darmadi18.files.wordpress.com · web viewpada diagram mekanisme terjadinya banjir dan bencana, ......
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI
2.1. Umum
Infrastruktur air perkotaan meliputi tiga sistem yaitu sistem air bersih
(urban water supply), sistem sanitasi (waste water) dan sistem drainase air hujan
(strom Water system). Ketiga sistem tersebut saling terkait, sehingga idealnya
dikelola secara integrasi. Hal ini sangat penting untuk mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya dan fasilitas, menghindari ketumpang-tindihan tugas
dan tanggung jawab, serta keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya air.
Sistem air bersih meliputi pengadaan (acquisition), pengolahan (treatment),
dan pengiriman/pendistribusian (delivery) air bersih ke pelanggan baik domestik,
komersil, industri, maupun sosial. Sistem sanitasi dimulai dari titik keluarnya
sistem air bersih. Sistem pengumpul mengambil air buangan domestik, komersil,
industri dan kebutuhan umum. Ada dua istilah yang banyak dipakai untuk
mendiskripsikan sistem air buangan (wastewater system) yaitu, “wastewater” dan
“sewage”. Air buangan digunakan untuk menunjukkan perpipaan, stasiun pompa,
dan fasilitas yang menangani air buangan (wastewater). Sedangkan “sanitary
sewage” merupakan peristilahan umum yang biasanya untuk permukiman.
2.2. Pengertian Drainase
9
Drainase yang berasal dari bahasa Inggris yaitu drainage mempunyai arti
mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secaraumum,drainase
dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untukmengurangi kelebihan air,
baik yang berasal dari air hujan, rembesan,maupun kelebihan air irigasi dari suatu
kawasan atau lahan,sehinggafungsi kawasan atau lahan tidak terganggu (Suripin,
2004).
Selain itu, drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol
kualitas air tanah. Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga
air tanah. Sesuai dengan prinsip sebagai jalur pembuangan maka pada waktu
hujan, air yang mengalir di permukaan diusahakan secepatnya dibuang agar tidak
menimbulkan genangan yang dapat mengganggu aktivitas dan bahkan dapat
menimbulkan kerugian (R. J. Kodoatie, 2005).
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem
guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam
perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Berikut beberapa
pengertian drainase. Menurut Dr. Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase
mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara
umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi
untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau
lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan
10
sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan
salinitas. Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak
diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang
ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. (Suhardjono 1948:1). Dari sudut pandang
yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan
masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman,
bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air
permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permkaan tanah) dan
atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air
permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan
banjir. Sehingga dapat disimpulkan drainase adalah suatu system untuk
menangani kelebihan air. Kelebihan air yang perlu ditangani atau dibuang
meliputi:
- Air atau aliran/limpasasn diatas permukaan tanah(surface flowatau surface run
off)
- Aliran bawah tanah(subsurface flow atau subflow)
Pada dasarnya drainase tidak diperlukan bila kelebihan air yang tidak
menimbulkan permasalahan bagi masyarakat. Drainase diperlukan bila air
kelebihan menggenang pada daerah-daerah yang mempunyai nilai ekonomis
seperti daerah perkotaan, pertanian, industri, dan pariwisata.
11
2.3. Fungsi Drainase
Adapun fungsi drainase menurut R. J. Kodoatie adalah:
- Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat dari permukiman) dari
genangan air, erosi, dan banjir.
- Karena aliran lancar maka drainase juga berfungsi memperkecil resiko
kesehatan lingkungan bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit lainnya.
- Kegunaan tanah permukiman padat akan menjadi lebih baik karena
terhindar dari kelembaban.
- Dengan sistem yang baik tata guna lahan dapat dioptimalkan dan juga
memperkecil kerusakan-kerusakan struktur tanah untuk jalan dan bangunan
lainnya.
2.4. Sistem Drainase
Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air
dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal
(Suripin, 2004). Dilihat dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari
saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran
pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain) dan badan air penerima
(receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya,
seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah, pintu-pintu air,
12
bangunan terjun, kolam tando dan stasiun pompa. Pada sistem yang lengkap,
sebelum masuk ke badan air penerima, air diolah dahulu di instalasi pengolah air
limbah (IPAL), khususnya untuk sistem tercampur. Hanya air yang telah
memenuhi baku mutu tertentu yang dimasukan ke badan air penerima, sehingga
tidak merusak lingkungan.
Menurut R. J. Kodoatie sistem jaringan drainase di dalam wilayah kota
dibagi atas 2 (dua) bagian yaitu:
- Sistem drainase mayor adalah sistem saluran yang menampung dan
mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area).
Biasanya sistem ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti
saluran drainase primer.
- Sitem drainase minor adalah sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase
yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan dimana
sebagian besar di dalam wilayah kota, contohnya seperti saluran atau selokan
air hujan di sekitar bangunan. Dari segi kontruksinya sistem ini dapat
dibedakan menjadi sistem saluran tertutup dan sistem saluran terbuka.
Konsep dasar pengembangan sistem drainase yang berkelanjutan adalah
meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan
konservasi lingkungan (Suripin, 2004). Untuk itu diperlukan usaha-usaha yang
komprehensif dan integratif yang meliputi seluruh proses, baik yang bersifat
13
struktural maupun non struktural, untuk mencapai tujuan tersebut. Konsep Sistem
Drainase yang Berkelanjutan prioritas utama kegiatan harus ditujukan untuk
mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk
menahan air hujan.
2.5. Jenis – Jenis Drainase
Drainase secara umum dibagi menjdai dua bagian yaitu drainase permukaan
tanah ( Surface drainage ) dan drainase bawah permukaan tanah ( Sub surface
drainage ). Dalam perencanaan keduanya memilki konsep dasar yang berbeda,
namun dalam perencanaan system drainase tentu perlu direncanakan baik
drainase permukaan maupun drainase bawah permukaan.
1. Drainase Permukan:
a. Drainase Perkotaan
Semua kota-kota besar mempunyai system drainase untuk pembuangan
airhujan. Aliran permukaan dialirkan melalui saluran tersier, sekunder,
kemudian berkumpul di saluran primer (utama) untuk kemudian dibuang ke
dalam sungai, danau, laut. Pembuangan sedapat mungkin dilakukan dengan
cara gravitasi, apabila tak mungkin maka digunakan system pompa dengan
bangunan pendukung. Saluran dapat berupa saluran tertutup ataupun saluran
terbuka yang sesuai dengan kebutuhan dan system pemeliharaan yangada.
