sarafambarawa.files.wordpress.com file · web viewbab i. laporan dan diskusi kasus. identitas...
TRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN DAN DISKUSI KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Status perkawinan : Belum Menikah
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Pencari Ikan
Alamat : Kebondowo 1/10 Banyubiru Kab. Semarang
No CM : 150xxx-20xx
Tanggal masuk RS : 9 Juli 2018, Pukul 14.00 dari IGD
B. DATA DASAR
Diperoleh dari pasien (autoanamnesis), dilakukan pada tanggal 10 Juli 2018,
pukul 14.00 di bangsal Asoka.
C. KELUHAN UTAMA:
Kaki lemah dan nyeri.
D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien datang dengan keluhan kaki terasa lemah dan nyeri. Keluhan kaki yang
lemah dirasakan sejak 1 bulan SMRS. Kelemahan terjadi di kaki kiri dan kanan,
sampai ke pinggang. Kelemahan dirasakan saat pasien baru bangun tidur, pasien tidak
bisa menggerakan kaki dan berjalan. Pasien merasa kakinya menjadi tegang dan
kaku, namun saat itu pasien masih bisa menggerakan jempolnya. Keluarga pasien
membawa pasien ke dokter umum, namun keluhan tidak membaik dan tidak
memburuk pula. Pasien juga mengeluhkan nyeri di bagian pinggang hingga kakinya.
1
Nyeri dirasakan sejak 2 bulan yang lalu setelah pasien jatuh. Nyeri dirasakan seperti
tertusuk-tusuk yang terus menerus dan semakin memberat dari hari ke hari. Pasien
memiliki riwayat jatuh 2 bulan SMRS, saat itu pasien sedang membawa beban di
pundaknya lalu terpeleset dan jatuh dalam posisi duduk. Pasien merasakan nyeri di
bagian kaki dan pinggangnya (VAS 5) sehingga pasien memeriksakan diri ke dokter
dan mendapatkan obat minum dan obat suntik. Saat itu keluhan nyeri dirasakan
memberat sehingga pasien memeriksakan ke 3 dokter umum lain, namun keluhan
masih ada sampai akhirnya keluhan kaki terasa lemah dirasakan.
Keluhan kaki yang lemah dan nyeri dirasakan semakin memberat (VAS 9)
sehingga pasien dibawa ke IGD RSUD Ambarawa oleh keluarganya. Keluhan
disertai dengan kesemutan dan baal yang terjadi bersamaan dengan kelemahan kaki.
Keluhan tersebut diawali mulai dari bagian kaki, dan semakin hari semakin naik
sampai ke pinggang. Keluhan demam tidak ada, sesak napas tidak ada, tersedak tidak
ada, BAB dan BAK normal. Saat sampai di IGD RSUD Ambarawa, pasien dalam
keadaan sadar dan dapat menceritakan keluhannya dengan baik.
E. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU DAN PENGOBATAN :
Pasien memiliki riwayat jatuh pada 5 tahun SMRS dan 2 tahun SMRS. Pada saat
5 tahun dan 2 tahun SMRS, pasien mengalami KLL saat sedang naik motor dan jatuh
terguling. Saat itu pasien merasakan nyeri di bagian yang terluka yaitu kaki dan
tangan. Keluhan dirasakan membaik setelah pasien berobat ke dokter.
1. Riwayat mengalami keluhan serupa sebelumnya : disangkal
2. Riwayat stroke : disangkal
3. Riwayat kejang : disangkal
4. Riwayat penyakit jantung : disangkal
5. Riwayat DM : disangkal
6. Riwayat alergi : disangkal
7. Riwayat penyakit paru : disangkal
8. Riwayat batuk lama : diakui
2
Pasien mengatakan pernah sakit batuk mulai usia 3 tahun hingga 6 tahun dan
sempat dirawat di RSUD Ambarawa.
F. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :
Tidak ditemukan riwayat penyakit pada keluarga pasien.
G. RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL EKONOMI :
Pasien dirawat di rumah sakit dengan asuransi kesehatan BPJS non PBI. Pasien
bekerja sebagai pencari ikan. Kesan ekonomi pasien dalam keadaan cukup. Aktivitas
pasien terbilang cukup banyak bergerak sehingga pasien merasa pekerjaannya sudah
termasuk dalam olahraga dan tidak menambah kegiatan olahraga lain. Pasien
memiliki kebiasaan makan dengan porsi cukup banyak untuk mencukupi energi yang
digunakan sehari-hari.Pasien merokok sejak masih sekolah mencapai 3-4 batang per
harinya. Pasien tidak meminum alkohol ataupun memakai obat-obat terlarang seperti
narkoba.
