web viewidentitas pasien. nama: tn. s. umur : 26 tahun. jenis kelamin : laki-laki. agama : islam....
TRANSCRIPT
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Bajelan Barat 3/1 Bajelan Ambarawa
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : Sarjana
Status : Belum Menikah
No. RM : 1019xx
Masuk RS : 01 Mei 2016
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 04 Mei 2016, pukul 14.00 WIB
di Bangsal Asoka RSUD Ambarawa
Keluhan utama : pusing berputar
Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengeluhkan pusing berputar-putar sejak 5 hari
SMRS disertai nyeri di persendian dan mual serta muntah sebanyak lebih dari 5 kali berisi
cairan. Keluhan ini tidak sampai mengganggu aktivitas sehingga pasien masih tetap
bekerja.
2 hari SMRS, pusing berputar terasa semakin memberat, menurut pasien keluhan tersebut
sampai membuat tidak dapat berdiri. Pusing dirasakan selama 5-10 menit. Pusing terjadi
tiba-tiba, tidak dipengaruhi rasa lelah maupun ketika istirahat. Pusing dirasa bertambah
jika badan berubah posisi dan membaik jika pasien berbaring dan menutup mata. Pasien
juga mengeluh demam, demam dirasakan naik turun. Kemudian pasien berobat ke klinik
dokter umum. Dari dokter umum pasien mendapatkan 3 macam obat. Menurut pasien
keluhan demam membaik namun keluhan pusing berputar tidak membaik.
Pasien mengakui telinga kanannya berdengung saat mengalami pusing berputar dan
berhenti ketika pusing berputarnya membaik. Pasien mengeluhkan mual dan muntah
sebanyak 3 kali SMRS. Pada tanggal 01 Mei 2016, akhirnya pasien masuk ke rumah sakit
melalui IGD dan di rawat.
1
Pasien menyangkal adanya penglihatan dobel dan kabur, nyeri telinga, penurunan
pendengaran, kejang, nyeri kepala, kelemahan anggota tubuh dan kesemutan/baal. Buang
air besar serta buang air kecil tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat gangguan telinga : disangkal
Riwayat hipertensi: disangkal
Riwayat DM: disangkal
Riwayat infeksi: Pasien mengatakan 5 bulan yang lalu sempat di rawat inap dengan
diagnosa demam berdarah dengue
Riwayat cedera kepala/leher: disangkal
Riwayat gangguan tidur: disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Anamnesis Sistem :
Sistem Serebrospinal : Pusing berputar (+)
Sistem Kardiovaskular : Tidak ada keluhan
Sistem Respirasi : Tidak ada keluhan
Sistem Gastrointestinal : Mual, muntah 5 jam terakhir
Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada keluhan
Sistem Integumental : Tidak ada keluhan
Sistem Urogenital : Tidak ada keluhan
RESUME ANAMNESIS
Seorang pasien usia 26 tahun, datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan pusing
berputar-putar sejak 5 hari SMRS. Keluhan dirasakan memberat 2 hari SMRS yang
mengakibatkan pasien sulit beraktifitas, mengakibatkan pasien merasa tidak dapat berdiri.
Pasien sudah berusaha untuk mengobati dengan pergi ke dokter namun keluhan pusing
2
berputar masih belum berkurang dan keluhan tidak membaik. Pasien hanya berbaring di
tempat tidur untuk mengurangi rasa pusing berputar. Pasien mengakui telinga kanannya
berdengung saat mengalami pusing berputar dan berhenti ketika pusing berputarnya
membaik. Pasien menyangkal adanya penglihatan dobel dan kabur, nyeri telinga,
penurunan pendengaran, kejang, nyeri kepala, kelemahan anggota tubuh dan
kesemutan/baal. Buang air besar serta buang air kecil tidak ada keluhan.
DISKUSI I
Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan pusing berputar, pusing berputar merupakan
gejala dari vertigo. Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau
lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik
yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau
penyakit. Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh
ketika di tempatkan di berbagai posisi.
