rapidmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · web viewsesuai dengan amanat...

47
INOVASI DALAM PELAKSANAAN PENELITIAN *) Oleh: Moch. Munir Pendidikan merupakan salah satu kunci keberhasilan bangsa Indonesia untuk dapat bersaing dan berdampingan dengan bangsa-bangsa lain di dunia, termasuk di dalamnya pendidikan tinggi yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi. Hanya dengan pendidikan kita dapat bersanding dengan negara-negara maju, kita lihat Negara tetangga kita, India, Pakistan dan Banglades yang telah mengukir nama ilmuwannya didunia ilmu pengetahauan dan teknologi. Lulusan Perguruan Tinggi diharapkan mampu mengaktualisasikan kemampuan bersaing bangsa di segala aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu tugas perguruan tinggi dimasa-masa yang akan datang semakin strategis dan semakin kompleks permasalahannya, karena kualitas lulusan akan dipertaruhkan untuk memikat perhatian pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) di dunia pendidikan tinggi. Suatu lembaga pendidikan tinggi yang berkualitas akan menjadi kebutuhan mendasar dan senantiasa dibutuhkan oleh masyarakat banyak. Berbicara masalah kualitas lulusan Perguruan Tinggi, kita tidak boleh lepas dari peranan dosen yang mempunyai peran strategis untuk mencetak lulusan yang berkualitas, karena dosen secara langsung memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar-mengajar di PT. yang sehari-harinya mereka berupaya sekuat tenaganya untuk mentransfer ilmu pengetahuannnya kepada para mahasiswa. Mengingat pentingnya peran dosen tersebut diatas, maka kemampuan intelektual seorang dosen harus diupgrade sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan kesenian. Jangan sampai terjadi pada diri dosen, bahwa materi kuliah yang disampaikan sang dosen itu telah kedaluarsa atau ou of dated. Banyak cara untuk meningkatkan kemampuan dosen dalam meningkatkan kapasitas intelektualnya antara lain: 1

Upload: vuongdiep

Post on 01-Apr-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

INOVASI DALAM PELAKSANAAN PENELITIAN *)

Oleh:

Moch. Munir

Pendidikan merupakan salah satu kunci keberhasilan bangsa Indonesia untuk dapat bersaing dan berdampingan dengan bangsa-bangsa lain di dunia, termasuk di dalamnya pendidikan tinggi yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi. Hanya dengan pendidikan kita dapat bersanding dengan negara-negara maju, kita lihat Negara tetangga kita, India, Pakistan dan Banglades yang telah mengukir nama ilmuwannya didunia ilmu pengetahauan dan teknologi. Lulusan Perguruan Tinggi diharapkan mampu mengaktualisasikan kemampuan bersaing bangsa di segala aspek kehidupan manusia.

Oleh karena itu tugas perguruan tinggi dimasa-masa yang akan datang semakin strategis dan semakin kompleks permasalahannya, karena kualitas lulusan akan dipertaruhkan untuk memikat perhatian pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) di dunia pendidikan tinggi. Suatu lembaga pendidikan tinggi yang berkualitas akan menjadi kebutuhan mendasar dan senantiasa dibutuhkan oleh masyarakat banyak.

Berbicara masalah kualitas lulusan Perguruan Tinggi, kita tidak boleh lepas dari peranan dosen yang mempunyai peran strategis untuk mencetak lulusan yang berkualitas, karena dosen secara langsung memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar-mengajar di PT. yang sehari-harinya mereka berupaya sekuat tenaganya untuk mentransfer ilmu pengetahuannnya kepada para mahasiswa. Mengingat pentingnya peran dosen tersebut diatas, maka kemampuan intelektual seorang dosen harus diupgrade sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan kesenian. Jangan sampai terjadi pada diri dosen, bahwa materi kuliah yang disampaikan sang dosen itu telah kedaluarsa atau ou of dated. Banyak cara untuk meningkatkan kemampuan dosen dalam meningkatkan kapasitas intelektualnya antara lain:

1. diberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi,2. melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,3. mengikuti seminar nasional/internasional4. menulis artikel ilmiah5. menulis Buku Ajar, dan lain-lainnya.

Sebagai akademisi kita mengenal tridarma perguruan tinggi, yaitu: pendidikan & pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Ketiga darma tersebut harus saling mendukung satu dengan lainnya, tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Kalau ketiga darma itu kita ibaratkan roda, maka ketiga roda agar dapat berjalan dengan serasi dan seimbang perlu adanya tali penyelaras, karena apabila ketiga roda berhubungan /kontak langsung maka ketiganya tidak akan berputar, justru mereka akan saling-mengunci. Kejadian seperti ini tidak boleh terjadi di perguruan tinggi.

----------------------------------------------*) Bahan Rapat Antar Direktorat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 22 Maret 2008

1

Page 2: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan dosen harus dibawa ke kelas dan dimanfaatkan sebagai bahan ajar agar mahasiswa menjadi tahu apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang dilakukan dosen. Hindari contoh-contoh kejadian yang tidak dialami sendiri oleh sang dosen. Mahasiswa lebih percaya apabila yang diuraikan dosen adalah sesuatu yang dialami atau dilakukan sendiri oleh dosen. Oleh karena itu aktualitas topik-topik yang diajarkan oleh dosen sangat terkait dengan kretivitas dosen dalam melakaukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, khususnya dalam bidang pembinaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, setiap tahun memberikan dana-dana hibah yang dikompetisikan untuk seluruh dosen Perguruan Tinggi di Indonesia.

Dana-dana itu dapat dimanfaatkan untuk pembinaan bagi para dosen muda mupun para dosen senior yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologinya melalui program-program dalam penelitian dan atau pengabdian kepada masyarakat. Dana yang akan dihibahkan kepada semua dosen Perguruan Tinggi tersebut dimaksudkan agar para dosen dapat melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang hasilnya dapat berupa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi atau dapat berupa: 1. Hak Kekayaan Intelektual (HKI), 2. publikasi ilmiah, 3. teknologi tepat guna atau 4. sebuah buku ajar yang dirangkum menjadi suatu buku pegangan bagi para

mahasiswa.

Dengan demikian, semua dana yang dihibahkan kepada semua dosen melalui penelitian dan pengabdian kepada masyarakat adalah investasi pemerintah dalam peningkatan kualitas dosen dan kualitas lulusan mahasiswa.

Perubahan-perubahan tatanan pola kehidupan masyarakat yang sangat cepat dan tidak terduga-duga pada era globalisasi saat ini telah mendorong kinerja pendidikan tinggi untuk berbuat lebih banyak dan lebih aktif, termasuk sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Pendidikan tinggi dituntut untuk tidak hanya berperan sebagai lembaga pengajaran, tetapi juga sebagai pencipta pengetahuan (knowledge creator) dan penyedia pengetahuan (knowledge provider) yang pada gilirannya berdaya guna secara langsung untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dan dapat meningkatkan daya saing bangsa dalam kancah pergaulan internasional.

Dengan perkataan lain pendidikan tinggi harus terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanannya kepada semua puhak yang berkepentingan (stake-holders). Dalam konteks inilah budaya meneliti dan pengabdian kepada masyarakat di perguruan tinggi selayaknya terus ditumbuhkembangkan dan bersinergi dengan dharma pengajaran menuju kepada peningkatan kualitas pendidikan tinggi secara nyata. Penelitian tidak hanya dapat tumbuh berkembang di kampus-kampus tetapi harus pula tumbuh dan berkembang di masyarakat luas, sehingga terbentuk masyarakat yang gemar peneliti (research society) dapat tumbuh dan menjadi kebutuhan masyarakat untuk menuju membangun kesejahteraannya. Posisi penelitian dan pengabdian kepada msyarakat dimasa mendatang bukan suatu hal yang dipaksa-paksakan melainkan suatu kebutuhan bagi masyarakat luas.

2

Page 3: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Untuk mewujudkan harapan tersebut sudah barang tentu diperlukan komitmen dan kerja keras seluruh pelaku pendidikan tinggi, pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota. Dalam konteks ini, perguruan tinggi harus mampu memprakarsai ide-ide cerdas yang diharapkan masyarakat dan sekaligus menjadi langkah awal (entry point) yang sangat berharga untuk mewujudkan kemitraan berbagai komponen yang mempunyai komitmen tinggi terhadap kemajauan daerahnya.

Saat ini sudah bukan jamannya lagi, setiap unit kelembagaan penelitian baik yang ada di PT, Pemerintah Daerah, Perusahaan maupun yang ada di Lembaga Swadaya Masyarakat untuk bekerja secara sendiri-sendiri tanpa adanya kolaborasi yang harmonis. Karena itu, Kementerian Pendidikan Nasional berhahap agar PT dapat membuat komitmen bersama dengan berbagai pihak untuk merajut kerjasama yang saling menguntungkan untuk pembangunan masyarakat di pedesaan maupun di perkotaan.

Sejalan dengan misi yang diemban oleh perguruan tinggi melalui program Tridharma perguruan tinggi serta sesuai dengan pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, disamping menyelenggarakan pendidikan.

Dalam hal ini, misi yang diemban oleh perguruan tinggi pada dasarnya adalah menghimpun, memelihara dan menstransfer budaya, nilai-nilai (values) dan pengetahuan umat manusia dari generasi ke generasi. Dengan perkataan lain perguruan tinggi tidak saja dituntut untuk mentransfer pengetahuan melalui proses pengajaran, tetapi juga dituntut untuk mampu menghimpun dan menggali pengetahuan baru melalui penelitian dan pengembangan (research and development, R & D). Sesuai dengan tugas pokok Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi bahwa pembangunan di bidang pendidikan tinggi mampu untuk: 1. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh

masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

2. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumberdaya lokal.

3. Meningkatkan kualitas kemampuan meneliti tenaga akademik melalui pendidikan lanjutan dan pelatihan

4. Mendorong kerjasama penelitian dan pengembangan antar perguruan tinggi, serta antara perguruan tinggi dan lembaga penelitian/ dunia usaha baik nasional maupun internasional, khususnya untuk mendukung pengembangan sumberdaya lokal.

Dokumen pembangunan pendidikan tinggi jangka panjang, atau yang disebut dengan Higher Education Long Term Strategy (HELTS) secara eksplisit diungkapkan tiga isyu stratejik dalam bidang pendidikan tinggi yang harus diantisipasi dan diakomodir oleh kalangan perguruan tinggi yaitu: 1. Peranan PT dalam meningkatkan daya saing bangsa,2. Desentralisasi dan Otonomi PT dan 3. Kesehatan Organisasi.

3

Page 4: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Di era globalisasi dan menghadapi perdagangan bebas, Indonesia seperti negara berkembang lainnya dihadapkan pada tantangan di bidang industri munculnya persaingan bebas dalam perdagangan. Dengan adanya persaingan bebas ini akan menyebabkan Indonesia “diserbu” berbagai macam produk dan teknologi baru yang mungkin lebih murah dari produk yang dihasilkan oleh industri di dalam negeri.

Kondisi ini harus diantisipasi dengan cepat dan hati-hati oleh pemerintah karena bisa berdampak pada matinya atau bergugurannya industri di Indonesia yang terutama disebabkan oleh kurang siapnya industri dalam negeri untuk bersaing dengan pesaing-pesaing dari negara lain. Sementara itu secara international tingkat publikasi dari para peneliti Indonesia masih sangat rendah yakni 0,02%, jumlah aplikasi patent masih sedikit dan jumlah kerjasama penelitian dengan industri belum memuaskan.

