darmadi18.files.wordpress.com · web viewbab i pendahuluan latar belakang seperti yang telah kita...

189
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti yang telah kita ketahui, Indonesia merupakan negara agraris, di mana sebagian besar penduduknya adalah petani. Sehingga sangat dibutuhkan sistem irigasi yang tepat guna agar penyediaan air di sawah terpenuhi dan dapat meningkatkan produksi pertanian. Pola tata tanam yang tepat juga mutlak dibutuhkan sesuai dengan kondisi iklim dan geologi yang ada. Kebutuhan air di sawah (dinyatakan dalam mm/hari atau lt/dt/Ha), ditentukan oleh faktor-faktor: a. Penyiapan lahan b. Penggunaan air konsumtif c. Perkolasi dan rembesan d. Pergantian lapisan air e. Curah hujan efektif Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air tanaman: a. Topografi Lahan yang miring membutuhkan air lebih banyak dari pada lahan yang datar, karena air akan lebih cepat mengalir menjadi aliran permukaan dan hanya

Upload: hakhanh

Post on 10-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti yang telah kita ketahui, Indonesia merupakan negara agraris, di

mana sebagian besar penduduknya adalah petani. Sehingga sangat dibutuhkan

sistem irigasi yang tepat guna agar penyediaan air di sawah terpenuhi dan

dapat meningkatkan produksi pertanian. Pola tata tanam yang tepat juga

mutlak dibutuhkan sesuai dengan kondisi iklim dan geologi yang ada.

Kebutuhan air di sawah (dinyatakan dalam mm/hari atau lt/dt/Ha),

ditentukan oleh faktor-faktor:

a. Penyiapan lahan

b. Penggunaan air konsumtif

c. Perkolasi dan rembesan

d. Pergantian lapisan air

e. Curah hujan efektif

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air tanaman:

a. Topografi

Lahan yang miring membutuhkan air lebih banyak dari pada lahan yang

datar, karena air akan lebih cepat mengalir menjadi aliran permukaan dan

hanya sedikit yang mengalami infiltrasi, sehingga kehilangan air lebih

besar.

b. Hidrologi

Makin besar curah hujan maka makin sedikit kebutuhan air tanaman,

karena hujan efektif akan menjadi besar.

c. Klimatologi

Digunakan untuk rasionalisasi penentuan laju evaporasi dan

evapotransportasi.

d. Tekstur Tanah

Tanah yang baik untuk pertanian ialah tanah yang mudah dikerjakan dan

bersifat produktif yaitu tanah yang memberi kesempatan pada akar

tanaman untuk tumbuh dengan mudah, menjamin sirkulasi air dan udara,

serta baik pada zona perakaran dan secara relative memiliki persediaan

hara dan kelembaban yang cukup.

Dalam tugas besar ini, selain merencanakan kebutuhan air irigasi kami

juga merencanakan jaringan irigasi serta bangunan utama irigasi dan

komponen pelengkapnya.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan tugas besar ini antara lain:

1. Mengetahui kebutuhan air untuk irigasi

2. Mengetahui dimensi saluran yang diperlukan

3. Dapat mendesain bendung beserta komponen-komponen pelengkapnya

4. Mengetahui kestabilan bendung yang direncanakan dalam keadaan normal

dan banjir serta pada kondisi gempa

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi diperkirakan untuk menentukan skala final proyek

yaitu dengan jalan melakukan analisis sumber air untuk keperluan irigasi.

Kebututuhan air meliputi masalah persediaan air, baik air permukaan maupun air

bawah tanah, begitu pula masalah manajemen dan ekonomi proyek irigasi.

Kebutuhan air telah menjadi faktor yang sangat penting dalam memilih keputusan

tentang perbedaan pendapat dalam sistem sungai utama dimana kesejahteraan

masyarakat dari lembah, negara, dan bangsa tercakup. Sebelum sumber air dari

suatu daerah aliran di daerah kering dan setengah kering dapat ditentukan secara

memuaskan, pertimbangan yang hati-hati harus dicurahkan kepada kebutuhan air

(consumptive use) pada berbagai sub aliran.

2.1.1 Evaporasi

Perlu diketahui Evaporasi adalah suatu peristiwa perubahan air menjadi uap

air. Laju evaporasi dipengaruhi oleh lamanya penyinaran matahari, angin,

kelembapan udara, dan lain-lain. Evaporasi meliputi perpindahan massa fluida

dari permukaan fluida kedalam atmosfir dan sesuai dengan hal itu akan

diharapkan mengikuti hukum penyebaran massa seperti dibahas dalam pasal 1.5.

sehingga persamaan dasar diharapkan adalah dalam bentuk:

E= -k

Dimana E adalah besarnya evaporasi , e adalah tekanan uap (menunjukkan

pemusatan massa fluida dalam udara), z adalah jarak tegak dan k adalah koefisien

perpindahan. Kecuali kasus yang jarang tentang keadaan atmosfir yang sangat

stabil dibawah mana tidak terdapat turbulensi, koefisien perpindahan tergantung

dari keadaan atmosfir, seperti kecepatan angin, tekanan, energi dari matahari,

kepekaan dengan mana air tersebut dipanaskan, dan lain-lain. Tekanan uap

tergantung dari temperatur kelembaban relative dan kadar garam. Bentuk yang

paling sederhana dari persamaan diatas yang bisa disebut hukum Dalton.

E= k

Dimana ew adalah tekanan uap basah sehubungan dengan temperatur

permukaan air, ea adalah tekanan uap dari udara diatas permukaan air dan

adalah ketebalan dari lapisan film yang tipis pada permukaan diatas mana tekanan

uap diharapkan berubah dari ew ke e . sering diserap kedalam koefisien

perpindahan untuk menyatakan.

E= b

Kesulitan yang praktis terletak dalam penentuan faktor b. Percobaan

terkendali (model) dengan menggunakan standart panci evaporasi biasanya

berdaya guna untuk menetapkan persamaan diatas dari segi keadan atmosfir.

Panci yang diisi dengan air didirikan diatas tanah atau pada permukaan waduk dan

perubahan ketinggian pada panci diukur dengan teratur secara bersama-sama

denga kecepatan angin, temperatur atmosfir dan temperatur air. Bentuk yang telah

diubah dari beberapa hasil yang diperoleh dari percobaan panci dinyatakan dalam

daftar dibawah ini.

1. Diusulkan oleh Morton

E= 42.4(0.6+0.1 )

2. Diusulkan oleh Rohwer

E= 0.0771(1.465-0.000733p)(0.44+0.118)

3. Diusulkan oleh Horton

E= 0.042-exp(0.2)

4. Rumus lainnya (Penman)

E= 0.035(1+0.24 ) (padang rumput)

Dan

E= 0.050(1+0.24 ) (dari permukaan air)

Dalam semua uraian, E diukur dalam cm per hari, adalah kecepatan angin

dalam mil per jam dalam ketinggian disekeliling panci, p adalah tinggi tekanan

atmosfer dalam m merkuri, berturut-turut adalah tekanan uap air dalam

permukaan dan tekanan udara dalam mm merkuri, dan adalah tekanan uap air

pada titik embun juga dalam mm merkuri, dalam rumus Penman adalah

tekanan uap air jenuh sehubungan dengan temperatur udara.

Dimana diketahui pada rumus evaporasi panci untuk menentukan evaporasi

dari volume air alami yang besar, dibatasi oleh banyak faktor, diantaranya adalah:

1. Kenyataan bahwa perpindahan panas dari suatu volume air yang

kecil pada panci tertentu adalah berbeda dari suatu volume air yang

besar (kira-kira 0.7 untuk panci tanah dan 0.8 untuk panci terapung)

biasanya diperkenalkan apabila rumus panci digunakan pada volume

air yang sedang dan besar.

2. Sifat dan ukuran dari permukaan yang terbuka yang mempunyai

pengaruh yang berarti pada bersanya evaporasi. Besarnya evaporasi

tidak dapat sebanding dengan luas panci untuk sisi dinding, tumbuh-

tumbuhan dan lain-lain

3. Pengaruh gelombang, riak dan gangguan-gangguan lainnya yang

mempengaruhi perlapisan panas dan ketidak stabilan berat jenis;

4. Perbedaan dalam ketinggian, pada kecepatan angin, temperatur dan

jumlah atmosfer lainnya diukur.

2.1.2 Pola Tata Tanam

Yang dimaksud Pola tata tanam adalah jadwal tanam dan jenis tanaman

yang diberikan pada suatu jaringan irigasi. Untuk memenuhi kebutuhan air bagi

tanaman. Penentuan pola tata tanam merupakan hal yang perlu dipertimbangkan.

Tabel dibawah ini merupakan contoh pola tata tanam yang tepat dipakai.

Tabel Pola Tata Tanam

Ketersediaan air untuk irigasi Pola Tanam Dalam Satu Tahun

1, tersedia air cukup banyak Padi-Padi-Palawija

2, tersedia air dalam jumlah cukup Padi-Padi-Bera-Padi-Palawija-

Palawija

3, daerah yang cenderung kekurangan

air

Padi-Palawija-Bera-Palawija-Padi-

Bera

2.1.3 Koefisien Tanaman

Ada beberapa tanaman dapat bertahan hidup pada tanah yang muka airnya

dangkal untuk waktu pendek, sedang tanaman yang lain tidak dapat bertahan

hidup di bawah keadaan yang sama. Untuk tanah yang mempunyai koefisien yang

berat, tanaman harus dipilih yang dapat mentolerir permukaan air tanah yang

dangkal maupun garam yang berlebih. Semanggi, arbei, ruput bermuda, dan

semanggi manis mempunyai bagian yang popular terhadap karateristik ini.

2.1.4 Kebutuhan Air Tanaman

A. Penyiapan Lahan

Dalam penyiapan lahan, kebutuhan air umumnya dengan menentukan

kebutuhan air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang

menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah:

a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan

penyiapan lahan.

b. Jumlah air yang diperlukan.

Faktor faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan

adalah:

a. Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk

menggarap tanah.

b. Perlu memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu

untuk menanam padi sawah atau padi ladang kedua.

Faktor-faktor tersebut sangat saling berkaitan, kondisi sosial, budaya yang

ada di daerah penanaman padi akan mempengaruhi lamanya waktu diperlukan

untuk penyiapan lahan. Untuk daerah irigasi baru, jangka waktu penyiapan lahan

akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan yang berlaku di daerah-daerah sekitarnya.

Sebagai pedoman diambil jangka waktu 1.5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan

lahan diseluruh petak tersier.

Bilamana untuk penyiapan lahan diperkirakan akan dipakai peralatan mesin

secara luas, maka jangka waktu penyiapan lahan akan diambil 1 bulan.

Perlu diingat bahwa transplantasi (perpindahan bibit ke sawah) mungkin

sudah diambil setelah 3 sampai 4 minggu di beberapa bagian petak tersier dimana

pengolahan sudah selesai.

B. Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan

Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat

ditentukan berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di sawah.

Dalam musim kemarau dimana keadaan air mengalami kritis , maka

pemberian air tanaman akan diberikan / diperioritaskan kepada tanaman yang

telah direncanakan.

Dalam sistem pemberian air secara bergilir ini, permulaan tanam tidak

serentak, tetapi bergilir menurut jadwal yang ditentukan, dengan maksud

penggunaan air lebih efisien. Sawah dibagi menjadi golongan-golongan dan saat

permulaan pekerjaan sawah bergiliran menurut golongan masing-masing.

Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem giliran adalah:

- Timbulnya komplikasi sosial

- Eksploitasi lebih rumit

- Kehilangan akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi

- Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya

lebih sedikit waktu tersedia untuk tanaman kedua

- Daur/siklus gangguan serangga, pemakaian insektisida

2.1.5 Perkolasi

Adapun yang dimaksud Perkolasi adalah besarnya air yang masuk dari

lapisan tanah tak jenuh (unsaturated) ke lapisan tanah jenuh (saturated). Infiltrasi

ialah masuknya air (besarnya air merembes) dari permukaan tanah ke lapisan tak

jenuh (unsaturated). Pada tanaman ladang, perkolasi air kedalam lapisan tanah

bawah hanya akan terjadi setelah pemberian air irigasi. Dalam

mempertimbangkan efisiensi irigasi, perkolasi hendaknya diperhitungkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi :

1. Tekstur tanah → tekstur tanah yang halus, daya perkolasi kecil, dan

sebaliknya

2. Permebilitas tanah → makin besar permeabilitas, makin besar daya

perkolasi

3. Tebal top soil → makin tipis lapisan tanah bagian atas, makin kecil daya

perkolasi

4. Letak permukaan air tanah → makin dangkal muka air tanah, makin kecil

daya perkolasi

5. Kedalaman lapisan impermeable → makin dalam, makin besar daya

perkolasi

6. Tanaman penutup → lindungan tumbuh-tumbuhan yang padat

menyebabkan infiltrasi semakin besar yang berarti perkolsai makin besar

pula.

Pola petak sawah, perkolasi dipengaruhi :

1. Tinggi genangan

2. Keadaan pematang

Perkiraan besarnya infiltrasi dan perkolasi berdasarkan jenis tanah :

1. Sandy loam : 1 + P = 3 s/d 6 mm/hari (apabila pasir dilepas tidak ada yg

nempel)

2. Loam : 1 + P = 2 s/d 3 mm/hari (apabila pasir dilepas masih

lengket)

3. Clay loam : 1 + P = 1 s/d 2 mm/hari (apabila pasir dilepas semua

lengket)

Laju perkolasi sangat tergantung kepada sifat-sifat tanah. Pada tanah

lempung berat dengan karakteristik pengolahan yang baik laju perkolasi dapat

mencapai 1-3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, lalu perkolasi bisa

lebih tinggi. Dari hasil-hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan,

perlurusan besarnya laju perkolasi serta tingkat kecocokan tanah untuk

pengolahan tanah dapat ditetapkan dan dianjurkan pemakaiannya. Guna

menentukan laju perkolasi, tinggi muka air tanah juga harus diperhitungkan.

Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah.

2.1.6 Pengolahan Tanah Persemaian

Dalam pengolahan tanah persemian, kebutuhan air untuk penyiapan lahan

umumnya menentukan kebutuhan air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-

faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan

adalah :

a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan

lahan

b. Jumlah air yang diperlukan

Faktor-faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan

lahan adalah:

- Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk

menggarap tanah.

- Perlu memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu

untuk menanam padi sawah atau padi ladang kedua.

2.1.7 Curah Hujan Andalan Dan Curah Hujan Efektif

Untuk daerah yang dipakai sebagai contoh, pada irigasi padi, curah hujan

efektif bulanan diambil 70% dari curah hujan minimum tengah bulanan dengan

periode ulang 5 tahun.

Rc = 0,7 x ½ Rs (setengah bulanan dengan T = 5 tahun )

Rc = curah hujan efektif (mm/hari)

Rs = curah hujan minimum dengan periode ulang 5 tahun (mm)

2.1.8 Pergantian Lapisan Air

Penggantian lapisan air dilakukan menurut kebutuhan, dan biasanya

dikerjakan setelah pemupukan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu. Lakukan

penggantian sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm ( atau 3,3 mm/hari selama ½

bulan ) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi.

Ketentuan :

1. WLR diperlukan saat terjadi pemupukan maupun penyiangan, yaitu 1-2

bulan dari pembibitan (transplanting).

2. WLR = 50 mm (diperlukan pergantian lapisan air yang besarnya

diasumsikan = 50 mm) KP bagian penunjang.

3. Jangka waktu WLR = 1,5 bulan (selama 1,5 bulan air digunakan untuk

WLR sebesar 50 mm ).

Contoh perhitungan dalam 15 hari :

WLR = 50 mm selama 1,5 bulan

didapat WLR/15 hari = 50 mm : 3 periode = 16,67 mm/15 hari

WLR / hari = 50 mm : 45 hari = 1,11 mm/hari

2.1.9 Efisiensi Irigasi

Kehilangan air irigasi pada saluran yang disebabkan penguapan, rembesan

dan kekurangan telitian dalam eksploitasi adalah efisiensi irigasi. Air yang

diambil dari sumber air atau sungai yang di alirkan ke areal irigasi tidak semuanya

dimanfaatkan oleh tanaman. Dalam praktek irigasi terjadi kehilangan air.

Kehilangan air tersebut dapat berupa penguapan di saluran irigasi. Rembesan dari

saluran atau untuk keperluan lain (rumah tangga).

A. Efisiensi pengaliran

Jumlah air yang dilepaskan dari bangunan sadap ke areal irigasi mengalami

kehilangan air selama pengalirannya. Kehilangan air ini menentukan besarnya

efisiensi pengaliran.

EPNG = (Asa / Adb) x 100%

Dengan :

EPNG = efisiensi pengairan

Asa = air yang sampai di irigasi

Adb = air yang diambil dari bangunan sadap

B. Efisiensi pemakaian

Adalah perbandingan antara air yang dapat ditahan pada zona perakaran

dalam periode pemakaian air dengan air yang diberikan pada areal irigasi.

EPMK = (Adzp / Asa) x 100%

Dengan :

EMPK = efisiensi pemakaian

Asa = air yang sampai (diberikan) diareal irigasi

Adzp = air yang ditahan pada zona perakaran

C. Efisiensi penyimpanan

Apabila keadaan sangat kekurangan jumlah air yang dibutuhkan untuk

mengisi lengas tanah pada zona penakaran adalah Asp (air tersimpan penuh) dan

air yang diberikan adalah Adb maka efisiennya :

EPNY = (Adk / Asp) x 100%

Dengan :

EPNY = efisiensi penyimpanan

Asp = air yang tersimpan

Adk = air yang diberikan

Sesungguhnya jenis efisiensi tidak terbatas seperti tertulis diatas karena

nilai efisiensi dapat pula terjadi pada saluran primer, bangunan bagi, saluran

sekunder dan sebagainya.

Secara prinsip nilai efisiensi adalah:

EF = x 100 %

Dengan :

EF = efisiensi

Adbk = air yang diberikan

Ahl = air yang hilang

2.1.10 Perhitungan Kebutuhan Air

Kebutuhan air irigasi pada tanah pertanian untuk satu unit luasan

dinyatakan dalam rumus berikut :

IR = Cu + P + Pd + N – Re

Dengan :

Ir = Kebutuhan air irigasi (mm).

Cu = Penggunaan konsumtif tanaman (mm)

P = Kehilangan air akibat perkolasi (mm/hr).

Pd = kebutuhan air untuk pengolahan tanah (mm).

N = kebutuhan air untuk pengisian tanah persemaian (mm).

Re = Curah hujan efektif (mm).

Kebutuhan air irigasi total yang diukur dalam pintu pengambilan atau intake

adalah besarnya kebutuhan air (m /det) di intake yang didasarkan dari kebutuhan

air di sawah dibagi efisinsi (%) saluran.

Dinyatakan dengan rumus :

IR = DR =

Dimana :

NFR = Kebutuhan air irigasi di sawah.

IR = Kebutuhan air irigasi (Irrigation Requirement ).

A. Menurut Metode Kriteria PU

a. Kebutuhan air disawah

NFR = Etc + P - R + WLR

Dimana :

NFR = kebutuhan air bersih disawah (ml/dt/hari).

Etc = evapotranspirasi potensial (mm/hari).

P = perkolasi (mm/hari).

Reff = curah hujan efektif (mm).

WLR = pergantian lapisan air (mm).

b.Kebutuhan air untuk tanaman padi.

IR = NFR / I

Dimana:

I = efisiensi irigasi

c.Kebutuhan air irigasi untuk tanaman palawija

IR =

Dimana:

Etc = evapotransi potensial (mm/hari)

P = perkolasi (mm/hari)

R = curah hujan efektif (mm)

WLR = pergantian lapisan air (mm)

d.Kebutuhan air irigasi untuk penyimpanan lahan

IR =

Dimana :

IR = kebutuhan air penyiapan lahan (mm/hari)

M = kebutuhan air untuk mengganti air yang hilang akibat evaporasi dan

perkolasi disawah yang telah dijenuhkan (mm/hari)

K = MT/S

T = jangka waktu penyiapan lahan (hari)

S = air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan 50 mm

B. Menurut Metode Water Balance

Kebutuhan air irigasi disawah

a. Untuk tanaman padi :

NFR = CU + Pd + NR + P - R

b. Untuk tanaman palawija :

NFR = Cu + P - R

Dimana :

NFR = kebutuhan air disawah (1 mm/hari x 10.000/24 x 60 x 60 = 1

lt/dt/ha

Cu = kebutuhan air tanaman (mm/hari)

NR = kebutuhan air untuk pembibitan (mm/hari)

P = perkolasi (mm/hari)

R = curah hujan efektif (mm)

2.1.11 Sistem Giliran

Selama musim kemarau sering terjadi kekurangan air irigasi, terutama pada

petak yang terakhir. Jika hal ini terjadi, pengairan saluran-saluran harus digilir

untuk menghilangi kehilangan air yang banyak selama pengangkutan.

Debit minimum suatu saluran berbeda-beda, tergantung luas sawah yang

ditanami dan luas sawah yang mendapat air dari saluran tersebut. Untuk keperluan

itu perlu diperhitungkan hal-hal sebagai berikut :

a. Pembagian air tidak kurang dari 20 lt/dt. Untuk menjamin hal tersebut

pemberian air digilir.

b. Seluruh jaringan tersier tergilir, jika jumlah air bersesuaian dengan FPR 0,10

lt/dt/ha.

c. Prioritas pemberian air disesuaikan dengan P>W>R.

Jadwal pemberian disiapkan untuk masing-masing saluran tersier, dan

diberitahukan ke tiap desa. Jadwal penggiliran didasarkan pada periode

10 harian dan LPR dari tersier-tersier.

Pembagian sampai pada pintu tersier akan diawasi oleh juru, sedangkan

dalamjaringan diawasi oleh ulu-ulu (sambong).

Juru dan pengamat akan turun tangan dalam pembagian air di petak

tersier, hanya jika terjadi perselisihan di desa-desa.

Keterangan : FPR (Factor Polowijo Relatif) adalah perbandingan antara debit

minimum terhadap LPR.

Rumus :

FPR = Q/LPR

Dimana:

Q = Debit air minimum

LPR = Angka perbandingan antara satuan luas baku terhadap polowijo yang

berdasarkan jumlah kebutuhan satuan air terhadap tanaman polowijo.

