polisiku.netpolisiku.net/files/taskap_lengkap_website.docx · web viewmelihat dari uraian bab di...
TRANSCRIPT
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPULIK INDONESIA
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
serta atas segala rakhmat dan perkenan-Nya, penulis sebagai salah satu
peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLVIII Tahun 2012
Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, telah berhasil
menyelesaikan tugas Kertas Karya Perorangan (TASKAP) ini. Berbagai
kendala yang penulis hadapi, baik berupa keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan, maupun keterbatasan waktu, namun berkat dukungan berbagai
pihak yang dengan tulus membantu penulis, maka tugas ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Kertas Karya
Perorangan ini memilih judul : “Implementasi Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin di Lingkungan Polri Guna Peningkatan Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa”.
Judul TASKAP ini dipilih dengan latar belakang diantaranya bahwa,
setelah Polri dipisahkan dari ABRI di sekitar tahun 1998, sampai saat ini
belum ada sebuah penamaan khusus yang merupakan kristalisasi dari asas-
asas ataupun nilai-nilai yang dapat menjadi pegangan ataupun pedoman
kepemimpinan di lingkungan Polri seperti misalnya adanya “11 Asas
Kepemimpinan ABRI” sebelumnya. Pemilihan akan kata-kata kepemimpinan
Rahmatan Lil Alamin (RLA) ini, dikarenakan makna dari RLA itu sendiri
sebagai sebuah ungkapan yang bermakna “rahmat bagi semesta alam”. Hal
ini menurut penulis selaras dengan “roh” atau “jiwa” ataupun “hakekat” dari
keberadaan berbagai aparat pemerintah lebih-lebih sebagai polisi yang
secara universal memiliki tugas-tugas menjaga dan memilihara keamanan
dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dengan pendekatan
pengyoman, perlindungan dan pelayanan masyarakat. RLA senantiasa
menebarkan cinta kasih bagi seluruh umat manusia dan segala ciptaan
Tuhan di alam semesta baik benda hidup (biotik) maupun benda mati
(abiotik). Dengan demikian penggunaan istilah kepemimpinan RLA ini adalah
2
sebagai sebuah alternatif penamaan. Lebih lanjut hal ini didorong oleh
perkembangan dari organisasi Polri itu sendiri, dimana setelah dipisahkan
dari ABRI telah memiliki landasan operasional yang baru berupa undang-
undang yang berbeda dari sebelumnya yaitu undang-undang No. 2 Tahun
2002 Tentang Polri, kemudian ada pemaknaan baru dari pedoman hidup
maupun pedoman kerja di lingkungan Polri selama ini yaitu Tribrata dan
Catur Prasetya. Disamping itu Polri telah memiliki Grand Strategi 2005-2025
yang dijadikan pedoman atau arah pembangunan Polri untuk jangka waktu
tertentu. Dalam Grand Strategi ini terkandung pikiran-pikiran pokok
pembangunan Polri baik jangka pendek, sedang dan panjang maupun visi
sebagai arah yang dikehendaki dalam kerangka memperkuat pembangunan
masyarakat sipil yang madani ataupun membangun masyarakat yang
demokrasi, patuh pada hukum dan menghargai hak asasi manusia
sebagaimana yang tertuang dalam nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman
hidup, pandangan hidup maupun idiologi dan UUD 1945 sebagai landasan
konstitusional dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasayarakat.
Hal lain yang cukup mendasar dalam perkembangan Polri setelah dipisahkan
dari ABRI adalah pemilihan strategi maupun filosofi perpolisian yang modern
yaitu perpolisian masyarakat atau pemolisian masyarakat (Polmas).
Kebijakan Polmas ini telah tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun
2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi Dan Implementasi Pemolisian
Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. Kebijakan Polmas ini baik
sebagai strategi maupun filosofi pada intinya adalah mensetarakan aparat
atau para petugas Polri dengan masyarakatnya yang harus dilayani dan
pemecahan masalah bersama. Berbagai perubahan-perubahan di
lingkungan Polri tersebutlah, setidaknya yang mendorong penulis untuk
membahas dan mencoba merumuskan asas-asas yang dapat menjadi style
atau gaya kepemimpinan di lingkungan Polri dengan tentu saja didasarkan
pada nilai-nilai kepemimpinan yang diterapakan di Indonesia dan diajarkan di
Lemhannas ini seperti diantaranya nilai-nilai kepemimpinan nasional,
kepemimpinan kontemporer, kepemimpinan visioner, kepemimpinan
negarawan dan tentu juga tidak terlepas dari sifat-sifat kepemimpinan Nabi
Besar Muhammad SAW yaitu fatonah, amanah, siddig dan tabligh.
3
Implementasi kepemimpinan yang RLA di lingkungan Polri pada tataran
realitas dengan menjalankan tugas pokoknya sebagai pemelihara
kamtibmas, menegakkan hukum serta memberikan pengayoman,
perlindungan dan pelayanan yang prima kepada masyarakat, akan
membawa organisasi Polri sebagai bagian dari aparat pemerintahan yang
transparan dan akuntabel dan dapat menjadi pengungkit terwujudnya
pemerintahan yang bersih atau baik dan sistem tata kelola pemerintahan
yang amanah atau yang baik dan bertangung jawab (clean government and
good governance). Kehadiran Polri sebagai bagian dari pemerintah yang
dapat dipercaya, berkemitraan dengan seluruh pemangku kepentingan serta
memberikan pelayanan yang prima, adalah ujud atau keluaran dari pada
Polri yang RLA. Dengan demikian, dalam pelaksanaan tugas pokok Polri
yang bernuansakan ramatan lil alamin, dengan senantiasa melalui
pendekatan komprehensif, integratif dan holistik, akan memberikan kontribusi
kepada penguatan ketahanan pangan dan penguatan ketahanan pangan
pada gilirannya akan memperkuat kemandirian bangsa Indonesia. Kontribusi
ini juga akan semakin besar dengan implementasi perpolisian masyarakat
dimana Polri secara langsung bersama-sama komponen para pemangku
kepentingan dibidang pangan seperti Kementerian Pertanian, Badan
Ketahanan Pangan pusat maupun daerah, Pemda dengan Dinas
Pertaniannya, Kementerian PU dan lain-lain untuk bersama-sama secara
sinergi mengoptimalkan aspek-aspek ketahanan pangan yaitu ketersediaan
pangan, keterjangkauan pangan, konsumsi, pemberdayaan masyarakat dan
manajemen di bidang pangan.
Dengan segala kerendahan hati, menjadi suatu kehormatan bagi
penulis apabila dalam kesempatan ini dapat menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang tulus kepada :
1. Bapak Gubernur Lemhannas RI, beserta para pejabat utama dan
seluruh staff Lemhannas RI yang dengan penuh perhatian telah
membimbing dan mengarahkan penulis selama mengikuti Program
Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLVIII Tahun 2012.
2. Bapak Dr. Adi Sujatno, Bc.Ip, SH, MH sebagai Tenaga Profesional
Bidang Pimnas Lemhannas R.I dan sebagai tutor Taskap penulis, yang
4
dengan penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis
sehingga Kertas Karya Perorangan ini dapat diselesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
3. Rekan-rekan peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan
(PPRA) XLVIII Tahun 2012 Lemhannas RI, yang dengan setia
memberikan dorongan semangat kepada penulis sehingga Kertas
Karya Perorangan ini dapat penulis selesaikan.
4. Istri tercinta, MILAWATI serta anak-anak kami, PUTRI ZAHNAS
ADINEGARA, BUNGA ZAHNAS S. ADINEGARA, MOCH. GHOLIB
ADINEGARA dan BERLIAN ZULIA ADINEGARA, doa dan pemberian
semangat mereka menjadi bekal bagi penulis dalam menekuni tugas
belajar di Lemhannas RI ini.
Penulis menyadari bahwa TASKAP ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, sumbang saran dan kritik membangun dari berbagai pihak akan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya penulis dalam
menyempurnakan tulisan ini.
Semoha Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkah dan
petunjuk serta bimbingan kepada kita semua dalam melaksanakan tugas dan
pengabdian kepada negara dan bangsa Indonesia yang kita cintai dan kita
banggakan.
Jakarta, 31 Oktober 2012
Penulis Taskap,
Drs. Zulkarnain
Kombes Pol. NRP : 61100610
5
LEMBAGA KETAHANAN NASIONALREPUBLIK INDONESIA
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Drs. ZULKARNAIN
Pangkat : KOMISARIS BESAR POLISI
Jabatan : KEPALA LEMBAGA PENJAMIN MUTU STIK PTIK POLRI
Instansi : KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Alamat : Jl. TIRTAYASA NO. 6 JAKARTA SELATAN
Sebagai peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLVIII Tahun
2012 menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
a. Kertas Karya Perorangan (TASKAP) yang saya tulis adalah asli.
b. Apabila ternyata sebagian tulisan TASKAP ini terbukti tidak asli atau
plagiasi, maka saya bersedia untuk dibatalkan.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Jakarta, 31 Oktober 2012
Penulis Taskap
Drs. ZULKARNAIN
KOMISARIS BESAR POLISI
Nomor Urut : 82
6
DAFTAR ISI
IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RAHMATAN LIL ALAMIN DI LINGKUNGAN POLRI GUNA MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN
DALAM RANGKA KEMANDIRIAN BANGSA
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................... vi
Bab I Pendahuluan
1 Umum ...............................................................
1
2 Maksud dan Tujuan ............................................
4
3 Ruang Lingkup dan Sistimatika ............................
5
4 Metode dan Pendekatan .....................................
7
5 Pengertian .........................................................
7
Bab II Landasan Pemikiran
6 Umum ...............................................................
11
7 Paradigma Nasional ............................................
12
8 Peraturan Perundang-undangan ..........................
15
9 Landasan 22
7
Teori ..................................................
10 Tinjauan Pustaka ................................................
27
Bab III Kondisi Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri, Implikasi Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan dan Kemandirian Bangsa Serta Permasalahannya
11 Umum ...............................................................
31
12 Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Saat Ini ......................................................
32
13 Implikasi Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Terhadap Ketahanan Pangan dan Implikasi Peningkatan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa ............................
41
14 Permasalahan yang Ditemukan ...........................
47
Bab IV Pengaruh Perkembangan Lingkungan Strategis
15 Umum ................................................................
49
16 Pengaruh Perkembangan Global ..........................
49
17 Pengaruh Perkembangan Regional .......................
54
8
18 Pengaruh Perkembangan Nasional .......................
55
19 Peluang dan Kendala ..........................................
57
Bab V Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri yang Dapat Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Kemandirian Bangsa
20 Umum ................................................................
63
21 Implementasi Kepemimpinan RLA yang Diharapakan .......................................................
63
22 Kontribusi Impelementasi Kepemimpinan RLA Terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan dan Kontribusi Peningkatan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa .............................
67
23 Indikator Keberhasilan ........................................
70
Bab VI Konsepsi Implementasi Kepemimpinan RLA yang Dapat Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Kemandirian Bangsa
24 Umum ................................................................
75
25 Kebijakan ...........................................................
76
26 Strategi ..............................................................
77
9
27 Upaya ................................................................
77
Bab VII
Penutup
28 Kesimpulan .....................................................
93
29 Saran .............................................................
99
LAMPIRAN :
1. ALUR PIKIR.2. POLA PIKIR.3. DAFTAR PUSTAKA.4. DATA TAMBAHAN DAN TABEL.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum
10
Pada saat Polri masih di lingkungan ABRI (sebelum tahun 2000),
Kepemimpinan di lingkungan Polri tentu saja senantiasa berkorelasi dengan
nilai-nilai Kepemimpinan yang ada di lingkungan ABRI pada saat itu yang
cukup dikenal yaitu dengan “11 (sebelas) asas Kepemimpinan ABRI”.1
Walaupun tentu saja ada nilai-nilai secara khusus yang berlaku di lingkungan
Polri sebagaimana adanya nilai-nilai falsafah hidup Polri yang bersumber dari
Pancasila yaitu Tribrata dan pedoman kerja Polri yaitu Catur Prasetya, yang
dengan sendirinya akan mempengaruhi gaya atau style Kepemimpinan di
lingkungan Polri. Akan tetapi setelah berpisah dengan ABRI, gaya atau style
kepemimpinan di lingkungan Polri secara khusus belum ada yang dapat
dikatakan sebagai ciri khas Kepemimpinan yang berlaku di lingkungan Polri
seperti ketika berlaku 11 (sebelas) asas Kepemimpinan ABRI waktu itu.
Memang telah banyak diskusi dan kajian-kajian khususnya di Sespimmen
dan Sespimti Polri yang membahas tentang Kepemimpinan di lingkungan
Polri ini yang pada dasarnya identik dengan pembahasan di Lemhannas
yang membahas tentang Kepemimpinan Nasional, Kepemimpinan
Negarawan, Kepemimpinan Visioner, Kepemimpinan Kontemporer, bahkan
karena salah satu tugas pokok Polri adalah pengayoman, perlindungan dan
pelayanan masyarakat maka dikemukakan juga tentang “kepemimpinan
pelayanan” yang pada dasarnya juga mendasari dari teori-teori
Kepemimpinan Negarawan dan Visioner. Berkaitan dengan falsafah hidup
dan pedoman kerja di atas, seiring dengan perkembangan reformasi
birokrasi Polri telah terjadi perubahan pemaknaan tentang Tribrata dan Catur
Prasetya, 2 dengan ditandai oleh perubahan kata-kata dan pemaknaanya.3
Sehingga sesungguhnya dengan mencermati perubahan ini, dimana Tribrata
sebagai falsafah hidup Polri dan Catur Prasetya sebagai pedoman kerja Polri
dengan sendirinya akan berpengaruh pada Kepemimpinan di lingkungan
Polri.1 11 Asas Kepemimpinan ABRI atau saat ini TNI adalah : (1) TAQWA, (2) ING NGARSA SUNG TULADA, (3) ING MADYA MANGUN KARSA, (4) TUT WURI HANDAYANI, (5) WASPADA PURBA WISESA, (6) AMBEG PARAMA ARTA, (7) PRASAJA, (8) SATYA, (9) GEMI NASTITI, (10) BALAKA, (11) LEGAWA. Lebih lengkap dengan penjelasan lihat dalam lampiran 4.2 Tribrata yang lama adalah; Tribrata, Polisi ialah : (1) Rastra Sewakottama, (2) Nagara Yanottama, (3) Yana Anusasana Dharma. Catur Prasetya yang lama adalah; Catur Prasetya, (1) Satya Habrabu, (2) Hanyaken musuh, (3) Giniung Pratidina, (4) Tansa Trisna. Lebih lengkap dengan maknanya lihat dalam lampiran 4.3 Perubahan kata-kata dan pemaknaan baru Tribrata dan Catur Prasetya lihat dalam lampiran 4.
11
Sehubungan dengan kondisi belum adanya “brand” 4 ataupun “merk”
khusus yang berlaku dalam kepemimpinan Polri dan dengan didasarkan
kepada pemahaman kehadiran seorang pemimpin ataupun fitrah dari
kehadiran umat manusia yang seharusnya membawa rahmat bagi sesama
manusia maupun alam serta seisinya (rahmatan lil alamin) sebagaimana
yang dicontohkan oleh junjungan dan panutan umat manusia Nabi Besar
Muhammad S.A.W dan didasarkan akan tujuan kehadiran Polri ditengah-
tengah masyarakat maupun kehidupan berbangsa dan bernegara maka
penulis mengemukakan dalam kaitan dengan masalah penegakan hukum
maupun pengembanan tugas-tugas Polri lainnya, kepemimpinan yang baik di
lingkungan Polri itu adalah “Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin”.
Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin (RLA) ini tentu saja pada dasarnya
adalah pengejawantahanan dari teori-teori kepemimpinan nasional,
negarawan, visioner maupun kontemporer maupun bersumber dari sifat-sifat
kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yaitu fatonah, amanah, shiddiq dan
tablig yang dikaitkan dengan tugas pokok Polri yaitu penegakan hukum,
pemeliharaan kamtibmas dan selaku pengayom, pelindung dan pelayan
masyarakat. Kepemimpinan rahmatan lil alamin ini bila dikaitkan dengan teori
“Scenario Learning” 5 adalah sebuah focal concern sebagai pernyataan
strategis yang menjadi obsesi dengan menitik beratkan pada pendorong
perubahan atau driving forces berupa variabel-variabel kritikal yaitu Moral
dan Profesional. Tentu saja variabel-variabel atau driving forces yang
memberikan kontribusi kepada terujudnya kepemimpinan rahmatan lil alamin
cukup banyak, tetapi kedua driving forces Moral dan Profesionalisme
merupakan variabel pengungkit yang dapat digambarkan sebagai garis
ordinat dan aksis. Artinya kepemimpinan rahmatan lil alamin yang
diobsesikan di lingkungan Polri khususnya dalam penegakan hukum itu
adalah kepemimpinan yang menekankan pada moral yang positif dan
profesionalisme yang positif sebagai daya pengungkit untuk membawa
organisasi penegak hukum yang bermanfaat bagi sesamanya umat manusia
4 Hermawan Kertajaya, Bahan Ceramah Ilmiah Kuliah Sespati Polri 2008, Strategi Memasyarakatkan Tugas Pokok, Fungsi, dan Peran Polri dalam Rangka Meningkatkan Citra Polri, Bandung, 2008.5 Nusyirwan Zen, Bahan Ceramah Ilmiah di Sespati Polri 2008, Scenario Learning Suatu Pengantar Untuk Merangkai Plausibilitas Masa Depan, Bandung 2008.
12
serta memberikan kemanfaatan dan kebaikan bagi alam dan seisinya. Tidak
justru sebaliknya fenomena yang sering ditunjukkan justru aparat penegak
hukum atau Polri atas kehadirannya membuat keresahan, keberpihakan dan
memberikan keadilan yang tidak proporsional sehingga berpengaruh pada
“kepercayaan” masyarakat kepada institusi Polri itu sendiri. Tidak justru
kehadiran aparat penegak hukum atau Polri berkolusi dengan para
pengusaha tambang, logging, fishing yang serba illegal sehingga justru
membuat kerusakan bagi alam dan lingkungannya. Pemilihan focal concern
Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin ini juga berkaitan dengan kondisi tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap Polri, misalnya hasil survey dan analisis
yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC), Citra
Publik Indonesia dan lain-lain dapat di lihat pada Bab III di bawah.
Disisi lain, sebagai sebuah tema dari pendidikan reguler di Lemhannas
angkatan XLVIII/ 2012, bangsa dan negara ini sangat membutuhkan sebuah
ketahanan dibidang pangan sebagai bagian dari kemandirian bangsa. Dalam
UU NO. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dikatakan bahwa pangan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap
rakyat Indonesia dalam mewujudkan SDM yang berkualitas untuk
melaksanakan pembangunan nasional.6 Dikatakan bahwa pangan yang
aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan
persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya
suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan
kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat. Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 68
Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan dikatakan bahwa ketahanan
pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan
nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan
sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman,
bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah
Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.7 Untuk mewujudkan
6 ______ Undang-undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Pasal Pertimbangan. 7 Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan mengatur; Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan/ atau sumber
13
ketahanan pangan ini, tentu Polri sebagai salah satu pemangku kepentingan
dalam sistem pemerintahan negara khususnya sebagai aparat penegak
hukum terdepan dan pemeliharaan kamtibmas bersama-sama Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) lainnya mempunyai peran yang sangat penting.
Oleh karenanya melalui implementasi kepemimpinan yang RLA di
lingkungan Polri diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan
dalam mewujudkan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang baik
untuk mendukung suasana yang memungkinkan terjadinya proses
pembangunan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan nasional. Untuk
lebih mendalami bagaimana implementasi kepemimpinan RLA, penulis
selaku salah satu peserta PPRA XLVIII-2012 Lemhannas R.I mencoba
menguraikan dalam bentuk karya tulis perorangan (Taskap) dengan judul :
“Implementasi Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin (RLA) di Lingkungan Polri Guna Meningkatkan Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa”. Tidaklah berlebihan penulisan Taskap ini
juga dikandung maksud sebagai kontribusi strategis penulis dalam upaya
membantu pemerintah khususnya Polri dalam mengatasi salah satu
permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini baik masalah
kepemimpinan di lingkungan Polri sendiri maupun masalah ketahanan
pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
2. Maksud dan Tujuan
a. Maksud. Tulisan ini dimaksudkan untuk membahas bagaimana
implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri secara umum
maupun lebih khusus dalam penegakan hukum peraturan
perundang-undangan di bidang pangan dan upaya-upaya yang
dapat dilakukan oleh Polri dikaitkan dengan masalah meningkatkan
ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa. Tulisan ini
dimaksudkan juga untuk memberikan gambaran driving forces atau
pengungkit utama apa saja yang dapat mewujudkan kepemimpinan
RLA maupun alternatif asas-asas atau prinsif-prinsif kepemimpinan
RLA itu sendiri.
lain. Terjangkau adalah keadaan di mana rumah tangga secara berkelanjutan mampu mengakses pangan sesuai dengan kebutuhan, untuk hidup yang sehat dan produktif.
14
b. Tujuan. Tujuan penulisan Taskap ini adalah memberikan
sumbangan pemikiran dan bahan masukan kepada Lembaga
Lemhannas maupun Polri guna melakukan berbagai kajian strategis
berkaitan dengan masalah style atau brand ataupun merk
kepemimpinan RLA, serta kepada para penentu kebijakan
khususnya di lingkungan Polri untuk menerapkan kepemimpinan
nasional, negarawan, kontemporer ataupun visioner dan RLA dalam
meningkatkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
3. Ruang Lingkup dan Sistimatika
Ruang lingkup penulisan naskah ini dibatasi pada implementasi
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri, yang dengan demikian anggota
Polri khususnya dalam pelaksanaan tugas sebagai aparat penegak hukum
serta memelihara kamtibmas untuk berperan serta secara aktif menegakkan
berbagai peraturan perundang-undangan maupun melakukan upaya-upaya
yang berkaitan dengan pangan dalam meningkatkan ketahanan pangan.
Tata urut penulisan naskah ini disusun sebagai berikut :
a. BAB I, PENDAHULUAN. Pada bab ini diuraikan secara singkat
garis besar latar belakang makalah, Maksud dan Tujuan Penulisan,
Ruang Lingkup dan Tata Urut serta beberapa Pengertian yang
terkait dengan judul penulisan.
b. BAB II, LANDASAN PEMIKIRAN. Bab ini membahas dasar-
dasar pemikiran yang digunakan sebagai landasan dalam
menyusun makalah dan digunakan sebagai instrumental input
dalam pemecahan persoalan berupa paradigma nasional yang
meliputi Landasan ldiil Pancasila, Landasan konstitusional UUD
Negara RI 1945, Landasan Visional Wawasan Nusantara, dan
Landasan Konsepsional Ketahanan Nasional dan Landasan
Operasional peraturan perundang-undangan yang terkait serta
landasan teori yang relevan dan tinjauan pustaka.
c. BAB III, KONDISI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI LINGKUNGAN POLRI, IMPLIKASI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI LINGKUNGAN POLRI TERHADAP
15
MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA SERTA PERMASALAHANNYA. Pada bab ini dibahas
tentang kondisi implementasi kepemimpinan RLA saat ini, dan
implikasinya terhadap meningkatkan ketahanan pangan dalam
rangka kemandirian bangsa, serta mengindentifikasi permasala-han
yang dihadapi.
d. BAB IV, PENGARUH PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS. Pada bab ini diuraikan tentang perkembangan
lingkungan strategis yang mencakup Lingkungan Global,
Lingkungan Regional, dan Lingkungan Nasional, berikut Peluang
dan Kendala yang mempengaruhi implementasi kepemimpinan RLA
di lingkungan Polri guna meningkatkan ketahanan pangan dalam
rangka kemandirian bangsa.
e. BAB V, IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI LINGKUNGAN POLRI YANG DIHARAPKAN YANG DAPAT MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA. Pada bab ini dibahas tentang implementasi
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri yang diharapkan, dan
kontribusinya terhadap ketahanan pangan dalam rangka
kemandirian bangsa, serta indikator keberhasilan.
f. BAB VI, KONSEPSI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA YANG DAPAT MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA. Pada Bab ini diuraikan konsepsi
implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri guna
meningkatkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian
bangsa yang berisikan kebijakan yang ditempuh, strategi yang
diterapkan dan upaya yang dilakukan.
g. BAB VII, PENUTUP. Pada Bab ini berisi tentang kesimpulan
dari keseluruhan pembahasan dan beberapa saran yang
dikemukakan.
4. Metode dan Pendekatan
16
Dalam penulisan ini metode yang digunakan adalah deskriptif
analitis, yakni menyajikan, menelaah, menjelaskan data maupun informasi
yang berkaitan dengan materi permasalahan, sekaligus analisis yang
didasarkan pada tinjauan kepustakaan (library research), serta menerapkan
pendekatan yang komprehensif, integral dan holistik dengan menggunakan
pisau analisis Ketahanan Nasional dengan beberapa gatra di dalamnya.