Melihat kondisi di atas, perguruan tinggi melalui fungsinya dalam tridharma perguruan tinggi bertanggungjawab untuk dapat secara seimbang menghasilkan calon-calon tenaga kerja handal melalui lulusan-lulusannya yang berkualitas, serta inovasi dan teknologi melalui penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang berkualitas. Melalui penelitian dan pengabdian masyarakat, perguruan tinggi diharapkan dapat menjadi tulang punggung utama dalam menghasilkan inovasi-inovasi di dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang nantinya diharapkan dapat digunakan bagi kemajuan ilmu pengetahuan, masyarakat/ negara, dan industri.

Sementara itu globalisasi juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan peran institusi pendidikan tinggi dari institusi pembelajaran tradisional menjadi “knowledge creators”, perencanaan yang tadinya bersifat random menjadi perencanaan strategik, dan pola pendekatan komparatif ke pola pendekatan kompetitif.

Dalam kaitan ini Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dituntut lebih kreatif menciptakan terobosan-terobosan dalam pengembangan pendidikan tinggi karena pengembangan pendidikan tinggi yang dilakukan seperti bisnis biasa tidak sesuai lagi pada era persaingan bebas dan globalisasi saat ini. Perguruan tinggi selayaknya dapat mengantisipasi kecenderungan tersebut dengan melakukan transformasi ke arah yang lebih komprehensif dan multi-disiplin meliputi perbaikan mutu dan relevansi.

Daya saing suatu bangsa tidak lagi ditentukan oleh kelimpahan sumberdaya alam dan tenaga kerja murah, tetapi lebih ditentukan oleh inovasi teknologi dan penggunaan pengetahuan (knowledge), atau kombinasi antara keduanya. Kemampuan suatu bangsa untuk menghasilkan, memilih, menyesuaikan (adaptasi), mengkomersialisasikan dan menggunakan pengetahuan sangat penting bagi keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dan perbaikan standar hidup bangsa tersebut. Hal ini secara empiris telah ditunjuk oleh negara-negara yang berinvestasi dalam pengetahuan. Pada kenyataannya, daya saing bangsa kita belum memuaskan dalam berbagai aspek kehidupan, berada pada rangking 62 dari 87 negara yang diteliti oleh World Economic Forum.

Penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam arti menguasai pengelolaan ilmu pengetahuan (knowledge management) merupakan keunggulan kompetitif. Pada saat pengaruh kemajuan IPTEK terhadap kehidupan nyata sangat kuat, terlihat misalnya dengan melimpahnya produk yang sama/mirip/sedikit sekali perbedaaannya di pasar

4

Page 5: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

untuk pemenuhan kebutuhan yang sama. Pada saat yang sama kemajuan IPTEK telah mendorong terjadinya inovasi dan pengembangan produk secara terus-menerus dan cepat. Kemajuan ini dapat menyebabkan terjadinya persaingan yang tinggi dan berkelanjutan. Dalam kondisi seperti ini hanya mereka yang mempunyai daya saing tinggi dan berkelanjutan yang dapat bertahan.

Bersamaan dengan berlakunya era globalisasi dan pasar bebas tahun 2003, revolusi ICT (Information and Communication Technology) saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dan cepat, terutama terhadap barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti komputer, internet, telepon genggam dll. Perkembangan ini telah mempengaruhi pelaksanaan proses pendidikan tinggi. Berbagai program pendidikan tinggi seperti: distance learning, twinning, sandwich, dual degree dan joint research telah ditawarkan secara kompetitif dan menarik oleh berbagai institusi pendidikan tinggi baik di dalam maupun di luar negari. Untuk dapat berpartisipasi dalam kecenderungan-kecenderungan tersebut dibutuhkan sumber dana tambahan, meskipun hal ini tidak selalu menjadi prasyarat karena kegiatan dapat direalisir melalui kerjasama antar institusi.

Pada saat ini ada tiga alasan mengapa jajaran Departemen Pendidikan Nasional selayaknya menaruh perhatian dan terus berupaya mendukung pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology, ICT). Pertama, karena pada hakekatnya tujuan pengembangan ICT sangat sejalan dengan tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Mukadimah UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pengembangan dan penguasaan ICT jelas merupakan elemen penting dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa kita. Terlebih lagi pada era globalisasi yang sarat dengan aplikasi teknologi komunikasi saat ini, penguasaan ICT dapat dikatakan merupakan keniscayaan. Untuk dapat mempertahankan eksistensi dan martabatnya, setiap bangsa diberbagai belahan dunia terus berlomba menguasai ICT.

Lebih dari pada itu daya saing suatu bangsa juga terkait dengan kemampuannya dalam mengembangkan berbagai inovasi di bidang ICT. ICT telah menjadi “ukuran” peradaban bangsa. Oleh karena itu ICT harus menjadi bagian dari pendidikan tunas-tunas bangsa menuju peradaban yang lebih maju dan berdaya saing.

Alasan kedua mengapa jajaran Departemen Pendidikan Nasional menaruh perhatian terhadap pengembangan dan penguasaan ICT adalah karena ICT tidak lain merupakan pengetahuan (knowledge) dan bagian dari budaya (culture) yang dikembangkan melalui pendidikan. ICT adalah “buah” dari proses pendidikan, sebaliknya “buah” tersebut dari waktu ke waktu telah dikembangkan dan disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) yang lagi-lagi sulit dipisahkan dari ranah pendidikan.

Dengan perkataan lain pembudayaan ICT merupakan ranah pendidikan. Bahkan peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan yang akhir-akhir ini menjadi isyu strategis tidak mungkin terlepas dari pengembangan dan penguasaan ICT.

Alasan ketiga mengapa DIKNAS harus peduli terhadap perkembangan dan pengembangan ICT di tanah air adalah karena dalam pergaulan internasional, bangsa kita

5

Page 6: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

telah ikut serta berkomitmen bersama bangsa-bangsa lain, baik di tingkat Asia Tenggara (melalui forum ASEAN) , Asia Pasific (melalui forum APEC), maupun di tingkat global (melalui WTO), untuk memajukan dan mengembangkan ICT. ICT bahkan telah menjadi isyu penting dalam pembicaraan di World Education Forum dimana Indonesia terlibat secara aktif.

Dalam forum-forum tersebut, pengembangan E-education misalnya terus dibahas dan dilaporkan oleh masing-masing negara. Dengan perkataan lain ICT telah menjadi komoditas penting dalam pergaulan bangsa-bangsa. Dalam kaitan ini Indonesia jelas sangat berkepentingan, paling tidak untuk memantau dan menarik manfaat sebanyak-banyaknya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai beraneka ragam suku, bahasa daerah, budaya dan sumberdaya alam. Untuk membangun daerah-daerah dengan kondisi yang sangat beragam tidak dapat dilakukan dengan menerapkan kebijakan sentralistik yang sama. Untuk tujuan jangka pendek kebijakan yang sama dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah di berbagai daerah namun untuk tujuan jangka panjang tidak akan memberikan solusi yang baik.

Oleh karena itu sudah selayaknya pemerintah memberi kewenangan yang lebih besar pada perguruan tinggi untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki, baik fisik, finansial, maupun sumberdaya manusia, termasuk kurikulumnya. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa rancangan pendukungnya seperti Rancangan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan, Rangangan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Tinggi, dan beberapa instrument hukum lainnya yang menuju kepada pemberdayaan PT.

Pemberian status otonomi kepada perguruan tinggi oleh pemerintah diyakini merupakan solusi terbaik untuk menangani sistem pendidikan tinggi yang sangat kompleks. Berkenaan dengan itu, peran pemerintah pusat yang diwakili oleh Dirjen Dikti berubah dari pengatur menjadi pemberdayaan dan fasilitasi, sedang tanggung jawab dan akuntabilitas menjadi bagian institusi pendidikan tinggi.

Pemerintah pusat hanya berperan dalam alokasi sumberdaya dan aspek-aspek lain dalam konteks sistem pendidikan tinggi. Status otonomi perguruan tinggi merupakan peluang bagi perguruan tinggi untuk mengembangkan diri dalam ketiga dharma yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Perguruan tinggi tidak hanya berfungsi untuk melakukan pendidikan dan pengembangan ilmu dan teknologi semata, tetapi perhatian kegiatan perguruan tinggi harus juga meliputi aspek sosial, kepekaan lingkungan dan kewirausahaan.

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah serta beberapa peraturan perundangan yang relevan lainnya, telah memberikan otonomi kepada pemerintah daerah (Kabupaten/Kotamadya) dalam semua urusan kecuali pertahanan dan keamanan, kehakiman, keuangan dan fiskal. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan/ keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.

6

Page 7: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Hal yang perlu diperhatikan dalam memberlakukan undang-undang itu adalah peran daerah otonom terhadap pendidikan tinggi dan peran institusi pendidikan tinggi dalam mendukung otonomi daerah. Dalam kaitan itu, pendidikan tinggi dapat memberikan kontribusi nyata dan berfungsi sebagai “think tank” bagi pembangunan ekonomi daerah. Sebaliknya, pemerintah daerah, masyarakat dan industri diharapkan lebih berperan dalam pembangunan pendidikan tinggi, termasuk pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di perguruan tinggi.

Selama periode beberapa tahun terakhir ini pembangunan ekonomi, banyak masalah mendesak seperti: pemberantasan kemiskinan, pendidikan dasar, kesehatan dan sektor keuangan yang mendapat prioritas. Sementara itu kondisi keungan negara juga belum sepenuhnya mendukung.

Oleh karena itu pada beberapa tahun mendatang dukungan terhadap kegiatan penelitian diperkirakan belum akan menggembirakan atau paling tidak secara nominal akan relatif sama untuk beberapa tahun mendatang. Kondisi demikian selayaknya memacu upaya perguruan tinggi untuk mencari peluang pendanaan di luar anggaran dana pemerintah. Dengan perkataan lain kerjasama dengan pihak industri dan lembaga-lembaga internasional perlu di intensifkan untuk merealisasikan cita-cita bangsa.

Kondisi obyektif saat ini budaya meneliti masih belum berkembang, pengabdian kepada masyarakat dan kreativitas mahasiswa di sebagian besar perguruan tinggi, termasuk budaya menulis artikel ilmiah masih perlu didorong secara terus menerus. Masih besarnya ketimpangan (disparitas) kemampuan melaksanakan penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan kreativitas mahasiswa antar perguruan tinggi.

Belum berkembangnya budaya kemitraan antara perguruan tinggi dengan industri, pemerintah daerah dan masyarakat, serta lembaga-lembaga internasional dalam kegiatan penelitian dan pengembangan pengabdian kepada masyarakat dan kreativitas mahasiswa. Masih terbatasnya jejaring informasi dan kelembagaan penelitian dan pengembangan, baik di tingkat nasional, regional maupun internasional. Terbatasnya dana untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Belum berkembangnya sistem penghargaan formal dari pemerintah kepada lembaga atau perorangan yang menyumbangkan memberikan dukungan yang signifikan (dana, fasilitas) terhadap penelitian dan pengembangan di perguruan tinggi. Semua kendala itu menjadi tantangan kita semuanya untuk memerangi kekurangan, keterbelakangan dan kemandekan pergerakan roda pembangunan.

Secara umum dana-dana penelitian dan pengembangan suatu negara dapat dijadilkan indikator keberhasilan suatu negara dalam pembangunannya. Contoh yang pantas ditiru oleh bangsa Indonesia adalah Korea Selatan, yang memperoleh kemerdekaannya hampir bersamaan dengan negara kita.