Besar LPR di Jawa Timur

1. Polowijo : 1

2. Pembibitan padi gadu ijin : 20

3. Garapan padi gadu ijin : 6

4. Tanaman padi gadu ijin : 4

5. Padi gadu tidak ijin : 1

6. Tebu muda : 1,5

7. Tebu bibit : 1,5

8. Tebu tua : 0

9. Tembakau : 1

10. Beru : 0

Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari sistem giliran adalah:

- Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak.

- Kebutuhanpengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal waktu

pemberian air irigasi (pada perioda pengolahan lahan).

Sedangkan yang tidak menguntungkan adalah:

- jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama akibat lebih sedikit

waktu tersedia untuk tanaman.

- kehilangan air akibat eksploitasi ssedikit lebih tinggi.

2.1.12 Sistem Golongan

Guna mendapat tanaman dengan pertumbuhan yang optimal, produktivitas

tinggi, maka yang harus diperhatikan dalam pembagian air harus secara merata ke

semua petak tersier dalam jaringan irigasi.

Sumber air tidak selalu dapat menyediakan air irigasi yang dibutuhkan,

sehingga harus dibuat rencana pembagian air yang baik, agar air yang tersedia

dapat dapat dibutuhkan secara merata dan seadil-adilnya. Kebutuhan air yang

tertinggi untuk sutau petak tersier adalah Qmax, yang dapat sewaktu

merencanakan seluruh sistim irigasi. Besarnya debit Q yang tersedia tidak tetap,

tergantung pada sumber dan jenis tanaman yang harus dialiri.

Pada saat dimana air tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman

dengan pengaliran menerus, maka pemberian air tanaman dilakukan dalam sistem

pemberian air secara bergilir, dengan tujuan menggunakan air lebih efisien.

Sawah dibagi menjadi golongan-golongan saat permulaan pekerjaan sawah

bergiliran menurut golongan masing-masing

Adapun kelebihan :

a. berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak.

b. kebutuhan pengambilan puncak bertambah secara berangsur-angsur pada awal

waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan)

Adapun kekurangan:

a. Timbulnya komplikasi sosial.

b. Eksploitasi rumit.

c. Kehilangan akibat eksploitasi sediit lebih tinggi.

d. Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih

sedikit waktu yang tersedia untuk tanaman yang kedua.

e. Daur/siklus gangguan serangga, pemakaian insektisida.

Persediaan air dalam jangka waktu satu tahun tetap tidak, artinya ada bulan-

bulan yang persediaan airnya cukup ada pula yang tidak. Pada musim hujan padi

mulai ditanam. Penggarapan tanah dilakukan pada awal musim hujan dimana

persediaan air pada waktu itu masih sangat sedikit. Jika seluruh lahan

menggunakan air pada waktu yang sama kebutuhan air tidak akan tercukupi.

Mengingat hal tersebut dalam sistem penanaman padi raeding, lahan dibagi

menjadi beberapa golongan.

Apabila penggarapan tanah untuk penanaman padi dimulai diseluruh areal

dalam suatu daerah pengaliran dalam jangka waktu yang bersamaan, maka

kebutuhan air maksimumnya akan melampaui daya tampung saluran maupun

kemampuan daya guna airnya.

System golongan adalah mencari (memisah-misahkan) periode-periode

pengolahan (penggarapan) dengan maksud menekan kebutuhan air maksimum.

Pengatuiran-pengaturan umum tehadap golongan-golongan adalah sebagai

berikut:

a. Tiap jaringan induk dibagi menjadi tiga golongan A,B,C. Tiap golongan

dadakan sampai seluruh petak-petak tersier dengan cara menggolongkan baku-

baku sawah yang seharusnya hampir sama menjadi masing-masing golongan.

b. Tiap golongan A,B,C digilir.

c. Untuk keperluan pengolahan tanahnya (garapan), masing-masing golongan

menerima air selama dua periode sepuluh harian mulai dari golongan A.

d. Tanaman padi gadu yang masih ada di sawah diberi air dengan cukup.

Ijin dimulainya golongan-golongan akan datang dari seksi. Cabang seksi

harus menjamin bahwa seksi mempunyai data-data yang tepat mengenai tanaman,

debit dan curah hujan dari tahun-tahun yang telah lalu untuk digunakan menjadi

dasar perhitungan terhadap permulaan tanggal dan masing-masing golongan.

Tiap golongan harus diberi batas yang tetap. Tiap-tiap tahun pengaturan

golongan digilir, sehingga keuntungan atau kerugian bagian dapat terbagi secara

merata.

Prosedur-prosedur yang digunakan pada sistem golongan adalah:

a. Dibuat batas-batas golongan yang pasti pada batas-batas primer atau sekunder,

dalam tiga bagian yang kira-kira hampir sama. Pemberian air ke petak tersier

tidak langsung mengambil dari saluran primer maupun saluran sekunder.

b. Setelah diteliti dan dibenarkan seksi dan menyetujui panitia irigasi, golongan-

golongan diberi tanda tetap di peta-peta pengairan. Setelah itu dibuat daftar

desa-desa serta petak-petak di masing-masing golongan lalu dikirim ke

semua-desa-desa yang bersangkutan.

c. Setelah mempertimbangkan adanya tanaman-tanaman yang masih ada

disawah, pengamat mengusulkan ke seksi tentang pengaturan golonga-

golongan untuk musim yang akan datang.

d. Langkah selanjutnya adalah mengadakan pertemuan dengan panitia irigasi

untuk mempertimbangkan rencana tanaman musim penghujan.

e. Pada pertemuan ini akan ditentukan adanya golongan-golongan oleh sekertaris

panitia irigasi sebelum permulaan musim penghujan desa-desa yang

bersangkutan akan diberi tahu tantang aturan golongan baru.

Sistem golongan dikerjakan sebagai berikut :

No Periode Golongan A Golongan B Golongan C

1 s/d hari kesatu Garapan tanah untuk _ _

    pembibitan    

2Hari ke 1 - 20

Bibit dan garap tanah untuk

Garap tanah untuk _

    tanaman padi pembibitan  

3Hari ke 21 - 40 pemindahan tanaman Bibit dan garap Garap tanah

      tanah untuk pembibitan

4Hari ke 41 - 60 tanaman padi

Pemindahan tanah

Bibit dan garap tanah

       untuk tanaman

padi

5Hari ke 61 - dst

Tidak ada pembagian air _ _

         

2.2 Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi terdiri dari petak-petak tersier, sekunder dan primer yang

berlainan antara saluran pembawa dan saluran pembuang terdapat juga bangunan

utama, bangunan pelengkap, yang dilengkapi keterangan nama luas dan debit.

Petak tanah yang memperoleh air irigasi adalah petak irigasi. Sedangkan

kumpulan petak irigasi yang merupakan satu kesatuan yang mendapat air irigasi

melalui saluran tersier yang sama disebut petak tersier. Petak tersier menduduki

menduduki fungsi sentral, luasnya sekitar 50-100 Ha, kadang-kadang sampai 150

Ha. Pemberian air pada petak tersier diserahkan pada petani. Jaringan yang

mengalirkan air ke sawah disebut saluran tersier dan kuarter.

Untuk membawa air dari sumbernya hingga ke petak sawah diperlukan

saluran pembawa. Saluran-saluran ini terdiri dari saluran primer, sekunder, tersier,

dan kuarter. Dengan saluran pembuang, air tidak tergenang pada petak sawah

sehingga tidak berakibat buruk. Kelebihan air ditampung dalam suatu saluran

pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang

primer.

Jaringan irigasi dengan pembuang dipisahkan sehingga keduanya berjalan

sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam hal-hal khusus dibuat sistem

tabungan saluran pembawa dan pembuang. Keuntungan sistem gabungan adalah

pemanfaatan air lebih ekonomis dan biaya lebih murah. Kelemahannya adalah

saluran semacam ini lebih sulit diatur dan dieksploitasi, lebih cepat rusak dan

menampakkan pembagian air yang tidak merata.

Saluran-saluran dapat dilengkapi bermacam-macam bangunan yang

berfungsi untuk mempermudah pengaturan air yang berada pada saluran yang

lebih kecil atau pada petak sawah.

Pada jaringan irigasi terdapat bangunan-bangunan pelengkap yang terdiri

dari

Tanggul-tanggul untuk melindungi daerah irigasi dari banjir. Biasanya

dibangun disepanjang tepi sungai sebelah hulu bendung atau sepanjang

saluran primer.

Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya bangunan (pada sipon

atau gorong-gorong)

Jembatan dan jalan penghubung dari desa untuk keperluan penduduk.

Selain bagunan utama dan pelengkap terdapat bangunan pengontrol yang

terdiri dari bangunan bagi, sadap, bagi sadap, bangunan terjun, talang, got miring.

Sebelum diambil keputusan, terlebih dahulu dicek apakah apakah daerah ini

tidak mungkin diari selamanya atau hanya untuk sementara saja. Jika sudah pasti

tidak bisa ditanami, daerah ditandai pada peta. Daerah semacam ini dapat

digunakan sebagai pemukiman, pedesaan, dan daerah lai selain

persawahan/perkebunan.

Dalam pembagian petak tersier dan kuarter harus diperhatikan keadaan

lapangan dan batas-batas alam yang ada misalnya saluran-saluran lama, sungai,

jalan raya, kereta api dan sebagainya. Perencanaan jaringan irigasi

mempertimbangkan faktor-faktor seperti medan lapangan, ketersediaan air dan

lain-lain. Sebelum merencanakan suatu daerah irigasi terlebih dahulu harus

diadakan penyelidikan mengenai jenis-jenis tanah pertanian yang akan

dikembangkan, bagian yang akan dilewati jaringan irigasi (kontur, sungai, desa,

dan lainnya). Keseluruhan proses tersebut harus mempertimbangkan faktor

ekonomis dan dampak setelah serta sebelum pelaksanaan proyek.

Dasar tiap-tiap sistem adalah membawa air irigasi ke tempat yang mungkin

diairi. Daerah yang tidak dapat diari dapat digunakan sebagai daerah non

persawahan misalnya perumaha. Sistem yang direncanakan harus mudah

dimengerti dan memperhatikan faktor pemberian air serta pemanfaatan daerah

yang lebih efektif. Data yang dibutuhkan untuk daerah perencanaan daerah irigasi

adalah keadaan topografi, gambaran perencanaan atau pelaksanaan jaringan

utama, kondisi hidrometeorologi untuk menentukan kebutuhan air irigasi atau

pembuangan, serta daerah-daerah tergenang atau kering.

Saluran irigasi direncanakan dengan mempertimbangkan garis kontur,

sistem irigasi menggunakan sistem grafitasi, yaitu air mengalir karena gaya tarik

bumi dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah. Sebagai contoh, saluran

pembawa biasanya dibuat sejajar searah dengan kontur yang akan mengalirkan air

dari puncak bagian atas menuju ke bawah melalui lembah kontur.

2.2.1 Gambaran Daerah Rencana

Sistem jaringan irigasi yang akan direncanakan digambar terlebih dahulu.

Hal penting dalam penggambaran adalah pengetahuan tentang peta. Degan

pertolongan peta dapat diketahui daerah irigasi rencana, letak tempat-tempat, jalan

kereta, aliran sungai dan lain-lain. Tahapan dalam perencanaan adalah

pendahuluan dan tahap perencanaan akhir.

Dalam peta tergambar garis kontur daerah ini. Dari garis kontur terlihat

bahwa topografi daerah tidak terlalu datar. Pada beberapa daerah terdapat

cekungan-cekungan dan bukit-bukit. Elevasi tertinggi adalah 110 dan elevasi

terendah adalah 92,5. Pada daerah ini terdapat satu sungai besar yang dapat

dimanfaatkan sebagai sumber air pada daerah irigasi. Daerah tepi sungai adalah

daerah yang potensial untuk daerah persawahan sehingga darah ini sebagian besar

digunakan untuk petak tersier. Jenis tanah daerah ini adalah loam yang sangat baik

untuk pertumbuhan tanaman.

Petak yang diambil sebagai percontohan adalah petak tersier. Petak ini

kemudian digambar detail dengan skala 1 : 2500.

2.2.2 Lay Out Jaringan Irigasi

Lay Out jaringan irigasi adalah suatu cara yang membedakan bagian-bagian

yang terdapat dalam irigasi bentuknya serupa Lay Out Map. Lay Out Map berisi

skema jaringan irigasi. Tujuan pembuatan skema jaringan irigasi adalah

mengetahui jaringan irigasi, bangunan irigasi, serta daerah-daerah yang diairi

meliputi luas, nama dan debit.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan:

Bangunan utama (head work)

Sistem saluran pembawa (irigasi)

Sistem saluran pembuang (drainase)

Primer unit, sekunder unit, tersier unit.

Lokasi bangunan irigasi

Sistem jalan

Non irigated area (lading)

Non irigatable area (tidak dapat dialiri)

Misalnya :

a) daerah dataran tinggi

b) rawa (daerah yang tergenang)

Saluran pembawa adalah saluran yang membawah air irigasi dari bangunan

utama ke petak-petak sawah. Ada empat macam saluran pembawa, yaitu saluran

primer, sekunder, tersier, dan kuarter.

Prinsip pembuatan saluran primer adalah direncanakan bedasarkan titik

elevasi tertinggi dari daerah yang dapat dialiri. Jika daerah yang dialiri diapit oleh

dua buah sungai, maka saluran dibuat mengikuti garis prmisah air. Saluran

sekunder direncanakan melalui punggung kontur.

Selain saluran pembawa, pada daerah irigasi harus terdapat saluran

pembuang. Saluran pembuang dibuat untuk menampung buangan (kelebihan) air

dari petak sawah. Sistem pembuangan ini disebut sistem drainase. Tujuan sistem

drainase adalah mengeringkan sawah, membuang kelebihan air hujan, dan

membuang kelebihan air irigasi. Saluran pembuangan di buat di lembah kontur.

Dasar perencanaan lahan untuk jaringan irigasi adalah unit tersier. Petak

tersier adalah petak dasar disuatu jaringan irigasi yang mendapatkan air irigasi

dari suatu bangunan sadap tersier dan dilayani suatu suatu jaringan tersier. Faktor-

faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan Lay Out tersier adalah :

Luas petak tersier

Batas-batas petak

Bentuk yang optimal

Kondisi medan

Jaringan irigasi yang ada

Eksploitasi jaringan

Batas-batas untuk perencanaan lahan untuk daerah irigasi

1. Batas alam

Topografi (puncak gunung)

Sungai

Lembah

2. Batas Administrasi

Untuk perencanaan detail jaringan pembawa dan pembuang diperlukan peta

topografi yang akurat dan bisa menunjukkan gambaran-gambaran muka tanah

yang ada. Peta topografi tersebut bisa dieroleh dari hasil pengukura topografi atau

dari foto udara. Peta tersebut mencakup informasi yang berhubungan dengan :

1. Garis kontur dengan interval

2. Batas petak yang akan dicat

3. Tata guna tanah, saluran pembuang dan jalan yang sudah ada serta

bangunannya

4. Tata guna tanah administratif

Garis kontur pada peta menggambarkan medan daerah yang akan

direncanakan. Topografi suatu daerah akan menentukan Lay Out serta konfigurasi

yang paling efektif untuk saluran pembawa atau saluran pembuang. Dari

kebanyakan tipe medan Lay Out yang cocok digambarkan secara sistematis. Tiap

peta tersier yang direncanakan terpisah agar sesuai dengan batas alam dan

topografi. Dalam banyak hal biasanya dibuat beberapa konfigurasi Lay Out

jaringan irigasi dan pembuang.

Klasifikasi tipe medan sehubungan dengan perencanaan daerah irigasi :

1. Medan terjal kemiringan tanah 2 %

Medan terjal dimana tanahnya sedikit mengandung lempun rawan

erosi karena aliran yang tidak terkendali. Erosi terjadi jika

kecepatan air pada saluran lebih batas ijin.hal ini menyebabkan

berkurangnya debit air yang lewat, sehingga luas daerah yng dialiri

berkurang. Lay Out untuk daerah semacam ini dibuat dengan dua

alternatif.

Kemiringan tercuram dijumpai dilereng hilir satuan primer.

Sepasang saluran tersier menggambil air dari saluran primer di

kedua sisi saluran sekunder.

Saluran tersier pararel dengan saluran sekunder pada satu sisi dan

memberikan airnya ke saluran kuarter garis tinggi, melalui boks

bagi kedua sisinya.

2. Medan gelombang, kemiringan 0,25-2,3%

Kebanyakan petak tersier mengambil airnya sejajar dengan saluran

sekunder yang akan merupakan batas petak tersier pada suatu sisi. Batas

untuk sisi yang lainnya adalah saluran primer. Jika batas-batas alam atau

desa tidak ada, batas alam bawah akan ditentukan oleh trase saluran garis

tinggi dan saluran pembuang. Umumnya saluran yang mengikuti lereng

adalah saluran tersier. Biasanya saluran tanah dengan bangunan terjun di

tempat-tempat tertentu. Saluran kuarter akan memotong lereng tanpa

bangunan terjun dan akan memberikan air karena bawah lereng.

Kemungkinan juga untuk memberikan air ke arah melintang dari sawah

satu ke sawah yang lain.

3. Medan berombak, kemiringan tanahnya 0,25-2% umumnya kurang dari

1%

Saluran tersier diatur letaknya di kaki bukit dan memberikan air dari

salah satu sisi. Saluran kuarter yang mengalir paralel atau dari kedua sisi

saluran kuarter yang mungkin mengalir ke bawah punggung medan.

Saluran pembuang umumnya merupakan saluran pembuang alami yang

letaknya cukup jauh dari saluran irigasi. Saluran pembuang alami biasanya

akan dilengkapi sistem punggung medan dan sistem medan. Situasi

dimana saluran irigasi harus melewati saluran pembuang sebaiknya harus

dihindari.

4. Medan sangat datar, kemiringan tanah 0,25%

Bentuk petak irigasi direncanakan dengan memperhatikan hal-hal

sebagai berikut:

Bentuk petak sedapat mungkin sama lebar dan sama panjang

karena bentuk yang memanjang harus dibuat saluran tersier yang

panjang akan menyulitkan pemeriksaan pemberian air dan

pemeliharaan juga menyebabkan banyaknya air yang hilang karena

rembesan ke dalam tanah dan bocoran keluar saluran.

Petak yang panjang dengan saluran tersier ditengah-tengah petak

tidak memberi cukup kesempatan pada air untuk meresap kedalam

tanah karena jarak pengangkut yang terlalu pendek.

Tiap petak yang dibuat harus diberi batas nyata dan tegas agar

tidak terjadi keraguan dalam pemberian air.

Tiap bidang tanah dalam petak harus mudah menerima dan

membuang air yang sudah tidak berguna lagi.

Letak petak berdekatan dengan tempat-tempat pintu pengambilan.

Maksudnya agar pemeriksaan pemberian air pada intake tersier

mudah dijalani petugas.

Di beberapa petak tersier ada bagian-bagian yang tidak diairi karena

berbagai alasan, misalnya :

Jenis tanah tidak cocok untuk pertanian

Elevasi tanah terlalu tinggi

Tidak ada petani penggarap

Tergenang air

Kecocokan tanah di seluruh daerah dipelajari dan dibuat rencana secara optimal

sehingga dapat diputuskan bentuk jaringan tersiernya.

A. Keadaan Topografi

Untuk perencanaan detail jaringan irigasi tersier dan pembuang, diperlukan

peta topografi yang secara akurat menunjukkan gambaran muka tanah yang ada.

Untuk masing-masing jaringan irigasi dan digunakan titik referensi dan elevasi

yang sama.

Peta-peta ini dapat diperoleh dari hasil-hasil pengukuran topografi (metode

terestris) atau dari foto udara (peta ortofoto). Peta-peta ini harus mencakup

informasi yang berkenaan dengan :

Garis-garis kontur

Batas-batas petak sawah

Tata guna lahan

Saluran irigasi, pembuang dan jalan-jalan yang ada beserta bangunannya

Batas-batas administratif (desa, kampung)

Rawa dan kuburan

Bangunan

Skala peta dan interval garis-garis kontur bergantung kepada keadaan

topografi :

Tabel. Definisi Medan untuk Topografi Makro

Kontur Medan Kemiringan Medan Skala Interval

Sangat Datar <0,25 % 1: 5000 0,25

Datar 0,25 - 1,0 % 1 : 5000 0,5

Bergelombang 1 - 2 % 1 : 2000 0,5

Terjal >2 % 1 : 2000 1,0

Selain itu juga akan diperhatikan kerapatan atau densitas titik-titik di petak-

petak sawah agar arah aliran antar petak dapat ditentukan.

Peta ikhtisar harus disiapkan dengan skala 1 : 25000 dengan lay out

jaringan utama dimana petak tersier terletak. Peta ini harus mencakup trase

saluran pembuang, batas-batas petak tersier dan sebagainya. Untuk penjelasan

yang lebih rinci mengenai pengukuran dan pemetaan, lihat persyaratan teknis

untuk Pemetaan Terestris dan pemetaan ortofoto.

B. Gambar-gambar Perencanaan Jaringan yang ada ( As Buildrawing)

Di daerah-daerah yang sudah ada fasilitas irigasinya, diperlukan data-data

perencanaan yang berhubungan dengan daerah-daerah irigasi, kapasitas saluran

irigasi dan muka air maksimum dari saluran-saluran yang ada dan gambar-gambar

purbalaksanan (kalau ada), untuk menentukan tinggi muka air dan debit rencana.

Jika data-data ini tak tersedia, maka untuk menentukan tinggi muka air

rencana pada pintu sadap dan elevasi bangunan sadap lainnya harus dilaksanakan

pengukuran.

2.2.3 Skema Sistem Jaringan Irigasi

Skema jaringan irigasi merupakan penyederhanaan dari tata letak jaringan

irigasi yang menunjukkan letak bangunan irigasi yang penting. Skema jaringan

irigasi mempertimbangkan hal sebagai berikut :

1. Saluran primer, sekunder dan bangunan sadap menuju saluran tersier

digambar terlebih dahulu dengan lambang sesuai ketentuan.