Langkah-langkah sistematis manajemen pasien vertigo, antara lain:
1. Memastikan keluhan
2. Memastikan jenis dan letak lesi
3. Mencari penyebab
4. Memantau terapi
1. Memastikan keluhan
Pasien dapat menyampaikan keluhan kepala dengan sebutan pusing. Untuk
memudahkan dan menghindarkan salah persepsi dari gangguan kepala lainnya adalah
dengan menanyakan pasien mengenai apa yang dirasakan pasien saat terjadinya
serangan. Pastikan bahwa keluhan yang dirasakan pasien benar-benar pusing berputar.
Bukan nyeri kepala atau bingung.
2. Memastikan jenis dan letak lesi
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik kanan dan
kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan
3
diproses lebih lanjut. Semua rangsang yang diterima reseptor masing-masing sistem
diintegrasikan di batang otak dan serebellum, sehingga terjadi hubungan fungsional yang
terpadu antara 3 sistem. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan
penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala
dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer
atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang
aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya
muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot
menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus,
unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan, dan gejala-gejala lainnya.
Vertigo dapat timbul bila ada gangguan pada salah satu atau lebih dari ketiga sistem
tersebut pada tingkat resepsi, integrasi, maupun persepsi. Vertigo dibagi menjadi dua,
vertigo vestibular bila kelainan pada vestibular, dan vertigo non vestibular apabila terjadi
pada visual dan proprioseptif. Vertigo juga dibagi menjadi vertigo yang terjadi dengan
letak lesi di perifer (labirin dan n. Vestibularis) dan vertigo yang terjadi dengan letak lesi
di sentral (batang otak hingga korteks).
VERTIGO PERIFER VERTIGO SENTRALLetak lesi Labirin dan N. Vestibularis Batang otak hingga korteksSifat vertigo Rasa berputar (true vertigo) Melayang, hilang keseimbanganSerangan Episodik KontinyuMual/muntah + –Gangguan pendengaran dan/atau tinitus + / – –
Gerakan pencetus Gerakan kepala Gerakan obyek visual
Gejala gangguan SSP – + (diplopia, parestesi, gejala fokal serebral)
Gejala Otonom + + –Nistagmus Horizontal Vertikal
Jenis Vertigo Berdasarkan Awitan Serangan
Disertai Keluhan Telinga
Tidak Disertai Keluhan Telinga
Timbul Karena Perubahan Posisi
Vertigo paroksismal Penyakit Meniere, tumor fossa cranii posterior, transient
TIA arteri vertebro-basilaris, epilepsi, vertigo akibat lesi
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)
4
ischemic attack (TIA) arteri vertebralis
lambung
Vertigo kronis Otitis media kronis, meningitis tuberkulosa, tumor serebelo-pontine, lesi labirin akibat zat ototoksik
Kontusio serebri, sindroma paska komosio, multiple sklerosis, intoksikasi obat-obatan
Hipotensi ortostatik, vertigo servikalis
Vertigo akut Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirinitis akuta, perdarahan labirin
Neuronitis vestibularis, ensefalitis vestibularis, multipel sklerosis
-
3. Mencari penyebab
Berbagai macam proses patologis dapat terjadi pada ketiga sistem somatosensorik,
vestibular, maupun visual, baik pada tingkat resepsi, integrasi, maupun persepsi.
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) dengan apa yang dipersepsi oleh
susunan saraf pusat. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap
oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik. Reseptor vestibuler memberikan
kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual dan yang
paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Beberapa teori mengenai mekanisme terjadinya vertigo diantaranya adalah:
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation).
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi
kanalis semisirkularis, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual, dan muntah.
2. Teori konflik sensorik.
5
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai
reseptor sensorik perifer, yaitu antara mata, vestibulum, dan proprioseptik, atau karena
ketidakseimbangan masukan sensoris dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut
menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat
berupa nistagmus, ataksia, rasa melayang, berputar.
3. Teori neural mismatch.
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik. Menurut teori ini otak
mempunyai memori tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu saat
dirasakan gerakan yang tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul
reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan
berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi, sehingga berangsur-angsur tidak lagi
timbul gejala.
4. Teori otonomik.
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi
perubahan posisi. Gejala klinis timbul jika sistem simpatis terlalu dominan, sebaliknya
hilang jika sistem parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral.
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl), dan teori serotonin
(Lucat), yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinaps.