Namun setelah 60 tahun berjalan kemajuan bangsa kita relatif terbelakang bila dibandingkan dengan Korea, Bnagsa Korea dapat membuktikan kemampuan jati dirinya apa kuncinya? Mereka (para ilmuwan) telah berjanji dengan sunggu-sungguh untuk mewujudkan kerjasama yang saling mengtuntungkan antara PT, pelaku di dunia industri dan badan litbang.

7

Page 8: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Korea selatan yang selanjutnya disebut bangsa Korea merupakan contoh suatu bangsa yang telah berhasil melakukan transformasi dari negara agraris menuju negara industri baru dalam waktu yang relatif singkat, yaitu sekitar tiga dasawarsa. Pada awal dekade 1960-an, Korea mengalami berbagai masalah sebagaimana yang dialami oleh negara-negara miskin di dunia pada saat ini, termasuk yang dialami oleh bangsa Indonesia.

Pendapatan per kapita pada tahun 1960 masih sekitar US$ 80 per tahun, namun sejak 1962 perekonomian mengalami pertumbuhan pesat yaitu rata-rata 9 persen per tahun sehingga mampu meningkatkan pendapatan per kapita sejajar dengan negara industri maju yaitu menjadi US$ 9.000 pada tahun 1997 (sebelum terjadi krisis ekonomi) dan telah mencapai US$ 9.628 pada tahun 2000.

Dalam 30 tahun terakhir, sumbangan ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (GDP) mengalami peningkatan dari 8% pada tahun 1962 menjadi 45% pada tahun 1999 sungguh merupakan suatu prestasi yang spektakuler. Dominasi ekspor bergeser dari komoditi berbasis sumberdaya alam (di era 1960-an) kearah produk industri ringan (1980-an) dan komoditi berbasis teknologi tinggi (tahun 2000). Hal ini terjadi karena adanya aspek pembelajaran atau penguasaan teknologi secara cepat dan tangkas dari para akademisi.

Upaya bangsa Korea untuk meningkatkan daya saingnya telah menunjukkan hasil yang nyata bila ditinjau dari penciptaan kekayaan bangsa, yang tercermin dari meningkatnya standar kehidupan (standard of living) mereka. Standard of living merupakan salah satu indikator dalam mengukur daya saing nasional, yang diukur menurut besarnya Produk Domestik Bruto (GDP) dan Produk Nasional Bruto (GNP) untuk penciptaan kekayaan di suatu negara, dan berdasarkan PDB per kapita untuk mengukur tingkat kemakmuran individu.

Keberhasilan bangsa Korea meningkatkan daya saing industrinya ditentukan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur yang secara dinamis menanggapi perubahan pasar dan teknologi. Dalam perusahaan-perusahaan tersebut individu-individu yang mempunyai komitmen tinggi berusaha menguasai kapabilitas teknologi (technological capability) dengan cepat. Kapabilitas teknologi merupakan kemampuan untuk menggunakan knowledge secara efektif dalam produksinya.

Upaya membangun perekonomian yang berbasis pengetahuan (knowledge-based economy) dilakukan baik pada tingkat makro (nasional) maupun tingkat mikro ekonomi (perusahaan). Secara nasional, beberapa upaya yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : melakukan investasi besar-besaran di bidang pendidikan, melakukan investasi besar-besaran di bidang penelitian dan pengembangan (litbang), melakukan transfer teknologi melalui saluran informal (misal, reverse engineering), dan melakukan repatriasi tenaga ahli Korea Selatan dari luar negeri (reverse brain drain).

Adapun upaya yang telah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Korea adalah sebagai berikut: (1) meningkatkan mutu sumberdaya manusia secara agresif untuk meraih basis pengetahuan yang lebih tinggi (upgrading), (2) meningkatkan upaya litbang untuk mengejar ketertinggalan (catch-up), (3) top-manajemen menerapkan manajemen krisis untuk mendorong pembelajaran (intensity of effort) DAN (4) berbagai usaha tersebut berdampak pada percepatan proses pembelajaran (accelerated learning).

8

Page 9: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Kajian tersebut diatas membahas aspek pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan pada tingkat nasional atau pendekatan makro, yang meliputi sistem pendidikan, dan sumberdaya manusia di bidang penelitian dan pengembangan (R&D). Dengan kata lain, bangsa Korea yakin betul bahwa untuk membangun ekonomi bangsanya haru s dilakukan secara bertahap dengan memulai pendekatan yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sumber daya manusia sebagai modal dasar pembangunan direpresentasikan melalui partisipasi pendidikan (educational enrollments), walaupun hal tersebut masih jauh dari sempurna. Pendidikan tidak sama dengan kapabilitas, tetapi dapat memberikan landasan bagi berlangsungnya proses pembelajaran, karena tanpa pengalaman dan pendalaman yang bersifat teknologi-spesifik, pendidikan formal tidak akan menghasilkan know-how dan know-why.

Oleh karena itu pendidikan formal hanyalah salah satu cara untuk membangun ketrampilan. Seringkali lebih penting pembelajaran secara on-the-job, melalui pelatihan dan melakukan eksperimen. Walaupun demikian, mengingat bahwa pendidikan formal secara umum merupakan suatu prasyarat utama dalam penguasaan ketrampilan industri, maka data student enrollment dapat berperan sebagai variabel penduga yang dapat diterima selama belum adanya data berkaitan dengan pembentukan modal SDM yang dapat diperbandingkan.

Sistem pendidikan di Korea terdiri dari enam tahun pendidikan dasar, tiga tahun tingkat sekolah menengah pertama (middle school), tiga tahun pendidikan menengah atas (high school), dan empat tahun akademi (colleges) dan universitas yang juga menawarkan program pasca sarjana sampai ke tingkat doktor (Ph.D).

Terdapat pula dua atau tiga tahun yunior colleges dan vocational colleges (pendidikan kejuruan). Selain itu terdapat pula pendidikan sekolah menengah (enam tahun) yang diselenggarakan di perusahaan dan oleh perusahaan.

Pendidikan dasar bersifat wajib dan mempunyai tingkat enrolmen sampai 100 persen. Perkembangan rasio guru-murid menunjukkan perbaikan yang signifikan, dari 58,8 di tahun 1960 menjadi 28,7 pada tahun 2000. Jumlah murid rata-rata per kelas 35,8 orang pada tahun 2000 dan direncanakan menjadi 30 murid per kelas pada tahun 2002. Kurikulum pada tingkat sekolah dasar (SD) ini difokuskan pada sembilan subyek yang meliputi : pendidikan moral/budi pekerti, bahasa Korea, studi-studi sosial, matematika, sains, pendidikan fisik, musik, seni rupa, dan seni-seni praktis. Persyaratan minimal untuk menjadi guru tingkat SD adalah lulusan empat tahun studi pendidikan pada universitas keguruan.

Anak-anak berusia 12 sampai 14 tahun memasuki pendidikan menengah pertama. Rasio guru-murid pada tahun 2000 adalah 20,1, dimana pada tahun 1970 masih cukup tinggi yaitu 42,3. Jumlah murid rata-rata per kelas 38 orang pada tahun 2000 dan diharapkan dapat mencapai 35 orang pada tahun 2002. Kurikulum pada tingkat menengah ini terdiri dari 11 bidang studi dasar/wajib, beberapa subyek pilihan, dan kegiatan-kegiatan ekstra

9

Page 10: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

kurikuler. Lulusan pendidikan menengah umum dan kejuruan dapat langsung mencari pekerjaan. Ada dua jenis pendidikan menengah atas (SMA), yaitu umum dan kejuruan.

Para calon pelajar pendidikan kejuruan (meliputi bidang-bidang pertanian, enjinering, bisnis, sampai ke studi-studi kelautan) mempunyai pilihan sekolah yang akan dituju dan diterima berdasarkan nilai ujian masuk dan nilai pada saat di sekolah menengah pertama. Kurikulum pendidikan kejuruan pada umumnya merupakan bidang studi umum (40-60 persen) dan bidang kejuruan.

Pada tahun 2000 terdapat 764 sekolah kejuruan dengan jumlah murid keseluruhan 746.986 murid. Diantara pendidikan menengah atas bagian umum terdapat beberapa sekolah khusus di bidang-bidang seni, pendidikan fisik, sains, dan bahasa asing. Tujuan dari sekolah khusus adalah untuk memberikan pendidikan yang tepat bagi murid-murid yang mempunyai bakat khusus di bidang tertentu.

Murid-murid kelas dua SMA-Umum dapat memilih jurusan ilmu sosial dan humaniti, ilmu alam (natural sciences) atau pendidikan kejuruan. Pelajaran-pelajaran pada tingkat ini cenderung untuk persiapan memasuki universitas. Pada tahun 2000 terdapat 1.193 SMA dengan jumlah murid 1,3 juta orang. Jumlah lulusan SMP yang melanjutkan ke SMA telah mencapai 99,5 persen pada tahun 2000.

Untuk pendidikan tinggi terdapat berbagai jenis institusi, seperti akademi dan universitas dengan empat tahun program strata satu/'undergraduate (enam tahun untuk kedokteran umum dan gigi), empat tahun sekolah tinggi keguruan, dua tahun akademi kejuruan, universitas jarak jauh dan universitas korespondensi, universitas terbuka, dan berbagai sekolah tinggi lainnya dengan program dua atau empat tahun seperti akademi perawat dan seminari teologi. Pada tahun 2000 terdapat 355 institusi pendidikan tinggi di Korea, dengan total mahasiswa 3,36 juta orang dan 56.903 tenaga pengajar.

Penyebaran tenaga peneliti yang berkualifikasi tinggi di antara universitas, lembaga-lembaga riset yang dibiayai pemerintah (GRI), dan industri, tidak seiring dengan besarnya pengeluaran litbang. Universitas yang mempunyai 78,2 persen dari jumlah peneliti bergelar Ph.D, hanya mengeluarkan dana untuk litbang sebesar 11,2 persen dari total dana litbang. Ketidak-seimbangan ini disebabkan oleh lambatnya aktivitas litbang di universitas-universitas di Korea. Hal ini mencerminkan masih rendahnya pemanfaatan potensi litbang serta mandeknya kegiatan riset dasar.

Untuk mendukung perekonomian berbasis pengetahuan perlu adanya dukungan litbang yang merupakan sinergi antara pihak industri, kalangan akademisi dan lembaga riset di Korea. Kerjasama litbang tersebut dapat diklasifikasikan kedalam empat kategori menurut kegiatan riset dan kegiatan pendidikan, baik dalam bentuk kerjasama personil maupun non-personil.

Fenomena yang dapat dipelajari dari bangsa Korea menunjukkan bahwa profesi sebagai profesor di perguruan tinggi memberikan status sosial yang sangat tinggi dibandingkan misalnya menjadi peneliti di perusahaan swasta, walaupun peneliti tersebut mendapatkan gaji/ penghasilan yang lebih tinggi, mungkin fenomena unik seperti ini tidak terjadi di Indonesia.

10

Page 11: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Hal ini merupakan warisan budaya dengan latar belakang kepercayaan Kong Hu Chu, dimana kaum cendikiawan dan birokrat menduduki posisi sosial tertinggi dalam tatanan masyarakat. Adapun para peneliti yang bekerja pada lembaga-lembaga penelitian yang dibiayai pemerintah (GRI) sebagian terbesar tidak berstatus sebagai pegawai negeri sebagaimana halnya di Indonesia. Oleh karena itu mereka mempunyai kebebasan untuk mencari sumber dana diluar anggaran pemerintah guna melakukan litbang. Walaupun demikian mereka tetap harus bersaing bebas dengan berbagai lembaga litbang swasta yang dimiliki perusahaan-perusahaan besar (chaebol) seperti Samsung, LG dan Hyunday.

