sarafambarawa.files.wordpress.com file · web viewbab i. laporan dan diskusi kasus. identitas...
TRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN DAN DISKUSI KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Status perkawinan : Sudah Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tukang Parkir
Alamat : Derekan Rt 01/ Rw 02
No CM : 153xxx-20xx
Tanggal masuk RS : 14 Agustus 2018, Pukul 08.00 dari IGD
B. DATA DASAR
Diperoleh dari pasien (autoanamnesis), dilakukan pada tanggal 21 Agustus 2018,
pukul 14.00 di bangsal Teratai.
C. KELUHAN UTAMA:
Nyeri kepala disertai leher kaku
.
D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala disertai leher kaku sejak 10 hari
SMRS. Nyeri kepala dan kaku leher dirasakan setelah pasien bangun tidur. Nyeri
kepala dirasakan diseluruh kepala, tidak menjalar sampai kedua tangan dan terasa
terus menerus. Nyeri kepala mengganggu aktivitas pasien. Apabila dinilai dengan
angka 1-10, pasien mengatakan nyeri diangka 7 (VAS 7). Nyeri kepala yang disertai
kaku leher menyebabkan pasien tidak dapat menoleh ke sebelah kiri. Pasien merasa
bertambah nyeri apabila terlalu banyak menggerakkan kepala dan leher. Nyeri kepala
dan kaku leher dirasakan membaik ketika pasien berobat ke dokter untuk disuntik dan
1
diberi obat minum, namun setelah beberapa hari, keluhan kembali dirasakan. Pasien
sudah berobat ke 3 dokter dan 1 rumah sakit, namun tidak ada perubahan dari
keluhan. Sehingga pasien pergi berobat ke IGD RSUD Ambarawa. Pasien datang
dalam keadaan sadar dan dapat menceritakan kelainannya dengan baik. Pasien juga
mengeluhkan mual setiap makan tapi tidak sampai muntah. Pasien tidak mengeluh
demam, tersedak, batuk, nyeri sendi, ataupun kelemahan pada angora gerak, BAB
dan BAK dalam batas normal.
Pada saat hari ke 4 perawatan di bangsal teratai RSUD Ambarawa, keluhan
pasien bertambah yaitu kelemahan di kaki kiri dan kanan. Kelemahan dirasakan saat
pasien baru bangun tidur, pasien susah untuk menggerakkan kedua kaki dan tidak
bisa berjalan. Pasien merasa kakinya menjadi tegang dan kaku, namun saat itu pasien
masih bisa menggerakan jempolnya. Pasien juga mengeluhkan nyeri di bagian
pinggang menjalar hingga kakinya. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk yang terus
menerus. Pasien juga mengeluhkan kurang terasa rabaan pada kedua kaki.
E. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU DAN PENGOBATAN :
Pasien memiliki riwayat jatuh pada 5 tahun SMRS. Pasien jatuh dari atap rumah,
posisi jatuh pasien terduduk (bokong dan pinggang terbentur lantai terlebih dahulu).
Saat itu pasien merasakan nyeri di bagian yang terluka yaitu kaki, tangan, pundak,
dan punggung. Pada saat itu keluhan dirasakan membaik setelah pasien berobat ke
dokter.
1. Riwayat keluhan serupa (cephalgia) : disangkal
2. Riwayat keluhan serupa (kaku leher): disangkal
3. Riwayat keluhan serupa (nyeri pinggang) : diakui, pasien merasakan nyeri
pinggang sudah sejak 5 tahun yang lalu setelah pasien jatuh dari atap rumah.
Nyeri dirasakan sering kambuh – kambuhan dan diperberat dengan
melakukan aktivitas berat.
4. Riwayat stroke : disangkal
5. Riwayat kejang : disangkal
6. Riwayat penyakit jantung : disangkal
2
7. Riwayat DM : disangkal
8. Riwayat alergi : disangkal
9. Riwayat penyakit paru : disangkal
10. Riwayat batuk lama : disangkal
F. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :
Tidak ditemukan riwayat penyakit pada keluarga pasien.
G. RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL EKONOMI :
Pasien dirawat di rumah sakit dengan asuransi kesehatan BPJS PBI. Pasien
bekerja sebagai Tukang Parkir yang sering berdiri dan menarik motor. Kesan
ekonomi pasien dalam keadaan cukup. Aktivitas pasien terbilang cukup banyak
bergerak sehingga pasien merasa pekerjaannya sudah termasuk dalam olahraga dan
pasien sering bersepeda. Pasien memiliki kebiasaan makan dengan porsi cukup
banyak untuk mencukupi energi yang digunakan sehari-hari.Pasien tidak merokok,
tidak meminum alkohol ataupun memakai obat-obat terlarang seperti narkoba.
