyusunan rencana rinci tata ruang kabupaten/kota dan sejalan dengan Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang kabupaten/kota disusun dengan mengacu pada Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota, yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, sedangkan Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Kabupaten/Kota disusun terpisah dari pedoman ini. 1.2 Maksud dan Tujuan Pedoman ini disusun dengan maksud untuk memberikan acuan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota, maupun para pemangku kepentingan lainnya dalam penyusunan RDTR kabupaten/kota. Tujuan penyusunan pedoman ini adalah untuk mewujudkan RDTR kabupaten/kota yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1.3 Ruang Lingkup Pedoman Ruang lingkup pedoman ini terdriri atas: a. muatan RDTR kabupaten/kota; b. prosedur penyusunan RDTR kabupaten/kota; dan c. penetapan RDTR kabupaten/kota. 1.4 Istilah dan Definisi Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan: a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) adalah hasil studi mengenai

dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan;

Page 2: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

2

b. Bagian dari wilayah kabupaten/kota adalah satu kesatuan wilayah dari kabupaten/kota yang bersangkutan yang merupakan wilayah yang terbentuk secara fungsional dan administratif dalam rangka pencapaian daya guna pelayanan fasilitas umum kabupaten/kota;

c. Bangunan adalah suatu perwujudan arsitektur yang digunakan sebagai wadah kegiatan manusia;

d. Blok adalah bidang tanah yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh rencana jalan lingkungan atau sejenisnya sesuai dengan rencana kabupaten/kota;

e. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya;

f. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya;

g. Fasilitas sosial dan fasilitas umum adalah fasilitas penunjang lingkungan yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya, yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/kota dan/atau swasta, mencakup fasilitas perbelanjaan/pasar, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas rekreasi dan olah raga, ruang hijau kabupaten/kota, tempat pembuangan akhir, tempat pengelolaan sampah dan limbah, pemakaman umum, musium, gedung seni-budaya dan lain-lain;

h. Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah GSJ yang ditetapkan dalam rencana kabupaten/kota;

i. Garis Sempadan Jalan (GSJ) adalah garis rencana jalan yang ditetapkan dalam rencana kabupaten/kota;

j. Intensitas ruang adalah besaran ruang untuk fungsi tertentu yang ditentukan berdasarkan pengaturan koefisien lantai bangunan, koefisien dasar bangunan dan ketinggian bangunan tiap bagian kawasan kabupaten/kota sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan kabupaten/kota;

k. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

l. Kabupaten/kota adalah wilayah otonomi daerah yang dikepalai oleh Bupati/Walikota, yang merupakan bagian langsung dari wilayah provinsi dan terdiri atas beberapa kecamatan;

m. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya; n. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk

dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan;

o. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan;

p. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi;

q. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan;

r. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan antara luas lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun terhadap luas lahan perencanaan yang dikuasai;

s. Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas lahan perencanaan yang dikuasai;

t. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai seluruh bangunan yang dapat dibangun dan luas lahan perencanaan yang dikuasai;

Page 3: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

3

u. Koefisien Tapak Besmen (KTB) adalah angka persentase perbandingan antara luas tapak besmen dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang;

v. Lingkungan adalah bagian dari wilayah kabupaten/kota yang merupakan kesatuan ruang untuk suatu kehidupan dan penghidupan tertentu dalam suatu sistem pengembangan kabupaten/kota secara keseluruhan;

w. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain;

x. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum;

y. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang penataan ruang;

z. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya;

aa. Pemerintah daerah adalah Bupati/walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah;

bb. Pemerintah pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

cc. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;

dd. Pengaturan zonasi adalah ketentuan tentang persyaratan pemanfaatan ruang sektoral dan ketentuan persyaratan pemanfaatan ruang untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang;

ee. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang; ff. Penggunaan lahan adalah fungsi dominan dengan ketentuan khusus yang ditetapkan

pada suatu kawasan, blok peruntukan, dan/atau persil; gg. Peran masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak

dan keinginan sendiri di tengah masyarakat sesuai dengan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan penataan ruang;

hh. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang;

ii. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang;

jj. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkabupaten/kotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal dan tempat kegiatan yang mendukung penghidupan dan kehidupan;

kk. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan;

ll. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budi daya;

mm. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya;

nn. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang; oo. Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota adalah rencana tata ruang yang

memuat kebijakan dan penetapan Pemerintahan Kabupaten/kota mengenai lokasi kawasan-kawasan yang harus dilindungi di wilayah darat dan/atau wilayah laut, lokasi pengembangan kawasan budidaya, termasuk di dalamnya kawasan-kawasan produksi dan kawasan permukiman, sistem prasarana transportasi, fasilitas dan utilitas umum,

Page 4: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

4

serta kawasan-kawasan di wilayah darat dan wilayah laut yang diprioritaskan pengembangannya dalam kurun waktu rencana;

pp. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya;

qq. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan;

rr. Ruang manfaat jalan (Rumaja) adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya;

ss. Ruang milik jalan (Rumija) adalah ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu diluar ruang manfaat jalan;

tt. Ruang pengawasan jalan (Ruwasja) adalah ruang tertentu diluar ruang milik jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggaraan jalan;

uu. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam;

vv. Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) adalah ruang-ruang dalam kabupaten/kota dalam bentuk area/kawasan maupun memanjang/jalur yang menampung kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat kabupaten/kota dan tidak didominasi tanaman;

ww. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan di atas 245kV;

xx. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan di atas 35 kV sampai dengan 245 kV;

yy. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional;

zz. Utilitas umum adalah kelengkapan sarana pelayanan lingkungan yang memungkinkan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya, mencakup sistem penyediaan air bersih, sistem drainase air hujan, sistem pembuangan limbah, sistem persampahan, sistem penyediaan energi listrik, sistem jaringan gas, sistem telekomunikasi dan lain-lain;

aaa. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional;

bbb. Wilayah perencanaan adalah bagian dari kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis kabupaten/kota yang akan/perlu disusun rencana rincinya dalam hal ini RDTR kabupaten/kota sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW kabupaten/kota yang bersangkutan.

ccc. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik spesifik; ddd. Zonasi adalah pembagian kawasan ke dalam beberapa zona sesuai dengan fungsi

dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain.

Page 5: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

5

1.5 Acuan Normatif Pedoman ini disusun berdasarkan: a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria; b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumberdaya Alam dan Hayati; c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman; d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar

Budaya; e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi; f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; g. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan

Negara; h. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan; i. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung; j. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air; k. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan; l. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; m. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan; n. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian; o. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; p. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil; q. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; r. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah; s. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; t. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan; u. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan; v. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; w. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup; x. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai; y. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan

Jalan; z. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

dan Lalu Lintas Jalan; aa. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan

Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang;

bb. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;

cc. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;

dd. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah;

ee. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom;

Page 6: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

6

ff. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;

gg. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan;

hh. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah;

ii. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

jj. Peraturan Pemeritah Republik Indonesia Nomor 60 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;

kk. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol; ll. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi; mm. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan; nn. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional; oo. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sumber Daya Air; pp. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009 tentang

Kepelabuhanan; qq. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang; rr. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang

Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman wisata Alam;

ss. Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengelolaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum;

tt. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; uu. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah bagi

Kawasan Industri; vv. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; ww. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang

Pertanahan; xx. Keputusan Presiden Nomor 4 tahun 2009 tentang Koordinasi Penataan Ruang

Nasional. 1.6 Kedudukan RDTR Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum Nomor: 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Permen Pekerjaan Umum Nomor: 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, rencana umum tata ruang (RUTR) merupakan perangkat penataan ruang wilayah yang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif, yang dalam operasionalisasinya memerlukan rencana rinci tata ruang. Dalam operasionalisasi tersebut, rencana rinci tata ruang dilengkapi dengan peraturan zonasi sebagai salah satu perangkat pengendalian pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai rencana tata ruang. RTR kawasan strategis kabupaten/kota dapat merupakan rencana tata ruang yang setara dengan RDTR atau lebih rinci dari RDTR kabupaten/kota. Pada umumnya dalam pengembangan wilayah didasarkan oleh rencana spasial dalam bentuk RTRW dan rencana pembangunan yang berbentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan rencana tahunan.

Page 7: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

7

Kedudukan RDTR kabupaten/kota dalam sistem penataan ruang dan sistem perencanaan pembangunan dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut:

Gambar 1.1 Kedudukan RDTR Kabupaten/Kota dalam Sistem Penataan Ruang dan

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional RDTR merupakan penjabaran dari RTRW pada suatu kawasan terbatas, ke dalam rencana pengaturan pemanfaatan yang memiliki dimensi fisik mengikat dan bersifat operasional. RDTR berfungsi sebagai instrumen perwujudan ruang khususnya sebagai acuan dalam pemberian advise planning dalam pengaturan bangunan setempat dan RTBL.

1.7 Fungsi dan Manfaat RDTR Fungsi RDTR kabupaten/kota adalah sebagai: a. acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang kabupaten/kota; b. acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten/kota; c. acuan dalam penerbitan izin lokasi pembangunan dan izin pelaksanaan pembangunan; d. acuan dalam penyusunan dan sinkronisasi program pembangunan sektoral dan daerah; e. dasar penetapan lokasi investasi oleh pemerintah dan swasta atau masyarakat; f. acuan dalam penyusunan peraturan zonasi; g. acuan dalam penyusunan RTBL; h. acuan dalam administrasi pertanahan; dan i. kendali mutu produk RDTR kabupaten/kota.