14
Dilihat dari cara pemeliharaan saluran terbuka lebih mudah dibandingkan yang
tertutup.
b. Drainase Lahan
Drainase lahan bertujuan membuang kelebihan air permukaan dari suatu
daerah atau menurunkan taraf muka air tanah sampai dibawah daerah akar,
untuk memperbaiki tumbuhnya tanaman atau menurunkan akumulasi garam-
garam tanah, kondisi ini difungsikan untuk pertanian dan perkebunan.
c. Drainase Jalan
Drainase jalan raya dibedakan untuk perkotaan dan luar kota. Umumnya di
perkotaan dan luar perkotaan drainase jalan raya selalu mempergunakan
drainase muka tanah (Surface drainage). Di perkotaan saluran muka tanah
selalu ditutup sebagai bahu jalan atau trotoar. Walaupun juga sebagaiman
diluar perkotaan, ada juga saluran drainase muka tanah tidak tertutup (terbuka
lebar), dengan sisi atas saluran rata dengan muka jalan sehingga air dapat
masuk dengan bebas. Drainase jalan raya pi perkotaan elevasi sisi atas selalu
lebih tinggi dari sisi atas muka jalan .Air masuk ke saluran melalui inflet. Inflet
yang ada dapat berupa inflet tegak ataupun inflet horizontal. Untuk jalan raya
yang lurus, kemungkinan letak saluran pada sisi kiri dan sisi kanan jalan. Jika
jalan ke arah lebar miring ke arah tepi, maka saluran akan terdapat pada sisi
tepi jalan atau pada bahu jalan, sedangkan jika kemiringan arah lebar jalan kea
15
rah median jalan maka saluran akan terdapat pada median jalan tersebut. Jika
jalan tidak lurus ,menikung, maka kemiringan jalan satu arah , tidak dua arah
seperti jalan yang lurus. Kemiringan satu arah pada jalan menikung ini
menyebabkan saluran hanya pada satu sisi jalan yaitu sisi yang rendah. Untuk
menyalurkan air pada saluran ini pada jarak tertentu,direncanakan adanya pipa
nol yang diposisikan dibawah badan jalan untuk mengalirkan air dari saluran.
2. Drainase Bawah Permukaan
a. Drainase Lapangan Bola
b. Drainase Lapangan Terbang / Bandar Udara
2.6. Definisi Sungai
Secara umum sungai berarti aliran air yang besar. Secara ilmiah sungai
adalah perpaduan alur sungai dan aliran air.
Sungai merupakan suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat
mengalirnya air yang berasal dari hujan. Aliran air marupakan bagian yang
senantiasa tersentuh oleh air. Daerah aliran sungai merupakan lahan total dan
permukaan air yang dibatasi oleh suatu batas-air topografi dan yang dengan salah
satu cara memberikan sumbangan terhadap debit suatu sungai pada suatu irisan
melintang (Sehyan, 1990:6).
Sebuah sungai dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang berbeda sifat-sifatnya
(Mulyono, H. R, 2007:3)
16
a. Hulu sungai berarus deras dan turbulent atau torrential river yang dapat berupa
sungai jeram atau rapids river atau sungai jalin atau braided river.
b. Sungai alluvial.
c. Sungai pasang surut atau tidal river.
d. Muara sungai atau estuary.
e. Mulut sungai atau tidal inlet yaitu bagian laut yang langsung berhubungan
dengan muara dimana terjadi interaksi antara gelombang laut dan aliran air yang
ke luar masuk melewati muara.
f. Delta sungai yang berupa dataran yang terbentuk oleh sedimentasi di dalam
muara dan mulut sungai delta ini perlu ditinjau karena berpengaruh terhadap sifat-
sifat sungai dimana delta ini terbentuk di dalam muaranya.
2.7. Peranan Sungai
Sungai sebagai aset negara yang bernilai dan perlu dipelihara. Sungai mempumyai
peranan dalam kehidupan manusia di seluruh dunia, sehingga pada saat ini sungai
masih mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kehidupan kita sehari-hari.
Peranan sungai selain sebagai pembangkit listrik tenaga air, sungai juga berperan
sebagai sumber air untuk sarana irigasi, penyedia air minum, dan masih banyak
lagi yang lainnya.
17
Ada dua fungsi utama yang diberikan alam kepada sungai yang ke-duanya
berlangsung secara bersamaan dan saling mempengaruhi (Mulyono, H. R,
2007:6).
a. Mengalirkan air.
Air hujan yang jatuh pada sebuah daerah aliran sungai (DAS) akan terbagi
menjadi akumulasi-akumulasi yang tertahan sementara di situ sebagai air tanah
dan air permukaan, serta runoff yang akan memasuki alur sebagai debit sungai
dan terus dialirkan ke laut.
b. Mengangkut sediment hasil erosi pada DAS dan alurnya.
2.8. Permasalahan Drainase
Banjir merupakan kata yang sangat populer di Indonesia. Khususnya pada
musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana
banjir. Banjir merupakan proses meluapnya air sungai ke daratan sehingga
dapat menimbulkan kerugian harta benda penduduk serta dapat menimbulkan
korban jiwa. Banjir dapat merusak bangunan, sarana dan prasarana,
lingkungan hidup serta merusak tata kehidupan masyarakat, maka sudah
semestinya dari berbagai pihak perlu memperhatikan hal-hal yang dapat
mengakibatkan banjir dan sedini mungkin diantisipasi, untuk memperkecil
kerugian yang ditimbulkan (Kodoatie, J. Robert dan Sugiyanto, 2002:73).
18
Banjir dan bencana akibat banjir dapat terjadi karena faktor alamiah
maupun pengaruh perlakuan masyarakat terhadap alam dan lingkungannya.
Pada diagram mekanisme terjadinya banjir dan bencana, terlihat bahwa faktor
alamiah yang utama adalah curah hujan. Faktor alami lainnya adalah erosi
dan sedimentasi kapasitas sungai, kapasitas drainasi yang tidak memadai,
pangaruh air pasang, perubahan kondisi DPS, dll. Sedangkan faktor non-
alamiah penyebab bnjir adalah adanya pembangunan kompleks perumahan
atau pembukaan suatu kawasan untuk lahan usaha yang bertujuan baik
sekalipun, tanpa didasari dengan pengaturan yang benar akan menimbulkan
aliran permukaan yang besar atau erosi yang menyebabkan pendangkalan
aliran sungai. Akibatnya, debit pengaliran sungai yang terjadi akan lebih
besar dari pada kapasitas pengaliran air sungai sehingga terjadilah banjir.
Usaha pengendalian dan penanggulangan banjir pada suatu pihak dan
perlakuan masyarakat terhadap lingkungannya di pihak lain akan
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap fenomenan hujan-banjir-
bencana. Pengaruh kedua hal tersebut dapat saling menunjang perbaikan
keadaan, saling meniadakan atau memperburuk keadaan.
Bergantung pada tingkat kerawanan dan kewaspadaan masyarakat di daerah
potensial bencana, banjir dapat menimbulkan bencana. Misalnya, pemukiman
daerah retensi banjir atau daerah bantaran sungai, suatu saat pasti akan
19
terlanda banjir. Bila menjelang banjir penghuni daerah tersebut
mengungsikan diri dan harta bendanya akan berkurang.
Keberhasilan usaha penanggulangan banjir dan bencana akibat banjir dapat
diperoleh tanpa peran serta dari masyarakat. Di samping itu suksesnya
program pengendalian banjir juga tergantung dari aspek lainnya yang
menyangkut sosial, ekonomi, lingkungan, institusi, kelembagaan dan lainnya.
Sistem drainase konvensional adalah sistem drainase dimana air hujan
dibuang atau dialirkan ke sungai dan diteruskan sampai ke laut. Berbeda
dengan sistem drainase berkelanjutan, sistem ini bertujuan hanya membuang
atau mengalirkan air hujan agar tidak menggenang, sehingga tidak diperlukan
fasilitas resapan air hujan seperti sumur resapan, kolam, dan fasilitas lainnya.