H. ANAMNESIS SISTEM :
Sistem cerebrospinal : nyeri kepala (+), pingsan (-), kejang (-)
Sistem kardiovaskular : riwayat darah tinggi (-), sakit jantung (-)
nyeri dada (-)
Sistem respiratorius : sesak napas (-), batuk lama (-)
Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), BAB normal
Sistem neurologis : kelemahan pada kaki kanan dan kiri, kesemutan dan
baal pada kaki kanan dan kiri hingga ke pinggang
Sistem urogenital : BAK normal
Sistem integumen : tidak ada keluhan
I. RESUME ANAMNESIS :
Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala disertai leher kaku sejak 10 hari
3
SMRS. Nyeri kepala dan kaku leher dirasakan setelah pasien bangun tidur. Nyeri
kepala dirasakan diseluruh kepala, tidak menjalar sampai kedua tangan dan terasa
terus menerus. Nyeri kepala mengganggu aktivitas pasien. Apabila dinilai dengan
angka 1-10, pasien mengatakan nyeri diangka 7 (VAS 7). Nyeri kepala yang disertai
kaku leher menyebabkan pasien tidak dapat menoleh ke sebelah kiri. Pasien merasa
bertambah nyeri apabila terlalu banyak menggerakkan kepala dan leher. Nyeri kepala
dan kaku leher dirasakan membaik ketika pasien berobat ke dokter untuk disuntik dan
diberi obat minum, namun setelah beberapa hari, keluhan kembali dirasakan. Pasien
sudah berobat ke 3 dokter dan 1 rumah sakit, namun tidak ada perubahan dari
keluhan. Sehingga pasien pergi berobat ke IGD RSUD Ambarawa. Pasien datang
dalam keadaan sadar dan dapat menceritakan kelainannya dengan baik. Pasien juga
mengeluhkan mual setiap makan tapi tidak sampai muntah. BAB dan BAK dalam
batas normal.
Pada saat hari ke 4 perawatan di bangsal teratai RSUD Ambarawa, keluhan
pasien bertambah yaitu kelemahan di kaki kiri dan kanan. Kelemahan dirasakan saat
pasien baru bangun tidur, pasien susah untuk menggerakkan kedua kaki dan tidak
bisa berjalan. Pasien merasa kakinya menjadi tegang dan kaku, namun saat itu pasien
masih bisa menggerakan jempolnya. Pasien juga mengeluhkan nyeri di bagian
pinggang menjalar hingga kakinya. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk yang terus
menerus. Pasien juga mengeluhkan kurang terasa rabaan pada kedua kaki.
Pasien memiliki riwayat jatuh pada 5 tahun SMRS. Pasien jatuh dari atap
rumah, posisi jatuh pasien terduduk (bokong dan pinggang terbentur lantai terlebih
dahulu). Setelah terjatuh pasien sering merasakan nyeri pinggang yang kambuh –
kambuhan. Pasien dirawat di rumah sakit dengan asuransi kesehatan BPJS PBI.
Pasien bekerja sebagai Tukang Parkir yang sering berdiri dan menarik motor.
J. DIAGNOSIS SEMENTARA :
Diagnosis klinis : paraparesis inferior, paraparestesia inferior, parahipestesia
inferior
Diagnosis topis : medulla spinalis
4
Diagnosis etiologis : mielopati e.c dd/ trauma dd/ HNP dd/ SOP spinal dd/ infeksi
K. DISKUSI I :
Hasil anamnesis pasien didapatkan adanya suatu nyeri kepala disertai kekakuan
pada leher sejak 10 hari SMRS, yang selanjutnya ditambah dengan keluhan
kelemahan dan nyeri pada anggota gerak bagian bawah. Keluhan disertai rasa baal
dan kesemutan pada anggota gerak bawah yang terjadi bersamaan dengan keluhan
kelemahan dan nyeri anggota gerak bawah. Riwayat jatuh terduduk 5 tahun yang lalu.
Kelemahan yang terjadi pada pasien dapat disebut paresis. Pada pasien ini terjadi
paresis di kedua sisi anggota gerak bawah sehingga disebut paraparesis inferior.
Didapatkan adanya keluhan lain, yaitu rasa nyeri seperti ditusuk, baal dan kesemutan.
Keluhan ini disebut parestesia. Istilah parestesia merujuk pada sensasi abnormal
seperti kesemutan, menggelitik, menusuk, mati rasa (baal) atau terbakar. Keluhan ini
terjadi pada kedua anggota gerak bawah sehingga disebut paraparestesia inferior.
Pasien juga mengeluh kurang terasa rabaan pada kedua kaki, sehingga disebut
parahipestesia inferior.
Defisit neurologis pada pasien ini terjadi di kedua bagian anggota gerak
bawah dan terasa tegang serta kaku. Hal ini mengarahkan ke kelainan lesi di Upper
Motor Neuron (UMN) karena lesi di UMN memiliki ciri-ciri spastis (kaku),
hiperreflex, hipertonus, muncul reflex patologis, dan dapat ditemukan adanya klonus.
UMN terdiri atas otak dan medula spinalis. Pada pasien ini tidak mengarah ke lesi di
otak, melainkan cenderung lesi di medula spinalis. Lesi di otak akan mengakibatkan
kelainan di salah satu sisi tubuh dan seringkali disertai gangguan fungsi luhur,
sedangkan pada pasien ini tidak ditemukan hal-hal tersebut. Kelainan pada pasien
berupa kelemahan di kedua anggota gerak bawah yang sering terjadi pada lesi di
medula spinalis. Diagnosis ini juga didukung oleh riwayat pasien yang pernah jatuh
terduduk. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penyakit ataupun kelainan pada
medula spinalis (mielopati).