5. Pengertian
a. Kepemimpinan. Seperti diketahui kata Kepemimpinan adalah
kata sifat yang berasal dari kata “pemimpin”, sehingga dapat
dikatakan bahwa Kepemimpinan adalah sifat atau perilaku dari
seorang pemimpin.8 Teori tentang Kepemimpinan ini seperti
diketahui cukup banyak. Seperti George R. Terry misalnya
mengatakan : Kepemimpinan merupakan hubungan seseorang
dengan pimpinannya, dimana pemimpin tersebut dapat
mempengaruhi untuk bekerja bersama-sama secara ikhlas. Sayidin
Suryodiningrat dalam Kepemimpinan ABRI, 1996, menguraikan :
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk membawa atau
mengajak orang-orang lain untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan memperoleh kepercayaan dan respek dari orang-
orang itu. Harold Koontz dan Cyrill O’ Donnel menyatakan bahwa :
Kepemimpinan dapat didifinisikan sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi seseorang dengan sarana komunikasi untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Berkaitan dengan bangsa dan
negara maka Kepemimpinan ini dimaksudkan sebagai
Kepemimpinan Nasional yang dapat didifinisikan sebagai kelompok
pemimpin bangsa pada segenap strata kehidupan nasional di dalam
setiap gatra (Astagatra) pada bidang/ sektor profesi baik di supra
struktur, infra struktur dan sub struktur, formal dan informal yang
memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengarahkan/
mengerahkan segenap potensi kehidupan nasional (bangsa dan
negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan
8 Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Kepemimpinan, Kepemimpinan Nasional, Jakarta, 2012, hal. 3
17
Pancasila dan UUD N RI 1945 serta memperhatikan dan memahami
perkembangan lingkungan strategis guna mengantisipasi berbagai
kendala dalam memanfaatkan peluang.9
b. Rahmatan Lil Alamin diambil dari bahasa Al Qur’an atau Arab
dari surat Al-Anbiya ayat (107), yang artinya “Dan tiada kami
mengutus kamu (wahai Muhammad) melainkan untuk menjadi
rahmat bagi semesta alam”. Jadi sesungguhnya rahmatan lil alamin
ini sesuatu yang melekat pada Nabi Muhammad SAW, sesuatu yang
berhubungan dengan “diin” atau keyakinan Islam. Dengan tidak
menghilangkan pemaknaan tersebut, penulis mengambil istilah
rahmatan lil alamin (RLA) sebagai sebuah ungkapan yang bermakna
“rahmat bagi semesta alam”, menebar cinta kasih bagi seluruh umat
manusia di dunia dan segala ciptaan Tuhan di alam semesta baik
benda hidup (biotik) maupun benda mati (abiotik). Rahmatan lil
alamin yang dimaksud oleh penulis adalah sebuah paradigma yang
harus memberi mashlahat (kebaikan atau kemanfaatan), tidak boleh
merusak dan menghancurkan yang juga bermakna anti kekerasan
(baik phisik maupun psikis) dan toleran terhadap perbedaan yang
melampaui dari makna kebhinekaan.
c. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi
dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya
proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan
nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan
tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung
kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan
masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi
segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan
lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.10
d. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber
hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang
9 Ibid, hal. 12.10 Lembaran Negara R.I Tahun 2002 Nomor 2, UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri, Jakarta, 2002, Pasal 1 ayat (5).
18
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.11
e. Ketahanan Pangan. Ketahanan Pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, merata dan terjangkau.12
f. Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia
yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi
berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan
mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan,
baik yang datang dari luar maupun dari dalam, untuk menjamin
identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta
perjuangan mencapai tujuan nasionalnya.13
g. Kemandirian diartikan hal atau keadaan dapat berdiri sendiri
tanpa tergantung pada orang lain. Padanan katanya independent,
otonom, swasembada, sendiri dan bebas. Dalam pembelajaran
“Implementasi Sismennas Dalam Penyelengaraan Negara Guna
Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian
Bangsa” yang disampaikan oleh Mayjend. TNI (Pur) SHM Lerrick,
kemandirian bangsa tidak berarti bahwa segala upaya pembangunan
diprogramkan dan dianggarkan sendiri tanpa bantuan dari negara
lain. Kebutuhan pangan nasional tidaklah mungkin dipenuhi dari
dalam negeri saja, tetapi impor pangan tetap dibutuhkan tanpa
mengorbankan produk-produk pangan nasional. Kemandirian Bangsa diartikan sebagai kemampuan untuk mewujudkan cita-cita
11 ______ UU Nomor 7 tahun 1996 Tentang Pangan, Pasal 1 ayat (1) dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan, Pasal 1 ayat (2).12 Lembaran Negara R.I Tahun 2002 Nomor 142, Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan, Pasal 1 ayat (1).13 Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Ketahanan Nasional, Pokok Bahasan : Kondisi Ketahanan Nasional, Jakarta, 2012.
19
berbangsa dan bernegara melalui kerja keras secara mandiri dan
mampu berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Suatu bangsa
dikatakan mandiri apabila proses penyelenggaraan bernegara
diarahkan sepenuhnya bagi kepentingan bangsa itu sendiri dan
dilakukan oleh seluruh komponen bangsa secara berdaulat.
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
6. Umum
Seperti telah sedikit disinggung di atas khususnya dalam pengertian
tentang kepemimpinan, menegaskan bahwa betapa pentingnya posisi
20
pemimpin dalam suatu organisasi. Dari difinisi kepemimpinan dan
kepemimpinan nasional menegaskan kepada kita bahwa posisi dan
kedudukan dari seorang pemimpin adalah sebagai unsur penggerak dalam
berkehidupan di organisasi, apa lagi dalam kehidupan berbangsa, bernegara
dan bermasyarakat untuk mencapai tujuan nasional. Posisi atau kedudukan
para pemimpin sangat menentukan apakah tujuan organisasi, bangsa dan
negara mereka dapat dicapai atau tidak. Dr. Adi Sujatno, S.H salah satu
Tenaga Profesional Bidang Kepemimpinan Nasional Lemhannas R.I
menegaskan tetang pengertian kepemimpinan sebagai berikut; (1)
Kepemimpinan merupakan sebuah kegiatan, (2) Kepemimpinan sebagai
suatu kemampuan untuk selalu berusaha mempengaruhi orang lain dan (3)
Kepemimpinan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.14 Posisi yang
penting dan strategis dari pemimpin ini dalam konteks kehidupan nasional,
berbangsa dan bernegara setiap implementasi atau operasionalisasinya
dalam bentuk gaya atau style haruslah berlandaskan pada nilai-nilai
pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila sebagai landasan idiil, UUD N RI
1945 sebagai landasan konstitusional, Wawasan Nusantara sebagai
landasan visional dan Ketahanan Nasional sebagai landasan konsepsional,
dengan tetap meletakkan kepentingan nasional di atas segala-galanya.
Demikian juga halnya dengan pilihan style atau gaya kepemimpinan
yang penulis kemukakan yaitu kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin (RLA)
tidaklah terlepas dari paradigma nasional maupun nilai-nilai yang berlaku di
lingkungan Polri seperti Tribrata, Catur Prasetya, Kode Etik Polri dan
peraturan perundang-undangan tentang pembangunan nasional, tentang
Polri maupun yang berkaitan dengan ketahanan pangan.
7. Paradigma Nasional
a. Pancasila sebagai Landasan Idiil
Sesuatu yang penting direnungkan dalam pemaknaan
Pancasila sebagai falsafah pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila
digali dari nilai-nilai luhur yang lebih mementingkan adanya
keseimbangan hubungan antar manusia dengan Tuhan, antara
14 Dr. Adi Sujatno, SH., Teori-teori Kepemimpinan, Lemhannas R.I., Cetak Kedua, Jakarta, 2010, Hal. 15.
21
manusia dengan manusia dan antara manusia dengan alam
sekitarnya. Pancasila mengajarkan sebuah ketaqwaan kepada sang
penciptanya dan religiusitas dimana hubungan manusia dengan
Tuhan akan menjadi dasar hubungan manusia dengan sesama
manusia dan alam ciptaannya. Hubungan yang harmonis ini akan
memunculkan suasana damai antar sesama manusia dan dengan
alam sekitarnya. 15 Dengan bahasa lain dapat dikatakan bahwa
kehadiran manusia yang ber-Pancasila akan memberikan
kemanfaatan bagi sesamanya manusia serta alam dengan segala
isinya atau dikatakan rahmatan lil alamin (membawa rahmat atau
kemanfaatan bagi sesamanya manusia serta alam dan seisinya).
Membawa rahmat bagi siapapun juga ini dimaksudkan baik bagi
sesamanya manusia yang memang baik seperti patuh kepada ajaran
agama dan Pancasila maupun bagi sesamanya yang tidak baik,
dalam bahasa hukum yang patuh hukum maupun yang tidak patuh
hukum.
Sebagai ideologi nasional, Pancasila merupakan panggilan
hidup dan komitmen bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan
visi pembangunan nasionalnya, yaitu terwujudnya kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan
damai yang menjunjung tinggi hukum, ketenteraman dan hak asasi
manusia, serta terwujudnya penghidupan yang layak guna
memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan berkelanjutan.
Pancasila memberikan pemahaman bahwa kodrat manusia ialah
sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial.
Dengan demikian, Pancasila merupakan penuntun dan pengikat
moral serta norma sikap dan tingkahlaku Bangsa Indonesia dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk
dalam kehidupan global.
b. UUD Negara RI 1945 (Amandemen) Sebagai Landasan Konstitusional
15 Lemhannas R.I., Tim B.S. Idiologi, TOR DAK B.S Idiologi PPRA XLVIII-2012, Jakarta, 2012, Hal. 2.
22
UUD Negara RI 1945 merupakan keputusan politik nasional
yang dituangkan dalam norma-norma konstitusi dalam rangka
menentukan sistem dan pemerintahan negara. Seluruh aspek
kehidupan bangsa dan negara dengan demikian tercakup dalam
pengaturan yang tertuang dalam perundang-undangan berdasarkan
konstitusi. Negara RI bukanlah negara kekuasaan yang dilaksanakan
dengan sistem totaliter, karena penyelenggaraan negara didasarkan
atas hukum. Dengan demikian, kekuasaan hanya dilaksanakan
melalui pengaturan menurut hukum yang berlaku.
Hukum sebagai pranata sosial disusun bukan untuk
kepentingan kekuasaan golongan maupun perorangan, termasuk
bukan untuk keenakan bagi seorang pemimpin, namun untuk
kepentingan seluruh rakyat Indonesia agar dapat berfungsi sebagai
penjaga ketertiban bagi seluruh rakyat dengan peran pemimpin
sebagai penggeraknya. Sebagai landasan konstitusional UUD
Negara RI 1945 merupakan sumber hukum yang menuntun
bagaimana penerapan hukum atau pelaksanaan kebijakan yang
diantaranya untuk mewujudkan kepemimpinan yang RLA di
lingkungan Polri guna meningkatkan ketahanan pangan dalam
rangka kemandirian bangsa.
c. Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional
Wawasan atau cara pandang dalam mencapai tujuan
pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara, yang mencakup
perwujudan kepulauan Nusantara sebagai suatu kesatuan politik,
kesatuan ekonomi, kesatuan sosial budaya dan kesatuan hankam
dalam kaitan dengan ideologi nasional. Wawasan Nusantara
merupakan operasionalisasi lebih lanjut dari ideologi nasional dalam
memandang diri dan lingkungannya. Keyakinan yang mantap
terhadap Pancasila dan UUD Negara RI 1945 merupakan modal
dasar dalam pencapaian tujuan nasional dengan motor
penggeraknya dari para pemimpin yang berada pada level apapun.
Dengan demikian, sesungguhnya seluruh komponen bangsa seperti
birokrat, politisi (supra struktur politik, infra struktur politik) lebih
23
khusus para pemimpinnya harus berwawasan Nusantara, yaitu
memberikan pengakuan dan kesadaran bahwa masyarakat
Indonesia adalah manusia yang mendiami kepulauan Nusantara,
serta memiliki komitmen menuju kesejahteraan bersama melalui
pembangunan nasional di tengah-tengah keanekaragaman.
d. Ketahanan Nasional Sebagai Landasan Konsepsional
Setiap bangsa dalam rangka mempertahankan kehidupannya,
eksistensinya dan untuk mewujudkan tujuan berdasarkan ideologi
nasionalnya perlu memiliki pemahaman ideologi nasional, konstitusi,
wawasan geopolitik dan dalam implementasinya diperlukan suatu
geostrategi. Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah
konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan
penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang,
serasi, selaras dan berkeadilan dalam seluruh aspek kehidupan
secara utuh dan menyeluruh dan terpadu berdasarkan Pancasila,
UUD Negara RI 1945 dan Wawasan Nusantara. Ketahanan Nasional
harus diwujudkan dan dibina secara dini dan terus menerus serta
sinergis, mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan, daerah dan
nasional berdasarkan pemikiran geostrategi yang dirancang dan
dirumuskan dengan memperhatikan kondisi bangsa dan geografi
Indonesia. Pemikiran tersebut merupakan konsepsi Ketahanan
Nasional yang dapat digunakan untuk melandasi implementasi
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri guna meningkatkan
ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
e. Tribrata Sebagai Pedoman Hidup Polri
Seperti telah juga disinggung di atas tentang perubahan dan
pemaknaan baru Tribrata sebagai pedoman hidup Polri, maka
pemaknaan baru ini tentu harus menjadi landasan dari pada
implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri. Tribrata adalah
nilai dasar yang merupakan pedoman moral dan penuntun nurani
bagi setiap anggota Polri serta dapat pula berlaku bagi
pengembangan fungsi kepolisian lainnya. Pemaknaan baru tersebut
24
dijelaskan sebagaimana dalam lampiran 4.16
Dengan pemaknaan baru akan Tribrata tersebut, menegaskan
kepada kita bahwa implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan
Polri guna ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa
haruslah mendasarkan kepadanya. Dengan demikian gaya atau style
kepemimpinan RLA merupakan pengejawantahanan nilai-nilai yang
terkandung dalam Tribarata.
f. Catur Prasetya Sebagai Pedoman Kerja Polri
Nilai-nilai yang juga berlaku di lingkungan Polri sebagai
pedoman dalam bekerja dan tentu akan mempengaruhi terhadap
implementasi kepemimpinan di lingkungan Polri adalah Catur
Prasetya. Pemaknaan baru akan nilai-nilai dalam lampiran 4. 17
8. Peraturan Perundang-undangan
a. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri. Hal yang
penting dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri ini diantaranya
adalah pertimbangan pembentukan UU ini yang menyebutkan bahwa
keamanan dalam negeri sebagai syarat utama mendukung
terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur dan beradap
berdasarkan Pancasila dan UUD N RI 1945. Diatur juga tentang
tujuan Polri, yaitu mewujudkan Kamdagri meliputi terpeliharanya
keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,
terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan
masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan
menjungjung tinggi HAM. Hal lainnya UU ini mengatur tentang tugas
pokok, tugas-tugas dan wewenang Polri. Tugas pokok Polri adalah
(1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; (2)
Menegakkan hukum; dan (3) Memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Demikian juga
tentang wewenang diatur lebih rinci sebagai penjabaran dari tugas
pokok sebagai pemelihara kamtibmas dan penegak hukum.
16 Pemaknaan Baru Tribrata, Sebagai Pedoman Hidup Polri, terlampir dalam lampiran 4.17 Pemaknaan Baru Catur Prasetya Polri, Sebagai Pedoman Kerja Polri, terlampir dalam lampiran 4.
25
b. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. UU ini
mengatur tentang pangan yang pembuatannya didasarkan pada
beberapa pasal dalam UUD N RI 1945 (amandemen), diantaranya
Pasal 33 tentang perekonomian negara disusun sebagai usaha
bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
UU ini bertujuan mengatur, membina dan mengawasi masalah
pangan agar :
1) Tersediannya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia.
2) Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan
3) Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.18
c. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan. PP ini dibuat atas dasar UUD N RI 1945
(amandemen) pasal 5 (2) dan sebagai penjabaran dari UU No. 7
Tahun 1996 tentang Pangan. Ketahanan pangan merupakan hal
yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk
membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan
sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup,
aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di
seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
PP No. 68/ 2002 ini juga mengatur tentang ketersediaan pangan,
cadangan pangan nasional, penganeka-ragaman pangan,
pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, pengendalian
harga, peran pemerintah daerah dan masyarakat. Peran pemerintah
daerah dijelaskan sebagai berikut : Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten/ Kota dan/ atau Pemerintah Desa melaksanakan
kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
ketahanan pangan diwilayahnya masing-masing, dengan
memperhatikan pedoman, norma, standar, dan kriteria yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Propinsi, Pemerintah
18 ______ UU R.I. Nomor 7 tahun 1996 Tentang Pangan, Pasal 3.
26
Kabupaten/ Kota dan/ atau Pemerintah Desa mendorong
keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan
pangan.
d. Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-Undang ini
mengatur perencanaan jangka panjang untuk kurun waktu 20 tahun,
pembangunan jangka menengah untuk kurun waktu 5 tahun, dan
pembangunan tahunan.19 Sebagaimana dikemukakan dalam
pembelajaran Sismennas UU Sisren Bangnas ini merupakan salah
satu ujud dari implementasi Sistem Informasi Nasional atau Simnas
dalam Sistem Manajemen Nasional.
e. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Sebagaimana ditegaskan bahwa visi Indonesia 2005-2025 adalah
“Indonesia yang Mandiri, maju, adil dan makmur”. Dari visi ini
dijabarkan dalam 8 (delapan) misi dan yang berkaitan dengan bidang
tugas Kepolisian adalah misi ke tiga, yaitu mewujudkan masyarakat
demokratis berlandaskan hukum dengan penekanan melakukan
pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan
menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif dan
memihak kepada rakyat kecil. Sedangkan dibidang keamanan
berada pada misi keempat yaitu mewujudkan Indonesia aman,
damai dan bersatu dengan penekanan memantapkan kemampuan
dan meningkatkan profesionalisme Polri agar mampu melindungi dan
mengayomi masyarakat, mencegah tindak kejahatan dan
menuntaskan tindakan kriminalitas. Tentu saja kebijakan pemerintah
ini sangat mempengaruhi bagaimana implementasi kepemimpinan
RLA di lingkungan Polri. Sebagai gambaran pentahapan
pembangunan RPJPN 2005-2025 dapat dilihat dalam tabel 1 berikut.
TABEL : 1PENTAHAPAN PEMBANGUNAN DALAM RPJPN 2005-2025
19 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, Pokja Bidang Studi Sistem Manajemen Nasional, Pokok Bahasan : Sistem Manajemen Nasional, Jakarta, 2012.
27
Sumber : Buku I RPJMN 2010-2014 hal. 25
f. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 Tentang RPJMN 2010-2014. Di dalam Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2010
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014 ditentukan visinya adalah terwujudnya
Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan yang memiliki
program aksi sebelas prioritas pembangunan nasional dan tiga
prioritas lainnya, dimana prioritas ke-lima adalah ketahanan pangan.
Diluar 11 Prioritas Nasional 2010-2014 dalam salah satu prioritas
lainnya adalah prioritas dibidang politik, hukum dan keamanan yang
memprioritaskan masalah mekanisme prosedur penanganan
terorisme, deradikalisasi menangkal terorisme, meningkatkan peran
Indonesia mewujudkan perdamaian dunia, penguatan dan
pemantapan hubungan kelembagaan dan pemberantasan korupsi,
peningkatan kepastian hukum dan penguatan perlindungan HAM.
Peningkatan ketahanan pangan dan lanjutan revitalisasi
pertanian untuk mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan daya
saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta
kelestarian lingkungan dan sumber daya alam dapat dilihat dalam
lampiran 5.
g. Keputusan Kapolri No. Pol : Kep/360/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005 Tentang Grand Strategi Polri 2005-2025. Grand Strategi
ini bukan dibuat oleh Polri semata, tetapi lebih melibatkan civitas
akademika dari UI dan UGM. Dalam Grand Strategi ini secara umum
28
mengarahkan pembangunan Polri untuk 20 tahun kedepan, Polri
akan dibawa kemana, dan sesuai Grand Strategi tersebut secara
garis besar arah pembangunan Polri adalah : Renstra pertama 2005-
2009 yang lalu pembangunan Polri sesungguhnya diarahkan kepada
pembangunan kepercayaan masyarakat kepada Polri atau Trust
Building. Kemudia Renstra ke dua 210-2014 diarahkan kepada
membangun kemitraan atau kebersamaan atau Pathnership Building
dan kemudian Renstra ketiga 2015-2025 diarahkan kepada
pembangunan yang mengkukuhkan organisasi untuk dapat
memberikan pelayanan secara prima kepada publik atau Strive for
Excellence. Setiap Renstra tersebut tentulah tidak parsial, tetapi
saling bersinergi dan saling menguatkan. Sedangkan visi Grand
Strategi Polri 2005-2025 dan tahapan pembangunan dapat dilihat
terlampir dalam Tabel 2.20
h. Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat (Polmas) Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. Peraturan Kapolri
ini sesungguhnya merupakan pilihan bagaimana polisi
melaksanakan tugas-tugasnya dengan cara-cara yang lebih modern
bersama-sama masyarakat dalam rangka memelihara kamtibmas,
menegakkan hukum dengan pendekatan perlindungan, pengayoman
dan pelayanan masyarakat. Dikatakan Falsafah Polmas mendasari
pemahaman bahwa masyarakat bukan merupakan obyek pembinaan
dari petugas yang berperan sebagai subyek penyelenggara
keamanan, melainkan masyarakat harus menjadi subyek dan mitra
yang aktif dalam memelihara keamanan dan ketertiban di
lingkungannya sesuai dengan hukum dan hak asasi manusia.
Falsafah Polmas mendasari pemahaman bahwa
penyelenggaraan keamanan tidak akan berhasil bila hanya
ditumpukan kepada keaktifan petugas polisi semata, melainkan
harus lebih ditumpukan kepada kemitraan petugas dengan warga
masyarakat yang bersama-sama aktif mengatasi permasalahan di
20 Visi Grand Strategi Polri terlapir dalam lampiran 7.
29
lingkungannya. Falsafah Polmas menghendaki agar petugas polisi di
tengah masyarakat tidak berpenampilan sebagai alat hukum atau
pelaksana undang-undang yang hanya menekankan penindakan
hukum atau mencari kesalahan warga, melainkan lebih
menitikberatkan kepada upaya membangun kepercayaan
masyarakat terhadap Polri melalui kemitraan yang didasari oleh
prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, agar warga masyarakat
tergugah kesadaran dan kepatuhan hukumnya. Oleh karenanya,
fungsi keteladanan petugas Polri menjadi sangat penting. Prinsip-
prinsip penyelenggaraan Polmas setidaknya adalah komonikasi
intensif, kesetaraan, kemitraan, transparan, akuntabilitas, partisipasi,
personalisasi, desentralisasi, otonomisasi, proaktif, berorientasi pada
pemecahan masalah dan berorientasi pada pelayanan. Dengan
demikian pemilihan strategi dan filosofi Polmas ini tentulah sangat
berhubungan erat dengan implementasi kepemimpinan RLA guna
meningkatkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
9. Landasan Teori
Dalam Taskap ini ada beberapa teori yang dapat digunakan sebagai
pisau analisis atau pembahasan tentang kepemimpinan RLA di lingkungan
Polri secara umum maupun dikaitkan dengan masalah ketahanan pangan
dan kemandirian bangsa. Teori-teori ini setidaknya tentang kepemimpinan itu
sendiri, teori scenario learning dan Positioning Diffrensiation and Brand
Triangel (Segitiga PDB) dan tentang ketahanan pangan.
a. Teori Kepemimpinan. Seperti dikemukakan dalam bebagai
buku literatur, teori tentang kepemimpinan ini cukup banyak. Seperti
misalnya Prof. Dr. Ermaya Suradinata, M.Si (Adi Sujatno, 2010)
melihat teori kepemimpinan dari lahirnya seorang pemimpin. Untuk
itu Prof. Ermaya Suradinata melihatnya ada 4 jenis teori, yaitu teori genetis, yang mengatakan bahwa kepemimpinan seseorang telah
melekat sejak ia dilahirkan atau dikatakan leaders are bond not
made. Teori ini dikenal juga sebagai teori The Great Man.
Sedangkan teori siosial mengatakan bahwa pemimpin harus
diciptakan melalui persiapan berupa pendidikan dan pelatihan atau
30
leaders are made and not born. Dari pertentangan kedua teori
genetik dan sosial ini lahirlah teori sintetis. Teori sintesis ini
menguraikan bahwa seorang pemimpin akan lahir menjadi pemimpin
yang sukses dalam kepemimpinannya manakala sejak lahir ia telah
memiliki bakat yang melekat dalam dirinya dan bakat tersebut
dikembangkan melalui pendidikan dan latihan, serta dibentuk dan
dikembangkan sesuai dengan tuntutan hubungan organisme dengan
lingkungannya.21
Dalam buku literatur yang lain seperti misalnya buku Bidang
Studi Kepemimpinan yang dikeluarkan oleh Lemhannas R.I melihat
teori kepemimpinan dikaitkan dengan pengertiannya dalam
pendekatan teoritis, diantaranya dikemukakan antara lain :
1) George R. Terry, yang mengatakan Leader is the
relationship in which one person or the leader influences other
to work together willingly on related task to affair that which the
leader desires. Yang terjemahannya “Kepemimpinan
merupakan hubungan seseorang dengan pemimpinnya dimana
pemimpin tersebut dapat mempengaruhi untuk bekerja
bersama-sama secara ikhlas”.
2) Joseph L. Massie dan John Douglas, mengatakan
Leadership accurs when one person influences others to work
to word some predeter missed obyektive. Yang terjemahannya
“Kepemimpinan terjadi bilamana seseorang mempengaruhi
orang lain untuk bekerja mencapai suatu tujuan”.
3) Harold Koontz dan Cyriil O’Donnel, mengatakan
Leadership may be defined as theability to exercthiter personal
influence, by means of communication to word the achievement
of a goal. Yang terjemahannya “Kepemimpinan dapat
didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi
seseorang dengan sarana komunikasi untuk mencapai tujuan
yang diinginkan”. 22
21 Dr. Adi Sijatno, S.H., M.H., Teori-teori Kepemimpinan, Lemhannas R.I., Jakarta, 2010, hal. 23.22 Tim Pokja Bidang Studi Kepemimpinan Lemhannas R.I., Kepemimpinan Nasional, Jakarta, 2012, Hal. 3
31
Dari uraian di atas dapat disimpulkan tentang teori
kepemimpinan dari pengertiannya adalah kepemimpinan
sebagai ilmu dan seni dalam mempengaruhi orang dan
organisasi untuk mencapai tujuan yang dikehendaki,
sedangkan pengertian yang lain dikatakan bahwa
kepemimpinan adalah ilmu dan seni mempengaruhi orang lain
(yang dipimpin) untuk mentaati perintah/ anjuran dengan tulus
dan ikhlas guna mencapai tujuan organisasi sesuai kehendak
pimpinan.
4) Kepemimpinan Nasional. Dalam Taskap ini sangat
penting sekali untuk mengetahui teori kepemimpinan nasional
sebagai alat untuk menganalisis kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri. Hal ini tentu berkaitan dengan Polri sebagai
salah satu gatra dalam lembaga pemerintah secara nasional,
yaitu pada gatra hankam dan sosial budaya (penegak hukum).