Banjir adalah suatu kondisi fenomena bencana alam yang memiliki hubungan
dengan jumlah kerusakan dari sisi kehidupan dan material. Banyak faktor yang
menyebabkan terjadinya banjir. Secara umum penyebab terjadinya banjir di
berbagai belahan dunia (Suripin, 2004) adalah :
1. Pertambahan penduduk yang sangat cepat, di atas rata-rata pertumbuhan
nasional, akibat urbanisasi baik migrasi musiman maupun permanen.
Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan
sarana perkotaan yang memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan perkotaan
menjadi tidak teratur.
20
2. Keadaan iklim; seperti masa turun hujan yang terlalu lama, dan
mengakibatkan banjir sungai. Banjir di daerah muara pantai umumnya
disebabkan karena kombinasi dari kenaikan pasang surut, tinggi muka air
laut dan besarnya ombak yang di asosiasikan dengan terjadinya gelombang
badai yang hebat.
3. Perubahan tata guna lahan dan kenaikan populasi; perubahan tata guna lahan
dari pedesaan menjadi perkotaan sangat berpotensi menyebabkan banjir.
Banyak lokasi yang menjadi subjek dari banjir terutama daerah muara.
Perencanaan penaggulangan banjir merupkan usaha untuk menanggulangi
banjir pada lokasi-lokasi industri, komersial dan pemukiman. Proses
urbanisasi, kepadatan bangunan, kepadatan populasi memiliki efek pada
kemampuan kapasitas drainase suatu daerah dan kemampuan tanah
menyerap air, dan akhirnya menyebabkan naiknya volume limpasan
permukaan. Meskipun luas area perkotaan lebih kecil dari 3 % dari
permukaan bumi, tapi sebaliknya efek dari urbanisasi pada proses terjadinya
banjir sangat besar.
4. Land subsidence; adalah proses penurunan level tanah dari elevasi
sebelumnya. Ketika gelombang pasang datang dari laut melebihi aliran
permukaan sungai, area land subsidence akan tergenangi.
Drainase sering diabaikan oleh ahli hidraulik dan seringkali direncanakan seolah-
21
olah bukan pekerjaan penting, atau paling tidak dianggap kecil dibandingkan
dengan pekerjaan-pekerjaan pengendalian banjir. Padahal pekerjaan drainase
merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks, bisa jadi memerlukan biaya,
tenaga dan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan pengendalian
banjir. Secara fungsional, sulit memisahkan secara jelas sistem drainase dan
pengendalian banjir. Namun, secara praktis kita dapat mengatakan bahwa
drainase menangani kelebihan air sebelum masuk ke alur-alur besar atau sungai.
Drainase yang kurang baik akan mengakibatkan berbagai macam masalah yang
bisa merugikan manusia itu sendiri. Salah satunya adalah masalah banjir.
Adapun penanggulangan umum banjir dapat dikategorikan menjadi pendekatan
struktur dan non struktur:
1. Pendekatan struktur.
Penanggulangan banjir dengan melakukan pembangunan fisik seperti memenuhi
syarat sungai yang ideal seperti adanya sudetan, pembuatan penampungan air,
kemampuan pengaliran air ke sungai lainnya dan dengan kombinasi di antaranya.
Pendekatan ini membutuhkan waktu untuk perencanaan dan pelaksanaan serta
biaya yang besar, namun dapat menghilangkan banjir atau genangan yang terjadi
pada suatu daerah.
2. Pendekatan non struktural.
Penanggulangan banjir dengan membuat sistem ramalan dan pemugaran secara
22
dini. Pengembangan ini membutuhkan perangkat keras dan perangkat lunak.
Perangkat keras yang diperlukan ini meliputi komputer, sensor hujan dan muka
air, telpon atau satelit, master stasiun dan lain lain. Sedangkan perangkat lunak
seperti meter hidrologi, model hidrolik dan model operasi bangunan air yang ada.
Pendekatan ini relatif murah, namun sistem penanggulangannya bukan
menghubungkan dengan banjir yang ada, namun memberikan peringatan dini
terhadap banjir sehingga dapat mengurangi kerugian yang besar. Dan juga
diperlukan partisipasi masyarakat untuk mencegah terjadinya banjir.
2.9. Dasar-dasar dan Kriteria Perencanaan Drainase
Tujuan perencanaan ini adalah untuk mengalirkan genangan air sesaat yang
terjadi pada musim hujan serta dapat mengalirkan air kotor hasil buangan dari
rumah tangga. Kelebihan air atau genangan air sesaat terjadi karena
keseimbangaan air pada daerah terentu terganggu. Disebabkan oleh air yang
masuk dalam daerah tertentu lebih besar dari air keluar. Pada daerah perkotaan,
kelebihan air terjadi oleh air hujan. Kapasistas infiltrasi pada daerah perkotaan
sangat kecil sehingga terjadi limpasan air sesaat setelah hujan turun. Dalam
perancangan saluran drainase akan digunakan dasar-dasar perancangan saluran
tahan erosi yaitu saluran yang mampu menahan erosi dengan memuaskan dengan
cara mengatur kecepatan maupun menggunakan dinding dan dasar diberi lapisan
yang berguna menahan erosi maupun mengontrol kehilangan rembesan.
23
Kriteria dalam perencanaan dan perancangan drainase perkotaan yang
umum (Suripin, 2004) yaitu :
1. perencanaan drainase haruslah sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas
drainase sebagai penampung, pembagi dan pembuang air dapat sepenuhnya
berdaya guna dan berhasil guna.
2. Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase haruslah mempertimbangkan faktor
ekonomis dan faktor keamanan.
Konsep dasar pengembangan sistem drainase yang berkelanjutan adalah
meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan
konservasi lingkungan (Suripin, 2004). Untuk itu diperlukan usaha-usaha yang
komprehensif dan integratif yang meliputi seluruh proses, baik yang bersifat
struktural maupun non struktural, untuk mencapai tujuan tersebut. Konsep Sistem
Drainase yang Berkelanjutan prioritas utama kegiatan harus ditujukan untuk
mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk
menahan air hujan.
Perencanaan drainase haruslah mempertimbangkan pula segi kemudahan dan
nilai ekonomis dari pemeliharaan sistem drainase
2.9.1. Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai
fenomena hidrologi (Suripin, 2004). Fenomena hidrologi sebagai mana telah
24
dijelaskan di bagian sebelumnya adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai
fenomena hidrologi. Fenomena hidrologi seperti besarnya curah hujan,
temperature, penguapan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai,
tinggi muka air, akan selalu berubah menurut waktu. Untuk suatu tujuan tertentu
data-data hidrologi dapat dikumpulkan, dihitung, disajikan, dan ditafsirkan
dengan menggunkan prosedur tertentu.
1. Analisis Hujan
Hujan merupakan komponen yang amat penting dalam analisis hidrologi
pada perancangan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase.
Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk
kawasan sangat luas tidak bisa diwakili satu titik pos pengukuran. Dalam hal
ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan
beberapa pos pengukuran hujan yang ada disekitar kawasan tersebut. Ada 3
macam cara yang umum dipakai dalam menghitung hujan rata-rata kawasan
: (1) rata-rata aljabar, (2) poligon thiessen dan (3) isohyet.