Mielopati dapat disebabkan oleh berbagai macam hal seperti trauma, akibat
dari proses penyakit, atau peradangan maupun infeksi. Pada kasus ini, ketiganya
5
masih perlu dipertimbangkan. Adanya riwayat jatuh terduduk dapat menunjukkan
keluhan pada pasien disebabkan oleh trauma. Namun perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk mengetahui causanya.
MIELOPATI
1. Definisi Mielopati
Myelopathy adalah penyakit pada medula spinalis. Mielopati bisa
menjadi komplikasi yang serius dari spondilosis servikalis.
Myelopathy adalah nama kolektif untuk berbagai jenis masalah yang
melibatkan sumsum tulang belakang. Ketika myelopathy terjadi karena
kecelakaan atau trauma, disebut cedera sumsum tulang belakang. Dalam
kasus lain, myelopathy terjadi sebagai akibat dari proses penyakit,
peradangan, gangguan peredaran darah, atau masalah lain yang berakhir
mempengaruhi kolom tulang belakang. Ini semacam mielopati mungkin
datang secara bertahap.
Mielopati adalah proses non inflamasi pada Medula spinalis misalnya
yang disebabkan oleh prosestoksik, nutrisional, metabolik dan nekrosis yang
menyebabkan lesi pada Medula spinalis. (Kapita selekta neurologi, edisi
kedua, 2009)
Myelopathy diartikan juga sebagai hilangnya bertahap fungsi saraf yang
disebabkan oleh gangguan pada tulang belakang. Mielopati dapat terjadi
sebagai akibat dari proses ekstradural, intradural, atau intramedulla. Secara
umum, mielopati secara klinis dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan
ada tidaknya trauma yang signifikan, dan ada atau tidak adanya rasa sakit.
6
(Lyn Weiss, Adam C. Isaacson, 2010). Myelopathy dapat langsung
disebabkan oleh cedera tulang belakang yang mengakibatkan berkurangnya
sensasi atau kelumpuhan maupun penyakit degeneratif dengan derajat yang
bervariasi dari kehilangan sensasi dan gerakan.
Dikutip dari Tjokorda (2009) derajat mielopati dapat dibagi menjadi:
a. Grade 0 : melibatkan akar syaraf tidak disertai penyakit pada medulla
spinal
b. Grade 1 : Gejala penyakit pada medulla spinalis tetapi tidak sulit
berjalan
c. Grade 2 : Kesulitan berjalan ringan tetapi tidak menghambat aktivitas
sehari-hari
d. Grade 3 : Perlu bantuan dalam berjalan
e. Grade 4 : kemampuan berjalan dengan alat bantu
f. Grade 5 : Hanya di kursi roda atau berbaring
2. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda awal mielopati yaitu hilangnya bertahap keterampilan
motorik halus dan kelambatan atau kekakuan dalam berjalan, bisa juga
dengan meningkat struktur otot di kaki dan koordinasi yang buruk ketika
seseorang berjalan, naik turun tangga, memasukan kancing pakaian, nyeri
daerah leher ataupun kelelahan.
Mielopati biasanya agak sulit dideteksi karena memang berkembang
secara diam dan perlahan serta mulai terjadi saat menurunnya aktifitas.
7
Mielopati sering kali disalah artikan sebagai masalah sendi, sebab mielopati
menunjukan gejala mirip masalah sendi.
Seseorang dengan myelopathy dapat mengalami satu atau lebih gejala
berikut:
a. Rasa berat dikaki atau kelambatan atau kekakuan dalam berjalan
b. Ketidakmampuan untuk berjalan dengan langkah cepat
c. Mengalami gangguan sensori, namun kecuali mielopati memburuk,
jarang mencapai tingkat yang jelas
d. Intermiten penembakan nyeri ke lengan dan kaki (seperti tersengat
listrik), terutama ketika menekuk kepala mereka ke depan (dikenal
sebagai fenomena Lermitte
Sedangkan Tanda lainnya, adalah:
a. Kikuk atau lemah tangan, dengan perasaan tebal dan kelemahan pada
kaki dan tangan
b. Tonus otot kaki meningkat
c. Kaku pada leher
d. Reflek tendo dalam lutut dan pergelangan kaki meningkat
e. Perasaan asimetris pada kaki dan lengan, mengakibatkan sensasi posisi
pada lengan dan kaki menghilang sehingga sulit berjalan
f. Kehilangan kontrol pada sprinkter, akiabtnya urinasi menjadi sering dan
dapat menjadi inkontinensia
g. Perubahan pada peristaltik usus
8
3. Etiologi Mielopati
Myelopathy dapat langsung disebabkan oleh cedera tulang belakang
yang mengakibatkan berkurangnya sensasi atau kelumpuhan. Penyakit
degeneratif juga dapat menyebabkan kondisi ini, dengan derajat yang
bervariasi dari kehilangan sensasi dan gerakan, ataupun proses non inflamasi
pada medula spinalis misalnya karena prosestoksik, nutrisional, metabolik
dan nekrosis yang menyebabkan lesi pada Medula spinalis. Juga karena
herniasi diskus, instabilitas spinal, kongenital stenosis.
