karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · web viewbanyak kendala...

24
MAKALAH PSIKOLOGI KLINIK ANAK PERILAKU DOKTER GIGI TERHADAP RASA TAKUT ANAK KELOMPOK 1 : 1. Sarnati (8495) 2. Faridah Yahdini (8497) 3. Dewa Ayu Dewi S.P (8604) 4. Rafika Chintya D. (8653) 5. Titik Okta Suryani (8655) 6. Ria Hartatama R. (8657) 7. Varadita Vebri (8661) 8. Yeni Witriani (8662) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA 1

Upload: nguyenphuc

Post on 03-Jul-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

MAKALAH PSIKOLOGI KLINIK ANAK

PERILAKU DOKTER GIGI TERHADAP RASA TAKUT ANAK

KELOMPOK 1 :

1. Sarnati (8495)

2. Faridah Yahdini (8497)

3. Dewa Ayu Dewi S.P (8604)

4. Rafika Chintya D. (8653)

5. Titik Okta Suryani (8655)

6. Ria Hartatama R. (8657)

7. Varadita Vebri (8661)

8. Yeni Witriani (8662)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2012

1

Page 2: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penyusun memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas

berkat rahmat-Nya lah penulisan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi klinik anak

semester empat. Sekaligus untuk menambah wawasan penulis, mengenai perilaku dokter gigi

terhadap rasa takut anak yang nantinya dapat di jadikan sebagai pegangan kita di masa

mendatang.

Banyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena

kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak, pada akhirnya makalah ini dapat terselesaikan

tepat waktu.

Penyusun menyadari terdapat beberapa materi yang belum penyusun sertakan

dalam makalah ini. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang

membangun guna perbaikan dalam penulisan selanjutnya di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis berharap agar makalah ini dapat berguna bagi para pembaca khususnya

dan juga berguna bagi nusa dan bangsa umumnya.

Yogyakarta, 9 April 2012

Penyusun

2

Page 3: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

DAFTAR ISI

Halaman sampul ............................................................................................................... i

Kata Pengantar ................................................................................................................. ii

Daftar isi........................................................................................................................... iii

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat .......................................................................................... 2

Bab 2. Pembahasan...........................................................................................................

2.1 Strategi Tahap Primer………………………………………………………… 3

2.2 Strategi Tahap Sekunder……………………………………………………… 6

2.3 Strategi Tahap Tersier………………………………………………………… 9

2.4 Kombinasi Perawatan Perilaku………………………………………………. 11

Bab 3. Penutup

3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 12

3.2 Saran................................................................................................................... 12

Daftar Pustaka.................................................................................................................. 13

BAB I

PENDAHULUAN

3

Page 4: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

A. Latar Belakang

Kesanggupan anak untuk bekerjasama selama perawatan merupakan kunci

keberhasilan perawatan gigi pada anak selain ditentukan oleh pengetahuan klinis dan

ketrampilan dokter gigi. Hal tersebut menyebabkan dokter gigi yang merawat pasien anak

harus mampu melakukan pengelolaan perilaku agar pasien bersikap kooperatif. Pada

umumnya, anak yang datang ke praktik dokter gigi berperilaku kooperatif dan dapat

menerima perawatan gigi dengan baik apabila diperlakukan dengan benar sesuai dengan

dasar-dasar pengelolaan perilaku. Namun, sebagian anak berperilaku non kooperatif serta

bersikap negatif pada perawatan gigi (Masitahapsari et al.,  2009).

Dalam melakukan perawatan gigi anak, terdapat tiga komponen yang harus

bekerja sama, agar perawatan dapat berlangsung dengan lancar. Komponen tersebut

digambarkan dalam bentuk segitiga yang dikenal sebagai segitiga perawatan gigi anak.

Pada segitiga tersebut, bagian sudut-sudutnya ditempati oleh dokter gigi, keluarga

(terutama ibu) dan anak sebagai pasien terletak pada puncak segitiga. Segitiga tersebut

saling berhubungan secara dinamik (Koch & Poulsen, 1991).

Masalah yang dihadapi oleh dokter gigi diantaranya adalah anak dengan

berbagai tingkah lakunya sesuai dengan perkembangan yang sedang berlangsung. Masalah

kedua, yang terletak disudut lain adalah keluarga (terutama ibu) yang diharapkan memberi

dukungan kepada dokter gigi dalam pelaksanaan perawatan gigi anaknya yang terkadang

memerlukan perhatian khusus sebelum perawatan anak dimulai.