H. ANAMNESIS SISTEM :
Sistem cerebrospinal : nyeri kepala (-), pingsan (-), kejang (-)
Sistem kardiovaskular : riwayat darah tinggi (-), sakit jantung (-)
nyeri dada (-)
Sistem respiratorius : sesak napas (-), batuk lama (-)
Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), BAB normal
Sistem neurologis : kelemahan pada kaki kanan dan kiri, kesemutan dan
baal pada kaki kanan dan kiri hingga ke pinggang
Sistem urogenital : BAK normal
Sistem integumen : tidak ada keluhan
3
I. RESUME ANAMNESIS :
Pasien datang dengan keluhan kaki terasa lemah dan nyeri. Keluhan kaki yang
lemah dirasakan sejak 1 bulan SMRS. Kelemahan terjadi di kaki kiri dan kanan,
sampai ke pinggang. Kelemahan dirasakan saat pasien baru bangun tidur, pasien tidak
bisa menggerakan kaki dan berjalan. Pasien merasa kakinya menjadi tegang dan
kaku, namun saat itu pasien masih bisa menggerakan jempolnya. Keluarga pasien
membawa pasien ke dokter umum, namun keluhan tidak membaik dan tidak
memburuk pula. Pasien juga mengeluhkan nyeri di bagian pinggang hingga kakinya.
Nyeri dirasakan sejak 2 bulan yang lalu setelah pasien jatuh. Nyeri dirasakan seperti
tertusuk-tusuk yang terus menerus dan semakin memberat dari hari ke hari. Pasien
memiliki riwayat jatuh 2 bulan SMRS, saat itu pasien sedang membawa beban di
pundaknya lalu terpeleset dan jatuh dalam posisi duduk. Pasien merasakan nyeri di
bagian kaki dan pinggangnya (VAS 5) sehingga pasien memeriksakan diri ke dokter
dan mendapatkan obat minum dan obat suntik. Saat itu keluhan nyeri dirasakan
memberat sehingga pasien memeriksakan ke 3 dokter umum lain, namun keluhan
masih ada sampai akhirnya keluhan kaki terasa lemah dirasakan. Keluhan kaki yang
lemah dan nyeri dirasakan semakin memberat (VAS 9) sehingga pasien dibawa ke
IGD RSUD Ambarawa oleh keluarganya. Keluhan disertai dengan kesemutan dan
baal yang terjadi bersamaan dengan kelemahan kaki. Keluhan tersebut diawali mulai
dari bagian kaki, dan semakin hari semakin naik sampai ke pinggang. Keluhan
demam tidak ada, sesak napas tidak ada, tersedak tidak ada, BAB dan BAK normal.
Saat sampai di IGD RSUD Ambarawa, pasien dalam keadaan sadar dan dapat
menceritakan keluhannya dengan baik.
Tidak ada keluhan yang sama pada keluarga pasien. Pasien bekerja sebagai
pencari ikan dan menggunakan BPJS non PBI saat dirawat di rumah sakit. Pasien
memiliki kebiasaan merokok sebanyak 3-4 batang sehari, namun tidak meminum
alkohol atau menggunakan obat-obatan.
4
J. DIAGNOSIS SEMENTARA :
Diagnosis klinis : paraparesis spastik inferior, paraparestesia inferior
Diagnosis topis : medulla spinalis
Diagnosis etiologis : mielopati e.c dd/ infeksi (spondilitis TB) dd/ SOP spinal dd/
trauma
K. DISKUSI I :
Hasil anamnesis pasien didapatkan adanya suatu kelemahan dan nyeri pada
anggota gerak bagian bawah. Keluhan dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan
disertai rasa baal dan kesemutan pada anggota gerak bawah yang terjadi bersamaan
dengan keluhan kelemahan dan nyeri anggota gerak bawah. Riwayat jatuh terduduk 2
bulan yang lalu. Kelemahan yang terjadi pada pasien dapat disebut paresis. Pada
pasien ini terjadi paresis di kedua sisi anggota gerak bawah sehingga disebut
paraparesis inferior. Didapatkan adanya keluhan lain, yaitu rasa nyeri seperti ditusuk,
baal dan kesemutan. Keluhan ini disebut parestesia. Istilah parestesia merujuk pada
sensasi abnormal seperti kesemutan, menggelitik, menusuk, mati rasa (baal) atau
terbakar. Keluhan ini terjadi pada kedua anggota gerak bawah sehingga disebut
paraparestesia inferior.
Defisit neurologis pada pasien ini terjadi di kedua bagian anggota gerak
bawah dan terasa tegang seta kaku. Hal ini mengarahkan ke kelainan lesi di Upper
Motor Neuron (UMN) karena lesi di UMN memiliki ciri-ciri spastis (kaku),
hiperreflex, hipertonus, dan dapat ditemukan adanya klonus. UMN terdiri atas otak
dan medula spinalis. Pada pasien ini tidak mengarah ke lesi di otak, melainkan
cenderung lesi di medula spinalis. Lesi di otak akan mengakibatkan kelainan di salah
satu sisi tubuh dan seringkali disertai gangguan fungsi luhur, sedangkan pada pasien
ini tidak ditemukan hal-hal tersebut. Kelainan pada pasien berupa kelemahan di
kedua anggota gerak bawah yang sering terjadi pada lesi di medula spinalis.