Sedangkan pada pasien berusia 50-an penyebab mielopati tersering
adalah spondilosis servikal. Pada keadaan ini terjadi penyakit degenaratif,
akibat penuaan tulang belakang dan sirkulasi juga (osteoartrosis) vertebra
servikal yang dapat menyebabkan kompresi medula spinalis karena adanya
kalsifikasi, degenerasi, protrusi, diskus intervertebra, pertumbuhan tulang
yang menonjol (osteofit) dan penebalan ligamentum longitudinal. Pada
pasien berusia 40-an kebawah penyebab tersering terjadinya mielopati
adalah sklerosis multiple.
Jadi penuaan tulang belakang dan sistem sirkulasi menyebabkan
masalah pada vertebra, sehingga diskus intervertebral dapat menjadi kolaps,
terbentuknya osteofit pada saluran saraf dan mengurangi lusas kanalis spinal.
Aliran darah pada spinal yangtidak adekuat menyebabkan jaringan spinalis
dan saraf tak mendapat nutrisi yang cukup, sehingga ligamen yang menahan
vertebra menipis dan menekan saluran saraf serta terganggunya fungsi saraf.
9
4. Patofisiologi Mielopati
Patofisiologi dari Myelopathy lengkap menggambarkan cedera tulang
belakang yang mengakibatkan tidak ada sensasi bawah asal dari cedera
tulang belakang. Medula spinalis yang mengalami cedera biasanya
berhubungan dengan akselerasi, deselerasi atau kelainan yang diakibatkan
oleh tekanan yang mengenai tulang belakang. Tekanan cedera pada medula
spinalis mengalami kompresi, tertarik atau merobek jaringan.Lokasi cedera
umumnya mengenai C1 dan C2, C4, C6 dan T11 atau L2. Fleksi-rotasi,
dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya mengenai servikal pada C5 dan
C6.Jika mengenai spina torakolumbar,terjadi pada T12-L1. Fraktur lumbal
adalah faktor yang terjadi pada daerah tulang belakang bagian bawah.Bentuk
cedera ini mengenai ligamen,fraktur vertebra,kerusakan pembuluh darah,dan
menyebabkan iskemia pada medula spinalis. Hiperekstensi, jenis cedera ini
umumnya mengenai klien dengan usia dewasa yang memiliki perubahan
degeneratif vertebra,usia muda yang mendapat kecelakaan lalu lintas dan
mengalami cedera leher saat menyelam.jenis cedera ini menyebabkan
medula spinalis bertentangan dengan ligamentun flava dan mengakibatkan
kontusio kolom dan dislokasi vertebrata. Transeksi lengkap dari medula
spinalis dapat mengikuti cedera hiperekstensi. Lesi lengkap dari medula
spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi refleks pada isolasi bagian medula
spinalis Kompresi
Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh dari ketinggian,dengan
posisi kaki kaki atau bokong (duduk).Tekanan mengakibatkan fraktur
10
vertebra dan menekan medula spinalis.Diskus dan fragmen tulang dapat
masuk ke medula spinalis.lumbal dan toraks vertebra umumnya akan
mengalami cedera serta menyebabkan edema dan perdarahan.Edema pada
medula spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi sensasi
Sedangkan pada degeneratif diskus yang merupakan penyerap getaran,
menangani tekanan gravitasi dan stress seiring bertambahnya usia maka
konsistensi air didalamnya akan berkurang menyebabkan kemampuan untuk
menyerap goncangan juga berkurang, anulus pun muncul menimbulkan
jaringan parut yang lebih lemah dari jaringan sebelumnya. Adanya anulus
dan cidera berulang menyebabkan elastisitas berkurang dan tidak efektif
dalam menyerap getaran. Lama kelamaan diskus kolaps, jarak intervertebra
sempit dan sendi menjadi terganggu, memunculkan osteofit dan menekan
saraf dan akar saraf. Osteosif, diskus menggembung dan penipisan ligamen
meningkatkan risiko terjepitnya saraf pada kanalis spinalis.
5. Pemeriksaan Diagnostik Mielopati
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah:
a. X-ray; berupa foto polos vertebra AP/lateral/oblik
b. CT scan; otot polos dengan potongaan-potongan dapat menunjukan
osteofit yang berada di dalam spinal colum
c. MRI; dapat menunjukan jaringan lunak disekitar tulang (saraf, diskus)
selain tulang
d. EMG; mengevaluasi jalur motorik dari saraf
11
e. SSEP (somatosensory evoked potential); mengukur kemampuan
sensorik saraf. Dengan sebuah listrik, dilakukan dengan merangsang
lengan atau kaki dan kemudian membaca sinyal di otak.
f. Pemeriksaan Laboratorium: Darah rutin, kimia darah, urin lengkap, dan
bila perlu tes kadar obat : kokain, heroin ataupun pemeriksaan likuor
serebrospinalis
6. Penatalaksanaan Mielopati
1) Terapi konservatif
1) Terapi fisik
2) Kontrol nyeri: Istirahat, pengaturan posisi yang nyaman, kompres
es, terapi panas ultrasound, traksi
3) Blok saraf berupa injeksi steroid pada epidural
2) Pembedahan
1) Discectomy fusi
2) Corpectomy dan strut graft
3) Laminektomi: prosedur pembedahan untuk mengurangi tekanan
pada sumsum tulang belakang karena stenosis tulang belakang.