Rasa takut dan cemas pada anak merupakan suatu pengalaman dental yang tidak

menyenangkan. Ketakutan dan kecemasan mempengaruhi tingkah laku anak dan lebih

jauh lagi menentukan keberhasilan perawatan gigi. Kecemasan merupakan suatu ciri

kepribadian dan ketakutan terhadap antisipasi bahaya dari sumber yang tidak dikenal,

sedangkan takut merupakan respon emosional terhadap sesuatu yang dikenal berupa

ancaman eksternal (Masitahapsari et al.,  2009).

Strategi pengelolaan rasa takut pada anak adalah dasar untuk memulai

perawatan dengan tujuan untuk mengembangkan sikap anak yang mau menjalankan

perawatan sehingga dicapai kesehatan gigi dan mulut tanpa menimbulkan rasa takut.

Selain itu, komunikasi merupakan dasar dari setiap perawatan yang akan dilakukan.

Efektivitas komunikasi dokter gigi-pasien dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan

kepuasan serta kenyamanan pasien. 

4

Page 5: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

Walaupun rasa takut terhadap perawatan gigi yang dilakukan dokter gigi bukan

masalah yang serius, tetapi merupakan hambatan bagi para dokter gigi dalam usaha

peningkatan kesehatan gigi di masyarakat. Oleh karena itu penanggulangan adanya rasa

takut terhadap perawatan gigi perlu dicarikan jalan keluarnya. Berdasarkan uraian latar

belakang di atas, penulis ingin membahas mengenai bagaimana perilaku dokter gigi

terhadap rasa takut anak pada perawatan gigi.

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dan manfaat penulisan makalah ini adalah :

1. Memberikan informasi kepada praktisi kesehatan dan mahasiswa

Kedokteran Gigi tentang tahap pendekatan sebagai strategi penangangan

rasa takut anak.

2. Memberikan pertimbangan dan info bagi tenaga kesehatan gigi dalam

tindakan bagaimana menangani pasien yang memiliki rasa takut.

3. Menganalisis strategi yang tepat untuk diterapkan kepada anak yang

memiliki rasa takut saat perawatan.

BAB II

PEMBAHASAN

5

Page 6: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

Ada beberapa tahap pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengatasi rasa takut anak,

yaitu:

A. Strategi Tahap Primer 

Pendekatan tahap primer bertujuan untuk membentuk lingkungan yang

aman tahap ini merupakan kunci keberhasilan dalam bekerja dengan anak yang akan

memberikan hasil yang baik. Hal ini disebabkan karena mereka dibantu untuk

memahami pikiran dan penatalaksanaan perawatan yang dilakukan dokter gigi

(Karolina, 2008).

Pendekatan Tell-Show-Do (TSD) sebagai metode persiapan dapat diterapkan

pada anak yang pertama kali berkunjung ke dokter gigi. Penatalaksanaan rasa takut

pada tahap ini hanya sebatas pendekatan Tell dan Show saja. Teknik ini digunakan

secara rutin dalam memperkenalkan anak pada perawatan profilaksis, yang selalu

dipilih sebagai prosedur operatif pertama. Anak diceritakan bahwa gigi-giginya

disikat, tujukkan sikat “khusus” tersebut dan bagimana sikat berputar

dalam handpiece, kemudian gigi-giginya disikat. Penjelasan tidak perlu panjang lebar,

karena hal ini akan cenderung membingungkan anak dan mungkin membangkitkan

kecemasan. Pada tahap ini diperlukan pujian karena tingkah laku yang baik selama

perawatan awal harus segera diberi penguatan dan selama perawatan selanjutnya.

Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi pada tahap ini adalah :

Memberikan pertanyaan sebelum, selama dan setelah perawatan. Hal ini dapat

membangkitkan rasa percaya dan memberikan kesempatan kepada anak untuk

bekerja sama.

Memberikan anak kesempatan memegang alat dan menjelaskan fungsi

masing-masing alat. Hal tersebut akan diharapkan rasa takut menjadi hilang

dan meningkatkan perhatian serta memberikan kesan bahwa mereka penting

sehingga dapat bekerja sama sukarela tanpa dipaksakan.