2. Tiap ruas saluran diantara saluran menunjukkan luas daerah yang diairi.

Panjang saluran disesuaikan dengan panjang sesungguhnya dan

kapasitasnya.

3. Tiap bangunan sadap diberi nama bangunan, luas, kapasitas bangunan

serta saluran yang akan diari.

4. Lokasi dan nama pembendung air ditulis.

5. Arah aliran sungai ditunjukkan.

6. Ditulis juga nama bangunan pelengkap serta bangunan kontrol lainnya.

2.2.4 Petak Tersier Percontohan

Perencanaan jaringan irigasi tersier harus sedemikian sehingga pengelolaan

air dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk mendapatkan hasil perencanaan yang

baik prlu diperhatikan hal sebagai berikut :

A. Petak Tersier Ideal

Petak tersier ideal adalah petak yang masing-masing pemilik sawahnya

memiliki pengambilan sendiri dan dapat membuang kelebihan air langsung ke

jaringan pembuang.

Para petani dapat mengangkut hasil pertanian dan peralatan mesin atau

ternaknya dari dan kesawah melalui jalan petani yang ada.

B. Ukuran Petak Tersier dan Kuarter

Ukuran optimum suatu petak tersier adalah 50-100 ha. Ukuran ini dapat

ditambah sehingga 15 ha, jika keadaan topogrfi memaksa. Di petak tersier yang

berukuran kecil, efisiensi irigasi akan lebih tinggi karena :

1. Diperlukan titik pembagi yang lebih

2. Saluran-saluran yang lebih pendek menyebabkan kehilangan air yang

kecil

3. Lebih sedikit petani yang terlibat kerja sama lebih baik

4. Pengaturan air yang lebih baik sesuai dengan kondisi tanaman

5. Perencanaan lebih fleksibel sehubungan dengan batas-batas desa

Kriteria umum untuk pengembangan petak tersier :

Ukuran petak tersier : 5-100 hektar

Ukuran petak kuarter : 8-15 hektar

Panjang saluran tersier : 1500 meter

Panjang saluarn kuarter : 500 meter

Jarak antara saluran kuarter dan pembuang : 300 meter

C. Batas Petak

Batas berdasarkan pada kondisi topografi. Daerah itu hendaknya diatur

sebaik mungkin, sedemikian hingga satu petak tersier terletak dalam satu daerah

administrative desa agar eksploitasi dan pemeliharaan jaringan lebih baik.

Jika ada dua desa di petak tersier yang sangat luas maka dianjurkan untuk

membagi petak-petak tersebut menjadi dua petak subtersier yang berdampingan

sesuai dengan daerah desa masing-masing.

Batas-batas petak kuarter biasanya akan berupa saluran irigasi dan

pembuangan kuarter yang memotong kemiringan medan dan saluran irigasi serta

pembuangan kuarter yang memotong kemiringan medan. Jika mungkin batas ini

bertepatan dengan batas-batas hak milik tanah.

2.3 Bangunan Utama

Bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun

melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka

air atau untuk mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan

secara gravitasi ke tempat yang membutuhkannya. Sedangkan bangunan air

adalah setiap pekerjaan sipil yang dibangun di badan sungai untuk berbagai

keperluan.

Bendung tetap adalah bendung yang terdiri dari ambang tetap, sehingga

muka air banjir tidak dapat diatur elevasinya. Umumnya dibangun disungai-

sungai ruas hulu dan tengah.

Bendung berfungsi antara lain untuk meninggikan taraf muka air, agar air

sungai dapat disadap sesuai kebutuhan dan untuk mengendalikan aliran, angkutan

sedimen, dan geometri sungai sehingga air dapat dimanfaatkan secara aman,

efektif, efisien, dan optimal.

Bendung sebagai pengatur tinggi muka air sungai dapat dibedakan menjadi

bendung pelimpah dan bendung gerak. Bendung pelimpah terbuat dari pasangan

batu, dibangun melintang di sungai, sehingga akan memberikan tinggi air

minimum kepada bangunan intake untuk keperluan irigasi, dan merupakan

penghalang selama terjadi banjir dan dapat menyebabkan genangan di udik

bendung.

Bendung pelimpah terdiri dari tubuh bendung dan mercu bendung. Tubuh

bendung merupakan ambang tetap yang berfungsi untuk meninggikan taraf muka

air sungai. Mercu bendung berfungsi untuk mengatur tinggi air minimum,

melewatkan debit banjir, dan untuk membatasi tinggi genangan yang akan terjadi

di udik bendung.

Nama bendung, untuk penyebutan suatu bendung, yang biasanya diberi

nama sama dengan nama sungai atau sama dengan nama kampung atau desa di

sekitar bendung tersebut.

Bendung berdasarkan fungsinya dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Bendung penyadap : digunakan sebagai penyadap aliran sungai untuk

berbagai keperluan seperti untuk irigasi, air baku, dan sebagainya.

2. Bendung pembagi banjir : dibangun di percabangan sungai untuk

mengatur muka air sungai, sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir

dan debit rendah sesuai dengan kapasitasnya.

3. Bendung penahan pasang : dibangun di bagian sungai yang dipengaruhi

pasang surut air laut antara lain untuk mencegah masuknya air asin.

Berdasarkan tipe strukturnya bendung dapat dibedakan atas :

1. Bendung tetap

2. Bendung gerak

3. Bendung kombinasi

4. Bendung kembang kempis.

5. Bendung bottom intake

Ditinjau dari segi sifatnya bendung dapat pula dibedakan :

1. Bendung permanent seperti bendung pasangan batu beton, dan kombinasi

beton dengan pasangan batu.

2. Bendung semi permanen seperti bendung bronjong, cerucuk kayu dan

sebagainya.

3. Bendung darurat, yang dibuat oleh masyarakat pedesaan seperti, bendung

tumpukan batu dan sebagainya.

2.3.1 Tata Letak Bendung dan Perlengkapannya

Bendung tetap yang terbuat dari pasangan batu untuk keperluan irigasi

terdiri atas berbagai komponen yang mempunyai fungsi masing-masing.

Komponen utama bendung itu yakni :

1. Tubuh bendung, antara lain terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung

dengan bangunan peredam energinya.

2. Bangunan intake, antara lain terdiri lantai / ambang dasar, pintu, dinding

banjir, pilar, penempatan pintu, saringan sampah, jembatan pelayan,

rumah pintu, dan perlengkapan lainnya.

3. Bangunan pembilas, dengan undersluice atau tanpa undersluice, pilar

penempatan pintu, pintu bilas, jembatan pelayan, rumah pintu, saringan

batu, dan perlengkapan lainnya.

4. Bangunan perlengkapan lain yang harus ada pada bendung antara lain

yaitu tembok pangkal, sayap bendung, lantai udik dan dinding tirai,

pengarah arus tanggul banjir dan tanggul penutup atau tanpa tanggul,

penangkap sedimen atau tanpa penangkap sedimen, tangga, penduga muka

air, dan sebagainya.

5. Pengaturan penempatan bagian-bagian bendung tersebut sedemikian rupa

sehingga dapat memenuhi fungsinya. Yang paling penting dalam

menempatkan bagian-bagian bendung ini yaitu bangunan intake dan

pembilas selalu terletak berdampingan atau menjadi satu kesatuan.

Bangunan tubuh bendung ditempatkan tegak lurus aliran sungai dan pilar

pembilas. Selanjutnya pengaturan tata letak bendung dan perlengkapannya

diuraikan sebagai berikut :

6. Tubuh bendung, diletakkan kurang lebih tegak lurus aliran sungai saat

banjir sedang dan sedang. Maksudnya agar aliran utama yang menuju dan

keluar bendung terbagi merata, sehingga tidak menimbulkan pusaran-

pusaran aliran di udik bangunan pembilas dan intake.

7. Intake, selalu merupakan satu kesatuan dengan bangunan pembilas dan

tembok pangkal udiknya. Biasa diletakkan dengan sudut pengambilan arah

tegak lurus (90º) atau menyudut (45º - 60º) terhadap sumbu bangunan

pembilas. Diupayakan berada di tikungan luar aliran sungai, sehingga

dapat mengurangi sedimen yang akan masuk ke intake.

8. Bangunan pembilas, selalu terletak berdampingan dan satu kesatuan

dengan intake, di sisi bentang sungai dan bagian luar tembok pangkal

bendung. Bersama-sama dengan intake dan tembok pangkal bendung yang

diletakkan sehingga sedemikian rupa dapat membentuk suatu tikungan

luar aliran (helicoidal flow).

9. Tembok pangkal, diletakkan dikedua pangkal tubuh bendung yang

umumnya dibuat dengan bentuk tegak, adakalanya lurus atau membuka ke

arah hilir. Berfungsi sebagai penahan tanah, pencegah rembesan samping

pangkal jembatan, pengarah aliran dari udik, dan sebagai batas bruto

bendung.

2.3.2 Bangunan Utama Bendung

A. Mercu Bendung (p)

Mercu bendung yaitu bagian teratas tubuh bendung dimana aliran dari udik

dapat melimpah ke hilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum di

sungai bagian udik bendung, Sebagai pengempang sungai dan sebagai pelimpah

aliran sungai. Letak mercu bendung bersama-sama tubuh bendung diusahakan

tegak lurus arah aliran yang menuju bendung terbagi rata.

Tinggi mercu bendung (p) yaitu ketinggian antara elevasi lantai udik dan

elevasi mercu. Dalam penentuan tinggi mercu bendung, belum ada rumus atau

ketentuan yang pasti. Hanya berdasarkan pengalaman dengan stabilitas bendung.

Yang harus diperhatikan dalam menentukan tinggi mercu bendung :

Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekan.

Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan.

Tinggi muka air genangan yang akan terjadi.

Kesempurnaan aliran pada bending.

Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bending

B. Panjang Mercu Bendung (bb)

Panjang mercu bendung disebut juga lebar bentang bendung, yaitu jarak

antara dua tembok pangkal bendung (abutment), termasuk lebar bangunan

pembilas dan pilar-pilarnya. Dalam penentuan panjang mercu bendung, yang

harus diperhatikan :

Kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup.

Batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit

desain

Oleh karena itu, panjang mercu bendung dapat diperkirakan :

Sama lebar dengan rata-rata sungai stabil atau pada debit penuh alur (bank

full dishcharge)

Umumnya diambil sebesar 1,2 kali lebar sungai rata-rata pada ruas sungai

yang stabil

C. Panjang Mercu Bendung Efektif (be)

Panjang mercu bendung efektif adalah panjang mercu bendung bruto (bb)

dikurangi dengan lebar pilar dan pintu pembilas. Artinya panjang mercu bendung

yang efektif melewatkan debit banjir desain.

Panjang mercu bendung efektif dapat diukur dengan cara :

Be = bb – 2 (n kp + ka)H

Ket :

Be : Panjang mercu bendung bruto, m

Bb : Jumlah pilar pembilas

N : Koefisien kontraksi pilar

Kp : Koefisien kontraksi pangkal bendung

Ka : Tinggi energi

H : Tinggi energi diatas mercu bending

2.3.3 Bangunan Intake

Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendung yang berfungsi

sebagai penyadap aliran sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen, serta

menghindarkan sedimen dasar sungai dan sampah masuk ke intake.

Intake terdiri dari bermacam jenis, yaitu :

1. Intake biasa, yang umum direncanakan yaitu intake dengan pintu

berlubang satu atau lebih dan dilengkapi dengan pintu dinding banjir.

2. Intake gorong-gorong , tanpa pintu di bagian udik. Pintu diletakkan di

bagian hilir gorong-gorong.

3. Intake frontal, intake diletakkan di tembok pangkal, jauh dari bangunan

pembilas atau bendung.

A. Lantai intake

Lantai intake dirancang datar, tanpa kemiringan. Di hilir pintu lantai dapat

berbentuk kemiringan dan dengan bentuk terjunan sekitar 0,5 m. Lantai intake

bila di awal kantong sedimen bias berbentuk datar dan dengan kemiringan

tertentu. Ketinggian lantai intake, bila intake ditempatkan pada bangunan

pembilas dengan undersluice :

Sama tinggi dengan plat lantai undersluice

Sampai dengan 0,5 m di atas plat undersluice

Tergantung pada keadaan

0,5 m jika sungai mengangkut lanau

1 m jika sungai mengangkut pasir dan kerikil

1,5 m jika sungai mengangkut kerikil dan bongkah

B. Lebar dan Tinggi Lubang

Lebar lubang intake dapat dihitung dengan rumus pengaliran :

Qi = c b h½

Atau

Qi = μ b a (2gz)½

Ket :

Qi : debit intake, m³/dt

C, μ : koefisien pengaliran

A : tinggi bukaan lubang, m

G : percepatan gravitasi, m²/dt

Z : kehilangan tinggi energi, m

2.3.4 Bangunan Pembilas

A. Definisi dan Fungsi

Bangunan pembilas adalah salah satu perlengkapan pokok bendung yang

terletak di dekat dan menjadi satu kesatuan dengan intake. Berfungsi untuk

menghindarkan angkutan muatan sedimen dasar dan mengurangi angkutan

muatan sedimen layang masuk ke intake.

1. Dimensi Bangunan Undersluice

2. Pembilas undersluice lurus

a. Mulut undersluice diletakkan di udik mulut intake dengan arah tegak

lurus aliran menuju intake atau menyudut 45º terhadap tembok

pangkal. Lebar mulut harus lebih besar daripada 1,2 kali lebar intake.

b. Lebar pembilas total diambil 1/6-1/10 dari lebar bentang bendung,

untuk sungai-sungai yang lebarnya kurang dari 100 meter. Lebar satu

lubang maksimum 2,5 m untuk kemudahan operasi pintu, dan jumlah

lubang tidak lebih dari tiga buah.

c. Tinggi lubang undersluice diambil 1,5 m, usahakan lebih tinggi dari

1m tetapi tidak lebih tnggi dari 2m

d. Elevasi lantai lubang direncanakan :

Sama tinggi dengan lantai udik bendung

Lebih rendah dari lantai udik bendung

Lebih tinggi dari lantai udik bendung

3. Pintu pembilas

Fungsi pintu bawah untuk pembilasan sedimen yang terdapat di dalam, di

udik dan di sekitar mulut underesluice. Jenis pintu umumnya pintu sorong,

untuk satu lubang pintu sorong lebar maksimum 2,5m. Sedangkan untuk

pintu yang dioperasikan dengan mesin dibuat antara 2,5-5m.

4. Pilar pembilas

Pilar pembilas berfungsi untuk penempatan pintu-pintu, undersluice dan

perlengkapan lainnya. Lebar pilar sisi bagian luar dapat diambil sampai

dengan 2 m dan sisi bagian dalam antara 1 – 1,5 m.

5. Sponeng dan stang pintu

Berfungsi untuk menahan tekanan air pada pintu.berukuran 0.,25 x 0,25 m

atau 0,25 x 0,3 m. Sedangkan stang pintu berfungsi untuk mengangkat dan

menurunkan pintu.

6. Tembok baya-baya

Berfungsi untuk mencegah angkutan sedimen dasar meloncat dari udik

bendung ke atas plat undersluice. Tinggi mercu tembok baya-baya diambil

antara 0,5 m dan 1 m di atas mercu bendung.

7. Pembilas Shunt Undersluice

Shunt undersluice adalah bangunan undersluice yang penempatannya di

luar bentang sungai dan atau di luar pangkal bendung, di bagian samping

melengkung ke dalam dan terlindung di belakang tembok pangkal.

2.3.5 Bangunan Peredam Energi

A. Definisi dan Fungsi

Bangunan peredam energi bendung adalah struktur dari bangunan di hilir

tubuh bendung yang terdiri dari beberapa tipe, bentuk dan di kanan kirinya

dibatasi oleh tembok pangkal bendung dilanjutkan dengan tembok sayap hilir

dengan bentuk tertentu.

Fungsi Bangunan adalah untuk meredam energi air akibat pembendungan,

agar air di hilir bendung tidak menimbulkan penggerusan setempat yang

membahayakan struktur.

B. Tipe Bangunan Peredam Energi Bendung

Bangunan peredam energi bendung terdiri atas berbagai macam tipe antara

lain yaitu :

1. Lantai hilir mendatar, tanpa atau dengan ambang akhir dan dengan atau

tanpa balok lantai.

2. Cekung masif dan cekung bergigi

3. Berganda dan bertangga

4. Kolam loncat air

5. Olam bantalan air dan lain-lain

Disamping itu bangunan peredam energi dikenal pula dengan istilah lain

yaitu tipe :

Vlughter

USBR

SAF

Schooklitch

MDO, MDS dan MDL

Dll

C. Faktor Pemilihan Tipe

Dalam memilih tipe bangunan peredam energi sangat bergantung kepada

kepada berbagai faktor antara lain :

Tinggi pembendungan,

Keadaan geoteknik tanah dasar misalnya jenis batuan, lapisan, kekerasan

tekan, diameter butir, dsb,

Jenis angkutan sedimen yang terbawa aliran sungai,

Kemungkinan degradasi dasar sungai yang akan terjadi di hilir bendung,

Keadaan aliran yang terjadi di bangunan peredam energi seperti aliran

tidak sempurna/tenggelam, loncatan aliran yang lebih rendah atau lebih

tinggi dan sama dengan kedalaman muka air hilir (tail water).

D. Prinsip Pemecahan Energi

Prinsip pemecahan energi pada bangunan peredam energi adalah dengan

cara menimbulkan gesekan air dengan lantai dan dinding struktur, gesekan air

dengan air, membentuk pusaran air berbalik vertikal ke atas dan ke bawah serta

pusaran arah horizontal dan menciptakan benturan aliran ke struktur serta

membuat loncatan air di dalam ruang olakan.

E. Design Hidrolik Peredam Energi

1. Peredam energi tipe MDO

Peredam energi lantai hilir datar dengan ambang akhir.

a. Umum

Bangunan peredam energi tipe ini dikenal dengan istilah tipe

vlughter, tipe MDO dan MDS. Tipe yang disebut belakangan

dikembangkan dari hasil percobaan pengaliran oleh Ir. Moh Memed, Dipl.

HE, Dkk. Di laboratoriom hidrolika, DPMA, semenjak tahun 1970-an.

Tipe ini dipilih untuk peredam energi bendung yang berlokasi disungai-

sungai dengan angkutan sedimen dominan fraksi kerikil dan pasir.

Berdasarkan berpuluh-puluh design bendung dengan peredam energi tipe

vlughter, setelah diperiksa dengan uji model fisik ternyata ukurannya tidak

cocok dan harus dimodifikasi. Salah satu tipe penggantinya yaitu tipe

MDO dan MDS. Tipe vlughter harus dimodifikasi menjadi tipe MDO

karena antara lain parameter elevasi dasar sungai dan tinggi air di hilr

peredam energi dalam rumus vlughter belum dimasukan.

b. Definisi dan fungsi

Bangunan peredam energi bendung tipe lantai hilir datar dengan

ambang akhir adalah bagian di hilir bendung yang merupakan kolam olak

terdiri atas lantai hilir mendatar, tanpa lengkungan pada transisi antara

bidang hilir tubuh bendung dan lantai horizontal.

c. Bentuk hidraulik

Bentuk hidraulik bangunan, yaitu :

Mercu bendung bertipe bulat

Tubuh bendung bagian hilir tegak sampai dengan kemiringan 1 : 1

Tanpa lengkungan di pertemuan kaki bendung dan lantai

Lantai hilir berbenntuk datar tanpa kemiringan

Berambang akhir bentuk kotak-kotak di bagian akhir lantai hilir

Harus dilengkapi dengan tembok sayap hilir bentuk miring dan

ujungnya dimasukkan ke dalam tebing

Terdiri atas 2 bentuk, yaitu : lantai datar tanpa olakan (MDO) dan

dengan olakan (MDS)

Untuk menambah keamanan tepat di hilir ambang akhir dan di kaki

tembok sayap dipasang rip-rap dari batu berdiameter antara 0,3 m –

0,4 m.

2. Peredam energi tipe SAF

Kolam Olakan SAF ( Saint Anthony Falls ). Kolam ini disarankan

digunakan pada struktur yang kecil, misalnya, saluran pelimpah, bagian

terluar dan struktur kanal yang kecil, dimana F1 = 1,7 sampai 17.

pengurangan panjang kolam olakan yang diperoleh melalui pemakaian

peralatan yang dirancang untuk kolam yang bersangkutan adalah ±80%

(70 – 90 )%.

Data – data mengenai rancangan Kolam olakan SAF ini yang didapatkan

dari penemuannya Blaseidel adalah sebagai berikut :

a. Panjang kolam olakan LB untuk bilangan Froude antara 1,7

sampai 17, adalh diperoleh dari persamaan LB = 4,5 y2/F10,76.

b. Tinggi blok muka kolam olakan dan blok lantai adalah y1, lebar

dan jaraknya kira-kira 0,75y1.

c. Jarak antara ujung hulu kolam olakan sampai ke lantai blok

adalah LB / 3.

d. Blok dasar harus meliputi antara 40 sampai 55% lebar kolam

olakan.

e. Kedalaman air bawah diatas lantai kolam olakan y2’= (1,10 –

F12/120)y2, untuk F1=1,7 sampai 5,5 ; y2 ‘=0,85y2 untuk F1=5,5

sampai 11 ; y2’=(1- F12/800)y2 untuk F1 = 11 sampai 17.

f. Tinggi dinding samping diatas kedalaman air bawah

maksimum, diberikan oleh z = y2/3, berlaku selama struktur

digunakan.

g. Dinding penopang, tingginya harus sama dengan tinggi dinding

samping kolam olakan. Puncak dinding penunjang harus mempunyai

kemiringan 1:1.

h. Pengaruh masuknya udara pada perancangan kolam olakan,

diabaikan.

3. Peredam tipe USBR II

Kolam Olakan USBR II. Disarankan untuk digunakan pada

struktur yang besar, misalnya, saluran pelimpah besar, struktur kanal yang

besar, dan lain – lain, juga untuk F1 > 4,5. panjang loncatan dan kolam

olakan terpendek kira-kira 33%, dengan mengunakan alat tambahan.