Manfaat RDTR kabupaten/kota adalah sebagai: a. arahan lokasi dari berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi maupun

lingkungan permukiman dengan karakteristik tertentu; b. alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan

pembangunan fisik kabupaten/kota baik yang dilaksanakan oleh instansi vertikal di daerah, pemerintah daerah, swasta maupun masyarakat;

RENCANA PEMBANGUNAN

RENCANA UMUM TATA RUANG

RENCANA RINCI TATA RUANG

RPJP Nasional

RPJM Nasional

RPJP Provinsi

RPJM Provinsi

RPJP Kabupaten/Kota

RPJP Kabupaten/Kota

RTRW Nasional

RTRW Provinsi

RTRW Kabupaten

RTR Pulau

RTR Kawasan Strategis Nasional

RTR Kawasan Strategis Provinsi

RDTR Kabupaten

RTR Kawasan StrategisKabupaten

RTRW KotaRDTR Kota

RTR Kawasan Strategis Kota

Page 8: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

8

c. upaya penetapan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian-bagian wilayah sesuai dengan fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan

d. dasar bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program penanganan dan pengembangan kawasan dan lingkungan, yaitu RTBL atau rencana lain yang sejenis.

Page 9: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

9

BAB II MATERI RDTR KABUPATEN/KOTA

2.1 Lingkup Wilayah RDTR Kabupaten/kota a. Lingkup wilayah RDTR kabupaten berupa:

1) kawasan strategis kabupaten yang perlu disusun rencana detail tata ruang-nya; dan/atau

2) kawasan perkotaan yang terdapat dalam wilayah kabupaten.

Lingkup wilayah RDTR kabupaten dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Lingkup Wilayah RDTR Kabupaten

a

KABUPATEN X

Kawasan Strategis

b Kawasan

Perkotaan

Kecamatan A

KABUPATEN X

Kecamatan B

Kecamatan C

Kecamatan D

Kecamatan A

Kecamatan B

Kecamatan C

Kecamatan D

Page 10: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

10

b. Lingkup wilayah RDTR kota dapat ditetapkan berdasarkan:

1) batas administrasi: a) kecamatan; atau b) seluruh wilayah kota. Lingkup wilayah RDTR kota berdasarkan batas administrasi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Lingkup Wilayah RDTR Kota Berdasarkan Batas Administrasi

2) fungsi kawasan: a) bagian dari wilayah kota; atau b) kawasan strategis kota.

Lingkup wilayah RDTR kota berdasarkan fungsi kawasan dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Kecamatan A

Kecamatan D

Kecamatan B

Kecamatan C

Kecamatan a

KOTA X

KOTA Y

Seluruh Wilayah

Kota b

Page 11: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

11

Gambar 2.3 Lingkup Wilayah RDTR Kota Berdasarkan Fungsi Kawasan

2.2 Masa Berlaku RDTR RDTR berlaku dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. RDTR dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. Peninjauan kembali RDTR kabupaten/kota dapat dilakukan kurang dari 5 (lima) tahun jika: a. terjadi perubahan RTRW kabupaten/kota terkait dengan perubahan kebijakan dan

strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang wilayah; dan b. terjadi dinamika internal yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara mendasar

antara lain berkaitan dengan bencana alam skala besar dan pemekaran wilayah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, sehingga RTRW kabupaten/kota juga perlu ditinjau kembali. Peninjauan dalam kasus ini tetap harus memperhatikan RTRW kabupaten/kota.

BWK II

IV

A X

KOTA X

Kws Strategis 1

Kws Strategis 2

a Bagian dari

Wilayah Kota (BWK)

bKawasan Strategis

BWK IV

BWK III

BWK I

Page 12: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

12

Jika RTRW baru sudah diperdakan, maka RDTR tidak berlaku lagi atau perlu disusun RDTR baru sesuai RTRW baru tersebut.

Peninjauan kembali dan revisi RDTR kabupaten/kota dilakukan bukan untuk pemutihan terhadap penyimpangan pemanfaatan ruang. 2.3 Jangka Waktu Penyusunan RDTR RDTR kabupaten/kota disusun selama jangka waktu minimal 10 (sepuluh) bulan dan maksimal 18 (delapan belas) bulan. Jangka waktu proses penetapan tidak diatur dalam pedoman penyusunan RDTR ini. RDTR harus sudah ditetapkan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak penetapan RTRW kabupaten/kota. 2.4 Muatan RDTR Kabupaten/Kota Muatan yang diatur dalam RDTR kabupaten/kota meliputi: a. Tujuan Tujuan penataan ruang merupakan nilai, kualitas, dan kinerja yang akan dicapai untuk

merealisasikan kebijakan dan strategi operasional penataan ruang yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota untuk wilayah perencanaan tersebut.

Dalam merumuskan tujuan penataan ruang wilayah perencanaan, keseimbangan dan

keserasian antar bagian-bagian dari wilayah kabupaten/kota menjadi pertimbangan yang sangat penting untuk mewujudkan tujuan RTRW kabupaten/kota. Tujuan penataan ruang wilayah perencanaan di wilayah kabupaten maupun kota berfungsi: 1) sebagai arah perwujudan ruang; 2) sebagai dasar untuk memformulasikan kebijakan dan strategi operasional penataan

ruang; 3) memberikan arah bagi penyusunan program pembangunan; dan 4) sebagai dasar penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.

Perumusan tujuan penataan ruang wilayah perencanaan didasarkan pada tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang RTRW kabupaten/kota, karakteristik, serta isu strategis pada wilayah perencanaan tersebut. Tujuan penataan ruang wilayah perencanaan dirumuskan dengan kriteria: 1) mempertimbangkan fungsi dan peran wilayah perencanaan; 2) tidak bertentangan dengan tujuan penataan ruang wilayah kabupaten/kota yang

bersangkutan; 3) jelas dan dapat dicapai sesuai jangka waktu perencanaan; 4) mempertimbangkan potensi investasi; 5) mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan; 6) mempertimbangkan kesiapan dan peran masyarakat untuk turut serta dalam

pembangunan; dan 7) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Page 13: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

13

b. Kebijakan Kebijakan penataan ruang merupakan arah tindakan yang ditetapkan untuk mencapai

tujuan penataan ruang bagi wilayah perencanaan yang tidak terlepas dalam suatu sistem perkotaan.

Apabila kebijakan RTRW kabupaten/kota tidak secara spesifik ditujukan untuk wilayah perencanaan, maka perlu disusun kebijakan tersendiri dengan tetap mengacu pada tujuan wilayah kabupaten/kota dalam RTRW maupun tujuan penataan ruang wilayah perencanaan.

1) Kebijakan penataan ruang wilayah perencanaan ini berfungsi sebagai:

a) dasar untuk merumuskan strategi penataan ruang di wilayah perencanaan; b) dasar untuk merumuskan rencana struktur dan rencana pola ruang di wilayah

perencanaan; c) arah bagi penyusunan program utama dalam RDTR kabupaten/kota; dan d) dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.

2) Kebijakan penataan ruang wilayah perencanaan dirumuskan berdasarkan:

a) tujuan, karakteristik, kapasitas sumber daya di wilayah perencanaan; dan b) ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3) Kebijakan penataan ruang wilayah perencanaan dirumuskan dengan kriteria:

a) mengakomodasi kebijakan penataan ruang dalam RTRW kabupaten/kota yang berlaku pada wilayah perencanaan bersangkutan;

b) jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan; c) mampu menjawab isu-isu strategis dan permasalahan; dan d) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Strategi

Strategi penataan ruang merupakan penjabaran setiap kebijakan penataan ruang wilayah perencanaan ke dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan di wilayah perencanaan. 1) Strategi penataan ruang wilayah perencanaan berfungsi sebagai:

a) dasar untuk penyusunan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang di wilayah perencanaan;

b) arah dalam penyusunan program pembangunan; dan c) dasar penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.

Strategi penataan ruang wilayah perencanaan dirumuskan berdasarkan kebijakan, kapasitas sumber daya, daya dukung wilayah perencanaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Strategi penataan ruang wilayah perencanaan dirumuskan dengan kriteria:

a) memiliki kaitan logis dengan kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten/kota, bagian dari wilayah kabupaten/kota lainnya, dan kawasan strategis yang berada di kabupaten/kota tersebut;

b) tidak bertentangan dengan tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten/kota yang tertuang dalam RTRW kabupaten/kota;

c) jelas dan dapat dilaksanakan dalam jangka waktu perencanaan secara efisien dan efektif;

Page 14: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

14

d) harus dapat dijabarkan secara keruangan dalam rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah perencanaan; dan

e) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. d. Rencana Struktur Ruang

Rencana struktur ruang dalam RDTR kabupaten/kota merupakan pendetailan dari rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota yang direncanakan berdasarkan kebutuhan dan skala pelayanan fungsi kawasan pada wilayah perencanaan menurut lokasi dan jenisnya. 1) Rencana struktur ruang wilayah perencanaan berfungsi sebagai:

a) pembentuk sistem pelayanan dan pergerakan di dalam wilayah perencanaan; b) dasar perletakan jaringan dan rencana pembangunan prasarana, sarana, dan

utilitas dalam wilayah perencanaan sesuai dengan fungsi pelayanannya; dan c) dasar rencana sistem pergerakan dan aksesibilitas lingkungan dalam RTBL dan

sejenisnya. 2) Rencana struktur ruang wilayah perencanaan dirumuskan berdasarkan:

a) rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota dalam RTRW kabupaten/kota; b) kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah perencanaan di kabupaten/kota; c) kebutuhan pelayanan dan pengembangan bagi wilayah perencanaan; d) analisis daya dukung prasarana dan utilitas serta daya tampung lingkungan

hidup; e) analisis sistem pelayanan dan pergerakan sesuai fungsi dan peran kawasan di

wilayah perencanaan; dan f) ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

3) Rencana struktur ruang wilayah perencanaan merupakan subsistem yang terintegrasi dengan sistem di dalam wilayah kabupaten/kota secara keseluruhan yang dirumuskan dengan kriteria:

a) memperhatikan rencana struktur ruang bagian dari wilayah kabupaten/kota

lainnya atau wilayah administrasi kabupaten/kota sekitarnya yang berbatasan; b) menjamin keterpaduan dan prioritas pelaksanaan pembangunan prasarana,

sarana, dan utilitas dalam jangka waktu perencanaan pada wilayah perencanaan;

c) mengakomodasi kebutuhan pelayanan prasarana, sarana, dan utilitas wilayah perencanaan yang saling terkait menjadi satu kesatuan sistem; dan

d) mengakomodasi kebutuhan fungsi dan peran pelayanan kawasan di dalam struktur ruang wilayah perencanaan yang saling terkait menjadi satu kesatuan sistem.