Dalam laminectomy, sebuah bagian kecil dari tulang mencakup
belakang sumsum tulang belakang akan dihapus. Lamina mengacu
pada atap di atas tulang belakang sumsum tulang belakang, dan
ectomy berarti prosedur medis untuk menghapus bagian dari atap
tulang untuk mengambil tekanan dari sumsum tulang belakang.
12
L. PEMERIKSAAN FISIK :
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 21 Agustus 2018
a. Status generalis :
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Composmentis/ GCS = E4M6V5= 15
c. TD : 130/90 mmHg
d. Nadi : 86x/menit,reguler
e. Pernapasan : 22 x/menit
f. Suhu : 36.7oC
g. SpO2 : 98%
h. Kepala : normosefali, tidak ada kelainan
i. Mata : OS : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+),
Reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
OD : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+),
Reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
j. THT : rhinorea (-), otorhea (-)
k. Mulut : Mukosa tidak tampak hiperemis
l. Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar,
Trachea di tengah, jejas atau benjolan di leher (-)
o. Thoraks : Cor :
1) Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
2) Palpasi : kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm medial di
ICS 5 linea midclavikula sinistra,
3) Perkusi :
Kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra
Pinggang jantung: ICS III linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS V, 2cm medial linea
midclaviculasinistra
4) Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
13
Pulmo :
1) Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-)
2) Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
3) Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
4) Auskultasi : Suara dasar vesikuler, wheezing (-),
ronki (-)
m. Abdomen : datar, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak
teraba, nyeri tekan epigastrik (-)
n. Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
o. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-)
b. Status Psikiatri
Tingkah Laku : wajar, pasien sadar
Perasaan Hati : Normotimik
Orientasi : Dalam batas normal
Kecerdasan : Dalam batas normal
Daya Ingat : Dalam batas normal
c. Status Neurologis
a. Sikap Tubuh : Lurus dan simetris
b. Gerakan Abnormal
c. Cara berjalan
: Tidak ada
: tidak dapat dinilai
d. Nervus KranialisN. I (OLFAKTORIUS) Lubang Hidung Kanan Lubang Hidung Kiri
Daya Pembau N N
N. II (OPTIKUS) Mata Kanan Mata Kiri
Daya Penglihatan N N
Pengenalan Warna N N
14
Lapang Pandang N N
N.III (OKULOMOTORIS) Mata Kanan Mata Kiri
Ptosis - -
Gerak Mata Ke Atas + +
Gerak Mata Ke Bawah + +
Gerak Mata Ke Media + +
Ukuran Pupil 3mm 3mm
Bentuk Pupil Isokor Isokor
Reflek Cahaya Langsung + +
Reflek Cahaya Konsesuil + +
Reflek Akomodasi + +
Strabismus Divergen - -
Diplopia - -
N.IV (TROKHLEARIS) Mata Kanan Mata Kiri
Gerak Mata Lateral Bawah - -
Strabismus Konvergen - -
Diplopia - -
N. V (TRIGEMINUS) Kanan Kiri
Mengigit N N
Membuka Mulut N N
Sensibilitas Muka N N
Reflek Kornea + +
N. VI (ABDUSEN) Mata Kanan Mata Kiri
Gerak Mata Lateral Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Starbismus Konvergen - -
Diplopia - -
N. VII (FASIALIS) Kanan Kiri
Kedipan Mata N N
Lipatan Nasolabial N N
15
Sudut Mulut N N
Mengerutkan Dahi N N
Mengerutkan Alis N N
Menutup Mata N N
Meringis Terangkat Terangkat
Tik Fasial - -
Lakrimasi - -
Daya Kecap 2/3 Depan N N
N. VIII (AKUSTIKUS) Kanan Kiri
Mendengar Suara Berbisik N N
Mendengar Detik Arloji N N
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan
Arkus Faring Simetris
Daya Kecap 1/3 Belakang N
Reflek Muntah N
Sengau -
Tersedak -
N. X (VAGUS) Keterangan
Arkus faring Simetris
Bersuara N
Menelan N
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala N
Sikap Bahu N
Mengangkat Bahu N
Trofi Otot Bahu N
16
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Sikap lidah Simetris
Artikulasi N
Tremor lidah -
Menjulurkan lidah Simetris
Trofi otot lidah -
Fasikulasi lidah -
e. Fungsi Sensorik
Kanan KiriEksteroseptif
- (setinggi dermattom medulla spinalis T 10-11)
- (setinggi dermatom medulla spinalis L 2-3)
Propioseptif + ++ +
f. Fungsi Motorik
G B B K 5 5 Tn N N Tr Eu Eu
T T 3 3 Hiper Hiper Eu Eu
RF + + RP - - Cl
++ ++ - - + +
g. Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Kaku kuduk -Kernig sign -Pemeriksaan Brudzinski :Brudzinski I -Brudzinski II -Brudzinski III -Brudzinski IV -h. Pemeriksaan Vegetatif dan Fugsi Luhur
Fungsi luhur : afasia tidak ada, memori baik.