Memperkenalkan anak dengan ruang perawatan gigi dan perawatan akan

dilakukan sebaiknya tanpa membuat rasa takut, sehingga kepercayaan diri

anak dapat diperoleh dan rasa takut berubah menjadi keingintahuan dan

kooperatif.

6

Page 7: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

Tingkah laku dan umur yang berbeda pada anak menyebabkan dokter gigi

harus mampu untuk bersikap berbeda dalam mengatasinya. Pada anak yang berusia 2

tahun, sebaiknya dokter gigi memberikan alat bermain pada anak pada saat

wawancara atau pemeriksaan agar anak menjadi senang, segala sesuatu yang terkait

dengan kesehatan anak lebih banyak ditanyakan kepada orang tuanya. Demikian juga

dengan konseling lebih banyak ditujukan kepada orang tua (Blisa, 2010).

Strategi tersebut akan berhasil apabila ada kerjasama yang baik antara pasien

(anak), orang tua dan dokter gigi serta lingkungan fisik yang mendukung perawatan.

Untuk mendapatkan keberhasilan perawatan pada pasien yang memiliki rasa takut

adalah dengan menciptakan lingkungan yang aman untuk anak. Hal-hal yang menarik,

lingkungan fisik yang berorientasi pada anak dengan peralatan permainan dan

berkomunikasi dengan anak adalah sesuatu yang baik (Gambar 1). Hal ini

dikarenakan lingkungan psikologis yang aman dapat mempengaruhi tindakan atau

perasaan anak

Gambar 1. Komunikasi dan lingkungan fisik yang berorientasi pada anak dengan alat

permainan

Pasien yang menunggu perawatan pada umumnya cemas, dan kecemasan

dapat ditingkatkan oleh persepsi pasien tentang ruang praktik sebagai lingkungan

yang mengancam, tentang perawat, cahaya, bunyi, dan bahasa teknis yang asing bagi 

pasien. Membuat ruang penerimaan yang nyaman dan hangat sehingga anak merasa

tidak asing ketika memasukinya, Oleh karena itu dekorasi ruangan sangat memegang

peranan penting dan erat kaitannya dengan kondisi psikologis mereka (Pertiwi et al.,

2005).

7

Page 8: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

Pada saat anak memasuki ruang perawatan gigi dengan sejumlah perasaan

takut, hal yang pertama harus dilakukan oleh dokter gigi adalah menempatkan anak

senyaman mungkin dan mengarahkannya bahwa pengalamannya ini bukanlah hal

yang tidak biasa. Jika tempat praktik tidak terbatas hanya untuk pasien anak-anak,

salah satu metode yang efektif di antaranya adalah dengan pembuatan ruang tunggu

yang dibuat sedemikian rupa sehingga anak merasa berada di lingkungan rumahnya

sendiri (Pertiwi et al., 2005).

Gambar 2. Ruang tunggu dan ruang praktik dokter gigi yang nyaman untuk anak-anak

Musik yang lembut dapat memberikan efek baik pada orang tua maupun anak dalam

memecahkan keheningan di ruang tunggu. Bahan-bahan bacaan yang disediakan di ruang

tunggu tidak saja buat anak-anak, tetapi juga buat orang tuanya. Sediakan pula kursi dan meja

kecil bagi anak untuk duduk dan membaca. Buku-buku disediakan untuk semua usia anak.

Selain buku bacaan, dapat disediakan juga buku aktivitas, seperti buku mewarnai (Pertiwi et

al., 2005)

B. Strategi Tahap Sekunder 

8

Page 9: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

Pendekatan tahap sekunder bertujuan untuk menghilangkan rasa takut dengan

membentuk pola komunikasi yang baik dengan pasien. Tanda keberhasilan dokter gigi

mengelola pasien anak adalah kesanggupannya berkomunikasi dan memperoleh rasa

percaya diri dari anak sehingga anak dapat bersikap kooperatif. Komunikasi dengan

pasien berperan penting dalam mengurangi rasa takut pasien (Hmud & Walsh, 2009).

Komunikasi Verbal dan Non Verbal

Memberikan dukungan verbal dan meyakinkan pasien merupakan strategi

yang sering dilakukan. Pendekatan ini harus diadopsi oleh seluruh tim pada saat

berinteraksi dengan pasien (Hmud & Walsh, 2009). Banyak cara untuk memulai

komunikasi secara verbal, misalnya untuk anak kecil dapat ditanyakan tentang

pakaian baru, kakak adik, benda atau binatang kesayangannya, sedangkan untuk anak

besar dapat ditanyakan tentang sekolah, aktifitas, olah raga atau teman sebaya (Finn,

1973).