Kepemimpinan nasional dimaknakan adalah :
Kelompok pemimpin bangsa pada segenap strata kehidupan nasional didalam setiap gatra (Asta Gatra) pada bidang/ sektor profesi baik di supra struktur, infra struktur dan sub struktur, formal dan informal yang memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengarahkan/ mengerahkan segenap potensi kehidupan nasional (bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD N RI 1945 serta memperhatikan dan memahami perkembangan lingkungan strategis guna mengantisipasi berbagai kendala dalam memanfaatkan peluang. 23
Dalam kepemimpinan nasional ini yang perlu diketahui
adalah rumusan sifat-sifat kepemimpinan nasional. Sifat-sifat ini
dikatakan sebagai sebuah hasil studi tentang kehidupan dan
karier pemimpin-pemimpin besar yang berhasil dan telah
menunjukkan adanya sifat-sifat pribadi tertentu yang
merupakan kualitas pribadi pemimpin yang paling esensi dan
harus dipunyai oleh setiap pemimpin. Sifat-sifat ini dapat dilihat
dalam lampiran 6.24
23 Ibid, Hal. 1224 Sifat-sifat Pemimpin terlampir .dalam lampiran 6
32
Hal lain dari kepemimpinan nasional yang perlu
diketahui adalah moral dan etika kepemimpinan nasional.
Dikatakan moral dan etika kepemimpinan nasional bersumber
dari nilai-nilai Pancasila yang diambil dari tiap-tiap sila sebagai
pandangan hidup bernegara, berbangsa dan bermasyarakat.
Moral-moral kepemimpinan nasional ini adalah (a) Moral
ketaqwaan, (b) Moral Kemanusiaan, (c) Moral kebersamaan
dan kebanggan, (d) Moral kerakyatan dan (e) Moral keadilan.
5) Kepemimpinan Transformatif. Dikatakan bahwa
perubahan itu adalah sebagai sebuah keniscayaan, artinya
segala sesuatu dalam kehidupan sosial akan mengalami
perubahan seiring dengan bergulirnya waktu. Latar belakang
yang memicu sebuah perubahan itu adalah : (a) Keadaan
krisis, (b) Keinginan keberhasilan dimasa depan, (c)
Pembaharuan pendekatan, (d) Perlu strategi baru dan (e)
Memecahkan curreent isues. Pemimpin perubahan atau
transformatif pada tataran kepemimpinan nasional dikatakan
untuk memulihkan keadaan akibat krisis melakukan suatu
upaya-upaya : yaitu (a) Memperbaiki mutu sumberdaya
manusia dan sumberdaya lainnya untuk mengembalikan
kebanggaan nasional, (b) Tidak hanya mencatat dan
memperdebatkan kegagalan beserta sebab-sebabnya, tetapi
lebih focus membantu pemecahan berbagai kesulitan, (c)
Menciptakan lingkungan yang kondusif, produktif dan inovatif.
Penjelasan lebih lanjut landasan teori Kepemimpinan
Kontemporer ini terlampir dalam lampiran 8.25
6) Kepemimpinan Melayani.a) Teori Kepemimpinan Melayani dari Peter Seuge atau “Servent Leadhership”. Peter Seuge menguraikan
bahwa : (1) Leader is designer, (2) Leader is teacher dan
(3) Leader is servant.26
25 Kepemimpinan Kontemporer, Penjelasan lebih lanjut terlampir dalam lampiran 8.26 Adi Sujatno, Kepemimpinan Melayani, Penjelasan lansung kepada penulis, Tanggal 8 Oktober 2012.
33
b) Teori Kepemimpinan Melayani dari Ken Blanchard dan Mark Millers dalam bukunya “The
Scret”. Blanchard dan Millers mengatakan bahwa ada 5
syarat untuk menjadi pemimpin besar yang dapat
membangkitkan sebuah negara, diantaranya adalah : (1)
Seorang pemimpin harus bisa dan mampu untuk menjadi
pendengar yang baik, (2) Seorang Pemimpin harus
mampu untuk mengenal para bawahannya atau yang
dipimpin dengan baik, (3) Kepemimpinan banyak
kesamaannya dengan gunung es, artinya 10% yang ada
di atas permukaan sebagai hal yang tampak yaitu skill/
knowladge/ kemampuan dan 90% sebagai sesuatu yang
di bawah permukaan atau tidak tampak yaitu karakter
atau attitude. Kemudian dikemukakan ada 5 (lima)
kebiasaan utama seorang pemimpin, yaitu: (1) See the
Future, melihat masa depan atau punya visi, (2) Engage
and Develop Others, melibatkan dan mengembangkan
orang lain, (3) Reinvent Continuously, temukan kembali
terus menerus, (4) Value Results and Relationship,
hargai hasil dan hubungan dan (5) Embody the Values,
mewujudkan nilai. Kelima kebiasaan tersebut dapat
disingkat SERVE.27 Dr. Ken Blanchard juga menguraikan
dalam teori kepemimpinan melayani ini ada tiga aspek,
yaitu : (1) Servant Heart, melayani dengan hati, (2)
Servant Head, melayani dengan kepala atau kecerdasan
dan (3) Servant Hand’s, melayani dengan tangan atau
aktifitas.28
b. Teori Scenario Learning. 29 Mengapa teori Scenario Learning
yang digunakan untuk membangun Polri dimasa depan yang dibatasi
27 Adi Sujatno, Teori Kepemimpinan, Jakarta : Penerbit Lemhannas R.I., 2012, Hal. 1028 Adi Sujatno, Kuliah Ilmiah di Depan Peserta PPRA XLVIII-2012 Lemhannas R.I., Jakarta 2012, Slide No. 4129 Nusyirwan Zen, Ceramah Ilmiah Pada Peserta Sespati Angkatan XV Tahun 2008, Scenario Learning Suatu Pengantar Untuk Merngkai Plausibilitas Masa Depan, Bandung, 2008.
34
oleh target waktu, karena senyatanya learning atau belajar bukan
sekedar sarana untuk menghasilkan atau mengejar pengetahuan
tetapi juga untuk menggunakannya. Scenario adalah tantangan
“mindset” para manajer ataupun pemimpin dengan mengembangkan
alternatif yang plausible atau mungkin, kridibel dan relevan, sebagai
masukan yang sinambung pada pembuatan keputusan. Learning,
menggunakan dialog dan diskusi mengenai gagasan, persepsi,
temuan dan lain-lain. Scenario Learning melatih para manajer untuk
mengorganisasikan apa yang mereka ketahui dengan apa yang
dapat mereka bayangkan menjadi cerita-cerita bermakna dan logis
tentang masa depan, serta melihat dan mempertimbangkan
implikasi-implikasi cerita masa depan tersebut terhadap pilihan-
pilihan strategi masa kini maupun masa depan.
Dibutuhkannya kepemimpinan rahmatan lil alamin diawali
dengan sebuah kehendak atau keinginan yang menjadi Focal
Concern (FC) yaitu “Membangun Polri yang Rahmatan Lil Alamin
2020”. Dari analisis teori Scenario Learning, membangun polisi yang
rahmatan lil alamin 2020 adalah sebuah alternatif masa depan yang
plausible atau sesuatu yang mungkin terjadi. Penjelasan lebih lanjut
tentang membangun Polri yang RLA tahun 2020 terlampir dalam
lampiran 9.30
c. Teori PDB Triangle. Teori ini digunakan untuk menganalisis
kebijakan atau strategi apa yang bersifat differentiation atau ada nilai
perbedaannya untuk dilakukan agar organisasi atau kebijakan yang
selama ini diambil tetap berjalan dengan baik dan memberikan
makna bagi kebijakan itu sendiri. Dalam hal ini yang akan disoroti
adalah kebijakan atau strategi penerapan kepemimpinan di
lingkungan Polri yaitu kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin (RLA) itu
sendiri.
d.
30 Matriks Scenario Membangun Polri yang RLA Tahun 2020, terlampr dalam lampiran 9.
POSITIONINGBEING STRATEGI
DIFFERENTIATIONCORE TACTIC
PDB TRIANGLE :
35
e. Teori Kependudukan dan Kebutuhan Pangan Malthus. Teori Malthus adalah teori tentang Kependudukan Malthus
(pertumbuhan penduduk) yang dikaitkan dengan kebutuhan pangan,
yang menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk menurut deret ukur
dan pertumbuhan ekonomi menurut deret hitung. Maksudnya adalah
bahwa jumlah penduduk akan berkembang lebih cepat
daripada pertumbuhan ekonomi sehingga mengakibatkan upah
tenaga kerja menjadi sangat murah dan hanya cukup untuk biaya
hidup sehari-hari (subsistensi). Malthus memulai dengan
merumuskan dua postulat yaitu : (1) Bahwa pangan dibutuhkan
untuk hidup manusia, (2) Bahwa kebutuhan nafsu seksuil antar jenis
kelamin akan tetap sifatnya sepanjang masa. Atas dasar postulat
tersebut Malthus menyatakan bahwa, jika tidak ada pengekangan,
kecenderungan pertambahan jumlah manusia akan lebih cepat dari
pertambahan subsisten (pangan). Perkembangan penduduk akan
mengikuti deret ukur sedangkan perkembangan subsisten (pangan)
mengikuti deret hitung dengan interval waktu seperti berikut :
Penduduk : 1 2 4 8 16 32 dst
Subsisten (Pangan) : 1 2 3 4 5 6 dst
Dari postulat Malthus, terdapat pengekangan perkembangan
penduduk dapat berupa pengekangan segera dan pengekangan
hakiki atau mutlak. Yang dimaksud dengan factor pengekangan
adalah pangan, sedangkan pengekangan segera dapat berbentuk
pengekangan prefentif dan pengekangan positif. Pengekangan
BRANDVALUE INDICATOR
BRAND IMAGEBRAND IDENTITY
KEPEMIMPINAN RAHMATAN LIL
36
prefentif adalah factor-faktor yang bekerja mengurangi angka
kelahiran. Pengekangan prefentif yang dianjurkan Malthus
adalah pengendalian diri dalam hal nafsu seksual antar jenis seperti
penundaan perkawinan. Pengekangan positif merupakan faktor-
faktor yang mempengaruhi angka kematian, dapat berupa epidemi,
penyakit-penyakit dan kemiskinan.
10. Tinjauan Pustaka
a. Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia (IKNI). IKNI yang
diuraikan dalam buku “Traktat Etis Kepemimpinan Nasional dan
IKNI” Karangan Prof. Dr. Muladi, S.H. dan Dr. Adi Sujatno, S.H.,
M.H. Dalam uraiannya IKNI mengandung identitas terhadap 4
(empat) kategori sebagai “Cita Susila” Moralitas dan Akuntabilitas,
yaitu :
1) Moralitas dan Akuntabilitas yang bersifat sipil atau
individual.
2) Moralitas dan Akuntabilitas yang bersifat Sosial
Kemasyarakatan.
3) Moralitas dan Akuntabilitas yang bersifat Institusional
atau Kelembagaan.
4) Moralitas dan Akuntabilitas yang bersifat Global.
Selanjutnya setiap kategori ini diperinci pada perilaku atau
semacam parameter yang bersifat perilaku moralitas dan
akuntabilitas seorang pemimpin nasional. Dijelaskan lebih lanjut
bahwa penekanan kepemimpinan nasional ini adalah pada karakter,
baik karakter yang bersifat umum maupun karakter yang bersifat
khusus atau karakteristik.
Dalam uraian masalah IKNI ini Lemhannas juga menyampaikan
beberapa harapan, yang salah satunya dikemukakan bahwa
“Pemerintah agar dapat lebih menjaga jarak dari praktek-praktek
politisasi di dalam rekruitmen pemimpin sampai pada tingkat eselon
satu yang merupakan jabatan karier. Penunjukan pejabat karier
37
harus lepas dari campur tangan partai politik (non political
appointee)”.
Dari uraian singkat di atas tentu saja kita sebagai bagian dari
anak bangsa sangat setuju. Akan tetapi menurut penulis
berdasarkan fakta realita di lapangan perlu adanya penambahan
kategori ataupun parameter yang menekankan pada kemampuan
profesionalisme dari pemimpin nasional, khususnya sesuai dengan
bidang atau gatra masing-masing. Hal tersebut juga ditekankan
dalam harapan Lemhannas bahwa dalam rekruitmen pemimpin
nasional sampai tingkat eselon satu yang merupakan jabatan karier
diharapkan non political appointee. Ini menunjukkan bahwa
parameter profesionalisme bagi pemimpin menjadi sangat penting.
b. Tiga Aspek Ketahan Pangan Menurut Prof. Dr. Ahmad Suryana dan Dr. Ir. Hermanto, MS. Prof. Dr. Ahmad Suryana
(Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian) maupun
Dr. Ir. Hermanto, MS Sekretaris Badan Ketahanan Pangan
Kementerian Pertanian menyampaikan dalam makalah ilmiahnya
yang disampaikan di depan peserta Lemhannas PPRA XLVIII-2012
di Lemhannas R.I tanggal 28 Agustus 2012 dan 28 Maret 2012,
bahwa sistem ketahanan pangan nasional ditentukan oleh tiga
aspek, yaitu aspek ketersediaan, keterjangkauan dan konsumsi pangan. Ketiga aspek ini dipengaruhi juga oleh kebijakan ekonomi
dan kebijakan pangan serta kebijakan otonomi dan desentralisasi
akan pangan. Disamping itu ditentukan juga oleh sumber daya,
antara lain seperti ketersediaan lahan, air irigasi, SDM, tehnologi,
kelembagaan dan budaya.
Kondisi ketahanan pangan ini juga dipengaruhi oleh
perkembangan lingkungan strategi baik dalam negeri maupun luar
negeri seperti kondisi penduduk, perubahan iklim, kinerja ekonomi,
dinamika pasar sektor non pangan maupun pangan sendiri di dalam
negeri maupun luar negeri dan shock atau bencana.
38
Tentu saja pendapat ini menurut penulis sangatlah benar
adanya. Akan tetapi berdasarkan pemahaman lebih lanjut bila
dikaitkan dengan pendekatan manajemen dalam sistem manajemen
nasional (Sismennas), kepemimpinan nasional dan pemberdayaan
masyarakat, ketahanan pangan tidak hanya ditentukan oleh ketiga
aspek tersebut (ketersediaan, keterjangkauan dan konsumsi), tetapi
juga ditentukan oleh dua aspek lainnya yang relatif berdiri sendiri
sebagai aspek yang mempengaruhi ketahanan pangan, yaitu : aspek pemberdayaan masyarakat dan aspek manajemen. Aspek
pemberdayaan masyarakat ini misalnya keterbatasan sarana dan
belum adanya mekanisme kerja yang efektif di masyarakat dalam
merespon adanya kerawanan pangan, terutama dalam penyaluran
pangan kepada masyarakat yang membutuhkan, keterbatasan
keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber daya
usaha seperti pendanaan, tehnologi, informasi pusat dan sarana
prasarana yang menyebabkan masyarakat kesulitan memasuki
lapangan kerja dan menumbuhkan usaha. Kurang efektifnya program
pemberdayaan masyarakat yang selama ini bersifat top-down karena
tidak memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan kemampuan
masyarakat yang bersangkutan. Belum berkembang-nya sistem
pemantauan kewaspadaan pangan dan gizi secara dini dan akurat
dalam mendeteksi kerawanan pangan dan gizi pada tingkat
masyarakat.
Aspek manajemen, keberhasilan pembangunan ketahanan dan
kemandirian pangan dipengaruhi oleh efektifitas penyelenggaraan
fungsi-fungsi manajemen pembangunan yang meliputi aspek
perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta
koordinasi berbagai kebijakan dan program. Masalah yang dihadapi
dalam aspek manajemen adalah : (1) Terbatasnya ketersediaan data
yang akurat, konsisten, dipercaya dan mudah diakses yang diperlukan
untuk perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan
pangan. Disini berarti peran teknologi sangatlah dominan. (2) Belum
adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil
39
di bidang pangan. (3) Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim
egosentris dalam lingkup instansi dan antar instansi, subsektor,
sektor, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pusat dan daerah
dan antar daerah.
BAB III
KONDISI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI LINGKUNGAN POLRI, IMPLIKASI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI
LINGKUNGAN POLRI TERHADAP MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN
BANGSA SERTA PERMASALAHANNYA
11. Umum
Sebagaimana disinggung pada BAB I dan II di atas tentang
kepemimpinan yang RLA sebagai sebuah gaya ataupun style kepemimpinan
yang menekankan kepada fitrah dari pada kehadiran umat manusia itu
sendiri yang seharusnya, yaitu membawa rahmat bagi sesamanya manusia
maupun alam serta sesisinya sebagaimana dalam kepemimpinan hal ini
dicontohkan oleh junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. “Wama arsalnaha
illa rahmatan lil alamin” (Surat Al-Anbiya : 107) yang dimaknakan “... dan
40
tiada kami mengutus kamu (wahai Muhammad), melainkan untuk menjadi
rahmat bagi semesta alam”.
Kepemimpinan yang RLA di lingkungan Polri pada dasarnya
berorientasi dari pada embanan ataupun tugas pokok yang melekat pada
Polri itu sendiri, yaitu selaku pemelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegak hukum dan memberikan pengayoman, perlindungan
serta pelayanan kepada masyarakat. Bersumber dari tugas pokok serta
pengejawantahanan dari berbagai paradigma nasional, khususnya Pancasila
dan landasan teori kepemimpinan yang dipelajari seperti kepemimpinan
nasional, negarawan, kontemporer, visioner, transformatif maupun sifat-sifat
kepemimpinan Nabi Besar Muhammad SAW khususnya fatonah, amanah,
shiddig dan tabligh, maka kepemimpinan yang RLA inilah sebagai alternatif
gaya atau style yang harus diberikan oleh setiap pemimpin di lingkungan
Polri. Bertitik tolak dari pemaknaan kepemimpinan RLA inilah maka dalam
sub-bab berikut ini akan dijelaskan bagaimana kondisi implementasi
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri saat ini, implikasi implementasi
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri terhadap meningkatkan ketahanan
pangan dan implikasi peningkatan ketahanan pangan terhadap kemandirian
bangsa serta permasalahan yang ditemukan.
12. Kondisi Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Saat Inia. Belum Diimplementasikannya Kepemimpinan RLA di
Lingkungan Polri Saat Ini.
Seperti telah disinggung di atas bahwa setelah Polri berpisah
dengan TNI atau ABRI saat itu di tahun 2000, yaitu dengan
ditetapkannya Ketetapan MPR Nomor : VI/MPR/2000 Tentang
Pemisahan TNI dan Polri sebagai sebuah tuntutan reformasi di
Indonesia, Polri sampai saat ini belum memiliki asas-asas
kepemimpinan yang secara umum diberlakukan di lingkungan Polri
seperti waktu sebelumnya dengan 11 asas kepemimpinan ABRI.
Dengan dipisahkannya dari ABRI, bukanlah berarti kemudian
terputusnya seketika itu juga pengamalan akan nilai-nilai atau asas-
asas dari kepemimpinan di lingkungan Polri yang selama ini berlaku.
41
Senyatanya ada nilai-nilai dan etika Polri yang dapat menjadi sumber
implementasi kepemimpinan di lingkungan Polri, yaitu pedoman
hidup dan pedoman kerja berupa Tribrata dan Catur Prasetya yang
pada hakekatnya merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila
dan tugas pokok Polri yang juga telah dicantumkan dalam UUD N RI
1945 (amandemen). Sesungguhnya reformasi Polri yang secara
struktural baru terlihat di tahun 2000, yaitu dengan dipisahkannya
dari ABRI, sudah disusun dan direncanakan bahwa reformasi
birokrasi Polri itu sejak tahun 1998, yaitu dalam sebuah buku yang
dikenal dengan “buku biru reformasi Polri”. Dimana reformasi Polri itu
dibagi dalam tiga bagian, yaitu struktural, instrumental dan kultur.
Jika kita melihat nilai-nilai ataupun asas-asas kepemimpinan maka
hal ini cenderung masuk pada ranah kultur atau budaya yang
memang perubahannya relatif sulit dan membutuhkan waktu, karena
berkaitan dengan nilai-nilai yang kemudian tercermin dalam perilaku.
Sosok kepemimpinan di lingkungan Polri sejak tahun 2000
dapat kita lihat sebagai berikut : 1) Jenderal Polisi Rusdihardjo,
Januari-Agustus 2000, Kapolri ini diangkat oleh Presdien R.I hasil
Pemilu 1999 yang cukup kontraversi yaitu K.H Abdulrahman Wahid
atau Gus Dur. 2) Jederal Polisi Drs. Suroyo Bimantoro, 2000-2001,
Kapolri ini juga diangkat oleh Presiden R.I K.H Abdulrahmman
Wahid. Dalam perjalanannya Gus Dur diganti oleh MPR karena
skandal tertentu yang berujung kepada politik dan dipenghujung
jabatannya Gus Dur sempat mengangkat Kapolri baru yaitu Jenderal
Polisi Drs. Chairuddin Ismail yang baru sempat dilantik di Istana
Presiden tetapi belum sempat serah terima jabatan dengan Jenderal
Polisi Drs. Suroyo Bimantoro. Situasi ini menjadi sebuah persoalan
tersendiri secara internal di lingkungan Polri, dimana selama ini calon
Kapolri pengganti selalu diajukan oleh Kapolri lama sebagai sebuah
cara memelihara kesinambungan, walaupun tentu saja dengan
sistem tata negara Indonesia penunjukan Kapolri itu sebagai ranah
prerogratif Presiden. 3) Jenderal Polisi Drs. Da’i Bachtiar, S.H, 2001-
2005, Kapolri ini diangkat oleh Presiden Megawati Soekarno Putri. 4)
42
Jenderal Polisi Drs. Sutanto, 2005-2008, Kapolri ini diangkat oleh
Presiden SBY yang kebetulan teman seangkatan di AkABRI dan
sama-sama penerima penghargaan Adhimakayasa di Akademi
masing-masing. 5) Jenderal Polisi Drs. Bambang Hendarso Danuri,
M.M, 2008-20110, juga diangkat oleh Presiden SBY dan kemudian
6) Jenderal Polisi Drs. Timur Pradopo, 2010-sekarang, juga diangkat
oleh Presiden SBY.
Melihat secara empiris, sesungguhnya para Kapolri ini tidak
memiliki nilai-nilai kepemimpinan yang khusus dapat diterapkan
seperti pada saat adanya 11 asas kepmimpinan ABRI. Akan tetapi
para pemimpin di lingkungan Polri tersebut sudah menerapkan nilai-
nilai kepemimpinan nasional, prinsif-prinsif dalam kepemimpi-nan
transformatif, kepemimpinan visioner, kepemimpinan kontem-porer
sebagaimana model-model kepemimpinan tersebut dipelajari,
didiskusikan saat mereka sekolah di Sespim, Sespati maupun di
Lemhannas. Hal tersebut dapat dilihat dari kinerja yang menonjol
dari masing-masing pimpinan, walaupun tentu saja disana sini masih
ada kekurangan, sehingga citra atau pandangan publik pada
organisasi Polri secara keseluruhan belum begitu baik atau naik
turun sesuai dengan isue yang mengemuka pada setiap saat
kepemimpinan Polri itu hadir pada masanya.
b. Profesionalisme di Lingkungan Polri Secara Umum Masih
Kurang.
Seperti diketahui bahwa makna profesi adalah pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu
pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki aosiasi
profesi, kode etik serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus
untuk bidang tersebut. Contoh profesi dibidang hukum, kedokteran,
keuangan, militer, teknik dan lain-lain. Karakteristik profesi
disimpulkan antara lain : (1) Adanya keterampilan yang berdasarkan
pada pengetahuan teoritis, (2) Asosiasi profesional, (3) Ujian
kompetensi, (4) Pelatihan institusional, (5) Lisensi, (6) Pendidikan
yang ekstensif, (7) Otonomi kerja, (8) Kode etik, (9) Mengatur diri,
43
(10) Layanan publik altruisme dan (11) Status dan imbalan yang
tinggi.
Unsur profesionalisme dalam tulisan Taskap ini dijadikan
sebagai sebuah critical driving force atau salah satu pengungkit
utama untuk mewujudkan kepemimpinan yang RLA di lingkungan
Polri. Di dalam organisasi Polri sendiripun telah beberapa kali terjadi
perubahan struktur organisasi dengan orientasi mendekatkan
organisasi Polri sebagai bagian fungsi pelayanan pemerintah dengan
masyarakat yang akan dilayani. Reformasi instrumental juga telah
dilakukan seperti misalnya lahirnya Undang-undang No. 2 Tahun
2002 tentang Polri sebagai perubahan dari Undang-undang
sebelumnya yaitu UU No. 28 Tahun 1997 tentang Polri dimana pada
periode tersebut Polri masih bersama-sama dengan ABRI. Kemudian
juga telah dirubah berbagai macam Pedoman atau Petunjuk yang
disebut sebagai pedoman induk, pedoman dasar, Petunjuk
Pelaksana, petunjuk tehnis menjadi Peraturan-peraturan Kapolri
sesuai dengan amanat Undang-undang No. 4 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Pembuatan Peraturan dan Perundang-undangan yang
terakhir telah dirubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pembuatan Peraturan Perundang-undangan.
Sedangkan perubahan kultur, hal ini dirasakan relatif sulit untuk
dilakukan oleh Polri. Berdasarkan beberapa literatur perubahan
kultur di lingkungan Polri ini dimaksudkan adalah perubahan artefak,
perubahan perilaku dan perubahan paradigma atau pola pikir (mind
set) dan budaya kerja (cultur set). Beberapa hal budaya yang ingin
dirubah secara mendasar di lingkungan Polri misalnya adalah
budaya organisasi yang tadinya antagonis menjadi protagonis, reaktif
menjadi proaktif, legalitas menjadi legitimitas, elitis menjadi populis,
arogan menjadi humanis, otoriter menjadi demokratis, tertutup
menjadi transparan, akuntabilitas vertikal menjadi akuntabilitas publik
dan dari monologis menjadi dialogis.