2. Curah Hujan Maksimum Harian rata-rata
Curah hujan diperlukan untuk menentukan besarnya intensitas yang
digunakan sebagai prediksi timbulnya aliran permukaan wilayah. Curah
hujan yang digunakan dalam analisis adalah curah hujan harian maksimum
rata-rata dalam satu tahun yang telah dihitung. Perhitungan data hujan
25
maksimum harian rata-rata harus dilakukan secara benar untuk analisis
frekuensi data hujan.
3.Analisis Frekuensi dan Probabilitas
Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang
luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir dan kekeringan. Besarnya
peristiwa berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang
luar biasa ekstrim kejadiannya sangat langka. Tujuan analisis frekuensi data
hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim yang
berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi
kemungkinan. Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak
bergantung (independent) dan terdistribusi secara acak serta bersifat
stokastik.
Analisis frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos
pengukuran hujan, baik manual maupun otomatis. Analisis frekuensi ini
didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh
probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang.
Dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih
sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu. Ada dua macam seri data
yang dipergunakan dalam analisis frekuensi, yaitu :
a. Data maksimum tahunan
26
Data tiap tahun diambil hanya satu besaran maksimum yang dianggap
berpengaruh pada analisis selanjutnya. Seri data seperti ini dikenal
dengan seri data maksimum (maximum anual series). Jumlah data
dalam seri akan sama dengan panjang data yang tersedia. Dalam cara
ini, besaran data maksimum kedua dalam suatu tahun yang mungkin lebih
besar dari besaran data maksimum dalam tahun yang lain tidak
diperhitungkan pengaruhnya dalam analisis.
b . Se r i pa r s i a l
Data dalam seri dapat ditetapkan suatu besaran tertentu sebagai batas
bawah, selanjutnya semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah
tersebut diambil dan dijadikan bagian seri data untuk kemudian dianalisis
seperti biasa. Pengambilan batas bawah dapat dilakukan dengan sistem
peringkat, di mana semua besaran data yang cukup besar diambil,
kemudian diurutkan dari besar ke kecil. Data yang diambil untuk analisis
selanjutnya adalah sesuai dengan panjang data dan diambil dari
besaran data yang paling besar. Dalam hal ini dimungkinkan
dalam satu tahun data yang diambil lebih dari satu data, sementara tahun
yang lain tidak ada data yang di ambil.
Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas dan
panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan
27
yang terjadi. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi
frekuensi dan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam
bidang hidrologi adalah :
a. Distribusi Normal,
b. Distribusi Log Normal,
c. Distribusi Log-Person III, dan
d. Distribusi Gumbel.
Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan
analisis data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koofisien
variasi, dan koofisien skewness (kecondongan atau kemencengan).
4. Uji Kecocokan
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of
fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi
peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili
distribusi. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah chi-kuadrat
5.Analisis Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan
waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung
intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode
ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Hubungan antara
28
intensitas, lama hujan dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam
lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF=IntensityDuration-Frequency
Curve).Diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya 5 menit, 10
menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengkung
IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan
otomatis. Selanjutnya, berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut
lengkung IDF dapat dibuat dengan salah satu dari persamaan berikut :
a. Rumus Talbot
Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan-
tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur.
a I = ............................................... ( 1 )
t + b
Di mana
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
a & b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi
b. Rumus Sherman
Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang
lamanya lebih dari 2 jam.
29
.................................................... ( 2 )
Di mana
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
n = konstanta
c. Rumus Ishiguro
aI = .............................................. ( 3 )
√ t+b
Di mana
I = itensitas hujan (mm/jam)
T = lamanya hujan (mm)
a & b = konstanta
b. Rumus Manonobe
Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan
harian, maka intensitas hujan dapat dihitung.
30
aI =
tn
R24 24 ⅔ ................................. ( 4 )I = 24 t
Di mana
I = itensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm)
2.9.2. Debit
1. Debit Rencana
Menentukan debit saluran drainase dapat menggunakan rumus persamaan
kontinuitas dan rumus Manning. Rumus ini mempunyai bentuk sederhana
tetapi memberikan hasil yang baik.
Q = A . V = A . 1 . n R2 3 . S1 2 ....................................... (5)
Dimana :
Q = debit saluran (m3/detik)
V = kecepatan aliran (m/detik)
n = angka kekasaran saluran
31
R = jari-jari hidrolis saluran (m)
S = kemiringan dasar saluran
A = luas penampang saluran (m2)
2. Debit Limpasan (Run Off)
Air hujan yang turun dari atmosfir jika tidak ditangkap vegetasi atau oleh
permukaan-permukaan buatan seperti atap bangunan atau lapisan kedap air
lainnya, maka akan jatuh permukaan bumi dan sebagian akan menguap,
berifiltrasi atau tersimpan dalam cekungan-cekungan. Bila kehilangan seperti
cara-cara tersebut telah terpenuhi, maka sisa air hujan akan mengalir
langsung di atas permukaan tanah menuju alur aliran terdekat. Dalam
perencanaan drainase, bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran
permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak
hanya aliran permukaan, tetapi limpasan (runoff). Limpasan merupakan
gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang tertunda pada
cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow).
Ketepatan dan menetapkan besarnya debit air yang harus dialirkan melalui
saluran drainase pada daerah tertentu, sangatlah penting dalam penentuan
dimensi saluran. Dimensi saluran yang terlalu besar tidak ekonomis, namun
bila terlalu kecil akan mempunyai tingkat ketidakberhasilan yang tinggi.
Perhitungan debit puncak untuk drainase di daerah perkotaan dapat
32
dilakukan dengan mengunakan rumus rasional atau hidrograf satuan.
Perhitungan debit rencana berdasar periode ulang hujan tahunan, 2 tahunan,
5 tahunan dan 10 tahunan. Data yang diperlukan meliputi data batas dan
pembagian daerah tangkapan air, tataguna lahan dan data hujan. Dalam
perencanaan saluran drainase dapat dipakai standar yang telah ditetapkan
baik debit rencana (periode ulang) dan cara analisis yang dipakai, tinggi
jagaan, struktur saluran dll. Tabel berikut menyajikan standar desain saluran
drainase.
Tabel 2.1. Standar Desain Saluran Drainase
Luas DAS (ha) Periode Ulang(Tahun)
Metode perhitunganDebit banjir
< 10 2 Rasional10 – 100 2 – 5 Rasional
101 – 500 5 – 20 Rasional> 500 10 – 25 Hidrograf Satuan
Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004.
Menghitung besarnya debit rancangan drainase perkotaan umumnya
dilakukan dengan metode rasional. Hal ini karena daerah aliran tidak terlalu
luas, kehilangan air sedikit dan waktu genangan relatif pendek. Metode
rasional ini sangat simpel dan mudah digunakan namun terbatas pada DAS
dengan ukuran kecil tidak lebih dari 500 ha. Model ini tidak dapat
menerangkan hubungan curah hujan dan aliran permukaan dalam bentuk
33
hidrogaf. Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang
dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata di seluruh DAS dan
intensitas tetap selama satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan
satuan.