4) Rencana struktur ruang wilayah perencanaan diwujudkan dalam:

a) Rencana Sistem Pusat Pelayanan Rencana sistem pusat-pusat pelayanan wilayah kota/kawasan perkotaan tergantung delineasi wilayah perencanaan, sehingga dapat berupa: (1) pusat pelayanan kawasan perkotaan/kota

Pusat pelayanan kawasan perkotaan/kota adalah pusat pelayanan ekonomi (perdagangan/jasa, perindustrian), sosial (kesehatan, pendidikan, peribadatan), dan/atau administrasi (perkantoran/pemerintahan) yang melayani seluruh wilayah kabupaten/kota dan/atau regional. Sistem pusat pelayanan ini muncul dalam rencana struktur ruang apabila RTRW

Page 15: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

15

kabupaten/kota menempatkan sistem pusat pelayanan tersebut dalam wilayah perencanaan.

(2) subpusat pelayanan kawasan perkotaan/kota Subpusat pelayanan kawasan perkotaan/kota adalah pusat pelayanan ekonomi (perdagangan/jasa, perindustrian), sosial (kesehatan, pendidikan, peribadatan), dan/atau administrasi (perkantoran/pemerintahan) yang melayani bagian dari wilayah kabupaten/kota.

(3) pusat lingkungan

Pusat lingkungan adalah pusat pelayanan ekonomi (perdagangan/jasa, perindustrian), sosial (kesehatan, pendidikan, peribadatan), dan/atau administrasi (perkantoran/pemerintahan) lingkungan bagian dari wilayah kabupaten/kota.

Sistem pusat-pusat pelayanan tersebut memuat:

(1) rencana persebaran penduduk, meliputi:

(a) distribusi kepadatan penduduk per blok perencanaan. (b) daya tampung dan daya dukung blok perencanaan.

(2) rencana sistem pelayanan dan skala pelayanan. Tingkat kedalaman materi yang diatur dalam rencana ini adalah distribusi pusat-pusat pelayanan kegiatan kawasan perkotaan/kota yang dirinci hingga pusat pelayanan lingkungan permukiman yang berada dalam wilayah perencanaan.

Sistem pusat-pusat pelayanan untuk RDTR kabupaten baik untuk kawasan perkotaan maupun kawasan strategis, mengikuti sistem pusat-pusat pelayanan yang ada dalam RTRW kabupaten tersebut. Apabila wilayah perencanaan melebihi satu wilayah administrasi (kecamatan), maka perlu penetapan pusat-pusat pelayanan baru sebagai pembentuk struktur ruang kawasan perkotaan atau kawasan strategis tersebut. Untuk sistem pusat-pusat pelayanan pada wilayah perencanaan RDTR kota mengikuti sistem pusat pelayanan yang ada di dalam RTRW kota.

Rencana sistem pelayanan dan skala pelayanan kota, dirumuskan berdasarkan kriteria: (1) Mengikuti struktur RTRW yang ada di kota; (2) Menyesuaikan dengan pusat-pusat pelayanan yang ada di wilayah

perencanaan tersebut.

b) Rencana Sistem Jaringan Pergerakan Materi yang diatur dalam rencana sistem jaringan pergerakan dalam RDTR meliputi rencana yang mengatur sistem jaringan jalan, angkutan kereta api, angkutan laut, angkutan sungai, danau dan penyeberangan, angkutan udara, dan prasarana penunjangnya.

Pengelompokan materi yang diatur dalam rencana sistem jaringan pergerakan adalah sebagai berikut:

Page 16: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

16

(1) sistem jaringan jalan meliputi seluruh sistem primer (arteri, kolektor, lokal, lingkungan) dan jaringan sekunder (arteri, kolektor, lokal, lingkungan), yang terdiri dari: (a) sistem jaringan jalan tol yang melalui kawasan perkotaan/kota

termasuk gerbang (masuk dan keluar) tol; (b) sistem jaringan jalan arteri primer dan arteri sekunder; (c) sistem jaringan jalan kolektor primer dan kolektor sekunder; (d) sistem jaringan jalan lokal primer dan lokal sekunder; (e) sistem jaringan jalan lingkungan primer dan lingkungan sekunder; (f) ketentuan jumlah lajur dan bagian-bagian jalan (ruang manfaat jalan,

ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan); (g) terminal barang dan terminal orang/penumpang sesuai ketentuan yang

berlaku (terminal tipe A, B dan C hingga pangkalan angkutan umum); (h) halte dan tempat pemberhentian moda transportasi umum; dan (i) parkir.

(2) sistem jaringan jalur pejalan kaki dan jalur sepeda, meliputi:

(a) pola sirkulasi pejalan kaki dan jenis ruang pejalan kaki; dan (b) pola sirkulasi sepeda.

(3) sistem jaringan kereta api, meliputi:

(a) sistem jaringan/jalur kereta api antar kota; (b) sistem jaringan/jalur kereta api komuter (MRT); (c) sistem jaringan kereta ringan (light rail); (d) stasiun kereta api; dan (e) sarana pendukungnya (depo atau balai jasa).

(4) angkutan sungai, danau, dan penyeberangan, meliputi:

(a) terminal angkutan sungai, danau dan penyeberangan; (b) jalur pelayaran sungai; (c) dermaga.

(5) angkutan laut, meliputi:

(a) pelabuhan laut: (b) dermaga; (c) terminal; dan (d) fasilitas penunjang lainnya.

(6) angkutan udara, mencakup rencana pembangunan dan pengembangan bandar udara dengan mempertimbangkan fungsi jaringan transportasi udara sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Rencana pembangunan dan pengembangan ini dapat berupa bandar udara pusat penyebaran primer, pusat penyebaran sekunder, dan pusat penyebaran tersier beserta sarana pendukungnya dengan mempertimbangkan:

(a) lapangan terbang; (b) ruang udara di sekitar bandar udara yang ditetapkan sebagai jalur

penerbangan sesuai ketentuan yang berlaku; (c) bandar udara berada di wilayah perencanaan;

Page 17: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

17

(d) ruang udara di atas bandara yang dipergunakan langsung untuk kegiatan bandar udara (ketentuan keselamatan yang ditetapkan dalam Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP)). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.4;

(e) Ruang udara di atas bandara tersebut digambarkan ke dalam zona-zona sebagai berikut:

i. zona permukaan horisontal dalam; ii. zona permukaan pendekatan dan lepas landas; dan iii. zona permukaan horisontal luar.

(f) penentuan KKOP mengikuti ketentuan dalam Kepmen Perhubungan

Nomor KM 49 Tahun 2000; dan (g) ketentuan-ketentuan untuk masing-masing zona sesuai KKOP tersebut

digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan ketentuan dalam tata guna lahan dan zonasi.

Page 18: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

18

Gambar 2.4

Aturan KKOP

c) Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Rencana sistem jaringan prasarana lainnya meliputi sistem jaringan prasarana yang membentuk struktur ruang di wilayah perencanaan selain sistem jaringan pergerakan. Kedalaman materi yang diatur dalam rencana ini mencakup:

(1) rencana pengembangan sistem jaringan energi/kelistrikan, meliputi:

(a) pembangkit listrik (skala besar maupun mikro) di wilayah perencanaan; (b) penjabaran jaringan pipa minyak dan gas bumi, dalam bagian dari wilayah

kabupaten/kota (jika ada); (c) penjabaran jaringan transmisi tenaga listrik SUTUT, SUTET, dan SUTT

dalam bagian wilayah kabupaten/kota (jika ada);

Page 19: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

19

(d) kebutuhan penyediaan listrik (tegangan menengah hingga gardu distribusi), termasuk penyediaan: i. bangunan pembangkit; ii. gardu induk tegangan ekstra tinggi; iii. gardu induk; dan iv. gardu distribusi.

(e) jalur-jalur distribusi energi kelistrikan, gardu induk distribusi, dan sistem

distribusi; dan (f) rencana sistem alternatif sumber daya lainnya seperti migas, panas bumi,

dan tenaga surya, termasuk:

i. pabrik gas; ii. seluruh jaringan gas.

(2) rencana sistem jaringan telekomunikasi, meliputi:

(a) rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi berupa jaringan

telepon fixed line dan lokasi pusat automatisasi sambungan telepon; (b) kebutuhan penyediaan telekomunikasi (hingga jaringan kabel sekunder),

termasuk penyediaan:

i. stasiun telepon otomat; ii. rumah kabel dan kabupaten/kotak pembagi; iii. jaringan kabel sekunder; iv. jaringan telepon seluler; dan v. stasiun transmisi tv-kabel.