Sesungguhnya juga Polri telah memiliki Grand Strategi Polri
2005-2025 yang dikukuhkan berdasarkan Keputusan Kapolri Nomor
44
Polisi : Kep/360/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005. Grand Strategi ini
bukan dibuat oleh Polri semata, tetapi lebih melibatkan civitas
akademika dari UI dan UGM. Dalam Grand Strategi ini secara umum
mengarahkan pembangunan Polri untuk 20 tahun kedepan, Polri
akan dibawa kemana, dan sesuai Grand Strategi tersebut secara
garis besar arah pembangunan Polri adalah : Renstra pertama 2005-
2009 yang lalu pembangunan Polri sesungguhnya diarahkan kepada
pembangunan kepercayaan masyarakat kepada Polri atau Trust
Building. Kemudian Renstra ke dua 210-2014 diarahkan kepada
membangun kemitraan atau kebersamaan atau Pathnership Building
dan kemudian Renstra ketiga 2015-2025 diarahkan kepada
pembangunan yang mengkukuhkan organisasi untuk dapat
memberikan pelayanan secara prima kepada publik atau Strive for
Excellence. Setiap Renstra tersebut tentulah tidak parsial, tetapi
saling bersinergi dan saling menguatkan, artinya ketika Renstra
pertama lalu (2005-2009) menekankan kepada pembangunan
kepercayaan, bersama itu juga dibangun kemitraan dan pelayanan
prima, hanya memang penekanan atau orientasinya kepada
pembangunan kepercayaan. Begitu juga pada Renstra kedua yang
sedang berjalan (2010-2014), penekanan pembangunan Polri
kepada kemitraan atau pathnership, akan tetapi tentu juga dilakukan
pembangunan kepercayaan dan telah dirintis upaya untuk
memberikan pelayanan yang prima. Jadi pembangunan di
lingkungan Polri ada penekanan yang berkelanjutan atau suistanable
program. Visi Grand Strategi 2005-2025 ini terlampir dalam lampiran
7.
Kondisi Polri dimata masyarakat sebagai indikator hasil kinerja
atau penerapan kepemimpinan rahmatan lil alamin saat ini dapat
dilihat dari berbagai persepsi masyarakat terhadap Polri sebagai
hasil penelitian ataupun survey, yang dapat digambarkan sebagai
berikut :
1) Hasil survey dari PERC (Political and Economic Risk
Counsulting) menempatkan Indonesia sebagai negara nomor
45
dua terburuk masalah keamanan individu setelah Philipina bagi
para investor (2010).
2) Kompolnas merelease bahwa penyimpangan Polri
terjadi paling besar pada penegakan hukum, yaitu sebesar 72%
(2009).
3) TII (Transparancy International Indonesia) menempatkan Polri
sebagai Institusi dengan tingkat suap tertinggi (2009).
4) Global Coruption Barometer (GCB), menempatkan Polri
sebagai institusi terkorup di Indonesia dengan indeks 4,2
(2010).
5) Penelitian yang dilakukan oleh lembaga independent
Markplus in Sight menyimpulkan tingkat kepuasan masyarakat
atas pelayanan Polri baru 54,37% (2009).
6) Penelitian oleh Staf Ahli Kapolri, Biro Litbang Polri,
Mahasiswa PTIK, merelease bahwa tingkat harapan
masyarakat atas pelayanan Polri sebesar 86,32%, sedangkan
rata-rata transparansi pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat baru sebear 64,21%, jadi masih ada gap atau
disparitas antara harapan masyarakat dan yang dapat diberikan
oleh Polri yang cukup tinggi, yaitu sebesar 22,11% (2010).
7) Pada tahun 2002, mahasiswa PTIK juga telah
melakukan penelitian di 10 Polda yang menyoroti tentang
pergeseran paradigma sebagai upaya melakukan perubahan
budaya untuk meningkatkan kinerja. Ditemukan ada dua faktor
utama yang menerangkan kinerja Polri, yaitu pemahaman
personil tentang paradigma itu sendiri dan peranan atasan atau
pemimpin di lingkungan Polri. Ini menunjukkan bahwa betapa
pentingnya kehadiran seorang pemimpin yang rahmatan lil
alamin.
8) Hasil survey Jaringan Survey Indonesia yang dimuat di
harian Kompas hari Rabu, 2 Nopember 2011 tentang tingkat
kepercayaan dan tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja
aparat penegak hukum. Hasilnya adalah, untuk tingkat
kepercayaan Polri menduduki peringkat yang terbaik yaitu
46
58,2%, kemudian KPK : 53,8%, MA : 47,8%, MK : 47,3%,
Kejagung : 46,0%. Untuk tingkat kepuasan masyarakat Polri
juga terbaik yaitu 53,6%, KPK : 45,0%, MK : 43,5%, MA :
42,1% dan Kejagung : 41,1%. Sedangkan terakhir hasil survey
Sugeng Suryadi Syndicate pada tanggal 14-24 Mei 2012 yang
lalu di 33 Provinsi menempatkan DPR sebagai lembaga
terkorup di Indonesia dengan nilai 47%.
Kondisi profesionalitas secara umum ini juga dapat dilihat dari
komposisi kepangkatan riil anggota Polri dibandingkan dengan yang
seharusnya, dengan asumsi kepangkatan mencerminkan
profesionalisme dari anggota Polri tersebut. Tabel 3 profesionalis-me
dilihat dari aspek kepangkatan terlampir dalam lampiran 10.
Dari sudut pandangan masyarakat dapat juga kita lihat
profesionalisme Polri ini dari hasil survey dan analisis Citra Publik
Indonesia pada tanggal 11-14 September 2009 lalu. Hasilnya dapat
dilihat 58,20% Polri sudah/ cukup profesional dan 56,50%
masyarakat yakin/ sangat yakin mampu menjadi lembaga yang
profesional. Tabel 4 dan 5 Profesionalisme Anggota Polri terlampir
dalam lampiran 10.
c. Belum Optimalnya Moralitas Anggota Polri Secara Umum.
Seperti juga telah disinggung di atas bahwa moral ini
bersumber dari nilai-nilai dasar Pancasila dan khususnya untuk Polri
tentu juga bersumber dari pedoman kerja Tribrata yang pada
dasarnya bersumber dari hakekat akan tugas pokok dan keberadaan
polisi itu sendiri dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat. Moralitas yang bersumber dari nilai-nilai-nilai
Pancasila setidaknya sesuatu yang harus melekat pada perilaku
polisi seperti moral ketaqwaan, moral kemanusiaan, moral
kebersamaan dan kebangsaan, moral kerakyatan dan moral
keadilan. Nilai-nilai moral ini dalam organisasi teraktualisasi pada
etika organisasi yang tertuang dalam kode etik profesi. Di lingkungan
Polri sudah ada kode etik Polri yang senantiasa terjadi perubahan-
47
perubahan sesuai dengan perubahan pemaknaan Tribrata maupun
dinamika organisasi Polri. terakhir kode etik Polri ini diatur dalam
Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik
Profesi Polri sebagai perubahan dari Perkap Nomor 7 Tahun 2006
Tentang hal yang sama.
Berdasarkan release akhir tahun Kapolri tahun 2011 yang lalu
beberapa catatan yang dapat digolongkan menyangkut moralitas
anggota Polri adalah menyangkut pelanggaran kode etik, disiplin
maupun pidana sampai diputuskan harus dikeluarkan dengan tidak
hormat dari keanggotaan Polri. Catatan-catatan tersebut dapat kita
lihat sebagai berikut :
1) Bidang Tata Tertib.Untuk tahun 2010 sebanyak 26.872 orang dan pada
tahun 2011 sebanyak 12.987 orang sehingga mengalami penurunan sebanyak 13.975 orang atau 52 %. Untuk penyelesaian kasus, seluruh masalah pelanggaran tata tertib telah diselesaikan seluruhnya atau 100%;
2) Bidang Disiplin. Untuk tahun 2010 pelanggaran disiplin yang tercatat
sebanyak 6.900 orang dan pada tahun 2011 sebanyak 3.429 orang, sehingga mengalami penurunan sebanyak 3.471 orang atau 50%. Untuk penyelesaian masalah pelanggaran tata tertib, telah diselesaikan sebanyak 931 orang atau 27%;
3) Bidang Sidang Kode Etik Polri (KKEP).Polri telah menyidangkan (Sidang Kode Etik Polri)
selama tahun 2010 sebanyak 412 orang sedangkan pada tahun 2011 sebanyak 376 orang, sehingga mengalami penurunan sebanyak 36 orang atau 9%. Untuk penyelesaian masalah kode etik Polri, seluruhnya sudah tuntas atau 100%;
4) Bidang PTDH.Pada tahun 2010 , Polri telah memberhentikan tidak
dengan hormat sebanyak 298 orang, sementara itu ditahun 2011, Polri telah memberhentikan secara tidak hormat sebanyak 267 orang. Sehingga mengalami penurunan sebanyak 31 orang atau 10,4%.5) Bidang Pelanggaran Pidana.
Pada tahun 2010 Polri telah menyidangkan anggota Polri yang melakukan tindak pidana sebanyak 512 orang dan pada tahun 2011 sebanyak 207 orang, sehingga mengalami penurunan sebanyak 305 orang atau 60%. Untuk penyelesaian
48
masalah pelanggaran pidana, hingga saat ini sudah 51 orang yang terselesaikan masalahnya atau 75%. 31
Sedangkan hasil survey dan analisis dari Citra Publik
Indonesia yang berkaitan dengan moralitas ini dapat dlihat dari
hasil poling tentang kejujuran polisi, 51,40% masyarakat
menilai polisi kurang jujur. Kedisiplinan, 52,60% masyarakat
menganggap poliswi belum disiplin. Masalah tanggungjawab,
45,90% masyarakat menganggap polisi belum tanggung-jawab
dalam melaksanakan tugas kepolisian. Jika dibanding-kan
dengan TNI, maka masalah kemanusiaan atau manusiawi
42,10% masyarakat menilai TNI lebih manusiawi dari pada
Polri. Masalah keramahan, 42,90% masyarakat menilai TNI
lembaga yang lebih ramah dari pada Polri, sedangkan masalah
komunikasi, 56% masyarakat menilai Polri telah berkomunikasi
dengan baik. Tabel 6 : Kejujuran Anggota Polri, Tabel 7 :
Kedisiplinan Anggota Polri, Tabel 8 : Sifat Manusiawi Anggota
Polri dan Tabel 9 : Keramahan Anggota Polri terlampir dalam
lampiran 10.
d. Ketahanan Pangan Indonesia Masih Sangat Rentan.
Dari berbagai literatur, khususnya pembelajaran baik dari
Kementerian dan para tenaga pengajar di Lemhannas R.I pada
PPRA XLVIII Tahun 2012 yang memang temanya “Ketahanan
Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa”, menunjukkan secara
umum masalah ketahanan pangan Indonesia masih sangat rentan,
walaupun dalam hal-hal tertentu seperti produk strategis beras
memberikan harapan akan swasembada. Secara umum kerentanan
ini disebabkan oleh berbagai permasalahan dibidang ketahanan
pangan itu sendiri. Beberapa hal dapat dikemukakan sebagai
berikut :
1) Laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi periode 2000-2010 sebesar 1,49% per tahun dengan jumlah penduduk yang besar, sedangkan pertumbuhan produksi pangan relatif masih kecil.
31 Jenderal Polisi Drs. Timur Pradopo (Kapolri), Materi Pers Release Akhir Tahun 2011, 30 Desember 2011, Jakarta, 2011.
49
2) Jumlah penduduk miskin dan rawan pangan masih relatif tinggi sebesar 12.4% dari total penduduk.3) Ketergantungan konsumsi beras dalam pola konsumsi pangan yang masih tinggi sebesar beras 139,15 kg/kapita/th. 4) Konversi lahan pertanian masih tinggi dan tidak terkendali, sekitar 65.000 ha/th.5) Kompetisi pemanfaatan dan degradasi sumber daya air semakin meningkat.6) Infrastruktur pertanian/ pedesaan masih kurang memadai, jaringan irigasi yang rusak 52%.7) Belum memadainya prasarana dan sarana transportasi, sehingga meningkatkan biaya distribusi/ pemasaran pangan.8) Sebaran produksi pangan yang tidak menentu, baik antar waktu panen raya dan paceklik ataupun antar daerah di Jawa surplus, di Papua dan Papua Barat defisit.9) Beberapa daerah di Indonesia rawan bencana alam, yang menyulitkan bagi pengembangan ketahanan pangan yang berkelanjutan. 32
Data pendukung yang menunjukkan persoalan dalam
ketahanan pangan ini misalnya adalah masalah besarnya peralihan
lahan sawah atau penyusutan seluas 36.000 Ha sejak tahun 1994
s/d 2004 atau sekitar 3.600 Ha per tahun. Lebih lanjut dapat dilihat
dalam Tabel 10 : Alih Fungsi Lahan Sawah terlampir lampiran 10. 33
Begitupun kondisi impor terhadap beberapa produksi strategis,
sebagai bukti bahwa permasalahan ketahanan pangan harus diatasi
oleh seluruh komponen bangsa secara komprehensif, integral dan
holistik dan tidak terkecuali oleh Polri dengan pelaksanaan tugas
pokoknya.
TABEL : 11PERSENTASE IMPORT PANGAN STRATEGIS
KOMODITI PERSEN THD KEBUTUHAN NASIONALDaging sapi 25 % ( K.L 600.000 ekor)Gula 30 % (K.L 1,3 juta ton)Beras 2 % ( K.L 1,2 juta ton)Bawang putih 90 %Kedelai 70 % ( K.L 1,4 juta ton)Garam 50 %Jagung 10 %
32 Prof. Ahmad Suryana (Kepala Badan Ketahanan Pangan Nasional), Ceramah Ilmiah Pada Peserta PPRA XLVIII-2012 Lemahannas R.I, Kebijakan dan Strategi Ketahanan Pangan Indonesia, 29 Agustus 2012.33 Tabel tentang besaran penambahan maupun penyusutan lahan sawah terlampir dalam lampiran 10.
50
Kacang Tanah 15 %Susu 70 %
Sumber : Prof. Dr. Didin S Damanhuri, Kuliah Ilmiah PPRA XLVIII, 2012
13. Implikasi Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Terhadap Ketahanan Pangan dan Implikasi Peningkatan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa
Beranjak dari pemaknaan kepemimpinan RLA di lingkungan Polri
yang menekankan bahwa seorang pemimpin itu adalah rahmat bagi semesta
alam, menebar cinta kasih bagi seluruh umat manusia dan segala ciptaan
Tuhan di alam semesta baik yang hidup (biotik) dan benda mati (abiotik)
serta menekankan pada kemampuan profesionalisme dan moralitas dalam
mencapai tujuan organisasi dan kemudian dikaitkan dengan organisasi Polri
yang memiliki tugas pokok harkamtibmas, penegakan hukum, pengayom,
pelindung dan pelayanan masyarakat, maka jika dikaitkan dengan upaya
meningkatkan ketahanan pangan Indonesia sangatlah relevan. Artinya jika
kepemimpinan di lingkungan Polri yang menekankan pada RLA dengan
pendekatan pelaksanaan tugas yang profesional serta personilnya memiliki
moral yang baik maka persoalan-persoalan ketahanan pangan baik
persoalan ketersediaan, keterjangkauan, konsumsi, pemberdayaan
masyarakat maupun manajemen akan dapat diatasi dengan baik dan
ketahanan pangan akan meningkat. Kondisi ini tentu juga akan memberikan
peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai bagian dari tujuan negara.
Artinya kondisi ketahanan pangan ini juga akan memberikan kontribusi pada
peningkatan kemandirian bangsa.
a. Implikasi Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan.
Berdasarkan beberapa tabel diatas, baik yang mencerminkan
tentang implementasi kepemimpinan RLA maupun kondisi ketahanan
pangan, seperti masih tingginya peralihan lahan sawah untuk
pertanian kepada fungsi lainnya, yang berkorelasi langsung dengan
ketahanan pangan, khususnya pada aspek ketersediaan pangan
(produksi), maka apabila diimplementasikannya kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri, asumsinya masalah-masalah tersebut akan teratasi
51
dengan baik. Berbagai permasalahan ketahanan pangan khususnya
yang berkaitan dengan tugas pokok Polri seperti penegakan hukum
akan dapat teratasi dengan baik, peralihan lahan sawah akan semakin
berkurang atau berhenti sama sekali. Dengan demikian salah satu
faktor menurunnya produksi pangan akan teratasi. Belum lagi jika
implementasi kepemimpinan RLA ini diterapkan dalam kerja sama
yang riil antara Polri dan Kementerian Pertanian misalnya dalam
pengolahan lahan sebagai ujud implementasi Perpolisian Masyarakat
(Polmas), maka akan semakin memberikan kontribusi pada
peningkatan produksi pangan. Lebih jauh program seperti pengadaan
lahan pertanian dua juta hektar atau surplus produksi gabah sepuluh
juta ton pada tahun 2014 bukanlah sesuatu yang mustahil dan sangat
realistis.
Lebih lanjut, seperti telah juga dikemukakan di atas bahwa
sistem ketahanan pangan itu mencakup aspek-aspek ketersediaan
pangan, distribusi pangan, konsumsi pangan, pemberdayaan
masyarakat dan manajemen. Dari tiap tiap aspek ini dapat kita lihat
permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi dengan
implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri adalah sebagai
berikut :
1) Aspek ketersediaan pangan. Dalam aspek
ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas
dan menurunnya kapasitas produksi dan daya saing pangan
nasional. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor teknis dan sosial-
ekonomi. Secara tehnis hal-hal yang mempengaruhi produksi
ini misalnya : (a) Berkurangnya areal lahan pertanian karena
derasnya alih lahan pertanian ke non pertanian seperti industri
dan perumahan, laju 1% setiap tahun. (b) Teknologi produksi
yang belum efektif dan efisien. (c) Infrastruktur pertanian
(irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan
kemampuannya semakin menurun.
2) Aspek distribusi pangan. Faktor tehnis disebabkan
oleh antara lain : (a) Belum memadainya infrastruktur,
52
prasarana distribusi darat dan antar pulau yang dapat
menjangkau seluruh wilayah konsumen. (b) Belum merata dan
memadainya infrastruktur pengumpulan, penyimpanan dan
distribusi pangan, kecuali beras. Faktor Sosial-ekonomi : (a)
Belum berperannya kelembagaan pemasaran hasil pangan
secara baik dalam menyangga kestabilan distribusi dan harga
pangan. (b) Masalah keamanan jalur distribusi dan pungutan
resmi pemerintah pusat dan daerah serta berbagai pungutan
lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran telah
menghasilkan biaya distribusi yang mahal dan meningkatkan
harga produk pangan.
3) Aspek konsumsi pangan. Faktor teknis : (a) Belum
berkembangnya teknologi dan industri pangan berbasis
sumber daya pangan lokal. (b) Belum berkembangnya produk
pangan alternatif berbasis sumber daya pangan lokal. Faktor
Sosial-ekonomi : (a) Tingginya konsumsi beras per kapita per
tahun tertinggi di dunia > 100 kg, Thailand 60 kg, Jepang 50 kg.
(b) Kendala budaya dan kebiasaan makan pada sebagian
daerah dan etnis sehingga tidak mendukung terciptanya pola
konsumsi pangan dan gizi seimbang serta pemerataan
konsumsi pangan yang bergizi bagi anggota rumah tangga.
4) Aspek pemberdayaan masyarakat. Aspek ini
diantaranya melingkupi hal-hal sebagai berikut : (a)
Keterbatasan sarana dan belum adanya mekanisme kerja yang
efektif di masyarakat dalam merespon adanya kerawanan
pangan, terutama dalam penyaluran pangan kepada
masyarakat yang membutuhkan. (b) Keterbatasan
keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber
daya usaha seperti permodalan, teknologi, informasi pasar dan
sarana pemasaran meyebabkan mereka kesulitan untuk
memasuki lapangan kerja dan menumbuhkan usaha. (c)
Kurang efektifnya program pemberdayaan masyarakat yang
selama ini bersifat top-down karena tidak memperhatikan
53
aspirasi, kebutuhan dan kemampuan masyarakat yang
bersangkutan. (d) Belum berkembangnya sistem pemantauan
kewaspadaan pangan dan gizi secara dini dan akurat dalam
mendeteksi kerawanan pangan dan gizi pada tingkat
masyarakat.
5) Aspek manajemen. Keberhasilan pembangunan
ketahanan dan kemandirian pangan dipengaruhi oleh efektifitas
penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen pembangunan yang
meliputi aspek perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan
pengendalian serta koordinasi berbagai kebijakan dan program.
Masalah yang dihadapi dalam aspek manajemen adalah : (a)
Terbatasnya ketersediaan data yang akurat, konsisten,
dipercaya dan mudah diakses yang diperlukan untuk
perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan
pangan. (b) Belum adanya jaminan perlindungan bagi pelaku
usaha dan konsumen kecil di bidang pangan. (c) Lemahnya
koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup
instansi dan antar instansi, subsektor, sektor, lembaga
pemerintah dan non pemerintah, pusat dan daerah dan antar
daerah.
Dari uraian permasalahan aspek-aspek ketahanan pangan di
atas tidak setiap sub-aspek dapat disentuh dengan implementasi
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri. Beberapa yang dapat
disentuh oleh Polri dalam pelaksanaan tugas pokoknya misalnya
masalah aspek ketersediaan pangan yang disebabkan karena
berkurangnnya lahan pertanian atau sawah, Polri bersama-sama
PPNS Kementerian terkait dapat menegakkan hukum secara tegas
kepada para pelanggar yang mengalih fungsikan lahan dimaksud
sesuai dengan undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang
Pemeliharaan Lahan Pertanian Berkelanjutan maupun menegakkan
hukum anti korupsi. Disamping itu tentu Polri dapat melaksanakan
peran perpolisian masyarakat yang bekerja sama dengan Badan
Ketahanan Pangan baik pusat dan daerah melakukan kegiatan
54
penanaman tanaman tertentu sesuai kondisi daerah dalam kegiatan
bhakti Bhayangkara. Pada aspek keterjangkauan Polri dapat
memberikan bantuan terhadap keamanan dalam setiap distribusi
pangan sampai pada level keluarga. Pada aspek konsumsi, Polri
dapat bekerja sama dengan Pemda setempat untuk
mengembangkan penanaman produksi pangan tertentu berbasiskan
pangan lokal. Pada aspek pemberdayaan masyarakat peran Polri
misalnya dalam pengawasan distribusi pangan kepada masyarakat
yang mengalami kerawanan pangan agar distribusi tersebut sesuai
sasaran dan tidak ada penyelewengan dan dapat juga membantu
memberikan akses kepada pemodalan kepada pihak perbankan
melalui peran perpolisian masyarakat. Dalam aspek manajemen
secara keseluruhan Polri dapat berperan dalam peran pengawasan
dengan menegakkan hukum secara berkeadilan, berkepastian dan
berkemanfaatan.
b. Implikasi Peningkatan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa.
Sebagaimana dimaknai bahwa kemandirian bangsa sebagai
kemampuan untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara
melalui kerja keras secara mandiri dan mampu berdikari, maka
sesungguhnya kondisi ketahanan pangan adalah bagian dari pada
kemandirian bangsa itu sendiri. Artinya ketahanan pangan sebagai
bagian dari pembangunan ekonomi bangsa, jika terwujud akan
memberikan kontribusi besar pada terwujudnya kemandirian bangsa.
Implementasi kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri tidak saja akan
mewujudkan ketahanan pangan tetapi juga akan memperkuat
kemandirian bangsa dan ketahanan nasional.
Jika kita mengacu pada pemaknaan kemandirian bangsa
khususnya dalam kemampuan pemimpin membawa keberhasilan
organisasi dalam mencapai tujuan bersama seperti misalnya
mengembangkan inovasi dan riset diberbagai bidang dan memiliki
keunggulan serta daya saing, maka implementasi kepemimpinan
RLA adalah sesuatu yang wajib sifatnya. Artinya peran pemimpin
55
yang profesional serta memiliki moral yang baik sebagai salah satu
modal untuk mempercepat proses pembangunan dan pencapaian
kemandirian itu sendiri. Lebih lanjut jika kita kaitkan dengan konsep
prinsif-prinsif berdikari founding father Ir. Soekarno (Presiden I R.I),
dalam pidato peringatan HUT Kemerdekaan R.I Tahun 1965 yang
menyampaikan konsep berdikari atau “berdiri di atas kaki sendiri”, menurut beliau untuk berdikari ada tiga prinsif utama, yaitu
(1) Berdaulat dibidang politik, (2) Berdikari dalam bidang ekonomi
dan (3) Berkepribadian dalam kebudayaan dan ketiga hal ini tidak
bisa dipisahkan, saling kait mengkait, maka peran seorang pemimpin
sangatlah sentral dan menentukan.
14. Permasalahan yang Ditemukan
Dari uraian di atas tentang kondisi implementasi kepemimpinan RLA
yang digambarkan dalam berbagai data dan tabel, hasil survey dan analisis
maupun penindakan yang dilakukan secara internal oleh Polri yang pada
dasarnya menggambarkan masalah profesionalisme maupun moralitas
anggota Polri. Kemudian hal ini dapat kita kaitkan dengan melihat bagaimana
kondisi ketahanan pangan di Indonesia yang masih cukup rentan. Dari
kondisi inilah maka Kertas Karya Perorangan (Taskap) ini merumuskan
pokok permasalahannya adalah : Bagaimana Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Guna Meningkatkan Ketahanan Pangan Dalam
Rangka Kemandirian Bangsa ?. Sesungguhnya tentu saja bila kepemimpian
RLA di lingkungan Polri bisa diimplementasikan, tidak hanya masalah-
masalah ketahanan pangan yang dapat diatasi, tetapi juga masalah-masalah
lain yang berkaitan dengan tugas pokok Polri.