Kapasitas pengaliran dapat dihitung dengan metode rasional.
Qp = 0,002778 C I A ................................................... (6)
Dimana :
Qp = debit puncak (m3/detik)
C = koefisien aliran permukaan (0 ≤ C ≤ 1) I = intensitas hujan
(mm/jam)
A = luas DAS (ha atau m2)
2.9.3. Sistem Pengaliran Air
1. Jenis Pengalirana.
a. Saluran Terbuk
Aliran saluran terbuka mempunyai permukaan bebas (free surface flow)
atau aliran saluran terbuka (open chanel flow). Permukaan bebas
mempunyai tekanan sama dengan tekanan atmosfir. Saluran ini berfungsi
mengalirkan air limpasan permukaan atau air hujan yang terletak di
daerah yang mempunyai luasan cukup, ataupun drainase air non-hujan
34
yang tidak membahayakan kesehatan / mengganggu lingkungan. Contoh
saluran terbuka antara lain : Sungai, saluran irigasi, selokan, talud dan
estuari. Persamaan bernoulli untuk aliran terbuka dalam saluran yaitu :
V 1 2 V 2 2 h1 + P 1 2g = h2 + P2 + Pg . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 7 )
Dimana :
h = ketinggian (m)
P = tekanan hidrostatis (N/m2)
ρ = rapat massa air (kg/m3)
V = kecepatan aliran (m/detik)
g = gaya grafitasi (m/detik2)
b. Saluran Tertutup
Aliran saluran tertutup memungkinkan adanya permukaan bebas dan aliran
dalam pipa (pipe flow) atau aliran tertekan (pressurized flow). Saluran
tertutup kemungkinan dapat terjadi aliran bebas maupun aliran tertekan pada
saat yang berbeda. Saluran ini bertujuan mengalirkan air limpasan
permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa). Hal ini
dikarenakan tuntutan artistik atau tuntutan fungsi permukaan tanah yang
35
tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan
sepak bola, lapangan terbang dan lain-lain. Saluran ini umumnya sering
dipakai untuk aliran air kotor (air yang mengganggu kesehatan / lingkungan)
atau untuk saluran yang terletak di tengah kota. Contoh saluran tertutup
antara lain : terowongan, pipa, aquaduct, gorong-gorong dan siphon.
Persamaan bernoulli untuk aliran tertutup dalam saluran yaitu :
h1 + V 12 2g = h2 + V 2 2
2g ............................................................................................(8)
Dimana :
h = ketinggian (m)
V = kecepatan aliran (m/detik)
g = gaya grafitasi (m/detik2)
Dalam aliran fluida pipa akan akan terjadi gesekan antara air dengan pipa.
Besarnya gesekan ini tergantung pada viskositas dari kecepatan aliran.
Untuk mengatasi gesekan didalam mekanika fluida diterapkan kehilangan
energi (hf). Hubungan kehilangan energi (hf) dengan kecepatan aliran dan
gaya kekentalan (viskositas) diberikan rumus Darcy-Weisbach sebagai
berikut.
f l v 236
hf = ................................................... ( 9 ) 2 g d
dimana :
f = koefisien gesekan
l = panjang pipa (m)
v = kecepatan aliran (m/detik)
d = diameter pipa (m)
g = gaya grafitasi (m/detik)
Koefisien gesekan sangat bergantung pada viskositas cairan. Hal ini
ditunjukan f sebagai fungsi bilangan reynold (Nre). Rumus Darcy-Weisbach
berlaku untuk aliran laminer maupun turbulen.
2. Bentuk Saluran
Saluran untuk drainase tidak terlampau jauh berbeda dengan saluran air
lainnya pada umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan
dapat memperoleh dimensi tampang yang ekonomis. Dimensi saluran yang terlalu
besar berarti tidak ekonomis, sebaliknya dimensi saluran yang terlalu kecil tingkat
kerugian akan besar. Efektifitas penggunaan dari berbagai bentuk tampang
saluran drainase yang dikaitkan dengan fungsi saluran adalah sebagai berikut :
37
a. Bentuk trapesium
Saluran drainase bentuk trapesium pada umumnya saluran dari tanah, Tapi
dimungkinkah juga bentuk dari pasangan. Saluran ini membutuhkan ruang
yang cukup dan berfungsi untuk pengaliran air hujan, air rumah tangga
maupun air irigasi.
Luas penampang basah trapesium :
A = (B + zh)h ...........................................................................
(10)
Keliling basah trapesium :
P = B + 2h 1 + z2 .......................................................................................................(11)
Jari-jari hidrolis trapesium
R =___(B+zh)hB+2h 1+z2 ...................................................................................................(12)
b. Bentuk persegi panjang
Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang tidak banyak
membutuhkan ruang, Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini, saluran
38
harus dari pasangan atau beton. Bentuk ini juga berfungsi sebagai saluran
air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.
Luas penampang basah persegi panjang
A = Bh ....................................................................................(13)
Keliling basah persegi panjang
P = B + 2h ..............................................................................(14)
Jari-jari hidrolis persegi panjang
R =___BhB+2h ...............................................................................................(15)
c. Bentuk lingkaran
Saluran drainase bentuk ini berupa saluran dari pasangan atau kombinasi
pasangan dan pipa beton. Dengan bentuk dasar saluran yang bulat
memudahkan pengangkutan bahan endapan/limbah. Bentuk saluran
demikian berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air
irigasi.
Luas penampang basah lingkaran
A = 1/2(θ − sinθ)d02 ......................................................................(16)
39
Keliling basah lingkaran
P = 1/2 θ d02 .....................................................................................(17)
Jari-jari hidrolis lingkaran
SinθR = 1/4(1 −_θ )do ...........................................................................................(18)
d. Bentuk parabola
Saluran drainase bentuk ini berupa saluran dari pasangan atau kombinasi
pasangan atau beton. Dengan bentuk dasar saluran yang bulat
memudahkan pengangkutan bahan endapan/limbah. Bentuk saluran
demikian berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun
air irigasi.
Luas penampang basah parabola
A = 1/2Th..................................................................................(19)
Keliling basah parabola
P = T + 8h23T .....................................................................................................................(20)
Jari-jari hidrolis parabola
40
R =___2T2h3T2+8h2 ..........................................................................................................(21)
e. Bentuk segitiga
Saluran drainase bentuk segitiga tidak banyak membutuhkan ruang,
Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini, saluran harus dari pasangan.
Bentuk ini juga berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga
maupun air irigasi.
Luas penampang basah segitiga
Keliling basah segitiga
P = zh 1 + z2 .....................................................................................................................................(23)
Jari-jari hidrolis segitiga
R =___zh2 1+z2 ............................................................................................................(24)
3.Klasifikasi aliran
Aliran permukaan bebas dapat diklasifikasikan menjadi berbagai tipe
tergantung kriteria yang digunakan. Berdasarkan perubahan kedalaman
dan/atau kecepatan mengikuti fungsi waktu, maka aliran dibedakan menjadi
aliran permanen (steady) dan tidak permanen (unsteady) sedangkan
berdasarkan sifat¬sifat aliran dibedakan menjadi aliran laminer dan turbulen.
a. Aliran permanen dan tidak permanen
41
Jika kecepatan aliran pada suatu titik tidak berubah terhadap waktu, maka
aliranya disebut aliran permanen atau tunak (steady flow), jika kecepatan
pada suatu lokasi tertentu berubah terhadap waktu, maka alirannya disebut
aliran tidak permanen atau tidak tunak (unsteady flow). Dalam hal-hal
tertentu dimungkinkan mentransformasikan aliran tidak permanen menjadi
aliran permanen dengan mengacu pada koordinat referensi yang bergerak.