Aturan – aturan untuk perancangan kolam olakan USBR II :

1. Tentukan elevasi lantai lindung untuk memanfaatkan seluruh

kedalaman air bawah lanjutan, ditambah faktor keamanan yang

diperlukan. Untuk menambah faktor keamanan, disarankan

ditambahkannya penguatan keamanan minimum sebesar 5% pada

kedalaman lanjutan.

2. Kolam olakan II mungkin efektif untuk bilangan Froude sampai 4,

tetapi untuk nilai-nilai yang lebih kecil, tidak ada akan efektif lagi.

Untuk bilangan Froude yang lebih rendah, disarankan digunakan

rancangan penekanan gelombang.

3. Tinggi blok saluran tajam sama dengan kedalaman aliran masuk kolam

olakan D1. lebar dan selang sebaiknya hampir sama dengan D1. kalau

bisa lebar selang 0,5D1 untuk memperkecil semburan dan

mempertahankan tekanan yang diinginkan.

4. Tinggi ambang gerigi sama denan 0,2 D2, dan lebar serta selang

maksimum yang disarankan adalah ±0,15D2 kemiringan bagian

kontinyu dari ujung ambang adalah 2 :1.

Gambar. Kolam olakan tipe USBR II

4. Peredam tipe USBR IV

Kolam Olakan USBR IV. Kolom ini dianjurkan digunakan untuk

loncatan hidrolik yang nilai F1 = 2,5 sampai 4,5, dan biasanya nilai ini

terjadi pada struktur – struktur kanal dan bendungan pengelak. Rancangan

ini sangat memperkecil gelombang-gelombang yang terbentuk pada

loncatan yang tidak sempurna. Kolam olakan IV hanya dapat digunakan

untuk penampang lintang persegi panjang.

Gambar. Kolam olakan tipe USBR IV

F. Tembok Sayap, Tembok Pangkal dan Pengarah Arus

1. Tembok Sayap Hilir

a. Definisi tembok sayap hilir adalah tembok sayap yang terletak di

bagian kanan dan kiri peredam energi bendung yang menerus ke hilir

dari tembok pangkal bendung dengan bentuk dan ukuran yang

berkaitan dengan ukuran peredam energi. Fungsinya sebagai pembatas,

pengrah arus, penahan gerowongan dan longsoran tebing sungai di

hilir bangunan dan pencegah aliran samping.

b. Ukuran tembok sayap :

Panjang tembok bagian yang lurus, yaitu 1/2Lp + Lx

Dimana : Lp = Panjang lantai datar peredam energi

Lx = Panjang tembok sayap (1,25 – 1,5) x L

Kemiringan tembok sayap dapat diambil denagan kemiringan 1:1½

a. Tembok Pangkal Bendung

Definisi tembok pangkal bendung adalah tembok yang berada di kiri

kanan pangkal bendung dengan tinggi tertentu yang menghalangi luapan

aliran pada debit desain tertentu ke samping kiri dan kanan. Fungsinya

sebagai pengarah arus agar arah aliran sungai tegak lurus (frontal)

terhadap sumbu bendung, sebagai penahan tanah, pencegah rembasan

samping, pangkal jembatan dan sebagainya.

b. Tembok Sayap Udik dan Pengarah Arus

Definisi tembok sayap adalah tembok sayap yang menerus ke udik dari

tembok pangkal dengan bentuk dan ukuran yang disesuaikan dengan

fungsinya sebagai pengarah arus, pelindung tebing dan atau pelindung

tanggul penutup dari arus yang deras. Bentuknya miring dengan

perbandingan 1 : 1 atau 1 : 1½. Pertemuannya dengan tembok pangkal

dibuat menyudut kurang lebih 45º.

BAB III

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI

3.1. Perhitungan Evaporasi Potensial

3.1.1. Metode Penman Modifikasi

Perhitungan Eto berdasarkan rumus Penman yan telah dimodifikasi untuk

perhitungan pada daerah-daerah di Indonesia adalah sebagai berikut:

Eto = Eto* .c

Eto* = W (0.7 Rs – Rn1) + (1 – W) .f (u).(ea – ed)

Data terukur yang diperlukan adalah :

Suhu bulana rata-rata (oC) = t

Kelembaban relatif bulanan rata-rata = RH

Kecepatan matahari bulanan (%) = n/N

Kecepatan angin bulanan rata-rata (m/dt) = u

Letak lintang daerah yang ditinjau

Angka koreksi (c)

Data terukur tambahan yang dibutuhkan untuk perhitungan menggunakan

rumus Penman modifikasi adalah :

Faktor yang berhubungan dengan suhu dan elevasi = t

Radiasi gelombang pendek, dalam satuan evaporasi

ekivalen (mm/hari) = (0.25 + 0.54 n/N) . Ra = RH

Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar

atmosfer atau angka angot (mm/hari) = R

Radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)

f (t) . f (ed) . f(n/N) = Rn1

Fungsi suhu = Ta4

Fungsi tekana uap 0.34 –0.4444.ed0,5 = f(t)

0,1 + 0,9.n/N = f(ed)

Fungsi kecepatan angin pada ketingian 200 m (m/det)

= 0,27 (1+0,864.u) = f(u)

Perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap = ea

RH.ea = ed

Kelembapan udara relatif (%) = RH

Setelah harga Eto* didapat, besar harga evapotranspirasi potensial (Eto)

dapat dihitung dari :

Eto = Eto* .c

Dengan :

C = angka koreksi Penman yang besarnya mempertimbangkan perbedaan

kecepatan angin (u) siang dan malam.

Dengan perhitungan Eto berdasarkan rumus Penmann adalah sebagai

berikut :

1. Mencari data suhu bulanan rata-rata (t)

2. Mencari besarnya (ea), (W), (1-W), dan f(t) dari tabel PN.1, berdasarkan

nilai suhu rerata bulanan

3. Mencari data kelembapan relatif (RH)

4. Mencari besaran (ed) berdasar nilai (ea) dan (RH)

5. Mencari besaran (ea-ed)

6. Mencari besaran f(ed) berdasarkan nilai ed

7. Mencari data letak lintang daerah yang ditinjau

8. Mencari besarnya (Ra) dari tabel PN.2, berdasarkan data letak lintang.

9. Mencari data kecerahan matahari (n/N)

10. Mencari besaran (Rs) dari perhitungan, berdasarkan (Ra) dan (n/N)

11. Mencari besaran f(n/N) berdasarkan nilai (n/N)

12. Mencari data kecepatan angin rata-rata bulanan (u)

13. Mencari besaran f(u) berdasarkan nilai u

14. Menghitung besar Rn = f(t).f(ed).f(n/N)

15. Mencari besar angka koreksi (c) dari tabel PN.3

16. Mnghitung besar Eto* = W(0,75 Rs-Rn ) + (1-W).f(u).(ea-ed)

17. Menghitung Eto = c.Eto*

3.1.2. Metode Blaney Criddel

Data terukur yang diperlukan dalam perhitungan ini adalah letak lintang dan

suhu udara dan angka koreksi.

Blaney Criddle (1950), menghitung Eto dengan rumus :

Eto = c . Eto*

Eto*= p . (0,475t + 8,13)

Dimana :

1. p = prosentase rata-rata jam siang harian, yang besarnya tergantung

letak lintang (LL)

2. t = suhu udara (oC)

Perhitungan Eto* umumnya menggunakan periode waktu rata-rata keadaan

iklim pada suatu bulan tertentu.

Prosedur perhitungan Eto untuk suatu bulan tertentu adalah sebagai berikut:

1. Mencari data tentang letak daerah yang ditinjau.

2. Mencari nilai (p) dari tabel BC.1 berdasarkan letak lintang.

3. mencari data suhu rata-rata bulanan (t).

4. Menghitung besar Eto* = p (0,457t + 8,13).

5. mencari angka koreksi dari tabel BC.3 sesuai dengan bulan yang

ditinjau.

6. Menghitung Eto = c.Eto*

3.2. Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman

3.2.1. Kebutuhan Air Tanaman Untuk Penggunaan Konsumtif

Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk

mengganti air yang hilang akibat penguapan. Air yang menguap dapat melalui

permukaan air yang bebas dari muka bumi (evaporasi), atau melalui daun-daun

tanaman (transpirasi). Bila kedua proses penguapan tersebut terjadi bersamaan,

maka terjadilah proses evapotranspirasi.

Besar kebutuhan air tanaman dinyatakan dalam penggunaan konsumtif

(mm/hari), yang besarnya :

Cu = k.Eto

Dimana :

Besar air yang diperlukan saat pengolahan tanah (m3) = Wp

Jumlah hari pengolahan tanah = n

Tinggi air untuk pengolahan = s

Unit Water Requirment (mm) = evaporasi = perkolasi = d

Luas daerah yang akan dikelolah (ha) = A

3.2.2. Kebutuhan Air Tanaman Untuk Pengolahan Tanah

Besar air yang diperlukan untuk pengelolahan tanah adalah 5-10 mm/hari,

atau ditentukan dari rumus :

Wp = [ A.S + A.d(n-1)/2 ].10

Pengelolahan tanah dilakukan 25-30 hari sebelum penanaman.

Besar air untuk pengelolahan tanah pada hari ke X di tentukan dari rumus :

Wpx = A/n.S + (X-1)d.10

Dimana :

Besar air yang diperlukan saat pengolahan tanah (m3) = Wp

Jumlah hari pengelolahan tanah = n

Tinggi air untuk pengelolahan = s

Unit Water Requirement (mm) = evaporasi = perkolasi = d

Luas daerah yang akan diolah (ha) = A

3.2.3. Kebutuhan Air Tanaman Untuk Pembibitan

Air untuk pembibitan diberikan bersamaan dengan air untuk pengolahan

tanah, 20-30 hari sebelum penanaman. Kebutuhan airnya 5-7 mm/hari.

3.2.4. Kebutuhan Air Untuk Penggantian Lapisan Genangan

Diberikan 1-2 bulan setelah penanaman, sebesar 1,1 mm/hari.

3.3 Perhitungan Curah Hujan

3.3.1. Perhitungan Curah Hujan Andalan

Untuk menentukan curah hujan andalan digunakan cara Basic Year Method :

a. Gumbel

b. IWAI

c. Hazen plotting

d. Analisa frekuensi

e. Harza Engineering Consultante International di protek pekalen

sampean

Rumus :

R80 = n/5 +1

R90 = n/10 +1

Dengan :

R80 = curah hujan yang terjadi dengan tingkat kepercayaan 80%

R90 = curah hujan yang terjadi dengan tingkat kepercayaan 90%

3.3.2. Perhitungan Curah Hujan Efektif

Perhitungan curah hujan efektif menggunakan cara PU (Perencanaan

Umum), yaitu dengan rumus :

Reff =

Dimana :

R80 = curah hujan harian

n = pembagian pola tata tanam

3.4. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan total irigasi yang diukur pada pintu pengambilan dalam satu

periode adalah hasil kali kebutuhanair disawah dengan faktor efisiensi dan jumlah

hari dalam satu periode penanaman.

Rumus yang digunakan :

DR = (WR x A x T) (1 x 1000)

Dengan :

Kebutuhan air irigasi pada pintu pengambilan (m3) = DR

Kebutuhan air di sawah (mm/hari) = Cu + p + WLR + Pd.Re = WR

Luas sawah yang dialiri (ha) = A

Efisiensi irigasi = I

Periode waktu pemberian air = jml hari dlm1 periodex24 jamx3600 dtk =T

3.4.1. Metode Kriteria Perencanaan PU

a. Kebutuhan air di sawah :

NFR = Etc +P-Re +WLR

b. Kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi

IR = NFR/1

Dimana : 1 = efisiensi irigasi

3.4.2. Metode Water Balance

Kebutuhan air irigasi di sawah :

a. Untuk tanaman padi :

NFR = Cu + Pd + NR + P – Re

b. Untuk tanaman Palawija :

NFR = Cu + P – Re

Dimana :

NFR = kebutuhan air disawah (1mm/hari x 10000(24x60x60) = 1lt/dt/ha)

Cu = Kebutuhan air tanaman (mm/hari)

Pd = Kebutuhan air untuk kebutuhan tanaman (mm/hari)

NR = Kebutuhan air untuk pembibitan (mm/hari)

P = Kehilangan akibat perkolasi (mm/hari)

Re = Hujan efektif (mm)

3.5. Analisa Data (terlampir)

Perhitungan Evapotranspirasi Metode Blay-Criddle

LL = 5o LU

Bulan P SuhuEto*

mm/haric

Eto

mm/hari

Januari 0,27 26,050 5,4094 0,80 4,3275

Pebruari 0,27 26,190 5,4267 0,80 4,3413

Maret 0,27 25,825 5,3816 0,75 4,0362

April 0,28 25,325 5,5170 0,70 3,8619

Mei 0,28 25,450 5,5330 0,70 3,8731

Juni 0,28 26,325 5,6449 0,70 3,9515

Juli 0,28 26,525 5,6705 0,70 3,9694

Agustus 0,28 24,495 5,4108 0,70 4,0581

September 0,28 26,375 5,6513 0,80 4,5211

Oktober 0,27 26,525 5,4680 0,80 4,3744

November 0,27 26,075 5,4125 0,80 4,3300

Desember 0,27 26,130 5,4187 0,80 4,3349

Langkah-langkah perhitungan :

1. Letak lintang 10oLS dapat diketahui T dari tabel B.C. 1

2. T dan B diketahui Eto* dapat dicari dengan rumus :

Eto*P*(0.457*T) + 8.13

3. Angka koreksi c dapat diketahui dari tabel B.C.2

4. Besar Eto dapat dihitung dengan rumus :

Eto = c.Eto*

Contoh perhitungan

a.Perhitungan evapotranspirasi metode Penman modifikasi untuk bulan

Januari

- Diketahui suhu bulanan rata-rata = 26.05

- Dari tabel P.N 1 diperoleh Ea = 33.72; w = 0.755; f (t) = 15.910

- Dari soal diketahui : RH = 81.30 ; n/N = 71 ; U = 3.70

- Ed = (ea x RH)/100

= (33.72 x 81.30)/100

= 27.4144 mbar

- ea-ed = 33.72 – 27.4144 = 6.31 mbar

- Nilai Ra dari tabel R.2 : 5oLU = 13.0

- Rs = (0.25 + 0.54(n/N)/100) x Ra

= (0.25 + 0.54 (71)/100) x 13.0

= 8.2342 mbar

- f (n/N) = 0.1+ (0.9 x (n/N))/100

= 0.1 + (0.9 x (71)) /100

= 0.1096

- f (ed) = 0.34 – (0.0044 x ed0.5)

= 0.34 – (0.0044 x 2.41440.5)

= 0.1096

- f (u) = 0.27 x (1 + 0.864 x u)

= 0.27 x (1 + 0.864 x 3.70)

= 1.1331

- Rn1 = f (t) x f (ed) x f (n/N)

= 15.910 x 0.1096 x 0.739

= 1.2889

- Eto* = w (0.75 x Rs – Rn1) + {(1-w) x f (u) x (ea-ed)}

= 0.7555 (0.75 x 8.2342 – 1.2889) + {(1 – 0.755) x 1.1331 x

6.31)}

= 5.0118 mm / hr

- Dari tabel P.N 1 angka koreksi c untuk bulan januari = 1.1

- Eto = c x Eto*

= 0.80 x 5.4094 = 4.3275 mm / hr

Tabel 3.2 Data Curah Hujan Harian

TAHUN 1987

TanggalCurah Hujan (mm)

BulanJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 11 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 02 55 3 49 0 0 0 0 0 0 0 0 53 4 9 48 0 0 0 0 0 0 0 0 04 58 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 05 34 0 16 0 0 0 0 0 0 0 0 566 5 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 227 28 0 0 0 0 18 0 0 0 0 0 08 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 09 7 48 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 205 96 119 22 0 18 0 0 0 0 19 10211 0 34 47 0 0 0 0 0 0 0 20 012 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3313 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2214 17 7 13 0 0 0 0 0 0 0 0 015 0 13 31 0 0 0 0 0 0 0 0 916 5 4 14 0 0 0 0 0 0 0 0 017 0 50 59 47 0 0 0 0 0 0 0 018 0 27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 019 0 40 0 6 0 0 0 0 0 0 0 020 22 206 175 53 0 0 0 0 0 0 20 8321 14 4 12 0 0 0 0 0 0 0 59 022 12 0 0 12 0 0 0 0 0 0 0 023 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 26 1024 0 0 14 10 0 0 0 0 0 0 20 2425 27 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1326 0 23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 027 17 0 59 0 0 0 0 0 0 0 0 028 3 27 87 0 0 0 0 0 0 0 8 029 31 0 0 0 0 0 0 0 0 030 25 0 0 0 031 129 22 0 113 47

Jumlah 712 602 751 159 0 36 0 0 0 0 172 426

TAHUN 1988

TanggalCurah Hujan (mm)

BulanJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 392 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 03 0 11 0 0 0 0 0 0 0 17 0 04 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 8 22 35 3 24 0 0 20 0 0 5 06 37 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 07 0 0 0 49 0 0 0 0 0 0 0 08 0 0 49 0 9 0 0 0 0 0 0 09 0 15 47 0 0 23 0 0 0 0 0 0

10 52 48 160 75 33 33 0 20 0 17 5 3911 0 0 9 0 13 10 0 0 0 0 0 012 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16 013 0 0 0 0 38 0 0 0 0 0 49 014 0 0 42 0 0 0 0 0 0 49 48 015 0 49 0 0 16 0 0 0 0 0 10 016 0 0 17 9 0 0 0 0 0 24 3 017 12 0 16 22 0 0 0 0 0 11 14 018 34 25 30 45 0 0 0 0 0 12 0 1019 0 0 0 14 0 0 0 0 0 0 0 3420 0 74 137 90 67 17 0 0 0 128 140 7721 16 0 49 0 0 0 0 0 0 23 0 2022 43 0 0 0 17 0 0 0 0 0 0 4923 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 024 31 19 19 0 0 0 0 0 0 0 0 025 37 32 0 0 0 0 0 0 0 0 46 026 18 0 11 0 0 0 0 0 0 8 4 027 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 028 10 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 1029 6 51 12 25 0 0 0 0 0 0 0 030 59 0 99 0 17 0 18 0 031 220 0 8 0 0 0 54 67 79

Jumlah 583 346 740 332 234 83 0 40 0 366 357 357

TAHUN 1989

TanggalCurah Hujan (mm)

BulanJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02 12 0 0 0 0 31 0 0 0 0 27 03 0 0 0 48 0 0 0 0 0 7 0 04 19 0 0 15 0 0 0 0 0 0 0 85 41 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 06 49 14 0 0 48 49 0 0 0 0 7 07 45 9 0 0 0 0 19 0 0 0 0 08 10 8 0 45 0 0 0 0 0 0 11 09 16 0 28 0 13 0 0 0 0 0 9 11

10 201 50 40 108 61 80 19 0 0 0 54 1911 20 19 0 49 0 0 0 0 0 49 0 6412 49 49 0 23 26 22 0 0 0 0 0 1913 17 36 0 0 0 21 0 0 0 0 0 014 21 48 0 0 0 5 0 0 0 0 32 1015 0 35 0 0 0 0 0 0 0 49 0 16 0 47 0 0 5 12 0 0 0 0 0 17 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 3 18 0 10 24 0 0 0 0 0 0 0 0 19 0 0 0 29 0 14 0 0 0 0 0 20 107 244 58 101 31 124 0 0 0 0 35 9321 0 24 0 0 0 0 6 0 0 0 0 22 12 4 0 0 5 0 0 0 0 0 0 23 0 31 9 9 4 0 32 0 0 0 0 24 0 26 0 0 20 0 15 0 0 0 0 25 19 0 0 0 3 0 20 0 0 0 0 11026 10 36 0 0 0 0 0 0 0 0 0 827 0 30 48 0 0 0 0 0 0 0 0 628 0 18 37 24 46 0 0 0 0 30 0 029 0 0 17 16 0 0 0 0 44 0 2730 49 170 94 0 113 0 0 0 0 28 57 15131 8 0 50 19 0 73 0 0 102 0 0

Jumlah 705 738 338 468 410 363 184 0 0 309 235 526

TAHUN 1990

TanggalCurah Hujan (mm)

BulanJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 5 28 16 0 0 0 0 0 0 0 0 132 6 19 0 0 0 0 0 0 0 12 0 233 12 0 7 0 0 6 23 0 0 0 0 254 0 0 13 0 0 0 12 0 0 0 0 495 13 0 0 0 0 0 27 0 0 0 0 06 0 27 0 49 0 0 0 0 0 0 0 07 18 9 0 0 0 0 0 0 0 0 30 08 0 9 0 23 0 0 0 0 0 0 0 79 0 9 12 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 54 87 48 72 18 6 62 0 0 12 30 13011 5 0 0 0 12 0 0 0 0 0 0 012 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 813 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 014 41 46 0 17 0 0 0 0 0 0 0 1815 43 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 016 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 017 17 0 0 48 0 0 0 0 0 0 0 018 12 7 7 49 0 0 0 0 0 0 0 819 0 78 5 0 0 0 0 0 0 0 0 2220 133 131 17 126 12 0 0 0 0 0 0 5621 22 60 0 0 0 0 0 0 0 0 0 022 0 0 0 0 37 5 0 0 0 0 0 4523 0 0 0 0 21 0 0 0 0 0 0 024 20 11 0 30 14 10 0 0 0 0 0 025 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 026 20 8 0 0 49 0 0 0 0 0 14 627 0 0 0 0 31 0 0 0 0 0 11 028 0 79 24 44 0 0 0 0 0 0 0 4229 0 0 25 0 0 0 0 0 0 0 13130 0 0 0 0 0 0 0 0 031 62 0 99 152 15 0 0 25 0

Jumlah 489 608 154 483 346 27 124 0 0 24 85 583

TAHUN 1991

TanggalCurah Hujan (mm)

BulanJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 0 0 11 0 0 0 0 0 0 0 0 02 47 25 18 0 0 0 0 0 0 0 203 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 94 0 42 13 49 0 0 0 0 0 0 0 85 38 41 0 0 4 0 0 0 0 0 0 56 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 137 49 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 228 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 09 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25