(c) rencana sistem saluran telepon seperti sistem saluran telepon otomat,

rumah kabel dan kabupaten/kotak pembagi, jaringan kabel sekunder; (d) rencana sistem televisi kabel seperti stasiun transmisi dan jaringan kabel

distribusi; (e) infrastruktur telepon nirkabel berupa lokasi menara telekomunikasi termasuk

menara Base Transceiver Station (BTS); dan (f) rencana peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi di wilayah

perencanaan.

(3) rencana sistem jaringan sumber daya air, meliputi:

(a) sistem jaringan sumber daya air lintas negara, lintas provinsi, dan lintas kabupaten/kabupaten/kota yang berada pada wilayah perencanaan;

(b) wilayah sungai di wilayah perencanaan, termasuk waduk, situ, dan embung pada wilayah perencanaan;

(c) sistem jaringan irigasi yang berfungsi mendukung kegiatan pertanian di wilayah perencanaan (jika ada);

(d) sistem jaringan air baku untuk air bersih dan mata air, terdiri atas:

i. bangunan pengambil air baku; ii. seluruh pipa transmisi air baku instalasi produksi; iii. seluruh pipa transmisi air bersih; iv. bak penampung; dan v. hingga pipa distribusi sekunder/distribusi hingga blok peruntukan.

(e) sistem distribusi air bersih; dan (f) sistem pengendalian banjir di wilayah perencanaan.

Page 20: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

20

(4) rencana infrastruktur wilayah perencanaan, meliputi: (a) rencana kebutuhan dan sistem penyediaan air minum, terdiri atas:

i. volume air minum yang dibutuhkan; ii. sistem penyediaan air minum bagian dari wilayah kabupaten/kota

mencakup sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan;

iii. bangunan pengambil air baku; iv. seluruh pipa transmisi air baku instalasi produksi; v. seluruh pipa transmisi air minum; vi. bak penampung; dan vii. pipa distribusi sekunder/distribusi hingga blok peruntukan.

(b) rencana kebutuhan penyediaan sistem penanganan dan pengelolaan air

kotor/limbah, terdiri atas:

i. sistem air pembuangan yang terdiri atas sistem pembuangan air limbah (sewage) termasuk sistem pengolahan berupa instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan sistem pembuangan air buangan rumah tangga (sewerage) baik individual maupun komunal;

ii. seluruh saluran pembuangan; iii. bangunan pengolahan; iv. waduk/bak penampungan; dan v. instalasi tambahan untuk air limbah yang mengandung B3. Instalasi ini

digunakan untuk membersihkan air limbah tersebut sebelum masuk ke jaringan air buangan di wilayah perencanaan.

(c) rencana kebutuhan dan sistem persampahan, terdiri atas:

i. kebutuhan penyediaan sistem penanganan dan pengelolaan sampah; ii. tempat penampungan sampah sementara (TPS komunal); iii. tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) jika ada pada wilayah

perencanaan serta bangunan pengolahan sampah; dan iv. sistem pembuangan dan pengelolaan persampahan di wilayah

perencanaan.

(d) rencana kebutuhan dan sistem drainase, terdiri atas:

i. kebutuhan penyediaan sistem drainase; ii. rencana jaringan primer, sekunder, dan tersier yang berfungsi untuk

mengalirkan limpasan air hujan (storm water) dan air permukaan lainnya untuk menghindari genangan air di wilayah perencanaan; dan

iii. waduk atau kolam penampungan (jika ada) serta kriteria teknisnya.

(e) rencana jalur evakuasi bencana i. jalur evakuasi bencana (escape way) untuk skala kabupaten/kota,

kawasan, maupun lingkungan dan direncanakan untuk segala jenis bencana yang mungkin terjadi;

ii. jalur evakuasi bencana dapat dengan memanfaatkan jaringan jalan yang sudah ada dengan memperhatikan kapasitas jalan.

(5) penyediaan prasarana dan sarana lainnya.

Prasarana dan sarana lainnya dapat direncanakan melalui penyediaan dan pemanfaatannya disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan wilayah perencanaan.

Page 21: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

21

Rencana struktur ruang di wilayah perencanaan digambarkan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) peta rencana struktur ruang memuat:

a) sistem pusat-pusat pelayanan (pusat pelayanan kawasan perkotaan/kota, sub-

pusat pelayanan kawasan perkotaan/kota, dan pusat pelayanan lingkungan kawasan perkotaan/kota) dan sistem prasarana harus digambarkan pada satu lembar peta wilayah perencanaan secara utuh;

b) jaringan jalan yang berada dalam wilayah perencanaan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dan jalan primer hingga sekunder yang melalui wilayah perencanaan;

c) sistem prasarana wilayah lainnya digambarkan pada satu lembar peta wilayah perencanaan secara utuh dan dapat digambarkan masing-masing pada peta tersendiri; dan

d) sistem jaringan prasarana jalan harus digambarkan mengikuti terase jalan yang sebenarnya.

2) rencana struktur ruang wilayah perencanaan digambarkan dengan ketelitian peta skala minimum 1:5.000 dan untuk wilayah perencanaan yang memiliki wilayah pesisir dan laut dbapat dilengkapi dengan peta batimetri yang menggambarkan kontur laut; dan

3) penggambaran peta rencana struktur ruang bagian dari wilayah kabupaten/kota harus mengikuti peraturan perundangan-undangan terkait pemetaan rencana tata ruang sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografis yang ditentukan oleh instansi yang berwenang dan mengikuti peraturan perundangan-undangan terkait lainnya.

Ilustrasi peta rencana struktur ruang di wilayah perencanaan dapat dilihat pada Gambar 2.5, Gambar 2.6, Gambar 2.7, Gambar 2.8, Gambar 2.9, Gambar 2.10.

Page 22: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

0

Gambar 2.5 Ilustrasi Peta Struktur Ruang RDTR

Ilus

Page 23: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

1

Gambar 2.6 Ilustrasi Peta Rencana Jaringan Jalan

Page 24: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

2

Gambar 2.7 Ilustrasi Peta Rencana Jaringan Air Bersih

Page 25: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

3

Gambar 2.8 Ilustrasi Peta Rencana Jaringan Air Limbah

Page 26: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

4

Gambar 2.9 Ilustrasi Peta Rencana Jaringan Listrik

Page 27: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

5

Gambar 2.10 Ilustrasi Peta Rencana Sistem Persampahan

Page 28: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

0

e. Rencana Pola Ruang Rencana pola ruang merupakan rencana distribusi peruntukan ruang dalam wilayah perencanaan yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budi daya. 1) Rencana pola ruang berfungsi:

(1) sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat

serta kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah perencanaan; (2) sebagai pendetailan pola ruang dalam RTRW kabupaten/kota dengan

memperhatikan keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang; (3) sebagai dasar penyusunan program jangka menengah lima tahunan untuk 20

(dua puluh) tahun; dan (4) sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan ruang.

2) Rencana pola ruang di wilayah perencanaan dirumuskan berdasarkan:

a) kebijakan dan strategi penataan ruang; b) daya dukung prasarana dan utilitas dalam blok dan daya tampung lingkungan

hidup wilayah perencanaan dimaksud; c) kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan

lingkungan; dan d) ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

3) Rencana pola ruang di wilayah perencanaan dirumuskan dengan kriteria:

a) merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota; b) memperhatikan rencana pola ruang bagian wilayah yang berbatasan; c) memperhatikan mitigasi bencana pada wilayah perencanaan; d) memperhatikan kepentingan pertahanan dan keamanan dalam wilayah

perencanaan; e) menyediakan RTH minimal 30% (20% RTH publik dan 10% RTH privat) dari

luas wilayah perencanaan; f) menyediakan RTNH untuk menampung kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi

masyarakat kabupaten/kota; g) menyediakan ruang untuk kegiatan sektor informal; h) menyediakan ruang untuk evakuasi bencana berupa tempat evakuasi awal

(melting point) dan tempat evakuasi akhir baik dalam skala kabupaten/kota, sub bagian wilayah kabupaten/kota, maupun lingkungan untuk segala jenis bencana yang mungkin terjadi; dan

i) dapat diwujudkan dalam jangka waktu perencanaan sesuai kondisi wilayah perencanaan.

4) Rencana pola ruang di wilayah perencanaan memuat: a) Klasifikasi dan kode jenis pola ruang (dalam peraturan zonasi disebut

sebagai kode zona) untuk kawasan lindung dan budidaya sebagai dasar penyusunan peraturan zonasi.

Pemilihan kode jenis pola ruang atau kode zona didasarkan pada pertimbangan kemudahan identitas jenis guna lahan dan sinergi dengan kode zona dalam ketentuan umum peraturan zonasi dalam RTRW kabupaten/kota.

Pembagian zona terdiri dari perumahan, komersial, industri, fasilitas pelayanan, kawasan khusus, pertanian, pariwisata, transportasi (pelabuhan, bandara), RTH-RTNH, campuran, kawasan hutan dan kawasan lindung.

Page 29: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

1

Untuk wilayah kabupaten, pembagian zona disusun dengan rentang kodefikasi yang lebih luas dan berbeda dengan wilayah kota mengingat di kawasan perkotaan tersebut masih terdapat wilayah yang bersifat perdesaan.

Contoh daftar klasifikasi guna lahan/zona/pola ruang dan kode zonanya dapat

dilihat pada Lampiran 1.

b) Pendelineasian berdasarkan hirarki ruang Pendelineasian berdasarkan hirarki ruang meliputi: (1) pendelineasian untuk skala kawasan dalam wilayah perencanaan,

dilakukan dengan mempertimbangkan: (a) morfologi kawasan terdelineasi; (b) keserasian dan keterpaduan fungsi kawasan lainnya; dan/atau (c) jangkauan dan batasan pelayanan untuk keseluruhan bagian dari

wilayah kabupaten/kota atau kawasan yang terdelineasi.