Penyederhanaan ini menawarkan beberapa keuntungan, seperti kemudahan
visualisasi, kemudahan penulisan persamaan yang terkait dan sebagainya.
Penyederhanaan ini hanya mungkin jika bentuk gelombang tidak berubah
dalam perambatanya. Misalnya, bentuk gelombang kejut (surge) tidak
berubah ketika merambat pada saluran halus dan konsekuensinya perambatan
gelombang kejut yang tidak permanen dapat dikonversi menjadi aliran
permanen dengan koordinat referensi yang bergerak dengan kecepatan
absolut gelombang kejut.
b. Aliran laminer dan turbulen
Jika partikel zat cair bergerak mengikuti alur tertentu dan aliran tampak
seperti gerakan serat-serat atau lapisan-lapisan tipis pararel, maka alirannya
disebut aliran laminer. Sebaliknya, jika zat cair bergerak mengikuti alur yang
tidak beraturan, baik ditinjau terhadap ruang maupun waktu, maka alirannya
disebut aliran turbulen. Saluran terbuka dan tertutup mempunyai bilangan
42
reynold yang berbeda. Saluran terbuka bilangan reynold (Nre) untuk aliran
laminer kurang dari sama dengan 500, sedangkan bilangan reynold untuk
aliran turbulen lebih dari sama dengan 1000. Saluran tertutup bilangan
reynold (Nre) untuk aliran laminer kurang dari sama dengan 2000, sedangkan
bilangan reynold untuk aliran turbulen lebih dari sama dengan 4000. Faktor
yang menentukan keadaan aliran adalah pengaruh relatif antara gaya
kekentalan (viskositas) dan gaya inersia. Jika gaya viskositas yang dominan
maka alirannya laminer, sedangkan jika gaya inersia yang dominan maka
alirannya turbulen.
c. Aliran sub-kritis, kritis dan super-kritis
Aliran dikatakan kritis apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan
gelombang grafitasi dengan amplitudo kecil. Gelombang grafitasi dapat
dibangkitkan dengan merubah kedalaman. Jika kecepatan aliran lebih kecil
dari kecepatan kritis maka aliran disebut sub-kritis, dan jika kecepatan aliran
lebih besar dari kecepatan kritis maka aliran disebut super-kritis. Parameter
yang menetukan ketiga jenis aliran adalah perbandingan gaya-gaya inersia
dan grafitasi yag dikenal sebagai bilangan Fronde :
V F = ............................................................................... ( 25 ) gl
l = h untuk saluran terbuka
43
l = D untuk saluran tertutup
Aliran dikatakan kritis jika :
F = 1,0 disebut aliran kritis
F < 1,0 disebut aliran sub-kritis (aliran tenang)
F > 1,0 disebut aliran super kritis (aliran cepat)
2.9.4. Syarat Sistem Pengaliran
1. Syarat Kecepatan
Kecepatan dalam saluran biasanya sangat bervariasi dari satu titik
ke titik lainnya. Hal ini disebabkan adanya tegangan geser di
dasar saluran, dinding saluran dan keberadaan permukaan bebas.
Kecepatan aliran mempunyai tiga komponen arah menurut
koordinat kartesius. Namun komponen arah vertikal dan lateral
biasanya kecil dan dapat diabaikan. Sehingga, hanya kecepatan
aliran yang searah dengan arah aliran yang diperhitungkan.
Komponen kecepatan ini bervariasi terhadap kedalaman dari
permukaan air. Kecepatan minimum yang diijinkan adalah
kecepatan terkecil yang tidak menimbulkan pengendapan dan
tidak merangsang tumbuhnya tanaman aquatic dan lumut. Pada
umumnya, kecepatan sebesar 0,60 – 0,90 m/detik dapat digunakan
44
dengan amam apabila prosentase lumpur yang ada di air cukup
kecil. Kecepatan 0,75 m/detik bisa mencegah tumbuhnya tumbuh-
tumbuhan yang dapat memperkecil daya angkut saluran.
Penentuan kecepatan aliran air didalam saluran yang direncanakan
didasarkan pada kecepatan minimum yang diperbolehkan agar
kontruksi saluran tetap aman. Persamaan Manning sebagai
berikut.
V = 1 . n R2 3 . S1 2 .........................................................................................(26)
Dimana :
V = Kecepatan aliran (m/detik)
n = Koefisien kekasaran manning
R = Jari-jari hidrolik
S = Kemiringan memanjang saluran
Harga n Manning tergantung pada kekasaran sisi dan dasar saluran. Koefisien
kekasaran Manning terlampir
Tabel 2.2. Kecepatan Aliran Air Diizinkan Berdasarkan Jenis Material45
Jenis Bahan Kecepatan Aliran Air Diizinkan (m/detik)Pasir Halus 0,45Lempung kepasiran 0,50Lanau Aluvial 0,60Kerikil Halus 0,75Lempung Kokoh 0,75Lempung Padat 1,10Kerikil Kasar 1,20Batu-batu besar 1,50Pasangan Batu 1,50Beton 1,50Beton Bertulang 1,50
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.
2. Syarat Tekanan
Distribusi tekanan dalam penampang saluran tergantung pada kondisi
aliran. Seperti kondisi aliran berikut.
a.Aliran statis
Aliran statis mempunyai komponen horizontal dan vertikal resultan gaya
yang bekerja pada kolom air adalah nol karena air dalam kondisi stasioner.
Gaya tekan yang bekerja pada dasar kolom air dengan arah vertikal = pL𝐴.
Berat air dalam kolom air bekerja vertikal ke bawah, karena resultan gaya
vertikal sama dengan nol maka dapat ditulis :
p. LA = p. g. h. LA ...........................................................................(27)
atau
46
p = p.g.h
dengan kata lain intensitas tekanan berbanding langsung dengan kedalaman air
dari permukaan. Hubungan antara intensitas tekanan dan kedalaman adalah
linier (garis lurus) apabila rapat massa air (p) adalah konstan.
b.Aliran horizontal pararel
Asumsi tidak ada percepatan ke arah aliran dan kecepatan aliran sejajar
dengan dasar saluran dan seragam keseluruh penampang saluran, sehingga
garis aliran sejajar dasar saluran. Karena tidak ada percepatan ke arah
aliran, maka resultan komponen gaya ke arah ini adalah nol. Resultan
komponen gaya vertikal juga sama dengan nol, sehingga :
p.g. h.LA = p.LA..........................................................................(28)
atau
p = p. g. h = y. h
dimana y adalah berat spesifik air. Perlu diicatat bahwa distribusi tekanan
adalah sama jika air dalam kondisi stasioner dan hal ini disebut distribusi
tekanan hidrostatis.
c. Aliran permanen tidak seragam
Aliran ini terjadi misalnya pada tikungan dan terjunan, maka garis aliran 47
tidak sejajar dasar saluran. Distribusi tekanan tidak hidrosatatis karena ada
percepatan dan perlambatan. Jika jari-jari kelengkungan (curvature) garis
aliran = r dan kecepatan aliran V, maka percepatan sentrifugal (𝑎𝑐) adalah
:
𝑎 𝑐 = V2 (29)r
dan gaya sentrifugal (Fc) adalah :
V2Fc = ρ. hs . ~A.r
tinggi tekan yang bekerja pada dasar kolom air akibat percepatan sentrifugal
adalah :
1 V 2ha = g hs (31)r ...................................................................................................................
tekanan akibat gaya sentrifugal bekerja searah dengan gaya berat air untuk
lengkung konvek dan arahnya berlawanan untuk lengkung konkaf, sehingga
total tinggi tekan yang bekerja pada dasar kolom air adalah :
h = hs 1 ± 1V 2 r
) ....................................................................................(32) g
tanda positif untuk aliran konvek dan negatif untuk bentuk garis aliran
konkaf.