Diagnosis ini juga didukung oleh riwayat pasien yang pernah jatuh terduduk. Hal ini
dapat menyebabkan terjadinya penyakit ataupun kelainan pada medula spinalis
(mielopati).
5
Mielopati dapat disebabkan oleh berbagai macam hal seperti trauma, akibat
dari proses penyakit, atau peradangan maupun infeksi. Pada kasus ini, ketiganya
masih perlu dipertimbangkan. Adanya riwayat jatuh terduduk dapat menunjukkan
keluhan pada pasien disebabkan oleh trauma. Riwayat batuk lama juga dapat menjadi
suatu penyebab infeksi pada pasien ini (spondilitis tuberkulosa). Namun perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui causanya.
MIELOPATI
1. Definisi Mielopati
Myelopathy adalah penyakit pada medula spinalis. Mielopati bisa
menjadi komplikasi yang serius dari spondilosis servikalis.
Myelopathy adalah nama kolektif untuk berbagai jenis masalah yang
melibatkan sumsum tulang belakang. Ketika myelopathy terjadi karena
kecelakaan atau trauma, disebut cedera sumsum tulang belakang. Dalam
kasus lain, myelopathy terjadi sebagai akibat dari proses penyakit,
peradangan, gangguan peredaran darah, atau masalah lain yang berakhir
mempengaruhi kolom tulang belakang. Ini semacam mielopati mungkin
datang secara bertahap.
Mielopati adalah proses non inflamasi pada Medula spinalis misalnya
yang disebabkan oleh prosestoksik, nutrisional, metabolik dan nekrosis yang
menyebabkan lesi pada Medula spinalis. (Kapita selekta neurologi, edisi
kedua, 2009)
Myelopathy diartikan juga sebagai hilangnya bertahap fungsi saraf yang
disebabkan oleh gangguan pada tulang belakang. Mielopati dapat terjadi
6
sebagai akibat dari proses ekstradural, intradural, atau intramedulla. Secara
umum, mielopati secara klinis dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan
ada tidaknya trauma yang signifikan, dan ada atau tidak adanya rasa sakit.
(Lyn Weiss, Adam C. Isaacson, 2010). Myelopathy dapat langsung
disebabkan oleh cedera tulang belakang yang mengakibatkan berkurangnya
sensasi atau kelumpuha maupun penyakit degeneratif dengan derajat yang
bervariasi dari kehilangan sensasi dan gerakan.
Dikutip dari Tjokorda (2009) derajat mielopati dapat dibagi menjadi:
a. Grade 0 : melibatkan akar syaraf tidak disertai penyakit pada medulla
spinal
b. Grade 1 : Gejala penyakit pada medulla spinalis tetapi tidak sulit
berjalan
c. Grade 2 : Kesulitan berjalan ringan tetapi tidak menghambat aktivitas
sehari-hari
d. Grade 3 : Perlu bantuan dalam berjalan
e. Grade 4 : kemampuan berjalan dengan alat bantu
f. Grade 5 : Hanya di kursi roda atau berbaring
2. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda awal mielopati yaitu hilangnya bertahap keterampilan
motorik halus dan kelambatan atau kekakuan dalam berjalan, bisa juga
dengan meningkat struktur otot di kaki dan koordinasi yang buruk ketika
7
seseorang berjalan, naik turun tangga, memasukan kancing pakaian, nyeri
daerah leher ataupun kelelahan.
Mielopati biasanya agak sulit dideteksi karena memang berkembang
secara diam dan perlahan serta mulai terjadi saat menurunnya aktifitas.
Mielopati sering kali disalahartikan sebagai masalah sendi, sebab mielopati
menunjukan gejala mirip masalah sendi.
Seseorang dengan myelopathy dapat mengalami satu atau lebih gejala
berikut:
a. Rasa berat dikaki atau kelambatan atau kekakuan dalam berjalan
b. Ketidakmampuan untuk berjalan dengan langkah cepat
c. Mengalami gangguan sensori, namun kecuali mielopati memburuk,
jarang mencapai tingkat yang jelas
d. Intermiten penembakan nyeri ke lengan dan kaki (seperti tersengat
listrik), terutama ketika menekuk kepala mereka ke depan (dikenal
sebagai fenomena Lermitte
Sedangkan Tanda lainnya, adalah:
a. Kikuk atau lemah tangan, dengan perasaan tebal dan kelemahan pada
kaki dan tangan
b. Tonus otot kaki meningkat
c. Kaku pada leher
d. Reflek tendo dalam lutut dan pergelangan kaki meningkat
e. Perasaan asimetris pada kaki dan lengan, mengakibatkan sensasi posisi
pada lengan dan kaki menghilang sehingga sulit berjalan
8
f. Kehilangan kontrol pada sprinkter, akiabtnya urinasi menjadi sering dan
dapat menjadi inkontinensia
g. Perubahan pada peristaltik usus
3. Etiologi Mielopati
Myelopathy dapat langsung disebabkan oleh cedera tulang belakang
yang mengakibatkan berkurangnya sensasi atau kelumpuhan. Penyakit
degeneratif juga dapat menyebabkan kondisi ini, dengan derajat yang
bervariasi dari kehilangan sensasi dan gerakan, ataupun proses non inflamasi
pada medula spinalis misalnya karena prosestoksik, nutrisional, metabolik
dan nekrosis yang menyebabkan lesi pada Medula spinalis. Juga karena
herniasi diskus, instabilitas spinal, kongenital stenosis.