10 166 108 42 49 14 0 0 0 0 0 24 13311 8 49 5 25 0 0 0 0 0 0 0 012 42 9 0 0 0 0 0 0 0 0 18 4913 25 0 0 43 0 0 0 0 0 0 49 014 49 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 32 16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 516 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 017 20 0 30 0 0 0 0 0 0 0 0 018 24 21 0 49 0 0 0 0 0 0 0 019 92 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 020 292 98 44 117 0 0 0 0 0 0 67 7021 37 0 0 10 0 0 0 0 0 0 24 022 0 13 12 59 0 0 0 0 0 0 94 1923 10 0 16 5 0 0 0 0 0 0 25 024 49 0 0 27 0 0 0 0 0 0 18 025 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 026 10 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1127 0 44 0 0 0 0 0 0 0 0 0 928 0 17 0 0 0 0 0 0 0 0 49 029 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 1430 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 031 106 85 28 107 0 0 0 0 0 0 210 53

Jumlah 1111 497 219 439 23 0 0 0 0 0 368 465

B bbb

TAHUN 1992

TanggalCurah Hujan (mm)

BulanJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02 0 0 0 3 34 0 0 0 0 0 0 83 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 04 14 13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 265 8 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 06 0 77 50 29 32 0 0 0 0 0 07 0 27 0 24 0 0 0 0 0 0 0 78 0 0 0 22 0 0 0 0 0 0 0 219 38 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 63 128 4 99 63 32 0 0 0 0 0 6211 35 0 16 11 0 0 0 0 0 0 0 012 0 0 0 50 0 49 0 0 0 0 0 513 0 0 7 41 0 0 0 0 0 0 66 014 0 0 0 0 0 12 0 0 0 16 30 1915 0 10 0 0 0 7 0 0 0 0 0 516 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 23 017 0 12 0 16 0 0 0 0 0 0 0 018 0 59 69 5 0 25 0 0 0 0 16 019 31 0 52 7 0 12 0 0 0 0 8 020 66 121 84 130 0 111 0 0 0 16 147 2421 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 022 38 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5923 46 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17 024 0 14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 025 0 0 16 0 0 0 0 0 0 0 0 026 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 027 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 028 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 029 13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 030 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 30 031 110 14 16 0 0 0 0 0 47 59

Jumlah 478 472 268 458 126 286 0 0 0 32 337 295

TAHUN 1993

TanggalCurah Hujan (mm)

BulanJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 0 13 15 0 0 0 0 0 0 0 6 02 30 4 7 19 0 0 0 0 0 0 0 03 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 134 0 11 15 15 0 0 0 0 0 0 0 85 0 10 5 0 0 0 0 0 0 0 0 456 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 07 0 2 34 0 0 0 0 0 0 0 0 08 18 0 108 0 0 0 0 0 0 0 0 09 45 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 66

10 100 30 194 63 0 0 0 0 0 0 6 2911 9 40 0 0 0 0 0 0 0 0 0 012 0 0 49 0 0 0 0 0 0 0 0 4013 25 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 814 73 41 0 18 0 0 0 0 0 0 0 2715 4 0 0 11 0 0 0 0 0 0 0 1416 5 0 0 16 0 0 0 0 0 0 25 1717 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 16 018 6 0 50 0 0 0 0 0 0 0 17 019 24 0 16 0 0 0 0 0 0 0 0 13520 172 86 169 50 0 0 0 0 0 0 58 021 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 522 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 023 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 024 0 0 25 0 0 0 0 0 0 0 0 025 0 19 27 4 0 0 0 0 0 0 0 026 36 40 21 0 0 0 0 0 0 0 0 027 10 17 61 0 0 0 0 0 0 0 0 028 0 12 14 25 0 0 0 0 0 0 0 029 18 0 0 0 0 0 0 0 0 25 030 0 4 0 0 0 0 0 0 0 9 031 64 88 307 29 0 0 0 0 0 49 5

Jumlah 639 330 1134 226 0 0 0 0 0 0 177 412

TAHUN 1994

TanggalCurah Hujan (mm)

BulanJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 0 48 70 3 0 0 0 0 0 0 5 02 19 16 40 34 0 0 0 0 0 0 0 03 0 27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 104 0 63 7 0 0 0 0 0 0 0 0 05 7 25 5 24 0 0 0 0 0 0 0 276 3 7 0 43 0 0 0 0 0 0 3 37 5 20 4 0 0 0 0 0 0 0 0 38 17 0 15 0 0 10 90 0 0 0 0 09 4 7 2 0 0 3 8 0 0 0 0 0

10 97 213 143 104 0 13 98 0 0 0 8 011 28 0 5 9 0 0 0 0 0 35 41 4312 7 50 20 0 0 9 0 0 0 0 0 1213 6 0 75 0 0 0 0 0 0 0 0 514 0 74 16 0 0 0 0 0 0 0 26 315 0 2 20 0 0 0 0 0 0 16 0 016 0 0 0 13 0 0 0 0 0 0 17 1217 0 0 10 4 0 0 0 0 0 13 23 518 0 29 11 0 0 0 0 0 0 0 0 019 0 22 49 22 0 0 0 0 0 0 13 020 48 205 205 48 0 19 0 0 0 64 146 3721 15 2 0 0 0 0 0 0 0 0 13 022 10 0 10 0 0 0 0 0 0 0 10 023 0 20 1 0 0 0 0 0 0 0 15 024 0 26 24 0 0 0 0 0 0 0 8 025 61 25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 026 8 33 0 0 0 0 0 0 0 0 0 027 22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 028 18 49 0 15 0 0 0 0 0 0 17 029 2 0 47 0 0 0 0 0 0 42 030 0 28 35 0 0 0 0 0 0 0 031 143 155 63 97 0 0 0 0 0 105 1

Jumlah 520 963 823 401 0 54 196 0 0 128 387 161

TAHUN 1995

TanggalCurah Hujan (mm)

BulanJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 6 182 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 313 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 04 22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 58 0 0 0 0 0 0 0 0 22 75 536 6 0 5 0 0 0 0 0 0 0 35 77 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 21 78 0 15 35 0 0 0 0 0 0 0 0 09 31 25 4 0 0 0 0 0 0 0 16 33

10 122 40 52 0 0 0 0 74 0 0 171 16311 0 0 65 24 0 0 0 17 0 0 0 212 0 20 9 9 0 0 0 0 0 0 0 013 50 0 29 3 0 0 0 0 0 0 3 6414 12 0 0 2 0 0 31 0 0 25 14 1815 0 0 20 0 0 0 0 0 0 0 0 016 20 0 4 25 6 0 0 0 0 0 0 017 0 0 20 25 30 0 0 0 0 0 86 018 5 0 19 21 0 0 0 0 0 0 4 019 0 0 4 8 0 0 0 0 0 0 15 020 87 26 190 117 36 0 31 17 0 0 122 8421 0 15 0 0 0 0 0 0 0 0 28 022 0 0 0 21 0 0 0 0 4 0 0 023 52 8 19 44 0 0 0 0 0 0 25 024 0 0 6 0 0 0 0 0 0 28 0 025 0 54 0 0 0 15 0 0 0 0 0 026 0 15 0 0 0 0 0 0 0 18 0 027 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 028 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1829 13 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 30 0 93 34 65 0 0 0 0 0 12 0 31 65 0 0 0 15 0 0 0 67 53 18

Jumlah 548 218 527 364 72 15 62 108 4 194 621 516

TAHUN 1996

TanggalCurah Hujan (mm)

BulanJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02 20 0 0 0 40 0 0 0 0 0 0 73 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 104 0 123 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 31 130 0 0 0 0 0 0 0 0 0 06 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 07 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 08 70 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 679 17 0 14 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 511 22 0 6 48 19 0 0 0 0 0 0 1312 0 0 11 15 10 10 0 0 0 0 0 2013 0 12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3014 0 16 0 98 0 0 0 0 0 0 0 015 88 18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 516 0 0 23 0 0 0 0 0 0 0 0 017 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 018 8 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 019 0 45 0 0 9 0 0 0 0 0 0 020 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 021 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 022 0 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 023 0 0 0 19 0 0 0 0 0 0 0 024 18 11 62 0 0 0 0 0 0 0 3 1425 9 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 026 5 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 027 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 028 0 69 0 0 0 0 0 0 0 0 47 729 12 0 23 0 0 0 0 0 0 0 20 030 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 031 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 301 451 144 180 78 10 0 0 0 0 70 178

TAHUN 1997

TanggalCurah Hujan (mm)

BulanJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 26 7 30 0 0 0 25 0 0 0 17 02 53 0 35 58 7 0 0 0 0 7 0 03 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 04 0 36 0 0 0 11 0 0 0 0 7 05 12 0 19 0 0 0 0 0 0 0 17 06 23 40 0 10 12 0 0 0 0 0 45 07 0 73 0 65 0 0 37 0 0 52 0 08 0 0 12 19 0 0 7 0 0 97 0 09 0 20 26 0 25 12 0 0 0 0 0 0

10 26 0 7 0 0 0 0 0 0 0 0 011 0 0 64 5 0 0 0 0 0 59 0 012 0 0 0 18 8 16 0 0 0 22 0 013 0 0 0 0 0 81 13 0 0 0 0 914 0 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 815 20 50 19 6 0 18 0 0 0 0 10 016 0 10 19 0 0 41 0 0 0 0 0 1617 25 0 12 0 3 0 0 0 0 0 8 018 0 35 0 0 0 6 13 0 5 23 7 1219 0 0 90 0 0 0 0 0 0 0 25 3020 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 021 0 0 30 0 0 0 0 0 0 0 0 6922 48 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 023 13 54 20 0 0 0 11 0 0 0 0 2724 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 925 0 14 0 0 0 0 13 0 0 26 0 026 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 027 5 0 0 15 0 0 0 0 0 0 0 628 0 0 16 0 0 0 79 0 7 0 16 029 10 0 17 0 0 0 0 0 22 15 830 23 11 0 0 0 0 0 0 0 0 2331 30 0 0 0 0 0 0 0 0 40

Jumlah 314 349 418 213 55 185 204 0 12 308 182 257

TAHUN 1998

TanggalCurah Hujan (mm)

BulanJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 02 0 0 16 0 36 0 0 0 0 0 0 03 8 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 04 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 0 0 0 0 33 0 0 0 0 0 0 06 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 07 28 0 34 7 0 0 0 0 0 0 0 08 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 09 65 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 0 25 0 17 0 0 0 0 0 0 0 011 42 0 0 0 20 0 0 0 0 0 0 012 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 013 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 014 11 60 45 0 0 0 0 0 0 0 0 015 14 0 35 0 0 0 0 0 0 0 0 016 25 23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 017 50 20 10 19 0 0 0 0 0 0 0 018 0 0 0 20 0 0 0 0 0 0 0 019 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 020 68 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 021 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 022 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 023 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 024 8 58 0 0 0 0 0 0 0 0 0 025 16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 026 4 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 027 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 028 7 73 0 0 0 0 0 0 0 0 0 029 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 030 50 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 031 0 0 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 414 281 160 63 97 0 0 0 0 0 0 0

TAHUN 1999

TanggalCurah Hujan (mm)

BulanJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 0 0 20 0 20 0 0 2 0 0 0 0 0 0 16 3 0 0 8 0 0 0 0 4 0 0 29 41 0 11 0 5 0 13 0 0 0 26 0 6 0 5 21 0 0 9 0 7 0 6 0 46 0 0 0 8 0 0 9 0 0 21 0 9 0 0 0 0 0 0 0

10 0 0 0 0 0 0 0 11 0 21 0 20 0 0 0 0 7612 0 0 0 25 0 0 0 0 3613 0 0 12 12 0 0 0 8 5014 0 0 20 8 0 0 0 64 7515 0 0 35 0 0 0 31 0 016 0 0 0 0 12 0 9 0 017 0 0 0 0 0 0 14 0 018 20 0 0 22 0 0 9 0 6519 0 0 12 0 11 0 19 0 2620 19 0 0 0 16 0 0 0 021 31 25 23 0 0 0 0 0 7 022 0 0 25 6 146 0 0 0 0 1023 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1524 3 0 0 0 0 0 0 0 0 025 0 0 0 0 0 0 0 15 0 026 0 0 40 18 0 0 0 50 12 027 0 0 0 0 0 0 0 19 25 028 11 3 25 5 0 0 0 50 0 029 0 0 0 0 0 0 0 0 0 030 0 0 0 0 0 0 0 0 0 031 0 0 0 0 0 0 13 0 0 0

Jumlah 84 73 279 203 205 67 0 13 0 216 132 353

TAHUN 2000

TanggalCurah Hujan (mm)

BulanJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 0 0 64 0 0 0 0 0 0 6 02 0 0 6 49 0 0 0 0 0 59 03 0 0 0 30 60 0 0 0 0 0 04 21 0 28 47 0 0 0 0 0 0 05 10 0 0 0 0 26 0 36 0 0 06 0 0 0 0 0 0 0 16 0 0 07 10 0 0 31 0 0 0 0 0 0 08 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 09 0 0 25 0 0 39 0 0 17 0 0

10 31 0 0 0 0 0 0 0 8 0 011 0 0 0 0 0 48 46 0 0 0 012 0 0 36 0 0 0 0 0 0 013 0 0 0 0 0 0 18 0 0 014 0 0 0 0 0 0 0 4 0 015 0 20 0 0 0 0 0 0 0 016 0 0 34 0 0 0 0 0 0 017 0 0 0 0 0 0 0 0 0 018 0 0 0 0 0 0 0 0 97 1719 26 0 0 0 0 0 0 0 50 020 0 0 72 0 62 0 0 0 48 521 0 0 0 0 0 0 0 6 18 022 62 25 0 0 0 0 28 27 15 023 8 20 10 0 0 0 0 12 0 024 0 10 0 0 0 0 0 0 0 025 0 0 0 7 0 0 0 0 10 2526 18 0 30 0 0 0 0 0 0 027 0 0 10 0 0 0 0 0 0 028 37 0 0 0 0 0 0 0 0 529 18 0 0 0 0 0 0 0 31 030 0 0 35 0 0 0 0 0 0 031 10 0 0 0 0 0 0 45 0 8

Jumlah 256 75 350 164 122 113 92 0 52 119 334 60

DATA CURAH HUJAN YANG SUDAH DIRANGKING

Januari Februari MaretNo. CH Tahun No. CH Tahun No. CH Tahun

1 84 1999 1 73 1999 1 144 19962 256 2000 2 75 2000 2 154 19903 301 1996 3 218 1995 3 160 19984 314 1997 4 281 1998 4 219 19915 414 1998 5 330 1993 5 268 19926 478 1992 6 346 1988 6 279 19997 489 1990 7 349 1997 7 338 19898 520 1994 8 451 1996 8 350 20009 548 1995 9 472 1992 9 418 1997

10 583 1988 10 497 1991 10 527 199511 639 1993 11 602 1987 11 740 198812 705 1989 12 608 1990 12 751 198713 712 1987 13 738 1989 13 823 199414 1111 1991 14 963 1994 14 1134 1993

April Mei JuniNo. CH Tahun No. CH Tahun No. CH Tahun

1 63 1998 1 0 1987 1 0 19912 159 1987 2 0 1993 2 0 19933 164 2000 3 0 1994 3 0 19984 180 1996 4 23 1991 4 10 19965 203 1999 5 55 1997 5 15 19956 213 1997 6 72 1995 6 27 19907 226 1993 7 78 1996 7 36 19878 332 1988 8 97 1998 8 54 19949 364 1995 9 122 2000 9 67 1999

10 401 1994 10 126 1992 10 83 198811 439 1991 11 205 1999 11 113 200012 458 1992 12 234 1988 12 185 199713 468 1989 13 346 1990 13 286 199214 483 1990 14 410 1989 14 363 1989

Juli Agustus SeptemberNo. CH Tahun No. CH Tahun No. CH Tahun

1 0 1987 1 0 1987 1 0 19872 0 1988 2 0 1989 2 0 19883 0 1991 3 0 1990 3 0 19894 0 1992 4 0 1991 4 0 19905 0 1993 5 0 1992 5 0 19916 0 1996 6 0 1993 6 0 19927 0 1998 7 0 1994 7 0 19938 0 1999 8 0 1996 8 0 19949 62 1995 9 0 1997 9 0 1996

10 92 2000 10 0 1998 10 0 199811 124 1990 11 0 2000 11 0 199912 184 1989 12 13 1999 12 4 199513 196 1994 13 40 1988 13 12 199714 204 1997 14 108 1995 14 52 2000

Oktober November DesemberNo. CH Tahun No. CH Tahun No. CH Tahun

1 0 1987 1 0 1998 1 0 19982 0 1991 2 70 1996 2 60 20003 0 1993 3 85 1990 3 161 19944 0 1996 4 132 1999 4 178 19965 0 1998 5 172 1987 5 257 19976 24 1990 6 177 1993 6 295 19927 32 1992 7 182 1997 7 353 19998 119 2000 8 235 1989 8 357 19889 128 1994 9 334 2000 9 412 1993

10 194 1995 10 337 1992 10 426 198711 216 1999 11 357 1988 11 465 199112 308 1997 12 368 1991 12 516 199513 309 1989 13 387 1994 13 526 198914 366 1988 14 621 1995 14 583 1990

Menghitung curah hujan efektif dengan metode "Hidrologi dan Operation Studies Review of DAM" atau dengan metode HATHI (Himpunan Ahli Teknik Hidrolik Indonesia) dengan ketentuan sbb:1. Jika Curah Hujan Andalan (Ra) < 6,7 mm maka CHE = 02. Jika Curah Hujan 6,7 mm < Ra < 30 mm maka CHE = CH andalan - 6,73. Jika Curah Hujan 30 mm < Ra < 100 mm maka CHE = (43 Ra - 747)^0.54. Jika Curah Hujan Andalan (Ra) > 100 mm maka CHE = 0.3(Ra-100) + 60

Perhitungan Curah Hujan Efektif

Bulan Minggu Curah Hujan Pola Tata TanamAndalan Efektif Padi Palawija

Januari I 140 72 72,00 72,00  II 45 34,47 34,47 34,47  III 129 68,7 68,70 68,70

Februari I 32 25,08 25,08 25,08  II 103 60,90 60,90 60,90  III 146 73,80 73,80 73,80

Maret I 84 53,53 53,53 53,53  II 79 51,48 51,48 51,48  III 56 40,76 40,76 40,76

April I 0 0,00 0,00 0,00  II 161 78,30 78,30 78,30  III 19 12,30 12,30 12,30

Mei I 18 11,3 11,30 11,30  II 5 0 0,00 0,00  III 0 0 0,00 0,00

Juni I 0 0 0,00 0,00  II 10 3,3 3,30 3,30  III 0 0 0,00 0,00

Juli I 0 0 0,00 0,00  II 0 0 0,00 0,00  III 0 0 0,00 0,00

Agustus I 0 0 0,00 0,00  II 0 0 0,00 0,00  III 0 0 0,00 0,00

September I 0 0 0,00 0,00  II 0 0 0,00 0,00  III 0 0 0,00 0,00

Oktober I 0 0 0,00 0,00  II 0 0 0,00 0,00  III 0 0 0,00 0,00

Bulan Minggu Curah Hujan Pola Tata TanamAndalan Efektif Padi Palawija

November I 16 9,3 9,30 9,30  II 72 48,47 48,47 48,47  III 44 33,84 33,84 33,84

Desember I 89 55,50 55,50 55,50  II 68 46,66 46,66 46,66  III 21 14,3 14,30 14,30

TABEL PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DENGAN POLA TATA TANAM METODE STANDAR DINAS PEKERJAAN UMUM

BULANPERIODE I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II

C1 C1 1.1 1.15 1.28 1.36 1.32 1.23 1.02 1.15 1.18 1.36 1.38 1.23 1.12 0.75 0.87 1.00 1.00 0.82 0.75 0.75

C2 C2 1.1 1.18 1.28 1.38 1.32 1.12 1.02 1.1 1.15 1.28 1.36 1.32 1.23 1.02 0.75 1.00 1.00 1.00 0.82 0.82

C3 C3 1.15 1.18 1.36 1.38 1.23 1.12 1.1 1.18 1.28 1.38 1.32 1.12 1.02 0.87 1.00 1.00 1.00 0.75 1.00

3 RERATA KOEFISIEN TANAM ( C ) C C 1.100 1.125 1.203 1.273 1.353 1.310 1.123 1.070 1.125 1.143 1.273 1.340 1.310 1.223 0.963 0.880 0.957 1.000 0.940 0.857 0.750 0.857

4 EVAPORASI POTENSIAL ( E ) E mm/hr 5.115 5.115 5.060 5.060 5.005 5.005 4.950 4.950 4.895 4.895 4.840 4.840 4.785 4.785 4.730 4.730 4.675 4.675 4.620 4.620 4.565 4.565 4.840 4.840

5 PENGGUNAAN AIR KONSUMTIF (3)x(4) mm/hr 5.627 5.754 6.089 6.443 6.773 6.557 5.561 5.297 0.000 0.000 5.445 5.534 6.093 6.412 6.196 5.786 4.504 4.114 4.420 4.620 4.291 3.911 3.630 4.146

8 KEB UNTUK PENYIAPAN LAHAN T=30 hari PWR 11.16667 11.13 11.13

11 PERKOLASI (P) P mm/hr 28 29 28 29 28 28 28 28 28 19 19 18 19 19 19 19 18 19 19 29 29 28 29 29

12 Evaporasi air terbuka = C x E ETo mm/hr 1.11 1.11 1.11 0.56 1.11 1.11 0.56 1.11 1.11 1.11 0.56

12 Water Layer Replacement (Eto+P) WLR mm/hr 1.11 1.11 1.11 0.56 1.11 1.11 0.56 1.11 1.11 1.11 0.56

15 KEBUTUHAN AIR (IR) mm/hr mm/hr 35.847 36.974 36.309 36.563 34.773 34.557 33.561 44.463 39.130 30.130 26.665 25.754 26.213 25.412 25.196 24.786 24.724 25.334 25.640 34.740 33.291 31.911 32.630 33.146

16 CURAH HUJAN EFEKTIF (CHE) R mm/hr 32.667 17.267 25.200 24.033 30.333 18.433 4.433 37.567 4.200 1.167 0.000 2.333 2.100 0.467 1.400 0.700 1.633 0.933 0.933 0.700 14.000 16.800 25.667 15.867

17 KEBUTUHAN AIR BERSIH DI SAWAH NFR lt/dt/ha 0.368 2.281 1.286 1.450 0.514 1.866 3.371 0.798 4.043 3.352 3.086 2.711 2.791 2.887 2.754 2.788 2.672 2.824 2.860 3.940 2.233 1.749 0.806 2.00018 EFISIENSI IRIGASI ƞ 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728 0.728

19 KEBUTUHAN AIR DI INTAKE SEKUNDER q lt/dt/ha 0.506 3.133 1.766 1.992 0.706 2.563 4.631 1.096 5.553 4.605 4.239 3.723 3.834 3.966 3.783 3.829 3.671 3.879 3.928 5.412 3.067 2.402 1.107 2.747

PALAWIJA ( KEDELAI )

Januari Oktober NovemberSIMBOL

Juni Juli Agustus September

2 KOEFISIEN TANAMAN ( C1, C2, C3 )

NO SATUAN

1 POLA TATA TANAM

Desember

PADI 2

April

PADI 1 PENYIAPAN LAHAN (LP)

Februari Maret Mei

BAB IV

PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI

4.1. Teori Dasar

Jaringan irigasi terdiri dari petak-petak tersier, sekunder dan primer yang

berlainan antara saluran pembawa dan saluran pembuang terdapat juga bangunan

utama, bangunan pelengkap, yang dilengkapi keterangan nama luas dan debit.