3. Syarat Kemiringan Dasar Saluran
48
(30)
Kemiringan dasar saluran arah memanjang dipengaruhi kondisi topografi
serta tinggi tekanan yang diperlukan untuk adanya pengaliran sesuai dengan
kecepatan yang diinginkan. Kemiringan dasar saluran maksimum yang
diperbolehkan adalah 0,005 – 0,008 tergantung bahan saluran yang
digunakan.
Kemiringan yang lebih curam dari 0,002 bagi tanah lepas sampai dengan
0,005 untuk tanah padat akan menyebabkan erosi (penggerusan).
Kemiringan dasar saluran yang ideal dapat diperoleh berdasarkan
rumus Manning (V = 1 . n R2 3 . S1 2 ) pada syarat kecepatan.
4. Syarat freeboard (jagaan)
Freeboard atau jagaan dari suatu saluran adalah jarak vertikal dari puncak
tanggul sampai permukaan air pada kondisi perencanaan. Jagaan
direncanakan untuk dapat mencegah peluapan air akibat gelombang serta
fluktuasi permukaan air, misalnya berupa gerakan-gerakan angin serta pasang
surut. Jagaan tersebut direncanakan antara kurang dari 5 % sampai dengan 30
% lebih dari dalamnya aliran.
2.9.5. Tata Letak Jalur Saluran
Beberapa contoh model tata letak jalur saluran yang dapat diterapkan dalam
perencanaan drainase sebagai berikut.
1. Pola AlamiahLetak conveyor drain ada di bagian terendah (lembah) dari suatu daerah
49
(alam) yang efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran
yang ada (collector drain).
Gambar 2.1. Pola alamiah
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.
2. Pola Siku
Conveyor drain terletak di bagian terendah (lembah). Sedangkan
collector
50
drain dibuat tegak lurus conveyor drain.
Gambar 2.2. Pola Siku
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997
3. Pola Pararel
Collector drain menampung debit air yang lebih kecil. Collector drain
dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian debit air yang lebih kecil masuk ke
conveyor drain.
Gambar 2.3. Pola Pararel
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.
4. Pola Grid Iron
Beberapa interceptor drain dibuat sejajar satu sama lain, kemudian
ditampung di collector drain untuk selanjutnya masuk ke dalam conveyor
drain.
51
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.
5. Pola Radial
Satu daerah genangan dikeringkan melalui beberapa collector drain dari sat
titik meyebar ke segala arah (sesuai dengan kondisi topografi daerah).
Gambar 2.5. Pola RadialSumber : Drainase Perkotaan, 1997
Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran di suatu daerah terhadap
daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa interceptor drain yang
kemudian ditampung ke dalam saluran collector drain dan selanjutnya
dialirkan menuju saluran conveyor drain.
52
Gambar 2.6. Pola Jaring-jaringSumber : Drainase Perkotaan, 1997.
2.9.6. Spesifikasi Teknis Bangunan Drainase
Spesifikasi Teknik merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh pemborong
untuk mengerjakan bangunan saluran air buangan pada sektor perencanaan.
Pada dasarnya pelaksanaan pekerjaan lapangan akan selalu dikondisikan
dengan keadaan setempat sehingga ada kemungkinan adanya perubahan
spesifikasi yang telah ditentukan. Tetapi spesifikasi harus dilaksanakan untuk
menunjang fungsi bangunan dan umur bangunan. Apabila menyimpng dari
spesifikasi yang ditentukan kemungkinan besar bangunan tidak akan
bertahan lama karena pengaruh kesalahan pembangunan. Adapun spesifikasi
pelaksanaan pekerjaan meliputi uraian pekerjaan, material/bahan yang
digunakan, dan jenis pekerjaan yang dilakukan.
1. Macam Material
53
Macam pipa drainase yang umum digunakan antara lain (Dedi Kusnadi
Kaslim dkk, 2006) :
a. Pipa tanah liat bisanya terbuat dengan panjang sekitar 30 cm, diameter
dalam bervariasi dari 5 –15 cm. Pipa dapat dibuat lurus atau dengan suatu
collar. Air masuk ke dalam pipa melaui celah antar sambungan pipa.
b. Pipa beton biasanya digunakan untuk diameter yang lebih besar dari 15 atau 20
cm. Penggunaan pipa beton pada tanah asam dan bersulfat perlu
dipertimbangkan akan kemungkinan rusaknya beton karena asam sulfat,
sehingga perlu digunakan semen yang tahan sulfat. Seperti juga pada pipa
tanah liat, disini air masuk melalui celah-celah antar sambungan pipa.
c. Pipa plastik yang umumnya digunakan untuk pipa drainase adalah polyvinyl
chloride (PVC) dan polyethylene (PE). Pipa plastik dapat berbentuk pipa
halus atau bergelombang (corrugated). Pipa halus bersifat kaku dengan
panjang tidak lebih dari 5 meter, sedangkan pipa bergelombang bersifat
fleksibel (lentur) dan dapat digulung. Sedangkan untuk saluran drainase
terbuka material yang digunakan untuk lapisan dasar dan dinding saluran
drainase tahan erosi bisa dibuat dari beton, pasangan batu kali, pasangan bata
merah, kayu, besi cor, baja, plastik dll. Pilihan material tergantung pada
tersedianya serta harga bahan dan cara konstruksi saluran. Penampang
54
melintang saluran drainase perkotaan, pada umumnya dipakai bentuk segi
empat, karena dipandang lebih efisien di dalam pembebasan tanahnya jika
dibandingkan bentuk trapesium.
Uraian pekerjaan dalam pembuatan drainase meliputi pembangunan saluran
drainase untuk air buangan dan gorong-gorong. Bahan-bahan yang harus
dipersiapkan dan dipergunakan pada pekerjaan adalah sebagai berikut:
a.Semen
Semen yang dipakai adalah jenis pozzoland yang diproduksi sesuai dengan
SNI.
b.Agregat Halus (pasir)
- Butir-butir pasir yang digunakan tidak mengandung tanah, kadar lumpur
tidak boleh melebihi 5%.