Sedangkan pada pasien berusia 50-an penyebab mielopati tersering
adalah spondilosis servikal. Pada keadaan ini terjadi penyakit degenaratif,
akibat penuaan tulang belakang dan sirkulasi juga (osteoartrosis) vertebra
servikal yang dapat menyebabkan kompresi medula spinalis karena adanya
kalsifikasi, degenerasi, protrusi, diskus intervertebra, pertumbuhan tulang
yang menonjol (osteofit) dan penebalan ligamentum longitudinal. Pada
pasien berusia 40-an kebawah penyebab tersering terjadinya mielopati
adalah sklerosis multiple.
Jadi penuaan tulang belakang dan sistem sirkulasi menyebabkan
masalah pada vertebra, sehingga diskus intervertebral dapat menjadi kolaps,
terbentuknya osteofit pada saluran saraf dan mengurangi lusas kanalis spinal.
9
Aliran darah pada spinal yangtidak adekuat menyebabkan jaringan spinalis
dan saraf tak mendapat nutrisi yang cukup, sehingga ligamen yang menahan
vertebra menipis dan menekan saluran saraf serta terganggunya fungsi saraf.
4. Patofisiologi Mielopati
Patofisiologi dari Myelopathy lengkap menggambarkan cedera tulang
belakang yang mengakibatkan tidak ada sensasi bawah asal dari cedera
tulang belakang. Medula spinalis yang mengalami cedera biasanya
berhubungan dengan akselerasi, deselerasi atau kelainan yang diakibatkan
oleh tekanan yang mengenai tulang belakang. Tekanan cedera pada medula
spinalis mengalami kompresi, tertarik atau merobek jaringan.Lokasi cedera
umumnya mengenai C1 dan C2, C4, C6 dan T11 atau L2. Fleksi-rotasi,
dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya mengenai servikal pada C5 dan
C6.Jika mengenai spina torakolumbar,terjadi pada T12-L1. Fraktur lumbal
adalah faktor yang terjadi pada daerah tulang belakang bagian bawah.Bentuk
cedera ini mengenai ligamen,fraktur vertebra,kerusakan pembuluh darah,dan
menyebabkan iskemia pada medula spinalis. Hiperekstensi, jenis cedera ini
umumnya mengenai klien dengan usia dewasa yang memiliki perubahan
degeneratif vertebra,usia muda yang mendapat kecelakaan lalu lintas dan
mengalami cedera leher saat menyelam.jenis cedera ini menyebabkan
medula spinalis bertentangan dengan ligamentun flava dan mengakibatkan
kontusio kolom dan dislokasi vertebrata. Transeksi lengkap dari medula
spinalis dapat mengikuti cedera hiperekstensi. Lesi lengkap dari medula
10
spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi refleks pada isolasi bagian medula
spinalis Kompresi
Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh dari ketinggian,dengan
posisi kaki kaki atau bokong (duduk).Tekanan mengakibatkan fraktur
vertebra dan menekan medula spinalis.Diskus dan fragmen tulang dapat
masuk ke medula spinalis.lumbal dan toraks vertebra umumnya akan
mengalami cedera serta menyebabkan edema dan perdarahan.Edema pada
medula spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi sensasi
Sedangkan pada degeneratif diskus yang merupakan penyerap getaran,
menangani tekanan gravitasi dan stress seiring bertambahnya usia maka
konsistensi air didalamnya akan berkurang menyebabkan kemampuan untuk
menyerap goncangan juga berkurang, anulus pun muncul menimbulkan
jaringan parut yang lebih lemah dari jaringan sebelumnya. Adanya anulus
dan cidera berulang menyebabkan elastisitas berkurang dan tidak efektif
dalam menyerap getaran. Lama kelamaan diskus kolaps, jarak intervertebra
sempit dan sendi menjadi terganggu, memunculkan osteofit dan menekan
saraf dan akar saraf. Osteosif, diskus menggembung dan penipisan ligamen
meningkatkan risiko terjepitnya saraf pada kanalis spinalis.