Dari rumusan pokok permasalahan di atas, serta memperhatikan
berbagai kondisi saat ini, maka pokok-pokok persoalan antara lain adalah :
a. Belum adanya rumusan asas-asas kepemimpinan di
lingkungan Polri sejak dipisahkannya dari ABRI tahun 2000 sampai
dengan saat ini. Hal ini berkaitan dengan nilai-nilai yang sebaiknya
ditumbuh kembangkan dalam kepemimpinan di lingkungan Polri
pada setiap level yang mencerminkan pedoman hidup baik
56
Pancasila, Tribrata, pedoman kerja Catur Prasetya dan yang
berdasarkan kepada kepemimpinan Nasional, Negarawan,
Kontemporer, visioner maupun nilai-nilai kepemimpinan Nabi Besar
Muhammad SAW.
b. Belum maksimalnya profesionalisme dan moralitas anggota
Polri. Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan ataupun pengembangan
tugas pokok Polri sendiri, khususnya dibidang penegakan hukum
secara umum sehingga masih menimbulkan persoalan-persoalan
tentang citra Polri di mata masyarakat dan secara khusus yang
dikaitkan dengan masalah upaya meningkatkan ketahanan pangan.
c. Belum optimalnya atau sama sekali belum dilakukan
penegakan hukum dibidang pangan. Hal ini berkaitan dengan
peraturan perundang-undangan yang memiliki sangsi administrasi
maupun ancaman pidana kurungan dan denda seperti misalnya UU
No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, UU No. 41 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan dan UU No. 26 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang dan peraturan lainnya.
d. Belum adanya kesepahaman atau ikatan kerja sama antara
Polri dengan Kementerian Pertanian maupun para Kepala Daerah
CQ Kepala Dinas Pertanian dengan Kepolisian di Daerah untuk
bekerja sama secara sinergi dalam meningkatkan ketahanan pangan
secara nasional maupun di daerah masing-masing. Hal ini berkaitan
dengan kebijakan dan strategi perpolisian masyarakat (Polmas) yang
dalam penanganan masalah kamtibmas harus atau dapat dilakukan
secara bersama-sama dengan berbagai komponen bangsa yang ada
dan warga masyarakat sejak dini atau dari hulunya seperti masalah-
masalah kemiskinan, kebodoham, pengangguran dan kerentanan
pangan.
57
BAB IV
PENGARUH PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
15. Umum
Perkembangan lingkungan global merupakan dinamika internasional
yang mendunia, mempengaruhi dan memiliki pengaruh yang sangat besar
terhadap idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam suatu negara.
Perkembangan global ini pada satu sisi dapat menjadi peluang tetapi disisi
lain dapat pula menjadi kendala atau penghambat upaya suatu negara dan
bangsa dalam melaksanakan pembangunan nasional. Bagi seorang
pemimpin yang memiliki style atau gaya apapun juga, perkembangan global
atau lingkungan strategis ini sangatlah penting dan karena itu dalam difinisi
kepemimpinan nasional salah satunya menekankan terhadap tindakan
antisipasi dari seorang pemimpin terhadap berbagai kendala dan
memanfaatkan peluang perkembangan lingkungan strategis ini.
16. Pengaruh Perkembangan Global
58
a. Pengaruh Global Amerika Serikat.
Pada tahun 2012 ini Amerika Serikat (A.S) masih menjadi satu-
satunya kekuatan adidaya di dunia, walaupun terjadi persaingan dan
peningkatan pengaruh global dari China dan Rusia, namun demikian
posisi dan kepentingan nasionalnya cenderung dijadikan
kepentingan global untuk mengintervensi negara-negara lain
termasuk Indonesia, dengan alasan keamanan dan perdamain
dunia. A.S secara politik tampil sebagai negara yang memiliki
kemampuan dan keunggulan, baik dalam bidang tehnologi, ekonomi
maupun kekuatan militer. Hal ini sejalan dengan visi mereka “Global
Enggement” dimana dengan kekuatan dan kemampuannya itu A.S
senantiasa hadir dalam segala persoalan strategis yang ada
diseluruh penjuru dunia, termasuk pada tahun 2012 ini A.S sedang
menyiapkan perisai di kawasan Asia Pasifik, Asia Selatan dan Timur
Tengah dalam melindungi kawasan dari senjata rudal Iran dan Korea
Utara, serta mempengaruhi pemilihan Presiden Bank Dunia yang
dapat menuruti kepentingan A.S, sehingga dianggap oleh negara-
negara lain sebagai polisi dunia.
Dengan kekuatan dan kemampuannya yang belum tertandingi
ini, mendorong A.S melakukan tindakan-tindakan yang mengatas
namakan stabilitas keamanan internasional atau perdamaian dunia
meskipun terkadang di luar keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB), yang kesemuanya itu untuk kepentingan nasionalnya. Hal ini
tentu berpengaruh juga bagi perubahan dan dinamika politik dan
keamanan di Indonesia.
b. Pengaruh Perekonomian Global.
Perkembangan skenario global terutama dipengaruhi oleh
faktor kemunduran hegemoni A.S yang memicu terjadinya kompetisi
strategis antara A.S dan China. Kemunduran hegemoni A.S ditandai
dengan terjadinya stagnasi ekonomi yang disebabkan oleh
melemahnya sistem ekonomi liberal yang dikenal dengan sistem
Reaganomics. Melemahnya sistem Reagannomics ini ditandai
59
dengan semakin besarnya defisit anggaran dan perdagangan A.S
yang melemahkan posisi mata uang Dollar sebagai mata uang
internasional. Di tahun 2012 ini kemunduran A.S akan semakin tajam
terutama karena terjadinya krisis utang A.S yang berhimpitan dengan
krisis utang Eropa.
Krisis ekonomi yang melanda negara-negara Eropa perlu
diwaspadai karena apabila tidak teratasi dengan baik dan terus
berkembang akan dapat mengarah pada terjadinya krisis
perekonomian dunia. Dampak dari krisis tersebut juga akan
dirasakan oleh Indonesia, dalam hal ini perlu diambil upaya agar
dampak yang timbul tidak terlalu berpengaruh kepada prekonomian
nasional. Disisi lain pertumbuhan perekonomian dunia perlu
diantisipasi dengan baik, agar dapat merebut peluang yang ada
dengan meningkatkan kerjasama dan kemitraan dengan negara-
negara terkait untuk dapat mengembangkan perekonomian nasional.
c. Pengaruh Pasar Bebas.
Perdagangan bebas yang mulai digulirkan pada era globalisasi,
dimaksudkan untuk mengembangkan perekonomian dunia dengan
menghapuskan hambatan penjualan produk antar negara berupa
pajak ekpor-impor atau hambatan perdangangan lainnya. Sejauh ini
beberapa kesepakatan sebagai perdagangan bebas yang sudah
disepakati antara lain AFTA (ASEAN Free Trade Area), CAFTA
(China-ASEAN Free Trade Agreement), APEC (Asia-Pasific
Economic Cooperation). AFTA yang disepakati pada KTT ASEAN ke
IV tanggal 27-28 Januari 1992 di Singapura, merupakan moment
bersejarah bagi masa depan kawasan Asia Tenggara dalam bidang
perdangan yang pemberlakuannya dimulai pada 1 Januari 2003
yang lalu, kemudian dipercepat menjadi tahun 2002 yang lalu.
Dengan diberlakukannya perdagangan bebas dunia secara
bertahap dibeberapa kawasan dunia, maka akan terbuka peluang
yang besar bagi produk satu negara untuk diperdagangkan ke
negara lain tanpa adanya hambatan terutama yang berkaitan dengan
60
pajak, dimana hal ini menyebabkan masyarakat di kawasan tersebut
akan lebih mudah mendapatkan produk yang dibutuhkan dengan
harga yang relatif murah. Kondisi ini akan membuka peluang bagi
negara-negara yang mampu mengahasilkan produk secara efisien
untuk merebut pangsa pasar di negara lain, sehingga akan dapat
mengembangkan perekonomian nasional. Sedangkan bagi negara
yang tidak dapat memproduksi secara efisien akan kebanjiran
dengan produk-produk luar negeri, yang akan menyebabkan
ketergantungan negara tersebut terhadap produk dari luar negeri dan
melemahkan perekonomian nasionalnya.
d. Pengaruh Masalah Energi.
Penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi , batubara
dan gas alam untuk kepentingan industri saat ini, akan dapat
menimbulkan krisis energi dimasa depan. Kemungkinan ini akan
terjadi karena persediaan yang terbatas dan akan semakin minipis
dan merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui, disisi lain
konsumsi energi fosil ini diperkirakan masih akan terus meningkat
sekitar 1,8% pertahunnya. Diperkirakan permintaan minyak dunia
tumbuh menjadi 16 juta barrel tiap harinya untuk tahun 2012 dan
akan mencapai angka 103 juta barrel per hari pada tahun 2030 nanti.
Banyak upaya telah dilakukan untuk mengembangkan energi lain
yang dapat terbaharukan untuk mengganti energi fosil, namun upaya
tersebut belum mendapat hasil yang diharapkan, sehingga sampai
saat ini dunia masih tergantung pada energi fosil. Oleh karena itu
negara-negara di dunia bersaing untuk mendapatkan energi guna
memenuhi kebutuhan industrinya. Kondisi ini lebih diperparah
dengan pertambahan penduduk dunia, laju pembangunan serta
belum efektifnya upaya diversifikasi sumber energi untuk
kepentingan pembangunan, menyebabkan minyak dan gas bumi
semakin terbatas dan tetap menjadi sumber daya strategis yang
semakin diperebutkan. Saat ini produsen produsen minyak bumi
terbesar adalah negara-negara Timur Tengah, sedangkan konsumen
energi terbesar adalah A.S, Uni Eropa, China, Jepang, India dan
61
Rusia. Yang menimbulkan kekhawatiran dimasa depan adalah ketika
konsumsi minyak dunia telah melampaui kemampuan produksi
produksi secara global. Kondisi akan memicu persaingan akan
semakin tajam dan harga minyak global akan cenderung semakin
meningkat, tidak hanya karena faktor produksi melainkan juga
karena faktor transportasi, iklim dan permainan spekulan.
Perkembangan energi dunia ini akan sangat mempengaruhi
perekonomian negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Dalam
hal ini Indonesia harus mewaspadai dampak dari meningkatnya
harga minyak dunia agar tidak terlalu memperburuk perekonomian
nasional, yang dapat memperburuk aspek kehidupan yang lain. Di
samping itu harus dapat memanfaatkan sebaik mungkin energi
terbarukan yang cukup melimpah terkandung dalam bumi Indonesia
agar dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang panjang untuk
memenuhi kebutuhan energi nasional.
e. Pengaruh Pemanasan Global (Global Warming).
Pemanasan global (global warming) merupakan suatu proses
meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Suhu
rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74 kurang
lebih 0.18 derajat Celcius (1.33 lebih kurang 0.32 derajat Farenhit)
selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, “semakin besar peningkatan
suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke 20 kemungkinan
besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah
kaca akibat aktivitas manusia” melalui efek rumah kaca.
Meningkatnya suhu global telah menyebabkan terjadinya perubahan
antara lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya
intensitas fenomena cuaca yang ektrim, serta perubahan jumlah dan
pola presipitasi.
Kondisi ini juga telah dirasakan dampaknya oleh Indonesia,
oleh karena itu perlu mewaspadai dan mengambil langkah-langkah
yang serius untuk mencegah dan mengatasinya agar tidak
62
menimbulkan korban jiwa dan harta benda bagi masyarakat. Disisi
lain Indonesia dapat meraih peluang untuk ikut mengatasi dampak
rumah kaca dengan memanfaatkan dan melestarikan hutan tropis
yang dimilikinya, hal ini tentu akan meraih keuntungan secara
ekonomis bila dapat memanfaatkan peluang yang ada.
f. Pengaruh Ancaman Terorisme.
Kegiatan terorisme sudah berlangsung sejak lama di dunia,
namun lebih mengemuka sejak terjadinya peristiwa Word Trade
Center (WTC) di New York, A.S pada tanggal 11 September 2001,
dikenal dengan “September Kelabu”, yang memakan 3000 orang
korban. Tiga pesawat komersil milik A.S dibajak, dua diantaranya
ditabrakkan kemenara kembar Twin Tower World Trade Center dan
gedung Pentagon. Kejadian ini telah menjadi isu global yang
mempengaruhi kebijakan politik seluruh negara-negara di dunia,
sehingga menjadi titik tolak persepsi untuk memerangi teorisme
sebagai musuh internasional. Pembunuhan massal tersebut telah
mempersatukan dunia melawan teorisme internasional. Terlebih lagi
dengan diikuti tragedi bom Bali tanggal 12 Oktober 2002 yang
merupakan tindakan terorisme dan menewaskan 184 orang dan
melukai lebih dari 300 orang. Perang terhadap teorisme yang
dilaksanakan oleh A.S, kemudian diikuti oleh negara-negara lain.
Upaya ini mendapat perlawanan dari kelompok-kelompok terorisme
seperti Al Qaida di bawah pimpinan Osama Bin Laden dengan
meningkatkan serangan terhadap sasaran-sasaran milik negara-
negara Barat di beberapa negara termasuk Indonesia.
17. Pengaruh Perkembangan Regional
Hampir semua negara di Asia Tenggara menghadapi permasalahan
internal, seperti terorisme, separatis, dan konflik komunal antar suku, agama,
dan nuansa kekeluargaan dalam kerangka ASEAN untuk mengatasi
permasalahan tersebut cenderung semakin menguat.
Beberapa negara di kawasan Asia Tenggara masih memiliki
permasalahan dan sengketa perbatasan dengan negara tetangganya,
63
terutama masalah tumpang-tindih klaim Laut China Selatan. Meskipun
Indonesia bukan negara yang ikut klaim atas kawasan tersebut, namun
karena secara geografis berdekatan dan berbatasan langsung, maka konflik
di kawasan itu akan berpengaruh terhadap keamanan Indonesia. Isue
keamanan Selat Malaka yang tidak pernah surut dari keinginan negara-
negara besar terutama Amerika Serikat, Jepang, China dan Korea Selatan
untuk mengintervensi melalui kehadiran militernya dengan dalih
pengamanan jalur internasional. Namun Indonesia dan Malaysia terus
menolak kehadiran militer asing dengan meningkatnya kerjasama patroli
keamanan yang melibatkan Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand.
Indonesia sebagai negara terbesar dan sebagai pendiri ASEAN memiliki
peluang yang besar untuk mengambil peran penting dalam menyelesaikan
sengketa serta bisa mengembangkan pengaruh di negara-negara ASEAN.
Di sisi lain dengan pembentukan AFTA, maka produk dari negara
lain telah membanjiri pasar dalam negeri, perlu ada upaya untuk melindungi
industri dalam negeri agar tidak tergantung kepada produk luar negeri dan
tidak terjadi PHK yang dapat meningkatkan angka pengangguran.
18. Pengaruh Perkembangan Nasional
Pengaruh perkembangan Nasional ini diuraikan melalui pendekatan
panca gatra, yaitu gatra geografi, demografi, sumber kekayaan alam,
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan sebagai
berikut :
a. Geografi.
Secara geografi, ruang hidup bangsa Indonesia memiliki tiga
dimensi yang relatif sangat luas. Indonesia merupakan negara
kepulauan yang memiliki posisi berada di tengah-tengah dua
samudera dan dua benua. Iklim tropis Indonesia juga disamping
dapat menjadi sumber bencana, manakala hutan yang sangat luas
tersebut, dikelola dan dimanfaatkan dengan tidak bertanggung jawab
tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan dan
keberlanjutannya. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat pada
musim hujan curah hujan sangat besar, dan akan menimbulkan
64
bencana banjir dan longsor akibat penggundulan hutan, sementara
pada musim kemarau sering terjadi kekeringan, dan kebakaran yang
dapat menghanguskan hutan.
b. Demografi.Penduduk Indonesia pada saat ini menduduki peringkat ke
empat setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, berjumlah kurang
lebih 237,6 juta jiwa (BPS 2010). Jumlah penduduk yang sangat
besar tersebut membawa pengaruh terhadap konsumsi pangan.
Saat ini laju pertumbuhan penduduk masih 1,49 persen per tahun. Ini
berarti bahwa pada tahun 2045, jumlah penduduk Indonesia
diprediksi akan menembus angka 400 juta jiwa. Dengan jumlah
penduduk dan laju pertumbuhan yang masih tinggi memerlukan
perhatian khusus terutama dalam hal penyediaan pangan.
Masalah lain yang terkait dengan demografi adalah kualitas
penduduk kita juga masih rendah yaitu urutan 124 dari 187 negara,
dan persebarannya pun sekitar 67 persen penduduk mendiami pulau
Jawa yang luas wilayahnya sekitar 7 persen saja dari total wilayah
Indonesia. Kondisi ini akan memberikan kontribusi terhadap berbagai
bentuk gangguan kamtibmas yang disebabkan oleh akar
permasalahan seperti kemiskinan, kebodohan, pengangguran dan
lain-lain.
c. Ideologi
Ideologi merupakan variabel penting dalam membawa arah
pembangunan yang hendak dicapai suatu bangsa. Ideologi pada
dasarnya merupakan suatu pandangan hidup dan pedoman hidup
suatu bangsa dan negara dalam melaksanakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam konteks ini, upaya
untuk meningkatkan ketahanan pangan kurang memperhatikan
Pancasila sebagai ideologi negara terutama dari tataran
instrumental. Hal ini dapat dicermati masih banyak peraturan
perundang-undangan yang kurang berpihak kepada masyarakt kecil
dan menafikan kesejahteraan masyarakat banyak. Keluhuran nilai-
nilai Pancasila semestinya harus menjadi landasan utama dalam
65
melakukan pengelolaan SKA sehingga dapat membangun
perekonomian nasional yang berpengaruh terhadap peningkatan
ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
d. Politik
Keadaan politik nasional sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pembangunan pertanian khususnya ketahanan pangan.
Oleh karena itu para politisi dan pembuat kebijakan harus
memahami karakteristik aspirasi dan hak-hak Petani, lahan
pertanian, dan norma budaya masyarakat dalam merumuskan
kebijakan ketahanan pangan dan pertanian.
e. Ekonomi.Kondisi perekonomian Indonesia yang mulai stabil masih bisa
bertahan ketika krisis keuangan dunia melanda benua Eropa.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sekitar 6,3%, jauh diatas
rata-rata negara lain kecuali China dan India. Indonesia sebagai
salah satu anggota G-20 membuktikan bahwa perekonomian
nasional berada pada urutan yang membanggakan diantara 20
negara yang tingkat perekonomiannya menjanjikan.
f. Sosial Budaya.
Kehidupan sosial budaya masyarakat dalam kaitan dengan
ketahanan pangan perlu diperbaiki terutama dalam hubungannya
dengan kebiasaan makan nasi 3 kali sehari. Kebiasaan ini makin
diperparah sejak makin menurunnya kebiasaan sebagian
masyarakat yang semula makan sagu atau jagung, justeru kini
beralih makan nasi. Jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan hal
mustahil pada suatu saat nanti Indonesia akan kesulitan untuk
memenuhi pangan dalam hal ini beras karena jumlah penduduk terus
bertambah sekitar 3,5-4 juta setiap tahun.
g. Pertahanan Keamanan.
Pertahanan ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan negara
dan bangsa Indonesia agar tidak diganggu oleh bangsa lain.
66
Masalah utama yang sedang berkembang di dalam negeri berkaitan
dengan keterjangkauan pangan adalah masalah distribusi pangan
untuk menjangkau pulau-pulau yang bersebaran membentang dari
timur ke barat dengan daya jelajah yang sangat luas dan jauh.
Keamanan dalam pendistribusian ini penting untuk menjamin
pasokan pangan sampai kepada sasaran dengan aman.
19. Peluang dan Kendala
Perkembangan lingkungan strategis seperti yang telah dijelaskan di
atas akhirnya akan menciptakan peluang yang harus dimanfaatkan dan
kendala yang harus dihadapi oleh siapapun yang menjadi pemimpin baik
dibidang gatra apapun maupun pada level apapun. Peluang dan kendala
yang terkait dengan implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri
guna meningkatkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa,
setidaknya antara lain adalah :
a. Peluang.1) Hubungan antara Indonesia dan A.S sejauh dibidang
politik dan ekonomi sejauh ini cukup baik dan kondisi ini
memberikan peluang kepada stabilitas politik dan kemajuan
ekonomi Indonesia.
2) Perkembangan ekonomi global memberikan peluang
kepada Indonesia untuk memimpin pertumbuhan ekonomi di
kawasan Asia Tenggara, yang disebabkan cukup besarnya
pasar dalam negeri maupun beberapa produk non migas
seperti sawit, hasil tambang khususnya batubara yang dapat
memberikan kontribusi ketahanan pangan Indonesia.
3) Indonesia merupakan anggota WTO dan adanya pasar
bebas di kawasan baik Asia Pasific maupun Asean, yang dapat
secara aktif Indonesia memperjuangkan perdagangan keluar
untuk membuka pasar hasil tanaman pangan kepada Negara-
negara lain sebagai akses pasar yang sangat luas.
4) Kebutuhan energi dunia semakin hari semakin
meningkat. Kondisi ini merupakan potensi Indonesia untuk
dapat mengembangkan energi terbarukan dari berbagai produk
67
pangan yang dapat dihasilkan di Indonesai seperti sawit.
Disamping itu cadangan sumber kekayaan alam Indonesia
seperti batu bara, gas masih cukup besar dan apabila dikelola
dengan baik, dengan memperhatikan kelestarian lingkungan
akan memberikan kontribusi kesejahteraan untuk rakyat.
Demikian juga potensi energi terbarukan seperti panas bumi,
matahari, air dan angin jika dikembangkan dan dikelola dengan
baik akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
5) Dalam menghadapi perubahan iklim dunia sebagai
dampak pemanasan global, dapat menjadikan Indonesia
sebagai negara yang diperhatikan dunia dalam upaya
memelihara kelestarian hutan trofis sebagai paru-paru dunia.
Indonesia dapat memperoleh konvensasi dari dunia berupa
dana yang dapat dimanfaatkan berbagai program padat karya
dalam melestrarikan dan penghijauan hutan Indonesia.
6) Ancaman terorisme dan kemampuan Indonesia dalam
mengatasi dan mengungkapnya selama ini menjadi perhatian
dunia seperti Australia, Amerika dan negara-negara kawasan
Asean serta Asia Pasific. Kondisi ini menjadikan Indonesia
sebagai tempat pembelajaran maupun sharing penyelesaian
kasus-kasus terorisme dan Indonesia mendapat dukungan baik
dana maupun sarana prasarana yang dapat digunakan untuk
mendukung penciptaan rasa aman.
7) Perkembangan regional di kawasan Asean terhadap
klaim Laut China Selatan oleh beberapa negara dalam
kawasan, memberikan peluang bagi Indonesai untuk menjadi
mediator. Kondisi ini akan semakin menguatkan peran politik
Indonesia di kawasan Asean.
8) Letak yang strategis Negara Indonesia, yaitu berada di
jalur lalu-lintas antara benua Asia dengan Australia, dan antara
Samudra Hindia dengan Samudra Pasifik, sangat potensial
untuk mengembangkan pembangunan di bidang Agro Bisnis,
Agro Wisata, Agro Kuliner dan Agro Industri.
68
9) Perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sangat pesat dapat membantu percepatan peningkatan
industri pertanian, terutama tanaman pangan dengan
pemanfaatan penerapan teknologi, baik dalam pembenihan,
pengolahan lahan, panen, dan pengolahan pasca panen.
10) Wilayah Indonesia yang terletak di daerah tropis,
memiliki kondisi tanah yang subur, lautan yang luas, apabila
dikelola dengan optimal akan menghasilkan produksi pangan
yang maksimal sehingga dapat mencukupi kebutuhan dalam
negeri, bahkan dapat ekspor ke luar negeri.
11) Jumlah penduduk yang besar, merupakan potensi yang
dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan sumber daya
manusia yang terampil untuk pengolahan pertanian dan
perikanan yang dapat menghasilkan produksi pangan yang
baik dan berlimpah.
12) Beragamnya sumber daya alam dan kesuburan tanah
dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan tanaman pangan
selain padi (beras), seperti jagung, ketela, kentang disesuaikan
dengan potensi daerah masing-masing.
b. Kendala.1) Dominasi A.S yang cenderung mau menjadi polisi dunia
dapat mempengaruhi dunia khususnya Indonesia baik di bidang
politik dan ekonomi. Kebencian kelompok tertentu pada
arogansi A.S menjadikan rentan terhadap keamanan dalam
negeri yang berkaitan dengan kepentingan A.S.
2) Krisis ekonomi di A.S dan beberapa negara Eropa
seperti Yunani, Irlandia dan Portugal bisa saja meluas dan
mempengaruhi pasar bagi produk-produk Indonesia, sehingga
perekonomian Indonesai dapat terganggu dan kondisi ini tentu
mempengaruhi ketahanan pangan Indonesia.
3) Indonesia menjadi anggota WTO serta adanya pasar
bebas baik Asean dan kawasan Asia Pasific, jika produk
barang dan jasa Indonesia kalah bersaing dengan produk luar
69
akan mengakibatkan Indonesia kebanjiran produk luar dan
dapat mematikan produk dalam negeri, termasuk produk
pangan akan semakin tergantung pada impor. Jika ini terjadi
akan menyebabkan besarnya pengangguran dan gangguan
keamanan.
4) Krisis energi dunia sebagai dampak dari semakin
besarnya kebutuhan akan energi, dapat menjadikan harga
energi BBM melonjak tinggi, sehingga akan memberikan beban
pada APBN Indonesia. Dan apabila subsidi BBM dikurangi
akan berdampak pada unjuk rasa yang berpotensi kepada
tindakan anarkisme serta pengrusakan fasilitas umum negara.
Kondisi ini akan meningkatkan resiko kontinjensi baik dipusat
maupun di daerah, sehingga khusus untuk Polri sebagai aparat
keamanan betul-betul dibutuhkan kepemimpinan yang RLA
untuk memelihara situasi keamanan tetap kondusif dinamis.
5) Isue perubahan iklim dan posisi Indonesia yang memiliki
hutan trofis cukup besar akan menjadi sorotan dunia baik oleh
negara maupun non negara atau LSM dunia, sehingga
pembangunan yang bersinggungan dengan hutan seperti
pemanfaatan kayu hutan alam maupun hutan tanam industri,
perluasan areal perkebunan berskala besar seperti sawit, karet,
gula akan relatif terhambat. Kondisi ini juga dapat memicu
ketidak stabilan di lingkungan perusahaan seperti konflik sosial
antara masyarakat dan lingkungan perusahaan.