Setelah tiga dekade, peran pemerintah di bidang litbang mengalami perubahan. Dalam dasawarsa 1960-an, 80 persen kegiatan litbang dibiayai dari anggaran pemerintah Korea, dan sisanya dibiayai oleh pihak swasta/perusahaan. Namun di era 1990-an kondisi tersebut telah berubah, dimana peran anggaran pemerintah untuk kegiatan litbang menjadi hanya 20 persen sedangkan pendanaan pihak swasta telah mencapai 80 persen dari seluruh pengeluaran litbang. Agar dapat tetap berkiprah di era baru ini, GRI-GRI (Government Research Institute) harus merubah strategi mereka dalam upaya menyerap dana litbang dari pihak swasta atau chaebol.

Salah satu faktor penting adalah peran sumberdaya manusia, yaitu peneliti-peneliti GRI yang berkualitas tinggi serta berwawasan bisnis. Untuk memenuhi harapan tersebut, dirasakan perlunya penyempurnaan sistem perekrutan tenaga peneliti di GRI. Jika pada saat ini kriteria rekruitmen peneliti lebih dititik beratkan pada kualitas akademis dan kemampuan melakukan penelitian saja, maka untuk masa mendatang perlu ditambahkan kriteria kewirausahaan atau mempunyai kemampuan menjadi pemimpin bisnis. Disamping menghasilkan luaran yang bersifat ilmiah perlu ditambahkan luaran yang bersifat ekonomi, seperti memiliki paten terdaftar, berpengalaman dengan transfer teknologi dan komersialisasi.

Untuk menarik peneliti-peneliti terbaik (top) serta berwawasan bisnis, maka GRI harus menambahkan nilai-nilai yang ditawarkannya, misal dengan menawarkan bagian saham dari perusahaan-perusahaan yang spin-off dari GRI yang bersangkutan, menawarkan kompensasi yang lebih tinggi kepada para peneliti yang mempunyai pengalaman bisnis yang sangat baik, menerapkan kompensasi berbasis kinerja, serta menciptakan lingkungan litbang yang bernuansa otonomi dan kebebasan melalui desentralisasi keputusan akan alokasi sumberdaya yang selama ini didasarkan pada senioritas.

Dalam kurun waktu tiga dekade, bangsa Korea telah berhasil meningkatkan daya saing mereka, yang tercermin dari meningkatnya standar kehidupan (standard of living) mereka. Secara individu hal ini dapat diukur berdasarkan besarnya Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita. Mereka telah mampu meningkatkan PDB per kapita dari US$ 80 pada tahun 1962 menjadi sekitar US$ 9.628 pada tahun 2000. Kemajuan perekonomian Korea tidak terlepas dari kemampuan mereka membangun kapabilitas teknologi melalui perusahaan-perusahaan manufaktur yang secara dinamis menanggapi perubahan pasar dan teknologi. Kapabilitas teknologi sangat dipengaruhi oleh kemampuan mereka melakukan transfer teknologi dari negara-negara industri maju. Mereka mampu melakukan kerjasama dan bermitra dengan baik serta mampu berbuat

11

Page 12: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

sesuatu untuk menyatukan tekad untuk berkolaborasi antara antara Perguruan Tinggi, Dunia Industri dan GRI.

Upaya untuk membangun kapabilitas teknologi tersebut tidak terlepas dari usaha mereka membangun kompetensi bangsa yang berbasis pengetahuan (knowledge base) serta komitmen untuk membangun kompetensi tersebut.

Komitmen untuk membangun perekonomian berbasis pengetahuan (knowledge based economy) didukung oleh berbagai kebijakan baik di tingkat nasional maupun di tingkat perusahaan. Secara nasional diterapkan kebijakan-kebijakan yang mendorong terjadinya investasi yang signifikan di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakt, litbang, transfer teknologi melalui jalur informal, serta repatriasi tenaga-tenaga ahli Korea di luar negeri.

Di tingkat perusahaan, mereka berupaya untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia (upgrading), meningkatkan upaya litbang untuk mengejar ketertinggalan (catch-up), dan usaha-usaha untuk mempercepat proses pembelajaran antara lain melalui manajemen krisis.

Sistem pendidikan dan latihan (diklat) berubah mengikuti perkembangan kebijakan industri yang berubah secara dinamis dari pengembangan industri ringan di era 1960-an menuju industri yang berbasis litbang di era abad 21 ini. Dukungan sistem diklat diawali dengan upaya memperluas pendidikan kejuruan dan pelatihan yang didukung Undang-undang Basic Vocational Trainings Act pada tahun 1965. Seiring dengan pendalaman industri dan peningkatan kandungan teknologi dalam manufakturing, dikembangkan pula pendidikan tinggi serta pendirian sekolah pasca-sarjana yang berorientasi riset, seperti KAIS pada tahun 1971 yang selanjutnya diubah menjadi KAIST. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan tenaga kerja yang berkualifikasi tinggi. Pengalaman bangsa Korea menunjukkan bahwa setiap kebijakan yang mereka lakukan mempunyai landasan hukum yang kuat seperti undang- undang, sehingga konsistensinya dapat lebih terjamin kesinambungannya.

Seperti halnya negara-negara industri maju, pemerintah Korea juga mengalami kesulitan didalam memformulasikan kebijakan yang "tepat" dengan diklat kejuruan. Pengalaman mereka menunjukkan bahwa upaya mempromosikan pendidikan kejuruan pada tahap industrialisasi yang sudah maju akan menjadi lebih sulit, karena popularitas universitas sudah meningkat. Hal ini antara lain disebabkan adanya kebijakan yang cenderung pada sistem pendidikan tinggi.

Upaya pengembangan SDM Korea tidak hanya terbatas pada Kementerian Pendidikan yang mengatur lembaga pendidikan, dan Kementerian Tenaga Kerja yang mengatur lembaga pelatihan. Pada tahun 1995, Kementerian Perdagangan, Industri dan Enerji (MOCIE) melahirkan suatu program inisiatif pengembangan skill untuk industri, yaitu pendirian Politeknik yang didalam kurikulumnya khusus menekankan penggunaan eksperimen praktis dari pada teoritis. Disamping itu, diluncurkan pula Skim bantuan (grant) untuk pengembangan skill di area industri "strategis". Sedangkan pengembangan SDM litbang menjadi tanggung jawab Kementerian Sains dan Teknologi (MOST).

12

Page 13: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Peran Pemerintah di bidang litbang mengalami perubahan yang sangat pesat, di era tahun 1960-an, 80 persen anggaran untuk membiayai kegiatan litbang berasal dari anggaran Pemerintah Korea dan 20 persen dibiayai oleh pihak perusahaan swasta. Namun sejak era 1990-an, keadaannya terbalik, dimana anggaran Pemerintah hanya merupakan 20 persen dari total pengeluaran litbang, sedangkan pihak swasta telah mencapai 80 persen.

Menghadapi abad ke-21, sistem pendidikan dan litbang Korea menghadapi berbagai tantangan yang mendorong perlu adanya reformasi. Reformasi pendidikan yang perlu dilakukan adalah: (1) membangun suatu sistem yang responsif terhadap permintaan masyarakat dan individu; (2) meningkatkan kualitas pendidikan dan (3) meluncurkan program "Brain Korea 21" (mulai tahun 1999) sebagai bagian dari reformasi pendidikan tinggi.

Reformasi di bidang litbang adalah menuju paradigma baru litbang yang berwawasan bisnis. Merekrut peneliti yang tidak saja handal di bidang akademis dan penelitian, tetapi juga mempunyai jiwa kewirausahaan/berwawasan bisnis.

Ilustrasi apa yang terjadi serta uraian tentang perkembangan di Korea, tampaknya belum terjadi di Indonesia. Gambaran mutu sumberdaya manusia berdasarkan pendidikannya berlaku cukup generik di perguruan tinggi yang relatif besar. Dosen di perguruan tinggi besar memiliki mutu pendidikan yang umumnya jauh berada di atas rata-rata tenaga non dosen. Namun mutu dosen di PTS besar bukan merupakan kapasitas nyata, mengingat proporsi besar masih berasal dari PTN.

Kecenderungan yang terbalik terjadi di PTN dan PTS kecil, dimana mutu dosen maupun non dosen belum memenuhi standar minimum untuk penyelenggaraan pendidikan yang bermutu apalagi untuk pengembangan lanjut perguruan tingginya. Kecenderungan yang telah disebutkan di PTN besar umumnya tidak berlaku bagi sumberdaya manusia penyelenggara pendidikan seni dan ilmu sosial. Dosen-dosen bidang ilmu seni dan beberapa bidang sosial umumnya bergelar S1 dan hanya sebagian kecil yang melakukan studi lanjut.

Karena kapasitas akademik dan intelektualnya yang tinggi, dosen berpendidikan S3 berpotensi memainkan peran penting dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Belum terstrukturnya perencanaan sumberdaya manusia di perguruan tinggi bermuara pada disparity dan inequity dari dosen berpendidikan S3 dan sekaligus menyebabkan tidak selarasnya antara pembangunan kapasitas individu dengan kebutuhan institusi seharusnya.

Selain itu relevansi pengembangan ilmu dan pendidikan terhadap prioritas pengembangan bangsa dalam upaya peningkatan daya saing bangsa tidak direncanakan dengan baik sehingga dosen-dosen yang belajar ke luar negeri untuk mengambil pendidikan S2 dan S3 tidak memiliki arah yang jelas. Berbeda dengan bangsa Korea, yang mempunyai program berbeda dari Tabel 2 menunjukkan banyaknya doctor yang melakukan repatriasi ke Korea dari berbagai Negara. Secara umum dapat dikatakan repatriasi terbesar berasal dari Amerika Serikat yang sampai tahun 2001 mencapai 2443 orang doktor dalam bidang teknik (engeenering). Namun demikian jumlah tersebut mencapai puncaknya pada tahun 1992 yang pada tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan, demikian pula reptariasi dari Negara lainnya seperti jepang, Jerman, Inggris dan Perancis.

13

Page 14: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Tabel 2. Jumlah Doktor bidang Teknik yang melakukan repatriasi ke Korea dari berbagai Negara.

Negara 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 JmlUSA 235 298 343 329 247 267 243 208 134 69 64 6 2443Japan 62 64 83 82 90 113 127 119 125 115 66 19 1065Jerman 8 16 23 19 23 15 15 10 14 9 7 1 160UK 6 7 14 13 20 12 16 14 19 14 12 1 148Perancis 3 6 7 11 10 5 9 10 6 3 2 0 72Lain 8 11 12 8 12 12 12 22 15 5 6 1 124Jumlah 322 402 482 462 402 424 422 383 313 236 157 28 4033

Pada saat ini pemerintah telah memulai merencanakan arah pengembangan SDM yang selaras dengan pengembangan kapasitas bangsa dalam pembangunan nasional, namun belum berhasil diimplementasikan. Selain persoalan relevansi, dana investasi untuk pengembangan sumberdaya manusia ke luar negeri menjadi tidak efisien karena tidak adanya program tindak lanjut dalam penempatan kembali sumberdaya manusia berkompetensi tinggi tersebut.

Kinerja rata-rata sumberdaya manusia di perguruan tinggi terbagi atas dua bagian utama, kinerja pegawai negeri sipil yang tergolong rendah dan kinerja non pegawai negeri sipil yang relatif lebih baik. Tahun 2003 Menteri PAN menyatakan bahwa 53% dari 4 juta pegawai negeri sipil yang ada di seluruh Indonesia berkinerja buruk.