Fungsi vegetatif :BAB dan BAK tidak ada keluhan.
i. Pemeriksaan rangsang radikuler
17
Kanan Kiri Tes Patrick - -
Tes Contrapatrick - - Tes Laseque - -
Tes Sicard + +Tes Bragard + +
M. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
LaboratoriumPEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
DARAH RUTINHemoglobin 14,3 13.2 – 17.3 gr/dlLeukosit
Limfosit Monosit Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit % Monosit % Eosinofil % Basofil % Neutrofil %
21,2 H 3.800 – 10.600/ul2,18
2,77 H0.02 L0.11
16,08 H10,3 L13,1H0.1 L0.5
76,0 H
1.0 – 4.5 x 103/ mikro0.2 – 1.0 x 103/ mikro0.04 – 0.8 103/ mikro
0 – 0.2 103/ mikro1.8 – 7.5 103/ mikro
25 – 40 %2 – 8%2 – 4 %0 – 1 %
50 – 70 %Eritrosit 5.53 4.4 – 5.9 jutaHematokrit 43,7 40-52 %Trombosit 369 150.000 – 400.000/ul
MCV 78,8 L 82 – 98 flMCH 25,8 L 27 - 32 pgMCHC 32,6 32 - 37 g/dlGlukosa Puasa 247 H 74-108 mg/dlGlukosa 2 Jam PP 316 H 74 – 106 mg/dLSGOT 25 0-60SGPT 46 0-50Ureum 33,9 10-50 mg/dLKreatinin 0.73 0,45-0,75 mg/dLHDL 36 28 – 63 mg/dLLDL 97,0 <150 mg/dLKolestrol 148 <200 mg/dLTrigliserida 75 70 – 140 mg/dLAsam urat 2,30 2 – 7 mg/dLHbA1C 8,23 4-6%
18
Pemeriksaan X-Foto servikal Ap/lateral/oblique
Kesan:
- Spondilosis cervikalis
- Tampak penyempitan foramen intervertebralis C3-C4
Pemeriksaan X-Foto Thoracolumbal
Kesan :
- Penyempitan diskus intervertebralis VTH 12 –L1 dd/ fusi vertebra
- Spondilosis thoracalis
- Kompresi VL 1
N. DISKUSI II :
Pada pemeriksaan fisik saat pasien ditemui memiliki status generalisata yang
baik, dengan tidak adanya penurunan kesadaran, didapatkan adanya kontak mata,
motorik pasien dapat menggerakan sesuai instruksi pemeriksa dan verbal pasien dapat
19
menjawab pertanyaan dan menjelaskan keluhannya dengan baik.
Pada pemeriksaan tanda vital tekanan darah pasien adalah 130/90 mmHg
dalam batas normal, nadi 71x/menit dengan irama regular dan isi cukup, laju nafas
22x/mnt dalam batas normal, suhu 36,7 derajat (afebris), dan saturasi dalam keadaan
baik walau tanpa oksigen.
Pada pemeriksaan fungsi motorik didapatkan adanya keterbatasan, kelemahan
kekuatan otot, peningkatan tonus, peningkatan reflex fisiologis serta clonus pada kaki
kanan dan kiri. Hal ini disebabkan karena adanya lesi pada medula spinalis yang
mempersarafi otot-otot ekstremitas bawah. Peningkatan refleks fisiologis juga
didapatkan pada ekstremitas yang mengalami kelemahan, hal ini terjadi karena
hilangnya pengaruh inhibisi ke motor neuron. Didapatkan adanya kelainan sensoris
seperti berkurangnya kepekaan terhadap rangsang yang diberikan. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena saraf sensoris (posterior root) ikut terlibat. Jika
dilihat berdasarkan gradenya, pasien termasuk mielopati grade 5. Kelemahan kaki
pasien membuat pasien tidak bisa beraktivitas dan hanya di tempat tidur saja.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai leukosit 21,2 ribu.
Hal ini bisa membuat diagnosa banding mielopati et causa infeksi akan tetapi masih
lemah, karena perlu dilakukan pemeriksaan lain yang lebih spesifik seperti
pemeriksaan IgG TB atau PCR TB. Berdasarkan hasil pemeriksaan rontgen servikal,
didapatkan adanya spondilosis cervikalis, dan tampak penyempitan foramen
intervertebralis C3-C4. Pada pemeriksaan rontgen thoracolumbal, didapatkan adanya
penyempitan diskus intervertebralis VTH 12 – L1, spondilosis thoracalis, kompresi
VL1. Hal ini dapat menunjukkan bahwa medula spinalis terkena dampaknya.