5. Pemeriksaan Diagnostik Mielopati
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah:
a. X-ray; berupa foto polos vertebra AP/lateral/oblik
11
b. CT scan; otot polos dengan potongaan-potongan dapat menunjukan
osteofit yang berada di dalam spinal colum
c. MRI; dapat menunjukan jaringan lunak disekitar tulang (saraf, diskus)
selain tulang
d. EMG; mengevaluasi jalur motorik dari saraf
e. SSEP (somatosensory evoked potential); mengukur kemampuan
sensorik saraf. Dengan sebuah listrik, dilakukan dengan merangsang
lengan atau kaki dan kemudian membaca sinyal di otak.
f. Pemeriksaan Laboratorium: Darah rutin, kimia darah, urin lengkap, dan
bila perlu tes kadar obat : kokain, heroin ataupun pemeriksaan likuor
serebrospinalis
6. Penatalaksanaan Mielopati
1) Terapi konservatif
1) Terapi fisik
2) Kontrol nyeri: Istirahat, pengaturan posisi yang nyaman, kompres
es, terapi panas ultrasound, traksi
3) Blok saraf berupa injeksi steroid pada epidural
2) Pembedahan
1) Discectomy fusi
2) Corpectomy dan strut graft
3) Laminektomi: prosedur pembedahan untuk mengurangi tekanan
pada sumsum tulang belakang karena stenosis tulang belakang.
12
Dalam laminectomy, sebuah bagian kecil dari tulang mencakup
belakang sumsum tulang belakang akan dihapus. Lamina mengacu
pada atap di atas tulang belakang sumsum tulang belakang, dan
ectomy berarti prosedur medis untuk menghapus bagian dari atap
tulang untuk mengambil tekanan dari sumsum tulang belakang.
L. PEMERIKSAAN FISIK :
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 10 Juli 2018
a. Status generalis :
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Composmentis/ GCS = E4M6V5= 15
c. TD : 110/80 mmHg
d. Nadi : 71x/menit,reguler
e. Pernapasan : 20 x/menit
f. Suhu : 36.5oC
g. SpO2 : 98%
h. Kepala : normosefali, tidak ada kelainan
i. Mata : OS : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+),
Reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
OD : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+),
Reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
j. THT : rhinorea (-), otorhea (-)
k. Mulut : Mukosa tidak tampak hiperemis
l. Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar,
Trachea di tengah, jejas atau benjolan di leher (-)
o. Thoraks : Cor :
1) Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
13
2) Palpasi : kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm medial di
ICS 5 linea midclavikula sinistra,
3) Perkusi :
Kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra
Pinggang jantung: ICS III linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS V, 2cm medial linea
midclaviculasinistra
4) Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
1) Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-)
2) Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
3) Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
4) Auskultasi : Suara dasar vesikuler, wheezing (-),
ronki (-)
m. Abdomen : datar, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak
teraba, nyeri tekan epigastrik (-)
n. Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
o. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-)
b. Status Psikiatri
Tingkah Laku : wajar, pasien sadar
Perasaan Hati : Normotimik
Orientasi : Dalam batas normal
Kecerdasan : Dalam batas normal
Daya Ingat : Dalam batas normal
c. Status Neurologis
a. Sikap Tubuh : Lurus dan simetris
b. Gerakan Abnormal
c. Cara berjalan
: Tidak ada
: tidak dapat dinilai
14
d. Nervus KranialisN. I (OLFAKTORIUS) Lubang Hidung Kanan Lubang Hidung Kiri
Daya Pembau N N
N. II (OPTIKUS) Mata Kanan Mata Kiri
Daya Penglihatan N N
Pengenalan Warna N N
Lapang Pandang N N
N.III (OKULOMOTORIS) Mata Kanan Mata Kiri
Ptosis - -
Gerak Mata Ke Atas + +
Gerak Mata Ke Bawah + +
Gerak Mata Ke Media + +
Ukuran Pupil 3mm 3mm
Bentuk Pupil Isokor Isokor
Reflek Cahaya Langsung + +
Reflek Cahaya Konsesuil + +
Reflek Akomodasi + +
Strabismus Divergen - -
Diplopia - -
N.IV (TROKHLEARIS) Mata Kanan Mata Kiri
Gerak Mata Lateral Bawah - -
Strabismus Konvergen - -
Diplopia - -
N. V (TRIGEMINUS) Kanan Kiri
Mengigit N N
Membuka Mulut N N
Sensibilitas Muka N N
Reflek Kornea + +
N. VI (ABDUSEN) Mata Kanan Mata Kiri
15
Gerak Mata Lateral Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Starbismus Konvergen - -
Diplopia - -
N. VII (FASIALIS) Kanan Kiri
Kedipan Mata N N
Lipatan Nasolabial N N
Sudut Mulut N N
Mengerutkan Dahi N N
Mengerutkan Alis N N
Menutup Mata N N
Meringis Terangkat Terangkat
Tik Fasial - -
Lakrimasi - -
Daya Kecap 2/3 Depan N N
N. VIII (AKUSTIKUS) Kanan Kiri
Mendengar Suara Berbisik N N
Mendengar Detik Arloji N N
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan
Arkus Faring Simetris
Daya Kecap 1/3 Belakang N
Reflek Muntah N
Sengau -
Tersedak -
N. X (VAGUS) Keterangan
Arkus faring Simetris
Bersuara N
Menelan N
16
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala N
Sikap Bahu N
Mengangkat Bahu N
Trofi Otot Bahu N
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Sikap lidah Simetris
Artikulasi N
Tremor lidah -
Menjulurkan lidah Simetris
Trofi otot lidah -
Fasikulasi lidah -
e. Fungsi Sensorik
Kanan KiriEksteroseptif + +
- (setinggi medulla spinalis T 10-11)
- (setinggi medulla spinalis T 10-11)
Propioseptif + ++ +
f. Fungsi Motorik
G B B K 5 5 Tn N N Tr Eu Eu
T T 2 2 Hiper Hiper Eu Eu
RF + + RP - - Cl -
+ + + + +
g. Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Kaku kuduk -Kernig sign -Pemeriksaan Brudzinski :Brudzinski I -Brudzinski II -
17
Brudzinski III -Brudzinski IV -h. Pemeriksaan Vegetatif dan Fugsi Luhur
Fungsi luhur : afasia tidak ada, memori baik.