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi
dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan
daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF
(Corticotropin Releasing Factor). Peningkatan kadar CRF selanjutnya akan
mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme
adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal
6
serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, kemudian berkembang menjadi mual, muntah,
dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf
parasimpatis.
PENYEBABVertigo Perifer Vertigo Sentral· BPPV
· Labirinitis
· Vestibular neuritis
· Meniere’s Disease
· Labyrinthie Ischemia
· Trauma
· Toxin
Vascular
· Demyelinating
· Neoplasm
Demam Dengue
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue
yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu; DEN-1,
DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat
kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut.
Tiga Gambaran Klinis
1. Dengue Fever
Adalah penyakit akut yang ditandai oleh panas 2-7 hari, disertai 2 atau lebih gejala klinik
berikut :
Sakit kepala
Nyeri retro orbital
Myalgia / arthralgia
Ruam
7
Manifestasi perdarahan, tourniquet test dan ptechiae
Leukopenia
Pada penderita anak Dengue Fever biasanya tampil klinis ringan, sedang pada orang
dewasa dapat disertai nyeri berat pada tulang dan persendian serta otot, dan pada saat
confalescence melalui periode prolong fatique, bahkan kadang disertai depresi.
2. Dengue Hemorrhagic Fever
Adalah infeksi virus dengue yang dengan gejala seperti diatas, disertai :
Manifestasi perdarahan yang lebih nyata, seperti :
Test Tourniquet positif
Ptechiae, echimosis atau purpura
Perdarahan mukosa epistaksis atau perdarahan gusi
Trombocytopenia ( < 100.00 / cu mm )
Kebocoran plasma disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas kapiler, dengan
ditandai oleh :
Meningkatnya PCV > 20%
Effusi pleura dan atau ascites
3. Dengue Shock Syndrome (DSS)
Adalah penampilan klinis Dengue Hemorrhagic Fever yang diseertai tanda-tanda kegagalan
sirkulasi berupa :
Penyempitan tekanan nadi ( < 20 mmHg )
Nadi cepat dan kecil
Hipotensi
Akral dingin
Diagnosis
8
Diagnosis Demam dengue ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang, dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda perembesan plasma (hemokonsentrasi,
hipovolemia,dan (syok).
Sedangkan Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua
hal ini terpenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bending positif; petekie,
ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml)
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis
kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hiponatremia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah
uji torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan
lembab, tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Patofisiologi Vertigo et causa
Demam Dengue
9
Infeksi Dengue
Mengeluarkan C3a dan C5a
Rangsang Sel-sel peradangan
Aktivasi komplemen
Penatalaksanaan
10
Rangsang aktivitas reseptor dopamine 2
Meningkatkan thermostat tubuh
di hipotalamus menjadi lebih tinggi
dari normal
(Penanganan tersangka DBD tanpa syok)
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
11
III. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinis : pusing berputar onset akut berulang, mual, dan muntah
Diagnosa topik : organ vestibuler, organ non-vestibuler
Diagnosa etiologik : Central : - vaskulogenik
-hemodinamik
Perifer : -otogenik
-infeksi
IV. PEMERIKSAAN FISIK
(Dilakukan pada tanggal 04 Mei 2016 pukul 14.30)
Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis / GCS E4V5M6
Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 72 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36.3 oC
Kepala : normocephal, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