Perubahan bentuk vertebra akan menekan medula spinalis yang menyebabkan
keluhan pada pasien.
Pemeriksaan rontgen masih belum dapat menentukan causa pada pasien ini.
Masih diperlukan pemeriksaan lain seperti MRI yang dapat memperlihatkan
gambaran struktur tubuh. MRI merupakan pemeriksaan gold standard untuk
mielopati. Secara radiologis kelainan karena infeksi mempunyai bentuk yang lebih
difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas. Jika infeksi terjadi
20
pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalah artikan sebagai tumor.
Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe
lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Terbanyak di
temukan di regio torakal (Vitriana, 2002). Trauma yang terjadi pada kasus ini dapat
mengakibatkan terjadinya kompresi yang memicu timbulnya keluhan pada pasien.
Pada pemeriksaan glukosa puasa di dapatkan 247, glukosa 2 jam PP 316, HbA1C
8,23 ini menandakan pasien memiliki penyakit diabetes mellitus.
O. DIAGNOSIS AKHIR :
Diagnosis klinis : Paraparesis spastik inferior, paraparestesia inferior,
parahipestesia inferor
Diagnosis topis : Medulla spinalis setinggi TH 10-11
Diagnosis etiologi : Mielopati e.c dd/ infeksi (myelitis) dd/ neoplasma
(tumor medulla spinalis) dd/ degeneratif (HNP
multiple)
Diagnosis tambahan : Diabetes Mellitus
P. PLANNING
Planning diagnosis :
LED
EMG
SSEP
MRI Thorakal
Pada penderita ini diberikan terapi :
Non Medikamentosa :
Edukasi keluarga mengenai penyakitnya
Rehabilitasi medik
Medikamentosa :
Inf RL 20 tpm
Inj mecobalamin 1x1 amp
21
Inj metilprednisolon 3x125 mg
Inj ranitidin 2x1 amp
Inj ketorolac 2x30 mg
Inj seftriakson 2x1gr
PO diazepam 2x2mg
PO fluoxetin 1x10mg
PO paracetamol 2x650
Q. DISKUSI III :
Tatalaksana pada pasien ini meliputi tatalaksana non medikamentosa dan
medikamentosa sabagai berikut :
Inj. Meticobalamin 1x1 ampul
Metilkobalamin adalah metabolit dari vitamin B12 yang berperan sebagai koenzim
dalam proses pembentukan methionin dari homosystein. Reaksi ini berguna dalam
pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi saraf. Metilkobalamin berperan pada
neuron susunan saraf melalui aksinya terhadap reseptor NMDA dengan 32
perantaraan S-adenosilmethione (SAM) dalam mencegah apoptosis akibat
glutamateinduced neurotoxicity. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan peranan
metilkobalamin pada terapi stroke, cedera otak, penyakit Alzheimer, Parkinson,
termasuk juga dapat dipakai untuk melindungi otak dari kerusakan pada kondisi
hipoglikemia dan status epileptikus.
Inj Metilprednisolon 3x125 mg
Metilprednisolon adalah kortikosteroid dengan aktivitas imunosupresan dan anti-
inflamasi.Sebagai imunosupresan metilprednisolon bekerja dengan menurunkan
respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsang. Aktivitas anti-inflamasi dengan jalan
menekan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi dan menghambat
akumulasi sel yang mengalami inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada
tempat inflamasi. Metilprednisolon merupakan anti inflamasi yang direkomendasikan
penggunaannya pada pasien gejala neurologis dan peningkatan tekanan intrakranial.
22
Inj. Ranitidin 2x1 ampul
Pemberian Ranitidine ditujukan sebagai gastroprotektor untuk mencegah terjadinya
stress ulcer terutama pada pasien yang mendapat nutrisi hanya lewat parenteral saja
dapat meningkatkan resiko terjadinya peningkatan asam lambung.
Inj. Ketorolac 2x30 mg
Ketorolac adalah golongan obat nonsteroid antiinflamasi yang memiliki mekanisme
kerja menghambat sintesis prostaglandin dengan menghambat enzim siklooksigenase.
Inj. seftriakson 2 x 1 gr
Seftriakson adalah antibiotik yang berguna untuk pengobatan sejumlah infeksi
bakteri. Obat ini bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri
sehingga terjadi kebocoran sel bakteri dan bakteri lisis.
PO Diazepam 2x2mg
Diazepam merupakan turunan benzodiazepine. Kerja utama diazepam yaitu
potensiasi inhibisi neurondengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai
mediator pada system saraf pusat diazepam diberikansebagai muscle relaxant pada
kasus ini.
PO Fluoxetin 1 x 10 mg
Fluoxetin adalah antidepresan dari golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake
Inhibitor). Fluoxetin memiliki efek sedative antikolinergik.
PO Paracetamol 2 x 650 mg
Parasetamol menghambat biosintesis prostaglandin dengan menghambat enzim
siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin
23
terganggu dan menimbulkan efek sebagai antti nyeri.