(2) pendelineasian untuk skala lingkungan, dilakukan dengan mempertimbangkan: (a) karakteristik lingkungan terdelineasi; dan/atau (b) pengaruh kontekstual dari kawasan dan lingkungan sekitar.

(3) Pembagian blok

Pembagian blok dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah persil lahan maksimal untuk setiap blok.

Gambar 2.11 Ilustrasi Hirarki Ruang

 

Lingkungan(terdiri atas beberapa Blok)

Blok

Kawasan I

Kawasan II

Kawasan III

RTH

Blok Blok

Blok

Blok

Blok

Blok

Blok

Blok

Blok

Blok

Blok

Lingkungan

Persil

Page 30: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

2

c) Rencana pengembangan setiap pola ruang termasuk penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum wilayah perencanaan. Rencana pengembangan tersebut meliputi rencana penyediaan untuk fasilitas perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, ibadah, ruang terbuka (RTH dan RTNH), ruang evakuasi bencana, dan ruang untuk kegiatan sektor informal, berdasarkan lokasi, jenis dan skala pelayanan, kebutuhan, dan pemanfaatan lain dari fasilitas tersebut.

d) Rencana intensitas pemanfaatan ruang blok peruntukan Rencana intensitas pemanfaatan ruang blok peruntukan, meliputi: (1) rencana KDB; (2) rencana KTB; (3) rencana KLB; (4) rencana KDH; dan (5) rencana tinggi bangunan.

Penetapan kepadatan bangunan, KDB, KTB, KLB dan KDH serta tinggi bangunan terutama didasarkan pada daya dukung fisik lahan dan daya dukung prasarana (terutama kapasitas jalan) dan utilitas wilayah perencanaan. Untuk lebih jelas, contoh penetapan tinggi bangunan berdasarkan pertimbangan sky explosure plane dan Angle of Light Obstruction (ALO) dapat dilihat pada Gambar 2.14 dan contoh perhitungan intensitas pemanfaatan ruang dapat dilihat pada Lampiran 2.

e) Rencana pola ruang wilayah perencanaan berdasarkan zona. Rencana pola ruang yang dihasilkan merupakan rencana alokasi setiap jenis guna lahan atau zona. Peta rencana pola ruang ini merupakan zoning map yang disusun dengan tingkat kedalaman materi yang sama dengan RDTR.

Ketentuan penggambaran peta rencana pola ruang adalah sebagai berikut:

1) rencana pola ruang bagian dari wilayah kabupaten/kota harus digambarkan

dengan ketelitian peta skala minimum 1:5.000 dan mengikuti ketentuan sistem informasi geografis yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang;

2) cakupan rencana pola ruang bagian wilayah kabupaten/kota meliputi ruang darat dan ruang laut dengan batasan 4 (empat) mil laut diukur dari garis pantai di wilayah kabupaten/kota atau sampai batas negara yang disepakati secara internasional apabila kabupaten/kota terkait berbatasan laut dengan negara lain;

3) rencana pola ruang bagian wilayah kabupaten/kota dapat digambarkan dalam beberapa lembar peta yang tersusun secara beraturan mengikuti indeks peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) atau mengikuti ketentuan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Untuk wilayah kabupaten/kota yang memiliki wilayah pesisir dan kelautan perlu dilengkapi dengan peta batimetri (yang menggambarkan kontur laut) skala 1:5.000;

4) penggambaran rencana pola ruang bagian wilayah kabupaten/kota harus mengikuti peraturan perundangan-undangan terkait pemetaan rencana tata ruang, antara lain memuat sistem jaringan prasarana utama dan sungai;

5) penggambaran rencana pola ruang wilayah perencanaan harus mengikuti peraturan perundang-undangan terkait pemetaan rencana tata ruang;

6) rencana pola ruang untuk ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi wilayah kabupaten/kota diatur lebih lanjut dengan pedoman tersendiri.

Page 31: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

3

Untuk lebih jelas, ilustrasi peta pola ruang RDTR (keseluruhan) dan salah satu bagiannya dapat dilihat pada Gambar 2.12 dan 2.13. Ilustrasi elemen pembentuk tata massa bangunan, ilustrasi ketentuan pembangunan dan amplop bangunan, contoh rencana tata massa bangunan yang diwujudkan dalam 3 dimensi, dan contoh ilustrasi 3 dimensi massa bangunan/amplop bangunan, dapat dilihat pada Gambar 2.15, Gambar 2.16, Gambar 2.17, dan Gambar 2.18. Sedangkan contoh resume ketentuan teknis untuk zona perumahan, komersial, industri, fasilitas pelayanan, kawasan khusus, pertanian, pariwisata, transportasi (pelabuhan, bandara), RTH-RTNH, campuran, kawasan hutan, dan kawasan lindung dapat dilihat pada Lampiran 3.

Page 32: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

4

Gambar 2.12 Ilustrasi Peta Pola Ruang RDTR (Keseluruhan)

Page 33: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

0

Gambar 2.13 Ilustrasi Peta Pola Ruang RDTR (Salah Satu Bagian-Bagian 17)

Page 34: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

34

Gambar 2.14 Contoh Penetapan Tinggi Bangunan Berdasarkan Pertimbangan Sky Explosure Plane dan

Angle of Light Obstruction (ALO)

f. Rencana Tata Massa Bangunan Rencana tata massa bangunan merupakan ilustrasi massa bangunan dalam wilayah perencanaan yang digambarkan dengan kedalaman sampai dengan skala blok. Rencana tata massa bangunan berfungsi sebagai arahan atau alat kendali untuk mengatur ketinggian bangunan dan bentuk massa bangunan. Pengaturan massa bangunan dilakukan dengan memperhatikan: 1) kualitas visual dalam mewujudkan estetika ruang; 2) pentingnya elemen pembentuk karakter dan citra ruang; 3) keseimbangan wilayah perencanaan dengan lingkungan sekitarnya; 4) keseimbangan terhadap daya dukung lingkungan; 5) kelestarian ekologis. Rencana tata massa bangunan diwujudkan melalui pengaturan amplop bangunan dalam skala blok. Komponen pembentuk amplop bangunan terdiri atas: 1) Rencana GSB.

Rencana GSB pada setiap peruntukan dan setiap penggal jalan meliputi sempadan muka bangunan, sempadan pagar, sempadan samping dan sempadan belakang.

Sempadan bangunan ditetapkan dengan mempertimbangkan aspek keselamatan, kenyamanan (perlindungan atas kebisingan, ancaman kesehatan dan keselamatan), dan penyediaan RTH minimal untuk masing-masing blok.

2) tinggi bangunan, dengan memperhatikan ketentuan tinggi bangunan maksimal dan

koefisien lantai bangunan (KLB); dan 3) sky exposure, dengan memperhatikan kebutuhan pencahayaan langsung dari sinar

matahari terhadap bangunan yang ada disekitarnya dan ruang terbuka.

A BAngle of Light Obstruction (ALO)

Page 35: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

35

Rencana amplop bangunan dalam RDTR harus mampu memberikan ilustrasi amplop bangunan pada setiap blok peruntukan.

Gambar 2.15 Elemen Pembentuk Tata Massa Bangunan

a: Ruang Milik Jalan (Rumija)b: Garis Sempadan Bangunan (GSB depan)c: kedalaman persild: Jarak Bebas Belakang (GSB belakang)e: Jarak Bebas Samping (GSB samping)f : muka persil

g: ketinggian bangunanh: luas lantai dasari: Koef isien Dasar Hijau (KDH)j: luas lantai totalk: luas persil (muka persil x kedalaman persil)

Page 36: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

36

Gambar 2.16 Ilustrasi Ketentuan Pembangunan dan Amplop Bangunan

 

X Y Z

Tinggi Bangunan Maksimal

KLB : Koefisien Lantai Bangunan

KDB : Koefisien Dasar Bangunan (%)

KETERANGAN :

12 80% 0,8

Page 37: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

37

Gambar 2.17 Contoh Rencana Tata Massa Bangunan yang Diwujudkan dalam 3 Dimensi

1

2

3

4

Page 38: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

38

Gambar 2.18 Contoh Ilustrasi 3 Dimensi Massa Bangunan/Amplop Bangunan

Pelabuhan 

Rumah susun 30 lt 

Landmark

Kapling  3 lt

Kapling 40 lt

Kapling 30 lt

Kapling 15 lt

Kapling 30 lt 

Kapling  40 lt

Kapling 20 lt

Kapling  25 lt

Landmark 

Kapling 60 lt

Kapling 30 ‐ 40 lt

Page 39: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

39

g. Penetapan Lokasi Penanganan Kawasan dan Bangunan Dalam RDTR kabupaten/kota, perlu ditetapkan bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan untuk disusun ke dalam rencana yang lebih teknis seperti RTBL, rencana revitalisasi/peremajaan, maupun rencana pembangunan yang lebih rinci lainnya (Lampiran 4). Objek penanganan bangunan meliputi: 1) bangunan hunian 2) bangunan bukan hunian, seperti:

- gardu, pos jaga; - media reklame luar ruangan; - menara telekomunikasi; - stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU); - tetenger atau tengaran (landmark); - anjungan tunai mandiri (ATM); - ruang terbuka; - jalur pejalan kaki; - dan lainnya.

Contoh rencana penanganan kawasan dan bangunan dapat dilihat pada lampiran 5.