6) Kelompok terorisme yang tadinya berseberangan
dengan kepentingan A.S karena mereka merasa telah dizolimi
dengan cara menzolimi Islam di Israel, dalam perkembangan-
nya mereka bergabung dengan kelompok-kelompok yang ingin
mendirikan Negara Islam Indonesai (NII), sehingga
pemerintahan yang sahpun menjadi musuh mereka, karena
pemerintahannya bukan berdasarkan Islam sebagaimana
idiologi kelompok teroris tersebut.
70
7) Perkembangan klaim Laut China Selatan oleh beberapa
negara di seputaran kawasan, jika berkembang kepada konflik
terbuka dapat mempengaruhi keamanan di Indonesia sebagai
negara yang paling dekat di Asean.
8) Letak Indonesia yang strategis dan berada pada jalur
lintas antar benua menjadikan beberapa wilayah Indonesia
rawan perampokan laut, seperti di seputaran Selat Malaka
maupun rawan pelanggaran ALKI.
9) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dijadikan sebagai alat untuk melakukan tindak pidana secara
lebih rapi dan semakin sulit dibuktikan. Disisi lain pembangunan
industri pendukung pertanian belum optimal, seperti industri
pupuk baik kimia maupun organic, industri perbenihan dan
perbibitan tanaman pangan unggul dan industri mekanik
pertanian, termasuk industri pengolahan hasil pertanian seperti
pabrik gula.
10) Luasnya wilayah dan banyaknya pulau menyulitkan
pendistribusian pangan kepada rumah tangga yang bertempat
tinggal di daerah terpencil dan tertinggal. Luas wilayah ini juga
dengan berbagai kekayaan yang terkandung di laut seperti ikan
dan keterbatasan kemampuan pengawasan, maka menjadikan
Indonesia sebagai sasaran pencurian ikan oleh nelayan-
nelayan negara lain.
11) Jumlah penduduk yang besar, jika tidak bisa dikelola
dengan baik, akan menjadikan beban, karena kebutuhan
pangannya harus tetap dipenuhi. Masih banyaknya Petani dan
Nelayan yang berpendidikan rendah, sulit menerima teknologi
dan tata cara mengelola pertanian modern yang efektif dan
efisien. Masih banyaknya rakyat miskin sehingga memiliki daya
beli rendah untuk memenuhi kebutuhan pangannya.
12) Beragamnya sumberdaya alam serta suburnya wilayah
atau tanah, justru menjadikan masyarakat lokal tertentu malas
71
untuk melakukan pengelohan lahan baik secara intensifikasi
dan ektensifikasi.
BAB V
IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI LINGKUNGAN POLRI YANG DAPAT MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN
DAN KEMANDIRIAN BANGSA
20. Umum
Setelah kita melihat kondisi implementasi kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri yang secara umum dapat kita katakan belum dilaksanakan,
sehingga beberapa hal yang berkaitan dengan kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri itu sendiri maupun ketahanan pangan masih relatif belum
memuaskan. Seperti misalnya masalah implementasi kepemimpinan RLA di
lihat dari profesionalisme masih ada keluhan masyarakat akan kinerja Polri
sebagaimana ditunjukkan oleh hasil survey dan analisis berbagai lembaga
survey. Walau demikian tentu ada hal-hal yang sudah positif. Begitu juga jika
dilihat dari masalah moralitas, khususnya jika dikaitkan dengan pelanggaran
tata tertib, disiplin, kode etik dan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota
72
Polri masih saja terjadi dan terkadang menjadi sorotan publik, walaupun
berdasarkan angka atau kwantitasnya tidak terlalu tinggi jika dibandingkan
dengan jumlah anggota Polri keseluruhan. Demikian juga bila kita kaitkan
pelaksanaan tugas pokok Polri baik sebagai penegak hukum, pemelihara
kamtibmas dan pengayom, pelindung dan pelayanan masyarakat dikaitkan
dengan ketahanan pangan, kondisi ketahanan pangan kita masih cukup
mengkhawatirkan dengan data yang ditunjukkan masih tingginya angka
impor pangan produk strategis tertentu (kecuali beras sudah relatif
memuaskan). Kekhawatiran akan masalah pangan ini juga dapat dilihat dari
sebaran daerah rawan pangan, masalah distribusi pangan, pengalihan fungsi
lahan dan lain-lain.
Melihat dari uraian bab di atas maka perlu untuk kita lihat bagaimana
implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri yang diharapkan
maupun kontribusi implementasi kepemimpinan RLA terhadap meningkatkan
ketahanan pangan dan kontribusinya terhadap kemandirian bangsa serta
indikator keberhasilannya.
21. Implementasi Kepemimpinan RLA yang DiharapkanMengacu pada sub bab 14 di atas tentang permasalahan yang
ditemukan, maka implementasi kepemimpinan RLA yang diharapkan
tentunya berkaitan dengan permasalahan tersebut. Atau lebih jelasnya
permasalahan yang cenderung negatif, setelah diterapkan kepemimpinan
RLA menjadi positif sebagai mana diuraikan di bawah ini.
a. Adanya rumusan asas-asas kepemimpinan RLA di lingkungan
Polri.
Dengan memperhatikan esensi sifat-sifat kepemimpinan
nasional, kontemporer, visioner, negarawan serta sifat-sifat
kepemimpinan Nabi Besar Muhammad SAW, maka pemimpin yang
RLA memiliki sifat-sifat sebagaimana yang diharapkan dari sosok
pemimpin nasional, yaitu orang yang “berpengetahuan” atau
profesional, memiliki kepribadian atau berakhlak yang mulia atau
bermoral baik (berakhlaqul karomah), sederhana (qonaah) dan
konsisten atau tidak ambivalen (istiqomah).
73
Dengan “10 Asas” kepemimpinan RLA Polri yang dirumuskan
pada Bab VI diharapkan dapat mengadopsi berbagai kelebihan yang
ada dalam rumusan kepemimpinan nasional, negarawan, visioner,
kontemporer maupun transformatif dengan menitik beratkan pada
profesionalisme dan moralitas seorang pemimpin. Di lingkungan Polri
salah satu cerminan profesionalisme ini adalah menitik beratkan
pada sifat tugas pokok Polri itu sendiri, yaitu pengayoman,
perlindungan dan pelayanan masyarakat dalam setiap upaya
memelihara situasi kamtibmas dan penegakan hukum. Disadari
bahwa rumusan 10 Asas kepemimpinan RLA ini bisa menjadi
debatebel dalam penggunaan kata-kata RLA dan oleh karena itu
berdasarkan sifat dalam rumusan 10 Asas tersebut maupun hakekat
dari tugas Polri sebagai pengayom, pelindung dan pelayan
masyarakat bisa saja dinamakan “10 Asas Kepemimpinan
Pelayanan Polri”.
b. Semakin meningkatnya profesionalisme dan moralitas anggota
Polri. Seperti dikemukakan di atas dalam Bab III tentang kondisi
profesionalisme maupun moralitas anggota Polri yang didasarkan
pada hasil survey maupun pelaporan Divisi Propam dalam beberapa
hal masih kurang dan oleh karena itulah justru kedua hal inilah
sebagai critical driving forces atau pengungkit penting dalam
mewujudkan polisi yang rahmatan lil alamin. Dengan kata lain kedua
variabel profesionalisme dan moralitas ini juga sebagai pengungkit
penting dalam mewujudkan kepemimpinan yang RLA di lingkungan
Polri. Dengan kata lain pula, apabila 10 asas kepemimpinan RLA
dapat diterapkan oleh setiap pemimpin di lingkungan Polri pada
setiap level, maka profesionalisme dan moralitas anggota Polri
secara umum akan meningkat. Hal ini didasarkan pada pemaknaan
bahwa pemimpin adalah bagian dari penggerak organisasi yang
dapat menjadi contoh sebagaimana ditekankan dalam pemaknaan
asas profesionalisme. Jika kepemimpinan RLA ini dapat diterapkan
maka dengan sendirinya citra Polri akan semakin menjadi baik
dimata masyarakat dan tentu juga dalam upaya-upaya perbantuan
74
mewujudkan ketahanan pangan melalui program pemolisian
masyarakat dan penegakan hukum.
c. Dilakukannya penegakan hukum oleh penyidik Polri terhadap
berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
meningkatkan ketahanan pangan. Sudah cukup banyak peraturan
perundang-undangan yang menyangkut masalah pangan yang
memiliki sangsi baik administratif, denda maupun pidana penjara
kurungan. Akan tetapi kondisinya pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan yang menyangkut pangan terus saja terjadi.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang menyangkut pangan
yang harus ditegakkan oleh Penyidik Polri ataupun PPNS antara lain
misalnya :
1) UU No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan yang
diantaranya mengatur masalah :
(a) Kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan
dan peredaran pangan yang harus memenuhi
persyaratan sanitasi.
(b) Penggunaan bahan-bahan tertentu dalam produk
panganyang melampaui batas.
(c) Kemasan pangan yang dapat membahayakan
kesehatan manusia.
(d) Memperdagangkan pangan yang tidak sesuai
standart baik mutu, sertifikasi dan lain-lain.
Kepada pelanggar dapat dikenakan sangsi administrasi,
denda dan pidana kurungan atau penjara.
2) UU No. 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan yang mengatur diantaranya :
(a) Alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan.
(b) Tidak melakukan kewajiban mengembalikan
keadaan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Kepada para pelanggar peraturan ini dapat dikenakan
sangsi administrasi, denda, pidana kurungan atau penjara dan
kepada pejabat pemerintah yang mengeluarkan ijin dapat
75
ditambah ancaman hukumannya 1/3 dari pidana yang
diancamkan sebagaimana ditentukan.
3) UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang
diantaranya mengatur :
(a) Perubahan fungsi ruang.
(b) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai ijin
pemanfaatan yang telah ditentukan.
(c) Tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
persyaratan ijin pemanfaatan ruang.
Kepada para pelanggar dapat dikenakan sangsi
administrasi, denda, pidana penjara atau kurungan dan kepada
pejabat pemerintah yang mengijinkannya juga dapat dipidana.
d. Adanya kesepahaman antara Polri dengan Kementerian
Pertanian maupun Polda dan Polres dengan pemerintah daerah
Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam upaya Polri ikut serta
meningkatkan ketahanan pangan. Nota kesepahaman atau MoU ini
menjadi penting sebagai dasar hukum untuk mensinergikan kegiatan
maupun program dalam pembangunan nasional. Untuk Polri
sesungguhnya cara-cara perbantuan ini sudah terwadahi dalam
strategi dan filosofi perpolisian masyarakat atau program Polmas
yang menekankan kepada upaya bersama masyarakat secara setara
memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi yang berkaitan
dengan masalah kamtibmas. Lebih lanjut dapat dikaitkan dengan
prinsif-prinsif strategi pelaksanaan tugas kepolisian yang dikenal
dengan preventif dan pre-emtif edukatif yang secara dini bersama-
sama berbagai komponen bangsa lainnya menyentuh atau
memecahkan persoalan-persoalan yang dapat menimbulkan
berbagai bentuk ganguan kamtibmas, seperti misalnya masalah
kebodohan, kemiskinan, pengangguran, dan lain-lain dan tentunya
termasuk masalah ketersediaan pangan dikarenakan produksi yang
gagal atau ketidak terjangkauan pangan karena daya beli
masyarakat rendah.
76
22. Kontribusi Impelementasi Kepemimpinan RLA Terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan dan Kontribusi Peningkatan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa
Apabila gambaran implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan
Polri di atas dapat diujudkan, maka sesungguhnya dengan sendirinya
ketahanan pangan dapat meningkat dan kemandirian bangsa dapat
terwujud. Beberapa hal kontribusi yang dapat diberikan dari implementasi
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri ini dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Kontribusi Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan
Polri Terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan.
1) Berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan masalah pangan, baik yang menyangkut produksi
(seperti keamanan pangan, ketersediaan lahan pertanain
berkelanjutan), distribusi pangan dari suatu tempat ketempat
lain, konsusmsi, pemberdayaan dan manajemen di bidang
pangan dapat ditegakkan dengan baik (memenuhi asas
kepastian, keadilan dan kemanfaatan). Anggota Polri betul-
betul menjadi rahmat bagi sesama umat manusia maupun alam
sekitarnya yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan
peruntukannya dengan memperhatikan keberlanjutan dan
kelestarian alam itu sendiri.
2) Memberikan kontribusi pada terwujudnya ketahanan
pangan dalam arti terpenuhinya pangan bagi level negara,
provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, masyarakat, keluarga
sampai pada tingkat individu dengan tersedianya pangan yang
cukup jumlahnya, mutunya, aman, bergizi, merata, terjangkau
dan sesuai dengan keyakinan serta dapat untuk hidup sehat,
aktif, produktif dan berkelanjutan.
3) Terwujudnya hak negara dan bangsa dalam
mewujudkan ketahanan pangan dalam arti dapat menentukan
kebijakan pangan sendiri tanpa adanya tekanan dari negara
luar atau non negara seperti para pelaku usaha besar dibidang
pangan, dapat menjamin hak atas pangan bagi rakyat
77
Indonesia serta dapat memberikan hak bagi masyarakat untuk
menentukan sistem usaha pangan sesuai dengan potensi
sumber daya domestik masing-masing.
4) Memperkuat kemampuan negara dalam memproduksi
pangan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan
(swasembada) dengan memanfaatkan sebesar-besarnya
potensi sumber daya alam, manusia, sosial ekonomi dan
kearifan lokal secara bermartabat, berlandaskan pada
kelestarian lingkungan dan keberlanjutan.
5) Semakin berkurangnya konflik lahan antara masyarakat
disekitar lahan pertanian pangan maupun lahan perkebunan,
pertambakan, peternakan yang dimiliki oleh rakyat maupun
perusahaan besar yang biasanya untuk perusahaan besar lebih
memiliki fasilitas perlindungan yang lebih dibandingkan dengan
masyarakat petani.
6) Terjalinnya kerja sama yang harmonis dan sinergis
antara pihak kepolisian setempat dengan Badan Ketahanan
Pangan maupun Dinas ataupun Satuan Kerja Pemerintah
Daerah (SKPD) yang berkaitan dengan masalah pangan
seperti Dinas Kehutanan, Dinas PU, Dinas Pertanian, Dinas
Perkebunan, Kesbang Linmas, Perbankan setempat, Dinas
Koperasi dan UMKM di tiap-tiap daerah otonom maupun tingkat
Provinsi.
7) Adanya penanganan kasus korupsi oleh pihak penyidik
Polri maupun Kejaksaan dan KPK yang berkaitan dengan
masalah pangan sebagai upaya memberikan pembelajaran dan
dari waktu kewaktu kasus-kasus korupsi tersebut semakin
berkurang dan menjadi tidak ada sama sekali.
b. Kontribusi Peningkatan Ketahanan Pangan Terhadap
Kemandirian Bangsa.
Seperti dikemukakan di atas bahwa kemandirian bangsa
tidaklah berarti bahwa segala upaya pembangunan diprogramkan
dan dianggarkan sendiri tanpa bantuan dari negara lain. Kebutuhan
78
pangan nasional tidaklah mungkin dipenuhi dari dalam negeri saja,
tetapi impor pangan tetap dibutuhkan dengan penekanan tanpa
mengorbankan produk-produk pangan nasional. Tetapi sesuatu yang
prinsif bahwa kemandirian pangan haruslah diupayakan yaitu
kemampuan negara memproduksi pangan dalam negeri untuk
mewujudkan ketahanan pangan dengan memanfaatkan sebesar-
besarnya potensi sumberdaya alam, manusia, sosial, ekonomi dan
kearifan lokal secara bermartabat tanpa menggantungkan diri dari
import.
Dalam konteks kebangsaan, bangsa yang mandiri itu artinya
bangsa yang mampu berdiri di atas kekuatan sendiri dengan segala
sumberdaya yang dimiliki, mampu memecahkan persoalan yang
dihadapi dan mampu mengembangkan inovasi dan riset di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi yang akhirnya memiliki keunggulan
dan daya saing. Disinilah peran seorang pemimpin yang RLA,
dengan mengamalkan 10 Asas Kepemimpinan RLA pada setiap
level dan gatra baik di pusat maupun di daerah sangat diperlukan.
Dalam konteks tulisan ini tentu saja pengamalan kepemimpinan RLA
di lingkungan Polri khususnya dalam penegakan hukum peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pangan.
Ketahanan pangan dalam kaitan dengan kemandirian bangsa
berbanding lurus, artinya semakin tinggi ketahanan pangan suatu
bangsa, maka semakin mandiri bangsa tersebut. Pemaknaan lainnya
adalah untuk mewujudkan kemandirian bangsa, maka salah satu
prasyarat yang harus dipenuhi adalah ketahanan pangan.
23. Indikator Keberhasilan
Seperti diuraikan pada Sub Bab 14 dan 21 di atas tentang Pokok
Permasalahan dan Implementasi Kepemimpinan RLA Yang Diharapkan
dalam Taskap ini, maka indikator keberhasilan dari pada implementasi
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri dalam kaitannya dengan
meningkatkan ketahanan pangan antara lain adalah :
79
a. Sudah adanya rumusan asas-asas Kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri sebagaimana akan dirumuskan dalam 10 Asas
Kepemimpinan RLA Polri dalam Bab VI di bawah. Rumusan asas-
asas kepemimpinan ini tentu saja tidak hanya sekedar rumusan,
tetapi dapat diterapkan oleh setiap pimpinan Polri mulai dari level
terendah sampai dengan Kapolri. 10 Asas Kemimpinan RLA Polri ini
haruslah mencerminkan dari pada nilai-nilai kepemimpinan nasional,
negarawan, visioner, kontemporer maupun nilai-nilai kepemimpinan
Nabi Besar Muhammad SAW serta pedoman hidup dan pedoman
kerja Polri yaitu Tribrata dan Catur Prasetya.
b. Meningkatnya profesionalisme maupun moralitas anggota Polri
yang dapat dilihat dari meningkatnya pengetahuan anggota Polri
akan profesi masing-masing, meningkatnya dukungan sarana dan
prasarana maupun anggaran serta sistem dan metode yang
mendukung pelaksanaan tugas pokok Polri maupun semakin
kecilnya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh anggota
Polri.
1) Peningkatan Profesinalisme anggota Polri ini setidaknya
didukung oleh beberapa indikator, misalnya :
a) Tataran pelaksanaan rekruitmen anggota Polri
semakin baik (transparan, akuntabel) dan
pelaksanaanya melibatkan kelompok-kelompok
masyarakat sipil yang independent untuk menjamin tidak
adanya kontaminasi kolusi, nepotisme dan korupsi.
b) Sistem pendidikan pembentukan anggota Polri
betul-betul telah mengacu pada kompetensi yang
dibutuhkan seperti sebagai petugas patroli menjaga
situasi keamanan dan ketertiban masyarakat,
menyelesaikan kasus-kasus konflik antar pihak
masyarakat, penyidikan suatu kasus dan lain-lain.
c) Sistem seleksi, pendidikan dan latihan lanjutan
bagi anggota Polri juga terjamin akan transparansi dan
80
akuntabilitasnya dan juga mengacu pada kompetensi
lanjutan yang dibutuhkan.
d) Sistem pembinaan karier anggota Polri sesuai
dengan program yang telah dicanangkan dengan baik
yaitu mengacu pada meryt system.
e) Lahirnya berbagai peraturan atau instrumental
yang mendukung perpolisian masyarakat yang humanis
dan menghargai HAM.
f) Terbentuknya budaya kepolisian sipil dalam arti
polisi yang berubah dari budaya antagonis ke protagonis,
reaktif ke proaktif, legalitas ke legitimitas, arogan ke
humanis, otoriter ke demokrasi, tertutup ke terbuka,
akuntabilitas vertikal ke akuntabilitas publik dan dari
monologis ke dialogis.
2) Peningkatan Moralitas juga setidaknya ditunjukkan oleh
beberapa indikator, antara lain :
a) Semakin meningkatnya perilaku yang dapat
diteladani di lingkungan Polri baik oleh para
pemimpinnya maupun anggota Polri sendiri.
b) Semakin berkurangnya perilaku yang
menyimpang dari anggota Polri berupa tindak pidana,
pelanggaran disiplin maupun pelanggaran etika
kepolisian.
c. Telah ditegakkannya berbagai peraturan perundang-undangan
dibidang pangan. Berdasarkan literatur yang pernah disampaikan
oleh Ir. H.M Romahurmuzy, MT (Ketua Komisi IV DPR R.I, 2012)
beberapa peraturan perundang-undangan yang mengandung
masalah pangan dan membutuhkan penegakan oleh penyidik Polri
maupun PPNS Kementerian terkait adalah 34 :
1) UU RI No. 7/ 1996 Tentang Pangan.
2) UU RI No. 12/ 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman.
34 Ir. H. M. Romahurmuzy, MT (Ketua Komisi IV DPR R.I., 2012), Regulasi Pangan Dalam Rangka Mendukung Kemandirian Bangsa, Ceramah Ilmiah Kepada Peserta PPRA XLVIII/ 2012 Lemhannas R.I., Tanggal 31 Agustus 2012, Jakarta, 2012.
81
3) UU RI No. 29/ 2000 Tentang Perlindungan Varietas
Tanaman, yang mengatur tentang perlindungan varietas
tanaman.
4) UU RI No. 18/ 2004 Tentang Perkebunan.
5) UU RI No. 16/ 2006 Tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, yang bertujuan untuk
pengembangan SDM dan peningkatan modal sosial untuk
menyukseskan program-program terkait dengan pembangunan
pertanian.
6) UU RI No. 18/ 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan, yang bertujuan untuk mengatur kegiatan peternakan di
Indonesia dengan meningkatkan produksi lokal.
7) UU RI No. 41/ 2009 Tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan.
8) UU RI No. 13/ 2010 Tentang Hortikultura, yang bertujuan
untuk mengembangkan potensi hortikultura Indonesia dan
meningkatkan daya saing produk local.
9) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang
Label dan Iklan Pangan.
10) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 Tentang
Ketahanan Pangan.
11) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.
12) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 pada Pasal
2 dan Pasal 3, menyatakan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi
dan Kabupaten/ Kota wajib membuat laporan mempertanggung
jawabkan urusan ketahanan pangan.
13) Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2006 tentang
Dewan Ketahanan Pangan.
14) Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
Berbasis Sumberdaya Lokal.
82
Disamping ditegakkannya berbagai peraturan perundang-
undangan tersebut di atas, juga tersedianya suatu wadah yang dapat
ditampung oleh Polri jika ada perseorangan maupun kelompok
masyarakat merasakan ada berbagai kepentingan hukum mereka
dirugikan oleh pihak lain baik oleh perseorangan, perusahaan besar
maupun oleh pemerintah sendiri di bidang pertanian. Hal ini seperti
dikemukakan oleh Mochammad Maksum Machfoedz dalam ceramah
di depan peserta PPARA XLVIII/ 2012 Lemhannas R.I dengan
skema penyelesaian masalah misalnya seperti gambaran dalam
tabel 11 di bawah ini.
TABEL : 11PROSES PERBANTUAN PENYELESAIAN KONFLIK LAHAN
83
d. Dibuatnya nota kesepahaman antara Polri dan Kementerian
Pertanian untuk tingkat Pusat maupun antara Kepolisian Daerah dan
Resort dengan masing-masing Kepala Dinas Pertanian dan atau
Kepala Badan Ketahanan Pangan masing-masing. Kesepahaman ini
tidak hanya keterlibatan Polri dalam proses produksi pangan seperti
ikut serta membantu menjadi motor penanaman produk strategis
nasional seperti padi, jagung, kedelai, tebu untuk gula, peternakan
seperti sapi, kerbau, kambing, maupun budidaya perikanan sesuai
dengan situasi dan kondisi atau zoning wilayah masing-masing,
tetapi juga kesepahaman terhadap penegakan hukum maupun
keterlibatan Polri menjadi mediasi paripurna bersama pemangku
kepentingan lainnya jika ada permasalahan atau konflik masalah
pangan. Disamping itu juga tentu sesuai dengan salah satu tugas
pokok Polri memberikan bantuan kelancaran distribusi pangan
sampai kepada tingkat keluarga untuk membantu memperkecil
adanya penyimpangan-penyimpangan.
BAB VIKONSEPSI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA YANG DAPAT
MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA
24. Umum
Pada Bab III khususnya Sub Bab 14 telah menguraikan beberapa
pokok permasalahan yang diangkat dalam Taskap ini yang kemudian pada
Bab IV Sub Bab 21 diuraikan pula bagaimana implementasi kepemimpinan
RLA di lingkungan Polri yang diharapkan dan untuk kemudian dalam Sub
Bab 23 menguraikan bagaimana beberapa indikator keberhasilan dari pada
implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri yang dapat
meningkatkan ketahanan pangan dan kemandirian bangsa. Dalam
84
pembahasan Sub Bab di bawah ini tentu saja tidak terlepas dari berbagai
paradigma nasional yang menjadi landasan idiil, konstitusionil, visional dan
konsepsi ketahanan nasional maupun nilai-nilai yang berlaku di lingkungan
Polri yaitu pedoman hidup dan pedoman kerja selama ini Tribrata dan Catur
Prasetya yang sudah mengalami pemaknaan baru. Nilai-nilai inilah yang
harus mengkristal dalam perumusan asas-asas kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri. Disamping itu tentu juga dalam pembahasannya tidak
terlepas dari landasan teori yang dipakai seperti telah disinggung di atas
yaitu teori kepemimpinan, teori scenario learning, teori PDB (Positioning
Diffrentiation and Brand) Triangle dan teori kependudukan dan kebutuhan
pangan Malthus. Landasan teori inilah yang pada akhirnya mengarahkan
penulis untuk memilih penamaan asas-asas kepemimpinan yang berlaku di
lingkungan Polri pada khususnya sebagai kepemimpinan Rahmatan Lil
Alamin (RLA). Karena berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan
bernegara yaitu pembangunan nasional khususnya pembangunan di bidang
ketahanan pangan dan juga berkaitan dengan salah satu tugas pokok Polri
penegakan hukum, maka penulisan konsepsi implementasi kepemimpinan
RLA di lingkungan Polri ini tidak terlepas dari berbagai peraturan perundang-
undangan baik yang menyangkut masalah perencanaan pembangunan itu
sendiri maupun yang berkaitan dengan masalah pangan serta dengan Polri
itu sendiri.