Walaupun terbatasnya jumlah dan sumber dana merupakan kendala, pengelolaan sumberdaya manusia yang belum berdasarkan prestasi (merit based) merupakan masalah yang jauh lebih serius. Pada PTN, keterikatan dosen dengan status pegawai negeri sipil merupakan kendala utama. Sistem pengelolaan pegawai negeri sipil yang secara seragam dan sentralistis berlaku untuk semua unit pemerintah, tidak sesuai dengan prinsip merit based yang seyogyanya berlaku untuk dosen. Indonesia merupakan satu dari sedikit negara modern yang memberlakukan sistem pengelolaan pegawai negeri sipil pada dosen.

Sumber permasalahan dari kinerja dan mutu yang buruk, adalah pengelolaan SDM yang tidak efektif dan tidak efisien. Sistem PNS sendiri sudah disiapkan dengan baik dan berbasis merit. Namun birokrasi pengelolaan yang terlalu rumit menyebabkan, tidak adanya kewenangan untuk melaksanakan reward and punishment secara otonom dalam pengelolaan sumberdaya manusia dari sisi penentuan gaji dan sanksi.

Hal tersebut berakibat pada kinerja individu dan organisasi yang buruk. Disamping itu kurang memadainya perencanaan sumberdaya manusia dari tingkat yang tertinggi sampai ke yang terendah, terutama yang terkait dengan pengembangan institusi, pengembangan pendidikan, dan arah pengembangan riset yang jelas, berakibat pada pemanfaatan SDM yang tidak efektif dan tidak efisien.

Mahalnya biaya pendidikan S3 berakibat terhambatnya jumlah pertumbuhan pegawai akademik dengan kompetensi S3, yang kemudian berakibat pada ketertinggalan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Implementasi Sistem Pendidikan Nasional selama ini yang diwarnai oleh tatanan sentralistis dan semangat keseragaman masih kuat tercermin dalam LID No. 2, 1989 dan PP No. 30,

14

Page 15: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

1990. Menyadari hal tersebut, pemerintah melalui PP No. 60, 1999 telah melonggarkan keketatan sentralisasi tersebut. Selanjutnya, pemerintah melalui PP No. 61, 1999 memberi kewenangan yang jauh lebih luas kepada PTN dengan status hukum BHMN. Namun, implementasi PP No. 61, 1999 masih terbatas karena belum selaras dengan perundang-undangan pada tingkat di atasnya.

Selain itu, kegiatan penelitian di perguruan tinggi juga mempunyai implikasi langsung terhadap peningkatan mutu pendidikan terutama dalam pengkayaan materi ajar, kepercayaan diri dosen dalam pengalihan ilmu pengetahuan kepada para peserta didik serta merupakan usaha untuk mempersiapkan peneliti-peneliti baru pada masa yang akan datang.

Dari sisi ini perguruan tinggi mempunyai peran sentral dalam menempatkan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sebagai salah satu aspek penting peningkatan daya saing bangsa, melalui keungulan local atau kekhasan indikasi geografis tropika, misalnya untuk penelitian dalam bidang kedokteran tropika, pertanian tropika, kehutanan tropika, serta kekayaan bernilai yang lainnya (inherited assest) yang tidak dimiliki bangsa lain. Namun demikian, potensi unggulan ini belum dapat diamanfaatkan secara optimal.

Jika jumlah peneliti dengan kualifikasi S-3 dianggap sebagai salah satu unsur yang menentukan kapasitas penelitian perguruan tinggi di Indonesia, maka kapasitas sumber daya manusia untuk menggerakkan penelitian di perguruan tinggi sudah cukup tinggi. Permasalahan mungkin terletak pada kreativitas para peneliti, dukungan pendanaan yang tersedia serta interaksi antara dunia usaha dengan perguruan tinggi yang masih belum memadai.

Dengan terbatasnya anggaran pemerintah, maka pendanaan penelitian yang memadai masih harus bersaing dengan sektor-sektor lain yang lebih mendesak. Namun demikian, tanpa pendanaan yang cukup, sangat sulit bagi perguruan tinggi untuk dapat menghasilkan karya penelitian yang unggul. Untuk mengatasi hal tersebut peran kalangan industri dan swasta sangat diperlukan. Pemerintah perlu mengembangkan sistem insentif yang dapat mendorong dunia industri dan swasta untuk turut membiayai penelitian di perguruan tinggi yang hasilnya akan bermanfaat bagi dunia industri itu sendiri.

Pengembangan model public-private partnership, misalnya, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh perguruan tinggi untuk menggali sumber-sumber dana penelitian, baik di tingkat lokal, nasional atau internasional.

Hal ini telah mendapat dukungan yang nyata dari Pemerintah, khususnya dengan diterbitkannya Undang-Undang No 18 tahun 2002. Dalam hal ini, desentralisasi juga mendorong terciptanya hubungan yang semakin erat antara perguruan tinggi dengan pemerintah daerah. Oleh karena itu memanfaatkan kampus secara keseluruhan sebagai wahana pembelajaran dan pendidikan.

Daya saing bangsa seyogyanya ditumbuhkan melalui pengembangan penelitian dan layanan masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan. Namun demikian, ketertinggalan Indonesia dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni telah menyebabkan proses penciptaan nilai tambah atas aset dan kekayaan bangsa baik berupa sumber daya alam, kekayaan budaya, kemampuan inovatif dan kreativitas manusianya tidak berjalan dengan optimal.

15

Page 16: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Dalam lingkup nasional, kerjasama dan keterkaitan dunia usaha dengan kegiatan penelitian masih belum terbentuk dengan jelas dan sistematis. Hal ini menyebabkan keunggulan yang dimiliki suatu universitas, baik yang disebabkan oleh faktor lingkungan lokal geografisnya maupun faktor kapasitas internalnya, tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan peningkatan daya saing bangsa.

Di sisi lain kelemahan dalam meningkatkan potensi dan kualitas penelitian terletak pada keterbatasan dana penelitian yang dapat diakses oleh para peneliti. Kurangnya keikutsertaan dunia usaha, dana penelitian serta ketidakmampuan mengidentifikasi dan mengembangkan keunggulan lokal menyebabkan kualitas penelitian belum dapat secara nyata memberikan kontribusi pada peningkatan daya saing bangsa.

Perubahan pendekatan atau pandangan dunia usaha terhadap kapasitas penelitian, perubahan sumber dan mekanisme pendanaan penelitian serta peningkatan mutu para peneliti, menjadi faktor-faktor krusial dalam pengembangan kegiatan penelitian untuk pertumbuhan ekonomi. Usaha mengembangkan sistem competitive funding untuk pendanaan penelitian perlu diaplikasikan.

Di sisi lain, kualitas dan relevansi penelitian terhadap permasalahan nyata dan permasalahan strategis perlu terus ditingkatkan dengan penekanan pada penelitian yang berorientasi kemanfaatan bagi masyarakat luas.

Pengembangan pendidikan tinggi hendaknya berjalan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang relevan terhadap kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat. Hal tersebut dapat ditempuh antara lain melalui penelitian yang dapat diharapkan: (1) berkontribusi pada penciptaan pengetahuan; (2) mengurangi ketergantungan pada tenaga ahli dari luar; (3) mengembangkan kapasitas mengolah dan (4) mengelola kekayaan sumberdaya alam secara lestari.

Pada kenyataannya, peran penelitian yang begitu penting belum dapat direalisasikan secara optimal. Di sebagian besar lembaga perguruan tinggi di Indonesia, para dosen lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengajar daripada meneliti. Selain itu, hasil penelitianpun tidak ditindaklanjuti dan berhenti pada laporan penelitian untuk kepentingan angka kredirt (KUM) jabatan saja. Kondisi ini sangat disayangkan mengingat pentingnya peran penelitian. Dengan munculnya tatanan dunia baru yang berbasis pengetahuan, penelitian adalah kunci bagi pengembangan lembaga pendidikan tinggi sekaligus masyarakat di sekitarnya, untuk dapat survive dalam pergaulan di lingkup yang lebih luas.

Ketidakoptimalan pelaksanaan penelitian di lembaga perguruan tinggi disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah ketersediaan fasilitas dan dana. Saat ini pemerintah tidak mampu untuk menyediakan fasilitas dan dana yang diperlukan, sehingga satu-satunya cara adalah menggali potensi dan dana masyarakat. Wacana inipun didukung oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang mengamanatkan bahwa pembiayaan dalam rangka penguasaan, pemajuan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

16

Page 17: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Dalam konteks tersebut di atas, industri adalah salah satu komponen masyarakat yang secara langsung memanfaatkan hasil-hasil penelitian perguruan tinggi. Oleh karena itu wajarlah bila industri adalah salah satu pihak yang dapat diharapkan partisipasinya dalam pengembangan penelitian. Pada kenyataannya, untuk menempuh arah inipun ternyata tidak sederhana, karena tidak adanya roadmap yang jelas serta kurangnya komunikasi dan kerjasama antara perguruan tinggi dan industri.

Dengan demikian jelaslah ada dua isu penting dalam memajukan penelitian di perguruan tinggi: (1) bagaimana menempatkan penelitian dalam kerangka hubungan antara perguruan tinggi dan masyarakat (industri khususnya), dan (2) bagaimana perguruan tinggi menyiapkan sumber-sumber daya penelitiannya untuk menghadapi tantangan yang ada. Bab-bab berikut ini mencoba mengungkap permasalahan dalam kedua aspek tersebut di atas dan menguraikan beberapa alternatif solusinya.

Dalam konteks pengembangan penelitian yang melibatkan baik perguruan tinggi dan masyarakat (industri khususnya), tujuan penelitian untuk “memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi” harus diletakkan dalam kerangka azas kemanfaatan bersama. Artinya, penelitian harus berakar pada situasi dan kondisi industri agar bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.

Positioning penelitian dalam kerangka interaksi perguruan tinggi dan industri akan membawa konsekuensi penetapan arah (orientasi) dan fokus penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi. Arah penelitian dasar (basic research) akan membawa manfaat dalam jangka panjang, sementara arah penelitian terapan (applied research) lebih bersifat jangka pendek dan pragmatis. Sering kali orientasi yang dipilih tidak bersifat “hitam dan putih” (100% penelitian dasar atau 100% penelitian terapan), tetapi membentuk sebuah spektrum dari keduanya yang bersifat komplementer untuk mencapai suatu tujuan strategis dengan cakupan yang lebih luas.

Dalam implementasinya, lepas dari orientasi yang dipilih, pengembangan penelitian memerlukan pemahaman yang mendalam tentang kondisi konkrit lingkungan penelitian. Beberapa aspek penting di antaranya adalah problem-problem nyata yang dihadapi industri dan masyarakat, tingkat kematangan (level of maturity) industri, ketersediaan sumber daya (fasilitas, dana, dan manusia), dan tingkat penerimaan (level of acceptance) industri/ masyarakat terhadap hasil-hasil penelitian.

Problem-problem nyata dalam industri harus dijadikan dasar dalam menentukan arah penelitian agar penelitian yang dilakukan betul-betul membumi dan merealisasikan prinsip “teknologi untuk kesejahteraan masyarakat”. Tingkat kematangan industri perlu diketahui untuk menentukan tingkat teknologi yang akan digunakan dalam penelitian. Konsep teknologi tepat guna memungkinkan pemilihan tingkat teknologi yang fleksibel dalam penelitian. Ketersediaan sumber daya sangat berperan dalam menentukan kelayakan dan kemungkinan keberhasilan penelitian. Tingkat penerimaan industri/masyarakat sangat menentukan keberhasilan implementasi atau deployment hasil-hasil penelitian yang diperoleh.