bulat isokor 3 mm/3 mm, RCL +/+, RCTL +/+, refleks kornea +/+
Leher : pembesaran KGB (-),
Thoraks : normochest, simetris, pulmo VBS +/+ normal, rhonki -/-,
wheezing -/-, cor S1-S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, nyeri tekan 9 regio (-), hepatomegali
(-)
Urogenital : tidak diperiksa
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-), ruam kulit
tungkai atas dan bawah
12
Status Neurologis
Sikap tubuh : lurus dan simetris
Gerakan abnormal : tidak ada
Nervus kranialis
Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I Olfaktorius Daya penghidu N N
N. II Optikus
Daya penglihatan N N
Penglihatan warna N N
Lapang pandang N N
N. III Okulomotorius
Ptosis – –
Gerakan mata ke medial N N
Gerakan mata ke atas N N
Gerakan mata ke bawah N N
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Refleks cahaya langsung N N
Refleks cahaya konsensuil N N
Strabismus divergen – –
N. IV Trokhlearis
Gerakan mata ke lateral bawah N N
Strabismus konvergen – –
Menggigit N
Membuka mulut N
N. V Trigeminus
Sensibilitas muka N N
Refleks kornea N N
Trismus – –
13
N. VI Abdusens
Gerakan mata ke lateral N N
Strabismus konvergen – –
N. VII Fasialis
Kedipan mata N N
Lipatan nasolabial N N
Sudut mulut N N
Mengerutkan dahi N N
Menutup mata N N
Meringis Simetris
Menggembungkan pipi N N
Daya kecap lidah 2/3 depan N N
N. VIII Vestibulo-kokhlearis
Mendengar suara berbisik N N
Mendengar detik arloji N N
Tes Rinne
Tidak dilakukan
(keterbatasan alat)Tes Schwabach
Tes Weber
N. IX Glossofaringeus
Arkus faring Simetris
Daya kecap lidah 1/3 belakang N N
Refleks muntah N
Sengau –
Tersedak –
N. X Vagus
Denyut nadi 72 x/menit, reguler, kuat angkat
Arkus faring Simetris
Bersuara N
Menelan N
14
N. XI Aksessorius
Memalingkan kepala N N
Sikap bahu N N
Mengangkat bahu N N
Trofi otot bahu – –
N. XII Hipoglossus
Sikap lidah N
Artikulasi N
Tremor lidah –
Menjulurkan lidah N
Trofi otot lidah – –
Fasikulasi lidah –
Ekstremitas
G
B B
K
5 5
Tn
N N
Tr
Eu Eu
B B 5 5 N N Eu Eu
RF
+ +
RP
– –
Cl+ + – – –
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
Pemeriksaan tambahan
Romberg test: +
Nistagmus: -
Stepping test: +
15
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Dilakukan pada tanggal 02 Mei 2016 pukul 11.15)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 15.6 g/dl 13.5 – 17.5
Leukosit 5.5 ribu 4 – 10
Eritrosit 5,46 juta 4.5 – 5.8
Hematokrit 47,0 % 40 – 50
Trombosit 82 ribu 150 – 400
Kimia Klinik
Glukosa puasa 112 mg/dl 82 – 115
Glukosa 2 jam pp 189 mg/dl <120
SGOT 174 U/L 0 – 50
SGPT 156 U/L 0 – 50
Ureum 26.3 mg/dl 10 – 50
Kreatinin 0.84 mg/dl 0.62 – 1.1
Asam urat 3.46 mg/dl 2 – 7
Kolesterol 232 mg/dl
<200 dianjurkan; 200 – 239
risiko sedang; ≥240 risiko tinggi
HDL-kolesterol 35 mg/dl 26 – 63
LDL-kolesterol 165 mg/dl <150
Trigliserida 161 mg/dl 70 – 140
Anti Salmonella IgM : 0 (negatif)
16
IgG anti Dengue +
IgM anti Dengue –
Hasil laboratorium tanggal 03 mei 2016
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 14,8 g/dl 13.5 – 17.5
Leukosit 5,4 ribu 4 – 10
Eritrosit 5,11 juta 4.5 – 5.8
Hematokrit 43,9 % 40 – 50
Trombosit 98 ribu 150 – 400
Hasil Laboratorium tanggal 4 Mei 2016
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 15,2 g/dl 13.5 – 17.5
Leukosit 4,8 ribu 4 – 10
Eritrosit 5,47 juta 4.5 – 5.8
Hematokrit 47,0 % 40 – 50
Trombosit 114 ribu 150 – 400
Hasil Laboratorium tanggal 5 Mei 2016
17
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 14,4 g/dl 13.5 – 17.5
Leukosit 4,5 ribu 4 – 10
Eritrosit 4,97 juta 4.5 – 5.8
Hematokrit 42,2 % 40 – 50
Trombosit 155 ribu 150 – 400
DISKUSI II
Pada pemeriksaan kulit terdapat ptekie tungkai atas dan bawah yang merupakan tanda khas
demam dengue, ptekie adalah bintik merah kecil di kulit yang merupakan akibat keluarnya
sejumlah kecil darah. Petekie merupakan tanda perdarahan akibat adanya agregasi dari
trombosit, tanda ini dapat muncul pada hari-hari pertama demam.