Untuk menciptakan kepercayaan pada anak yang berusia 2-6 tahun, dokter

gigi sebaiknya melibatkan anak dalam dialog dan semua diskusi dengan

menggunakan kata-kata sederhana. Banyak anak yang merasa senang dengan dokter

karena mereka dapat berkomunikasi dengannya. Pada saat berkunjung ke dokter gigi

mereka tidak takut, tetapi malah senang. Demikian pula dengan tindakan medis, anak

harus diberi penjelasan terlebih dahulu dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh

anak. Berbicara pada anak harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman sehingga

diperlukan “second language” (Budiyanti & Heriandi, 2001; Blisa, 2010). Beberapa

“second language” yang dapat membantu dokter gigi dalam melakukan perawatan

gigi pada anak antara lain :

Melakukan anastesi sebelum pencabutan gigi dapat digunakan istilah

“menidurkan gigi”.

Melakukan pembersihan dengan brush dan pumice dapat digunakan istilah

“memandikan dan mengkeramasi gigi”, kemudian mengeringkan dengan

tampon dapat digunakan istilah “menghanduki gigi”.

Mengebor untuk menghilangkan jaringan karies gigi dapat digunakan istilah

“membersihkan rumah kuman” dan lain-lain.

Untuk menciptakan kepercayaan anak pada usia 7-10 tahun, dokter gigi

sebaiknya menanyakan kegiatannya dan beri komentar yang positif, tanyakan pada

9

Page 10: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

anak tentang hal-hal yang sederhana dan konkret, beri tanggungjawab pada anak

terhadap tugas yang kita berikan, dan jangan lupa untuk menjelaskan tentang

pemeriksaan yang dijalani sesuai dengan daya piker anak. Sedangkan untuk anak

yang berusia 11-17 tahun, dokter gigi harus menghargai pendapat, kebutuhan dan

keterbatasan anak sebelum merekomendasikan sesuat (Blisa, 2010).

Komunikasi non verbal dapat dilakukan misalnya dengan menjabat tangan

anak, tersenyum dengan penuh kehangatan, menggandeng anak sebelum

mendudukkannya ke kursi gigi dan lain-lain

Strategi Perilaku Efektif

Selain strategi komunikasi di atas,  komunikasi efektif yang dapat dilakukan oleh

dokter gigi adalah dengan strategi perilaku. Strategi ini dapat digunakan dengan cepat dan

mengurangi rasa takut. Strategi perilaku efektif tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Waktu dan lamanya perawatan

Dokter gigi harus mengetahui waktu perawatan yang dibutuhkan karena pada

beberapa anak lamanya perawatan akan mempengaruhi tingkah lakunya. Terdapat

hubungan yang terbalik antara kooperatif dengan lamanya waktu perawatan. Menepati

janji untuk datang maupun lamanya perawatan adalah sangat penting (Finn, 1973).

Seorang resepsionis yang mencatat pasien dengan rasa takut dapat

menjadwalkan waktu yang cukup, sehingga memungkinkan dokter gigi memiliki

waktu lebih dalam menjelaskan prosedur secara hati-hati, dan kemudian melanjutkan

perlahan pengobatannya. Waktu yang paling baik dalam merawat anak adalah di pagi

hari saat anak tidak lelah. Anak sebaiknya tidak dibawa ke dokter gigi setelah

mengalami trauma emosi, misalnya ia baru saja kehilangan boneka kesayangannya,

karena penjanjian dengan dokter gigi akan membuat anak menjadi tidak kooperatif

(Finn, 1973; Hmud & Walsh, 2009).

2. Mengalihkan perhatian

Mengalihkan perhatian adalah suatu metode yang berguna untuk mengurangi

rasa takut, tidak nyaman, stress dan menghilangkan rasa bosan selama periode

perawatan. Semakin banyak mengetahui tentang anak, lebih besar taktik yang dapat

dilakukan untuk mengalihkan anak, untuk memberikan kesempatan melakukan

10

Page 11: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

prosedur perawatan yang diperlukan. Bahan pengalih yang terbukti membantu

mengurangi rasa takut anak misalnya radio, program anak di televisi dan lain-lain.