Petak tanah yang memperoleh air irigasi adalah petak irigasi. Sedangkan

kumpulan petak irigasi yang merupakan satu kesatuan yang mendapat air irigasi

melalui saluran tersier yang sama disebut petak tersier. Petak tersier menduduki

menduduki fungsi sentral, luasnya sekitar 50-100 Ha, kadang-kadang sampai 150

Ha. Pemberian air pada petak tersier diserahkan pada petani. Jaringan yang

mengalirkan air ke sawah disebut saluran tersier dan kuarter.

Untuk membawa air dari sumbernya hingga ke petak sawah diperlukan

saluran pembawa. Saluran-saluran ini terdiri dari saluran primer, sekunder, tersier,

dan kuarter. Dengan saluran pembuang, air tidak tergenang pada petak sawah

sehingga tidak berakibat buruk. Kelebihan air ditampung dalam suatu saluran

pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang

primer.

Jaringan irigasi dengan pembuang dipisahkan sehingga keduanya berjalan

sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam hal-hal khusus dibuat sistem

tabungan saluran pembawa dan pembuang. Keuntungan sistem gabungan adalah

pemanfaatan air lebih ekonomis dan biaya lebih murah. Kelemahannya adalah

saluran semacam ini lebih sulit diatur dan dieksploitasi, lebih cepat rusak dan

menampakkan pembagian air yang tidak merata.

Saluran-saluran dapat dilengkapi bermacam-macam bangunan yang

berfungsi untuk mempermudah pengaturan air yang berada pada saluran yang

lebih kecil atau pada petak sawah.

Pada jaringan irigasi terdapat bangunan-bangunan pelengkap yang terdiri dari:

Tanggul-tanggul untuk melindungi daerah irigasi dari banjir. Biasanya

dibangun disepanjang tepi sungai sebelah hulu bendung atau sepanjang

saluran primer.

Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya bangunan (pada sipon

atau gorong-gorong)

Jembatan dan jalan penghubung dari desa untuk keperluan penduduk.

Selain bagunan utama dan pelengkap terdapat bangunan pengontrol yang

terdiri dari bangunan bagi, sadap, bagi sadap, bangunan terjun, talang, got miring.

Sebelum diambil keputusan, terlebih dahulu dicek apakah apakah daerah

ini tidak mungkin diari selamanya atau hanya untuk sementara saja. Jika sudah

pasti tidak bisa ditanami, daerah ditandai pada peta. Daerah semacam ini dapat

digunakan sebagai pemukiman, pedesaan, dan daerah lai selain

persawahan/perkebunan.

Dalam pembagian petak tersier dan kuarter harus diperhatikan keadaan

lapangan dan batas-batas alam yang ada misalnya saluran-saluran lama, sungai,

jalan raya, kereta api dan sebagainya. Perencanaan jaringan irigasi

mempertimbangkan faktor-faktor seperti medan lapangan, ketersediaan air dan

lain-lain. Sebelum merencanakan suatu daerah irigasi terlebih dahulu harus

diadakan penyelidikan mengenai jenis-jenis tanah pertanian yang akan

dikembangkan, bagian yang akan dilewati jaringan irigasi (kontur, sungai, desa,

dan lainnya). Keseluruhan proses tersebut harus mempertimbangkan faktor

ekonomis dan dampak setelah serta sebelum pelaksanaan proyek.

Dasar tiap-tiap sistem adalah membawa air irigasi ke tempat yang

mungkin diairi. Daerah yang tidak dapat diari dapat digunakan sebagai daerah non

persawahan misalnya perumaha. Sistem yang direncanakan harus mudah

dimengerti dan memperhatikan faktor pemberian air serta pemanfaatan daerah

yang lebih efektif. Data yang dibutuhkan untuk daerah perencanaan daerah irigasi

adalah keadaan topografi, gambaran perencanaan atau pelaksanaan jaringan

utama, kondisi hidrometeorologi untuk menentukan kebutuhan air irigasi atau

pembuangan, serta daerah-daerah tergenang atau kering.

Saluran irigasi direncanakan dengan mempertimbangkan garis kontur,

sistem irigasi menggunakan sistem grafitasi, yaitu air mengalir karena gaya tarik

bumi dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah. Sebagai contoh, saluran

pembawa biasanya dibuat sejajar searah dengan kontur yang akan mengalirkan air

dari puncak bagian atas menuju ke bawah melalui lembah kontur.

4.2. Gambaran Daerah Rencana

Sistem jaringan irigasi yang akan direncanakan digambar terlebih dahulu.

Hal penting dalam penggambaran adalah pengetahuan tentang peta. Degan

pertolongan peta dapat diketahui daerah irigasi rencana, letak tempat-tempat, jalan

kereta, aliran sungai dan lain-lain. Tahapan dalam perencanaan adalah

pendahuluan dan tahap perencanaan akhir.

Dalam peta tergambar garis kontur daerah ini. Dari garis kontur terlihat

bahwa topografi daerah tidak terlalu datar. Pada beberapa daerah terdapat

cekungan-cekungan dan bukit-bukit. Elevasi tertinggi adalah 110 dan elevasi

terendah adalah 92,5. Pada daerah ini terdapat satu sungai besar yang dapat

dimanfaatkan sebagai sumber air pada daerah irigasi. Daerah tepi sungai adalah

daerah yang potensial untuk daerah persawahan sehingga darah ini sebagian besar

digunakan untuk petak tersier. Jenis tanah daerah ini adalah loam yang sangat baik

untuk pertumbuhan tanaman. Petak yang diambil sebagai percontohan adalah

petak tersier.

4.3. Lay Out Jaringan Irigasi

Lay Out jaringan irigasi adalah suatu cara yang membedakan bagian-

bagian yang terdapat dalam irigasi bentuknya serupa Lay Out Map. Lay Out Map

berisi skema jaringan irigasi. Tujuan pembuatan skema jaringan irigasi adalah

mengetahui jaringan irigasi, bangunan irigasi, serta daerah-daerah yang diairi

meliputi luas, nama dan debit.

Bangunan utama (head work)

Sistem saluran pembawa (irigasi)

Sistem saluran pembuang (drainase)

Primer unit, sekunder unit, tersier unit.

Lokasi bangunan irigasi

Sistem jalan

Non irigated area (lading)

Non irigatable area (tidak dapat dialiri)

Misalnya :

a) daerah dataran tinggi

b) rawa (daerah yang tergenang)

Saluran pembawa adalah saluran yang membawah air irigasi dari

bangunan utama ke petak-petak sawah. Ada empat macam saluran pembawa,

yaitu saluran primer, sekunder, tersier, dan kuarter.

Prinsip pembuatan saluran primer adalah direncanakan bedasarkan titik

elevasi tertinggi dari daerah yang dapat dialiri. Jika daerah yang dialiri diapit oleh

dua buah sungai, maka saluran dibuat mengikuti garis prmisah air. Saluran

sekunder direncanakan melalui punggung kontur.

Selain saluran pembawa, pada daerah irigasi harus terdapat saluran

pembuang. Saluran pembuang dibuat untuk menampung buangan (kelebihan) air

dari petak sawah. Sistem pembuangan ini disebut sistem drainase. Tujuan sistem

drainase adalah mengeringkan sawah, membuang kelebihan air hujan, dan

membuang kelebihan air irigasi. Saluran pembuangan di buat di lembah kontur.

Dasar perencanaan lahan untuk jaringan irigasi adalah unit tersier. Petak

tersier adalah petak dasar disuatu jaringan irigasi yang mendapatkan air irigasi

dari suatu bangunan sadap tersier dan dilayani suatu suatu jaringan tersier. Faktor-

faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan Lay Out tersier adalah :

Luas petak tersier

Batas-batas petak

Bentuk yang optimal

Kondisi medan

Jaringan irigasi yang ada

Eksploitasi jaringan

Batas-batas untuk perencanaan lahan untuk daerah irigasi

a. Batas alam

Topografi (puncak gunung)

Sungai

Lembah

b. Batas Administrasi

Untuk perencanaan detail jaringan pembawa dan pembuang diperlukan

peta topografi yang akurat dan bisa menunjukkan gambarangambaran muka tanah

yang ada. Peta topografi tersebut bisa dieroleh dari hasil pengukura topografi atau

dari foto udara. Peta tersebut mencakup informasi yang berhubungan dengan :

Garis kontur dengan interval

Batas petak yang akan dicat

Tata guna tanah, saluran pembuang dan jalan yang sudah ada serta

bangunannya

Tata guna tanah administratif

Garis kontur pada peta menggambarkan medan daerah yang akan

direncanakan. Topografi suatu daerah akan menentukan Lay 0ut serta konfigurasi

yang paling efektif untuk saluran pembawa atau saluran pembuang. Dari

kebanyakan tipe medan Lay Out yang cocok digambarkan secara sistematis. Tiap

peta tersier yang direncanakan terpisah agar sesuai dengan batas alam dan

topografi. Dalam banyak hal biasanya dibuat beberapa konfigurasi Lay Out

jaringan irigasi dan pembuang.

Klasifikasi tipe medan sehubungan dengan perencanaan daerah irigasi :

1. Medan terjal kemiringan tanah 2 %

Medan terjal dimasna tanahnya sedikit mengandung lempun rawan erosi

karena aliran yang tidak terkendali. Erosi terjadi jika kecepatan air pada

saluran lebih batas ijin.hal ini menyebabkan berkurangnya debit air yang

lewat, sehingga luas daerah yng dialiri berkurang. Lay Out untuk daerah

semacam ini dibuat

dengan dua alternatif .

kemiringan tercuram dijumpai dilereng hilir satuan primer. Sepasang

saluran tersier menggambil air dari saluran primer di kedua sisi saluran

sekunder.

Saluran tersier pararel dengan saluran sekunder pada satu sisi dan

memberikan airnya ke saluran kuarter garis tinggi, melalui boks bagi

kedua sisinya.

2. Medan gelombang, kemiringan 0,25-2,3%

kebanyakan petak tersier mengambil airnya sejajar dengan saluran

sekunder yang akan merupakan batas petak tersier pada suatu sisi. Batas

untuk sisi yang lainnya adalah saluran primer. Jika batas-batas alam atau

desa tidak ada, batas alam bawah akan ditentukan oleh trase saluran garis

tinggi dan saluran pembuang. Umumnya saluran yang mengikuti lereng

adalah saluran tersier. Biasanya saluran tanah dengan bangunan terjun di

tempat-tempat tertentu. Saluran kuarter akan memotong lereng tanpa

bangunan terjun dan akan memberikan air karena bawah lereng.

Kemungkinan juga untuk memberikan air ke arah melintang dari sawah

satu ke sawah yang lain.

3. Medan berombak, kemiringan tanahnya 0,25-2% umumnya kurang dari

1%

Saluran tersier diatur letaknya di kaki bukit dan memberikan air dari salah

satu sisi. Saluran kuarter yang mengalir paralel atau dari kedua sisi saluran

kuarter yang mungkin mengalir ke bawah punggung medan. Saluran

pembuang umumnya merupakan saluran pembuang alami yang letaknya

cukup jauh dari saluran irigasi. Saluran pembuang alami biasanya akan

dilengkapi sistem punggung medan dan sistem medan. Situasi dimana

saluran irigasi harus melewati saluran pembuang sebaiknya harus

dihindari.

4. Medan sangat datar, kemiringan tanah 0,25%

Bentuk petak irigasi direncanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

Bentuk petak sedapat mungkin sama lebar dan sama panjang

karena bentuk yang memanjang harus dibuat saluran tersier yang

panjang akan menyulitkan pemeriksaan pemberian air dan

pemeliharaan juga menyebabkan banyaknya air yang hilang karena

rembesan ke dalam tanah dan bocoran keluar saluran.

Petak yang panjang dengan saluran tersier ditengah-tengah petak

tidak memberi cukup kesempatan pada air untuk meresap kedalam

tanah karena jarak pengangkut yang terlalu pendek.

Tiap petak yang dibuat harus diberi batas nyata dan tegas agar

tidak terjadi keraguan dalam pemberian air.

Tiap bidang tanah dalam petak harus mudah menerima dan

membuang air yang sudah tidak berguna lagi.

Letak petak berdekatan dengan tempat-tempat pintu pengambilan.

Maksudnya agar pemeriksaan pemberian air pada intake tersier

mudah dijalani petugas.

Di beberapa petak tersier ada bagian-bagian yang tidak diairi karena

berbagai alasan, misalnya :

Jenis tanah tidak cocok untuk pertanian

Elevasi tanah terlalu tinggi

Tidak ada petani penggarap

Tergenang air

Kecocokan tanah di seluruh daerah dipelajari dan dibuat rencana secara

optimal sehingga dapat diputuskan bentuk jaringan tersiernya.

4.3.1. Keadaan Topografi

Untuk perencanaan detail jaringan irigasi tersier dan pembuang,

diperlukan peta topografi yang secara akurat menunjukkan gambaran muka

tanah yang ada. Untuk masing-masing jaringan irigasi dan digunakan titik

referensi dan elevasi yang sama.

Peta-peta ini dapat diperoleh dari hasil-hasil pengukuran topografi (metode

terestris) atau dari foto udara (peta ortofoto). Peta-peta ini harus mencakup

informasi yang berkenaan dengan :

Garis-garis kontur

Batas-batas petak sawah

Tata guna lahan

Saluran irigasi, pembuang dan jalan-jalan yang ada beserta bangunannya

Batas-batas administratif (desa, kampung)

Rawa dan kuburan

Bangunan

Skala peta dan interval garis-garis kontur bergantung kepada keadaan

topografi :

Tabel. Definisi Medan untuk Topografi Makro

Kontur Medan Kemiringan Medan Skala IntervalSangat Datar <0,25 % 1: 5000 0,25Datar 0,25 - 1,0 % 1 : 5000 0,5Bergelombang 1 - 2 % 1 : 2000 0,5Terjal >2 % 1 : 2000 1,0

Selain itu juga akan diperhatikan kerapatan atau densitas titik-titik di petak-

petak sawah agar arah aliran antar petak dapat ditentukan.

Peta ikhtisar harus disiapkan dengan skala 1 : 25000 dengan lay out jaringan

utama dimana petak tersier terletak. Peta ini harus mencakup trase saluran

pembuang, batas-batas petak tersier dan sebagainya. Untuk penjelasan yang lebih

rinci mengenai pengukuran dan pemetaan, lihat persyaratan teknis untuk

Pemetaan Terestris dan pemetaan ortofoto.

4.3.2. Gambar-gambar Perencanaan Jaringan yang ada ( As Buildrowing)

Di daerah-daerah yang sudah ada fasilitas irigasinya, diperlukan data-data

perencanaan yang berhubungan dengan daerah-daerah irigasi, kapasitas saluran

irigasi dan muka air maksimum dari saluran-saluran yang ada dan gambar-gambar

purbalaksanan (kalau ada), untuk menentukan tinggi muka air dan debit rencana.

Jika data-data ini tak tersedia, maka untuk menentukan tinggi muka air

rencana pada pintu sadap dan elevasi bangunan sadap lainnya harus dilaksanakan

pengukuran.

4.4. Skema Sistem Jaringan Irigasi

Skema jaringan irigasi merupakan penyederhanaan dari tata letak jaringan

irigasi yang menunjukkan letak bangunan irigasi yang penting. Skema jaringan

irigasi mempertimbangkan hal sebagai berikut :

Saluarn primer, sekunder dan bangunan sadap menuju saluran tersier

digambar terlebih dahulu dengan lambang sesuai ketentuan.

Tiap ruas saluran diantara saluran menunjukkan luas daerah yang

diairi. Panjang saluran disesuaikan dengan panjang sesungguhnya dan

kapasitasnya.

Tiap bangunan sadap diberi nama bangunan, luas, kapasitas bangunan

serta saluran yang akan diari.

Lokasi dan nama pembendung air ditulis.

Arah aliran sungai ditunjukkan.

Ditulis juga nama bangunan pelengkap serta bangunan kontrol lainnya.

4.5. Petak Tersier Percontohan

Perencanaan jaringan irigasi tersier harus sedemikian sehingga pengelolaan air

dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk mendapatkan hasil perencanaan yang baik

prlu diperhatikan hal sebagai berikut :

4.5.1. Petak Tersier Ideal

Petak tersier ideal adalah petak yang masing-masing pemilik sawahnya

memiliki pengambilan sendiri dan dapat membuang kelebihan air langsung ke

jaringan pembuang.

Para petani dapat mengangkut hasil pertanian dan peralatan mesin atau ternaknya

dari dan kesawah melalui jalan petani yang ada.

4.5.2. Ukuran Petak Tersier dan Kuarter

Ukuran optimum suatu petak tersier adalah 50-150 ha ( 500.000 m2 –

1.500.000 m2).. Di petak tersier yang berukuran kecil, efisiensi irigasi akan lebih

tinggi karena :

Diperlukan titik pembagi yang lebih

Saluran-saluran yang lebih pendek menyebabkan kehilangan air yang

kecil

Lebih sedikit petani yang terlibat kerja sama lebih baik

Pengaturan air yang lebih baik sesuai dengan kondisi tanaman

Perencanaan lebih fleksibel sehubungan dengan batas-batas desa

Kriteria umum untuk pengembangan petak tersier :

Ukuran petak tersier : 50-150 hektar

Ukuran petak kuarter : 8-15 hektar

Panjang saluran tersier : 1500 meter

Panjang saluarn kuarter : 500 meter

Jarak antara saluran kuarter dan pembuang : 300 meter

4.5.3. Batas Petak

Batas berdasarkan pada kondisi topografi. Daerah itu hendaknya diatur sebaik

mungkin, sedemikian hingga satu petak tersier terletak dalam satu daerah

administrative desa agar eksploitasi dan pemeliharaan jaringan lebih baik.

Jika ada dua desa di petak tersier yang sangat luas maka dianjurkan untuk

membagi petak-petak tersebut menjadi dua petak subtersier yang berdampingan

sesuai dengan daerah desa masing-masing.

Batas-batas petak kuarter biasanya akan berupa saluran irigasi dan

pembuangan kuarter yang memotong kemiringan medan dan saluran irigasi serta

pembuangan kuarter yang memotong kemiringan medan. Jika mungkin batas ini

bertepatan dengan batas-batas hak milik tanah.

BAB VPERENCANAAN BANGUNAN UTAMA

1.Perencanaan Mercu Bendung

1) Perencanaan Elevasi Bendung

a) Elevasi mercu bendung

Diperoleh dari UWL Intake + angka toleransi ( 1,5 )

Elevasi mercu bendung = 11.5+ 1,5 = 13 m b) Tinggi mercu bendung

dari dasar lantai hulu : direncanakan 5 meter

dari dasar lantai hilir : direncanakan 6,5 meter

c) Elevasi dasar bendung

Hulu : + 13,00 – 5 = + 8,00 m

Hilir : + 13,00 – 6,5 = + 6.5 m

2) Panjang Mercu Bruto ( bb )

Untuk dapat menentukan panjang mercu bruto maka harus dilakukan

perhitungan penentuan panjang mercu bendung. Panjang mercu bendung

ditentukan 1,2 kali lebar sungai.

Adapun dalam hal ini panjang mercu bruto didapatkan dari gambar peta

situasi sebesar 175 m.

3) Lebar Lubang Pembilas

Lebar bangunan pembilas diambil sepersepuluh kali lebar sungai rata-rata.

Adapun dalam hal ini, lebar lubang pembilas telah didapatkan dari gambar peta

situasi sebesar 9 m.

Kesimpulan:a) Direncanakan 3 pembilas dengan lebar masing – masing 2,00 meter

b) Pilar pembilas 2 buah dengan lebar masing – masing 1,50 meter

4) Panjang Mercu Bendung Efektif ( be)

Panjang mercu bendung efektif dihitung dengan menggunakan rumus yakni

sebagai berikut :

be = bb – 2 ( n . kp + ka ) . He

dengan :

be : panjang mercu bendung efektif ( m )

bb : Panjang mercu bruto (dari perhitungan panjang mercu bendung)

n : jumlah pilar pembilas ( m )

kp : koef. kontraksi pilar ( 0,01 )

ka : koef. kontraksi pangkal bendung ( 0,1 )

He : tinggi energy

Jadi, perhitungan panjang mercu bendung efektif, yaitu :

be = bb – 2 ( n . kp + ka ) . He

= 175 – 2 ( 2 . 0,01 + 0,1 ) . He

= 175 – 0,204 . He

Perhitungan panjang mercu bendung efektif dapat juga dilakukan dengan

menggunakan cara lain yakni sebagai berikut :

be = Bb - 20% (∑b-∑t)

be = 175 – 20% ( 6 – 2 )

= 174,4 m

dengan :

bb : Panjang mercu bruto

∑b : Jumlah lebar pembilas

∑t : Jumlah pilar-pilar pembilas

Dimana :

Qd : debit banjir sungi rencana

C : koef. debit pelimpah ( 2,19 )

Ha : tinggi tekanan

5) Tinggi Muka Air Banjir di Udik Bendung

Direncanakan debit banjir ( Qd ) = 1659 m3/dt

Qd = C . be . He1,5

Diasumsikan : He = Ha (lihat penjelasan di bawah)

: be = 174,4 m

He =

=

= 2,662 m

Tinggi tekanan (deesain head) ditentukan dengan persamaan berikut :

He = He – v2/2g

v2/2g = 0 (diabaikan)

Ha = 2.662 m

Kesimpulan :

Tinggi muka air banjir di udik bendung = Ha = 2.662 m

Elevasi muka air banjir = Elevasi mercu bendung + Ha

= 13,00 + 2.662

= 15.662 m

5.1) Penentuan Nilai Jari-Jari Mercu Bendung

Nilai jari-jari mercu bendung ditentukan berdasarkan grafik hubungan antara

tinggi muka air udik (ha) dan besarnya jari-jari (r) serta debit pengaturan lebar

yang diterbitkan oleh DPMA.