Identifikasi dan analisis tentang aspek-aspek tersebut di atas sering melibatkan “penelitian tentang penelitian” (meta-research). Hasil kegiatan ini akan menjadi dasar bagi tema,

17

Page 18: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

strategi, sasaran, dan rencana aksi (action plan) untuk pengembangan penelitian di lingkungan perguruan tinggi.

Pengembangan penelitian pada dasarnya mengikuti sebuah siklus seperti yang digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Siklus pengembangan penelitian

Siklus pada Gambar 1 menunjukkan beberapa hal esensial yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan penelitian di perguruan tinggi, di antaranya:

1. Penelitian adalah suatu kegiatan yang sangat terkait dengan dunia nyata2. Penelitian perlu dilandasi oleh arah yang jelas3. Penelitian dilaksanakan dalam sebentuk kerangka strategi yang bertujuan menjamin

kemanfaatan hasil dan keberlanjutannya

Gambar 1 juga mengisyaratkan bahwa pengembangan penelitian di perguruan tinggi memerlukan penanganan secara multiaspek dan pendekatan institusional.

Secara organisatoris, perguruan tinggi memiliki unit-unit penelitian seperti laboratorium atau pusat studi yang memiliki kapasitas untuk mengembangkan penelitian. Laboratorium atau pusat studi dapat dimanfaatkan sebagai ujung tombak dalam menyusun “skenario besar” (grand scenario) bagi penelitian-penelitian yang dilaksanakannya, karena unit-unit tersebut

18

Page 19: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

memiliki sumber-sumber daya esensial yang diperlukan dalam pengembangan penelitian (dosen/peneliti, mahasiswa, dan fasilitas/sarana), bergelut dengan bidang-bidang kajian yang spesifik, dan memiliki akses/jaringan dengan pihak eksternal (industri dalam hal ini).

Pengembangan penelitian berbasis laboratorium atau pusat studi harus dimulai dengan menentukan tema besar (grand theme) kajian penelitian yang dilakukan di unit tersebut. Berfungsi sebagai arah penelitian (research direction), tema utama ini membangun fokus dan mendasari penyusunan strategi pengembangan penelitian. Penelitian-penelitian yang tidak berarah tidak menghasilkan momentum yang besar karena tidak memiliki fokus.

Penentuan tema besar atau arah penelitian harus memperhatikan beberapa hal penting yang bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal yang paling penting adalah minat dan kompetensi penelitian staf pengajar/peneliti yang berafiliasi dengan laboratorium atau pusat studi yang bersangkutan. Tema besar penelitian muncul dari komposisi minat dan kompetensi peneliti yang membentuk dan menonjolkan subtema-subtema yang saling bersinergi dalam sebuah kerangka besar yang utuh.

Faktor internal lain yang berpengaruh penting dalam penentuan tema besar penelitian adalah ketersediaan sarana dan fasilitas. Tema besar penelitian harus realistis dalam pengertian penelitian-penelitian yang akan dijalankan harus didukung oleh sarana dan fasilitas yang tersedia. Dukungan sarana dan fasilitas yang kurang dapat diatasi dengan penggunaan sarana dan fasilitas bersama (sharing) antara beberapa laboratorium.

Ke arah eksternal, tema besar penelitian yang dipilih harus dijustifikasi relevansinya dengan dunia nyata (misalnya kebutuhan industri, kebutuhan daerah/lokal, atau keuntungan strategis bagi bangsa). Tema besar yang kurang relevan tidak akan melahirkan penelitian-penelitian yang produktif, dan pada akhirnya tidak akan menjamin keberlanjutannya.

Pada akhirnya tema besar penelitian perlu didekomposisi menjadi subtema-subtema yang lebih sempit, terfokus, dan konkrit. Tujuan dari pembentukan subtema adalah untuk mempermudah perencanaan topik-topik penelitian yang akan dikerjakan. Sebuah subtema dapat menjadi “payung” bagi beberapa topik kegiatan penelitian.

Penentuan subtema penelitian juga harus mengacu pada kebutuhan dunia nyata. Peran industri sangat berperan dalam hal ini, tidak hanya karena mereka yang paling mengerti kebutuhan mereka sendiri, tetapi mereka biasanya juga memiliki pointers ke arah penyelesaian masalah dan sumber daya pendukung yang tidak dimiliki oleh perguruan tinggi.

Contoh penerapan model pengembangan penelitian berbasis laboratorium dapat dengan mudah dilihat di perguruan-perguruan tinggi di Jepang. Di perguruan tinggi Jepang, setiap laboratorium memiliki tema besar penelitian yang sangat jelas terlihat. Subtema-subtema yang melandasi penelitian-penelitian yang dilakukan juga mudah untuk diidentifikasi. Kejelasan lingkungan penelitian tersebut sangat ditentukan oleh profesor yang memimpin laboratorium tersebut, yang kemudian diikuti oleh peneliti-peneliti lain pada hirarki di bawahnya (termasuk mahasiswa riset S2 dan S3).

Dengan demikian sebuah laboratorium di perguruan tinggi di Jepang bersifat volatile (mudah berubah). Perubahan terhadap tema besar penelitian dapat saja terjadi jika, misalnya, sang profesor pindah ke perguruan tinggi lain. Lepas dari beberapa kerugian yang mungkin

19

Page 20: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

muncul, model “laboratorium mengikuti profesor” membentuk fokus tema penelitian yang jelas, kohesif, dan tajam. Lebih dari itu, sebuah laboratorium dapat secara fleksibel mengikuti tuntutan industri dan perkembangan teknologi.

Idealnya keterlibatan industri dimulai saat perguruan tinggi merencanakan skenario pengembangan penelitiannya. Pihak industri dapat menjadi narasumber dalam memotret problem-problem mereka secara langsung, atau membantu mengidentifikasi isu-isu pengembangan teknologi yang diperlukan industri secara umum.

Keterlibatan ini perlu dipertahankan pada tahap pelaksanaan penelitian, misalnya melalui pemanfaatan sarana dan fasilitas bersama, kontribusi pendanaan, atau kontribusi keahlian dan sumber daya manusia. Sayangnya keterlibatan yang berkelanjutan tidak mudah dilaksanakan karena faktor-faktor perbedaan tipe (mismatch) antara supply dan demand, tingkat kebutuhan R&D di industri, dan kurangnya komunikasi.

Keterlibatan berkelanjutan dapat dibangun secara bertahap. Yang diperlukan adalah kesamaan pandangan dari pihak perguruan tinggi dan industri dan konsistensi dalam menjalani interaksi penelitian dan pengembangan di antara keduanya. Semakin lama akan terbentuk saling pengertian tentang kebutuhan dan keuntungan bagi masing-masing pihak, yang pada akhirnya akan membentuk saling ketergantungan. Pada tingkat yang paling tinggi, interaksi antara perguruan tinggi dan industri dapat memberikan kontribusi yang bersifat strategis bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat atau pengembangan ilmu pengetahuan. Gambar 2 dan 3 mengilustrasikan tingkat-tingkat hubungan antara perguruan tinggi, industri dan lembaga riset.

Pada tingkat paling bawah, hubungan bersifat individual. Kondisi ini sering dicontohkan oleh dosen/peneliti yang mendapatkan pekerjaan dari industri secara individual. Nama institusi perguruan tinggi melekat pada sang dosen atau peneliti, tetapi tidak ada keterkaitan formal antara industri dan perguruan tinggi tersebut, sehingga tidak ada keuntungan yang jelas yang didapat oleh perguruan tinggi. Sebaliknya, jika hubungan ini melahirkan masalah, perguruan tinggi tersebut dapat terbawa-bawa.

Pada tingkat di atasnya sudah mulai terbentuk kelompok-kelompok yang mengatas-namakan institusi, meskipun dalam lingkup yang terbatas. Sebagai contoh adalah penelitian yang dilakukan kelompok dosen/ peneliti dalam sebuah laboratorium. Proyek yang dikerjakan biasanya mengatasnamakan laboratorium, dan sangat terkait dengan bidang kajian laboratorium tersebut.

Keterlibatan formal institusi perguruan tinggi secara penuh muncul pada tingkat yang lebih tinggi. Pada tingkat ini sumber daya sebuah unit di perguruan tinggi diarahkan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Pengelolaan sumber daya dilakukan secara institusional sepenuhnya, melibatkan koordinasi dan interaksi dengan kelompok-kelompok peneliti yang ada di lingkungan unit perguruan tinggi tersebut.

20

Page 21: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Gambar 2. Tingkat Hubungan Perguruan Tinggi dengan Industri

Hubungan dengan tingkat yang paling tinggi terjadi bila di dalam hubungan tersebut terkandung kondisi kejiwaan yang selaras, seimbang, dan saling membutuhkan. Pada tataran ini, di samping relasi timbal balik antara industri dan perguruan tinggi sering muncul juga outcome yang bersifat strategis, jangka panjang, dan berdampak luas.

Pada akhirnya, dalam pidato saya ini saya menyampaikan beberapa hal yang perlu difikirkan bersama untuk menatap masa depan yang lebih baik. Pertama, bahwa kegiatan pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat bagi dosen merupakan 3 hal yang tidak dapat dipisah-pisahkan melainkan satu kesatuan yang berjalan selaras; Kedua, Bukti empiris menunjukkan bahwa kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dialksanakan secara profesional dapat meningkatkan kredibilitas Perguruan Tinggi; Ketiga, kemitraan antara Perguruan Tinggi dengan dunia industri dan pemerintah merupakan kata kunci kesusksesan/keberhasilan untuk meningkatlkan daya saing bangsa.

21

Page 22: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Gambar 3. ugroho, L, E. 2004. Beberapa Pemikiran dan Pengalaman dalam Pengembangan Penelitian di perguruan Tinggi. Evolusi dan Interaksi Antar Aktor/Pelaku Sistem Inovasi Nasional Korea

GRIs

Universitas

Industri GRIs

Universitas

Industri

GRIs

Universitas

Industri

1960 1970

1980

GRIs

Universitas

Industri

1990

GRIs

Universitas

Industri

2000 2010

NEGARA INDUSTRI DAN

MODERN

HIBAH KOMPETISIPENGUATAN DAN PEMANTAPAN PENGELOLAAN PENELITIAN,

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT, BERKALA ILMIAHDAN HKI DI PERGURUAN TINGGI

Berkaitan dengan Kebijakan Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi sebagaimana yang tertulis dalam Higher Education Long Term Strategy (HELTS) 2004-2010, khususnya dalam meningkatkan daya saing bangsa, Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, telah berusaha mengambil langkah-langkah strategis untuk menggapai tujuan tersebut. Di antaranya adalah pemberian hibah bidang penelitian, pengabdian kepada masyarakat, penulisan artikel

22

Page 23: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

ilmiah serta mendorong perolehan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bagi para dosen/penelitian.

Berdasarkan fakta yang ada langkah-langkah tersebut di atas, tidak cukup rasanya untuk menciptakan suasana akademik yang kondusif untuk menuju peningkatan daya saing bangsa, karena kita masih memerlukan upaya untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan penelitian, penerapan temuan penelitian, penyebar luasan hasil penelitian melalui penulisan artikel ilmiah dan peroehan hasil penelitian lain yang berupa invensi oleh para dosen/peneliti di perguruan tinggi (PT). Upaya untuk meningkatkan daya saing tersebut diperlukan adanya program pemantapan pengelolaan penelitian di PT.