3. Hipnotis

Hipnotis dilakukan dengan mempengaruhi pikiran orang lain sehingga

anjuran-anjuran yang diberikan akan diterima dengan baik. Teknik ini hanya dapat

dilakukan pada pasien yang dapat bekerja sama. Hipnotis sering digunakan dalam

kedokteran gigi sebagai suatu metode untuk membantu pasien yang cemas agar rileks

dan meningkatkan kooperatif pasien.

4. Modifikasi tingkah laku (penguatan)

Penguatan dapat diartikan sebagai pengukuhan pola tingkah laku yang akan

meningkatkan kemungkinan tingkah laku tersebut terjadi lagi dikemudian hari.

Penguatan (reinforcement) terbukti mengurangi tingkah laku tidak kooperatif pada

anak dalam menjalani perawatan gigi (Finn, 1973; Andlaw & Rock, 1992). Hampir

semua benda menjadi penguat dokter gigi sehingga dapat meningkatkan hubungan

sosial dengan cara memberikan perhatian, doa, senyum dan pelukan. Benda penguat

yang dapat diberikan misalnya stiker, pensil dan lain-lain. Bentuk penghargaan lain

adalah hadiah dan ini dapat diberikan pada tahap akhir perawatan sebagai

penghargaan atas tingkah laku yang baik (Andlaw & Rock, 1992). Namun, upaya

yang terpenting dalam memperkuat tingkah laku adalah kasih sayang dan perhatian.

5. Kehadiran orang tua di dalam ruangan

Kehadiran orang tua di ruang praktik mempunyai pengaruh positif dalam

meningkatkan keamanan pada anak yang kurang berani. Sedangkan pendapat agar

orang tua sebaiknya berada di luar karena kehadiran orang tua dapat mengganggu

prosedur perawatan dan rasa takut yang dimiliki orang tua akan mempengaruhi anak.

Sebaiknya orang tua tidak ikut ke ruang praktik tanpa diminta oleh dokter gigi (Finn,

1973).

C. Strategi Tahap Tersier

11

Page 12: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

Pendekatan tahap tersier ditujukan kepada anak dengan rasa takut yang berat

dengan maksud menghilangkan rasa takut dan menyelesaikan perawatan gigi. Teknik

yang menjadi pilihan utama adalah desensitisasi sistemik dan modeling ataupun

kombinasi.

Desensitisasi

Desentisasi adalah suatu cara untuk mengurangi rasa takut atau cemas seorang

anak dengan cara memberikan rangsangan yang membuatnya takut atau cemas,

sedikit demi sedikit rangsangan tersebut diberikan terus, sampai anak tidak takut atau

cemas lagi. Prosedur ini dilandasi oleh prinsip belajar counterconditioning, yaitu

respon yang tidak diinginkan digantikan dengan tingkah laku yang diinginkan sebagai

hasil latihan yang berulang-ulang. Teknis desentisisasi ini sangat efektif untuk

menghilangkan rasa takut atau fobia (Tampubolon, 2010).

Prinsip macam terapi ini adalah memasukan suatu respon yang bertentangan

dengan kecemasan yaitu relaksasi. Pertama-tama subyek dilatih untuk relaksasi

dalam, salah satu caranya misalnya secara progresif merelaksasi berbagai otot, mulai

dari otot kaki, pergelangan kaki, kemudian keseluruhan tubuh, leher dan wajah. Pada

tahap selanjutnya ahli terapi membentuk hirarki situasi yang menimbulkan kecemasan

pada subyek dari situasi yang menghasilkan kecemasan paling kecil sampai situasi

yang paling menakutkan. Setelah itu subyek diminta relaks sambil mengalami atau

membayangkan tiap situasi dalam hirarki yang dimulai dari situasi yang paling kecil

menimbulkan kecemasan (Andlaw & Rock, 1992; Tampubolon, 2010). Pada tahap

desensitisasi ini, pasien dapat diberikan paparan stimulus berupa injeksi anestesi gigi,

aplikasi rubber dam, dan suara serta melihat bor gigi dengan menjelaskan hasilnya.

Modeling

Metode modeling adalah cara pendekatan yang sangat praktis, mudah dilakukan,

serta efektif mempersingkat waktu dalam perubahan perilaku pasien anak sehingga waktu

perawatan gigi menjadi lebih optimal. Teori “social learning” memprediksi bahwa pola

respon rasa takut pada anak-anak dapat dihilangkan dengan mengamati model yang

mendapatkan stimulus tanpa mengalami konsekuensi yang negatif.