Fungsi vegetatif :BAB dan BAK tidak ada keluhan.
M. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
LaboratoriumPEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
DARAH RUTINHemoglobin 15.3 13.2 – 17.3 gr/dlLeukosit
Limfosit Monosit Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit % Monosit % Eosinofil % Basofil % Neutrofil %
4.33 3.800 – 10.600/ul1.25
0.112 L0.00 L0.0322.9329
2.580.00 L0.74167.8
1.0 – 4.5 x 103/ mikro0.2 – 1.0 x 103/ mikro0.04 – 0.8 103/ mikro
0 – 0.2 103/ mikro1.8 – 7.5 103/ mikro
25 – 40 %2 – 8%2 – 4 %0 – 1 %
50 – 70 %Eritrosit 5.23 4.4 – 5.9 jutaHematokrit 44.9 40-52 %Trombosit 300 150.000 – 400.000/ul
MCV 85.9 82 – 98 flMCH 29.2 27 - 32 pgMCHC 34.0 32 - 37 g/dlGlukosa Puasa 108 74-108 mg/dlGlukosa 2 Jam PP 115 74 – 106 mg/dLSGOT 19 0-60SGPT 13 0-50Ureum 37.7 10-50 mg/dLKreatinin 0.76 0,45-0,75 mg/dLHDL 38 28 – 63 mg/dLLDL 175.2 H <150 mg/dLKolestrol 221 H <200 mg/dLTrigliserida 39 L 70 – 140 mg/dLAsam urat 3.72 2 – 7 mg/dLAnti TB -
18
Pemeriksaan X-Foto Thorax PA
Kesan:
- Cor tak membesar
- Cenderung gambaran proses spesifik
Pemeriksaan X-Foto Thoracolumbal
Kesan :
- Kompresi wedging VT 9, 10 disertai penyempitan diskus intervertebralis Th
9-10
- Spondilosis thorakalis
N. DISKUSI II :
Pada pemeriksaan fisik saat pasien ditemui memiliki status generalisata yang
19
baik, dengan tidak adanya penurunan kesadaran, didapatkan adanya kontak mata,
motorik pasien dapat menggerakan sesuai instruksi pemeriksa dan verbal pasien dapat
menjawab pertanyaan dan menjelaskan keluhannya dengan baik.
Pada pemeriksaan tanda vital tekanan darah pasien adalah 110/80 mmHg
dalam batas normal, nadi 71x/menit dengan irama regular dan isi cukup, laju nafas
20x/mnt dalam batas normal, suhu 36,5 derajat (afebris), dan saturasi dalam keadaan
baik walau tanpa oksigen.
Pada pemeriksaan fungsi motorik didapatkan adanya keterbatasan, kelemahan
kekuatan otot, peningkatan tonus, serta clonus pada kaki kanan dan kiri. Hal ini
disebabkan karena adanya lesi pada medula spinalis yang mempersarafi otot-otot
ekstremitas bawah. Peningkatan refleks fisiologis juga didapatkan pada ekstremitas
yang mengalami kelemahan, hal ini terjadi karena hilangnya pengaruh inhibisi ke
motor neuron. Didapatkan adanya refleks patologis yang positif pada ekstremitas
yang mengalami kelemahan diantaranya refleks Babinski (+), gordon (+), dan
schaeffer (+). Selain itu ditemukan adanya kelainan sensoris seperti berkurangnya
kepekaan terhadap rangsang yang diberikan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
saraf sensoris (posterior root) ikut terlibat. Jika dilihat berdasarkan gradenya, pasien
termasuk mielopati grade 5. Kelemahan kaki pasien membuat pasien tidak bisa
beraktivitas dan hanya di tempat tidur saja.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai leukosit 4,33 ribu,
dan anti TB (-). Hal ini tidak membuat diagnosa banding mielopati et causa infeksi
menjadi lebih lemah, karena perlu dilakukan pemeriksaan lain yang lebih spesifik
seperti pemeriksaan IgG TB atau PCR TB. Berdasarkan hasil pemeriksaan rontgen
thoracolumbal, didapatkan adanya kompresi wedging di vertebra torakal 9 dan 10.