Untuk menegakan diagnosis vertigo diambil dari pemeriksaan fisik, melaui pemeriksaan fisik
kita dapat membedakan adanya proses patologis di perifer atau di sentral. Pada pasien
dilakukan pemeriksaan Romberg’s Test:
Romberg’s Test
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan namun masih dapat berjalan,
sedangkan pasien dengan vertigo sentral memiliki instabilitas yang parah dan sering kali
tidak dapat berjalan. Walaupun Romberg’s sign konsisten dengan masalah vestibular atau
propioseptif, hal ini tidak dapat digunakan dalam mendiagnosis vertigo. Pada sebuah studi,
hanya 19% sensitive untuk gangguan vestibular dan tidak berhubungan dengan penyebab
yang lebih serius dari dizziness (tidak hanya terbatas pada vertigo) misalnya drug related
vertigo, seizure, arrhythmia, atau cerebrovascular event.
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka
kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan
bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya
18
atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan
bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita
tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebellum badan penderita akan bergoyang baik pada
mata terbuka maupun pada mata tertutup. Pada pasien ini hanya bergoyang menjauhi garis
tengah saat mata tertutup.
Pada pemeriksaan motorik didapatkan sistem motorik masih dalam batas normal, fungsi
vegetatif masih dalam batas normal sehingga vertigo sentral dapat dihilangkan. Hal ini
memungkinkan bahwa vertigo yang terjadi bersifat otogenik.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium, darah rutin dalam batas normal namun ditemukan
trombosit menurun, kimia darah dalam batas normal, namun ditemukan tes serologi untuk
IgG anti Dengue positif. IgG anti Dengue yang positif ini membuktikan bahwa pada pasien
pernah mengalami Demam Dengue. Akan tetapi dalam kasus ini mungkin gejala klinis nya
tidak terlalu muncul dan IgM anti Denge negatif kemungkinan infeksi virus belum terdeteksi
oleh uji serologi, bisa juga karena infeksi virus yang terjangkit berasal dari virus DEN yang
sama sehingga pada pemeriksaan serologi tidak muncul.
VI. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis klinik : vertigo akut, mual, muntah, riwayat febris
Diagnosis topik : organ vestibularis, chemoreseptor trigger zone
Diagnosis etiologik : vertigo vestibular perifer et causa demam dengue
VII. PENATALAKSANAAN
Pada pasien ini diberikan terapi:
Betahistin 3 x 1 tab
Ceftriaxone 2 x 1 gr
Ranitidin 2 x 1 amp
Piracetam 2 x 3 gr
Paracetamol 3 x 500 mg
Sohobion 1 x 1
DISKUSI III
19
Betahistin
Mengurangi vertigo dengan memperlebar sphincter prekapiler sehingga meningkatkan
aliran darah pada telinga bagian dalam. Betahistin juga memperbaiki sirkulasi serebral
dan meningkatkan sirkulasi serebral dan meningkatkan aliran darah arteri karotis
interna.
Ceftriaxone
Ceftriaxone merpakan golongan sefalosporin yang mempunyai spektrum luas dengan
waktu paruh eliminiasi 8 jam. Efektif terhadap mikroorganisme gram positif dan gram
negatif. Ceftriaxone juga stabil terhadap enzim betalaktamase yang dihasilkan oleh
bakteri.
Ranitidin
Diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping dan interaksi dari obat
lain. Ranitidin adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja
histamin pada reseptor H2 di lambung dan mengurangi sekresi asam lambung.
Piracetam
Berperan untuk meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan aktivitas adenylat
siklae yang merupakan kunci metabolisme energi, meningkatkan sintesis dan
pertukaran cytochrome B5 yang merupakan komponen kunci dalam transport
elektron. Piracetam digunakan untuk memperbaiki defisit neurologis.
Paracetamol
Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat
menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase secara
20
berbeda. Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin,
inilah yang menyebabkan Parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek
pada pusat pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada
siklooksigenase perifer. Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya menghilangkan
atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang.
VIII. PROGNOSIS
Death : dubia ad bonam
Disease : dubia ad bonam
Disability : dubia ad bonam
Discomfort : dubia ad bonam
Dissatisfaction : dubia ad bonam
Distitution : dubia ad bonam
21