Oleh karena itu kegiatan penelitian, pengbdian kepada masyarakat, penulisan artikel ilmiah dan perolehan Hak kekayaan Intelektual (HKI) yang dihasilkan berada dalam suasana akademik yang maju dan kondusif, dipandang perlu pula memperbaiki tata kelola yang baik. Tata kelola yang baik merupakan bagian dari penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam pengelolaan penelitian di PT.

Selain tata kelola yang baik, para dosen/peneliti juga akan semakin mantap bila berkembang dalam sebuah kelembagaan penelitian, pengbdian kepada masyarakat, penulisan artikel ilmiah dan perolehan Hak kekayaan Intelektual (HKI) yang dikelola dalam organisasi yang sehat. Oleh karena itu, masa yang akan datang kelembagaan yang mengelolanya perlu disempurnakan melalui program penguatan dan pemantapan, yang merupakan salah satu misi dari kegiatan ini. Ke depan, peranan kelembagaan penelitian di Indonesia diharapkan lebih mandiri.

Dalam kesempatan ini, DP2M mengundang semua perguruan tinggi di Indonesia untuk memanfaatkan program ini melalui mekanisme komptesi sebagaimana telah menjadi kebijakan dasar DP2M.

Selamat berpartisipasi dan berkompetisi, semoga hasil penguatan dan pemantapan kelembagaan penelitian, pengbdian kepada masyarakat, penulisan artikel ilmiah dan perolehan Hak kekayaan Intelektual (HKI) melalui program ini dapat meningkatkan peranan kelembagaan pengelola dalam memajukan inovasi ipteks, sekaligus dapat mengangkat citra Indonesia di mata dunia dan bermanfaat bagi kesejahteraan bangsa.

Pengembangan PT dalam jangka panjang diharapkan akan menghasilkan tiga indikator penting, yakni meningkatnya daya saing bangsa, pendidikan dikelola dalam kerangka otonomi, dan tridarma perguruan tinggi dikelola dalam kerangka organisasi yang sehat. Mengingat segi penelitian adalah salah satu misi dari lahirnya perguruan tinggi, maka kegiatan penelitian juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pencapaian keberhasilan 3 pilar cita-cita pengembangan perguruan tinggi.

Daftar kompetisi negara jelas menunjukkan bahwa Indonesia masih berada jauh di bawah dibandingkan dengan negara lain. Kkegiatan penelitian dipandang sebagai salah satu unsur yang sangat mempengaruhi percepatan peningkatan daya saing bangsa.

Peran kelembagaan penelitian di perguruan tinggi selama ini masih terbatas dan berkisar kepada pengadministrasian penelitian. Sesungguhnya, kelembagaan penelitian perlu menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang sehat dan dinamis. Kelembagaan perlu dirumuskan dalam kerangka memajukan perguruan tinggi, aspek legal, kepemimpinan (leadership), mendorong prioritas riset, memanfaatkan sistem informasi , dan membangun segala bentuk jalinan hubungan internal dan eksternal. Tanpa kebijakan dan mandat yang memadai dari Rektor, kelembagaan penelitian dan pengabdian berjalan pada keterikatan yang sempit dan ruang geraknya menjadi terbatas. Jika hal ini dibiarkan, suasana akademik yang perlu dibangun oleh kelembagaan penelitian dan pengabdian sangat minim, bahkan tidak kelihatan.

23

Page 24: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, tahap penting dalam pengembangan penelitian adalah menuju good university governance dengan menyelesaikan terlebih dahulu persoalan manajemen internal pada kelembagaan yang menyelenggarakan pengelolaan penelitian di perguruan tinggi.

Persoalan internal manajemen yang harus diprioritaskan adalah penanganan penelitian, di samping mengembangkan personel penelitian, penyediaan dana penelitian, penumbuhan suasana penelitian, serta hubungan fungsional kelembagaan penelitian dengan organisasi internal perguruan tinggi, serta dengan pihak stakeholders dalam konteks yang lebih luas lagi.

Dalam perjalanan waktu, kelambanan dalam menghasilkan produk-produk penelitian dan kebertahanan dari para peneliti juga disebabkan oleh belum tuntasnya pengelolaan kelembagaan penelitian. Termasuk di antaranya segi legal, hubungan organisatoris, perencanaan, koordinasi, monitoring dan evaluasi, pendataan, serta segi pengelolaan finansial.

Disadari juga bahwa semakin bayak dosen sebagai individu yang credible, namun mereka belum bekerja secara institusi. Hal ini mungkin karena belum jelasnya kebijakan serta regulasi yang ada tentang kelembagaan penelitian. Akibatnya, hubungan antara peneliti dan kelembagaan penelitian, fakultas, jurusan, laboratorium maupun pusat studi menjadi tidak jelas. Hal ini sudah tentu memicu proses penelitian yang dilakukan secara individual.

Menyadari segala kekurangan tersebut, diperlukan upaya untuk penguatan kelembagaan sehingga lembaga yang bertanggung jawab atas berkembangnya kegiatan penelitian dapat menjalankan fungsinya secara terarah, menghasilkan produk-produk penelitian yang berkualitas, serta secara sosial-ekonomi dapat berkontribusi dalam menyejahterakan masyarakat Indonesia. Tujuan skema penelitian ini adalah: (1) Terbangunnya prinsip-prinsip manajemen organisasi kelembagaan penelitian/pengabdian kepada masyara-kat/pengelolaan berkala ilmiah/pengelolaan HKI yang sehat di perguruan tinggi, termasuk segala segi yang mendukung penerapan sistem internal manajemen; (2) Terbentuknya kelembagaan penelitian/pengabdian kepada masyarakat/pengelolaan berkala ilmiah/penge-lolaan HKI yang mampu berkontribusi secara konkret dalam pengembangan iptek serta berperan dalam memperlancar penelitian dan atau memfasilitasi pemanfaatannya (diseminasi); (3) Terciptanya iklim akademis yang sehat, transparan, akuntabel dalam aspek penelitian/pengabdian kepada masyarakat/pengelolaan berkala ilmiah/pengelolaan HKI, (4) Terciptanya kelembagaan yang sehat, dinamis dan bermartabat untuk mengelola penelitian/pengabdian kepada masyarakat/pengelolaan berkala ilmiah/ pengelolaan HKI.

Di dalam kegiatan penguatan kelembagaan ini, program-program yang diusulkan harus berorientasi pada luaran-luaran di bawah ini. Usulan yanng diajukan agar dapat mencerminkan tahapan yang runut sesuai dengan kondisi saat ini sampai berakhirnya kegiatan (3 tahun).

Menurut kondisi kelembagaan penelitian yang ada saat ini, terlihat 3 kategori fungsi kelembagaan. Pertama adalah kelembagaan yang baru berkembang, kedua adalah kelembagaan yang sedang berkembang (yang mendapatkan mandat pengelolaan hibah Penelitian Dosen Muda dari DP2M), dan ketiga, kelembagaan penelitian yang diberi wewenang untuk mengelola penelitian secara mandiri (desentralisasi pengelolaan penelitian).

Setiap pengusul, sesuai dengan kelompoknya, agar menyesuaikan dengan 10 luaran yang paling relevan dengan penguatan dan pemantapan kelembagaannya. Selain

24

Page 25: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

itu, semua kegiatan yang diusulkan perlu menjaga road map pemecahan persoalan sesuai dengan peta persoalan yang dihadapi. Kesepuluh luaran adalah sebagai berikut:1. Terbangunnya hubungan organisatoris kelembagaan penelitian secara internal dan

eksternal.2. Dihasilkannya data dan sistem informasi penelitian yang lengkap dan

berkesinambungan.3. Selesainya perencanaan strategis kelembagaan penelitian yang merupakan bagian

dari strategic planning universitas4. Terumuskannya segi kelembagaan penelitian, misalnya tata pemilihan pimpinan

kelembagaan dan staf, dan aturan keuangan.5. Tersusunnya standard operating procedure (SOP) kelembagaan penelitian di

perguruan tinggi.6. Semakin berperannya kelembagaan dalam menyusun peta prioritas penelitian yang

akan dilaksanakan pada masa yang akan datang oleh unit-unit pusat penelitian, jurusan, dan laboratorium.

7. Semakin berperannya lembaga dalam meningkatkan SDM penelitian.8. Terbangunnya lembaga sebagai pusat informasi perkembangan ipteks dan fasilitas

yang mendukungnya.9. Terbangunnya sistem penelitian yang menunjang proses belajar mengajar.10. Terfasilitasinya kerja sama kelembagaan penelitian dengan pihak lain.

PENELITIAN UNGGULAN STRATEGIS

Pada hakekatnya pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan tridarma: (1) pendidikan dengan cara mengajarkan, menyebarluaskan, dan menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olah raga dan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat; (2) penelitian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknlogi, seni, dan/atau olah raga serta memperkaya budaya untuk memeperkuat daya saing dan jati diri bangsa; dan (3) pengabdian kepada masyarakat untuk mendorong modernisasi dan perwujudan masyarakat madani sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olah raga dan nilai-nilai luhur bangsa. Dalam pelaksanaan amanah tridarma perguruan tinggi sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, peran dosen sangat strategis.

Dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Sebagai tenaga profesional, dosen dituntut untuk senantiasa melakukan upaya-upaya inovatif dan inventif dalam bidang ilmu yang menjadi tanggung jawabnya.

Karya-karya inovatif dan inventif tersebut dapat dicapai melalui serangkaian kegiatan penelitian maupun pengabdian kepada masyarakat yang terfokus dan dapat pula berasal dari umpan balik penerapan hasil penelitiannya kepada masyarakat. Sebagai konsekwensi dari profesionalisme seorang dosen dalam bidangnya, maka dosen harus mencapai tingkatan kompetensi dalam bidang ilmu yang menjadi tanggung jawabnya.

Sebagaimana diketahui bahwa, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh dosen dalam melaksanakan tugas utamanya berupa tridarma perguruan tinggi yang terdiri dari

25

Page 26: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

kegiatan (1) pendidikan, (2) penelitian dan (3) pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk menyiapkan dana penelitian bagi para dosen perguruan tinggi untuk mempertahankan profesionalisme dan sekaligus mementapkan kompetensinya dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya.

Sebagian besar proses belajar dan mengajar di perguruan tinggi didasarkan atas hasil penelitian (teaching based research), akan lebih baik apabila penelitian itu dilakukan sendiri oleh dosen. Oleh karena itu hasil penelitian yang dilakukan para dosen menjadi wajib untuk diinformasikan, dijelaskan, serta dibahas bersama antara dosen-mahasiswa sehingga menjadi topik yang menarik bagi para mahasiswa. Untuk itu kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan pendidikan, karena itu tugas dosen tidak hanya mengajar tapi juga harus melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Dosen yang melakukan penelitian maupun pengabdian kepada masyarakat harus konsisten dengan bidang ilmu dan/atau matakuliah yang diampu dan sekaligus menjadi tanggung jawabnya. Dari hasil pengamatan selama 2 tahun menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa dosen yang melakukan penelitian di luar bidangnya, walaupun sebagaian besar dosen telah melakukan penelitian sesuai dengan bidang ilmunya. Dari hibah penelitian yang ditawarkan DP2M berupa hibah penelitian kompetisi yang sudah ada seperti: Penelitian Fundamental, Hibah Pekerti, Hibah Bersaing, dan Hibah Pascasarjana), ternyata cukup banyak dosen/peneliti yang telah menunjukkan konsistensinya untuk menekuni serta melaksanakan penelitian di bidang ilmunya. Mereka ini layak mendapat perhatian dan apresiasi yang memadahi, sehingga Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mamandang perlu untuk memberikan insentif dan penghargaan kepada dosen/peneliti yang konsisten tersebut melalui satu program yang disebut Penugasan Perguruan Tinggi dalam Penelitian Unggulan Strategis.