Hal ini dapat menunjukkan bahwa medula spinalis 10 dan 11 terkena dampaknya.
Perubahan bentuk vertebra akan menekan medula spinalis yang menyebabkan
keluhan pada pasien.
Pemeriksaan rontgen masih belum dapat menentukan causa pada pasien ini.
Masih diperlukan pemeriksaan lain seperti MRI yang dapat memperlihatkan
gambaran struktur tubuh. MRI merupakan pemeriksaan gold standard untuk
20
mielopati. Secara radiologis kelainan karena infeksi mempunyai bentuk yang lebih
difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas. Jika infeksi terjadi
pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan sebagai tumor.
Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe
lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Terbanyak di
temukan di regio torakal (Vitriana, 2002). Trauma yang terjadi pada kasus ini dapat
mengakibatkan terjadinya kompresi yang memicu timbulnya keluhan pada pasien.
O. DIAGNOSIS AKHIR :
Diagnosis klinis : Paraparesis spastik inferior, paraparestesia inferior
Diagnosis topis : Medulla spinalis setinggi thorakal 10-11
Diagnosis etiologi : Mielopati thorakal e.c dd/ infeksi (spondilitis TB) dd/
SOP spinal dd/ trauma
P. PLANNING
Planning diagnosis :
LED
IgG TB
PCR TB
MRI Thorakal
Rujuk RS Kariadi
Pada penderita ini diberikan terapi :
Non Medikamentosa :
Edukasi keluarga mengenai penyakitnya
Rehabilitasi medik
Medikamentosa :
Inf asering 20 tpm
Inj metilcobalamin 1x1 amp
Inj metilprednisolon 4x125 mg
Inj piracetam 2x3 gr
21
Inj ranitidin 1x1 amp
Inj ketorolac 2x30 mg
PO asam valproat 2x500 mg
Q. DISKUSI III :
Tatalaksana pada pasien ini meliputi tatalaksana non medikamentosa dan
medikamentosa sabagai berikut :
Inj. Meticobalamin 1x1 ampul
Metilkobalamin adalah metabolit dari vitamin B12 yang berperan sebagai koenzim
dalam proses pembentukan methionin dari homosystein. Reaksi ini berguna dalam
pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi saraf. Metilkobalamin berperan pada
neuron susunan saraf melalui aksinya terhadap reseptor NMDA dengan 32
perantaraan S-adenosilmethione (SAM) dalam mencegah apoptosis akibat
glutamateinduced neurotoxicity. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan peranan
metilkobalamin pada terapi stroke, cedera otak, penyakit Alzheimer, Parkinson,
termasuk juga dapat dipakai untuk melindungi otak dari kerusakan pada kondisi
hipoglikemia dan status epileptikus.
Inj Metilprednisolon 4x125 mg
Metilprednisolon adalah kortikosteroid dengan aktivitas imunosupresan dan anti-
inflamasi.Sebagai imunosupresan metilprednisolon bekerja dengan menurunkan
respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsang. Aktivitas anti-inflamasi dengan jalan
menekan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi dan menghambat
akumulasi sel yang mengalami inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada
tempat inflamasi. Metilprednisolon merupakan anti inflamasi yang direkomendasikan
penggunaannya pada pasien gejala neurologis dan peningkatan tekanan intrakranial.
Inj. Piracetam 2x3g
Piracetam berperanan meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan aktifitas
adenylat kinase (AK) yang merupakan kunci metabolisme energi dimana mengubah
22
ADP menjadi ATP dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran cytochrome b5
yang merupakan komponen kunci dalam rantai transport elektron dimana energi ATP
diproduksi di mitokondria. Piracetam juga digunakan untuk perbaikan defisit
neurologi khususnya kelemahan motorik dan kemampuan bicara pada kasus-kasus
cerebral iskemia, dan juga dapat mengurangi severitas atau kemunculan post
traumatik / concussion sindrom.
Inj. Ranitidin 2x1 ampul
Pemberian Ranitidine ditujukan sebagai gastroprotektor untuk mencegah terjadinya
stress ulcer terutama pada pasien yang mendapat nutrisi hanya lewat parenteral saja
dapat meningkatkan resiko terjadinya peningkatan asam lambung.
Inj. Ketorolac 2x30 mg
Ketorolac adalah golongan obat nonsteroid antiinflamasi yang memiliki mekanisme
kerja menghambat sintesis prostaglandin dengan menghambat enzim siklooksigenase.
PO Asam valproat 2x500 mg
Dapat meningkatkan kadar inhibitor neurotransmitter gamma-aminobutyric acid
(GABA) di otak; dapat meningkatkan atau meniru aksi GABA di reseptor
postsinaptik; mungkin juga menghambat kanal natrium dan kalsium.
23
R. FOLLOW-UP
Tanggal S O A P9 Juli ‘1814.00
IGD
Pasien 2 bulan yang lalu terjatuh dalam posisi duduk. Saat ini kedua kaki sulit digerakkan dan kesemutan. BAB dan BAK normal.