25. Kebijakan
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa perumusan
kepemimpinan RLA ini adalah sebagai sesuatu yang baru, dalam arti
sebagai sebuah style kepemimpinan di lingkungan Polri. Walaupun
sesungguhnya fitrah ataupun suratan manusia sebagai rahmat bagi
sesamanya umat manusia serta bagi alam dan seisinya adalah sudah ada
sejak manusia itu sendiri ada. Tuhan dalam penciptaannya memberikan
rahmatNya berupa nilai-nilai yang universal kepada umat manusia seperti
misalnya sifat mengasihi, menyayangi (rahim dan rahman ataupun rahmat),
sifat jujur, adil dan lain-lain kepada sesamanya manusia maupun kepada
seluruh ciptaan Tuhan serta alam dan seisinya, dimana sifat-sifat ini sebagai
sebuah anggukan universal. Didasarkan pada pemahaman teoritis betapa
85
pentingnya posisi seorang pemimpin dalam suatu komunitas atau kumpulan
orang ataupun organisasi termasuk organisasi seperti Polri, maka kebijakan
yang diambil dari penulisan Taskap yang menguraikan tentang implementasi
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri guna meningkatkan ketahanan
pangan dalam rangka kemandirian bangsa ini adalah : “Implementasi Asas-asas Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin Sebagai Salah Satu Upaya Perubahan Kultur di Lingkungan Polri Menuju Polisi Sipil Yang Profesional, Bermoral dan Modern Dilandasi Sinergitas Dengan Berbagai Komponen Bangsa Lainnya”. Atau dalam narasi yang lebih
singkat dapat dikemukakan “Percepatan Perubahan Kultur Polri Melalui Implementasi Kepimpinan RLA”.
Kebijakan ini diambil dengan sebuah kesadaran bahwa tugas pokok
Polri amatlah strategis dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat, yaitu sebagai aparat penegak hukum, memelihara
kamtibmas dan sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat.
Dengan demikian gaya kepemimpinan yang memberikan rahmat kepada
sesamanya manusia (baik kepada sesama manusia yang baik atau taat
kepada hukum maupun yang tidak baik atau melanggar hukum) serta bagi
alam serta seisinya seperti kepada mahluk hidup lainnya berupa hewan
(fauna), tumbuh-tumbuhan (flora) maupun benda mati seperti sumber daya
alam tambang, sangatlah penting dan semacam keharusan.
26. Srategi
Untuk mewujudkan kebijakan di atas dan dikaitkan dengan pokok
permasalahan maupun indikator keberhasilan yang diharapkan, maka
strategi yang diambil antara lain adalah :
a. Merumuskan asas-asas Kepemimpinan yang RLA di
Lingkungan Polri untuk kemudian disosialisasikan dan dilaksanakan
atau diamalkan oleh setiap pemimpin di lingkungan Polri.
b. Meningkatkan Profesionalisme dan Moralitas anggota Polri dari
waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan lingkungan strategis
serta terintegrasi dengan berbagai komponen bangsa lainnya baik
86
sebagai aparat penegak hukum maupun pemelihara kamtibmas dan
selaku pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat.
c. Meningkatkan penegakan hukum terhadap berbagai
pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pangan bersama PPNS Kementerian yang terkait seperti
Kementerian Pertanian, PU, Perkebunan dan Kehutanan serta
koordinatif dengan Jaksa Penuntut Umum dan pemangku
kepentingan lainnya.
d. Membuat kesepahaman atau MoU dengan Kementerian
Pertanian untuk tingkat Pusat dan dengan Kepala Dinas Pertanian
dan atau Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi, Kabupaten dan
Kota untuk tingkat daerah.
27. Upaya
Untuk mewujudkan strategi di atas, maka upaya-upaya yang dapat
dilakukan dari setiap strategi antara lain adalah sebagai berikut :
Upaya Strategi 1; Merumuskan asas-asas Kepemimpinan yang RLA
di lingkungan Polri untuk kemudian disosialisasikan dan diimplementasikan.
Dibutuhkannya kepemimpinan rahmatan lil alamin diawali dengan
sebuah kehendak atau keinginan yang menjadi Focal Concern (FC) yaitu
“Membangun Polri yang Rahmatan Lil Alamin 2020”. Dari analisis teori
Scenario Learning, membangun polisi yang rahmatan lil alamin 2020 adalah
sebuah alternatif masa depan yang plausible atau sesuatu yang mungkin
terjadi. Dengan melalui proses langkah-langkah scenario learning maka
ditentukan dari sekian banyak variabel atau Driving Forces (DF) dari FC
membangun Polri yang rahmatan lil alamin 2020 maka dipilih atau ditentukan
dua variabel atau DF yaitu Moralitas dan Profesionalisme. Lihat Tabel 12.
Dipilihnya kedua DF tersebut karena yang paling kritis dan sangat penting
untuk mewujudkan FC, serta kondisinya terkadang tidak menentu, sehingga
mempengaruhi pencapaian FC yang telah ditentukan. Kedua Driving Forces
moralitas dan profesionalisme, diharapkan sebagai pengungkit terwujudnya
pembangunan Polri yang rahmatan lil alamin 2020.
TABEL : 12
87
GAMBAR MATRIKS SCENARIO DAN CIRI-CIRI KUNCI SETIAP SECENARIO “MEMBANGUN POLRI YANG RLA 2020”
Dalam pelaksanaannya, berdasarkan sejarah atau
perkembangan kepemimpinan ini khususnya di Indonesia senantiasa
memiliki asas-asas ataupun sifat-sifat utama yang harus
dikembangkan oleh siapapun yang menjadi pemimpin. Seperti
misalnya pada masa Kerajaan Singosari pada saat Rajanya Tungul
Ametung sebagai Raja Tumapel atau Singosari. Kendedes sebagai
permaisuri Tunggul Ametung mengembangkan ajaran atau asas-
asas kepemimpinan “Karma Pratama” atau “Delapan Laku Utama”
dari ajaran Empu Purwo. Asas-asas kepemimpinan “Karma
Pratama” ini secara singkat adalah : (1) Pandangan yang benar, (2)
Pikiran yang benar, (3) Bicara yang benar, (4) Tingkah laku yang
benar, (5) Kehidupan yang benar, (6) Usaha yang benar, (7) Ingatan
yang benar dan (8) Samadi yang benar. Ajaran Empu Purwo ini oleh
Kendedes dikembangkan dalam asas-asas kepemimpinan yang
disebut dengan “Dasa Paramita”, yaitu : (1) Dhana, bermurah hati
kepada sesama, (2) Sila, berlaku susila, (3) Santi, damai tidak
MORALITAS (+)
BERLAYAR DI SAMUDERA YANG TENANGKAPAL BOCOR
SKENARIO I : SDM Polri yang menguasai tugas dengan baik dan menjalankannya dengan memberikan kemanfaatan. Polri dekat dengan rakyat dan memberikan pelayanan yang prima. Didukung oleh Sarpras, Sitem dan pendanaan yang cukup, citra Polri sangat baik. Polri mencintai dan dicintai masyarakat dengan baik. Polri yang rahmatan lil alamin.
SKENARIO IV : Situasi memprihatinkan, walaupun moral anggota baik-baik tetapi profesionalisme kurang, sarpras tidak mendapat penambahan, anggaran untuk operasional sangat minim dan sistem metode tidak jelas.
PROFESIONALISME (+)PROFESIONALISME (-)
SKENARIO II : Terjadi berbagai kegoncangan, kritikan dan hujatan walau polisi telah dapat menjalankan tugas dengan baik, kepercayaan masyarakat melemah karena moralitas menyebabkan banyak KKN di lingkungan Polri.
SKENARIO III : Polri semakin terpuruk dan citranya jatuh di mata publik karena SDM tidak profesional , sarpras yang tidak mendukung serta anggaran minim. Banyak anggota yang melakukan KKN, masyarakat antipati dengan Polri.
KAPAL KARAM DITERJANG BADAI
MORALITAS (-)
88
bergejolak, (4) Sadhu, berbudi luhur, (5) Virya, penuh keperwiraan,
(6) Prajna, berpengetahuan atau bijaksana, (7) Upaya Kausalya,
dinamis dan giat berusaha, (8) Pranidana, bersemangat dan bercita-
cita, (9) Bala, mampu menggerakkan orang atau pasukan dan
trengginas dan (10) Juana, bertanggung-jawab.35 Pada masa
Majapahit ada seorang Patih yang kemudian amat terkenal yaitu
Patih Gajah Mada. Patih Gajah Mada inilah kemudian mampu
membangun kerajaan Majapahit dengan mempersatukan Nusantara
melalui perwujudan sumpah beliau yang dikenal dengan “Sumpah
Palapa”. Pasukan Gajah Mada pada saat itu sebagai pasukan
kerajaan dinamakan Bhayangkara yang dalam perkembangannya
Polri mengadopsi nama ini untuk menamakan prajurit-prajurit Polri
sebagai Bhayangkara negara. Pada masa Gajah Mada memiliki
ajaran yang disebut “Catur Prasetya” yang nilai-nilainya ada 15
asas, yaitu : (1) Mijnana, bijaksana, (2) Mantri Wira, pembela negara
sejati, (3) Wicaksono-Ngnyo, mampu menganalisis dan mengambil
keputusan, (4) Tanggwan, dipercaya oleh anak buah, (5) Satyo
Bhakti Haprabu, loyal pada atasan, (6) Wakjnana, pandai berpidato
dan berdiplomasi, (7) Sajjawopasama, tidak sombong, rendah hati
dan manusiawi, (8) Dhirottsaha, rajin dan kreatif, (9) Tan Lalana,
gembira dan periang, (10) Disyacitta, jujur dan terbuka, (11) Tan
Satrisna, tidak egois, (12) Mashihi Samastha Bhuwana, penyayang
dan cinta alam, (13) Ginong Pratidina, tekun menegakkan
kebenaran, (14) Sumantri, abdi negara yang baik dan (15) Hanyaken
Musuh, mampu membinasakan musuh.36 Pada perkembangannya
Polri juga mengambil asas-asas Catur Prasetya dari Gajah Mada ini
sebagai pedoman kerja walaupun isinya sesuai dengan namanya
hanya ada empat nilai-nilai, yaitu : (1) Satya Habrabu (2) Hanyaken
Musuh (3) Giniung Pratidina dan (4) Tansa Trisna. Kemudian dalam
perkembangannya Catur Prasetya Polri ini berubah dalam
35 Muladi dan Adi Sujatno, Traktat Etis Kepemimpinan Nasional dan Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia, Penerbit RMBOOKS, Cetakan ke IV, Jakarta, 2011, Hal. 174.36 Ibid, Hal. 175-176.
89
pemaknaannya sebagaimana diuraikan di atas dan dapat dilihat
dalam lampiran. Upaya-upaya perumusan ini :
a. Seluruh pemangku kepentingan di lingkungan Polri khususnya
Lembaga Pendidikan Tinggi Polri, seperti Sespimti, Sespimmen,
Sespimma dan PTIK merumuskan asas-asaas kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri. Rumusan yang dibuat ini tentu saja harus
memperhatikan nilai-nilai kepemimpinan nasional, negarawan,
visioner, transformatif yang telah dikemukakan dalam landasan teori
maupun paradigma nasional pada Bab II di atas. Disamping itu juga
haruslah selaras dengan nilai-nilai yang memang sudah berlaku di
lingkungan Polri yaitu pedoman hidup dan pedoman kerja Tribrata
dan Catur Prasetya dengan pemaknaan yang baru.
Berdasarkan analisis landasan teori, nilai-nilai yang berlaku di
lingkungan Polri seperti kode etik maupun dikaitkan dengan tugas
pokok Polri, maka rumusan asas-asas kepemimpinan Polri tersebut
setidaknya ada “10 Asas Kepemimpinan RLA Polri”, yaitu :
1) Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu beriman
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan taat kepadaNya serta
menjalankan ajaran agamanya masing-masing sesuai
keyakinan.
2) Profesional, yaitu memiliki kecerdasan atau
intelektualitas yang disertai oleh sifat-sifat kenegarawanan dan
nasionalisme yang tinggi serta menjadi teladan bagi siapapun
atau fatonah.
3) Akuntabel atau dapat dipertanggung-jawabkan semua
kata dan perbuatan secara transfaran sehingga dipercaya dan
memiliki legitimasi serta rendah hati atau amanah.
4) Jujur, yaitu menjaga kebenaran, berintegrasi tinggi serta
terjaga dari kesalahan atau shiddiq.
5) Komunikatif dan informatif, artinya senantiasa
menyampaikan risalah kebenaran dengan cara-cara diplomasi
dan aspiratif (tabligh) baik kepada karyawan secara internal
maupun publik secara eksternal.
90
6) Visioner, yaitu kemampuan untuk memprediksi apa
yang diharapkan oleh organisasi dimasa depan dan bagaimana
untuk mencapai secara lebih cepat, efektif dan efisien tidak
sekedar reaktif tetapi juga proaktif dan antisipatif.
7) Adil, artinya selalu patuh kepada hukum (tidak KKN),
menegakkan hukum dengan berlandaskan pada hukum untuk
memperoleh keadilan, kemanfaatan, cinta damai, anti
kekerasan, toleran dan menjunjung tinggi HAM.
8) Setia dan berani, artinya memiliki kualitas kesetiaan
kepada negara dan bangsa, tanah air dan organisasi serta
memiliki sikap loyal yang timbal balik dari atasan terhadap
bawahan, terhadap atasan dan dua atasan samping serta
berani dalam mengambil keputusan dengan berbagai alternatif.
9) Berjiwa besar, artinya memiliki kemauan, kerelaan dan
keikhlasan untuk pada saatnya menyerahkan tanggung-jawab
dan kedudukan kepada generasi muda atau legowo, serta
senantiasa mengkader generasi berikutnya sebagai pengganti
yang lebih baik.
10) Memiliki sikap pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat, artinya seorang pemimpin di lingkungan Polri
senantiasa berupaya mewujudkan suasana yang mengayomi,
melindungi dan melayani masyarakat dengan keikhlasan (tanpa
paksaaan dan kepentingan apapun kecuali karena tugas dan
tanggung jawab) dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban
masyarakat maupun menegakkan hukum.
b. Divisi Hukum Polri dengan dibantu oleh Kasetum Polri,
berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan atas inisiatif sendiri membuat
konsep rancangan Peraturan Kapolri tentang “10 Asas
Kepemimpinan RLA Polri” ini untuk kemudian diajukan sebagai
sebuah Peraturan Kapolri (Perkap). Jika penamaan atau penyebutan
”Kepemimpinan RLA Polri” ini kurang disukai, maka melalui
pendekatan teori kepemimpinan pelayanan dan tugas pokok Polri
91
sebagai aparat yang harus mengayomi, melindungi dan melayani
masyarakat, maka dapat saja asas-asas kepemimpinan Polri ini
dinamakan sebagai “10 Asas Kepemimpinan Pelayanan Polri”.
c. Divisi Hukum Polri setelah menyusun rancangan Perkap 10
asas kepemimpinan RLA dengan dibantu oleh Divisi Humas Polri
melakukan sosialisasi dan permintaan masukan kepada satuan
kerja-satuan kerja secara internal Polri maupun ekternal Polri
khususnya kepada kelompok masyarakat sipil yang terorganisir dan
yang peduli kepada Polri.
d. Divisi Hukum Polri dan Divisi Humas Polri bersama Asrena
Kapolri setelah menerima masukan secara internal dari berbagai
satuan kerja maupun secara ekternal dari berbagai kelompok
masyarakat sipil, menyusun kembali rancangan Perkap sesuai
ketentuan untuk kemudian diajukan kepada Kapolri. Setelah
mendapat persetujuan dari Kapolri dan pemberian nomor Peraturan
Kapolri dari Sekretariat Umum Polri, maka Divkum Polri mengirimkan
Perkap dimaksud kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk
mendapatkan pengesahan resmi maupun harmonisasi dan diberikan
nomor Lembaran Negara secara resmi untuk dapat dinyatakan asas-
asas kepemimpinan RLA Polri tersebut secara resmi dan sah berlaku
dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
e. Setelah asas-asas kepemimpinan RLA Polri ini secara sah
sebagai produk hukum, maka Divkum Polri, Divhumas Polri maupun
Inspektorat Pengawas Umum Polri mensosialisasikan keseluruh
jajaran Polri melalui acara-acara pertemuan, rapat dinas, rakornis,
workshop, memasukkannya sebagai konten informasi melalui media
komunikasi internal seperti majalah internal, website, penerangan
satuan, telegram dan lain-lain.
f. Setiap lembaga pendidikan khususnya lembaga pendidikan
yang mengandung unsur pembentukan kepemimpinan seperti Akpol,
STIK-PTIK, Sespimma, Sespimmen dan Sespimti Polri memasukkan
asas-asas kepemimpinan RLA Polri ini sebagai bagian dari materi
92
pelajaran kepemimpinan dengan menyesuaikan arahan dari
Lembaga Pendidikan Polri.
Upaya Strategi 2; Meningkatnya profesionalisme dan moralitas
anggota Polri dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan lingkungan
strategi serta terintegrasi dengan berbagai komponen bangsa lainnya, baik
sebagai sesama aparat penegak hukum maupun pemelihara kamtibmas dan
selaku pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat.
a. Peningkatan profesionalisme anggota Polri dapat dilakukan
melalui upaya-upaya antara lain :
1) As SDM Polri dan Karo SDM Polda-Polda melakukan
sistem rekruitmen pada setiap level baik untuk Tamtama,
Bintara maupun perwira dan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Polri haruslah betul-betul transfaran, akuntabel dan bersih dari
praktek-praktek KKN baik secara nyata-nyata maupun secara
tersembunyi dalam arti secara formalitas dan substansi bebas
dari KKN.
2) As SDM dan Satuan Pendidikan memberikan sistem
pendidikan baik pembentukan dan lanjutan senantiasa
mengacu kepada kompetensi yang dibutuhkan oleh tantangan
tugas dan kinerja sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk menuju polisi yang
profesional dan modern.
3) As SDM Polri maupun atasan langsung setiap Personil
Polri melakukan pembinaan karier baik bagi polisi pekerja
(police worker) maupun pada tataran suvervisor dan manajer
berdasarkan pada pendekatan prestasi kerja maupun sistem
seleksi uji kompetensi yang transfaran dan akuntabel serta
bebas dari KKN baik secara prosedur maupun substansi.
Beberapa hal sistem ini sudah dinyatakan dalam berbagai
Perkap, tinggal eksekusi pelaksanaan yang konsisten dari
setiap pimpinan maupun As SDM Kapolri.
4) Negara dalam hal ini Presdien dan DPR melalui Asrena
Kapolri memberikan dukungan sarana dan prasarana maupun
93
dukungan anggaran operasional Polri yang memadai baik untuk
pemeliharaan kamtibmas, penegakan hukum maupun
pemberian pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada
masyarakat.
5) Negara dalam hal ini Presiden maupun DPR memiliki
kemauan politik untuk meningkatkan kuantitas polisi dibanding
dengan masyarakat atau police ratio yang memadai atau
setidaknya mendekati standart PBB yaitu 1 : 400 (saat ini
jumlah Polri 390.312 orang dengan jumlah penduduk Indonesia
237.641.326,00 dan laju pertumbuhan penduduk diperkirakan
1,49% atau bertambah setiap tahunnya 4,5 Juta jiwa 37, artinya
police ratio pada tahun 2012 ini jika penduduk Indonesia
diasumsikan 240 Juta jiwa, baru sekitar 1 : 872).
6) Terpenuhinya DSP (Daftar Susunan Personil Polri)
sebagaimana angka penghitungan idialnya minimum, yaitu
Brigadir Polisi : 470.265 (saat ini baru 350.175), Inspektur Polisi
: 95.285 (saat ini baru 14.735), AKP : 28.091 (saat ini baru
14.476), Kompol : 11.220 (saat ini baru 6.025), AKBP : 4.430
(saat ini baru 3.576), Kombes Pol : 1.089 (saat ini sudah 1.129
atau sudah lebih 40 orang).
b. Peningkatan Moralitas anggota Polri dapat dilakukan melalui
upaya-upaya antara lain :
1) As SDM Polri dan jajarannya memberikan sistem reward
dan punishment yang jelas dan terukur serta transfaran dan
akuntabel. Misalnya yang melakukan pelanggaran dihukum
dengan jelas dan yang berpotensi baik dibidang tugas maupun
akademis mendapat promosi pendidikan, jabatan dan atau
kepangkatan yang memadai melalui proses yang benar.
2) Negara melalui Kementerian Keuangan dan As Rena
Kapolri melakukan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan
anggota Polri, misalnya negara memberikan gaji ataupun
tunjangan kinerja yang memadai untuk hidup sederhana dan
37 Sumber Website Resmi Badan Pusat Statistik (BPS), http://www.bps.go.id/, Sesus Penduduk 2010.
94
layak serta ada kepastian dalam pemeliharaan kesehatan
maupun pendidikan keturunannya.
3) Meningkatkan fungsi pengawasan yang dilakukan baik
secara internal oleh Irwasum Polri, Divisi Propam Polri maupun
oleh setiap atasan langsung terhadap staf bawahannya atau
karyawan maupun secara ekternal seperti oleh Kompolnas,
DPR R.I khusus oleh Komisi III Bidang Hukum, Ombudsement
Republik Indonesia (ORI) dan lembaga swadaya masyarakat
yang peduli terhadap organisasi Polri.
4) Kapolri dan pimpinan atau manajer atas senantiasa
dapat mendorong para pemimpin di lingkungan Polri yang ada
di bawahnya sampai pada level terbawah dapat menjadi
pemimpin yang menjadi contoh bagi staf atau anggotanya (lead
by example).
Upaya Strategi 3; Penyidik Polri bersama PPNS (Penyidik Pegawai
Negeri Sipil) Kementerian yang terkait seperti Kementerian Pertanian, PU,
Perkebunan dan Kehutanan meningkatkan penegakan hukum terhadap
berbagai pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pangan serta meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi dengan
Jaksa Penuntut Umum dan pemangku kepentingan lainnya.
Secara konstitusional dinyatakan bahwa negara Indonesia adalah
negara hukum yang dinyatakan dalam pasal 1 ayat (3) UUD N R.I 1945.
Untuk selanjutnya suatu negara dapat dikatakan sebagai negara hukum atau
“rule of law” bilamana aturan hukum telah dijadikan sebagai aturan main (fair
play) dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, terutama dalam
memelihara keamanan dan ketertiban serta perlindungan terhadap hak-hak
warganya. Menurut teori hukum John Lock dalam bukunya “Second Tratise
of Government” menguraikan minimal ada tiga unsur bagi suatu negara
dikatakan negara berdasarkan hukum, yaitu; (1) Adanya hukum yang
mengatur bagaimana anggota masyarakat dapat menikmati hak asasi
dengan damai, (2) Adanya suatu badan yang dapat menyelesaikan sengketa
yang timbul dibidang pemerintah atau antar pemerintah dan (3) Adanya
95
badan yang tersedia atau diadakan untuk menyelesaikan sengketa yang
timbul diantara sesama anggota masyarakat.38
Sesuatu yang penting untuk dipahami dalam teori aktualisasi hukum
yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman bahwa aktualisasi hukum
mempersyaratkan berfungsinya semua komponen sistem hukum. Komponen
sistem hukum itu ada tiga, yaitu; (1) Struktur hukum, merupakan kerangka,
bagian yang tetap bertahan (statis), bagian yang memberikan semacam
bentuk dan batasan terhadap keseluruhan instansi penegak hukum atau
aparat penegak hukum. (2) Substansi hukum, merupakan aturan-aturan atau
norma-norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem,
termasuk produk yang dihasilkan oleh orang-orang yang ada dalam sitem
hukum itu mencakup keputusan yang mereka lakukan atau aturan baru yang
mereka susun. Jadi disini juga merupakan materi atau isi dari peraturan
perundang-undangan tersebut. (3) Budaya hukum, merupakan gagasan,
sikap, keyakinan, harapan dan pendapat tentang hukum, jadi disini melihat
bagaimana budaya hukum masyarakat apakah patuh atau tidak patuh
terhadap hukum. Hal lain yang juga sangat penting untuk dipahami dalam
penegakan hukum ini adalah fungsi dari pada hukum itu sendiri. Secara
umum dapat dikatakan fungsi hukum itu adalah; (1) Law as a tool of social
control, sebagai alat kontrol sosial, (2) Law as a tool social engineering,
sebagai alat untuk merekayasa masyarakat, (3) Law as facilitation of social,
sebagai fasilitas berinteraksinya berbagai interaksi sosial, (4) Law as a
conflict social, sebagai jalan keluar atau penyelesaian konflik sosial dan (5)
Law as a recruitment of emantipation, sebagai cara untuk memahami
berbagai perbedaan atau pihak-pihak lain.39
Dari uraian di atas maka upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam
penegakan hukum khususnya dalam peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pangan ini antara lain adalah :
a. Secara struktur hukum atau aparat penegak hukum dibidang
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pangan.
38 ______, http://hukum-on.blogspot.com/2012/06/pengertian-supremasi-hukum-dan.html, Pengertian Supremasi Hukum dan Penegakan Hukum, diunduh tanggal 27 Juli 2012.39 Unsiyah, Taqwaddin, S.H., SE, MS. C.D., Materi Sosiologi Hukum S2, Banda Aceh, 2007.
96
1) Mabes Polri haruslah menstrukturkan proses penegakan
hukum dibidang peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan masalah pangan, baik yang berkaitan dengan masalah
ketersediaan, keterjangkauan maupun konsumsi pangan.