Page 40: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

0

h. Rencana Pemanfaatan Ruang Rencana pemanfaatan ruang dalam RDTR kabupaten/kota merupakan upaya mewujudkan RDTR dalam bentuk program penataan ruang/pengembangan untuk wilayah perencanaan dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun masa perencanaan sebagaimana diatur dalam pedoman ini. 1) Rencana pemanfaatan ruang berfungsi sebagai:

a) dasar pemerintah dan masyarakat dalam pemrograman penataan ruang/pengembangan kabupaten/kota;

b) arahan untuk sektor dalam penyusunan program; c) sebagai dasar estimasi kebutuhan pembiayaan dalam jangka waktu 5 (lima)

tahunan maupun penyusunan program tahunan untuk setiap jangka 5 (lima) tahun; dan

d) sebagai acuan bagi masyarakat dalam melakukan investasi.

2) Rencana pemanfaatan ruang disusun berdasarkan:

a) rencana struktur ruang dan rencana pola ruang; b) ketersediaan sumber daya dan sumber dana pembangunan; c) kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan; dan d) prioritas pengembangan dalam wilayah perencanaan dan pentahapan rencana

pelaksanaan program sesuai dengan RPJP Daerah maupun RPJM Daerah.

3) Rencana pemanfaatan ruang disusun dengan kriteria:

a) mendukung perwujudan rencana struktur dan rencana pola ruang di wilayah perencanaan serta mendukung perwujudan pengembangan kawasan strategis kabupaten/kota;

b) mendukung program penataan ruang wilayah kabupaten/kota; c) realistis, objektif, terukur, dan dapat dilaksanakan dalam jangka waktu

perencanaan; d) konsisten dan berkesinambungan terhadap program yang disusun, baik dalam

jangka waktu tahunan maupun antarlima tahunan; dan e) terjaganya sinkronisasi antarprogram dalam satu kerangka program terpadu

pengembangan wilayah kabupaten/kota. 4) Program dalam rencana pemanfaatan ruang dalam dokumen RDTR kabupaten/kota

minimum harus memuat:

a) Program Pemanfaatan Ruang, merupakan program-program pengembangan wilayah perencanaan yang diindikasikan memiliki bobot tingkat kepentingan atau diprioritaskan untuk mewujudkan rencana struktur dan rencana pola ruang di wilayah perencanaan sesuai tujuan penataan ruang wilayah perencanaan.

Program pemanfaatan ruang ini sekurang-kurangnya memuat kelompok program sebagai berikut:

(1) program perwujudan rencana struktur di wilayah perencanaan, meliputi:

(a) perwujudan pusat pelayanan kegiatan di wilayah perencanaan; dan (b) perwujudan sistem jaringan prasarana untuk wilayah perencanaan,

yang mencakup pula sistem prasarana nasional dan wilayah/regional di dalam wilayah perencanaan: i. perwujudan sistem jaringan transportasi di wilayah perencanaan,

yang meliputi sistem prasarana transportasi darat, udara, dan air;

Page 41: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

1

ii. perwujudan sistem jaringan sumber daya air; iii. perwujudan sistem jaringan energi dan kelistrikan; iv. perwujudan sistem jaringan telekomunikasi; v. perwujudan sistem persampahan, sanitasi dan drainase; dan vi. perwujudan sistem jaringan lainnya sesuai kebutuhan wilayah

perencanaan.

(2) perwujudan rencana pola ruang di wilayah perencanaan, meliputi:

(a) perwujudan kawasan lindung atau zona lindung pada wilayah perencanaan; dan

(b) perwujudan kawasan budi daya atau zona budi daya pada wilayah perencanaan, meliputi:

i. perwujudan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum di

wilayah perencanaan; ii. perwujudan ketentuan pemanfaatan ruang untuk setiap jenis pola

ruang (zona) jika peraturan zonasi terpisah dari dokumen RDTR; iii. perwujudan intensitas pemanfaatan ruang blok peruntukan (jika

peraturan zonasi terpisah dari dokumen RDTR); dan iv. perwujudan tata massa bangunan (jika peraturan zonasi terpisah

dari dokumen RDTR).

(3) perwujudan rencana penanganan kawasan dan bangunan pada wilayah perencanaan, meliputi:

(a) perwujudan penyediaan ruang untuk sektor informal dan ketentuan

kegiatan sektor informal; (b) perwujudan penyediaan RTH publik (20%) dan RTH privat (10%); (c) perwujudan penyediaan RTNH; dan (d) perwujudan penanganan kawasan dan bangunan.

b) Lokasi, tempat dimana usulan program akan dilaksanakan. c) Besaran, merupakan perkiraan jumlah satuan masing-masing usulan program

utama pengembangan wilayah yang akan dilaksanakan. d) Sumber Pendanaan, yang dapat berasal dari APBD kabupaten/kota, APBD

provinsi, APBN, swasta, dan/atau masyarakat. e) Instansi Pelaksana, yang merupakan pihak-pihak pelaksana program utama

yang meliputi pemerintah (sesuai dengan kewenangan masing-masing pemerintahan), swasta, serta masyarakat.

f) Waktu dan Tahapan Pelaksanaan. Usulan program direncanakan dalam kurun waktu perencanaan 20 (dua puluh) tahun yang dirinci setiap 5 (lima) tahunan, sedangkan masing-masing program mempunyai durasi pelaksanaan yang bervariasi sesuai kebutuhan. Penyusunan program utama disesuaikan dengan pentahapan jangka waktu 5 tahunan RPJP Daerah Kabupaten/kota.

Matrik susunan tipikal program utama dalam RDTR kabupaten/kota, dapat dilihat pada Lampiran 6 pedoman ini.

e. Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

RDTR Kabupaten/kota merupakan dasar penyusunan RTBL dan rencana sejenis lainnya, sebagai zona-zona yang pada RDTR adalah zona yang penanganannya diprioritaskan. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang yang dimuat dalam RDTR kabupaten/kota terdiri dari:

Page 42: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

2

1) Pengaturan zonasi Pengaturan zonasi memuat ketentuan dalam bentuk narasi (zoning text) yang merujuk pada peta zonasi (zoning map), yaitu peta yang sama dengan peta pola ruang. Jika dalam waktu dekat pemerintah daerah kabupaten/kota belum akan menerbitkan ketetapan tentang peraturan zonasi, maka muatan RDTR harus memuat setidak-tidaknya ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a) Ketentuan penggunaan ruang (kegiatan) yang boleh, tidak boleh maupun

bersyarat atau terbatas pada setiap jenis peruntukan ruang/zona perumahan, komersial, industri, fasilitas (pelayanan), kawasan khusus, pertanian, pariwisata, transportasi, ruang terbuka (RTH dan RTNH), kawasan hutan. Contoh matriks pemanfaatan ruang dapat dilihat pada Lampiran 7.

b) Ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana, KKOP, dan kawasan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. Ketentuan ini terkait dengan kearifan lokal dan ketentuan teknis dari masing-masing sektor.

c) Ketentuan yang dibutuhkan untuk mengendalikan penggunaan lahan campuran dan sektor informal. Ketentuan ini untuk menjaga dan memelihara konsistensi fungsi kawasan dan zona agar tidak terganggu oleh kemungkinan adanya kegiatan lain yang muncul di dalam kawasan dan zona.

d) Ketentuan yang dibutuhkan untuk mengendalikan pertumbuhan gedung bertingkat. Ketentuan ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan terutama daya dukung lahan dan untuk menjaga kenyamanan dan estetika lingkungan.

e) Ketentuan prasarana dan sarana minimum sebagai kelengkapan dasar fisik lingkungan yang mendukung berfungsinya zona secara optimal. Ketentuan ini bertujuan untuk meminimalkan dampak eksternalitas dari pemanfaatan ruang, menjamin kelayakan fungsi/zona.

Dalam kondisi pemerintah daerah berkeinginan menyusun perda peraturan zonasi terpisah dari perda RDTR, maka muatan peraturan zonasi (zoning text) harus disusun secara lengkap sesuai dengan pedoman penyusunan peraturan zonasi. Peraturan zonasi dalam RDTR merupakan zoning map yang akan melengkapi peraturan zonasi yang berdiri sendiri tersebut (penetapannya pun terpisah). Zoning map ini yang merupakan gambaran area dimana zoning text akan diberlakukan.

Page 43: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

0

Gambar 2.19 Gambar Zoning

Page 44: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

0

2) Perizinan Perizinan merupakan pemberian izin untuk mengatur kegiatan-kegiatan yang membutuhkan ruang sebagai tempat melakukan kegiatan-kegiatan dalam skala blok yang sesuai dengan peruntukan dan ketentuan ruang dalam RDTR. Mekanisme perizinan dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang dan untuk menghambat pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Materi yang diatur dalam ketentuan perizinan pemanfaatan ruang RDTR kabupaten/kota meliputi:

a) Jenis perizinan pemanfaatan ruang yang akan diterapkan, antara lain:

- Perizinan pemanfaatan ruang dan bangunan (Izin Lokasi, Izin Peruntukan

Penggunaan Tanah/IPPT, Izin Penggunaan Bangunan/IPB); - Perizinan konstruksi (Izin Mendirikan Bangunan/IMB); - Perizinan lingkungan (Amdal, yang terdiri dari Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan, Rencana Pemantauan Lingkungan dan Rencana Pengelolaan Lingkungan; Izin Gangguan/ HO);

- Perizinan khusus (pengambilan air tanah, dan lain-lain).

b) Kelembagaan perizinan - Menjelaskan lembaga tingkat wilayah kabupaten/kota yang mengatur

tentang penerbitan izin.

c) Mekanisme (proses dan prosedur) perizinan, meliputi:

- Mekanisme administrasi, mencakup persyaratan perizinan dan koordinasi antar kelembagaan;

- mekanisme teknis terkait substansi.

d) Pengawasan dan penertiban perizinan Materi yang diatur meliputi:

(1) Mekanisme pengawasan dan penertiban. (2) Tindakan penertiban berdasarkan antara lain:

- Pemanfatan ruang yang tidak sesuai dengan fungsi ruang; - Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang tetapi intensitas

pemanfaatan ruang menyimpang; - Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang, tetapi tidak sesuai

dengan ketentuan teknis pemanfaatan ruang (intensitas, tata massa dan lain-lain);

- Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang, tetapi bentuk pemanfaatan ruang menyimpang.