Penelitian Unggulan Strategis, diharapkan PT lebih leluasa memperdalam, memperluas, dan mendiseminasikan hasil pekerjaannya. Secara lebih khusus, dengan hibah ini diharapkan peneliti selalu konsisten sehingga program penelitiannya tuntas dan menjadi peneliti terbaik di bidangnya. Penelitian Unggulan Strategis ini juga penting guna memudahkan pemerintah mengidentifikasi dan memetakan potensi dosen/peneliti di Indonesia yang dapat membantu menyelesaikan masalah kemasyarakatan secara cepat, tepat dan terjangkau..

Landasan hukum yang berkaitan pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat didasarkan atas: (1) Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 5 mengamanatkan bahwa pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia; (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 20 ayat 2 Perguruan Tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat serta pasal 24 ayat 2 perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebaga pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat; (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam pasal 51 ayat 1 huruf d bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Sebagai tindak lanjut dari amanat tersebut diatas dan sejalan dengan Kebijakan Pengembangan Pendidikan Tinggi yang tertuang dalam HELTS (Higher Education Long Term Strategy) bahwa dalam meningkatkan daya saing bangsa, Direktorat Penelitian dan

26

Page 27: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, berupaya mengambil langkah strategis dalam meningkatkan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di perguruan tinggi.

Pemberian insentif bagi para dosen/peneliti perguruan tinggi yang kompetitif berdasarkan kompetensinya melalui penugasan PT dalam penelitian unggulan strategis dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi para dosen/peneliti yang telah secara terus menerus dan konsisten melaksanakan kegiatan penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat secara terus terprogram, menerus dan berkesinambungan.

Hibah penelitian unggulan strategis yang diprogramkan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang akan dilaksanakan Tahun Anggaran 2009 ini bertujuan untuk:1. Dapat membantu masyarakat, pemerintah kabuparten/kota, propinsi maupun

pemerintah pusat untuk menyelesaikan permasalahannya yang bersifat strategis.2. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan potensi para dosen/peneliti yang

konsisten dan kompeten di bidangnya;3. Optimalisasi pemanfaatan hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat

dosen/peneliti di perguruan tinggi untuk digunakan sebagai bahan ajar dan diabdikan kepada masyarakat;

4. Meningkatkan perolehan hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dalam bidang HKI, publikasi ilmiah, teknologi tepat guna, rekayasa sosial/kebijakan publik dan buku ajar;

5. Mendorong terbentuknya program payung penelitian (agenda riset) dan atau payung kegiatan lain seperti pmberdayaan masyarakat, KKN tematik, dan lainnya di beberapa unit kerja di setiap perguruan tinggi, fakultas, jurusan, program studi, laboratorium, kelompok peneliti, atau unit-unit lainnya.

6. Menumbuh kembangkan budaya kerja sama antar dosen/peneliti baik di dalam negeri maupun luar negeri;

7. Membangun kepercayaan (trust) dan pengakuan masyarakat terhadap hasil-hasil perguruan tinggi.

Sedangkan tujuan yang ingin dicapai lebih luas dari penyelenggaraan program ini adalah untuk mendukung kebijakan pemerintah untuk mengimplementasikan focal point pada setiap perguruan tinggi, tanpa membatasi ruang geraknya baik dalam aspek penelitin maupun penerapan hasil-hasil penelitiannya melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat.

Dalam program penelitian unggulan strategis ini para dosen/peneliti diberikan kebebasan untuk memilih tema penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang akan dilaksanakan, walaupun temanya bebas seorang dosen/peneliti harus tetap konsisten dengan bidang ilmu yang diampu di perguruan tingginya. Tema-tema kegiatan yang diprioritaskan dan bersifat unggulan dan strategis adalah sebagai berikut:1. Pengentasan Kemiskinan;2. Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan (biodiversity). 3. Energi Terbarukan;4. Ketahanan Pangan; 5. Gizi dan Penyakit Tropis; 6. Mitigasi dan Manajemen Bencana; 7. Integrasi Bangsa, dan Harmoni Sosial, termasuk bidang Kebudayaan;8. Otonomi Daerah dan Desentralisasi;

27

Page 28: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

9. Seni dan Sastra dlm mendukung industri kreatif (Creative Industry).10. Insfrastruktur, Transportasi dan Industri Pertahanan.

Apabila pengusul ternyata tidak konsisten dengan bidang ilmu yang diampu maupun dalam jejak rekam yang diajukan, serta mengingkari janjinya maka pihak Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dapat mengambil langkah untuk menghentikan pendanaannya dan dana yang telah diterima segera dikembalikan ke kas negara.

Luaran (output) berikut adalah yang dituntut dari seorang penerima hibah kompetensi, yang setiap tahun harus dapat menunjukkan kemajuan dan/atau bukti-bukti sah dengan menunjukkan adanya kemajuan dan/atau adanya indikasi bahwa akan menhhasilkan: 1. Pemecahan masalah nasional, regional maupun masyarakat di daerah baik berupa

model pemberdayaan atau tindakan nyata untuk pemberdayaan.2. HKI dapat berupa: bukti pendaftaran, bukti pemrosesan, dan perolehan yang berupa

sertifikat, atau3. Publikasi ilmiah di jurnal bereputasi internasional dan/atau di jurnal terakreditasi

secara nasional, atau4. Teknologi tepat guna yang telah diterapkan dalam masyarakat, atau rekayasa sosial-

ekonomi/rumusan kebijakan publik yang bermanfaat bagi masyarakt/model pembelajaran/pemberdayaan masyarakat dan

5. Buku ajar di bidang ipteks yang diterbitkan oleh penerbit dan beredar secara nasional dan dipergunakan sebagai bahan ajar.Akan menjadi lebih baik apabila hasil kegiatan tersebut memperoleh penghargaan

atau pengakuan dari peers sebagai narasumber di bidangnya dan dapat membangun jejaring kerja sama antar peneliti dan antar lembaga, baik lembaga nasional maupun internasional.

Program hibah kompetensi ini dirancang untuk multi tahun yang dikemas kedalam beberapa batch (angkatan) mulai angkatan I, angkatan II, dan angkatan III dan seterusnya. Setiap angkatan sekurang-kurangnya terdiri atas 2 tahun dan sebanyak-banyaknya 3 tahun.

Kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat hibah kompetensi dirancang menjadi beberapa angkatan dan setiap dosen dapat melanjutkan untuk memperoleh pendanaannya untuk angkatan berikutnya apabila telah memenuhi kewajiban yang telah dipersyaratkan.

Yang dimaksud dengan dosen/peneliti kompeten dalam program ini ialah (1) mereka yang konsisten menekuni bidangnya, (2) dinilai dari indikator kinerja kunci (IKK), sebagaimana diuraikan pada butir VII.

Adapun beberapa persyaratan yang diperlukan bagi setiap dosen/peneliti yang tertarik untuk berkompetisi dalam hibah kompetensi ini adalah sebagai berikut:1. Dosen/peneliti yang mengajukan hibah kompetensi ini tidak boleh menjadi anggota

pada usulan Hibah Kompetensi yang diajukan oleh peneliti/pelaksana pengabdian kompeten lainnya;

2. Tim peneliti dipimpin oleh ketua dan dapat dibantu oleh anggota sesuai dengan keperluannya;

3. Ketua tim adalah dosen/peneliti yang kompeten di bidangnya; 4. Tim pengusul harus mempunyai track record yang baik;5. Tim pengusul harus memiliki road map kegiatan harus jelas, berikut target waktu,

strategi pencapaian target, dan output dari setiap kegiatan;

28

Page 29: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

6. Keterlibatan mahasiswa sangat dianjurkan;7. Biodata ketua dan anggota tim peneliti dilampirkan (lihat panduan);8. Ketua tim tidak boleh merangkap menjadi ketua tim kegiatan lain yang didanai oleh

departemen dan/atau sumber-sumber lain yang untuk kegiatannya mempunyai kesamaan maksud dan tujuan;

9. Seorang dosen/peneliti kompeten hanya berhak mengajukan satu usulan, baik sebagai anggota maupun sebagai ketua tim. Pengajuan lebih dari satu usulan akan mengakibatkan semua usulan yang bersangkutan tidak akan dievaluasi.Indikator Kinerja Kunci (IKK) dosen/peneliti kompeten dievaluasi berdasarkan

pencapaian luaran yang telah ditetapkan pengusul dalam usulannya. Evaluasi dilakukan sewaktu monitoring lapangan dan/atau dari laporan kemajuan tahunan. Laporan kemajuan tahun pertama dan kedua dan laporan akhir harus memuat bukti-bukti pencapaian luaran Hibah Kompetensi, yaitu berupa:1. Untuk HKI, sudah mengikuti proses sesuai dengan rezim HKI masing-masing;2. Kumpulan publikasi ilmiah di jurnal bereputasi internasional dan/atau di jurnal

terakreditasi;3. Kemanfaatan teknologi tepat guna dan/atau rekayasa sosial/rumusan kebijakan

publik;4. Naskah atau buku ajar yang berupa draft, sudah edit dan/atau sudah terbit;5. Jika ada, bukti-bukti pengakuan oleh peers sebagai narasumber di bidangnya,

misalnya undangan sebagai pembicara kunci dalam temu ilmiah di tingkat internasional/nasional;

6. Jika ada, bukti-bukti berkembangnya jejaring kerja sama antar peneliti, antar pelaksanan kegiatan dan antar lembaga.

Seorang penerima hibah yang telah berhasil memenuhi persyaratan untuk dapat melanjutkan pada angkatan dan/atau tahun berikutnya harus memenuhi janji yang dibuat penerima hibah.

BAHAN BACAAN

Adi Saptari. 2002. Bangkitnya Inovasi Korea, Pengalaman Korea membangun Kemampuan IPTEK. Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi 2004. Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003-2010 (HELTS). Mewujudkan perguruan tinggi berkualitas. Departemen Pendidikan Nasional.

Hiroomi Homma. 2004. Study on Linkage between University, Local Government and Industry in Indonesia Local Area. Seminar and Workshop on Overcoming Barrier to Collaborative Research and Service Partnerships between University, Industry, and Government, Medan 22-23 July 2004.

Hisao Tanimoto. 2004. Current Tools and Resources to Enhance Collaborative Reseacrh and Service between University, Industry and Government in view of Regional Development. Seminar and Workshop on Overcoming Barrier to Collaborative Research and Service Partnerships between University, Industry, and Government, Medan 22-23 July 2004.

Iwan Sudradjat. 2004. LAPI sebagai Income Generating Unit Pendukung Pencapaian Academic Excellent di Intitut Teknologi Bandung. Seminar and Workshop on

29

Page 30: RAPIDmmunir.lecture.ub.ac.id/.../2012/04/inovasi-penelitian.docx · Web viewSesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta beberapa

Overcoming Barrier to Collaborative Research and Service Partnerships between University, Industry, and Government, Medan 22-23 July 2004.

Kementerian Riset dan Teknologi. 2003. Buku Saku Indikator IPTEK Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Kementerian Riset dan Teknologi, Jakarta 2003.

Nugroho, L, E. 2004. Beberapa Pemikiran dan Pengalaman dalam Pengembangan Penelitian di Perguruan Tinggi. Seminar and Workshop on Overcoming Barrier to Collaborative Research and Service Partnerships between University, Industry, and Government, Medan 22-23 July 2004.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Juli 2002.

30