TD : 128/100HR : 62RR : 20T :36SpO2 : 99%GCS : E4M6V5Kekuatan motorik :5/52/2
Paraparese et pareestesia extremitas inferior susp e.c spinal cord injury
Inf asering 20 tpmInj metilcobalamin 1x1 amp Inj metilprednisolon 4x125mgInj piracetam 2x3 grInj ranitidin 1x1 ampInj ketorolac 2x30 mgPO asam valproat 2x500 mg
10 Juli ‘18
HP IH onset 30
Kaki kanan dan kiri lemah, baal, dan kesemutan, pusing (-), mual (-), muntah (-)
GCS : E4M6V5TD : 110/80HR : 70RR :20T : 36Kekuatan motorik :5/52/2
Mielopati thorakal e.c dd/ infeksi (spondilitis TB) dd/ SOP spinal dd/ trauma
Terapi lanjut
11 Juli ‘18
HP IIHonset 31
Kaki kanan dan kiri lemah , baal, dan kesemutan, pusing (-), mual (-), muntah (-)
GCS : E4M6V5TD : 108/76HR : 74RR : 21T : 36Kekuatan motorik :5/52/2
Laboratorium (10/7)Leukosit 4,33 ribuLDL 175.2 (H)Kolesterol 221 (H)Trigliserida 39 (L)
Mielopati thorakal e.c dd/ infeksi (spondilitis TB) dd/ SOP spinal dd/ trauma
Terapi lanjut
12 Juli ‘18
HP IIIH onset 32
Kaki kanan dan kiri mulai bisa digerakkan sedikit, baal, dan kesemutan, pusing (-), mual (-), muntah (-)
GCS : E4M6V5TD : 110/82/118HR : 55RR : 20T : 36Kekuatan motorik :5/52+/2+
Mielopati thorakal e.c dd/ infeksi (spondilitis TB) dd/ SOP spinal dd/ trauma
Terapi lanjut+ Konsultasi fisioterapi
24
X-Foto Thoracolumbal (11/7)-Kompresi wedging VT 9,10-Penyempitan diskus intervertebralis Th 9-10-Spondilosis torakalis
13 Juli ‘18
HP IVH onset 33
Kaki kanan dan kiri mulai bisa ditekuk, baal, dan kesemutan berkurang, pusing (-), mual (-), muntah (-)
GCS : E4M6V5TD : 110/90HR : 65RR : 20T : 36.2Kekuatan motorik :5/35/3
Mielopati thorakal e.c dd/ infeksi (spondilitis TB) dd/ SOP spinal dd/ trauma
Terapi lanjut
14 Juli ‘18
HP VH onset 34
Kaki kanan dan kiri mulai bisa ditekuk dan bergerak, baal, dan kesemutan (-), pusing (-), mual (-), muntah (-)
GCS : E4M6V5TD : 110/80HR : 77RR : 20T : 36.5Kekuatan motorik :5/35/3
Mielopati thorakal e.c dd/ infeksi (spondilitis TB) dd/ SOP spinal dd/ trauma
Terapi lanjut
15 Juli ‘18
HP VIH onset 35
Kaki kanan dan kiri mulai bisa ditekuk dan bergerak, baal, dan kesemutan (-), pusing (-), mual (-), muntah (-)
GCS : E4M6V5TD : 110/80HR : 70RR : 20T : 36.5Kekuatan motorik :5/35/3
Mielopati thorakal e.c dd/ infeksi (spondilitis TB) dd/ SOP spinal dd/ trauma
Terapi lanjut
16 Juli ‘18
HP VIIH onset 36
Kaki kanan dan kiri mulai bisa ditekuk dan bergerak, baal, dan kesemutan (-), pusing (-), mual (-), muntah (-)
GCS : E4M6V5TD : 110/80HR : 70RR : 20T : 36.5Kekuatan motorik :5/35/3
Mielopati thorakal e.c dd/ infeksi (spondilitis TB) dd/ SOP spinal dd/ trauma
BLPLRujuk RS Kariadi
25
27 Juli ‘18
H onset 47
Sudah mulai bisa berjalan pelan-pelan, sedikit kesemutan di pinggang
GCS : E4M6V5TD : 120/80HR : 75RR : 20T : 36.5Kekuatan motorik :5/3 + 5/3+
MRI ThorakalKesan : cenderung gambaran spondylodiscitis
Mielopati e.c Spondylodiscitis TB
Keterangan :Perawatan di RS Kariadi
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Ridharta, Priguna; Mardjono, Mahar. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta :
Dian Rakyat.
2. Price Sylvia. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 1. EGC: Jakarta. 2006. hal : 231- 236 & 485-90.
3. Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta :
Gadjahmada University Press.
4. Mahadewa, Tjokorda GB dan Sri Maliawan. 2009. Diagnosis dan
Tatalaksana Kegawatdaruratan Tulang belakang. Jakarta: Sagung Seto.
5. Vitriana. 2002. Spondilitis Tuberkulosa. Bandung: Bagian Ilmu Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi Medik FK UNPAD
27