Dari garfik tersebut, Ha=He = 2.662 m dan q=11,62 m3/detik/m’

diperoleh nilai r = 1.5

6) Pemilihan Tipe Bentuk Pelimpah

Bentuk pelimpah direncanakan menggunakan tipe mercu bulat. Adapun hal

ini disebabkan oleh beberapa factor berikut ini :

- Bentuknya sederhana sehingga mudah dalam pelaksanaannya.

- Mempunyai mercu yang besar sehingga lebih tahan terhadap benturan batu

gelundung.

- Tahan terhadap goresan atau abrasi karena diperkuat oleh pasangan batu candi

atau beton.

2. Desain Bangunan Intake

1) Bentuk Intake

Intake di desain dengan lubang pengairan terbuka, dilengkapi dengan dinding

banjir, arah Intake terhadap sumbu sungai di buat tegak lurus. Lantai intake tanpa

kemiringan dengan elevasi lantai sama tinggi dengan elevasi plat undersluice.

2) Dimensi lubang Intake

Dari tabel perhitungan maka dimensi diperoleh :

QIntake = 11,62 m3/dt

Dimensi lubang intake dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

Q = µ. b . a .

Dengan :

a = tinggi bukaan (m)

b = lebar bukaan (m)

z = kehilangan tinggi energi pada bukaan (m)

µ = koef. debit (antara 0,80-0,90)

g = percepatan gravitasi

Perbandingan antara lebar bukaan dan tinggi bukaan dapat diambil dengan

perbandingan sebagai berikut :

b : h = 1:1 atau

b : h = 1,5 : 1 atau

b : h = 2 : 1

Selanjutnya, tinggi bukaan diasumsikan a=h1(dari table perhitungan)

=1,496573719 dibulatkan menjadi 1,5 m. Dengan demikian, perhitungan dimensi

lubang intake didapatkan :

Q = µ . b . a .

11,62 = 0,85 . b . 1,5.

11,62 = 0.85 . b . 2,971

11,62 = 2,526 b

b = 4.6 m ≈ 5 m

Diambil b = 5 m, dibuat 2 bukaan sehingga lebar pintu 2 x 2,50 m.

Kesimpulan :

Lebar bukaan pintu intake = 2 x 2,50 m

Tinggi bukaan lubang intake = 1,5 m

Lebar pilar = 1,5 m

3) Pemeriksaan Diameter Sedimen Yang Masuk Ke Intake

Besarnya diameter partikel yang melewati intake sebanding dengan kecepatan

aliran pada lubang intake. Untuk memperkirakan diameter partikel yang melewati

intake, digunakan rumus :

V = 0,396 . {(Qs -1) d }1/2

Dengan :

V : Kec. Aliran

Qs : Berat jenis partikel ( 2,65 )

d : diameter partikel

Kecepatan aliran yang mendekat ke intake dapat dihitung dengan

menggunakan rumus berikut ini :

Q = A x V

Dengan :

Q = debit intake (m³/detik)

A = luas penampang basah (m²)

A (luas penampang basah) = (2 x 2,5) x 1,5 m= 7,5 m² = 6,5 m2

V = kecepatan aliran (m/s)

V =

V = 11,62 / 7,50

V = 1,549 m3/dt

Dengan demikian dimensi partikel :

V = 0,396 . {(Qs -1) d }1/2

1,549 = 0,396 . {(2,65 -1) d }1/2

d = 9.2735 mm

Diameter partikel yang melewati intake diperkirakan 9.2735 mm atau

dibulatkan menjadi 9 mm.

3.Desain Bengunan Peredam Energi

a.Pemilihan tipe

Jenis sungai di daerah ini yakni sungai alluvial dengan angkutan sedimen

dominan fraksi pasir dan kerikil. Adapun direncanakan tinggi mercu bendung

lebih dari 4 m sehingga terjadi perbedaan elevasi dasar udik lebih tinggi dari dasar

sungai. Berdasarkan dua alasan tersebut maka tipe peredam yang cocok adalah

tipe MDO.

Dalam penggunaan tipe ini ditentukan bentuk mercu bendung bulat dengan

satu jari-jari pembulatan, bidang miring tubuh bendung bagian hilir

permukaannya bentuk miring dengan perbandingan 1:1.

b.Grafik dan Rumus

Dalam mendesain dimensi peredam energy tipe MDO ini digunakan grafik-

grafik yang diterbitkan oleh DPMA. Grafik-grafik tersebut yaitu grafik untuk

menentukan dimensi peredam energy tipe MDO yakni seperti berikut :

-Grafik untuk penentuan kedalaman lantai peredam energy

-Grafik untuk penentuan panjang lantai peredam energi

-Parameter energy dihitung dengan rumus sebagai berikut:

-Kedalaman lantai peredam energy dihitung dengan rumus :

; diperoleh dari grafik.

-Panjang lantai peredam energy dihitung dengan rumus :

; diperoleh dari grafik.

-Tinggi ambang akhir dihitung dengan rumus :

a= (0,3x D2)

-Lebar ambang akhir dihitung dengan rumus :

b= 2 x a

Keterangan :

E = parameter energy

Q = debit desain persatuan lebar pelimpah bendung m³/dt/m

z = perbedaan tinggi muka air udik dan hilir, m

g = percepatan grafitasi m/dt²

Ds = kedalaman lantai akhir, m

a = tinggi ambang akhir, m

D2 = kedalaman air di hilir, m

c.Desain dimensi peredam energy

Debit desain persatuan lebar

= 9,513 m³/dt/m’

z = 1,5 m

g = 9,81 m/dt²

kedalaman air di hilir : D2 = Y

Q = C x L x Y3/2

Q = 1659 m3/dt

C = 1,7

L = Bentang sungai rata-rata diambil 146 m

= 3,55 m

Parameter energy

=

= 1,653

Panjang lantai peredam energy:

L/D2 = 1,87 ; L/D2 diambil dari grafik MDO

L = 1,87 x 14,6 = 26,645 m = 27.302 m

Kedalaman lantai peredam energy :

D/D2 = 1,5 ; D/D2 diperoleh dari grafik MDO

D = 1,5 x 3,55

= 5,325 = 5 m

Tinggi ambang akhir

A = 0,3 x 3,55

= 1,065 ≈ 1,1 m

Lebar ambang akhir

B = 2 x a

= 2 x 1,1

= 2,2 m

4.Perencanaan Dimensi Hidrolik Bangunan Pembilas

Bangunan pembilas direncanakan menggunakan underslice lurus dengan

meletakkan bangunan di sisi tubuh bendung dekat tembok pangkal. Adapun mulut

undersluice mengarah ke udik bukan ke arah samping dan pilar pembilas

berfungsi sebagai tembok penangkal. Lantai intake tanpa kemiringan dengan

elevasi lantai sama tinggi dengan elevasi plat undersluice

Dimensi lubang underslice

Pembilas dibuat 3 buah masing-masing 2,00 m. lebar pilar pembilas

ditetapkan 2 buah dengan lebar msing-masing pilar 1,50 m.

lebar lubang = 2,50 m

tinggi lubang = direncanakan 1,5 m

lebar pilar = 1,5 m

undersluice dibagi 2 bagian

5. Perhitungan Bangunan Ukur Pada Intake

Tipe bangunan ukur pada intake yang digunakan adalah jenis Crum de

Gruyter sebab debit intake yang dihasilkan sangat besar yakni Qintake = 11.62

m3/detik. Bangunan ukur berfungsi mengukur besarnya debit ke saluran.

Diletakkan agak jauh di hilir pintu intake. Besarnya aliran diketahui dengan

membaca tinggi muka air di pelskal. Adapun perhitungan yang dilakukan seperti

tertera di bawah ini:

Dengan:

Q : debit intake = 11.62 m3/detik

Cd : koefisien debit diambil 0,94

B : lebar bukaan pintu

Y : bukaan pintu

H : tinggi energi total di atas ambang di udik pintu

= 7.3 m ≈ 7 m

Pintu dibuat dengan tiga lebar bukaan masing-masing 2,3 m.

Anggapan = γ = 3

= 0,495 diperoleh dari grafik

= 0,140 diperoleh dari grafik

Jadi Δh = 0,495 x tinggi bukaan lubang intake

= 0,495 x 1,5

= 0,7425 m ≈ 0,75 m

Bukaan tinggi minimum (Ymin)

Ymin = 0,140 x 1,5

= 0,21 m

Bukaan tinggi maksimum (Ymax)

Ymax = 0,63 x 1,5

= 0,945 m ≈ 0,94 m

6.Perhitungan Panjang Lantai Udik

Rumus yang digunakan berdasarkan teori Lane’s :

L = LV + 1/3 LH

Dimana :

L = panjang total rayapan

LV = panjang vertikal rayapan

LH = panjang horisontal rayapan

Dalam desain ini diambil nilai :

4

Dimana :

L = Panjang rayapan

∆H = kehilangan tekanan

Perhitungan

Perhitungan dilakukan dengan kondisi tidak ada aliran dari udik sehingga

Q=0. Jadi ∆H = elevasi mercu – elevasi lantai olakan =19 – 24,824 = 10 m

Panjang rayapan seharusnya:

Lb > 4 x ∆H = 4 x 10 = 40 m

Tabel. Koefisien Tanah

Pasir agregat halus atau lanau 8,5

Pasir halus 7,5

Pasir sedang 6,0

Pasir kasar 5,0

Kerikil halus 4,0

Kerikil sedang 3,5

Kerikil besar termasuk berangkal 3,0

Bongkah dengan sedikit brongkal + kerikil 2,5

Lempung lunak 3,0

Lempung sedang 2,0

Lempung keras 1,8

Lempung sangat keras 1,6

Tabel. Panjang Rembesan

V H 1/3H1 a - - -2 b 4 - -3 c - 8 2,644 d 8,28 - -5 e - 5 1,656 f 5,5 - -7 g - 6,38 2,10548 h 8 - -9 i - 6 1,9810 j 8,5 - -11 k - 13 4,2912 l 4,5 - -13 m - 6,5 2,14514 n 6,28 - -

45,06 44,88 14,8104

No titikPanjang Rembesan

Jumlah

Berdasarkan tabel di atas diperoleh:

Lv = 45,06 m

Lh = 44,88 m

Lp = Lv + 1/3 LH

Lp = 45,06 + 14,8104 = 59,8704 m

Adapun Lb yang dibutuhkan = 40 m Lp hasil perhitungan = 59,8704 m

Lp = 59,8704 > Lb = 40 OK

Panjang lantai udik cukup memadai.

BAB VI

ANALISIS STABILITAS PELIMPAH

6.1 Tebal Lantai

Tebal lantai saluran samping, transisi, peluncur, dan peredam energi

direncanakan agar dapat menahan gaya angkat (uplift). Rumus yang digunakan

adalah sebagai berikut:

UPx = Hx -

Dengan :

dx = tebal lantai pada titik yang ditinjau (m)

Fs = factor keamanan

Upx = gaya angkat di titik x (t.m-3)

Wx = kedalaman air pada titik x (m)

γb = berat jenis konstruksi (t.m-3)

Hx = tinggi energi di hulu sampai titik x (m)

H = beda tinggi energi hulu sampai hilir (m)

L = panjang rayapan total (m)

Lx = panjang rayapan dari titik yang ditinjau (m)

6.2 Analisis Geologi dan Pondasi

Analisis geologi pondasi pada bangunan pelimpah selain didasrkan pada

pengamatan peta geologi juga didasarkan pada hasil penyelidikan di bawah

permukaan melalui pengeboran inti dan sukur uji.

Secara umum struktur geologi pondasi pada daerah studi dpat

dikelompokkan dalam beberapa lapisan, yaitu:

1. Lapisan atas (Top soil)

2. Lapisan tengah (Quartenary soil)

3. Lapisan bawah (Tertiary soil)

Dari hasil pengamatan secara visual di permukaan maupun dari hasil

pengeboran dan sumur uji, maka batuan yang menyusun daerah penyelidikn

berdasarkan urutan statigrafinya mulai dari muda sampai tua adalah sebagai

berikut :

a. Endapan alluvial

b. Satuan intrusi andesit

c. Satuan Tufa

d. Satuan anglomerat

6.3 Analisis Stabilitas Pelimpah

Dalam merencanakan suatu konstruksi yang kokoh dan baik maka harus

diperhitungkan semua beban yang bekerja pada konstruksi tersebut. Suatu

konstruksi paing tidak harus mempunyai kedudukan yang stabil dalam semua

keadaan yang mungkin terjadi. Disamping itu daya dukung tanah tempat suatu

konstruksi didirikan haruslah cukup kuat untuk menahan konstruksi tersebut.

Oleh karena itu dalam perencanaan pelimpah perlu dilakukan control-

kontrol stabilitas yang meliputi :

1. Stabilitas terhadap guling

2. Stabilitas terhadap geser

3. Stabilitas terhadap daya dukung tanah

6.4 Stabilitas Terhadap Guling

Kontrol stabilitas terhadap momen guling digunakan rumus sebagai

berikut (Anomin,1980:16) :

Keadaan Normal > 1.5

Keadaan Gempa > 1.1

dengan :

Sf = Angka keamanan

Mt = Momen tahan (t.m)

Mg = Momen guling (t.m)

6.5 Stabilitas Terhadap Geser

Untuk menentukan stabilitas geser dipergunakan persaman sebagai

berikut:

(Sosrodarsono, 1981:86)

dengan:

Sf = angka keamanan

c = kohesi antara dasar pondasi dengan tanah pondasi

A = luas pembebanan (m2)

∑V = jumlah gaya-gaya vertical (ton)

∑H = jumlah gaya-gaya horizontal (ton)

θ = sudut geser antara pondasi dengan tanah pondasi

6.6 Stabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah

Untuk menentukan stabilitas terhadap daya dukung tanah didasarkan

anggapan-anggapan sebagai berikut (Sosrodarsono, 1981:33) :

1. Jika titik tangkap resultan terletak di dalam batas 1/3 dari tepi dasar pondasi

masing-masing sisi maka:

<

< tanah

dengan:

= besarnya reaksi daya dukung tanah (t.m-3)

∑V = jumlah gaya vertical (ton)

e = eksentrisitas pembebanan

B = lebar pondasi (m)

A = luas dasar pondasi per satuan panjang (m-2)

2. Jika titik tangkap resultan gaya-gaya yang bekerja terletak di luar batas 1/3 dari

tepi dasar masing-masing sisi:

>

max =

dengan:

= besar reaksi daya dukung tanah (t.m-3)

∑V = jumlah gaya vertical (ton)

e = eksentrisitas pembebanan

x = lebar efektif dari kerja reaksi pondasi (m)

6.7 Daya Dukung Tanah Ijin

Daya dukung tanah ijin adalah tanah maksimum yang dapat dipikul oleh

tanah tanpa terjadi kelongsoran. Untuk menghitung besarnya daya dukung tanah

ijin dipergunakan rumus dari Ohsaki sebagai berikut (Sosrodarsono, 1981:33) :

Dengan:

qult = daya dukung batas (t.m-2)

= daya dukung tanah yang diijinkan (t.m-2)

Sf = angka keamanan

= factor bentuk pondasi (tabel 2-4)

= berat jenis tanah (t.m-3)

C = kohesi tanah

Df = kedalaman pondasi (m)

B = lebar pondasi (m)

Nc, Nq, Nγ = koefisien daya dukung (tabel 2-5)

6.8 Analisis Pembebanan

Dalam perhitungan pembebanan ditinjau dari gaya-gaya yang bekerja pada

pelimpah, gaya tersebut adalah:

1. Gaya tekanan hidrostatis air di hulu pelimpah

2. Gaya tekanan hidrodiamis air I hulu pelimpah

3. Gaya akibat tekanan air di hilir pelimpah

4. Gaya akibat berat pelimpah

5. Gaya akibat tanah di samping

6. Gaya akibat gempa

Tabel. Faktor Bentuk Pondasi

Faktor

bentuk

Bentuk pondasi

Menerus Bujursangkar Persegi Lingkaran

α 1,0 1,5 1,0 + 03B/L 1,3

β 0,5 0,4 0,5 + 0,1B/L 0,3

(Sumber: Sosrodarsono, 1981:33)

Tabel. Koefisien Daya Dukung dari OHSAKI

θ Nc Nq Nγ

0° 5,3 0 1,0

5° 5,3 0 1,4

10° 5,3 0 1,9

15° 5,5 1,2 2,7

20° 7,9 2,0 3,9

25° 9,9 3,3 5,6

28° 11,5 4,4 7,1

32° 20,9 10,6 14,1

36° 42,2 30,5 31,6

40° 95,7 115,7 81,3

45° 172,3 325,8 173,3

50° 347,5 1073,4 415,1

(Sumber: Sosrodarsono, 1981:33)

6.9 Gaya Akibat Tekanan Air

1. Tekanan Hidrostatis

dengan:

Pw = tekanan air statis (t.m-2)

H1 = tinggi muka air di atas pelimpah (m)

H2 = tinggi muka air di hulu pelimpah (m)

γw = berat jenis air (t.m-3)

2. Tekanan Hidrodinamis

dengan:

Pd = tekanan air dinamis (ton)

kH = koefisien gempa

Z = perbandingan H1/H2

Y = jarak terhadap pusat tekanan (m)

3. Berat Air

dengan:

V = volume air (m3)

γ w = berat jenis air (t.m-3)

6.9.1 Berat Sendiri Bangunan

dengan:

Wtotal = berat total konstruksi (ton)

W = berat konstruksi tiap bagian (ton)

V = volume konstruksi tipa bagian (m3)

γb = berat jenis konstruksi (t.m-3)

BAB VII.

ANALISIS STABILITAS KONSTRUKSI

7.1. Stabilitas

Suatu konstruksi harus mempunyai kedudukan yang stabil dalam segala

keadaan yang mungkin menimpanya. Disamping itu tanah tempat suatu konstruksi

didirikan haruslah cukup kuat untuk menahan beban konstruksi dan pengaruh-

pengaruh luar lainnya.

Oleh karena itu, dalam perencanaan bangunan pelimpah ini, perlu dilakukan

kontrol-kontrol stabilitas yang meliputi :

- Stabilitas terhadap guling.

- Stabilitas terhadap geser.

- Stabilitas terhadapdaya dukung tanah.

Kondisi pembebanan dalam perencanaan ini ditinjau terhadap 3 keadaan,

yang merupakan keadaan yang paling kritis terhadap keamanan bangunan.

Keadaan tersebut adalah (Soedibyo, 1993:123) :

1. Kondisi pada akhir konstruksi.

2. Kondisi pada muka air waduk normal dan gempa.

3. kondisi pada muka air banjir dan gempa.

7.2. Perhitungan Gaya-Gaya Yang Bekerja

7.2.1. Perhitungan Tekanan Tanah

Perhitungan tekanan tanah pada tubuh pelimpah didasarkan

Berat air diatas tubuh pelimpah

- W12 = 4,89 tm-1

- W13 = 5,66 tm-1

- W14 = 3,66 tm-1

- W15 = 0,73 tm-1

- W16 = 16,06 tm-1

- W17 = 22,35 tm-1

7.2.2. Perhitungan Gaya Angkat (uplift)

Rayapan air yang melewati pondasi mempunyai tekanan ke atas yang

bekerja pada dasar struktur. Besarnya gaya angkat dihitung berdasarkan

persamaan, yaitu :

Pada rumus Rankine, yaitu :

Ka = tan2 (45°-/2)

=0,31

Diketahui Φ = 320 (untuk tipe tanah pasir bulat, ”Mekanika Tanah Jilid 2”: Braja

M. Das; hal 5), maka :

Pa =

= ½ . 0,31. 1,87 . 5.28 2 . 1 = 8,08 t

Pp =

= ½ . 0.31. 1,87 . 4,5 2 . 1 = 5.87 t

7.2.3. Perhitungan Tekanan Air

Keadaan air di hulu pelimpah akan menimbulkan gaya hidrolis pada hulu

dinding ambang pelimpah. Gayanya bekerja ke arah vertikal dan horizontal. Gaya

vertikal adalah berat sendiri air, sedangkan gaya horizontal adalah tekanan air

statis dan dinamis.

a. Kondisi muka air normal

- Tekanan air statis

Pw = ½ . γw . H2

= ½ . 1 . 5 2

= 12.5 tm-2

- Tekanan air dinamis

Pd = 7/12 . 1 . 0,1 . 5 2 . (1-01.5)

= 1,46 tm-2

b. Kondisi muka air banjir

- Tekanan air statis

Pw = ½ x ((w x H22)-( w x H1

2))

= ½ x (( 1 x 7,62) - (1 x 2,62)

= 25.5 tm-2

- Tekanan air dinamis

Pd = 7/12 . 1 . 0,15 . 7,62 . (1 – 0,34) 1,5 = 2.71 tm-2

7.2.4. Perhitungan gaya angkat pada masing-masing titik adalah :

NotasiHx (m) Upx (tm^-1)

KetNWL FWL NWL FWL

La = 0 5 7.60 5.00 7.60

Lb = 1 6.00 8.60 5.78 8.38

Lc = 1,32 6.00 8.60 5.49 8.09 NWL + 13,03

Ld = 5,28 11.28 13.88 9.61 12.21 ∆H = 6,5

Le = 0,66 11.28 13.88 9.47 12.07

Lf = 2,5 8.78 11.38 6.42 9.02 FWL + 15,63

Lg = 0,785 8.78 11.38 6.25 8.85 ∆H = 6,5

Lh = 4 12.78 15.38 9.37 11.97

Li = 2 12.78 15.38 9.22 11.82

Lj = 4,5 8.28 10.88 3.73 6.33

Lk = 5,627 8.28 10.88 2.50 5.10

Ll = 0,5 8,78 11.38 2.89 5.49

Lm = 0,495 8,78 11.38 2.78 5.38

Ln = 2,28 5,65 8.25 2.85 5.80

7.2.5. Perhitungan Berat Sendiri Konstruksi

Berat sendiri pelimpah merupakan hasil perkalian antara volume beton.