Strukturisasi ini tidaklah berarti harus membuat struktur baru
semacam Direktorat khusus ataupun Sub Direktorat, tetapi bisa
saja menjadi bagian dari Direktorat Kriminalitas khusus yang
sudah ada atau dalam bentuk ad hok (sementara atau
kepanitiaan) bila memang ada kasus atau peristiwa.
Strukturisasi ini setidaknya dinyatakan dalam bentuk petunjuk
teknis berupa telegram ataupun bagian dari Peraturan Kapolri.
2) Mabes Polri, khususnya Biro Koordinator dan Pengawas
Penyidik Pegawai Negeri Sipil menginventarisir secara khusus
Kementerian dan Lembaga yang mempunyai kewenangan
untuk melakukan penegakan hukum berupa penyidikan
maupun pemberian sangsi administrasi peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pangan. Misalnya UU No. 7
Tahun 1996 Tentang Pangan adalah PPNS Kementerian
Pertanian dan BPOM, UU No. 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang adalah PPNS Kementerian PU, UU No. 41
Tahun 2009 Tentang Pemeliharaan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan adalah PPNS Kementerian Pertanian dan lain-
lain. Inventarisasi para PPNS ini sebagai sebuah upaya
menyangkut struktur penegakan hukum.
3) Mabes Polri melalui Kepala Badan Pemeliharaan
Kamtibmas (Baharkam) Polri menstrukturkan dalam jajarannya
khususnya melalui kebijakan dan strategi perpolisian
masyarakat (Polmas) sesuai dengan Peraturan Kapolri No. 7
Tahun 2008 yang diembankan kepada Direktorat Bimbingan
Masyarakat (Bimmas) maupun seluruh fungsi Kepolisian yang
ada. Strukturisasi yang dimaksudkan disini adalah bahwa
masalah-masalah pangan dijadikan bagian perhatian yang
khusus oleh jajaran Baharkam Polri, khususnya pada aspek
97
ketersediaan dan keterjangkauan pangan. Ketersediaan
pangan misalnya pada sub aspek produksi pangan, jajaran
Baharkam Polri melalui kegiatan manajemen melakukan
kerjasama dengan Badan Ketahanan Pangan di daerah-daerah
untuk ikut serta melakukan kegiatan penyuluhan maupun
kegiatan penanaman produk-produk pangan strategis seperti
misalnya padi, jagung, kedelai, gula dan daging melalui
peternakan.
4) Secara struktur beberapa karakter yang harus dimiliki
oleh aparat kepolisian sebagai pengemban fungsi perpolisian
masyarakat dalam kerjasama dengan Pemda atau Badan
Ketahanan Pangan maupun pemangku kepentingan lainnya
secar khusus adalah sebagai berikut :
a) Mengenali diri sendiri: memahami kelebihan yang dimiliki untuk dimanfaatkan secara optimal bagi kelancaran tugas dan di lain sisi juga menyadari atas kekurangan/ kelemahan diri guna dikikis/ diperbaiki;
b) Percaya diri: bersikap optimis terhadap kemampuannya, apa yang dilaksanakannya dan bagaimana melaksanakannya serta tidak takut untuk mengembangkan kemampuan diri;
c) Disiplin pribadi: ketaatan kepada aturan dan ketertiban diri dalam penggunaan waktu secara efektif untuk melaksanakan tugas maupun kehidupan sehari-hari;
d) Profesional: kemampuan profesional Polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat khususnya kemampuan membangun kemitraan dengan warga masyarakat;
e) Integritas: keteguhan dan ketangguhan jiwa raga secara menyeluruh mencakup aspek kepribadian, mentalitas, moralitas dan profesionalitas.40
5) Beberapa penampilan atau sikap yang harus dimiliki
oleh para petugas Polmas dalam menjalankan tugas adalah
sebagai berikut :
a) Simpatik: selalu berpakaian rapi, sikap menarik dan menunjukkan empati;
40 Mabes Polri, Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, Pasal 33.
98
b) Ramah: selalu menunjukkan sikap berteman/ bersahabat, murah senyum, mendahului sapa dan membalas salam;
c) Optimis: bersikap positif, tidak ragu akan keberhasilan dalam setiap melakukan pekerjaan;
d) Inisiatif: kemampuan mengajukan gagasan dan prakarsa dalam mengidentifikasi masalah, menentukan prioritas masalah, mencari alternatif solusi dan memecahkan pemasalahan dengan melibatkan masyarakat;
e) Tertib: selalu teratur dalam melaksanakan pekerjaan dan mampu menata/ menyusun rencana kerja, dokumen, lingkungan kerja dan wilayah kerja;
f) Disiplin waktu: mampu merencanakan pekerjaan dan aktivitas agar memanfaatkan waktu tersedia seproduktif mungkin;
g) Cermat: teliti dalam mengumpulkan dan menganalisis fakta serta mempertimbangkan konsekuensi atas setiap pengambilan keputusan;
h) Akurat: mampu menentukan tindakan yang tepat dalam mengantisipasi permasalahan, disertai argumentasi yang jelas;
i) Tegas: mampu mengambil keputusan dan tindakan tegas tanpa keraguan serta melaksanakannya tanpa menunda-nunda waktu.41
b. Secara substansi atau materi hukum. Tentu saja yang
dimaksudkan disini adalah isi atau materi dari peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pangan itu sendiri sebagaimana
sudah diuraikan di atas pada sub bab 23 C Indikator Keberhasilan
dibidang penegakan hukum. Disadari bahwa Polri bukanlah bagian
dari pada pembuat regulasi, tetapi sebagai bagian dari pelaksanaan
peraturan perundang-undangan yang sudah disahkan atau sebagai
aparat penegak hukumnya. Akan tetapi melalui mekanisme yang
benar, Polri dapat saja memberikan masukan terhadap perbaikan
materi hukum yang dijalankan selama ini kepada bagian regulasi
atau dalam hal ini legislatif DPR R.I melalui Kementerian Hukum dan
HAM atau Kementerian yang menjadi leading sektor daripada
peraturan tersebut. Misalnya saja, secara substansi atau isi
peraturan perundang-undangan, pemerintah dalam hal ini 41 Ibid, Pasal 34.
99
Menkopolhukam, MA, Kemenkum HAM, BPN, Kemdagri, Kemen PU,
Kejagung, Polri melakukan evaluasi dan sinkronisasi peraturan dan
perundang-undangan yang berkaitan dengan penataan ruang dan
penggunaan ruang seperti UU No. 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang, UU No. 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dengan UU No. 2 Tahun
2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum. UU No. 2 Tahun 2012 hanya menekankan
kepada penyediaan tanah dengan cara mengganti rugi yang layak
kepada pihak yang berhak tanpa ada penekanan untuk
memperhatikan rencana tata ruang wilayah atau zoning wilayah yang
sudah ditentukan sebelumnya, walaupun ada klausal dalam pasal 7
yang mengatakan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan
umum diselenggarakan sesuai dengan RTRW, rencana
pembangunan nasional/ daerah, rencana strategis dan rencana
setiap instansi yang memerlukan tanah untuk kepentingan umum.
Kondisi ini mengisyaratkan bahwa jika atas nama “kepentingan
umum” maka tanah atau lahan apapun dapat diambil dengan ganti
rugi walaupun tanah atau lahan tersebut sudah di zoning atau
ditetapkan dalam tata ruang sebagai lahan pertanian pangan yang
subur. Dengan kata lain UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dan Penataan Ruang dapat dikalahkan, dan kondisi
ini, apabila pihak yang membutuhkan tanah tersebut lebih “kuat”
akan semakin memberikan peluang semakin berkurangnya lahan
pertanian atau zoning wilayah atau penataan tidak berfungsi dengan
baik.
c. Secara budaya atau kultur hukum. Kementerian Hukum dan
HAM maupun aparat penegak hukum lainnya seperti MA, Kejagung,
Polri dan jajaran kementerian terkait yang menjadi leading sektor
terhadap pangan maupun penataan ruang atau penggunaan ruang
seperti Kementerian Pertanian, PU, Kemdagri, BPN untuk
melakukan kegiatan antara lain :
100
1) Sosialisasi secara sistemik dan berkelanjutan baik kepada
masyarakat petani, mahasiswa dan para pengusaha tentang
berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pangan, penataan ruang atau penggunaan lahan.
2) Menguatkan kelompok-kelompok sipil atau LSM yang
peduli pada masalah-masalah pembangunan khususnya
dibidang pangan yang berkelanjutan dan berwawasan pada
lingkungan sesuai dengan penataan ruang. Kelompok
organisasi sipil ini diharapakan yang independent untuk
memperjuangkan kepentingan petani seperti misalnya
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Himpunan Kerukunan
Tani dan Nelayan dan lain-lain.
3) Memberikan reward atau sejenis hadiah kepada
perorangan maupun kelompok tani dan nelayan yang
berprestasi terhadap pemajuan produksi pangan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Upaya Strategi 4; Membuat kesepahaman atau MoU dengan
Kementerian Pertanian untuk tingkat Pusat dan dengan Kepala Dinas
Pertanian dan atau Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi, Kabupaten
dan Kota untuk tingkat daerah.
Nota kesepahaman atau MoU sebagai dasar sinergitas antara Polri
dan Kementerian Pertanian khususnya Badan Ketahan Pangan baik di
tingkat Pusat maupun di tiap-tiap daerah otonom yaitu di Provinsi, Kabupaten
dan Kota. Sebagai bahan acuan misalnya MOU antara TNI dan Kementerian
Pertanian sudah ada yaitu Nomor : 13002/HK/130/F/04/2012 dan Nomor :
KERMA/10/IV/ 2012 tanggal 13 April 2012 Dalam Rangka Mewujudkan
Ketahanan Pangan Nasional Melalui Program Pembangunan Sektor
Pertanian Sebagai Bentuk Pengabdian TNI Mendukung Program
Pemerintah. Berdasarkan acuan ini sesungguhnya Polri sebagai lembaga
pemelihara kamtibmas dan penegak hukum melalui kebijakan dan strategi
perpolisian masyarakat sangatlah strategis untuk peduli terhadap masalah
peningkatan ketahanan pangan dari perspektif mencegah terjadinya
kejahatan dikarenakan kemiskinan maupun pengangguran atau ketiadaan
101
pangan atau sulitnya masyarakat untuk mengakses pangan karena berbagai
hal sebagai alasan. Kesepahaman tersebut diharapkan dapat di
operasionalisasikan di daerah-daerah otonom Provinsi, Kabupaten dan Kota,
sehingga walaupun MoU sudah dibuat di tingkat pusat, sebaiknya juga
masing-masing Kepolisian di Daerah melakukan MoU dengan Pemerintahan
setempat yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah masing-
masing. Sebenarnya sejauh ini MoU antara Polri dan Kementerian Pertanian
sudah ada yang diwakili oleh Badan Karantina Pertanian, tetapi tentang kerja
sama hanya dibidang karantina hewan, tumbuh-tumbuhan dan pengawasan
hayati yang bersifat lebih kepada penegakan hukum dari pada upaya
peningkatan ketahanan pangan. Sedangkan kerjasama dibidang ketahanan
pangan yang bersifat lebih luas dan menyentuh terhadap upaya-upaya
peningkatan ketahanan pangan sejauh ini memang belum ada.
Beberapa upaya yang dapat diambil antara lain :
a. Kapolri melalui program atau pemilihan strategi dan filosofi
Pemolisian Masyarakat membuat MoU atau Nota Kesepahaman
dengan Kementerian Pertanian dalam rangka membantu program
pemerintah mewujudkan ketahanan pangan mencapai surplus beras
10 Juta Ton dan peningkatan produksi strategis lainnya (jagung,
kedelai, gula dan daging sapi) pada tahun 2014.
b. Kapolda dan Kapolres masing-masing daerah otonom
melakukan koordinasi dengan Gubernur, Bupati dan Walikota
sebagai pimpinan daerah otonom dan atau bisa langsung dengan
Kepala Badan Ketahanan Pangan masing-masing untuk membahas
masalah program surplus produk pangan utamanya beras, kedelai,
jagung, gula dan daging sapi serta mewujudkan kerja sama dalam
MoU sebagai landasan administrasi dan hukum operasional.
c. Polri di tiap-tiap daerah otonom, memberikan bantuan kepada
masing-masing Badan Ketahanan Pangan dalam hal penanganan
daerah-daerah yang mengalami rawan pangan seperti membantu
dalam distribusi pangan, membantu stabilitas harga dengan
“koordinasi” para pengusaha dibidang pangan ditiap-tiap daerah
untuk tidak mencari keuntungan yang tidak wajar dalam kesulitan
102
masyarakat serta koordinasi dengan Bulog setempat jika memiliki
Bolog khusus masalah sumber pangan beras.
d. Polri dalam hal ini para petugas Polmas memberikan bantuan
tehnis lainnya kepada Badan Ketahanan Pangan dan atau petani
langsung dalam hal misalnya menjadi petugas membantu
penyuluhan, memberikan akses pemodalan kepada pihak perbankan
yang resmi dan meniadakan sistem ijon melalui para petugas
Babinkamtibmas ataupun anggota Polri yang khusus mengemban
fungsi Polmas atau Bimmas.
e. Mabes Polri melalui Polda dan Polres secara khusus diwaktu-
waktu tertentu dalam setiap tahun yang disesuaikan dengan
perkembangan kondisi iklim daerah masing-masing melaksanakan
operasi bhakti Bhayangkara khusus dibidang pangan strategis
seperti menanam padi, kedelai, jagung, tebu (untuk daerah produksi
gula) maupun peternakan untuk menghasilkan daging sebagai upaya
nyata meningkatkan ketahanan pangan. Kegiatan ini tentu saja
dilakukan secara sinergi bersama pemangku kepentingan lainnya
sebagai upaya meyakinkan kesuksesan operasi bhakti Bhayangkara
tersebut.
BAB VII
PENUTUP
28. Kesimpulan
Dari uraian dan pembahasan di atas maka beberapa hal dapat
disimpulkan dalam tulisan Kertas Karya Perorangan ini sebagai berikut :
a. Dari berbagai teori kepemimpinan, posisi seorang pemimpin
dalam suatu organisasi sangatlah strategis, karena pemimpinlah
yang akan membawa, mengarahkan dan menggerakkan seluruh
potensi dalam organisasi terutama dalam pencapaian tujuannya.
Lebih-lebih jika organisasi tersebut adalah suatu bangsa dan negara,
103
maka seorang pemimpin sangatlah penting, strategis dan
menentukan. Demikian juga dengan setiap pemimpin di lingkungan
organisasi Polri yang memiliki tugas pokok sebagai pemelihara
kamtibmas, penegak hukum dan pengayom, pelindung dan pelayan
masyarakat sangatlah strategis dan menentukan bagaimana “warna”
seorang pemimpin untuk menghantarkan agar tujuan tugas pokok
Polri pada setiap level atau tingkatan dapat terwujud dan tercapai.
Semua ini tentu saja guna memberikan kontribusi penciptaan situasi
dan kondisi yang aman, tentram dan damai sehingga pembangunan
nasional dan di tiap-tiap daerah dapat berjalan dengan baik dalam
rangka mensejahterakan masyarakat Indonesia. Bertitik tolak dan
pemaknaan Kepemimpinan Nasional, pemimpin di lingkungan Polri
adalah bagian dari pemimpin nasional yang berarti pula dalam
implementasi kepemimpinan pada setiap tingkatan di lingkungan
Polri haruslah senantiasa berpikir dan bertindak secara komprehensif
dengan memperhatikan bagian-bagian atau gatra-gatra yang lain
serta integratif dalam arti bersinergi satu sama lain dan holistik dalam
mewujudkan situasi yang aman, tentram dan damai sebagai bagian
dari ketahanan nasional. Adalah keliru jika seorang pemimpin dalam
suatu gatra tertentu dan dalam setiap level berpikir sektoral untuk
kesuksesan semata-mata gatra atau bagian pekerjaan sektoral tanpa
memperhatikan sektor yang lain.
b. Sejak tahun 1998 (setelah Polri berpisah dengan TNI) sampai
saat ini di lingkungan Polri belum ada perumusan asa-asas
kepemimpinan atau sifat-sifat utama yang dapat menjadi pedoman
dan diimplementasikan. Belum adanya atau ketiadaan asas
kepemimpinan ini bukanlah berarti sama sekali tidak ada asas-asas
kepemimpinan yang diterapkan di lingkungan Polri. Sejatinya Polri
memiliki tugas pokok, memiliki pedoman hidup Tribrata dan memiliki
pedoman kerja Catur Prasetya (walaupun dalam perjalanannya
sudah ada perubahan pemaknaan). Polri juga memiliki kode etik
khusus untuk Polri, memiliki kode etik penyidikan yang khusus
dimiliki oleh para penyidik Polri. Kemudian di lembaga pendidikan
104
seperti AKPOL, PTIK, Sespimma, Sespimmen, Sespimti dan
Lemhannas diajarkan juga berbagai teori-teori kepemimpinan
maupun pelatihan-pelatihan pembentukan karakter seorang
pemimpin yang pada dasarnya diadopsi untuk kemudian
diimplementasikan oleh para pemimpin di setiap level di lingkungan
Polri. Didasarkan pada berbagai pembelajaran kepemimpinan,
khususnya kepemimpinan nasional, negarawan, kontemporer,
visioner, kepemimpinan pelayanan maupun perpaduan dengan tugas
pokok Polri, pedoman hidup Tribrata dan pedoman kerja Catur
Prasetya maupun kepemimpinan yang dapat menjadi contoh dan
teladan utama umat manusia yaitu Nabi Muhammad SAW, maka
menurut penulis sangatlah penting merumuskan asas-asas
kepemimpinan di lingkungan Polri. Didasarkan pada atas keinginan
“Membangun Polri yang Rahmatan Lil Alamin Tahun 2020”, yang
memilih atau menentukan pada dua kritikal driving forces atau pada
dua pengungkit utama, yaitu Profesionalisme dan Moralitas anggota
Polri. Kemudian dikaitkan dengan tugas pokok Polri dan fitrah atau
kodrat umat manusia diciptakan yaitu untuk kemaslahatan umat
manusia itu sendiri maupun bermanfaat bagi sesama umat manusia
serta bagi alam dan seisinya. Didasarkan pada pemaknaan
beberapa hal tersebut diatas dengan analisis teori PDB Triangle atau
Segitiga Positioning-Defferensiation-Brand, penulis merumuskan
asas-asas kepemimpinan di lingkungan Polri sebagai sebuah style
atau gaya dengan penyebutan “Asas-asas Kepemimpinan yang Rahmatan Lil Alamin (RLA) di Lingkungan Polri”. Berdasarkan
kajian-kajian di atas maka rumusan asas-asas kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri ini ada 10 (sepuluh) Asas, yaitu : (1) Taqwa, (2)
Profesional atau fatonah, (3) Akuntabel dan transfaran atau
amanah, (4) Jujur atau shiddig, (5) Komunikatif dan informatif atau tabligh, (6) Visioner, (7) Adil, (8) Setia dan Berani, (9)
Berjiwa besar atau Legowo, (10) Pengayom, pelindung dan pelayan. Disadari bahwa penamaan 10 asas kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri ini bisa saja ada yang tidak setuju dikarenakan
105
penggunaan kata-kata “Rahmatan Lil Alamin”. Akan tetapi
penggunaan kata-kata tersebut semata-mata mengambil makna
yang terkandung didalamnya serta hakekat kehadiran polisi atau
tugas pokok Polri dimana kehadiran polisi sesungguhnya haruslah
memberikan rahmat atau manfaat kepada sesama manusia maupun
bagi alam serta seisinya. Sesungguhnya penggunaan kata-kata RLA
sama saja seperti penggunaan kata-kata Tribrata atau Catur
Prasetya yang diambil dari kata-kata Sangsekerta dimasa atau diera
kerajaan Budha ataupun Hindu dimasa lalu, yang dengan demikian
bukanlah berarti pengambilan penamaan tersebut sebagai sesuatu
yang kebudha-budhaan atau kehindu-hinduan, begitu juga dengan
penggunaan istilah RLA. Tetapi jika saja penggunaan istilah itu ada
yang tidak setuju, kemudian dikaitkan dengan teori Servant
Leadership dari Ken Blancard dan Mark Miller serta Peter Seuge
bisa saja digunakan istilah Kepemimpinan yang Melayani di
Lingkungan Polri, atau “10 Asas Kepemimpinan Yang Melayani di
Lingkungan Polri”. Penggunaan kata-kata melayani ini tentu saja
didasarkan pada tugas pokok Polri untuk melayani masyarakat
maupun makna dari seorang pemimpin itu sendiri, yang dikatakan
seorang pemimpin yang besar, yaitu pemimpin yang harus
melakukan pelayanan/ to serve baik kepada bawahannya atau
kepada rakyatnya. Seorang pemimpin yang besar harus senantiasa
bertanya secara terus menerus kepada diri sendiri, “Apakah saya
seorang pemimpin yang melayani atau seorang pemimpin yang
melayani diri sendiri atau bahkan ingin dilayani ?”.42 Implementasi
asas-asas kepemimpinan RLA pada setiap level kepemimpinan di
lingkungan Polri, dengan sendirinya akan mendorong percepatan
perubahan kultur Polri (mind set atau pola pikir dan cultur set atau
budaya kerja) menjadi polisi sipil yang tegas tetapi protagonis,
proaktif, legitimis, populis, humanis, demokratis, transparan,
akuntabilitas kepada publik dan dialogis.
42 Adi Sujatno, Teori Kepemimpian, Lemhannas R.I., Cetakan kedua, Jakarta, 2010, Hal. 10.
106
c. 10 Asas Kepemimpinan RLA di lingkungan Polri ini apabila
diimplementasikan khususnya dalam penegakan hukum peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pangan, maupun
dalam upaya-upaya yang nyata seperti keterlibatan perpolisian
masyarakat untuk ikut serta bersama-sama pemangku kepentingan
lainnya pada usaha produksi pangan, akan meningkatkan ketahanan
pangan. Peningkatan ketahanan pangan disini tidak hanya pada
sistem ketersediaan pangan saja seperti misalnya terpeliharanya
lahan pertanian pangan yang berkelanjutan, sehingga produksi
meningkat, tetapi juga pada sistem yang lain yaitu keterjangkauan,
konsumsi, pemberdayaan masyarakat maupun manajemen. Pada
sistem keterjangkauan pangan misalnya lancarnya distribusi pangan
yang dikarenakan seluruh aparat kepolisian membantu kelancaran
distribusi di lapangan, yang biasanya sering dikeluhkan oleh
pengusaha distribusi pangan banyaknya pungutan liar, sehingga
mengakibatkan biaya tinggi dan harga pangan menjadi lebih tinggi.
Dari sistem pemberdayaan masyarakat, kontribusi yang dapat dilihat
adalah keterlibatan para kelompok tani seperti Gapoktan maupun
kelompok masyarakat sipil lainnya yang independent dan peduli
terhadap petani dan nelayan untuk ikut secara aktif meningkatkan
harkat dan martabat dari para petani dan nelayan sendiri.
29. Saran a. Sungguhpun penulis sudah mencoba merumuskan ”10 Asas-
asas Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri”, disarankan kepada
Mabes Polri dalam hal ini Itwasum Polri, Asrena Kapolri, Kepala
Divisi Propam Polri khususnya Biro Profesi dan Divisi Hukum Polri
bersama Lemdikpol yang dapat diwakili oleh Sespimmen/ Sespimti
Polri merumuskan asas-asas kepemimpinan di lingkungan Polri.
Perumusan asas-asas kepemimpinan di lingkungan Polri disarankan
juga haruslah mampu mengadopsi nilai-nilai kepemimpinan nasional,
negarawan, kontemporer, visioner, kepemimpinan melayani maupun
tugas pokok Polri itu sendiri yang pada dasarnya kehadiran
organisasi Polri ditengah-tengah masyarakat harus memberikan
107
rahmat atau manfaat kepada sesamanya umat manusia maupun
bagi alam Indonesia serta seisinya dengan kemampuan pemberian
pelayanan yang prima. Karena itu disarankan juga penamaan asas-
asas kepemimpinan di lingkungan Polri itu nantinya adalah “asas-
asas kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin di lingkungan Polri”.
b. Mabes Polri, khususnya Badan Pemeliharaan Keamanan
(Baharkam) Polri perlu membuat nota kesepahaman atau MoU
dengan Kementerian Pertanian sebagai ujud keikut sertaan Polri
melalui pelaksanaan tugas-tugas perpolisian masyarakat (Polmas)
bersama berbagai pemangku kepentingan untuk membantu negara
meningkatkan ketahanan pangan. Sungguhpun tugas pokok Polri
dibidang pemeliharaan kamtibmas dan penegakan hukum, tetapi
tugas-tugas meningkatkan ketahanan pangan melalui sistem
peningkatan ketersediaan pangan, keterjangkauan dan konsumsi
pangan adalah juga bagian dari tugas pemeliharaan kamtibmas
untuk secara dini Polri mengatasi penyebab-penyebab atau
permasalahan kamtibmas seperti masalah kemiskinan, kebodohan
ataupun pengangguran. Dengan meningkatnya ketahanan pangan
sampai kepada keluarga ataupun individu maka permasalahan
kamtibmas dengan sendirinya akan semakin berkurang.
c. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dengan jajarannya
yaitu reserse di tingkat Polda, Polres dan Polsek perlu
menstrukturkan aparat penegak hukum dibidang perundang-
undangan yang berkaitan dengan pangan secara ad hok atau
setidaknya mengeluarkan suatu standar operasi prosedur khusus di
lingkungan Bareskrim Polri. Tujuannya adalah agar ada keseriusan
atau optimalisasi penegakan hukum peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan pangan. Setiap Polda perlu menargetkan
untuk menindak orang-orang, korporasi maupun pejabat yang telah
mengalih fungsikan lahan pertanian pangan misalnya sawah yang
masih berpotensi produksi dengan baik, tetapi dialih fungsikan
menjadi komplek perumahan, pertokoan dan lain-lain. Undang-
undang yang dapat dipakai misalnya UU No. 41 Tahun 2009
108
Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
maupun UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan lain-
lain yang berkaitan dengan pangan.
Jakarta, Oktober 2012
Peserta PPRA XLVIII/ 2012
Drs. Zulkarnain.Nomor Absen : 82