- Butir-butir harus dapat melalui ayakan berlubang 3 mm.
c. Agregat Kasar ( kerikil dan Batu Pecah)
- Harus terdiri dari butir-butir yang jeras, tidak berpori, bersifat kekal
sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang
diperoleh dari pemecahan batu.
55
- Yang mengandung butir-butir pipih tidak melampaui 20% dari berat -
Agregat seluruhnya, dapat digunakan
- Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat
kering), harus dicuci jia mengandung lumpur lebih dari 1%.
- Tidak boleh mengandung sesuatu yang dapat merusak batu dan baja. -
Susunan butirnya harus memenuhu syarat-syarat yang ditetapkan.
- Besar butir maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil
antara bidang-bidang samping dari cetakan, 1/3 dari tebal pelat atau 3/4
dari jarak bersih minimum antara batang-batang atau berkas-berkas
tulangan.
- Penyimpangan dari batuan tersebut dapat dilakukan dengan seijin
tenaga ahli.
d. Batu kali
- Batu yang dipakai untuk pasangan tidak boleh berbentuk blondos melainkan
harus pecah.
- Batu harus cukup keras tidak mudah retak bahkan pecah.
e. Kapur
56
Kapur yang digunakan adalah kapur yang tidak berbentuk bongkahan tetapi
berbentuk serbuk dengan mutu tinggi.
f. Air
Air yang digunakan tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam,
dan bahan organis lainnya yang dapat merusak beton atau baja tulangan.
2. Pekerjaan
Pekerjaan ini meliputi semua pekerjaan yang dilakukan pada seluruh
pembangunan sistem penyaluran air buangan.
a. Pekerjaan Tanah
(1). Galian Tanah
- Patok-patok profil harus dipasang sebelum penggalian dimulai
- Dalam dan lebar galian tidak boleh melebihi/kurang dari ukuran yang telah
ditentukan.
- Galian yang melebihi profil yang telah ditentukan maka perbaikannya
dilakukan mengikuti ketentuan-ketentuan cara pemadatan.
- Dalam pekerjaan menggali termasuk juga membersihkan segala kotoran-
57
kotoran seperti sampah dan sisa bangunan lainnya.
- Penggalian dilakukan sedemikin rupa sehingga tidak merusak bangunan
dan konstruksi lainya.
- Galian tanah untuk tempat dudukan pondasi harus diatur sedemikian rupa
sehingga tidak mudah longsor dan diusahakan agar lubang galian tersebut
dalam keadaan kering.
(2). Timbunan Tanah.
- Pada tanah yang baik, dasar tanah yang akan ditimbun harus terlebih
dahulu digali/dicacah sedalam 10 cm sampai dengan 15 cm sesuai dengan
luas penampang timbunan yang akan dibuat, agar tercapai homogenitas
yang baik antar tanah dasar dengan timbunan yang baru.
- Berhubung timbunan mengalami penyusutan, maka timbunan harus dibuat
lebih tinggi 1/10 T (dimana T = tinggi timbunan) dan lebih lebar 1/10 B
(dimana B = lebar timbunan) dari ukuran-ukuran yang sebenarnya
sehingga bila terjadi penyusutan akan diperoleh ukuran yang sebenarnya.
- Sebelum mulai pemasangan batu kali untuk dasar saluran terlebih dahulu
ditimbun pasir dengan ketebalan 5 cm – 10 cm.
(3). Pemadatan Tanah
58
- Untuk mendapatkan hasil yang baik timbunan dan pemdatannya dilakukan
lapisan demi lapisan dimana tiap lapisan mempunyai tebal 10 cm – 15 cm.
- Pemadatan dilakukan dengan menggunakan alat timbris yang terbuat dari
besi/kayu yang beratnya 20 kg – 25 kg dengan tinggi jatuh antara 30 cm – 40
cm.
b. Pekerjaan Pasangan Batu
- Pekerjaan batu disusun rapi, seluruhnya terselimuti dengan mortel dan tidak
adanya rongga-rongga.
- Rule of thumb ketebalan pasangan batu kali bagian atas adalah 0.2 – 0.25
Hair dan bagian dasar adalah 0.4 - 0.5 Hair
- Semua pasangan batu tampak dari luar terutama pada dinding saluran harus
rata dan menggunakan batu muka. Ukuran batu ditetapkan lebar sisinya 12 –
15 cm dan tebalnya minimal 10 cm.
- Campurkan spesi pasangan batu muka ditetapkan 1 pc : 4ps. Sedangkan
untuk pekerjaan outfall adalah 1 pc : 3ps.
- Bidang atas dari pasangan dengan lebar sesuai dalam gambar ditambah
masuk kesamping yang akan terurug tanah sedalam minimum 5 cm.
- Pertemuan pasangan (plesteran sudut) selebar 8 - 10 cm untuk bangunan
kecil dan 15 cm untuk bangunan yang besar.
- Dasar saluran dengan kemiringan menurun bertemu pada pertengahan
59
saluran dengan tebal maksimum 2 cm.
c. Pekerjaan Plesteran
- Sebelum pekerjaan plesteran dilakukan maka bidang dasar harus dibuat
kasar dan bersih.
- Plesteran dibuat setebal 1,5 cm dan campuran spesinya adalah 1 pc : 3 ps.
d. Pekerjaan Beton
Sebagai pedoman pekerjaan untuk pelaksanaan pekerjaan ini adalah
Peraturan Beton Indonesia tahun 1971 Mutu:
(1). Semua pekerjaan beton tidak bertulang ditetapkan dengan kualitas
(2). Beton BOW dengan campuran 1pc : 2 ps : 3 krikil.
(3). Semua pekerjaan beton bertulang harus ditetapkan dengan mutu K.125
dengan campuran 1pc : 2 ps : 3 krikil.
(4). Tulangan beton dipasang dengan baik dan benar sehingga sebelum dan
selama pengecoran tidak berubah bentuknya.
(5). Sesudah pengecoran beton selesai maka selama 2 minggu beton harus
selalu dibasahi terus menerus.
60
e. Pekerjaan Bekisting/Cetakan
Bekisting harus cukup kokoh dan cukup rapat sehingga dapat menghasilkan
bentuk cetakan beton sesuai dengan gambar rencana.
2.9.7. Operasi dan Pemeliharaan Drainase Berkelanjutan
1. Operasi Sistem Drainase
Kegiatan Operasi dalam rangka memanfaatkan prasarana drainase secara optimal.
Kegiatan operasi diantaranya pengaturan bangunan drainase saluran drainase
primer, sekunder, tersier, gorong-gorong, lubang kontrol dan lain-lain. Hal ini
bertujuan untuk mengeluarkan air buangan dari wilayah pemukiman, dan
mengalirkan air buangan ke saluran pembuang hingga badan air penerima.
2. Pemeliharaan Sistem Drainase
Kegiatan pemeliharaan yaitu usaha-usaha untuk menjaga agar prasarana
drainase selalu berfungsi dengan baik selama mungkin, selama jagka waktu
pelayanan yang direncanakan. Ruang lingkup pemeliharaan sistem drainase
meliputi:
a. Kegiatan pengamanan dan pencegahan
Kegiatan ini merupakan usaha pengamanan atau menjaga kondisi dan/atau
fungsi dari hal-hal yang dapat mengakibatkan rusaknya jaringan. Kegiatan ini
61