3) Insentif dan Disinsentif

Ketentuan pemberian insentif merupakan ketentuan yang mengatur tentang pemberian imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang. Ketentuan pemberian insentif berfungsi sebagai: a) Perangkat untuk mendorong kegiatan dalam pemanfaatan ruang yang sesuai

dengan RDTR kabupaten/kota; dan

Page 45: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

1

b) katalisator atau pemacu perwujudan pemanfaatan ruang.

Ketentuan pemberian disinsentif merupakan ketentuan yang mengatur tentang pengenaan bentuk-bentuk kompensasi dalam pemanfaatan ruang. Ketentuan pemberian disinsentif berfungsi sebagai: a) Perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan

yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang; b) katalisator atau pemacu perwujudan pemanfaatan ruang sesuai tujuan dari

RDTR kabupaten/kota.

Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif disusun berdasarkan: a) Rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah perencanaan; b) ketentuan umum peraturan zonasi; dan c) peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. Materi yang diatur dalam ketentuan insentif dan disinsentif ini meliputi: a) Bentuk atau jenis insentif dan disinsentif baik untuk pemerintah daerah,

masyarakat umum baik perorangan, investor maupun lembaga lainnya; dan b) mekanisme pemberian dan penetapan jenis dan besaran insentif dan disinsentif.

Ketentuan ini dapat diatur secara terpisah dalam peraturan daerah wilayah kabupaten/kota.

4) Pengenaan sanksi Ketentuan pengenaan sanksi merupakan ketentuan sanksi administratif yang akan dikenakan kepada pelaku pelanggaran pemanfaatan ruang. Ketentuan sanksi berfungsi sebagai: a) Perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi

pemanfataan ruang yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi; dan

b) penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Ketentuan pengenaan sanksi administratif ditetapkan berdasarkan: a) Hasil pengawasan penataan ruang; b) tingkat simpangan implementasi rencana tata ruang dan peraturan zonasi; dan c) peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.

Materi yang diatur dalam ketentuan sanksi meliputi: a) Jenis pelanggaran pemanfaatan ruang; b) bentuk sanksi; c) kelembagaan terkait penilaian pelanggaran, penetapan dan pelaksanaan sanksi; d) mekanisme (proses dan prosedur) pengenaan sanksi, mencakup:

− mekanisme administrasi: syarat proses dan prosedur penjatuhan sanksi, pentahapan penjatuhan sanksi, dan kelembagaan;

− mekanisme teknis yang terkait evaluasi kesesuaian rencana penggunaan lahan dengan RDTR dan peraturan zonasi.

Page 46: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

2

2.5 Format Penyajian RDTR Kabupaten/kota Dokumen RDTR kabupaten/kota disajikan dalam dokumen sebagai berikut: a. Naskah Teknis RDTR kabupaten/kota yang terdiri atas:

1) Buku Data dan Analisis yang dilengkapi peta-peta; 2) Buku Rencana yang disajikan dalam format A4. Sistematika penyajian buku RDTR

kabupaten/kota dapat dilihat dalam Lampiran 8; 3) Album Peta yang disajikan dengan tingkat ketelitian skala minimal 1: 5.000 dalam

format A1 yang dilengkapi dengan data peta digital yang memenuhi ketentuan sistem informasi geografis (GIS) yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Ketentuan album peta dapat dilihat pada Lampiran 9.

b. Naskah Akademis merupakan pertanggungjawaban secara akademik mengenai perancangan perda RDTR kabupaten/kota yang mengkaji secara mendalam dasar-dasar teknis detail tata ruang kabupaten/kota, ekonomi, sosiologis, budaya, lingkungan, yuridis, dan filosofis yang akan diatur dalam perda RDTR kabupaten/kota. Penyusunan naskah akademis mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2004.

Struktur penulisan naskah akademis untuk penyusunan raperda RDTR kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 10.

c. Naskah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang RDTR kabupaten/kota, yang

terdiri atas:

1) Raperda, merupakan rumusan pasal per pasal dari buku rencana sebagaimana dimaksud pada angka 2 di atas dan disajikan dalam format A4; dan

2) Lampiran yang terdiri atas peta rencana detail struktur ruang, peta rencana detail pola ruang yang disajikan dalam format A4 atau A3, serta tabel indikasi program utama.

Page 47: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

3

BAB III PROSES DAN PROSEDUR PENYUSUNAN

RDTR KABUPATEN/KOTA Prosedur penyusunan RDTR kabupaten/kota meliputi proses penyusunan rencana, pelibatan masyarakat dan pembahasan rancangan RDTR. 3.1 Proses Penyusunan RDTR Proses penyusunan RDTR kabupaten/kota mencakup kegiatan pra persiapan penyusunan, persiapan penyusunan, pengumpulan data, pengolahan data dan perumusan konsepsi rencana. a. Pra persiapan penyusunan

Pra persiapan penyusunan rencana terdiri atas: 1) penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK); 2) metodologi yang digunakan; 3) penganggaran kegiatan penyusunan RDTR kabupaten/kota.

b. Persiapan penyusunan

Persiapan penyusunan rencana terdiri atas: 1) persiapan awal, yaitu upaya pemahaman terhadap TOR/KAK penyiapan anggaran

biaya; 2) kajian awal data sekunder, yaitu review RDTR kabupaten/kota sebelumnya dan

melakukan kajian awal RTRW kabupaten/kota dan kebijakan lainnya; 3) persiapan teknis pelaksanaan meliputi penyusunan metodologi/metode dan teknik

analisis rinci, rencana rinci dan penyiapan rencana survei. c. Pengumpulan Data

Untuk keperluan pengenalan karakteristik wilayah perencanaan dan penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah perencanaan, harus dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dapat meliputi: 1) Penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui penyebaran

angket, temu wicara, wawancara orang perorang dan lain sebagainya; 2) Pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi wilayah perencanaan secara langsung

melalui kunjungan ke semua bagian dari wilayah kabupaten/kota.

Pengumpulan data sekurang-kurangnya meliputi: 1) Data wilayah administrasi; 2) Data fisiografis; 3) Data kependudukan; 4) Data ekonomi dan keuangan; 5) Data ketersediaan prasarana dan sarana ; 6) Data peruntukan ruang; 7) Data penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan lahan; 8) Data terkait kawasan dan bangunan (kualitas, intensitas bangunan, tata massa

bangunan);

Page 48: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

4

9) Peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang dibutuhkan, penguasaan lahan, penggunaan lahan, peta peruntukan ruang, pada skala peta minimal 1:5.000.

Seperti halnya dalam penyusunan RTRW kabupaten/kota, tingkat akurasi data, sumber penyedia data, kewenangan sumber atau instansi penyedia data, tingkat kesalahan, variabel ketidakpastian, serta variabel-variabel lainnya yang mungkin ada, perlu diperhatikan dalam pengumpulan data. Data dalam bentuk data statistik dan peta, serta informasi yang dikumpulkan berupa data tahunan (time series) minimal 5 (lima) tahun terakhir dengan kedalaman data setingkat kelurahan. Dengan data berdasarkan kurun waktu tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran perubahan apa yang terjadi pada bagian dari wilayah kabupaten/kota. Jenis data yang digunakan untuk penyusunan RDTR kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 11.

d. Pengolahan Data

Pengolahan data untuk penyusunan RDTR kabupaten/kota meliputi: 1) Analisis karakteristik wilayah, meliputi:

a) kedudukan dan peran bagian dari wilayah kabupaten/kota dalam wilayah yang

lebih luas (kabupaten/kota); b) keterkaitan antarwilayah kabupaten/kota dan antara bagian dari wilayah

kabupaten/kota; c) keterkaitan antarkomponen ruang di wilayah perencanaan; d) karakteristik fisik bagian dari wilayah kabupaten/kota; e) karakteristik sosial kependudukan; f) karakteristik perekonomian; g) kemampuan keuangan daerah.

2) Analisis potensi dan masalah pengembangan wilayah perencanaan, meliputi:

a) analisis pusat-pusat pelayanan; b) analisis kebutuhan ruang; dan c) analisis perubahan pemanfaatan ruang.

3) Analisis daya dukung dan daya tampung (termasuk prasarana/infrastruktur dan

utilitas) dan daya tampung lingkungan hidup yang ditentukan melalui kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) wilayah perencanaan, meliputi: a) karakteristik umum fisik wilayah (letak geografis, morfologi wilayah, dan

sebagainya); b) potensi rawan bencana alam (longsor, banjir, tsunami dan bencana alam

geologi); c) potensi sumberdaya alam (mineral, batubara, migas, panas bumi dan air

tanah); d) kesesuaian penggunaan lahan; dan e) kesesuaian intensitas pemanfaatan ruang dengan daya dukung fisik dan daya

dukung prasarana/infrastruktur dan utilitas pada blok/wilayah perencanaan.