Perhitungan dibagi dalam beberapa pias, yaitu :

W1 = 1 . 4 . 1 . 2,4 = 9,6 t

W2 = 1,88 . 4,72 . 1 . 2,4 = 21,34 t

W3 = 4,72 . 4,72 . 0,5 .1. 2,4 = 26,74 t

W4 = 4,06 . 8,38 . 1 . 2,4 = 281,66 t

W5 = 2,5 . 2 . 1 . 2,4 = 12 t

W6 = 2,5 . 1 . 0,5 . 1 . 2,4 = 3t

W7 = 1 . 4 . 0,5 . 1 . 2,4 = 4,8 t

W8 = 4 . 2. 1 . 2,4 = 19,2 t

W9 = 17,05 . 1,78 .1 . 2,4 = 72,84 t

W10 = 1,5 . 2,28 . 1 . 2,4 = 8,21 t

W11 = 0,5 .0,1. 0,85. 1 . 2,4 = 1,07 t

7.2.5. Perhitungan Daya Dukung Tanah Ijin

Perhitungan daya dukung tanah ijin digunakan rumus dari Ohsaki, sebagai

berikut :

=

Diketahui data tanah sebagai berikut :

Φ = 320 (untuk tipe tanah pasir bulat, ”Mekanika Tanah Jilid 2”: Braja M.

Das; hal 5)

C = 4 tm

Γsat = 1,87 tm-3

Dari tabel 2-5, untuk Φ= 320 didapat harga koefisien daya dukung berikut :

Nc = 20,9 ; Nγ = 10,6 dan Nq = 14,1 . sedangkan faktor bentuk untuk pondasi

menerus didapat = 1,0 dan β = 0,5

Ukuran pondasi direncanakan (185 x 30,93) meter pada kedalaman 7,78 meter.

Dari parameter daya dukung di atas, maka dapat dihitung besarnya daya dukung

tanah ijin, yaitu :

=

= 184,49 tm-2

Tabel. Faktor Bentuk Pondasi

Faktor

bentuk

Bentuk Pondasi

Menerus Bujursangkar Persegi Lingkaran

α 1,0 1,3 1,0 + 0,3 B/L 1,3

β 0,5 0,4 0,5 + 0,1 B/L 0,3

Sumber : Sosrodarsono, 1981:33

Tabel. Nilai Nc, Nγ dan Nq

θ Nc Nγ Nq

0 5,3 0 1,0

5 5,3 0 1,4

10 5,3 0 1,9

15 5,5 1,2 2,7

20 7,9 2,0 3,9

25 9,9 3,3 5,6

28 11,5 4,4 7,1

32 20,9 10,6 14,1

36 42,2 30,5 31,6

40 95,7 115,7 81,3

45 172,3 325,8 173,3

50 347,5 1073,4 415,1

Sumber : Sosrodarsono, 1981: 33

1. Kontrol Stabilitas Kondisi Muka Air Normal Tanpa Gempa

Perhitungan gaya-gaya yang bekerja dan momen yang terjadi pada

kondisi ini ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

NotasiVolum

eBerat Jenis Gaya (t) Lengan (m) Momen tm

m3 t/m-3 Vertikal

Horizontal X Y Tahan Gulin

gW1 4,00 2,40 9,60 - 2,00 - 19,20 -W2 8,89 2,40 21,34 - 4,94 - 105,40 -W3 11,14 2,40 26,74 - 7,45 - 199,18 -W4 34,03 2,40 81,66 - 8,19 - 668,82 -W5 5,00 2,40 12,00 - 5,00 - 60,00 -W6 1,25 2,40 3,00 - 6,33 - 18,99 -W7 2,00 2,40 4,80 - 10,05 - 48,24 -W8 8,00 2,40 19,20 - 11,38 - 218,50 -W9 30,35 2,40 72,84 - 20,91 - 1523,08 -W10 3,42 2,40 8,21 - 30,18 - 247,72 -W11 0,45 2,40 1,07 - 30,59 - 32,74 -Pw 12,50 1,00 - 12,50 - 1,67   20,88Pd 1,46 1,00 - 1,46 - 1,65   2,41Pa 8,08 1,87 - 15,11 - 2,65   40,04Pp 5,87 1,87 - 10,98 - 2,65   29,09Up1 5,00 1,00 5,00 - 0,50 - -2,50 -Up2 0,39 1,00 0,39 - 0,67 - -0,26 -Up3 7,25 1,00 7,25 - 1,66 - -12,04 -Up4 0,19 1,00 0,19 - 1,44 - -0,28 -Up5 28,99 1,00 28,99 - 4,82 - -139,73 -Up6 10,14 1,00 10,14 - 5,67 - -57,49 -Up7 6,07 1,00 6,07 - 7,65 - -46,44 -Up8 0,05 1,00 0,05 - 7,54 - -0,38 -Up9 15,35 1,00 15,35 - 9,23 - -141,68 -Up10 3,81 1,00 3,81 - 8,81 - -33,59 -Up11 4,72 1,00 4,72 - 10,87 - -51,31 -Up12 0,07 1,00 0,07 - 10,71 - -0,72 -Up13 23,88 1,00 23,88 - 13,00 - -310,44 -Up14 6,24 1,00 6,24 - 13,60 - -84,83 -Up15 5,90 1,00 5,90 - 15,08 - -88,97 -Up16 0,05 1,00 0,05 - 14,97 - -0,75 -Up17 15,53 1,00 15,53 - 17,66 - -274,26 -Up18 12,35 1,00 12,35 - 16,76 - -206,99 -Up19 12,49 1,00 12,49 - 21,98 - -274,47 -Up20 3,46 1,00 3,46 - 21,15 - -73,18 -Up21 1,11 1,00 1,11 - 24,29 - -26,96 -Up22 0,35 1,00 0,35 - 24,38 - -8,53 -Up23 1,75 1,00 1,75 - 24,79 - -43,38 -Up24 0,71 1,00 0,71 - 24,69 - -17,53 -Up25 6,92 1,00 6,92 - 28,44 - -196,80  Up26 0,71 1,00 0,71 - 27,95 - -19,84  

Jumlah 426,30 40,05     1028,53 92,41

a. Stabilitas terhadap guling

Sf = (Kondisi Gempa)

Sf = = 11.1296 > 1.5 Aman

b. Stabilitas terhadap geser

Sf =

Sf = = 9.6894 > 1.5 Aman

c. Stabilitas terhadap daya dukung

e =

e =

e = -13,8974 < 4,9345

σ maks = ijin

σ maks = = 57,4153 < 184,49 t

2. Kontrol Stabilitas Kondisi Muka Air Normal dan Gempa

Perhitungan gaya-gaya yang bekerja dan momen yang terjadi pada

kondisi ini ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

NotasiVolume Berat

Jenis Gaya (t) Lengan (m) Momen tm

m3 t/m-3 Vertikal Horizontal X Y Tahan Guling

W1 4,00 2,40 9,60 1,44 2,00 0,50 19,20 0,72W2 8,89 2,40 21,34 3,20 4,94 2,64 105,40 8,45W3 11,14 2,40 26,74 4,01 7,45 1,85 199,18 7,42W4 34,03 2,40 81,66 12,25 8,19 1,75 668,82 21,44W5 5,00 2,40 12,00 1,80 5,00 5,03 60,00 9,05W6 1,25 2,40 3,00 0,45 6,33 4,61 18,99 2,07W7 2,00 2,40 4,80 0,72 10,05 5,11 48,24 3,68W8 8,00 2,40 19,20 2,88 11,38 5,78 218,50 16,65W9 30,35 2,40 72,84 10,93 20,91 2,39 1523,08 26,11W10 3,42 2,40 8,21 1,23 30,18 2,64 247,72 3,25W11 0,45 2,40 1,07 0,16 30,59 1,23 32,74 0,20Pw 12,5 1   12,5   1,67   20,875Pd 1,46 1   1,46   1,65   2,409

Pa 8,08 1,87   15,1096   2,65  40,0404

4

Pp 5,87 1,87   10,9769   2,65  29,0887

9Up1 5,00 1 5,00   0,50   -2,5  Up2 0,39 1 0,39   0,67   -0,2613  Up3 7,25 1 7,25   1,66   -12,035  

Up4 0,19 1 0,19   1,44  -

0,27504  

Up5 28,99 1 28,99   4,82  -

139,732  

Up6 10,14 1 10,14   5,67  -

57,4938  

Up7 6,07 1 6,07   7,65  -

46,4355  Up8 0,05 1 0,05   7,54   -0,377  

Up9 15,35 1 15,35   9,23  -

141,681  

Up10 3,81 1 3,81   8,81  -

33,5925  

Up11 4,72 1 4,72   10,87  -

51,3064  

Up12 0,07 1 0,07   10,71  -

0,71757  Up13 23,88 1 23,88   13,00   -310,44  

Up14 6,24 1 6,24   13,60  -

84,8328  Up15 5,90 1 5,90   15,08   -88,972  Up16 0,05 1 0,05   14,97   -0,7485  Up17 15,53 1 15,53   17,66   -274,26  

Up18 12,35 1 12,35   16,76  -

206,986  

Up19 12,49 1 12,49   21,98  -

274,468  Up20 3,46 1 3,46   21,15   -  

73,1755

Up21 1,11 1 1,11   24,29  -

26,9619  

Up22 0,35 1 0,35   24,38  -

8,53125  

Up23 1,75 1 1,75   24,79  -

43,3825  

Up24 0,03 1 0,71   24,69  -

17,5299  Up25 6,29 1 6,92   0,00   0  Up26 0,71 1 0,71   0,00   0  

Jumlah312,413

8 79,11442     1245,18 191,453

a. Stabilitas terhadap guling

Sf = (Kondisi Normal)

Sf = Aman

b. Stabilitas terhadap geser

Sf = > 1,1

Sf = = 4,012 > 1,1 Aman

c. Stabilitas terhadap daya dukung

e =

e =

e = -14,0567 < 4,9345

σ maks = ijin

σ maks = = 38,8741 < 184,49 t

3. Kontrol Stabilitas Kondisi Muka Air Banjir Tanpa Gempa

Perhitungan gaya-gaya yang bekerja dan momen yang terjadi pada

kondisi ini ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Notasi

Volume Berat Jenis Gaya (t) Lengan (m) Momen tm

m3 t/m-3 Vertikal Horizontal X Y Tahan GulingW1 4,00 2,40 9,60 - 2,00 - 19,2 -W2 8,89 2,40 21,34 - 4,94 - 105,3998 -W3 11,14 2,40 26,74 - 7,45 - 199,1832 -W4 34,03 2,40 81,66 - 8,19 - 668,8150 -W5 5,00 2,40 12,00 - 5,00 - 60 -W6 1,25 2,40 3,00 - 6,33 - 18,99 -W7 2,00 2,40 4,80 - 10,05 - 48,24 -W8 8,00 2,40 19,20 - 11,38 - 218,496 -W9 30,35 2,40 72,84 - 20,91 - 1523,084 -W10 3,42 2,40 8,21 - 30,18 - 247,7174 -W11 0,45 2,40 1,07 - 30,59 - 32,7435 -W12 4,89 1,00 4,89 - 4,94 - 24,1566 -W13 5,66 1,00 5,66 - 7,31 - 41,3746 -W14 3,66 1,00 3,66 - 9,69 - 35,4654 -W15 0,73 1,00 0,73 - 10,96 - 8,0008 -W16 16,06 1,00 16,06 - 21,66 - 347,8596 -W17 22,35 1,00 22,35 - 24,75 - 553,1625 -Pw 25,50 1,00 - 25,50 - 2,50 - 63,75Pd 2,71 1,00 - 2,71 - 2,50 - 6,78Pa1 8,08 1,87   15,11   3,15   47,60Pa2 5,87 1,87   10,98   4,15   45,55Up1 7,60 1,00 -7,60   0,50   3,80  Up2 0,39 1,00 -0,39   0,67   -0,26  Up3 10,68 1,00 -10,68   1,66   -17,73  Up4 0,19 1,00 -0,19   1,44   -0,28  Up5 42,71 1,00 -42,71   4,82   -205,87  Up6 10,89 1,00 -10,89   5,67   -61,74  Up7 7,96 1,00 -7,96   7,65   -60,93  Up8 0,05 1,00 -0,05   7,54   -0,36  Up9 22,55 1,00 -22,55   9,23   -208,16  Up10 3,81 1,00 -3,81   8,81   -33,56  Up11 6,95 1,00 -6,95   10,87   -75,49  Up12 0,07 1,00 -0,07   10,71   -0,73  Up13 35,39 1,00 -35,39   13,00   -460,06  Up14 6,25 1,00 -6,25   13,60   -84,96  Up15 7,81 1,00 -7,81   15,08   -117,70  Up16 0,05 1,00 -0,05   14,97   -0,72  Up17 28,54 1,00 -28,54   17,66   -503,96  Up18 12,34 1,00 -12,34   16,76   -206,83  Up19 28,69 1,00 -28,69   21,98   -630,36  Up20 3,50 1,00 -3,50   21,15   -74,00  

Up21 2,55 1,00 -2,55   24,29   -61,91  Up22 0,10 1,00 -0,10   24,38   -2,38  Up23 3,01 1,00 -3,01   24,79   -74,61  Up24 -0,15 1,00 0,15   24,69   3,62  Up25 6,29 1,00 -13,86   28,44   -394,25  Up26 0,71 1,00 -6,93   27,95   -193,73  

Jumlah 71,88 54,2965     688,727 163,674

a. Stabilitas terhadap guling

Sf = (Kondisi Normal)

Sf = Aman

b. Stabilitas terhadap geser

Sf = > 1,5

Sf = = 3,09949 > 1,5 Aman

c. Stabilitas terhadap daya dukung

e =

e =

e = -14,55878 < 4,9345

σ maks = ijin

σ maks = = 9,18 < 184,49 t

4. Kontrol Stabilitas Kondisi Muka Air Banjir Dengan Gempa

Perhitungan gaya-gaya yang bekerja dan momen yang terjadi pada

kondisi ini ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

NotasiVolume Berat

Jenis Gaya (t) Lengan (Titik berat) (m) Momen tm

m3 t/m-3 Vertikal

Horizontal X Y Tahan Guling

W1 4,00 2,40 9,60 1,44 2,00 0,50 19,20 0,72W2 8,89 2,40 21,34 3,20 4,94 2,64 105,40 8,45W3 11,14 2,40 26,74 4,01 7,45 1,85 199,18 7,42W4 34,03 2,40 81,66 12,25 8,19 1,75 668,82 21,44W5 5,00 2,40 12,00 1,80 5,00 5,03 60,00 9,05W6 1,25 2,40 3,00 0,45 6,33 4,61 18,99 2,07W7 2,00 2,40 4,80 0,72 10,05 5,11 48,24 3,68W8 8,00 2,40 19,20 2,88 11,38 5,78 218,50 16,65W9 30,35 2,40 72,84 10,93 20,91 2,39 1523,08 26,11W10 3,42 2,40 8,21 1,23 30,18 2,64 247,72 3,25W11 0,45 2,40 1,07 0,16 30,59 1,23 32,74 0,20W12 4,89 1,00 4,89 - 4,94 - 24,16 -W13 5,66 1,00 5,66 - 7,31 - 41,37 -W14 3,66 1,00 3,66 - 9,69 - 35,47 -W15 0,73 1,00 0,73 - 10,96 - 8,00 -W16 16,06 1,00 16,06 - 21,66 - 347,86 -W17 22,35 1,00 22,35 - 24,75 - 553,16 -Pw 25,50 1,00 - 25,50 - 1,67 - 42,59Pd 2,71 1,00 - 2,71 - 1,65 - 4,47Pa 8,08 1,87 - 15,11 - 2,65 - 40,04Pp 5,87 1,87 - 10,98 - 2,65 - 29,09Up1 7,60 1,00 -7,60 - 0,50 - -3,80 -Up2 0,39 1,00 -0,39 - 0,67 - -0,26 -Up3 10,68 1,00 -10,68 - 1,66 - -17,73 -Up4 0,19 1,00 -0,19 - 1,44 - -0,28 -Up5 42,71 1,00 -42,71 - 4,82 - -205,87 -Up6 10,89 1,00 -10,89 - 5,67 - -61,74 -Up7 7,96 1,00 -7,96 - 7,65 - -60,93 -Up8 0,05 1,00 -0,05 - 7,54 - -0,36 -Up9 22,55 1,00 -22,55 - 9,23 - -208,16 -Up10 3,81 1,00 -3,81 - 8,81 - -33,56 -Up11 6,95 1,00 -6,95 - 10,87 - -75,49 -Up12 0,07 1,00 -0,07 - 10,71 - -0,73 -Up13 35,39 1,00 -35,39 - 13,00 - -460,06 -Up14 6,25 1,00 -6,25 - 13,60 - -84,96 -Up15 7,81 1,00 -7,81 - 15,08 - -117,70 -Up16 0,05 1,00 -0,05 - 14,97 - -0,72 -Up17 28,54 1,00 -28,54 - 17,66 - -503,96 -Up18 12,34 1,00 -12,34 - 16,76 - -206,83 -Up19 28,69 1,00 -28,69 - 21,98 - -630,36 -Up20 3,50 1,00 -3,50 - 21,15 - -74,00 -

Up21 2,55 1,00 -2,55 - 24,29 - -61,91 -Up22 0,10 1,00 -0,10 - 24,38 - -2,38 -Up23 3,01 1,00 -3,01 - 24,79 - -74,61 -Up24 -0,15 1,00 0,15 - 24,69 - 3,62 -Up25 13,86 1,00 -13,86   28,44 - -394,25  Up26 6,93 1,00 -6,93   27,95 - -193,73  

Jumlah 51,10 93,36442     681,13 215,23

a. Stabilitas terhadap guling

Sf = (Kondisi Gempa)

Sf = Aman

b. Stabilitas terhadap geser

Sf = < 1,1

Sf = = 1,6644 > 1,1 Aman

c. Stabilitas terhadap daya dukung

e =

e =

e = -5,6853 < 4,9345

σ maks = ijin

σ maks = = 3,555327 < 184,49 t

BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Dari perincian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam tugas besar ini,

selain merencanakan kebutuhan air irigasi kami juga merencanakan jaringan

irigasi serta bangunan utama irigasi dan komponen pelengkapnya.

1. Kebutuhan air untuk irigasi

Berdasarkan perhitungan dengan pola tata tanam diperoleh kebutuhan air

irigasi maksimum sebesar 1,655 lt/dt/ha yang terjadi pada bulan Mei

minggu ke-2.

2. Perencanaan Bangunan Utama

Pada perencanaan ini hanya merencanakan bendung utamanya saja.

Adapun hasilnya adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan mercu bendung

Mercu bendung menggunakan tipe bulat yang memiliki banyak

keuntungan yang diantaranya adalah kesederhanaan dan tahan

terhadap benturan, goresan dan abrasi.

b. Desain bangunan intake

Diambil b = 5,8 m

Jumlah bukaan = 5

Lebar bukaan = 1,93 m

Tinggi bukaan = 1,12 m

Jumlah pilar = 4 buah

c. Desain bangunan peredam energi

Panjang kolam olakan = 19 m

Tinggi, lebar dan selang blok-blok kolom olakan = 1,88 m

Lebar gerigi maksimum = 0,94 m

Jarak antar gerigi = 2,35 m

d. Desain hidrolik bangunan pembilas

Lebar lubang = 2 m

Tinggi lubang = 1,5 m

Lebar pilar = 1,5 m

e. Panjang lantai udik

Panjang rayapan seharusnya 26 m

Tetapi menurut perhitungan Lp = 29,607 m sehingga panjang

lantai udik cukup memadai.

3. Stabilitas konstruksi

a. Kontrol kondisi muka air normal tanpa gempa

Stabilitas terhadap guling, geser dan terhadap gaya dukung aman.

b. Kontrol kondisi muka air normal dan gempa

Stabilitas terhadap guling, geser dan terhadap gaya dukung aman.

c. Kontrol kondisi muka air banjir tanpa gempa

Stabilitas terhadap guling, geser dan terhadap gaya dukung aman.

d. Kontrol kondisi muka air banjir dengan gempa

Stabilitas terhadap guling, geser dan terhadap gaya dukung aman.

7.2. Saran

1. Karena waktu yang diberikan dalam pengerjakaan tugas irigasi dan

bangunan air sangat terbatas maka diharapkan tugas dapat terselesaikan

tepat waktu.

2. Untuk menjadi perencana jaringan irigasi yang baik, seseorang harus

benar-benar menguasai ilmu yang berhubungan erat dengan irigasi.

3. Selain itu juga perlu dikembangkan dalam mengembangkan diri dengan

membaca literatur yang ada dengan harapan bahwa perkembangan baru

dalam bidang irigasi akan cepat didapatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral Pengairan Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Standart

Perencanaan Irigasi.

Mawardi, Erman dan Moch. Memed. 2002. Desain Hidraulik Bendung Tetap

untuk Irigasi Teknis. Bandung: Alfabeta.

Sumarto, CD.1987. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional

Sosrodarsono, Suyono. 1976. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT Pradnya

Paramita.

Sunggono, KH.Mekanika Tanah. Bandung : Penerbit NOVA.

TE,Ven Chow. 1997. Hidrolika Saluran Terbuka. Jakarta: Erlangga

Referensi Tugas Besar Irigasi Bangunan Air Mahasiswa Teknik Sipil S1

Universitas Jember Angkatan 2005.