Prinsip psikologis metode modeling yaitu belajar dari pengamatan model. Anak

diajak mengamati anak lain yang ketika dirawat giginya berperilaku kooperatif, baik

12

Page 13: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

secara langsung pada kursi gigi atau melalui film. Setelah metode modeling dikerjakan

maka diharapkan anak berperilaku kooperatif seperti model yang diamati. Pendekatan

tersebut efektif karena memberikan informasi yang jelas pada pasien tentang jenis

peralatan dan prosedur yang akan dihadapi (Masitahapsari et al.,  2009). Metode

modeling ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui model di film/ anak sebaya

(filmed/ in vivo modeling) dan melalui model yang ikut berpartisispasi dalam perawatan

secara langsung (participant modeling) dalam memperkenalkan perawatan gigi (Gambar

3). Metode ini efektif pada anak dengan umur 4-9 tahun dan hanya beberapa efektif pada

anak yang lebih muda dari umur 4 tahun (Catherine, 2004).

                    1.  Filmed modeling                                       2. Participant modeling

Modeling adalah modifikasi perilaku untuk pasien anak yang masih usia

muda, anak dapat belajar tentang pengalaman ke dokter gigi dengan melihat anak-

anak lain menerima perawatan. Strategi ini tidak hanya mengajarkan anak yang belum

pernah menerima perawatan tentang apa yang diharapkan darinya, tetapi lebih penting

adalah mendemonstrasikan apa yang diharapkan dari anak. Strategi ini efektif dalam

mengatasi rasa takut selama kunjungan pertama perawatan gigi pada pasien anak.

Metode ini dapat diterapkan dengan mudah dalam ruang praktik (Melamed et al.,

1975).

D. Kombinasi Perawatan Perilaku

13

Page 14: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

Kombinasi perawatan perilaku menunjukkan hasil yang jauh lebih baik.

Penggunaan metode dengan menggabungkan beberapa metode pada suatu paket

perawatan. Pasien yang takut diajarkan rileks dan kemudian menunjukkan film model

disaat rileks. Modeling dan desensitisasi dapat diterapkan sekaligus, dengan

pengkombinasian dua cara ini akan diperoleh hasil yang memuaskan. Modeling dan

desensitisasi  juga dapat mengurangi rasa cemas orang tua pada perawatan gigi

anaknya. Merubah perilaku dengan cara modeling dan desensitisasi dapat diterapkan

baik di klinik gigi maupun praktik pribadi.

BAB III

14

Page 15: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

PENUTUP

A. Kesimpulan

Strategi perilaku dokter gigi sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan

rasa takut anak pada saat perawatan. Tahap pendekatan primer merupakan strategi

utama dalam mengatasi permasalahan tersebut. Selain itu, terdapat tahap pendekatan

sekunder, pendekatan tersier serta didukung dengan strategi perilaku efektif yang

dapat diterapkan sesuai situasi dan kondisi pasien.

Pada tahap pendekatan tersier, terdapat beberapa metode yang dapat

diterapkan untuk pasien anak yang memiliki rasa takut yang besar. Namun,

kombinasi perawatan perilaku modeling dan desensitisasi menunjukkan hasil yang

jauh lebih baik. Metode ini dapat mengurangi rasa cemas orang tua pada perawatan

gigi anaknya. Merubah perilaku dengan cara modeling dan desensitisasi dapat

diterapkan baik di klinik gigi maupun praktik pribadi.

B. Saran

Agar perawatan dapat berlangsung dengan lancer, tiga komponen (dokter,

pasien, dan orang tua) harus saling bekerja sama.

Perlu memahami tingkah laku anak sesuai dengan perkembangan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

15

Page 16: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../2016/06/rasa-takut-anak.docx · Web viewBanyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena kerjasama dan dukungan

Koch, Poulsen. 1991. Pedodontics: A Clinical Approach. Copenhagen: Munksgaard

Finn SB. 1973. Clinical Pedodontics 4th ed. Philadelphia: WB Saunders Company

Marsihapsari BN. 2009. Pengelolaan Rasa Cemas Dengan Metode Modelling pada Pencabutan

Gigi Anak Perempuan Menggunakan Anastesi Topikal. J. Ked. Gi. 1 : 79-86

Karolinna Y 2000. Masalah Rasa Takut pada Kedokteran. Medan: USU e-respitory

16