R. FOLLOW-UP
Tanggal S O A P15 Agustus ‘1814.00HP II
Nyeri kepala, leher dan punggung sejak 10 hari SMRS. nyeri leher menjalar ke tangan kanan dan kiri. Nyeri punggung menjalar ke kaki kanan dan kiri. Pusing (-), mual (-), muntah (-)
TD : 130/80HR : 80RR : 20T :36,8SpO2 : 99%GCS : E4M6V5Kekuatan motorik :5/55/5LaboratoriumHb: 14,3Leukosit : 21,2Eritrosit : 5,53Trombosit : 369Limfodit : 2,18Neutrofil: 16,08Glukosa puasa : 247Glukosa 2 jam PP : 316
Hssil ro :>spondilosis cervikalis>tampak penyempitan foramen intervertebralis C3-C4
Cephalgia primer dd servikogenik dd general disease
Inf RL 20 tpmInj mecobalamin 1x1 amp Inj ranitidin 2x1 ampInj ketorolac 2x30 mgInj. Seftriakson 2 x 1 grPO diazepam 2x2 mgPO fluoxetin 2x10 mgPO paracetamol 2 x 650 mg
16 Agustus ‘18
HP III
Nyeri kepala dan leher (+), nyeri punggung (+), kaki terasa agak kram dan baal
GCS : E4M6V5TD : 150/80HR : 70RR :20T : 36,8Kekuatan motorik :5/55/5
Cephalgia primer dd servikogenik dd general disease
Terapi lanjutKonsul fisioterapi
17 Agustus ‘18
HP IV
Nyeri kepala dan leher (+), nyeri punggung (+), kaki terasa agak kram dan baal, kedua kaki terasa lemah
GCS : E4M6V5TD : 120/70HR : 74RR : 21T : 36,8Kekuatan motorik :5/54/4Laboratorium :HbA1C : 8,23
Cephalgia primer dd servikogenik dd general disease
Terapi lanjut + konsul IPD
18 Agustus ‘18
HP V
Nyeri kepala dan leher (+), nyeri punggung (+), kaki terasa agak kram dan baal,
GCS : E4M6V5TD : 140/70HR : 80RR : 20T : 36,8
Mielopati thorakal,Radikulopati thoraco lumbal,
Terapi lanjut + inj. Metilprednisolon 3x125+X foto thorakolumbal ap/lat
24
kedua kaki terasa lemah, mual (+), muntah (+), kedua kaki kurang merasa rabaan, susah digerakkan
Kekuatan motorik :5/53/3Hipestesia setingi Th 10-11(D)Hipestesia setinggi L2-3 (S)
Para parese spastic inferior dd neuropati
19 Agustus ‘18
HP VI
nyeri punggung (+), kaki terasa agak kram dan baal, kedua kaki terasa lemah, mual (-), muntah (-), kedua kaki sudah terasa rabaan, kedua kaki lemah, nyeri kepala (-)
GCS : E4M6V5TD : 140/80HR : 65RR : 20T : 36.8Kekuatan motorik :5/53/3Sensibilitas kaki (+)Hasil ro :>Penyempitan diskus intervertebralis VTh 12 – LI>Spondilosis thoracalis>Kompresi VL 2
Mielopati thorakal,Radikulopati thoraco lumbal,Para parese spastic inferior dd neuropati
Terapi lanjut
20 Agustus ‘18
HP VII
nyeri punggung (+), kaki terasa agak kram dan baal, kedua kaki terasa lemah, mual (-), muntah (-), kedua kaki sudah lumayan membaik namun masih lemah
GCS : E4M6V5TD : 120/80HR : 77RR : 20T : 36.5Kekuatan motorik :5/54/4
Mielopati thorakal,Radikulopati thoraco lumbal,Para parese spastic inferior dd neuropati
Terapi lanjut
21 Agustus ‘18
HP VIII
nyeri punggung (+), kaki terasa agak kram dan baal, kedua kaki terasa lemah, mual (-), muntah (-), kaki kanan sudah bisa di gerakkan, kaki kiri masih lemah,susah untuk jalan
GCS : E4M6V5TD : 120/90HR : 70RR : 20T : 36.8Kekuatan motorik :5/55/4
Mielopati thorakal,Radikulopati thoraco lumbal,Para parese spastic inferior dd neuropati
Terapi lanjut
22 Agustus ‘18
HP IX
nyeri punggung (+), kaki terasa agak kram dan baal, kedua kaki terasa lemah (-), mual (-), muntah (-), belum bisa jalan sendiri
GCS : E4M6V5TD : 130/80HR : 70RR : 20T : 36.5Kekuatan motorik :5/55/5
Mielopati thorakal e.c dd/ infeksi (myelitis) dd/ SOP spinal dd/ trauma
BLPLRujuk RS Kariadi
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Ridharta, Priguna; Mardjono, Mahar. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta :
Dian Rakyat.
2. Price Sylvia. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 1. EGC: Jakarta. 2006. hal : 231- 236 & 485-90.
3. Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta :
Gadjahmada University Press.
4. Mahadewa, Tjokorda GB dan Sri Maliawan. 2009. Diagnosis dan
Tatalaksana Kegawatdaruratan Tulang belakang. Jakarta: Sagung Seto.
26