4) Analisis kualitas kinerja kawasan dan bangunan. Keluaran dari pengolahan data ini setidaknya adalah: a) potensi dan masalah pengembangan di wilayah perencanaan; b) peluang dan tantangan pengembangan; c) kecenderungan perkembangan; d) perkiraan kebutuhan pengembangan di wilayah perencanaan; e) intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung

(termasuk prasarana/infrastruktur maupun utilitas);

Page 49: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

5

f) teridentifikasinya indikasi arahan penanganan kawasan dan bangunan. Rincian analisis penyusunan RDTR kabupaten/kota, karakteristik wilayah perencanaan, dan pengaruhnya terhadap RDTR, serta analisis berdasarkan perumusan substansi RDTR kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 12, 13, dan 14.

e. Perumusan Konsepsi RDTR Kabupaten/kota

Perumusan konsepsi rencana detail dilakukan dengan: 1) mengacu pada RTRW kabupaten/kota; 2) mengacu pada pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; 3) memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) kabupaten/kota

dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) kabupaten/kota.

Konsep RDTR kabupaten/kota dilakukan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya dengan menghasilkan beberapa alternatif konsep pengembangan wilayah, yang berisi: 1) Rumusan tentang tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan wilayah

kabupaten/kota; dan 2) konsep pengembangan wilayah kabupaten/kota.

Setelah dilakukan beberapa kali iterasi, dipilih alternatif terbaik sebagai dasar perumusan RDTR kabupaten/kota. Hasil kegiatan perumusan konsepsi rencana detail yang berupa RDTR kabupaten/kota terdiri atas: 1) Tujuan penataan ruang wilayah perencanaan; 2) kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah perencanaan; 3) rencana struktur ruang wilayah perencanaan; 4) rencana pola ruang wilayah perencanaan; 5) rencana penanganan kawasan dan bangunan; 6) rencana pemanfaatan ruang; dan 7) ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.

Keterkaitan substansi RTRW kabupaten/kota dan RDTR kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 15. 3.2 Pelibatan Peran Masyarakat Pelibatan masyarakat dalam penyusunan RDTR kabupaten/kota dilakukan pada tahapan: a. Pada tahap persiapan, pemerintah telah melibatkan masyarakat secara pasif dengan

pemberitaan mengenai informasi penataan ruang melalui (misalnya):

1) Media massa (televisi, radio, surat kabar, majalah); 2) brosur, leaflet, flyers, surat edaran, buletin, jurnal, buku; 3) kegiatan pameran, pemasangan poster, pamflet, papan pengumuman, billboard; 4) kegiatan kebudayaan (misal: pagelaran wayang dengan menyisipkan informasi

yang ingin disampaikan di dalamnya); 5) multimedia (video, VCD, DVD); 6) website; 7) ruang pamer atau pusat informasi; dan/atau 8) pertemuan terbuka dengan masyarakat/kelompok masyarakat.

b. Pada tahap pengumpulan data, peran masyarakat/organisasi masyarakat akan lebih

aktif dalam bentuk:

Page 50: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

6

1) pemberian data dan informasi kewilayahan yang diketahui/dimiliki datanya; 2) pendataan untuk kepentingan penatan ruang yang diperlukan; 3) pemberian masukan, aspirasi, dan opini awal usulan rencana penataan ruang; dan 4) identifikasi potensi dan masalah penataan ruang. Media yang digunakan untuk mendapatkan infomasi/masukan dapat melalui: 1) Kabupaten/kotak aduan; 2) pengisian kuesioner, wawancara; 3) website, surat elektronik, form aduan, polling, telepon, pesan singkat/SMS; 4) pertemuan terbuka atau public hearings; 5) kegiatan workshop, focus group disscussion (FGD); 6) penyelenggaraan konferensi; dan/atau 7) ruang pamer atau pusat informasi.

c. Pada tahap perumusan konsepsi RDTR kabupaten/kota, masyarakat terlibat secara

aktif dan bersifat dialogis/komunikasi dua arah. Dialog dilakukan antara lain melalui konsultasi publik, workshop, FGD, seminar, dan bentuk komunikasi dua arah lainnya.

Pada kondisi keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang telah

lebih aktif, maka dalam penyusunan RDTR kabupaten/kota dapat memanfaatkan lembaga/forum yang telah ada seperti:

1) satuan kerja (task force/technical advisory committee); 2) steering committee; 3) forum delegasi; dan/atau 4) forum pertemuan antar pemangku kepentingan.

Asosiasi profesi terkait dengan penataan ruang serta perguruan tinggi dapat dilibatkan dalam setiap tahapan penyusunan RDTR kabupaten/kota.

Tahapan dan keterlibatan pihak-pihak dalam penyusunan RDTR kabupaten/kota dapat dilihat dalam Lampiran 16. 3.3 Pembahasan Rancangan RDTR Pembahasan raperda ini dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan baik legislatif maupun eksekutif. Masyarakat, asosiasi profesi terkait dengan tata ruang dan perguruan tinggi dapat berperan dalam bentuk pengajuan usulan, keberatan, dan sanggahan terhadap raperda tentang RDTR kabupaten/kota melalui: a. Media massa (televisi, radio, surat kabar, majalah); b. website resmi lembaga pemerintah yang berkewenangan menyusun RDTR

kabupaten/kota; c. surat terbuka di media massa; d. kelompok kerja (working group/public advisory group); dan/atau e. diskusi/temu warga (public hearings/meetings), konsultasi publik, workshops, charrettes,

seminar, konferensi, dan panel.

Page 51: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

4.1 Ja RDTRpenetakabupdan tid

4.2 K SesuaditetapDaera a. Nb. Nc. N 4.3 P Penetaterlebitentan a. Pe

Bb. Pe

Mm

c. Peande

d. Peka

e. Peka

SkemaPeratu

angka Wakt

R kabupaten/apan RTRW

paten/kota padak melebih

elengkapan

ai pasal 15 pkan denga

ah yang mem

askah Teknaskah Akadaskah Rape

rosedur Pe

apan rancah dahulu h

ng RDTR kab

engajuan upati/Walikoenyampaian

Menteri (persmemperoleh p

ersetujuan ntara Bupatengan mengenyampaianabupaten/koenetapan abupaten/ko

atik tata cauran Pemeri

PENETA

tu Penetapa

/kota harus W kabupatealing lama 2i masa bera

Jangka

n Materi unt

ayat (2) Unan Peraturambutuhkan 3

is (Laporan emik; dan

erda.

netapan

angan peratharus Prosebupaten/kota

rancangan ota kepada Dn rancangansetujuan supersetujuan bersama rati/Walikota

gacu hasil pen Rancangota kepada G

Rancanganota oleh Wali

ara pembahntah Nomor

APAN RD

an RDTR

sudah ditetaen/kota. Jan24 (dua pulukhirnya renc

GWaktu Peny

tuk Penetap

ndang-Undaan Daerah 3 (tiga) buah

RDTR kabu

turan daeraedur penetaa adalah seb

peraturan Dewan Perwn peraturanubstansi da

substansi dancangan pdengan Deersetujuan sgan PeratuGubernur untn Peraturaikabupaten/k

hasan Raper 25 Tahun 2

BAB IV DTR KAB

apkan palingngka waktuuh empat) bcana rinci tat

Gambar 4.1yusunan RDT

pan RDTR K

ng Nomor 1Kabupaten/kdokumen, y

upaten/kota);

ah kabupatepan rancanbagai beriku

daerah twakilan Rakyn daerah tepat didekon

dengan diserperaturan dewan Perwaubstansi Me

uran Daeratuk evaluasian Daerahkota.

erda atas p2004 dapat d

UPATEN

g lama 36 (tiu penyusunulan terhitunta ruang yan

TR Kabupate

Kabupaten/k

10 Tahun 2kota melaluyaitu:

;

en/kota tentngan peratuut:

tentang RDyat Daerah Kentang RDTnsentrasikanrtai rekomendaerah tentaakilan Rakyenteri; ah Kabupa; dan h Kabupa

prakarasa pdilihat pada G

/KOTA

iga puluh enan dan peng sejak penng lama.

n/Kota

kota

2004, RDTRui suatu Pr

tang RDTR ran daerah

DTR kabupKabupaten/kTR kabupatn kepada Gndasi Gubernang RDTR yat Daerah

aten/kota

aten/kota t

pemerintah dGambar 4.2

nam) bulan senetapan Rnyusunan R

R kabupatenrogram Leg

kabupatenkabupaten

paten/kotaota; ten/kota keGubernur) unur;

kabupatenKabupaten

tentang R

tentang R

daerah men2.

7

sejak RDTR RDTR

/kota islasi

/kota /kota

dari

pada untuk

/kota /kota

RDTR

RDTR

nurut

Page 52: 02 Pedoman RDTR kabKota 081210

8

Gambar 4.2 Tata Cara Pembahasan Raperda atas Prakarasa Pemerintah Daerah

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004

Raperda beserta naskahakademis disertai surat

pengantar dari Kepala Daerah

Gubernur

Rekomendasi Gubernur

Menteri (dapatdidekonsentrasikan pada

Gubernur

Persetujuan substansi

Pimpinan DPRD

Dibagikan kepada anggotaRapat Paripurna pada masasidang yang bersangkutan

Badan Musyawarah menunjukalat kelengkapan yang akan

membahas

Penyampaian sambutan KDH terhadap pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan dalamrapat paripurna

Pembahasan dalam RapatKomisi/gabungan komisi atau panitia

khusus dengan KDH/pejabat yang ditunjuk

Jawaban KDH terhadappemandangan umum fraksi

Pemandangan umum fraksi-fraksi

Penjelasan KDH dalam rapatparipurna tentang penyampaian

raperda

TINGKATIV

TINGKATIII

TINGKATII

TINGKATI